Gentur Plastik PDF
Gentur Plastik PDF
ISBN: 978-979-16288-0-8
iii
dianggap mengurangi pekerjaan profesi lain, sehingga
konsekuensi seorang plastikus, selain bebas bekerja dia
juga mudah bersinggungan dengan disiplin lain, bahkan
pekerjaan seorang plastikus sering dikerjakan oleh seseorang
yang bukan dokter sekalipun. Untuk hal tersebut, seorang
plastikus yang benar akan selalu memelihara kelebi hannya
dengan terus mengembangkan teknik dan inovasi barunya.
Ami en.
v
DAFTAR ISI
Keloid
Parut Hipertrofik
Anastesi Lokal
Skin Graft
Flap
Bedah Mikro
ANATOMI KULIT
EPIDERMIS
1. Berlapis, berkeratin, dan avaskular
2. Stratum korneum : Lapisan keratin yang hampir aseluler
3. Stratum lusidum: Lapisan sel-sel mati tanpa inti sel
4. Stratum granulosum: Sitoplasma mengandung granula yang akan
berkontribusi dalam pembentukan keratin
5. Stratum spinosum: Desmosom menghubungkan sel-selnya sehingga
tampak seperti duri
6. Stratum germinativum (l apisan basal)
a. Hemidesmosom menghubungkan sel-sel basal dengan membran basal
b. Melanosit menghasilkan melanin, yang akan difagosit oleh keratinosit di
sekitarnya.
DERMIS
1. Papila dermis: lapisan tipis superfisial yang terdiri atas jaringan vaskular
long gar
2. Retikula de rm is: lapisan tebal yang lebih dalam, kurang vaskular
3. Mengandung fibroblas, adiposit, makrofag, kolagen, dan substansi dasar
4. Terdapat kelenjar keringat, folikel rambut, kelenjar sebasea, ujung saraf,
dan pembuluh darah
5. Pembuluh darah berasal dari aa. perforator ke luar dari otot menembus
fascia atau langsung sebagai pembuluh arteri kulit direkta.
ADNEKSA
A. Folikel Rambut
1. Adanya pertumbuhan sel-sel epidermis ke dalam jaringan dermis dan
subkutan di sekeliling rambut
2. Kelenjar sebasea yang berdekatan bersekresi ke folikel rambut
3. Dipertahankan pada thick split-thickness skin graft; dapat mengubah diri
menjadi epitel kulit permukaan.
D . Semua struktur adne ksa menjadi sumber epitelisasi pada luka dengan
kehilangan sebagian ketebalan kulit partial-thickness.
PENUTUPAN LUKA
I. Penutupan primer: luka ditutup segera setelah ada luka.
II. Penutupan primer tertunda
1. Luka dibiarkan terbuka beberapa hari (sampai 3 hari) sebelum ditutup
2. Mengurangi risiko infeksi pada luka yang terkontaminasi berat, pada
luka yang tidak mampu dilakukan debridement dengan baik, atau
karena perdarahan yang tidak dapat dikuasai.
Ill. Penutupan sekunder
1. Luka menutup sendiri setelah ada epitelisasi dari samping
2. Sesuai untuk luka yang terinfeksi atau terkontaminasi
3. Memungkinkan drainase eksudat
4. Memungkinkan debridement saat penggantian penutup luka
5. Proses inflamasi yang diperpanjang, meningkatkan terjadinya parut
dan kontraktur.
IV. Penutupan pada kehilangan epitel kulit misalnya pada luka bakar derajat 2
atau luka donor split thickness skin graft.
V. Penutupan luka dari I sampai IV dikenali dengan keringnya bekas luka,
karena telah ada epitel yang menutupi luka tersebut. Luka biasanya
mengering antara 7 hari sampai beberapa minggu. Luka yang kering bukan
berarti sembuh, yang dimaksud dengan sembuh adalah bila telah melalui
;.., proses remodelling antara 6 bulan sampai 1 tahun, bahkan bisa mencapai 2
tahun lamanya.
VI. Luka telah benar-benar sembuh apabila dijumpai hal-hal sebagai berikut:
1. Gatal sangat berkurang
2. Warna kemerahan tidak ada lagi
3. Lebih rata dan menipis
4. Bila ditekan teraba lunak.
4
4. Keping darah melepaskan platelet-derived growth factor (PDGF) dan
transforming growth factor B (TGF-B) dari granula alfa, yang menarik
sel-sel inflamasi, terutama makrofag
5. Setelah hemostasis tercapai, terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
pembuluh darah meningkat (akibat histamin, platelet-activating factor,
bradikinin, prostaglandin 12, prostaglandin E2, dan nitrit oksida),
membantu infiltrasi sel-sel inflamasi ke daerah luka
6. Jumlah neutrofil memuncak pada 24 jam dan membantu debridement
7. Monosit memasuki luka, menjadi makrofag, dan jumlahnya memuncak
dalam 2 hingga 3 hari
8. Sejumlah kecil limfosit juga memasuki luka, akan tetapi perannya tidak
diketahui
9. Makrofag menghasilkan PDG F dan TGF- B, akan menarik fibroblas dan
merangsang pembentukan kolagen .
B. Fase Proliferasi
1. Dimulai pada hari ke-3, setelah fibroblas datang, dan bertahan hingga
minggu ke-3
2 . Fibroblas: ditarik dan diaktifkan PDGF dan TGF- B: memasuki luka pada
hari ke-3, mencapai jumlah terbanyak pada hari ke-7
3. Terjadi sintesis kolagen (terutama tipe Ill), angiogenesis, dan epitelisasi
4. Jumlah kolagen total meni ngkat selama 3 minggu, hingga produksi
dan pemecahan kolagen mencapai keseimbangan, yang menandai
dimulainya fase remodelling.
C. Fase Remodelling
1. Peningkatan produksi maupun penyerapan kolagen berlangsung selama
6 bulan hingga 1 tahun
2. Kolagen tipe I menggantikan kolagen ti pe Ill hingga mencapai
perbandingan 4:1 (seperti pada kulit normal dan parut yang matang)
3. Kekuatan luka meni.ngkat sejalan dengan reorganisasi kolagen
sepanjang garis tegangan kulit dan terjadinya cross-link kolagen
4 .. Penurunan vaskularitas
5. Fibroblas dan miofibroblas menyebabkan kontraksi luka selama fase
remodelling.
B. Tulang
1. Pada lokasi fraktu r t erjadi fase inflamasi dengan adanya invasi neutrofil
dan makrofag
2. O steoinduksi: sel-sel prekursor di endosteum, periosteum, dan jaringan
sekitarnya menjadi osteoblas
3. Osteokonduksi: Osteoblas memasuki daerah fraktur
4. Pembentukan kalus yang mengandung fibroblas, osteoblas, dan sel-sel
lainnya
5. Kondroblas menghasilkan substansi dasar, f ibroblas menghasilkan
kolagen, dan ost eob las menghasilkan hidroksi apatit
6. Aposisi tulang dan penulangan endokondral terjadi
7. Pad a awalnya kalus terdiri atas anyaman tulang yang tidak terorganisir,
kemudi<;m terjadi remodelling oleh osteoklas dan osteoblas menjadi
·tulang lamelar
8. Semakin fraktur t erfiksasi kaku d an tereduksi, pembentukan kalus
dan osifikasi endokondral semakin sedikit , penyembuhan selanjut nya
berlangsung terutam a dengan aposisi
9. Setelah remodelling selesai, struktur tulang yang telah menyembuh
sama dengan tulang normal, tanpa parut pada tu lang.
C. Tendon
1. Tendon mengalami penyembuhan melalui kombinasi dua mekanisme,
yaitu penyembuhan intrinsik dan ekstrinsik.
2. Penyembuhan int rinsik:
a. Fase inflamasi minimal
b. Sel-sel epit enon berpindah ke lokasi cedera dan mulai menghasilkan
kolagen, seperti fi broblas
c. Penyembuhan int rinsik meningkat dengan adanya pergerakan
tendon.
6
3. Penyembuhan ekstrinsik
a. Terjadi fase inflamasi, proliferasi, dan remodelling
b. Setelah hemostasis, sel-sel inflamasi memasuki luka
c. Fibroblas tertarik dan menghasilkan kolagen, yang kemudian
mengalami remodelling
d. Terjadi adhesi antara daerah yang cedera dengan daerah sekitarnya,
dan berfungsi sebagai jalur migrasi sel dan revaskularisasi
e. Adhesi yang terjadi pada penyembuhan ekstrinsik meningkat
dengan imobilisasi.
D. Saraf
1. Akson di distal cedera akan difagosit oleh makrofag dan sel Schwann
(terjadi degenerasi Wallerian)
2. Akson proksimal menghasilkan satu atau lebih serat regenerasi
bermielin dengan pusat pertumbuhan pada ujung masing-masing serat,
secara keseluruhan serat regenerasi tersebut disebut unit regenerasi
saraf
3 . Unit regenerasi tumbuh ke arah distal, diarahkan oleh faktor-faktor
kimiawi lokal.
E. Hati
1. Hati adalah satu-satunya organ dewasa yang mengalami regenerasi
2 . Seluruh sel di hati, termasuk hepatosit, sel bilier, dan sel-sel lainnya,
terlibat dalam menciptakan kembali susunan hati yang normal secara
histologis tanpa terbentuk parut
3. Parut (sirosis) terjadi pada kerusakan kronik atau parah.
KARAKTER MEKANIK
A. Luka memiliki kekuatan yang kecil pada 2-3 minggu pertama (fase inflamasi
dan proliferasi)
B. Pada minggu ke-3, kekuatan luka meningkat karena adanya remodelling
C. Luka memiliki 50% kekuatannya pada saat 6 minggu, dan sisanya dalam
beberapa minggu setelahnya
D. Kekuatan terus bertambah perlahan hingga 6-12 bulan
E. Kekuatan maksimal adalah 7 5% dari jaringan biasa.
GANGGUANPENYEMBUHANLUKA
FAKTOR LOKAL
A . lnsufisiensi arteri
1. lskemia lokal menyebabkan terha mbatnya produksi kolagen dan
terjadinya infeksi
2. Pemeriksaan ankle-b rachial index harus dila kukan pada pasien dengan
luka d i tungkai b awah dan pada pasien dengan risiko insufisiensi
vaskuler
3. Koreksi kelainan yang mendasari iskemi dengan graft pintas atau
penggunaan stent sebelum penyembuhan cedera iskem ik dapat
berlangsung.
B. lnsufisiensi vena
1. Peningkat an t ekanan vena menyebabkan ekstravasasi protein dan
'mengurangi d ifusi oksien
:., 2. Penl ngkat an t ekanan vena dapat menyeb abkan edema.
C. Edema
1. Menyebabkan iskemi dengan cara meningkatkan volume ekstrasel,
mengurangi d ifusi dan konsentrasi oksigen
2. Penting untuk melakukan kompresi dan elevasi untuk menghindari
edema .
D . lnfeksi
lnfeksi in vas if terjadi bila kuant itas bakteri lebih dari 10 5 per gram jaringan
a. Penyembuhan terganggu akibat berbagai mekanisme, termasuk
peningkatan pemecahan kolagen dan berkurangnya epitelisasi
b. Pembentukan parut hipertrofi meningkat
c. Penutupan menggunakan g raft at au f lap sulit berhasil
d. Luka terinfeksi yang terbuka harus d itangani dengan antibiotik yang
tepat dan dilakukan debridemen hingga konsent rasi bakteri ku rang
dari 105 sebelum .
8 lK RE NSTRU
FAKTO R SISTEMIK
A . Diabetes me llitus
1. Gangguan mikrovaskular dan makrovaskular yang berhubungan dengan
diabetes mellitus dapat menyebabkan iskemi lokal
2. Hemoglobin terglikosilasi memiliki afinitas terhadap oksigen lebih tinggi
dari normal, sehingga pengantaran oksigen terganggu
3. Fungsi neutrofil terganggu, sehingga kemungkinan mendapat infeksi
meningkat
4. Neuropati perifer menyebabkan peningkatan lama dan kuat tekanan
pada jaringan karena sinyal untuk mengurangi nyeri dan tekanan
berkurang atau tidak ada
5. Bila luka memiliki vaskularisasi yang memadai dan gula darah
terkendali (<180 mg/dl), luka operasi pada pasien diabetes dapat
sembuh secara baik.
B. M alnutrisi
1. Persediaan protein cukup penting pada penyembuhan luka
a. Kadar albumin normal lebih dari 3,5 'g/dl
b. Usia paruh albumin adalah 20 hari, sehingga tidak menggambarkan
perubahan nutrisi protein akut
c. Pengukuran kadar prealbumin lebih baik untuk mengetahui
perubahan nutrisi protein akut karena usia paruhnya lebih singkat
(2-3 hari)
d. Kadar prealbumin kurang dari 17 g/dl (normal 17-45) menandakan
adanya malnutrisi protein
2. Orang dewasa sehat tanpa luka memerlukan 35 kcal per kg per hari
untuk mempertahankan berat badan, dan memerlukan 0,8-2 gram
protein per kg per hari
3. Kebutuhan kalori dan protein meningkat pada penderita luka kronik,
cedera yang luas, dan luka bakar
4. Secara umum penutupan luka kronik tidak boleh dilakukan kecuali kadar
albumin pasien sudah normal.
D. Kemoterapi
1. Dengan menghambat kemampuan sumsum tulang untuk menghasilkan
sel-sel inflamasi, fase inflamasi pada penyembuhan luka terhambat
2. lnfeksi luka juga meningkat.
E. Merokok
1. Merokok meningkatkan karboksihemoglobin, sehingga mengurangi
pengantaran oksigen ke jaringan perifer
2. Nikotin, termasuk patch dan permen karet nikotin, menyebabkan
vasokonstriksi perifer
3. Nikotin dapat menghambat penerimaan flap dan skin graft, di mana
sangat dibutuhkan vaskularisasi
4. Agar hasil optimal, pasien harus berhenti merokok setidaknya 2 minggu
sebelum pembedahan dan tidak merokok hingga luka sembuh
5. Kadar kotinin pada urin dapat diukur praoperasi untuk melihat
kepatuhan pasien.
F. Penuaan
:• 1. Berkurangnya fase inflamasi pada orang tua menghambat p roses
penyembuhan
2. Baik kulit yang sehat maupun luka berkurang kekuatannya
3. Penuaan saja tidak menghambat penyembuhan luka, tapi dapat
berkontribusi pada gangguan penyembuhan luka bila dikombinaiskan
dengan faktor lainnya
4. Mengingat fase inflamasi berkurang, parut hipertrofik jarang terjadi.
G. Glukokortikoid
I
1. Menghambat fase inflamasi pada penyembuhan luka
2. Menghambat sintesis kolagen oleh fibroblas, mengakibatkan
berkurangnya kekuatan luka
3. Penyembuhan dapat diperbaiki dengan pemberian vitamin A.
10
LUKA KRONIK
I. Luka kronik adalah luka yang tidak menyembuh dalam waktu kurang lebih
3 bulan, contohnya adalah ulkus dekubitalis, ulkus diabetik, luka yang
mengalami desikasi lama, ulkus stasis vena, ulkus radiasi, luka traumatik
atau luka operasi lama
II. Penatalaksanaan:
A. Debridement yang adekuat: luka kronik umumnya memiliki banyak
jaringan parut, debris, dan jaringan nekrotik yang menghambat
penyembuhan
B. Penanganan infeksi:
1. Pada luka kronik harus dicurigai adanya infeksi
2 . Kultur jaringan dan perhitungan kuantitatif sebaiknya dilakukan
C. Penutupan luka yang baik
1. Desikasi adalah faktor yang seringkali menyebabkan gangguan
penyembuhan luka dan epitelisasi pada luka kronik
2. Penutup luka harus dapat menjaga luka tetap lembab dan tidak
terjadi desikasi
3. Penutup luka produk dari pabrik juga dapat digunakan untuk
melakukan debridement, memberikan antibiotik, atau menyerap
eksudatsesuai keadaan luka.
D. Penanganan faktor lokal dan sistemik yang dapat menghambat
penyembuhan luka, misalnya gangguan vaskular, edema, diabetes,
malnutrisi, tekanan lokal, dan gravitasi.
E. Penggunaan Vacuum Assisted Closure (VAC)
1. VAC adalah suatu pendekatan noninvasif yang bertujuan membantu
penutupan luka melalui pemberian secara topikal tekanan sub-
atmosferik atau tekanan negatif ke permukaan luka
2. Mekanisme kerja VAC adalah mengurangi eksudat, merangsang
angiogenesis, mengurang i kolonisasi bakteri, dan meningkatkan
pembentukan jaringan granulasi
3. Keuntungan menggunakan VAC adalah kita dapat menutup luka
dengan lebih cepat, bahkan pada luka yang kecil dapat epitelisasi
sendiri.
~ 11
KELOID
DEFINISI Keloid adalah jaringa n parut yang tumbuh melebihi area luka/
cedera pada kulit yang menyembuh. Keloidosis adalah keloid multi pel atau
pertumbuhan berulang keloid meski tidak pada tempat yang sama .
ETIOLOGI Dapat timbul pada luka/ cedera pada kulit, pada pembedahan,
luka traumatik, daerah vaksinasi, terbakar, cacar, jerawat atau goresan kecil
sekalipun. Terdapat peran growth factor pada pembentukan keloid, yaitu
peningkatan kadar TGF-B.
INSIDEN Lebih sering pada wanita muda dan ras afroamerika. Kebanyakan
awalnya berbentuk datar dan kurang diperhatikan selama beberapa tahun/
periode awal keloid. Risiko terjadinya keloid pada kulit berwarna 15x daripada
kulit putih.
PREDILEKSI Predileksi pada dada, deltoid dan lobulus telinga. lritasi karena
garukan atau gesekan baju, bisa memperluas keloidnya. Paparan matahari
selama tahun pertama pembentukan ke loid menyebabkan warna lebih gelap
pada daerah sekitarnya di kulit. Warna gelap dapat menjadi permanen.
TANDA & GEJALA Pada lesi kulit: warna keloid seperti otot, kemerahan
atau merah muda. Berbentuk nodular atau berkelompok. Dapat gatal dan nyeri
selama pertumbuhannya. Benjolannya lebih besar dari luka awal sehingga
:., berbentuk seperti bunga kol.
GAMBAR2.
[KIRIJ KELOID RESIDIF di dada
perlu dikecilkan dengan operasi
[KANAN] Setelah operasi
pengecilan massa d ilanjut kan
terapi kombinasi lainnya, bisa
dipilih injeksi steroid intralesi,
krim anti keloid, salep steroid,
lembar silikon, atau penekanan.
MANAJEMEN
• Dapat dikecilkan ukurannya dengan pembedahan, setelah itu diberikan
salep anti keloid selama 2-3 bulan (Gambar 2 dan 3). Atau dapat
dilanjutkan dengan injeksi kortikosteroid lokal. Pada keloid yang besar
dapat dikombinasi dengan radiasi. Keloid bisa muncul kembali setelah
pembedahan.
• Perubahan warna karena paparan matahari dapat dicegah dengan 'patch
atau bandage' atau penggunaan tabir surya (sun block) ketika aktivitas
siang hari/di luar ruangan. Perlindungan sekurangnya 6 bulan setelah
pembedahan pada orang dewasa atau sampai usia 18 tahun pada anak.
PROGNOSIS
• Bukan hal berbahaya secara medis, namun dapat berefek pada
penampilan. Pada beberapa kasus dapat mengecil sendiri namun dapat
juga bersifat permanen. Pada pembedahan dapat menimbulkan bekas
luka keloid lebih besar sehingga operasi pengecilannya dengan menyayat
bukan pada kulit yang normal.
• Perlu ditekankan pada pasien bahwa terapi kombinasi lebih memberi
harapan pada hasilnya.
13
PARUT HIPERTROFIK
TANDA Parut Iebar yang menebal, tampak tid ak baik dan dapat
mengganggu rasa percaya diri pasiennya.
GAMBAR4.
[KIRI) PARUT HIPERTROFIK pasca
luka bakar, tampak seperti keloid
pada awalnya.
[KANAN) Pasca eksisi 3 minggu,
ternyata tidak kambuh, demikian
pula pada kontrol 1 tahun.
Tekni k Atraumati k
Pentingnya penanganan jaringan secara hati-hati
Konsep yang digunakan adalah memanipulasi kulit dan jaringan
subkutan yang secara histologis t idak mencederai sel atau jaringan ikat
Meminimalkan trauma: pisau, gunting, jarum, hak yang tajam, serta
jahitan dengan ukuran benang dan jarum yang tepat
Posisi operator dan asisten diatur untuk mengurangi tremor, hal ini
dapat membantu hasil yang atraumatik.
Penempatan parut sesuai arah garis kulit; Parut akan lebih tidak terlihat, jika:
Garis parut yang tipis (hasil dari perencanaan eksisi atau insisi yang baik)
Mengikuti garis kulit bertegangan rendah/Re/axed Skin Tension Line (RSTL).
Regio tubuh
• Parut pada kelopak mata, telapak tangan, vermilion, serta mukosa lebih
:..,. tidak tampak
• Daerah risiko tingg i untuk parut yang jelek yaitu daerah sternal wan ita,
(butterfly-shaped keloid), deltoid, dan lobulus.
Panjang parut
• Semakin kecillukanya, semakin kecil parutnya
• Penempatan parut yang lebih panjang pada garis ke rut lebih dipi lih
karena dapat menyamarkan
• Hati-hati bila melakukan insisi panjang pada permukaan yang bersendi
Parut bentuk U
Tampak buruk, pada proses penyembuhan akan berkerut dan tampak sebagai
lekuk yang m engelilingi kulit yang mencembung, sehingga mengganggu
penampilan. Untuk mengatasi hal ini adalah dengan z-plasty di bagian tengah
parut.
Tipe kulit
Kulit yang tebal dan berminyak banyak mengandung kelenjar sebasea yang
hipertrofi dan hiperaktif. Luka pada jenis kulit tersebut akan menyembuh
dengan parut jelas tampak dan melekuk ke dalam (cekung). Sering dijumpai
pada puncak hidung.
Metode Eksisi
a. Lesi dapat diangkat dengan membuat eksisi elips, baji, atau lainnya
b. Disesuaikan dengan karakteristik kerutan dan penuaan kulit (Gam bar 5)
c. Kulit diregangkan menggunakan ibu jari dan telunjuk sewaktu insisi.
o---o
GAM BAR 6.
IKIRIJ EKSISJELIPS DAN PENUTUPANNYA. Membuat eksisi elips dengan sudut minimal
30 derajat (atau panjang:lebar=4:1) akan memungkinkan penutupan yang baik.
!KANAN] Eksisi elips yang terlalu pendek dibanding lesinya akan menyulitkan penutupan,
sehingga terbentuk dog ears. Garis putus-putus menunjukkan cara menutup dog ears.
Eksisi sirkuler
• Bila lesi di wajah berdekatan misalnya dengan tulang rawan di bawahnya
sehingga tidak bisa ditutup primer.
• Setelah penga ngkatan lesi kulit yang besar pada suatu bag ian tubuh.
18
GAMBAR 8. lnstrumen Eksisi Lesi Kulit.
lnstrumen Gunakanlah gunting yang tajam, bilah pisau yang dapat dilepas,
jarum yang tajam, pemegang jarum yang berujung halus, dan pinset berujung
kecil bergigi.
METODE HEMOSTASIS
Elektrokauter
• Arus listrik frekuensi tinggi, dengan am per relatif t inggi dan voltase rendah
• Metode yang efektif untuk melakukan hemostasis pada pembuluh darah
kecil dan sedang
• Dapat meminimalkan trauma dan meningkatkan kecepatan operasi.
Ligasi
Ligasi pembuluh darah menggunakan benang tipis misalnya 5.0 (baca lima nol)
19
·,
Vaso konstriktor
• Epinef rin dapat bekerja baik wa lau diencerkan hingga 1 :500.000, tunggu
selama +7 menit baru menyayat
• Epinef rin topikal (1:1 00.000) pad a luka terbuka mengg unakan spons yang
lembab untuk mengurangi perdarahan dari pembuluh darah kecil
• 5emakin lama kerja vasokonstriktor, kemungkinan cedera iskemi semakin
luas.
Jahitan
Tipe benang jahit: diserap dan tidak diserap.
EPIDERMIS
DERM IS
LEMAK
GAM BAR 9. [KIRIJ JAHITAN SUBKUTIS untuk mencegah terjadinya dead space.
[KANAN) JAHITAN DERMAL DALAM d ianjurkan digunakan sebelum menjahit kulit dari sisi
luar, untuk melawan regangan sampai luka matur. Perhatikan arah memasukkan jarum.
20
Benang jahit diserap
• Dibuat dari kolagen, asam poliglikolat, atau polidioksanon
• Digunakan di bawah permukaan untuk menutup lapisan subkutan atau
untuk memperbaiki mukosa
• Lebih menguntungkan, tak perlu membuka, asalkan diletakkan pada lapisan
kulit sebelah dalam
• Benang jahit d iserap yang sering digunakan adalah asam poliglikolat
• Plain catgut diserap lebih cepat
• Dexon dan Vycril dapat direntangkan hingga membentuk benang
kemudian dipilin membentuk benang jahit, lebih kuat daripada catgut
• Dexon memiliki daya ikat selama 30 hari, dan diabsorbsi dalam 90 hari
• Vicryl, memiliki daya ikat selama 32 hari, diabsorbsi dalam 70 hari.
21
Simpul
• Menggunakan needle holder untuk _mengikat simpul
• Yang sering digunakan adalah square knot dengan tambahan half knot
• Harus hati-hati dalam menempatkan awalan square knot
• Ikat setidaknya 5 kali simpul pada jahitan catgut, pada asam poliglikolat 4 kali.
Perekat Jaringan
Masih belum banyak digunakan pada manusia karena tidak mentautkan dan
memegang lama kedua tepi dermis.
SIFAT KIMIA
A. Molekul zat anestesi lokal terd iri atas bagian aromatik lipofilik, rantai
intermediate yang terdiri atas este r atau amid, dan bagian amin hidrofilik.
Berdasarkan jenis rantai intermediate nya, zat anestesi lokal dibedakan
menjadi jenis amino amid dan amino ester.
B. Zat anestesi lokal ya~ sering digunakan:
1. Amino amid: lidokain
2. Amino ester: prokain, kokain.
MEKANISME KERJA
A. Menghambat konduksi saraf . Zat anestesi lokal berdifusi secara pasif
melalui membran sel dalam keadaan non-ionik, kemudian menjadi
bermuatan dan menghambat kanal natrium dalam sel saraf, sehingga
menghambat terjadinya potensial aksi.
B. Serat saraf berdiameter kecil lebih sensitif terhadap zat anestesi lokal,
sement ara serat saraf berm ielin berd iam eter besar lebih sulit·d ihambat.
C. Zat anestesi lokal menghambat sensasi nyeri terlebih dahulu, kemudian
dingin, panas, sentuhan, dan tekanan.
FARMAKOLOGI
I. FARMAKOKINETIK
A. Potensi zat anestesi lokal bergantung pada kelarutannya d alam lemak,
semakin larut lemak maka semakin cepat zat tersebut melewati membran.
B. Kecepatan aw itan kerja
1. Ditentukan oleh pKa
a. Semakin besar konsentrasi molekul zat anestesi lokal yang tidak
terionisasi, semakin cepat awitan kerjanya
b. Semakin rendah pKa, konsentrasi zat anestesi lokal pada pH tertentu
semakin tinggi, sehingga awitan kerja lebih cepat
c. Penambahan natrium bikarbonat akan meningkatkan pH, sehingga
meningkatkan kecepatan awitan kerja, dan dapat mengurangi nyeri
saat infiltrasi
2. Jaringan yang terinflamasi memiliki pH yang rendah, sehingga
mengurangi konsentrasi zat anestesi tidak terionisasi, dan mengurangi
efek anestesi lokal.
~ 23
C. Lama kerja
1. Efek vasodilatasi intrinsik pada .zat anestesi lokal umumnya dapat
mengurangi lama kerjanya
2. lkatan protein meningkatkan lama kerja zat anestesi lokal.
II. METABOLISME
A Seluruh amid dan sat u ester dimetabolisme di hati
B. Sebagian b esar ester dimetabolisme plasm a kolinesterase
C. Gangguan fungsi hati dapat mengganggu met abolisme golongan
aminoamid.
--------------------------------------------------------------------~-
24 N UK PRA.I< 5 IU"AH IILAST REKON-STRUI(SI
1
C. Toksisitas neuromuskuler: berkurangnya eksitabilitas dan kontraktilitas otot
D. Terapi:
1. Pemberian oksigen menggunakan ambubag hiperventilasi
2. Diazepam 0,1 mg/kgBB
3. Bila hipotensi dapat diberikan infus cairan, posisi Trendelenburg, dan
epinefrin.
Setiap defek pada kulit (kehilangan ku lit/epitel ku lit) harus ditangani sesuai
dengan komponen yang hi lang, penyebab yang mendasari, lokasi anatomis,
estetika, gangguan fungsi yang berhubungan, dan ketersediaan jaringan donor
dan resipien. Kesesuaian donor dan resipien dapat d inilai dari warna kulit,
tekstur, ketebalan, dan kerapatan tumbuhnya rambut. Kesehatan pasien secara
umum juga perlu diperhatikan.
PEMINDAHAN
JARINGAN BEBAS
A..
PEMINDAHAN
JARINGAN JAUH
A
PEMINDAHAN
JARINGAN LOKAL
A
SKIN GRAFT
PENUTUPAN
I
LUKA LANGSUNG
A
PENUTUPAN
LUKA SEKUNDER
JENIS
1. SPLIT THICKNESS SKIN GRAFT (STSG), yaitu skin graft yang terdiri atas
epidermis dan sebagian dermis, dibagi lagi menjadi:
Thick : Epidermis + % bagian lapisan dermis
Medium : Epidermis + Y2 bagian lapisan dermis
Thin : Epidermis + % bagian lapisan dermis
2. FULL THICKNESS SKIN GRAFT (FTSG), yaitu skin graft yang terdiri atas
epidermis dan seluruh bagian tebal dermis.
3. COMPOSITE GRAFT, yaitu skin graft yang terdiri atas epidermis, dermis,
dan lemak subkutan.
INDIKASI
a. Pili han tindakan setelah penutupan luka secara primer tidak dapat dilakukan
b. Tak terdapat jaringan sekitar luka yang bisa dipakai menutup luka Uumlah,
kualitas, lokasi, dan penampakan).
c. Luka pasca pengangkatan tumor ganas yang tidak dapat diyakini bebas
tumor.
d. Bila cara lainnya lebih merugikan dari sisi morbiditas, risiko, hasil, atau
komplikasinya.
e. Faktor lain: status gizi, umur, comorbid condition, perokok, kepatuhan, atau
biaya (seandainya dengan cara lain lebih mahal).
27
• Permukaan kulit mengkilat.
• Secara estetik kurang baik.
••• •••••••
I
••
.. ••
••
•
••••• •••
SYARATTAKE
a. Vaskularisasi resipien yang baik.
b. Kontak yang akurat antara skin graft dengan resipien .
c. lmobilisasi.
d. Tidak ada perdarahan atau hematom.
e. Tidak ada infeksi.
TEKNIKFTSG
a. Persiapan luka: pembersihan, debridement, dan hemostasis.
b. Pengambilan: jaringan lemak dipisahkan dari kulit agar jaringan dapat
bertahan melalui imbibisi di daerah resipien.
c. Perawatan luka : di daerah donor ditutup secara primer, di daerah resipien
diberikan penutup dengan tekanan yang merata. Biasa dibantu dengan
jahitan pada graft ke dasarnya atau memakai tie over untuk memfiksasi.
d . Tissue Expansion di daerah donor yang dilakukan sebelum pengambilan
dapat meningkatkan luas daerah donor dan memungkinkan penutupan
secara primer.
GAM BAR 13. (KIRI] Pengambilan kulit untuk split thickness skin graft.
[TENGAH] Penggunaan mesh.(KANAN] Pemasangan kulit pada resipien.
Definisi lainnya adalah jaringan kulit dan subkutan yang dipindahkan dari satu
bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya dengan satu sisinya dilepaskan dari
landasan vaskuler, dan dari sisi lain tetap melekat dengan landasan vasku lernya
dengan tujuan untuk memberi kehidupan flap tersebut.
JENIS FLAP
Dibedakan berdasarkan:
1. VASKULARISASINYA
Random Skin Flap: tidak memiliki sumber pembuluh darah tertentu
yang dominan.
Axial Skin Flap : memiliki sumber pembuluh darah yang dominan,
jenisnya antara lain peninsular axial, island axial, free flap.
Reverse-flow flaps: sumber pembuluh darah proksimal dipotong, flap
bertahan dengan sumber kehidupan dari perdarahan dari distal.
2. CARA BERPINDAH
Rotasi dengan Pivot Point: Rotasi, Transposisi, lnterpolasi.
Advancement Flap: Single pedicle, V-Y advancement, Y-V
advancement, Bipedicle advancement.
Tak langsung: Kulit ditempel ke pergelangan tangan, 3 minggu
kemudian dilepas kemudian ditempel ke tempat baru, dengan tangan
sebagai pembawa/perantara kehidupan flap.
FLAP KULIT
lndikasi:
1. Rekonstruksi defek lokal dengan jaringan yang serupa tampilannya.
2. Menutup jaringan yang relatif kurang vasku lar, m isalnya tula ng
tanpa periosteum.
Keuntungan:
1. Massa yang cukup besar untuk menutupi defek
2 . Dapat menyesuaikan dengan luka tidak beraturan
3. Vaskularisasi ba ik
4. Dapat mengikutkan tulang pada transfer
5. Dapat mentransfer saraf motorik dan saraf sensorik.
Kerugian:
Mengorbankan sebagian atau seluruh fungsi otot tersebut.
.'
GAMBAR 14. FLAP MUSKULOKUTANEUS. [ATAS] Defek Inguinal kanan pasca eksisi keganasan. Akan ditutup
dengan flap kulit dengan perdarahan dari Perforator Arteri Epigastrika Inferior Profunda (DIEP).
tTENGAH] Pengambilan flap DIEP. Perhatikan pedikel yang berisi pembuluh darah di sisi kiri pada gambar.
[BAWAH] Bekas luka donor ditutup langsung dan defek telah ditutup flap.
32
BEDAHMIKRO
Teknik ini tidak tergantung pada jarak donor ke resipien, tetapi yang
dipertimbangkan adalah:
a. Kebutuhan pada defek
b. Tebal tipisnya flap dan kualitasnya
c. Besarnya pembuluh darah donor
d. Pembuluh darah resipien yang akan dipergunakan
e. Tidak perlu operasi dengan tahapan.
Walaupun jenis operasi ini seolah tidak mengenal batas jarak donor ke resipien,
faktor lamanya operasi, mahalnya mikroskop dan instrumen mikro, hasil operasi
yang ekstrem flap bisa hidup baik di tempat baru tapi bisa juga gaga I total
dengan kematian flap menyebabkan ahli bedah plastik harus mempertimbangkan
dari awal cocok tidaknya jerih payah di atas dengan hasil akhirnya.
INSTRUMEN
A. PEMBESARAN
1. Mikroskop: pembesaran 6-40x
2. Lup: pembesaran 2,5-3,5x.
B. INSTRUMEN BEDAH MIKRO biasanya kecil dan halus, terpisah dari
instrument biasa dengan perawatan khusus agar tidak cepat rusak.
C. BENANG JAHIT biasa digunakan benang yang tidak diserap dengan
ukuran sangat kecil sehingga dapat digunakan untuk menjahit rambut
kepala sekalipun
1. Terbuat dari Nilon atau polipropilen monofilamen
2. Ukuran 8-0: pembuluh darah dan saraf lengan atau pergelangan
3. Ukuran 9-0 atau 10-0: pembuluh darah atau saraf jari
4. Ukuran 11-0: pembuluh darah jari distal dan pada anak.
D. OBAT-OBATAN DAN LARUTA N
1. NaCI atau ringer laktat ditambah heparin 100 U/m l , dijaga hangat, untuk
irigasi tepi pembuluh darah agar tidak terjadi trombosis
2. Lidocaine 2% untuk mengurangi vasospasme
3. Papaverin untuk melawan efek vasospasme, di mana papaverin bila
bertemu heparin akan mengendap.
33
PERSIAPAN BEDAH MD<RO
A. PERSIAPAN OPERATOR
1. Jangan stres; pekerjaan lain diwakilkan, dan sebagainya
2. Jangan melakukan olahraga terutama olahraga berat 2-3 hari sebelum operasi
3 . Buat skenario operasi detail per jam
4. Ergonomi harus baik: tangan dan kaki ditopang dengan baik, badan lurus,
sesuaikan meja dan mikroskop, hal ini penting untuk kerja berjam-jam.
Pemegang Jarum
Jahitan Kendali/Kunci
Pin set
36
Neurofibroma
Nevus
Lipoma
Fibroma
Kista Ateroma
Mela noma
Hemangioma
NEUROFIBROMA
LOKASI
• Di beberapa bag ian submukosa atau subkutan; dapat juga timbul di t ulang
• Di badan dan ekstremitas.
GEJALA KLINIS Nodul submukosa satu atau banyak yang tertutup oleh
mukosa atau kulit normal. Tumbuh lambat, kadang terasa nyeri atau terasa
seperti terkena sengatan listrik. Biasanya t idak menimbulkan gansguan
neurologis. Kadang-kadang tertutup bercak kulit 'Cafe-au-Lait'. Lesi ini dapat
muncul pada usia bera papun, biasanya t imbul antara usia 20-30 tahun.
GAM BAR 17. [KIRII Neurofibroma bentuk nodul. [KANAN] Bentuk Pleksiform.
TERAPI
• Bedah eksisi untuk lesi tunggal; sedangkan pada lesi multipel atau
pleksiform dilakukan e ksisi paliatif, karena kita tidak mampu mengenali
batas saraf yang terlibat.
• Bila neurofibroma tidak mengenai serabut saraf besar, saraf yang
mengandung tumor biasanya dioperasi. Bila sera but saraf besar terkena,
biasanya tumor dipisahkan dari saraf kemudian diangkat, atau dibiarkan bila
tidak bergejala.
DEFINISI Nevus adalah tumor yang paling sering dijumpai pada manusia,
merupakan tumor yang berasal dari sel-sel melanosit. Nevus umumnya muncul
saat lahir atau segera setelah lahir, terbanyak pada dewasa muda, dan menu run
pada orang tua.
JENIS
1. Junctional nevi: sel-sel nevus terdapat di antara lapisan epidermis dan dermis
2. Intradermal nevi: sel-sel nevus terdapat di lapisan dermis
3 . Compound nevi: sel-sel nevus terdapat di antara lapisan epidermis dan
dermis dan di lapisan dermis.
TERAPI
:.\' Nevus umumnya tidak memerlukan terapi kecuali bila pasien menginginkan
nevus diangkat atau dokter mencurigai metaplasi ke arah keganasan . Terapi
yang dipilih adalah eksisi sederhana.
• Nevus yang dicurigai ganas harus dibiopsi dan sekalian diangkat/dioperasi.
DEFINISf Lipoma adalah tumor jinak j aringan lemak yang dikelilingi kapsul
fibrosa tipis. Sering dijumpai di daerah kepala, leher, bahu, dan punggung.
EPIDEMIOLOGI Lipoma dapat muncul pada segala usia akan tetapi sering
dijumpai pada usia 40-60 tahun. Dapat juga dijumpai Lipoma Kongenital.
Lipoma So liter ditemukan dengan perbandingan sama pada laki-laki dan
perempuan. Lipoma Multipel lebih sering ditemukan pada laki-laki.
DIAGNOSIS
• Lipoma tumbuh lam bat dan hampir selalu jinak. Biasanya tampak sebagai
benjolan yang bulat, tidak nyeri, dan dapat digerakkan. Pada perabaan
terasa lunak dan terdapat Pseudofluktuasi. Kadang lipoma dapat
dihubungkan dengan beberapa sindrom misalnya Lipomatosis Herediter
Multipel, Adiposis Dolorosa, dan Sindrom Madelung.
• Lipoma dapat juga ditemukan pada jaringan yang lebih dalam, misalnya
Septum lntermuskular, Organ Abdomen, rongga mulut, Kanal Auditori
lnterna, sudut Serebelopontin, dan rongga dada.
• Secara mikroskopis, lipoma terdiri atas sel-sellemak matur yang tersusun
dalam lobus-lobus, dan banyak di antaranya dikelilingi kapsul fibrosa.
Kadang lipoma yang tidak berkapsul dapat menginfiltrasi otot, yang
disebut lipoma berinfiltrasi.
• Lipoma dapat dibedakan dengan keganasan liposarkoma meski
penampakannya mirip, di antaranya nyeri, tumbuh cepat , dan terfiksasi.
Bila terdapat keraguan dapat d ilakukan biopsi jarum ha lus ata u CT scan.
TATALAKSANA
a. Pada umumnya lipoma tidak memerlukan tindakan apapun, kecuali bila
lipoma membesar dan nyeri. Pilihan terapi yang dapat dilakukan adalah
bedah maupun non bedah.
Eksisi Elipsoid
:., d. · Enukleasi
Lipoma ukuran kecil dapat diangkat dengan cara enukleasi. lnsisi d ilakukan
sepanjang 3-4 mm di atas benjolan. Kemudian lipoma dibebaskan dari
jaringan sekitarnya menggunakan kuret. Setelah bebas, tumor dikeluarkan
melalui celah insisi menggunakan kuret. Jahitan biasanya diperlukan, dan
digunakan balut bertekanan untuk mencegah terjadinya hematoma.
e. Eksisi
Lipoma yang lebih besar diangkat dengan eksisi.
Prosedurnya sebagai berikut:
1. lnsisi d ilakukan pada kulit di atas benjolan dengan bentuk elips
mengikuti garis tegangan kulit, dengan ukuran lebih keci l dari benjolan
di bawahnya.
2. Kulit bagian tengah yang akan d ieksisi dipegang dengan hemostat atau
klem Allis untuk memberikan traksi agar tumor dapat diangkat.
DIAGNOSIS
A. Umumnya dermatofibroma dapat didiagnosis secara klinis. Dermatofibroma
berupa nodul sol iter atau mult i pel yang keras, tidak nyeri. Biasanya di
ekstremitas. Ukuran kurang dari 5 mm. Warna merah atau merah coklat,
dapat juga biru kehitaman karen a deposisi hemosiderin. Dimple sign
positif, yaitu bila ku lit sekitar lesi dicubit maka benjolan akan melekuk ke
dalam.
B. Pada pemeriksaan histologi, tampak proliferasi fibroblas dan miofibroblas.
Pada tepi. lesi terdapat lapisan tebal kolagen berhialin . Epidermis di atasnya
mengalami hiperpigmentasi.
,, C. Diagnosis diferensial
Lesi jinak: kista, parut hipertrofik, neurilemmoma (atau schwannoma),
neurofibroma, Piloleiomioma, tofus, eritema elevatum diutinum
Lesi g anas: karsinoma sel basal, dermatofibrosarkoma protuberans,
giant cell tumor pada kulit, melanoma nodular, karsinoma saluran keringat
bersklerosis.
DEFINISI Bentukan yang kurang lebih bulat dan berdinding tipis yang
terbentuk dari ke lenjar sebasea, terbentuk akibat sumbatan pada muara
ke lenjar sebasea . Kista ate rom disebut juga kista sebasea.
DIAGNOSIS
A Banyak dijumpai di daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea,
misalnya di muka, kepala atau punggung. Kadang disertai bau asam.
B. Bentuk bulat, berbatas tegas, berdinding tipis, bebas dari dasar, melekat
pada dermis di atasnya. Daerah muara yang tersumbat terdapat puncta.
lsi bubur eksudat warna putih abu-abu, berbau asam .
MANAJEMEN
A Penatalaksanaan kista ateroma dilakukan dengan eksisi menyertakan kulit
dan puncta untuk mengangkat seluruh bag ian kista hingga ke dindingnya
secara utuh. Bila dinding kista tertinggal saat eksisi, kista dapat kambuh,
oleh karena itu harus dipastikan seluruh dinding kista telah terangkat.
B. Bila terjadi infeksi sekunde r dan terbentuk abses, dilakukan insisi,
evakuasi, dan drainase. Setelah tenang misalnya 3-6 bulan, dapat
dilakukan operasi definitif.
I
,~
~ ............
, I
I
,,' ~
~
•
''
- -• .I
•• I
• .I
••
I
'•• ,
~
~
...... ~~'
,,
I
- -• .I
DEFINISI Karsinoma Sel Basal (KSB) adalah tumor ganas lokal yang destruktif,
biasanya tidak bermetastasis. Merupakan salah satu tumo r kulit ganas terbanyak.
ETIOLOGI
1. Predisposisi genetik ya itu sedikitnya pigmen pada kulit: orang dengan
pigmen kulit sedikit dan lebih banyak terpapar radiasi ultra violet sehingga
lebih mudah terkena KS B
2. Kulit yang terpapar radiasi ultra violet
3. Zat arsenik
4. Pengobatan lama imunosupresi dapat menambah risiko KSB.
KSB juga dihubungkan j uga dengan xeroderma pigmentosa dan sindrom
Sel Basal Nevus.
Tipikal KSB, timbul, tampak jelas, lesi berwarna kuning kemerahan dengan
batas seperti pucat. Pertumbuhannya lambat, jarang bermetastasis.
Bisa saja berpigmen melanin (KSB dengan pigmentasi), multifokal atau
sklerotiklmorfoik. Timbul di usia pertengahan hingga t ua. Biasanya di area
kepala dan leher. Pemeriksaan meliputi: ukuran tumor (diameter horisontal),
lokalisasi, tipe basalioma, penyebara~ ke jaringan lebih dalam (diameter
vertikal), batas keamanan terapi eksisi (biasanya 5 mm pada jaringan sehat).
PROGNOSIS KSB pada kulit berkembang dalam beberapa bulan atau tahun
dan menjadi ulkus rodens yang dapat merusak struktur jaringan lebih dalam.
lnsiden metastasis diperkirakan kurang dari 1:1 000.
DEFINISI Keganasan yang berasal dari lapisan sel skuamosa berkeratin pada
permukaan kulit.
FAKTOR RESIKO
1. Radiasi UV
2. Pajanan zat kimia: beberap a pestisida, hidrokarbon organik misalnya tar,
bahan bakar minyak, parafin, arsen
3. lnfeksi virus: infeksi human papilloma virus (HPV), herpes simpleks
4. Radiasi
5. Ulkus M arjo lin : terjadi pada luka kronik, di mana perubahan seluler terjadi
karena inflamasi kronik
6. Gangguan imunitas: imunosupresan, A IDS
7. Genetik: kulit putih, albino, xeroderma pigmentosum
DIAGNOSIS
LESI PREKURSOR
1. Keratosis aktinik (4% menjadi karsinoma sel skuamosa)
2. Penyakit Bowen
3. Leukoplakia (15% menjadi keganasan)
4. Keratoakantoma.
Ulserasi kecil pada kulit dan lesi lain yang dicurigai sebagai kanker terlebih
dahulu dirawat dengan menggunakan antibiotik topikal dan penutup luka.
Bila dalam 2-3 minggu lesi kulit tidak membaik, maka lesi tersebut dianggap
keganasan hingga terbukti seba liknya.
MANAJEMEN
Teknik yang digunakan
1. Eksisi dengan tepi yang sehat sejauh 20 mm
2. Pembedahan Mohs: eksisi horizontal berturutan, dilakukan pada
karsinoma sel skuamosa risiko tinggi
3. Terapi ajuvan radioterapi dilakukan pada karsinoma sel skuamosa
dengan faktor risiko tinggi.
FAKTOR RESIKO
A. Demografik: kulit putih, mata dan rambut berwarna muda, tinggal di
ketinggian dan letak lintang lebih tinggi, laki-laki, status sosioekonomi lebih
tinggi, dan riwayat paparan radiasi ultraviolet
B. Genetik: riwayat melanoma pada keluarga dekat, sindrom nevus displastik,
Xeroderma Pigmentosum.
PATOFISIOLOGJ
A. Melanoma disebabkan oleh berbagai proses yang menyebabkan
transformasi melanosit menjadi ganas. Paparan sinar matahari pada orang
dengan predisposisi genetik dapat menyebabkan proses keganasan
tersebut. Riwayat melanoma sebelumnya memberi kemungkinan terjadinya
melanoma kedua sebanyak 3-5%.
B. Lesi prekursor yang berisiko menjadi melanoma: nevus kongenital
(5-20%), nevus melanositik akuisita (semakin banyak semakin berisiko),
Nevus displastiklatipikal, Hiperplasia Atipik Melanosit Junctional,
Nevus Spitz.
KLASIFIKASI
A. Tipe melanoma yang utama:
1. Melanoma permukaan (superficial spreading melanoma)
2. Melanoma. nodular (nodular melanoma)
3. Melanoma maligna lentigo (lentigo malignant melanoma)
4. Melanoma lentigo akral (acrallentiginous melanoma).
B. Melanoma lainnya:
1. Melanoma mukosa
2. Melanoma okular
3. Melanoma dengan primer tak diketahui.
C. Staging dan faktor prognostik
1. Faktor prognostik: ketebalan (kedalaman), nodus/in-transit metastases
(paling bermakna), lokasi anatomi (di ekstremitas lebih baik daripada di
b: dengan ulserasi
b: dengan ulserasi
b: dengan ulserasi
b: dengan ulserasi
a: mikrometastasis
b: makrometastasis
a: mikrometastasis
b: makrometastasis
IB Tl b NO MO, T2a NO MO
II( T4bNOMO
setiap T setiap N M 1c
DIAGNOSIS
Tampilan klinis utama yaitu:
1. Asimetri
2. Batas ireguler
3. Perubahan warna
4. Diameter lebih dari 6 mm.
MANAJEMEN
A. Penatalaksanaan definitif
1. Eksisi lokal luas (wide local excision) sebagai terapi pilihan
2. Jarak tepi kulit saat pembedahan disesuaikan dengan ketebalan melanoma.
DEFINISI Suatu tumor pembuluh darah dengan ciri proliferasi endotel yang
meningkat pesat pada waktu bayi (1 tahun pertama), dan dapat mengalami
involusi secara perlahan pada masa kanak-kanak melalui proses kematian sel
secara progresif atau terjadinya fibrosis (sampai usia 6-7 tahun).
C. Fase involusi: Warna kulit berubah menjadi keunguan, dan tumor menjadi
melunak. lnvolusi terjadi pada SO% anak usia 5 tahun dan 70% anak usia
7 tahun. Pada SO% anak kulit akan kembali seperti semula. Sisanya dapat
meninggalkan kemerahan, keriput, daerah kekuningan yang hipoplastik,
parut (bila terjadi ulserasi}, atau sisa fibrosis jaringan lemak.
MASALAH
a. Bintik kecil seperti jarum pentul kemerahan di kulit muka biasa diabaikan
orang tua pasien. Tiba-tiba membesar cepat dan keluarga pasien tersebut
menjadi stres.
b. Bila tumor membesar (dan kita tidak pernah tahu seberapa luas
pembesarannya), dapat merugikan karena jaringan normal lebih banyak
yang rusak dan teregang, misal palpebra .
c. Kecemasan orang tua, perdarahan, tidak adanya involusi bila menyangkut
mukosa atau berada sekitar mulut dan mata sehingga menutupi Ia pang
pandangan dan sering menyebabkan kebutaan karena mata tidak kena sinar.
d. Dokter pertama yang menemukan hamangioma pada pasiennya, kurang
mempertimbangkan keuntungan dieksisi (operatif).
GAMBAR26.
jKIRI] Hemangioma
pada columella,
sulit dieksisi dan
rekonstruksi pra
operasi.
!KANAN] involusi
pasca injeksi steroid
intra lesional.
MANAJEMEN
Meski umumnya mengalami involusi spontan, tindakan operatif dilakukan
segera d an secara agresif pada keadaan sebagai berikut:
1. Obstruksi jalan napas
2 . Gaga I jantung
3. Utserasi dan perdarahan yang tidak terkendali
'· 4: lnfeksi berulang yang sulit dikendalikan
5. Trombositop enia
6. Obstruksi struktur vital, misalnya mata atau kana lis audit orius
7. Obstruksi aksis visual
8. Gangguan pertumbuhan tulang
9. Lesi kecil (sehingga mudah d iangkat tanpa risiko kosmetik
maupun fungsional)
10. Nyeri.
Manajeme n hemangioma:
1. Te rapi bedah (Gambar 25 dan 27): Operasi tanpa perlu takut banyak
perdarahan sebagaimana malf ormasi vasku lar. Begitu diketahui besarnya
masih sebesar t iti k merah, bisa dioperasi dan bekasnya hanya b erupa garis
merah 3-5 mm. Bila hemangioma te lah memb esar dan dioperasi karena
alasan perdarahan, infeksi at aupun kemungkinan menutupi pandangan
(KIRI BAWAHJ
Hemangioma
lidah, pasien usia 2
bulan,pra operasi.
(KANAN BAWAHJ
operasi mencegah
perdarahan. Post
operasi 2 minggu,
tidak mengganggu
fungsi lidah.
mata, maka defek kulit epitel yang terjadi dapat ditutup dengan Skin Graft
atau Flap.
2. Penanganan perdarahan dan ulserasi (Gambar 25).
3. Mengatasi komplikasi.
4. Terapi non bedah (Gambar 26): kostikosteroid, interferon alfa, laser,
kemoterapi, pressure therapy, thermal therapy/cryotherapy, radiasi,
embolisasi dan skleroterapi, tentunya dengan mempertimbangkan efek
negatif sistemik.
5. Observasi secara berkala untuk memantau perjalanan penyakit.
KOMPLIKASI
a. Problem psikososial pada keluarganya
b. Gangguan penglihatan (amblyopia, strabismus) bila terlambat dioperasi
c. Perdarahan
d. Perubahan bentuk organ misalnya bibir dan p a lpebra.
Noma
REKONSTRUKSI KELAINAN DI MUKA
C. Defek kantus
1. Pada defek kantus medial bila terdapat kerusakan pada sistem drainase
lakrimal, maka harus diperbaiki lebih dahulu
2. Tendon kantus medial dan lateral harus dipast ikan tetap melekat pada
tulang
3. Bila defek kulit kecil di atas kantus dapat dijahit langsung, sedangkan
bila besar dapat ditutup d engan flap atau full thickness skin graft.
REKONSTRUKSI lllDUNG
I. ANATOMI HIDUNG
A. Hidung dibagi menjadi tiga bagian, yaitu atas (tulang hidung dan septum
tulang), tengah (tulang rawan lateral atas dan septum tulartg rawan), dan
bawah (tulang rawan alar).
B. Jenis kulit dibagi dua, yaitu kulit tipis (dorsum nasi dan kolu mela), dan
kulit tebal (ujung hidung dan ala).
C. Peredaran darah: a. angular cabang a. fasialis, a. labial is superior,
a. oftalmika cabang dorsonasal, dan a. maksilaris interna cabang infraorbita.
D. Persarafan:
1. Sensorik: N V (trigeminus) yaitu N V1 (oftalmika) dan V2 (maksilaris)
2. Motorik: N VIII (fasialis).
B. Rekonstruksi yang baik harus mengganti seluruh lapisan kulit yang hilang
dengan jaringan yang serupa, yaitu termasuk mukosa hidung, penyangga
struktur hidung, dan ku lit penutup hidung.
61
adanya invasi tumor ke tulang.
REKONSTRUKSI PIPI
I. Tujuan rekonstruksi pada pipi adalah menutup defek, mengemb alikan
fungsi, dan mempertahankan estetika.
II. Defek kecil pada pipi dapat d itutup secara primer setelah dilakukan insisi
elips. Ahli bedah harus mengusahakan parut yang pendek dan sejajar
dengan arah lipatan kulit. Defek yang lebih besar dapat ditutup dengan
menggunaka n graft atau lebih baik menggunakan flap.
Ill. Pada defek jaringan lunak yang lebih besar, penggunaan konsep unit
estetika dalam rekonstruksi dapat mengurangi kemungkinan terjad inya
deformitas. Unit estetika pipi d ibagi menjadi 3 daerah yang saling
bertumpuk, yaitu daerah subo rbita l, p reaurikular, dan buccomandibular.
Parut yang ditempatkan pada perbatasan un it-unit est etika dapat lebih
menyamarkan penampakannya.
REKONSTRUI<SI TELINGA
I. Kelainan pada telinga dapat disebabkan oleh kelainan kongenital atau
didap·at.
'· a. Kelainan b aw aan: Mikrotia, telinga menonjol, Kriptotia, tel inga seperti
kele lawar.
b. Kelainan didapat: keganasan, trauma, ata u cedera suhu.
II. Rekonstruksi telinga akibat kelainan bawaan dilakukan sesuai lokasi kelainan
dan luasnya defek. Umumnya d ilakukan pada usia 7 tahun, digunakan flap,
dan bila perlu ditambahkan graft tulang rawa n dari sisi yang sehat.
Ill. Pada rekonstruksi total dapat digunakan jaringan tulang rawan dari daerah
iga sebagai kerangka telinga, dan ditutup dengan flap dan graft dari kulit
sekitar telinga.
PATOFISIOLOGI
1. Sering didahului penyakit berat, misalnya campak, malaria, cacar air,
tuberkulosis (pada campak terjadi penurunan interleukin 12 yang diperlukan
dalam mediasi imunitas seluler).
2. Terjadinya acute necrotizing gingivitis. Dalam hal ini peranan virus herpes
mung kin saja terjadi, yaitu pada anak-anak dengan higiene mulut yang
jelek.
3. Ditemukan pula kuman lain sebagai penyerta yaitu Prevotella lntermedia,
Alpha Hemolytic Streptococcus, Actinomyces sp.
4. Penelitian di Afrika oleh Cyril 0. Enwonwo dkk. Tahun 1999 menemukan
penurunan kadar Zinc (<1 0,8 umoi/L}, Retinol (<1 ,05 umoi/L), Ascorbate
(<11 umoi/L), dan peningkatan kadar kortisol bebas pada saliva pasien
dengan noma.
5. Setelah terjadi nekrosis pada jaringan lunak, nekrosis dapat berlanjut pada
tulang sehingga terjadi Fusi Maksila sehingga mandibula dan pasien akan
terkunci mulutnya.
MANAJEMEN
1. Pada stadium akut terapi oleh bagian anak dengan eradikasi infeksi,
63
perbaikan gizi, dan nekrotomi.
2. Pada kasus lanjut, jaringan parut bisa dipakai sebagai inner lining, fusi
tulang dibebaskan, dan dilakukan penutupan raw surface tanpa usaha untuk
memperbaiki defek atau kekurangan jaringan lunaknya pada saat yang
bersamaan. Pasien sekaligus dilatih membuka dan menutup mulut.
GAMBAR29.
Pasien noma dewasa, pasca e ksisi jaringan parut, membebaskan fusi mandibula
[KIRI]
maksila, dan dilatih buka mulut kurang lebih 6 bulan.
[KANAN] Pasca caterpilllar/jump flap dari inguinal ke pergelangan tangan lalu ke defek
mulut untuk menutup inner lining dan outer lining.
64
KELAINAN
DEFINISI Bib ir sum bing adalah terd apatnya celah pada bibir atas yang sering
disertai cel ah palatum, yaitu terd apat ce lah pada atap/l angit -langit mulut
sehingga t erdapat hubung an langsung antara hidung dan mulut.
FAKTOR RESIKO
a. Riwayat Penyakit Keluarga (contoh : Sind rom Van der Woude), tingkat
rekurensi 2-6% tergantung p ada riwayat kelu arga .
b. Etnik/Ras: Asia > Kaukasia
c. Penggunaan ant ikonvu lsan pada penderit a epilepsi dan pada ibu hamil
d. Usia orang .tua: usia kedua orang tua > 30 tahu n, risiko semakin tinggi
e. Riwayat .sum bing pada orang tua/keluarga.
PATOFISIOLOGI
A. Timbul b ila ada gangguan saat perkembangan wajah d i usia keham ilan
3-8 minggu (terut ama usia kehamilan S-6 minggu).
B. Terjadi akibat:
1. Gagalnya penyatuan tonjo lan nasal medial dan tonjolan maksila pada
sat u sisi (sum bing bibir unilateral) atau pada kedua sisi (sumbing bibir
b ilateral).
2 . Gagalnya penyatu an tonjolan palatum median (b erasal dari tonjolan
Frontonasa l dan tonjolan Nasal Medial) dan t onjolan palatum lateral
(berasal dari tonjo lan maksila) yang menyebabkan sumbing palatum.
KLASIFIKASI
a. Sumbing bibir unilateral: Microform cleft lip, Incomplete cleft lip,
Complete cleft lip
DIAGNOSIS
A. Bibir sumbing (dengan atau tanpa s umbing palatum/cleft palate)
1. Jaringan yang t e rlibat:
a. Dapat meliputi hanya batas vermilion
b. Beberapa kasus sampai pada palatum dan dasar hidung.
2. Dapat dihubungkan dengan gangguan/abnormalitas gigi.
3. Sumbing dapat unilateral atau bilateral.
4. Sering d ihubungkan dengan abnormalitas kolumela.
GAMBAR30.
(KIRI ATAS) Bibir sumbing satu sisi tidak lengkap (Incomplete Unilateral cleft lip), pra-operasi.
(KANAN ATASI pasca-operasi. (KIRI BAWAH) Bibir sumbing satu sisi lengkap (Complete Unilateral cleft
lip and palate), pra-operasi. (KANAN BAWAH] Pasca-operasi.
67
GAMBAR31 .
(KIRI] Bibir sumbing dua sisi tidak lengkap (Incomplete Unilateral cleft lip], pra-operasi.
(KANAN) Pasca-operasi.
B. Sindrom EEC
1. Ectrodactyly (split tangan dan kaki)
2. Ectodermal dysplasia
3. Sum bing bibir dan palatum (cleft).
C. Sindrom Trisomi 13
1. Holoprosencephaly
2. Amnion Rupture Sequence.
68 UN
GAM BAR 32. Sindrom Pierre-Robin.
TATALAKSANA PEMBEDAHAN
A. PERIOPERATIF
1. Kriteria Pre-operatif yang siap dioperasi
a. Tak ada tanda infeksi sistemik dengan tanda demam yang bisa disertai
leukositosis.
b. Hidrasi/cairan tubuh anak baik, Ht ~ 30%.
2. Pasca operatif
a. Pernafasan nasal yang baik.
b. Asupan cairan pada 3 minggu pertama pasca bedah yang adekuat.
c. Menjaga bagian yang dibedah agar tidak tersentuh oleh anak (siku
dibidai dengan karton, dibungkus kapas).
GAMBAR33.
Teknik Modifikasi Rotation Advancement
Millard pada sumbing sisi kiri komplit.
Tujuan desain adalah menurunkan titik 3
agar satu level dengan titik 2.
69
B. OPERASI BIBIR SUMBING
1. Metoda Rotation Advancement meyupakan dasar dari desain operasi.
2. Dapat dikerjakan pada usia sekitar 3 bulan, berat badan > 5 kg,
Hb>10gr%.
3. Revisi dapat dilakukan pada usia pra sekolah
A. Koreksi pembedahan hidung
Pada saat perbaikan palatum atau pada masa remaja
B. Perbaikan sumbing palatum
1. Waktu perbaikan tergantung tipe variasi kerusakannya
2. Biasanya diperbaiki sekitar usia 1,5 tahun (saat mulai belajar bicara)
3. Gangguan bicara dapat terjadi jika perbaikan ditunda hingga usia
3 tahun.
KOMPLIKASI AWAL
a. Jebol
b. lnfeksi
c. Perdarahan
d. Kematian.
:.-, TUJUANPERBAIKAN
1. Menyeimbangkan cupid's bow, yaitu satu levelnya titik 3 dan titik 2
2. Menyamakan ketinggian vertikal bibir, antara bagian yang sumbing
dan tidak
3. Menyamakan ketinggian vermilion pada bagian lain yang d iperbaiki
4. Menjaga lajur dan lesung filtrum
5. Menyamakan panjang columella bagian yang sumbing dan tidak
6. Penempatan parut yang tidak terli hat pada garis kulit alami, yaitu pada lajur
filtrum
7. Mengembalikan fungsi dan orientasi otot Orbicularis oris
8. Mengembalikan sulcus labiobuccal
9. Menyeimbangkan dan reposisi basis ala nasi
10. Menaikan /ower lateral cartilage terdepresi pada cuping hidung
11 . Menyamakan kemba li segmen maxilla yang biasanya hipoplasi.
70 AH Pt.ASlliiC REM:ONS'TM.IK5~
SUMBING MUKA DAN KRANIAL
DEFINISI Sumbing muka dan kranial atau sumbing kran iofasial adalah
terdapatnya celah pada struktur muka dan kranial. Sumbing muka dan
kranial yang melibatkan tulang dan jaringan lunak terdapat di sepanjang
garis-garis penyatuan struktur kraniofasial. Sumbing di daerah orbita dapat
mempengaruhi bola mata dan otot-otot ekstraokular.
KLASIFIKASI
Biasanya digunakan klasifikasi Tessier
1. Sum bing di atas tepi kelopak mata disebut sumbing kranial
2. Sumbing di bawah tepi kelopak mata disebut sumbing muka
3. Sumbing kranial dan muka biasanya muncul bersamaan, yaitu pada dua
lokasi dengan jumlah angka 14 (misalnya sumbing di garis 0 dan 14,
4dan10).
Klasifikasi Tessier paling bermanfaat bagi ahli bedah plastik ka rena klasifikasi
tersebut menghubungkan penampakan klinis dengan anatomi pembedahan.
Klasifikasi Tessier juga mengintegrasikan topogr~fi observasi klinis dengan
gangguan skeletal yang mungkin terjadi.
MANAJEMEN
Untuk memudahkan pembahasan dan penatalaksanaan di lapangan, maka
sumbing muka dan kranial dibagi dalam empat grup besar sesuai dengan
klasifikasi Tessier, yaitu
1. SUMBING ORAL-NASAL
a. Karakteristik grup ini ditandai adanya sumbing di daerah antara garis
tengah dan cupid's bow, akibatnya terjadi gangguan struktur pada bibir
dan hidung
b. Dalam klasifikasi Tessier mencakup sumbing nomor 0,1 ,2, dan 3
2. SUMBING ORAL-OKULAR
a. Grup ini mencakup kelainan yang menghubungkan rongga mulut dan
'· orbita tanpa ada gangguan pada hidung. Kelainan ini mumcullateral
dari cupid's bow, sedangka n struktur muka bagian tengah secara umum
t etap baik.
b. Dalam klasifikasi Tessier mencakup sumbing nomor 4, 5, dan 6.
c. Operasi dilakukan secara bertahap, bekerjasama dengan dokter mata
karena sering ditemukan kelainan pada mata itu sendiri. Tujuan operasi
adalah untuk menjaga stru ktur bola mata dan kemampuan penglihatan.
d. Operasi harus segera dilakukan karena kemungkinan menyebabkan
gangguan penglihatan.
72
b. Perbaikan sumbing muka nomor 7 dilakukan pada awal kehidupan,
dengan menyatukan kulit, mukosa, dan otot.
c. Perbaikan sum bing nomor 8 dan 9 melibatkan rekonstruksi kantus
lateral dan memperbaiki posisinya pada orbita.
Tulang muka sifatnya berbeda dengan tulang panjang, sifatnya spongiosa dan
lebih vaskuler dibandingkan tulang cortical/tulang panjang sehingga dalam
waktu 5-6 minggu penyembuhan fraktur sudah selesai, sudah rigid.
74
Karakteristik 385 pasien fraktur tulang muka, pada penelitian oleh Fawzy dan
Sudjatmiko di RSCM Jakarta sejak April 2004-Maret 2006, mendapati:
348 pasien pria (90,4%), 37 pasien perempuan (9,6%)
107 pasien (27,8%) menderita cedera kepala sedang sampai berat
278 pasien (72,2%) menderita cedera kepala ringan
90 pasien menderita fraktur mandibula, 267 pasien menderita fraktur
midface (muka bagian tengah), 28 pasien merupakan kombinasi
232 pasien (60,3%) menggunakan helm, 153 pasien (39,7%) tanpa
menggunakan helm.
GAM BAR 37. FRAKTUR LEFORT KOMPLEKS 1·111. Secara klinis garis patah tidak harus seperti gambar ini.
D. Radiologis:
1. Foto AP: walaupun garis patab kadang tidak jelas, dengan
membandiingkan sisi kontralateral, bisa ditemui diskontinuitas
tulang secara radiologis. Perhatikan pengisian sinus oleh darah yang
menyebabkan pengaburan gamba r sinus.
2. CT Sca n bisa melihat garis patah yang tidak nampak dalam foto
radiologi biasa. CT Scan 3-Dimensi akan menggambarkan bentuk
tukang muka keseluruhan dan lubang tu lang yang patah atau melesak
dapat dikenali dengan lebih jelas, dikerjakan atas indikasi khusus.
MANAJEMEN
A. Penanganan awal
a. Pri mary survey: Airway, Breathing, Circulation dan selanjutnya t etap
diawasi.
b. Secondary survey: pemeriksaan leher, neurologis, scalp, orbita, telinga,
hidung, wajah bagian tengah, mandibula, rongga mulut, dan oklusi.
Adanya cedera kepala (brain injury) dapat menu nda timing operasi
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) pada fraktur tu lang muka.
c. Bila ada luka, ditutup dengan kasa lembab sambil menunggu
terapi definitif.
d. Fraktur mandibula bilateral harus distabilkan agar tidak mengganggu
jalan napas.
e. Bila ada hematoma sept um nasi atau hemato ma auricula, harus d ilakukan
drainase dan di lanjutkan dengan balut tekan/tamponade hidung.
Trauma kendaraan sepeda motor atau luka tembak sebagai contoh, dapat
menyebabkan trauma berat pada wajah sehingga membutuhkan p rosedur
bedah multipel dan membutuhkan perawatan lama. Laserasi jaringan lunak
karena bekas luka biasanya dapat diatasi dengan lebih maksimal oleh ahli
bedah plastik.
77
PENCEGAHAN Perlengkapan keselamatan dengan helm (pengaman
kepala) yang melindungi sampai rahq_ng bawah dapat unt uk mencegah trauma
maxillofacial.
GA M BAR 39.
Laki-laki, 30 tahun. Riwayat kecelakaan lalu lintas, dengan nyeri dan sedikit perdarahan
dari mulut. Pemeriksaan fisik: jelas terdapat maloklusi. Pada angulus mandibula kiri tampak
jelas garis fraktur, juga pada simfisis mandibula.
[KIRI ATASI Pra operasi. [KANAN ATASJ Pasca operasi dengan fiksator archbar pada geligi
agar tercapai oklusi yang baik. [PEMERIKSAAN RADIO LOGISJ Dijumpai garis fraktur jelas
pada angulus mandibula kiri dan simfisis (fraktur segmental)
DEFINISI Luka bakar adalah kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh api,
atau oleh penyebab lain seperti oleh air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.
Kerusakan dapat menyertakan jaringan d i bawah kulit.
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal sampai fase
lanjut . Luka bakar juga dapat menyebabkan koagulasi nekrosis pada kul it dan
terpaparnya jaringan hingga lapisan dalam termasuk efek terhadap sistem
organ lainnya .
PATOFISIOLOGI
• Keparahan luka bakar berhubungan dengan suhu dan lamanya pajanan
terhadap sumber panas.
• Kulit memiliki kandungan air yang tinggi,' sehingga mengalami overheat
secara perlahan, dan sebaliknya juga mendingin secara perlahan.
'· • Panas akan terus menembus jaringan yang lebih dalam meski sumber
panas telah disingkirkan. Pendinginan yang segera setelah luka bakar dapat
mengurangi suhu kulit yang terkena panas, akan tetapi kurang bermanfaat
pada luka bakar yang luas.
• Daerah luka bakar terbagi 3: sentral (Zona Koagulasi),
tengah (Zona Stasis), dan luar (Zona Hiperemia).
• Perubahan mikrosirkulasi: penurunan aliran darah diikuti vasodilatasi
ar:teriol. Mediator endogen meningkatkan permeabilitas kapiler
yang menyebabkan edema dan hipoproteinemia. Hipoproteinemia
menyebabkan berpindahnya cairan ke jaringan interstisial.
80
d. Lokasi
e. Usia.
ANAMNESJS/PENYEBABNYA
Luka bakar dapat disebabkan oleh api, cairan panas, bahan kimia, uap panas,
ledakan, dan sebagainya. Penting juga diketahui lamanya dan lokasi pajanan.
Konsumsi obat-obatan atau alkohol terakhir juga perlu ditanyakan. Mekanisme
cedera yang berhubungan juga perlu ditanyakan, misalnya ledakan, jatuh,
kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya .
B. Derajat 2
Kerusakan mengenai seluruh epidermis disertai sebagian dermis, terasa
nyeri, kulit kemerahan, edematous, dan timbu l bulae. Luka bakar derajat 2
dibagi 2 jenis, yaitu :
• Superfisial,. Kulit kemerahan, edematous, timbul bulae, nyeri. Banyak
sel basal selamat, alat-alat di bagian dermis masih baik, pelebaran
pembuluh darah. Sembuh dalam 2 minggu dengan tanpa parut atau
parut minimal.
Derajat 1
Derajat 2
Dangkal
Derajat 2
Dalam
Derajat 3
GAM BAR 40. Kedalaman
luka bakar pada kulit,
dibagi atas derajat 1,
derajat 2 dangkal, derajat
2 dalam, dan derajat 3.
81
• Dalam. Kerusakan lapisan epidermis dan sebagian dermis, masih basah
tapi tampak pucat, nyeri kuran..9 dibandingkan derajat 2 superfisia l.
Dapat sembuh dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan disertai
jaringan parut.
c. Derajat 3
Kerusakan se luruh lapisan dermis atau lebih dalam. Tampak epitel
terkelupas dan, daerah putih karena koagulasi protein dermis. Derm is yang
terbakar akan mengering dan menciut disebut eskar. Tidak ada perfusi
GAMBAR41.
Luka bakar derajat 1.
[KIRI ATAS]
[KANAN ATAS] Derajat 2 dangkal.
[KIRI BAWAH] Derajat 2 dalam.
[KANAN BAWAH] Derajat 3.
darah dan tak ada sensasi rasa nyeri. Penyembuhan spontan tidak mungkin
terjadi.
Setelah minggu kedua tampak jaringan granulasi yang harus d itutup
dengan skin graft, bila dibiarkan akan terjadi kontraktur Qaringan parut yang
meneba l dan menyempit).
Penilaian berbeda pada anak karena ukuran kepala-dada dan tungkai berbeda
Anak 5 tahun:
• Kepala : 14%.
• Tungkai, kaki : 16%.
• Bagian lain sama dengan dewasa.
Bayi 1 tahun:
• Kepala, leher : 18%.
• Tungkai khaki: 14%.
• Bagian lain sama dengan dewasa.
Cara perhitungan yang lain menggunakan Lund and Browder Chart, mungkin
lebih tepat, tapi sukar dipakai sebagai acuan dalam praktek sehari-hari
(Gambar 41).
GAMBAR42.
Menggunakan t elapak tangan untuk mengukur luas luka
bakar. Satu telapak tangan pend erita = 0.78% Total Body
Surface Area/TBSA (Amirsheybani HR, Crecelius GM,
Timothy NH, Pfeiffer M, Saggers GC, Manders EK. Plast ic
& Reconstructive Surgery. 107(3):726-733, Mar 2001).
c c
IIIII DEEP
SUPERFICIAL
REGION %
HEAD
NECK
ANT. TRUNK
POST. TRUNK
RIGHT ARM
LEFT ARM
BUTIOCKS
GENITALIA
RIGHT LEG
LEFT LEG
TOTAL BURN
GAMBAR43.
LUND AND BROWDER CHART
84
USIA
Luka bakar terjadi pada usia ekstrem dapat membawa morbiditas dan
mortalitas lebih besar. Perhatian terhadap usia <3 atau >60 tahun, karena
imunitas kurang dibanding usia lainnya .
LOKASI
Wajah dan leher, tangan, kaki dan Perineum (area primer) memerlukan
perhatian khusus.
SEDANG
• Derajat 2 :15-25%
• Derajat 3 kurang dari 10%, kecuali muka, kaki, tangan.
RINGAN
• Derajat 2 kurang dari 15%.
FAKTOR KO-MORBID
Penyakit kardiovaskuler, respirasi, renal, penyakit metabolik.
MANAJEMEN
1. Pertolongan Pertama
• Jauhkan dari s umber trauma
2. Perawatan Luka
• Cuci dengan larutan detergen encer, bilas dengan air mengalir (kran)
• Ku lit yang terkelupas dibuang, bulae jangan d ikel upas
• Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < Sec dibiarkan
• Luka dikeringkan, d iolesi m ercurochrom atau SSD
• Perawatan terbuka atau tertutup dengan balutan
• Pasien dipindahkan ke tempat steril.
86
• Bila d iuresis < 1cc/kgBB 2 jam berturut-turut, tetesan dipercepat 50%
• Bila diuresis > 2cc/kgBB 2 jam berturut-turut, tetesan diperlambat 50%.
4. N utrisi
• Cara pemberian: enteral dan parenteral
• Persamaan Harris-Benedict untuk kebutuhan kalori: kebutuhan kalori 24
jam= (25 kka l x kg BB) + (40 kkal x %TBSA)
• Protein: 2,5-3 g/Kg per hari (dewasa), 3-4 g/Kg per hari (anak)
• Pada pasien dengan luka bakar luas dapat dilakukan pemantauan kadar
prealbumin untuk memantau keadaan nutrisi pasien.
KOMPLIKASI
• Parut yang sukar diperba iki
• Kontraktur
• Cacat tubuh
• Kematian.
PROGNOSIS Hasil terbaik tergantung pada ukuran luka bakar dan usia
pasien sendiri.
KONTRAKTUR AKIBAT LUKA BAKAR
DEFINISI Komplikasi serius pada luka bakar yang terjadi akibat reorganisasi
kolagen. Terjadi pada saat scartelah matang, menebal, dan akan mengencang
dan menahan gerakan. Kontraktur dibagi menjadi 2:
1. Kontraktur ekstrinsik: Parut yang berbat as tegas, menarik ja ringan
sekitar (kulit yang memendek). Membutuhkan pembebasan segera.
2. Kontraktur intrinsik: Kontraktur langsung dari suatu organ, misalnya
tendon. Butuh rekonstruksi khusus dalam pembebasannya.
PENYEBAB Parut sudah kering tapi belum matang. Akibat gerakan sendi
maupun gravitasi, kapiler baru pecah sehingga timbul perdarahan dan
penyembuhan luka yang mulai dari awal lagi . Jaringan fibrosa akan teballalu
mengkerut.
..
GAMBAR 44. [KIRI) Kontraktur pada Aksila. [KANAN) Pasca release kontraktur de ngan flap da n gra ft.
MENCEGAH KONTRAKTUR
a. Balut tekan hingga lemas atau menggunakan pressure garment
b. Bidai 3 minggu dilanjutkan bidai di malam hari saja.
WAKTU OPERASI
a. Disarankan untuk menunda intervensi bedah setelah parut telah
sepenuhnya matang, biasanya 18-24 bulan setelah terbakar.
b. Operasi dapat dipercepat b ila terdapat masalah kelangsungan hidup
jaringan tubuh dan gangguan fungsi, contohnya pada kontraktur sendi
proksimal interfa lang.
c. Menunggu waktu operasi dapat mengganggu keadaan psikologis dan
pekerjaan pasien. Pertimbangkan untuk dilakukan konsultasi psikiatrik.
d. Kepastian waktu operasi disesuaikan dengan keadaan pasien.
89
METODE OPERAS!
PEMBEDAHAN UNTUK KON TRAKTUR
a. Dilakukan eksisi parut untuk merelease kontraktur sehingga gerakan sendi
bisa bebas
b. Luka ditutup skin g raft
c. Rekonstruksi dengan flap untuk menutup bekas parut tersebut.
TUJUAN
a. Memaksimalkan fungsi
b. Memfnimalkan kerusakan/kecacatan
c. Memp erbaiki penampilan.
Ulkus Dekubitalis
POTENSJ PENYEBAB
a. Produksi androgen abnormal
b. Perbedaan sensitivitas terhadap hormon androgen pada jaringan yang
berhubungan, misalnya tuberkulum genital
c. Estrogen dari lingkungan.
PATOFISIOLOGI
a. Lipatan uretra bisanya bergabung pada raphe di garis tengah, dari
perineum hingga glans. Hipospadia terjadi karena lipatan uretra gagal
menyatu secara lengkap.
b. Perkembangan dipengaruhi testosteron yang menginduksi virilisasi
genitalia eksterna.
KLASIFIKASI
Sesuai posisi meatus uretra eksterna
a. Anterior: Glanular, koronal, subkoronal.
b. Tengah: distal penile, midshaft, proximal penile.
c. Posterior: penoskrotal, skrotal, perineal.
GAM BAR 47. [KIRIJ Hipospadia tipe glanular. [TENGAH) Tipe penile. [KANAN) Tipe penoskrotal.
KELAINAN PENYERTA
1. Tidak ada yang spesifik, harus dicari misalnya atresip ani
2. Pembesaran prostatic utricle (1 0-15%). Hal ini menyulitkan kateterisasi
3. Intersex (9%), genitalia meragukan antara pria atau wanita
4. Undescended testis.
93
sudah lunak
• Dibuat insisi paralel pada..tiap sisi uretra sampai ke glans, lalu dibuat
pipa dari kulit dibagian tengah
• Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit
preputium dibagian lateral yang ditarik ke ventral dan dipertemukan
pada garis median
Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas
luka operasi I telah matang.
KOMPUKASI
1. Fistula uretrocutaneous
2. Stenosis uretra
3. Striktur uretra
4. Twisted penis.
'·
ULKUS DEKUBITALIS
DEFINISI Nekrosis atau Ulserasi akibat t ekanan yang lama, biasanya t erjadi
pada pasien yang mengalami imobilisasi.
ETIOLOGI
A. ETIOLOGI UTAMA
1. Tekanan
a. Tekanan kapiler normal 12-32 mmHg, bila tekanan jaringan lebih dari 32
mmHg, sirkulasi setempat menurun dan terjadi iskemi
b. Saat terlentang tekanan pada tum it dan sakrum mencapai 40-60 mmHg,
sedangkan saat duduk tekanan pada iskium dapat mencapai 100 mmHg
c. Semakin tinggi tekanan, semakin singkat waktu yang diperlukan untuk
terjadi iskemi
d. Meski tekanan melebih i tekanan kapiler, terjadinya Ulkus Dekubitalis
dapat dicegah dengan menghilangkan tekanan secara periodik (ubah
posisi setiap 2 jam).
2. Regangan: meregangkan pembuluh darah, menyebabkan trombosis
dan iskemi.
3. Gesekan: trauma mekanik pada epidermis saat pemindahan posisi pasien.
4. Kelembaban: menyebabkan maserasi, dapat t erjadi akibat lnkontinensia
atau infeksi, dan selanjutnya menjadi ulkus.
B. ETIOLOGI TAMBAHAN
1. Malnutrisi
2. Gangguan saraf sensoris (cedera daerah Vertebra)
3. lnfeksi pada luka
4. Usia
5. lmobilisasi
6. Penyakit sistemik: Diabetes Mellit us, merokok, penyakit pembuluh darah.
'
GAM BAR 48.
Lokasi ulkus dekubitalis yang paling sering.
Kiri pad a.Posisi supinasi (terlentang), kanan
pada pasien dengan posisi duduk.
MANAJEMEN
A. PENCEGAHAN:
1. Mengatasi faktor risiko utama
a. Hilangkan tekanan: pasien terlentang berubah posisi setiap 2 jam,
pasien duduk diangkat setiap 10 men it selama lebih dari 10 detik
b. Minimalkan ke lembaban dengan·sering mengganti pakaian dan seprai
c. Minimalkan regangan dengan penempatan posisi yang nyaman dan
sesuai
d. Minimalkan gesekan dengan cara pemindahan yang hati-hati.
GAMBAR49.
Ulkus dekubita/is pada punggung dan sakrum-iskium.
[KIRI] Pra-operasi. [KANAN] Pasca skin graft pada daerah sakrum-iskium kanan. Pasien tidak
mengalami gangguan sensibilitas permanen.
~·
98 lit REKONSTRUXII
LESI KUKU: INGROWING TOENAIL
DEFINISI Luka kronik pada jari kaki akibat adanya kuku yang tumbuh berlebih
dan melukai tepi jari.
FAKTOR RESIKO
1. Memotong kuku yang tidak baik sehingga tepinya melukai jaringan lunak
waktu berdiri
2. Hiperhidrosis, suasana lembab dalam sepatu menyebabkan mudahnya
tumbuh bakteri dan kulit mudah maserasi
3. Sepatu yang terlalu sempit
4. Kebersihan kaki yang buruk
5. Pergerakan kaki yang salah
6. Deformitas di kaki .
PATOFISIOLOGI
1. Kuku yang relatif melebihi yang normal tumbuh melukai sisi lateral nail
groove, kemudian bakteri dan jamur dapat masuk.
Kuku juga dapat dianggap tubuh sebagai benda asing dan menghambat
penyembuhan luka.
G AMBAR 51. INGROWING TOENAIL pada jari kaki kiri bagian medial, sampai ke bagian proksimal. Perlu
dilakukan operasi "nail plasty." Perhatikan pada gambar kiri, daerah yang mengalami inflamasi.
[TAMPAK DEPAN) penonjolan jaringan lunak tepi kuku akibat proses peradangan.
99
2. Adanya hipertrofi pada nail fold distal menyebabkan pasien tidak dapat
memotong seluruh kukunya ·dan menyisakan sisa kuku yang berbentuk
seperti duri yang disebut "fishhook nail". Keadaan tersebut menyebabkan
ingrowing toenail bertambah parah.
MANAJEMEN
1. Prinsip manajemen adalah menghilangkan dan mencegah adanya kuku
yang melukai sisi lat eral nail groove.
2. Bila ingrowing toenail pada bagian distal saja, maka dapat dilakukan
manajemen konservatif, diantaranya:
a. Mengganjal batas kuku dan lateral nail groove menggunakan kapas
yang diberi pelembab
b. Splinting mengunakan potongan selang i nfus yang diletakkan di antara
kuku dan lateral nail groove, dipertahankan selama 3-4 minggu
c. Abrasi untuk menipiskan permukaan kuku (kecuali bagian tepi) dapat
membuat kuku lebih fleksibel
d. Menarik lateral nail groove ke arah plantar dengan menggunakan
perekat kulitlplester.
100
:-.;\I 0.1\11 ~ Ll.ll
Sammer D. Tissue Injury and Repair: Skin Structure. Dalam Brown DL, Borschel GH, editor.
Michigan Manual of Plastic Swrgery. Lippincott Williams&Wilkins. Philadelphia 2004.
(Hal. 1-2)
1\HHH \111-.RO
1. Borschel GH. M icrosurgery. Dalam Brown DL, Borschel GH, editor. Michigan Manual
of Plastic Surgery. Lippincott Williams&Wilkins. Philadelphia: 2004. (Hal. 38-431
2. 5henaq SM, Sharma SK. Principles of Microvascular Surgery. Dalam Aston SJ, Beasley
RW, Thorne CH, editor. Grabb and Smith's Plastic Surgery. Edisi 5. Lippincott-Raven.
Philadelphia: 1997. (Hal. 73-771
"lt,ROI IIIR0\1'
1. Petro A. Benign Skin Lesions: Neurofibroma. Dalam Brown DL, Borschel GH, editor.
Michigan Manual of Plastic Surgery. Lippincott Williams&Wilkins. Philadelphia: 2004.
(Hal. 78]
2. Zarem HA, Lowe NJ. Benign Growth and Generalized Skin Disorders. Dalam Aston
SJ, Beasley RW, Thorne CH, editor. Grabb and Smith's Plastic Surgery. Edisi 5.
Lippincott-Raven. Philadelphia: 1997. (Hal. 150-15 1)
3. Alphen, HAM. Tumor Susunan Saraf. Onkologi. Edisi 5. Panit ia Kanker RSUP dr.
Sardjito. Yogyakarta.1999. (Hal. 565-87]
4. Neurofibroma. (Online). Dapat diakses di: www.usc.edu/hsddental/opath/cards/
neurofibroma.html
5. Neurofibroma. (Online). Sept 2006. Dapat diakses di: http:/len.wikipedia.org/wiki/
neurofibroma
6. Neurofibroma. Chilren's Hospital Boston. (Online). Dapat diakses d i: www.
childrenshospital.org/az/site 1085/printerfriendlypageS1 085PO.html
7. Neurofibroma. (Online). Dapat diakses di: www.maxillofacialcenter.com/bondbookl
softtissue/neurofib.html
"' \l.i~
Netscher D, Spira M, Cohen V. Benign and Premalignant Skin Lesion: Tumors of
Melanocyte System . Dalam Achauer BM, Eriksson E, Guyuron B, Coleman Ill JJ, Russell
RC, VanderKolk CA. Plastic Surgery: Indications, Operations, and Outcomes. Mosby. St.
Louis: 2000. (Hal. 305-307]
111'0.\1.-\
1. Dalam Brown DL, Borschel GH, editor. Michigan Manual of Plastic Surgery. Lippincott
Williams&Wilkins. Philadelphia: 2004.
2. American Family Pysician. Lipoma Excision. (Online). 1 Mar 2002. Dapat diakses d i:
http://www.aafp.org/afp/20020301 /901.html
3. Lipoma. (Online). Dapat diakses di: http://www.maxillofacialcenter.com/BondBookl
softtissue/lipoma.html
4. Lipoma--Topic Overview. (Online). Dapat diakses di: http://www.webmd.comlhw/skin_
and_beauty/tp21226.asp
5. Lipoma. (Online). Dapat diakses di: http://www.mayoclinic.com /health/lipoma/
DS00634
FIBROMA
Cather JC. Papule on the dorsal foot. Proc (Bayl Univ Med Cent). 2006;19:151-152.
"--STA ATEROMA
Pieter J ., Prasetyono TO H, Bisono, Halimun M . Kista. Dalam Sjamsuhidajat, DeJong W.
Buku Ajar llmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta 2005. (Hal. 3211
1. Janiga TA. Malignant Skin and Soft Tissue Lesions. Dalam Brown DL, Borschel GH,
editor. Michigan Manual of Plastic Surgery. Lippincott Williams&Wilkins. Philadelphia:
2004. (Hal. 61-73/
2. Mecht SD. Melanoma. Dalam Achauer BM, Eriksson E, Guyuron B, Coleman Ill JJ,
Russell RC, VanderKolk CA. Plastic Surgery: Indications, Operations, and Outcomes.
Mosby. St. Louis: 2000. (Hal. 325-355/
I 1\ l l I I
1. Cavaliere CM. Vascular Anomalies. Dalam Brown DL, Borschel GH, editor. Michigan
Manual of Plastic Surgery. Lippincott Williams&Wilkins. Philadelphia: 2004. (Hal. 80.81/
2. Mulliken JB. Vascular Anomalies. Da lam Aston SJ, Beasley RW, Thorne CH, editor.
Grabb and Smith's Plastic Surgery. Edisi 5. Lippincott-Raven. Philadelphia: 1997.
(Hal. 191-196/
3. Dufresne CR. The Management of Hemangiomas and Vascular Malformations of the
Head and Neck. Plastic Surgery: Indications, Operations, and Outcomes. Mosby.
St.Louis. 2000. (Hal. 973-995/
4. Kantor J. Hemangioma. University of Maryland Medical Centre. (Online). 2004. Dapat
diakse~ di: www.umm.edu/ency/article/001459.htm
'•
\1
1. Enwonwu CO, Falkler WA Jr, ldigbe EO, Afolabi BM, Ibrahim M, Onwujekwe D, dkk.
Pathogenesis of Cancrum Oris (Noma): Confounding Interactions of Malnutrition with
Infection. Am. J. Trap. Med. Hyg., 60(2), 1999, (Hal. 223-232/
2. Bourgeois DM, Diallo B, Frieh C, Leclercq MH. Epidemiology of the incidence of oro-
facial noma: a study of cases. Am. J . Trop. Med. Hyg., 61 (6), 1999, {Hal. 909-913/
3. Devi SR, Gogoi M. Aesthetic restoration of fa cial defect caused by cancrum oris: A case
report. Indian Journal of Plastic Surgery, Vol. 36, No. 2, Dec, 2003, (Hal. 13 1-133/
l I{ \l \1111 l
1. Jeffers LC. Cleft Lip. Dalam: Brown DL, Borschel GH, editor. Michigan Manual of
Plastic Surgery. Philadelphia: Lippincott-Williams&Wilkins; 2004. (Hal 151-9/
2. La Rossa D. Unilateral Cleft Lip Repair. Dalam: Achauer BM, Erikkson E, Guyuron
B, Coleman JJ, Russell RC, VanderKolk CA, editor. Plastic Surgery: Indications,
Operations, and Outcomes. St.Louis: Mosby; 2000. {Hal. 755-67/
3. Afifi GY, Hardesty RA. Bilateral Cleft Lip. Dalam: Achauer BM, Erikkson E, Guyuron
B, Coleman JJ, Russell RC, VanderKolk CA, editor. Plastic Surgery: Indications,
Operations, and Outcomes. St.Louis: Mosby; 2000. {Hal. 769-97/
4. Grayson BH, Santiago P. Presurgical Orthopedics for Cleft Lip and Palate. Dalam:
Aston SJ, Beasley RW, Thorne CHM, editor. Grabb and Smith's Plast ic Surgery. Ed. 5.
New York: Lippincott-Raven; 1997. {Hal. 237-44/
5. Byrd, HS. Unilateral Cleft Up. Dalam: Aston SJ, Beasley RW, Thorne CHM, editor.
Grabb and Smith's Plastic Surgery. Ed . 5. New York: Lippincott-Raven; 1997.
{Hal. 245-253/
6. Cutting CB. Primary Bilateral Cleft Up and Nose Repair. Dalam: Aston SJ, Beasley RW,
Thorne CHM, editor. Grabb and Smith's Plastic Surgery. Ed. 5. New York: Lippincott-
Raven; 1997. {Hal. 255-263/
7. Behrman. Nelson Pediatrics. 2000 . {Hal. 1111-1112/
8. Kirschner. Otolaryngol. Clin north Am. 2000. p.33:1191-215
9. Weintraub. Otolaryngol. Clin north Am. 2000. p.33:1171 -89
10. Cleft Lip Cleft Palate. (Online). Dapat diakses di: www.fpnotebook.com/ NIC7.htm
~
an c ~u~ery. Lippincott Williams&Wilkins. Philadelphia: 2004. (Hal. 390-396}
. B' • ~ctiojl> (Online). Dapat diakses di: www.btinternet.com/-bmphilp/
• eburn i'lrn_re~~struction.html
_;
H lJ.!~ • •
1. Coleman DJ, Banwell PE. Hypospadias. In Mathes SJ, editor, Plastic Surgery. 2nd ed.
Saunders Elsevier. Philadelphia. 2006. [Hal. !259-!2791
2. Hollenbeck BK. Nelson CP. Hypospadias. Dalam Brown DL, Borschel GH, editor.
Michigan Manual c;>f Plastic Surgery. Lippincott Williams&Wilkins. Philadelphia: 2004.
(Hal. 372-374}
3. Horton Sr CE, Horton Jr CE, Devine CJ Jr. Hypospadias, Epispadias and Exstrophy
of the Bladder. Dalam Aston SJ, Beasley RW, Thorne CH, editor. Grabb and Smith's
Plastic Surgery: Edisi 5. Lippincott-Raven. Philadelphia: 1997. (Hal. !!Ol-1lOS}
4. Baskin, LS. Hypospadias. Anatomy, Embryology and Reconstructive Techniques.
University of California. USA. (Online) 2000. Dapat diakses di: www.brazjurol.com.
br/novembro/ baskin_621 _629 .htm
5. Sastrasupena, H. Hipospadia. Kumpulan Kuliah llmu Bedah. FKUI. Jakarta. 1995.
..
~.
6.
(Hal. 428-434}
Www.mercksource.com/pp/us/cns
7. Soomro, NA., Neal, DE. Treatment of Hypospadias: an Update of Current Practice.
Hosp Med. 1998; 59:553-556. '
8. Hypospadias. Www.surgicaltutor.org.ukldefaulthome.htm? system/hnep/hypospadias.
htm-right.
9. www.pennhealth.com/. ../hypospadiasrepair_4.html
106