Anda di halaman 1dari 16

TUTORIAL KLINIK

IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 15 tahun
Alamat : Nogotirto, Gamping
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan Terakhir : SMP
Tanggal Masuk RS : 01-01-2018
Case Analysis

Problem Hipotesis Mekanisme Data Tambahan Tujuan Belajar Pemecahan Masalah


S/ Diagnosis Kerja: Peritonitis adalah Pasien sedang 1. Bagaimana 1. Peritoneum adalah
a. Keluhan utama: Peritonitis Umum ec inflamasi pada menstruasi hari anatomi dari lapisan serosa yang
Nyeri seluruh lapang perut Perforasi Apendisitis peritoneum (lapisan pertama. peritoneum? paling besar dan
b. RPS: serosa yang paling komleks
Seorang perempuan berusia Assesment : menutupi rongga 2. Bagaimana yang terdapat
15 tahun datang ke IGD RS Laparotomi mekanisme
abdomen dan dalam tubuh.
PKU Muhammadiyah perforasi apendisitis
Gamping pada tanggal 1 organ-organ dapat menyebabkan Membran serosa
Januari 2018 dengan keluhan abdomen di peritonitis ? tersebut
nyeri seluruh lapang perut dalamnya) biasanya membentuk suatu
dan lebih nyeri di bagian disertai dengan 3. Apa saja kantung tertutup
perut kanan bawah sejak 1 gejala nyeri penyebab (coelom) dengan
hari SMRS. Nyeri dirasakan abdomen dan nyeri peritonitis ? batas-batas:
terus menerus. Pasien juga tekan pada
demam sejak 4 hari yang lalu. abdomen, 4. Bagaimana cara * anterior dan lateral:
Nyeri bertambah ketika kaki konstipasi, dan menegakkan permukaan bagian dalam
pasien digerakkan, berkurang demam. Perforasi diagnosis ? dinding abdomen
ketika pasien istirahat. Pada apendisitis dapat * posterior
hari saat MRS pasien sedang menyebabkan 5.Bagaimana :retroperitoneum
menstruasi hari pertama, penatalaksanaan
peritonitis * inferior : struktur
mual (+), muntah berwarna pada pasien ini?
hijau (+), nafsu makan disebabkan karena ekstraperitoneal di pelvis
menurun, BAB (+) menurun, pecahnya apendiks * superior : bagian bawah
BAK (+) lancar dan kembung akibat tingginya dari diafragma.
(+). Pasien sudah berobat ke tekanan di dalam Lapisan peritonium dibagi
RSUD Sleman tetapi belum apendiks. Hal ini menjadi 3, yaitu:
membaik. dikarenakan adanya • Lembaran yang
obstruksi pada menutupi dinding usus,
c. RPD: apendiks seperti disebut lamina visceralis
HT (-), DM (-) , riw. Batuk fecalith, biji-bijian (tunika serosa)
kronis (-), riwayat konstipasi yang tidak hancur, • Lembaran yang
yang lama (-), keluhan serupa
hipertropi jaringan melapisi dinding dalam
(-), alergi (-).
limfoid, cacing abdomen disebut lamina
d. RPK: kremi (pinworm). parietalis.
HT (-), DM (-), keluhan
serupa (-) Organ-organ yang terdapat
di cavum peritoneum
e. Riw. Personal Sosial: yaitu:
Merokok dan minum • Gaster, hepar,
minuman keras disangkal. vesica fellea, lien, ileum,
jejenum, kolon
O/ transversum, kolon
Keadaan Umum:
sigmoid, sekum, dan
Cukup
Kesadaran: CM appendix (intraperitoneum)
Vital Signs: • Pankreas,
BP = 112/68 mmHg duodenum, kolon ascenden
HR = 123 bpm
RR = 14 bpm & descenden, ginjal dan
T = 38,50C ureter (retroperitoneum).
VAS= 4
Pemeriksaan Fisik Pada rongga peritoneum
Status Generalis dewasa sehat terdapat ±
Kepala&Leher: Tidak ada
100cc cairan peritoneal
kelainan
Thorax: Tidak ada kelainan yang mengandung protein
Abdomen: nyeri tekan 3 g/dl.Sebagian besar
seluruh lapang perut terutama berupa albumin.
bagian kanan bawah
Ekstremitas: Tidak ada 2. Disebabkan oleh
kelainan penyumbatan
lumen apendiks
Status Lokalis (Abdomen) oleh hiperplasi
Inspeksi : distensi (+), jejas folikel limfoid,
(-) fekalit, benda
Palpasi : nyeri tekan seluruh
asing, striktur
lapang perut (+), defense
muscular (+), karena fibrosis dan
Perkusi: hiperimpani seluruh neoplasma.
lapang perut Obstruksi tersebut
Auskultasi : peristaltik (+) menyebabkan
menurun mukus yang
diproduksi mukosa
Pemeriksaan Khusus mengalami
Rovsing sign (+), Psoas sign bendungan, makin
(+), nyeri tekan titik lama mukus
McBurney (+), rebound test tersebut makin
(+), Obturator sign (+)
banyak, namun
Px Laboratorium elastisitas dinding
(1/1/2018) apendiks
mempunyai
keterbatasan
Hb : 13.0 (12.0-18.0)  sehingga
normal menyebabkan
peningkatan
Lekosit : 13500 (4000- tekanan intralumen
11000)  tinggi dan menghambat
aliran limfe yang
Hematocrit : 39 (37-54)
mengakibatkan
MCV : 91,8 (82-98) oedem, diapedesis
MCH : 30,4 (27-34) bakteri, ulserasi
mukosa, dan
MCHC : 33,1 (32-36)
obstruksi vena
Trombosit : 260 (150-400) sehingga udem
PPT : 16,6 (11.0-17.0) bertambah
kemudian aliran
APTT : 25,6 (23-45) arteri terganggu
GDS : 85 (70-140) akan terjadi infark
dinding apendiks
yang diikuti dengan
Lab Urin Rutin (1/1/2018) nekrosis atau
Warna: kuning ganggren dinding
apendiks sehingga
Kekeruhan : keruh
menimbulkan
Protein urin : +- perforasi dan
Lekoit gelap : 0-4 akhirnya
mengakibatkan
Lekosit pucat : 3-8 peritonitis baik
Eritrosit: 10-20  tinggi lokal maupun
general.
3. Infeksi peritoneum
dapat
diklasifikasikan
sebagai berikut :
- Peritonitis primer
(Spontaneus)
Disebabkan oleh
invasi hematogen
dari organ
peritoneal yang
langsung dari
rongga peritoneum.
Penyebab paling
sering dari
peritonitis primer
adalah spontaneous
bacterial peritonitis
(SBP) akibat
penyakit hepar
kronis. Kira-kira
10-30% pasien
dengan sirosis
hepatis dengan
ascites akan
berkembang
menjadi peritonitis
bakterial.
- Peritonitis
sekunder:
Penyebab
peritonitis sekunder
paling sering
adalah perforasi
appendicitis,
perforasi gaster dan
penyakit ulkus
duodenale,
perforasi kolon
(paling sering
kolon sigmoid)
akibat
divertikulitis,
volvulus, kanker
serta strangulasi
usus halus.
- Peritonitis tertier:
Peritonitis yang
mendapat terapi
tidak adekuat,
superinfeksi
kuman, dan akibat
tindakan operasi
sebelumnya

4. Anamnesis pasien
dan lakukan
pemeriksaan fisik
terlebih dahulu.
Jika keluhan utama
mengarah ke
peritonitis karena
abdominal pain
yang dirasakan
pasien, cari
penyebabnya
dengan melakukan
beberapa
pemeriksaan fisik
seperti inspeksi
abdomen, palpasi
(ada nyeri tekan
atau tidak), perkusi,
dan auskultasi. Jika
mengarah karena
disebabkan oleh
apendisitis,
dilakukan beberapa
pemeriksaan
khusus seperti
nyeri tekan
McBurney, rovsing
sign, psoas sign,
obturator sign, dan
rebound test.
Kemudian jika
masih ragu dapat
dilakukan
pemeriksaan
penunjang lainnya
seperti :
1) Laboratorium
(Px Darah
rutin)
Selain anamnesa
dan pemeriksaan
fisik, hitung lekosit
dapat digunakan
sebagai informasi
yang bermanfaat
dalam
mendiagnosis
appendisitis akut
dan appendisitis
perforasi. Lekosit
merupakan petanda
yang sensitif pada
proses inflamasi.
Berbagai penelitian
mempublikasikan
tentang evaluasi
peran lekositosis
dalam diagnosis
appendisitis akut.
Hasil laboratorium
pada appendisitis
akut biasanya
didapatkan angka
lekosit diatas
10.000/mm3dengan
pergeseran kekiri
pada hemogramnya
(>70% netrofil).
Penderita
appendisitis akut
umumnya
ditemukan jumlah
lekosit antara
12.000-
20.000/mm3dan
bila sudah terjadi
perforasi atau
peritonitis jumlah
lekosit antara
20.000-
30.000/mm3.
2) Radiologi
Pemeriksaan
radiologi pada
kebanyakan kasus
peritonitis hanya
mencakup foto
thorak PA dan
lateral serta foto
polos abdomen.
Pada foto thorak
dapat
memperlihatkan
proses pengisian
udara di lobus
inferior yang
menunjukkan
proses
intraabdomen.
Dengan
menggunakan foto
polos thorak
difragma dapat
terlihat terangkat
pada satu sisi atau
keduanya akibat
adanya udara bebas
dalam cavum
peritoneum
daripada dengan
menggunakan foto
polos abdomen.
3) USG untuk
hasil yang lebih
jelas
5. Penatalaksanaan
pada pasien ini
adalah dilakukan
apendektomi
dengan laparotomi
eksplorasi karena
apendiks yang
sudah perforasi
sehingga
menimbulkan pus
dan cairan serosa
purulent yang
menyebar diseluruh
rongga peritoneum.
Operasi biasanya
dilakukan untuk
mengontrol sumber
dari kontaminasi
peritoneum.
Prosedur operasi
yang spesifik
tergantung dari apa
yang didapatkan
selama operasi
berlangsung, serta
membuang bahan-
bahan dari cavum
peritoneum seperti
fibrin, feses, cairan
empedu, darah,
mucus lambung
dan membuat
irigasi untuk
mengurangi ukuran
dan jumlah dari
bakteri
virulen.Sebelum
dilakukan tindakan
operatif, dilakukan
tindakan pre
operatif terlebh
dahulu:
- Resusitasi cairan:
Peradangan yang
menyeluruh pada
membran
peritoneum
menyebabkan
perpindahan cairan
ekstraseluler ke
dalam cavum
peritoneum dan
ruang intersisial.
Pengembalian
volume dalam
jumlah yang cukup
besar melalui
intravaskular
sangat diperlukan
untuk menjaga
produksi urin tetap
baik dan status
hemodinamik
tubuh. Jika terdapat
anemia dan
terdapat penurunan
dari hematokrit
dapat diberikan
transfusi PRC
(Packed Red Cells)
atau WB (Whole
Blood).Larutan
kristaloid dan
koloid harus
diberikan untuk
mengganti cairan
yang hilang.
Secara teori, cairan
koloid lebih efektif
untuk mengatasi
kehilangan cairan
intravaskuler, tapi
cairan ini lebih
mahal. Sedangkan
cairan kristaloid
lebih murah,
mudah didapat
tetapi
membutuhkan
jumlah yang lebih
besar karena
kemudian akan
dikeluarkan lewat
ginjal.
- Antibiotik:
Bakteri penyebab
tersering dari
peritonitis dapat
dibedakan menjadi
bakteri aerob yaitu
E. Coli, golongan
Enterobacteriaceae
dan Streptococcus,
sedangkan bakteri
anaerob yang
tersering adalah
Bacteriodes spp,
Clostridium,
Peptostreptococci.
Antibiotik berperan
penting dalam
terpai peritonitis,
pemberian
antibiotik secara
empiris harus dapat
melawan kuman
aerob atau anaerob
yang menginfeksi
peritoneum. Pada
SBP (Spontaneus
Bacterial
Peritonitis),
pemberian
antibiotik terutama
adalah dengan
Sefalosporin gen-3,
kemudian diberikan
antibiotik sesuai
dengan hasil
kultur. Dapat
diberikan 5-10 hari.
- Oksigen dan
Ventilator:
Pemberian oksigen
pada hipoksemia
ringan yang timbul
pada peritonitis
cukup diperlukan,
karena pada
peritonitis terjadi
peningkatan dari
metabolisme tubuh
akibat adanya
infeksi, adanya
gangguan pada
ventilasi paru-paru.
Ventilator dapat
diberikan jika
terdapat kondisi-
kondisi seperti
ketidakmampuan
untuk menjaga
ventilasi alveolar
yang dapat ditandai
dengan
meningkatnya
PaCO2 50 mmHg
atau lebih tinggi
lagi, hipoksemia
yang ditandai
dengan PaO2
kurang dari 55
mmHg, adanya
nafas yang cepat
dan dangkal.
- Penggunaan drain
sangat penting
untuk abses intra
abdominal dan
peritonitis lokal
dengan cairan yang
cukup banyak.
Drainase dari
kavum peritoneal
bebas tidak efektif
dan tidak sering
dilakukan, karena
drainase yang
terpasang
merupakan
penghubung
dengan udara luar
yang dapat
menyebabkan
kontaminasi.
Referensi

Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.

De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai