Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam amino
yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Suatu molekul protein disusun oleh sejumlah asam amino
dengan susunan tertentu dan bersifat turunan. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon,
hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein sebanyak 16% dari
berat protein. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang
mengandung unsur logam seperti tembaga dan besi. Secara teori dari 21 jenis asam amino yang
ada di alam dapat dibentuk protein dengan jenis yang tidak terbatas. Namun diperkirakan hanya
sekitar 2000 jenis protein yang terdapat di alam.
Karakteristik suatu protein ditentukan oleh jenis asam amino ynag membentuknya, berapa
kali munculnya, dan urut-urutannya dalam ikatan protein tersebut.Terdapat empat tingkatan
struktur yang saling mempengaruhi konfirmasi fungsional biologis dari protein. Tiga diantara
tingkat struktural ini (primer, sekunder, dan tersier) dapat ditemukan dalam molekul yang terdiri
dari suatu rantai polipeptida tunggal, sementara yang keempat (kuartener) melibatkan interaksi
dari polipeptida di dalam suatu molekul protein berantai banyak.
1. Struktur Primer
Tingkat struktur primer mengacu pada jumlah dan urutan asam amino dalam suatu
protein.Ikatan peptida kovalen merupakan satu-satunya jenis ikatan yang terlibat pada
tingkat struktur protein ini.
2. Struktur Sekunder
Pada struktur sekunder, tingkatannya mengacu pada jumlah keteraturan struktural yang
dikandung dalam suatu polipeptida sebagai akibat dari ikatan hydrogen antara atom O
dari gugus karbonil (C=O) dengan atom H dari gugus amino (N-H) dalam satu rantai
peptida sehingga memungkinkan terbentuknya konfirasi spiral yang disebut struktur
helix. Struktur sekunder utama meliputi α-heliks dan β-strands (termasuk β-sheets).
3. Struktur Tersier
Struktur tersier ditentukan oleh ikatan tambahan antara gugus R pada asam-asam amino
yang memberi bentuk tiga dimensi sehingga membentuk struktur kompak dan padat suatu
protein. Struktur tersier mewakili efek menyeluruh dari sebagian besar kekuatan
intramolekular, termasuk kekuatan dari struktur primer dan sekunder. Satu-satunya ikatan
kovalen yang terlibat dalam struktur tersier adalah ikatan disulfida, dibentuk oleh
oksidasi gugusan sulfidril dari dua residu sisteinil.
4. Struktur Kuartener
Tingkatan struktur keempat berkaitan dengan interaksi antara dua atau lebih rantai
polipeptida berasosiasi dengan cara spesifik membentuk protein secara biologis aktif.
Struktur kuartener diidentifikasi sebagai homogen (mengandung protomer yang identik)
atau heterogen (protomer yang tidak sama).
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA ENZIM
1. Suhu
Suhu Enzim tidak dapat bekerja secara optimal apabila suhu lingkungan terlalu
rendah atau terlalu tinggi. Jika suhu lingkungan mencapai 0° C atau lebih rendah lagi,
enzim tidak aktif. Jika suhu lingkungan mencapai 40° C atau lebih, enzim akan
mengalami denaturasi (rusak). Suhu optimal enzim bagi masing-masing organisme
berbeda- beda. Untuk hewan berdarah dingin, suhu optimal enzim adalah 25°C,
sementara suhu optimal hewan berdarah panas, termasuk manusia, adalah 37° C.
( Nelson, 2008 )
2. pH
Setiap enzim mempunyai pH optimal masing-masing, sesuai dengan "tempat kerja"-
nya. Misalnya : enzim pepsin, karena bekerja di lambung yang bersuasana asam,
memiliki pH optimal 2. enzim ptialin, karena bekerja di mulut yang bersuasana basa,
memiliki pH optimal 7,5-8. ( Poedjiadi, 2006 )
3. Konsentrasi Enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung
pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan
reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. ( Murray et al., 2003 )
4. Konsentrasi Substrat
Semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin cepat kerja enzim, tapi jika kerja enzim
telah mencapai titik maksimal, maka kerja enzim berikutnya akan konstan. ( Murray
et al., 2003 )
Secara umum, ada 2 jenis inhibitor dalam faktor yang mempengaruhi kerja enzim.
Keduanya yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor non kompetitif.
a. Inhibitor kompetitif
Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang mempunyai struktur mirip dengan
substrat. Oleh karenanya, antara inhibitor dan substrat akan saling bersaing dalam
melakukan ikatan dan bergabung dengan sisi aktif enzim. Bila inhibitor yang
lebih dulu berikatan, maka substrat tidak akan terkatalis, begitupun sebaliknya.
Inhibitor non kompetitif adalah inhibitor yang jika telah melakukan ikatan pada
suatu bagian enzim mampu mengubah sisi aktif enzim menjadi tidak sesuai
dengan struktur substrat
Referensi
Arjunan Satya Nanda Vel, Safaai Deris, Rosli MD Illias. 2015. “Literature Survey Of Protein
Secondary Structure Prediction”. Jurnal Teknologi, 34(C) 2015:63-72.
Gene Reading Frame and Protein Structure in DMD Myoblasts Using the CinDel
doi:10.1038/mtna.2015.58.
Probosari Enny. 2019. “Pengaruh Protein Diet terhadap Indeks Glikemik”. JNH (Journal of
Nutrition and Health). Vol.7, No.1.
Hartyanto, Toto. 2015. “Penggunaan Fitur Kimia Fisik dan posisi atom untuk prediksi Struktur
Sekunder Protein”. Jurnal Edukasi dan Penelitian Informatika(JEPIN). Vol. 1, No. 2.
Lakizadeh A, Marashi S. 2014. “Addition of Contact Number Information can Improve Protein
Secondary Structure Prediction by Neural Networks”. EXCLI Journal. 8 : 66 - 73.
Aeni. 2009. “Laporan Praktikum: Kerja Enzim Katalase”. Jember : Prodi Pendidikan Biologi
Jurusan MIPA FKIP Universitas Muhamadiyah.
M. Watkins Andrew, Michael G. Wuo, & Paramjit S. Arora. 2015. “Protein−Protein Interactions
Mediated by Helical Tertiary Structure Motifs”. Department of Chemistry, New York
University, New York, New York 10003, United States.
TUGAS BIOKIMIA
Oleh :
NPM : 18700046
Kelas : 2018 B
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018/2019