Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL PENGABDIAN MASYARAKAT

Pemanfaatan Budi Daya Kecambah Taoge Guna Meningkatkan Gizi Serta


Upaya Pencegahan Anemia pada Masyarakat Komunitas Adat Terpencil Suku
Anak Dalam Jambi

Nama Anggota Kelompok

Amin Aulawi G1D116008


Adinda Desma Mulyani G1D116029
Sri Rahayu G1D116038
Deri Sentosa G1D116020
Puji Lestari G1D116025
Utari Edtia Yuningrum G1D116112
Serly Marfaramitha G1D116098

Dosen Pengampuh :
Asparian, S.KM.,M.KES
PEMINATAN ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN
PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JAMBI
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suku Anak Dalam merupakan salah satu Komunitas Adat Terpencil (KAT)
yang ada di Provinsi Jambi yang mempunyai permasalahan spesifik, jika kita melihat
pola kehidupan dan penghidupan mereka, hal ini disebabkan oleh keterikatan adat
istiadat yang begitu kuat. Suku Anak dalam ini merupakan sekelompok orang yang
hidup dalam kesatuan sosial budaya yang bersifat lokal dan juga berpencar, pada
umumnya terpencil secara geografis, (Dinsos Prov Jambi, 2018).
Kurang Gizi merupakan suatu kondisi dimana terjadinya ketidak
keseimbangan antara gizi yang dibutuhkan dengan asupan makanan ke dalam tubuh
manusia. Artinya yang masuk lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan dalam
jangka waktu yang cukup lama. Terdapat empat masalah gizi utama di Indonesia
yang harus ditangulangi dengan program perbaikan gizi, yaitu: masalah kurang energi
protein (KEP), masalah kurang vitamin A, masalah anemia zat gizi, dan masalah
gangguan akibat kekurangan yodium. Dilihat dari etiologinya, status gizi penduduk
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks, seperti: sosial, ekonomi, budaya,
kesehatan, lingkungan alam, maupun penduduk yang saling berkaitan satu dengan
lainnya.
Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder, faktor primer
adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kualitas dan kuantitas yang
disebabkan oleh kurang nya penyedian pangan, kurang baik nya distribusi pangan,
kemiskinan, ketidak tahuan, kebiasaan makan yang salah dan sebagai nya. Faktor
sekunder meliputi faktor yang menyebabkan terganggunya penyerapan zat gizi oleh
sel-sel dalam tubuh setelah makanan dikonsumsi, misalnya pencernaan terganggu,
geligi yang tidak baik, kekurangan enzim, parasit, penggunaan obat cuci perut,
minuman beralkohol, penyakit hati, kanker diabetes, keringat berlebih dan banyak
kencing (polyuria).
Anemia adalah kurangnya hemoglobin dalam protein yang terkandung di
dalam sel darah merah. Ternyata kasus anemia ini menjadi salah satu hal yang harus
2

diselesaikan Di Suku Anak Dalam. Menurut data dari Dinas Sosial Provinsi Jambi
kekurangan gizi karena anemia merupakan penyebab beberapa kasus penyakit yang
ditemukan di wilayah Suku Anak Dalam. Semakin sempitnya ruang jelajah Orang
Rimba membuat mereka kesulitan untuk mencari bahan pangan yang cukup baik
untuk keberlangsungan hidup mereka.
Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu upaya yang bisa kita lakukan
untuk menjaga kelangsungan hidup pada anak-anak di Suku Anak Dalam dari
kekurangan gizi dan anemia harus difokuskan pada upaya preventif. Tindakan
pencegahan ini dapat dilakukan dengan mengembangkan potensi pemanfaatan budi
daya sumber pangan kecambah taoge yang berguna untuk mencukupi hemoglobin
protein dalam sel darah sehingga dapat mengatasi masalah anemia.

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan yang akan di pecahkan melalui program ini pada dasarnya tidak
lepas dari ruang lingkup permasalahan diatas, yaitu:
1. Bagaimana Memberikan pengetahuan tentang pemanfaatan potensi lahan
untuk tanam sebagai sumber makanan yang mudah didapatkan ?
2. Bagaimana membuat Komunitas Adat Terpenci untuk mau meningkatkan sadar
gizi guna mengatasi masalah anemia ?
3. Bagaimana cara pemanfaatan potensi budi daya menanam kecambah taoge pada
lingkungan geografis Suku Anak Dalam (SAD)?

1.3 Potret, Profil dan Kondisi Khalayak Sasaran


Kondisi Masyarakat di Suku Anak Dalam (SAD) masih dibawah garis
kemiskinan serta tingkat pendapatan yang masih rendah, selain itu kondisi wilayah
yang jauh dari perkotaan membuat wilayah Suku Anak Dalam (SAD) menjadi salah
satu daerah terpencil yang terdapat di Provinsi Jambi.
Sasaran kegiatan ini adalah keluarga Suku Anak Dalam (SAD), Melalui
program pemberdayaan ini diharapkan kesehatan Suku Anak Dalam (SAD) dapat
3

meningkatkan status gizi dengan protein nabati dan mampu mengatasi masalah
anemia.

1.4 Kondisi dan Potensi Wilayah


Desa binaan Suku Anak Dalam (SAD) Sungai terap dapat dijadikan tempat
kegiatan ini sangat baik karena program ini belum ada dan meningkatkan potensi
lahan serta melatih kemampuan masyarakat dalam bercocok tanam ataupun budi daya
kecambah taoge. Potensi wilayah juga mendukung karena terdapat sinar matahari
yang cukup dan beberapa media alami pendukung dalam budi daya kecambah.

1.5 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengurangi angka kejadian anemia pada Suku Anak Dalam (SAD)
akibat kekurangan gizi protein hemoglobin dalam sel darah merah.
b. Tujuan Khusus
1. Memberikan pemahaman akan pentingnya pemanfaatan potensi alam
seperti tanaman kecambah taoge untuk di budidayakan sebagai sumber
bahan makanan kaya akan protein nabati.
2. Melakukan pemberdayaan agar masyarakat KAT Suku Anak Dalam
(SAD) mau dan mampu meningkatkan status gizi balita dengan
pemanfaatan budi daya yaitu berupa taoge.
3. Melakukan pendampingan dalam membudidayakan taoge agar program
ini bisa berkelanjutan agar menurunnya angka kejadian anemia.
1.6 Luaran
Luaran dari kegiatan ini yaitu ditujukan kepada Suku Anak Dalam dengan
harapan agar masyarakat Suku Anak Dalam mampu membudidayakan tauge dan
mampu mengolah tauge dengan baik dan benar untuk di konsumsi. Melalui edukasi
dan sosialisasi dengan menggunakan media video atau film tentang tata cara
menanam tauge diharapkan agar tauge bisa menjadi makanan tambahan dan tauge
bisa menjadi bahan campuran makanan pendamping ASI.
4

1.7 Manfaat
1. Meningkatkan potensi lahan dan pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber
makanan
2. Peningkatan status gizi dan Menurunnya angka prevalensi penyakit anemia
3. Meningkatkan partisipasi dan kemampuan masyarakat dalam pemanfaatan
potensi budi daya tanaman.
5

BAB II
GAMBARAN UMUM KOMUNITAS ADAT TERPENCIL (KAT)
SUKU ANAK DALAM (SAD) PROVINSI JAMBI
Jumlah Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Provinsi Jambi berdasarkan data
terakhir sampai dengan tahun 2011 sebanyak 6.773 KK atau 28.886 jiwa yang
tersebar di 8 Kabupaten. Persebaran daerah yang ditempati oleh Komunitas Adat
Terpencil ada dikawasan Taman Nasional Bukit XII (Dua Belas) antara lain terdapat
di daerah Sungai Sorenggom, Sungai Terap dan Sungai Kejasung Besar / Kecil,
Sungai Makekal dan Sungai Sukalado. Nama-nama daerah tempat mereka bermukim
mengacu kepada anak-anak sungai yang ada didekat permukiman mereka. (Data
Kompilasi Dinas Sosial Provinsi Jambi, 2018).
Berdasarkan Surat Usulan Gubernur Jambi No. 522/51/1973/1984 Kawasan
Cagar Biosfir Bukit XII adalah kawasan hidup Komunitas Adat Terpencil (KAT)
yang dilindungi dan diberi lahan seluas 26.800 Ha. Ditetapkan kawasan Bukit XII
sebagai Cagar Bisfir. Secara administratif kawasan Cagar Biospir Bukit Duabelas
terletak diantara lima kabupaten yaitu: Kabupaten Sarolangun, Merangin, Bungo,
Tebo dan Batanghari.
Kelima kabupaten tersebut saling berbatasan punggungan Bukit Duabelas.
Kawasan yang didiami oleh Komunitas Adat Terpencil (KAT) ini secara geografis
adalah kawasan yang dibatasi oleh Batang Tabir di sebelah Barat, Batang Tembesi
disebelah Timur, Batang Hari disebelah Utara dan Batang Merangin di sebalah
Selatan. Selain itu kawasan ini terletak diantara beberapa jalur perhubungan yaitu :
Lintas Tengah Sumatera, Lintas Tengah antara kota Bangko-Muaro Bungo-Jambi dan
lintas Timur Sumatera. Dengan letak yang demikian, maka dapat dikatakan kawasan
ini berada di tengah-tengah Provinsi Jambi. Dikawasan Cagar Biosfir Bukit Duabelas
yang merupakan wilayah tempat tinggal atau habitat Komunitas Adat Terpencil
(KAT) ini, terdapat tiga kelompok yaitu: kelompok Air Itam dibagian Selatan
kawasan, Kejasung di bagian Utara dan Timur serta Makekal dibagian Barat
kawasan, Penamaan kelompok-kelompok tersebut disesuaikan dengan nama sungai
tempat mereka tinggal.
6

Komunitas Adat Terpencil merupakan migrasi pertama dari manusia Proton


melayu berasal dari golongan ras mangoloid. Perawakannya rata-rata sedang, kulit
sawo matang, rambut agak keriting, telapak kaki tebal, laki-laki dan perempuan yang
dewasa banyak makan sirih, bau badannya menyengat karena jarang mandi dan
pakaianya jarang dicuci. Ciri yang menonjol adalah penampilan gigi mereka yang
tidak terawat dan nyaris kotor tampak warna kecoklatan. Hal ini terkait dengan
kebiasaan mereka dari kecil jarang gosok gigi dan tidak berhenti merokok serta
rambut yang terlihat kusut karena jarang disisir dan dishampo hanya dibasahi saja.
Untuk mandi dan gosok gigi saja mereka jarang apalagi untuk kebersihan diri lainnya
seperti cuci tangan pakai sabun. Mereka tidak tau betapa pentingnya menjaga
kebersihan diri dan juga tidak tau bagaimana melakukannya dengan benar karena
sedari kecil mereka tinggal di alam terbuka dan tidak diajarkan dan diedukasi
mengenai hal ini. Dalam hal penampilan sehari-hari mereka memakai pakaian
cawat/kancut untuk laki-laki yang terbuat dari kain sarung, tetapi kalau mereka keluar
lingkungan rimba ada yang sudah memakai baju biasa tetapi bawahnya tetap
memakai cawat/kancut sedangkan yang perempuan memakai kain sarung yang
dikaitkan sampai dada untuk yang masih gadis dan dari pinggang ke bawah untuk
yang sudah menikah.Komunitas Adat Terpencil (KAT) selama hidup dan segala
aktifitas dilakukan di hutan, Hutan bagi mereka merupakan harta yang tidak ternilai
harganya, tempat mereka hidup, beranak pinak, sumber pangan, sampai dilakukannya
adat istiadat yang berlaku bagi mereka. Dalam pengelolaan sumber daya hutan,
Komunitas Adat Terpencil (KAT) mengenal wilayah peruntukan seperti adanya
Tanoh Peranok-on, lading, sesap, belukor dan benuaron Hutan yang disebut rimba
oleh mereka, diolah sebagai ladang sebagai suplai makanan pokok (ubi kayu, padi
lading, ubi jalar), kemudian setelah ditinggalkan berubah menjadi sesap. Sesap adalah
ladang yang ditinggalkan yang masih menghasilkan sumber pangan bagi mereka.
Selanjutnya sesap berganti menjadi belukar, belukar disini meski tidak menghasilkan
sumber makanan pokok, tetapi masih menyisakan tanaman buah-buahan dan berbagai
tumbuhan yang bermanfaat bagi mereka (Data Kompilasi Dinas Sosial Provinsi
Jambi, 2018).
7

BAB III
METODE PELAKSANAAN
Metode pengembangan yang akan dilaksanakan merupakan sebuah rangkaian
tahapan yang tersusun secara sistematis, berikut adalah gambaran flow map yang
akan berjalan:

Penetapan
Identifikasi Membuat
Daerah
Masalah Program
Sasaran

Menyusun
Rencana Sosialisasi
Proposal
Kegiatan Program
Kegiatan

Analisa Pelaksanaan
Laporan Akhir
Program Program

Dari flow map di atas dapat didefinisikan sebagai berikut :


1. Penetapan daerah sasaran komunitas adat terpencil provinsi jambi.
2. Identifikasi permasalahan-permasalahan yang ada di komunitas adat terpencil
di provinsi jambi.
3. Membuat program kegiatan berdasarkan permasalahan-permasalahan yang
ada di KAT, berupa program sosialisasi dan pengedukasian masyarakat SAD
dalam pembudidayaan tanaman taoge.
4. Penyusunan proposal berdasarkan identifikasi dan program kegiatan yang
akan dilaksanakan di komunitas adat terpencil.
5. Rencana jadwal penyuluhan ke komunitas adat terpencil.
8

6. Menyosialisasikan program yang telah dibuat berupa pengedukasian


masyarakat suku anak dalam dalam pembudidayaan tanaman toge, media
yang digunakan dalam mensosialisasikan kegiatan ini adalah melalui media
video/film penanaman kecambah taoge.
7. Analisa program, setelah program di sosialisasi ke suku anak dalam, disini
kami melihat apakah program dapat di terima oleh mereka.
8. Pelaksanaan program, setelah program dapat diterima oleh SAD, dilanjutkan
dengan menjalankan kegiatan yang telah di susun dalam program.
9. Penyusunan laporan akhir dari kegiatan yang telah dilaksanankan.

Prosedur / Tata Cara Menanam Tauge


Alat dan Bahan :
1. Kacang hijau atau kacang kedelai
2. Wadah berjaring atau keranjang atau nampan
3. Daun pisang
4. Air

Cara Pembuatan
1. Pertama-tama ambil kacang hijau atau kacang kedelai dengan takaran sesuai
keinginan.
2. Cuci bersih kacang hijau / kacang kedelai dan buang kotoran serta kacang
yang mengambang. Pilihlah kacang yang tenggelam karena hal ini
menandakan bahwa kacang tersebut merupakan bibit yang baik.
3. Setelah dicuci bersih, rendam kacang hijau atau kacang kedelai didalam air
bersih kurang lebih selama 24 jam
4. Siapkan wadah berjaring atau keranjang lalu masukkan daun pisang. Jika
menggunakan nampan tidak perlu di lapisi daun pisang
5. Masukkan kacang yang sudah direndam kedalam media yang telah disiapkan
sebelumnya
9

6. Lalu tutup biji kacang hijau/biji kacang kedelai dengan menggunakan daun
pisang. Tutup hingga tidak ada sinar matahari yang masuk kedalam
persemaian tersebut.
7. Jauhkan dari tempat yang terpapar sinar matahari dan biarkan di tempat yang
gelap agar media persemaian selalu lembab.
8. Setelah beberapa hari tauge siap di panen.
10

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Sosial, 2018. Data Kompilasi Suku Anak Dalam Jambi 2018. Profil
Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Pemberdayaan.
Aritonang,Robert. Orang Rimba Menentang Zaman.Jambi:KKI Warsi.2010

Anda mungkin juga menyukai