Anda di halaman 1dari 101

ANALISIS INTERVENSI TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO

DALAM UPAYA MENGURANGI SESAK NAPAS PADA


PENDERITA ASMA DI RW 07 KEL. SLIPI
KEC. PALMERAH JAKARTA BARAT

KARYA TULIS ILMIAH

RENI DELISA
NIM : 14046

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA


TAHUN 2 0 1 8
ANALISIS INTERVENSI TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO
DALAM UPAYA MENGURANGI SESAK NAPAS PADA
PENDERITA ASMA DI RW 07 KEL. SLIPI
KEC. PALMERAH JAKARTA BARAT

Karya Tulis Ilmiah

Disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

Gelar Ahlimadya Keperawatan

RENI DELISA
NIM : 14046

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA


TAHUN 2 0 1 8

i
SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME

Saya yang bertanggungjawab di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

Karya Tulis Ilmiah ini, saya susun tanpa tindak plagiarisme sesuai dengan

peraturan yang berlaku di Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh

Akademi Keperawatan PELNI Jakarta kepada saya.

Jakarta, 26 Juli 2018


Pembuat Pernyataan

Reni Delisa

Mengetahui

Pembimbing II
Pembimbing I

Ns. Ritanti, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom Ns. Eni Hastuti S.Kep


NIDN 0312046709 NRP. 02383

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Reni Delisa NIM 14046 dengan judul “Analisis

Intervensi Teknik Pernapasan Buteyko Dalam Upaya Mengurangi Sesak

Napas Pada Penderita ASMA di RW. 07 Kelurahan Slipi Kecamatan

Palmerah” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Jakarta, 26 Juli 2018

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Ritanti, S.Kep., Sp. Kep.Kom Ns. Eni Hastuti, S.Kep


NIDN 0312046709 NRP 02383

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Reni Delisa dengan judul “Analisis Intervensi Teknik

Pernapasan Buteyko Dalam Upaya Mengurangi Sesak Napas Pada Penderita

ASMA di RW. 07 Kelurahan Slipi kecamatan Palmerah” telah dipertahankan

didepan dewan penguji pada tanggal 26 Juli 2018

Dewan Penguji

Penguji I Penguji II Penguji III

Ns. Elfira Awalia Rahmawati., M.Kep Ns. Ritanti, S.Kep., Sp. Kep.Kom Ns. Eni Hastuti,S.Kep
NIDN 0323048305
NIDN NIDN 0312046709 NRP 02383

Mengetahui

Akademi Keperawatan PELNI

Direktur

Buntar Handayani.,SKp.,MM.,M.Kep
NIDN. 030.045.6703

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “ Analisis Intervensi Teknik Pernapasan Buteyko Dalam Upaya Mengurangi
Sesak Napas Pada Penderita ASMA di RW 07 Kelurahan Slipi Kecamatan
Palmerah”. Penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan serta bantuan dalam
penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :

1. DR.dr.Fathema Djan Rachmat., Sp.B.,Sp.BTKV(K).,MPH. Direktur Utama


Rumah Sakit PELNI Jakarta
2. Ahmad Samdani., SKM. Ketua Yayasan Samudra Apta
3. Harfinowin SIP., Kepala Kelurahan Slipi Jakarta Barat
4. Buntar Handayani, SKp.,MKep.,MM. Direktur Akademi Keperawatan PELNI
Jakarta
5. Ns. Elfira Awalia Rahmawati., M.Kep sebagai penguji hasil Komunitas
6. Ns Ritanti.,MKep.,Sp.Kep.Kom, sebagai koordinator mata ajar KTI dan dosen
pembimbing KTI Komunitas
7. Ns Eni Hastuti., S.Kep, sebagai dosen pembimbing II KTI Komunitas
8. Ketua RW, Kader Kesehatan, Para Ketua RT, tokoh masyarakat dan seluruh
warga di wilayah RW 07 kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian
keperawatan komunitas
9. Pihak-pihak yang telah membantu dalam memperoleh data yang saya perlukan
10. Teman-teman mahasiswa/I Akademi Keperawatan Pelni khususnya angkatan
XX yang saya cintai dan saling memberikan dukungan seperjuangan dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
11. Orang tua yang saya cintai, dan selalu memberikan support dan doa-doa yang
tiada henti, sehingga sata dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan
sebaik-baiknya dan tepat waktu
12. Teman-temanku tercintah Siska Ayu Lestari, Nia Fitriyani, Siti Risma
Khaerunissa, Febri LiawatiRukmana, Riviana Oktaviani, Maya Riandari, Afif

v
Eka Rani dan para Komunitas squad yang sudah memberikan saran, semangat
dan membantu dalam menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah ini
13. Untuk orang yang ku sayang khususnya anakku Arsyad AlFathir yang selalu
menjadi penguat dan memberikan semangat dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini lancar seperti air mengalir dan cerah seperti awan dilangit

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusun Karya Tulis Ilmiah
ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna
memperbaiki Karya Tulis Ilmiah ini selanjutnya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini
dapat bermanfaat penulis semua khususnya, rekan-rekan semua. Atas bantuan dan
kerjasama serta bimbingannya, penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Jakarta, 26 Juli 2018

Penulis

vi
Akademi Keperawatan PELNI Jakarta
Hasil Penelitian, Juli 2018
Reni Delisa 14046

“Analisis Intervensi Teknik Pernapasan Buteyko Dalam Upaya Mengurangi


Sesak Napas Pada Penderita Asma Di RW 07 Kelurahan Slipi Kecamatan
Palmerah Jakarta Barat Tahun 2018”

(xiii + 101 Halaman + 1 Bagan + 4 tabel + 10 Lampiran)

ABSTRAK
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea
dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Seseorang yang
menderita asma mengalami gejala asma berupa batuk-batuk, sesak napas, bunyi
saat bernapas (wheezing atau ngik,ngik), rasa tertekan di dada dan gangguan tidur
karena batuk. Teknik pernapasan Buteyko digunakan sebagai teknik untuk
menurunkan gejala asma dan keparahan asma. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh teknik pernapasan Buteyko dalam upaya mengurangi sesak
napas pada penderita asma. Jenis penelitian ini adalah deskriptif sederhana dengan
pendekatan studi kasus, pengambilan sample menggunakan metode purposive
sampling dengan cara mengambil subyek sesuai dengan kriteria inklusi yang telah
ditetapkan. Variable independen dalam penelitian ini teknik pernapasan Buteyko
sedangkan variable dependen yaitu mengurangi sesak napas. Hasil penelitian studi
kasus yang telah dilakukan menunjukan bahwa dengan pemberian teknik
pernapasan Buteyko memiliki pengaruh dapat mengurangi sesak napas pada
penderita asma, karena efektif untuk mengurangi sesak napas sehingga dapat
membantu mengurangi komplikasi dari asma ini.

Kata kunci : teknik pernapasan Buteyko, mengurangi sesak , Asma

DAFTAR PUSTAKA : (2002-2016)

vii
Nursing Academy PELNI Jakarta
Research Results, July 2018
Reni Delisa 14046

"Analysis of Buteyko Breathing Technique in Efforts to Reduce Shortness of


Breath in Asthma Sufferers in RW 07, Slipi Village, Palmerah District, West
Jakarta in 2018"

(xiii + 101 Pages + 1 Chart + 4 table + 10 Attachments)

ABSTRACT
Asthma is an intermittent, reversible, obstructive airway disease characterized by
increased responsiveness of the trachea and bronchi to various stimuli. A patient
with asthma have asthma symptoms such as coughing, dyspnea, wheezing, feeling
depressed in the chest and sleep disturbances due to coughing. Buteyko breathing
technique is used as natural technique to reduce the symptoms of asthma and
asthma severity. This study aims to determine the effect of Buteyko breathing
techniques in an effort to reduce shortness of breath in people with asthma. This
type of research is simple descriptive with a case study approach, taking samples
using purposive sampling method by taking subjects according to predetermined
inclusion criteria. ndependent variables in this study were Buteyko breathing
techniques while the dependent variable was reducing shortness of breath. The
results of case study studies that have been carried out show that by giving
Buteyko breathing techniques can have an effect on reducing shortness of breath
in people with asthma, because it is effective for reducing shortness of breath so
that it can help reduce the complications of asthma.

Keywords : Buteyko breathing technique, reduce tightness, Asthma


Bibliography : (2002-2016)

viii
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME ............................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

ABSTRAK……………………………………………………………………….vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

DAFTAR BAGAN ……………………………………………………...……….ix

DAFTAR LAMPIRAN ………………….………………………………………..x

DAFTAR TABEL …….…………………………………………………………xi

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian................................................................................. 4

BAB II ..................................................................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6

2.1 Konsep Dasar Asma .............................................................................. 6

2.1.1 Definisi........................................................................................... 6

2.1.2 Jenis-jenis Asma ............................................................................ 6

2.1.3 Etiologi........................................................................................... 7

2.1.4 Tanda dan Gejala ........................................................................... 9

2.1.5 Pengukuran Keparahan dan Terkontrolnya Asma ....................... 10

ix
2.1.6 Patofisiologi ................................................................................. 11

2.1.7 Pengobatan Asma ........................................................................ 12

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik............................................................... 14


2.2 Konsep Dasar Teknik Pernapasan Buteyko ........................................ 17

2.2.1 Definisi......................................................................................... 17

2.2.2 Manfaat ........................................................................................ 17

2.2.3 Teori Dasar Teknik Pernapasan Buteyko .................................... 18

2.2.4 Tujuan .......................................................................................... 19

2.2.5 Cara Melakukan Teknik Pernapasan Buteyko ............................. 20

2.2.6 Teori Karbon Dioksida Perspektif Buteyko ................................. 26

2.2.7 Penelitian ..................................................................................... 27


2.3 Peran Perawat Komunitas ................................................................... 28

2.3.1 Strategi Pencegahan dan Penanggulangan ................................... 28

2.3.2 Upaya Pecegahan Primer ............................................................. 29

2.3.4 Upaya Pencegahan Sekunder ....................................................... 30

2.3.5 Upaya Pencegahan Tersier ........................................................... 31

2.3.6 Peran Perawat Komunitas dalam Penanganan Populasi “At Risk”


.......................................................................................................... 32
2.4 Kerangka Konsep ................................................................................ 36

BAB III ................................................................................................................. 37

METODE PENELITIAN ...................................................................................... 37

3.1 Jenis Penelitian .................................................................................... 37

3.2 Subyek Penelitian ................................................................................ 37

3.3 Fokus Penelitian .............................................................................. 38

3.4 Definisi Operasional ....................................................................... 38

x
3.5 Instrumen Penelitian ....................................................................... 39

3.6 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 39

3.7 Lokasi Dan Waktu Penelitian ......................................................... 41

3.8 Analisa Data dan Penyajian Data .................................................... 41

3.9 Etika Penelitian ............................................................................... 42


BAB IV ................................................................................................................. 44

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 44

4.1 Gambaran Umum Lingkungan Studi Kasus ................................... 44

4.2 Karakteristik Subyek ....................................................................... 45

4.3 Fokus Studi Kasus .......................................................................... 47

4.4 Pembahasan .................................................................................... 68

4.5 Keterbatasan Penelitian................................................................... 71


BAB V................................................................................................................... 73

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 73

5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 73

5.2 Saran ............................................................................................... 73


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 73

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Study Kasus

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan


Lampiran 2. Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian (PSP)
Lampiran 3. Permohonan Ijin/Ethical Clearance Penelitian
Lampiran 4 Permohonan Izin Penelitian Dari Institusi Pendidikan Kepala Suku
Dinas Jakarta Barat
Lampiran 5. Informed Consent Persetujuan Menjadi Partisipan
Lampiran 6. Lembar Wawancara
Lampiran 7. Lembar Observasi Hasil Pemantauan Sesak Napas Pada Asma Pre &
Post Pemberian Relaksasi Pernapasan Buteyko

xiii
DAFTAR TABEL

Table 1. Proses Intervensi Subyek Penelitian I


Table 2. Proses Intervensi Subyek Penelitian II
Tabel 3. Perbandingan Kondisi Klien Sebelum dan Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Intervensi pada Subyek Penelitian I
Tabel 4. Perbandingan Kondisi Klien Sebelum dan Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Intervensi pada Subyek Penelitian II

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan inflamasi kronik pada jalan napas yang disebabkan oleh
hiperresponsivitas jalan napas, edema mukosa dan produksi mucus berlebih.
Inflamasi ini biasanya kambuh dengan tanda pada episode asma seperti batuk,
dada sesak, wheezing dan dyspnea(Smeltzer, Suzanne C. O’Connell., Bare,
2008). Penyakit ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah udara yang dapat
diinduksi oleh kontraksi otot polos, penebalan pada dinding jalan napas serta
terdapatnya sekresi berlebih dalam jalan napas yang merupakan hasil dari
respon berlebih pada allergen ( Jeffrey M.C, 2012).

Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan


mempunyai populasi yang terus meningkat. Menurut survey The Global
Initiative for Asthma (GINA) tahun 2004, ditemukan bahwa kasus asma
diseluruh dunia mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025
penderita asma bertambah menjadi 400 juta jiwa. Data World Health
Organization (WHO) juga mengindikasikan hal yang serupa bahwa jumlah
penderita asma di dunia diduga terus bertambah sekitar 180 ribu orang per
tahun (Arif, 2009).

Prevalensi penyakit asma terus meningkat di negara-negara maju. Penyakit ini


telah mengalami peningkatan yang drastik dalam 2-3 dekade terakhir. Pada
negara-negara berkembang, kejadian asma banyak ditemui karena faktor
ekonomi (Eder, Ege, & Von Mutius, 2006). Prevalensi asma pada tahun 2002-
2003 banyak ditemui pada usia antara 18-48 tahun (Global Asthma Network,
2014).

Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius yang merupakan


penyebab utama kecacatan dan pemanfaatan sumber daya kesehatan bagi

1
2

mereka yang terkena dampak (Bateman 2008; Eisner, 2012). National Center
for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2011, mengatakan prevalensi asma
menurut usia sebesar 9,5% pada anak dan 8,2% pada dewasa; sedangkan
menurut jenis kelamin 7,2% laki-laki dan 9,7% perempuan. Asma telah
dikaitkan dengan gejala hiperventilasi, yang menurunkan tingkat karbon
dioksida (CO2) dan menyebabkan hipokapnia (Bruton, 2005). Penderita asma
di Indonesia paling banyak diderita oleh golongan menengah kebawah dan
terbawah (tidak mampu), peresntase untuk menengah kebawah sebanyak 4,7%
dan terbawah 5,8% (Riskesdas, 2013).

Perawat komunitas sebagai salah satu tenaga profesional dibidang kesehatan,


mempunyai peran dalam upaya mencegah kekambuhan asma. Peran perawat
komunitas sebagai edukator seperti memberikan penyuluhan kesehatan
mengenai asma baik itu penyebab yang ditimbulkan apabila terjadi
kekambuhan. Selain itu diperlukan juga peran perawat komunitas sebagai
peneliti dimana perawat komunitas menemukan cara baru untuk menangani
permasalahan asma yaitu dengan terapi komplementer seperti teknik
pernapasan buteyko. Diperlukan juga peran perawat sebagai change angent
(pembawa perubahan) seperti memberikan edukasi lanjutan kepada
masyarakat tentang bagaimana menjaga pola hidupnya untuk mengurangi
akan kambuhnya penyakit asma yang dideritanya, seperti gejala asma yang
dapat dilakukan dengan cara menghindari alergen pencetus asma seperti debu,
bulu binatang, aktivitas yang berlebihan, konsultasi asma dengan tim medis
secara teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, dan
menghindari stres (Wong, 2003). Semua penatalaksanaan ini bertujuan untuk
mengurangi gejala asma dengan meningkatkan sistem imunitas (The Asthma
Foundation of Victoria, 2002).

Pengontrolan asma dengan terapi komplementer dapat dilakukan dengan


teknik pernapasan, teknik relaksasi, akupunktur, chiropractic, homoeopati,
naturopati dan hipnosis. Teknik-teknik seperti ini merupakan teknik yang
banyak dikembangkan oleh para ahli. Salah satu teknik yang banyak
3

digunakan dan mulai populer adalah teknik pernapasan. Dalam teknik ini
diajarkan teknik mengatur napas bila pasien sedang mengalami asma atau bisa
juga bersifat latihan saja (The Asthma Foundation of Victoria, 2002). Teknik
ini juga bertujuan mengurangi gejala asma dan memperbaiki kualitas hidup (
McHugh et al., 2003).

Buteyko merupakan sebuah terapi yang mempelajari teknik pernapasan yang


dirancang untuk memperlambat dan mengurangi masuknya udara ke paru-
paru, jika teknik ini dipraktikan sering, maka dapat mengurangi gejala dan
tingkat keparahan masalah pernapasan (Longe, 2005). Courtney dan Cohen
(2008) menyatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko dapat memengaruhi
perubahan pada gejala dispnea didasari pada efisiensi biomekanik pernapasan.
Metode pernapasan Butekyo juga memberikan pengaruh terhadap pasien asma
yang sedang mengalami terapi kortikosteroid inhalasi yaitu mengurangi
penggunaan terapi pengobatan tersebut (Cowie, et.al. 2007).

Pemberian latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur akan


memperbaiki buruknya sistem pernapasan pada pasien asma sehingga akan
menurunkan gejala asma (Kolb, 2009). Prinsip latihan teknik pernapasan
Buteyko ini adalah latihan teknik bernapas dangkal (GINA, 2005) dan teknik
pernapasan Buteyko ini efektif terhadap peningkatan derajat kontrol asma
(Prasetya, 2011). Hal tersebutlah yang mejadi latar belakang penulisan yang
peneliti lakukan untuk mencoba mengkaji dan meneliti lebih dalam terkait
tentang pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma.

Atas dasar berbagai pertimbangan tersebut, maka penulis tertarik untuk


melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Intervensi Teknik Pernapasan
Buteyko Dalam Upaya Mengurangi Sesak Napas Penderita Asma di RW 07
Kel. Slipi Kec. Palmerah, Jakarta Barat” guna menangani masalah asma .
4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik
melakukan penelitian untuk mengetahui “Bagaimana Pengaruh Teknik
Pernapasan Buteyko Dalam Upaya Mengurangi Sesak Napas pada Pasien
Asma di RW 07 Kelurahan Slipi Jakarta Barat?”

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran analisa
intervensi teknik pernapasan buteyko pada penderita asma, memberikan
gambaran tentang teknik pernapasan buteyko pada penderita asma,
mengurangi sesak napas sebelum dan sesudah melakukan teknik pernapasan
buteyko.

1.4 Manfaat Penelitian


1.1.1 Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi kepada keluarga dalam melaksanakan
lima tugas kesehatan keluarga mulai dari mengenai masalah asma,
mengidentifikasi anggota keluarga yang mengalami asma, mengambil
keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan asma dengan
menyebutkan akibat dari asma apabila tidak ditangani, cara perawatan
sederhana pada penderita dengan asma yaitu dengan cara melakukan
teknik pernapasan buteyko, cara memodifikasi lingkungan bagi
penderita asma dan keluarga mampu memanfaatkan pelayanan
kesehatan sehingga keluarga dapat melakukan upaya pencegahan dan
perawatan pada asma.
1.1.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Karya ilmiah ini diharapkan dapat menanambah informasi dan sebagai
bahan dalam pengembangan dibidang pendidikan keperawatan,
khususnya kesehatan masyarakat dalam lingkup keluarga mengenai
pentingnya mengurangi sesak napas pada keluarga dengan asma
melalui teknik pernapasan buteyko.
5

1.1.3 Penulis
Menambah pengetahuan, wawasan, keterampilan dan pengalaman
kerja di bidang kesehatan, yang berkaitan dengan faktor – faktor risiko
asma pada suatu kelompok masyarakat sehingga dapat semakin
memperkaya ilmu pengetahuan. Sebagai wujud aplikasi, penerapan
ilmu yang diperoleh sewaktu perkuliahan secara nyata dan memahami
profesi dalam kenyataan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Asma

2.1.1 Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti
eosinophils dan Tlymphocytes terhadap stimulus tertentu dan
menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, ada batuk akibat
obstruksi jalan napas yang bersifat reversible dan terjadi secara
episodik terulang (Brunner dan Suddarth, 2011).

Asma adalah suatu penyakit dengan adanya penyempitan


saluran pernapasan yang berhubungan dengan tenggap reaksi
yang meningkat dari trakea dan bronkus berupa hiperaktivitas
otot polos dan inflamasi, hipersekresi mucus, edema dinding
saluran pernapasan, deskuamasi epitel dan infiltrasi sel
inflamasi yang disebabkan berbagai macam rangsangan (
Alsagaff, 2010).

Penyakit asma merupakan proses inflamasi kronik saluran


pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya (GINA,
2011).

2.1.2 Jenis-jenis Asma


Asma terbagi menjadi tiga jenis, yaitu alergik, idiopatik dan
gabungan (Brunner dan Suddarth, 2002). Asma alergik
disebabkan oleh alergen misalnya debu, bulu binatang,
ketombe, serbuk sari dan lainnya

6
7

Alergen yang umumnya menyebabkan asma ini adalah alergen


yang penyebarannya melalui udara dan alergen yang secara
musiman. Pasien asma alergik biasanya memiliki riwayat
penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan ekzema
atau rhinitis alergik. Paparan alergik inilah yang mencetuskan
terjadinya serangan asma (Brunner dan Suddarth, 2002).

Asma idiopatik atau non alergi, merupakan jenis asma yang


tidak berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik.
Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran napas atas,
aktivitas, emosi, dan polusi lingkungan dapat menimbulkan
serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-
adrenergik, dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat
berperan sebagai faktor pencetus. Serangan asma idiopatik atau
nonalergik dapat menjadi lebih berat dan sering kali dengan
berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronkhitis dan
emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat
berkembang menjadi asma gabungan (Brunner dan Suddarth,
2002).

Asma gabungan, merupakan bentuk asma yang paling sering


ditemukan. Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma
alergi dan idiopatik atau nonalergi (Brunner dan Suddarth,
2002).

2.1.3 Etiologi
Pasien asma meskipun prevalensinya pada populasi Indonesia
tidak kecil yaitu 13/1000 (PDPI, 2006), namun etiologi pada
asma menurut beberapa referensi belum ditetapkan dengan pasti
(Djojodibroto, 2009). Walaupun belum ditetapkan dengan pasti,
pada pasien asma terjadi fenomena hiperaktivitas bronkhus.
Bronkus pasien asma sangat peka terhadap rangsang imunologi
maupun non imunologi. Karena sifat tersebut, maka serangan
8

asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik,


metabolisme, kimia, alergen, dan infeksi. Faktor penyebab yang
sering menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin
dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Alergen utama seperti debu rumah, spora jamur, dan
tepung sari rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrem
e. Aktivitas fisik yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Lain-lain seperti refluks gastro esofagus (Somantri, 2007).

Berupa genetik dimana yang diturunkan adalah bakat


alerginya, meskipun belum dikethaui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga yang menderita
menyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersensitifitas saluran
pernapasan juga bisa diturunkan.

Jenis Pada jenis kelamin, pria merupakan risiko untuk asma


pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada
anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan.
Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang
sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
Sedangkan pada obesitas atau peningkatan indeks massa
tubuh (IMT) menjadi faktor resiko asma dikarenakan
mediator tertentu seperti leptin dapat memengaruhi fungsi
9

saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya


asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat
badan pasien obesitas dengan asma, dapat memperbaiki
gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan
(Rengganis, 2008).

2.1.4 Tanda dan Gejala


Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari.
Gejala yang di timbulkan berupa batuk-batuk pagi hari, siang,
dan malam hari, sesak napas, bunyi saat bernapas (wheezing
atau “ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur
karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara
reversibel dan episodeik berulang (Yayasan Asma Indonesia,
2008; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006; Lewis et al,
2011).

Umumnya terdapat tiga gejala asma, yaitu batuk, dispnea dan


mengi. Pada beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-
satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada malam
hari. Penyebabnya tidak dimengerti dengan jelas, tetapi
mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang
memengaruhi ambang reseptor jalan napas. Serangan asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam
dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborius.
Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi,
sehingga mendorong pasien asma untuk duduk tegak dan
menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang
tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan
kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum yang terdiri atas
sedikit mukus mengadung masa gelatinosa bulat, kecil yang
dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk
sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala
10

retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardia, dan


pelebaran tekanan nadi (Brunner dan Suddarth, 2002).

2.1.5 Pengukuran Keparahan dan Terkontrolnya Asma


Pada pasien asma, ada beberapa instrument yang digunakan
untuk mengkaji dan mengukur keparahan asma dan
terkontrolnya asma. Kuisioner tersebut seperti Asthma Control
Test (ACT), dan Asthma Theraphy Assesment Questionnaire
(ATAQ) (Donell, 2009).
Menurut Global Strategy For Astma Management and
Prevention GINA- Global Initiative for Astha (2011), seorang
penyandang asma dikatakan terkontrol apabila memiliki 6
kriteria: (1) Tidak atau jarang mengalami gejala asma; (2) Tidak
pernah terbangun di malam hari karena asma; (3) Tidak pernah
atau jarang menggunakan obat pelega; (4) Dapat melakukan
aktivitas dan latihan secara normal; (5) Hasil tes fungsi paru-
paru normal atau mendekati normal; (6) Tidak pernah atau
jarang mengalami serangan asma.

Kontrol asma dapat dilakukan dengan cara yang mudah, efektif


dan efisien dengan Asthma Control Test yang disebut (ACT).
Asthma Control Test (ACT) adalah suatu uji skrening berupa
kuisioner tentang penilaian klinis seseorang pasien asma untuk
mengetahui asmanya terkontrol atau belum. Kuisioner ini
dideesain untuk pasien berumur ≥ 14 tahun. Metode ini
dilakukan dengan cara meminta pasien untuk menjawab lima
pertanyaan mengenai penyakit mereka. Berapa sering penyakit
asma mengganggu anda untuk melakukan pekerjaan sehari-hari
di kantor, di sekolah ataau di rumah, mengalami sesak napas,
gejala asma (bengek, batuk-batuk, sesak napas, nyeri dada, atau
rasa tertekan di dada) menyebabkan anda terbangun malam hari
atau lebih awal dari biasanya, menggunakan obat semprot atau
obat oral (tablet/sirup) untuk melegakan pernapasan dan
11

bagaimana anda sendiri menilai tingkat kontrol asma anda


apakah sudah terkontrol atau belum? Setiap pertanyaan
mempunyai lima jawaban dan penilaian dari asma terkontrol
sebagai berikut. Skor jawaban dari kelima pertanyaan itu 25
artinya asmanya sudah terkontrol secara total, skor 20 sampai
24 berarti asmanya terkontrol baik, skor jawaban kurang dari
atau sama dengan 19 berarti asmanya tidak terkontrol (Donell
MD, 2009).

2.1.6 Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difusi reversibel. Obstruksi
disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut: (1) kontraksi
otot-otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan
napas; (2) pembengkakan membran yang melapisi bronki; dan
(3) pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-
otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang
kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi,
dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme
yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang
paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan
sistem saraf otonom (Brunner dan Suddarth, 2002).
Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang
buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan
(IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan
ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan
antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut
mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta
antifilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru memengaruhi otot
polos dan kelenjar napas, menyebabkan bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus
yang sangat banyak (Brunner dan Suddarth, 2002).
12

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial


diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada
asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan
napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin,
merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung
menyebabkan bronkokontriksi juga merangsang pembentukan
mediator kimiawi. Individu dengan asma dapat mempunyai
toleransi rendah terhadap respons parasimpatis (Brunner dan
Suddarth, 2002).

Selain itu, reseptor α- dan β-adrenergik dari sistem saraf


simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α-adrenergik
dirangsang, terjadi bronkokontriksi; bronkodilatasi terjadi ketika
reseptor β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara
reseptor α- dan β-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik
adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa
mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada
peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkokontriksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan
peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepaasan
mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang
diajukan adalah bahwa penyekatan β-adrenergik terjadi pada
individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan kontriksi otot
polos (Brunner dan Suddarth, 2002).

2.1.7 Pengobatan Asma


Pada dasarnya pengobatan asma ditujukan untuk mengatasi
dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas
pengontrol dan pelega (PDPI, 2006).
a. Pengontrol (Controllers)
Pengontrol merupakan pengobatan asma jangka panjang
13

untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk


mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol
pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah,
yang termasuk obat pengontrol :
1) Kortikosteroid inhalasi
2) Kortikosteroid sistemik
3) Sodium kromoglikat
4) Nedokromil sodium
5) Metilsantin
6) Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
7) Agonis beta-2 kerja lama, oral
8) Leukotrien modifiers
9) Antihistamin generasi kedua (antagonis -H1) (PDPI, 2006).

b. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot
polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi
yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat
di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas
atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk
pelega adalah :
1) Agonis beta2 kerja singkat
2) Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai
obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah
optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya
dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
3) Antikolinergik
4) Aminofillin
5) Adrenalin (PDPI, 2006).

c. Metode alternatif pengobatan asma

Selain pemberian obat pelega dan obat pengontrol asma,


14

beberapa cara dipakai orang untuk mengobati asma. Cara


tersebut antara lain homeopati, pengobatan dengan herbal,
ayuverdic medicine, ionizer, osteopati dan manipulasi
chiropractic, spleoterapi, buteyko, akupuntur, hypnosis dan
lain- lain (PDPI, 2006).

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


a. Pengukuran Fungsi Paru
Umumnya pasien asma sulit menilai beratnya gejala dan
persepsi mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak
selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi; sehingga
dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain
untuk menyamakan persepsi dokter dan pasien, dan
parameter objektif menilai berat asma (PDPI, 2006).
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
 Obstruksi jalan napas
 Reversibiliti kelainan faal paru
 Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung
hiperes-ponsif jalan napas
Metode penilaian faal paru yang diterima secara luas adalah
pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE)
(PDPI, 2006).
1) Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1) dan kapasisti vital paksa (KVP) dilakukan
dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
terstandar. Untuk mendapatkan nilai yang akurat,
diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible
dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari
nilai rasio VEP1/KVP ,75% atau VEP1 , 80% nilai
prediksi (PDPI, 2006).
15

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma:


 Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
 Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ≥ 15% secara
spontan , atau setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator
oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat
membantu diagnosis asma.
 Menilai derajat berat asma (PDPI, 2006).

2) Arus Puncak Ekspirasi (APE)


Pemeriksaan arus puncak ekspirasi adalah
pengukuran jumlah udara maksimal yang dapat
dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu
yang dilakukan dengan menggunakan peak flow
meter atau spirometer. Tujuan dari pengukuran ini
adalah mengukur secara objektif arus udara pada
saluran napas besar (Rasmin, dkk., 2001).
Pada pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) yang
diambil adalah nilai rata-rata arus puncak ekspirasi
tersebut. Yaitu suatu nilai rata-rata aliran udara yang
secara maksimum diekspiraksikan dengan paksa.
Nilai tersebut dapat membantu dalam memonitor
bronkokontriksi pada asma, dengan nilai rata-rata
sampai dengan 600 L/min (Lewis, et.al., 2011).
Manfaat APE dalam diagnosis asma :

 Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15%


setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator),
atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons
terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu )
 Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang
16

dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1-2


minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai
derajat berat penyakit (PDPI, 2006).

b. Pemeriksaan kulit
Pemeriksaan kulit menggunakan uji Prick yaitu uji dengan
memasukan alergen melalui tusukan jarum di kulit pada sisi
volar lengan bawah. Fungsinya untuk mengetahui ada tidaknya
sensitisasi terhadap alergen Rasmin, dkk., 2001). Tes kulit
positif dan teridentifikasi alergen spesifik adalah yang
menyebabkan reaksi lepuh dan hebat (Brunner dan Suddarth,
2002).

c. Pemeriksaan Laboratorium
Gas Darah Arteri.
Gas darah arteri menunjukkan hipoksik selama serangan
akut. Awalnya terdapat hipokapnea (Penurunan tekanan
karbon dioksida dalam darah arterial) dan respirasi
alkalosis dan tekanan parsial karbon dioksida (PCO2)
yang rendah. Dengan memburuknya kondisi dan pasien
menjadi lebih letih, PCO2 dapat meningkat. PCO2 yang
normal dapat menunjukkan gagal napas yang
mengancam. Karena PCO2 20 kali lebih dapat berdifusi
dibanding dengan oksigen, adalah sangat jarang bagi
PCO2 untuk normal atau meningkat pada individu yang
bernapas dengan sangat cepat (Brunner dan Suddarth,
2002).
GDA yang menunjukan normal atau asidosis respiratori
pada kekambuhan yang berat merupakan tanda buruk
dan membutuhkan bantuan ventilasi, pemantauan dan
terapi secara intensif (Gershwin dan Albertson, 2001).
17

e. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma
bronkhial biasanya normal, tetapi prosedur ini harus
tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma
seperti pneumothoraks, pneumomediastinum,
atelektasiss, dan lain-lain (Muttaqien, 2011).

2.2 Konsep Dasar Teknik Pernapasan Buteyko

2.2.1 Definisi
Teknik pernapasan Buteyko adalah sebuah teknik pernapasan
yang dikembangkan oleh profesor Konstantin Buteyko dari
Rusia. Ia meyakini bahwa penyebab utama penyakit asma
menjadi kronis karena masalah hiperventilasi yang tersembunyi,
dengan program dasar memperlambat frekuensi pernapasan agar
menjadi normal. Program tersebut termasuk sebuah panduan
untuk memperbaiki pernapasan diafragma (dada) dan belajar
bernapas melalui hidung (Lingard, 2008).
Motin mengatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko ini
dikembang sejak tahun 1940-an sebagai strategi untuk
menurunkan gejala asma dengan prinsip „breathe less‟
(bernapas lebih sedikit) (Thomas, 2004).

2.2.2 Manfaat
Teknik pernapasan ini terutama digunakan sebagai teknik alami
untuk menurunkan gejala asma dan keparahan asma. Selain itu,
teknik pernapasan Buteyko digunakan oleh para pasien asma
untuk menurunkan ketergantungannya terhadap obat. Metode
ini juga bisa digunakan untuk penyakit saluran pernapasan lain
termasuk empisema dan bronkitis (Longe, 2005).
Teknik pernapasan Buteyko berguna untuk mengurangi
ketergantungan pasien asma terhadap obat atau medikasi asma.
18

Selain itu, teknik pernapasan ini juga dapat meningkatkan


fungsi paru dalam memperoleh oksigen dan mengurangi
hiperventilasi paru McKeown (2004).

2.2.3 Teori Dasar Teknik Pernapasan Buteyko


Metode Buteyko merupakan konsep baru tentang manajemen
asma. Konsep Buteyko memahami secara fisiologis bahwa
ketika pasien mengalami serangan asma, hal ini disebabkan oleh
bronkonspasme pada paru-paru sehingga menyebabkan
berkurangnya kadar karbon dioksida (CO2 dalam alveoli. Hal
tersebut mengakibatkan terjadi peningkatan tekanan pada otot
polos dalam bronkus sehingga menimbulkan konstriksi pada
bronkus dan susah bernapas. Sehingga konsep metode Buteyko
tersebut berusaha mengatasi masalah penurunan kadar CO2 agar
kembali pada kadar normal. Hal inilah yang akhirnya
menyebabkan relaksasi otot polos pada dinding bronkus dengan
demikian menghindari bronkospasme dan membuka jalan napas
serta mencegah terjadinya serangan asma (Novozhilov, 2004).
Selama serangan asma, pasien asma bernapas dua kali lebih
cepat dibandingkan orang normal, yang kemudian kondisi ini
dikenal dengan istilah hiperventilasi (Rakhimov, 2011). Teori
Buteyko menyatakan bahwa dasar penyebab dari penyakit asma
adalah kebiasaan bernapas secara berlebihan (over- breathing)
yang tidah disadari (VitaHealth, 2006). Teori yang mendasari
Buteyko dalam mengembangkan teknik pernapasan ini adalah:
Terjadinya defesisensi CO2 disebabkan oleh cara bernapas
dalam yang dapat menyebabkan pH darah menjadi alkalis.
Perubahan pH dapat menggganggu keseimbangan protein,
vitamin dan proses metabolisme. Bila pH mencapai nilai 8,
maka hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolik yang fatal
(Rakhimov, 2011).
Terjadinya defesiensi CO2 menyebabkan spasme pada otot
19

polos bronkus, kejang pada otak, pembuluh darah, spastik usus,


saluran empedu dan organ lainnya. Bila pasien asma bernapas
dalam, maka semakin sedikit jumlah oksigen yang mencapai
otak, jantung, ginjal dan organ lainnya yang mengakibatkan
hipoksia (Rakhimov, 2011).
Kekurangan CO2 dalam pada organ-organ vital (termasuk otak)
dan sel-sel saraf meningkatkan stimulasi terhadap pusat
pengendalian pernapasan di otak yang menimbulkan rangsangan
untuk bernapas, dan lebih lanjut meningkatkan pernapasan
sehingga proses pernapasan lebih intensif yang kemudian
dikenal dengan hiperventilasi atau over-breathing (Rakhimov,
2011).
Over-breathing dapat menyebabkan ketidakseimbangan kadar
CO2 di dalam tubuh (terutama paru-paru dan sirkulasi) sehingga
hal ini akan mengubah kadar O2 darah dan menurunkan jumlah
O2 seluler. Keseimbangan asam-basa tubuh juga dipengaruhi
oleh pola napas dan konsentrasi O2 dan CO2. Pada waktu
serangan, over-breathing dapat menyebabkan stres pada tubuh
(Rakhimov, 2011).
Jika terjadi defisiensi CO2 pada udara di alveoli jalan satu-
satunya untuk mencegah terjadinya tekanan yang berlebihan
pada otot polos tersebut yaitu dengan pengobatan.
Bagaimanapun menurut pemahaman metode Buteyko, obat
tersebut hanya menangani gejala saja, sehingga jika pengobatan
dihentikan maka akan muncul kembali. Konsep metode
Buteyko inilah yang mengatasi secara alami terhadap defisiensi
kadar CO2 dalam alveoli (Novozhilov, 2004).

2.2.4 Tujuan
Pada metode teknik pernapasan Buteyko, ada beberapa hal yang
menjadi tujuan dari teknik tersebut yaitu:
2.2.4.1 Memperbaiki pola pernapasan, sehingga
20

mempertahankan keseimbangan kadar CO2 dan


oksigenasi seluler (Longe, 2005).
2.2.4.2 Berusaha menghilangkan kebiasaan buruk
bernapas yang berlebihan untuk menggantikannya
dengan kebiasaan yang baru melalui pola napas
yang lambat dan dangkal, yang disebut “reduced
breathing” (Longe, 2005).
2.2.4.3 Faktor alergen yang terhirup menjadi berkurang,
serta keringnya dan iritasi pada saluran napas pun
berkurang (Longe, 2005).
2.2.4.4 Produksi mukus dan histamin menurun, infalamasi
pun menurun serta pernapasan menjadi lebih
mudah (Longe, 2005).

2.2.5 Cara Melakukan Teknik Pernapasan Buteyko


Teknik pernapasan Buteyko dilakukan secara terus menerus selama 2
minggu, dilakukan tiga kali sehari. Idealnya, teknik pernapasan
Buteyko ini dilakukan sebelum sarapan, sebelum makan siang/malam
dan sebelum tidur (Brindley, 2010).
Sebelum melakukan teknik pernapasan Buteyko, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan antaralain :
1) Pemilihan tempat yang benar, karena latihan Buteyko
memerlukan konsentrasi yang baik, dimana ideal tempatnya harus
tenang, tidak ada gangguan seperti televisi, musik, suara telepon
atau lainnya
2) Dilakukan secara rutin
3) menentukan tujuan yang ingin dicapai (Brindley, 2010).

Teknik pernapasan Buteyko yang dilakukan selama 2 minggu ini,


memiliki setting latihan yang berbeda pada tiap minggunya (Brindley,
2010). Berikut adalah setting tiap minggunya serta penjelasan pada tiap
tahapan tekniknya:
21

a. Nose Clearing Exercise

Latihan ini dilakukan sebelum memulai teknik pernapasan Buteyko


dan melakukan pernapasan hanya melalui hidung. Langkah latihan
ini adalah sebagai berikut:

Nodding- 10 kali

1) Anggukan kepala ke depan dan ke belakang secara perlahan.


Hitung secara perlahan sampai tiga ketika kepala ke belakang
dan ke depan.

2) Hal ini dilakukan bersamaan dengan pernapasan. Yaitu ambil


napas ketika kepala ke belakang dan keluarkan napas ketika
kepala ke depan.

Tipping-6 kali
1) Ambil napas dan keluarkan napas secara perlahan
kemudian tahan hidung.
2) Rebahkan kepala ke belakang tiga sampai enam kali
ketika menahan napas. Waktunya lebih cepat dari
sebelumnya.
3) Lepaskan tangan dari hidung dan ambil napas secara
perlahan. Jaga mulut tetap tertutup

Hold and Blow-6 kali

1) Ambil napas dan keluarkan napas secara normal dan


lembut kemudian tahan hidung.
22

2) Tingkatkan tekanan pada belakang hidung dan coba


tiup secara lembut. Jangan sampai pipi tergelembung
tetapi hanya sampai telinga merasa ada letupan.
3) Jaga tekanan tersebut dan hitung sampai lima
kemudian ambil napas melalui hidung. Jaga mulut
tetap tertutup.

b. Relaxed Breathing
1) Duduk secara nyaman dengan punggung lurus, kaki
tidak menyilang serta lutut-bahu direnggangkan.
Pandangan agak ke atas atau tutup mata.
2) Letakkan tangan pada bagian atas dan bawah dada serta
tenangkan diri dengan cara bernapas dengan tenang dan
perlahan melalui hidung.
3) Lalu, fokus pada area dimana merasakan gerakan napas.
Konsentrasi pada bagian sekitar bawah dada. Coba
lepaskan pada area ini sebanyak mungkin dan kurangi
gerakan pada tangan bagian atas.
4) Setelah beberapa menit biarkan tangan istirahat di
pangkuan. Sekarang, relaksasikan serta istirahatkan otot-
otot seperti pada muka, dagu, leher dan pundak, bagian
perut bawah, paha dan kaki. Pada saat ini mungkin
dirasakan sedikit kekurangan udara. Hal ini
menunjukkan latihan berjalan dengan baik.
5) Lanjutkan dengan perlahan teknik ini sekitar tiga menit
kemudian kembali bernapas normal. Jaga pernapasan
melalui hidung dan sesekali perhatikan pernapasan.
23

c. Control pause
Control pause memiliki dua fungsi, pertama adalah sebagai
pengukur peningkatan latihan dan kedua sebagai cara cepat
untuk memproduksi rasa kebutuhan udara derajat ringan
ketika memulai siklus latihan Buteyko. Langkah control
pause adalah sebagai berikut:

1) Ambil napas secara normal dan keluarkan melalui


hidung. Pegang/tahan hidung secara lembut dan
mulai hitung menggunakan stopwatch.

2) Tahan napas sampai merasa tahap awal mulai


kekurangan udara.

3) Pada poin ini bebaskan hidung, ambil napas dengan


lembut melalui hidung dan hentikan stopwatch.
24

d. Extended pause
1) Ambil napas secara normal, keluarkan dan pegang hidung
2) Tahan napas di tambah 5-10 detik melampaui control pause
sambil menggunakan teknik distraksi seperti pindah dari
kursi atau berjalan.
3) Lepaskan hidung, pastikan bernapas melalui hidung
senyaman mungkin.
4) Segera mulai dengan reduced breathing dan relaksasi
sampai merasakan membutuhkan udara.
25

e. Reduced breathing
Latihan reduced breathing memerlukan agak sedikit
udara sementara itu tetap jaga tubuh agar relaksasi
khususnya otot-otot pernapasan.
1) pastikan duduk secara nyaman dan bernapas melalui
hidung.
2) Mulai dengan control pause dan beralih ke dalam reduced
breathing
3) perhatikan jeda alami yang dirasakan antara bernapas dan
istirahat yaitu tidak bernapas untuk satu detik diantara
pernapasan. Relaksasi sampai merasakan sedikit
kekurangan udara. Fokuskan pada otot-otot sekitar dada
bagian bawah dan perut.
4) Perhatikan ukuran dan kecepatan pernapasan. Letakkan jari
tepat dibawah hidung dan akan ditemukan perlambatan
aliran udara yang masuk dan keluar dari lubang hidung.
Biarkan sampai merasakan kebutuhan udara tetapi jangan
sampai berlebihan. Kadang-kadang gerakan menggeliat dan
perenggangan otot-otot dapat membantu membebaskan
beberapa ketegangan otot yang muncul sebagai hasil dari
kurangnya udara.
5) Jaga terus pola reduced breathing dan kembali bernapas
normal tanpa melakukan sedikitpun pernapasan dalam
(Buteyko reathing Association, 2010).
26

2.2.6 Teori Karbon Dioksida Perspektif Buteyko


Pada tahun 1962 Prof. Konstantin P. Buteyko menjelaskan
perbedaan antara CO2 dalam darah dengan CO2 paru pada
pasien asma yang menyebabkan kerusakan jaringan paru
sehingga menurunkan proses pertukaran gas. Buteyko
menjelaskan pada kasus tersebut peningkatan ventilasi
disebabkan karena kekurangan CO2 hanya pada paru yang
akhirnya membuat peningkatan tonus otot halus pada dinding
bronkus dan menyebabkan bronkospasme (Novozhilov, 2004).
CO2 merupakan sistem pengatur keseimbangan asam-basa.
Rendahnya CO2 mengakibatkan alkalosis. Rendahnya CO2
tersebut disebabkan penggantian dari pemisahan garis
oksihemoglobin, dengan demikian tidak memungkinkan
terjadinya oksigenasi yang baik pada jaringan dan organ vital.
Oksigenasi yang buruk tersebut memicu terjadinya hipoxia dan
gangguan medis lainnya. CO2 merupakan dilatator pembuluh
pada otot halus, karena itu penurunan CO2 yang signifikan dapat
menyebaabkan spasme jaringan otak maupun jaringan bronkus.
Hiperventilasi juga disebabkan karena kehilangan CO2 secara
progresif yang mengakibatkan tingginya pernapasan dan
rendahnya kadar CO2 (Stalmatski, 1999).
Sehingga pada teknik pernapasan Buteyko ada tiga jalan yang
menstabilkan kadar CO2 pada udara di alveoli/paru yaitu
sebagai berikut:
a. Pengontrolan secara sadar.
Penurunan aliran digunakan sebagai pengontrolan secara sadar.
Semua latihan teknik pernapasan Buteyko didesain untuk
menurunkan kedalaman pernapasan dengan berbagai variasi.
b. Pelatihan
Melalui pelatihan inilah dapat meningkatkan aktivitas otot.
c. Mengenali penyebabnya
27

Mengenali dan menyingkirkan beberapa penyebab


pada napas dalam. Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan peningkatan pernapasan seperti makan
berlebihan, terlalu banyak tidur, napas berlebih melalui
berbicara, stres yang panjang, dan kebiasaan lain.
Metode Buteyko juga memberikan saran terhadap pola
diet dan gaya hidup seperti itu. (Novozhilov, 2004).

2.2.7 Penelitian
Teknik pernapasan Buteyko di Indonesia tidak begitu populer,
namun banyak hal-hal yang signifikan terhadap metode ini
untuk menangani masalah Asma. Berikut beberapa
penelitiannya:
a. McHugh et.al (2003) menyatakan bahwa teknik
pernapasan Buteyko ini merupakan teknik
manajemen asma yang aman dan efisien. Hal tersebut
dibuktikan dengan penurunan penggunaan inhalasi
steroid sebesar 50% dan β2-agonist sebesar 85%
dalam waktu 6 bulan.

b. Courtney dan Cohen (2008) dalam penelitiannya


menjelaskan bahwa Breath Holding Time (waktu
menahan napas) yang lebih rendah pada metode
Buteyko berhubungan dengan pola pernapasan dada.
Hal ini menunjukan bahwa perubahan pola napas
dapat menyebabkan gejala pernapasan seperti dispnea
dan bahwasanya terapi pernapasan seperti Buteyko
ini mungkin mempengaruhi gejala tersebut, sehingga
meningkatkan efisiensi biomekanika pernapasan.
c. Teknik pernapasan Buteyko secara signifikan
menunjukan penurunan penggunaan β2 agonist,
penggunaan inhalasi kortikosteroid, penurunan
28

penggunaan obat bronkodilator, dan peningkatan


kualitas hidup (Burgess J., et.al., 2011).
d. Prasetya, Arief Widhi (2011). Pengaruh Latihan
Napas Metode Buteyko Terhadap Peak Expiratory
Flow Rate (PEFR) dan Derajat Kontrol Penderita
Asma Bronchiale di Puskesmas Pakis Kec. Sawahan
Surabaya. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa
derajat kontrol asma (p= 0,002) dan PEFR (p=
0,305). Dengan kesimpulan bahwa teknik pernapasan
Buteyko efektif terhadap peningkatan derajat kontrol
asma tetaapi tidak berpengaruh terhadap PEFR.
e. Mardhiah (2009) meneliti tentang Efektivitas
Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala
Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni
Pernaapasan Satria Nusantara Medan. Hasilnya
menunjukan adanya perbedaan gejala asma mingguan
daan bulanan sebelum dan sesudah olahraga
pernapasan. Temuan pada penelitian tersebut
menunjukan bahwa terdapat penurunan gejala asma
yang signifikan setelah olahraga pernapasan secara
teratur.
f. Zara (2012), dengan melakukan uji coba teknik
pernapasan Buteyko di Puskesmas Pasar Baru
didapatkan hasil kemampuan menahan napas sebelum
dilakukan teknik pernapasan Buteyko 15-20 detik,
dan setelah dilakukan teknik pernapasan Buteyko
pasien asma dapat menahan napas 40-60 detik.

2.3 Peran Perawat Komunitas


2.3.1 Strategi Pencegahan dan Penanggulangan
Asma dalam Intervensi Keperawatan Komunitas Upaya
pencegahan, pengobatan dan penanggulangan Asma, bukanlah hal
29

yang mudah. Fakta menunjukkan bahwa berbagai upaya sudah


dilakukan baik oleh pemerintah, LSM, dan tenaga kesehatan,
bahkan kader masyarakat sendiri, namun upaya yang sudah
dilakukan tidak dapat mencegah meningkatnya Asma di Indonesia.
Perawat komunitas sebagai salah satu tenaga profesional dibidang
kesehatan, mempunyai peran dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan penyakit asma. Menurut (Anderson & Mc.
Farlane, 2004); Leavell dan Clark 1998, dalam Hitchcock, Scubert
dan Thomas (1999), ada tiga tingkat pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan yang dapat dilakukan oleh
perawat komunitas yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder
dan pencegahan tersier. Hal senada juga disampaikan oleh Maurer
(2003) yaitu ada tiga tindakan yang efektif dalam peran perawat
spesialis komunitas dalam upaya pencegahan yaitu pencegahan
primer, sekunder dan tersier. Berikut adalah berbagai upaya yang
dapat dilakukan perawat dalam mencegah dan menanggulangi
penyalahgunaan Asma sesuai dengan peran dan tanggung jawab
perawat komunitas.

2.3.2 Upaya Pecegahan Primer


Menurut Hitchcock, Schubert, dan Thomas (1999),
pencegahan primer merupakan semua aktivitas pencegahan
penyakit, kecacatan, dan injuri. Pencegahan primer pada
penyakit Asma terutama ditujukan pada seseorang yang
berumur >45 tahun yang belum terkena Asma dengan
tujuan mencegah atau menghindar dari pengaruh
lingkungan kehidupan penyakit hipertensi. Berbagai
pencegahan primer yang dilakukan perawat komunitas
sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya diantaranya
adalah upaya promosi kesehatan dengan tujuan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat, keluarga dan individu
khususnya >45tahun bahwa penyakit Asma merupakan
30

penyakit yang sangat berbahaya, yang mempunyai faktor


resiko terbesar ketiga yang menyebabkan kematian. (Mc.
Murray, 2003).Peran perawat komunitas dalam usaha
promosi kesehatan berupa kegiatan untuk menghentikan
atau mengurangi faktor risiko asma sebelum penyakit asma
terjadi. (Pender, Murdaug dan Parson 2002). Promosi
kesehatan yang dilakukan perawat sebagai perawat
pendidik (nurse educator), meliputi gaya hidup sehat,
menciptakan lingkungan sehat yang mendukung,
meningkatkan peran serta masyarakat, reorientasi
pelayanan kesehatan primer untuk fokus pada promosi
kesehatan dan mencegah penyakit dan membuat kebijakan
terkait kesehatan masyarakat.
Promosi kesehatan tidak hanya untuk individu, tetapi juga
untuk keluarga dan masyarakat (WHO, 1986) dalam
Pender, Murdaugh, dan Parson, 2002).
Promosi kesehatan kepada seseorang dengan umur
>18tahun yang merupakan kelompok rentan menderita
Asma adalah dengan memberi informasi tentang cara
menanggulangi dan mencegah terjadinya sesak napas.
Pencegahan primer dilaksanakan melalui berbagai upaya,
seperti promosi kesehatan mengenai peningkatan perilaku
hidup sehat, yakni diet yang sehat dengan cara makan
cukup sayur dan buah, olahraga, rajin melakukan aktivitas
dan tidak merokok.

2.3.4 Upaya Pencegahan Sekunder


Hitchcock, Schubert, dan Thomas (1999), Prevensi
sekunder merupakan aktivitas-aktivitas yang berhubungan
dengan deteksi dini dan treatment. Prevensi sekunder
difokuskan pada deteksi penyakit sebagai langkah awal
dengan kegiatan interview mendalam, riwayat penyakit,
31

dan pemeriksaan fisik.


Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan yang
difokuskan pada deteksi dini terhadap suatu penyakit. Pada
masalah asma, upaya pencegahan sekunder ditujukan
kepada >45 tahun yang telah menderita asma, baik pada
masyarakat kalangan atas maupun kalangan bawah.
Perawat komunitas dapat melakukan kolaborasi, proses
berbagi rencana dan kegiatan dengan tanggung jawab
bersama untuk tujuan bekerjasama dengan teknik
penyelesaian masalah dan dilakukan bersama keluarga,
profesi kesehatan lain, praktisi kesehatan, dan sumber-
sumber di masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan perawat komunitas pada penderita
asma adalah diagnosa dini dengan melakukan pengkajian
dan pemeriksaan fisik yang bertujuan untuk
mengidentifikasi seseorang >45 tahun yang berisiko tinggi
mengalami Asma; screening dan penilaian terhadap
seseorang berumur >18tahun yang berisiko Asma; tindakan
perawatan segera dengan merujuk seseorang yang
menderita Asma untuk mendapatkan tindakan pengobatan
medik seperti pengobatan secara dini.

2.3.5 Upaya Pencegahan Tersier


Menurut Hitchcock, Schubert, dan Thomas (1999),
prevensi tersier merupakan aktivitas pencegahan pada
tingkat kronis dan kecacatan sebagai akibat dari penyakit.
Pada keluarga dengan penderita Asma, pencegahan tersier
merupakan upaya yang dilakukan untuk pengobatan secara
dini mereka yang sudah di diagnose mempunyai asma.
Upaya pencegahan tersier yang dapat dilakukan oleh
perawat komunitas adalah pengobatan Asma dan upaya
pemulihan kondisi fisik, psikis, dan social. Pencegahan
32

tersier dilaksanakan agar penderita asma terhindar dari


komplikasi yang lebih lanjut, serta untuk meningkatkan
kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup.
Dalam pencegahan tersier, kegiatan difokuskan kepada
mempertahankan kualitas hidup penderita.

2.3.6 Peran Perawat Komunitas dalam Penanganan Populasi “At


Risk”
Pengertian peran secara umum Peran adalah bentuk dari
perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial
tertentu (kozier Barbaraperan, 2003). Seorang perawat
dituntut menjalankan peran dan fungsinya dalam
menjalankan praktik keperawatan, sebagaimana yang
diharapkan oleh profesi dan masyarakat sebagai pengguna
jasa pelayanan keperawatan. Perawat komunitas sebagai
salah satu tenaga profesional dibidang kesehatan, dalam
melakukan intervensi pencegahan primer, sekunder dan
tersier terkait dengan pencegahan dan penanggulangan
penyakit Asma, mempunyai peran yang harus didasarkan
pada ilmu yang sesuai dengan batang tubuh ilmu
keperawatan komunitas. Menurut Helvie (1998) peran
perawat adalah sebagai: care provider, nurse educator dan
counselor, role model, client advocate, case manager,
collaborator, discharge planner, case finder, change agent
and leader.
Peran perawat dimaksud terkait dengan pencegahan dan
penanggulangan penyakit Asma dijelaskan sebagai berikut:
2.3.5.1 Care Provider
Peran perawat sebagai care provider adalah peran sebagai
pemberi asuhan keperawatan. Terkait dengan masalah
penyakit Hipertensi, perawat komunitas dapat memberikan
pelayanan keperawatan dengan menggunakan pendekatan
33

proses keperawatan keluarga dan masyarakat yang


meliputi melakukan pengkajian dalam upaya
mengumpulkan data informasi baik kepada pengguna
maupun keluarganya, menegakkan diagnosa keperawatan,
merencanakan intervensi, melaksanakan tindakan
keperawatan dan melakukan evaluasi terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan.
2.3.5.2 Edukator
Menurut Helvie, (1998) Peran perawat sebagai educator,
dalam Hitckcock (Murray dan Zentner (1997), adalah
terkait dengan pengetahuan, pemahaman, atau
keterampilan individu yang memiliki proses yang lebih
pendek. Pendidikan diharapkan dapat membantu keluarga
dalam upaya pencegahan, pengobatan dan mengurangi
sesak. Sebagai pendidik, perawat juga dapat memberikan
pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga yang
bersiko terjadinya Asma, kader kesehatan dan masyarakat.
2.3.5.3 Counselor
Selain sebagai educator Perawat komunitas, juga dapat
berperan sebagai konselor. Menurut (Clark, 1996 dalam
Hitckcock, Schubert dan Thomas, 1999), dalam konseling,
peran perawat lebih kepada proses mendengarkan secara
objektif, mengklarifikasi, menyediakan umpan balik dan
informasi, dan memandu dalam proses pemecahan
masalah. Pendapat yang lain tentang konseling pada
keluarga.
2.3.5.4 Role Model
Role model yang dilakukan Perawat kesehatan komunitas
bagi klien, keluarga, masyarakat dan petugas kesehatan
lainnya. Peran perawat komunitas sebagai role model
adalah memberikan contoh perilaku hidup bersih dan sehat
salah satu diantaranya Tidak adanya Asma. Role model ini
34

ditunjukkan dengan perilaku perawat komunitas yang


tegas untuk menolak timbulnya Asma.
2.3.5.5 Advocate
Perawat kesehatan komunitas bertindak sebagai pelindung
bagi individu, kelompok atau klien di komunitas. Dalam
menjalankan peran sebagai advocate, perawat komunitas
harus menjadi pembela bagi pengguna dan keluarga untuk
mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dengan orang
lain.
2.3.5.6 Case manager
American Nursing Association (ANA, 1991 dalam Helvie,
1998) menjelaskan case management adalah proses
pelayanan kesehatan dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas perawatan, mengurangi masalah, meningkatkan
kualitas hidup klien, dan menurunkan biaya pengobatan.
Peran perawat komunitas sebagai case manager dapat
diaplikasikan menjadi ketua tim dalam program
pengobatan dan detoksikasi.
2.3.5.7 Collaborator
Kolaborasi adalah suatu bentuk kerjasama dengan orang
lain dalam mencapai tujuan tertentu. Kolaborasi biasanya
dilakukan dalam model interaksi antara perawat kesehatan
komunitas dengan klien dalam menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya atau dalam melakukan asuhan
keperawatan (Hitckcock, Schubert dan Thomas, 1999).
Terkait dengan masalah Asma, perawat komunitas harus
bekerjasama dengan dokter, LSM, keluarga, tokoh agama,
tokoh masyarakat dan kader kesehatan, dengan proses
berbagi rencana, kegiatan dan tanggungjawab bersama
untuk tujuan bekerja sama dengan teknik penyelesaian
masalah. Diharapkan kolaborasi tersebut dapat
35

memberikan pelayanan yang optimal dan berlanjut bagi


keluarga.
2.3.5.6 Case finder
Casefinder berarti menemukan klien yang membutuhkan
perawatan kesehatan atau menemukan kebijakan
kesehatan yang diterapkan pada institusi (Helvie, 1998).
Peran perawat sebagai case finder terkait dengan penyakit
Asma adalah dengan cara menemukan akibat dari Asma
baik individu, keluarga maupun masyarakat dan segera
memeriksakannya ke tenaga kesehatan.
2.3.5.7 Chang agent and leader
Leadership adalah kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain, sedangkan change agent adalah sebagai
pembaharu. Peran perawat sebagai change agent and
leader, terkait dengan masalah Asma adalah perawat
komunitas harus dapat menjadi pemimpin dan motor
penggerak dalam mempengaruhi dan mengadakan inovasi
program pencegahan, dan pengobatan. Menurut Helvie
(1998), untuk membawa perubahan, maka diperlukan
seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi perilaku
klien. Perawat di masyarakat dapat menjalankan peran
sebagai Change agent and leader ini dengan menunjukkan
perubahan perilaku pada pengguna dan keluarga maupun
masyarakat.
36

2.4 Kerangka Konsep

ASMA

TEKNIK PERNAPASAN
BUTEYKO

PASIEN A PASIEN B

MENGURANGI MENGURANGI
SESAK NAPAS SESAK NAPAS

RELAKSASI RELAKSASI
3

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Study Kasus


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian deskriptif yang dipilih untuk penelitian yang akan
dilaksanakan yaitu studi kasus. Studi kasus adalah rancangan penelitian yang
mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif, misal satu pasien,
keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi. Meskipun jumlah subyek
cenderung sedikit, jumlah variabel yang diteliti sangat luas (Nursalam, 2013).
Penelitian ini melibatkan 2 individu yaitu dua pasien penderita hipertensi
yang dipilih secara acak. Pada penelitian ini peneliti melakukan intervensi
pemberian Teknik penapasan buteyko dalam upaya mengurangi sesak
terhadap dua penderita asma dengan karakteristik yang sama yaitu kedua
penderita sama-sama melakukan Teknik penapasan buteyko.

3.2 Subyek Penelitian


Penelitian ini melibatkan 2 individu yaitu dua pasien penderita Asma yang
dipilih secara purposive random sampling. Notoatmojdo (2010), purposive
sampling adalah pengambilan sample yang berdasarkan atas suatu
pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang sudah
diketahui sebelumnya
Menurut Sugiono (2013), purposive sampling adalah teknik pengambilan
sample sumber data dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan menurut
Nursalam (2010) purposive sampling adalah metode penempatan sample
dengan memilih beberapa sample tertentu yang dinilai sesuai dengan tujuan
atau masalah penelitian dalam sebuah populasi..

37
38

Pada penelitian ini peneliti melakukan intervensi teknik pernapasan buteyko


dalam upaya mengurangi sesak pada penderita asma dengan karakteristik
yang sama yaitu kedua klien sama-sama melakukan teknik pernapasan
buteyko selama 10 hari dalam penelitian. Dengan kriteria-kriteria yang telah
ditentukan antara lain:
3.2.1 Kriteria Inklusi
1. Klien yang lama menderita Asma diatas 3 tahun

2. Klien yang berusia diatas 45 tahun

3. Klien yang belum pernah melakukan teknik pernapasan buteyko

4. Klien yang tinggal di RW 07 Kel. Slipi kec. Palmerah

5. Bersedia menjadi subyek penelitian

3.2.2 Kriteria Eksklusi


1. Klien yang lama menderita Asma dibawah 3 tahun

2. Klien yang berusia dibawah 45 tahun atau diatas 80 tahun

3. Klien yang sudah pernah melakukan teknik pernapasan buteyko

4. Klien yang tidak tinggal di RW 07 Kel. Slipi Kec. Palmerah

5. Tidak bersedia menjadi subyek penelitian

3.3 Fokus Penelitian


Fokus studi adalah kajian utama dari masalah yang akan dijadikan titik acuan
penelitian. Fokus studi dari penelitian ini adalah “teknik pernapasan buteyko
dalam upaya megurangi sesak pada penderita asma”

3.4 Definisi Operasional


Teknik penapasan buteyko yang dilakukan 5 kali sehari dalam seminggu
dengan beberapa prinsip teknik seperti nose clearing exercise, pengukuran
nadi, control pause, extended pause, relaxed breathing dan reduce breathing
39

dan menggunakan stopwatch atau jam tangan untuk mengukur beberapa lama
pernapasan.

3.5 Instrumen Penelitian


Instumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengukur
waktu berupa stopwatch atau jam tangan , serta lembar observasi.

3.6 Metode Pengumpulan Data


3.6.1 Alat
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini,
antara lain stopwatch atau jam tangan, lembar observasi.
3.6.1.1 Alat pengukur waktu (stopwatch atau jam tangan) yang
digunakan untuk mengukur cepat lambatnya napas, baik
sebelum atau sesudah dilakukan teknik pernapasan buteyko

3.6.1.2 Lembar obervasi

Lembar observasi pernapasan pasien digunakan untuk mencatat


dan memantau cepat dan lambatnya pernapasan pasien baik
sebelum atau sesudah dilakukan teknik pernapasan buteyko.

3.6.2 Prosedur Pengumpulan Data


3.6.2.1 Tahap Persiapan
3.6.2.1.1 Peneliti mengajukan surat permohonan ijin
penelitian ke institusi pendidikan setelah
sidang proposal.
3.6.2.1.2 Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian
yang ditujukan kepada Lurah Slipi Kec. Palmerah
Jakarta Barat melalui institusi pendidikan.

3.6.2.1.3 Peneliti menyampaikan ijin penelitian kepada


ketua RW 07, ketua RT dan kader setempat
3.6.2.2 Tahap Pelaksanaan
3.6.2.2.1 Peneliti melakukan penelitian di RW 07
40

Kelurahan Slipi, Kec. Palmerah, Jakarta


Barat
3.6.2.2.2 Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian yang akan dilakukan serta proses
pelaksanaan dari penelitian yang akan
dilaksanakan kepada ketua RW 07, ketua RT
dan kader setempat.
3.6.2.2.3 Peneliti menyiapkan alat pengukur waktu
berupa stopwatch atau jam tangan, lembar
observasi.
3.6.2.2.4 Mencari atau memilih calon subyek penelitian yang
sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

3.6.2.2.5 Peneliti dan kader menjelaskan kegiatan penelitian


yang akan dilakukan pada subyek penelitian
(pemberian teknik pernapasan buteyko untuk
mengurangi sesak napas).

3.6.2.2.6 Meminta persetujuan dari calon subyek penelitian


untuk bersedia dan berpartisipasi dalam penelitian
ini.

3.6.2.2.7 Meminta subyek penelitian untuk membaca surat


persetujuan dan menyatakan persetujuan dengan
menandatangani surat persetujuan.

3.6.2.2.8 Melakukan teknik pernapasan buteyko sebelum


dilakukan teknik pernapasan buteyko dan mengisi
lembar observasi pada tabel pra intervensi pertama.

3.6.2.2.9 Melakukan teknik pernapasan buteyko kembali sekitar


1 jam setelah pasien dilakukan pernapasan buteyko
dan mengisi lembar observasi pada tabel post
intervensi pertama
41

3.6.2.2.10 Peneliti memberikan reinforcement positif kepada


pasien jika dapat mengurangi sesak napas dari hari
kehari.

3.7 Lokasi Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di di RW 07 Kelurahan Slipi, Kec. Palmerah, Jakarta
Barat. Penelitian dilaksanakan selama 10 hari, dilakukan dari tanggal 09 Juli
sampai 18 Juli 2018.

3.8 Analisa Data dan Penyajian Data9


Kegiatan latihan fisik pemberian teknik pernapasan buteyko pada penderita
asma. Pertama – tama salam terapeutik pada subyek penelitian “Selamat pagi,
pak/bu, bagaimana kabarnya hari ini? Perkenalkan pak/bu, saya Reni Delisa,
mahasiswi Akper Pelni”, lalu menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada
subyek penelitian “Saat ini saya akan melakukan penelitian tentang pengaruh
dilakukannya pemberian teknik pernapasan buteyko dalam upaya mengurangi
sesak pada penderita asma”

Kemudian melakukan pernapasan dengan menggunakan jam tangan untuk pre


intervensi “Tapi sebelum bapak/ibu melakukan teknik pernapasan buteyko
mau melakukan tarik napas dalam bapak/ibu dulu biar kita sama-sama tahu
apakah sesak napasnya berkurang.

Peneliti dan subyek penelitian menyiapkan jam tangan “Nah sekarang


bapak/ibu lakukan teknik pernapasan buteyko, saya hitung pernapasan
bapak/ibu untuk mengetahui perubahan napas dari sebelum tindakan dengan
sesudah tindakan”.

Setelah 15 menit kemudian, peneliti melakukan penghitungan pernapasan


kembali menggunakan jam tangan. “Sekarang saya mau hitung pernapasan
bapak/ibu lagi ya”
42

3.9 Etika Penelitian


Dalam penelitian ini sebelum peneliti mendatangi calon partisipan untuk
meminta kesediaan menjadi partisipan penelitian. Peneliti harus meminta
persetujuan dari Bapak RT, setelah mendapat persetujuan dari pihak RT
kemudian peneliti mendatangi calon partisipan dan meminta persetujuan
calon partisipan untuk menjadi partisipan penelitian. Setelah mendapat
persetujuan barulah dilaksanakan penelitian dengan memperhatikan etika-
etika penelitian.

Etika penelitian bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek


penelitian akan kemungkinan terjadinya ancaman terhadap subyek penelitian
(Nursalam,2003). Etika dalam melakukan penelitian antara lain:
3.9.1 Informed consent
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan dengan
memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi partisipan. Tujuan
informed consent adalah agar partisipan mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya, jika partisipan bersedia maka
mereka harus menandatangani lembar persetujuan, serta bersedia
untuk direkam dan jika partisipan tidak bersedia maka peneliti harus
menghormati hak partisipan.
3.9.2 Anonimity (tanpa nama)
Merupakan etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang disajikan.
3.9.3 Kerahasiaan (confidentiality)
Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari
hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya,
semua partisipan yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
43

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada


hasil penelitian.
3.9.4 Right to self-determination (hak untuk ikut menjadi subyek
penelitian)
Subyek penelitian mempunyai hak memutuskan apakah mereka
bersedia menjadi subyek ataupun tidak tanpa adanya sangsi apapun
atau akan berakibat terhadap kesembuhannya jika mereka seorang
pasien\Right to full disclosure (hak untuk mendapatkan jaminan dari
perlakuan yang diberikan)
Penelitian harus memberikan penjelasan secara rinci serta
bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subyek
penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil dan pembahasan dari sebuah penelitian
mengenai “Analisa Intervensi Teknik Pernapasan Buteyko Dalam Upaya
Mengurangi Sesak Napas pada Penderita Asma Di Lingkungan RW. 07
Kelurahan. Slipi Kecamatan. Palmerah Jakarta Barat ”.
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 09 Juli 2018 sampai dengan 18 Juli 2018,
pada dua orang Subyek Penelitian I yang berusia 60 tahun, dan Subyek Penelitin
II berusia 55 tahun, ke dua Subyek Penelitian sudah memenuhi kriteria inklusi dan
ekslusi dalam penelitian yang peneliti buat.
4.1 Gambaran Umum Lingkungan Studi Kasus
Penelitian studi kasus ini dilakukan di lingkungan RW 07 di bawah
Perlindungan Kesehatan Puskesmas Kelurahan Slipi II Kelurahan Slipi,
Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat. Sebagian besar penduduknya adalah
penduduk asli daerah tersebut yang mayoritas bersuku Betawi. Sebagian
besar penduduknya masih belum sadar akan pentingnya kebersihan
lingkungan tempat tinggal mereka seperti masih ada beberapa sampah dan
kotoran hewan unggas yang berserakan dan jarak kandang hewan unggas
berdekatan dengan rumah warga dapat menyebabkan lingkungan tersebut
terlihat kumuh, kotor dan bau. Kondisi lingkungan di RW 07 padat penduduk,
jarak antar rumah penduduk sangat berdempetan, ramai karena banyaknya
anak-anak kecil yang main, ibu-ibu atau bapak-bapak banyak yang
berkumpul didepan poskamling pada sore hari sehingga menimbulkan suara
yang bising.
Namun di RW 07 ini terdapat pelayanan dan kegiatan kesehatan yang rutin
dilaksanakan, antara lain posyandu lansia yang diadakan pada minggu kedua
setiap bulannya, posyandu balita yang diadakan pada minggu keempat setiap
bulannya dan kegiatan jumantik yang rutin dilaksanakan pada hari jumat
setiap minggunya.
Kondisi lingkungan rumah Subyek Penelitian I padat penduduk, namun untuk
pencahayaan dan ventilasi udara di dalam rumah sudah cukup karena

44
terdapatnya ventilasi udara dan cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah
saat siang.

Selain itu, keadaan di dalam rumah bersih dan tertata rapih, hanya saja
suaminya masih meletakkan kandang burung di depan teras rumahnya.
Sedangkan kondisi lingkungan rumah Subyek Penelitian II padat penduduk
namun pencahayaan dan ventilasi udara di dalam rumah sudah cukup karena
terdapatnya ventilasi udara dan cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah
saat siang hari. Selain itu, keadaan didalam rumah rapih dalam hal penataan
barang dan bersih.
4.2 Karakteristik Subyek
a. Subyek Penelitian I
Subyek Penelitian I berjenis kelamin perempuan, berumur 60 tahun, bertempat
tinggal di Jl. Aipda Ks Tubun II RT 003/07, memiliki pekerjaan sebagai
pensiunan guru dengan penghasilan Rp. 3.000.000 per bulan sedangkan suami
Subyek Penelitian I bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan Rp. 5.000.000
per bulan. Subyek Penelitian I merupakan anak ke dua dari 3 bersaudara. Ayah
dari subyek Penelitian I sudah meninggal sekitar 10 tahun yang lalu karena
penyakit stroke, sedangkan ibunya juga sudah meninggal 8 tahun yang lalu karena
penyakit asma. Subyek Penelitian I memiliki 3 orang anak terdiri dari 2 anak
perempuan dan 1 anak laki-laki. tinggal bersama suami, satu orang anaknya,
menantu dan dua orang cucunya.
Subyek Penelitian I sudah menderita asma sejak 7 tahun yang lalu karena bila
udaranya dingin penyakitnya kambuh. Anggota keluarganya ada yang menderita
asma juga yaitu Ibu klien. Namun Subyek Penelitian I mengatakan bahwa dirinya
rutin meminum obat asma Ventolin inhaler 1 x 100 mcg/puff pada pagi hari dan
rutin memeriksakan kesehatannya sebulan sekali jika persedian obat asmanya
sudah mau habis. Subyek Penelitian I masih suka beraktifitas seperti
membereskan rumah, mencuci baju, menyapu dan mengepel rumah dan kegiatan
lainnya yang bisa menyebabkan Subyek Penelitian I kelelahan.

45
46

Hasil pengamatan lain didapatkan melalui wawancara, pengamatan dan


pemeriksaan fisik, Subyek Penelitian I memiliki tinggi badan 160 cm
dengan berat badannya 55 kg, berambut panjang dan pirang, serta kulit
sawo matang. Subyek Penelitian I memiliki riwayat penyakit hipertensi
sejak 7 tahun yang lalu dan pernapasan saat dihitung 23 x/menit. Subyek
Penelitian I terlihat antusias saat ditanyakan keluhan yang sering
dirasakannya dan senang saat dilakukan penghitungan pernapasan.

b. Subyek Penelitian
Subyek Penelitian II berjenis kelamin laki-laki, berumur 55 tahun,
bertempat tinggal di Jl. Aipda Ks Tubun III RT 007/07, memiliki
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga namun untuk sumber penghasilan
didapatkan dari anak-anaknya dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Subyek Penelitian II merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara. Subyek
Penelitian II memiliki 2 orang anak perempuan yang sudah menikah dan
Subyek Penelitian II tinggal bersama dua orang anaknya, menantu dan
satu cucunya.

Subyek Penelitian II sudah menderita asma sejak 4 tahun yang lalu karena
saat mudanya banyak merokok dan bila terkena debu. Subyek Penelitian II
mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita asma seperti
dirinya. Subyek Penelitian II jarang mengonsumsi obat asma Ventolin
inhaler 1 x 100 mcg/puff dari dokter secara teratur karen takut
ketergantungan dengan obat-obatan. Subyek Penelitian II sudah berhenti
merokok sejak 1 tahun yang lalu. Hasil pengamatan lain didapatkan
melalui wawancara, pengamatan dan pemeriksaan fisik, Subyek Penelitian
II memiliki tinggi badan 162 cm dengan berat badannya 56 kg. Berambut
panjang dan beruban, serta kulit kuning langsat. Subyek Penelitian II
memilliki penyakit asma sejak 4 tahun yang lalu. Subyek Penelitian II
terlihat bersemangat saat ditanyakan keluhan oleh peneliti, banyak
bertanya mengenai asma dan senang saat dilakukan penghitungan asma.
47

4.3 Fokus Studi Kasus


Studi kasus ini memaparkan tentang Upaya Mengurangi Sesak Napas pada
Pasien Asma yang difokuskan pada Intervensi Pemberian Teknik Pernapasan
Buteyko yang dilakukan 10 hari tiap 1 hari dan perubahan pernapasan
sebelum diberikan intervensi dan sesudah intervensi berupa pemberian teknik
pernapasan buteyko. Hasil studi kasus akan dipaparkan berikut ini :
4.3.1 Kodisi Sebelum Diberikan Intervensi
a. Subyek Penelitian I
Setelah dilakukan wawancara didapatkan hasil yang menunjukkan
bahwa Subyek Penelitian I mengatakan sering merasakan sesak bila
memakai AC saat tidur. Keluhan yang dirasakan sering muncul
pada saat Subyek Penelitian I udara dingin. Penelitian I sudah
mengetahui banyak tentang penyakit asmanya tetapi suka berlatih
teknik napas dalam dan belum mengetahui pengobatan alternatif
dengan melakukan teknik pernapasan buteyko. Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik terhadap Subyek Penelitian I, didapatkan data
yaitu pernapasan klien 23 x/menit.

b. Subyek Peneliian II
Setelah dilakukan wawancara didapatkan hasil yang menunjukkan
bahwa Subyek Penelitian II sering mengeluh sesak napas bila
terkena debu. Subyek Penelitian II belum mengetahui banyak
tentang penyakit asma dan belum mengetahui pengobatan alternatif
dengan melakukan teknik pernapasan buteyko. Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik, didapatkan data yaitu pernapasan 25 x/menit,
terlihat memegangi dadanya.

4.3.2 Proses Intervensi


Kegiatan ini dilakukan selama 10 hari pertemuan 1 kali berisikan

mengenai catatan kegiatan, kemajuan dan respon dari masing-masing

subyek di ringkas dalam bentuk tabel namun untuk proses lengkapnya

disajikan pada lampiran.


48

a. Subyek Penelitian I

Tabel 1. Proses Intervensi Subyek Penelitian I

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan

Pertemuan 1 1. Menciptakan 1. Respon Subyek Penelitian I 1. Subyek Penelitian I

hubungan sangat baik dan dan peneliti terbina

saling percaya mempersilahkan masuk ke hubungan yang baik

dalam rumah. dan menerima

kehadiran peneliti

sehingga memudahkan

penelitian.

1. Kontrak 2. Subyek Penelitian I terlihat 2. Subyek Penelitian I

program antusias dalam menanyakan mengetahui tindakan

mengenai kegiatan yang akan yang akan dilakukan

kegiatan yang dilakukan selama 10 hari terhadap dirinya

akan dilakukan kedepan dan terdapat

kontak mata dari Subyek

Penelitian I ke peneliti

3. Mendapat 3. Subyek Penelitian I mau 3. Subyek Penelitian I

persetujuan dari menandatangi surat bersedia dan

Subyek persetujuan dan mengatakan menyetuji dengan

Penelitian I mau serta bersedia mencoba menandatangani surat

pengobatan alternatif teknik persetujuan

pernapasan buteyko

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan


49

4. Menambah 4. Subyek Penelitian I 4. Wawasan Subyek

pengetahuan menyetujui untuk diberikan Penelitian I tentang

Subyek penkes tentang penyakit penyakit asma

Penelitian I asma, terdapat kontak mata bertambah meliputi

mengenai dari subyek apa penyakit asma

penyakit meliputi penyebabnya,

asmanya dan gejalanya saat

pengobatan kambuh,

alternatif teknik komplikasinya, cara

pernapasan perawatan dirumah

buteyko

Pertemuan 2 1. Subyek 1. Subyek Penelitian I 1. Subyek Penelitian I

penelitian I mengatakan belum pernah dapat melakukan

dapat melakukan teknik teknik pernapasan

mengajarkan pernapasan buteyko tetapi buteyko sesuai dengan

teknik pernah melakukan tarik arahan yang diberikan

pernapasan napas dalam oleh peneliti.

buteyko sesuai

arahan yang

diberikan

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan

2. Sesak napas 2. Subyek Penelitian I 2. Pernapasan sebelum


50

berkurang mengatakan merasakan intervensi 23 x/menit

setelah sesak napas bila udara dan sesudah intervensi

diberikan dingin 21 x/menit

intervensi

Pertemuan 3 1. Subyek 1. Subyek Penelitian I dapat 1. Subyek Penelitian I

penelitian I melakukan gerakan teknik mulai melakukan

dapat pernapasan buteyko 1-5 teknik pernapasan

melakukan buteyko 1-5 tetapi

teknik gerakan 4-5 suka

pernapasan terbalik melakukannya

buteyko sesuai

dengan arahan

yang diberikan

2. Memandirikan 2. Subyek Penelitian I sudah 2. Subyek Penelitian I

Subyek melakukan teknik masih perlu dimotivasi

Penelitian I pernapasan buteyko untuk melakukan

agar dapat teknik pernapasan

melakukan buteyko secara

teknik mandiri

pernapasan

buteyko secara

mandiri
51

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan

3. Dapat 3. Subyek Penelitian I 3. Penapasan sebelum

mengurangi mengatakan masih intervensi 23 x/menit

sesak napas merasakan sesak napas dan sesudah intervensi

20 x/menit

Pertemuan 4 1. Subyek 1. Subyek Penelitian I dapat 1. Subyek Penelitian I

Penelitian I melakukan gerakan teknik sudah mahir dalam

dapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan teknik

melakukan pernapasan buteyko

teknik

pernapasan

buteyko sesuai

dengan arahan

yang diberikan

2. Memandirikan 2. Subyek Penelitian I sudah 2. Subyek Penelitian I

Subyek mau melakukan gerakan melakukan gerakan

Penelitian I teknik pernapasan buteyko teknik pernapasan

agar dapat 1-5 buteyko saat peneliti

melakukan datang

teknik

pernapasan

buteyko secara

mandiri
52

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan

3. Dapat 3. Subyek Penelitian I 3. Pernapasan sebelum

mengurangi mengatakan masih intervensi 22 x/menit

sesak napas merasakan sesak napas bila dan sesudah intervensi

udara dingin menjadi 19 x/menit

Pertemuan 5 1. Subyek 1. Subyek Penelitian I dapat 1. Subyek Penelitian I

Penelitian I melakukan gerakan teknik sudah mahir dalam

dapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan teknik

melakukan pernapasan buteyko

teknik

pernapasan

buteyko sesuai

dengan arahan

yang diberikan

2. Memandirikan 2. Subyek Penelitian I 2. Subyek Penelitian I

Subyek mengatakan sesak napas sudah melakukan

Penelitian I berkurang teknik pernapasan

agar dapat buteyko sebelum

melakukan peneliti datang

teknik

pernapasan

buteyko
53

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan

3. Sesak napas 3. Subyek Penelitian I 3. Pernapasan sebelum

berkurang mengatakan sesak napas intervensi 22 x/menit

setelah berkurang dan sesudah intervensi

diberikan 19 x/menit

intervensi

Pertemuan 6 1. Subyek 1. Subyek Penelitian I 1. Subyek Penelitian I

Penelitian I mengatakan masih mampu dalam

dapat merasakan sesak napas melakukan teknik

melakukan sedikit berkurang secara pernapsan buteyko

teknik mandiri sebelum peneliti secara mandiri

pernapasan data

buteyko sesuai

dengan arahan

yang diberikan

2. Memandirikan 2. Subyek Penelitian I 2. Subyek Penelitian I

Subyek mengatakan akan terus sudah melakukan

Penelitian I mencoba menerapkan terapi teknik pernapasan

agar dapat pernapasan buteyko ini buteyko sendiri

melakukan sebelum peneliti

teknik datang

pernapasan

buteyko
54

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan

3. Sesak napas 3. Subyek Penelitian I masih 3. Pernapsan sebelum

berkurang merasakan sesak napas intervensi 22 x/menit

setelah berkurang dan sesudah intervensi

diberikan menjadi 20 x/menit

intervensi

Pertemuan 7 1. Subyek 1. Subyek Penelitian I dapat 1. Subyek Penelitian I

Penelitian I melakukan gerakan teknik mampu dalam

dapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan teknik

melakukan secara mandiri sebelum pernapasan buteyko

teknik peneliti datang secara mandiri

pernapasan

buteyko sesuai

dengan arahan

yang diberikan

2. Memandirikan 2. Subyek Penelitian I sudah 2. Subyek Penelitian I

Subyek melakukan teknik sudah melakukan

Penelitian I pernapasan buteyko sendiri teknik pernapasan

agar dapat sebelum peneliti datang buteyko sendiri

melakukan sebelum peneliti

teknik datang
55

pernapasan

buteyko

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan

3. Sesak napas 3. Subyek Penelitian I 3. Pernapasan sebelum

berkurang mengatakan sudah tidak intervensi 22 x/menit

setelah merasakan keluhan apapun dan sesudah intervensi

diberikan 19 x/menit

intervensi

Pertemuan 8 1. Subyek 1. Subyek Penelitian I dapat 1. Subyek Penelitian I

Penelitian I melakukan gerakan teknik mampu dalam

dapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan gerakan

melakukan secara mandiri sebelum teknik buteyko secara

teknik peneliti datang mandiri

pernapasan

buteyko sesuai

dengan arahan

yang diberikan

2. Memandirikan 2. Subyek Penelitian I sudah 2. Subyek Penelitian I

Subyek melakukan teknik sudah melakukan

Penelitian I pernapasan buteyko sendiri gerakan teknik

agar dapat sebelum peneliti datang pernapasan buteyko

melakukan pada saat subyek


56

teknik penelitian I melakukan

pernapasan pada saat habis sholat

buteyko

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan

3. Sesak napas 3. Subyek Penelitian I 3. Pernapasan sebelum

berkurang mengatakan merasa senang intervensi 23 x/menit

setelah karena sudah terlihat dan sesudah intervensi

diberikan adanya perubahan akan 21 x/menit

intervensi dirinya

Pertemuan 9 1. Subyek 1. Subyek Penelitian I dapat 1. Subyek Penelitian I

Penelitian I melakukan gerakan teknik mampu dalam

dapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan gerakan

melakukan secara mandiri sebelum teknik pernapasan

teknik peneliti datang buteyko secara

pernapasan mandiri

buteyko sesuai

dengan arahan

yang diberikan

2. Memandirikan 2. Subyek Penelitian I sudah 2. Subyek Penelitian I

Subyek melakukan gerakan teknik sudah melakukan

Penelitian I agar pernapasan buteyko 1-5 gerakan teknik

dapat sendiri sebelum peneliti pernapasan buteyko


57

melakukan datang yang dilakuakan

teknik sehabis sholat

pernapasan

buteyko

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan

3. Sesak napas 3. Subyek Penelitian I 3. Pernapasan sebelum

berkurang mengatakan sudah tidak intervensi 23 x/menit

setelah merasakan keluhan apapun dan sesudah intervensi

diberikan 20 x/menit

intervensi

Pertemuan 1. Subyek 1. Subyek Penelitian I dapat 1. Subyek Penelitian I

10 Penelitian I melakukan gerakan teknik mampu dalam

dapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan gerakan

melakukan secara mandiri sebelum teknik pernapasan

teknik peneliti datang buteyko secara

pernapasan mandiri

buteyko sesuai

dengan arahan

yang diberikan

2. Memandirikan 2. Subyek Penelitian I sudah 2. Subyek Penelitian I

Subyek melakukan gerakan teknik sudah melakukan


58

Penelitian I agar pernapasan buteyko 1-5 gerakan teknik

dapat sendiri sebelum peneliti pernapasan buteyko

melakukan datang sehabis sholat

teknik

pernapasan

buteyko

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan

3. Sesak napas 3. Subyek Penelitian I 3. Pernapasan sebelum

berkurang mengatakan senang karena intervensi 22 x/menit

setelah sudah nampak adanya dan sesudah intervensi

diberikan perubahan yang cukup 20 x/menit

intervensi dirasakannya dan sudah

tidak merasakan keluhan

apapun

b. Subyek Penelitian II
Tabel 2. Proses Intervensi Subyek Penelitian II
Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan
Pertemuan 1 2. Menciptakan 2. Respon Subyek Penelitian 2. Subyek Penelitian II
hubungan II sangat baik dan dan peneliti terbina
saling percaya mempersilahkan masuk ke hubungan yang baik
dalam rumah. dan menerima
kehadiran peneliti
sehingga memudahkan
penelitian.
2. Kontrak 5. Subyek Penelitian II terlihat 4. Subyek Penelitian II
program antusias dalam menanyakan mengetahui tindakan
59

mengenai kegiatan yang akan yang akan dilakukan


kegiatan yang dilakukan selama 10 hari terhadap dirinya
akan dilakukan kedepan dan terdapat
kontak mata dari Subyek
Penelitian II ke peneliti
5. Mendapat 6. Subyek Penelitian II mau 5. Subyek Penelitian II
persetujuan dari menandatangi surat bersedia dan
Subyek persetujuan dan mengatakan menyetuji dengan
Penelitian II mau serta bersedia mencoba menandatangani surat
pengobatan alternatif teknik persetujuan
pernapasan buteyko
Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan
6. Menambah 7. Subyek Penelitian II 5. Wawasan Subyek
pengetahuan menyetujui untuk diberikan Penelitian II tentang
Subyek penkes tentang penyakit penyakit asma
Penelitian II asma, terdapat kontak mata bertambah meliputi
mengenai dari subyek apa penyakit asma
penyakit meliputi penyebabnya,
asmanya dan gejalanya saat
pengobatan kambuh,
alternatif teknik komplikasinya, cara
pernapasan perawatan dirumah
buteyko

Pertemuan 2 2. Subyek 2. Subyek Penelitian II 3. Subyek Penelitian II


penelitian II mengatakan belum pernah dapat melakukan
dapat melakukan teknik teknik pernapasan
mengajarkan pernapasan buteyko buteyko sesuai dengan
teknik arahan yang diberikan
pernapasan oleh peneliti.
buteyko sesuai
arahan yang
60

diberikan

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan


4. Sesak napas 3. Subyek Penelitian II 3. Pernapasan sebelum
berkurang mengatakan merasakan intervensi 25 x/menit
setelah sesak napas bila menghirup dan sesudah intervensi
diberikan debu 23 x/menit
intervensi
Pertemuan 3 2. Subyek 3. Subyek Penelitian II dapat 3. Subyek Penelitian II
penelitian II melakukan gerakan teknik mulai melakukan
dapat pernapasan buteyko 1-5 teknik pernapasan
melakukan buteyko 1-5 tetapi
teknik gerakan 3 dan gerakan
pernapasan 4 suka terbalik
buteyko sesuai melakukannya
dengan arahan
yang diberikan

4. Memandirikan 4. Subyek Penelitian II sudah 4. Subyek Penelitian II


Subyek melakukan teknik masih perlu dimotivasi
Penelitian I pernapasan buteyko untuk melakukan
Iagar dapat teknik pernapasan
melakukan buteyko secara
teknik mandiri
pernapasan
buteyko secara
mandiri

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan


5. Dapat 4. Subyek Penelitian I 4. Penapasan sebelum
mengurangi mengatakan masih intervensi 25 x/menit
sesak napas merasakan sesak napas dan sesudah intervensi
61

24 x/menit
Pertemuan 4 3. Subyek 4. Subyek Penelitian II dapat 2. Subyek Penelitian II
Penelitian melakukan gerakan teknik belum mahir dalam
IIdapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan teknik
melakukan pernapasan buteyko
teknik
pernapasan
buteyko sesuai
dengan arahan
yang diberikan
4. Memandirikan 5. Subyek Penelitian II jarang 4. Subyek Penelitian II
Subyek mau melakukan gerakan jarang melakukan
Penelitian I teknik pernapasan buteyko gerakan teknik
agar dapat 1-5 pernapasan buteyko
melakukan saat peneliti datang
teknik
pernapasan
buteyko secara
mandiri

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan


5. Dapat 6. Subyek Penelitian I 4. Pernapasan sebelum
mengurangi mengatakan masih intervensi 24 x/menit
sesak napas merasakan sesak napas bila dan sesudah intervensi
udara dingin menjadi 22 x/menit

Pertemuan 5 2. Subyek 2. Subyek Penelitian II dapat 4. Subyek Penelitian II


Penelitian II melakukan gerakan teknik belum mahir dalam
dapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan teknik
melakukan pernapasan buteyko
teknik
pernapasan
62

buteyko sesuai
dengan arahan
yang diberikan

3. Memandirikan 3. Subyek Penelitian II 5. Subyek Penelitian II


Subyek mengatakan sesak napas jarang melakukan
Penelitian masih ada teknik pernapasan
IIagar dapat buteyko sebelum
melakukan peneliti datang
teknik
pernapasan
buteyko

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan


6. Sesak napas 4. Subyek Penelitian II 4. Pernapasan sebelum
berkurang mengatakan sesak napas intervensi 23 x/menit
setelah masih dan sesudah intervensi
diberikan 22 x/menit
intervensi
Pertemuan 6 2. Subyek 2. Subyek Penelitian II 3. Subyek Penelitian II
Penelitian II mengatakan masih mampu dalam
dapat merasakan sesak napas melakukan teknik
melakukan sedikit berkurang secara pernapsan buteyko
teknik mandiri sebelum peneliti secara mandiri
pernapasan data
buteyko sesuai
dengan arahan
yang diberikan
4. Memandirikan 3. Subyek Penelitian II 4. Subyek Penelitian II
Subyek mengatakan akan terus sudah melakukan
Penelitian II mencoba menerapkan terapi teknik pernapasan
agar dapat pernapasan buteyko ini buteyko sendiri
63

melakukan sebelum peneliti


teknik datang
pernapasan
buteyko

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan


5. Sesak napas 4. Subyek Penelitian II masih 4. Pernapsan sebelum
berkurang merasakan sesak napas intervensi 23 x/menit
setelah berkurang dan sesudah intervensi
diberikan menjadi 21 x/menit
intervensi

Pertemuan 7 2. Subyek 2. Subyek Penelitian II dapat 3. Subyek Penelitian II


Penelitian II melakukan gerakan teknik mampu dalam
dapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan teknik
melakukan secara mandiri sebelum pernapasan buteyko
teknik peneliti datang secara mandiri
pernapasan
buteyko sesuai
dengan arahan
yang diberikan

4. Memandirikan 3. Subyek Penelitian II sudah 4. Subyek Penelitian II


Subyek melakukan teknik sudah melakukan
Penelitian II pernapasan buteyko sendiri teknik pernapasan
agar dapat sebelum peneliti datang buteyko sendiri
melakukan sebelum peneliti
teknik datang
pernapasan
buteyko

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan


64

5. Sesak napas 4. Subyek Penelitian II 4. Pernapasan sebelum


berkurang mengatakan sudah tidak intervensi 24 x/menit
setelah merasakan keluhan apapun dan sesudah intervensi
diberikan 23 x/menit
intervensi
Pertemuan 8 2. Subyek 2. Subyek Penelitian II dapat 3. Subyek Penelitian II
Penelitian II melakukan gerakan teknik mampu dalam
dapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan gerakan
melakukan secara mandiri sebelum teknik buteyko secara
teknik peneliti datang mandiri
pernapasan
buteyko sesuai
dengan arahan
yang diberikan

4. Memandirikan 3. Subyek Penelitian II sudah 4. Subyek Penelitian II


Subyek melakukan teknik sudah melakukan
Penelitian II pernapasan buteyko sendiri gerakan teknik
agar dapat sebelum peneliti datang pernapasan buteyko
melakukan pada saat subyek
teknik penelitian II
pernapasan melakukan pada saat
buteyko pagi hari

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan


5. Sesak napas 4. Subyek Penelitian II 4. Pernapasan sebelum
berkurang mengatakan merasa senang intervensi 24 x/menit
setelah karena sudah terlihat dan sesudah intervensi
diberikan adanya perubahan akan 22 x/menit
intervensi dirinya

Pertemuan 9 2. Subyek 2. Subyek Penelitian II dapat 4. Subyek Penelitian II


65

Penelitian II melakukan gerakan teknik mampu dalam


dapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan gerakan
melakukan secara mandiri sebelum teknik pernapasan
teknik peneliti datang buteyko secara
pernapasan mandiri
buteyko sesuai
dengan arahan
yang diberikan

5. Memandirikan 3. Subyek Penelitian II sudah 3. Subyek Penelitian II


Subyek melakukan gerakan teknik sudah melakukan
Penelitian II pernapasan buteyko 1-5 gerakan teknik
agar dapat sendiri sebelum peneliti pernapasan buteyko
melakukan datang yang dilakukan pada
teknik pagi hari
pernapasan
buteyko

Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan


6. Sesak napas 4. Subyek Penelitian I 4. Pernapasan sebelum
berkurang mengatakan sudah tidak intervensi 23 x/menit
setelah merasakan keluhan apapun dan sesudah intervensi
diberikan 21 x/menit
intervensi
Pertemuan 2. Subyek 2. Subyek Penelitian II dapat 3. Subyek Penelitian II
10 Penelitian II melakukan gerakan teknik mampu dalam
dapat pernapasan buteyko 1-5 melakukan gerakan
melakukan secara mandiri sebelum teknik pernapasan
teknik peneliti datang buteyko secara
pernapasan mandiri
buteyko sesuai
66

dengan arahan
yang diberikan

4. Memandirikan 3. Subyek Penelitian II sudah 4. Subyek Penelitian II


Subyek melakukan gerakan teknik sudah melakukan
Penelitian II pernapasan buteyko 1-5 gerakan teknik
agar dapat sendiri sebelum peneliti pernapasan buteyko
melakukan datang sehabis sholat
teknik
pernapasan
buteyko
Pertemuan Tujuan Respon Kemajuan
5. Sesak napas 4. Subyek Penelitian II 4. Pernapasan sebelum
berkurang mengatakan senang karena intervensi 22 x/menit
setelah sudah nampak adanya dan sesudah intervensi
diberikan perubahan yang cukup 20 x/menit
intervensi dirasakannya dan sudah
tidak merasakan keluhan
apapun

4.3.4 Kondisi Klien Setelah Diberikan Intervensi


a. Subyek Penelitian I
Evaluasi : Subyek Penelitian I mengatakan setelah diberikan intervensi
pemberian teknik pernapasan buteyko selama 10 hari berturut-turut,
Subyek Penelitian I mengatakan senang karena sudah mengalami
perubahan yang cukup dirasakan seperti sesak napas berkurang, napas
terasa lega. Subyek Penelitian I terlihat senang karena sudah mampu
dan mahir melakukan teknik pernapasan buteyko. Dari data pengamatan
yang peneliti lakukan selama 10 hari berturut-turut, terjadi sesak napas
berkurang. Subyek Penelitian I sebanyak 3 x/menit dimana pernapasan
klien pertama kali sebelum dilakukan intervensi 23 x/menit menjadi 20
x/menit setelah dilakukan intervensi secara keseluruhan.
67

a. Subyek Penelitian II
Evaluasi : Subyek Penelitian II mengatakan setelah diberikan intervensi
pemberian teknik pernapasan buteyko selama 10 hari berturut-turut,
Subyek Penelitian II mengatakan sudah mengalami perubahan yang
cukup dirasakan seperti sudah tidak merasakan sesak napas, tetapi bila
ada debu sesak napasnya kambuh. Subyek Penelitian II terlihat senang
karena sudah mampu dan mahir melakukan teknik pernapasan buteyko
secara mandiri. Dari data pengamatan yang peneliti lakukan selama 10
hari berturut-turut, terjadi sesak napas berkurang Subyek Penelitian II
sebanyak 3 x/menit Subyek Penelitian II pertama kali sebelum
dilakukan intervensi 25 x/menit menjadi 22 x/menit setelah dilakukan
intervensi secara keseluruhan.

4.3.5 Perbandingan kondisi klien sebelum dan sesudah dilakukan


intervensi pada Subyek Penelitian
a. Subyek Penelitian
Tabel 3. Perbandingan Kondisi Klien Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Intervensi pada Subyek Penelitian I

No Aspek Sebelum Sesudah


1 Pernapasan Pernapasan Subyek Setelah dilakukan intervensi selama 10
Penelitian I sebelum hari berturut-turut maka terjadi sesak napas
dilakukan intervensi berkurang yaitu pernapasan 23 x/menit.
pemberian teknik Sehingga pernapasan Subyek Penelitian I
pernapasan buteyko saat pertemuan terakhir menurun menjadi
yaitu 23 x/menit 20 x/menit

2 Keluhan Subyek Penelitian I Setelah dilakukan intervensi selama 10


mengeluh sesak napas hari bertutur-turut maka terjadi perubahan
saat dilakukan yaitu Subyek Penelitian I sudah tidak
wawancara dan mengeluh sesak napas pada intervensi
sebelum diberikan terakhir
intervensi
68

b. Subyek Penelitian II
Tabel 4. Perbandingan Kondisi Klien Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Intervensi pada Subyek Penelitian II

No Aspek Sebelum Sesudah


1 Pernapasan Pernapasan Subyek Setelah dilakukan intervensi selama 10
Penelitian II sebelum hari berturut-turut maka terjadi sesak napas
dilakukan intervensi berkurang yaitu pernapasan 25 x/menit.
pemberian teknik Sehingga pernapasan Subyek Penelitian II
pernapasan buteyko saat pertemuan terakhir menurun menjadi
yaitu 25 x/menit 23 x/menit

2 Keluhan Subyek Penelitian II Setelah dilakukan intervensi selama 10


mengeluh sesak napas hari bertutur-turut maka terjadi perubahan
saat dilakukan yaitu Subyek Penelitian II sudah tidak
wawancara dan mengeluh sesak napas pada intervensi
sebelum diberikan terakhir
intervensi

4.4 Pembahasan
Peneliti akan membahas uraian mengenai hasil dari penelitian yang dilakukan
selama 10 hari berturt-turut dengan 10 kali pertemuan, mulai dari gambaran
umum lingkungan, karakteristik subyek penelitian, kondisi subyek penelitian
sebelum dilakukan inervensi, proses intervensi dan perbandingan kondisi
subyek penelitian sebelum dan sesudah intervensi.
69

Gambaran lingkungan. Pada Subyek Penelitian yaitu kedua subyek


penelitian tinggal di lingkungan RW 07 yang padat penduduk, jarak antar
rumah penduduk sangat berdempetan, ramai karena banyaknya anak-anak
kecil yang main, banyak warga yang berkumpul didepan rumah tinggal
Subyek Penelitian terutama pada sore hari sehingga menimbulkan suara
yang bising.
Menurut pendapat Alsagaff, 2010 Asma adalah suatu penyakit dengan
adanya penyempitan saluran pernapasan yang berhubungan dengan tenggap
reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus berupa hiperaktivitas otot
polos dan inflamasi, hipersekresi mucus, edema dinding saluran pernapasan,
deskuamasi epitel dan infiltrasi sel inflamasi yang disebabkan berbagai
macam rangsangan.

Karakteristik subyek penelitian. Terdapat perbedaan dimana pada Subyek


Penelitian I berusia 60 tahun, masih sering beraktifitas, rutin minum obat
dan memeriksakan kesehatannya ke rumah sakit. Sedangkan pada Subyek
Penelitian II berusia 55 tahun masih sering beraktifitas, masih sering
merokok, tidak rutin minum obat, dan jarang memeriksakan kesehatannya
ke puskesmas.

Subyek Penelitian I yang dapat menyebabkan sesak napas yaitu udara


dingin sedangkan pada Subyek Penelitian II yang menyebabkan sesak napas
yaitu menghirup debu. Katakteristik penelitian tersebut diatas sesuai
dengan hasil penelitian Rengganis (2008). Subyek Penelitian I menderita
asama sejak 7 tahun yang lalu namun Subyek Penelitian I rutin
mengonsumsi obat Ventolin inhaler sedangkan Subyek Penelitian II
mederita asma sejak 4 tahun yang lalu dan tidak rutin mengonsumsi obat
Ventolin inhaler. Menurut hasil penelitian PDPI (2006) selain pemberian
obat pelega dan obat pengontrol asma, beberapa cara dipakai orang untuk
mengobati asma. Cara tersebut antara lain homeopati, pengobatan dengan
herbal, ayuverdic medicine, ionizer, osteopati dan manipulasi chiropractic,
spleoterapi, buteyko, akupuntur, hypnosis dan lain- lain. Ditambah lagi
pendapat Courtney dan Cohen (2008) dalam penelitiannya menjelaskan
70

bahwa Breath Holding Time (waktu menahan napas) yang lebih rendah pada
metode Buteyko berhubungan dengan pola pernapasan dada. Hal ini
menunjukan bahwa perubahan pola napas dapat menyebabkan gejala
pernapasan seperti dispnea dan bahwasanya terapi pernapasan seperti
Buteyko ini mungkin mempengaruhi gejala tersebut, sehingga
meningkatkan efisiensi biomekanika pernapasan.
a. Usia
Jenis Pada jenis kelamin, pria merupakan risiko untuk asma pada anak.
Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2
kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan
tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih
banyak.

Proses intervensi. Pemberian teknik pernapasan buteyko dilakukan 10 kali


pertemuan dalam 10 hari berturut-turut pada kedua Subyek Penelitian. Hasil
penelitian pada Subyek Penelitian I menunjukkan pada intervensi pertama
sampai intervensi keempat belum mengurangi sesak napas yang cukup
signifikan namun baru terlihat berkurang pada intervensi keenam dan
konsisten sampai intervensi pertemuan kesepuluh. Hal ini disebabkan karena
beberapa faktor mendukung antara lain Subyek Penelitian I rutin
mengomsumsi obat asma yaitu ventolin inhaler dan rutin melakukan gerakan
pernapasan buteyko.

Sedangkan hasil penelitian pada Subyek Penelitian II menunjukkan pada


intervensi pertama sampai keempat belum mengurangai sesak napas yang
signifikan dan baru terlihat penurunan pada intervensi keenam dan konsisten
sampai intervensi kesepuluh. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor yang
menpengaruhi antara lain peilaku Subyek Penelitian II masih belum rutin
mengonsumsi obat asma yaitu ventolin inhaler dan jarang melakukan gerakan
pernapasan buteyko.
71

Hasil penelitian Zara (2012), menunjukan bahwa penghitungan pernapasan


seluruh koresponden pra lakukan didapatkan rata-rata 23 x/menit dan rata-rata
pernapsan dengan melakukan teknik pernapasan buteyko menunjukkan
pengurangan berkisar 2-3 x/menit pada minggu 1 sampai hari ke 4 kemudian
pada hari 5 sampai ke 10 sesak napas berkurang.

Bahasan perbandingan kondisi subyek penelitian sebelum dan sesudah


intervensi pemberian teknik pernapasan buteyko selama 10 hari dengan 10
kali pertemuan maka hasil penelitian pada Subyek Penelitian I yaitu sesak
napas dapat berkurang secara bertahap dimana pernapasan sebelum diberikan
intervensi 23 x/menit menjadi 20 x/menit pada intervensi terakhir sehingga
terjadi pengurangan secara keseluruhan sebanyak 3 x/menit. Pada Subyek
Penelitian II mengurangi sesak napas sebelum dilakukan intervensi 25
x/menit menjadi 23 x/menit mmHg pada intervensi terakhir sehingga terjadi
pengurangan sebanyak 3 x/menit.

Selain itu terjadi perubahan keluhan yang dirasakan Subyek Penelitian baik
sebelum intervensi maupun sesudah intervensi diberikan. Pada Subyek
Penelitian I mengatakan sesak napas berkurang namun mulai tidak dirasakan
pada intervensi hari kesepuluh, sedangkan pada Subyek Penelitian II
mengatakan sesak napas dan masih dirasakan sampai intervensi hari terakhir.
Keluhan sesak napas pada Subyek Penelitian I namun mulai tidak dirasakan
pada intervensi hari keempat, sedangkan Subyek Penelitian II mulai tidak
dirasakan pada hari keenam.

4.5 Keterbatasan Penelitian


Dalam penelitian ini, penulis menghadapi beberapa keterbatasan yang dapat
mempengaruhi kondisi dari penelitian yang dilakukan. Adapun keterbatasan
tersebut, antara lain :
a. Kurang mendalamnya wawancara yang dilakukan oleh peneliti yang
menyebabkan data yang diperoleh menjadi kurang akurat sehingga
72

peneliti hsnys mengambil kesimpulan umum berdasarkan jawaban dari


subyek penelitian.
b. Keterbatasan buku sumber dan jurnal-jurnal tentang teknik pernapasan
buteyko untuk mengurangi sesak napas pada penderita asma sehingga
menyulitkan penulis untuk menambahkan sumber teoritis.
c. Penulis baru pertama kali menyusun Karya Tulis Ilmiah yang biasnya
penulis menyusun Asuhan Keperawatan sehingga penulis masih bingung
pada penyusnannya.
d. Keterbatasan jumlah sample menyebabkan kesulitan dalam memenuhi
persyaratan sesuai kriteria inklusi di daerah RW 07
73

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini peneliti menguraikan kesimpulan dan saran berdasarkan hasil
penelitian selama 10 hari berturut–turut dimulai pada tanggal 09 Juli sampai
dengan 18 Juli 2018 diberikan intervensi pemberian teknik pernapasan buteyko
dalam upaya mengurangi sesak napas pada penderita asma.
5.1 Kesimpulan
Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran berdasarkan tujuan dan hasil
penelitian sebagai berikut:
a. Bisingnya lingkungan yang membuat tidak nyaman sehingga membuat
ketidaknyamanan saat istirahat, dan jarak antara rumah saling berdekatan.
b. Karakteristik penderita asma dapat disimpulkan bahwa teknik pernapasan
buteyko sangat penting untuk mengurangi sesak napas pada penderita
asma dengan dilakukan setiap satu kali dalam sehari.
c. Kondisi yang sering dirasakan oleh penderita asma yaitu faktor alergi
d. Teknik pernapasan buteyko yang dilakukan intervensi selama 10 hari,
pada subyek penelitian I, pernapasan sebelumnya 23 x/menit turun
menjadi 20 x/menit, mengalami penurunan dihari ke empat sebanyak 2
x/menit. Pada subyek penelitian II pernapasan sebelumnya 25 x/menit
menjadi penurunan menjadi 23 x/menit, mengalami penurunan dihari ke
enam sebanyak 3 x/menit.
e. Teknik pernapasan buteyko ini membantu mengurangai sesak napas kedua
subyek penelitian ini klien mengkonsumsi obat untuk mengurangi asma.
f. Pada umumnya masing – masing subyek penelitian mengalami penurunan
yang signifikan

5.2 Saran
a. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan data penelitin ini sebagai
referensi sehingga dapat mengembangkan konsep atau melakukan penelitian
tentang cara pemberian teknik pernapasan buteyko pada penderita asma.
74

Dan lebih fokus tentang teknik pernapasan buteyko dengan berbagai variasi
responden.

b. Bagi Masyarakat
Dapat mengaplikasikan cara pemberian tekhnik pernapasan buteyko ini
dalam kesehariannya untuk mengurangi sesak napas pada penderita asma

c. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan


Diharapkan dapat mensosialisasikan alternatif baru ini berupa eksperimen
keperawatan pemberian teknik pernapasan buteyko ini sehingga
masyarakat bisa melakukan penanganan sesak pada penderita asma
dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth.2002.Buku Ajar Medikal-Bedah Vol.1 Ed.8. Jakarta:


EGC.

Depkes RI.2010.Pedoman Pengendalian Penyakit Asma,


http://www.depkes.go.id, diakses tanggal 30 Mei 2018

Djojodibroto, Darmanto.2009.Respirologi (Respiratory Medicine).


Jakarta: EGC.

Dupler, Douglas.2005. Buteyko: Gale Encyclopedia of


AlternativeMedicine.http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-
3435100140.html. diakses pada tanggal 31 Mei 2018. 2005.

Global Initiative for Asthma (GINA).2010.Global Strategy for Asthma


Management and Prevention,
http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?intId=1170.
diakses pada tanggal 30 Mei 2018. 2005.

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Siste Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Prasetya,
Arief Widya. Pengaruh Latihan Napas Metode Buteyko Terhadap
Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan Derajat Kontrol
Penderita Asma Bronchiale di Puskesmas Pakis Kec. Sawahan
Surabaya. Tesis. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Price, S. A dan L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Vol.2. Ed. 6. Jakarta: EGC.

Somantri, Iman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan


Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Yulianti, Mudrikah.2016.Karya Tulis Ilmiah. Jakarta:Akper Pelni

Wijayaningsih. 2014.Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan Komunitas. Jakarta:


EGC
LAMPIRAN
Lampiran 1

JADWAL KEGIATAN

Mei Juni Juli


NO Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan proposal

2 Pengumpulan proposal

3 Ujian proposal

4 Praktek penelitian

5 Penyusunan hasil
penelitian

6 Ujian hasil penelitian


Lampiran 2

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN

(PSP)

1. Kami adalah Peneliti berasal dari Akademi Keperawatan PELNI Jakarta dengan
ini meminta saudara /i untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian yang
berjudul “Analisis Intervensi Teknik Pernapasan Buteyko Dalam Upaya
Mengurangi Napas Sesak Pada Penderita Asma di RW 07 Kelurahan Slipi
Kecamatan Palmerah”
2. Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian teknik pernapasan buteyko untuk mengurangi napasa sesak yang
dilakukan di RW. 07 Kel. Slipi Kec. Palmerah Jakarta Barat, yang dapat memberi
manfaat untuk mengurangi sesak napas. Penelitian ini akan berlangsung selama 5
hari berturut-turut.
3. Prosedur pengambilan bahan data dengan cara wawancara terpimpin dengan
menggunakan pedoman wawancara yang akan berlangsung lebih kurang 15-20
menit. Cara ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi saudara /i tidak
perlu khawatir karena penelitian ini untuk kepentingan pengembangan Ilmu
Keperawatan.
4. Keuntungan yang saudara /i peroleh dalam keikutsertaan saudara /i pada
penelitian ini adalah saudara /I dapat mendapat informasi baru mengenai Teknik
pernapasan buteyko dalam upaya mengurangi sesak pada penderita asma,
sehingga penderita asma lainnya dan masyarakat luas dapat menggunakan metode
ini untuk mengurangi sesak napas.
5. Nama dan jati diri saudara /i beserta seluruh informasi yang saudara sampaikan
akan tetap dirahasiakan.
6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini, silakan
menghubungi peneliti pada nomor Hp: 087068505085
Peneliti,

Reni Delisa
AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA
SK KEMENDIKNAS RI No. 33 / D / O / 2011
Jln. AIPDA KS Tubun No. 92 – 94 JAKARTA BARAT
Telp. (021) 5485709. Ex. 1313-1314, Fax. 5485709 (021)
E-mail :akper.pelni@gmail.com Website : http://www.akper-rspelni.ac.id

PERMOHONAN IJIN/ETHICAL CLEARANCE PENELITIAN

Proposal penelitian dengan judul: Analisis Intervensi Teknik Pernapasan Buteyko


Dalam Upaya Mengurangi Sesak Napas Pada Penderita Asma Di RW 07 Kelurahan
Slipi Kecamatan Palmerah Jakarta Barat.
Oleh : Reni Delisa NIM : 14046

Telah dinyatakan layak untuk ditindaklanjuti dengan Penelitian, selanjutnya mohon


diterbitkan Surat Perijinan kepada Institusi tempat Pelaksanaan Penelitian dan atau
kepada Tim Ethical Clearance jika diperlukan.
Jakarta, 6 Juli 2018

Pembuat Pernyataan

Reni Delisa
NIRM 14046
Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ns Ritanti M.Kep. Sp.Kep. Kom. Ns. Eni Hastuti S.Kep


NIDN. 0312046709 NRP. 02383
Lampiran 5
INFORMED CONSENT

(Persetujuan menjadi Partisipan)

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah


mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh RENI DELISA dengan judul ” Analisis Intervensi Teknik Pernapasan
Buteyko Dalam Upaya Mengurangi Sesak Napas Pada Penderita Asma di RW 07
Kelurahan Slipi Kecamatan Palmerah ”.
Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada penelitian ini secara
sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya menginginkan mengundurkan
diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.
Jakarta, 10 Juli 2018

Saksi Yang memberikan persetujuan

(...........................................) (............................................)

Jakarta, 10 Juli 2018

Peneliti

Reni Delisa
Lampiran 5
INFORMED CONSENT

(Persetujuan menjadi Partisipan)

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah


mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh RENI DELISA dengan judul ” Analisis Intervensi Teknik Pernapasan
Buteyko Dalam Upaya Mengurangi Napas Sesak Pada Penderita Asma di RW 07
Kelurahan Slipi Kecamatan Palmerah ”.
Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada penelitian ini secara
sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya menginginkan mengundurkan
diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.
Jakarta, 10 Juli 2018

Saksi Yang memberikan persetujuan

(...........................................) (............................................)

Jakarta, 10 Juli 2018

Peneliti

Reni Delisa
Lampiran 6

LEMBAR WAWANCARA

Nama Responden : Subjek Penelitian I

Usia : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

DAFTAR PERTANYAAN KETERANGAN

Apa keluhan yang sering dirasakan? Sesak nafas

Saat situasi seperti apa keluhan dirasakan? Udara dingin

Apakah ada anggota keluarga yang Ada ibu klien


menderita penyakit asma?

Apakah Anda mengetahui asma? Tahu namun hanya sekilas

Sudah berapa lama Anda menderita asma? 7 tahun

Apakah Anda rutin memeriksakan kondisi Rutin setiap obat habis


kesehatan ke pelayanan kesehatan?

Apa obat yang rutin Anda konsumsi setiap Obat dari RS


harinya?
Apakah Anda rutin meminum obat Klien jarang minum obat, hanya
tersebut? minum obat bila ada keluhan sesak
nafas
Apakah sebelumnya Anda mengetahui Belum tahu
tentang terapi pemberian teknik pernapasan
buteyko untuk mengurangi sesak pada
asma?
Lampiran 6

LEMBAR WAWANCARA

Nama Responden : Subjek Penelitian II

Usia : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

DAFTAR PERTANYAAN KETERANGAN

Apa keluhan yang sering dirasakan? Sesak nafas

Saat situasi seperti apa keluhan Bila menghirup debu


dirasakan?
Apakah ada anggota keluarga yang Ada ibu
menderita penyakit asma?

Apakah Anda mengetahui asma? Tahu namun hanya sekilas

Sudah berapa lama Anda menderita 4 tahun


asma?
Apakah Anda rutin memeriksakan Tidak, klien priksa hanya bila
kondisi kesehatan ke pelayanan asma sedang kambuh
kesehatan?

Apa obat yang rutin Anda konsumsi Obat dari puskesmas


setiap harinya?
Apakah Anda rutin meminum obat Tidak
tersebut?
Apakah sebelumnya Anda mengetahui Tidak pernah mendengar nya
tentang terapi pemberian teknik sebelumnya
pernapasan buteyko untuk mengurangi
sesak pada asma?
Lampiran 7
LEMBAR OBSERVASI
HASIL PEMANTAUAN SESAK NAPAS PADA ASMA
PRE & POST PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI
PERNAPASAN BUTEYKO

Nama Responden : Subjek Penelitian I


Usia : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

Frekuensi Pernapasan

Hari Tanggal Sebelum Sesudah

Waktu

Selasa, 10 Juli 2018 Pagi 23 21

Rabu, 11 Juli 2018 Pagi 23 20

Kamis, 12 Juli 2018 Pagi 22 19

Jum’at, 13 Juli 2018 Pagi 22 19

Sabtu, 14 Juli 2018 Pagi 23 20

Minggu, 15 Juli Pagi 22 20


2018
Senin, 16 Juli 2018 Pagi 22 19

Selasa, 17 Juli 2018 Pagi 23 21

Rabu, 18 Juli 2018 Pagi 23 20

Kamis, 19 Juli 2018 Pagi 22 20


Lampiran 7
LEMBAR OBSERVASI
HASIL PEMANTAUAN SESAK NAPAS PADA ASMA
PRE & POST PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI
PERNAPASAN BUTEYKO

Nama Responden : Subjek Penelitian II


Usia : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki

Frekuensi Pernapasan

Hari Tanggal Sebelum Sesudah

Waktu

Selasa, 10 Juli 2018 Pagi 25 23

Rabu, 11 Juli 2018 Pagi 25 24

Kamis, 12 Juli 2018 Pagi 24 23

Jum’at, 13 Juli 2018 Pagi 24 22

Sabtu, 14 Juli 2018 Pagi 23 22

Minggu, 15 Juli 2018 Pagi 23 21

Senin, 16 Juli 2018 Pagi 24 23

Selasa, 17 Juli 2018 Pagi 24 22

Rabu, 18 Juli 2018 Pagi 23 21

Kamis, 19 Juli 2018 Pagi 22 20

Anda mungkin juga menyukai