Disusun Oleh :
ELIANA
NIM. 17 614 001
3. Bapak Dedy Irawan, S.T., M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia
7. Ibu Nurul Huda, Ibu Kurniawaty, dan Pak Iwan Prasetyo selaku penyelia
di Laboratorium Baristand Industri Samarinda.
8. Mba Ayu dan Mas Yeremia Budiarja, A.Md yang telah banyak
membimbing dan memberikan masukan kepada penulis selama
melaksanakan kerja praktek.
9. Mas Adit, Mas Arka, Mas Iqbal, Mas Rezky, Mas Jerry, Mas Bagus, Mbak
Nevi, Mbak Yani, Mbak Indah, Mba Ayu, Pak Mujiyo, Pak Arman, dan
seluruh analis yang telah banyak membimbing dalam melaksanakan setiap
parameter di Laboratorium.
10. Seluruh staff dan karyawan Balai Riset dan Standardisasi (Baristand)
Industri Samarinda.
11. Orang tua atas dukungan dan do’a yang tidak ada hentinya.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu saran, kritik dan masukan yang sifatnya membangun guna
kesempurnaan laporan ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap, laporan
Praktek Kerja Lapangan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Samarinda, 2019
Eliana
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Singkat Baristand Industri Samarinda 4
1.2 Visi dan Misi Baristand Industri Samarinda 5
1.3 Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) 5
1.4 Layanan Jasa Teknis 6
1.5 Laboratorium Uji Baristand Industri Samarinda 7
1.6 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) Samarinda Etam 9
Tabel 1.1 Ruang lingkup produk yang telah diakreditasi 9
1.7 Tujuan Praktek Kerja Lapangan 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisa Parameter Baristand Industri Samarinda 12
2.2 Sistem Proses Error! Bookmark not defined.
2.3 Sistem Pemroses dan Instrumentasi Error! Bookmark not defined.
2.4 Produk Error! Bookmark not defined.
2.5 Pengolahan Limbah Error! Bookmark not defined.
2.6 Tata Letak Baristand Industri Samarinda Error! Bookmark not defined.
2.8 Segi Ekonomis Error! Bookmark not defined.
2.9 Petunjuk dan Tata Tertib Bagian Laboraturium Error! Bookmark not
defined.
BAB III PEMBAHASAN Error! Bookmark not defined.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Error! Bookmark not defined.
4.2 Saran Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA Error! Bookmark not defined.
i
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Ruang lingkup produk yang telah diakreditasi 7
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram alir pelayanan jasa pengujian laboratorium uji Baristand
Industri Samarinda 17
Gambar 2. Denah lokasi kantor dan lokasi gedung lantai 1 24
Gambar 3. Denah lokasi gedung lantai 2 25
Gambar 4. Denah lokasi laboratorium kimia 26
Gambar 5. Bagan struktur organisasi Baristand Industri Samarinda 28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 Visi dan Misi Baristand Industri Samarinda
1.2.1 Visi
“Menjadi salah satu Institusi Riset dan Standardisasi yang Terpercaya dan Terkemuka.”
1.2.2 Misi
5
1.4 Layanan Jasa Teknis
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Perindustrian di daerah
Provinsi Kalimantan Timur, Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarinda
(BARISTAND INDUSTRI SAMARINDA) memberikan jasa Layanan Publik
bagi masyarakat, yang meliputi :
1. Kerjasama Penelitian dan Pengembangan
Melayani penelitian dan pengembangan teknologi industri di bidang bahan
baku, bahan penolong, proses, peralatan/mesin, dan hasil produk serta
penanggulangan pencemaran industri.
2. Pengujian Lingkungan dan Aneka Produk
Melayani Pengujian Lingkungan (meliputi: air dan air limbah, udara ambien,
kebisingan, getaran, emisi gas buang sumber bergerak dan tidak bergerak) dan
Pengujian Aneka Produk (meliputi: Air Minum Dalam Kemasan (AMDK),
pupuk, garam, makanan dan minuman) yang didukung oleh Laboratorium Uji
yang telah terakreditasi sesuai SNI ISO/IEC 17025 : 2008 oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN) Nomor : LP-060-IDN sebagai Laboratorium
Penguji.
3. Pelatihan dan Konsultasi Teknis
Melayani pelatihan dan konsultasi di bidang teknis lingkungan, teknik
sampling, pelatihan dan bimbingan pengolahan produk perikanan, pertanian
dan perkebunan.
4. Sertifikasi Produk
Melayani pemberian Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI)
dengan ruang lingkup AMDK dan Garam Konsumsi Beryodium dalam suatu
Lembaga bernama LSPro Samarinda Etam yang telah terakreditasi oleh KAN
Nomor : LSPro-020-IDN sebagai Lembaga Sertifikasi Produk.
5. Rancang Bangun dan Perekayasaan Industri
Melayani rancang bangun dan perekayasaan peralatan di bidang proses dan
penanganan pencemaran lingkungan.
6
6. Konsultasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Memberikan pelayanan bimbingan dan konsultansi, promosi dan informasi,
kerjasama kelembagaan dan advokasi di bidang HKI.
7
e. Laboratorium Komoditi
2. UV-Visible Spectrophotometer
3. Water Tester
4. Gas Chromatography
10. pH-Meter
11. DO-Meter
17. Calorimeter
8
1.6 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) Samarinda Etam
Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) Samarinda Etam merupakan lembaga
sertifikasi di lingkungan Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarinda yang
memberikan sertifikat tanda produk pengguna tanda SNI (SPPT SNI). LSPro
Samarinda Etam dibentuk dalam rangka menunjang peningkatan produktifitas,
peningkatan daya saing dan perlindungan konsumen.
Untuk menjamin kredibilitas, LSPro Samarinda Etam telah di-akreditasi oleh
Komite Akreditasi Nasional - Badan Standardisasi Nasional (KAN – BSN)
dengan Nomor Sertifikat Akreditasi: LSPr-020-IDN, yang memiliki ruang
lingkup akreditasi, meliputi:
Tabel 1.1 Ruang lingkup produk yang telah diakreditasi
KODE
NOMOR/JUDUL SISTEM SK PENUNJUKKAN
NO. DIGIT/RUANG
SNI SERTIFIKASI MENTRI
LINGKUP
Permenperin No: 10/M-
IND/PER/2/2013
Tentang Penunjukan
Lembaga Penilaian
12.10 SNI 3556-2010
Kesesuaian Dalam
Food and Garam Konsumsi
1. Tipe 5 Rangka Pemberlakuan
Beverage, Food Beryodium
Standar Nasional
Additives Indonesia (SNI) Garam
Konsumsi Beryodium
Secara Wajib
9
Dalam Rangka
Pemberlakuan Dan
Pengawasan Standar
Nasional Indonesia Air
Mineral, Air Demineral,
Air Mineral Alami, dan
Air Minum Embun
Secara Wajib
Tentang Lembaga
Penilaian Kesesuaian
12.06 Dalam Rangka
Food and SNI 6241-2015 Pemberlakuan Dan
3. Beverage, Air Demineral Tipe 5 Pengawasan Standar
Beverages Nasional Indonesia Air
Mineral, Air Demineral,
Air Mineral Alami, dan
Air Minum Embun
Secara Wajib
Lembaga Penilaian
Kesesuaian Dalam
Rangka Pemberlakuan
dan Pengawasan
10
Standar Nasional
Indonesia Pupuk
Anorganik Majemuk
Secara Wajib
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
10. CO2 Bebas 36. Seng (Zn)
11. Klorida (Cl-) 37. Tembaga (Cu)
12. Sianida (CN) 38. Timbal (Pb)
13. Fluorida (F-) 39. Kobalt (Co)
14. Sulfat (SO4-) 40. Nikel (Ni)
15. Klorin Bebas (Cl2) 41. Perak (Ag)
16. Sulfida (S-) 42. Boron (B)
17. Sulfida sebagai H2S 43. Kalsium (Ca)
18. Sulfit (SO3-) 44. Kalium (K)
19. Minyak dan Lemak 45. Magnesium (Mg)
20. Detergen sebagai MBAS 46. Total Kjeldhal Nitrogen (TKN)
21. Fenol 47. Total Organik Carbon (TOC)
22. Kesadahan (CaCO3) 48. Besi Total (Fe total)
23. Formaldehid 49. Mangan Total (Mn total)
24. Salinitas 50. Krom Total (Cr total)
25. Raksa (Hg) 51. Nitrogen Total (sebagai N)
26. Aluminium (Al)
c. Biologi
1. Plankton
2. Benthos
d. Mikrobiologi
1. Total Koliform
2. E. Coli
3. Angka Lempeng Total
e. Debit (sesaat)
13
4. Kecerahan 10. Lapisan Minyak
5. Kekeruhan 11. Benda Terapung
6. Daya Hantar Listrik (DHL)
b. Kimia
1. pH 13. Detergen sebagai MBAS
2. Salinitas 14. Minyak dan Lemak
3. Oksigen Terlarut (DO) 15. Raksa (Hg)
4. BOD 16. Kromium Heksavalen (Cr+6)
5. COD 17. Arsen (As)
6. Amonia Bebas (NH3-N) 18. Kadmium (Cd)
7. Fosfat (PO4) 19. Tembaga (Cu)
8. Nitrat (NO3-N) 20. Timbal (Pb)
9. Nitrit (NO2-N) 21. Seng (Zn)
10. Sulfida sebagai H2S 22. Nikel (Ni)
11. Sianida 23. Selenium (Se)
12. Fenol
c. Biologi
1. Plankton
2. Benthos
3. Total Coliform
4. E. Coli
2.1.3 Parameter Air Minum, Air Bersih dan AMDK (Air Mineral Dan
Demineral)
1. Bau 19. Detergen sebagai MBAS
14
7. Total Zat Terlarut (TDS) 25. Perak (Ag)
15
2.1.5 Emisi Gas Buang
1. Amoniak (NH3) 9. Partikulat
2.1.6 Garam
1. Kadar Air (Gravimetri)
2. Kadar NaCl dihitung dari Klorida (Cl)
3. Kadar Yodium dihitung sebagai KIO3
2.1.7 Cemaran Logam :
1. Timbal (Pb)
2. Tembaga (Cu)
3. Raksa (Hg)
4. Arsen (As)
16
9. Kadar Protein 26. Kadmium (Cd)
12. Abu Tidak Larut Dalam Asam 29. Eschereshia Coli (E. Coli)
17
2. Pemohon Informasi memberikan identitas diri (nama, no. KTP, alamat,dan
no. telp/HP/email), rincian informasi yang dibutuhkan, tujuanpenggunaan
dan cara penyampaian informasi yang diinginkan.
18
2.2.7 Evaluasi Hasil Uji
1. Hasil uji di laboratorium dievaluasi lebih lanjut, mengenai kelengkapan
permohonan informasi.
2. Hasil uji dicetak dan diserahkan ke pihak office
Hasil uji disahkan oleh manager teknis laboratorium dan kepala balai (head
office)
Hasil uji yang telah disahkan diserahkan kepada pemohon dalam bentuk
Surat Tanda Uji (STU)
19
16. Evaporator
17. Mikroskop electrik
18. Colony counter
19. Incubator
20. CO gas analyzer
21. CO2 gas analyzer
22. High volume air sampler (HVAS)
23. Velocity meter
24. Dan lain-lain
2.4 Produk
Produk yang dihasilkan dari laboratorium Balai Riset dan Standardisasi
Industri Samarinda berupa hasil analisa dalam bentuk Surat Tanda Uji (STU).
20
Perkantoran Pemerintah, yang telah di tempati di tahun 2013. Berikut ini
merupakan denah Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarinda.
Keterangan:
a. Pintu Masuk - Keluar b. Pintu Darurat
1. Post Security 13. Laboratorium Instrument
2. Taman 14. Laboratorium Litbang
3. Parkir Depan Untuk Tamu 15. Ruang Sample
4. Lapangan Upacara 16. Laboraturium Pangan
5. Font Office 17. Ruang Genset
6. Ruang Analis 18. Parkiran pegawai
7. Laboratorium Kimia 19. IPAL
8. Gudang Glassware 20. Ruang Gc MS
9. Laboratorium Kimia 21. Ruang Timbang
10. Tangga ke Lantai 2 22. Ruang Analis
21
11. Toilet 23. Laboratorium Mikrobiologi
12. Laboraturium Mikrobiologi 24. Ruang Analis
25. Ruang Aquades
b. Denah Lokasi Gedung Lantai 2
13
22
10. Ruang Arsip
11. Tangga lantai 1
12. Taman
13. Toilet
23
2.7 Organisasi dan Segi Ekonomis Baristand Industri Samarinda
2.7.1 Struktur Organisasi
Susunan Organisasi Baristand Industri Samarinda terdiri dari :
a. Sub bagian Tata Usaha
b. Seksi Teknologi Industri
c. Seksi Program dan Pengembangan Kompetensi
d. Seksi Standardisasi dan Sertifikasi
e. Seksi Pengembangan Jasa Teknik
f. Kelompok Jabatan Fungsional
24
Sarjana : 16 orang
Diploma/SMK : 16 orang
2. Pahami prosedur/ instruksi kerja setiap parameter uji yang akan digunakan,
termasuk potensi dampak yang timbul dari setiap tahapan uji sebelum
memulai aktifitas di Laboratorium
3. Kenakan peralatan safety sesuai potensi dampak yang timbul dari setiap
tahapan pekerjaan
25
5. Aktifitas pengujian atau apapun bentuknya diluar dari fungsi Laboratorium
yang telah ditetapkan tidak diperkenankan kecuali dengan pertimbangan
teknis lainnya dan sepengetahuan Penanggung Jawab Ruangan atau Manajer
Teknis
8. Setelah selesai menggunakan setiap unit peralatan agar dibersihkan dan dicek
posisi kabel ke stop kontak dalam keadaan off/dilepaskan (khusus AAS posisi
kran gas dalam keadaan tertutup) dan mengisi Log Book alat masing-masing
26
c) Tidak diperkenankan meninggalkan sisa larutan /sampel atau larutan aktif
di atas meja atau sekitar peralatan instrument di Laboratorium
27
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan yang dilaksanakan selama 2 bulan
yaitu pada tanggal 8 Juli – 31 Agustus 2019 di laboratorium Balai Riset dan
Standardisasi Industri Samarinda. Selama pelaksanaan praktek kerja lapangan
penulis melakukan kegiatan menganalisis air (air sungai, danau, laut), dan air
limbah dengan berbagai macam parameter.
Untuk air bersih dan air limbah parameter yang di uji adalah COD, BOD,
pH, TDS, Nitrit, Nitrat, Amonia, Logam, Kekeruhan, Klorida, DO, Sulfida,
Klorida, Formaldehid, Minyak dan Lemak, Sulfat, Phospat, Kesadahan, Cl bebas,
MBAS, TSS, flourida.
Dalam melakukan kegiatan analisa di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi
Industri Samarinda menggunakan berbagai macam alat instrumentasi yang analisa
didasari pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah terhadap pengetahuan
teoritis dan terhadap pengamatan saat penulis melakukan kegiatan praktek kerja
lapangan.
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Lapangan yang telah dilakukan di
Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarinda selama dua bulan
dapat disimpulkan bahwa analisa yang dilakukan di laboratorium Balai Riset dan
Standardisasi Industri Samarinda, yaitu COD, BOD, pH, TDS, Nitrit, Nitrat,
Amonia, Logam, Kekeruhan, Klorida, DO, Sulfida, Klorida, Formaldehid, Pb
Udara, Minyak dan Lemak, Sulfat, Phospat, Kesadahan, Cl bebas, MBAS, TSS,
flourida. Analisa yang dilakukan berdasarkan standar baku mutu air.
4.2 Saran
1. Untuk Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarinda
Sebaiknya petugas laboratorium menggunakan Alat Pelindung Diri (APD),
seperti masker, jas lab dan sepatu safety pada saat melakukan pengujian di
laboratorium untuk menghindari terjadinya potensi bahaya di sekitar mereka
yang mungkin bisa terjadi kapan saja
2. Untuk Mahasiswa
Sebaiknya mahasiswa yang akan melaksanakan praktek kerja lapangan
diharapkan untuk lebih dapat mendalami teori yang didapat pada perkuliahan
agar dapat menyesuaikan diri dan menselaraskan ilmu yang didapat dengan
keadaan di tempat pelaksanaan praktek kerja lapangan
29
DAFTAR PUSTAKA
Alfizah, Nuur, (2017), Laporan Magang Balai Riset dan Standarisasi Industri
Samarinda. Jurusan Teknik Kimia. Politeknik Negeri Samarinda.
Baristand Industri Samarinda. (2019). Riwayat Singkat, Visi & Misi, Tupoksi, dan
Struktur Organisasi. https://baristandsamarinda.kemenperin.go.id/profil.
1 24 Agustus 2019
Analisa Kadar Besi (Fe) dalam Air Sungai serta Air Limbah, dan COD
(Chemical Oxygen Demand) dalam Air Sungai serta Air Limbah
Disusun Oleh :
ELIANA
NIM. 17 614 001
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang Error! Bookmark not defined.
1.2 Tujuan Error! Bookmark not defined.
1.3 Ruang Lingkup Error! Bookmark not defined.
BAB IIError! Bookmark not defined.
TINJAUAN PUSTAKA Error! Bookmark not defined.
2.1 Deskripsi Umum Air Error! Bookmark not defined.
2.2 Kualitas air Error! Bookmark not defined.
2.3 Sistem Baku Mutu Air Error! Bookmark not defined.
2.4 Logam Error! Bookmark not defined.
2.5 Mangan Error! Bookmark not defined.
2.6 Spektrometri Serapan Atom Error! Bookmark not defined.
2.7 Chemical Oxygen Demand (COD) Error! Bookmark not defined.
2.8 Total Dissolved Solid (TDS) Error! Bookmark not defined.
BAB III Error! Bookmark not defined.
PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS Error! Bookmark not defined.
3.1 Analisa Mangan (Mn) Error! Bookmark not defined.
3.2 Chemical Oxygen Demand (COD) Error! Bookmark not defined.
3.3 Total Dissolved Solid (TDS) Error! Bookmark not defined.0
BAB IV Error! Bookmark not defined.4
HASIL TUGAS KHUSUS Error! Bookmark not defined.4
4.1 Data Pengamatan Analisa logam Mangan (Mn) Error! Bookmark not
defined.4
4.2 Data Pengamatan Analisa Chemical Oxygen Demand (COD) Error!
Bookmark not defined.6
i
4.3 Data Pengamatan Analisa Total Suspended Solid (TDS) Error! Bookmark
not defined.7
BAB V 38
PEMBAHASAN 38
5.1 Pembahasan Hasil Analisa Logam Mangan (Mn) 38
5.2 Pembahasan Hasil Analisa Chemical Oxygen Demand (COD) Error!
Bookmark not defined.1
5.3 Pembahasan Hasil Analisa Total Dissolved Solid (TDS) Error! Bookmark
not defined.4
BAB VI Error! Bookmark not defined.5
PENUTUP Error! Bookmark not defined.5
6.1 Kesimpulan Error! Bookmark not defined.5
6.2 Saran 46
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2.1 Contoh uji dan larutan pereaksi untuk bermacam-macam Digestion
vessel 28
Tabel 4.1.1 Data Kurva Kalibrasi Standard Mangan 34
Tabel 4.1.2 Hasil Pengamatan logam Mangan pada Sampel Air dan Air Limbah 35
Tabel 4.2.1 Tabel Air COD 36
Tabel 4.2.2 Tabel Air Limbah COD 36
Tabel 4.3.1 Data Hasil Pengamatan TDS 37
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram alir AAS 13
Gambar 2.2 kurva kalibrasi 14
Gambar 4.1.1 Kurva Kalibrasi Standard Mangan 34
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Ruang Lingkup
Melakukan analisa logam Fe, dan COD (Chemical Oxygen Demand) dalam
air bersih dan air limbah pada pengujian di laboratuium.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Umum Air
Benar adanya bahwa air telah ada di planet ini jauh sebelum kehidupan
pertama dimulai. Karena itulah air terlibat dalam proses kimia yang kompleks
dalam perkembangan dan pemeliharaan kehidupan organisme (Lorch, W. 1981).
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat
manusia dan makhluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tersebut tidak
akan dapat digantikan oleh senyawa lainnya. Hampir semua kegiatan yang
dilakukan umat manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri (mandi),
membersihkan ruangan tempat tinggalnya, menyiapkan makanan dan minuman
sampai dengan aktivitas-aktivitas lainnya.
Air secara alamiah tidak pernah dijumpai dalam keadaan betul-betul murni.
Ketika mengembun di udara dan jatuh di permukaan bumi, air tersebut telah
menyerap debu atau melarutkan oksigen, karbon dioksida dan berbagai jenis gas
lainnya. Air tersebut, baik yang di atas maupun di bawah permukaan tanah
mengalir menuju ke berbagai tempat yang lebih rendah letaknya, melarutkan
berbagai jenis batuan yang dilaluinya atau zat-zat organik lainnya. Selain itu
sejumlah kecil hasil uraian zat organik seperti nitrit, nitrat, ammoniak dan karbon
dioksida akan larut ke dalamnya. (Achmad, 2004)
Air sangat penting bagi kehidupan baik manusia, hewan maupun tumbuhan.
Seluruh proses kimia (metabolisme) dalam tubuh makhluk hidup berlangsung
media (pelarut) air. Air merupakan pelarut yang baik, oleh karena itu air alam
tidak pernah murni. Air alam mengandung beberapa zat terlarut maupun tidak
terlarut, air alam juga mengandung mikroorganisme. Apabila kandungan air tidak
mengganggu kesehatan manusia, maka air itu dikatakan bersih. Air dinyatakan
tercemar apabila terdapat gangguan terhadap kualitas air sehingga air tidak dapat
digunakan untuk tujuan penggunaannya. Air tercemar karena masuknya makhluk
3
hidup, zat atau energi ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air
menurun. Berdasarkan kegunaannya, air (tidak termasuk air laut) dibagi dalam
empat golongan, yaitu :
a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air murni secara
langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.
b. Golongan B, yaitu air dapat digunakan sebagai air baku untuk air minum.
c. Golongan C, yaitu air yang digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan.
d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan
dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri pembangkit listrik tenaga
air.
Air yang kita pergunakan setiap hari tidak lepas dari pengaruh pencemaran
yang diakibatkan oleh ulah manusia juga. Beberapa bahan pencemar seperti
bahan mikrobiolgi ( bakteri, virus, parasit), bahan organik (pestisida, detergen),
dan beberapa bahan inorganik (garam, asam, logam), serta beberapa bahan kimia
lainnya sudah banyak ditemukan dalam air yang kita pergunakan. (Darmono,
2001)
Air adalah sumber daya alam yang dapat terbarukan dan dapat dijumpai
dimana-mana, meskipun secara kuantitas maupun kualitas masih terbatas
keberadaan maupun ketersediaannya baik ditinjau secara geografis maupun
menurut musim. Oleh sebab itu, peningkatan penggunaannya akan
mengakibatkan intervensi manusia terhadap sumber daya air makin besar. Hal
tersebut akan memungkinkan terjadinya perubahan tatanan dan siklus hidrologi
wilayah seperti makin tidak meratanya sebaran dan keberadaan air, baik secara
spasial maupun temporal serta penurunan mutu air. Pada saat yang sama
efisiensi pemanfaatan dan penggunaan air semakin rendah dan seringkali
mengabaikan wilayah aliran air tersebut berasal atau Daerah Aliran Sungai
(DAS) (Ismail, 2009).
2.2 Air Sungai
Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara
terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Pada beberapa kasus,
sebuah sungai secara sederhana mengalir dan meresap kedalam tanah sebelum
4
menemukan badan air lainnya. Melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air
hujan yang turun didaratan untuk mengalir ke laut atau tampungan yang besar
seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang
mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk
membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan saluran dengan
dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Pengujung sungai dimna sungai
bertemu laut dikenal sebagai muara sungai. Sungai merupakan salah satu siklus
hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan,
embun, mata air, lapisan bawah tanah dan dibeberapa negara tertentu juga berasal
dari lelehan es atau salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan
(Suratmo, 2004).
Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang dengan
kecepatan berkisar 0,1-1,0 m/detik serta sangat dipengaruhi oleh waktu, ikli dan
pola drainase. Kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan fenomena yang
bisa terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna sangat dipengaruhi
ketiga variabel tersebut (Effendi, 2003).
2.3 Air Limbah
Air limbah merupakan air bersih yang sudah tercemar kualitasnya
sehingga memiliki kandungan yang berbeda dengan air murni. Air limbah
terbentuk dari hasil buangan industri, agrikultural, maupun air buangan rumah
tangga. Tingkat kontaminasi pada air limbah sangat bervariasi untuk setiap
buangan dari setiap sumber berbeda dalam kontaminan dan konsentrasinya
(Petterson, 1997).
Air limbah yang tidak ditampung dan diolah benar dapat mencemarkan
lingkungan yang berimbas pada kesehatan makhluk hidup disekitarnya. Efek yang
terjadi pada makhluk hidup tidak dapat disepelekan karena memungkinkan
terjadinya akumulasi pada ekosistem, sehingga kontaminasi yang terjadi akan
terus menumpuk dan bertambah kadarnya dalam ekosistem sedikit (Adli, 2012).
Fahruddin (2014) mengatakan bahwa limbah yang dihasilkan dari aktivitas
manusia kemudian dibung kelingkungan baik secara sengaja maupun tidak
sengaja disebut xenobiota. Xenobiota merupakan bahan-bahan pencemaran yang
5
sulit mengalami degradasi di alam sehingga dapat terakumulasi pada lingkungan.
6
Sianida Sulfida, Fenolik.
3. Tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam
Air yang berkualitas baik tidak mengandung garam atau ion-ion logam
seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Cl, Cr, dan lain-lain (Kusnaedi, 2004)
4. Kesadahan rendah
Kesadahan adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-
ion (kation) logam valensi dua. Tingginya kesadahan berhubungan dengan garam-
garam yang terlarut di dalam air terutama garam Ca dan Mg. (Kusnaedi, 2004)
2.5 Sistem Baku Mutu Air
Penentuan Baku Mutu Pemanfaatan Air dan Kelas Air (Kelas Kualitas Air)
serta Baku Mutu Air Limbah pada dasarnya mengacu pada Ketentuan Umum pada
Pasal 1 PP No. 82 tahun 2001. Ketentuan tersebut masih sesuai sehingga tidak
memerlukan revisi, bahkan menjadi acuan revisi Baku Mutu Air dan Kelas Air,
kecuali pencemaran air yang disesuaikan dengan UU RI No. 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana pada point
e, yaitu :
a. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai
kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukkannya untuk menjaga agar
kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya.
b. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan
penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin
kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air.
c. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk
dimanfaatkan bagi peruntukkan tertentu.
d. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi dan
atau komponen yang ada atau unsur pencemar yang di tenggang
keberadaannya di dalam air.
e. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
melampaui baku mutu air yang telah ditetapkan.
f. Beban pencemaran adalah jumlah suatu pencemar yang terkandung di dalam
air atau, air limbah.
7
g. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber
air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air
tersebut menjadi cemar.
h. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan
atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air
limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha
dan atau kegiatan.
Pengelolaan kualitas air memerlukan empat macam baku mutu, yaitu :
a. Baku Mutu Air untuk berbagai jenis pemanfaatan.
b. Kelas Air sebagai peringkat kualitas air pada sumber air.
c. Baku Mutu Sumber Air, yang merupakan implementasi dan modifikasi kelas
air pada sumber air atau ruas tertentu dari sumber air.
d. Baku Mutu Air Limbah sebagai syarat air limbah dapat dibuang ke sumber
air.
Selain itu diperlukan juga penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran
Air (DTBPA), yang dihitung berdasarkan Kelas Air atau Baku Mutu sumber air
dan debitnya. Selanjutnya pengendalian pencemaran air dilakukan dengan
pengurangan beban pencemaran air agar memenuhi atau sesuai dengan DTBPA.
Beberapa jenis pemanfaatan air yang memerlukan baku mutu, antara lain
adalah :
a. Sumber air minum : beberapa kategori baku mutu air baku dan proses
pengolahan airnya.
b. Air peternakan : beberapa kategori baku mutu sesuai dengan tingkat
kepekaan dan toleransi ternak terhadap pencemaran air.
c. Air perikanan : beberapa kategori baku mutu sesuai denga tingkat kepekaan
dan toleransi jenis ikan terhadap pencemaran air.
d. Air irigasi : beberapa kategori baku mutu air irigasi pertanian sesuai dengan
tingkat kepekaan dan toleransi tanaman (misalnya bibit padi sangat peka
pencemaran, sedangkan tanaman padi dapat mentolerir pencemaran pada
tingkat tertentu).
e. Air industri : beberapa kategori baku mutu air industri sesuai dengan proses
pengolahan air baku agar dapat mengolah air baku dengan tingkat kualitas
air atau tingkat pencemaran air tertentu.
f. Perairan untuk rekreasi dan olahraga air.
8
g. PLTA, yang hanya menggunakan energi hidrolik air dan tidak mengubah
kualitasnya.
h. Air untuk konservasi kehidupan biota akuatik (hidrobiologi).
Kelas Air dan Baku Mutu Air (BMA) perlu memperhatikan dua aspek
penting, yaitu :
1. Pemanfaatan sumber daya air dan persyaratan kualitasnya (atau baku mutu
pemanfaatan air bila telah ada).
2. Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBPA), dimana makin ketat BMA
maka makin rendah DTBPA dan makin rendah daya dukungnya terhadap
lingkungan.
2.6 Logam
Logam merupakan unsur yang jumlahnya paling banyak di bumi ini. Jenis-
jenis logam memiliki sifat dan kegunaannya masing-masing. Sampai saat ini,
terdapat 65 logam yang terbentuk secara alami di bumi, namun hanya sedikit yang
bisa dimanfaatkan dengan cara yang benar. Logam-logam yang dapat
dimanfaatkan dengan cara yang benar. Logam-logam yang dapat dimanfaatkan ini
hanya mencapai 20 buah, baik yang terdiri sendiri maupun sebagai bagian dari
alloy (campuran dari dua buah logam atau lebih dan zat lainnya).
Dalam hal ini logam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu logam esensial
dan nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu di dalam
proses fisiologi makhluk hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau
pembentukan organ dari makhluk hidup belum diketahui, kandungannya dalam
jaringan hewan sangat kecil dan apabila kandungannya tinggi akan merusak
organ-organ tubuh makhluk yang bersangkutan (Svehla, 1990).
Di dalam air biasanya logam berikatan dalam senyawa kimia atau dalam
bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen sangat bervariasi, bergantung
pada lokasi, jenis kompartemen, dan tingkat pencemarannya. Telah banyak
dilaporkan konsentrasi logam dalam air dan biota yang hidup di dalamnya.
Biasanya tingkat konsentrasi logam berat dalam air dibedakan menurut
pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang dan nonpolusi. Suatu perairan
dengan tingkat polusi berat biasanya memiliki kandungan logam berat dalam air,
9
dan organisme yang hidup di dalamnya cukup tinggi. Pada tingkat polusi sedang,
kadungan berat dalam air dan biota di dalamnya berada dalam batas marjinal.
Sedangkan pada tingkat nonpolusi, kandungan logam dalam air dan organisme
yang hidup di dalamnya sangat rendah, bahkan tidak terdeteksi.
Tujuan utama untuk mengetahui konsentrasi logam dalam lingkungan
perairan adalah
a) Mengetahui konsentrasi logam yang tinggi dalam hewan air, baik ikan laut
maupun ikan air tawar, yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk untuk
mencegah terjadinya toksisitas kronis maupun akut pada orang yang
memakannya.
b) Mengetahui konsentrasi logam yang tinggi dalam air dan sedimen, yang dapat
digunakan sebagai pedoman untuk memonitor kualitas air yang mungkin
digunakan sebagai irigasi maupun air minum, yang akhirnya berakibat buruk
bagi orang yang mengkonsumsinya.
10
c) Kompartemen partikel biotik, terdiri dari fito plankton dan bakteria di dalam
laut dangkal dan laut dalam, daerah pantai, serta muara sungai yang
menempel pada tanaman.
2.7 Besi
Besi memiliki simbol Fe dan merupakan logam bewarna putih keperakan, liat
dan dapat dibentuk. Fe didalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan
VIII, dengan berat atom 55,85 g/mol, nomor atom 26, berat jenis 7,86 g/cm3 dan
umumnya mempunyai valensi 2 dan 3 (selain 1, 4, 6). Besi (Fe) adalah logam
yang dihasilkan dari bijih besi, dan jarang dijumpai dalam keadaan bebas, untuk
mendapatkan unsur besi, campuran lain harus dipisahkan melalui penguraian
kimia. Besi digunakan dalam proses produksi besi baja, yanng bukan hanya unsur
besi saja tetapi dalam bentuk alloy (campuran beberapa logam dan bukan logam,
terutama karbon). (eaton Et.al, 2005; Rumapea, 2009 dan parulian, 2009).
1. Pengaruh Besi (Fe) Terhadap Kesehatan Manusia
11
kerusakan usus, penuaan dini hingga kematian mendadak, radang sendi, cacat
lahir, gusi berdarah, kanker, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing, mudah
lelah, hepatitis, hipertensi, insomnia (Parulian, 2009).
Air minum yang mengandung kadar besi yang berlebihan berpengaruh
terhadap nilai estetika (warna, endapan, dan rasa) dan secara tidak langsung dapat
mempengaruhi kesehatan manusia. Persyaratan kadar besi dalam air minum
dianjurkan tidak lebih dari 0,3 mg/L dan peruntukan perairan yang digunakan bagi
keperluan pertanian sebaiknya memiliki kadar besi yang tidak lebih dari 20 mg/L.
(Setyorini, 2007)
12
Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi terlarut dalam air adalah
timbulnya warna, bau, rasa. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi
terlarutnya > 1,0 mg/L.
Pada heomokromatesis primer besi yang diserap dan disimpan dalam jumlah
yang berlebihan didalam tubuh. Feritin berada dalam keadaan jenuh akan besi,
sehingga kelebihan mineral ini akan disimpan dalam bentuk kompleks dengan
mineral lain yaitu homosiderin. Akibatnya terjadilah sirosis hati dan kerusakan
pankreas sehingga menimbulkan diabetes. Hemokromatis sekunder terjadi karena
transfusi yang berulang-ulang dalam keadaan ini besi masuk kedalam tubuh
sebagai hemoglobin dari darah yang ditransfusikan dan kelebihan besi ini tidak di
sekresikan.
Hal-hal yang mempengaruhi kelarutan Fe dalam air :
a. Kedalaman
Air hujan yang turun jatuh ketanah dan mengalami infiltrasi masuk kedalam
tanah yang mengandung FeO akan bereaksi dengan H2O dan CO2 dalam tanah
dan membentuk Fe(HCO3)2 dimana semakin dalam air yang meresap kedalam
tanah semakin tinggi juga kelarutan besi karbonat dalam air tersebut.
b. pH
pH air akan berpengaruh terhadap kesadahan kadar besi dalam air apabila pH
air rendah akan berakibat terjadinya proses korosif sehingga menyebabkan
larutnya besi dan logam lainnya dalam air, pH yang rendah kurang dari 7 dapat
melarutkan logam. Dalam keadaan pH rendah, besi yang ada dalam air berbentuk
ferro dan ferri, dimana bentuk ferri akan mengendap dan tidak larut dalam air
serta tidak dapat dilihat dengan mata, sehingga mengakibatkan air menjadi
bewarna, berbau dan berasa.
c. Suhu
Suhu adalah temperatur udara. Temperatur yang tinggi menyebabkan
menurunnya kadar O2 dalam air, kenaikan temperatur air juga dapat menguraikan
derajat kelarutan mineral sehingga kelarutan Fe pada air tinggi
d. Bakteri Besi
Bakteri besi (Crenothrix, Lepothrix, Galleanella, Sinderocapsa, dan
Sphoerothylus) adalah bakteri yang dapat mengambil unsur dari sekeliling
13
lingkungan hidupnya sehingga mengakibatkan turunnya kandungan besi dalam
air, dalam aktivitasnya bakteri besi memerlukan oksigen dan besi seihingga bahan
makanan dari bakteri besi tersebut. Hasil aktivitas bakteri besi tersebut
menghasilkan presipitat (oksida besi) yang akan menyebabkan warna pada
pakaian dan bangunan. Bakteri besi merupakan bakteri yang hidup dalam keadaan
anaerob dan banyak terdapat dalam air yang mengandung mineral. Pertumbuhan
bakteri akan menjadi lebih sempurna apabila air banyak mengandung CO2 dengan
kadar yang cukup tinggi.
14
589 nm dan 330 nm (Khopkar,2008).
Keuntungan metode SSA dibandingkan dengan spektrofotometer biasa
yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur
unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output
langsung dapat dibaca, cukup ekonomis dapat diaplikasikan pada banyak jenis
unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %). Sedangkan kelemahannya
yaitu pengaruh kimia, dimana SSA tidak mampu menguraikan zat menjadi atom,
pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi, serta pengaruh matriks misalnya
pelarut (underwood,2008).
Hukum absorbansi sinar (Lamber-Beer) yang berada pada
spektrofotometer absorbsi ultraviolet (UV), sinar tampak maupun inframerah
berlaku pada SSA. Perbedaan analisis SSA dengan spektrofotometri molekul
adalah peralatan dan bentuk spektrum absorbsinya. Setiap alat SSA terdiri atas 3
komponen yaitu :
Unit atomisasi ( atomisasi dengan nyala tanpa nyala)
Sumber radiasi
Sistem pengukur fotometri (detektor)
1. Unit atomisasi
Unit atomisasi merupakan bagian yang terpenting karena pada tempat ini
senyawa adalah dinalisis. Pada sistem pengamatan, unsur-unsur yang akan
dianalisa diubah bentuk ion menjadi bentuk atom bebas. Ada beberapa jenis
atomisasi yang lazim digunakan pada setiap alat SSA, antara lain :
Atomisasi dengan nyala api
Atomisasi dengan pembentukan hibrida
Atomisasi dengan tungku grafit
Atomisasi dengan uap dingin
Atomisasi sampel padat
2. Sumber radiasi
15
garis emisi yang tajam suatu unsur yang spesifik tertentu dengan menggunakan
lampu pijar Hollow Catode, lampu ini memiliki 2 elektroda, satu diantaranya
berbentuk silindris dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang akan
dianalisis.
3. Detektor
16
analit.Sehingga tidak mengikuti kaidah lambert-beer. Berikut adalah gambar
kurva kalibrasi
Y= Absorbansi
X= konsentrasi
Conc. (mg/)L
Gambar 2.3 kurva kalibrasi
17
menjadi bahan yang mudah menguap (yang ditandai dengan bau busuk). Selain
dari itu, bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut
di dalam air organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen
yang terlarut di dalamnya. Bahan buangan organik biasanya berasal dari industri
kertas, industri penyamakan kulit, industri pengolahan bahan makanan (seperti
industri pemotongan daging, industri pengalengan ikan, industri pembekuan
udang, industri roti, industri susu, industri keju dan mentega), bahan buangan
limbah rumah tangga, bahan buangan limbah pertanian, kotoran hewan dan
kotoran manusia dan lain sebagainya.
Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat
ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi. Cara
yang ditempuh untuk maksud tersebut adalah dengan uji :
1. COD, singkatan dari Chemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen kimia
untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air.
2. BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen
biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme.
Melalui kedua cara tersebut dapat ditentukan tingkat pencemaran air
lingkungan. Untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air uji yang lebih
cepat yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan organik. Uji tersebut disebut
uji Chemical Oxygen Demand (COD) yaitu suatu uji yang menentukan jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikromat
mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air. Uji COD biasanya
menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada uji BOD karena
bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme ikut
teroksidasi dalam uji COD.
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK)
adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organik yang terdapat dalam 1 liter sampel air, dengan pengoksidasi K2Cr2O7
yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Anggadwinovayanto,
2011).
.
18
Arti penting pengetahuan nilai COD dalam pengendalian limbah industri
yaitu untuk dapat mengetahui seberapa berbahayanya suatu limbah hasil produksi
pada industri. COD mempunyai batasan nilai ambang batasnya agar suatu
buangan limbah tersebut yaitu sungai, danau atau laut dalam keadaan baku mutu
air. Dengan dapatnya mempelajari nilai COD dalam limbah maka kita dapat
menentukan tingkat tinggi rendahnya pencemaran air yang tercampur oleh limbah
tersebut. Dengan mengetahui tingkat tinggi rendahnya dapat langsung
mengantisipasi berbahayanya limbah tersebut untuk kelangsungan hidup. Nilai
COD tinggi mengindikasikan bahwa sir tersebut telah tercemar.
19
Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan ausokrom
dari suatu senyawa organik.
Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
maksimum suatu senyawa.
Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer.
20
21
BAB III
22
1) Menghomogenkan contoh uji, pipet 50 ml contoh uji kedalam gelas
kimia 100 ml atau erlenmeyer 100 ml
2) Menambahkan 5 ml HNO3 pekat, bila menggunakan gelas kimia,
menutup dengan kaca arloji dan bila dengan erlenmeyer gunakan
corong sebagai penutup.
3) Memanaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15 ml-20 ml.
4) Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka menambahkan
lagi 5 ml HNO3 pekat, kemudian tutup gelas kimia dengan kaca arloji
atau tutup erlenmeyer dengan corong dan panaskan lagi (tidak
mendidih). Lakukan proses ini secara berulang sampai semua logam
larut, yang terlihat dari warna endapan dalam contoh uji menjadi agak
putih atau contoh uji menjadi jernih
5) Membilas kaca arloji dan memasukkan air bilasannya ke dalam gelas
kimia
6) Memindahkan contoh uji masing-masing ke dalam labu ukur 50 ml
(saring bila perlu).
7) Menambahkan aquadest sampai tepat tanda tera dan
menghomogenkan.
CATATAN menambahkan larutan kalsium dan atau atasi gangguan
pengukuran sesuai dengan SSA yang digunakan.
8) Contoh uji siap diukur serapannya.
c) Pembuatan larutan baku logam Besi, (Fe)
1) Pembuatan larutan baku logam besi 100 mg Fe/L dari larutan induk
logam besi 1000 mg/L
a. Memipet 5 ml larutan induk 1000 mg Fe/L, memasukkan kedalam
labu ukur 50 ml.
b. Menepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera dan
menghomogenkan
2) Pembuatan larutan baku logam besi 10 mg Fe/L
a. Memipet 20 ml larutan induk 100 mg Fe/L, memasukkan kedalam
labu ukur 200 ml.
b. Menepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera dan
menghomogenkan
3) Pembuatan larutan baku logam besi (Fe)
Buat deret larutan baku dengan 1 (satu) blanko dan minimal 3 (tiga)
kadar yang berbeda secara proporsional dan berada pada rentang
pengukuran.
23
a. Memipet 0 ml; 2,5 ml; 0,75 ml; 10 ml; 20 ml; 30 ml; 40 ml; dan 60 ml
larutan baku Fe 10 mg/L masing-masing ke dalam labu ukur 100 ml.
b. Menambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda tera sehingga
diperoleh konsentrasi logam besi 0,0 mg/L; 0,25 mg/L; 0,5 mg/L; 0,75
mg/L; 1,0 mg/L; 2,0 mg/L; 3,0 mg/L; 4,0 mg/L dan 6,0 mg/L.
d) Prosedur dan pembuatan kurva kalibrasi.
1) Operasikan alat dan optimasikan sesuai dengan petunjuk penggunaan
alat untuk pengukurn besi
CATATAN 1 salah satu cara optimasi alat dengan uji sensitivitas
CATATAN 2 menambahkan larutan kalsium dan atau atasi gangguan
pengukuran sesuai SSA yang digunakan.
B. Penggunaan AAS/SSA
2) Spesifikasi Alat
Merek : SHIMADZU
Tipe : FLAME AA-7000
No. Seri : A-307049
Tahun Pengadaan : 2012
Kondisi : Baik
Fungsi : Analisa Logam Berat
3) Tahapan Pengoperasian
a. Persiapan Alat
1. Pastikan bahwa alat dalam keadaan baik
2. Siapkan kebutuhan analisa
3. Hubungkan kabel power ke sumber listrik
4. Hidupkan blower
5. Buka aliran gas C2H2
6. Menyalakan kompresor untuk mengalirkan udara
7. Hidupkan UPS dan AA7000
8. Hidupkan CPU, monitor dan printer
e) Pengoperasian Flame AA-7000
1. Pada menu utama Windows, klik “Wizard” akan muncul tampilan
Wizard Measurement.
2. Klik “Measurement” akan muncul tampilan Wizard Login dan
Password
3. Ketik Admin dan Login ID biarkan password tetap kosong dan klik
“Ok” akan muncul tampilan berikut: Element Selection
4. Klik Element Selection,
24
5. Klik “Connect” tunggu hingga inisialisasi selesai (semua
parameter kecuali ASC Check berwarna hijau)
6. Klik “Ok” lalu akan muncul tampilan “Instrumen Check List For
Flame – Analyst”
7. Periksa kelengkapan instrumen seperti daftar di atas, cek list kotak
parameter yang telah dicek
8. Klik “Ok” akan muncul tampilan berikut: Select Element
9. Klik Select Element, akan muncul tampilan berikut Load
Parameter
10. Tentukan elemen yang ingin dianalisa (Fe dengan panjang
gelombang 248,3 nm) dengan memilih dari “Ad....” atau dari
Periodic Table
11. Pilih “Flame Continuous” untuk memilih menu Flame, klik “OK”
12. Mengklik “Next” akan muncul tampilan berikut: “Preparation
Parameter”
13. Mengklik Calibration Curve Setup
14. Memilih conc.Unit (ppm)
15. Menceklist zero intercept
16. Mengubah No. Of line standar 8 dan mengklik update
Standar 1 : 0,0000
Standar 2 : 0,2500
Standar 3 : 0,5000
Satndar 4 : 0,7500
Standar 5 : 1,0000
Standar 6 : 2,0000
Standar 7 : 4,0000
Standar 8 : 6,0000
17. Mengklik repeat conditions “1” dan mengklik “OK”
18. Mengklik “Next” dan akan muncul optics parameters
19. Pasang lampu katoda unsur yang akan dianalisa pada socket
(tersedia 6 socket di AA-7000)
20. Mengklik lamp position setup pada socket 4 “Fe” lalu mengklik
“OK”
21. Tunggu hingga status “BUSY” menjadi “READY” lalu menceklist
“lamp on” dan menunggu lagi hingga “READY” lalu mengklik
“Next”
22. Lalu mengklik line search dan menunggu hingga muncul OK,
setelah muncul OK kemudian mengklik “CLOSE”
23. Mengklik “FINISH”
25
24. Menyalakan flame dengan menekan tombol “Ignite dan “Purge”
secara bersamaan hingga nyala api sempurna lalu lepas
tombolnya.
25. Masukkan selang ke blanko.
26. Mengklik auto zero tunggu absorbansi stabil lalu klik start hingga
diperoleh absorbansi mendekati 0,000.
27. Melanjutkan dengan pembacaan standar dengan range yang sudah
ditentukan lalu tunggu absorbansi stabil dan mengklik start begitu
seterusnya.
28. Memasukkan selang kembali ke blanko sebelum pembacaan
sampel.
29. Mengklik auto zero tunggu absorbansi stabil lalu klik start hingga
diperoleh absorbansi mendekati 0,000.
30. Kemudian memindahkan selang ke sampel untuk dilakukan
pembaacan lalu tunggu absorbansi stabil dan mengklik start dan
seterusnya untuk semua sampel yang akan dianalisa.
31. Untuk menyimpan data pengukuran, klik File Save As, tulis nama
filenya dan klik Save
32. Untuk mencetak tabel data, klik File, Print Table Data.
33. Kembali pada menu lamp position dan menghilangkan ceklist pada
pilihan “lamp on”
34. Memilih menu istrumen dan disconnectkan.
35. Setelah selesai mematikan alat dengan mengclose aplikasi wizard
dan mematikan PC.
36. Matikan flame dengan menekan tombol extinguis pada alat.
37. Lalu mematikan alat dengan menekan tombol power pada alat.
3.1.4 Perhitungan
Konsentrasi logam Besi, Fe
Fe (mg/L) = C x Fp (1)
Dengan pengertian :
C adalah konsentrasi yang didapat hasil pengukuran (mg/L);
Fp adalah faktor pengenceran.
3.2 Chemical Oxygen Demand (COD)
3.2.1 Prinsip
Senyawa organik dan anorganik, terutama organik, dalam contoh uji
26
dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup selama 2 jam menghasilkan Cr 3+.
Kelebihan kalium dikromat yang tidak tereduksi, dititrasi dengan larutan Ferro
Ammonium Sulfat (FAS) mrnggunakan indicator ferroin. Jumlah oksidan yang
dibutuhkan denyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L)
3.2.2 Bahan
1. Air bebas organik
2. Digestion solution pada kisaran konsentrasi tinggi.
Tambahkan 10,216 g K2Cr2O7 yang telah dikeringkan pada suhu 1500C
selma 2 jam kealam 500 mlair suling. Tambahkan 167 ml H 2SO4 pekat dan
33,3 g HgSO4. Larutkan dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan
sampai 100 ml.
3. Digestion solution pada kisaran konsentrasi rendah.
Tambahkan 1,022 g K2Cr2O7 yang telah dikeringkan pada suhu 1500C
selama 2 jam kedalam 500 ml air suling. Tamnahkan 167 ml H 2SO4 pekat
dan 33,3 gHgSO4. Larutkan, dan dinginkan pada suhu rung dan encerkan
sampai 1000 ml.
4. Larutan pereaksi asam sulfat
Larutkan 10,12 g serbuk atau kristal AgSO 4 kedalam 1000 ml H2SO4
pekat. Aduk hingga larut.
CATATAN Proses pelarutan AgSO4 dalam asam sulfat dibutuhkan waktu
pengadukan selama 2 (dua) hari, sehingga digunakan magnetic stirer
tuntuk mempercepat melarutnya pereaksi.
5. Asam Sulfamat (NH2SO3H)
Digunakan jika ada gangguan nitrit. Tambahkan 10 mg asam sulfamat
untuk setiap mg NO2-N yang ada dalam contoh uji
6. Larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat (HOOCC6H4COOK, KHP) = COD
500 mg O2/L
Gerus perlahan KHP, lalu keringkan sampai berat konstan pada suhu
110oC. larutkan 425 mg KHP ke dalam air bebas organik dan tepatkan
sampai 1000 mL. larutan ini stabil bila disimpan dalam kondisi dingin
pada temperatur 4oC ± 2oC dan dapat digunakan sampai 1 minggu selama
27
tidak ada pertumbuhan mikroba. Sebaiknya larutan ini dipersiapkan setiap
1 minggu.
CATATAN 1 Larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat digunakan sebagai
pengendalian mutu kinerja pengukuran.
CATATAN 2 Bila nilai COD contoh uji lebih besar dari 500 mg/L, maka
dibuat larutan baku KHP yang mempunyai nilai COD 1000 mg/L.
CATATAN 3 Larutan baku KHP dapat menggunakan larutan siap pakai
3.2.3 Peralatan
a. Spektrofotometer sinar tampak (400 nm sampai dengan 700 nm).
b. Kuvet
c. Digestion vessel, lebih baik gunakan kultur tabung borosilikat dengan
ukuran 16 mm x 100 mm, 20 mm x 150 mm bertutup ulir. Atau alternative
lain, gunakan ampul borosilikat dengan kapasitas 10 mL (diameter 19 mm
sampai dengan 20 mm);
d. Pemanas dengan lubang-lubang penyangga tabung (heating block);
CATATAN Jangan menggunakan oven.
e. Buret
f. Labu ukur 50,0 mL; 100,0 mL; 250,0 mL; 500,0 mL dan 1000,0 mL;
g. Pipet volumetrik 5,0 mL, 10,0 mL, 15,0 mL, 20,0 mL dan 25,0 mL;
h. Gelas kimia
i. Magnetic stirrer; dan
j. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg.
28
3. Pembuatan Larutan Kerja
Buat deret larutan kerja dari induk KHP dengan 1 (satu) blanko dan
minimal 3 kadar yang berbeda secara proporsional yang berada pada
rentang pengukuran.
3.2.5 Prosedur
1. Pipet volume contoh uji atau larutan kerja, menambahkan digestion
solution dan menambahkan larutan pereaksi asam sulfat yang memadai ke
dalam tabung atau ampul, seperti yang dinyatakan dalam Tabel berikut:
Tabel 3.2.2 Contoh uji dan larutan pereaksi untuk bermacam-macam
Digestion vessel
Larutan
Total
Digesstion Contoh uji Digestion pereaksi
volume
vessel (mL) solution (mL) asam sulfat
(mL)
(mL)
29
Tabung kultur
16 x 100 mm
20 x 150 mm 2,50 1,50 3,5 7,5
25 x 150 mm 5,00 3,00 7,0 15,0
10,00 6,00 14,0 30,0
Standar Ampul
10 mL 2,50 1,50 3,5 7,5
2. menutup tabung dan mengocok perlahan sampai homogen.
3. meletakkan tabung pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150 oC,
lakukan refluks selama 2 jam;
CATATAN Selalu gunakan pelindung wajah dan sarung tangan untuk
melindungi dari panas dan kemungkinan menyebabkan ledakan tinggi
pada suhu 1500C.
30
9. Membuat kurva kalibrasi dari data yang didapat dan menentukan
persamaan garis lurusnya
10. Selanjutnya koefisien korelasi regresi liner (r) < 0.995, periksa
kondisi alat dan ulangi langkah membuat standar sampai diperoleh
nilai koefisien r ≥ 0,995
3.2.8 Perhitungan
1. Nilai COD sebagai mg O2 /L
Kadar COD (mg O2 /L) = C x f
31
Keterangan :
C adalah nilai COD untuk uji dinyatakan dalam (mg /L)
f adalah faktor pengenceran
a) Memasuukkan hasil pembacaan serapan contoh uji kedalm regresi liner
yang diperoleh dari kurva kalibrasi.
b) Nilai COD adalan hasil pembacaan kadar contoh uji dari kurva
kalibrasi.
2. Persen RPD
% RPD =
% RPD =
Keterangan :
A adalah hasil pengukuran larutan baku KHP, dinyatakan dalam (mg/L)
B adalah kadar larutan baku KHP hasil penimbangan (target value ) dinyatakan
dalam mg/L
32
BAB IV
No Konsetrasi Absorbansi
1 0,0000 0,0009
2 0, 2500 0, 0222
3 0, 5000 0, 0464
4 1, 0000 0, 0929
5 2, 0000 0, 2124
6 4, 0000 0, 3996
7 6, 0000 0, 5561
33
Gambar 4.1.1 Kurva Kalibrasi Standard Besi (Fe)
Tabel 4.1.2 Hasil Pengamatan Logam Besi (Fe) pada Sampel Air dan Air
Limbah
8. A1 0, 2666 0, 0255
9. A2 0, 4224 0, 0404
34
11. A4 0, 4036 0, 0386
Keterangan :
A = Sampel Air Sungai
B = Sampel Air Limbah
No Konsentrasi Absorbansi
1 0 0, 000
2 100 0, 041
3 200 0, 077
4 300 0,116
5 400 0, 146
6 500 0, 198
7 600 0, 237
8 700 0, 262
9 800 0, 304
35
10 900 0, 336
No Konsentrasi Absorbansi
1 0 0, 000
2 5 -0, 016
3 8 -0, 018
4 20 -0, 028
5 60 -0, 085
6 70 -0, 104
7 80 -0, 116
36
8 90 -0, 132
Tabel 4.2.3 Hasil Perhitungan COD pada Sampel Air dan Air Limbah dengan
Standar Rendah
Rata-
Kode Konsentrasi Konsentrasi RPD
No. Fp Absorbansi Absorbansi Rata
Contoh (%)
mg/L mg/L mg/L
1 A1 1 -0,037 23,71 -0,037 23,71 0,00 23,71
2 A2 1 -0,018 10,14 -0,018 10,14 0,00 10,14
3 A3 1 -0,024 14,43 -0,024 14,43 0,00 14,43
4 A4 1 -0,030 18,71 -0,030 18,71 0,00 18,71
5 A5 1 -0,015 8,00 -0,015 8,00 0,00 8,00
6 B1 1 -0,104 71,57 -0,104 71,57 0,00 71,57
7 B2 1 -0,102 70,14 -0,102 70,14 0,00 70,14
8 B3 1 -0,019 10,86 -0,019 10,86 0,00 10,86
9 B4 1 -0,132 91,57 -0,132 91,57 0,00 91,57
KHP50 -0,064 43,00 -0,068 45,86 -0,06 44,43
37
Keterangan :
A = Sampel Air Sungai
B = Sampel Air Limbah
BAB V
PEMBAHASAN
38
kalibrasi. Kurva kalibrasi berfungsi sebagai penunjuk besarnya konsentrasi larutan
sampel dari hasil pengukuran sehingga konsentrasi sampel larutan bisa diperoleh
dengan mudah. Pembuatan deret standar maupun segala pengenceran digunakan
larutan HNO3 yang berfungsi memberikan suasana asam dalam larutan. Suasana
asam ini dimaksudkan untuk menjaga kejernihan larutan dari endapan logam.
Setelah dilakukan analisis didapatkan persamaan garis regresi dari deret
standar Fe yaitu y = 0,0946x + 0,0042 dan didapatkan konsentrasi sampel A1
sebesar 0,2666 mg/L, sampel A2 sebesar 0,4224 mg/L, sampel A3 sebesar 0,5855
mg/L, sampel A4 sebesar 0,4036 mg/L, dan sampel A5 sebesar 0,4025 mg/L
untuk sampel berupa air sungai. Dan didapatkan konsentrasi sampel B1 sebesar
0,6022 mg/L, sampel B2 sebesar 0,3189 mg/L, sampel B3 sebesar 0,1453 mg/L,
sampel B4 sebesar 0,0376 mg/L, dan sampel B5 sebesar 1,9908 mg/L untuk
sampel berupa air limbah.
39
5.2 Pembahasan Hasil Analisa Chemical Oxygen Demand (COD)
Pengujian COD mempunyai tujuan yaitu mengukur jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik di dalam air dan air limbah. Pengujian
COD ini dilakukan dengan refluks tertutup dan sebagai pengukuran kebutuhan
oksigen digunakan Spektrofotometer UV-Vis. Prinsip anslisa dengan refluks
tertutup ini adalah untuk mempercepat reaksi pada reaksi organik dengan
pemanasan tanpa mengurangi volumenya, yang terpenting dari metode ini lebih
cepat, hemat bahan kimia dibandingkan dengan metode refluks terbuka yang
boros bahan kimia dan besarnya limbah yang harus dibuang. Alat yang digunakan
adalah spekrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm.
Pengujian ini diawali dengan persiapan contoh uji beberapa sampel air
sungai dan air limbah dengan menyimpannya dalam refrigator agar contoh uji
dapat awet. Langkah selanjutnya adalah melakukan prosedur contoh uji sesuai
dengan SNI yang berlaku.
Langkah awal yang dilakukan adalah mengamati fisik contoh uji. Bila
terlihat pekat dan berbau maka contoh uji harus diencerkan terlebih dahulu.
Zat organik yang terdapat dalam sampel akan dioksidasi oleh larutan
K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxygent agent) dengan reaksi :
Dengan adanya ion Hg2+ ini, konsentrai Cl- menjadi sangat kecil dan tidak
mengganggu oksidasi zat organik dalam tes COD. Tetapi, dalam uji COD kali ini
tidak terdapat sampel yang diperkirakan ada unsur klorida, sehingga tidak
diperlukan penambahan merkuri sulfat.
Larutan uji sebelum dipanaskan pada suhu 150 0C selama 2 jam,
dihomogenkan dan ditutup tabung reaksinya untuk meminimalisi hilangnya
bahan-bahan organik yang mudah menguap. Hilangnya bahan-bahan organik
pada prosedur metode spektrofotometri lebih sedikit daripada metode titrasi.
Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 telah menetapkan baku mutu
kualitas air untuk berbagai jenis penggunaan air nilai COD sebesar 25 mg/L.
Dalam pengukuran dan perhitungan kadar COD dalam sampel A1, A2, A3, A4,
dan A5 tidak melebihi ambang batas maksimum baku mutu nilai COD dalam air,
sehingga masih bisa digunakan oleh manusia dan tidak berbahaya.
. Berdasarkan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014
ambang batas maksimum pencemaran air limbah khususnya COD adalah sebesar
350 mg/L. Dalam pengukuran dan perhitungan kadar COD dalam sampel B1,
B2, B3, B4, dan B5 tidak melebihi ambang batas maksimum baku mutu nilai
COD dalam air limbah untuk pencemaran air.
Tingginya kadar COD dipengaruhi oleh degradasi bahan organik maupun
anorganik yang berasal dari limbah yang dihasilkan oleh industri yang tidak
41
terolah dengan baik. Dan bisa karena kesalahan pengukuran spektrofotometri
dapat terjadi karena kekeruhan dari garam-garam yang terbentuk.
42
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1) Berdasarkan hasil pengujian logam Besi (Fe) pada air sungai dan air
limbah diperoleh konsentrasi yang relatif rendah. Berdasarkan tabel 4.1.2
diperoleh kadar konsentrasi Fe dalam sampel A1 sebesar 0,2666 mg/L,
sampel A2 sebesar 0,4224 mg/L, sampel A3 sebesar 0,5855 mg/L, sampel
A4 sebesar 0,4036 mg/L, dan sampel A5 sebesar 0,4025 mg/L untuk
sampel berupa air sungai. Dan didapatkan konsentrasi sampel B1 sebesar
0,6022 mg/L, sampel B2 sebesar 0,3189 mg/L, sampel B3 sebesar 0,1453
mg/L, sampel B4 sebesar 0,0376 mg/L, dan sampel B5 sebesar 1,9908
mg/L untuk sampel berupa air limbah. Untuk sampel air sungai hanya
sampel A1 yang masih berada dibawah batas ambang maksimum kadar Fe
yang ditetapkan, dan untuk sampel yang berupa air limbah hanya sampel
B3 dn B4 yang masih berada dibawah batas ambang maksimum kadar Fe,
berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Nomor
492/MENKES/PER/VI/210 tentang persyaratan kualitas air minum, bahwa
jumlah kadar maksimal besi (Fe) pada air adalah 0,3 mg/L.
2) Dari hasil analisis yang telah dilakukan didapatkan kadar COD pada
berbagai sampel berikut : sampel A1 sebesar 23,71 mg/L, sampel A2
sebesar 10,14 mg/L, sampel A3 sebesar 14,43 mg/L, sampel A4 sebesar
18,71 mg/L, sampel A5 sebesar 8,00 mg/L. Berdasarkan PP Nomor 82
Tahun 2001 telah menetapkan baku mutu kualitas air untuk berbagai jenis
penggunaan air nilai COD sebesar 25 mg/L, sampel A tidak ada yang
melebihi ambang batas mutu air. Sampel B1 sebesar 71,57mg/L, sampel
B2 sebesar 70,14 mg/L, sampel B3 sebesar 10,86 mg/L, sampel B4 sebesar
91,57 mg/L. Berdasarkan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup No. 5
Tahun 2014 amang batas maksimum pencemaran air limbah khususnya
43
COD adalah sebesar 350 mg/L, sampel B juga tidak ada yang melebihi
ambang batas mutu air.
6.2 Saran
1) Sekiranya dapat terjalin hubungan kerjasama yang baik antara pihak Balai
Riset dan Standarisasi (Baristand) Samarinda dengan pihak Jurusan Teknik
Kimia Politeknik Negeri Samarinda dalam rangka pengembangan kualitas
SDM yang ada di Kalimantan Timur.
2) Mohon agar para mahasiswa/i lulusan Teknik Kimia Politeknk Negeri
Samarinda khususnya yang telah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di
Baristand Industri Samarinda agar diberi peluang dalam penerimaan kerja.
44
DAFTAR PUSTAKA
Alida Batara, Zezelia, (2016), “Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) Analisa Seng
(Zn) dan Analisa Chemical Oxygen Demand (COD) pada Air dan Air Limbah”,
Samarinda, 25-26
Asfiana, Anna, (2015), “Skripsi Penurunan Kadar Kontaminan Mangan (Mn) Dalam
Air Secara Bubble Aerator dan Casade Aerator”, Makassar : Perpustakaan
UNHAS
Badan Standardisasi Nasional, (2005), “SNI 06-6989.27-2005 Air dan air limbah –
Bagian 27: Cara uji kadar padatan terlarut total secara gravimetri”, hal 1 – 3
Badan Standardisasi Nasional, (2009), “SNI 6989.73:2009 Air dan air limbah – Bagian
73: Cara uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD)”,
hal 1 – 4
Budi Annur, Arief, (2015), “Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) Analisa Logam
Tembaga (Cu) dengan metode Atomic Absorbtion Spectrophotometry (AAS) dan
Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) dengan Metode Refluks Terbuka
pada Air Sungai dan Air Limbah Samarinda, hal 44-45
46
LAMPIRAN
47
PERHITUNGAN :
Diketahui,
Pengenceran Larutan standar Fe 100 ppm dari larutan induk 1000 ppm
M1 V1 = M2 V2
1000 ppm V1 = 100 ppm 50 ml
V1 = 5 mL
Pengenceran Larutan standar Fe 10 ppm
M1 V1 = M2 V2
100 ppm V1 = 10 ppm 200 ml
V1 = 20 mL
Pengenceran Larutan Deret standar dari 10 ppm
o Deret Standar I (0,25 ppm)
M1 V1 = M2 V2
10 ppm V1 = 0,25 ppm 100 ml
V1 = 2,5 mL
o Deret Standar II (0,5 ppm)
M1 V1 = M2 V2
10 ppm V1 = 0,5 ppm 100 ml
V1 = 5 mL
o Deret Standar III (7,5 ppm)
M1 V1 = M2 V2
10 ppm V1 = 0,75 ppm 100 ml
V1 = 7,5 mL
o Deret Standar IV (1 ppm)
M1 V1 = M2 V2
10 ppm V1 = 1 ppm 100 ml
V1 = 10 mL
o Deret Standar V (2 ppm)
M1 V1 = M2 V2
10 ppm V1 = 2 ppm 100 ml
V1 = 20 mL
o Deret Standar VI (4 ppm)
M1 V1 = M2 V2
48
10 ppm V1 = 4 ppm 100 ml
V1 = 40 mL
o Deret Standar VII (6 ppm)
M1 V1 = M2 V2
10 ppm V1 = 6 ppm 100 ml
V1 = 60 mL
2. Perhitungan COD
a. Pembuatan larutan standar pada konsentrasi rendah
Pengenceran Larutan standar 100 ppm dari larutan induk 500 ppm
M1 V1 = M2 V2
500 ppm V1 = 100 ppm 500 ml
V1 = 100 mL
Pengenceran Larutan standar 90 ppm dari 100 ppm
M1 V1 = M2 V2
100 ppm V1 = 90 ppm 50 ml
V1 = 45 mL
Pengenceran Larutan standar 80 ppm dari 100 ppm
M1 V1 = M2 V2
100 ppm V1 = 80 ppm 50 ml
V1 = 40 mL
Pengenceran Larutan standar 70 ppm dari 100 ppm
M1 V1 = M2 V2
100 ppm V1 = 70 ppm 50 ml
V1 = 35 mL
50
500 ppm V1 = 400 ppm 50 ml
V1 = 40 mL
Pengenceran Larutan standar 300 ppm dari 500 ppm
M1 V1 = M2 V2
500 ppm V1 = 300 ppm 50 ml
V1 = 30 mL
Pengenceran Larutan standar 200 ppm dari 500 ppm
M1 V1 = M2 V2
500 ppm V1 = 200 ppm 50 ml
V1 = 20 mL
Pengenceran Larutan standar 100 ppm dari 500 ppm
M1 V1 = M2 V2
500 ppm V1 = 100 ppm 50 ml
V1 = 10 mL
c. Penentuan kosentrasi sampel pada konsentrasi rendah
Persamaan garis linier y = - 0,0014 x – 0,0038
Sampel A1
y = - 0,0014 x – 0,0038
-0,037 = - 0,0014 x – 0,0038
x = 23,71
Sampel A2
y = - 0,0014 x – 0,0038
-0,018 = - 0,0014 x – 0,0038
x = 10,14
Sampel A3
y = - 0,0014 x – 0,0038
-0,024 = - 0,0014 x – 0,0038
x = 14,43
Sampel A4
y = - 0,0014 x – 0,0038
-0,030 = - 0,0014 x – 0,0038
x = 18,71
Sampel A5
y = - 0,0014 x – 0,0038
-0,015 = - 0,0014 x – 0,0038
x = 8,00
Sampel B1
y = - 0,0014 x – 0,0038
-0,104 = - 0,0014 x – 0,0038
x = 71,57
Sampel B2
y = - 0,0014 x – 0,0038
-0,102 = - 0,0014 x – 0,0038
51
x = 70,14
Sampel B3
y = - 0,0014 x – 0,0038
-0,019 = - 0,0014 x – 0,0038
x = 10,86
Sampel B4
y = - 0,0014 x – 0,0038
-0,132 = - 0,0014 x – 0,0038
x = 91,57
52