Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN PERCOBAAN

1.1 Mampu melakukan standarisasi suatu larutan

1.2 Mampu melakukan penetapan vitamin C untuk bahan tertentu

1.2 DASAR TEORI

1.2.1 Volumetri

Volumetri atau titrimetri adalah cara analisis kuantitatif bardasarkan pada


pengukuran volume larutan pereaksi dengan konsentrasi tertentu, (disebut sebagai
penitar / titran / larutan baku) yang direaksikan dengan larutan contoh atau sampel
yang akan ditetapkan kadarnya (Underwood : 1986). Analisis Volumetri juga dikenal
sebagai titrimetri, dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain
yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan.
Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung.

Persyaratan untuk reaksi yang digunakan dalam titrasi :

1. Reaksi harus berjalan sesuai dengan persamaan reaksi tertentu.

2. Tidak boleh ada reaksi sampingan.

3. Saat titik ekuivalen terjadi, harus dapat diketahui.

4. Reaksi harus dapat berjalan dengan cepat.

Dalam proses titrasi, untuk mengetahui kapan penitaran selesai dilakukan


maka digunakan suatu zat yang lazimnya ditambahkan disebut sebagai indicator yang
berfungsi sebagai petunjuk bahwa titik akhir titrasi telah tercapai dengan adanya
perubahan warna.
Beberapa istilah lain yang sering digunakan :

a. Titik ekuivalen, adalah keadaan dimana grek titran sama dengan grek sampel.

b. Titik akhir titrasi, adalah keadaan dimana indikator mengalami perubahan warna.

Titik ekuivalen dan titik akhir tidaklah sama, namun pada prakteknya titik
akhir tercapai setelah titik ekuivalen. Metode Volumetrik secara garis besar dapat
diklasifikasikan dalam empat kategori sebagai berikut :

a. Titrasi asam-basa, yang berdasarkan reaksi asam dan basa baik kuat maupun
lemah.

b. Titrasi redoks, adalah titrasi yang berdasarkan reaksi reduksi oksidasi.

c. Titrasi pengendapan, adalah titrasi yang berdasarkan pembentukan endapan.

d. Titrasi kompleksometri, adalah titrasi pembentukan senyawa kompleks.

1.2.2 Larutan Baku (larutan standar)

Larutan baku atau larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah
diketahui. Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan buret,
yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan menggunakan
pipet volumetri dan ditempatkan di erlenmeyer.

a) Larutan baku primer

Larutan yang mengandung zat padat murni yang konsentrasi larutannya


diketahui secara tepat melalui metode gravimetri (perhitungan massa), dapat
digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui. Nilai
konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan
teliti dari zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.Contoh:
K2Cr2O7, As2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat.
Syarat-syarat larutan baku primer :

 Mudah diperoleh dalam bentuk murni

 Mudah dikeringkan

 Stabil

 Memiliki massa molar yang besar

 Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasar
perhitungan.

b) Larutan baku sekunder

Larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat
karena berasal dari zat yang tidak pernah murni. Konsentrasi larutan ini ditentukan
dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode
titrimetri. Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2

Syarat-syarat larutan baku sekunder :

 Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer

 Mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil kesalahan


penimbangan

 Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan.

1.2.3 Titrasi Redoks

Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya


adalah reaksi redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung jika terjadi interaksi dari
senyawa/unsure/ion yang bersifat oksidator dengan unsur/senyawa/ion bersifat
reduktor. Jadi jika larutan bakunya oksidator, maka analit harus bersifat reduktor atau
sebaliknya.
Titrasi yang digunakan pada percobaan adalah titrasi iodimetri. Titrasi dengan
iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara langsung), dan iodometri (cara tidak
langsung). Dalam iodimetri iodin digunakan sebagai oksidator, sedangkan dalam
iodometri ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam iodometri ataupun
iodimetri penentuan titik akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam
iodometri digunakan larutan tiosulfat untuk mentitrasi iodium yang dibebaskan.
Larutan natrium tiosulfat merupakan standar sekunder dan dapat distandarisasi
dengan kalium dikromat atau kalium iodidat. Dalam suatu titrasi, bila larutan titran
dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk
pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut larutan baku primer, yaitu
larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara penimbangan zat secara
seksama yang digunakan untuk standarisasi suatu larutan karena zatnya relatif stabil.
Selain itu, pembakuan juga bisa dilakukan dengan menggunakan larutan baku
sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara dibakukan
oleh larutan baku primer, karena sifatnya yang labil, mudah terurai, dan hidroskopis.

Analisa dengan menggunakan iodine secara langsung disebut dengan titrasi


iodimetri. Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan
iodida, dimana larutan tersebut diubah menjadi iodine, dan selanjutnya dilakukan
titrasi dengan natrium tiosulfat, titrasi tidak iodine secara tidak langsung disebut
dengan iodometri. Dalam titrasi ini digunakan indikator amilosa, amilopektin,
indikator carbon tetraklorida juga digunakan yang berwarna ungu jika mengandung
iodine.

Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012), larutan standar yang
digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini
biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi
dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang
lama.Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat
1.2.4 Vitamin C

Asam askorbat atau lebih dikenal dengan nama vitamin C adalah vitamin
untuk jenis primat tetapi tidak merupakan vitamin bagi hewan-hewan lain. Asam
askorbat adalah suatu reduktor kuat (Winarno, 1997). Bentuk teroksidasinya, asam
dehidroaskorbat, mudah direduksi lagi dengan berbagai reduktor seperti glutation
dipastikan karena asam ini tidak dapat berikatan dengan protein yang manapun. Sifat
fisik dan kimiawi asam askorbat adalah merupakan derivat monosakarida yang
mempunyai gugus enediol dan mempunyai 2 rumus bangun yang erat, yaitu sebagai
asam askorbat dan dehidro asam askorbat (Wahjudi, 2003). Dehidro asam askorbat
terjadi karena oksidasi spontan dari udara. Keduanya merupakan bentuk aktif yang
terdapat dalam cairan tubuh. Merupakan kristal putih tidak berbau yang larut dalam
air (tetapi kurang stabil), tidak larut dalam lemak. Stabil dalam larutan dan
penyimpanan dingin, peka terhadap pemanasan dan oksidasi (terutama bila ada Cu,
maka vitamin C adalah pereduksi yang kuat). Kebutuhan vitamin C dewasa 45
mg/hari, anak-anak 35 mg/hari, bumil dan buteki : 60 mg/hari (Hawab, 2005).

 Sifat vitamin C adalah :


1. Dalam bentuk kristal tidak bewarna.
2. Larut dalam air dan sedikit larut dalam asetat atau alkohol yang mempunyai
berat.
3. Stabil pada pH rendah.
4. Merupakan reduktor kuat.
5. Mudah teroksidasi.

 Faktor-faktor yang dapat merusak vitamin C yaitu :


1. Pemanasan, karena ia mudah teroksidasi.
2. Membuka tempat berisi vitamin C, sebab oleh udara akan terjadi oksidasi
yang tidak reversible.
 Penentuan kadar vitamin C
Titrasi netralisasi digunakan untuk menentukan kadar anait yang bersifat asam
atau basa atau zat yang digunakan dapat diubah menjadi asam/basa. Air digunakan
sebagai pelarut karena mudah diperoleh, murah, tidak beracun dan mempunyai
koefisien suhu muai yang rendah (Underwood, 1992). Beberapa analit tidak dapat
dititrasi dalam air karena kelarutannya rendah atau memiliki kekuatan asam/basa
yang tidak memadai untuk mencapai titik akhir. Titrasi merupakan salah satu cara
untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara mereaksikan larutan
tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa
didasarkan pada reaksi netralisasi asam basa. Titik equivalen pada titrasi asam basa
adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat dinetralkan oleh sejumlah basa. Selama
titrasi berlangsung, terjadi perubahan pH. Dimana pH pada titik equivalen ditentukan
oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisasi asam basa. Indikator yang
digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik
equivalen berada.
Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah
diamati adalah titik akhir yang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen
tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai yang ditandai
dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan
titik equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil
kesalahan titrasi. Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam lemah dan basa lemah
dalam air akan terurai dengan sempurna. Oleh karena itu, iod hidrogen dan ion
hidroksida selama titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang
ditambahkan (Mulyono, 2005).

 Penentuan Titik Akhir


Indikator yang digunakan pada titrasi iodometri adalah larutan kanji. Kanji
atau pati disebut juga amilum yang terbagi menjadi dua yaitu : Amilosa (1,4) atau
disebut b-Amilosa dan Amilopektin (1,4) ; (1,6) disebut a-Amilosa. Warna larutn iod
0,1 N cukup tua, tetapi diperlukan penambahan 2 mL amilum 2% sebagai disperse
koloid, karena warna biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan
terhadap iod. Molekul iod diikat pada permukaan suatu konstituen amilum. Kepekaan
itu lebih besar dalam larutan sedikit asam daripada dalam larutan netral dan lebih
besar dengan adanya ion iodida. Indikator kanji yang dipakai adalah amilosa, karena
jika dipakai amilopektin, maka akan membentuk kompleks kemerah-merahan (violet)
dengan iodium, yang sulit dihilangkan warnanya karena rangkaiannya yang panjang
dan bercabang dengan Mr = 50.000 – 1.000.000.
Kadar vitamin C dapat ditentukan dengan cara Iodometri, dimana vitamin C
mereduksi I2 menjadi I- . Titik akhir titrasi ditentukan dari warna biru amilum.
BAB II

METODOLOGI

II.1 ALAT DAN BAHAN

ALAT

1. Buret
2. Bulp
3. Batang pengaduk
4. Corong
5. Erlenmeyer
6. Gelas Kimia
7. Gelas ukur
8. Kaca arloji
9. Neraca digital
10. Pipet ukur
11. Statif dan klem
12. Pipet tetes

BAHAN

1. Sampel Vitamin C (asam askorbat)


2. Larutan Iod 0,1 N
3. Larutan Tio 0,1 N
4. Kalium Dikromat
5. HCl 4 N
6. KI 20 %
7. Indikator kanji
II.2 PROSEDUR PERCOBAAN

A. Standarisasi Larutan Natrium tio sulfat


Menimbang 0,5 gr K2Cr2O7 dalam gelas kimia 50 mL, melarutkan dan
memasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, menghimpitkan,
menghomogenkan. Memipet 25 mL, memasukkan kedalam erlenmeyer 500
mL, menambahkan 10 mL larutan KI 20 % dan 25 mL HCl 4 N,
mengencerkan sampai 200 mL.
Menitar dengan tio 0,1 N sampai larutan bewarna kuning muda membubuhi
indikator kanji, menitar lagi sampai menjadi warna hijau.
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 K 2 Cr2 O7
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑜 =
49 × fp × V tio

B. Standarisasi Larutan Iod


Memipet 25 mL larutan tio kedalam erlenmeyer 250 mL, membubuhi
indikator kanji, menitar dengan larutan Iod 0,1 N hingga larutan bewarna biru.
𝑚𝐿 𝑡𝑖𝑜 𝑥 𝑁 𝑡𝑖𝑜
𝑁 𝐼𝑜𝑑 =
𝑚𝐿 𝐼𝑜𝑑

C. Penetapan Vitamin C
Menimbang 1,2 gr asam askorbat dalam gelas kimia 50 mL, melarutkan dan
memasukkan kedalam labu ukur 100 mL, menghimpitkan menghomogenkan.
Memipet 25 mL, membubuhi indikator kanji lalu menitar dengan Iod 0,1 N

𝑓𝑝 𝑥 𝑚𝐿 𝐼𝑜𝑑 𝑥 𝑁 𝐼𝑜𝑑 𝑥 𝐵𝑠𝑡 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑘𝑜𝑟𝑏𝑎𝑡


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 = 𝑥 100%
𝑚𝑔 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 DATA HASIL PERCOBAAN

a. Standarisasi larutan Natrium tio sulfat


Tabel 3.1 Standarisasi larutan Natrium tio sulfat
V tio
No m K2Cr2O7 V rata-rata
V1 V2

1 0,5048 g 26,7 mL 27 mL 26,85 mL

b. Standarisasi larutan iod


Tabel 3.2 standarisasi larutan iod

No Titrasi Vol iod Vol rata-rata

1 I 26 mL
26,2 mL
2 II 26,4 mL

c. Penetapan kadar vitamin C


Tabel 3.3 Percobaan 1

No Massa sampel Vol iod Vol rata-rata

V1 V2
1 1,2052 g 0,55 mL
0,6 mL 0,5 mL
Tabel 3.4 Percobaan 2

No Massa sampel Vol iod Vol rata-rata

V1 V2
1 1,2036 g 0,55 mL
0,6 mL 0,5 mL

III.2 DATA HASIL PERHITUNGAN

Tabel 3.5 Data hasil perhitungan


No Standarisasi tio Standarisasi iod Kadar vit C
I II
1 0,096 N 0,0916 N
1,47% 1,47%

III.3 PEMBAHASAN
Pada praktikum penetapan kadar vitamin C ini menggunkan metode
Iodometri. Iodometri adalah titrasi langsung dan merupakan titrasi redoks
dengan I2 sebagai peniternya. Vitamin C atau asam askorbat merupakan
pereduksi yang dapat diketahui kadarnya dengan menggunakan larutan
standar iod sebagai pengoksidasinya.
Dalam praktikum ini dilakukan beberapa standarisasi. Standarisasi
yang pertama yaitu standarisasi larutan tio. Digunakan larutan standar
K2Cr2O7 karna kemurniannya tinggi, BE-nya tinggi, tidak higroskopis,dan zat
padat serta larutannya sangat stabil. Ditambahkan larutan KI 20% yang
berfungsi sebagai pereduksi terhadap K2Cr2O7 untuk menghasilkan iod dan
bereaksi dengan tio. Penambahan HCl dilakukan agar larutan menjadi asam.
Lalu dititrasi dengan larutan tio sampai warna kuning muda, setelah menjadi
kuning muda ditambahkan indikator kanji sebagai petunjuk terjadinya akhir
titrasi yang ditunjukan pada perubahan warna dari kuning muda menjadi
hijau. Konsentrasi larutan tio yang telah distandarisasi adalah 0,096 N.
Standarisasi yang kedua yaitu standarisasi larutan iod. Standarisasi ini
dilakukan untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari larutan iod.
Ditambahkan indikator kanji sebagai petunjuk titik akhir titrasi. Sebelum
titrasi larutan tidak bewarna dan setelah dititrasi dengan larutan iod sampai
berubah warna maka titrasi bisa dihentikan. Konsentrasi iod yang telah di
dapat dari standarisasi adalah 0,0916 N.
Percobaan ketiga adalah penetapan kadar vitamin C. Sampel yang
digunakan adalah sampel Adem Sari yang mengandung vitamin C. Indikator
kanji digunakan sebagai petunjuk akhir titrasi dan untuk penitar digunakan iod
karena merupakan suatu zat pengoksidasi yang cukup kuat. Kadar vitamin C
yang didapat dari sampel adalah 1,47% sedangkan kadar yang seharusnya
terdapat dalam sampel adalah 1,29%, sehingga terjadi kesalahan relatif dari
teoritis sebesar 14%. Faktor yang mungkin mempengaruhi sehingga kadar
pada percobaan lebih besar dari kadar yang seharusnya terdapat pada sampel,
yaitu kesalahan dalam titrasi saat melihat perubahan warna sehingga volume
yang didapatkan berlebih.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kadar vitamin


C dalam sampel sebesar 1,47% sedangkan kadar vitamin C teoritisnya yaitu
1,29% dengan kesalahan relatif pada praktikum yaitu 14%.

IV.2 SARAN

1. Melakukan praktikum dengan baik dan benar


2. Melakukan praktikum sesuai dengan prosedur kerja
3. Menggunakan alat pelindung diri dalam lab.
4. Memperhatikan saat terjadi perubahan warna saat titrasi dengan teliti.
DAFTAR PUSTAKA

Hawab, HM. 2005. Pengantar Biokimia Edisi revisi. Medan : Bayumedia.

Jr,R.A.Day/Underwood,A.L. 1981. “Analisa Kimia Kuantitatif’.


Jakarta:Erlangga

Lehninger, A. 1982. Dasar-dasar Biokimia.diterjemahkan oleh Maggy


Thenawidjaya. Jakarta : Erlangga.

Mulyono, HAM. 2005. Kamus Kimia. Jakarta : Bumi Aksara.

Penyusun.2017.”Penuntun Praktikum Kimia Analisa Klasik”.


Samarinda : POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Svehla, G. 1985. “Vogel : Buku Tekas Analisis Anorganik Kualitatif


Makro dan Semimikro Bagian I Edisi V”. Jakarta ; PT. Kalma Media Pustaka.

Tim, 2012. Petunjuk Praktikum Biokimia. Surabaya : Jurusan Kimia FMIPA


UNESA.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai