Anda di halaman 1dari 18

JURNAL PSIKOLOGI honesty, discipline, tolerance, democracy,

sense of belonging, gratitude and empathy.


VOLUME 41, NO. 2, DESEMBER 2014: 229 –
240 Statistically, each indicator obviously has
four aspects of character. Therefore,
JURNAL PSIKOLOGI 229 assessment of
Analisis Faktor Hasil Penilaian Budi Pekerti manners that includes the aspects of
Hadiwinarto cognitive, affective and behavior is a task that
absolutely
1
must be done.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bengkulu Keywords: character, factor analysis,
cognitive, affective and behavioral
Abstract. The purpose of this study was to
describe the load factor of the assessment Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk
results mendeskripsikan muatan faktor hasil
penilaian
on character education for high school
students. The subjects were 545 second grade pendidikan budi pekerti siswa di Sekolah
students. Menengah Atas. Sampel penelitian 545 orang
siswa
There were four instruments used, namely:
cognitive aspect, affective aspect, behavioral kelas dua. Ada empat instrumen yang
digunakan, yakni: instrumen aspek kognitif,
aspect in the learning process and behavioral aspek
aspect outside the learning process. Each
aspect afektif, aspek perilaku didalam proses
pembelajaran dan aspek perilaku di luar
contains nine indicators as factors. Data were proses
analyzed with factor analysis technique and
the pembelajaran. Masing-masing aspek
mengandung sembilan indikator sebagai
models used were the Confirmatory Model faktor. Data
of Principal Components Analysis with the
varimak dianalisis menggunakan teknik analisis
faktor, dan model yang digunakan adalah
rotation method and Kaiser normalization. teknik
The results showed that each of these
factors were principal components analysis model
confirmatory dengan rotasi metode varimak
statistically independent, not associated with dengan Kaiser
other indicators. These findings reinforced
the normalization. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa masing-masing faktor secara statistik
theories used in this study that character
education loads indicators of dedication,
conviction,
bersifat independen, tidak terkait dengan yang tangguh dan mandiri serta rasa
indikator yang lainnya. Temuan ini
memperkuat tanggung jawab kemasyarakatan dan

teori-teori yang digunakan dalam penelitian kebangsaan. Selanjutnya dalam pasal 39


ini bahwa pendidikan budi pekerti memuat disebutkan bahwa pendidik merupakan
indikator-indikator pengabdian, keyakinan, tenaga profesional yang bertugas merenca-
kejujuran, kedisiplinan, toleransi, demokrasi, nakan dan melaksanakan proses pembe-
rasa
HADIWINARTO
memiliki, syukur, dan empati. Secara statistik,
masing-masing indikator dengan jelas JURNAL PSIKOLOGI 230
memuat
lajaran, menilai hasil pembelajaran, dan
keempat aspek budi pekerti. Oleh sebab itu,
melakukan pembimbingan.
penilaian budi pekerti mencakup aspek
kognitif, Dalam hal ini pendidik dapat diarti-kan
sebagai guru. Dalam Undang-Undang
afektif, dan perilaku merupakan suatu hal
yang mutlak harus dilakukan. Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN),
Kata kunci: budi pekerti, analisis faktor, terkandung makna bahwa setiap guru
kognitif, afektif dan perilaku
mempunyai tanggung jawab moral untuk
Undang-Undang
menanamkan nilai-nilai budi pekerti luhur
1
kepada siswa. Secara implisit setiap guru
Sistem Pendidikan
juga mempunyai tugas dan tanggungja-wab
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 untuk melakukan penilaian mengenai
menegaskan bahwa pendidikan nasional pengetahuan, pemahaman dan implemen-tasi
budi pekerti. Pada hakikatnya manu-sia
bertujuan mencerdaskan kehidupan bang-sa
adalah makhluk yang berakal budi,
dan mengembangkan manusia Indone-sia
seutuhnya, yaitu manusia yang beri -man dan makhluk pribadi, makhluk sosial, dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang
makhluk yang berbudaya. Pendidikan
1
bertujuan untuk memanusiakan manusia,
Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat
dila-kukan melalui: atau membantu proses hominisasi dan
hadiwinarto1309@gmail.com
humanisasi. Artinya membantu orang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
muda untuk semakin menjadi manusia,
memiliki pengetahuan dan keterampilan,
manusia yang bernilai tinggi, berbudaya
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
tinggi dan bermoral, berkarakter, bertang- tanggung jawab seluruh pendidik di
gung jawab, dan bersosialisasi. Hal ini
sekolah. Ibung (2009) mengatakan bahwa
karena pendidikan merupakan fenomena
moral adalah suatu keyakinan tentang
insani (Driyarkara, 2006). Pendapat ini
benar salah, baik dan buruk, yang sesuai
mengandung makna bahwa dalam proses
dengan kesepakatan sosial, yang menda-sari
pendidikan formal, setiap guru tidak tindakan atau pemikiran. Norma-norma
moral adalah tolok ukur yang
hanya membimbing, mengarahkan dan
digunakan masyarakat untuk mengukur
memberikan pengetahuan, pemahaman
kebaikan seseorang. Selanjutnya dijelaskan
dan keterampilan tentang ilmu pengeta-huan
dan teknologi kepada siswa, akan bahwa ada nilai-nilai sosial budaya yang

tetapi juga melaksanakan pendidikan mo-ral merupakan rangkaian dari konsep-konsep


sebagai bekal untuk menjadi makhluk
abstrak yang hidup di dalam alam pikiran
sosial, makhluk individual, dan makhluk
sebagian besar dari warga masyarakat me-
yang berke-Tuhanan. ngenai apa yang baik dan apa yang buruk

Pendidikan budi pekerti menjadi sa-ngat dan norma-norma yang mengatur kegiat-an-
penting untuk penanaman nilai-nilai kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita.
Nilai-nilai sosial budaya tadi berfung-si
moral dan nilai-nilai sosial kepada siswa sebagai pedoman dan pendorong
agar berbudi pekerti luhur. Kurangnya perilaku individu di dalam hidupnya.
pengetahuan dan pemahaman guru dalam Aeni dan Sudaryanto (2005) menyim-pulkan
mengajarkan pendidikan budi pekerti, bahwa evaluasi pendidikan budi

pemahaman yang sempit tentang budi pekerti yang dilakukan oleh pamong yang

pekerti, ketidakmampuan dan belum terkait dengan pembelajaran masih cende-


rung mengukur ketercapaian aspek kogni-tif
terbiasanya guru menambahkan pelajaran (kecerdasan), kurang memperhatikan

dengan nilai-nilai budi pekerti, kurangnya aspek afektif dan psikomotorik. Temuan

wibawa guru merupakan faktor pengham-bat ini mengindikasikan bahwa muatan pen-
untuk menjadikan diri guru sebagai didikan budi pekerti belum sesuai dengan

teladan (Afif, 2001). Terjadinya penyim- hakikat pendidikan budi pekerti. Ada
pangan moral siswa di sekolah, tidak
empat model untuk menanamkan nilai-nilai
dapat hanya dilimpahkan kepada guru moral kehidupan manusia sebagai

pendidikan agama, tetapi juga merupakan makhluk pribadi, berakal, dan berbudaya,
yakni: model sebagai mata pelajaran bahwa hakikat budi pekerti mencakup tiga

tersendiri, model terintegrasi dalam semua aspek, yaitu: (1) aspek kognitif atau

bidang studi, model diluar pengajaran, pemahaman atau pengetahuan, (2) aspek

dan model gabungan (Suparno, Koesoe-mo, afektif atau emosi dan perasaan, dan (3)
Titisari, & Kartono, 2002). Mulyana
aspek perilaku. Hasil pendidikan budi
(2004), mengemukakan bahwa setiap
pekerti merupakan bagian yang integral
pengajaran dan bimbingan yang dilaku-
dari hasil pendidikan pada umumnya.
PENILAIAN BUDI PEKERTI SISWA SEKOLAH
MENENGAH ATAS Pendidikan budi pekerti sebagai muatan

JURNAL PSIKOLOGI 231 pendidikan pada jalur pendidikan formal

kan pendidik sudah tentu melibatkan di Indonesia, menjadi sangat penting,

sekaligus juga sangat kompleks. Kom-


proses penyadaran nilai-nilai. Sekolah me-
miliki norma-norma yang harus dipahami pleksnya pendidikan budi pekerti itu

dan ditaati. Pada umumnya nilai-nilai terkait dengan beberapa persoalan. Perta-
ma, pendidikan budi pekerti bukan meru-
yang dianut di sekolah sejalan dengan pakan mata pelajaran tersendiri, tetapi

yang berlaku dalam masyarakat sekitar-nya. terkandung di dalam semua mata pela-jaran,
Dengan demikian, institusi pendidik-an atau dan dalam pergaulan di luar jam
sekolah harus menjadi lingkungan
pelajaran. Pendidikan budi pekerti tidak
yang kondusif. Hal ini sejalan dengan apa
harus merupakan satu mata pelajaran,
yang dikemukakan Sardiman (2010) bah-wa
sekolah harus menjadi sebuah komu-nitas dan karena materi budi pekerti secara eksplisit
wahana persaudaraan tempat sudah terkandung di dalam mata pela-jaran
berkembangnya nilai-nilai kebaikan atau Pendidikan Agama, mata pelajaran

nilai-nilai utama. Budi pekerti siswa di Pendidikan Kewarganegaraan, dan seba-gian


di dalam mata pelajaran Sosiologi.
sekolah mempunyai korelasi positif yang
Kedua, setiap guru mempunyai tanggung-
signifikan dengan prestasi belajar mata jawab moral untuk melaksanakan pendi -
dikan budi pekerti melalui pengajaran
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan,
mata pelajaran yang diajarkannya. Setiap
Sosiologi, Pendidikan Agama, dan Bahasa
guru bukan hanya harus melaksanakan
Indonesia (Hadiwinarto, 2009).
pendidikan budi pekerti, akan tetapi juga
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah
harus bertanggungjawab untuk melaku-kan (2004) mengemukakan bahwa pengajaran
penilaian budi pekerti siswa.
untuk toleransi, rasa hormat dan penge-nalan
Pendidikan Budi Pekerti dalam hubungan dengan agama

Pendidikan budi pekerti juga disebut atau kepercayaan, dapat diterapkan oleh

pendidikan nilai, merupakan suatu hal guru dalam menghadapi anak-anak dari

yang sangat berharga bagi kehidupan agama yang berbeda. Untuk memperjelas

umat manusia di seluruh dunia. Pendi-dikan pemahaman mereka, Kementerian Pendi-


nilai didalam institusi formal, non dikan melalui pengenalan suatu hal yang

formal dan informal di semua kelompok HADIWINARTO

masyarakat, negara dan bangsa, esensinya JURNAL PSIKOLOGI 232

adalah sesuatu hal yang baik bagi kehi-dupan baru berkaitan dengan moral dan nilai-nilai
manusia, meskipun di antara mere-ka kehidupan sehari-hari untuk meya-kinkan
memiliki standar nilai yang berbeda. anak-anak bahwa semua agama

Sebagaimana dikemukakan oleh Suparlan percaya mendukung nilai-nilai yang sama.

(2007) bahwa mendidik yang menekankan Dengan begitu anak-anak merasakan

pada pengembangan moral kejujuran, kesatuan di antara mereka dan keraguan

menjadi sasaran utama pencerdasan emo- mereka sudah akan mengecil. Zakaria
sional peserta didik, yang harus diper-
tanggungjawabkan oleh guru bersama (2001), mengemukakan bahwa pendidikan

semua komponen sekolah. Fakta menun- budi pekerti memiliki esensi dan makna
jukkan bahwa setiap mata pelajaran me- yang sama dengan pendidikan moral dan
ngandung potensi moral kejujuran, karena
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
mata pelajaran adalah suatu bentuk ilmu,
membentuk pribadi anak supaya menjadi
sedangkan ilmu itu sendiri, apapun jenis-nya
selalu berisi tentang kebenaran. Pen-dapat manusia yang baik, warga masyarakat,
Suparlan ini mempertegas bahwa
dan warga negara yang baik. Nilai-nilai
pendidikan budi pekerti bagi siswa di
adalah tidak hanya terkait dengan keper-
sekolah merupakan tanggung jawab cayaan, tetapi juga dengan pemahaman,

semua guru bidang studi bersama-sama perasaan, dan perilaku.

komponen sekolah lainnya. Pengertian budi pekerti secara opera-sional


adalah upaya untuk membekali
Berkenaan dengan hal ini, Kawsar
peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan latihan selama pertum-buhan meningkatkan kemampuan untuk meng-
dan perkembangan dirinya sebagai hindari sifat tercela yang dapat merusak

bekal masa depan agar memiliki hati diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

nurani yang bersih, berperangai baik, yang Budi pekerti lebih menitikberatkan pada

tercermin pada perilaku berupa ucapan, karakter, perangai, perilaku atau dengan

perbuatan, sikap pikiran, perasaan, kerja kata lain tata krama dan etika (Ryi, 2000).

dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai Jadi pendidikan budi pekerti dapat diar-tikan
sebagai penanaman nilai -nilai
agama serta norma dan moral (Setyowati,
akhlak, tata krama, bagaimana berperilaku
2009). Pendidikan budi pekerti merupakan
baik pada orang lain. Pada perkem-bangannya
pendidikan yang terintegrasi dengan se-tiap pendidikan budi pekerti tidak
bahan ajar, dan menjadi tanggung
hanya melibatkan relasi sosial anak, tetapi
jawab bersama antara lembaga pendidikan
juga melibatkan pengetahuan, perasaan
sekolah dan luar sekolah (Murtadlo, 2009).
dan perilaku anak yang berada dalam
Oleh karena itu, ia bukanlah suatu bahan
ranah pendidikan karakter.
ajar yang berdiri sendiri dan dilaksanakan
Pendidikan moral mencakup pengeta-huan,
oleh sebagian pihak saja, misalnya hanya sikap, kepercayaan, keterampilan,
oleh sekolah. dan perilaku yang baik, jujur, dan penya-yang
Cahyoto (2002) mengemukakan bah-wa dapat dinyatakan dengan istilah
pendidikan budi pekerti memiliki
bermoral. Menurut Zuchdi (2009), tujuan
beberapa tujuan yang dapat dijelaskan utama pendidikan moral adalah mengha-
sebagai berikut: (1) mendorong kebiasaan silkan individu yang mandiri, yang mema-hami
nilai-nilai moral dan memiliki komit-men
berperilaku terpuji sesuai nilai-nilai uni-versal untuk bertindak konsisten dengan
dan tradisi budaya yang religius; (2)
nilai-nilai tersebut. Dalam kaitannya
menanamkan jiwa kepemimpinan dan
dengan proses pembelajaran di sekolah,
tanggung jawab; (3) memupuk ketegaran
maka titik awal pendidikan moral adalah
mental peserta didik agar tidak terjerumus
membuat siswa-siswa memahami konsep
pada perilaku yang menyimpang, baik
moralitas. Hal ini karena pendidikan
secara individu maupun sosial, dan (4)
moral mengandung beberapa komponen,

yaitu pengetahuan tentang moralitas,


penalaran moral, perasaan kasihan dan sosial kehidupan. Ada empat model untuk

peduli terhadap kepentingan orang lain, menanamkan nilai-nilai moral kehidupan

dan tendensi moral (Zuchdi, Prasetya, & manusia sebagai makhluk pribadi, bera-kal,
sosial, dan berbudaya, yakni; model
Masruri, 2013).
sebagai mata pelajaran tersendiri, model
Ki Hadjar Dewantara mengartikan
terintegrasi dalam semua bidang studi,
pendidikan sebagai daya upaya memaju-kan
budi pekerti, pikiran serta jasmani model di luar pengajaran, dan model

anak, agar dapat memajukan kesempur-naan gabungan (Suparno, dkk, 2002).


hidup, yaitu hidup dan menghidup-kan anak
yang selaras dengan alam dan Tillman (2004) menyusun suatu

masyarakatnya (Wardani, 2010). Para program pendidikan nilai yang disebut

PENILAIAN BUDI PEKERTI SISWA SEKOLAH “Living Values: An Educational Program”,


MENENGAH ATAS dengan tujuan: (1) Untuk membantu
JURNAL PSIKOLOGI 233 individu memikirkan dan merefleksikan
pakar pendidikan menilai bahwa setiap nilai-nilai yang berbeda dan implikasi
praktik pendidikan diarahkan pada penca- praktis bila mengekspresikan nilai-nilai
paian tujuan-tujuan tertentu, apakah ber-
kenaan dengan penguasaan pengetahuan, tersebut dalam hubungannya dengan diri

pengembangan pribadi, kemampuan so-sial sendiri, orang lain, dan masyarakat. (2)
atau kemampuan kerja. Untuk
Untuk memperdalam pemahaman, moti-vasi
menyampaikan bahan pelajaran, ataupun dan tanggungjawab saat menentukan

mengembangkan kemampuan-kemam-puan pilihan-pilihan pribadi dan sosial yang


tersebut diperlukan metode penyam-paian
positif. (3) Untuk menginspirasi individu
serta alat bantu tertentu. Demikian
memilih nilai-nilai pribadi, sosial, moral
juga untuk menilai proses dan hasilnya
dan spiritual dan menyadari metode-metode
(Murtadlo, 2009).
praktis dalam mengembangkan
Sebagaimana telah dikemukakan di
dan memperdalam nilai-nilai tersebut, dan
atas bahwa perilaku yang dipelajari atau
(4) Untuk mendorong para pengajar dan
dibentuk melalui proses pendidikan, yakni
pengasuh memandang pendidikan sebagai
pendidikan budi pekerti dengan cara
sarana memberikan filsafat-filsafat hidup
penanaman nilai-nilai moral dan nilai-nilai
kepada murid, dengan demikian memfa- moral luhur.
silitasi pertumbuhan, perkembangan dan
Berdasarkan Buku Pedoman Pendi-dikan Budi
pilihan-pilihan mereka sehingga bisa Pekerti, nilai-nilai budi pekerti

berinteraksi dengan masyarakat dengan untuk sekolah menengah umum pada

rasa hormat, percaya diri dan tujuan yang mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan

jelas. Kewarganegaraan, mencakup nilai-nilai

Tilman (2004) juga mengemukakan keadilan, baik sangka, berani menerima

bahwa semua guru disarankan untuk risiko, berpikir jauh ke depan, bijaksana,

menambahkan kegiatan menjelajahi nilai cerdas, cermat, efisien, empati, hormat,

ke dalam kurikulum yang sudah ada, ikhlas, iman, inisiatif, kebersamaan, komit-
men, kooperatif, kukuh hati, manusiawi,
untuk anak-anak dan remaja, dengan
patriotik, pengabdian, pengendalian diri,
fokus nilai-nilai; perdamaian, rasa hormat,
ramah, rasa keterikatan, rela berkorban,
cinta, kebahagiaan, kejujuran, kesederha-
naan, tanggung jawab, kebersahajaan, rendah hati, taat asas, tenggang rasa, dan

toleransi, kerja sama, kebebasan, dan ulet (Depdiknas, 2003). Sedangkan pada

persatuan. mata pelajaran Pendidikan Agama Islam,

Berdasarkan teori-teori di atas, dapat HADIWINARTO

disintesiskan bahwa pendidikan budi JURNAL PSIKOLOGI 234

pekerti mencakup dua sisi, yakni sisi kon- mecakup: amanah, iman, disiplin, syukur,
septual dan sisi operasional. Secara kon-
septual, pendidikan budi pekerti adalah tanggung jawab, hemat, menghargai

upaya pembentukan, pengembangan, kesehatan/kebersihan, pemaaf, pemurah,

peningkatan pemeliharaan dan perbaikan menghargai waktu, pengabdian, pengend-


alian diri, rela berkorban, hormat, sema-ngat
kesadaran, perasaan, sikap dan pema-haman kebersamaan, taat asas, mawas diri,
tentang aturan dan norma peserta
rasa indah, saleh, kerja keras, lembut hati,
didik. Secara operasional, pendidikan budi
konstruktif, keras kemauan, adil, ikhlas,
pekerti adalah upaya membentuk perilaku
berkepribadian, kesatria, menghargai kar-ya
peserta didik agar kata, perbuatan, dan orang lain, rasa keterikatan, rajin, setia,

hasil karya berdasarkan nilai, norma dan tenggang rasa, berani berbuat benar,
berpikir ke depan, dinamis, demokratis, indikator, yakni: keyakinan, syukur, keju-
juran, rasa memiliki, kedisiplinan, toleran-si,
menghargai pendapat orang lain, manu-siawi, empati, pengabdian dan demokrasi.
produktif, patriotik, rasa percaya
Penilaian Budi Pekerti
diri, tangguh, tekun, terbuka, takut
Pendidikan budi pekerti yang meru-pakan
berbuat dosa, dan berani menerima risiko bagian integral dari pendidikan
(Depdiknas, 2003). formal di sekolah, perlu dilakukan evalua-si.
Kawsar (2004) juga mengemukakan Penilaian budi pekerti terkait dengan

bahwa nilai-nilai yang harus dimiliki persoalan materi pendidikan budi pekerti

siswa dalam belajar adalah nilai-nilai un-tuk di sekolah. Oleh sebab itu, isi alat atau
mencintai sesama, bekerjasama, meng-hargai
instrumen penilaian budi pekerti juga
persahabatan, cara bertanggung-jawab,
menjadi baik hati dan adil, menjadi harus mengenai nilai-nilai moral, nilai-nilai
sosial, sikap, emosi dan perasaan,
jujur apa yang mereka katakan dan
minat, motivasi, perilaku, dan pengeta-huan.
lakukan, belajar pentingnya kebebasan un-tuk Mulyana (2004) mengemukakan
semua orang, hubungan dengan orang
bahwa materi pendidikan budi pekerti
lain, hak/kebenaran seseorang, hubungan
dalam kurikulum pendidikan di sekolah
antara tugas-tugas, cara menghormati diri -
nya dan orang lain, bersama-sama lebih tidak merupakan mata pelajaran tersen-diri,
tetapi terintegrasi ke dalam semua
kuat daripada sendiri, mengeluarkan pen-
dapat untuk memecahkan permasalahan, mata pelajaran, dan dalam pergaulan di

menghargai hidup secara damai, menik-mati luar jam pelajaran. Artinya, bahwa setiap
kebahagiaan, menghindari kekeras-an,
mengetahui bahwa manusia mempu-nyai pengajaran dan bimbingan yang dilaku-kan
harga diri dan martabat, menghor-mati pendidik sudah tentu melibatkan
kebenaran, menikmati sukses, dan proses penyadaran nilai-nilai. Akan tetapi,
merasakan bahagia atas kesuksesan. mengingat keberadaan materi pendidikan
Berdasarkan beberapa pendapat me-ngenai budi pekerti yang tidak secara khusus,
pendidikan dan penilaian budi
maka konsekuensinya tidak ada guru
pekerti yang telah dipaparkan di atas,
yang mempunyai tanggung jawab formal
dapat disimpulkan bahwa penilaian budi
melaksanakan penilaian terhadap hasil
pekerti setidaknya mencakup sembilan
pendidikan budi pekerti.
Terkait hal ini Djaali (2002) menyata-kan itu dilakukan. Berdasarkan hakikat budi
bahwa sampai saat ini masih banyak
pekerti sebagaimana telah diuraikan di
dijumpai kesulitan dalam mengukur mutu
atas, maka penilaian terhadap hasil pendi-
pendidikan di Indonesia, sehingga tolok dikan budi pekerti mencakup ranah kogni-tif,
afektif, dan perilaku.
ukur akhlak dan moral misalnya, para
Observasi merupakan cara yang tepat
guru di lapangan masih belum dapat
untuk menilai aspek perilaku. Sebagai-mana
melakukan evaluasi yang standar, sehing-ga penelitian Morrison, Forress, dan
terkadang menjadi alasan untuk
MacMillan (dalam Kerlinger, 2002) yang
mengabaikan proses pendidikan nilai dan
menggunakan sampling-waktu untuk
akhlak di sekolah. Penelitian Rufran dan
merekam/mencatat perilaku semua anak
Hadiwinarto (2005) menemukan bahwa
dalam suatu ruangan kelas. Secara rutin
penilaian budi pekerti siswa di sekolah
dan teratur, perilaku setiap anak diobser-vasi
menengah atas belum dilakukan secara selama interval enam-detikan, hingga
menyeluruh pada semua aspek, karena sedikitnya sepuluh interval untuk perilaku
hanya dilakukan melalui pengamatan setiap anak setiap hari telah terekam
terhadap perilaku siswa. Penilaian budi (Kerlinger, 2002). Metode lain yang dapat
pekerti terutama diarahkan untuk mem- digunakan adalah dengan cara mengaju-kan
perbaiki perilaku anak, namun juga dapat pertanyaan-pertanyaan khusus dalam
PENILAIAN BUDI PEKERTI SISWA SEKOLAH
wawancara atau pada inventori laporan
MENENGAH ATAS
diri sendiri. Asumsi metode ini adalah
JURNAL PSIKOLOGI 235
bahwa responden lebih mengetahui ten-tang
dipergunakan untuk keperluan lain, seper-ti sikapnya sendiri dan mengungkap-kannya
kenaikan kelas dan sebagai bahan kepada pewawancara. Menurut
pertimbangan untuk keperluan tertentu Mardapi (2011), melalui metode ini
(Afif, 2001). informasi yang diperoleh berupa nilai dan
Ada tiga pertanyaan utama dalam keyakinan yang positif dan yang negatif.
penilaian budi pekerti siswa di sekolah, Hal-hal yang positif diperkuat sedang
yakni: pertama, apa yang dinilai; kedua, sia- yang negatif diperlemah dan akhirnya
pa yang melakukan penilaian; dan ketiga,
dihilangkan.
kapan atau dalam peristiwa apa penilaian
Berdasarkan uraian di atas, maka 0,173 dan tertinggi 0,645; koefisien relia-
bilitas 0,916. (2) Aspek kognitif berupa tes,
permasalahan yang mendasari perlunya
memiliki koefisien validitas butir terendah
penelitian ini dilakukan adalah apakah
0,123 dan tertinggi 0,607, koefisien relia-
penilaian budi pekerti siswa di sekolah bilitas 0,849. (3) Aspek perilaku di dalam
mengungkap semua indikator budi peker-ti. proses pembelajaran berupa checklist,
Mengingat sangat pentingnya pendi -dikan
budi pekerti siswa di sekolah, maka memiliki koefisien validitas butir terendah

perlu dilakukan penelitian dengan menga- 0,124 dan tertinggi 0,628 dan koefisien
nalisis muatan atau faktor-faktor dalam
reliabilitas 0,942, dan (4) Aspek perilaku di
pendidikan budi pekerti menggunakan
luar proses pembelajaran berupa checklist,
instrumen yang memuat semua indikator
memiliki koefisien validitas butir terendah
budi pekerti. Tujuan penelitian ini untuk
0,130 dan tertinggi 0,604 dan koefisien
mendeskripsikan muatan faktor hasil
reliabilitas 0,843 (Hadiwinarto, 2009).
penilaian pendidikan budi pekerti siswa di
Penilaian budi pekerti aspek kognitif dan
sekolah menengah atas.
aspek afektif dilakukan oleh siswa sendiri,
Metode
penilaian aspek perilaku di dalam proses
Penelitian ini mendeskripsikan secara
pembelajaran dilakukan oleh guru bidang
statistik muatan pendidikan budi pekerti
studi, dan penilaian aspek perilaku di luar
berdasarkan faktor-faktornya. Jumlah
proses pembelajaran dilakukan oleh tata
sampel penelitian 545 orang siswa kelas
usaha sekolah, guru bimbingan konseling,
dua dari lima sekolah menengah atas
dan guru pembina kegiatan kesiswaan.
negeri di Provinsi Bengkulu. Instrumen
HADIWINARTO
yang digunakan untuk pengumpulan data
JURNAL PSIKOLOGI 236
adalah instrumen penilaian budi pekerti
Data dianalisis dengan menggunakan
yang terdiri atas 225 butir. Instrumen
teknik analisis faktor. Analisis faktor
tersebut terdiri atas empat aspek, yakni:
utamanya dipergunakan untuk mereduksi
(1) Aspek afektif berupa kuesioner,
data atau meringkas dari variabel yang
memiliki koefisien validitas butir terendah
banyak diubah menjadi sedikit variabel
baru yang disebut faktor dan masih aspek-aspek penilaian budi pekerti selan-
jutnya disebut sebagai faktor. Melalui
memuat sebagian besar informasi yang
analisis faktor, sejumlah skor butir di
terkandung dalam variabel asli (Supranto,
dalam satu indikator direduksi hingga
2004). Analisis faktor adalah analisis sta-tistik
yang digunakan untuk menemukan beberapa iterasi. Iterasi terakhir merupa-kan
bukti bahwa skor butir-butir faktor
beberapa faktor yang mendasari dan
yang tetap berada di dalam indikatornya
mengungkapkan saling keterkaitan dian-tara
variabel. Analisis ini bertujuan untuk adalah betul-betul bersifat independen

mengetahui hubungan interkorelasi di tidak terkait dengan indikator lainnya.

antara sejumlah besar variabel dengan ca-ra Hasil


mengidentifikasi satu set dimensi pokok
Untuk keperluan analisis faktor de-ngan aspek
yang sama (Srinadi & Nilakusmawati, penilaian sebagai faktor, maka

2008). data disusun berdasarkan indikatornya.

Dua model dalam analisis faktor, Penilaian budi pekerti siswa di sekolah

yakni: model confirmatory dan model mencakup sembilan indikator. Masing-


masing indikator terdiri atas empat faktor,
exploratory. Model yang digunakan adalah
yakni: faktor afektif, faktor kognitif, faktor
teknik principal components analysis model
perilaku di dalam proses pembelajaran,
confirmatory dengan rotasi metode varimak
dan faktor perilaku di luar proses pembe-
dengan kaiser normalization. Instrumen lajaran. Sebaran jumlah butir masing-masing
yang digunakan disusun berdasarkan indikator ke dalam empat faktor,

konstruknya, yakni kajian-kajian teoretik disajikan pada Tabel 1.

tentang materi pendidikan budi pekerti. Hasil perhitungan analisis faktor ter-hadap
data butir masing-masing indikator
Principal components analysis adalah teknik
dengan menggunakan bantuan Program
statistik yang digunakan untuk satu set
SPSS for Windows Versi 12.0, terangkum
variabel untuk melihat variabel-variabel
dalam Tabel 2. Setelah dikonfirmasi,
mana yang membentuk satu sub-tes tetapi
ternyata pada masing-masing indikator
bebas dari subtes-subtes lainnya
terdapat kesamaan antara sebaran butir-butir
(Tabachnik & Fidell, 2007). indikator atas dasar konstruknya

Untuk keperluan analisis faktor, maka dengan hasil analisis faktor.


Temuan ini membuktikan bahwa indikator budi pekerti akan memperkuat

muatan pendidikan budi pekerti pada keharusan betapa komprehensifnya meni-lai


budi pekerti siswa.
masing-masing indikator bersifat indipen-den
tidak terkait dengan indikator lain, Melalui analisis faktor ditemukan

setiap indikator tetap memuat keempat penyebaran butir-butir ke sejumlah faktor

faktor. merupakan bukti adanya struktur

Diskusi hubungan antar variabel yang diteliti.

Pendidikan budi pekerti di sekolah Sebagaimana dikemukakan oleh Supranto

diketahui secara umum bukan sebagai (2004) bahwa analisis faktor utamanya

mata pelajaran tersendiri. Pemberian dipergunakan untuk mereduksi data atau

pendidikan budi pekerti di sekolah meringkas dari variabel yang banyak di-ubah
menjadi sedikit variabel baru yang
menjadi tanggung jawab semua guru dan
disebut faktor dan masih memuat seba-gian
personil sekolah. Oleh sebab itu, penilaian besar informasi yang terkandung
terhadap budi pekerti siswa di sekolah dalam variabel asli (original variable).
juga harus dilakukan oleh semua personil Srinadi dan Nilakusmawati (2008) menge-
sekolah. mukakan bahwa analisis faktor bertujuan

PENILAIAN BUDI PEKERTI SISWA SEKOLAH untuk mengetahui hubungan interkorelasi


MENENGAH ATAS di antara sejumlah besar variabel dengan
JURNAL PSIKOLOGI 237 cara mengidentifikasi satu set dimensi
Secara teoritis, pendidikan budi pe-kerti pokok yang sama.
memuat sembilan indikator, yakni:
Tabel 1
indikator keyakinan, indikator syukur,
Sebaran jumlah butir masing -masing
indikator kejujuran, indikator rasa memi-liki,
indikator ke dalam faktor
indikator kedisiplinan, indikator tole-ransi,
indikator empati, indikator pengab-dian dan Butir-butir Faktor
indikator demokrasi. Pemilihan
No. Indikator Afektif Kognitif Perilaku di
butir-butir antara indikator yang satu
dalam PBM
dengan indikator lainnya haruslah jelas,
Perilaku di
ini diperkuat dengan hasil analisis faktor.
luar PBM
Kejelasan eksistensi butir dalam setiap
Jmlh Syukur 14 0,755 13277,845 91 0,000 4
Oke
Butir
Empati 13 0,741 6496,988 78 0,000 5 Oke
1. Pengabdian 8 6 8 9 31
HADIWINARTO
2. Kejujuran 8 7 8 7 30
JURNAL PSIKOLOGI 238
3. Toleransi 8 8 9 8 33
Dengan mempelajari butir-butir ins-trumen
4. Keyakinan 7 6 8 5 26 pada indikator keyakinan, ternya-ta memuat
5. Rasa Memiliki 7 5 7 7 26 hal-hal seperti yang dikemuka-kan oleh
Zuchdi (2009) bahwa pendidikan
6. Kedisiplinan 7 5 9 8 29
moral mencakup pengetahuan, sikap,
7. Demokrasi 6 6 5 6 23
kepercayaan, keterampilan, dan perilaku
8. Syukur 5 3 3 3 14
yang baik, jujur, dan penyayang. Mulyana
9. Empati 4 4 3 2 13
(2004) mengemukakan bahwa nilai adalah
Total 60 50 60 55 225
rujukan dan keyakinan dalam menentu-kan
Tabel 2 pilihan. Nilai adalah standar tingkah

Rangkuman hasil analisis faktor terhadap 9 laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan
indikator penilaian budi pekerti
efisiensi yang mengikat manusia dan
Aspek Butir MSA Chi-Square df Sig. Iterasi
Konfirmasi sepatutnya untuk dijalankan dan diperta-
hankan. Indikator syukur juga memuat
Pengabdian 31 0,868 26593,781 465 0,000
5 Oke hal-hal seperti yang dikemukakan oleh

Kejujuran 30 0,719 27561,180 435 0,000 5 Amin (2004) bahwa syukur, yaitu perasaan
Oke yang terus menerus berbudi baik dan
Toleransi 33 0,789 27084,479 528 0,00 5
penghargaan terhadap kebajikan, yang
Oke
mendorong hati untuk mencintai dan lisan
Keyakinan 26 0,616 25366,668 325 0,000 5
Oke untuk memuji. Budi pekerti mengandung

Rasa memiliki 26 0,706 18530,383 325 pengertian antara lain adat istiadat, sopan
0,000 5 Oke
santun, dan perilaku. Dalam konteks peri-laku
Kedisiplinan 29 0,664 31156,857 406 0,000 siswa di sekolah, maka penilaian
5 Oke
perilaku dilakukan oleh guru dan personil
Demokrasi 23 0,781 25239,038 253 0,000
5 Oke sekolah lainnya. Agar proses penilaian
terfokus, maka dilaksanakan oleh guru teori bahwa setiap indikator dalam meni-lai
budi pekerti siswa di sekolah harus
bidang studi, pejabat sekolah, maupun staf
memuat keempat faktor budi pekerti,
administrasi sekolah.
yakni faktor afektif, faktor kognitif, faktor
Penilaian terhadap aspek afektif dila-kukan
oleh siswa itu sendiri. Karena pada perilaku di dalam proses pembelajaran,

ranah afektif menyangkut persoalan sikap, dan faktor perilaku di luar proses pembe-
lajaran. Sebagaimana dikemukakan oleh
emosi, perasaan, motivasi, minat, pengeta-
huan yang dimiliki siswa sebagai indivi-du. Zakaria (2001), bahwa pendidikan budi
Asumsi dari penilaian melalui metode
pekerti memiliki esensi dan makna yang
ini adalah bahwa responden lebih menge-
sama dengan pendidikan moral dan pen-
tahui tentang sikapnya sendiri dan dapat
didikan akhlak. Tujuannya adalah mem-
mengungkapkannya kepada pewawan-cara. bentuk pribadi anak supaya menjadi
Hal ini sesuai dengan pendapat
manusia yang baik, warga masyarakat,
Mulyana (2004) bahwa penilaian untuk
dan warga negara yang baik.
afektif seringkali menghadapi sejumlah
Lebih lanjut Mardapi (2011) menge-mukakan
kesulitan. Kesulitan itu muncul karena hal bahwa nilai berkaitan dengan

yang berkaitan dengan nilai, sikap, minat keyakinan, sikap dan aktivitas atau tin-dakan
seseorang. Tindakan merupakan
dan motivasi merupakan kemampuan
refleksi dari nilai yang dianutnya. Selain
individu yang hanya diketahui persis oleh
melalui kuesioner ranah afektif siswa,
orang yang bersangkutan. Meskipun
sikap, minat, konsep diri, dan nilai dapat
begitu, penilaian aspek afektif harus tetap
digali melalui pengamatan. Pengamatan
dilakukan, karena aspek afektif merupa-kan
bagian dari organisme manusia yang karakteristik afektif siswa dilakukan di

tidak bisa dilepaskan. tempat terjadinya kegiatan belajar menga -jar.


Untuk mengetahui keadaan ranah
Berdasarkan hasil analisis faktor,
afektif siswa, guru harus menyiapkan diri
masing-masing indikator memuat faktor
untuk mencatat setiap tindakan yang
afektif, kognitif, perilaku di dalam proses
muncul dari siswa yang berkaitan dengan
pembelajaran, dan perilaku di luar proses
indikator ranah afektif siswa.
pembelajaran. Temuan ini memperkuat
Penelitian yang dilakukan oleh
Murtadlo (2009) menyimpulkan bahwa indipenden dan tidak terikat dengan

pendidikan budi pekerti diintegrasikan ke indikator lainnya; dan (3) masing-masing

dalam semua mata pelajaran. Dengan indikator secara teori maupun secara sta -
tistik mengandung keempat aspek, yakni:
demikian akan menghindarkan adanya
aspek kognitif, afektif, perilaku di dalam
“mata pelajaran baru, alat indoktrinasi,
proses pembelajaran dan perilaku di luar
media penyaluran kepentingan, dan
proses pembelajaran.
PENILAIAN BUDI PEKERTI SISWA SEKOLAH
MENENGAH ATAS Kepustakaan

JURNAL PSIKOLOGI 239 Aeni, K., & Sudaryanto. (2005). Proses

pelajaran hafalan yang membosankan.” Pendidikan Budi Pekerti di Taman

Penilaian dalam pembelajaran terpadu ini Muda Majelis Ibu Pawiyatan Taman

adalah penilaian terhadap sosok utuh para Siswa Yogyakarta. Jurnal Pendidikan

siswa. Oleh karena itu, penilaiannya pun dan Evaluasi, 1(VII), Program Pasca-sarjana.
Universitas Negeri Yogyakar-ta.
memerlukan perhatian khusus karena
Afif, Z. (2001). “Pendidikan Budi Pekerti
yang akan ditangkap adalah kemampuan
dalam Pelayanan Bimbingan Kon-seling di
dan kepribadian; alat yang bervariatif Sekolah”. Makalah Konvensi
seperti portofolio, catatan observasi, wa-
Nasional XII IPBI. Bandar Lampung
wancara, tes skala sikap, inventori kepri-
badian, proyektif; waktu yang cukup dan Amin, M. (2004). Sepuluh Induk Akhlak

terus menerus; dan keterlibatan semua Terpuji. Jakarta: Kalam Mulia.

pihak seperti guru, orang tua, dan masya- Cahyoto. (2002). Budi Pekerti dalam Pespektif
rakat.
Pendidikan. Depdiknas Pendidikan
Kesimpulan
Dasar dan Menengah Pusat Penataran
Kesimpulan penelitian ini adalah: (1)
Guru IPS dan PMP Malang.
penilaian budi pekerti siswa harus menca-kup
sembilan indikator, yakni: indikator Departemen Pendidikan Nasional. (2003).

keyakinan, syukur, kejujuran, rasa memi-liki, Pedoman Umum Pendidikan Budi Pekerti
kedisiplinan, toleransi, empati, pe-ngabdian pada Jenjang Pendidikan Dasar dan
dan demokrasi; (2) kesembilan
Menengah. Buku I. Jakarta: Dit. Jend.
indikator tersebut, masing-masing bersifat
Dikdasmen.
Djaali. (2002). Peningkatan Mutu Pendi-dikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Nasional di Era Global. Jurnal
Murtadlo, A. (2009). Pendekatan Nilai:
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 1(2 ).
Kajian atas Implementasi Pendidikan
Driyarkara. (2006). Karya Lengkap Driyar-
kara. A Sudiardja, dkk. (ed.). Yogya-karta: HADIWINARTO
Penerbit Kompas, Gramedia, JURNAL PSIKOLOGI 240
dan Kanisius. Budi Pekerti dalam Proses Pembela-jaran.
Hadiwinarto. (2009). Hubungan antara Innovatio, VIII(1), 107–122.

budi pekerti dengan prestasi belajar Rufran, Z., & Hadiwinarto. (2005). Pelak-
sanaan Pendidikan Budi Pekerti Siswa
siswa SMA. Jurnal Pendidikan dan
SMA Negeri di Kota Bangkulu.
Kebudayaan, 15(6), Balitbang Depdik-nas.
Laporan Penelitian. Tidak Dipublikasi -kan.
Jakarta.
Lembaga Penelitian Universitas
Ibung, D. (2009). Mengembangkan Nilai
Bengkulu.
Moral pada Anak. Jakarta: PT Elex
Ryi. (2000). Pendidikan Nilai untuk Pem-
Media Komputindo. bentukan Karakter Manusia. Harian

Kawsar, K. H. (2004). Teaching for tolerance, Kompas, Rabu 3 Mei.

respect and recognition in relation with Sardiman. (2010). Problematika dalam

religion or belief. Diunduh dari: Pendidikan Karakter. Proceeding Semi-nar


Nasional dalam Rangka Dies Natalis
http://folk.uio/leirvik/OsloCoalition/K
UNY Ke-46. Kerjasama FISE UNY
ouchok0904.doc.
dengan SKH Kedaulatan Rakyat. 12
Kerlinger. (2002). Asas-asas Penelitian
Mei 2010. 17–27.
Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada
Setyowati, E. (2009). Pendidikan Budi
University Press.
Pekerti menjadi Mata Pelajaran di
Mardapi, D. (2011). Penilaian Pendidikan
Sekolah. Lembaran Ilmu Kependidikan,
Karakter. Dalam Darmiyati Zuchdi
39(2), 148–154.
(Eds.) Pendidikan Karakter dalam Pers-pektif
Teori dan Praktek (hal. 185 – 211). Soedijarto. (2003). Menuju Pendidikan

Yogyakarta: UNY Press. Nasional yang Relevan dan Bermutu.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Jakarta: Balai Pustaka.


Srinadi & Nilakusmawati. (2008). Faktor- Undang-Undang Republik Indonesia
faktor Penentu Kepuasan Mahasiswa
Nomor 20 Tahun 2003. Sistem
terhadap Pelayanan Fakultas sebagai
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Lembaga Pendidikan. (Studi Kasus di
Wardani, K. (2010). Peran Guru dalam
FMIPA, Universitas Udayana). Cakra-wala
Pendidikan, XXVII(3), 217–231. Pendidikan Karakter menurut Konsep

Suparlan, S. (2007). Filsafat Pendidikan. Pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Proceedings of The 4th International

Suparno, P., Koesoemo, M.Y., Titisari, D., Conference on Teacher Education; Join

& Kartono, St. (2002). Pendidikan Budi Conference UPI & UPSI Bandung,

Pekerti di Sekolah. Yogyakarta: Kani-sius. Indonesia, 230 – 239.

Zakaria, T. R. (2001). “Pendekatan-pen-


Supranto, J. (2004). Analisis Multivariat:
dekatan Pendidikan Nilai dan Imple-mentasi
Arti dan Interpretasi. Jakarta: Rineka Pendidikan Budi Pekerti”.

Cipta. Diunduh dari: www.pdk.go.id/

Tabachnik, B. G., & Fidell, L. S. (2007). balitbang/publikasi/jurnal tanggal 13

Using Multivariate Statistics (5 Juni 2014.

th Zuchdi, D. (2009). Humanisasi Pendidikan:

ed.). Menemukan Kembali Pendidikan yang

Boston: Allyn & Bacon/Pearson Edu-cation. Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.

Tillman, D. (2004a). Alih Bahasa: Adi Zuchdi, D., Prasetya, Z. K., & Masruri, M.

Respati; Airy Sukidjo. Living Values: S. (2013). Model Pendidikan Karakter:

An Educational Program: Living Terintegrasi dalam Pembelajaran dan

Values Activities for Children. Jakarta: Pengembangan Kultur Sekolah. Yogya-karta:


Multi Presindo.
PT. Grasindo.

Tillman, D. (2004b). Alih Bahasa: Agustine

R.E. Living Values: An Educational

Program: Living Values Parent Groups:

A Facilitator Guide. Jakarta: PT. Gra-sindo.

Anda mungkin juga menyukai