Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Barotrauma
2.1.1. Definisi
Barotrauma adalah kerusakan jaringan akibat perubahan tekanan barometrik yang
terjadi pada saat menyelam atau saat terbang. Barotrauma merupakan segala sesuatu
yang diakibatkan oleh tekanan kuat yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada
tulang temporal, yang diakibatkan oleh kegagalan tuba eustachius untuk menyamakan
tekanan dari bagian telinga tengah dengan adekuat dan terjadi paling sering selama turun
dari ketinggian atau naik dari bawah air saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi
bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) mejadi ruang
tertututup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.2
Dysbarism adalah istilah yang mencangkup penuh seluruh efek samping dari
perubahan tekanan , sementara barotrauma menggambarkan kerusakan mekanis dari gas
yang dilepaskan ke dalam jaringan.2

2.1.2. Etiologi dan Klasifikasi

Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh menjadi
ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi yang normal.2
Kelainan ini terjadi pada keadaan-keadaan:
a. Saat menyelam
Saat seseorang menyelam, ada beberapa tekanan yang berpengaruh yaitu tekanan
atmosfer dan tekanan hidrostatik. Tekanan atmosfer yaitu tekanan yang ada di atas air.
Tekanan hidrostatik yaitu tekanan yang dihasilkan oleh air yang berada di atas penyelam.
Barotrauma dapat terjadi baik pada saat penyelam turun ataupun naik.
Diver’s depth gauges digunakan hanya untuk mengetahui tekanan hidrostatik
(kedalaman air) dan berada pada angka nol pada permukaan laut. Ini tidak dapat
mengetahui 1 atmosfer (1 ATA) diatasnya. Jadi, gauge pressure selalu 1 atmosfer lebih
rendah dari tekanan yang sebenarnya dan tekanan absolut.3
Tekanan atmosfer
Tekanan atmosfer yang ada di laut yaitu 1 atmosfer atau 1 bar. 1 Atmosfer
diperkirakan mendekati dengan 10 meter kedalaman laut, 33 kaki kedalaman air laut, 34
kaki kedalaman air segar, 1 kg/cm2, 14,7 Ibs/in2 psi, 1 bar, 101,3 kilopascals, 760
mmHg.3

Tabel 1. Tekanan atmosfer dan Tekanan Gauge di bawah laut 3


Tekanan Absolute Tekanan Gauge Kedalaman Laut
1 ATA 0 ATG Permukaan
2 ATA 1 ATG 10 meter (33ft)
3 ATA 2 ATG 20 meter (66 ft)
4 ATA 3 ATG 30 meter (99 ft)

Gambar 1. Tekanan di berbagai lapisan bumi

Tekanan Absolut
Tekanan absolut merupakan tekanan total yang dialami seorang penyelam ketika
berada di kedalaman laut yang merupakan jumlah dari tekanan atmosfer yang berada di
permukaan air ditambah tekanan yang dihasilkan oleh massa air di atas penyelam
(tekanan hidrostatik). Tekanan total yang dialami penyelam disebut tekanan absolut.
Tekanan ini menggambarkan keadaan atmosfer dan dissebur sebagai absolut atmosfer
atau ATA.3
Tekanan Gauge
Seperti yang telah dijelaskan, tekanan hidrostatik pada pada penyelam secara
umum diukur dengan suatu tekanan atau depth gauge. Seperti alat ukur yang telah
dijelaskan tekanan pada permukaan laut dan mengabaikan tekanan atmosfer (1 ATA).
Tekanan gauge dapat diubah menjadi tekanan absolute dengan menambahkan 1 tekanan
atmosfer.3

Tekanan Parsial
Pada campuran gas, proporsi tekanan total yang dimiliki oleh masing-masing gas
disebut sebagai tekanan parsial (bagian atas tekanan). Tekanan parsial yang dimiliki oleh
masing-masing gas sebanding dengan persentase campuran. Setiap gas memiliki proporsi
yang sama dengan tekanan total campuran, seperti proporsinya dalam komposisi
campuran. Misalnya, udara pada 1 ATA mengandung oksigen 21%, maka tekanan parsial
oksigen adalah 0,21 ATA dan udara pada 1 ATA mengandung nitrogen 78%, maka
tekanan parsial nitrogen adalah 0,78 ATA.3
Barotrauma pada saat menyelam dapat terjadi pada saat turun ke dalam air yang
disebut sebagai squeeze, sedangkan barotrauma pada saat naik ke permukaan air secara
cepat disebut reverse squeeze atau overpressure.4

b. Saat penerbangan
Seseorang dalam suatu penerbangan akan mengalami perubahan ketinggian yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara sekitar. Tekanan udara akan
menurun pada saat lepas landas (naik/ascend) dan meninggi saat pendaratan
(turun/descend). Tekanan lingkungan yang menurun, menyebabkan udara dalam telinga
tengah mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba auditiva. Jika perbedaan
tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan teralu besar, maka tuba auditiva
akan menciut. Untuk memenuhi regulasi tekanan yang adekuat, terjadi perbedaan
tekanan telinga tengah dengan tekanan atmosfir yang besar selama lepas landas dan
mendarat, menyebabkan ekstensi maksimal membran tympani. Keadaan ini dapat
mengakibatkan pendarahan. Pada ekstensi submaksimal, akan timbul perasaan penuh
dalam telinga dan pada ekstensi maksimal berubah menjadi nyeri.5
Berdasarkan letak anatomisnya, barotrauma dapat dibagi menjadi:4
a. Barotrauma Telinga
 Barotrauma telinga luar
 Barotraumas telinga tengah
 Barotraumas telinga dalam
b. Barotrauma Sinus Paranasalis
c. Barotrauma Pulmonal
d. Barotrauma Odontalgia

2.1.3. Epidemiologi
Kerusakan pada tubuh akibat perubahan tekanan dari luar biasanya terjadi di
daerah khusus. Salah-satunya yang paling banyak terjadi pada olahraga atau hiburan
menyelam, yang menggunakan scuba ( self-contained ) atau peralatan alat bantu
pernapasan bawah air.
Kasus barotrauma di Amerika Serikat dapat ditemukan pada 2,28 kasus per
10.000 penyelaman pada kasus berat. Sedangkan pada kasus ringan tidak diketahui
karena banyak penyelam tidak mencari pengobatan. Risiko barotrauma meningkat pada
penyelam dengan riwayat asma, selain itu juga meingkat 2,5 kali pada pasien dengan
paten foramen ovale. Kematian akibat barotrauma di pesawat militer telah dilaporkan
terjadi pada tingkat 0,024 per juta penerbangan. Tingkat insiden dekompresi untuk rata-
rata penerbangan sipil sekitar 35 per tahun. Sedangkan pada departemen pertahan
Australia dapat ditemukan 82 insiden per juta jam waktu terbang.2

2.1.4. Patofisiologi dan Diagnosis Barotrauma

Hukum Boyle menyatakan bahwa terdapat hubungan antara volume gas dalam
ruangan tertutup dengan tekanan lingkungan sekitar. Penurunan atau peningkatan pada
tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara berurutan) suatu volume
dalam ruangan tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur
tersebut dapat rusak karena ekspansi atau kompresi. Barotrauma dapat timbul akibat
adanya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar struktur tubuh yang terkait.2
Barotrauma yang terjadi pada saat penurunan disebut squeeze. Syarat untuk terjadinya
squeeze adalah:4
 Adanya ruangan yang berisi udara
 Ruangan tersebut memiliki dinding yang kuat
 Ruangan tersebut tertutup
 Ruangan tersebut memiliki membran dengan suplai darah dari arteri maupun vena
yang memasuki ruangan dari luar
 Adanya perubahan tekanan pada lingkungan sekitar secara tiba - tiba
Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari kedalaman secara cepat
disebut reverse squeeze atau overpressure. Terjadi usaha tubuh untuk mengeluarkan
isi dari ruangan untuk menyesuaikan tekanan.4

Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis umumnya didapatkan adanya riwayat menyelam atau
penerbangan di mana terdapat perubahan cepat pada tekanan lingkungan. Secara
spesifik, barotrauma juga dapat ditemukan riwayat ventilasi tekanan positif yang
mengakibatkan peningkatan tekanan paru sehingga menyebabkan terjadinya
pulmonary barotrauma.4 Pasien dengan barodontalgia biasanya memiliki satu atau
lebih keadaan sebagai berikut yaitu karies, inflamasi periapikal akut maupun kronik,
kista gigi residual, sinusitis, maupun riwayat operasi gigi dalam waktu dekat. Riwayat
infeksi telinga tengah maupun luar juga dapat menjadi penanda barotrauma telinga
tengah maupun luar. Pada sinus barotrauma biasanya pasien memiliki riwayat rinitis
dan polip nasi.3,4

b. Gejala Klinis dan Mekanisme


Barotrauma yang terjadi pada saat penurunan disebut squeeze. Gejala klinis
pada barotrauma bergantung pada daerah yang mengalami gangguan, yaitu sebagai
berikut:
1) Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Luar
Barotrauma pada telinga luar dapat terjadi bila telinga bagian luar
mengalami obstruksi, sehingga volume gas tertutup yang ada akan dikompresi
atau dikurangi selama proses turun ke dalam air. Hal ini dapat terjadi pada
pemakaian tudung yang ketat, wax pada liang telinga, pertumbuhan tulang atau
eksostosis atau menggunakan penutup telinga. Biasanya obstruksi pada saluran
telinga bagian luar ini akan menyebabkan penonjolan membran timpani disertai
perdarahan, swelling dan hematom pada kulit yang melapisi saluran telinga
bagian luar. Kondisi seperti ini dapat ditemukan pada saat menyelam dengan
kedalaman sedikitnya 2 meter.3,6
Gambar 2. Barotrauma penurunan (squeeze) pada telinga luar

2) Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Tengah


Barotrauma pada telinga tengah merupakan barotrauma yang paling umum.
Membran Timpani merupakan pembatas antara saluran telinga luar dan ruang
telinga tengah. Pada saat penyelam turun, tekanan air meningkat diluar gendang
telinga, untuk menyeimbangkan tekanan ini, maka tekanan udara harus mencapai
bagian dalam dari gendang telinga, melalui tuba eustachi. Ketika tabung eustachi
ditutupi oleh mukosa, maka telinga tengah memenuhi empat syarat terjadinya
barotrauma (adanya gas dalam rongga, dinding yang kaku, ruang tertutup,
penetrasi pembuluh darah).
Jika seorang penyelam terus turun pada kedalaman, maka akan terjadi
ketidakseimbangan tekanan. Jika terjadi peningkatan tekanan maka gendang
telinga akan terdorong ke dalam, awalnya akan terjadi penekanan gas yang
berada pada telinga tengah, sehingga pada batasan tertentu terjadi tekanan pada
telinga tengah lebih rendah dari tekanan air diluar, menciptakan vakum relative
dalam ruang telinga tengah. Tekana negatif ini menyebabkan pembuluh darah
pada gendang telinga dan lapisan pertama telinga tengah akan terjadi kebocoran
dan akhirnya dapat pecah. Jika terus menurun, selain pecahnya gendang telinga
yang menyebabkan udara atau air dapat masuk kedalam telinga tengah untuk
menyamakan tekanan, dapat pula terjadi pecahnya pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan ke dalam telinga tengah untuk menyamakan tekanan,
dan pendarahan merupakan hal sering terjadi.
Gejala yang dapat ditemukan jika terjadi tekanan pada telinga tengah yaitu
nyeri akibat terjadi peregangan pada gendang telinga. Rasa sakit sering dirasakan
sebelum pecahnya gendang telinga. Gejala tersebut dapat sedikit berkurang
dengan berhenti untuk menyelam yang lebih dalam dan segera naik beberapa
meter secara perlahan.
Jika penyelaman ke bawah terus berlanjut, meskipun ada rasa sakit, tetap
dapat terjadi pecahnya gendang telinga. Ketika pecah terjadi, nyeri akan
berkurang dengan cepat. Kecuali penyelam memakai pakaian diving dengan topi
keras, rongga telinga tengah dapat terkena air ketika pecahnya gendang telinga
tersebut. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi telinga tengah, dan
disarankan agar tidak menyelam sampai kerusakan yang terjadi sembuh. Pada
saat membran timpani pecah, penyelam dapat tiba-tiba mengalami vertigo. Hal
tersebut dapat menyebabkan disorientasi, mual dan muntah. Vertigo ini terjadi
akibat adanya gangguan dari maleus, inkus dan stapes, atau dengan air dingin
yang merangsang mekanisme keseimbangan telinga bagian dalam. Barotrauma
pada telinga tengah terjadi tidak harus disertai dengan pecahnya membran
timpani.3,6

Gambar 3. Barotrauma Penurunan (Squeeze) pada telinga tengah

3) Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Dalam


Terjadi bila pada saat penyelam naik ke permukaan dengan cepat sehingga
tekanan pada membran timpani diteruskan pada oval dan round window sehingga
meningkatkan tekanan telinga dalam. Ruptur oval dan round window dapat
terjadi dan mengakibatkan gangguan telingah dalam sehingga gejala yang
ditemukan adalah gangguan keseimbangan dan pendengaran seperti vertigo
persisten dan kehilangan pendengaran.3,6
Gejala klinis yang biasa terjadi pada barotrauma pada telinga dalam yaitu
adanya tinnitus, berkurangnya ketajaman pendengaran, adanya vertigo, disakusis,
mual dan muntah.6

4) Barotrauma Penurunan (Squeeze) Sinus Paranasalis


Barotrauma pada sinus terjadi bila pasase yang menghubungkan sinus dan
ruangan lainnya tertutup karena mukosa maupun jaringan. Gejala yang ditemukan
adalah adanya nyeri pada sinus yang terkena dan pendarahan dari hidung yang
berasal dari sinus yang terkena.3,7

5) Barotrauma Odontalgia
Barodontalgia terjadi bila terdapat udara yang dibentuk oleh pembusukan
berada pada sambungan yang kurang baik sehingga udara tersebut terperangkap.
Gejala klinis yang terjadi adalah keretakan gigi maupun lepasnya tambalan gigi.3

6) Barotrauma Penurunan (Squeeze) Pulmonal


Barotrauma pada paru terjadi saat tidak adanya udara yang dapat masuk ke
dalam paru untuk menyesuaikan tekanan dengan lingkungan, seperti pada
penyelaman dengan menahan napas. Darah dan cairan tubuh akan mengalir ke
paru untuk meningkatkan tekanan sehingga membentuk pembengkakan. Gejala
klinis yang terjadi biasanya fatal dan berupa kompresi dinding dada.3,7

7) Barotrauma Penurunan (Squeeze) Wajah dan Tubuh


Terjadi saat penggunaan masker wajah SCUBA, masker wajah lain yang
menyebabkan pengeluaran udara melalui hidung, maupun pada exposure suit
yang mengakibatkan udara terperangkap. Pada barotrauma wajah, daerah yang
mengalami gangguan terberat adalah mata dan kantong mata. Pada barotrauma
tubuh, udara yang terperangkap pada pakaian akan menyebabkan rasa tidak
nyaman dan pendarahan pada daerah tersebut.3,7
Gambar 4. Barotrauma pada Wajah
.
Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari kedalaman secara
cepat disebut reverse squeeze atau overpressure. Terjadi usaha tubuh untuk
mengeluarkan isi dari ruangan untuk menyesuaikan tekanan. Overpressure
memiliki beberapa gejala yang berbeda dengan squeeze yaitu:
1) Barotrauma saat naik (Overpressure) Telinga Tengah
Pada overpressure telinga tengah, peregangan dan ruptur membran
timpani dapat terjadi dan mengakibatkan nyeri yang sama dengan squeeze.
Sebagai tambahan, dapat terjadi facial baroparesis dimana peningkatan
tekanan mengakibatkan kurangnya suplai darah pada nervus facialis karena
tekanan pada telinga tengah diteruskan ke os temporalis. Dibutuhkan
overpressure selama 10 sampai 30 menit untuk gejala dapat terjadi, dan
fungsi nervus facialis kembali ke normal setelah 5 - 10 menit setelah
penurunan overpressure.3,6

2) Barotrauma saat naik (Overpressure) Sinus Paranasalis


Gejala pada overpressure sinus sama dengan squeeze pada sinus.3

3) Overpressure Pulmonal
Disebabkan karena ekspansi dari gas yang masuk ke paru - paru saat
menyelam. Ekspansi ini bila melebihi kapasitas pengembangan paru akan
dipaksakan untuk masuk ke dalam jaringan sekitar dan pembuluh darah
sehingga menimbulkan emboli. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada
daerah emboli. Gas pada jaringan sekitar paru akan menimbulkan emfisema
mediastinum dan subkutis, bahkan pneumothoraks.3,7

Gambar 5. Barotrauma pulmonal ascendens

c. Pemeriksaan Fisik
Pada peneriksaan fisik ditemukan pembengkakan dan perdarahan pada daerah
yang mengalami squeeze maupun overpressure, adanya krepitasi pada emfisema
subkutis, dan defisit neurologis pada pasien dengan emboli gas.3

d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita barotrauma adalah pemeriksaan lab
berupa:3
 Analisa Gas Darah
Untuk mengevaluasi gradien alveolus-arteri untuk mengetahui terjadinya emboli
gas.
 Darah Lengkap
Pasien yang memiliki hematokrit lebih dari 48% memiliki sekuele neurologis
yang persisten selama 1 bulan setelah perlukaan.
 Kadar Serum Kreatin Fosfokinase
Peningkatan kadar serum kreatin fosfokinase menandakan peningkatan
kerusakan jaringan karena mikroemboli.

2.1.5. Aspek Forensik dan Medikolegal pada Barotrauma


Pemeriksaan Post Mortem
1. Riwayat
Dengan mengetahui riwayat saat penyelaman dapat membantu untuk
menyimpulkan penyebab kematian pada kasus barotrauma. Informasi dapat
diperoleh dari berbagai macam sumber diantaranya:
 Polisi dan Saksi
a. Laporan kepolisian
b. Kesaksian dari penyelam yang lain
c. Karakteristik lokasi penyelaman, lamanya, cuaca dan kondisi lain saat
kejadian terjadi.
d. Kapan penyelaman mulai menemui masalah?, selama penurunan, saat
dibagian bawah laut, selama naik pada saat menyelam.
e. Apakah penyelam terlalu cepat naik saat menyelam juga perlu
dipertanyakan.

 Riwayat Menyelam Korban


a. Frekuensi dan pengalaman menyelam korban
b. Sertifikasi menyelam
c. Riwayat penyakit penyelam, misalnya adanya riwayat penyakit iskemik
Jantung, asthma, diabetes, dan epilepsy.

 Peralatan Pemeriksaan
a. Berapa banyak udara yang tersisa di dalam tangki? Komposisi? (terutama
dalam teknis diving)
b. Keberadaan karbon monoksida?
c. Regulator / tangki / SM termasuk pengujian dalam kondisi yang relevan.
d. Dive computer log down loaded (ini adalah bukti terbaik dari kecepatan pada
saat naik)
e. Apakah penyelam menggunakan beban terlalu banyak pada sabuk berat
badan.
 Autopsi
a. CT scan tubuh harus dilakukan dalam waktu 8 jam kematian
b. Temuan otopsi termasuk deskripsi situs dan perkiraan volume gas
c. Histologi organ yang relevan khususnya paru-paru, jantung dan otak
d. Toksikologi termasuk karbon, alkohol monoksida dan obat

2. Penyimpanan Tubuh
Jenazah sering dibawa ke kamar mayat dengan masih menggunakan
peralatan menyelam, pakaian basah, sirip, masker,sabuk berat. Karena efek dari
isolasi setelan yang basah adalah temuan umum untuk jenazah untuk menunjukkan
awal posting perubahan dekomposisi mortem, walaupun pendinginan. Patologi
harus tepat dalam meninjau, mempertimbangkan, dan mendokumentasikan
(termasuk fotografi) penampilan luar dari tubuh pada saat penerimaan pertama di
tempat yang memiliki fasilitas.

3. Pemeriksaan radiologi untuk gas sebagai bagian dari pemeriksaan post-mortem


Peran pemeriksaan CT scan tubuh adalah kontroversial karena tingginya
kejadian pasca-mortem artefak gas, sebagian besar post-mortem "setelah
penyerangan dengan gas beracun". Akumulasi gas penting dapat ditunjukkan dengan
kista paru, pneumothoraks, emfisema mediastinum dan gas intravaskuler (PBT /
CAGE).
Pencitraan harus dilakukan dalam waktu 8 jam dari kematian. Pencitraan
yang dilakukan setelah 8 jam sedikit atau tidak ada nilainya. CT Scan merupakan
pemeriksaan yang sensitif untuk mendeteksi jumlah gas yang kecil pada tubuh.
Pemeriksaan perlu dilakukan dalam waktu 8 jam setelah kematian. CT Scan akan
menunjukkan gas pada arteri serebral dan pada ventrikel kiri dan kanan dari jantung.
Jumlah gas yang kecil pada hati biasanya merupakan hasil dekomposisi. Gas pada
vena, sendi, dan jaringa lunak menunjukkan antara pelepasan gas setelah kematian
atau dekomposisi.
X-ray tegak pada dada dan abdomen dapat digunakan jika CT Scan tidak
tersedia. Pemeriksaan ini akan menunjukkan jumlah gas yang relatif besar pada
ventrikel kanan (air fluid level pada ventrikel kanan atau trunkus pulmonalis), aorta,
dan vena pada leher. X-ray pada kepala akan menunjukkan adanya gas pada
pembuluh darah cervikal, sedangkan x-ray pada ekstremitas akan menunjukkan gas
pada vena, sendi, dan jaringan lunak yang menunjukkan dekomposisi atau
pelepasangas setelah kematian.
Pada barotrauma pulmonal dan emboli gas arteri serebralis, ditemukan gas
pada arteri serebral dan ventrikel kiri pada jantung. Telah disugestikan bahwa pada
emboligas arteri serebralis, emboli gas akan melewati kapiler dan vena dan
terperangkap pada vena pulmonalis atau ventrikel kanan. Jumlah gas yang besar juga
dapat ditemukan pada ventrikel kanan pada pelepasan gas setelah kematian,
dekomposisi, dan resusitasi.
CT atau MRI dapat berguna pada pendeteksian gelembung karena
dekompresi pada medulla spinalis. Walaupun begitu, adanya gas pada intravaskuler
merupakan hal yang umum pada autopsi penyelam dan tidak spesifik pada
barotrauma dan emboli gas arteri serebral. Pada pemeriksaan 13 kasus kematian
penyelam, gasintravaskuler ditemukan pada 12 dari 13 kasus, sedangkan 4 kasus
memiliki riwayat yang kuat untuk adanya emboli gas arteri serebralis, dan 3
memiliki riwayat yang mungkin menderita emboli gas arteri serebralis.

4. Autopsi
Kehilangan perlengkapan menyelam harus dicatat, dan perlengkapan harus
disimpan dengan saluran yang tertutup untuk penyegelan gas pernapasan untu
kanalisis.
 Pemeriksaan Luar
Adanya busa pada disekitar hidung atau mulut (cairan edema pulmonal)
sering terlihat pada kasus tenggelam. Hal ini cepat hilang sehingga pemeriksaan
cepat pada tubuh harus dilakukan. Tanda - tanda kompresi pada hidung dan atau
mulut dan pendarahan kecil pada konjungtiva biasanya mengindikasikan squeeze
masker yang menandakan penyelarasan tekanan yang kurang saat turun pada
kedalaman. Pemeriksaan membran timpani dengan otoskopi dapat
memperlihatkan perforasi biasanya pada penurunan). Gigitan pada bibir atau
lidah dapat mengindikasikan fitting (periksa juga mouthpiece). Perdarahan,
abrasi, dan lebam pada wajah dan ekstremitas menunjukkan perlukaan yang
terjadi sebelum sirkulasi berhenti. Ini dapat terjadi karena trauma oleh batu, atau
gigitan binatang. Kerusakan setelah kematian oleh lingkungan dapat dideteksi
dengan tidak adanya perdarahan pada jaringan lunak sekitarnya.
 Pemeriksaan Dalam
a. Kepala dan Leher
Pada pemeriksaan dalam, langka pertama yang dilakukan adalah
mengikat ateri karotis pada dasar leher. Kepala kemudian dibuka dan dilihat
adanya gas pada arteri serebralis. forceps arteri ditempatkan ditengah arteri
serebral, basilar dan vetebral sebelum dipotong, otak kemudian diletakkan
dibawah air dan klem dilepaskan untuk menobservasi apakah ada gelembung
udara yang keluar dari ujung pembuluh darah.
Membran timpani harus diperiksa untuk melihat adanya perforasi
menggunakan ostoskopi. Jika terdapat kerusakan membran timpani atau ada
bukti lain gangguan pada telinga tengah atau dalam, telinga tengah dan dalam
harus diperiksa dan idealnya dikeluarkan, untuk kemudian diperiksa dan
dilihat kerusakannya.
Pemeriksaan nuropati pada otak dianjurkan untuk dilakukan. Pada
beberapa kasus emboli gas arteri serebralis, terdapat perdarahan perivaskuler
pada batang otak dan dasar ventrikel keempat, walaupun signifikansi tidak
tetap. Waktu minimum untuk fiksasi formalin pada otak untuk pemeriksaan
neuropatologis yang optimal adalah sekitar 48 jam immersi pada 20%
formalin.
Jika pemeriksaan neuropatologi pada otak tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan pada otak yang segar harus dilakukan dengan sistematis
danhati-hati. Jika resusitasi awalnya berhasil dan penyelam bertahan hidup
untuk sementara waktu sebelum kematian, perubahan patologis pada otak
dan medullaspinalis lebih dapat terjadi.

b. Sistem saraf
Dalam sistem saraf pusat, petekie dapat ditemukan diberbagai
tempat, termasuk sum-sum tulang belakang. jika korban bertahan selama satu
hari atau lebih, infark awal mungkin akan terlihat. Secara histologi, akan
terlihat perdarahan berbentuk cincin disekitar pembuluh darah dan mungkin
juga ditemukan pada white matter.
c. Dada dan Abdomen
Penemuan gas pada jantung, vena kava inferior, dan vena porta telah
dideskripsikan di atas. Paru-paru yang overexpanded yang menutupi jantung
dan menunjukkan immersi dari kosta dapat ditemukan pada tenggelam dan
kondisi dimana adanya pemerangkapan udara perifer seperti asma dan
aspirasi dalam pada muntah; hal ini juga dapat merupakan karakteristik dari
resusitasi.
Adanya air pada abdomen dan edema pada paru dan trakea
menandakan adanya tenggelam. Paru dapat diinflasi dengan udara di dalam
air untuk menemukan kebocoran paru yang menunjukkan adanya barotrauma
pulmonal.
Jantung harus diperiksa dengan teliti untuk mendeteksi
aterosklerosis koroner dan kelainan jantung lainnya yang dapat
menyebabkan kematian tiba-tiba. Foramen ovale pada jantung harus periksa
patensinya karena hal ini dapat menyebabkan tejadinya emboli gas
paradoksis.

d. Ekstremitas dan system Muskuloskeletal


Dulunya pemeriksaan kepala femur untuk nekrosis avaskuler
dilakukan pada penyelam komersial dan karir, tetapi hal ini sekarang jarang
diperiksa dan hanya diperiksa bila ada kelainan radiologis.

2.2. Dysbarism
2.2.1. Definisi
Adalah sindroma klinis yang disebabkan oleh perbedaan tekanan atmosfer
sekeliling dan tekanan gas total pada berbagai jaringan, cairan dan rongga dalam tubuh,
kecuali Hipoksia (dorland).8
Rongga dalam tubuh:
 Sinus paranasalis
 Cavum tympani
 Saluran pencernaan yang bermuara di mulut dan anus
 Paru-paru, saluran yang nermuara pada hidung dan mulut
 Gigi-gigi berlubang
Dysbarism dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
a. Sebagai akibat pengembangan gas-gas dalam rongga tubuh. Golongan ini sering
juga disebut : pengaruh mekanis pengembangan gas-gas dalam rongga tubuh atau
pengaruh mekanis akibat perubahan tekanan sekitar tubuh.
b. Sebagai akibat penguapan gas-gas yang terlarut dalam tubuh. Kelompok ini kadang-
kadang juga disebut penyakit dekompresi, sehingga kadang-kadang mengaburkan
pengertian penyakit dekompresi yang digunakan orang untuk istilah pengganti
dysbarism.

2.2.2. Pengaruh Mekanisme Gas dalam Rongga Tubuh


Berubahnya tekanan udara di luar tubuh akan mengganggu keseimbangan
tekanan antara rongga tubuh yang mengandung gas dengan udara di luar. Hal ini akan
berakibat timbulnya rasa sakit sampai terjadinya kerusakan organ-organ tertentu.
Rongga tubuh yang mengandung gas adalah :
a. Trakstus castro intestinalis
Gas-gas terutama berkumpul dalam lambung dan usus besar. Sumber gas-gas
tersebut sebagian besar adalah dani udara yang ikut tertelan pada waktu makan dan
sebagian kecil timbul dari proses pencernaan, peragian atau pembusukan
(dekomposisi oleh bakteri). Gas-gas tersebut terdiri dani O,CO2, metan, H, S dan
N2 (bagian terbesar). Apabila ketinggian dicapai dengan perlahan, maka perbedaan
antara tekanan udara di luar dan di dalam tidak begitu besar sehingga pressure
equalisation yaitu mekanisme penyamanan tekanan berjalan dengan lancar dengan
jalan kentut atau melalui mulut.
Gejala-gejala yang dirasakan adalah ringan yaitu rasa tidak enak (discomfort)
pada perut. Sebaliknya apabila ketinggian dicapai dengan cepat atau terdapat
halangan dalam saluran pencernaan maka pressure equalisation tidak berjalan
dengan lancan, sehingga gas-gas sukar keluar dan timbul rasa discomfort yang lebih
berat. Pada ketinggian di atas 25.000 kaki timbul rasa sakit perut yang hebat; sakit
perut ini secara reflektoris dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara
drastis, sehingga jatuh pingsan.

Tindakan preventif agar tidak banyak terkumpul gas dalam saluran


pencernaan, meliputi :
a) Dilarang minum bir, air soda dan minuman lain yang mengandung gas CO2
sebelum terbang.
b) Makanan yang dilarang sebelum terbang adalah bawang merah, bawang putih,
kubis, kacang-kacangan, ketimun, semangka dan chewing gum.
c) Tidak dibenarkan makan dengan tidak teratur, tergesa-gesa dan sambil bekerja.
Tindakan regresif bila gejala sudah timbul, adalah :
a) Ketinggian segera dikurangi sampai gejala-gejala ini hilang.
b) Diusahakan untuk mengeluarkan udara dani mulut atau kentut
c) Banyak mengadakan gerakan.

b. Telinga
Bertambahnya ketinggian akan menyebabkan tekanan dalam telinga tengah
menjadi lebih besar dari tekanan di luar tubuh, sehingga akan terjadi aliran udara
dani telinga tengah ke luar tubuh melalui tuba Eustachii. Bila bertambahnya
ketinggian terjadi dengan cepat, maka usaha mengadakan keseimbangan tidak cukup
waktu; hal ini akan menyebabkan rasa sakit pada telinga tengah karena teregangnya
selaput gendang, bahkan dapat merobekkan selaput gendang. Kelainan ini disebut
aerotitis atau barotitis. Kejadian serupa dapat terjadi juga pada waktu ketinggian
berkurang, bahkan lebih sering terjadi karena pada waktu turun tekanan di telinga
tengah menjadi lebih kecil dari tekanan di luar sehingga udara akan mengalir masuk
telinga tengah, sedang muara tuba eustachii di tenggorokan biasanya sering tertutup
sehingga menyukarkan aliran udara.
Bila ada radang di tenggorokan lubang tuba Eustachii makin sempit sehingga
lebih menyulitkan aliran udana melalui tempat itu; hal ini berarti kemungkinan
terjadinya banotitis menjadi lebih besar. Di samping itu pada waktu turun udara yang
masuk ke telinga tengah akan melalui daerah radang di tenggorokan, sehingga
kemungkinan infeksi di telinga tengah sukar dihindarkan.

Tindakan preventif terhadap kelainan ini adalah :


a) Mengurangi kecepatan naik maupun kecepatan turun, agar tidak terlalu besar
selisih tekanan antana udana luan dengan telinga tengah.
b) Menelan ludah pada waktu pesawat udana naik agar tuba Eustachii terbuka dan
mengadakan gerakan Valsava pada waktu pesawat turun. Gerakan Valsava
adalah menutup mulut dan hidung kemudian meniup dengan kuat.
c) Melarang terbang para awak pesawat yang sedang sakit saluran pernapasan
bagian atas.
d) Penggunaan pesawat udana dengan pressurized cabin.
Tindakan represif pada kelainan ini adalah :
a) Bila terjadinya pada waktu naik, dilakukan :
1) Berhenti naik dan datar pada ketinggian tersebut sambil menelan ludah
berulang-ulang sampai hilang gejalanya.
2) Bila dengan usaha tadi tidak berhasil, maka pesawat diturunkan kembali
dengan cepat sampai hilangnya rasa sakit tadi.
b) Bila terjadi pada waktu turun, dilakukan :
1) Berhenti turun dan datar sambil melakukan Valsava berulang sampai
gejalanya hilang.
2) Bila usaha di atas tidak berhasil, pesawat dinaikkan kembali sampai rasa
sakit hilang, kemudian datar lagi untuk sementara. Bila rasa sakit sudah
hilang sama sekali, maka pesawat diturunkan perlahan-lahan sekali sambil
melakukan gerakan Valsava . terus menerus. .

c. Sinus Paranasalis
Muara sinus paranasalis ke rongga hidung pada umumnya sempit. Sehingga
bila kecepatan naik atau turun sangat besar, maka untuk penyesuaian tekanan antara
rongga sinus dan udara luar tidak cukup waktu, sehingga akan timbul rasa sakit di
sinus yang disebut aerosinusitis. Karena sifat sinus paranasalis yang selalu terbuka,
maka aerosinusitis ini dapat terjadi pada waktu naik maupun turun dengan
prosentase yang sama. Pada keadaan radang saluran pernapasan bagian atas,
kemungkinan terjadinya aerosinusitis makin besar. Aerosinusitis ini lebih jarang bila
dibandingkan dengan aerotitis, karena bentuk saluran penghubung dengan udara
luar.

d. Gigi
Pada gigi yang sehat dan normal tidak ada rongga dalam gigi, tetapi pada gigi
yang rusak kemungkinan terjadi kantong udara dalam gigi besar sekali. Dengan
mekanisme seperti pada proses aerotitis dan aerosinusitis di atas, pada kantong udara
di gigi yang rusak ini dapat pula timbul rasa sakit. Rasa sakit ini disebut
aerodontalgia. Patofisiologi aerodontalgia ini masih belum jelas.
2.2.3. Pengaruh Penguapan Gas yang Larut dalam Tubuh
Dengan berkurangnya tekanan atmosfer bila ketinggian bertambah, gas-gas yang
tadinya larut dalam sel dan jaringan tubuh akan keluar sebagian dari larutannya dan
timbul sebagai gelembung-gelembung gas sampai tercapainya keseimbangan baru.
Mekanismenya adalah sesuai dengan Hukum Henry.
Pada kehidupan sehari-hari peristiwa ini dapat dilihat pada waktu kita membuka
tutup botol yang bersisi limun, air soda atau bir yaitu timbul gelembung-gelembung gas.
Gelembung-gelembung gas yang timbul dalam tubuh manusia bila tekanan atmosfer
berkurang sebagian besar terdiri dari gas N2. Gejala-gejala pada penerbang baru timbul
pada ketinggian 25.000 kaki. Semakin cepat ketinggian bertambah, semakin cepat pula
timbul gejala. Pada ketinggian di bawah 25.000 kaki gas N2masih sempat dikeluarkan
oleh tubuh melalui paru-paru. Gas tersebut diangkut ke paru-paru oleh darah dari scl-sel
maupun jaringan tubuh.
Timbulnya gelembung-gelembung ini berhenti bila sudah terdapat keseimbangan
antara tekanan udara di dalam dan tekanan udara di luar. Hal ini dapat di-mengerti dengan
mengingat Hukum Henry dan Hukum Graham. Gelembung-gelembung ini memberikan
gejala karena urat-urat saraf di dekatnya tertekan olehnya, di samping itu tertekan pula
pembuluh-pembuluh darah kecil di sekitarnya. Menurut sifat dan lokasinya, gejala-gejala
ini terdiri atas :
c. Bends
Bends adalah rasa nyeri yang dalam dan terdapat di sendi serta dirasakan terus-
menerus, dan umumnya makin lama makin bertambah berat. Akibatnya penerbang
atau awak pesawat tak dapat sama sekali bergerak karena nyerinya. Sendi yang
terkena umumnya adalah sendi yang besar seperti sendi bahu, sendi lutut, di samping
itu juga sendi yang lebih kecil seperti sendi tangan, pergelangan tangan dan
pergelangan kaki, tetapi lebih jarang.

d. Chokes
Chokes adalah rasa sakit di bawah tulang dada yang disertai dengan batuk
kering yang terjadi pada penerbangan tinggi, akibat penguapan gas nitrogen yang
membentuk gelembung di daerah paru-paru. Chokes lebih jarang terjadi bila
dibandingkan dengan bends, tetapi bahayanya jauh lebih besar, karena
dapamenganqam jiwa penerbang.
e. Gejala pada kulit
Gejala-gejala pada kulit adalah perasaan seperti ditusuk-tusuk dengan jarum,
gatal-gatal, rasa panas dan dingin, timbul bercak kemerah-merahan dan gelembung-
gelembung pada kulit. Gejala-gejala ini tidak memberikan gangguan yang berat, tetapi
merupakan tanda bahaya atau tanda permulaan akan datangnya bahaya dysbarism
yang lebih berat.

f. Kelainan pada system syaraf


Jarang sekali terjadi dan bila timbul mempunyai gambaran dengan variasi yang
besar yang kadang-kadang saja memberikan komplikasi yang berat. Yang sering
diketemukan adalah kelainan penglihatan dan sakit kepala yang tidak jelas lokasinya.
Dapat pula timbul kelumpuhan sebagian (parsiil), kelainan peng-inderaan, dan
sebagainya.

2.3. Penyakit Dekompresi


2.3.1. Definisi
Berbagai mekanisme faal akibat pengembangan gas yang timbul karena turunnya
tekanan barometer

2.3.2. Etiologi
Secara empiris penyakit dekompresi disebabkan oleh supersaturasi nitrogen. Hal
ini berhubungan dengan tidak cukupnya waktu untuk membuang gas yang berlebihan
ke paru dimana terjadi difusi menuju ke udara luar sehingga gas nitrogen membentuk
gelembung di jaringan dan di darah.

2.3.3. Epidemiologi
Penyakit dekompresi bervariasi dalam frekuensi kejadian dan berat ringannya
tergantung pada faktor-faktor berikut
a. ketinggian, lama di ketinggian, dan kecepatan naik
Semakin tinggi, semakin lama di ketinggian, dan semakin cepat naik ke
ketinggian menyebabkan semakin tinggi insiden penyakit dekompresi dan semakin
berat derajat penyakit.
b. Kegiatan fisik
Semakin banyak kegiatan fisik cenderung menyebabkan semakin mudah
mengalami penyakit dekompresi.
c. umur dan bentuk badan
Semakin tua dan semakin tinggi IMT menyebabkan semakin tinggi insiden
penyakit dekompresi
d. Kepekaan individual
kepekaan individu yang berbeda-beda menyebabkan insiden penyakit
dekompresi yang berbeda berdasarkan kepekaan individu tersebut.

2.3.4. Mekanisme Gangguan Karena Penurunan Tekanan Barometrik


a. gas terperangkap dalam traktus digestivus
 Efek penurunan tekanan atmosfer yang cepat yang sering dialami adalah rasa
tidak enak yang terjadi karena pengembangan gas dalam traktus digestivus.
Untungnya gejala ini tidak terlalu berat bagi beberapa orang pada ketinggian
yang rendah atau sedang. Pada ketinggian di atas 25000 kaki dapat terjadi
pengembangan gas yang demikian hebatnya sehingga menimbulkan rasa sakit
bahkan dapat terjadi refleks yang menurunkan tekanan darah dan pingsan.
 Lambung, usus besar, dan usus kecil biasanya mengandung gas yang berbeda-
beda jumlahnya. Umumnya lebih banyak gas di dalam lambung dan usus besar
daripada di dalam usus kecil. Sumber gas yang utama adalah menelan udara dan
dalam jumlah kecil gas berasal dari hasil pencernaan, fermentasi, dekomposisi
bakterial, dan hasil pembusukan sisa makanan yang mengalami pencernaan.
 Gas-gas dalam lambung dan usus berkembang sesuai dengan ketinggian,
menimbulkan rasa tidak enak dan akan berkurang atau sembuh bila gas yang
berlebih itu dikeluarkan melalui mulut ( belching ) atau melalui anus ( flatus ).
Pada ketinggian yang sangat tinggi dengan bernapas dengan tekanan, gas dalam
lambung dapat mempengaruhi pernapasan karena menekan diafragma ke atas.
 Mekanisme rasa sakit gastrointestinal pada ketinggian tidak hanya bergantung
pada isi pengembangan mutlak atau tempat gas saja. Pada penelitian fial
didapatkan bahwa kepekaan usus kecil sangat menentukan. Akibatnya seorang
merasakan akibat pengembangan gas yang berbeda-beda tergantung pada
berbagai faktor seperti kelelahan, perasaan, emosi, dan keadaan fisik umum.
Meskipun pembentukan gas dari makanan mungkin dapat memberikan
pengaruh langsung pada timbulnya rasa sakit pada perut waktu terbang tinggi,
tetapi ada makanan tertentu yang menyebabkan perubahan kepekaan traktus
intestinalis terhadap pengembangan gas.
 Pencegahan rasa sakit abdominal yang dilakukan awak pesawat yang selalu ikut
terbang tinggi secara teratur biasanya dengan pengaturan diet yang menghindari
makanan dan minuman yang meningkatkan dan memproduksi gas di dalam
traktus digestivus. Perlu diperhatikan kebiasaan makan dalam kaitannya dengan
rasa sakit abdominal pada terbang tinggi karena makan tidak teratur, makan
tergesa-gesa, dan makan waktu bekerja menyebabkan orang menjadi lebih peka
terhadap rasa sakit akibat pengembangan gas.
b. gas terperangkap yang menimbulkan efek pada telinga, sinus, dan gigi.
Pada waktu terbang naik, udara dalam telinga tengah biasanya keluar tanpa
kesulitan melalui tuba Eustachius dan tekanan dibebaskan dari sinus paranasalis ke
dalam kavum nasi. Mempertahankan tekanan telinga tengah selalu sama dengan
lingkungan luar lebih sulit pada waktu terbang turun. Sinus dan gigi mungkin akan
menerima pengaruh yang sama baik waktu terbang naik maupun terbang turun.
c. penguapan gas inert
Fenomena penguapan gas yang dikenal sebagai emboli udara, penyakit
dekompresi, bends, dan aeroemphysema adalah suatu keadaan yang dialami dalam
penerbangan sebagai akibat langsung dari penurunan tekanan atmosfer. Gas yang
larut dalam cairan tubuh pada tekanan di permukaan laut dilepaskan dari larutan dan
masuk ke dalam status gas lagi jika tekanan di sekitarnya diturunkan.

2.3.5. Pengaruh Penurunan Tekanan Barometrik


a. Pengembangan gas terperangkap
Saat pesawat terbang naik, gas bebas yang biasa terdapat dalam rongga
tubuh mengembang. Bila gas yang mengembang terperangkap karena bentuk
anatomik dan kondisi fisiologi, tekanan dalam rongga tubuh akan lebih tinggi
daripada lingkungan luar sehingga timbul rasa sakit. Pengembangan gas yang terjadi
di rongga ini dapat menimbulkan rasa sakit di perut, sakit di telinga, sakit di sinus,
dan sakit gigi.
b. Penguapan gas
Volume gas inert yang tidak ikut metabolisme di dalam jaringan tubuh
terutama nitrogen adalah seimbang dengan tekanan parsial gas itu di atmosfer. Bila
tekanan barometer mengecil maka tekanan parsial gas dalam atmosfer juga turun
sehingga gas tersebut dalam tubuh mengalami supersaturasi sementara. Sebagai
tanggapan terhadap supersaturasi ini tubuh berusaha untuk membuat keseimbangan
baru dengan jalan mengirim kelebihan gas tadi ke darah vena menuju paru. Bila
supersaturasi ini tidak dapat teratasi dengan jalan sirkulasi vena maka akan timbul
gelembung udara dalam jaringan yang dikenal dengan aeroembolisme,

2.3.6. Tanda dan Gejala


a. Bends
Rasa sakit di dalam dan di sekitar sendi yang bervariasi mulai dari rasa nyeri
ringan hingga rasa perih, dan rasa tertusuk.
b. Chokes
Gejala yang timbul dalam dada mungkin disebabkan sebagian oleh sumbatan
pembuluh darah kapiler paru oleh gelembung udara. Keluhan yang dirasakan
adalah rasa seperti terbakar di bawah tulang dada, rasa menusuk pada saat menarik
nafas dalam, nafas cepat dan dangkal, batuk, dan muncul sianosis.
c. Gejala Kulit
Parestesi, rasa gatal, rasa dingin, dan rasa hangat di kulit diduga disebabkan
oleh pembentukan gelembung di tempat itu atau sistem saraf pusat yang
mempersarfi tempat yang terserang di kulit
d. Gejala neurologi
Timbul gangguan penglihatan sementara dan rasa sakit kepala. Hal lain yang
dirasakan adalah paralisis sebagian, gangguan sensoris, dan afasia.
e. Gejala sirkulasi
Shock pada derajat penyakit yang berat yang diawali dengan pucat, keringat
dingin, perubahan denyut nadi, rasa mual, dan muntah
Daftar pustaka

2. Aly, Rusly, dr. Barotrauma. Banda Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala. 2010;35-8.
3. Edmonds, Carl MD, et al. Physics Diving Chapter 2 dalam Diving Medicine for
SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia. 2013; 11-28.
4. Direction of Commander, Naval Sea Systems of Command. Mixed Gas Surface
Supplied Diving Operations in US Navy Diving Manual Revision 6. 2011; 180-199.
5. Ajeng, Darmafindi dan Indriawati Ratna. Pengaruh Frekuensi Penggunaan Pesawat
Terbang dengan Kejadian Barotrauma. Yogyakarta: Bagian Fisiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2011.;1-6.
6. Edmonds, Carl MD, et al. Other Barotrauma Chapter 11 dalam Diving Medicine for SCUBA
Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia. 2013; 130-134.
7. Lawrence, Chris Dr. Autopsy and Investigation of Scuba Diving Fatalities. Australia:
The Royal College of Pathologist of Australia. 2012;1-16.
8. Vicent J. M. Suzanna E. Dana, 1998.Handbook of Forensic Pathology. “Barotrauma and
Dysbarism”. Landes Bioscience

Patofisiologi

peningkatan ketinggian

penurunan tekanan barometer

peningkatan volume gas inert

peningkatan konsentrasi gas inert dalam jaringan yang sementara

supersaturasi sementara

tubuh berusaha membuat keseimbangan baru dengan mengirim kelebihan gas ke vena dan

volume gas yang berlebih keluar secara difusi melalui paru-paru

(gagal)
disebabkan oleh

ketidakcukupan waktu untuk membuat keseimbangan baru antara lingkungan internal tubuh
dan lingkungan eksternal tubuh

aeroembolisme

bends

chokes

gejala kulit

gejala neurologi

gejala sirkulasi

Dimasukin ke PPT aj, gak usah di bab 2

Anda mungkin juga menyukai