TUKLN KIARA DR - Adi
TUKLN KIARA DR - Adi
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 15 tahun
Alamat : Nogotirto, Gamping
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan Terakhir : SMP
Tanggal Masuk RS : 01-01-2018
Case Analysis
4. Anamnesis pasien
dan lakukan
pemeriksaan fisik
terlebih dahulu.
Jika keluhan utama
mengarah ke
peritonitis karena
abdominal pain
yang dirasakan
pasien, cari
penyebabnya
dengan melakukan
beberapa
pemeriksaan fisik
seperti inspeksi
abdomen, palpasi
(ada nyeri tekan
atau tidak), perkusi,
dan auskultasi. Jika
mengarah karena
disebabkan oleh
apendisitis,
dilakukan beberapa
pemeriksaan
khusus seperti
nyeri tekan
McBurney, rovsing
sign, psoas sign,
obturator sign, dan
rebound test.
Kemudian jika
masih ragu dapat
dilakukan
pemeriksaan
penunjang lainnya
seperti :
1) Laboratorium
(Px Darah
rutin)
Selain anamnesa
dan pemeriksaan
fisik, hitung lekosit
dapat digunakan
sebagai informasi
yang bermanfaat
dalam
mendiagnosis
appendisitis akut
dan appendisitis
perforasi. Lekosit
merupakan petanda
yang sensitif pada
proses inflamasi.
Berbagai penelitian
mempublikasikan
tentang evaluasi
peran lekositosis
dalam diagnosis
appendisitis akut.
Hasil laboratorium
pada appendisitis
akut biasanya
didapatkan angka
lekosit diatas
10.000/mm3dengan
pergeseran kekiri
pada hemogramnya
(>70% netrofil).
Penderita
appendisitis akut
umumnya
ditemukan jumlah
lekosit antara
12.000-
20.000/mm3dan
bila sudah terjadi
perforasi atau
peritonitis jumlah
lekosit antara
20.000-
30.000/mm3.
2) Radiologi
Pemeriksaan
radiologi pada
kebanyakan kasus
peritonitis hanya
mencakup foto
thorak PA dan
lateral serta foto
polos abdomen.
Pada foto thorak
dapat
memperlihatkan
proses pengisian
udara di lobus
inferior yang
menunjukkan
proses
intraabdomen.
Dengan
menggunakan foto
polos thorak
difragma dapat
terlihat terangkat
pada satu sisi atau
keduanya akibat
adanya udara bebas
dalam cavum
peritoneum
daripada dengan
menggunakan foto
polos abdomen.
3) USG untuk
hasil yang lebih
jelas
5. Penatalaksanaan
pada pasien ini
adalah dilakukan
apendektomi
dengan laparotomi
eksplorasi karena
apendiks yang
sudah perforasi
sehingga
menimbulkan pus
dan cairan serosa
purulent yang
menyebar diseluruh
rongga peritoneum.
Operasi biasanya
dilakukan untuk
mengontrol sumber
dari kontaminasi
peritoneum.
Prosedur operasi
yang spesifik
tergantung dari apa
yang didapatkan
selama operasi
berlangsung, serta
membuang bahan-
bahan dari cavum
peritoneum seperti
fibrin, feses, cairan
empedu, darah,
mucus lambung
dan membuat
irigasi untuk
mengurangi ukuran
dan jumlah dari
bakteri
virulen.Sebelum
dilakukan tindakan
operatif, dilakukan
tindakan pre
operatif terlebh
dahulu:
- Resusitasi cairan:
Peradangan yang
menyeluruh pada
membran
peritoneum
menyebabkan
perpindahan cairan
ekstraseluler ke
dalam cavum
peritoneum dan
ruang intersisial.
Pengembalian
volume dalam
jumlah yang cukup
besar melalui
intravaskular
sangat diperlukan
untuk menjaga
produksi urin tetap
baik dan status
hemodinamik
tubuh. Jika terdapat
anemia dan
terdapat penurunan
dari hematokrit
dapat diberikan
transfusi PRC
(Packed Red Cells)
atau WB (Whole
Blood).Larutan
kristaloid dan
koloid harus
diberikan untuk
mengganti cairan
yang hilang.
Secara teori, cairan
koloid lebih efektif
untuk mengatasi
kehilangan cairan
intravaskuler, tapi
cairan ini lebih
mahal. Sedangkan
cairan kristaloid
lebih murah,
mudah didapat
tetapi
membutuhkan
jumlah yang lebih
besar karena
kemudian akan
dikeluarkan lewat
ginjal.
- Antibiotik:
Bakteri penyebab
tersering dari
peritonitis dapat
dibedakan menjadi
bakteri aerob yaitu
E. Coli, golongan
Enterobacteriaceae
dan Streptococcus,
sedangkan bakteri
anaerob yang
tersering adalah
Bacteriodes spp,
Clostridium,
Peptostreptococci.
Antibiotik berperan
penting dalam
terpai peritonitis,
pemberian
antibiotik secara
empiris harus dapat
melawan kuman
aerob atau anaerob
yang menginfeksi
peritoneum. Pada
SBP (Spontaneus
Bacterial
Peritonitis),
pemberian
antibiotik terutama
adalah dengan
Sefalosporin gen-3,
kemudian diberikan
antibiotik sesuai
dengan hasil
kultur. Dapat
diberikan 5-10 hari.
- Oksigen dan
Ventilator:
Pemberian oksigen
pada hipoksemia
ringan yang timbul
pada peritonitis
cukup diperlukan,
karena pada
peritonitis terjadi
peningkatan dari
metabolisme tubuh
akibat adanya
infeksi, adanya
gangguan pada
ventilasi paru-paru.
Ventilator dapat
diberikan jika
terdapat kondisi-
kondisi seperti
ketidakmampuan
untuk menjaga
ventilasi alveolar
yang dapat ditandai
dengan
meningkatnya
PaCO2 50 mmHg
atau lebih tinggi
lagi, hipoksemia
yang ditandai
dengan PaO2
kurang dari 55
mmHg, adanya
nafas yang cepat
dan dangkal.
- Penggunaan drain
sangat penting
untuk abses intra
abdominal dan
peritonitis lokal
dengan cairan yang
cukup banyak.
Drainase dari
kavum peritoneal
bebas tidak efektif
dan tidak sering
dilakukan, karena
drainase yang
terpasang
merupakan
penghubung
dengan udara luar
yang dapat
menyebabkan
kontaminasi.
Referensi
Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.EGC. Jakarta.