Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KEPERAWATAN MADIKAL BEDAH (KMB) PERNAFASAN

ATELEKTASI PARU

Disusun oleh:

Isnani (185139022)

Ali Khumaedi (185139025)

Wulandari (185139036)

Rindu Damayanti (185139037)

S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

2018

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................................. 1


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 3
KONSEP DASAR .................................................................................................................................. 4
I. Definisi........................................................................................................................................ 4
II. Klasifikasi Atelektasis................................................................................................................. 4
III. Patofisiologi ............................................................................................................................ 9
IV. Tanda dan Gejala .................................................................................................................. 13
V. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................................ 14
VI. Penatalaksanaan .................................................................................................................... 17
VII. Asuhan Keperawatan ............................................................................................................ 18
PENUTUP ............................................................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 30

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

Keperwatan Medikal Bedah (KMB) Pernafasan yang berjudul: Makalah Atelektasis Paru.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, akan

tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan

makalah ini sesuai dengan waktu yaang telah ditentukan.

Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu, memberi pengarahan, bimbingan, semangat serta

doa untuk keberhasilan penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para

pembaca.

Jakarta, Oktober 2018

Penulis

3
KONSEP DASAR

I. Definisi

Atelektasis adalah suatu kondisi dimana paru-paru tidak dapat

mengembang secara sempurna. (Somantri, 2008)

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat

penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan

yang sangat dangkal. ( Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson, 2006)

Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps tidak

mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi

ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan

kecepatan pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)

Jadi, atelektasis merupaka suatu keadaan kolaps, dimana paru-paru tidak dapat

megembang secara sempurna, tepatnya pada alveolus/alveoli paru yang tidak

mengandung udara.

II. Klasifikasi Atelektasis

A. Berdasarkan faktor yang menimbulkan Atelektasis

1. Atelektasis Neonatorum

Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam

otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor pencetus

termasuk komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter.

Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non

crepitant, lembek dan alastis. Yang khas paru ini tidak mampu

4
mengembang di dalam air. Secara histologis, alveoli mempunyai paru

bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi dindingin septa

yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem melaposi

rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein granular bercampur

dengan debris amnion dan rongga udara. Atelektasi neonatorum pada

sistem, gawat napas, telah di bahas disebelumnya.

2. Atelektasis Acquired atau Didapat

Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang

menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah

berkembang. Jadi terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi

dan bercak. Istilah ini banya menyangkut mechanisme dasar yang

menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut

Atelektasis acquired atau didapat terbagi atas :

a. Altelektasis absorpsi

Terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat sehingga

udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim. Udara yang telah

tersedia secara lambat laun memasuki aliran darah, disertai dengan

kolapsnya alveoli. Tergantung dari tingkat obstruksi saluran udara,

seluruh paru, merupakan lobus yang lengkap, atau bercak segmen

dapat terlibat. Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah abstruksi

bronchus oleh suatu sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi pasca

operasi. Asma bronchial, bronkiektasis dan bronchitis akut serta

kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis. Dapat

pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis, dapat pula

menyebabkan obstruksi karena sumbatan bahan mukopurulen.

5
Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh aspirasi benda asing atau

bekuan darah, terutama pada anak atau selama operasi rongga mulut

atau anestesi. Saluran udara dapat juga tersumbat oleh tumor, terutama

karsinoma bronkogenik dengan pembesaran kelenjar getah bening

(seperti pada tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh

darah.

b. Atelektasis kompresi

Paling sering dihubungkan dengan penimbunan cairan darah

atau udara dalam kavum pleura, yang secara mekanis menyebabkan

kolaps paru di sebelahnya. Ini adalah kejadian yang sering pada efusi

pleura dari penyebab apa pun, namun mungkin yang paling sering

dihubungkan dengan hidrotoraks pada payah jantung kongesti.

Pneumotoraks dapat juga menyebabkan atelektasis kompresi pada

penderita dengan tirah baring dan penderita denan asites, atelaktasis

basal menyebabkan posisi diafragma yang lebih tinggi.

c. Atelektasis kontraksi

Terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura yang

menghambat ekspensi dan meningkatkan daya pegas pada ekspirasi.

d. Atelektasis bercak

Bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps paru, sepeti terjadi

pada obstruksi bronkioli yang multiple karena sekresi atau eksudat

pada kedua sindrom gawat napas orang dewasa dan bayi. Pada

sebagian kecil kasus, atelektasis terjadi karena patogenesis tertentu

yang menyertai jelas pada dinding dada.

6
Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya

timbul karena sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi

manifest karena mendadak timbul sesak napas. Memang peristiwa

sesak napas akut dalam 48 jam setelah satu prosedur pembedahan,

hampir selalu didiagnosis sebagai atelektasis. Yang penting adalah

atelektasis dapat didiagnosis dini dan terjadi reekspensi yang tepat dari

paru yang terkena, karena perenkim yang kolaps amit peka terhadap

infeksi yang menunggagi. Atelektasis persisten segmen paru mungkin

merupakan bagian penting untuk terjadinya karsinoma bronkogenik

yang diam-diam.

B. Berdasarkan luasnya Atelektasis

1. Massive atelectase, mengenai satu paru

2. Satu lobus, percabangan main bronchus

C. Berdasarkan lokasi Atelektasis

1. Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka akan

tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak PA hamya

memperlihatkan diafragma letak tinggi.

2. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan

peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang

membesar.

3. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi

dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah

atelektasis.

4. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA, maka

perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue), yang

7
memperlihatkan bagian uang terselubung dengan penarikan fissure

interlobularis.

5. Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan terjadi

pada bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan

horizontal tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan

dengan proses fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka

biasanya tidak ada keluhan.

D. Klasifikasi atelektasis berdasarkan penyebabnya menurut Elizabeth J. Corwin,

2009, ialah :

1. Atelektasis Kompresi

Atelektasis kompresi terjadi ketika sumber dari luar alveolus menimpa

kan gaya yang cukup besar pada alveolus sehingga alveolus kolaps. Hal ini

terjadi jika dinding dada tertusuk atau terbuka, karena tekanan atmosfir lebih

besar daripada tekanan yang menahan paru mengembang ( tekanan pleura )

dan dengan pajanan tekanan atmosfir paru akan kolaps. Atelekasis kompresi

juga dapat terjadi jika terdapat tekanan yang bekerja pada paru atau alveoli

akibat pertumbuhan tumor. Distensi abdomen, atau edema, dan pembengkakan

ruang interstitial yang mengelilingi alveolus.

2. Atelektasis Absorpsi.

Atelektasis absorpsi terjadi akibat tidak adanya udara didalam

alveolus, apabila aliran masuk udara ke dalam alveolus dihambat, udara yang

sedang berada di dalam alveolus akhirnya berdifusi keluar dan alveolus akan

kolaps. Penyumbatan aliran udara biasanya terjadi akibat penimbunan mukus

dan obstruksi aliran udara bronkus yang mengaliri suatu kelompok alveolus

tertentu, setiap keadaan menyebabkan akumulasi mukus, seperti fibrosis

8
kistik, pneumonia, atau bronkitis kronik, meningkatkan resiko atelektasis

absorbsi. Atelektasis juga absorpsi juga dapat disebabkan oleh segala sesuatu

yang menurunkan pembentukan atau konsentrasi surfaktan tanpa surfaktan,

tegangan permukaan alveolus sangat tinggi. Meningkatkan kemungkinan

kolapsnya alveolus.

III. Patofisiologi

Pada atelektasis absorpsi, obstruksi saluran napas menghambat masuknya

udara ke dalam alveolus yang terletak distal terhadap sumbatan. Udara yang

sudah terdapat dalam alveolus tersebut diabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam

aliran darah dan alveolus kolaps. Untuk mengembangkan alveolus yang kolaps

total diperlukan tekanan udara yang lebih besar, seperti halnya seseorang harus

meniup balon lebih keras pada waktu mulai mengembangkan balon.

Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik

atau ekstrinsik. Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh secret

atau eksudat yang tertahan. Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya disebabkan

oleh neoplasma, pembesaran kelenjar getah benih, aneurisma atau jaringan parut.

Mekanisme pertahanan fisiologik yang bekerja mempertahankan sterilitas

saluran nafas bagian bawah bertindak mencegah atelektasis dengan menghalangi

terjadinya obstruksi. Mekanisme-mekanisme yang beperan adalah kerja gabungan

dari “tangga berjalan silia” yang dibantu oleh batuk untuk memindahkan partikel-

partikel dan bakteri yang berbahaya ke dalam faring posterior, tempat partikel dan

bakteri tersebut ditelan atau dikeluarkan.

Mekanisme lain yang bertujuan mencegah atelektasis adalah ventilasi

kolateral. Hanya inspirasi dalam saja yang efektif untuk membuka pori-pori Kohn

9
dan menimbulkan ventilasi kolateral ke dalam alveolus disebelahnya yang

mengalami penyumbatan. Dengan demikian kolaps akibat absorpsi gas-gas dalam

alveolus yang tersumbat dapat dicegah (dalam keadaan normal absorpsi gas ke

dalam darah lebih mudah karena tekanan parsial total gas-gas darah sedikit lebih

rendah daripada tekanan atmosfer akibat lebih banyaknya O2 yang diabsorpsi ke

dalam jaringan daripada CO2yang diekskresikan).

Selama ekspirasi, pori-pori Kohn menutup, akibatnya tekanan di dalam

alveolus yang tersumbat meningkat, sehingga membantu pengeluaran sumbat

mucus. Bahkan dapat dihasilkan gaya ekspirasi yang lebih besar, yaitu sesudah

bernafas dalam, glotis tertutup dan kemudian terbuka tiba-tiba seperti pada proses

batuk normal. Sebaliknya pori-pori Kohn tetap tertutup sewaktu inspirasi

dangkal; sehingga tidak ada ventilasi kolateral menuju alveolus yang tersumbat;

dan tekanan yang memadai untuk mengeluarkan sumbat mucus tidak akan

tercapai. Absorpsi gas-gas alveolus ke dalam aliran darah berlangsung terus, dan

mengakibatkan kolaps alveolus. Dengan keluarnya gas dari alveolus, maka

tempat yang kosong itu sedikit demi sedikit akan terisi cairan edema.

Atelektasis pada dasar paru sering kali muncul pada mereka yang

pernapasannya dangkal karena nyeri, lemah atau peregangan abdominal. Sekret

yang tertahan dapat mengakibatkan pneumonia dan atelektasis yang lebih luas.

Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantina jaringan paru

yang terserang dengan jaringan fibrosis. Untuk dapat melakukan tindakan

pencegahan yang memadai diperlukan pengenalan terhadap faktor-faktor yang

mengganggu mekanisme pertahanan paru normal.

Atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada semua

bagian paru atau bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar dan

10
mengakibatkan kolaps. Sebab-sebab yang paling sering adalah efusi pleura,

pneumothoraks, atau peregangan abdominal yang mendorong diafragma ke atas.

Atelektasis tekanan lebih jarang terjadi dibandingkan dengan atelektasis absorpsi.

Hilangnya surfaktan dari rongga udara terminal menyebabkan kegagalan

paru untuk mengembang secara menyeluruh dan disebut sebagai mikroatelektasis.

Hilangnya surfaktan merupakan keadaan yang penting baik pada sindrom distress

pernapasan akut (ARDS) dewasa maupun bayi.

Atelektasis biasanya merupakan akibat dari sumbatan bronki kecil oleh

mucus atau sumbatan bronkus besar oleh gumpalan mucus yang besar atau benda

padat seperti kanker. Udara yang terperangkap di belakang sumbatan diserap

dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam. Oleh darah yang mengalir

dalam kapiler paru. Jika jaringan paru cukup lentur (pliable), alveoli akan

menjadi kolaps.

Tetapi, jika paru bersikap kaku akibat jaringan fibrotik dan tidak dapat

kolaps, maka absorpsi udara dari alveoli menimbulkan tekanan negatif yang hebat

dalam alveoli dan mendorong cairan keluar dari kapiler paru masuk ke dalam

alveoli, dengan demikian menyebabkan alveoli terisi penuh dengan cairan edema.

Ini merupakan efek yang paling sering terjadi bila seluruh paru mengalami

atelektasis, suatu keadaan yang disebut kolaps masif dari paru, karena kepadatan

dinding dada dan mediastinum memungkinkan ukuran paru berkurang hanya

kira-kira separuh dari normal, dan tidak mengalami kolaps sempurna.

Efek terhadap fungsi paru seluruhnya disebabkan oleh kolaps masif

(atelektasis) pada suatu paru dilukiskan pada gambar dibawah ini. Kolaps

jaringan paru tidak hanya menyumbat alveoli tapi hampir selalu juga

meningkatkan tahanan aliran darah yang melalui pembuluh darah paru.

11
Meningkatan tahanan ini sebagian tejadi karena kolaps itu sendiri, yang menekan

dan melipat pembuluh darah sehingga volume paru berkurang. Selain itu,

hipoksia pada alveoli yang kolaps menyebabkan vasokonstriksi bertambah.

Akibat vasokonstriksi pembuluh darah, maka aliran darah yang melalui

paru atelektasis menjadi sedikit kebanyakan darah mengalir melalui paru yang

terventilasi sehingga tejadi aerasi dengan baik. Pada keadaan diatas lima per

enam darah mengalir melalui paru yang teraerasi dan hanya satu per-enam

melalui paru yang tidak teraerasi. Sebagai akibatnya, rasio ventilasi/perkusi

seluruhnya hanya sedang saja, sehingga darah aorta hanya mempunyai sedikit

oksigen yang tidak tersaturasi walaupun terjadi kehilangan ventilasi total pada

satu paru.

Sekresi dan fungsi surfaktan dihasilkan oleh sel-sel epitel alveolus

spesifik ke dalam cairan yang melapisi alveoli. Zat ini menurunkan tegangan

permukaan pada alveoli 2 sampai 10 kali lipat, yang memegang peranan penting

dalam mencegah kolapsnya alveolus.

Tetapi, pada berbagai keadaan, seperti penyakit membrane hialine (juga

disebut sindrom gawat napas), yang sering terjadi pada bayi-bayi premature yang

baru lahir, jumlah surfaktan yang disekresikan oleh alveoli sangat kurang.

akibatnya tegangan permukaan cairan alveolus meningkat sangat tinggi sehingga

menyebabkan paru bayi cenderung mengempis, atau menjadi terisi cairan,

kebanyakan bayi ini mati lemas karena bagian paru yang atelektasis menjadi

semakin luas.

Pada atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada semua

bagian paru atau bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar dan

mengakibatkan kolpas. Sebab-sebab yang paling sering adalah efusi pleura,

12
pneumotoraks, atau peregangan abdominal yang mendorong diapragma keatas.

Atelektasis tekanan lebih jarang terjadi di bandingkan dengan atelektasis

absorbsi.

Berbeda dengan atelektasis absorpsi, pada atelektasis kompresi (tekanan)

terjadi akibat adanya tekanan ekstrinsik pada bagian paru, sehingga mendorong

udara keluar dan menyebabkan bagian tersebut kolaps. Tekanan ini biasa terjadi

akibat efusi pleura, pneumotoraks atau peregangan abdominal yang mendorong

diafragma ke atas.

IV. Tanda dan Gejala

Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak

nafas yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami

gejala sama sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek.

Tanda d bn gejala bisa berupa gangguan pernafasan, nyeri dada, dan

batuk. Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung,

kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).

Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya

atelektasis. Pada umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit tuberculosis,

limfoma, neoplasma, asma dan penyakit yang disebabkan infeksi misalnya

bronchitis, bronkopmeumonia, dan pain-lain jarang menimbulkan gejala klinis

yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada bronkus utama. Jika daerah atelektsis

itu luas dan terjadi sangat cepat akan terjadi dipsneu dengan pola pernapasan

yang cepat dan dangkal, takikardi dan sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan

jika berlanjut akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada perkusi

13
redup dan mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada

atelektasis yang luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari satu lobus, bising

nafas akan melemah atau sama sekali tidak terdengar, biasanya didapatkan

adanya perbedaan gerak dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma. Pada

perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma

mungkin meninggi.

V. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostik

A. Radiologi Konvensial

Pemeriksaan rontgen thoraks dapat memberikan petunjuk untuk

mendiagnosis atelektasis. Bentuk-bentuk kolaps pada atelektasis secara

klinis dan radiologi, sebagai berikut:

1) Kolaps paru menyeluruh:

a. Opasifikasi hemithoraks

b. Pergeseran mediastinum ke sisi yang terkena

c. Diafragma terangkat

2) Kolaps lobus kanan atas

a. Fisura horizontal normal terletak pada anterior kanan iga ke empat\

b. Pada kolaps yang parah, lobus menjadi datar berlawanan dengan

mediastinum posterior

3) Kolaps lobus tengah kanan

a. Sumbatan pada perbatasan jantung kanan sering tampak

b. Proyeksi Lordotik AP memperlihatkan pergeseran fisura.

4) Kolaps lobus bawah

14
a. Opasitas terlihat pada proyeksi frontal

b. Gambaran wedge-shaped shadows

c. Hilus tertekan dan terputar ke medial.

5) Kolaps lingula

a. Gambaran radiologi mirip dengan gambaran kolaps lobus tengah

kanan

b. Proyeksi frontal perbatasan jantung kiri menjadi kabur.

6) Kolaps lobus kiri atas

a. Terlihat jelas pada proyeksi frontal

b. Pergeseran anterior di seluruh celah obliq, hampir sejajar pada

dinding dada anterior

c. Opasitas kabur terlihat di bagian atas, tengah dan kadang-kadang

pada daerah bawah

d. Opasitas yang paling padat di dekat hilus

e. Elevasi hilus

f. Trakea sering menyimpang ke kiri

Gambar Radiologi kolaps paru

15
B. Computed Tomography Scan (CT-SCAN)

Pemeriksaan ct-scan dapat memberikan petunjuk untuk

mendiagnosis atelektasis. Bentuk-bentuk kolaps pada atelektasis secara

klinis dan radiologi, sebagai berikut:

1) Kolaps lobus bawah

Adanya campuran densitas pada paru yang mengalami kolaps

diakibatkan bronkus berisi cair.

2) Kolaps lobus kiri atas

a. Opasitas kabur terlihat dibagian atas, tengah dan kadang-kadang

pada daerah bawah

b. Opasitas yang paling padat di dekat hilus

c. Kadang seperti nodus limfatik yang mengalami klasifika

3) Kolaps paru menyeluruh

a. Opasifikasi hemithoraks

b. Adanya herniasi di kedua paru retrosternal dan refleksi azygo-

esofagus. Esophagus berisi sedikit udara

Gambar Pola Kolaps pada atelektasis

16
2. Pemeriksaan laboratorium

a. Analisa Gas darah : Po2 : 35 mmHg

Pco2 : 49 mmHg

b. Leukosit banyak di dalam sputum

c. Pemeriksaan Sputum : BTA ( + )

d.

VI. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali

mengembangkan jaringan paru yang terkena. Tindakan yang biasa dilakukan :

1. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena

kembali bisa mengembang.

2. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur

lainnya

3. Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )

4. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak

5. Postural drainase

6. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi

7. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya

8. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan

atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena

mungkin perlu diangkat.

Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang

mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan

parut ataupun kerusakan lainnya

17
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:

1. Medis

a. Pemeriksaan bronkoskopi

b. Pemberian oksigenasi

c. Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan

kortikosteroid)

d. Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)

e. Pemeriksaan bakteriologis

2. Keperawatan

a. Teknik batuk efektif

b. Pegaturan posisi secara teratur

c. Melakukan postural drainase dan perkusi dada

d. Melakukan pengawasan pemberian medikasi secara teratur

VII. Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

A. Indentitas

 Nama:

 Umur: terjadi pada bayi yang baru lahir, anak-anak atau pada usia tua

 Jenis kelamin: bisa terjadi pada pria dan wanita

 Pekerjaan: biasanya terjadi pada orang yang bekerja pada daerah

dengan polusi tinggi

B. Keluhan utama

Pada atelektasis keluhan utama yang dirasakan adalah :

 Sesak nafas

18
 Nyeri dada

C. Riwayat penyakit sekaranG.

Pasien merasakan sesak nafas, setelah beraktivitas dan merasakan nyeri

dada pada bagian yang terkena atelektasis.

D. Riwayat penyakit keluarga

Pasien tidak mempunyai penyakit menurun.

E. Riwayat penyakit dahulu

Pada saat lahir pasien pernah mengalami kelainan yaitu setelah lahir

belum sempat terjadi tangis yang pertama.

F. Riwayat psikosocial

 Pasien merasakan cemas karena mengalami nyeri

 Pasien jarang berkomunikasi dengan lingkungan sekitar

G. Pola aktivitas sehari-hari

 Mobilisasi berkurang karena pasien sesak nafas jika pasien banyak

melakukan aktivitas

 Pola istirahat, tidur pasien menjadi berkurang atau tidak teratur

 Pemasukan nutrisi dan cairan berkurang

H. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan thoraks yang cermat, yang mencakup inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi, sering kali menunjukkan diagnosis

kelainan paru yang terjadi. Hasil pemeriksaan fisik pada atelektasis

(obstruksi lobaris) yang sering ditemukan adalah :

1) Tanda-tanda vital

 TD : hipertensi

 S : hipertermi >39°C

19
 RR : dipsnea 30x/mnt

 N : takikardi 130x/mnt

2) Inspeksi → berkurangnya gerakan pada sisi yang sakit, adanya

sianosis pada bibir dan ujung jari pasien terlihat pucat

3) Palpasi → fremitus berkurang, trakea dan jantung bergeser

4) Perkusi → batas jantung dan mediastinumm akan bergeser, letak

diagfragma meninggi

5) Auskultasi → suara nafas melemah,dan terdengar ronki

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektif pola nafas b/d perubahan tekanan paru

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas : mokus dalam

jumlah berlebih

c. Gangguan pertukaran gas b/d ventilasi dan perfusi tidak seimbang

d. Nyeri akut b/d proses inflamasi paru

e. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor psikologis

f. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

g. Defisiensi pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit

3. Intervensi

a. Ketidakefektifan pola nafas b/d perubahan tekanan paru

Tujuan keperawatan:

Pola nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil:

20
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas

dengan mudah, tidak ada pursed lips)

2) Mewujudkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas

abnormal)

3) Tanda tanda vital dalam rentang normal (teknan darah, nadi dan

pernafasan)

Intervensi:

1) Monitor tensi, nadi, suhu dan pernapasan

2) Auskultasi suara nafas, catat adany suara tambahan

3) Beri therapi oksigenasi

4) Pertahankan posisi pasien

5) Atur intake intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

6) Berikan broncodilator bila perlu

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas : mokus dalam

jumlah berlebih

Tujuan keperawatan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukan perilaku

mencapai bersihan jalan nafas.

Kriteria hasil :

1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas

dengan mudah, tidak ada pursed lips)

21
2) Mewujudkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas

abnormal)

3) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang menghambat jalan

nafas.

Intervensi :

1) Berikan O2 dengan mengunakan nasal

2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

3) Lakukan fisiotherapi dada jika perlu

4) Keluarkan sekret dengn batuk atau suction

5) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

6) Berikan broncodilator jika perlu

7) Atur intake intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

8) Monitor respirasi dan status O2

c. Gangguan pertukaran gas b/d ventilasi dan perfusi tidak seimbang

Tujuan keperawatan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukan perbaikan

ventilasi dan oksigenasi jaringan

Kriteria hasil :

1) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.

2) Mempelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distres

pernafasan.

22
3) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas

dengan mudah, tidak ada pursed lips)

4) Tanda tanda vital dalam rentang normal

Intervensi:

1) Posisikan pasien ntuk memaksimalkan ventilasi

2) Lakukan fisotherapi dada jika perlu

3) Auskultasi susra nafas, catat adany suara tambahan

4) Berikan brocodilator jika perlu

5) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

6) Monitor respirasi dan status O2

7) Monitor rata-rata, kedalaman irama dan usaha respirasi

8) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,

reaksi otot supraclavicular dan intercostal.

d. Nyeri akut b/d proses inflamasi paru

Tujuan keperawatan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukan nyeri

hilang/terkontrol

Kriteria hasil:

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu enyebab nyeri, mampu menggunakan

teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan mengunakan menajemen

nyeri.

3) Mampu mngenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

23
4) Manyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi:

1) Melakukan pengkajian nyeri secra komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi)

2) Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan

3) Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien.

4) Ajarkan teknik non farmakologi

5) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

6) Tingkatkan istirahat

7) Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil.

8) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

e. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor psikologis

Tujuan keperawatan:

Setalah diberikan tindakan keperawatan, pasien menunjukan peningkatan

napsu makan

Kriteria hasil :

1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3) Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

24
4) Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan

5) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.

Intervensi :

1) Kajia adanya alergi makanan

2) Monitor adanya penurunan berat badan

3) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

4) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

5) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake

6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nurtrisi

yang dibutuhkan pasien

7) Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan kadar Ht

f. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Tujuan keperawatan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu berktivitas.

Kriteria hasil:

1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan

darah, nadi, dan RR

2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

3) Tanda-tanta vital normal

4) Level kelemahan

5) Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat

6) Status repirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat

Intervensi :

1) Bantu klien mngidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

25
2) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan

fisik, psikologi dan sosial.

3) Kolaborsikan dengan tenaga reahbilitasi medik dalam merencanakan

program therapi yang tepat.

4) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan.

5) Monitor respon fisik, emosi sosial dan spiritual.

g. Defisiensi pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit

Tujuan keperawatan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menyatakan pemahaman

proses penyakit dan proses pengobatan/ keperawatan.

Kriteria hasil :

1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,

prognisis, dan program pengobatan.

2) Pasien dan keluarga mampu melakasanakan prosedur yang dijelaskan

secara benar.

3) Pasien dan keluarag mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan

perawat/tim kesehatan lainnya.

Intervensi :

1) Berikan penilain tentang tingkat pengetahuan pasien tantang proses

penyakit yang spesifik.

2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bangaimana hal ini berhubungan

dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

3) Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit dengan cara

yang tepat.

26
4) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

5) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.

6) Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara

yang tepat.

7) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk

mencegah komplikasi yang terjadi dimasa yang akan datang dan proses

pengontrolan penyakit.

8) Instruksikan pasien mengenali tanda dan gejala untuk melaporkan pada

pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.

27
PENUTUP

I. KESIMPULAN

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat

penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat

pernafasan yang sangat dangkal.

Diagnosa atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil

pemeriksaan fisis. Secara radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang

homogen dengan tanda pengempisan lobus

Atelektasis merupakan akibat suatu kelainan paru yang dapat

disebabkan bronkus yang tersumbat, tekanan ekstra pulmonary, paralisis,

hambatan gerak pernafasan oleh efusi pleura. Pada umumnya atelektasis yang

terjadi pada penyakit tuberculosis, limfoma, neoplasma, asma dan penyakit

yang disebabkan infeksi misalnya bronchitis, bronkopmeumonia, dan lain-lain

jarang menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada

bronkus utama. Jika daerah atelektsis itu luas dan terjadi sangat cepat akan

terjadi dispnea dengan pola pernapasan yang cepat dan dangkal, takikardi dan

sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan jika berlanjut akan menyebabkan

penurunan kesadaran atau syok.

III. SARAN

Atelektasis merupakan penyakit yang harus ditangani dengan cepat dan

tepat karena sebagian angka mortalitas dari penyakit gangguan pola nafas

adalah penyakit atelektasis. Penanganan yang baik dan pendiagnosaan yang

tepat akan memberiakan ketepatan dalam pencegahan penyakit ini.

28
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan

tentangatelektasis dan problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita

memberikan informasi atau health education mengenai atelektasis kepada

para orangtua terhadap anak yang utama.

Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu

terjadinyaatelektasis dan meningkatkan pencegahaan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda, dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Medication Jogja

Price,Sylvia Anderson, dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisologi Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6,vol.2..Jakarta : EGC

Suzanne, C. Smeltzer &Brenda G. Bare. 2001.Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Edisi 8 vol.1.Jakarta : EGC

Somantri, Irman.2008.Keperawatan Medikal Badah : Asuhan Keperawatan

Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba medika

30

Anda mungkin juga menyukai