Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

EVALUASI SENSORI PADA PRODUK DAGING

KELOMPOK 6
Dwi Nurhayati 240210160060
Nadila Zulfa Fitriyah 240210160075
Bella Amalia Harindira 240210160077
Erlin Tri Widiasturi 240210160091
Amel Daniela. A 240210160094

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2018
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan
judul “Evaluasi Sensori pada Produk Daging” yang diajukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Evaluasi Sensori
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Makalah yang berjudul “Evaluasi Sensori pada Produk Daging” ini berguna bagi
kita semua.

Jatinangor, 18 September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI........................ ............................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belelakang ...................................................................... 1
1.1.1 Pengujian Deskriminatif ................................................ 2
1.1.2 Uji Deskriptif ................................................................. 2
1.1.3 Metode Afektif Textur ................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 3
1.3 Tujuan ...................................................................................... 4
BAB II ISI.............................................................................. ....................... 5
2.1 Produk Olahan Daging............................................................. 5
2.2 Evaluasi Sensori pada Meat Product ....................................... 7
2.2.1 Sensori Produk Kornet ................................................... 7
2.2.2 Sensori Produk Nugget .................................................. 9
2.2.3 Sensori Produk Sosis ...................................................... 11
2.2.4 Sensori Produk Bakso .................................................... 14
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 16
DAFTAPUSTAKA………………………………………………………... 17

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Evaluasi sensori adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan indera
manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma dan flavor produk pangan.
Penerimaan konsumen terhadap suatu produk diawali dengan penilaiannya
terhadap penampakan, flavor dan tekstur. Oleh karena pada akhirnya yang dituju
adalah penerimaan konsumen, maka uji organoleptik yang menggunakan panelis
(pencicip yang telah terlatih) dianggap yang paling peka dan karenanya sering
digunakan dalam menilai mutu berbagai jenis makanan untuk mengukur daya
simpannya atau dengan kata lain untuk menentukan tanggal kadaluwarsa
makanan. Pendekatan dengan penilaian organoleptik dianggap paling praktis lebih
murah biayanya.
Evaluasi sensori dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan yang
dikehendaki atau tidak dikehendaki dalam produk atau bahan-bahan formulasi,
mengidentifikasi area untuk pengembangan, menentukan apakah optimasi telah
diperoleh, mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi
selama proses atau penyimpanan, dan memberikan data yang diperlukan bagi
promosi produk. Penerimaan dan kesukaan atau preferensi konsumen, serta
korelasi antara pengukuran sensori dan kimia atau fisik dapat juga diperoleh
dengan eveluasi sensori.
Pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembedaan
(discriminative test), uji deskripsi (descriptive test) dan uji afektif (affective test).
Kita menggunakan uji pembedaan untuk memeriksa apakah ada perbedaan
diantara contoh- contoh yang disajikan. Uji deskripsi digunakan untuk
menentukan sifat dan intensitas perbedaan tersebut. Kedua kelompok uji di atas
membutuhkan panelis yang terlatih atau berpengalaman. Sedangkan uji afektif
didasarkan pada pengukuran kesukaan (atau penerimaan) atau pengukuran tingkat
kesukaan relatif. Pengujian Afektif yang menguji kesukaan dan/atau penerimaan
terhadap suatu produk dan membutuhkan jumlah panelis tidak dilatih yang
banyak yang sering dianggap untuk mewakili kelompok konsumen tertentu.

1
1.1.1 Pengujian Deskriminatif (Pembedaan)
Uji diskriminatif terdiri atas dua jenis, yaitu uji difference test (uji
pembedaan) yang dimaksudkan untuk melihat secara statistik adanya perbedaan
diantara contoh dan sensitifity test, yang mengukur kemampuan panelis untuk
mendeteksi suatu sifat sensori. Diantara uji pembedaan adalah uji perbandingan
pasangan (paired comparation test) dimana para panelis diminta untuk
menyatakan apakah ada perbedaan antara dua contoh yang disajikan; dan uji duo-
trio (dou-trio test) dimana ada 3 jenis contoh (dua sama, satu berbeda) disajikan
dan para penelis diminta untuk memilih contoh yang sama dengan standar. Uji
lainnya adalah uji segitiga (traingle test), yang sama seperti uji duo-trio tetapi
tidak ada standar yang telah ditentukan dan panelis harus memilih satu produk
yang berbada. Berikutnya adalah uji rangking (ranking test) yang meminta para
panelis untuk merangking sampel-sampel berkode sesuai urutannya untuk suatu
sifat sensori tertentu.
Uji sensitivitas terdiri atas uji treshold, yang menugaskan para penelis untuk
mendeteksi level treshold suatu zat atau untuk mengenali suatu zat pada level
tresholdnya. Uji lainnya adalah uji pelarutan (dilution test) yang mengukur dalam
bentuk larutan jumlah terkecil suatu zat dapat terdeteksi. Kedua jenis uji di atas
dapat menggunakan uji pembedaan untuk menentukan treshoild atau batas
deteksi.

1.1.2 Uji Deskriptif


Uji deskripsi didisain untuk mengidentifikasi dan mengukur sifat-sifat
sensori. Dalam kelompok pengujian ini dimasukkan rating atribut mutu dimana
suatu atribut mutu dikategorikan dengan suatu kategori skala (suatu uraian yang
menggambarkan intensitas dari suatu atribut mutu) atau dapat juga “besarnya”
suatu atribut mutu diperkirakan berdasarkan salah satu sampel, dengan
menggunakan metode skala rasio.
Uji deskripsi digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik sensori yang
penting pada suatu produk dan memberikan informasi mengenai derajat atau
intensitas karakteristik tersebut. Uji ini dapat membenatu mengidentifikasi
variabel bahan tambahan (ingredien) atau proses yang berkaitan dengan

2
karakteristik sensori tertentu dari produk. Informasi ini dapat digunakan untuk
pengembangan produk baru, memperbaiki produk atau proses dan berguna juga
untuk pengendalian mutu rutin.

1.1.3 Metoda Afektif Textur


Metode ini digunakan untuk mengukur sikap subjektif konsumen terhadap
produk berdasarkan sifat-sifat organoleptik. Hasil yang diperoleh adalah
penerimaan (diterima atau ditolak), kesukaan (tingkat suka/tidak suka), pilihan
(pilih satu dari yang lain) terhadap produk. Metode ini terdiri atas Uji
Perbandingan Pasangan (Paired Comparation), Uji Hedonik dan Uji Ranking.
Uji perbandingan pasangan digunakan untuk uji pilihan. Panelis diminta
memilih satu contoh yang disukai dari dua contoh yang disajikan. Prosedurnya
adalah sebagai berikut : Dua contoh yang diberi kode disajikan bersamaan dengan
cara penyajian yang sama, misalnya dalam bentuk ukuran, suhu dan wadah.
Panelis diminta memilih mana yang disukai. Untuk mendapatkan hasil yang baik,
jumlah panelis disarankan lebih dari 50 orang.
Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk
mengukur tingkat kesukaan terhadap produki. Tingkat kesukaan ini disebut skala
hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka,
sangat tidak suka dan lain-lain. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan
menurut rentangan skala yang dikehendaki. Dalam analisi datanya, skala hedonik
ditransformasikan ke dalam skala angka dengan angka manaik menurut tingkat
kesukaan (dapat 5, 7 atau 9 tingkat kesukaan). Dengan data ini dapat dilakukan
analisa statistik.
Dalam uji rangkaing diuji 3 aatau lebih contoh dan panelis diminta untuk
mengurutkan secara menurun atau manaik menurut tingkat kesukaan (memberi
peringkat). Panalis dapat diminta untuk meranking kesukaan secara keseluruhan
atau terhadap atribut tertentu seperti warna atau flavor. Contoh diberi kode dan
disajikan secara seragam, dan disajikan bersamaan. Panelis diminta menyusun
peringkat atau ranking berdasarkan tingkat kesukaannya.

1.2 Rumusan Masalah

3
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Meat Product dan jenisnya?
2. Bagaimana hasil evaluasi sensori pada Meat Product?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui berbagai jenis olahan Meat Product
2. Dapat mengetahui hasil evaluasi sensori pada Meat Product

4
BAB II
ISI

2.1 Produk Olahan Daging


Daging merupakan salah satu komoditi yang mudah busuk atau rusak
karena perubahan kimiawi dan kontaminasi mikroba. Upaya yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kerusakan daging segar adalah dengan melakukan pengawetan
berupa pengolahan terhadap daging tersebut. Berikut beberapa produk olahan
daging yang akan dibahas evaluasinya:

2.1.1. Sosis
Sosis merupakan salah satu produk dari pengolahan daging yang
memanfaatkan daging sebagai bahan utama. Penggunaan daging dalam
pembuatan sosis karena pengaruhnya yang sangat besar terhadap kestabilan
emulsi serta sifat dari sosis yang dihasilkan (Winanti et al. 2013).
Sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus
dan tepung atau pati dengan penambahan bumbu, bahan tambahan makanan yang
dimasukkan ke dalam selongsong sosis. Data survei independen yang dilakukan
oleh perusahaan swasta menunjukkan bahwa konsumsi sosis oleh masyarakat
Indonesia tumbuh rata–rata 4,46% per tahun . Bahan baku yang digunakan untuk
membuat sosis terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu
daging, sedangkan bahan tambahannya yaitu bahan pengisi, bahan pengikat,
bumbu–bumbu, bahan penyedap, dan bahan makanan lain yang diizinkan. Daging
yang umum digunakan dalam pengolahan sosis berasal dari sapi, ayam, dan
kambing, namun dari ketiga jenis daging tersebut yang memiliki kandungan
protein tinggi dengan harga terjangkau adalah daging ayam dengan kandungan
protein sebesar 20-23% (Lawrie, 2003).

2.1.2. Bakso
Bakso daging menurut SNI 01-3818 1995 adalah produk makanan
berbentuk bulatan atau bentuk lain yang diperoleh dari campuran daging temak

5
(kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan (Dewan Standardisasi Indonesia,
1995).
Menurut Astawan (2008), bahwa bakso adalah produk olahan daging
giling yang dicampur dengan tepung dan bumbu-bumbu serta bahan lain yang
dihaluskan, kemudian dibentuk bulatan - bulatan dan kemudian direbus hingga
matang. Istilah bakso biasanya diikuti dengan nama jenis dagingnya, seperti bakso
ikan, bakso udang, bakso ayam, bakso sapi, bakso kelinci, bakso kerbau, dan
bakso kambing atau dombaBakso umumnya dibuat menggunakan daging pre-
rigor agar dihasilkan bakso yang kenyal dan kompak (Dewan Standardisasi
Indonesia, 1995.).

2.1.3. Kornet
Kornet daging sapi atau corned beef merupakan hasil olahan daging sapi
dengan bumbu-bumbu kentang, kaldu (beef broth), bawang merah, garam, merica,
dan sodium nitrit (NaNO2). Beberapa factor dapat mempengaruhi kualitas daging
kornet seperti jenis daging, mutu bahan baku, cara pengolahan, cara dan lama
penyimpanan, kondisi kaleng selama penyimpanan. Masa simpan kornet kaleng
tergantung dengan proses pengolahan, jenis kaleng, penyimpanan dan distribusi.
Formulasi bahan-bahan tersebut bervariasi tergantung pada kesenangan konsumen
(Fardiaz,2008).
Pembuatan kornet cukup mudah.Kornet dibuat dengan teknologi
presscooking, dimana daging yang digunakan adalash daging yang dicuring
terlebih dahulu. Tujuan curing sendiri adalah untuk mempertahan kan warna
merah cerah pada daging, serta menambah lama daya simpan daging kornet
(Leith. 1989).

2.1.4. Nugget
Nugget merupakan salah satu pangan olahan dari daging. Tanoto (1994),
menjelaskan bahwa nugget adalah suatu bentuk produk daging giling yang
dibumbui, kemudian diselimuti oleh perekat tepung (batter), pelumuran tepung
roti (breading), dan digoreng setengah matang lalu dibekukan untuk

6
mempertahankan mutunya selama penyimpanan. Menurut Amertaningtyas et. al.
(2005) nugget merupakan salah satu produk yang berasal dari olahan daging
giling yang digemari banyak orang. Nugget adalah salah satu produk olahan
daging yang menggunakan teknologi restructured meat, yaitu teknologi dengan
memanfaatkan potongan daging yang relatif kecil dan tidak beraturan, kemudian
dilekatkan kembali menjadi ukuran yang lebih besar.

2.2 Evaluasi Sensori pada Meat Products


Analisis sensori adalah suatu analisis yang digunakan untuk menentukan
perbedaan, karakteristik, serta ukuran sensori suatu produk, atau digunakan untuk
membedakan produk tersebut dapat diterima oleh konsumen. Metode ini
dilakukan dengan melibatkan sejumlah orang (panelis) yang mampu mendeteksi
dan mendeskripsi atribut sensori yang diuji. Beberapa atribut sensori pada produk
pangan yang umumnya dikenal antara lain kenampakan, bau/odor, konsistensi dan
tekstur serta flavour (aroma, rasa). Di dalam rangkaian persepsi, beberapa bahkan
semua atribut saling overlap atau saling mempengaruhi satu sama lain.

2.2.1 Sensori Produk Kornet


Kornet merupakan produk dari perusahaan ekstraksi daging sapi, dimasak
untuk memperoleh larutan yang berwarna coklat dan mempunyai cita rasa yang
khas. Residu pemasakan diiris-iris, diberi garam dan nitrat, dicampur dan
dimasukkan ke dalam kaleng untuk mengalami proses sterilisasi (Wilson et al.,
1981). Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995), kornet umumnya dibuat dari
daging sapi, dalam pembuatan kornet daging yang digunakan merupakan
potongan daging segar atau beku (yang telah memenuhi persyratan dan peraturan
yang berlaku), boleh dicampur dengan daging bagian kepala dan hati.
Tabel 1. Hasil Rataan Uji Hedonik pada Kornet
Parameter Penilaian Rata-rata
Kode A Kode B
Warna daging 4 3
Tekstur 4 3
Keempukan 4 4

7
Rasa 4 4
(Sumber: Anjani, 2012)
Keterangan:
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Netral
4. Suka
5. Sangat Suka

Tabel 2. Hasil Rataan Uji Mutu Hedonik pada Kornet


Parameter Penilaian Rata-rata
Kode A Kode B
Warna daging 4 3
Keempukan 4 4
(Sumber : Anjani, 2012)
Keterangan Warna :
1. Sangat Pucat
2. Pucat
3. Netral
4. Merah
5. Sangat Merah
Keterangan Keempukan :
1. Sangat keras
2. Keras
3. Netral
4. Empuk
5. Sangat Empuk

1. Uji Hedonik dan Mutu Hedonik


Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan
pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis
mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga
mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat ± tingkat kesukaan ini disebut

8
skala hedonik. Misalnya dalam hal suka dapat mempunyai skala hedonik seperti :
amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka. Sebaliknya jika tanggapan
itu tidak suka dapat mempunyai skala hedonik seperti suka dan agak suka,
terdapat tanggapannya yang disebut sebagai netral, yaitu bukan suka tetapi juga
bukan tidak suka (Soewarno, 1981).
Uji mutu hedonik tidak menyatakan suka ataut idak melainkan menyatakan
kesan tentang baik atau buruk. kesan baik atau buruk ini disebut kesan mutu
hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik daripada sekedar suka atau tidak
suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum yaitu baik dan buruk dan bersifat
spesifik seperti empuk atau keras untuk nasi, renyah atau liat untuk mentimun
(Wagiyono, 2003).
Terdapat 2 jenis kornet yang diuji, yaitu kornet A dan kornet B. Parameter yang
diuji yaitu warna, rasa, tekstur dan keempukan. Selera panelis terhadap kedua
jenis kornet tidak jauh berbeda, hanya saja panelis lebih banyak menyukai kornet
A, karena kornet A mempunyai warna dan tekstur yang lebih tinggi dari kornet B.
Kornet A mempunyai warna yang lebih cerah dibanding kornet B. Hal ini
disebakan pada pengolahan kornet A, curing berhasil dilakukan juga penambahan
bumbu yang lebih ideal dibandingkan pada saat pengolahan kornet B. Warna yang
ditimbulkan berasal dari hasil proses curing. Proses curing memiliki tujuan
memberikan warna merah cerah pada kornet, walaupun warna kornet yang
sebenarnya adalah merah tua tetapi tidak membuat panelis tidak menyukainya
karena warna pada produk pangan diukur secara objektif.

2.2.2 Sensori Produk Nugget


Nugget merupakan makanan yang kebanyakan dikonsumsi masyarakat
karena banyaknya tersedia di mini market atau supermarket dan menjadi favorit
bagi anak-anak dan remaja, namun nugget yang telah dikembangkan adalah
nugget yang berbahan baku daging ayam, sedangkan nuggetdengan bahan baku
rumput laut masih belum banyak dijumpai di pasaran. Pengembangan rumput laut
sebagai bahan baku nugget disini sangat penting, terutama untuk membantu
meningkatkan nilai ekonomis produk sebagai sumber daya laut yang cukup
potensial di Sulawesi. Nugget merupakan salah satu produk olahan beku siap saji

9
yang diproses melalui penggilingan dengan penambahan bumbu serta dicampur
dengan bahan pengikat kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu, yang
selanjutnya dilumuri dengan tepung roti (Melisa, 2011).
1. Uji Organoleptik
Pengamatan terhadap tekstur nugget dilakukan dengan cara penentuan
tingkat kesukaan secara sensorik berdasarkan sensasi tekanan didalam mulut
ketika digigit, dikunyah, ditelan dan dengan perabaan menggunakan jari. Tekstur
nugget juga dipengaruhi oleh pemasakan termasuk penggorengan. Pada
prinsipnya pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan bahan.
Perubahan-perubahan yang terjadi selama penggorengan yaitu terjadinya
penguapan air, kenaikan suhu produk menyebabkan terjadinya reaksipencoklatan
(browning), perubahan bentuk produk yang digoreng dan keluarnya airdari bahan
yang digunakan dengan masuknya minyak goreng dalam produk. Didalam proses
penggorengan, minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas yang dapat
menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan (Rosyidi, 2008).
Cita rasa merupakan salah satu sifat sensori yang penting dalam penerimaan
suatu produk pangan. Pengamatan terhadap cita rasa nugget dilakukan dengan
cara penentuan tingkat kesukaan cita rasa secara sensorik berdasarkan sensasi rasa
didalam mulut ketika dicicipi menggunakan indera pengecap. Panelis lebih
memilih nugget yang ditambahkan flavor daripada yang hanya rasa nugget biasa.
Warna merupakan atribut organoleptik yang pertama dilihat oleh konsumen ketika
ingin membeli atau mengkonsumsi suatu produk. Warna makanan memiliki
peranan utama dalam penampilan makanan, meskipun makanan tersebut lezat,
tetapi bila penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera
orang yang akan memakannya menjadi hilang (Putri, 2009).

Selama pemanasan warna nugget akan berubah secara bertahap dari putih
pucat menjadi agak coklat. Warna coklat tersebut disebabkan oleh jumlah pigmen
yang menurun akibat terjadinya denaturasi. Pencoklatan juga disebabkan oleh
adanya reaksi pencoklatan non enzimatis (reaksi Maillard) yaitu reaksi antara gula
pereduksi dengan asam amino. Kappa karagenan mengandung sulfat sekitar 25-
30% dan terdiri atas gugus galaktosa yang akan bereaksi dengan asam amino lisin

10
yang peka terhadap kerusakan terutama pencoklatan non enzimatis. Selain
berikatan dengan kappa-karagenan, asam amino pun bereaksi dengan gula
pereduksi yang terdapat pada pati yang mengandung glukosa. Selain itu adanya
perbedaan perbandingan antara bahan pengisi dan karagenan pada setiap
perlakuan menyebabkan perubahan warna yang nyata (Putri, 2009).
Pengamatan terhadap aroma nugget dilakukan dengan cara penentuan
tingkat kesukaan aroma secara sensorik dengan indera pembau, pada beberapa
kasus panelis lebih menyukai aroma yang ditambahkan dengan beberapa flavor
seperti rumput laut, barbeque, keju atau yang lainnya.

2.2.3 Sensori Produk Sosis


Sosis merupakan suatu produk makanan yang dibuat dari daging yang
digiling, dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung terigu serta susu skim pada
umumnya dimasukkan ke dalam selongsong (casing) sehingga bentuknya
simetris. Selama preparasi emulsi, air dan protein yang terlarut pada garam akan
membentuk suatu matriks dikelilingi globula lemak terdispersi. Proteinprotein
yang larut dalam garam, miosin dan aktomiosin melekat pada permukaan globula
lemak dan membentuk suatu penstabil (Price and Schweigert, 1971).
Daging sosis yang digunakan berbahan dasar cmpuran dari daging dan
lidah sapi. Secara anatomis lidah sapi memiliki ketebalan yang lebih besar pada
bagian pangkal dan tengah dibandingkan dengan bagian ujung. Lidah terdiri atas
massa otot yang tertutup oleh membran mukosa. Otot hioglosus melekat pada
simfisis mandibel dan otot stiloglosus melekat sepanjang bagian dalam dari tulang
tiohioid. Lidah tertutup oleh epitel squamous terstratra yang membentuk papila
dalam jumlah banyak, khususnya bagian permukaan dorsalnya. Papila yang
terdapat pada semua jenis ternak adalah yang disebut filiform, fungiform, dan
circum volat (Frandson, 1992). Komposisi kimia dari lidah sapi terdiri dari protein
16,4%; lemak 15%; air 68%; abu 0,9%; karbohidrat 0,4% dan energi 210
kalori/100g (Nuraini dan Komariah, 1998). Selain itu lidah sapi juga mengandung
beberapa vitamin seperti tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, dan asam
askorbat dan juga beberapa mineral seperti kalsium, zat besi, mangan, fosfor,
potasium, sulfur, seng dan tembaga (Schweigert, 1987).

11
Tabel 3. Nilai Modus Uji Hedonik Sosis Asap

Organoleptik merupakan penilaian mutu produk berdasarkan panca indera


manusia melalui syaraf sensorik. Penilaian dengan indera banyak digunakan
untuk menilai mutu suatu produk terutama produk hasil pertanian dan makanan.
Salah satu cara penilaian organoleptik adalah dengan menggunakan uji hedonik.
Uji hedonik merupakan penilaian panelis tentang suka atau tidak suka, dapat
menerima atau tidak dapat menerima terhadap suatu produk yang diuji. Kriteria
yang biasa digunakan dalam penilaian organoleptik terdiri dari rasa, warna,
tekstur dan aroma (Soekarto dan Hubeis, 1993). Pengujian organoleptik
dilakukan dengan uji hedonik dengan parameter warna, aroma, tekstur, rasa dan
penampakan umum. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan
atau ketidaksukaan panelis.
1. Warna
Campuran daging dan lidah sapi tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap warna sosis. Suhu pengasapan, bahan asap dan lamanya proses
pengasapan yang sama menghasilkan sosis asap berwarna coklat. Hal ini
disebabkan oleh senyawa fenoldehid dan fenol yang membentuk lapisan damar
pada permukaan makanan. Selain itu reaksi Maillard juga menyebabkan warna
produk asap menjadi coklat. Suhu, bahan dan lamanya pengasapan yang sama
menyebabkan tidak terlihat lagi pengaruhnya terhadap warna. Nilai rataan untuk
uji warna berkisar antara 3,0- 3,7 atau berkisar antara netral sampai suka dengan
nilai modus empat untuk setiap perlakuan.
2. Aroma

12
Campuran daging dan lidah sapi tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap aroma sosis. Ini disebabkan oleh senyawa yang terdapat dalam asap dan
fenol yang menghasilkan aroma yang khas pada produk asap, sehingga dihasilkan
sosis dengan aroma khas asap. Menurut Aberle et al., (2001) aroma sosis
dipengaruhi oleh senyawa volatil serta uap air yang terlepas selama pemasakan.
Selain itu aroma sosis juga dipengaruhi oleh zat-zat yang ada dalam daging dan
bahan-bahan selain daging. Aroma produk olahan daging juga dapat dipengaruhi
oleh jenis, lama dan suhu pemasakan. Nilai rataan untuk aroma berkisar antara
3,4-3,8 atau berkisar antara netral sampai suka dengan nilai modus empat untuk
setiap perlakuan.
3. Tekstur
Tekstur dalam bahan pangan umumnya dipengaruhi oleh kadar air, kadar
lemak, protein serta struktur karbohidrat yang terkandung. Campuran daging dan
lidah sapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur sosis. Tekstur
sosis dipengaruhi oleh air dan minyak yang ditambahkan pada saat pembuatan
sosis. Perubahan tekstur disebabkan proses emulsi pada saat pembentukan adonan
dan hilangnya air pada saat pengasapan. Nilai rataan tekstur berkisar antara 3,2-
3,7 atau netral sampai suka dengan nilai modus 4 hampir untuk semua perlakuan
dan 3 untuk perlakuan 70:30 pada hari ke-0. Hal ini terjadi karena naiknya nilai
pH yang menyebabkan turunnya stabilitas emulsi. Hal tersebut mengakibatkan
panelis merespon produk menjadi agak disukai
4. Rasa
Campuran daging dan lidah sapi tidak memberikan pengaruh terhadap rasa
sosis. Rasa sosis dipengaruhi oleh daging, bumbu-bumbu, dan bahan-bahan yang
ditambahkan selama pengolahan, selain itu flavor asap dipengaruhi juga oleh
reaksi senyawa yang terkandung didalam asap dengan protein daging seperti
polifenol dan fenol dengan grup-SH. Nilai rataan rasa sosis berkisar antara 3,2-3,9
atau netral sampai suka dengan nilai modus 4 untuk setiap perlakuan.
5. Penampakan Umum
Campuran daging dan lidah sapi tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap penampakan umum. Penampakan umum merupakan tanggapan panelis
secara keseluruhan dari suatu produk yang dipengaruhi oleh empat kriteria umum

13
yaitu warna, aroma, tekstur dan rasa. Nilai rataan untuk penampakan umum
berkisar antara 3,3-3,6 atau netral sampai suka dengan nilai modus atau suka
untuk semua perlakuan.

2.2.4 Sensori Produk Bakso


Definisi dari Standar Nasional Indonesia menyebutkan bahwa bakso
daging merupakan makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari
campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau
serelia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan (BSN, 1995).
Pada umumnya bahan baku utama bakso biasanya terbuat dari daging
segar yang belum mengalami rigormortis. Daging sapi fase pre-rigormortis
memiliki daya ikat air yang tinggi, dalam arti kemampuan protein daging
mengikat dan mempertahankan air tinggi sehingga menghasilkan bakso dengan
kekenyalan tinggi. Hal ini didukung oleh perubahan daging sapi fase pre-
rigormortis ke rigormortis selama penggilingan, pencampuran, penghalusan,
pencetakan dan perebusan sangat memacu kekenyalan bakso. Pada kondisi
perubahan fase ini, disamping daya ikat air-protein tinggi, protein aktin dan
miosin belum saling berinteraksi menjadi aktomiosin, pH 6 cukup tinggi,
akumulasi asam laktat cukup rendah dan tekstur tidak lunak (Prastuti, 2010).
Menurut Wibowo (2006), cara paling mudah untuk menilai mutu bakso
adalah dengan menilai mutu sensoris atau mutu organoleptiknya. Paling tidak,
ada lima parameter sensoris utama yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna,
bau, rasa, dan tekstur. Kriteria mutu sensori bakso dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Mutu Sensori Bakso

14
Tabel 5. Syarat Mutu Bakso Daging Sapi Berdasarkan SNI 01-3818-1995

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Analisis sensori adalah suatu analisis yang digunakan untuk menentukan
perbedaan, karakteristik, serta ukuran sensori suatu produk, atau digunakan untuk
membedakan produk tersebut dapat diterima oleh konsumen. Metode ini
dilakukan dengan melibatkan sejumlah orang (panelis) yang mampu mendeteksi
dan mendeskripsi atribut sensori yang diuji.
Produk olahan daging pertama yaitu kornet. Selera panelis terhadap kedua
jenis kornet tidak jauh berbeda, hanya saja panelis lebih banyak menyukai kornet
A, karena kornet A mempunyai warna dan tekstur yang lebih tinggi dari kornet B.
Kornet A mempunyai warna yang lebih cerah dibanding kornet B.
Pengamatan terhadap aroma nugget dilakukan dengan cara penentuan
tingkat kesukaan aroma secara sensorik dengan indera pembau, pada beberapa
kasus panelis lebih menyukai aroma yang ditambahkan dengan beberapa flavor
seperti rumput laut, barbeque, keju atau yang lainnya.
Uji sensori pada produk sosis menunjukkan nilai rataan untuk uji warna
berkisar antara 3,0- 3,7 atau berkisar antara netral sampai suka dengan nilai
modus empat untuk setiap perlakuan. Nilai rataan untuk aroma berkisar antara
3,4-3,8 atau berkisar antara netral sampai suka dengan nilai modus empat untuk
setiap perlakuan. Nilai rataan rasa sosis berkisar antara 3,2-3,9 atau netral sampai
suka dengan nilai modus 4 untuk setiap perlakuan. Nilai rataan untuk penampakan
umum berkisar antara 3,3-3,6 atau netral sampai suka dengan nilai modus atau
suka untuk semua perlakuan.
Cara paling mudah untuk menilai mutu bakso adalah dengan menilai mutu
sensoris atau mutu organoleptiknya. Hasil uji organoleptik bakso menunjukkan
hasil uji bentuk yang bulat dan seragam, berwarna cokelat muda cerah sedikit
kemerahan, bau khas daging segar, rasa yang lezat dan tekstur yang kompak dan
elastis

16
DAFTAR PUSTAKA

Amertaningtyas, D. Purnomo H, dan Siswanto. 2005. Kualitas Nuggets Daging


Ayam Broiler dan Ayam Petelur Afkir dengan Menggunakan Tapioka dan
Tapioka Modifikasi serta Lama Pengukusan Yang Berbeda. Thesis
Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang.

Anjani, E. 2012. Laporan Teknik Pengolahan Daging. Laboratorium Laruba.


Diakses pada 18 September 2018

Astawan, M. 2008. Sehat dengan Hidangan Hewani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Badar Standarisasi Nasional. 1995. Bakso Daging. SNI 01-3818-1995. Badan


Standarisasi Nasional. Jakarta.

BSN (BADAN STANDARD NASIONAL). 1995. SNI 01-3818-1995. Bakso


Daging. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta

Dewan Standardisasi Indonesia, 1995. SNI 01 3947-1995. Daging sapi/ . kerbau.


Departemen Per industrian dan Perdagangan.

Fardiaz S., 2008. Produksi Pigmen Untuk Bahan Pewarna Makanan


Menggunakan Substrat Limbah Industry Pangan. Departemen pangan dan
gizi, IPB, Bogor.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Press UI, Jakarta.

Leith, P.1989. The Cook’s Hand Book. Papermack Division, Macmillan Publ.
Ltd.,London

Melisa, N. 2011. Pengaruh Pencampuran Tepung Ampas Tahu dan Tepung


TeriguSebagai Bahan Pengikat Terhadap Mutu Nugget Wortel (Daucus
carota L). Skiripsi tidak diterbitkan. Padang: Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian Universitas Andalas.

Prastuti, N. T. 2010. Pengaruh Substitusi Daging Sapi dengan Kulit CakarAyam


terhadap Daya Ikat Air (Dia), Rendemen dan KadarAbu Bakso. Skripsi.
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Price, J. F., and B. S. Schweigert. 1986. The Science of Meat and Meat Product.
3rd tred. W. H. Freeman and Company. San Fransisco.

Putri, E, F, A. 2009. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Daging Sapi pada Lama
Postmortem yang Berbeda dengan Penambahan Karagenan. Skripsi. Bogor

17
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian. Bogor. http://repository.ipb.ac.id. Diakses pada 18
September 2018.

Rosyidi, D., Widati, A.S & Prakoso, J. 2008. Pengaruh Penggunaan Rumput Laut
Terhadap Kualitas Fisik dan Organoleptik Chicken Nuggets. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Hasil Ternak, (on line), vol.3, nomor 1.

Schweigert, B.S. 1987. The nutritional content and value of meat and meat
product Dalam: The Science of Meat and Meat Product 3rd Edition. Food
and Nutritional Press. Westport

Soekarto, S.T dan Hubeis, M 1993. Metodologi Penelitian Organoleptik. Program


Studi Ilmu Pengan, IPB, Bogor.

Soewarno, T. Soekarto. 1981. Penilaian Organoleptik, Pusat Pengembangan


Teknologi Pangan (Pusbangtepa). IPB, Bogor

Tanoto, E. 1994. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.

Tarwotjo, L 5., S. Hartini, S. Soekirman dan Sumartono. 1971. Komposisi tiga


jenis . baksodi Jakarta. Akademi Gizi. Jakarta.

Wagiyono. 2003. Menguji Kesukaan secara Organoleptik. Departemen


Pendidikan Nasional, Jakarta

Wawan, Karyadi. 2005. Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Asap dengan Bahan
Baku Campuran Daging dan Lidah Sapi Selama Penyimpanan Dingin (4-
8ºC) Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor.

Wibowo, S., 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Swadaya, Jakarta.

Wilson, N. R. P., E. J. Dett, R. B. Hughes, and C. R. V. Jones. 1981. Meat and


Meat Product. Applied Science Publishers, New Jersey

Winanti ER, Andriani MAM, Nuhartadi E. 2013. Pengaruh penambahan Bit (Beta
vulgaris) sebagai pewarna alami terhadap karateristik fisiki-kimia dan
sensori sosis daging sapi.Jurnal Teknosains Pangan 2(4): 18-24.

18

Anda mungkin juga menyukai