Anda di halaman 1dari 12

JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.

4 Tahun XXII, Desember 2008, 258 - 269 ISSN 0215-1685

Gambaran Kinerja Supply Chain pada


Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

R. D. Wirahadikusumah, B.W. Soemardi, M. Abduh, C. Z. Oktaviani


KK Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10, Bandung
e-mail: lab_mrk@si.itb.ac.id

Abstrak
Industri konstruksi dikenal sebagai industri yang tidak efisien. Penerapan lean construction
khususnya pengelolaan rantai pasok, atau Supply Chain Management (SCM), adalah salah satu usaha
yang berpotensi untuk meningkatkan efisiensi suatu pelaksanaan proyek konstruksi. Pada proyek
pembangunan gedung bertingkat tinggi, terdapat kecenderungan peningkatan peran pemilik proyek
dalam penyusunan jaringan supply chain konstruksi. Strategi pemecahan kontrak merupakan upaya
pihak pemilik untuk meningkatkan value atas biaya yang sudah dikeluarkannya. Namun, jaringan supply
chain konstruksi yang efektif selayaknya adalah jaringan yang dapat meningkatkan value bagi seluruh
pihak yang terlibat. Untuk mengetahui gambaran kinerja supply chain pada proyek konstruksi bangunan
gedung, telah dilakukan survei ke empat lokasi proyek di Jakarta. Dengan menggunakan sepuluh
indikator yang dipilih berdasarkan konsep-konsep lean construction (conversion, flow, dan value),
didapatkan gambaran karakteristik kinerja proyek-proyek yang memiliki bentuk supply chain yang
berbeda. Analisa terhadap nilai-nilai indikator menunjukkan bahwa para kontraktor secara umum telah
menjalankan konsep conversion. Pembentukan hubungan kerjasama jangka panjang dengan pihak
subkontraktor dan supplier, serta pengadaan material strategis secara terpusat adalah upaya kontraktor
dalam SCM. Di sisi lain, implementasi konsep flow dan value dalam proyek konstruksi masih lemah.
Kata kunci: Kinerja, rantai pasok, proyek, konstruksi, konstruksi ramping, conversion, flow dan value

Abstract
Construction has not been considered as an efficient industry. The application of lean construction
principles, particularly the Supply Chain Management (SCM), is potential to improve the efficiency of
construction processes. Recent trends show the increasing role of owners in selecting the construction
supply chains on high-rise building projects. Owners prefer to deal with different partners using separate
contracts in order to increase value of their expenses. While this strategy has benefited owners, however,
an effective supply chain should also increase values for all the parties involved in the supply chain. The
effect of separating contract on supply chain performance has been contemplated; thus, the first step of
the study was to obtain a general portrayal of supply chain performance. Surveys to four high-rise
building construction sites in Jakarta, each had different characteristics, were conducted and by using
the previously developed performance indicators, a rough assessment on their performances has been
identified. The indicators include three aspects, namely, “conversion,” “flow,” and “value.” The findings
indicate that among the three issues, the concept of “conversion” is the most realized in construction
projects. The study also found that contractors maintain long term partnerships with subcontractors and
suppliers; furthermore, contractors have implemented central-based strategic material procurement.
Although “flow” and”value”concepts have only been partially recognized, these findings demonstrated
that contractors had implemented strategies in line with supply chain management.
Keywords: Performance, supply chain, construction, projects, lean construction, conversion, flow and
value

1. Latar Belakang seiring dengan meningkatnya penggunaan


berbagai fasilitas pendukung bangunan
Proyek konstruksi bangunan gedung modern. Kegiatan-kegiatan tersebut
bertingkat tinggi mencakup jumlah dan membutuhkan keahlian khusus. Hal ini
jenis kegiatan yang banyak, tingkat menyebabkan kebutuhan pemilahan lingkup
kompleksitasnya pun semakin meningkat proyek menjadi paket-paket pekerjaan yang

258
Gambaran Kinerja Supply Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

lebih kecil dan spesifik, dengan demikian Dengan menggunakan indikator-


tentunya melibatkan banyak pihak. Dalam indikator ini, empat lokasi proyek
pembangunan bangunan gedung yang konstruksi bangunan gedung telah disurvei
tipikal misalnya, sangat umum ditemukan untuk mendapatkan gambaran karakteristik
keterlibatan lebih dari lima puluh kinerja proyek-proyek yang memiliki
perusahaan kontraktor, subkontraktor, dan bentuk supply chain yang berbeda.
pemasok. Keterlibatan banyak elemen akan
membentuk Supply Chain (SC) yang 2. Indikator Kinerja Supply Chain
kompleks. Konstruksi
Pengelolaan SC di industri konstruksi
Pengelolaan “conversion” dalam
sangat berpotensi sebagai suatu usaha
konteks proyek konstruksi dapat dilakukan
strategis untuk meningkatkan daya saing
dengan mengendalikan dan
perusahaan di tengah semakin ketatnya
persaingan lokal, regional maupun global. mengoptimalkan penggunaan sumberdaya
secara hirarkis, sehingga proses produksi
Salah satu unsur penting pengelolaan SC
dari input menjadi output di proyek
adalah struktur jaringan yang efektif,
konstruksi dapat berjalan dengan baik.
karena sebuah SC yang efisien selayaknya
Untuk pengelolaan “flow” dapat dilakukan
dapat meningkatkan daya saing setiap
dengan meningkatkan sistem perencanaan
perusahaan yang menjadi bagian dari rantai
dan pengendalian proyek. Perencanaan
tersebut.
yang baik dapat mengoptimalkan aktivitas
Studi awal telah memetakan pola dan proses produksi yaitu fokus pada value-
proses pembentukan SC pada industri adding activities dan mengurangi non
konstruksi khususnya proyek bangunan value-adding activities. Dengan demikian,
gedung di Indonesia ([1], [2]). Pada studi flow seluruh pekerjaan menjadi lancar.
tersebut teridentifikasi bahwa secara umum Penciptaan “value” yang sesuai dengan
pola SC bervariasi sejalan dengan adanya keinginan konsumen merupakan prinsip
perbedaan metoda kontrak yang digunakan dasar yang melingkupi semua tahapan
yaitu Kontrak Umum (General dalam proses produksi suatu produk. Dalam
Contracting) dan Kontrak Terpisah seluruh tahapan proses produksi, seluruh
(Separate Contracting). Di samping itu, pihak yang terlibat selayaknya melakukan
dijelaskan pula bahwa variasi juga terdapat usaha-usaha ke arah pencapaian hasil akhir
pada masing-masing pola umum, yang yang sesuai dengan keinginan konsumen.
disebut sebagai pola-pola khusus. Pola-pola
Menggunakan pertimbangan hasil
khusus ini sesuai dengan fenomena
identifikasi jenis-jenis data tipikal yang
peningkatan keterlibatan pihak pemilik
biasa dicatat pada proyek konstruksi oleh
dalam pengadaan material strategis pada
perusahaan kontraktor besar, maka disusun
proyek konstruksi.
sepuluh indikator yang dianggap relevan
Kajian awal tersebut perlu dalam upaya pencapaian lean construction
ditindaklanjuti dengan studi-studi yang [7]. Kesepuluh indikator tersebut berikut
mengarah pada metoda pengelolaan SC, keterkaitannya dengan jenis data serta
dalam lingkup supply chain management, konsep konstruksi ramping diuraikan pada
dibutuhkan pengukuran kinerja yang Gambar 1. Ada jenis data yang digunakan
berdasarkan pada suatu sistem indikator untuk lebih dari satu indikator, yaitu catatan
yang relevan. Berbagai studi yang telah mengenai permintaan pembelian (purchase
dilakukan ([3], [4], [5]) fokus pada industri order) yang digunakan untuk indikator
manufaktur, sedangkan untuk industri “kinerja supplier dalam memenuhi jadwal
konstruksi dikembangkan sepuluh indikator pengiriman material,” dan indikator “waktu
kinerja SC yang disusun berdasarkan pada tenggang antara pemesanan dan
tiga aspek utama lean construction yaitu pengiriman.” Berbagai indikator dapat
“conversion,” “flow,” dan “value” [6]. menggambarkan pemenuhan konsep-
konsep konstruksi ramping. Indikator

JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.4 Tahun XXII, Desember 2008, 258-269 259
R. D. Wirahadikusumah, B.W. Soemardi, M. Abduh, C. Z. Oktaviani

“intensitas defect pekerjaan” misalnya, Pemilik Proyek A adalah intansi


berhubungan dengan optimasi sumber daya pemerintah. Bangunan gedung ini akan
atau konsep “conversion” dan juga digunakan sebagai fasilitas rumah sakit
berkaitan dengan pemenuhan kepuasan yang berlokasi di Jakarta. Metoda kontrak
pelanggan atau konsep “value.” yang digunakan dalam tahap pelaksanaan
konstruksi adalah kontrak umum.
3. Proyek Konstruksi Studi Kasus Kontraktor X terpilih sebagai kontraktor
utama, dan merupakan satu-satunya pihak
Pengukuran kinerja SC dengan yang memiliki hubungan kontrak langsung
menggunakan indikator-indikator seperti dengan instansi pemerintah tersebut.
dijelaskan pada Gambar 1, dilakukan pada Dengan demikian tentunya Kontraktor X
empat proyek konstruksi bangunan gedung bertanggungjawab penuh atas keseluruhan
bertingkat tinggi di Jakarta, yaitu Proyek A, proyek. Pada proyek ini tidak terdapat
B, C, dan D [8]. Keempat proyek tersebut nominated subcontractor ataupun
masing-masing memiliki karakteristik SC nominated supplier, pihak pemilik tidak
yang berbeda. Seperti diuraikan pada Tabel melakukan intervensi terhadap pengadaan
1, Proyek A dan C dilaksanakan oleh yang dilakukan oleh kontraktor selama
Kontraktor X, sedangkan Proyek B dan D masa pelaksanaan. SC konstruksi yang
melibatkan Kontraktor Y. Karena beberapa terbentuk merupakan anggota SC
jenis data tidak tersedia dalam bentuk yang Kontraktor X, pola SC pada proyek ini
langsung dapat digunakan dalam dijelaskan pada Gambar 2.
pengukuran, maka proses pengumpulan
Pola SC pada Proyek A
data dilakukan melalui penelaahan
menggambarkan bentuk yang lebih
dokumen kegiatan konstruksi ditambah
tradisional. Kontraktor X melakukan sendiri
pula dengan wawancara dengan pihak
pekerjaan struktur, sehingga terdapat
manajemen proyek. Pengukuran kinerja
hubungan langsung dengan penyedia
difokuskan pada lingkup kontraktor utama.
material, penyedia alat, dan pekerja. Selain
Proyek-proyek tersebut memiliki itu ada pekerjaan yang disubkontrakkan
bentuk pola SC yang bervariasi; ada yang kepada subkontraktor biasa dan kepada
memiliki tingkat fragmentasi tinggi, seperti kontraktor spesialis (untuk jenis pekerjaan
biasa ditemui pada proyek yang dimiliki yang memerlukan keahlian khusus seperti
oleh pihak swasta dan ada yang tidak terlalu pekerjaan mekanikal elektrikal). Dalam hal
terfragmentasi yaitu proyek-proyek ini, umumnya subkontraktor dan kontraktor
Pemerintah. Karena lingkup pengamatan spesialis tersebut melakukan pengadaan
dan pengumpulan data selama April- material, alat dan tenaga kerjanya sendiri.
Oktober 2007 yang sangat terbatas, Dengan demikian maka dalam pekerjaan
pengukuran dibatasi pada pekerjaan- yang disubkontrakkan, pola pasokannya
pekerjaan pemasangan dinding bata ringan, terjadi secara hirarkis (berantai).
plafond, lantai keramik dan mekanikal-
Proyek B
elektrikal. Pengadaan material yang diamati
meliputi material bata ringan, keramik, Pemilik Proyek B adalah sebuah
sanitair, plafond dan mekanikal-elektrikal. instansi pemerintah yang akan digunakan
Kegiatan-kegiatan ini dipilih karena hal sebagai gedung perkantoran, berlokasi di
tersebut tercakup pada ke-empat proyek Jakarta. Seperti halnya pada Proyek A,
studi kasus pada periode pengamatan yang metode kontrak yang digunakan dalam
sama. tahap pelaksanaan konstruksi adalah
kontrak umum. Kontraktor Y terpilih
Dengan demikian, melalui suatu analisa
sebagai kontraktor utama, dan merupakan
deskriptif akan dapat dilakukan
satu-satunya pihak yang memiliki
perbandingan yang relevan.
hubungan kontrak langsung dengan instansi
Proyek A
pemerintah tersebut. Pihak pemilik tidak

260 JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No. 4 Tahun XXII, Desember 2008, 258-269
Gambaran Kinerja Supply Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

melakukan pemecahan kontrak, sehingga tetapi bukan merupakan material strategis


seluruh SC yang terdapat dalam proyek dengan volume yang tidak terlalu besar.
konstruksi merupakan anggota SC Pola SC di proyek B dijelaskan pada
kontraktor Y. Namun terdapat sedikit Gambar 3.
perbedaan dengan yang terjadi pada Proyek
A, pada tahap pelaksanaan konstruksi pada Proyek C
Proyek B teridentifikasi adanya nominated
Proyek C adalah milik pihak swasta,
sub contractor terkait dengan ketersediaan
yaitu proyek pembangunan apartemen
dana.
berlokasi di Jakarta. Metoda kontrak yang
Kontraktor Y turut dilibatkan sejak digunakan adalah kontrak terpisah yang
tercapainya kesepakatan antara pihak owner masing-masing bersifat lumpsum fixed
dengan pihak nominated subcontractor, price. Kontraktor X merupakan salah satu
untuk selarasnya irama kerja dengan dari beberapa kontraktor yang memiliki
kontraktor utama selaku koordinator hubungan kontrak langsung dengan owner.
kegiatan di lapangan. Untuk itu kontraktor Peran pemilik sangat besar dalam
Y mendapat fee koordinasi dengan besaran pembentukan pola SC, terdapat hubungan
yang telah disepakati. Kontraktor utama langsung antara pemilik dengan pihak
berkewajiban menyediakan fasilitas- penyedia jasa lainnya selain kontraktor X
fasilitas untuk mendukung pelaksanaan dan membentuk pola hubungan yang setara
pekerjaan seperti listrik, gudang material, antara pemilik proyek dengan pihak-pihak
peralatan kerja horizontal dan peralatan dibawahnya, yaitu kontraktor dan
kerja vertikal. Pihak nominated subkontraktor. Selain itu juga terjadinya
subcontractor dikenakan biaya atas hubungan langsung pemilik proyek dengan
penggunaan sumberdaya milik kontraktor pihak kontraktor lain dan pihak penyedia
utama. Selain itu juga terdapat pengadaan material.
material yang dilakukan oleh owner, akan

Gambar 1.
Indikator Kinerja SC Konstruksi yang Relevan [7].

JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.4 Tahun XXII, Desember 2008, 258-269 261
R. D. Wirahadikusumah, B.W. Soemardi, M. Abduh, C. Z. Oktaviani

Kontrak untuk pekerjaan struktur dan Proyek D


pekerjaan arsitektur yang merupakan
Pemilik Proyek D adalah pihak swasta
lingkup pekerjaan kontraktor X dilakukan
yang membangun komplek apartemen
secara terpisah. Selain itu ada bagian
berlokasi di Jakarta. Kontrak konstruksi
pekerjaan yang dikerjakan oleh kontraktor
adalah kontrak terpisah dan bersifat
lain yang langsung berikatan kontrak dengan
lumpsum fixed price. Owner melakukan
owner, yaitu pekerjaan mekanikal dan
pemecahan kontrak terhadap beberapa
elektrikal dengan material yang dibeli atau
pengadaan barang maupun jasa yang
disediakan oleh pemilik (supplied by
dianggap potensial. Pengadaan material
owner). Di samping itu juga terindikasi
pekerjaan arsitektur dilakukan oleh owner
adanya keterlibatan owner dalam
antara lain material keramik, perlengkapan
menentukan pihak-pihak yang terlibat dalam
sanitair, dan pintu kayu. Selain itu ada
pelaksanaan pekerjaan nominated
bagian pekerjaan yang dikerjakan oleh
subcontractor. Pengadaan material terutama
kontraktor lain yang langsung berikatan
untuk pekerjaan arsitektur dilakukan oleh
kontrak dengan owner. Praktek pemecahan
owner antara lain adalah material keramik
kontrak ini dilakukan owner sebagai upaya
dan perlengkapan sanitair. Pola SC di
penghematan biaya konstruksi.
Proyek C dijelaskan pada Gambar 4.
Kontraktor Y merupakan salah satu dari
Keamanan, ketertiban dan kebersihan beberapa kontraktor yang memiliki
lokasi pekerjaan. Terhadap pemakaian hubungan kontrak langsung dengan owner.
segala fasilitas kontraktor Y seperti Besaran tanggungjawab kontraktor Y hanya
peralatan kerja, listrik dan lain-lain oleh sebatas lingkup pekerjaan yang menjadi
pihak kontraktor lain dikompensasikan kewajibannya. Terhadap pihak-pihak lain
sesuai dengan kesepakatan bersama. Pola SC yang terlibat dalam proyek, kontraktor Y
di Proyek D digambarkan pada Gambar 5. hanya bertanggungjawab terhadap aspek.

Tabel 1.
Data Umum Proyek Studi Kasus
Proyek A Proyek B Proyek C Proyek D
Penggunaan Gedung Rumah Sakit Perkantoran Apartemen Apartemen
Kompleksitas 8 Lantai + 1 6 Lantai + 1 24 Lantai + 2 4 Tower, masing-
Bangunan Basement Basement Basement masing 34 Lantai +
2 Basement
Pemilik Pemerintah Pemerintah Swasta Swasta
Pola Jaringan SC Pola Umum Pola Umum Pola Khusus Pola Khusus
Metoda Kontrak Umum Umum Terpisah Terpisah
Kontraktor Utama Kontraktor X Kontraktor Y Kontraktor X Kontraktor Y
Subkontraktor 6 Perusahaan 8 Perusahaan 10 Perusahaan 35 Perusahaan
Struktur
Subkontraktor 15 Perusahaan 22 39 Perusahaan
Arsitektur Perusahaan
Subkontraktor M/E 6 Perusahaan 11
Perusahaan
Kontraktor lain 10 Perusahaan
Pemasok/Supplier 32 Perusahaan 20 22 Perusahaan 25 Perusahaan
Perusahaan
Nominated Sub Tidak Ada 1 Perusahaan 11 Perusahaan 1 Perusahaan
Contractor
Material yang Tidak Ada Karpet, IT, M/E, Keramik, Keramik, M/E,
Disediakan Pemilik Soundsystem Saniter Saniter, Pintu

262 JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No. 4 Tahun XXII, Desember 2008, 258-269
Gambaran Kinerja Supply Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

Gambar 2.
Pola SC pada Proyek A

TINGKATAN
ORGANISASI
ORGANISASI
TINGKAT 1
PEMILIK PROYEK

ORGANISASI
TINGKAT 2 KONSULTAN KONSULTAN MANAJEMEN
KONTRAKTOR Y
PERENCANA KONSTRUKSI

PEKERJAAN STRUKTUR PEKERJAAN ARSITEKTUR

ORGANISASI
TINGKAT 3 SUBKONTRAKTOR SUBKONTRAKTOR SUBKONTRAKTOR SUBKONTRAKTOR NSC PEKERJAAN IT
(MANDOR) PEK. DINDING PEK. PLAFOND PEK. KERAMIK PEK. M/E PROFESIONAL

Alat bantu Alat bantu Alat bantu Alat bantu Alat bantu Material Supplied
By Owner
Soundsistem
Tenaga Kerja Material Material Material Tenaga Kerja Profesional, IT,
Karpet

Tenaga Kerja Tenaga Kerja Tenaga Kerja

Gambar 3.
Pola SC pada Proyek B

4. Pengukuran Kinerja Supply Chain plafond, pekerjaan pemasangan keramik dan


pekerjaan mekanikal-elektrikal. Pengadaan
Seperti telah dijelaskan pada Gambar 1, material yang diamati adalah bata ringan,
terdapat sepuluh indikator yang dapat bata merah, plafond, keramik dan M/E.
digunakan untuk mendapatkan gambaran
Indikator-indikator pada Tabel 2
mengenai kinerja SC pada proyek konstruksi
digunakan untuk mengukur dan
studi kasus. Dengan konsep yang
mendapatkan gambaran mengenai kinerja
berdasarkan konstruksi ramping tersebut,
SC di Proyek A, B, C, dan D. Hasil
kesepuluh indikator dapat digunakan dengan
pengukuran dijelaskan pada Tabel 3.
definisi dan formulasi sesuai dengan uraian
pada Tabel 2. Merujuk pada Tabel 3, hasil pengukuran
dengan indikator-indikator nomor 4, 5, 6,
Selanjutnya, pengukuran dilakukan pada dan 7, menunjukkan nilai-nilai yang
empat proyek konstruksi studi kasus. seragam pada ke-empat proyek studi kasus.
Pengukuran difokuskan pada pekerjaan Demikian pula pada indikator 10b yang
finishing arsitektur dengan sub pekerjaan: tidak bervariasi nilainya pada semua proyek
pekerjaan dinding bata ringan, pekerjaan yang diamati.

JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.4 Tahun XXII, Desember 2008, 258-269 263
R. D. Wirahadikusumah, B.W. Soemardi, M. Abduh, C. Z. Oktaviani

Gambar 4.
Pola SC pada Proyek

Gambar 5.
Pola SC pada Proyek D

Nilai-nilai indikator 1 (intensitas kerja yang hampir sama dengan jumlah


perubahan/ revisi terhadap rencana kerja) kejadian pada Proyek A dan B. Secara
menunjukkan terjadinya perubahan rencana umum dapat dinyatakan bahwa, faktor
kerja yang hampir sama pada proyek- perbedaan pola SC tidak terlalu
proyek (40-50 kali), kecuali Proyek C yang berpengaruh terhadap nilai indikator ini.
tidak mengalami banyak revisi (12 kali).
Proyek D dengan kompleksitas yang tinggi Indikator 2 menjelaskan bahwa
ternyata mengalami perubahan rencana intensitas kendala selama masa pelaksanaan

264 JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No. 4 Tahun XXII, Desember 2008, 258-269
Gambaran Kinerja Supply Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

pekerjaan yang terjadi pada proyek adalah Kontraktor X yang menangani Proyek A
sebanyak 30-40 kali selama waktu dan C mengadakan persediaan material
pengamatan. Sama halnya dengan indikator sampai dengan 10% dari kebutuhan
1, pada Proyek C juga tidak terdapat bulanan, sedangkan pada Kontraktor Y
banyak masalah (8 kali) dibandingkan dalam menangani proyek-proyek
dengan proyek-proyek lain walaupun konstruksinya membatasi persediaan
Proyek C cukup kompleks dan pola SC nya material antara 5% sampai 10%.
sangat dipengaruhi oleh pihak pemilik.
Keluhan dari pihak pemilik ke
Intensitas rapat koordinasi (indikator 3) kontraktor terjadi jauh lebih sering daripada
hampir sama pada setiap proyek, namun timbulnya keluhan dari kontraktor ke
khusus pada Proyek D yang mencakup subkontraktor/ pemasok. Hal ini khususnya
lingkup konstruksi yang besar, dilakukan terjadi pada Kontraktor Y, jumlah keluhan
koordinasi tambahan khusus untuk sebanyak 44 kali dalam berhubungan
menangani urusan-urusan yang bersifat dengan pemilik pemerintah dan 33 kali
eksternal terkait dengan pihak lain yang dengan pemilik swasta. Pada Kontraktor X,
terlibat dalam proyek tetapi bukan di bawah terjadi 15 kali keluhan dari pemilik pada
koordinasi kontraktor utama. Proyek A yang pola SC-nya tradisional, dan
terjadi 25 kali keluhan dari pemilik pada
Inventory material seperti ditunjukkan
proyek C yang pola SC-nya memang lebih
pada indikator 8 tidak dipengaruhi oleh terfragmentasi.
pola SC pada tiap proyek, namun
merupakan implementasi dari kebijakan
perusahaan kontraktor di tingkat pusat.

Tabel 2.
Formulasi Indikator Kinerja SC Proyek Konstruksi [6]
No Indikator Sumber Data Cara Perhitungan
1 Intensitas perubahan/revisi Variation Order atau Change Jumlah kejadian revisi
terhadap rencana kerja Order
2 Intensitas kendala selama Daftar kendala yang terjadi Jumlah kejadian kendala
pelaksanaan pekerjaan selama masa pelaksanaan
3 Intensitas rapat koordinasi antar Data risalah jenis-jenis rapat Jumlah seluruh jenis rapat
pihak yang terlibat yang dilakukan selama masa koordinasi
pelaksanaan
4 Intensitas defect pekerjaan Data catatan hasil pengawasan (Jumlah kegagalan dalam
yang dilakukan proyek terkait tes/Jumlah inspeksi dan tes) x
inspeksi dan tes terhadap 100%
subkontraktor
5 Kinerja supplier dalam Purchase Order (Jumlah kedatangan material
memenuhi jadwal pengiriman tidak tepat waktu/Jumlah
material kedatangan material) x 100%
6 Waktu tenggang (lead time) Purchase Order dan data (Jumlah kejadian lead time aktual
antara pemesanan dan monitoring kedatangan material lebih panjang daripada lead time
pengiriman yang direncanakan/Jumlah
kedatangan material) x 100%
7 Intensitas kejadian reject Data material reject (Jumlah kejadian reject/Jumlah
material kedatangan material) x 100%
8 Inventori material Data inventory material di (Volume material di
gudang gudang/volume total material
yang dibeli) x 100%
9 Keikutsertaan subkontraktor di Catatan keikutsertaan Kualitatif
dalam perencanaan pelaksanaan subkontraktor dalam (ada/tidak ada keikutsertaannya)
perencanaan pelaksanaan
10 Intensitas complaints dari owner Daftar complaints yang terjadi Jumlah keluhan dari owner ke
kepada kontraktor & dari selama masa pelaksanaan kontraktor + Jumlah keluhan dari
kontraktor kepada supplier kontraktor ke pemasok

JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.4 Tahun XXII, Desember 2008, 258-269 265
R. D. Wirahadikusumah, B.W. Soemardi, M. Abduh, C. Z. Oktaviani

Tabel 3.
Kinerja Supply Chain Proyek Studi Kasus [8]
Proyek A Proyek C Proyek B Proyek D
Kontraktor X Kontraktor Y
No. Indikator Pola Umum Pola Khusus Pola Umum Pola
Khusus
Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta
1 Intensitas perubahan/revisi terhadap 59 kali 12 kali 48 kali 52 kali
rencana kerja
2 Intensitas kendala selama pelaksanaan 43 kali 8 kali 35 kali 42 kali
pekerjaan
3a Intensitas rapat koordinasi intern antar 28 kali 20 kali 28 kali 28 kali
pihak yang terlibat
3b Intensitas rapat koordinasi ekstern antar 28 kali 20 kali 28 kali 56 kali
pihak yang terlibat
3c Intensitas rapat koordinasi manajemen 28 kali 20 kali 28 kali 28 kali
proyek dengan kantor pusat
3d Intensitas rapat koordinasi khusus 15 kali 2 kali 4 kali 8 kali
4 Intensitas defect pekerjaan < 2% < 2% < 2% < 2%
5 Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal 100% 100% 100% 100%
pengiriman material
6 Waktu tenggang (lead time) antara 0% 0% 0% 0%
pemesanan dan pengiriman
7 Intensitas kejadian reject material < 2% < 2% < 2% < 2%
8 Inventori material < 10% < 10% 5% - 10% 5% - 10%
9 Keikutsertaan subkontraktor di dalam Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak
perencanaan pelaksanaan Ada
10a Intensitas complaints dari owner kepada 15 kali 25 kali 44 kali 33 kali
kontraktor
10b Intensitas complaints dari kontraktor 1 kali 2 kali 2 kali 3 kali
kepada supplier

5. Kinerja Supply Chain Menuju berpengalaman selama puluhan tahun.


Implementasi Konstruksi Ramping Segala upaya pencapaian konsep
conversion telah secara rutin dilakukan
Seperti telah dijelaskan pada Bagian 2, sesuai dengan kualitas kerja perusahaan
pengukuran kinerja SC ini secara khusus yang telah memiliki prosedur standar
dilakukan dalam konteks pencapaian kegiatan-kegiatan operasional, termasuk
pelaksanaan proyek yang berdasarkan pada juga kepemilikan sertifikat ISO. Kedua
konsep-konsep konstruksi ramping. Tiga kontraktor menjalankan proses konstruksi
konsep dasar konstruksi ramping menurut sebaik-baiknya dan tidak terpengaruh
Koskela [4] adalah “conversion,” ”flow,” dengan pola SC proyek konstruksi.
dan ”value.”
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa
Konsep “Conversion” indikator 9 (keiikutsertaan subkontraktor
dalam perencanaan pelaksanaan konstruksi)
Pengelolaan conversion pada proyek
tidak dijumpai pada semua proyek yang
konstruksi diharapkan dapat meningkatkan
diamati. Perencanaan pelaksanaan
efektifitas pelaksanaan proses produksi.
konstruksi yang matang sebenarnya sangat
Terkait dengan konsep conversion ini
dibutuhkan bagi kesuksesan proyek yang
terdapat 4 indikator kinerja SC (Gambar 6).
meminimalkan penggunaan sumberdaya.
Hasil pengukuran kinerja terhadap 4
Walaupun konsep ini telah disadari oleh
indikator yang mengarah pada konsep
pihak kontraktor utama, namun belum
conversion menunjukkan bahwa kinerja diterapkan. Di Indonesia, secara umum
keempat proyek studi kasus cukup seragam.
hubungan antara kontraktor utama dengan
Hal ini sejalan dengan pertimbangan bahwa
subkontraktor memang belum merupakan
baik Kontraktor X maupun Kontraktor Y
hubungan yang bersifat partnership.
adalah kontraktor BUMN besar yang telah

266 JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No. 4 Tahun XXII, Desember 2008, 258-269
Gambaran Kinerja Supply Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

Konsep “Flow” yang bersifat lebih jangka panjang,


hubungan antara kontraktor dengan
Upaya pengelolaan flow adalah
pemasok menjadi lebih baik. Kontraktor
mengidentifikasi dan meminimalisasi
mendapatkan material dengan kualitas yang
kegiatan-kegiatan yang tidak menambahkan
lebih terjamin, serta kontraktor dapat
nilai (non value-adding activities).
melakukan pengelolaan persediaan
Indikator-indikator 1, 2, 3, 5, 7, dan 8
(inventory) secara lebih optimal.
menggambarkan upaya-upaya tersebut
(Gambar 7). Kelancaran pasokan material juga
diupayakan dengan pengelolaan gudang
Berdasarkan hasil pengukuran dapat
yang mencakup pemeriksanaan dan
diketahui bahwa telah banyak perhatian dari
pencatatan mendetil setiap kedatangan
kedua kontraktor dalam menerapkan
material sebelum masuk gudang dan setiap
konsep flow dalam proses produksi
pengeluaran material dari gudang.
lapangan, terutama terkait dengan
Kemudian, setiap hari pada akhir waktu
kelancaran pasokan material. Kelancaran
kerja juga dilakukan pemeriksaan dan
pasokan material diupayakan dengan
pencacatan sisa material oleh petugas
pemesanan yang baik (waktu tenggang atau
gudang. Pada setiap akhir bulan dilakukan
lead time yang cukup), sehingga pemasok
pemeriksaan bersama menyeluruh
dapat memenuhi jadwal pengiriman
(opname) terhadap ketersediaan material.
material dengan baik.
Jumlah material yang tersimpan di gudang
Berdasarkan hasil wawancara, pada akhir bulan diupayakan kurang dari
diketahui bahwa kelancaran pasokan 10% pada Kontraktor X dan sekitar 5-10%
material didukung dengan penerapan pada Kontraktor Y, dari nilai pembelian
sistem kontrak payung untuk pengadaan yang dilakukan pada bulan berjalan.
material-material strategis. Dengan kontrak

Gambar 6.
Indikator Kinerja Supply Chain yang Terkait dengan Konsep Conversion

Gambar 7.
Indikator Kinerja Supply Chain yang Terkait dengan Konsep Flow

JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.4 Tahun XXII, Desember 2008, 258-269 267
R. D. Wirahadikusumah, B.W. Soemardi, M. Abduh, C. Z. Oktaviani

Gambar 8.
Indikator Kinerja Supply Chain yang Terkait dengan Konsep Value

Kontraktor juga mengelola material sisa nilai-nilai yang tertera dalam kontrak.
pelaksanaan konstruksi. Perhitungan Namun, keinginan pihak pemilik tidak
kebutuhan dilakukan secara seksama seluruhnya dapat disampaikan secara
dengan tujuan meminimalkan sisa material. eksplisit dalam dokumen kontrak, sehingga
Material sisa yang tidak dapat dihindari, sejak sebelum dimulainya tahap konstruksi
seperti sisa pengecoran beton, potongan- perlu dilakukan komunikasi yang baik
potongan besi, dan keramik dimanfaatkan dengan pemilik untuk mengurangi potensi
lagi sedemikian rupa sehingga tidak kegagalan pencapaian value tersebut. Hal
menimbulkan permasalahan baru. ini terutama penting diupayakan pada
proyek-proyek konstruksi yang kompleks
Konsep “Value”
dan yang melibatkan banyak pihak serta
Tujuan mendasar semua tahapan dalam melibatkan banyak kontrak terpisah.
proses produksi adalah penciptaan value
yang sesuai keinginan konsumen. Value 6. Kesimpulan
merupakan nilai yang ditentukan oleh
konsumen yang merupakan kebutuhan yang Hasil pengukuran kinerja SC secara
harus diterjemahkan secara spesifik yaitu terbatas terhadap empat proyek konstruksi
dalam spesifikasi teknis, batas waktu, dan menunjukkan bahwa ditemui berbagai
biaya sesuai kontrak. Proses penciptaan upaya kontraktor sejalan dengan
value ini didukung oleh proses conversion pencapaian lean construction. Secara
dan flow yang telah dibahas sebelumnya. umum, kinerja SC proyek cenderung relatif
Terkait dengan konsep value, terdapat dua lebih baik dalam pencapaian konsep
indikator yang digunakan seperti dijelaskan conversion dibandingkan dengan konsep
pada Gambar 8. flow dan value. Kesimpulan ini tidak
mengherankan karena konsep conversion
Kegiatan pengendalian defect
adalah konsep yang paling tradisional dan
(pekerjaan yang tidak sesuai secara kualitas
yang minimal harus secara optimal
dan kuantitas) telah dilakukan dengan baik
dilakukan oleh kontraktor untuk bertahan
oleh kedua kontraktor, pemeriksaan mutu
dalam bisnis konstruksi. Kedua kontraktor
pekerjaan dilakukan oleh pengawas internal
yang diamati adalah perusahaan-perusahaan
sehingga setiap defect yang ditemukan
yang telah puluhan tahun berkecimpung di
langsung diperbaiki. Pemeriksaan kualitas
dunia konstruksi sehingga telah sangat baik
pekerjaan pada proyek-proyek pemerintah mengimplementasikan konsep conversion.
biasanya dilakukan secara terpadu pada
Sedangkan implementasi konsep flow dan
masa akhir konstruksi, namun demikian
value lebih bersifat meningkatkan kinerja.
pihak kontraktor selalu melakukan
pemeriksaan periodik secara mandiri oleh
Hipotesa bahwa pola SC yang lebih
tim pengawas internalnya.
terfragmentasi akan cenderung
Jumlah keluhan dari pemilik kepada menghasilkan kinerja yang relatif lebih
kontraktor utama cukup sering ditemui, buruk daripada pola SC tradisional, tidak
namun keluhan tersebut segera ditangani terbukti dalam studi kasus. Baik Kontraktor
oleh kontraktor. Pemahaman kontraktor X maupun Y, dalam menangani proyek
terhadap definisi value masih terbatas pada yang melibatkan peran pemilik yang besar

268 JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No. 4 Tahun XXII, Desember 2008, 258-269
Gambaran Kinerja Supply Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

(Proyek C dan D) tetap melakukan kinerja Thailand, http://www.bmc.buu.ac.th


yang relatif sebanding dengan kinerja pada (2003).
proyek dengan pola SC tradisional (Proyek [5] Noorlaelasari, Y. Pengembangan
A dan B). Hal ini diduga karena kedua Indikator Kinerja Supply Chain pada
kontraktor sudah biasa menangani proyek- Proyek Konstruksi Bangunan Gedung,
proyek yang komplek, banyak pihak Tesis Magister, Manajemen dan
terlibat, dan pemilik sangat berperan dalam Rekayasa Konstruksi, Program Studi
memecah-mecah kontrak. Pada pelaksanaan Teknik Sipil, Institut Teknologi
konstruksi bangunan bertingkat tinggi Bandung (2008).
memang akhir-akhir ini sedang mengalami [6] Wirahadikusumah, R., Soemardi,
kecenderungan seperti demikian. B.W., Abduh, M., Kajian Hubungan
Antar Pihak yang Terlibat dalam
Hasil pengukuran yang telah dilakukan
Rantai Pasok Proyek Konstruksi
tidak dapat secara langsung
Bangunan Gedung, Laporan Akhir
mengindikasikan kinerja proyek dengan
Riset KK-ITB 2007, LPPM - Institut
pola SC yang bagaimana yang lebih baik.
Teknologi Bandung (2007).
Nilai-nilai indikator akan menjadi
[7] Oktaviani, C. Z. Kajian Kinerja Supply
bermakna apabila dilakukan suatu
Chain pada Proyek Konstruksi
pengukuran yang menyeluruh di industri
Bangunan Gedung, Tesis Magister,
konstruksi. Nilai indikator suatu proyek
Manajemen dan Rekayasa Konstruksi,
akan bermakna apabila dibandingkan
Program Studi Teknik Sipil, Institut
dengan nilai indikator pada proyek yang
Teknologi Bandung (2008).
ditangani oleh perusahaan kompetitornya
(benchmarking).

Daftar Acuan

[1] Susilawati Studi Supply Chain


Konstruksi pada Proyek Konstruksi
Bangunan Gedung, Tesis Magister,
Manajemen dan Rekayasa Konstruksi,
Program Studi Teknik Sipil, Institut
Teknologi Bandung (2005).
[2] Wirahadikusumah R. D., Susilawati
Pola Supply Chain Konstruksi pada
Proyek Konstruksi Bangunan Gedung,
Jurnal Teknik Sipil ITB, Vol. 13 No. 3,
Juli 2006, hal 107-122 (2006).
[2] Beamon, B. M. Measuring Supply
Chain Performance, International
Journal of Operations and Production
Management, Vol. 19, No. 3, (1999).
pp. 275-292.
[3] Koskela, L. Application of the New
Production Philosophy to the
Construction Industry, CIFE Technical
Report No. 72, California Centre for
Integrated Facility Engineering,
Stanford University (1992).
[4] Taweesak, T. Performance
Measurement System in Supply Chain
Activities, Burrapha University,

JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.4 Tahun XXII, Desember 2008, 258-269 269

Anda mungkin juga menyukai