Anda di halaman 1dari 23

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSD MadaniPalu
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako

REFERAT
SKIZOFRENIA PARANOID

DISUSUN OLEH:
Ani Bandaso
N 111 16 008

PEMBIMBING:
dr. Nyoman Sumiati, M.Biomed., Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSU ANUTAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di


seluruh dunia adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa
semakin modern dan indsutrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor
psikososialnya, yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak
mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia1.
Gangguan jiwa merupakan gangguan pada pikiran, perasaan, atau perilaku
yang mengakibatkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari. Skizofrenia
adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses pikir, kadang-
kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan
dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek
abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme.
Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya
tidak terganggu2.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1%
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia
biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki
biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis
biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Onset
setelah umur 40 tahun jarang terjadi2
Ada beberapa subtipe dari skizofrenia pada DSM –IV – TR
mengklasifikasikan subtipe skizofrenia sebagai paranoid, hebefrnik, katatonok,
tak terdiferensiasi, dan residual3.
Pada referat ini akan dibahas mengenai salah satu tipe skizofrenia yaitu
tipe paranoid. Jenis skizofrenia ini agak berbeda dari jenis-jenis yang lain dalam
jalannya jenis penyakit. Jenis ini mulai sesudah umur 30 tahun, penderita mudah
tersinggung, cemas, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada
orang lain. Hal ini dilakukan penderita karena adanya waham kebesaran dan atau
waham kejar ataupun tema lainnya disertai juga dengan halusinasi yang berkaitan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFENISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti
“terpisah”atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia
terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku.
Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu
simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan
interpersonal1.

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab


(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis
atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya4.

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan


karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian4.

Jenis skizofrenia ini agak berbeda dari jenis-jenis yang lain dalam
jalannya jenis penyakit. Jenis ini mulai sesudah umur 30 tahun, penderita
mudah tersinggung, cemas, suka menyendiri, agak congkak dan kurang
percaya pada orang lain. Hal ini dilakukan penderita karena adanya waham
kebesaran dan atau waham kejar ataupun tema lainnya disertai juga dengan
halusinasi yang berkaitan3.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien


skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode
pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan
biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat membantu mereka melewati

2
penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien
katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan
regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan
perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik2.

Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-


hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.
Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka
secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi
oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak2.

2.2 ETIOLOGI
Skizofrenia didiskusikan seolah-olah sebagai suatu penyakit tunggal
namun kategori diagnostiknya mencakup sekumpulan gangguan, mungkin
dengan kausa heterogen tapi dengan perilaku yang sedikit banyak berupa.
Pasien skizofrenia menunjukan presentasi klinis, respons terhadap terapu dan
perjalan penyakit yang berbeda-beda. 1

Biokimia
Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis yang paling
banyak yaitu adanya gangguan neurotransmitter sentral yaitu terjadinya
peningkatan aktivitas dopamine sentral (hipotesis dopamine). Hipotesis ini
dibuat berdasarkan tiga penemuan utama : 2
1. Efektivitas obat-obat neuroleptic (misalya fenotiazin) pada skizofrenia, ia
bekerja memblok reseptor dopamine pasca sinaps (tipe D2).
2. Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi
sukar dibedakan, secara klinik, dengan psikosis skizofrenia paranoid akut.
Amfetamin melepaskan dopamine sentral. Selain itu, amfetamin juga
memperburuk skizofrenia.
3. Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nucleus kaudatus, nucleus
akumben, dan putamen pada skizofrenia.

3
Penelitian reseptor D1, D5, dan D4, saat ini tidak memberika banyak
hasil. Teori lain yaitu peningkatan serotonin disusunan saraf pusat (terutama
5HT2A) dan kelebihan NE di forebrain limbic (terjadi pada beberapa penderita
skizofrenia). Setelah pemberian obat yang bersifat antagonis terhadap
neurotransmitter tersebut terjadi perbaikan klinik skizofrenia. 2

Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara signifikan,
kompleks dan poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah, skizofrenia
adalah gangguan bersifat keluarga (misalnya terdapat dalam keluarga).
Semakin dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi resiko. Pada penelitian
anak kembar, kembar monozigot mempunyai resiko 4-6 kali lebih sering
menjadi sakit bila dibandingkan dengan kembar dizigot. Pada penelitian
adopsi, waktu lahir, oleh keluarga normal, peningkatan angka sakitnya sama
dengan bila anak-anak tersebut diasuh sendiri oleh orang tuanya yang
skizofrenia. Frekuensi kejadian gangguan non-psikotik meningkat pada
keluarga skizofrenia dan secara genetic dikaitkan dengan gangguan
kepribadian ambang dan skizotipal, gangguan obsesif-kompulsi, dan
kemungkinan dihubungkan dengan gangguan kepribadian paranoid dan anti
sosial. 2

Faktor Keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam
menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang sering
pulang kerumah sering relaps pada tahun berikutnya bila dibandingkan
dengan pasien yang ditempatkan residensial. Pasien yang berisiko adalah
pasien yang tinggal bersama keluarga yang hostilitas, memperlihatkan
kecemasan yang berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut
campur, sangat pengeritik. Pasien skizofrenia sering tidak dibebaskan oleh
keluarganya. Beberapa peniliti mengidentifikasikan suatu cara komunikasi
yang patologi dan aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Kemunikasi
sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tidak logis. Pada tahun 1956,

4
betson menggambarkan suatu karateristik “ikatan ganda” yaitu pasien sering
diminta oleh anggota keluarga untuk merespon pesan yang bentuknya
kontradiksi sehingga membingungkan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa
pola komunikasi keluarga tersebut meungkin disebabkan oleh dampak
memiliki anak skizofrenia. 2

2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar 1 %,
yang berarti bahwa kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia
selama masa hidupnya. Studi epidemiologi Catchman Area (ECA) yang
disponsori National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan
prevalensi seumur hidup sebesar 0,6-1,9 %. Menurut DSM-IV-TR, insidensi
tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10 000 dengan beberapa
variasi geografik (contoh, insidens lebih tinggi pada orang yang lahir di
daerah perkotaan di negara maju). Skizofrenia ditemukan pada semua
masyarakat dan area geografis dan angka insidens serta prevalensinya secara
kasar merata di seluruh dunia. Di A.S kurang lebih 0,05 % populasi total
menjalani pengobatan untuk skizofrenia setiap tahun dan hanya sekitar
setengah dari semua pasien skizofrenia mendapatkan pengobatan, meskipun
penyakit ini termasuk penyakit berat.2

2.4 GAMBARAN KLINIS


Pembahasan tanda dan gejala klinis skizofrenia mencuatkan tiga isu
utama. Pertama , tidak ada tanda atau gejala yang patognomonik untuk
skizofrenia; tiap tanda atau gejala yang tampak pada skizofrenia dapat terjadi
pada gangguan pskiatrik dan neurologis lain. Pengamatan ini bertentangan
dengan opini klinis yang sering terdengar bahwa tanda dan gejala tertentu
bersifat diagnostic untuk skizofrenia. Oleh sebab itu, riwayat esensial untuk
diagnosis pasien skizofrenia ; klinisi tidak dapat mendiagnosis skizofrenia
dengan pemeriksaan status mental saja, yang hasilnya dapat bervariasi.
Kedua, gejala pasien seringberubah dengan sering berjalannya waktu.
Sebagai contoh, pasien sering mengalami halusinasi intermitten dan

5
kemampuan yang beragam untuk tampail secara memadai pada situasi social
atau gejala gangguan mood yang signifikan datang datang dan pergi selama
perjalanan penyakit skizofrenia. Ketiga klinisi harus mempertimbangkan
pnedidikan pasien, kemampuan intelektual, serta keanggotaan kultural dan
subcultural. Kemampuan yang terganggu untuk memahami konsep abstrak,
contohnya, dapat mencermikan tingkat pendidikan pasien maupun
intelegensinya. Organisasi religious dan sekte memiliki adat istiadat yang
tampak aneh bagi orang luar namun normal bagi mereka yang berada dalam
situasi kultural tersebut. 3

Tanda dan gejala premorbid


Dalam rumusan teoritis mengenai perjalanan skizofrenia, tanda dan
gejala premorbid muncul sebelum fase prodromal penyakit. Pembedaan
menyiratkan bahwa tanda dan gejala premorbid telah ada sebelum proses
penyakit munculdan bahwa tanda dari gejala prodoromal merupakan bagian
gangguan yang sedang berkembang. Pada riwayat premorbid skizofrenia

Yang tipikal namun bukan tanpa pengecualian, paisentelah memiiki


kepribadian skizoid atau skizotipal yang ditandai dengan sifat pendiam, pasif
dan introvert; sebagai anak hanya memiliki beberapa teman.3

Gejala Positif dan Negatif


Pada tahun 1980, T.J Crow mengajukan klasifikasi pasien skizofrenik
ke dalam tipe I dan II, berdasarkan ada atau tidaknya gejala positif (atau
produktif) dan negatif (atau defisit). Walaupun sistem ini tidak di terima
sebagai bagian klasifikasi DSM-IV-TR, pembedaan klinis kedua tipe tersebut
secara signifikan memengaruhi penelitian psikiatrik. Gejala positif mencakup
waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek mendatar atau menumpul,
miskin bicara(alogia) atau isi bicara, bloking,kurang merawat diri, kurang
motifasi, anhedonia,dan penarikan diri secara sosial. Pasien tipe I cenderung
memiliki sebagian besar gejala positif, struktur otak normal pada CT scan,
dan respons relatif baik terhadap pengobatan. Pasien tipe II cenderung

6
mengalami sebagian besar gejala negatif, abnormalitas struktural otak pada
CT scan, dan respons buruk terhadap terapi. Kategori ketiga disorganized,
mencakup pembicaraan kacau( gangguan isi pikir), perilaku kacau defek
kognitif, dan defisit atensi. Nancy Anderson telah mempelajari gejala positif
dan negatif secara mendalam.3

Pemeriksaan Status Mental


Deskripsi Umum
Penampilan pasien skizofrenia dapat berkisar dari orang yang sangat
berantakan, menjerit-jerit dan teragitasi hingga orang yang terobsesi tampil
rapi, sangat pendiam dan imobil. Diantara kedua kutub ini, pasien dapat
bersifat cerewet serta mungkin mempertontonkan postur bizar. Perilaku
mereka dapat menjadi teragitasi atau kasar, yang tampaknya tanpa provokasi
namun biasanya merupakan respons terhadap halusinasi. Sebaliknya, pada
stupor katatonik ,yang sering disebut katatonia, pasien tampak tak bernyawa
dan mungkin menunjukan tanda seperi membisu, negativism dan kepatuhan
otomatis3.

Perasaan Prekoks
Sejumlah klinis berpengalaman melaporkan adanya perasaan prekoks,
yaitu suatu pengalaman intuitif akan ketidak mampuan mereka untuk
membangun rapport emosional dengan seorang pasien. Meski pengalaman
ini lazim dijumpai, tidak ada data yang mengidentifikasikan bahwa hal
tersbeut merupakan kriteria yang sahih atau dapat diandalkan dalam diagnosis
skizorenia. 3

Mood Perasaan dan Afek


Dua gejala afektif yang umum pada skizofrenia adalah menurunnya
responsivitas emosional, terkadang cukup parah hingga dapat disebut sebagau
anhedonia, serta emosi yang tidak tepat dan sangat aktif seperti kemarahan ,
kebahagian dan ansietas yang ekstrim, afek yang datar atau menumpul dapat
menjadi gejala penyakit itu sendiri, efek samping parkinsonism pengobatan

7
anti psikotik atau depresi dan pembedaan gejala ini dapat menjadi suatu
tantangan klinis. 3

Gangguan Peresptual
Panca indera yang manapun dapat dipengaruhi pengalaman
halusinatorik pada pasien skizofrenia. Meski demikian halusinasi yang paling
umum adalah halusinasi auditorik , dengan suara yang sering kali
mengancam, bersifat cabul, menuduh atau menghina. Dua atau lebih suara
dapat saling bercakap-cakap, atau satu suara dapat mengkomentari kehidupan
atau perilaku pasien. Halusinasi visual juga lazim, namun halusinasi taktil,
olfatorik dan gustatorik tidak biasa dijumpai, adanya halusinasi semacam itu
seyogyanya mendorong klinisi untuk mempertimbangkan kemungkinan
gangguan neurologis atau medis yang mendasari yang menyebabkan
keseluruhan sindrom. 3

Ilusi
Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra
atau sensasi yang nyata, sementara halusinasi tidak didasarkan pada citra atau
sensasi yang nyata. Ilusi dapat terjadi pada pasien skizofrenik selama fase
aktif, namun dapat pula terjadi selama fase prodromal dan selama periode
remisi. Bila ilusi atau halusinasi terjadi, klinisi sebaiknya mempertimbangkan
kemungkinan adanya kausa terkait zat untuk gejala tersebut, bahkan jika
pasien telah didiagnosis skizofrenia. 3

Pikiran
Gangguan pikiran merupakan gejala yang paling sulit dipahami banyak
klinisi dan mahasiswa namun mungkin menjadi gejala inti skizofrenia.
Pembagian gangguan pikir menjadi gangguan isi pikir, bentuk pikir, dan
proses pikir adalah salah satu cara menjernihkannya. 3

Isi Pikir
Gangguan isi pikir mencerminkan ide, kepercayaan, dan interpretasi
pasien terhadap rangsang. Waham, contoh gangguan isi pikir yang paling

8
jelas, bervariasi pada skizofrenia dan dapat berbentuk kejar, kebesaran,
religious atau somatic.

Pasien mungkin percaya bahwa entitas luar mengendalikan pikiran atau


perilaku atau sebaliknya, bahwa diri mereka mengendalikan peristiwa di luar
dalam suatu cara yang luar biasa . pasien mungkin mengalami preokupasi
dengan ide-ide esoteric, abstrak, simbolik, psikologis dan fisiologis yang
intens dan menyita perhatian. Pasien juga mungkin mengkhawatirkan kondisi
somatic yang dikatakan dapat mengancamnyawa namun bizar dan tidak
masuk akal, seperti adanya makhluk luar angkasa di dalam testis pasien, yang
mempengaruhi kemampuan mempunyai anak. Frasa hilangnya batasan ego
menggambarkan kurangnya kesadaran yang jernih akan di mana badan ,
pikiran, pengaruh diri pasien berakhir, serta dimana badan, pikiran dan
pengaruh objek bernyawa dan tidak bernyaa lain dimulai. Sebagai contoh,
pasien mungkin berpikir bahwa orang lain, televise, surat kabar membuat
rujukan akan dirinya. Gejala lain hilangnya batasan ego meliputi perasaan
bahwa pasien telah berfusi secara fisik dengan suatu objek luar atau pasien
telah mengalami disintegrasi dan berfusi dengan semesta alam. Dengan
keadaan pikiran seperti ini, sejumpal pasien skizofrenia meragukan jenis
kelamin atau orientasi seksualnya. Gejala ini sebaiknya jangan dikelirukan
dengan tranvestisme, transeksualitas atau homoseksualitas. 3

Bentuk Pikir
Gangguan bentuk pikir secara objektif dapat diamati pada bahasa tutur
atau tertulis seorang pasien. Gangguan ini mencakup asosiasi longgar,
melantur, inkoherensi, tangensial, sirkumstansialitas, neologisme, ekolalia,
verbigerasi, world salad, dan mutisme. Meski asosiasi longgar dahulu disebut
patognomonik untuk skizofrenia, gejala ini juga sering terdapat pada mania.
Membedakan antara asosiasi longgar dan tangensialitas dapat menjadi sulit
bahkan untuk klinisi yang paling berpengalaman sekalipun. 3

9
Proses Pikir
Gangguan proses pikir menyangkut bagaimana suatu ide dan bahasa
dirumuskan. Pemeriksa menyimpulkan suatu gangguan dari apa dan
bagaimana pasien berbicara, menulis dan menggambar. Pemeriksa juga
mengkaji proses pikir pasien dengan mengamati perilakunya, terutama dalam
mengerjakan tugas yang diskret, contohnya pada terapi okupasional.
Gangguan proses pikir berupa flight of ideas, bloking pikiran, atensi
terganggu, miskin isi pikir, kemampuan abstraksi buruk, perseberasi, asosiasi
idiosinkratik, overinklusi dan sirkumstansialitas. 3

Impulsivitas
Pasien skizofrenia menjadi agitasi dan memiliki pengendalian impuls
yang minim saat sedang sakit. Mereka juga mungkin mengalami sensitivitas
social yang berkurang dan tampak impulsive saat, contohnya merebut rokok
dari orang lain, tiba-tiba mengganti saluran televise atau melempar makanan
ke lantai. Beberapa perilaku yang tampak impulsive, termasuk percobaan
bunuh diri dan pembunuhan, mungkin respon terhadap halusinasi yang
memerintahkan pasien untuk bertindak. 3

Kekerasan
Perilaku kekerasan ( tidak termasuk pembunuhan ) lazim djumpai
diantara pasien skizofrenik yang tak diobati. Waham yang bersifat kejar,
episode kekerasan sebelumnya, dan defisit neurologis merupakan risiko
perilaku kekerasan atau impulsif. 3

Sensorium dan Kognisi


Orientasi
Pasien skizofrenia biasanya berorientasi terhadap, orang, waktu dan
tempat. Tidak adanya orientasi semacam itu seyogyanya mengharuskan
klinisi untuk menyelidiki kemungkinan adanya gangguan neurologis atau
medis. Beberapa pasien skizofrenia mungkin memberikan jawaban yang salah

10
terhadap pertanyaan tentang orientasi, sebagai contoh “saya adalah Kristus;
ini surge dan sekarang tahun 35 M.” 3

Memori
Memori, seperti yang diujikan pada pemeriksaan status mental,
biasanya intak. Namun, terkadang mustahil meminta pasien mengerjakan uji
memori dengan baik agar kemampuannya dapat dikasi adekuat. 3

Daya nilai dan tilikan


Secara klasik , pasien skizofrenia digambarkan memiliki tilikan buruk
terhadap sifat dan keparahan gangguannya. Hal yang disebut tilikan kurang
dikaitkan dengan buruknya kepatuhan terhadap pengobatan. Saat memeriksa
pasien skizofrenik, klinisi sebaiknya mengidentifikasi secara tepat berbagai
aspek tilikan. 3

Reliabilitas
Seorang pasien skizofrenia tidak kurang dapat dipercaya dibanding
pasien pskiatrik lain. Namun, sifat gangguan tersebut mengaruskan pemeriksa
untuk memeriksa kembali informasi yang penting dari sumber tambahan. 3

2.5 KRITERIA DIAGNOSIS


1) menurut PPDGJ III:
Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk
Skizofrenia :
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas)5:
(a) - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun
isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

11
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.5
(c) Halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara).
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh4
(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam
kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).5

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
(a) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan
(over- valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.4

12
(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;4
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;4
(d) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;5
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih.5
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku
pribadi (personal behaviour),bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan,tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendir
(self absorbed atitude), dan penarikan diri secara sosial.5

Kriteria diagnostik skzofrenia paranoid (F20.0)


Halusinasi dan / atau waham harus menonjol

a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memerintah atau


halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
peluit,mendengung, atau bunyi tawa.
b. Halusinasi pembauan dan pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain
lain perasaan tubuh,halusinasi visual mungkin ada tapi jarang menonjol
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (
delusion of control ) dipengaruhi ( delusion of influence ) atau passivity
dan keyakinan dikejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.

13
-Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol.4

2) Pembagian menurut DSM-IV:


Ada beberapa kriteria diagnostik Skizofrenia di dalam DSM IV TR antara
lain3 :

A. Gejala Karakteristik : Terdapat dua (atau lebih) dari kriteria di bawah


ini, masing-masing ditemukan secara signifikan selama periode satu
bulan (atau kurang, bila berhasil ditangani) :
1. Delusi (waham)
2. Halusinasi
3. Pembicaraan yang tidak terorganisasi (misalnya, topiknya sering
menyimpang atau tidak berhubungan)
4. Perilaku yang tidak terorganisasi secara luas atau munculnya
perilaku katatonik yang jelas
5. Simtom negatif; yaitu adanyaafek yang datar, alogia atau avolisi
(tidak adanya kemauan).

Catatan : Hanya diperlukan satu simtom dari kriteria a, jika delusi yang
muncul bersifat kacau (bizare) atau halusinasi terdiri dari beberapa
suara yang terus menerus mengkomentari perilaku atau pikiran pasien,
atau dua atau lebih suara yang saling berbincang antara satu dengan
yang lainnya.

B. Ketidakberfungsian sosial atau pekerjaan : Untuk kurun waktu yang


signifikan sejak munculnya onset gangguan, ketidakberfungsian
meliputi satu atau lebih fungsi utama; seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perwatan diri, yang jelas di bawah tingkat yang
dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau
remaja, adanya kegagalan untuk mencapai beberapa tingkatan

14
hubungan interpersonal, prestasi akademik, atau pekerjaan yang
diharapkan).
C. Durasi : Adanya tanda-tanda gangguan yang terus menerus menetap
selama sekurangnya enam bulan. Pada periode enam bulan ini, harus
termasuk sekurangnya satu bulan gejala (atau kurang, bila berhasil
ditangani) yang memenuhi kriteria a (yaitu fase aktif simtom) dan
mungkin termasuk pula periode gejala prodromal atau residual. Selama
periode prodromal atau residual ini, tanda-tanda dari gangguan
mungkin hanya dimanifestasikan oleh simtom negatif atau dua atau
lebih simtom yang dituliskan dalam kriteria a dalam bentuk yang lemah
(misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak
lazim).
D. Di luar gangguan Skizoafektif dan gangguan Mood : Gangguan-
gangguan lain dengan ciri psikotik tidak dimasukkan, karena :a)Selama
fase aktif simtom, tidak ada episode depresif mayor, manik atau episode
campuran yang terjadi secara bersamaan. b)Jika episode mood terjadi
selama simtom fase aktif, maka durasi totalnya akan relatif lebih
singkat bila dibandingkan dengan durasi periode aktif atau residualnya.
E. Di luar kondisi di bawah pengaruh zat atau kondisi medis umum :
Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat
(penyalahgunaan obat, pengaruh medikasi) atau kondisi medis umum.
F. Hubungan dengan perkembangan pervasive : Jika ada riwayat
gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasive lainnya,
diagnosis tambahan Skizofrenia dibuat hanya jika muncul delusi atau
halusinasi secara menonjol untuk sekurang-kurangnya selama satu
bulan (atau kurang jika berhasil diobati)
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR tipe paranoid
Tipe Skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
A. Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi dengar yang
menonjol secara berulang-ulang.

15
B. Tidak ada yang menonjoldari berbagai keadaan berikut ini :
pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku yang tidak terorganisasi
atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai3.

2.6 PENATALAKSANAAN
A. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk
tujuan diagnostik,menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan
bunuh diri atau membunuh, perilaku yang sangat kacau termasuk
ketidakmampuan kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan dirumah sakit
yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan system
pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada
perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga
mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang
skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya
perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan
tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah
sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan
di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas
perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualita
hidup.3

B. Farmakoterapi
Pengobatan antipsikotik, yang diperkenalkan awal tahun 1950-an
telah merevolusi penanganan skizofrenia. Kurang lebih dia sampai empat
kali lipat pasien mengalami relaps bila diobati dengan placebo
dibandingkan mereka yang menerima antipsikotik. Namun, obat-obat ini

16
hanya menangani gejala gangguan, tidak menyembuhkan skizofrenia. Obat
antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis resptor dopamine. 3

Antagonis Reseptor Dopamin

Antagonis reseptor dopamine efektif dalam penganganan


skizofrenia, terutama terhadap gejala posoitif. Obat-obat ini memiliki dua
kekurangan utama. Pertama, hanya presentase kecil pasien yang cukup
membantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara
bermakna. Sebagaimana tercatat sebelumnya, bahkan dengan pengobatan,
sekitar 50 persen pasien pasien skizofrenia tetap menjalani kehidupan
dengan sangat terganggu. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan
dengan efek simpang yang mengganggu dan serius. Efek yang paling
sering mengganggu atalah akatisia dan gejala lir-parkinsonian berupa
rigiditas dan tremor. Efek potensia serius mencakup dyskinesia tardive dan
sindrom neuroleptic maligna. 3

Antagonis Serotonin-Dopamin (SDA)

SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak


ada, berinteraksi dengan subtype reseptor dopamine yang berbeda
dibanding anti-psikotik standard an memengaruhi baik reseptor serotonin
maupun glutamate. Obat ini juga menghasilkan efek simpang neurologis
dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam
mengangani gejala negative skizofrenia, contohnya penarikan diri. Obat
yang juga disebut sebagai obat anti psikotik atipikal ini tampaknya efektif
untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen
antipsokotik antagonis reseptor dopamine yang tipikal. Golongan ini
setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala posotof
skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala negative, dan lebih sedikit,bila
ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah
disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapine, kuetapin
dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis

17
reseptor dopamine sebagai obat lini pertama untuk penanganan
skizofrenia. 3

C. Terapi Psikososial
Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
keterampilan social untuk meningkatkan kemampuan social, kemampuan
memenuhi diri sendiri, latihan praktis dan komunikasi intrapersonal.
Perilaku adaptif adala didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat
ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan hak jalan
dirumah sakit. Dengan demikian perilaku maladaptive dan menyimpang
seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat dan postur
tubuh aneh dapat diturunkan.3

Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial,dimana pasien skizofrenia
kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat
namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik
penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan,
khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam
cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia
untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan
dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus
membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi
terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa
terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam
penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka
relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 %
dengan terapi keluarga.3

18
Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika
atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas
bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif,
bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia.3

Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi
akan membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep
penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan
suatu hubungan terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut
dipengaruhi olehdapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli
terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan
oleh pasien. Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian
dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan
sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.
Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana,
kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah
lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan
nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan
dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.3

19
2.7 PROGNOSIS
Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10
tahun rawat inpa psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar 10
% sampai 20% pasien yang dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang
baik. Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil akhir yang
buruk, dengan rawat inap berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan
mood mayor, dan percobaan bunuh diri. Meski terdapat gambaran yang
kelam ini, skizofrenia tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang
memburuk, dan sejumlah faktor dikaitkan dengan prognosis yang baik3.
Prognosis Baik Prognosis buruk
1. Awitan lambat 1. Awitan muda
2. Ada faktor presipitasi yang jelas 2. Tidak ada faktor presipitasi
3. Awitan akut 3. Awitan insidius
4. Riwayat sosial, seksual, dan 4. Riwayat sosial, seksual, dan
pekerjaan prsmorbid baik pekerjaan pramorbid buruk
5. Gejala gangguan mood ( terutama 5. Perilaku akustik, menarik diri
gangguan depresif) 6. Lajang,cerai, atau menjanda/duda
6. Menikah 7. Riwayat keluarga dengan
7. Riwayat keluarga dengan gangguan skizofrenia
mood 8. Sistem pendukung buruk
8. Sistem pendukung baik 9. Gejala negatif
9. Gejala positif 10. Tand dan gejala neurologis
11. Riwayat trauma perinatal
12. Tanpa remisi dalam 3 tahun
13. Berulangkali relaps
14. Riwayat melakukan tindakan
penyerangan

20
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
 Skizofrenia adalah suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
 Skizofrenia Paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak, yang dapat
melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi),
pembicaraan,emosi dan perilaku. Keyakinan irasional bahwa dirinya seorang
yang penting (delusigrandeur) atau isi pikiran yang menunjukkan kecurigaan
tanpa sebab yang jelas, seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau
bermaksud mencelakainya. Para penderita skizofrenia tipe paranoid secara
mencolok tampak berbeda karena delusi dan halusinasinya, sementara
keterampilan kognitif dan afek mereka relatif utuh. Mereka pada umumnya
tidak mengalami disorganisasi dalam pembicaraan atau afek datar.
 Prognosis : tergantung dari berbagai faktor, antara lain : onset, factor pencetus,
riwayat keluarga, system pendukung, gejala, riwayat sosial, seksual,dll

Saran

 skizoprenia adalah penyakit kronis yang memerlukan terapi pemeliharaan


untuk mencegah kekambuhan
 Terapi pemeliharaan yang terus menerus menggunakan antipsikotik dosis
rendah diperlukan, karena terapi yang terputus-putus tidak dapat mencegah
kekambuhan

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Tomb ,DA. Buku Saku Psikiatri. Jakarta : EGC 2003; hal.1-2.


2. Elvira S, Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
3. Kaplan, I. H. and Sadock, J. B. Sinopsis Psikiatri Ilmu Perilaku Psikiatri
Klinis, Edisi Ketujuh. Binarupa Aksara Publisher: Jakarta. 2010.
4. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of
Mental disorders (DSM IV TM). American Psychological Association (APA):
Washington DC. 2011.
5. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III) Cetakan
kedua, Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta; 2013.
6. Maslim R, editor. Diagnosis gangguan jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa Unika Atma Jaya, 2003

22

Anda mungkin juga menyukai