Laporan Vit C Fix Revisi-1
Laporan Vit C Fix Revisi-1
PENDAHULUAN
1.2.1 Volumetri
a. Titik ekuivalen, adalah keadaan dimana grek titran sama dengan grek sampel.
b. Titik akhir titrasi, adalah keadaan dimana indikator mengalami perubahan warna.
Titik ekuivalen dan titik akhir tidaklah sama, namun pada prakteknya titik
akhir tercapai setelah titik ekuivalen. Metode Volumetrik secara garis besar dapat
diklasifikasikan dalam empat kategori sebagai berikut :
a. Titrasi asam-basa, yang berdasarkan reaksi asam dan basa baik kuat maupun
lemah.
Larutan baku atau larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah
diketahui. Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan buret,
yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan menggunakan
pipet volumetri dan ditempatkan di erlenmeyer.
Mudah dikeringkan
Stabil
Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasar
perhitungan.
Larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat
karena berasal dari zat yang tidak pernah murni. Konsentrasi larutan ini ditentukan
dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode
titrimetri. Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2
Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012), larutan standar yang
digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini
biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi
dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang
lama.Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat
1.2.4 Vitamin C
Asam askorbat atau lebih dikenal dengan nama vitamin C adalah vitamin
untuk jenis primat tetapi tidak merupakan vitamin bagi hewan-hewan lain. Asam
askorbat adalah suatu reduktor kuat (Winarno, 1997). Bentuk teroksidasinya, asam
dehidroaskorbat, mudah direduksi lagi dengan berbagai reduktor seperti glutation
dipastikan karena asam ini tidak dapat berikatan dengan protein yang manapun. Sifat
fisik dan kimiawi asam askorbat adalah merupakan derivat monosakarida yang
mempunyai gugus enediol dan mempunyai 2 rumus bangun yang erat, yaitu sebagai
asam askorbat dan dehidro asam askorbat (Wahjudi, 2003). Dehidro asam askorbat
terjadi karena oksidasi spontan dari udara. Keduanya merupakan bentuk aktif yang
terdapat dalam cairan tubuh. Merupakan kristal putih tidak berbau yang larut dalam
air (tetapi kurang stabil), tidak larut dalam lemak. Stabil dalam larutan dan
penyimpanan dingin, peka terhadap pemanasan dan oksidasi (terutama bila ada Cu,
maka vitamin C adalah pereduksi yang kuat). Kebutuhan vitamin C dewasa 45
mg/hari, anak-anak 35 mg/hari, bumil dan buteki : 60 mg/hari (Hawab, 2005).
METODOLOGI
ALAT
1. Buret
2. Bulp
3. Batang pengaduk
4. Corong
5. Erlenmeyer
6. Gelas Kimia
7. Gelas ukur
8. Kaca arloji
9. Neraca digital
10. Pipet ukur
11. Statif dan klem
12. Pipet tetes
BAHAN
C. Penetapan Vitamin C
Menimbang 1,2 gr asam askorbat dalam gelas kimia 50 mL, melarutkan dan
memasukkan kedalam labu ukur 100 mL, menghimpitkan menghomogenkan.
Memipet 25 mL, membubuhi indikator kanji lalu menitar dengan Iod 0,1 N
1 I 26 mL
26,2 mL
2 II 26,4 mL
V1 V2
1 1,2052 g 0,55 mL
0,6 mL 0,5 mL
Tabel 3.4 Percobaan 2
V1 V2
1 1,2036 g 0,55 mL
0,6 mL 0,5 mL
III.3 PEMBAHASAN
Pada praktikum penetapan kadar vitamin C ini menggunkan metode
Iodometri. Iodometri adalah titrasi langsung dan merupakan titrasi redoks
dengan I2 sebagai peniternya. Vitamin C atau asam askorbat merupakan
pereduksi yang dapat diketahui kadarnya dengan menggunakan larutan
standar iod sebagai pengoksidasinya.
Dalam praktikum ini dilakukan beberapa standarisasi. Standarisasi
yang pertama yaitu standarisasi larutan tio. Digunakan larutan standar
K2Cr2O7 karna kemurniannya tinggi, BE-nya tinggi, tidak higroskopis,dan zat
padat serta larutannya sangat stabil. Ditambahkan larutan KI 20% yang
berfungsi sebagai pereduksi terhadap K2Cr2O7 untuk menghasilkan iod dan
bereaksi dengan tio. Penambahan HCl dilakukan agar larutan menjadi asam.
Lalu dititrasi dengan larutan tio sampai warna kuning muda, setelah menjadi
kuning muda ditambahkan indikator kanji sebagai petunjuk terjadinya akhir
titrasi yang ditunjukan pada perubahan warna dari kuning muda menjadi
hijau. Konsentrasi larutan tio yang telah distandarisasi adalah 0,096 N.
Standarisasi yang kedua yaitu standarisasi larutan iod. Standarisasi ini
dilakukan untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari larutan iod.
Ditambahkan indikator kanji sebagai petunjuk titik akhir titrasi. Sebelum
titrasi larutan tidak bewarna dan setelah dititrasi dengan larutan iod sampai
berubah warna maka titrasi bisa dihentikan. Konsentrasi iod yang telah di
dapat dari standarisasi adalah 0,0916 N.
Percobaan ketiga adalah penetapan kadar vitamin C. Sampel yang
digunakan adalah sampel Adem Sari yang mengandung vitamin C. Indikator
kanji digunakan sebagai petunjuk akhir titrasi dan untuk penitar digunakan iod
karena merupakan suatu zat pengoksidasi yang cukup kuat. Kadar vitamin C
yang didapat dari sampel adalah 1,47% sedangkan kadar yang seharusnya
terdapat dalam sampel adalah 1,29%, sehingga terjadi kesalahan relatif dari
teoritis sebesar 14%. Faktor yang mungkin mempengaruhi sehingga kadar
pada percobaan lebih besar dari kadar yang seharusnya terdapat pada sampel,
yaitu kesalahan dalam titrasi saat melihat perubahan warna sehingga volume
yang didapatkan berlebih.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1 KESIMPULAN
IV.2 SARAN
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.