Edisi Pertama
Editor
dr. Ardi Findyartini, PhD
Prof. dr. Anwar Jusuf, SpP(K)
Dr. dr. Sri Linuwih Menaldi, SpKK(K)
Penerbit:
Sagung Seto
Jakarta, 2017
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Topik 1
Prinsip Pengajaran Praktik
Klinis dan Prinsip Supervisi
Praktik Klinis
PRINSIP PENGAJARAN PRAKTIK KLINIS DAN PRINSIP SUPERVISI PRAKTIK KLINIS
BUTIR PENTING
Pendidikan praktik klinis sangat penting untuk pendidikan dokter, dokter spesialis dan profesi
kesehatan karena memberikan kesempatan pengembangan seluruh aspek kemampuan
dalam tatanan pelayanan kesehatan yang sebenarnya.
Pendidikan praktik klinis perlu diatur sedemikian rupa sehingga memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan profesionalisme dengan tetap memerhatikan prinsip
keselamatan pasien.
Peran dosen pendidik klinis sangat penting dalam memberikan pengajaran, panutan yang
baik, supervisi yang sistematis, umpan balik konstruktif dan mentoring untuk pengembangan
profesionalisme.
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan yang prima dan berkualitas memerlukan dokter dan profesi kesehatan yang
berkualitas.1 Menghasilkan dokter dan profesi kesehatan yang mampu menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang aman dan berkualitas memerlukan proses pendidikan yang akuntabel.2 Pendidikan di
tahap praktik klinis atau pendidikan klinis merupakan tahap pendidikan yang sangat penting dalam
kontinum pendidikan kedokteran, baik untuk pendidikan dokter maupun dokter spesialis. Berbagai
wahana pendidikan, termasuk rumah sakit pendidikan, klinik pratama, dan pusat kesehatan
masyarakat makin meningkatkan perhatiannya terhadap aspek pendidikan dan keselamatan pasien.
Akreditasi internasional untuk rumah sakit dari Joint Commission International, juga memerhatikan
aspek pendidikan dan supervisi, serta menilai aspek tersebut dalam bagian Medical Professional
Education (MPE).3 Dosen pendidik klinis dalam hal ini memiliki peranan penting dalam menciptakan
lingkungan pembelajaran yang aman dan bermanfaat bagi peserta didik, dan sekaligus menjamin agar
keselamatan pasien tetap diprioritaskan. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pendidikan berbasis
kompetensi yang efektif di berbagai wahana pendidikan. Menurut Carracio,4 terdapat 3 karakteristik
penting dalam pendidikan berbasis kompetensi yang efektif yaitu:
a. Memberikan kegiatan pembelajaran yang bertahap, mulai sederhana sampai kompleks, dan
memberikan evaluasi formatif untuk mendorong pencapaian kompetensi.
b. Menyesuaikan derajat pengawasan dengan tingkat kompetensi untuk menjamin pelayanan
yang aman dan mendorong perkembangan profesional peserta didik.
c. Membina hubungan antara peserta didik, pasien, pendidik, dan tim interprofesi.
Pasien
Pengajar
Peserta didik
klinis
Diagram berikut ini (Gambar 1.2) menggambarkan berbagai bentuk supervisi yang dapat diterapkan
baik secara formal dan nonformal, dan dapat direncanakan sebelumnya atau merupakan respon
segera dari suatu kejadian dalam tatanan klinis.8
Supervisi klinis Debriefing setelah critical incident
Supervisi terhadap pengelolaan Formal Pemberian umpan balik untuk performa
Supervisi terhadap jumlah kasus/case load (supervisi peserta didik
menjadi tugas
Clinical audit Mentoring/ preceptorship
utama)
Mentoring/ preceptorship
CONTOH
CONTOH Sesi debriefing setelah ada kasus tertentu,
Laporan jaga, tutorial, presentasi kasus bedside teaching, mentoring
Direncanakan Ad-hoc
(disepakati (respon
sejak awal) tanggap)
Peer review
Briefing tim Kesempatan belajar inpromptu
Konferensi tim Dukungan atau nasihat segera
Pertukaran jaga (shift handover) Umpan balik secara umum untuk performa
Professional forum residen
Informal
CONTOH (supervisi CONTOH
sebagai bagian
Saat mahasiswa didampingi oleh seniornya, pelayanan) Saat mahasiswa di IGD, atau di poliklinik dan
saat pertukaran jaga, saat mahasiswa mendapat umpan balik DPJP, mentoring
didampingi oleh perawat senior saat
memasang infus
Pencapaian kompetensi secara bertahap di pendidikan tahap praktik klinis dan tingkat kemampuan
peserta didik
Pencapaian kompetensi dalam pendidikan dokter dan dokter spesialis dicapai secara bertahap sesuai
dengan tingkat kemampuan atau keahlian peserta didik sebagai berikut:9
a. Novice (awam)
Pada tahap ini, peserta didik umumnya memperoleh instruksi tentang kemampuan atau prosedur
yang perlu dilakukan. Peserta didik perlu mendapat pemahaman konsep dasar tentang prosedur
tersebut.
b. Beginner (pemula)
Peserta didik mulai memiliki pengalaman terhadap kemampuan atau prosedur yang dilatihkan
dan mampu mencatat butir penting dari berbagai contoh tersebut.
c. Competent (kompeten)
Peserta didik telah mencapai suatu kemampuan dan mulai memilah serta memprioritaskan pada
situasi apa hal tersebut dilakukan.
d. Proficient (cakap/mahir)
Peserta didik telah mampu menerapkan kemampuannya dalam berbagai situasi dan
menyesuaikan diri mulai tahap perencanaan sampai eksekusi suatu tindakan yang dilakukan
dengan cakap. Peserta didik makin memahami dan menghayati berbagai emosi yang mungkin
timbul dari setiap pengalaman yang terjadi.
e. Expert (ahli)
Pada tahap ini, seorang ahli mampu menerapkan suatu kemampuan dalam kondisi apa pun dan
menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat. Kemampuan menetapkan berbagai penyesuaian
sampai ke tingkat yang paling detil merupakan pembeda antara pencapaian tahap keahlian dan
tahap kecakapan.
Berbagai tahap pembelajaran di tatanan pendidikan klinis di atas, dapat dimaksimalkan dengan
penerapan pembelajaran berbasis pengalaman (experience based learning) saat pengalaman
menangani pasien dengan masalah kesehatan tertentu ditindaklanjuti dengan pemikiran tentang
masalah tersebut, dan identifikasi berbagai aspek yang telah diterapkan dengan baik dan yang perlu
diperbaiki.10 Dalam proses berikutnya, peserta didik dapat meminta umpan balik, memelajari kembali
konsep yang diperlukan, berlatih kembali dan seterusnya, hingga diperoleh suatu himpunan
kemampuan penanganan pasien yang lebih lengkap dan lebih baik untuk diterapkan pada pasien
dengan kasus serupa berikutnya.
Implikasi proses bertahap yang telah diuraikan sebelumnya adalah pada pentingnya pengajar klinis
mengenali tingkatan peserta didik dan target kompetensi di suatu tahap serta memberikan umpan
balik, sehingga peserta didik dapat senantiasa mengembangkan kemampuan dan dapat mencapai
kompetensi yang diharapkan. Pentingnya umpan balik dan bagaimana cara memberikan umpan balik
yang konstruktif, akan diuraikan pada bab tentang umpan balik dalam buku ini. Secara umum,
pengajar klinis perlu menyadari konsep kompetensi dan kesadaran11 dalam memberikan pengajaran,
umpan balik, dan supervisi yang adekuat.
Tidak sadar
Sadar bahwa
bahwa tidak
tidak mampu
mampu
(consciously
(unconsciously
incompetent)
incompetent)
APLIKASI
Amin dan Kho merumuskan 5 karakteristik penting yang perlu diperhatikan dalam menjalankan
pengajaran dan pelatihan di tahap praktik klinik. Pada dasarnya pengajar klinis perlu memanfaatkan
berbagai kesempatan baik formal maupun nonformal untuk memberikan pengajaran dan umpan balik
yang sesuai kepada peserta didik. 12
Berpusat pada pasien
Tidak dapat
Waktu terbatas
diprediksi
Seluruh pengetahuan di atas merupakan bentuk kemampuan dasar seorang pengajar klinis. Menurut
Irby, dengan tuntutan pelayanan kesehatan dan tuntutan kurikulum pendidikan yang makin tinggi,
kemampuan tersebut perlu diterjemahkan lebih lanjut sehingga suatu kasus klinis dapat dipecah atau
digabungkan untuk kepentingan pengajaran peserta didik dengan tingkatan yang berbeda, dan
lingkungan pendidikan di tatanan klinis yang mendukung dapat diciptakan. 14
Seluruh kemampuan yang perlu dimiliki oleh pengajar klinis ditinjau dari ‘doing the right thing’, ‘doing
the thing right’, dan ‘the right person doing it’,11 dirangkum dalam tabel 1.1.
Tabel 1.1. Kemampuan Pengajar Klinis 11
Doing the right thing Doing the thing right The right person doing it
Pengajaran dengan waktu yang Menunjukkan antusiasme Mencari umpan balik terhadap
efisien dalam pengajaran dan terhadap proses pengajaran yang
peserta didik dilakukan
Pengajaran di ruang rawat inap Menerapkan prinsip umum Melakukan refleksi diri
(inpatient) pengajaran di tatanan klinis
PELAKSANAAN
b. Pengajar klinis
Terbatasnya pelatihan tentang pengajaran bagi pengajar klinis.
Sistem penghargaan peran pengajaran yang cenderung lemah atau belum konsisten.
Kompetisi berbagai tuntutan pelayanan, penelitian, dan pengajaran.
Waktu yang terbatas.
Pemahaman tentang target kompetensi dan sistem penilaian (kurikulum) yang tidak
seragam.
c. Peserta didik
Tingkat kemampuan peserta didik yang berbeda.
Peserta didik tidak selalu dipersiapkan untuk menghadapi tantangan pembelajaran di
tatanan klinis.
Jumlah peserta didik yang banyak, sehingga perlu dipertimbangkan keseimbangan rasio
jumlah dosen, dan juga jumlah kasus klinis yang menjadi sumber pembelajaran.
d. Pasien
Jumlah pasien dan variasi kasus.
Persetujuan pasien untuk dilibatkan sebagai subjek pembelajaran untuk peserta didik.
Kerahasiaan medis.
Oleh karena itu, seorang pengajar klinis perlu menerapkan beberapa langkah strategis yang akan
diuraikan lebih detil dalam beberapa bab di buku ini. Langkah tersebut diuraikan sebagai berikut:5
DAFTAR PUSTAKA
1. Leach DC, Philibert. High-quality learning for high-quality health care: Getting it right. JAMA. 2006;
296(9):1132–4.
2. Fluit CR, Bolhuis S, Grol R, Laan R, Wensing M. Assessing the quality of clinical teachers: A systematic
review of content and quality of questionnaires for assessing clinical teachers. J Gen Int Med. 2010;
25(12):137–45.
3. Joint Commission International. Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals.
5th ed. 2014.
4. Carraccio C, Burke AE. Beyond competencies and milestones: Adding meaning through context. J Grad
Med Educ. 2010: 419–22.
5. Spencer J. Learning and teaching in clinical environment. In: Cantillon P, Wood D (eds). ABC of learning
and teaching in medicine. 2nd ed. Chichester, WestSussex: BMJ Books Blackwell Publishing Ltd; 2010.
P. 33 – 37.
6. Teunissen PW, Wilkinso TJ. Learning and teaching in workplaces. In: Dornan T, Mann K, Scherpbier A,
Spencer J (eds). Medical Education: Theory and Practice. Churchill Livingstone Elsevier; 2009. P. 193–
209.
7. Kilminster SM, Jolly BC. Effective supervision in clinical practice settings: a literature review. Medical
Education. 2000; 27: 827–40
8. Driscoll D, O’Sullivan J. The place of clinical supervision in modern health care. In Driscoll J (ed).
Practising clinical supervision. 2nd ed. Baillieere Tindall Elsevier; 2007.
9. Dreyfus SE. The five-stage model of adult skill acquisition. Bulletin of Science, Technology and Society.
2004; 24:177–81.
10. Kolb, D. A. Experiential learning: Experience as the source of learning and development (Vol. 1).
EnglewoodCliffs, NJ: Prentice-Hall; 1984.
11. Ramani S, Leinster S. AMEE Guide no. 34 – Teaching in the clinical environment. Medical Teacher. 2008;
30: 347–64.
12. Amin Z, Khoo HE. Basics in medical education. 2nd ed. Hackensack, NJ World Scientific; 2009.
13. Sutkin G, Wagner E, Harris I, Schiffer R. What makes a good clinical teacher in medicine? A review of
the literature. Academic Medicine. 2008; 83(5):452–60.
14. Irby D. Excellence in clinical teaching: knowledge transformation and development required. Medical
Education. 2014; 48 (8): 776–84.