Pendidikan budi pekerti menjadi sa-ngat dan norma-norma yang mengatur kegiat-an-
penting untuk penanaman nilai-nilai kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita.
Nilai-nilai sosial budaya tadi berfung-si
moral dan nilai-nilai sosial kepada siswa sebagai pedoman dan pendorong
agar berbudi pekerti luhur. Kurangnya perilaku individu di dalam hidupnya.
pengetahuan dan pemahaman guru dalam Aeni dan Sudaryanto (2005) menyim-pulkan
mengajarkan pendidikan budi pekerti, bahwa evaluasi pendidikan budi
pemahaman yang sempit tentang budi pekerti yang dilakukan oleh pamong yang
dengan nilai-nilai budi pekerti, kurangnya aspek afektif dan psikomotorik. Temuan
wibawa guru merupakan faktor pengham-bat ini mengindikasikan bahwa muatan pen-
untuk menjadikan diri guru sebagai didikan budi pekerti belum sesuai dengan
teladan (Afif, 2001). Terjadinya penyim- hakikat pendidikan budi pekerti. Ada
pangan moral siswa di sekolah, tidak
empat model untuk menanamkan nilai-nilai
dapat hanya dilimpahkan kepada guru moral kehidupan manusia sebagai
pendidikan agama, tetapi juga merupakan makhluk pribadi, berakal, dan berbudaya,
yakni: model sebagai mata pelajaran bahwa hakikat budi pekerti mencakup tiga
tersendiri, model terintegrasi dalam semua aspek, yaitu: (1) aspek kognitif atau
bidang studi, model diluar pengajaran, pemahaman atau pengetahuan, (2) aspek
dan model gabungan (Suparno, Koesoe-mo, afektif atau emosi dan perasaan, dan (3)
Titisari, & Kartono, 2002). Mulyana
aspek perilaku. Hasil pendidikan budi
(2004), mengemukakan bahwa setiap
pekerti merupakan bagian yang integral
pengajaran dan bimbingan yang dilaku-
dari hasil pendidikan pada umumnya.
PENILAIAN BUDI PEKERTI SISWA SEKOLAH
MENENGAH ATAS Pendidikan budi pekerti sebagai muatan
dan ditaati. Pada umumnya nilai-nilai terkait dengan beberapa persoalan. Perta-
ma, pendidikan budi pekerti bukan meru-
yang dianut di sekolah sejalan dengan pakan mata pelajaran tersendiri, tetapi
yang berlaku dalam masyarakat sekitar-nya. terkandung di dalam semua mata pela-jaran,
Dengan demikian, institusi pendidik-an atau dan dalam pergaulan di luar jam
sekolah harus menjadi lingkungan
pelajaran. Pendidikan budi pekerti tidak
yang kondusif. Hal ini sejalan dengan apa
harus merupakan satu mata pelajaran,
yang dikemukakan Sardiman (2010) bah-wa
sekolah harus menjadi sebuah komu-nitas dan karena materi budi pekerti secara eksplisit
wahana persaudaraan tempat sudah terkandung di dalam mata pela-jaran
berkembangnya nilai-nilai kebaikan atau Pendidikan Agama, mata pelajaran
Pendidikan budi pekerti juga disebut atau kepercayaan, dapat diterapkan oleh
pendidikan nilai, merupakan suatu hal guru dalam menghadapi anak-anak dari
yang sangat berharga bagi kehidupan agama yang berbeda. Untuk memperjelas
adalah sesuatu hal yang baik bagi kehi-dupan baru berkaitan dengan moral dan nilai-nilai
manusia, meskipun di antara mere-ka kehidupan sehari-hari untuk meya-kinkan
memiliki standar nilai yang berbeda. anak-anak bahwa semua agama
menjadi sasaran utama pencerdasan emo- mereka sudah akan mengecil. Zakaria
sional peserta didik, yang harus diper-
tanggungjawabkan oleh guru bersama (2001), mengemukakan bahwa pendidikan
semua komponen sekolah. Fakta menun- budi pekerti memiliki esensi dan makna
jukkan bahwa setiap mata pelajaran me- yang sama dengan pendidikan moral dan
ngandung potensi moral kejujuran, karena
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
mata pelajaran adalah suatu bentuk ilmu,
membentuk pribadi anak supaya menjadi
sedangkan ilmu itu sendiri, apapun jenis-nya
selalu berisi tentang kebenaran. Pen-dapat manusia yang baik, warga masyarakat,
Suparlan ini mempertegas bahwa
dan warga negara yang baik. Nilai-nilai
pendidikan budi pekerti bagi siswa di
adalah tidak hanya terkait dengan keper-
sekolah merupakan tanggung jawab cayaan, tetapi juga dengan pemahaman,
bekal masa depan agar memiliki hati diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
nurani yang bersih, berperangai baik, yang Budi pekerti lebih menitikberatkan pada
tercermin pada perilaku berupa ucapan, karakter, perangai, perilaku atau dengan
perbuatan, sikap pikiran, perasaan, kerja kata lain tata krama dan etika (Ryi, 2000).
dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai Jadi pendidikan budi pekerti dapat diar-tikan
sebagai penanaman nilai -nilai
agama serta norma dan moral (Setyowati,
akhlak, tata krama, bagaimana berperilaku
2009). Pendidikan budi pekerti merupakan
baik pada orang lain. Pada perkem-bangannya
pendidikan yang terintegrasi dengan se-tiap pendidikan budi pekerti tidak
bahan ajar, dan menjadi tanggung
hanya melibatkan relasi sosial anak, tetapi
jawab bersama antara lembaga pendidikan
juga melibatkan pengetahuan, perasaan
sekolah dan luar sekolah (Murtadlo, 2009).
dan perilaku anak yang berada dalam
Oleh karena itu, ia bukanlah suatu bahan
ranah pendidikan karakter.
ajar yang berdiri sendiri dan dilaksanakan
Pendidikan moral mencakup pengeta-huan,
oleh sebagian pihak saja, misalnya hanya sikap, kepercayaan, keterampilan,
oleh sekolah. dan perilaku yang baik, jujur, dan penya-yang
Cahyoto (2002) mengemukakan bah-wa dapat dinyatakan dengan istilah
pendidikan budi pekerti memiliki
bermoral. Menurut Zuchdi (2009), tujuan
beberapa tujuan yang dapat dijelaskan utama pendidikan moral adalah mengha-
sebagai berikut: (1) mendorong kebiasaan silkan individu yang mandiri, yang mema-hami
nilai-nilai moral dan memiliki komit-men
berperilaku terpuji sesuai nilai-nilai uni-versal untuk bertindak konsisten dengan
dan tradisi budaya yang religius; (2)
nilai-nilai tersebut. Dalam kaitannya
menanamkan jiwa kepemimpinan dan
dengan proses pembelajaran di sekolah,
tanggung jawab; (3) memupuk ketegaran
maka titik awal pendidikan moral adalah
mental peserta didik agar tidak terjerumus
membuat siswa-siswa memahami konsep
pada perilaku yang menyimpang, baik
moralitas. Hal ini karena pendidikan
secara individu maupun sosial, dan (4)
moral mengandung beberapa komponen,
dan tendensi moral (Zuchdi, Prasetya, & manusia sebagai makhluk pribadi, bera-kal,
sosial, dan berbudaya, yakni; model
Masruri, 2013).
sebagai mata pelajaran tersendiri, model
Ki Hadjar Dewantara mengartikan
terintegrasi dalam semua bidang studi,
pendidikan sebagai daya upaya memaju-kan
budi pekerti, pikiran serta jasmani model di luar pengajaran, dan model
pengembangan pribadi, kemampuan so-sial sendiri, orang lain, dan masyarakat. (2)
atau kemampuan kerja. Untuk
Untuk memperdalam pemahaman, moti-vasi
menyampaikan bahan pelajaran, ataupun dan tanggungjawab saat menentukan
rasa hormat, percaya diri dan tujuan yang mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
bahwa semua guru disarankan untuk risiko, berpikir jauh ke depan, bijaksana,
ke dalam kurikulum yang sudah ada, ikhlas, iman, inisiatif, kebersamaan, komit-
men, kooperatif, kukuh hati, manusiawi,
untuk anak-anak dan remaja, dengan
patriotik, pengabdian, pengendalian diri,
fokus nilai-nilai; perdamaian, rasa hormat,
ramah, rasa keterikatan, rela berkorban,
cinta, kebahagiaan, kejujuran, kesederha-
naan, tanggung jawab, kebersahajaan, rendah hati, taat asas, tenggang rasa, dan
toleransi, kerja sama, kebebasan, dan ulet (Depdiknas, 2003). Sedangkan pada
pekerti mencakup dua sisi, yakni sisi kon- mecakup: amanah, iman, disiplin, syukur,
septual dan sisi operasional. Secara kon-
septual, pendidikan budi pekerti adalah tanggung jawab, hemat, menghargai
hasil karya berdasarkan nilai, norma dan tenggang rasa, berani berbuat benar,
berpikir ke depan, dinamis, demokratis, indikator, yakni: keyakinan, syukur, keju-
juran, rasa memiliki, kedisiplinan, toleran-si,
menghargai pendapat orang lain, manu-siawi, empati, pengabdian dan demokrasi.
produktif, patriotik, rasa percaya
Penilaian Budi Pekerti
diri, tangguh, tekun, terbuka, takut
Pendidikan budi pekerti yang meru-pakan
berbuat dosa, dan berani menerima risiko bagian integral dari pendidikan
(Depdiknas, 2003). formal di sekolah, perlu dilakukan evalua-si.
Kawsar (2004) juga mengemukakan Penilaian budi pekerti terkait dengan
bahwa nilai-nilai yang harus dimiliki persoalan materi pendidikan budi pekerti
siswa dalam belajar adalah nilai-nilai un-tuk di sekolah. Oleh sebab itu, isi alat atau
mencintai sesama, bekerjasama, meng-hargai
instrumen penilaian budi pekerti juga
persahabatan, cara bertanggung-jawab,
menjadi baik hati dan adil, menjadi harus mengenai nilai-nilai moral, nilai-nilai
sosial, sikap, emosi dan perasaan,
jujur apa yang mereka katakan dan
minat, motivasi, perilaku, dan pengeta-huan.
lakukan, belajar pentingnya kebebasan un-tuk Mulyana (2004) mengemukakan
semua orang, hubungan dengan orang
bahwa materi pendidikan budi pekerti
lain, hak/kebenaran seseorang, hubungan
dalam kurikulum pendidikan di sekolah
antara tugas-tugas, cara menghormati diri -
nya dan orang lain, bersama-sama lebih tidak merupakan mata pelajaran tersen-diri,
tetapi terintegrasi ke dalam semua
kuat daripada sendiri, mengeluarkan pen-
dapat untuk memecahkan permasalahan, mata pelajaran, dan dalam pergaulan di
menghargai hidup secara damai, menik-mati luar jam pelajaran. Artinya, bahwa setiap
kebahagiaan, menghindari kekeras-an,
mengetahui bahwa manusia mempu-nyai pengajaran dan bimbingan yang dilaku-kan
harga diri dan martabat, menghor-mati pendidik sudah tentu melibatkan
kebenaran, menikmati sukses, dan proses penyadaran nilai-nilai. Akan tetapi,
merasakan bahagia atas kesuksesan. mengingat keberadaan materi pendidikan
Berdasarkan beberapa pendapat me-ngenai budi pekerti yang tidak secara khusus,
pendidikan dan penilaian budi
maka konsekuensinya tidak ada guru
pekerti yang telah dipaparkan di atas,
yang mempunyai tanggung jawab formal
dapat disimpulkan bahwa penilaian budi
melaksanakan penilaian terhadap hasil
pekerti setidaknya mencakup sembilan
pendidikan budi pekerti.
Terkait hal ini Djaali (2002) menyata-kan itu dilakukan. Berdasarkan hakikat budi
bahwa sampai saat ini masih banyak
pekerti sebagaimana telah diuraikan di
dijumpai kesulitan dalam mengukur mutu
atas, maka penilaian terhadap hasil pendi-
pendidikan di Indonesia, sehingga tolok dikan budi pekerti mencakup ranah kogni-tif,
afektif, dan perilaku.
ukur akhlak dan moral misalnya, para
Observasi merupakan cara yang tepat
guru di lapangan masih belum dapat
untuk menilai aspek perilaku. Sebagai-mana
melakukan evaluasi yang standar, sehing-ga penelitian Morrison, Forress, dan
terkadang menjadi alasan untuk
MacMillan (dalam Kerlinger, 2002) yang
mengabaikan proses pendidikan nilai dan
menggunakan sampling-waktu untuk
akhlak di sekolah. Penelitian Rufran dan
merekam/mencatat perilaku semua anak
Hadiwinarto (2005) menemukan bahwa
dalam suatu ruangan kelas. Secara rutin
penilaian budi pekerti siswa di sekolah
dan teratur, perilaku setiap anak diobser-vasi
menengah atas belum dilakukan secara selama interval enam-detikan, hingga
menyeluruh pada semua aspek, karena sedikitnya sepuluh interval untuk perilaku
hanya dilakukan melalui pengamatan setiap anak setiap hari telah terekam
terhadap perilaku siswa. Penilaian budi (Kerlinger, 2002). Metode lain yang dapat
pekerti terutama diarahkan untuk mem- digunakan adalah dengan cara mengaju-kan
perbaiki perilaku anak, namun juga dapat pertanyaan-pertanyaan khusus dalam
PENILAIAN BUDI PEKERTI SISWA SEKOLAH
wawancara atau pada inventori laporan
MENENGAH ATAS
diri sendiri. Asumsi metode ini adalah
JURNAL PSIKOLOGI 235
bahwa responden lebih mengetahui ten-tang
dipergunakan untuk keperluan lain, seper-ti sikapnya sendiri dan mengungkap-kannya
kenaikan kelas dan sebagai bahan kepada pewawancara. Menurut
pertimbangan untuk keperluan tertentu Mardapi (2011), melalui metode ini
(Afif, 2001). informasi yang diperoleh berupa nilai dan
Ada tiga pertanyaan utama dalam keyakinan yang positif dan yang negatif.
penilaian budi pekerti siswa di sekolah, Hal-hal yang positif diperkuat sedang
yakni: pertama, apa yang dinilai; kedua, sia- yang negatif diperlemah dan akhirnya
pa yang melakukan penilaian; dan ketiga,
dihilangkan.
kapan atau dalam peristiwa apa penilaian
Berdasarkan uraian di atas, maka 0,173 dan tertinggi 0,645; koefisien relia-
bilitas 0,916. (2) Aspek kognitif berupa tes,
permasalahan yang mendasari perlunya
memiliki koefisien validitas butir terendah
penelitian ini dilakukan adalah apakah
0,123 dan tertinggi 0,607, koefisien relia-
penilaian budi pekerti siswa di sekolah bilitas 0,849. (3) Aspek perilaku di dalam
mengungkap semua indikator budi peker-ti. proses pembelajaran berupa checklist,
Mengingat sangat pentingnya pendi -dikan
budi pekerti siswa di sekolah, maka memiliki koefisien validitas butir terendah
perlu dilakukan penelitian dengan menga- 0,124 dan tertinggi 0,628 dan koefisien
nalisis muatan atau faktor-faktor dalam
reliabilitas 0,942, dan (4) Aspek perilaku di
pendidikan budi pekerti menggunakan
luar proses pembelajaran berupa checklist,
instrumen yang memuat semua indikator
memiliki koefisien validitas butir terendah
budi pekerti. Tujuan penelitian ini untuk
0,130 dan tertinggi 0,604 dan koefisien
mendeskripsikan muatan faktor hasil
reliabilitas 0,843 (Hadiwinarto, 2009).
penilaian pendidikan budi pekerti siswa di
Penilaian budi pekerti aspek kognitif dan
sekolah menengah atas.
aspek afektif dilakukan oleh siswa sendiri,
Metode
penilaian aspek perilaku di dalam proses
Penelitian ini mendeskripsikan secara
pembelajaran dilakukan oleh guru bidang
statistik muatan pendidikan budi pekerti
studi, dan penilaian aspek perilaku di luar
berdasarkan faktor-faktornya. Jumlah
proses pembelajaran dilakukan oleh tata
sampel penelitian 545 orang siswa kelas
usaha sekolah, guru bimbingan konseling,
dua dari lima sekolah menengah atas
dan guru pembina kegiatan kesiswaan.
negeri di Provinsi Bengkulu. Instrumen
HADIWINARTO
yang digunakan untuk pengumpulan data
JURNAL PSIKOLOGI 236
adalah instrumen penilaian budi pekerti
Data dianalisis dengan menggunakan
yang terdiri atas 225 butir. Instrumen
teknik analisis faktor. Analisis faktor
tersebut terdiri atas empat aspek, yakni:
utamanya dipergunakan untuk mereduksi
(1) Aspek afektif berupa kuesioner,
data atau meringkas dari variabel yang
memiliki koefisien validitas butir terendah
banyak diubah menjadi sedikit variabel
baru yang disebut faktor dan masih aspek-aspek penilaian budi pekerti selan-
jutnya disebut sebagai faktor. Melalui
memuat sebagian besar informasi yang
analisis faktor, sejumlah skor butir di
terkandung dalam variabel asli (Supranto,
dalam satu indikator direduksi hingga
2004). Analisis faktor adalah analisis sta-tistik
yang digunakan untuk menemukan beberapa iterasi. Iterasi terakhir merupa-kan
bukti bahwa skor butir-butir faktor
beberapa faktor yang mendasari dan
yang tetap berada di dalam indikatornya
mengungkapkan saling keterkaitan dian-tara
variabel. Analisis ini bertujuan untuk adalah betul-betul bersifat independen
Dua model dalam analisis faktor, Penilaian budi pekerti siswa di sekolah
tentang materi pendidikan budi pekerti. Hasil perhitungan analisis faktor ter-hadap
data butir masing-masing indikator
Principal components analysis adalah teknik
dengan menggunakan bantuan Program
statistik yang digunakan untuk satu set
SPSS for Windows Versi 12.0, terangkum
variabel untuk melihat variabel-variabel
dalam Tabel 2. Setelah dikonfirmasi,
mana yang membentuk satu sub-tes tetapi
ternyata pada masing-masing indikator
bebas dari subtes-subtes lainnya
terdapat kesamaan antara sebaran butir-butir
(Tabachnik & Fidell, 2007). indikator atas dasar konstruknya
diketahui secara umum bukan sebagai (2004) bahwa analisis faktor utamanya
pendidikan budi pekerti di sekolah meringkas dari variabel yang banyak di-ubah
menjadi sedikit variabel baru yang
menjadi tanggung jawab semua guru dan
disebut faktor dan masih memuat seba-gian
personil sekolah. Oleh sebab itu, penilaian besar informasi yang terkandung
terhadap budi pekerti siswa di sekolah dalam variabel asli (original variable).
juga harus dilakukan oleh semua personil Srinadi dan Nilakusmawati (2008) menge-
sekolah. mukakan bahwa analisis faktor bertujuan
Rangkuman hasil analisis faktor terhadap 9 laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan
indikator penilaian budi pekerti
efisiensi yang mengikat manusia dan
Aspek Butir MSA Chi-Square df Sig. Iterasi
Konfirmasi sepatutnya untuk dijalankan dan diperta-
hankan. Indikator syukur juga memuat
Pengabdian 31 0,868 26593,781 465 0,000
5 Oke hal-hal seperti yang dikemukakan oleh
Kejujuran 30 0,719 27561,180 435 0,000 5 Amin (2004) bahwa syukur, yaitu perasaan
Oke yang terus menerus berbudi baik dan
Toleransi 33 0,789 27084,479 528 0,00 5
penghargaan terhadap kebajikan, yang
Oke
mendorong hati untuk mencintai dan lisan
Keyakinan 26 0,616 25366,668 325 0,000 5
Oke untuk memuji. Budi pekerti mengandung
Rasa memiliki 26 0,706 18530,383 325 pengertian antara lain adat istiadat, sopan
0,000 5 Oke
santun, dan perilaku. Dalam konteks peri-laku
Kedisiplinan 29 0,664 31156,857 406 0,000 siswa di sekolah, maka penilaian
5 Oke
perilaku dilakukan oleh guru dan personil
Demokrasi 23 0,781 25239,038 253 0,000
5 Oke sekolah lainnya. Agar proses penilaian
terfokus, maka dilaksanakan oleh guru teori bahwa setiap indikator dalam meni-lai
budi pekerti siswa di sekolah harus
bidang studi, pejabat sekolah, maupun staf
memuat keempat faktor budi pekerti,
administrasi sekolah.
yakni faktor afektif, faktor kognitif, faktor
Penilaian terhadap aspek afektif dila-kukan
oleh siswa itu sendiri. Karena pada perilaku di dalam proses pembelajaran,
ranah afektif menyangkut persoalan sikap, dan faktor perilaku di luar proses pembe-
lajaran. Sebagaimana dikemukakan oleh
emosi, perasaan, motivasi, minat, pengeta-
huan yang dimiliki siswa sebagai indivi-du. Zakaria (2001), bahwa pendidikan budi
Asumsi dari penilaian melalui metode
pekerti memiliki esensi dan makna yang
ini adalah bahwa responden lebih menge-
sama dengan pendidikan moral dan pen-
tahui tentang sikapnya sendiri dan dapat
didikan akhlak. Tujuannya adalah mem-
mengungkapkannya kepada pewawan-cara. bentuk pribadi anak supaya menjadi
Hal ini sesuai dengan pendapat
manusia yang baik, warga masyarakat,
Mulyana (2004) bahwa penilaian untuk
dan warga negara yang baik.
afektif seringkali menghadapi sejumlah
Lebih lanjut Mardapi (2011) menge-mukakan
kesulitan. Kesulitan itu muncul karena hal bahwa nilai berkaitan dengan
yang berkaitan dengan nilai, sikap, minat keyakinan, sikap dan aktivitas atau tin-dakan
seseorang. Tindakan merupakan
dan motivasi merupakan kemampuan
refleksi dari nilai yang dianutnya. Selain
individu yang hanya diketahui persis oleh
melalui kuesioner ranah afektif siswa,
orang yang bersangkutan. Meskipun
sikap, minat, konsep diri, dan nilai dapat
begitu, penilaian aspek afektif harus tetap
digali melalui pengamatan. Pengamatan
dilakukan, karena aspek afektif merupa-kan
bagian dari organisme manusia yang karakteristik afektif siswa dilakukan di
dalam semua mata pelajaran. Dengan indikator secara teori maupun secara sta -
tistik mengandung keempat aspek, yakni:
demikian akan menghindarkan adanya
aspek kognitif, afektif, perilaku di dalam
“mata pelajaran baru, alat indoktrinasi,
proses pembelajaran dan perilaku di luar
media penyaluran kepentingan, dan
proses pembelajaran.
PENILAIAN BUDI PEKERTI SISWA SEKOLAH
MENENGAH ATAS Kepustakaan
Penilaian dalam pembelajaran terpadu ini Muda Majelis Ibu Pawiyatan Taman
adalah penilaian terhadap sosok utuh para Siswa Yogyakarta. Jurnal Pendidikan
siswa. Oleh karena itu, penilaiannya pun dan Evaluasi, 1(VII), Program Pasca-sarjana.
Universitas Negeri Yogyakar-ta.
memerlukan perhatian khusus karena
Afif, Z. (2001). “Pendidikan Budi Pekerti
yang akan ditangkap adalah kemampuan
dalam Pelayanan Bimbingan Kon-seling di
dan kepribadian; alat yang bervariatif Sekolah”. Makalah Konvensi
seperti portofolio, catatan observasi, wa-
Nasional XII IPBI. Bandar Lampung
wancara, tes skala sikap, inventori kepri-
badian, proyektif; waktu yang cukup dan Amin, M. (2004). Sepuluh Induk Akhlak
pihak seperti guru, orang tua, dan masya- Cahyoto. (2002). Budi Pekerti dalam Pespektif
rakat.
Pendidikan. Depdiknas Pendidikan
Kesimpulan
Dasar dan Menengah Pusat Penataran
Kesimpulan penelitian ini adalah: (1)
Guru IPS dan PMP Malang.
penilaian budi pekerti siswa harus menca-kup
sembilan indikator, yakni: indikator Departemen Pendidikan Nasional. (2003).
keyakinan, syukur, kejujuran, rasa memi-liki, Pedoman Umum Pendidikan Budi Pekerti
kedisiplinan, toleransi, empati, pe-ngabdian pada Jenjang Pendidikan Dasar dan
dan demokrasi; (2) kesembilan
Menengah. Buku I. Jakarta: Dit. Jend.
indikator tersebut, masing-masing bersifat
Dikdasmen.
Djaali. (2002). Peningkatan Mutu Pendi-dikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Nasional di Era Global. Jurnal
Murtadlo, A. (2009). Pendekatan Nilai:
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 1(2 ).
Kajian atas Implementasi Pendidikan
Driyarkara. (2006). Karya Lengkap Driyar-
kara. A Sudiardja, dkk. (ed.). Yogya-karta: HADIWINARTO
Penerbit Kompas, Gramedia, JURNAL PSIKOLOGI 240
dan Kanisius. Budi Pekerti dalam Proses Pembela-jaran.
Hadiwinarto. (2009). Hubungan antara Innovatio, VIII(1), 107–122.
budi pekerti dengan prestasi belajar Rufran, Z., & Hadiwinarto. (2005). Pelak-
sanaan Pendidikan Budi Pekerti Siswa
siswa SMA. Jurnal Pendidikan dan
SMA Negeri di Kota Bangkulu.
Kebudayaan, 15(6), Balitbang Depdik-nas.
Laporan Penelitian. Tidak Dipublikasi -kan.
Jakarta.
Lembaga Penelitian Universitas
Ibung, D. (2009). Mengembangkan Nilai
Bengkulu.
Moral pada Anak. Jakarta: PT Elex
Ryi. (2000). Pendidikan Nilai untuk Pem-
Media Komputindo. bentukan Karakter Manusia. Harian
Suparno, P., Koesoemo, M.Y., Titisari, D., Conference on Teacher Education; Join
& Kartono, St. (2002). Pendidikan Budi Conference UPI & UPSI Bandung,
Tillman, D. (2004a). Alih Bahasa: Adi Zuchdi, D., Prasetya, Z. K., & Masruri, M.