Anda di halaman 1dari 151

Catatan bedah toraks kardiovaskular

Bab Bedah Vaskular

Henry Sintoro
PPDS Bedah Toraks Kardiovaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo Surabaya
2015

Catatan Henry Sintoro 2015 551


Prakata;
Buku ini hanyalah sebuah corat coret catatan harian yang disusun saat
menjalani stase pendidikan bedah toraks kardiovaskular berdasarkan apa
yang dilihat, didengar dan dibaca sebagai wujud ungkapan aspirasi dan
inspirasi dan tolak ukur pribadi tentang apa yang sudah didapat selama ini.

Semoga apa yang tertulis disini dapat membantu memicu keinginan untuk menggali ilmu lebih
lanjut dengan membaca buku sumbernya atau jurnal terbaru karena apa yang tertulis belum bisa
dipertanggungjawabkan

dr. Henry P. Sintoro

552 Catatan Henry Sintoro 2015


Sejarah Ilmu Vaskular
Sejak abad kelima, dalam Empedocles of Argrigentum (500-430 BC) jantung dianggap sbg pusat sistem vascular.
Wang Shu So dlm Mei Ching menyatakan bhw jtg mengatur aliran darah dlm tubuh yg berkelanjutan dlm sebuah lingkaran dan
tdk prnh berhenti. Herasistratus (310-250 BC) pertama kali mdeskripsikan kapiler sbg small intercommunicating vessels.
Anatomi system kardiovaskular digambarkan dgn baik oleh Vassaeus dlm De Anatomen Corporis Humani tabulae
Quator 1544. Pd thn 1628, William Harvey dlm De Motu Cordis mendiskripsikan ttg sirkulasi darah.

Sejarah Phlebology
Celakannya, teori Hippocratic (460-377 BC) dlm “De Nutritione” ckp menyesatkan dg menyatakan hati seagi akar dari semua
vena dan vena membawa nutrisi utk tubuh.
Phlebology
Andre Vesale atau Vesalius dlm De Humanis Corporis Fabrica (1543) pertama kali
mendeskripsikan sistem vena dgn begitu lengkapnya. Cuma ada 3 kekurangan yg kmd
dilengkapi dari deskripsi selanjutnya yaitu adanya
1. Katup vena. Giovanni Battista Canano dlm Ostiola Sive Opercula (thn 1540) pertama
kali mendeskripsikan katup vena pd azygos, ginjal dan vena iliaca externa. Sylvius
Ambianus (thn 1555) menjelaskan adanya katup vena pd vena tungkai bawah. Frank
Cocket menyatakan tentang fungsi dari katup sebagai pencegah refluks
2. Vena perforantes. Justus Christian Von Loder (1803) mendeskripsikan vena
perforantes. Fungsi katup vena perforantes dan arah aliran darahnya kmd diperjelas
oleh Aristide August Verneuil thn 1855
3. Mekanisme aliran balik vena. Richard Lower (1670) menjelaskan aliran darah balik yg
sentripetal dalam vena dan peranan muscular pumping dlm membantu venous
return dlm bukunya “venarum tono Andreas Vesalius
1514-1564

Catatan Henry Sintoro 2015 553


554 Catatan Henry Sintoro 2015
Anatomi dan Fisiologi Vaskular?
A.ANATOMI VASKULAR
Pembuluh darah terdiri dari 3 lapis;
- Tunika intima  endotel, membrane basement dan
jaringan konektif kolagen, interna membrane elastic
- Tunika media; lapisan yang paling tebal
- Tunika adventisia, lapisan yang paling kuat

Vena yang berdiameter > 2 mm memiliki one way valve.

Apa itu perisit? Perisitoma?


Disebut jg Rouget cell/mural cell  mesenchymal like cell
yang tdpt pd dinding pbuluh darah kecil sbg pnyokong & dpt
berdiferensiasi mjd fibroblast, otot polos/ makrofag.

Perisit bperan mengeluarkan neovascular endothelial cell


survival signal mell sekresi juxtacrine dari growth factor
seperti VEGF dan factor pro angiogenik lain.
Perisit berperan dlm proliferasi, survival, migration, &
maturasi sel endotel (Shepro and Morel, 1993) & bperan aktif
dlm proses angiogenik (Betsholtz et al, 2005).

Rekrutmen dan maturasi perisit diatur oleh PDGF

Mgp pasien anemia cenderung mengalami prolonged bleeding time & pasien polisitemia cenderung protrombotik?
Eritrosit intak dan viable scr metabolik bersifat protrombotik krn berespon thd activated platelet dgn pembentukan senyawa
aktif biologis yg merekrut platelet dan mbentuk trombus. Respon ini diperkuat oleh pelepasan zat dari kombinasi suspensi
eritrosit platelet (poin 7 gb smpg). Eritrosit aktif berperan dlm platelet driven trombogenesis dan oklusi mikrovaskular.

Catatan Henry Sintoro 2015 555


ENDOTEL
Apa itu sel endotel ?

Endotel  satu lapisan sel membran semipermeabel pd bagian


dlm vaskuler  peran mempertahankan fungsi vaskuler.

Endotel berinteraksi dg mediator seluler / hormonal dlm darah /


dinding vaskuler. Endotel  beberapa bahan vasodilator lokal.

Sebagai respons rangsangan fisik dan humoral, endotel akan 


beberapa bahan yg mempertahankan tonus, pertumbuhan
vaskuler, aktifasi trombosit, adhesi monosit dan trombogenesis.

Vasoregulasi tjd akibat keseimbangan faktor relaksasi dari


endotel dan faktor vasokonstriksi sbg respons rangsangan
mekanis lokal (tekanan, geseran atau regangan), kondisi
metabolik dan berbagai bahan yg dihasilkan trombosit, proses
koagulasi (trombin), dan bbrp bahan agonis yg diaktifkan melalui
Di antara sel endotel terdapat celah yang reseptor (asetilkolin, bradikinin, serotonin dan substansi P).
menyebabkan cairan jaringan keluar dari lumen
pembuluh darah, agar permeabilitas pembuluh Endotel di berbagai organ menunjukkan heterogenitas, suatu sifat
darah terjamin. unik endotel, walaupun memiliki fungsi dan morfologi yg sama.

(Prof Teddy Ontoseno) Endotel sebagai organ endokrin dan parakrin mempunyai fungsi sebagai berikut,
a. Mempertahankan semipermeabilitas dinding pembuluh darah.
b. Mengatur proses trombosis, trombolisis, fibrinolisis dan perlekatan trombosit.
c. Mengatur tonus dan struktur pembuluh darah serta aliran darah.
d. Metabolisme hormon.
e. Mengatur sistem imun dan reaksi inflamasi.
f. Mempunyai aktivitas metabolisme lemak pada dinding arteri.
g. Mengatur pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah.
h. Mengatur leukosit dan perlekatan trombosit pada permukaan dinding pembuluh darah.
i. Memproduksi Nitric Oxide (NO)

Endotel dalam memiliki sejumlah faktor yg menekan hemostasis:


o Permukaan yang licin
o Prostasiklin
o Heparan sulfat
o Tissue factor Pathway inhibitor (TFPI)
o Thrombomodulin

(Rodak’s Hematology)

Dengan demikian bila terjadi DISFUNGSI ENDOTEL maka akan terjadi semua proses yang tersebut di atas, terutama:
1. Penurunan produksi NO
2. Peningkatan permeabilitas endotel
3. Gangguan koagulasi dan fibrinolisis
4. Penurunan kemampuan menekan reaksi inflamasi.

Disfungsi endotel, bila terjadi ketidak seimbangan antara faktor vasodilatasi dan vasokonstriksi, antar mediator prokoagulan
dan antikoagulan atau antara bahan-bahan yang menghambat dan mendorong pertumbuhan vaskuler. Pada sakit kritis
keseimbangan tersebut terganggu, mengakibatkan reaksi berantai dan menimbulkan respons mekanisme untuk
mengembalikan keseimbangan tersebut, sayangnya respons mekanisme ini ada batasnya dan tidak selamanya berhasil.

556 Catatan Henry Sintoro 2015


TUNIKA INTIMA
Lapisan plg dalam pembuluh darah  tunika intima tdd sel endotel yg tersusun rapat mjd suatu permukaan halus tanpa
patahan sehingga menyokong aliran darah dan mencegah turbulensi. Lamina elastik internal kaya elastin dg jaringan konektif
menyokong sel endotel. Pd pmbuluh darah, fibroblast pd lap jar konektif  kolagen.

Bagaimana kerja intima intak dalam mencegah trombosis intravaskular?


1. Sel endotelial sendiri berkesinambungan (continous) dan rhomboid membentuk permukaan dalam yang halus
sehingga aliran darah dpt berlangsung luminar dan mencegah turbulensi
2. Nitrit oxide, dihasilkan sel endotel dan otot polos sel vaskular (disamping netrofil & makrofag)  menghambat
vasokonstriksi pembuluh darah
3. Antikoagulan pada intima adalah
a. Protasiklin, dihasilkan sel endotel, inhibitor aktivasi platelet dibentuk dari jalur sintesis eicosanoid 
mencegah aktivasi platelet yg tidak diinginkan dlm vaskular intak
b. Heparan Sulfate,glikoaminoglikan pd intima yg menghambat koagulasi dgn mengaktifkan antitrombin,
protein regulator koagulasi.
c. Tissue Factor Pathway Inhibitor (TFPI), menonaktifkan F-VIIa dan mngendalikan jlr koagulasi ekstrinsik
d. Thrombomodulin, protein yg mengaktifkan jalur protein C. Jalur protein C mengatur mekanisme
koagulasi dengan merusak factor koagulasi V dan VIII yg teraktivasi.
4. Fibrinolitik pada intima. Sel endotel menghasilkan Tissue Plasminogen activator (TPA) dan juga Plasminogen
Activator Inhibitor (PAI-1)

Saat bereaksi dengan ECM, platelet mengalami :


1. Adhesi dan perubahan bentuk
2. Sekresi
3. Aggregasi

Apa yang terjadi saat trauma tumpul? Kerusakan (deskuamasi) intima..


Bagaimana proses selanjutnya?
1. Vasokonstriksi, efek neural dan endotelin
2. Kolagen, protein struktural elastik dlm jar. konektif subendotelial
akan merekrut platelet. Platelet melekat pada kolagen, membran
basement dan miofibril dgn bantuan Von Willebrand factor (vWF)
dan gllikoprotein Ib/IX complex (GPI/IX). Granula platelet kmd
melepaskan kolagen (induksi ADP dan serotonin 5-HT) , asam
arakhidonat (sintesis tromboxan A2).
a. ADP & TXA2 ptg utk rekrutment agen dlm reaksi platelet
b. 5HT & TXA2 memicu vasokonstriksi  konsolidasi
trombus, aliran darah berkurang
3. Molekul adhesi akan dihasilkan sel endotel saat aktivasi yaitu
a. P selectin yg memicu pengikatan platelet dan leukosit.
b. ICAM (intercellular adhesion molecules) dan PE-CAM (
platelet endothelial cell adhesion molecules)
Tissue faktor muncul pd permukaan endotel, mengaktifkan sistem koagulasi
melalui faktor VII

Catatan Henry Sintoro 2015 557


Sistem kolateral
(H. Djang Jusi, 19/7/2013)
a. Bila terjadi sumbatan bifurcatio aorta maka a hipogastrica msh mdpt aliran kolateral dan mensuplai sistem femoral
melalui kolateral a. ileolumbalis, a hemoroidalis, a glutealis dan a. sakralis. Kadang hanya a hemorodailis superior
saja yg berfungsi sebagai kolateral karena mrpkn cabang a. mesenterika inferior.
b. Bila sumbatan di iliaka eksterna, maka bertindak sebagai kolateral adalah a obturatoria, a pudenda interna dan a
hemoroidalis inferior

Memahami proses koagulasi

558 Catatan Henry Sintoro 2015


Pd thn 1892, Schmitt menjelaskan proses pembentukan clot melalui peranan trombin thdp fibrinogen. Pd thn 1905, Morowitz
melaporkan bhw ekstrak jaringan jg berperan penting utk pembekuan dlm plasma melalui jalur yg disebut “extrinsic pathway”.
Pd thn 1935, Quick berhasil menemukan pemeriksaan prothrombin time (PT) assay sbg pemeriksaan pertama jalur koagulasi.
Jrngn maserasi dan Ca2+ ditambahkan pd citrate-anticoagulated plasma dan waktu pembentukan clot dinilai.
Jrngn maserasi ini merupakan sumber tissue factor (TF) dan fosfolipid. Variabilitas tromboplastin ini memicu variabilitas PT.
Defisiensi faktor II, V, VII, X mnyebabkan pemanjangan PT dan PT jg memanjang bila ada inhibitor shg pemeriksaan ini juga
dijadikan dasar utk pengawasan efek antikoagulan warfarin.
Langdell dkk meneliti pembekuan spontan recalcified citrated plasma dan mendeskripssikan Partial Tromboplastin time (PPT).
Aktivasi koagulasi terjadi seiring pemajanan plasma thdp permukaan dan tdk memerlukan adanya senyawa ekstrinsik dlm
plasma, disebut sebagai JALUR INTRINSIK KOAGULASI.
Pemanjangan aPTT sensitif thdp defisiensi faktor VIII, IX, XI, XII seperti pd common pathway

Pd trauma, proses trombosis awalnya terjadi akibat


disfungsi atau ruptur endotelium vaskular sehingga terjadi
pelepasan faktor jaringan yg memicu koagulasi, pelepasan
kolagen dan faktor von Willebrand yg memicu adhesi dan
aktivasi platelet.

Interpretasi proses koagulasi dipublikasikan oleh


MacFarlane tahun 1964  MacFarlane CASCADE yg telah
digunakan bertahun tahun utk memahami jalur
pembentukan trombus yang sangat kompleks.

MacFarlane mengemukakan ada dua jalur pembekuan yaitu


1. Jalur ekstrinsik yg melibatkan faktor jaringan dan VII
2. Jalur intrinsik yg melibatkan faktor V, VIII, IX,XI, XII

Kedua jalur ini nantinya mengerucut utk mengaktifkan faktor X dimana tjd tranformasi protrombin  trombin, dan dgn
bantuan trombin, fibrinogen akan mjd fibrin.
Saat trauma vaskular tjd upregulasi P-selectin. Monosit, netrofil dan makrofag tertarik ke tempat trauma. Pd endotelium tjdi :
- Leukosit berikatan dgn P selectin  teraktivasi dan berikatan dgn E-selectin  pelepasan mediator inflamasi
- Leukosit berikatan dgn platelet dan endothelium  terbentuk TISSUE FACTOR (TF)  Pathway extrinsik (F VII
Pada tunika media saat inflamasi, sifat vascular smooth muscle cell (VSMC) dari status contractile menjadi status sintetik dan
menghasilkan mediator profibrotik dan kolagen

Catatan Henry Sintoro 2015 559


Pada kasus trauma utk menekankan efeknya, TF akan melekat pada membran fosfolipid.
TF ini bergabung dgn F VII dlm sirkulasi  F VIIa. Ikatan TF dan FVII ini menghasilkan komples prokoagulant  F IX dan F X
- F X akan menjadi FXa dgn bantuan contact activation system (F XII, HMWK, prekalikrein dan FXI)
- F IX akan menjadi FIXa

F Xa membantu perubahan PROTROMBIN (F II) mjd TROMBIN (F IIa).


Trombin jg mengaktifkan F Va & VIIIa yg juga mrpkn kofaktor IXa dan Xa

Sebuah kompleks terbentuk diatas permukaan platelet teraktivasi tdd F


VIIIa, IXa dan kalsium ion mengaktifkan F Xa  disebut TENASE
COMPLEX.

Sebuah kompleks terbentuk diatas membran platelet oleh faktor Xa


bersama Va & kalsium dan memicu PROTROMBIN mjd TROMBIN
disebut PROTHROMBINASE COMPLEX

560 Catatan Henry Sintoro 2015


Dlm 3 dekade, sjmlh studi tlh dilakukan bbrp
grup spt grup Houston (Schafer dkk) dan
North Carolina (Monroe dkk)  cascade baru
yg diterima scr internasional & dipublikasi
dalam Task Force of European Society
Cardiology
Perspektif yg dibangun dgn dsr cascade klasik
tergambar sbb :
1. Kompleks yg dibentuk oleh faktor
jaringan & F. VII  aktivasi F.IX
menunjukkan bhw jalur ekstrinsik dan
intrinsik berhubungan sjk awal proses
2. Proses lengkap tdk terjadi berkelanjutan
tp memerlukan 3 fase berturutan 
a. Fase inisial
b. Fase amplifikasi
c. Fase propagasi
Platelet dan trombin terlibat aktif dlm dua
fase terakhir

1. Fase inisial. TF, Faktor VII mengaktifkan faktor X, baik lgs maupun tdk lgs melalui faktor IX dan transformasi protrombin
 thrombin pd jumlah kecil yg belum cukup utk melengkapi proses pembentukan fibrin
2. Fase amplifikasi. Trombin yg sdh terbentuk, bersama kalsium darah dan fosfolipid dari platelet secara aktif memicu
proses umpan balik yg mengaktifkan faktor V,VIII, IX,dan XI dan khususnya utk mempercepat aktivasi platelet. Faktor
tsb terlibat melalui mekanisme kemotatik thdp permukaan platelet, dmn aktivasi & amplifikasi yg cepat & ekstensif
blgsg.
3. Fase propagasi  amplifikasi proses melalui mekanisme umpan balik termasuk trombin dan platelet dan aktivasi
seluruh faktor memungkinkan sejumlah besar faktor X teraktivasi dan membentuk prothrombinase complex utk
mengubah protrombin mjd trombin dan trombin membantu aktivasi fibrinogen mjd fibrin.

Pembentukan clot pd daerah trauma pada org sehat. Ekspresi TF oleh sel otot polos vaskular, perisit dan fibroblas, terpisah dari ligan FVII/FVIIa
oleh endothelium. Trauma vaskular memicu pengikatan cepat platelet ke subendothel dan aktivasi kaskade koagulasi oleh TF. Propagasi trombus
meliputi rekrutmen platelet dan amplifikasi cascade jalur intrinsik. Deposit fibrin stabilisasi clot.

Ada tiga mekanisme antikoagulan yg terlibat dlm regulasi


aktivasi koagulasi ialah :
- Antitrombin (AT)
- Protein C
- Tissue Factor Pathway Inhibitor (TFPI)
Antitrombin adalah inhibitor trombin utama, F X dn F IXa.
Protein C menghambat aktivasi F Va dan F VIIIa
TFPI adalah inhibitor utama TF-F VIIa
Fungsi dari inhibitor koagulasi ini adalah mencegah
pembekuan darah dlm kondii fisiologis dan memperlambat
kaskade aktivasi koagulasi setelah trauma vaskular.

Catatan Henry Sintoro 2015 561


562 Catatan Henry Sintoro 2015
Peranan platelet dlm trombosis melibatkan 5 tahapan penting yaitu :
1. ADHESI. Supaya berperan bermakna dlm trombosis, platelet harus melekat di tempat pembuluh darah yg rusak.
Adhesi platelet ini melibatkan komponen penting yaitu
o Von Willebrand factor (vWf)
o Glycoprotein (GP) Ib-IX-V complex
2. AKTIVASI. Stlh berikatan dgn permukaan GP dan memicu transduksi signal menembus membran via protein
mesenger spesifik kmd memicu satu atau dua jalur interseluler yaitu :
a. Phosphoinositide pathway ( memicu mobilisasi kalsium dan ekspresi permukaan GPIIb/IIIa)
b. Phospholipase A2 – Arachnidonate pathway ( memicu pmbtkn tromboksan A2)
Aktivasi ini memperantarai ikatan platelet-dinding pembuluh darah, agregasi platelet & interaksi platelet-leukosit.
3. SEKRESI. Aktivasi platelet merangsang mobilisasi kalsium intrasel, ekpresi reseptor dan sekresi lisosom, granula dan
dens bodies. Granula ini mrpkn tempat penimpanan penting bagi platelet spesific protein, faktor koagulasi dan GP.
4. AGGREGASI. Stlh melekat dan teraktivasi; terbentuklah plug pd tempat pembuluh darah yg terluka dan menjadi
dasar utk pertumbuhan trombus. Agregasi platelet diperantarai secara dominan oleh fibrinogen yg mengikat
permukaan reseptor GP IIb/IIIa dg afinitas tinggi membentuk “bridging” dgn platelet terdekatnya.
Mengingat peranan GP IIb/IIIa sbg regulator agregasi platelet menjadikannya sbg target terapi farmakologi dlm
tatalaksana sindrom koroner akut.
5. Platelet support of coagulation

Catatan Henry Sintoro 2015 563


PMN leukosit berhubungan erat dgn platelet dan memiliki fungsi antitrombotik. Leukosit menghambat rekrutment dan aktivasi
platelet. Migrasi leukosit mell dinding vena menembus endotel, membrane basalis dan pericyte seath. (a) ekstensi leukosit
dipicu oleh ligasi ICAM yang berhubungan dengan peningkatan Ca2+ dan p38 mitogen activated protein kinase (MAPK) 
aktivasi myosin light chain kinase  kontraksi endotel dan pembukaan kontrak interendotel  memicu migrasi leukosit
melewati taut endothelial (paracellular route) walaupun migrasi ini dapat menembus badan endotel (trancellular route)

FISIOLOGI VASKULAR DAN ALIRAN DARAH


Pengetahuan dasar hemodinamika vaskular sangat dibutuhkan sebagai dasar melakukan rekonstruksi vaskular.
Demikian juga .. pemahaman vaskular dan aliran darahnya merupakan basic dari terapi hemorrheologi dimana diberikan
pengobatan medik agar sifat aliran darah dapat diperbaiki
Pada cairan yg tdk bergerak dlm sebuah pipa berlaku HUKUM PASCAL  P =volume x berat jenis cairan
Pada cairan yg bergerak, perlu dipertimbangkan kecepatan arus. Ada dua macam arus  laminer dan turbulen
Pada aliran laminer, kecepatan tertinggi berada di tengah dan makin ke dinding vaskular makin berkurang
Arus laminer bisa bertahan bila kecepatan arus pd sisi dinding pipa > ½ kecepatan max yg tdpt di sumbu pipa.
Arus laminer akan terganggu bila aliran mengalami stasis (perubahan diameter tiba2, tertekuk, sudut pembuluh darah besar
spt percabangan), rusaknya dinding pembuluh darah atau gangguan pada darah sendiri.

Tekanan dalam pembuluh darah dan pola alirannya, bila ada konstriksi
Hemodinamik arteri ditentukan tekanan perfusi (tekanan denyut jantung) dan mengikuti sejumlah aturan :
- HUKUM HAGEN POISEUILLE, dimana aliran berbanding lurus dgn tek. darah, pangkat empat jari2 pembuluh darah.
- HUKUM OHM
- HUKUM BERNOULLI
Sehingga bila terjadi sumbatan spt ateroklerosis/trauma/emboli akan berpengaruh thdp suplai jaringan lewat hukum tsb.

564 Catatan Henry Sintoro 2015


HAGEN POISEUILLE LAW :
Aliran darah (Q) berbanding lurus dgn tekanan dalam pembuluh darah yang
berbanding pangkat empat dari radiusnya(“r”) dan berbanding terbalik dari panjang
pembuluh drh (“l”) dan koefisien viskositas (“h”) dan konstanta “8”

Viskositas darah dapat diturunkan dengan menaikkan volume aliran darah persatuan waktu
Haganbach pada tahun 1860 mengkoresi Hukum Poiseulle untuk korelasi matematik antara beda tekanan terhadap
aliran darah, viskositas cairan/darah, panjang pembuluh dan radius pembuluh:

Hukum Poiseulle-Haganbach ini tentunya berlaku tepat pd pembuluh dgn aliran laminer yg tetap/ konstan, dgn
pembuluh yang lurus/kaku. Sementara darah mengalir dlm pembuluh yang lemas dan berkelok kelok, serta darah bukanlah
cairan murni. Hukum Poiseulle-Haganbach akan dapat berlaku bila diameter pembuluh darah lebih besar dari 100 micron, dan
tjdnya kehilangan energi tadi dlm aliran dinamis dgn perubahan diameter pembuluh drh akan mjd lebih rumit dijabarkan.
Secara klinis, bila ada stenosis pembuluh drh yg kritis, di mana penyempitan lumen menyebabkan pengurangan
tekanan stlh tempat stenosis tersebut. Untuk aorta, stenosis yg menyebabkan pengurangan tekanan secara hemodinamis akan
tjd bila stenosisnya mencapai penyempitan lumen sektional-silang sebesar 90%, sementara untuk arteria lebih kecil, iliaka,
renal, karotis diperlukan stenosis lumen dgn sektional-silang sebesar 70-90%.
Harus dibedakan penyempitan lumen secara sektional-silang dgn persentase pengurangan diameter.
Pengurangan diameter sebesar 50% menimbulkan penyempitan lumen sektional-silang sebesar 75%, dan
Penyempitan diameter sebesar 66% menimbulkan penyempitan lumen sektional-silang sebesar 90%.
Secara klinis, yg srg dipakai adalah pengurangan diameter sampai 60% dianggap secara hemodinamik signifikan

OHM LAW
Volume aliran drh ”Q” tgtg beda tekanan (”gradient”) antara tek sentral & tek perifer
serta tahanan perifer. Kecepatan aliran darah (”V”) tunduk pd rumus V = Q/A. ”V”
berbanding lurus thdp ”Q” & berbanding terbalik thdp diameter pembuluh drh (”A”).

Catatan Henry Sintoro 2015 565


Hukum Bernoulli juga menjelaskan hubungan energi kinetik, energi potensial
gravitasi dan tekanan intravaskular. Pada gambar samping, cairan dgn densitas darah
masuk dari bagian atas tabung dgn tekanan 100 mmHg dan aliran keluar dengan
tekanan 178 mmHg. Aliran bergerak melawan gradien tekanan dari titik bertekanan
rendah ke titik yang bertekanan lebih tinggi. Energi cairan total tetap konstan karena
energi potensial gravitasi menurun sesuai dengan peningkatan tekanan. Situasi ini
analog dengan tekanan arteri pada orang yang berdiri, dimana tekanan pada tingkat
kaki akan lebih tinggi dibanding tekanan pada arkus aorta.

Hal ini akan jelas nampak pada penyakit “Raynaud” atau


“PAPO” yang mengalami sumbatan (konstriksi) vasal yg akut
atau cepat. Pada daerah akral (ujung-ujung jari) tekanan kritis
ini hanya sekitar 20 mmHg, sehingga apabila dapat dicapai
tekanan diatas tekanan tersebut, maka pembuluh darah akan
terbuka kembali atau tidak akan konstriksi

566 Catatan Henry Sintoro 2015


A. Komponen utama dari sirkuit arterial yang terdiri
dari stenosis arteri besar
B. Analog elektrik sirkuit ini. Baterai diatas
menggambarkan sumber energi potensial dan
ground potential dibawah adalah vena sentral.
Qt/Rt  flow/resistensi total
Qc/Rc  flow/resistensi kolateral
Qs/Rs  flow/resistensi yg melalui daerah stenosis
Rp  run off bed

Catatan Henry Sintoro 2015 567


Nitrit Oxida dan peranannya pada vaskular?
Nitrit oxida (NO)dibentuk dari L-arginin oleh NOS.
Nitrit oxida pertamakali diperkenalkan thn 1980 dgn nama
“Endothelium Dependent Relaxing Factors”
Ada eNOS (endothelial) dan nNOS (tipe 1/neural NOS)
Ada 2 jenis eNOS yaitu iNOS(tipe 2) dan cNOS (tipe 3)

NO normalnya berfungsi untuk menekan agregasi platelet dan adhesi leukosit


ke endotelium. Selain itu juga menyokong vascular smooth muscle relaxation
dan menekan produksi sitokin sel endotel.

Pd kondisi basal, NO dibentuk cNOS yg tgt Ca2+ dan calmodulin lwt 2 jenis Letak kerja inhibitor fosfodiestrasi (bwh)
proses pelepasan ion Ca2+ dari subsarkolema yaitu
1. shearing forces pd endotel akibat aliran darah (flow-dependent NO
formation) – shear stress
2. reseptor endotel terhadap ligand seperti asetilkolin, bradikinin dan
vasoaktif lainnya (receptor dtimulated NO formation)
Thn 1970, Robert Furchgott  asetilkolin melepaskan zat yg memicu relaksasi
vaskular saat endotel intak  NO

iNOS berbeda dg cNOS, tdk tergantung insulin, aktivitas sgt lemah pada kondisi
basal. Aktivitas dipicu inflamasi; endotoksin bakteri (LPS) & sitokin (TNF,
interleukin). Saat inflamasi, NO yg dihasilkan iNOS i 1000x produksi cNOS

Waktu paruh NO hanya beberapa detik stlh dibentuk . Anion superoxide


menekan bioavalaibilitas NO krn memiliki afinitas tinggi thdp NO (sama2
memiliki elektron tak bpsgn).

Apa efek NO terhadap pembuluh darah dan apa yang terjadi bila produksi NO terganggu?
1. Vasodilatasi (mencegah stenosis)
a. langsung (flow dependent dan receptor mediated)
b. tidak langsung dg mhambat pengaruh vasokonstriktor
(angiotensin 2 & simpatis)
2. Efek antitrombotik, inhibisi adhesi platelet (mencegah thrombosis)
3. Efek anti inflamasi, inhibisi adhesi leukosit (mencegah inflamasi)
4. Efek anti proliferasi – inhibisi hyperplasia otot (mencegah hipertofi vascular)

Bagaimana peran nitrit oxida dalam vasodiltasi pembuluh darah?


Setelah dibentuk oleh sel endotel;
 NO akan berdifusi dalam darah berikatan dgn Hb (heme) dan dan sejumlah enzim guanilil siklase yg terdapat
dalam otot polos vaskular untuk langsung dipecah
 NO juga masuk ke dalam sel otot polos yg dekat dgn endotel dan mengaktifkan guanilil siklase. Enzim ini adalah
katalisator defosforilasi GTP menjadi cGMP yg berperan penting sbg second messenger pd fungsi selular relaksasi
otot. cGMP memicu relaaksasi dengan cara
o ↑cGMP intraseluler, sehingga entri Ca terhambat dan kadar Ca intrasel menurun
o Aktivasi kanal kalium memicu hiperpolarisasi dan relaksasi
o Merangsang protein kinase dependen cGMP yg mengaktifkan myosin light chain phosphatase, ensim
defosforilasi myosin yang memicu relaksasi otot polos

Bagaimana hubungan antara Viagra dengan nitrit oxida?


Viagra bekerja menghambat pemecahan cGMP (cGMP dependent phosphodiestrase inhibitor) sehingga dpt me↑
efek NO-mediated vasodilatation mengingat peranan sentral dari cGMP sendiri dlm NO-mediated vasodilatation. Pe↑cGMP
 antiplatelet/anti agregasi

568 Catatan Henry Sintoro 2015


1. Trauma vaskular ?
Ligasi pembuluh darah sebagai upaya penyelamaan telah dipelopori oleh Hippocrates, Galen dan Paul sebelum Masehi.
Albucasis dan Avenzoar pada abad ke XII kembali mempopulerkan tindakan ligasi pembuluh darah. Ligasi pembuluh darah
untuk kasus amputasi dilaporkan oleh Archigenes dari Yunani. Sejarah bedah vaskular dimulai ketiga kalinya tahun 1552 saat
Ambroise Pare melakukan ligasi pembuluh darah sebagai kontrol perdarahan.

Catatan Henry Sintoro 2015 569


Puruhito. Pengantar Bedah Vaskulus. Airlangga University Press 1987.h.35

A.TRAUMA VASKULAR PADA EKSTREMITAS


Trauma vaskular dibagi menjadi trauma langsung dan tidak langsung.
Trauma langsung meliputi trauma tajam dan trauma tumpul
Trauma tidak langsung meliputi spasme arteri dan perlukaan akibat peregangan
Tahalele P, Basuki S, Puruhito. Penelitian Trauma Vaskular Selama 7 Tahun di Surabaya.
Bulletin Toraks Kardiovaskular Indonesia 1993; vol I (2);5
Bagaimana melakukan pemeriksaan vascular?
o Pastikan keadaan hemodinamik stabil, bila ada syok, atasi syok dahulu, vascular dinilaiulang
o Pemeriksaan fisik (inspeksi&palpasi) dilakukan dg membandingkan sisi kontralateralnya, yang dievaluasi ialah
o Inspeksijenis & lokasi trauma, apakah ada oozing, expanding hematoma, hipoperfusi
(iskemik/nekrotik) pada distal lesi, viabilitas jaringan (bila ditusuk masih berdarah)
o Palpasiakral hangat , nyeri, rasa dingin, penurunan kekuatan motoric, capillary filling dan pulsasi
o Tentukan adanya HARD SIGN dan SOFT SIGN.
HARD SIGN SOFT SIGN
Predictor kuat (tanda pasti cedera vascular) Tanda kecurigaan/ tidak jelas akan lesi vaskular
- Expanding pulsatile hematoma - Non expanding hematoma
- Active bleeding - Perlukaan –senjata /luka pd ekstremitas
- Palpable thrill - Neurologic injury
- Audible bruit - Hipotensi/ syok hemoragis yg tdk jelas penyebabnya
- Ischemic sign (6P)

o Arterial Pressure Index (API) atau ankle brachial index (ABI)< 0,9 (API TD sistolik tungkai cidera ÷ sehat)
o Penunjang
 Cek saturasi pd kelima digitinya (tdk valid sih)
 USG dopler pada sekitar tempat lesi
 Arteriografi/MS CT angio sesuai indikasi

570 Catatan Henry Sintoro 2015


Ankle Brachial Index
Ankle Brachial Index  dihitung tekanan sistol ankle lebih dahulu dibanding dgn brachial, dgn catatan pulsasinya dapat
teraba. Intinya bila ABI < 0,9  artinya ada pembendungan dibawah
Ankle-brachial index didefinisikan sebagai rasio TD sistolik pada pergelangan kaki dibagi sistolik pada lengan. ABI diukur saat
pasien dalam posisi supinasi selama 5 menit. Tekanan darah diukur di kedua lengan dan value yg tertinggi digunakan. Tekanan
darah sistolik kemudian diukur pada dorsalis pedis dan arteri tibialis arteri dgn menempatkan cuff tekanan darah diatas
pergelangan kaki. Nilai ABI sebagai berikut :

ABI
0.91 to 1.3. Normal
0.7 to 0.9. Mild Obstruction
0.4 to 0.69. Moderate Obstructio
< 0.4 Severe Obstruction
>1.30. Poorly compressible ankle artery (calcification)

If it is detected a fall between the measurements of ankle pressures >20mmHg the diagnosis is Intermittent Claudicating.
Ankle pressures < 55 mmHg in pd diabetics and < 70 mmHg pd diabetics  soft tissues cicatrisation.
Pasien asimptomatik dgn ABI index < 0.90  increasing cardiovascular morbid-mortality too

(dr HK) Mengapa kerusakan intima dapat menyebabkan trombosis dan oklusi pembuluh darah?
Fungsi dari intima pada trauma vascular (bila terjadi kerusakan intima..)
1. Mempertahankan agar aliran darah intravascular tetap dalam kondisi yang luminar
2. Intima mengeluarkan zat antikoagulan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah
(dr HK) Kecurigaan adanya lesi vascular pertama ditujukan pada FRACTURE SITE
(dr HK, weekly report) Apa beda lesi vaskular pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah?
Tingkat survival ekstremitas atas terhadap lesi vaskular lebih baik karena memiliki kolateral yang lebih banyak dibandingkan
ekstremitas bawah
Apa kelebihan & kekurangan USG dopler dibanding arteriografi
USG Doppler Arteriografi
Evaluasi kecepatan aliran darah & informasinya bersifat Informasi akurat mengenai letak, banyak dan besarnya
segmentasi oklusi pada pembuluh darah yang diperiksa.
Lebih sering digunakan untuk evaluasi vena, karena evaluasi arteri
biasanya dinilai dari pulsasi

Klasifikasi Gustillo Anderson


Grade 1  luka bersih, ukuran < 1 cm, kerusakan soft tissue minimal
Grade 2  luka bersih, ukuran 1-10 cm tanpa kerusakan soft tissue
ekstensif, flap, avulsi
Grade 3  luka ukuran > 10 cm, kerusakan soft tissue ekstensif, atau
hiangnya atau fraktur segmental terbuka
A. Periosteal masih intak walaupun ada laserasi/ kerusakan soft
tissue ekstensif, biasanya fraktur komunitif
B. Soft tissue loss ekstensif, periosteal stripping, bone damage,
dg massive contamination, periosteal sdh rusak
C. Fraktur terbuka dengan trauma arteri yang membutuhkan
repair tanpa memandang derajat kerusakan soft tissuenya.
Gradasi trauma tumpul vascular
1. Hematoma perivaskular
2. Kerusakan intima, intimal disruption
3. Rupture parsial
4. Rupture total

Catatan Henry Sintoro 2015 571


Trauma Tumpul VS Trauma Tajam Vaskular
Beda trauma tumpul & tajam  prosesnya,
trauma tumpul dr dalam (intima) keluar
(adventisia) sdgkn trauma tajam dari luar ke dlm
Trauma tumpul vaskular disebabkan
o Kontusi
o Kompresi
o Konstriksi
Iskemia hangat < 4 jam (warm ischemia) tidak
akan menimbulkan nekrosis otot, sebaliknya
pnundaan > 6 jam kerusakan otot bermakna.
Trauma Tajam vaskular Trauma Tumpul vaskular
Biomekanisme Trauma
Mekanisme trauma tumpul terjadi akibat kompresi lokal dan deselerasi cepat
Mekanisme trauma tembus terjadi akibat “crushing” dan pemisahan jaringan sepanjang jalur obyek yg menembus
Biomekanisme trauma sangat penting dlm evaluasi awal dan natural history nya dipengaruhi oleh jenis dan lokasi trauma,
konsekuensi hemodinamik dan mekanisme trauma itu sendiri.

Konsep yang mempengaruhi beratnya trauma ialah :


1. Energi kinetik. Beratnya trauma berbanding lurus dengan energi kinetik (KE) yg masuk ke jaringan yg merupakan
fungsi perkalian massa (m) dan kecepatan (v)  KE = ½ m.v2, berlaku baik untuk trauma tumpul maupun tembus
dan sangat penting saat evaluasi luka akibat high and low velocity gunshot wound.
2. Kavitasi, sebuah fenomena yang terjadi sebagai dampak recoil jaringan dari titik defek yang disebabkan dari obyek
yg bergerak menjauhinya.
a. Pada trauma tumpul, kavitas jaringan transien disebabkan oleh akselerasi dan deselerasi cepat. Regangan
yg ekstrim terjadi pada titik fiksasi anatomi selama kavitas sementara ini terbentuk. Tenaga dapat dialirkan
melalui aksis longitudinal (tensile or compression strain) maupun aksis tranversal (shear strain) yg memicu
deformita, tear, fraktur atau kerusakan jaringan.
b. Pada trauma tembus, energi kinetik proyektil terhadap jaringan terdekat memicu pembentukan kavitas
permanen yg disebabkan penyimpangan jaringan. Hal ini yg bisa menjelaskan mengapa vaskular bisa
terluka walau tidak mengalami kontak dengan proyektil maupun fragmen tulang.
Rutherford’s Vascular Surgery. Ed 7. 2011. h.2313.
DERAJAT KERUSAKAN ARTERI
DERAJAT TRAUMA TAJAM TRAUMA TUMPUL
( F. Linder dan J Vollmar, 1965) (Scencert, 1965)
I Perlukaan lapisan luar dan tengah tetapi lumen tetap Robekan intima. Klinis tdk ada perdarahan/ obstruksi 
utuh + tdk ada kebocoran  tdk ada perdarahan, tp tdk ada iskemi, berisiko memicu thrombosis arteri
berisiko mjd aneurisma traumatika akut/subakut
II Ruptur parsial , luka tusuk menembus lumen arteri Kerusakan intima dan media. Klinis tdk ada perdarahan tp
tanpa memotong seluruh dinding pembuluh drh  jangka panjang berisiko memicu aneurisma pd arteri besar
perdarahan hebat + iskemik perifer
III Ruptur total, luka arteri dmn dinding pembuluh darah Ruptur total. Gambaran “hourglass” (bedakan dg spasme).
terpisah sempurna. Pada pembuluh darah brachialis Sering timbul perdarahan tetapi tidak ada obstruksi.
atau femoralis atau arteri dgn diameter < 8 mm 
perdarahan dapat berhenti
Tahalele P, Basuki S, Puruhito. Penelitian Trauma Vaskular Selama 7 Tahun di Surabaya.
Bulletin Toraks Kardiovaskular Indonesia 1993; vol I (2);5

Beda karakteristik perlukaan arteri karena trauma tajam dan trauma tumpul?
1. Trauma tajam langsung memiliki 3 karakteristik
a. Luka diluar berhub lgsg secara topografi dgn arteri
b. Tanda perdaraan arteri – kecuali derajat I dan kadang2 derajat III
c. Letak perlukaan arteri jelas dan sering dapat direparasi dgn jahit langsung
2. Trauma tumpul memberikan gambaran :
a. Sering tidak ada luka di kulit
b. Tanda obstruksi arteri akut dgn iskemia perifer mrpkn tanda klinis utama
c. Diagnosi srg merupakan komplikasi gabungan dgn trauma lain seperti fraktur
d. Kerusakan dinding arteri lebih luas dibanding trauma tajam dan jarang bisa dikoreksi dg jahit langsung
sehingga memerlukan graft
Tahalele P, Basuki S, Puruhito. Penelitian Trauma Vaskular Selama 7 Tahun di Surabaya.
Bulletin Toraks Kardiovaskular Indonesia 1993; vol I (2);5

572 Catatan Henry Sintoro 2015


SPASME VASKULAR
(Prof PR) Spasme arteri traumatika ialah kejang pembuluh darah arteri setempat atau kontraksi otot media setempat akibat
trauma mekanis walaupun arteri tersebut masih utuh. Umumnya mengenai daerah ekstremitas dan akan mengalami resolusi
spontan dalam 24-48 jam pd segmen miogenik yg spasme. Jarang diikuti kerusakan jaringan karena iskemik. Tanda klinis
khusus berupa rasa dingin sementara, pucat dan pulsasi yg hilang pd ekstremitas.
(dr HK, visite besar) SPASME pembuluh darah adlh kemungkinan terakhir dlm evaluasi lesi vascular. Pertimbangkan diagnostik
lbh dahulu sblm tindakan. Bila masih ada pulsasi ke perifer, sekalipun lemah & melewati golden period tdk akan menyebabkan
nekrosis jaringan shg masih ada waktu & tempat utk melakukan pemeriksaan penunjangarterografi/MS CT angio
Pada trauma vascular tertutup, jika akral dingin pulsasi menghilang dan saturasi menurun lakukan arteriografi atau
mSCT , jika tanpa arteriografieksplorasi!, cari hematom perivaskular (lokasi lesi) &lakukan bypass.
(dr HK 27/12/11) Kasus Khoirul Umam 25 thn  eksplorasi vaskular ditemukan spasme arteri tibialis anterior & posterior.
Komentar dr HK  tidak mungkin spasme, biasanya ada trombus di dalamnya, kenapa tidak kamu buka dan evaluasi
intravaskularnya, kalo tidak apa2 ya dipatch. Kalo diberi papaverin itu yang tampak melebar itu hanya lapisan luarnya saja kalo
dipalpasi masih akan terasa adanya trombus dalam lumen?

EDEMA PADA TRAUMA VASKULAR


Edema pada trauma vascular, apa bedanya edema pre dan post repair vaskular?(dr HK)
o Terjadi lesi vascular memicu iskemia terlokalisir  metabolism anaerob yang menghasilkan 2 ATP dimana Na
banyak terdapat dlm sel dan K terdapat di luar selakibat kegagalan pompa Na-K, sehingga terjadi edema sel
o Edema yang terjadi pasca repair merupakan dampak reperfusion injury

Pada kondisi anaerob  katabolisme, Intinya pada metabolisme glukosa


Jika kondisi Iskemik kemudian jadi edema  eksplor
Beda edema dgn kompartemen sindrom (dr HK)
o Pada kompartemen sindrom, yg cedera pertama kali adlh saraf , saat dilakukan dorsofleksi akan terasa sangat nyeri.

(OQR) Kenapa pada derajat II memberikan perdarahan yang lebih sedikit dibanding derajat III :
Pada derajat II, tidak dapat terjadi vasokonstriksi penuh karena masih parsial sedangkan pada derajat III, seluruh pembuluh
darah terputus dan kita tahu bahwa komposisi terbesar dalam pembuluh darah adalah tunika media jadi bisa terjadi
vasokonstriksi total  perdarahan berhenti
Jadi jangan pernah merasa aman jika perdarahan berhenti, bisa saja karena sudah masuk dalam derajat III
(AT) Mekanisme konstriksi diawali oleh retraksi terlebih dahulu, jika parsial tidak bisa retraksi
Pada derajat III trauma tajam terjadi transeksi
Pada derajat III trauma tumpul, bisa saja tunika adventisia masih utuh dan tampak seperti benang, jadi bisa robek

Jika ada hematoma  curiga trauma tumpul.


ABI > 0,9  observation Jika ABI <0,9  angiography/doppler  surgery

SKORING PADA TRAUMA VASKULAR


Sistem Scoring pada Trauma Ekstremitas
1. Mangled Extremity Severity Scale (MESS) Johansen tahun 1990 (>7)
2. Predictive Salvage Index (PSI)  Howe tahun 1987 (>8)
3. Predictive Salvage Score  Pozo (>8)
4. Nerve injury, Ischemia, Soft tissue injury, Skeletal injury, Shock, Age of patient (NISSSA),  McNamara tahun 1994
5. Mangled Extremity Syndrome Index (MESI)  Gregory (>20)
6. Limb Salvage Index (LSI)  Russel tahun 1991 (>6)
7. Hannover Fracture Scale-97 (HFS 97)

Mangled Score Severity Score ---VISA

Vascular – Soft Tissue Damage


o Low energy (stab,gunshot, simple fract) 1 Shock
o Medium energy (disloc, open fract) 2 o No shock, SBP > 90 0
o High energy (high speed MVA) 3 o Transient shock 1
o Massive Crush (high speed trauma) 4 o Prolonged shock 2
Ischemia (> 6 jam  x2) Age
o None 0 o <30 0
o Reduced Pulse Normal Perfusion 1 o 30-50 1
o Pulseless, paresthesia, CRT slow 2 o >50 2
o Cool, paralysis, numb 3
(interval skor MESS adalah 1-14, MESS > 7  limb amputation recommended)

Catatan Henry Sintoro 2015 573


PENATALAKSANAAN
Tujuan p’nanganan trauma vascular dlm golden period 6 jam ptama perfusi utk outcome fungsional optimal
Bagaimana prinsip penanganan pada kasus oklusi akibat trombus pada vaskular
1. Atasi underlying diseasenya tersebut
a. Apakah ada masalah sesuai dengan Trias Virchow? Apakah disebabkan oleh
i. VELOCITY prob?, perlambatan aliran? Misal gangguan pompanya MS??
ii. VASCULAR prob? Misal arteroskelrosis
iii. VISCOSITY prob? Misal kelainan darah
2. Aplikasi graft sifatnya urgensi untuk memberikan suplai dan perfusi ke distal untuk mencegah iskemik dan
pemberian obat anti trombotik membantu menjaga patensinya

(dr HSB, visite besar) Prinsip dari replan ?


1. Identifikasi arteri, vena dan saraf.. Vena dijahit lebih dahulu sebagai aliran balik
2. Bebas infeksi biasanya pada clean cut, jika crush injury -pertimbangan cenderung pada amputasi
Problem jangka panjang pada kasus crush injury dengan degloving luas? (dr HSB)
Dehidrasi & Rhabdomiolisis gagal ginjal akut (GGA) akibat methemoglobinuria

574 Catatan Henry Sintoro 2015


KOAGULOPATI PASCA TRAUMA
Mekanisme koagulopati pada trauma cukup kompleks dan multifaktorial.
o Koagulopati dilusional akibat dilusi faktor koagulasi dan trombosit dari pemberian infus jumlah besar. Beratnya
koagulopati dilusional ini ditentukan oleh jumlah dan jenis cairan yg diberikan. Bila ada hipotensi permissif dan pe↓
volume cairan pada pre hospital, maka pemberian cairan spt salin hipertonik, koloid dpt memicu eksaserbasinya.
o Hipotermia dpat memicu gangguan koagulasi , akibat penurunan aktivitas enzim koagulasi dan platelet.
o Asidosis akibat penurunan perfusi dan produksi metabolisme anaerobik memicu akumulasi asam laktat. Walaupun pH
menurun sedikit saja tetapi fungsi enzim koagulasi dan platelet akan terganggu, apalagi jika disertai hipotermia.
Penurunan pH dari 7,4 menjadi 7  menekan aktivasi protrombin FII oleh kompleks prothrombinase hingga 70%
o Hiperfibrinolisis lbh srg pada kasus trauma. Studi menunjukkan sekitar 20% pasien multi trauma yg menderita massive
bleeding mengalami hiperfibrinolisis. Pemberian recombinant activated F VIIa  menekan kerentanan clot utk
mengalami fibrinolisis akibat induksi thrombin activated fibrinolytic inhibitor (TAFI) yg bermakna dlm hiperfibrinolisis.
o Anemia induced coagulopathy; terkait peranan delivery oksigen --- anemia memicu pemanjangan waktu perdarahan
o Reduksi HCt juga menekan adhesi dan aggregasi platelet --- HCt 20% setara dgn hambatan agregasi yg dipicu oleh
20.000 platelet/ml
o Massive injury akan memicu konsumsi ekstensif dengan deplesi platelet dan faktor koagulasi --- mirip DIC seperti
terjadi pemanjangan PT dan aPTT, kadar platelet dan fibrinogen yg rendah dan kadar D-dimer yang tinggi.
o Hipokalsemia juga memicu koagulopati dan peningkatan fibrinolisis.
European Surgical Bleeding Guidelines (Management of bleeding following major trauma: a European guideline Critical Care 2007, 11:R17

The main pathophysiological mechanisms involved in acute traumatic coagulopathy and transfusion strategy.
SAP, systolic arterial pressure; RBC, red blood cells; FFP, fresh-frozen plasma. Bouglé et al. Annals of Intensive Care 2013 3:1

Catatan Henry Sintoro 2015 575


B.TRAUMA VASKULAR PADA REGIO COLLI
B1. Trauma vaskular vasa subclavia

Hubungan ruptur a subclavia dan trauma tumpul toraks tlh byk dilaporkan. Rulliat
dkk melaporkan insiden ruptur a subclavia pd trauma toraks  0,4%
Shalhub dkk mlprkn insidennya mencapai 47% pd BTOAI atau Blunt Thoracic Outlet
Arterial Injuries.
Sekitar 50% kasus trauma a subclavia disertai fraktur clavicula.

Mekanismenya akibat elongasi (streching) atau laserasi. Elongasi terkait dgn trauma
tumpul pd bahu anterior atau clavicula ada KLL dimana tekanan tertuju lgsg pd
pembuluh darah.

Ruptur a subclavia  uncommon complication dari trauma tumpul toraks tetapi hrs disingkirkan lbh dahulu kmgknnya krn
prognosis yg buruk. Sturm dan Cicero (1983) mengajukan lima kriteria sbg dasar pemeriksaan aortography arkus pd pasien dg
kecurigaan trauma vaskular subclavia yaitu :
1. Fraktur iga pertama
2. Penurunan atau hilangnya pulsasi radialis
3. Hematoma supraclavicular yg dapat dipalpasi
4. Pelebaran mediastinum pada foto toraks
5. Brachial plexus palsy
Assenza M, Centonze L, Valesini L, Campana G. Traumatic subclavian arterial rupture: a case report and review of literature.
World Journal of Emergency Surgery 2012, 7:18

Clavicular incisions –right subclavian artery, subclavian veins, and distal left subclavian arteryMedian sternotomy-origins of the right subclavian,
innominate, and proximal left carotid arteries Left anterolateralthoracotomy-proximal left subclavian artery

B2. Trauma vaskular vasa jugularis


(dr HSB, 5/12/13 morning report) Kasus laki-laki 30 thn, penjual sate yang mengalami kecelakaan lalu lintas kemudian tertusuk
tusuk satenya di leher sebelah kanan. Diagnosis durantee op adalah ruptur parsial pada vena jugularis interna kanan.
Dilakukan patch pada vena jugularis interna.
Pertanyaan – apakah boleh dilakukan ligasi pada vena jugularis? Kalo bole yang mana yang boleh diligasi. Yang boleh diligasi
adalah vena jugularis interna. Mengapa?

Pada kasus ini dilakukan patch, kenapa? Kapan dilakukan patch dan kapan memakai graft?
1. Pada kasus ini adalah trauma tajam, jika trauma tumpul akan memicu kerusakan jaringan lebih luas dengan
gambaran hematoma perivaskular maka dipertimbangkan memakai graft
2. Pemakaian patch pada kasus ini juga ditujukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya stenosis dan trombus.
3. Bila traumanya putus total dan ada gap lebih dari 2 cm, maka sebaiknya memakai graft untuk menghindari tension

576 Catatan Henry Sintoro 2015


C.TRAUMA VASKULAR PADA ABDOMEN
Untuk keperluan trauma vaskular, abdomen terbagi 3 area anatomi:
- Zona I  midline retroperitoneum mulai hiatus aotic hingga
promontorium sakral, terbagi dua subdivisi yaitu:
1. Supramesocolic ; aorta suprarenal, IVC supramesocolic dan
superior mesenteric vein (SMV)
2. Inframesocolic; aorta infrarenal,IVC
- Zona 2  ginjal kanan dan kiri, paracolic gutter dan renal vessel
- Zona 3  retroperitoneum pelvis termasuk iliac vessel
Bbrp penulis ada menambahkan zona 4 yg meliputi area perihepatik
yaitu a hepatika, vena porta, IVC retrohepatik dan vena hepatika.

Sekitar 90% trauma vaskular pada abdomen ialah trauma tembus.


Trauma tumpul dapat juga memicu trauma vaskular pada abdomen
melalui 3 mekanisme yaitu :
1. Deselerasi cepat, yg terjadi akibat kecelakaan lalu lintas dg
kecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian. Mekanisme ini
memicu kerusakan dinding pembuluh darah abdomen akibat
avulsi atau intimal tear dan trombosis
2. Direct anteroposterior crushing, tjd pd pengendara mobil yg
memakai sabuk pngaman/ akibat penekanan abdomen anterior
3. Direct laceration o.k. fragmen tulang, srg tjd pd fr pelvis berat
Rutherford’s Vascular Surgery. Ed 7. 2011. h.2343.

C1. Trauma vaskular pada vasa cava inferior

Catatan Henry Sintoro 2015 577


C2. Trauma vaskular pada vasa Iliaca
Hematoma Retroperitoneal terbagi menjadi 3 zona yaitu :
Zona I : Centromedial
Zona II: Lateral
Zona III: Pelvis

Nunn CR, Cullinane DC, Morris JA Jr. Retroperitoneal


injury. In: Cameron JL (ed). Current Surgical Therapy
(6th ed). St Louis: Mosby, 1998

Insiden trauma vaskular pada vasa iliaca berkisar 2% dari slrh


trauma vaskular, atau 10% dari trauma vaskular abdominal.
Mortalitas berkisar 24-40% dgn morbiditas 8%-15%
Lee JT, Bongard FS. Iliac Vessel Injuries.
Surgical Clinics of North America 2002;81(1):21

Anatomi vasa iliaka. Perhatikan konfluensi antara dua vena iliaka


komunis (CIV). Perhatikan posisi ureter terhadap CIV.

(dr HSB, 5/12/13) Jika perlukaan pada vasa iliaca, mana yang boleh diligasi? Vena iliaca interna
(dr HSB, Morning report, 22/12/14) Kapan perdarahan di retroperitoneal atau pelvis kita buka? Dan apa yang harus dilakukan?
- Bila ada tanda hard sign jelas misalnya expanding bulging
- Prinsipnya :
o Hematoma jika tidak pulsatile jangan dibuka  Packing
o Kalo hemodinamik msh stabil dan hematoma pulsatile  harus dikerjakan dengan cepat; identifikasi a
iliaca interna dan ligasi  akan mengurangi perdarahan hingga 70%.

578 Catatan Henry Sintoro 2015


The relationship of an indirect inguinal and a femoral hernia to the pubic tubercle;
the inguinal hernia emerges above and medial to the tubercle, the femoral hernia lies below and lateral to it.

C.TRAUMA VASKULAR PADA EKSTREMITAS

Fracture of the distal shaft—the distal fragment is angulated backwards by gastrocnemius—


the popliteal artery may be torn in this injury

Catatan Henry Sintoro 2015 579


Ringkasan fraktur pada ekstremitas dan klasifikasinya

Frykberg
Trauma tumpul berisiko amputasi 3x lipat dibanding trauma tajam
Reseksi lebih dari 2 cm  tidak bisa dilakukan anastomosis primer

580 Catatan Henry Sintoro 2015


Catatan Henry Sintoro 2015 581
Femoropopliteal Lesion
Pembagian berdasarkan The Inter-Society Consensus II (TASC II) :

Tatalaksana lesi femoropopliteal :


o TASC A dan D : Endovascular therapy mrpkn treatment of choice untuk lesi tipe A
Surgery mrpkn treatment of choice untuk lesi tipe D
o TASC B dan C: Endovascular therapy mrpkn terapi yg lbh dipilih untuk lesi tipe B
Surgery mrpkn terapi yg lebih dipilih untuk lesi tipe C

582 Catatan Henry Sintoro 2015


1.1. Ischemia Post Trauma Vaskular
(Rutherford ed 7 hal 91) Pada fase iskemik, mekanisme utama ialah tissue hipoxia, anoxia dan stasis pada mikrosirkulasi. Setiap
jaringan memiliki derajat toleransi iskemia yang berbeda yang tergantung pada metabolik basalnya. Pd otot manusia dlm
suhu normotermik, kondisi ini dapat ditoleransi sampai 2 jam, sdgkan pd yeyunum , perubahan histologis tampak setelah 30
menit iskemia.

Suplai oksigen ke jaringan yg menurun  produksi energi mitokondria terhenti (sintesis ATP, fosforilasi oksidatif). Cadangan
ATP mkn menipis, glikolisis dipercepat. Pemakaian energi jalur lain memicu gangguan seluler ion homeostasis (keseimbangan
Na, Ca dan K), aktivasi hidrolase dan peningkatan permeabilitas sel membran.

Makin iskemia suatu jaringan, terjadi kerusakan homeostasis ion dan aktivasi hirolase. ATP dipecah, lisosom sel melepaskan
ion hidrogen dan kecepatan glikolisis meningkat sehingga memicu asidosis seluler. Asidosis ini mengganggu fungsi pompa Na-
K-ATP ase dan enzim lain  kadar Na dan Ca sitosol meningkat.

Catatan Henry Sintoro 2015 583


REPERFUSION INJURY
Kerusakan kembalinya aliran darah pd daerah iskemia.
Saat iskemia terjadi alterasi reaksi biokimia terakumulasi
tergantung volume atau luas jaringan akibat kerusakan sel hebat.
Produk metabolit seperti zat anion superoksida sbg
radikal reaktif tinggi, sitokin yg semula terbendung akan terlepas
shg memicu efek local maupun sistemik. Pada masa iskemik time
tjd deplesi ATP, dimana adenosine trifosfat berubah mjd
monofosfat, hipoxantin superokside shg  injury mikrovaskular.
Kapan tjd puncak kadar sitokin tertinggi pasca reperfusion injury?
Jam keempat setelah reperfusion
(Van/APM 2014, Ujian BTKV) Apa dampak dari Reperfusion Injury?
Efek local  kerusakan membrane endothelial pd mikrovaskular
Efek sistemikhiperkalemia, asidosis & myoglobulinemia.
Reaksi inflamasi & sistem koagulasi teraktifkan.
Bila tdk dikelola baikAritmia jtg, ARDS, MODS, dan kematian

Apa sih yg terjadi saat reperfusion injury?


o No Reflow Phenomenon  walaupun sudah
dilakukan restorasi aliran ke jaringan, tetapi
sejumlah pembuluh darah masih tersumbat
trombus sehingga iskemia masih berlangsung

o Generalized Endothelial Cell Injury 


pnyebaran mediator oksigen reaktif, PAF,PMN
 edema akibat capillary leak
(Baue AE, 2002)

584 Catatan Henry Sintoro 2015


1.2. Repair vaskular
(dr APM/PIT HBTKI III) Bila terjadi arteri dan vena pada ekstremitas bawah yang putus, maka harus dilakukan flushing dengan
NS + heparin dari arteri hingga keluar dari vena. Arteri dijahit dulu untuk mencegah iskemi distal yang berkepanjangan

(Prof PR) Tatalaksana modern trauma arteri ditujukan pada dua hal :
- Prevensi eksanguinasi akut ;
o kontrol perdarahan  kompresi digital dgn jari tangan dan bebat tekan aseptik pd luka
o koreksi cairan
- Rekonstruksi segmen arteri yg rusak
(dr HK, Forum Jumat) Bagaimana insisi luka pada eksplorasi vaskular? Dan apa yang harus diperhatikan?
 Insisi kulit longitudinal sesuai dengan alur jalannya pembuluh darah
 Hati-hati saat melakukan insisi, karena dapat memicu trombus bergerak pada vaskular sisi kontralateral sehingga
turut memicu oklusi di sisi sebelahnya

1.ANASTOMOSIS
(Prof PR) prinsip anastomosis  kaliber pembuluh darah harus sama
Vena profunda dapat dipakai untuk graft iliaca, tanpa takut bengkak
Tujuan penjahitan dinding pmblh drh  mpertemukan kedua sisi tunika
intima yg cukup dpt dicapai dg penjahitan kontinyu tunggal
Puruhito. Pengantar Bedah Vaskulus. Airlangga University Press 1987.h.35

(Prof PR) Apa keuntungan jahitan jelujur dlm anastomosis vaskular?


o Lebih cepat daripada jahitan interrupted
o Memberikan kekuatan dan ketegangan “tensile strength”
yang merata diseluruh jahitan

2.ARTERIOTOMI
(Prof PR, Surabaya TCV Update, 15 Okt 2011) Kapan melakukan arteriotomi sejajar aksis /longitudinal atau tranversal?
o Tergantung kasusnya.. arteriotomi dilakukan secara transversal, utk mencegah stenosis
o Tapi bila kita akan melakukan prosedur misalnya bypass maka dapat dilakukan secara longitudinal dan saat menutup
sebaiknya dengan patch untuk mencegah stenosis
(dr ATA/Prof PR) Arteriotomi lebih dipilih dilakukan secaran transversal untuk mencegah stenosis, tapi dapat juga dilakukan
secara longitudinal walaupun tidak lazim, keuntungannya ialah mudah bila ingin melakukan bypass karena insisi sudah sesuai
tetapi dapat memicu stenosis, oleh sebab itu untuk penutupannya tidak boleh jahit primer tetapi harus dgn patch.
3.TEKNIK REPAIR
Repair vaskular meliputi :
o Bypass dengan graft
o Interposisi
o Patch
(Prof PR) Pada lesi vaskular, kapan dilakukan bypass dan kapan ligasi?
1. Bila mengenai arteri utama yang tunggal misalnya a brachialis, a femoralis sebaiknya dilakukan anastomosis
2. Kerusakan arteri yg cukup luas hingga perifer,tdk perlu anastomosis
3. Pertimbangan kerusakan soft tissue dan iskemik time yg dinilai dgn MESS
(OQR, PIT HBTKI III) Kapan dilakukan interposisi dan bypass pada trauma poplitea:
o Interposisi , bila lesi langsung di depan mata,
o Bypass, bila letak lesi berada di dalam sehingga sulit approach atau bila daerah tersebut kontaminasi
o Dr HK  biasanya kita langsung melakukan bypass untuk menghemat waktu mengingat pada kasus vaskular
memiliki golden periode

Catatan Henry Sintoro 2015 585


Pada lesi vascular, pertimbangan apa yang dipikirkan saat melakukan bypass?
1. Graft proksimal dan distal hrs pada daerah sehat yang bebas lesi/ hematom perivaskular dari fraktur site.
2. Tidak pada infected area, utk mencegah kontaminasi dan ↑patensi  risiko graft failure pd crush jg besar
3. Pertimbangan waktu dan daerah iskemik? Dinilai dengan MESS
4. Semakin panjang graft yang dipakai, risiko stasis dan oklusi akan semakin tinggi
5. Setelah graft terpasang dan paten, daerah lesi harus diligasi karena ada trombus formation dan mencegah emboli

(dr HK,1/2/2012)
Jahit distal lbh dahulu yg dijahit, kmd dari atas di spool utk memastikan bhw aliran tsbt lancar & memastikan tdk ada twisting.
Jadi yg dijahit adalah distal tlbh dahulu . Proksimal di spool terlebih dahulu baru disambung shg kita dpt memastikan bahwa
aliran dalam graft tersebut lancar dan tdk twist

Ide pemakaian vena saphena sebagai bypass graft untuk tatalaksana penyakit
arteri oklusif diawali di Perancis oleh sebuah tim dibawah Rene Leriche.
Keberhasilan pemakaian vena saphena magna pertama kali sebagai conduit
dalam prosedur vaskular kompleks dipublikasikan oleh Jean Kunlin, murid Rene
Leriche pada tahun 1949 saat melakukan femoropopliteal bypass.
Aplikasi vena saphena magna dalam bedah vaskular makin dikembangkan di
Amerika oleh Robert Linton, Clement Darling dan John Mannick pada operasi
rekonstruksi infrapopliteal.
Michael E DeBakey (1908-2008) juga menyelesaikan fellowship dibawah Prof
Rene Leriche di University of Strasbourg, Perancis. Pengalaman eropa di tahun
1930an ini mendukung beliau dalam menciptakan inovasi dalam bidang bedah
kardiovaskular.
David Sabiston melakukan operasi anastomosis vena saphena magna pada right
David Sabiston coronary artery pada 4 April 1962
(1924-2009)

586 Catatan Henry Sintoro 2015


Overview of new technologies for lower extremity revascularization

4. GRAFT ADAPTATION
Arteri dan vena memiliki perbedaan struktural, fisiologi dan biokimia.
Vena Saphena Magna normal memiliki intima yg tipis & dilapisi endotelium. Lamina elastica internanya rudimenter & bagian
media terdiri serat otot longitudinal yg tipis dan jaras otot sirkular disisi lebih luarnya yg jelas jauh lebih tipis drpd arteri.
Tunika media yg tipis ini dpt menghambat kapasitasnya kontraksi atau relaksasi sbg respon hemodinamik seperti kemampuan
arteri. Variabilitas gen eNOS atau kadar ekspresi protein atau NO bioavailabilitas pada endotelial arteri dan vena juga berbeda

Vena yg ditempatkan pd sirkulasi arterial sbg bypass


conduit umumnya mengalami pe↑tekanan scr akut &
hemodinamik pulsatile shg tjd peningkatan pd wall shear
dan wall tension.
Maturasi vein graft berhub dg 2 fase remodeling yaitu :
- Fase awal didominasi pelebaran lumen. Dilatasi lumen
tjd dlm 1 bulan stlh tindakan bedah
- Penebalan dan pengerasan (kaku) Vein graft. Graft
vena menebal dlm 1-3 bulan sbg respon normalisasi
peningkatan wall tension
Remodeling  proses dinamik perubahan struktural
konduit yg melibatkan proses selular dan matriks ekstra
seluler dan metabolisme protein fibrous (kolagen dan
elastin). Proses ini tgt interaksi dinamik growth factor,
vasoactive substances dan stimulus hemodinamik.
Owen CD, Ho KJ, Conte MS. Lower extremity vein graft failure: a
translational approach. Vascular Medicine 2008; 13: 63–74

Catatan Henry Sintoro 2015 587


Patobiologi post anastomosis graft baik vein maupun protesis.

Remodeling adalah proses dinamik perubahan struktural konduit yg melibatkan perubahan proses selular dan matriks
ekstraseluler dan metabolisme protein fibrous (kolagen dan elastin). Proses ini tergantung pada interaksi dinamik antara
growth factor, vasoactive substances dan stimulus hemodinamik.

Gambar. Pola aliran pada anastomosis end too side dan side to end. Dekat dinding , aliran darah dapat berbalik dan bergerak secara
sirkumferensial untuk mencapai conduit resepien. Area dari pemisahan aliran ini seiring dengan pertumbuhan hiperplasia intimal.

588 Catatan Henry Sintoro 2015


5.GRAFT FAILURE
(dr HSB,1/2/2012) Bgmn akses graft failure? Bukan dgn MSCT scan krn MSCT bukan flow study
Pada lower extremity vein graft, ada 3 Fase Graft Failure :
1. Early Graft Occlusion ( < 30 hari)  5 sd 10% kasus, terjadi akibat
a. komplikasi teknik bedah,
b. problem intrinsik thdp konduit ( diameter vena kecil, patologi
vena, retained valve),
c. problem ekstrinsik (aliran yg terbatas, hiperkoagulabilitas)
2. Mid Term Vein Graft Failure (3-24 bulan) akibat perkembangan
hiperplasia intimal
3. Late Vein Graft Failure (> 2 tahun) akibat progresi degenerasi
aterosklerotik pada native arterial tree
Saat ini berbagai upaya ditujukan utk modulasi hiperplasia intima yg
dianggap berperan pd sebagian besar vein graft failure.
Davies, MG, Hagen, PO. Pathophysiology of vein graft failure: a review. Eur J Vasc
Endovasc Surg 1995; 9: 7–18
(dr HK, PIT HBTKI III) Memang tingkat kegagalan fempop bypass cukup besar mencapai 80%. Biasanya kita melakukan bypass
dulu karena waktu yang dibutuhkan lebih singkat dimana kita tidak terlalu dalam mengeksplor lesi vaskular dan cukup
dilakukan bypass dulu sebagai tindakan revascularisasi.
(dr HK, Juli 2011 ) Tdk ada gunanya melakukan graft yg panjang apalagi dari a femoralis sblm percabangan menuju a tibialis
posterior, itu berarti anda melewati suatu kompartemen yg tdk akan diperdarahi dan tentu saja risiko gagalnya sgt tinggi.
Pasti mati itu pak…Namanya bypass graft. Jgn pjg bgitu…. Nanti satu daerah regio femoralis itu dpt perdarahan darimana??
Graft, tepi vena digambar dengan metilen blue, sehingga saat menyambung dicocokan – sebagai marker
dr HSB, 21/3/12) Mengapa graft harus ditutup? Untuk mencegah risiko tjdnya infeksi dan bleeding
Jika ada infeksi dan bleeding – maka pertimbangkan untuk amputasi sebagai source control dan rawat luka secara terbuka

5.KAPAN REPAIR VENA?


(Van/Mattox, 15/9/12, diskusi) Kpn pada trauma pembuluh darah vena harus dilakukan repair vena?
1. Kerusakan jaringan masif dmn venous outflow sangat kritis
2. Pada kombinasi cedera AV dimana aliran vena dibthkn utk menjaga patensi arteri
3. Cedera vena poplitea dimana ligasi mengakibatkan morbiditas limb threatening
4. Pada kasus cedera pada bilateral vena jugularis utk menjamin cukupnya aliran darah vena kranial

6.AMPUTASI TUNGKAI POST TRAUMA VASKULAR


(dr HSB, visite besar Okt 2011) Amputasi tungkai pd trauma tdk usah menunggu demarkasi, bila sdh tampak dead limb siapkan
amputasi, cegah jgn sampai pasien jatuh sepsis. Kalo pd tromboemboli, amputasi dilakukan bila batas demarkasi telah jelas.
(dr APM, weekly report) Pd amputasi, prinsipnya utk saraf hrs ditarik sejauh seproksimal mungkin, kmd dipotong & didiatermi.
Phantom pain bervariasi bs 3 bln atau lbh tgtg pada setiap individu.
(dr ATA, weekly report) Walaupun MESS > 7 adalah indikasi limb amputation, tetapi di RSDS dicoba dahulu utk revascularisasi
baik dgn bypass maupun interposisi utk limb salvage walau nanti berakhir amputation
Indikasi absolute amputasi primer pd ekstremitas bawah (Hunter) :
o Amputasi lengkap saat kecelakaan dan tdk ada tempat utk replantasi
o Trauma saraf tibialis posterior atau skiatik yg tdk dpt diperbaiki pd fraktur tibia grade IIIc
o Warm ischemic time > 6-8 jam
o Fraktur grade IIIC dgn kondisi mengancam jiwa (syok, DIC, ARDS)
o Cadaveric foot pd pemeriksaan awal
Hunter G, Ingram R.Revascularization, limb salvage and/or amputation in severe injuries of the lower limb.Current Orthopaedic 1993;7(1): 19-25

Catatan Henry Sintoro 2015 589


1.3. Post Repair Vaskular
(dr HSB, morning report, 8/3/12) Apa yang perlu dipertimbangkan pada repair vaskular :
o PREOPERATIF
o DURANTE OPERATIF
o POST OPERATIF
o RISIKO TROMBUS terutama pada kasus :
 Graft yang panjang
 Kerusakan muskulus tungkai yg hebat shg disfungsi, karena pada dasarnya vena bersifat statis
dan muskulus adalah pumping utama utk pergerakan aliran darah (spy tdk terbentuk
trombus)
o RISIKO REPERFUSION INJURY
o RISIKO INFEKSI
Atas dasar pemikiran tersebut maka obat-obat medikametosa yang diberikan harus sesuai

APLIKASI HEPARIN PADA POST REPAIR VASKULAR


(dr HSB, weekly report 2/11/11) Aplikasi heparin pada post repair vaskular?
Di beberapa center ada yang tidak menggunakan heparin post op repair vaskular. Dan bila yakin jahitan anastomosis baik
maka sebenarnya heparin tidak terlalu perlu. Pada risiko amputasi post op biasanya tidak bisa heparin dijadikan sebagai biang
failure anastomosis, sejumlah faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan graft meliputi :
1. Kondisi pasien, dilihat dari MESS, (menurut NIK  reassess MESS durantee op sgt penting untuk menentukan
tindakan limb amputation atau limb salvage)
2. Panjang graft.. makin panjang makin besar risiko failure
3. Surgical techniques nya…

(dr HSB, weekly report, 21/3/12) Apakah perlu pemberian heparin pada post repair vaskular?
o Pada kasus trauma, PERLU karena :
o Kasus trauma prlu menggunakan heparin krn kita tdk tahu seberapa bsr kerusakan yg terjadi pada arteri
o Masalah graft  memicu TROMBUS karena
 berasal dari vena yg sifatnya stasis, dan aliran drh berjalan krn faktor pumping dr otot
 graft panjang sehingga trombus mudah terbentuk
o Saat anastomosis, perlu heparinisasi sebelum cross clamp
o Pada kasus non trauma, repair vaskular jika anastomosis baik, beberapa penelitian menunjukkan pemberian
heparinisasi tidak ada perbedaaan yang bermakna

(dr HSB, morning report 8/7/13) Berapakah dosis pemberian heparin dan berapa lama?
o Pemberian inisial 5000 iu diikuti maintenance 1000 iu tiap jam selama 6 jam sampai APTT 1,5x tercapai
o Dosis heparin 10-15iu/KgBB kemudian pemberian LMWH subcutan selama 7 hari dan kemudian overlapping dgn
pemberian oral

Obat-obatan Post Repair Vascular  Rheologi, Vasoaktif dan Neurotrofik


1. Heparin dosis 1000 unit/jam diberikan selama 6 jam
2. Pentoxifilin dosis 25 mg/kgBB, diberikan 1200 mg dlm RD5 500 cc/ 24 jam selama 3 hari dan dilanjutkan 2 hari oral
3. Dextran 40 drip 500 cc dalam 24 jam
Tujuan pemberian dekstran ? Beda dengan kristaloid apa? Berapa lama? Dextran bersifat hiperosmolar jadi masuk
dalam jaringan.. Jadi kalo elektrolit itu Dextran 
o Plasma expander & hemodilusi
o Oxygen free radical scavenger.(Baue, 2002)
o Efek terhadap darah :
 Menurunkan viskositas darah – meningkatkan aliran darah lokal
 Weak antiplatelet – antitrombotik, efeknya mencegah pbentukan trombus dan tdk mpengaruhi
deposisi trombus – Tdk mncegah akumulasi platelet dlm vascular
(Salemark Studies of the antithrombotic effects of dextran 40 following microarterial trauma. JPRAS 1990) .
Efek antitrombotiknya tjd mell pengikatan eritrosit, platelet & endotel vaskular – menekan
elektronegativitas  menekan agregasi eritrosit & adhesivitas platelet
 Memperpanjang wkt perdarahan (mkn berat bila persentase dextran mkn tggi)
 Menekan faktor koagulasi (F VIII)
 Menekan jumlah dan adhesivitas trombosit (trombositopeni)
Kontraindikasi dextran  trombositopeni, CHF dan renal (Hume, Venous Thrombosis and Pulmonary Embolism, Harvard)
4. Dorner  vasoaktif
5. Aspirin  anti agregasi
6. Neurobion drip

590 Catatan Henry Sintoro 2015


1.4. Compartement syndrome
Sindrom kompartemen terjadi bila tekanan kompartemen osteo-fascial muscle meningkat diatas level kritis
 kapiler kolaps & aliran darah terhenti.
Kompartemen dalam tubuh :
1. lengan atas  2 kompartemen yaitu anterior dan posterior
2. lengan bawah  3 kompartemen yaitu fleksor superfisial, fleksor profundus dan ekstensor
3. tungkai atas  3 kompartemen yaitu anterior, medial dan posterior
4. tungkai bawah  4 kompartemen yaitu anterior, lateral, posterior sup dan posterior profundus
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat
fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah
Kapan sindrom kompartemen dapat terjadi? (Jeffrey Norton)
Bila terjadi peningkatan tekanan interstitial dlm kompartemen miofascial  gangguan perfusi kapiler dan
fungsi neurologis. Peningkatan tekanan interstitial dapat terjadi akibat:
1. Edema oleh resusitasi cairan
2. Edema akibat dampak iskemia-reperfusi
3. Perdarahan langsung menuju kompartemen
Tekanan intra kompartemen berapa untuk dibilang sindrom kompartemen? (prof PT)
Tekanan jaringan normal berkisar 0-10 mmHg. Tekanan kapiler normal ialah 15-25 mmHg Aliran darah
kapiler dalam kompartemen mulai terhambat pada tekanan > 20 mmHg. Nekrosis iskemik otot dan saraf mulai terjadi
pada tekanan > 30 - 40 mmHg. Tekanan ini msh dpt ditoleransi tgt tekanan perfusi, dg menghitung delta pressure.

Delta pressure = diastolic blood pressure (DBP) – intracompartement pressure

Delta pressure < 20 mmHg  indikasi definitif. < 30  indikasi relatif. Rekomendasi fasciotomi meliputi
1. Tekanan kompartemen > 35-40 mmHg
2. Tanda klinis sindrom kompartemendan gambaran klinis sesuai dengan sindrom kompartemen
3. Gangguan perfusi arterial lebih dari 4 jam
Jika tekanan arterial diastole < 30 mmHg diatas tekanan jaringan  aliran darah kapiler kompartemen mengalami
obstruksi bermakna  hipoksia

Indikasi Fasciotomi? limb saving?, pertimbangkan untung dan rugi fasciotomi, Kesalahan fasciotomi memicu:
1. Pemanjangan lama rawatinap
2. Bone eksposrisiko infeksi atau osteomielitis
3. Sepsis
Tanda pertama kali muncul akibat adanya sindrom kompartemen ialah NYERIIII!!!! Jadi bukan hanya bengkak
Manifestasi klinis paling penting ialah nyeri dan 5P
Manifestasi lain meliputi :
a. Nyeri saat passive stretch
b. Hipoestesi interdigit space antara jari 1 & 2  tanda awal sindrom
kompartemen anterior  disfungsi saraf peroneus profundus
Volkman contracture pada kaki?
Akibat kompartemen sindrom tungkai bawah yang terabaikan  pes
cavus, clawed toes

Bila pulsasi masih teraba, apakah kemungkinan sindrom kompartemen dapat disingkirkan??
Apa dampak sindrom kompartemen bila tidak dikenali? (Jeffrey A Norton)
o Destruksi saraf dan nekrosis otot (terjadi bila tekanan intrakompartemen > 30 dan kerusakan irreversibel
terjadi setelah 4-6 jam iskemia). Iskemik pd saraf mjd jelas stlh 15 menit metab anaerob blgsg.
o Acute renal Failure
o Myoglobinuria
o ARDS

Catatan Henry Sintoro 2015 591


592 Catatan Henry Sintoro 2015
Angiogenesis dan Arteriogenesis

Apa beda angiogenesis dan Arteriogenesis?


Angiogenesis  pertumbuhan jaringan kapiler yg diinduksi oleh adanya hipoksia –sel
Arteriogenesis  pertumbuhan & perkembangan dr anastomosis arteriolar atau arteriolar thdp kolateral besar yg dirangsang
oleh shear stress sebagai akibat oklusi arteri utama. --- dgn sel progenitor?

Apa beda respon arteri dan vena terhadap injury?


- Hiperplasia intima pada arteri lebih besar
Apa beda low and high pressure arterial flow?
- Risiko hyperplasia intima pada

Hiperplasia Intimal
Hiperplasia intimal merupakan response universal vascular terhadap injury dan mrpkn perubahan structural kronis pada
denuded arterias, arterialized vein dan prosthetic bypass graft. Secara kronologis teragi mejadi
- Hiperakut ( bbrp menit hingga jam)
- Akut dan (bbrp jam hingga minggu)
- Kronis (bbrp minggu hingga bulan)
Hiperplasia intimal dpt didefiniskan sbg kelainan migrasi dan proliferasi vascular smooth muscle cell (VSMC) terkait deposisi
matriks jaringan konektif ekstraselular, yang kemudian diikuti remodeling.

Distribusi pola lesi hyperplasia intima bisa meliputi :


- Difus mengenai seluruh pembuluh darah
- Fokal pada lokasi anastomosis
- Fokal antara bagian pembuluh darah
Klasifikasi sistematik arterial intimal injuries ialahh :
1. Tipe I  perubahan fungsional tanpa perubahan morfologi signifikan
2. Tipe II  denudasi endothelial tanpa kerusakan intimal dan medial
3. Tipe III  denudasi endothelial dengan kerusakan intimal dan medial

Catatan Henry Sintoro 2015 593


594 Catatan Henry Sintoro 2015
Trombosis Arteri vs Vena?
Mekanisme pembentukan trombus dikenal sebagai Trias Virchow ;
1. Intinal disruption (VASKULAR) kelainan dinding pembuluh darah
2. Hiperkoagulabilitas (VISCOSITAS) kelainan koagulopati
3. Stasis (VELOCITY of FLOW) kelainan aliran darah aliran yg lambat

Komposisi trombus arteri dan vena berbeda bermakna. Trombus arteri umumnya
dipicu oleh ruptur dari plak arterosklerosis dimana terjadi rekrutmen platelet secara
cepat ke lokasi ruptur melalui interaksi platelet spesifik - reseptor permukaan dgn
kolagen dan faktor von Willebrand. Platelet melekat pada dinding vaskular membentuk
trombus. Platelet melepaskan faktor lain yg memicu rekrutmen platelet lebih banyak,
adhesi, agregasi dan aktivasi.

Trombus arteri kaya akan pletelet teragregasi sdgkn trombus vena kaya akan
coagulated blood (faktor koagulasi, eritrosit dan platelet). Trombus arteri berwarna
Rudolph Ludwig Carl Virchow lebih pucat daripada trombus vena
1821-1902
Professor of Pathology
University of Wurzburg

A. Arterial trombosis B. Venous trombosis

Trombus vena kaya akan fibrin dan biasanya terjadi tanpa ada kerusakan pada pembuluh darah. Thromboemboli vena terjadi
akibat perubahan komposisi darah, perubahan aliran atau perubahan pada endotelium. Faktor genetik dan lingkungan turut
meningkatkan risiko tromboemboli ini. Predisposisi genetik seperti trombofilia jg terjadi akibat peningkatnya aktivasi protein
yg memicu koagulasi atau menurunnya protein yg menghambat koagulasi. Peningkatan Tissue Factor dlm bentuk mikropartikel
jg memicu venous thrombosis.

Catatan Henry Sintoro 2015 595


Aspirin menghambat agregasi platelet shg menjadi agen primer yg digunakan dlm trombus arteri
Pada trombus vena yg kaya akan faktor koagulasi maka ada tiga kelas antikogulan yg digunakan yaitu :
o Direct inhibitor FXa dan thrombin
o Antagonis vitamin K – bekerja menghambat post translational modifikasi 2,7,9,10
o Indirect thrombin inhibitor (heparin) bekerja yg mengikat AT dan meningkatkan afinitasnya thdp trombin
(Prof Paul Tahalele, 6/8/2014) Apa saja obat yg bekerja untuk menghambat terjadinya trombosis pd arteri atau vena?
Pembahasan tatalaksana DVT --- apakah memakai DFXa (Xarelto) atau Simarc?

596 Catatan Henry Sintoro 2015


Atherosclerosis
Atherosclerosis ditandai oleh lesi intimal yg disebut ATHEROMATA atau ATHEROMATOUS atau FIBROFATTY PLAQUES yg
menyumbat lumen arterial dan memperlemah media dan berhubungan dgn kalsifikasi. Seiring umur, adanya faktor risiko dan
predisposisi genetik, atherosclerosis akan memicu komplikasi seperti defek pada permukaan, hemoragi dan trombosis.

Dalam dokumen konsensus atherosclerosis dari AHA tahun 1995 dijelaskan jenis dan kausa histologinya :

Herbert C. Stary et al. Definition of Advanced Types of Atherosclerotic Lesions and a Histological Classification of Atherosclerosis.
Circulation. 1995; 92: 1355-1374

Pola atherosklerosis aortic difus—Mills & Everson:


Tipe I – Circumferensial medial calcification
Disebut juga “porcelain aorta”; mudah dikenali secara klinis
dengan adanya kalsifikasi aorta pd coronary angiogram, CT atau
rontgen toraks, juga pada palpasi saat bedah
Tipe II – Diffuse intimal Thickening
Patologi ini kadang dpt diidentifikasi melalui visualisasi root saat
angiografi – ditandai irregular aortic lining. Pemeriksaan
inspeksi dan palpasi aorta saat bedah srg kali normal
Tipe III – Intramural liquid debris
Paling sulit dideteksi, dan srg kali terlewatkan bahkan dg TEE

Mills NL, Everson CT: Atherosclerosis of the ascending aorta and coronary artery bypass.
Pathology, clinical correlates, and operative management. J Thorac Cardiovasc Surg 1991;102:546,

Catatan Henry Sintoro 2015 597


598 Catatan Henry Sintoro 2015
2. Penyakit Arteri ?

Peripheral Artery Disease (PAD) ialah


Definisi 

10 % simptomatis
90% asimptomatis

Patogenesis
Patogenesis penyakit arterial diawali oleh disrupsi sel endotel 
Upregulasi CAM, sekresi sitokin/kemokin dan rekrutmen leukosit
pada intima arteri.

Ruptur plak terjadi akibat kerja kolagen dan faktor von Willebrand
terhadap platelet dalam sirkulasi yang teraktivasi dan melekat pada
tempat lesi.
Ekspos tissue faktor terhadap faktor VII menyebabkan aktivasi
kaskade koagulasi dan pembentukan trombin, memicu pembelahan
fibrinogen dan aktivasi F-XIII dan platelet untuk memicu bekuan fibrin
kaya platelet, proses kunci dalam arterial trombosis.

(dr Suhartono, 7/06/13) Mengapa penting utk mengenali pasien PAD?


o Merupakan penyebab kematian
o PAD merupakan marker atherosklerosis sistemik, baik dg maupun tanpa simptom
o Pasien PAD memiliki risiko 6x menderita mortalitas penyakit kardiovaskular dibanding pasien tanpa PAD

Catatan Henry Sintoro 2015 599


Tatalaksana endovascular PAD
o Thrombektomi
o Angioplasti
o Stenting

Pendekatan
1. Rheologi
2. Vasodilator
3. Neurotropik
Tatalaksana endovascular PAD
o Thrombektomi
o Angioplasti
o Stenting
(Puruhito) Bagaimana prinsip pengobatan hemorrheologi (rheologi darah)?
o Menaikkan fleksibilitas eritrosit (deformabilitas), kemampuan untuk lebih lentur sehingga mudah mengalir dalam
pembuluh darah yang diameternya kecil
o Menurunkan viskositas plasma
o Menurunkan viskositas umum dari darah
o Menurunkan agregasi trombosit karena sifat adhesinya

(Puruhito) Apa saja obat untuk rheologi?


1. Antiplatelet aspirin, ticlopidin, cilostazol, pentoksifilin
2. Antioksidan dan chelation
3. Vasodilator
a. Inositol nicotinate --- Vasodilator dan mengurangi kadar lemak
b. Cinnarizine --- antagonis vasokonstriktor endogen, angiotensin dan epinefrin
c. Prostaglandin --- vasodilator dan anti nyeri claudicatio
3. Levocarnitin
4. Immunodilator

(dr HSB, 20/3/2012) Bagaimana cara membedakan penyakit burger, sklerotik dan trombosis vena?
Burger disease Sklerotic Trombosis vena
Anamnesis Nyeri dominan Edema lebih dominan
Faktor risiko Fakto risiko
o Perokok o Trias virchow
o Usia muda
Pemeriksaan Fisik Pulsasi perifer ada Pulsasi perifer menurun Pulsasi perifer ada
Akral hangat Akral lebih dingin Akral hangat
Pemeriksaan Penunjang
Tatalaksana

600 Catatan Henry Sintoro 2015


2.1. Acute Limb Ischemia
Limb ischemia diklasifikasikan berdasarkan onset dan severity.
Complete acute ischemia  extensive tissue necrosis dlm 6 jam
kecuali dilakukan revaskularisasi secara bedah.

Acute limb ischemia umumnya disebabkan oleh :


1. Acute thrombotic occlusion akibat segmen arteri yg stenotik (60% kasus).
2. Embolus (30% kasus). ± 80% emboli perifer muncul dari LAA & terkait dg AF. Sisanya muncul akibat kelainan katup,
graft bypass protestik, aneurisma, emboli paradoksikal. Sktr 15% kasus, sumber emboli tdk jelas.
Sgt penting utk mbedakan keduanya karena tatalaksana dan prognosis berbeda
(Puruhito) Apa saja yang mempengaruhi derajat iskemia?
1. Lokalisasi dan luasnya emboli atau obstruksi di arteri
2. Pembuluh kolateral yang terbentuk
3. Keadaan umum penderita seperti syok, insufisiensi jantung
Critical limb ischemia  advance stage dari PAD atau efek progresif chronic limb ischemia, ditandai obstruksi berat arteri shg
aliran ke ekstremitas berkurang yg menyebabkan nyeri yg hebat bahkan saat istirahat dan lesi iskemik; non healing ulcers.
Sebagian besar mengalami multiple blokages. Kriteria diagnostik meliputi :
1. Nyeri kaki yang rekuren lebih dari dua minggu dan memerlukan analgesia
2. Ankle systolic pressure < 50 mmHg atau toe systolic pressure < 30 mmHg
3. Ankle brachial index 0,4 atau lebih kecil
4. Non healing wound atau gangrene
Santili JD, Santili SM. Chronic Critical Limb Ischemia : Diagnosis Treatment and Prognosis. Am Fam Physician 1999;59:1899-1908
Kapan perlu dilakukan angiography ?
o Jika tanda iskemia incomplete, pasien sebaiknya menjalani angiografi preoperative karena seringkali embolektomi/
trombektomi mengalami kegagalan dan dapat diberikan trombolisis terlebih dahulu.
o Jika iskemia complete, pasien lgsg dibawa ke OK krn angiografi hny mrpkn penundaan & trombolisis bkn pilihan.
Callum K, Bradbury A. Acute limb ischaemia. BMJ 2000;320:764-7

Marble White Foot pd Acute limb Ischemia


EMBOLI ARTERI
Emboli arteri mrpkn salah satu faktor tebanyak penyebab obstruksi arteri akut , disamping faktor lainnya. Obstruksi dapat
terjadi mendadak dan total sehingga memicu iskemia berat pada organ atau jaringan distal dari tempat obstruksi. Emboli
dapat berupa udara, lemak, benda asing, sel tumor atau yang paling sering adalah trombosis yg terbentuk di jantung,
percabangan vena atau aorta (tromboemboli) ---- Vollmar

Catatan Henry Sintoro 2015 601


(dr HSB, weekly Maret 2012) Kasus Tn S, acute limb ischemia ec tromboemboli + trombus di LV EF 22% + CAD3VD, dgn
gambaran infark di anteroseptal pada EKG dan global hypokinetic di LV, serta total occlusion pd a femoralis superfisialis kanan.
Telah dilakukan trombektomi ante dan retrograde, tampak trombus 20 cm. Komentar  pd kasus acute limb ischemia hrs
dievaluasi lebih lanjut asal trombus, dari echo didapatkan trombus pd LV dan knp bisa ada trombus di LV? Bisa krn global
hipokinetik akibat sumbatan pada a coronaria shg prl angiografi dan kmgkn utk CABG.
(diskusi dg dr Faisal 5/4/12) Heparinisasi dapat diberikan pd kasus limb ischemia dosis:
 500 unit/kgBB dlm PZ 50 cc dengan kecepatan 4 cc/jam
 25000 unit pd pasien 50 kg  artinya 2000 unit tiap jamnya.
Target diberikan ialah PPT 60-80 atau INR 2,5
Plavix (Clopidogrel) lbh dipilih utk obat pendukung daripada Pentoxifilin yg ditinggalkan krn site of actionnya yg tll perifer.
Risiko pemberian heparin pd kasus ini adalah SHOWER THROMBUS, dimana ada trombus baru yg lepas dari sumbernya

Bagaimana cara pemberian antiinflamasi pada kasus reperfusion injury post trombektomi?
Diberikan tatalaksana anti inflamasi tetapi yang non steroid, dalam hal ini seperti natrium diklofenak. Pemberian
kortikosteroid tidak diperkenankan karena akan memicu terjadinya infeksi akibat penurunan imun tubuh.

Rutherford RB et al, Recommended standards for reports dealing with lower extremity ischemia: Revised version.
J Vasc Surg 26(3) Sep 1997, p517-538
(Puruhito) Apa tujuan terapi limb iskemia: ?
1. Atasi kegawatan yang ada – atasi syok dan gagal jantung ingat syok menyebabkan gangguan peredaran darah
2. Mengembalikan aliran darah arteri
3. Menghilangkan sumber emboli

(Puruhito) Bila menemukan kasus emboli arteri akut di rumah sakit daerah atau puskesmas, harus segera merujuk dalam
waktu kurang dari 12 jam dengan disertai tindakan terapi pendahuluan berupa :
1. Analgetikum --- atasi nyeriinya
2. Digitalisasi – bila ada gangguan atau gagal jantung
3. Rendahkan ekstremitas yang sakit dan cegah tindakan penekanan atau bidai
4. Pasang infus cairan dextrose ( volume harus cukup)
5. Segera merujuk ke RS yang tersedia bedah vaskular dengan ambulans

(Puruhito) Kapan kita melakukan terapi konservatif?


1. Bila emboli arteri menyangkut pembuluh darah kecil dan perifer seperti sebelah distal siku atau lutut
2. Bila disertai dengan syok berat atau gagal jantung

(dr HSB, April 2013 - RSAL) Kasus Ny P, 29 thn dgn acute limb ischemia kiri ec tromboemboli + Cardiomyopathy peripartum.
Pasien sblmnya di rwt di RS Magetan dan dirujuk krn tungkai bawah kiri btambah nyeri, mghitam dan dingin. Fisik: pulsasi
femoralis kanan & kiri hingga distal tdk teraba. Echocardiografi didapatkan dilatasi semua chamber dg EF 47%, global
hypokinetic, MR moderate TR mild, Peripartum Cardiomyopathy. MSCT scan angio,  thrombus mengisi dari distal hingga L3.
Konsul dr HSB  embolektomi cito utk me↓ level amputasi, allopurinol 1x300 mg + vit C utk menekan risiko reperfusion
injury. Dilakukan trombektomi, keluar 30 cm thrombus dari superior & inferior tungkai kanan & kiri. Pasien kmd go on
hyperbaric therapy smbl menunggu persetujuan above knee amputation. Pasien meninggal mendadak bbrp hari kemudian stlh
hyperbaric therapy yg ketiga.

Pelajaran yg diperoleh :
Pada setiap kasus acute limb ischemia akibat thromboemboli :
o Tindakan trombektomi hrs segera dilakukan, utk menurunkan level amputasi walau dgn risiko besar utk reperfusion
injury. Kalo sdh dead limb ya sebaiknya amputasi disertai embolektomi. Tetapi diagnostik harus lengkap dulu.
o Cari sumber thrombus dengan echocardiografi, pemeriksaan darah dan lain sebagainya
o Identifikasi tingkat obstruksi juga penting. Arteriografi atau MSCT scan angio mberikan informasi berharga pd kasus
ini. Semula dipikirkan lgsg amputasi above knee dan embolektomi tnp MSCT angio sambil optimalisasi. Tetapi MSCT
angio memberikan informasi betapa berat obstruksi yang dialami

602 Catatan Henry Sintoro 2015


o KIE keluarga pasien sejak awal sangat penting. Perlu dijelaskan bahwa :
o Risiko meninggal mdadak bisa terjadi akibat sumbatan emboli ---
o Risiko akibat emboli bisa menyumbat paru, otak (stroke), jantung atau masuk dalam tungkai bawah
kontralateral yg akan memicu acute limb ischemia di sisi kontralateral
o Risiko penyumbatan juga dpt tjd berulang karena sumber bekuan masih ada
o Risiko amputasi dan kenaikan level amputasi hrs dijelaskan, karena pd dasarnya jaringan yg tampak
diluar (kulit) lebih baik daripada kondisi didalamnya.
o Risiko perdarahan akibat obat dan tindakan
o Risiko reperfusion injury dimana mediator inflamasi akan tersebar ke sistemik pasca tindakan juga bisa
terjadi yg bisa memicu sepsis dan kematian
o Cardiomyopathy peripartum  kardiomiopati dilatasi tjd mulai trisemester ketiga hingga 6 bulan stlh partus
o Embolektomi harus dilakukan pada dua tungkai untuk menekan risiko penyumbatan kembali

(dr HSB, morning report 22/12/2014) Kapan trombektomi harus dihentikan ?


- Extravascular prob : Bila kondisi pasien memburuk; unstable hemodynamic
- Intravascular prob :
o Bila kateter tidak dapat masuk/ ada hard thrombus?
o Bila aliran baik flow maupun back flownya lancar

(dr HSB, 5/5/13) Acute limb ischemia jg bisa disebabkan oleh aterosklerosis dimana arteri mengalami sklerotik shg lumen mjd
sempit. Bagaimana mbedakan suatu sumbatan karena thrombus dg sklerotik?
- Dari faktor usia, usia lebih tua cenderung ke arah ateriosklerosis
- Dari faktor pencetus, adakah faktor risiko seperti gangguan irama jantung, hipokinetik jtg, trombus dlm ruang jtg
Jika curiga suatu thrombus, sebaiknya dilakukan embolektomi sjk awal & obat-obatan antikoagulan, jika terlambat hingga 1
minggu lbh maka thrombus sdh mjd matur dan menyatu dgn dinding vascular. Jika akibat proses sklerotik maka tindkn
embolektomi berbahaya krn dpt merusak plak yg ada bahkan dpt mperburuk iskemia akibat plak yg menyumbat

Blue toe syndr pd Acute Limb ischemia ok. atheroembolism


(rupture atherosclerosis plaque) yg mirip Raynaud. Distal
pulsasi biasanya ada. Bila tdk dikenali perburukan brlgsg cepat
dan berakhir dg amputasi

(dr HSB, 13/5/13) Kasus Ny T, 55 thn dgn chronic limb ischemia + dilated cardiomyopathy + DM
+ sepsis dikonsulkan.
Keluhan nyeri pada kedua tungkai sejak 1 bulan dan bengkak sjk 2 bulan SMRS. Nyeri saat
berjalan dan juga saat istirahat.
Pemeriksaan klinis Akral hangat dikedua tungkai, pulsasi a tibialis posterior kiri lebih lemah.
Pemikiran kronis
o Kejadian berlangsung lebih dari 2 minggu
o Nyeri pada tungkai kiri
o Riwayat DM
o Gambaran kebiruan tampak tidak merata tersebar di tungkai
Diagnostik? MS CT scan? Arteriografi?

(dr HSB, 6/1/2014, morning report) Pada kasus dgn acute limb ischemia dgn dead limb setinggi sepertiga cruris kiri. Apakah
masih perlu dilakukan diagnostik penunjang arteriografi walau sudah di lakukan dopler sebelum amputasi?
- Perlu, bila tidak bisa, minimal MSCT angio. Kita perlu melakukan evaluasi proksimalnya, sejauh mana terjadi
gambaran irregularitas akibat arteriosklerosis karena proses sklerosis tersebut dapat berlanjut naik. Selain itu juga
diperlukan utk memastikan sumbatan akibat stenosis atau akibat trombus, atau adanya trombus yang terbentuk
akibat stenosis tersebut

Catatan Henry Sintoro 2015 603


HEPARINISASI PADA ACUTE LIMB ISCHEMIA : PRE OP DAN POST OP.. SEBERAPA PENTINGKAH?

Pd thn 1978, Blaisdell dkk pertama kali mperkenalkan konsep heparinisasi dini utk mcegah
propagasi trombus di proksimal dan distal, pada kasus intervensi yg tertunda. Saat ini,
heparinisasi dini msh mrpkn tatalaksana awal ALI, walau demikian blm jelas alasannya.
Heparinisasi full dose segera dpt mberikan perbaikan simptomatik pada beberapa pasien
baik akibat efek antikoagulasi heparin maupun ekspansi volume. Dan yang paling penting
ialah pencegahan propagasi trombus proksimal distal dan mempertahankan mikrosirkulasi

F. William Blaisdell
Cardiovasc Surgeon
1927 –
One of Michael De Bakey student
Kasirajan K, Ouriel K. Current Options in the Diagnosis and Management of Acute Limb Ischemia. Prog Cardiovasc Nurs. 2002;17(1)

Post ischaemic syndromes


1. Reperfusion Injury akibat radikal bebas oksigen reaktif tinggi & migrasi neutrophil ke reperfused tissue
Efek reperfusion syndrome
o Local –
 Limb swelling akibat peningkatan permeabilitas
 Gangguan fungsi otot akibat iskemia 
o General :
 Asidosis & hiperkalemi o.k.leakage sel rusak  aritmia jtg & mioglobinemia  Acute tubular necrosis
 Acute respiratory distress syndrome
 Syok endotoksik , akibat edema endothelial gastrointestinal
2. Compartement Syndrome
3. Chronic Pain Syndrome

604 Catatan Henry Sintoro 2015


2.2.Chronic Limb Ischemia
Perlu kejelian dlm identifikasi pasien dengan insufisiensi arteri & mbedakannya dgn pnyebab nyeri tungkai lainnya
spt artritis degeneratif, radiculopathy dan penyakit osteo-muscular lainnya. Chronic Limb Ischemia memiliki manifestasi klinis
dari asimptomatis hingga severe critical limb ischemia. Gejala hy tjg bila kebutuhan oksigen lbh tinggi dari blood supply akibat
lesi stenotik arteri perifer.
Ada dua klasifikasi utama yaitu Fontaine dan Rutherford. Fontaine lebih byk digunakan dan lbh mendasarkan gejala
klinis dan tanda daripada temuan diagnostic.
Hiller H. Understanding medical treatment in lower limb peripheral arterial disease. CES Medicina 2010;24(2)

Rene Fontaine pada tahun 1954 memperkenalkan stadium Fontaine utk iskemia :

Rene Fontaine
Professor at University Strassbourg
Murid Rene Leriche
(1899-1979)

Tabel 1. Diagnosis banding claudication intermitten

Catatan Henry Sintoro 2015 605


606 Catatan Henry Sintoro 2015
Faktor yg meningkatkan risiko PAD pada ekstremitas bawah dan risiko kehilangan kaki pada critical limb ischemia
ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With Peripheral Arterial Disease. JACC 2006.

(dr HSB, 19/01/2015) Chronic limb ischemia itu diagnosis awal, jika sudah ada arteriografi maka bukan CLI lagi, misalnya pada
kasus ini dari gambaran arteriografinya tampak adanya arteriosklerosis

(dr HSB, 19/01/2015) Kasus Tn X 75 thn dgn CLI – arteriosklerosis yang difus. Bagaimana tatalaksananya?
Apakah bisa di bypass?
- Kontroversi bypass, kesulitannya : graft bakal panjang, evaluasi distal tidak jelas dimana letak anastomosis distalnya
karena tidak tampak run in -- jangan eksplorasi kalo tidak jelas tujuannya
- Stem cell aplication (?)

Hemangioma  ada feeding arteri (?) Gak salah tuh….

Popliteal Entrapment Syndrome (PAES)

Sindrom kompresi arteri popliteal ini adalah salah satu penyebab intermittent claudication.

Bettega M, Szeliga A, Hageman RP. Popliteal artery Entrapment Syndrome : Case Report. J Vasc Bras 2011;10(4):

Catatan Henry Sintoro 2015 607


VASCULITIS

608 Catatan Henry Sintoro 2015


2.3. Raynaud Syndrome
Fenomena Raynaud  kondisi konstriksi atau vasospasme ekstremitas yg
menyebabkan perubahan hilang timbul warna (discoloration) pada jari, kaki dan lain
sebagainya akibat penurunan suplai darah ke area tersebut.
(Rutherford h. 1822) Tahun 1862, MauriceRaynaud melaporkan penelitian pada kasus
vasokonstriksi dgn perubahan warna ekstremitas yg timbul akibat rangsang dingin atau
gangguan emosi pada 25 pasiennya.
Tahun 1901 Hutchinson mempertegas penelitian Raynaud dan memunculkan istilah:
- RAYNAUD DISEASE (ETIOLOGI IDIOPATIK)
- RAYNAUD PHENOMENON (ADA UNDERLYING DISEASE)
(Rutherford h. 1823) Karena banyaknya kesalahpahaman dan tumpang tindih klasifikasi
diagnostik, maka istilah Raynaud disease dan Raynaud Phenomenon digantikan dengan
istilah RAYNAUD SYNDROME.
Sindrom Raynaud phenomenon meliputi :
- Raynaud disease (Primary Raynaud Phenomenon) dimana fenomenanya idiopatik
Auguste Gabriel Maurice Raynaud
- Raynaud syndrome (Secondary Raynaud) Professor of medical Pathology at
* Obstructive Paris Hospital
* Vasospastic 1834-1881

(Prof Puruhito ) Apa bedanya raynaud disease dgn raynaud phenomenon?


Penyakit Raynaud dan fenomena raynaud dibedakan sebagai berikut :
- Penyakit Raynaud/Raynaud disease (ETIOLOGI IDIOPATIK) ialah keadaan pucat atau sianosis paroksimal pd jari jari
tangan atau kaki ( kerap kali pula pada ujung hidung atau telinga); o.k. vasospasme intensif pembuluh arteriol atau
arteri lokal yg kecil. Penyakit Raynaud terutama terjadi pada wanita muda yg sehat. Dgn etiologi yg belum jelas,
penyakit tersebut mencerminkan respon vasomotor yang berlebihan terhdp hawa dingin atau emosi
- Fenomena Raynaud (ADA UNDERLYING DISEASE) keadaaan insufisiensi arterial pd ekstremitas yg tjd sekunder
o.k. penyempitan arteri akibat berbagai keadaan lain misalnya ateroklerosis, lupus eritematosus sistemik, sklerosis
sitemik atau penyakit Buerger.
Mitchell RN. Pocket Companion to Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7 th edition. Elsevier 2008

D Jusi) Kriteria diagnosis penyakit raynaud primer: (Rajagopalan S, h. 239) Kriteria diagnosis Raynaud Primer :
- Serangan fenomena raynaud krn rgsg dingin / emosi - Vasospastic attacks dipicu stress emosional / dingin
- Fenomena terjadi bilateral, jarang unilateral - Serangan bersifat simetris ( melibatkan kedua tangan)
- Tanpa gangren dan bila ada hy terbatas pada kulit - Normal nail fold capillaries;
- Tidak ada penyakit primer - Tidak ada underlying disease
- Gejala yg ada sedikitnya sudah 2 tahun - ESR normal dan nilai ANA negatif

(Rajagopalan S, h. 239) Beberapa kriteria yang dpt digunakan untuk membedakan Raynaud Primer dan Raynaud sekunder
Raynaud Primer Raynaud Sekunder
Age of onset 15-30 >40 yr
Severity of symptoms Mild Severe
Tissue necrosis and gangren Absent Maybe present
Risk of progression Minimal High
Autoantibodi Absent Present
Disfungsi endotelial + +++
Vasokonstriktor sirkulasi + +++

Catatan Henry Sintoro 2015 609


Efek pemajanan dingin pd jari normal, jari dgn Raynaud disease dan Raynaud
phenomenon akibat sekunder dari obstruksi arterial dan vasospasme

CREST syndrome meliputi :


1. Calcinosis cutis,
2. Raynaud’s phenomenon,
3. Esophageal dysfunction,
4. Sclerodactyly, and
5. Telangiectasia

610 Catatan Henry Sintoro 2015


2.4. Buerger’s Disease
Buerger’s disease disebut jg tromboangiitis obliterans, mrpkn inflamasi pd
arteri dan vena ukuran kecil dan medium. Buerger hrs dibedakan dari PAPO krn
tdk disebabkan oleh atherosklerosis (plaque) yg memicu penyempitan arteri
Tromboangiitis obliterans pertama kali dideskripsikan Von Winiwarter tahun
1879. Leo Beuerger thn 1908 mendeskripsikan tromboangiitis obliterans secara
lebih rinci sbg “ presenile spontaneous gangrene”

Merupakan inflamasi segmental akut dan kronis yg memicu trombosis arteri &
vena berukuran sedang dan kecil pd ekstremitas dgn pnyebab tidak diketahui.
Lesi akut tdd infiltrasi neutrofil arterial dgn pembentukan trombus mural yg
berisi mikroabses, srg disertai pembentukan sel raksasa dan kelainan sekunder
pada vena dan saraf didekatnya. Lesi lanjut memperlihatkan organisasi dan
Leo Buerger
rekanalisasi.
Surgeon, Professor at Mount Sinai Hospital
1879-1943
Dimulai dgn flebitis noduler, diikuti sensitivitas thdp hawa dingin shg mirip dengan Raynaud atau claudicatio pada tungkai.
Insufisiensi vaskular menyebabkan nyeri hebat yang berujung pada gangren ekstremitas
Mitchell RN. Pocket Companion to Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Elsevier 2008

Menurut Olin (2000), kriteria Buerger’s disease sebagai berikut :


1. Laki-laki usia muda, sekitar 20 – 40 tahun, walaupun ada yg
mengenai wanita dlm porsi lbh sedikit
2. Riwayat perokok lama
3. Iskemia ekstremitas distal disertai rasa nyeri ( claudicatio, nyeri saat
istirahat dan ulkus)
4. Tidak menderita pykt autoimun, status hiperkoagulable dan DM
5. Tidak ada sumber emboli proksimal dari echo dan arteriography
6. Gambaran arteriografi yang konsisten
Olin JW. Thromboangiitis Obliterans (Buerger's Disease).
N Engl J Med 2000; 343:864-869

Alexander von Winiwarter,


Surgeon at Vienna University
Professor of Surgery University of Liege Belgium
1848-1917

Dari gambaran histopatologi, terbagi menjadi 3 fase menurut durasi penyakitnya yaitu :
1. Fase akut : segmen vaskular dgn thrombophlebitis superfisial pada biopsi. Hallmarknya ialah adanya trombus
inflamasi, high cellular dan oklusif dgn inflamasi pada dinding pembuluh darah
2. Fase subakut (intermediate) ditandai organisasi progresif trombus pada arteri dan vena
3. Fase kronis atau end stage phase didapatkan trombus dan fibrosis terorganisir dlm pembuluh darah

Catatan Henry Sintoro 2015 611


2.5. Leriche Syndrome
Aortoiliac occlusive disease --- Leriche syndrome  adanya oklusi trombotik dari
aorta abdominal diatas bifurcationya

Biasanya dijumpai pada pria,usia 40-60 thn dengan trias :


1. Claudication pada bokong dan paha
2. Penurunan atau hilangnya pulsasi femoral
3. Impotensi

Progresi penyakit ini lambat dan kolateralpun terbentuk sehingga limb threatening
ischemic disease cenderung tidak tampak.
Kondisi ini sangat tergantung pada distribusi dan beratnya penyakit – sejumlah gejala
dapat muncul menyertai spt atrofi otot dan penyembuhan luka yg lambat pd tungkai
Rene Leriche at 1915
Murvet Y. Inevitable hemodialysis for treating resistant hypertension in a patient with (1879-1955)
Leriche syndrome. Clinics 2012 : 67 (12): 1483-1486. Professor of Surgery
University of Strasbourg France

Aortoiliac occlusive disease – Leriche Syndrome

Tatalaksana

- Kissing balloon angioplasty +/- stent


- Aortoiliac bypass graft
- Axillofemoral dan femoro-femoral bypass
-

612 Catatan Henry Sintoro 2015


2.6. Purpura Gangrenosa - Purpura Fulminan

Purpura fulminan mrpkn penyakit mengancam jiwa yg ditandai sudden progressive cutaneous hemorrhage dan nekrosis yg
diklasifikasikan menjadi tiga bentuk :
1. Neonatal purpura fulminan
2. Idiopathic purpura fulminan
3. Acute infectios purpura fulminan
Neonatal purpura fulminan biasanya muncul dlm 72 jam stlh lahir dgn lesi purpurik sekitar regio perineal, fleksor dari paha
dan abdomen. Mutasi protein C, defisiensi protein S atau antitrombin III dapat memicu terjadinya purpura fulminan neonatal.
PURPURA FULMINAN IDIOPATIK biasanya mengikuti
penyakit bakterial atau viral dgn onset 7-10 hari stlh infeksi,
sebagian bsr tjd pd anak. Streptokokus & varicella adlh
terbanyak. Patogenesis mencakup pe↓ kadar protein C,
protein S & antitrombin III

Btk plg umum, PURPURA FULMINAN INFEKSIUS AKUT srgkali


tumpang tindih dgn infeksi bakterial. Pd kasus ini,
keseimbangan antikoagulan dan prokoagulan dlm aktivitas
sel endotel terganggu. Gangguan ini dipicu endotoksin
bakteri (plg byk mengingokokus dan varicella) yg
membutuhkan antitrombin III seperti halnya protein C dan S.
Bakteri gram negatif dan staphylococcus sering dilaporkan.

Lesi purpura fulminan pd umumnya serupa TANPA MEMANDANG FAKTOR PRESIPITASI. Manifestasi kardinal ialah ekimosis
kulit yg melingkar dan gangren ekstremitas dgn gang. koagulasi yg mangarah pd disseminated intravascular coagulation (DIC).
Pd pemeriksaan hematologi didapatkan kadar fibrinogen, faktor pembekuan dan platelet yg rendah. Pemanjangan protrombin
& partial thromboplastin time. FDP me↑, kadar protein C,S dan antitrombin III menurun. Demam dan leukositosis menyertai.
Penatalaksanaan meliputi terapi suportif dan replacement produk darah & faktor pembekuan. Pd purpura fulminan infeksius,
resusitasi agresif, antibiotik dan volume ekspansion sangat penting. Koreksi asam basa & elektrolit jg membantu. Eksisi jar.
nekrotik dan escharotomies dpt dilakukan sesuai indikasi. Pberian heparin dpt menekan pbentukan trombus dan mcegah
nekrosis kulit. Protein C jg memiliki manfaat antikoagulan dan antiinflamasi jg dpt meningkatkan kmgkn perbaikan. Pd
defisiensi protein C homozygot, FFP 8-12 ml/kgBB cukup efektif. Pemberian AT III juga dpt menekan DIC. Aplikasi rtPA mrgsg
fibrinolisis dan mperbaiki perfusi perifer pd dosis 0,25-0,5 mg/jam. Epoprostenol mrpkn vasodilator kuat dan diberikan pd
dosis 5-20ng/kg/menit. Plasmapharesis jg dpt mengeluarkan endotoksin dan mbantu keseimbangan cairan. FFP &
kriopresipitat dpt membantu meningkatkan kadar fibrinogen.
Talwar A, Kumar S, Gopal M G, Nandini A S. Spectrum of purpura fulminans:
Report of three classical prototypes and review of management strategies. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2012;78:228

Catatan Henry Sintoro 2015 613


Kasus 1.
Sebuah kasus dari Kanada
Wanita 31 thn dgn riwayat post partum 1 thn lalu dtg dgn acute Pulmonary Renal
Syndrome (dgn riwayat flu-like ilness, lemas & sesak 2 mgg sblmnya) dgn infiltrat paru
bilateral dan gagal ginjal (Cr 400 umol/L) & sedimen urin aktif, LED > 110 dgn Hb 6,4.
Pertimbangan Vasculitis, Wagener, Goodpasteur’s, Lupus. Biopsi ginjal  immune-
complex necrotizing glomerulonephritis dgn glomerulosklerosis lanjut. Dari serologi :
ANCA dan anti GBM  negatif, C3 sdkt rendah dan ANA positif lemah dgn titer 1:80.
Pasien mdpt imunosupresan, prednison bolus, prednison oral dan cytoxan dan septra
oral. Pasien didiagnosis Immune complex nephritis, sekunder lupus.
1` bln kmd, infiltrat paru mghilang sempurna dgn X ray toraks yg normal ttp fgs ginjal
hy sdkt membaik kmd mburuk & mbutuhkan hemodialisis disertai imunosupresi
berkelanjutan dengan monitoring WBC.
Pasien kmd dtg ke IGD dgn febrile neutropenia (WBC 4000, seminggu sbmnya WBC
7800) dgn BP 70 mmHg. Febrile neutropenia dgn septic shock dan infiltrat paru baru.
Terapi cairan dan inotrop diberikan, ventilator, dialisis dan antibiotik turut
menyokong. Kultur darah pseudomonas. Rencana awal mberikan protein C.
Pasien mengalami DIC (d-dimer > 12, trombocytopenia & perlu terapi suportif.
Heparin diberikan tp dihentikan krn tjd perdarahan. Hari ke 4, pd kedua ekstremitas
bawah timbul warna kebiruan dari bawah s.d. 8 cm dibwh lutut dgn perabaan dingin.
Mnrt ahli vaskular, pasien tlh mengalami rigor mortis kedua kakinya dan memerlukan
amputasi dibwh lutut. Doppler  pulsasi poplitea tdk ditemukan 3-4 cm dibwh lutut.
Purpura fulminan – “bilateral symmetrical gangrene” – jg dsebut sbg “DOPAMINE
GANGRENE” adalah komplikasi jarang pd pasien sepsis, syok septik (biasanya dg
mengingococcemia) dgn mortalitas >80%.
Terapi transdermal nitrat diberikan, klorpromazin intraarterial dan iv infus
prostaglandin E2 selama 72 jam. Kaki masih tetap menghitam dgn demarkasi jelas,
sensasi tidak ada dan aktivitas otot hilang.
Kasus 2
Wanita 50 thn, Hispanic dg onset akut rash
purpurik pd ekstremitas bawah dg progresi
cepat ke wajah dada dan abdomen. Dlm 24 jam
sblm onset rash, pasien dtg ke IGD dg renal colic
dan mdpt ketorolac 60 mg im. Pasien hipotensif,
takikardi, takipneu dan febris saat datang.
Dijumpai area ekimotik yg luas, lunak dan
irreguler sekitar hidung dan malar wajah, lengan
atas dan dada spt gb dismpg.Tidak ada rgsg
meningeal dan tanda neurologi fokal tdk ada.
Pemeriksaan lab normal kecuali fgs ginjal dgn Cr 3,1 dan BUN 36, hipoalbumin 2,6, Alkali fosfatase 205. Pasien menderita DIC dgn Plt 28, PT 18,8,
APTT 34, fibrinogen 292 FDP > 640 dan D-dimer >10.000. Urinalisis menunjukkan trace blood dan protein. Biopsi kulit menunjukkan adanya
fibrin microthrombin pd kapiler kecil kulit dgn hemoragi ekstensif dan edema dermal papilar.

Purpura fulminan mrpkn komplikasi syok septik dan DIC yg bermanifestasi sbg hemoragi soft tissue dan nekrosis. Munculnya trias dermatologi
tdd ekimosis, bullae hemoragic dan nekrosis epidermal. Secara umum, mengenai jaringan distal dgn end circulation terkena dan ekstremitas scr
simetris. Lesi kulit meluas dgn cepat disertai hemoorhagic bullae dgn nekrosis dan black eschar formation. Komplikasi meliputi MOF, perdarahan
gastrointestinal dan infark adrenal hemoragi.

Purpura fulminan srg kali dikaitkan dgn sepsis meningococcal atau sebab lain seperti herediter atau defisiensi protein C, resistensi activated
protein C dan defisiensi protein S. Medikasi juga turut memicu, salah satunya diklofenak pernah dilaporkan. Angka mortalitas terkait purpura
fulminan ini mencapai 40%. Tatalaksana PF ditujukan pd kasuanya, meliputi steroid, antikoagulan dan protein C replacement.
Kosaraju N, Korrapati V, Thomas A, James B R. Adult purpura fulminans associated with
non-steroidal anti-inflammatory drug use. J Postgrad Med 2011;57:145-6

Poliangiitis/Poliarteritis mikroskopik – Vaskulitis Leukositoklastik


Dibedakan dari poliarteritis nodosa karena mengenai vaskular lebih kecil
(arterior, kapiler dan venula) dgn lesi khas semua pd stadium histologi yg
sama. Sinkronisasi ini menunjukkan agen pemicu akut spt obat-obatan,
mikroorganisme, protein heterolog yang membentuk kompleks imun pada
hospes yang sebelumnya sudah mengalami sensitisasi. Bila etiologinya
ditangani maka penyakit ini mereda.

Lesi dpt terbatas pada kulit (vaskulitis kutaneus) atau mengenai organ
dalam spt paru, jantung dan ginjal. Nekrosis fibrinoid acap kali terjadi
walaupun pembuluh darah yang terkena hanya memperlihatkan nukleus
netrofilik yang mengalami fragmentasi di dalam dan di sekitar dinding
Leukocytoclastic vasculitis dgn area nekrosis dan ulserasi
pembuluh darah (angiitis leukositoklastik)
pd pasienpoliarteritis nodosa. Klinis sangat nyeri

614 Catatan Henry Sintoro 2015


2.6. Arteritis Takayasu
Disebut juga “ Aortic Arch syndrome” , “Aortic Arch arteritis” atau “non spesific
aortoarteritis” atau pulseless disease atau obliterative arteritis of carotid/subclavian
atau idiopathic medial aortopathy dan “occlusive thromboartropathy (OTAP)”
Arteritis Takayasu merupakan vaskulitis granulomatosa yang bersifat kronis idiopatik
obliteratif pd pembuluh darah besar dan medium dgn fibrosis intimal masif dan
penyempitan vaskular
Termasuk dalam kelompok Giant Cell Arteritides yang khususnya mengenai wanita
asia pada usia remaja atau dewasa muda. Wanita 8-9 kali lebih rentan menderita
Fraga A, Medina F. Takayasu Arteritis. Current Rheumatology Reports 2002;4:30-8

Pertama kali dideskripsikan oleh Mikito Takayasu tahun 1908. Beliau mendeskripsikan
gambaran pembuluh darah “wreathlike appearance” pada retina. Berikutnya diketahui
bahwa malformasi yg terjadi di retina merupakan respon angiogenik thdp penyempitan
arteri di leher dan hilangnya pulsasi di akibat penyempitan pembuluh darah di tangan.

Obstruksi pada cabang utama aorta seperti arteri karotis komunis, arteri brachiocephalica
dan arteri subclavian memberikan manifestasi pulseless pd ekstremitas atas (lengan
tangan dan siku) dgn pulsasi tidak teraba atau lebih lemah.

Takayasu memberikan respon baik thdp steroid misal prednison. Pemberian awal
prednison 1 mg/kgBB/hari. Terapi bedah ditujukan pada kasus yg tidak memberikan
respon terhadap steroid. Reperfusion pd jaringan dpt dicapai dgn bedah rekonstruktif Mikito Takayasu
seperti bypass 1860-1938
Dlm perjalanan penyakitnya ada dua fase yaitu fase INFLAMASI dan fase PULSELESS
Lesi utamanya adalan PANARTERITIS pd area yg yg mengandung gabungan lesi inflamasi produktif aktif dan lesi fibrosa. Pada
awal perjalanan penyakit secara histologis tampak inflamasi granulomatous pada dinding arteri dan infiltrasi hingga adventisia
dari sel mononuklear, sel T dan sel retikular, leukosit polimorfonuklear dan multinucleated giant cell. Sel inflamasi pada tunika
adventisia ini menghasilkan kemokin aktif yg berdifusi hingga dinding medial melalui vasa vasorum dgn konsekuensi inflamasi
dan trombosis yg memicu perubahan sekunder pada tunika media
(HS Yuwono) Ciri-ciri diagnosis Arteritis Takayasu :
- Insufisiensi arteri dgn gejala iskemi, claudicatio, bruit, pulsus deficit
- Perbedaan tek darah di bagian kiri dibdg kanan, atau bagian atas dbdg bwh
- Penderita usia dibawah 40 tahun
- Perempuan 7-8x lebih banyak dibanding pria
- Stenosis aorta atau stenosis di bagian proksimal cabang utamanya

Menurut 1990 American College of


Rheumatology, diagnosis arteritis takayasu
ditegakkan menurut kriteria :
1. Usia dibawah 40 tahun
2. Claudicatio intermiten
3. Hilangnya pulsasi arteri brachialis
4. Bruit pada aorta atau arteri subclavia
5. Gambaran angiografi (CT atau MR) --
stenosis pd aorta atau cabangnya

Bila 3 dari kriteria diatas sudah dijumpai maka


sensitivitas & spesifitas diagnosis masing2 90,5
dan 97,8%
Marker inflamasi seperti C-reactive protein
Distribusi lesi Arteritis Takayasu tipe dan sedimentasi eritrosit meningkat pada 70%
Gambaran angiografi left anterior
1dgn stenosis berat brachiocephalica oblique memperlihatkan area dengan
kasus akut dan 50% kasus kronis
dan karotis komunis kiri multiple great vessel yg stenotik.

Aortitis Takayasu dibagi menjadi 4 tipe yaitu :


- Tipe I  terbatas arcus aorta & percabangannya
- Tipe II  aorta descenden dan aorta abdominalis dan percabangannya
- Tipe III  gabungan tipe 1 dan tipe 2
- Tipe IV  gabungan tipe 1,2,3 dgn arteritis pd arteri pulmonalis

Catatan Henry Sintoro 2015 615


Arteritis Takayasu juga diklasifikasikan berdasarkan gambaran angiografi dan klinis seperti dibawah ini :

Kasus wanita 24 tahun dirujuk dgn hilangnya pulsasi pd alat


gerak atas. Pasien mengeluh lower back pain kronis,
atralgia, fatique. Dlm pemeriksaan didptkan murmur sistolik
yg keras. Echocardiografi awal memperlihatkan malformasi
vaskular yg muncul dari arkus aorta dan disertai tanda LVH
konsentris.
Pd gambar A. Pada MR-Angiography kepala leher dan toraks
memperlihatkan arteri subclavia kiri (*), carotis communis
(**) dan vertebralis (***) terputus.
Arteri subclavia kanan (A, ○) dan a vertebralis (B, ○○)
menunjukkan stenosis filiformis proksimal. Pembuluh darah
memperlihatkan penebalan masif dan analisis laboratorium
menunjukkan inflamasi kronis.
Pasien didiagnosis sbg Takayasu arteritis, diberi glukokortikoid. Setelah lima hari, perbaikan dramatis kondisi umum dan LBP
berkurang. Celakanya perfusi dari vaskular yg obstruksi tidak membaik dlm observasi selama 4 minggu
Zimmer S, Nickenig G. Pulselessness in the Upper ExtremitiesTakayasu Arteritis. J Am Coll Cardiol. 2009;54(7):660-660

(Prof PT, 04/09/2014) Takayasu itu keras sulit menjahitnya

616 Catatan Henry Sintoro 2015


2.6. D i s e k s i A o r t a
Acute aortic dissection mrpkn onset mendadak dimana darah meninggalkan lumen arteri
normal melalui intimar tear dan dgn cepat merobek bagian dalam dari lapisan terluar tunika
media sehingga terbentuk false lumen.
Diseksi aorta pertama kali dilaporkan pada abad 16, tetapi banyak aspek yg tdk lengkap dan
membingungkan. Laennec menyebutkan istilah dissecting aneurysm pd thn 1819.
Tatalaksana bedah pertama kali dilakukan di pertengahan 1930an.
Tatalaksana modern diseksi aorta mkn berkembang dgn sumbangsih De Bakey thn 1955 yg
melaporkan keberhasilan tatalaksana aneurisma aorta torakalis descenden dimana dilakukan
reseksi false lumen yg dilatasi, entry ke false lumen distal dijahit dan dilakukan end to end
anastomosis. De Bakey kmd merancang klasifikasi diseksia aorta yg dipakai hingga saat ini.
Repair pertama diseksi aorta ascenden kronik dgn aortic regurgitation yg berhasil dilaporkan
oleh Spencer dan Blake pada tahun 1962 walaupun prosedurnya dirancang oleh Bahnson dan
Spencer di thn 1960. Sejumlah keberhasilan operasi diseksi akut pd aorta ascenden banyak
dilaporkan oleh De Bakey dkk tahun 1964.
(Prof PR) aneurisma tjd akibat kelemahan tunika media dan kmd mengembang akibat tekanan,
pd dasarnya dibagi mjd
o Congenital, berpotensi menjadi multiple aneurisma
o Iatrogenic  langsung misalnya dari tempat pungsi, atau akibat kontaminasi
(dr APM) Kapan aneurisma aorta abdominalis dilakukan operasi :
o Jika ukuran lebih dari 7 cm
o Risiko terjadinya ruptur sangat tinggi

DEFINISI
1. Definisi Aneurisma (true aneurysm)  Dilatasi permanen terlokalisir sebuah arteri, sedikitnya diameter
bertambah 50% dibandingkan dengan diametr normalnya.
2. Definisi Ektasia  Dilatasi arteri kurang dari 150% diameter arteri
3. Definisi Arteriomegali  dilatasi arteri difus mengenai beberapa segmen arteri dengan peningkatan
diameter lebih dari 50% dibandingkan diameter arteri normalnya
4. Definisi Diseksi Aorta  “splitting” -- kerusakan lapisan media aorta dengan perdarahan didalam dan
sepanjang aorta. Diseksi dapat terjadi dengan atau tanpa aneurisma. Aneurisma dapat terjadi dengan atau
tanpa diseksi. Istilah “dissecting aortic aneurysm” sering digunakan secara tidak tepat dan hanya ditujukan
pada kasus dimana diseksi tjd pd kasus aneurisma aorta
ACCF/AHA/AATS Guidelines for The Diagnosis and Management Patients with Thoracic Aortic Disease.Circulation. 2010;121:e266-e369

Komponen aorta torakalis terbagi menjadi 4 yaitu :


- Aortic root (aortic valve annulus, aortic valve cuspis & sinus valsava)
- Ascending aorta (dari sinotubular junction s/d asal a. brachiocephalica)
- Arkus aorta (dari sisi a.brachiocephalic, mrpkn sumber a. kepala leher)
- Descending aorta (dari isthmus antara sumber arteri subclavia kiri dan
ligamentum arteriosum)
Pd thn 1991, The Society for Vascular Surgery membuat tabel diameter
normal aorta torakalis pd dewasa berdasarkn CT scan dan X-ray. Diameter
aorta normal dipengaruhi sejumlah faktor spt usia, jenis kelamin, indeks masa
tubuh, lokasi aorta yg diukur, metodenya & pencitraan yg digunakan.

Patologi aneurisma aorta torakalis yg mengenai ascending.


(A&B) Pada TAA dgn pulasan H&E tampak degenerasi medial dgn
fragmentasi serat elastik, akumulasi proteoglikan & hilangnya sel otot polos
(C&D) Pada TAA dgn pulasan Movat tampak framentasi sel otot polos (sel
terpulas merah dan nuclei terpulas violet) dan akumulasi proteoglikan (biru)
Gambar modifikasi dari Milewicz dkk
ACCF/AHA/AATS Guidelines for The Diagnosis and Management Patients with
Thoracic Aortic Disease.Circulation. 2010;121:e266-e369

Catatan Henry Sintoro 2015 617


ANATOMI

PATOGENESIS

Pd thn 1920, Krukenberg pertama kali mengajukan bahwa proses


diseksi aorta diawali oleh RUPTUR VASACASORUM.
Pd thn 1950, Gore menyatakan bahwa degenerasi media mendasari
kelemahan vasavasorum sehingga terjadi hemoragi dan IMH. Ruptur
vasa vasorum sendiri berhubungan dgn proses atherosklerotik dan
hipertensi sistemik
Evangelista A. Aortic Intramural Hematoma. In : Baliga RR, Nienaber CA, Iselbacger EM,
editors. Aortic Dissection and Related Syndromes. New York : Springer 2007

Patologi aneurisma dan diseksi aorta torakalis awalnya disebut cystic


medial necrosis, tp ternyata misnomer; krn tdk terkait nekrosis aorta
atau dgn pembentukan kista. Histopatologi aneurisma aorta tepatnya
disebut DEGENERASI MEDIAL  ada rusak dan hilangnya serat elastik,
pe ↑ deposisi PROTEOGLIKAN.
Biasanya ada kehilangan sel otot polos pd media aorta tp tdk jelas
apakah total/tidak. Biasanya ada lesi atherosclerotik, tp perubahan ini
disebabkan tumpang tindih dg pykt degeneratif medial (non
inflammasi).
Pd studi ditemukan pe↑ matrix metalloproteinase(MMP) khususnya
MMP-2 dan MMP-9 pd media dari aneurisma aorta torakalis, sindrom
Marfan  elastolytic activity.
ACCF/AHA/AATS Guidelines for The Diagnosis and Management Patients with Thoracic
Aortic Disease.Circulation. 2010;121:e266-e369 Patogenesis Aortic Intramural Hematoma

Lesi atherosklerosis tipe IV, V dan VI berhubungan dg kausa dilatasi


terlokalisir dinding vaskular. Pada lesi tipe VI sebagian besar permukaan intimal
mengalami erosi. Aneurisma seringkali mengandung trombus mural. Pada aneurisma
lama, cenderung membentuk massa yg luas dan mengisi aneurisma.
Thoracic aortic atherosclerosis is less common than abdominal aortic atherosclerosis,
but the clinical importance is great.
Pada aneurisma, matrix fibers mengalami degradasi atau disintesis dlm
proporsi tertentu. Aktivitas enzim proteolitik diharapkan meningkat terkait rusaknya dan
remodelling dinding pembuluh darah.

Peningkatan aktivitas KOLAGENASE dan ELASTASE dijumpai pd aneurisma yg cepat membesar dan ruptur. Induksi
enzim atau destruksi enzimatik eksperimental dari arsitektur matriks di aorta memicu dilatasi dan ruptur, demikian pula dgn
jejas mekanikal dg destruksi arsitektur lamelar medial jg memicu pbentukan aneurisma khususnya bila ada hiperlipidemia.
Stary HC et al. Definition of Advanced Types of Atherosclerotic Lesions and a Histological Classification of Atherosclerosis.
Circulation. 1995; 92: 1355-1374
Jadi histopatologi dari aneurisma aorta ialah akibat adanya:
1. Degenerasi medial
2. Atherosclerosis
3. Inflammatory vasculitides  Gant Cell arteritis (GCA), Takayasu arteritis, Behcet disease.

618 Catatan Henry Sintoro 2015


(dr HSB, ujian chief bedum) CAD + AAA, pasien usia 65 tahun, what to do?
- CABG dulu, bila AAA tidak akut untuk mencegah terjadinya stealing syndrome
kalo pasien mules dan sakit perut bagaimana?
- ditentukan dahulu mana yang lebih urgent
- bisa double procedure dengan endovascular (evar)

Catatan Henry Sintoro 2015 619


A.ACUTE TRAUMATIC AORTIC DISRUPTION
Patofisiologi
Ada sejumlah kemungkinan yang dapat terjadi akibat diseksi aorta :
o Bila terjadi robekan lengkap yg melibatkan pleura mediastinal atau perikardium, maka perdarahan bebas terjadi dan
exsanguinasi, pasien meninggal dalam beberapa menit.
o Bila robekan mengenai seluruh aliran dari dinding aorta dan pleura mediastinal masih tetap intak, sejumlah darah akan
mengalir ke ruang retropleural dan muncul tanda gejala syok hemoragik. Pada bbrp kasus , darah akan masuk ke pleura
mediastinal dan menyebabkan hematotoraks kiri.
o Bila tunika adventisia aorta masih ttp intak, lbh sdkt ekstravasasi darah yg tjd dan hematoma mediastinum tdk tll
ektensif. Adventisia biasanya cenderung tetap intak bila robekan tdk mengenai seluruh sirkumferensi dinding aorta.

Teori BLUNT AORTIC INJURY

Pd trauma tumpul aorta mgkn melibatkan kombinasi


gaya seperti stretching, shearing torsion, “water
hammer effect” dan “osseous pinch” effect.
Water hammer effect meliputi oklusi simultan dari
aorta dan peningkatan mendadak tekanan darah
Osseous pinch effect akibat aorta terjerat antara
dinding toraks anterior dan kolumna vertebralis

Manifestasi klinis
Pasien acute traumatic aortic disruption srgkali disertai cedera berat lainnya spt laserasi hati dan limpa dgn
pdarahan intraabdominal bahkan cedera kepala. Cedera tsbt memiliki gmbrn klinis & kriteria diagnostik yg dpt mpengaruhi
tatalaksana aortic disruption.
Pasien yg dpt bertahan sampai di RS biasanya disertai syok hemoragi khususnya bila ekstravasasi mediastinum bsr
tlh tjd atau jika ada pdrhn mediastinum atau ektemitas yg ekstensif. Bbrp pasien dpt stabil scr hemodinamik stlh resusitasi.

Diagnostik
1. Pada pemeriksaan rontgen toraks biasanya ditemukan adanya :
a) pelebaran mediastinum atas yg difus pada kasus trauma berat yg mengarah pd upper descending aortic disruption
b) opasifikasi akibat hemotoraks kiri dan shift mediastinum terdorong ke kanan akibat pengumpulan cairan dlm ruang
pleura kiri akibat pdarahan trauma baik dari intercostal maupun pulmonal, ruptur cardiac atau pericardial atau
trauma ruptur dari hemidiafragma kiri dg ruptur splenik intratoraks.
2. Pd pemeriksaan CT scan toraks dpt dievaluasi adanya ekstravasasi contrast, intimal flap, mural thrombus, hematoma
paraaortik, penebalan dinding pembuluh darah, pseudoaneurisma, dan pseudocoartatio.
3. TEE, efektif utk evaluasi aorta ascending proksimal, arkus aorta distal & aorta torakalis descenden. Temuan karakteristik
ialah mobile mural flap.
4. Aortography mrpkn studi diagnostik definitif dgn spesifitas 100% dan prevalensi positif palsu dan negatif palsunya
sangat rendah. Prosedur ini dilakukan dgn sejumlah risiko yaitu membutuhkan waktu dan radiolog yg ahli.

B.ACUTE AORTIC DISSECTION


Klasifikasi Aneurisma dan diseksi Aorta

Klasifikasi De BAKEY
De Bakey tipe I
De Bakey tipe II
De Bakey tipe III

Klasifikasi STANFORD
Stanford tipe A (De Bakey I,II) 
ascending aorta --- Bedah
Stanford tipe B (De Bakey III) 
descending aorta --- Medis

620 Catatan Henry Sintoro 2015


(Kirklin) Sejumlah kondisi yang merupakan faktor predisposisi diseksi aorta:
1. Faktor genetik  perubahan morfologi
o Medial degeneration (cystic medial necrosis) dari aorta, sekitar 20% pasien ini
o Marfan syndrome , sekitar 20-40% pasien Marfan syndrome mengalami diseksi aorta akut
o Turner syndrome
o Noonan syndrome
o Ehler Danlos syndromes
o Loey-Dietz syndromes
2. Anuloectasia dgn atau tanpa sindrom Marfan
3. Katup aorta bikuspid
4. Coartatio aorta dgn hipertensi arterial sistemik
5. Closed chest trauma
6. Intramural ematoma akibat ruptur vasa vasorum
7. Kehamilan

A.Sindrom Marfan
Pertama kali diperkenalkan tahun 1896 sebagai sindrome yg diturunkan secara dominan dgn
kerusakan pada gen yg mengkode protein konektif fibrilin (FBN-1). Gennya baru dapat
diisolasi pada tahun 1991 oleh Francesco Ramirez.
Gambaran kardinal meliputi kardiovaskular, okular dan skeletal. Kardiovaskular
meliputi penyakit katup (MVP) dan MR, AR. Skeletal meliputi overgrowth tulang pjg,
arachnodactyly, dolichostenomelia, kyposcoliosis, dolichocephaly dan pectus. Ocular meliputi
ectopia lentis dan lens dislocation. Ectopia lentis ini membedakan dgn Loeys Dietz syndrome.
Sebagian besar sindrom Marfan disertai dilatasi aortic root atau diseksi aorta tipe A.
Surgicar repair dilatasi aorta pd Marfan dilakukan pd ambang diameter external 5cm, lebih
kecil dibanding pasien lain karena pertumbuhan cepat (>0,5 cm/tahun), riwayat diseksi (AoD)
pd diameter < 5,0 cm dan adanya AR yang bermakna. Bernard Jean Antoine Marfan
Professor of Pediatrics
ACCF/AHA/AATS Guidelines for The Diagnosis and Management Patients with Thoracic Aortic Disease. Univeristy of Paris
Circulation. 2010;121:e266-e369
1848-1942

Catatan Henry Sintoro 2015 621


B.Sindrom Ehler Danlos
Disebut cutis hyperelastica merupakan
penyakit jaringan konektif yg disebabkan
defek sintesis kolagen. Manifestasinya pd
1. Muskuloskeletal  swan neck
deformity pd jari, spine deformity.
Myalgia dan arthralgia, onset dini
osteoarthritis, hipotoni otot
2. Kulit  bruising, stretchy skin, fragile
skin, subcutaneous spheroids
Edvard Lauritz Ehlers Henri Alexandre Danlos
1863-1937 1844-1912
3. Kardiovaskular  dilatasi aorta
ascenden/ ruptur
Komplikasi paling fatal ialah ruptur arterial termasuk ruptur aorta. Usia harapan hidup pasien ini hanya 48 tahun dan
seringkali tanpa didahului aneurisma. Bila tjd ruptur dpt ditatalaksana dgn bedah tetapi dgn omplikasi terkait tisuue
fragility, kecenderungan perdarahan ekstensif dan poor wound healing.

C.Sindrom Loey Dietz


mrpkn penyakit jaringan konektif yg pertama kali diidentifikasi thn 2005 yg
diturunkan secara autosom dominan. Mutasi tjd pada gen pengkode
transforming growth factor beta reseptor 1 dan 2 (TGF βR 1-2)
Karakteristiknya ditandai oleh :
1. Manifestasi vaskular : aneurisma/ diseksi aorta torakalis/abdominal
(50% kasus) dan cerebral.
Diseksi aorta dpt ditemukan pd bayi > 6 bulan
Pd jantung sering ditemukan MR akibat MV prolapse
2. Manifestasi skeletal : pectus excavatum/ carinatum, skoliosis,
arachnodactyly, talipes equinovarus
3. Manifestasi craniofacial : craniostosis hypertelorisme
Bart Loey Harry C. Dietz
4. Manifestasi cutaneous : easy bruising, dystrophic scar
Manifestasi vaskular pada Loey Dietz syndrome sangat agresif, dengan rata rata usia kematian pasien 26 tahun. Sekitar 98%
pasien menderita aneurisma aortic root yg memicu diseksi. Karena berbagai laporan diseksi pada diameter < 5 cm, maka
repair direkomendasikan pada diameter yg lebih kecil. Sekitar 53% kasus menderita aneurisma pada pembuluh darah lain
sehingga memerlukan skreening MRI sirkulasi cerebrovascular hingga pelvis. Tidak ada tissue fragility yg mempersulit tindakan.
D.SINDROM TURNER
Disebut juga Gonadal Dysgenesis, monosomy X. (45, X) Mrpkn gangguan kromosom dimana
seluruh atau sebagian sex chromosome tidak ada. Kasus ini dideksripsikan pertama kali
tahun 1938 dgn karakteristik short stature, swelling, dada yg lebar, low hairline, telinga
letak rendah dan webbed neck, sterilitas dan amenorea.
Kelainan kardiovaskular – sekitar 10-25% sindrom Turner memiliki katup aorta bikuspid dan
sekitar 8% menderita coartatio aorta. Menentukan dilatasi aorta pd sindrom Turner cukup
sulit karena dilatasi aorta didasarkan pada BSA. Sekitar 33% pasien memiliki dilatasi oarta
dgn diameter ratio lebih dari 1,5. Rata rata usia hidup ialah 31 tahun.
Risiko AoD lebih rendah pd sindrom Turner dibandingkan pasien Marfan atau Loey Dietz.
Sbgn besar diseksi aorta pd Turner tjd pd pasien yg sdh diketahui memiliki risiko dgn
malformasi kardiovaskular atau dgn hipertensi.
ACCF/AHA/AATS Guidelines for The Diagnosis and Management Patients with Thoracic Aortic Disease. Henry Hubertus Turner
Circulation. 2010;121:e266-e369 Professor at University Oklahoma
1892 - 1970

622 Catatan Henry Sintoro 2015


Sejumlah kondisi lainnya yang terkait dgn Aneurisma Aorta torakalis ialah :
1. Bicuspid Aortic Valve
 Turunan pertama pasien bicuspid aortic valve, premature onset thoracic aortic disease dg faktor risiko minimal
dan/atau aneurisma aorta dan diseksi harus dievaluasi adanya bicuspid aortic valve dan penyakit aorta torakalis
asimptomatis (Level Evidence : C)  15% pasien diseksi aorta akut memiliki bicuspid aortic valve
 Semua pasien dg bicupid aortic valve harus dievaluasi adanya dilatasi aorta baik pada aortic root maupun
ascending thoracic aorta (Level Evidence : B)  12,5% pasien bicuspid aortic valve menderita diseksi aorta
2. Abberant Right Subclavian Artery, berjalan di balik esofagus pd 80% kasus dan memicu disfagia. Disfagia muncul
seiring arteri membesar  KOMMERELL DIVERTICULUM  perlu reseksi segmen aneurisma dari a. subclavia.
3. Coartatio Aorta, sekitar 25% pasien Co A meninggal akibat diseksi aorta atau ruptur
4. Right Aortic Arch, dijumpai pada 0,5% populasi & jarang perlu repair bedah.
Gejala mirip asma dgn expiratory wheezing. CT atau MRI  kompresi trakeal
atau esofagus dimana esofagus melebar dan terisi gas diatas level arcus.
Klasifikasi FELSON dan PALAYEW :
 TIPE I  great vessel muncul dari right sided arch yg merupakan cermin
dari anatomi normal; kompresi esofagus dan trakea disebabkan aorta
mbesar & menyilang corpus vertebra atau oleh vascular ring yg terbentuk
oleh duktus arteriosus yg atretik
 TIPE II abberant left subclavian artery keluar dari aorta descenden dan
berjalan posterior dari trakea dan menekan trakea. Seperti halnya dgn
abberant right subclavian artery, segmen proksimal arteri membesar dan
membentuk KOMMEREL DIVERTICULUM

Right Aortic Arch dgn abberant origin of left subclavian artery

Right aortic arch  arkus aorta menyilang bronkus kanan.

Urutan asal a. brachiocephalica muncul dari aorta


ialah a. subclavia kanan (RSCA), a karotis kanan (RCA) dan
a. karotis kiri (LCA) dan a subclavia kiri (LSCA).

Bagian POSTERIOR esofagus dan ANTERIOR trakea


dikelilingi vascular ring yg terhubung ligamentum
arteriosum. Tampak pembesaran pd dasar dari LSCA yg
disebut Kommerel Diverticulum
Normal Aortic Arch Right Aortic Arch

(dr HSB,15/7/2013) Bagaimana langkah diagnostiknya?


1. Ro toraks tampak adanya pelebaran mediastinum
2. EKG untuk melihat irama jantung dan evaluasi koroner awal  ada iskemi atau infark pada jantung?
3. Echocardiografi untuk evaluasi
o Fungsi jantung – EF dan gerakan jantung nya? Normokinetik kah?
o Evaluasi katup – apakah ada masalah katup misalnya katup aorta  pemikiran untuk bentall proc
4. CT scan – Angiography
o Evaluasi letak dan besarnya dilatasi aorta – misalnya pre atau post renal
Peran Echocardiography pada Aneurisma Aorta
Aorta dan cabangnya dpt dievaluasi dgn echo.
View suprasternal terbaik utk melihat arkus aorta,
View parasternal kiri (kadang kanan) terbaik melihat aortic root dan ascending aorta
Secara umum, TEE lebih superior dibanding TTE dalam menilai aorta torakalis.
Diseksi aorta Proksimal Diseksi Aorta Distal
TTE TEE TTE TEE
Sensitivitas 77-80% 88-98% Lower
Spesifitas 93-96% 90-95% lower
Pemeriksaan TEE dalam evaluasi aneurisma/diseksi aorta :
Keuntungan TEE Kekurangan TEE
1. Mudah dibawa (Portabilitas) 1. Ketersediaan yang terbatas
2. Rapid imaging time 2. Operator dependent
3. Tidak memerlukan kontras 3. Evaluasi aorta ascenden distal
4. Evaluasi komplikasi jantung terkait dan arkus aorta proksimal tidak
diseksi seperti AR, keterlibatan a. maksimal
coroner proksimal dan tamponade
Diagnosis echocardiografi diseksi aorta memerlukan identifikasi dissection flap yg memisahkan lumen sejati dan palsu. Salah
satu keterbatasan TTE dan TEE ialah seringnya muncul artefak mirip dissection flap sehingga perlu konfirmasi utk mbedakannya.
Catatan Henry Sintoro 2015 623
Peran angiography pada Aneurisma Aorta
Angiografi memberikan informasi akurat ttg letak diseksi, keterlibatan cabang arteri dan hubungan lumen sejati dan palsu.
Angiografi dn teknik kateterisasi juga memungkinkan evaluasi dan tatalaksana arteri koroner dan cabang aorta (visceral dan
limb artery) disamping penilaian fungsi ventrikel dan katup aorta.
Apa kekurangan angiografi dibandingkan less invasive modalities lainnya?
1. Tdk tersedia universal dan mbutuhkan dokter ahli utk melakukan studi
2. Prosedur invasif yg memerlukan waktu dan pemajanan kontras
3. Kurang sensitif dlm mendiagnosis IMH (intramural hematoma) –(lack of
luminal disruption)
4. Berpotensi mberikan hasil negatif palsu bila lumen palsu yg terisi
trombus yg mengaburkan opasifikasi saat identifikasi diseksi
5. Sensitivitas dan spesifitas angiografi utk evaluasi diseksi akut aorta
lebih rendah dibandingkan modalitas lain yg lbh kurang invasif
CT, MR dan TEE telah menggantikan cathether based angiography sebagai first
line diagnostic tes untuk menegakkan sindrom aortik akut
ACCF/AHA/AATS Guidelines for The Diagnosis and Management Patients with Thoracic Aortic Disease.
Circulation. 2010;121:e266-e369

Kelebihan dan kekurangan masing masing modalitas


dalam evaluasi aneurisma/diseksi aorta

(Dr HSB, 15/7/2013 ) Bagaimana manajemen pasien dgn diseksi aorta?


 Pre operatif
o Tatalaksana hipertensi --- tekanan darah harus dipertahankan tidak boleh terlalu tinggi
o Tatalaksana irama jantung bila ada kelainan mudah sekali memicu trombus
o Pencegahan peningkatan tekanan intra toraks – jangan batuk maupun mengedan
o Persiapan alat pre operatif – misalnya conduit dan alat-alatnya
o KIE pasien terkait masalah penyakit, tindakan, risiko dan biaya
o Harus duduk bersama dgn ts jantung, anestesi dan bidang lain terkait utk diskusi
 Durante operatif
 Post operatif

Diseksi aorta ascending sangat lethal dgn mortalitas 1-2% tiap jam setelah onset gejala. Gejala meliputi nyeri dada yg berat
(85%), nyeri punggung (46%) sinkope (13%). Bbrp pasien dpt mengalami kehilangan kesadaran s.d.hipotensi berat akibat syok.

Diseksi tipe A akut selalu merupakan SURGICAL EMERGENCY.


Angka mortalitas Medical management Surgery
alone
24 jam 20% 10%
48 jam 30%
Hari ke 7 40% 13%
Hari ke 30 50% 20%

Diseksi tipe B akut selalu kurang lethal dibanding tipe A tetapi gambaran klinisnya tidak berbeda tajam. Pasien diseksi tipe B
memiliki angka mortalitas 30 hari sekitar 10%
Beda gambaran nyeri pada diseksi tipe A dan B ialah:
- Pada diseksi tipe A lebih cenderung memicu anterior pain dan nyeri mirip angina
- Pada diseksi tipe B lebih cenderung memicu interscapular pain atau back pain
Baliga RR, Nienaber CA, Iselbacger EM, editors. Aortic Dissection and Related Syndromes. New York : Springer 2007

624 Catatan Henry Sintoro 2015


(dr HSB, morning report 3/5/13) Kasus laki-laki 50 thn datang dengan keluhan nyeri tungkai kiri sejak dua hari SMRS.
Keluhan nyeri dada sejak 2 bulan yang lalu. PF didapatkan pulsating mass di abdomen, dan kaki kiri lebih dingin dibanding
kanan dengan pulsasi dari femoralis sampai dorsalis pedis kiri yang tidak terdeteksi dengan doppler. Planning awal ialah
rencana embolektomi dengan didahului diagnostik.

Dari USG abdomen tidak didapatkan aneurisma aorta abdominal


Dari echocardiografi didapatkan acute aortic dissection de Bakey tipe I atau Stanford A

Diskusi
1. Adanya pulsasi pada abdomen bisa karena dua hal; pertama ada aneurisma aorta abdominal sendiri dan adanya
tumor yang menempel atau menekan pada aorta abdominal sehingga menimbulkan gambaran pulsasi pada PF
2. Apakah ada tempat dilakukan embolektomi? Bisa jadi sumbatan pada extremitas bawah kiri terjadi bukan
karena trombus tapi karena diseksi dari pembuluh darah itu sendiri yang menekan true lumen dan biasanya
trombus terlokalisir pada false lumen. Jadi sebaiknya dilakukan observasi
3. Sekitar 20% kasus diseksi pada aorta disertai acute limb ischemia
4. Bagaimana mekanisme terbentuknya trombus pada diseksi aorta?
a. Adanya intimal flap
b. Diseksi itu sendiri memicu penekanan, secara garis besar terbagi dua
i. Dynamic obstructive syndrome
ii. Static obstructive syndrome
5. Langkah apa yang dipertimbangkan?
a. Endovaskular?
b. Bypass? Femoro-femoral shunting? Femoro-ilial atau aorto-iliac shunt
(dr ATA, morning report 26/7/13) Mengapa bisa terjadi efusi pleura pada aneurisma aorta?
Case 1 (taken from Circulation 2005)
Kasus 86 dgn riwayat dispneu 2 minggu riwayat
dispneu yg memberat. Riwayat aneurisma aorta
torakalis sejak 5 thn sblmnya. Saat masuk, pasien
mengeluh distress respiratori sedang dgn NBP
130/80 HR 72 xpm RR 32xpm dgn suhu 36.
Auskultasi dada menunjukkan penurunan suara
napas di sisi kanan. EKG memperlihatkan AF. Chest
X-ray tampak di samping. Echo menunjukkan LV
tdk membesar. Dilakukan torakosentesis,
didapatkan cairan pleura dg karakteristik
TRANSUDATE. CT scan  aneurisma aorta 9,5x 10
cm, meluas ke posterior dan menekan vaskular
Ro toraks dan CT scan menunjukkan
paru kanan + LA  EFUSI PLEURA kanan masif
aneurisma aorta 9,5 x 10 cm, efusi
dan kolaps paru tnp diseksi, ruptur atau efusi kanan masif & kolaps paru
perikard.
Aneurisma aorta torakalis mbesar spt masa mediastinum dan berhub dgn kompresi atau ruptur dgn sejumlah komplikasi
iskemik dan mekanikal. Aneurisma midline besar dari aorta ascending dapat menekan pembuluh darah pulmonal shg tjd
UNILATERAL TRANSUDATIVE PLEURAL EFFUSION pada NONDISSECTED AORTIC ANEURYSM.

STANFORD A, DE BAKEY II  EFUSI KANAN


STANFORD B, DE BAKEY III  EFUSI KIRI

Anton E, Echeverria M. An Uncommon Complication of Nondissected Ascending Aortic Aneurysm. Circulation 2005;112:e116-7

Catatan Henry Sintoro 2015 625


Tatalaksana Bedah
Median sternotomi. Heparinisasi. Kanul 10-16 Fr dimasukkan ke arteri aksilaris
kanan di aksila. CPB dijalankan melalui kanulasi pada aorta ascenden atau arteri
femoral, tergantung kondisi aorta ascenden. Ukuran kanula a. Aksilaris terlalu
kecil untuk memenuhi aliran sistemik yg cukup utk CPB. Secara empiris kanul 12
Fr mampu memberikan aliran hingga 1500cc/menit untuk CPB. Kanulasi
tambahan melalui aorta ascenden atau a femoralis sgt dibutuhkan. Perfusi a
aksilaris mmg diperlukan

Teknik stepwise dilakukan untuk memudahkan anastomosis aortic


distal yg aman. Invaginated tube graft 7-12 cm disambungkan
dengan multiple branch arch graft. Modifikasi akhir akhir ini, 2-3 cm
dari ujung akhir proksimal ditinggalkan tanpa invaginasi untuk
memperkuat anastomosis dari dalam dgn membentuk “sandwich”
dgn Teflon felt strip. Stepwise graft ini dimasukkan ke dalam aorta
descenden.

626 Catatan Henry Sintoro 2015


Aneurisma Aorta Thoracoabdominal

Ernest Stanley Crawford


Professor of Surgery
Baylor College of Medicine
1922-1992
Tabel 1. Klasifikasi Crawford

Tipe MULAI SAMPAI KETERANGAN


I SUBCLAVIA kiri Ao ABDOMINAL SUPRARENAL
II SUBCLAVIA kiri BIFURCATIO AORTOILIACA PALING EKSTENSIF
III Ao TORAKALIS distal BIFURCATIO AORTOILIACA
IV di bawah DIAFRAGMA (Ao Abdominal)
V Ao TORAKALIS distal COELIAKUS/ MESENTERIKA SUPERIOR TDK MENGENAI A. RENALIS
Tipe II dan III  paling sulit direpair karena mengenai dua regio ; Toraks dan abdomen
Tipe II  risiko tinggi PARAPLEGIA dan RENAL FAILURE akibat iskemia pada medula spinalis dan ginjal selama cross clamp
Walaupun dgn extracorporeal circulatory support, ada periode dimana aliran darah ke organ ini terganggu karena asal aliran
darah diantara cross clamp. Oleh sebab itu upaya protektif utk mencegah ischemic injury sgt penting dlm menekan morbiditas.

Patogenesis Aneurisma Aorta Abdominal

AAA memiliki perkembangan yang kompleks dengan proses multifaktorial termasuk destructive remodelling pada jaringan
konektif dinding arota. Ada empat faktor yang terlibat dalam proses ini meliputi :
1. Inflamasi kronik dengan neovaskularisasi dan peningkatan produksi sitokin proinflamasi
2. Peningkatan dan disregulasi dari produksi matrix degrading proteinase
3. Destruksi dari struktural matrix protein
4. Penurunan medial smooth muscle cell (SMC) sehingga repair jaringan konektif terganggu
Stanley, Veith, Wakefield. Thrapy in Vascular and Endovascular Surg. Edisi ke 5. Philadelphia :Elsevier 2014.h.203

Catatan Henry Sintoro 2015 627


Aneurisma Aorta Abdominalis

Diameter aneurisma merupakan faktor penting yang menentukan


risiko ruptur. Estimasi risiko ruptur aneurisma ialah :

DIAMETER RISIKO RUPTURE


4 cm 0% hingga 5%
5 cm 3% hingga 10%
6 cm 8% hingga 15%
7 cm 15% hingga 22%
8 cm 25% hingga 40%
9 cm 45% hingga 70%
10 cm 80% hingga 100%
Ohki T, Veith FJ. Abdominal Aortic Aneurysm.
Current Treatment Options in Cardiovascular Medicine 1999;1:19-25

Kapan di repair?
- Bila simptomatis
- Bila diameter lebih besar dari 5 cm
- Bila pertambahan diameter dalam waktu satu tahun lebih dari 1 cm
Manifestasi klinis ruptur AAA meliputi “excruciating pain” pd lower back,
flank, abdomen dan paha. Perdarahan biasanya memicu syok hipovolemik
dengan hipotensi, takikardia, sianosis dan penurunan kesadaran.
Mortalitas ruptur AAA  90%. Perdarahan dpt berupa retroperitoneal atau
intraperitoneal dan ruptur dpt memicu terbentuknya fistula aortocaval
atau aortointestinal.
Flank ecchymosis (bruise) merupakan tanda hemoragi retroperitoneal yg
juga disebut Grey Turner Sign
Grey Turner Sign
RESEARCH
o Doxycycline in patients with abdominal aortic aneurysms and in mice: Comparison of serum levels and effect on
aneurysm growth in mice. Amy K Prall, G Matthew Longo, William G Mayhan. Journal of Vasc Surg 2002;35:923-9
Hasil : Pemberian 10,50 dan 100 mg/kg BB doksisiklin berperan dlm reduksi AAA msg msg 33%,44% dan 66% pada tikus. Pada
manusia, pemberian 2x100 mg selama 3 bulan memberikan hasil serupa.
Kesimpulan : Doksisiklin adl MMP 9 inhibitor (matrix metaloproteinase) berperan dlm inhibisi pertumbuhan aortic antara 33-66%

628 Catatan Henry Sintoro 2015


Komplikasi Lokal
Endoleak mrpkn problem yg dpt tjd pasca endovascular repair akibat kebocoran pd sekat pd dua segment yg tdk lengkap
antara graft dan dinding arteri normal. Jika sekat ini tdk cukup rapat maka kebocoran darah dpt tjd dan mengisi daerah
aneurisma seperti sblm operasi. Ada jg beberapa jenis endoleak dimana cabang arteri kecil dari aneurisma berlanjut mengisi
sakus aneurisma. Jika endoleak bermakna dan menyebabkan “pressurisation“ dari sebagian sakus (endotensio) yg dpt memicu
ruptur aneurisma. EVAR dan DREAM trial telah byk menilai risiko komplikasi ini. EVAR 1 menunjukkan bhw risiko komplikasi
dlm 6-8 tahun ialah 45% pd kelompok endovaskular dibanding 13% pd open repair. Sekitar 20-30% pasien akan memerlukan
prosedur lanjut setelah 6-8 tahun utk menjaga agar stent tetap bekerja normal dan mencegah ruptur aneurisma.

Endoleaks
Tipe I : kebocoran dari proximal anchoring (tipe IA) dan distal anchoring (tipe
IB) dan memerlukan tatalaksana. Dapat disebabkan oleh ketidakcocokan ukuran
protesis, kesalahan implantasi maupun migrasi sekunder
Tipe II : aneurisma mdpt perfusi dari cabang lateral (misaln arteri lumbalis atau
mesenterika inferior). Endoleak ini paling sering dgn frekuensi 15-20% dijumpai
pd follow up pertama pasca implantasi protesis. Umumnya hy memerlukan
monitoring dan bila diameter aneurisma meningkat maka harus ditatalaksana.
Sebagian besar kasus, arteri akan menutup spontan.
Tipe III: Kebocoran ke sakus aneurisma dari zona komponen stent protesis yg
overlapping. Dpt ditutup dgn balloon atau stent angioplasty pd docking zone
Tipe IV: Kebocoran ke sakus aneurisma melalui materi stent tetapi jenis
endoleak saat ini jarang karena kualitas protesis yg makin baik

Tipe V: Peningkatan diameter aneurisma tp tdk ada kontras yg tdeteksi keluar


dari sten. Bisa disebabkan pe↑ tekanan selama repair aneurisma endovaskular
Greiner, A; Grommes, J; Jacobs, M J. The Place of Endovascular Treatment in
Abdominal Aortic Aneurysm. Dtsch Arztebl Int 2013; 110(8): 119-25

Note : OAR : Open Aneurysm Repair

Catatan Henry Sintoro 2015 629


Elephant trunk adalah teknik menggunakan materi tubular yang dimasukkan selama repair aorta ascenden dan arkus aorta
untuk memfasilitasi tatalaksana selanjutnya dari aneurisma aorta distal.
Heinemann MK, Buehner B, Jurmann MJ, Borst HG. Use of the “elephant trunk technique” in aortic surgery.
Ann Thorac Surg 1995;60:2–7.

ADAM KIEWICZ ARTERY

(dr Bagus Herlambang, Maret 2013) Apa yang disebut Adam Kiewicz artery atau radicularis magna?
 75%, Adam Kiewicz artery muncul dari sisi kiri aorta pada segmen vertebra antara T8 dan L1. Sekitar 30% muncul di
sisi kanan. Kdg Adam Kiewicz artery dapat muncul dari pembuluh darah lumbal. Sekitar 83% dipercabangkan dari
arteri intercostalis kiri.
 Memperdarahi medulla spinalis lumbalis dan sakralis
 Bila terluka atau tersumbat memicu anterior spinal artery syndrome yg ditandai inkontinensia urin dan alvi;
gangguan motoric tungkai bawah dan fungsi sensoris sesuai levelnya
Identifikasi keberadaan arteri ini sgt penting dlm tatalaksana aneurisma aorta torakalis atau thoracoabdominal. Lokasinya
dapat teridentifikasi dengan CT angiography.

630 Catatan Henry Sintoro 2015


3. Penyakit Vena
Secara anatomi ada tiga macam sistem vena dengan arti klinisnya yaitu :
- Sistem vena superfisialis
- Sistem vena profunda
- Sistem vena komunikans – penghubung kedua sistem tersebut

Catatan Henry Sintoro 2015 631


3.1.Chronic Venous Insufficiency
Chronic venous disease : didefinisikan sbg kelainan fungsi sistem vena akibat inkompetensi katup vena dgn atau tanpa
obstruksi aliran vena yg dpt mempengaruhi sistem vena superfisial, sistem vena dalam atau keduanya
Porter JM et al. International Consensus Committee on chronic venous disease.
J Vasc Surg. 1995;21:635-645
Patofisiologi
Gejala CVI disebabkan oleh hipertensi vena akibat obstruksi, refluks atau kombinasinya.
Ada 3 hal berperan dlm patofisiologi CVI yaitu :
1. Perubahan Vena besar (major vein)
Varicose vein adl manifestasi CVI plg srg yg diakibatkan :
a. Gangguan distensibilitas jaringan konektif dlm dinding vena  dilatasi vena
b. Inkompetensi katup di titik hub antara vena superfisial dan vena dalam khususnya pada
saphenofemoral dan saphenopopliteal junction dan sistem perforating  refluks vena dalam ke
superficial
2. Mikrosirkulasi – target hipertensi vena
3. Hematologi
Gangguan fibrinolisis  hyperibrinogenemia  vascular risk factor + aging.
Hyperfibrinogenemia  kausa rheologi pd viscositas dan agregasi sel darah merah
Mekanisme defek fibrinolisis ialah ↑ inhibitor plasminogen activator 1 (PAI-1). PAI-1 disintesis
endotelium khususnya dlm microvessel dan otot polos dan dilepaskan akibat hipertensi vena dan hipoksia. PAI-1
mrpkn marker kerusakan mikrosirkulasi.

Kenapa dapat terjadi refluks pada vena dalam ?


 Riwayat trombosis vena
 Rekanalisasi dgn destruksi katup vena. Rekanalisasi vena terjadi 50-80% pasien bbrp bulan sd tahun stlh DVT
 Idiopatik
 Floppy valve cusps, agenesis atau aplasia valvular

Nicolaides AN, Investigation of Chronic Venous Insufficiency : A Consensus Statement. Circulation 2000; 102;e126-63

Gambar. Patogenesis dari CVI sangat rumit. Dasarnya CVI


disebabkan refluks yg meningkatkan tekanan hidrostatis pada
vena dan peningkatan tekanan ini ditransmisikan ke
subcutaneous dermin dan kulit. Hal ini terjadi baik pada CI
primer maupun sekunder.

Refluks berpotensi memicu stasis aliran, disertai ekstravasasi


leukosit dan transudasi makromolekul dan besi. Inflamasi
dermal kronis dgn peningkatan MMP, kolagen dan apoptosis.
Ulkus venosus merupakan manifestasi CVI yang paling parah.

Klasifikasi
CVI akibat akhir varices stadium IV, dpt timbul tnp varices, ulkus yg nyeri .
Stadium Widmer terdiri :
1. Corona phlebectatika
2. Indurasi
3. Ulserasi
Klasifikasi penyakit vena ekstremitas terbagi berdasarkan Clinical, Etiology, Anatomi dan Pathophysiology (CEAP).
Klasifikasi CEAP ini mrpkn deskripsi dari CVI saja dan bukan menunjukkan gradasi dari penyakit
Klasifikasi ini banyak menuai kritikan karena begitu kompleks shg mempersulit aplikasi dlm praktek klinis dg keterbatasannya

Simkin R, Ulloa J, Loutric M, Caldevilla H, Genero M, Barros N.Classification of Primary Varicose Vein :
A Consensus of Latin America. Publicado Phlebolymphology 2004;44:244-8

632 Catatan Henry Sintoro 2015


A. Pemeriksaan Morfologi pada Vena
1. Ascending Phlebography
2. Descending Phlebography
3. Varicography
4. Per-uterine phlebography
5. Selective Ovarian and Internal Iliac Phlebography
6. Duplex Scanning
7. Liquid Crystal Thermography

B. Pemeriksaan Hemodinamik pada Vena


1. Ambulatory Venous Pressure (AVP) dgn bantuan phlebografi. Mrpkn metode terbaik menilai hipertensi vena.
Pemeriksaan ini didasarkan observasi di thn 1940an bhw tekanan vena kaki menurun saat berjalan dan kembali ke
resting value saat berhenti. Di tahun 1970-80an AVP menjadi gold standart evaluasi hemodinamik sbg metode non
invasif untuk screening dan evaluasi diagnostik.
Caranya dgn memasukkan jarum pd vena dorsum pedis dihub dg tranducer dan amplifier. Resting
pressure (P0) diukur saat pasien berdiri dgn berpegangan pd penyangga utk mencegah calf muscle contraction.
Pasien kmd latihan spt 10 tiptoe movement atau tekuk lutut. Tekanan saat latihan diukur (P10)

Refilling Time (RT) mrpkn pengukuran bermakna. Mudah dan akurat untuk mendefinisikan 50% (t/2)
atau 90% RT daripada 100% RT. Variasi ditemukan dlm kelompok normal sepertihalnya nilai tumpang tindih antara
tungkai varicose vein primer atau dgn sindrom protrombotik (tabel 1). P10 dipertimbangkan sbg ukuran beratnya
hipertensi vena tanpa memandang sbg dampak obstruksi atau refluks di tingkat sistem vena superfisial, dalam atau
keduanya. Nilai P10 dgn status pathoanatomi yg berbeda disajikan pada tabel 2.

Tabel 3 menunjukkan hubungan antara P10 dan prevalensi ulserasi dan range nilai 90% RT pd tungkai dgn patologi
berbeda yg diidentifikasi dgn phlebography tampak pada tabel 4

Jika ada severe outflow obstruction dan extensive deep venous reflux tmsk refluks pd vena poplitea, P10 mjd > P0
karena ↑ aliran darah dan volume vena akibat exercise hyperemia. Ini adl karakteristik kelompok yg mengeluhkan
“bursting pain” saat berjalan (claudicatio vena). Kelompok outflow obstruction dan competent poplitea valve
lainnya, tekanan vena kaki dapat normal saat latihan karena valve melindungi kaki walaupun ada oklusi proksimal,
walaupun tekanan tinggi terjadi di vena pada paha.

Catatan Henry Sintoro 2015 633


AVP bersifat invasif shg tdk dapat sering diulang. Tes non invasif lain seperti photoplethysmography
(PPG), ultrasound doppler, air plethysmography dan foot volumetry lebih sering digunakan. Walaupn demikian AVP
masih tetap gold standart utk penilaian fungsi hemodinamik keseluruhan dan validasi pemeriksaan non invasif.
Sebuah upaya dilakukan utk menghubungkan AVP dg gradasi refluks yg didefinisikan dg descending
phlebography pd pasien dgn perubahan kulit atau ulserasi.
 Jika katup poplitea competent (grade 1-2), range AVP ialah 32 hingga 68 ( mean 48 mmHg) – aplikasi
ankle torniquet menghilangkan refluk superfisial – AVP 45 mmHg pada semua tungkai
 Jika katup poplitea incompetent (grade 3-4), range AVP ialah 50 hingga 95 (mean 72 mmHg) – aplikasi
ankle tourniquet hy memberikan sedikit efek
2. Femoral Vein Pressure Measurement  utk menentukan beratnya obstruksi iliocaval. Caranya jarum atau kateter
dimasukkan dlm vena femoralis dan tekanan diukur saat posisi supinasi atau semierect saat istirahat dan stlh
latihan. Aktivitas berupa 10 dorsofleksi aktif pd kaki atau 20x calf muscle contraction. Pe↑ tekanan stlh latihan
berhub dgn beratnya oklusi vena tapi sygnya tdk ada standar parameter tekanan vena femoralis.
Dikatakan adanya oklusi bila :
c. Perbedaan tekanan vena femoralis dan CVP 2 mmHg saat istirahat dan
d. Peningkatan 3 mmHg stlh latihan  oklusi proksimal bermakna.
e. Peningkatan 3x tekanan vena femoralis pasca latihan  uncompensated proximal occlusion
Kapan perlu bedah?
Perbedaan tekanan vena femoral dan CVP 5 mmHg saat istirahat dlm posisi supinasi  oklusi vena proksimal yg
bermakna dan memerlukan rekonstruksi bedah
3. Arm/Foot Pressure Differential  utk evaluasi beratnya obstruksi dan adekuasi rekanalisasi sirkulasi kolateral.
Tekanan vena diukur secara simultan pd vena kaki dan tangan saat supinasi dan kemudian diulang saat hiperemia
reaktif atau stlh injeksi papaverin. Dg ukuran ini, obstruksi vena dibagi dari grade 1 hingga 4. Mkn proksimal
obstruksi maka kompensasi makin jelek dan gradasi makin tinggi. Prosedur bypass diindikasikan pd obstruksi grade
3 atau 4.

4. PPG, Light Reflection Rheography dan Quantitative Digital PPG  teknik noninvasif utk mendeteksi kandungan
darah pd jaringan (study blood flow dan blood volume changes pada kulit)
5. Plethysmography
6. Foot Volumetry
7. Continuous Wave Doppler Ultrasound  utk deteksi refluks saphenofemoral & saphenopopliteal
8. Duplex scanning (Quantification of Reflux)  utk deteksi refluks pd vena individual sdgkn plethysmography utk
deteksi refluks di seluruh kaki, keuntungan plethysmografi ialah deteksi beratnya refluks.
9. Venous Tone (Pressure-Volume Relationship)

C. Pemeriksaan Microsirkulasi
1. Skin biopsi
2. Cappilaroscopy
3. Laser Doppler Fluxmetry
4. Transcutaneous Oxygen Tension
5. Fluorescence Microlymphography
6. Interstitial Pressure Measurements

Nicolaides AN, Investigation of Chronic Venous Insufficiency : A Consensus Statement. Circulation 2000; 102;e126-63

Studi American Venous Forum Committee on Venous Outcome Assessment mengembangkan sejumlah sistem skoring :
1. Venous Clinical Severity Score (VCSS),
2. Venous Segmental Disease Score (VSDS)
3. Venous Disability Score (VDS)

634 Catatan Henry Sintoro 2015


Pada VCSS, ada 9 karakteristik klinik CVD yg dinilai dg gradasi 0 hingga 3 dg kriteria spesifik spy tdk tumpang tindih

Alur tatalaksana

Terapi Chronic Venous Disease


Skleroterapi C1-C2
Kompresi C2-C6
Topikal C0,C6
Surgery C2,C6

Leopardi et al. Systematic Review of Treatments for Varicose Veins. Ann Vasc Surg 2009

Catatan Henry Sintoro 2015 635


3.2. V a r i c o s e Vein
Varicose vein sering dijumpai dalam populasi, menurut US cohort study prevalensi 10-23% pada pria dan 30-39% pada wanita
dengan insiden biannual 2% pd pria dan 3% pd wanita.
Leopardi. Systematic Review of Treatments for Varicose Veins. Ann Vasc Surg 2008;

(Prof PT, 14/12/11) Definisi varices – vena yang mengalami


pelebaran, pemanjangan dan berkelok kelok ….
Kalo cuma pelebaran aja itu namanya venektasia…

Varices – varicose vein ialah dilatasi subcutaneous dari vena yg


turtous dg diameter diatas 3 mm.
Porter JM et al. International Consensus
Committee on chronic venous disease.
J Vasc Surg. 1995;21:635-645
(dr APM) Dmn saja dpt tjd varices? Tungkai bawah, hemoroid,
esofagus
Pd vena, tunika medianya jauh lebih tipis dibanding arteri.
Vena mgdg sdkt atau tnp otot polos kec pd vena besar.

Sistem vena pada tungkai bawah. (Caggiati A. Nomenclature of the veins of the lower limbs : An international interdisciplinary
consensus statementJ. Vasc. Surg, 2002 ; 36:416-22) terbagi mjd
 Vena superfisial
 Vena dalam
 Vena perforantes

Apa beda vena perforantes dgn vena komunikans?


 Vena perforantes menembus fascia muskular menghub vena superfisial dgn vena dalam
 Vena komunikans ialah vena yg saling berhubungan (interconnect) dlm satu sistem
(dr HK, visite besar Sept 2011) Bgmn cara mengidentifikasi vena komunikans?
 Dilakukan insisi pd varises sesuai dgn garis Langhans, vena diidentifikasi smp ketemu cabang vena yg masuk ke dlm
fascia  vena komunikans. Vena diligasi & dipotong, kmd dimasukkan kedlm fascia dan fascianya dijahit utk
mcegah spy suatu saat vena tdk menonjol keluarmengakibatkan nyeri

Perjalanan Anatomis Superficial Vein

A. Perjalanan aksesoris anterior VSM (garis putus2) yang paralel dan lebih anterior dari VSM (garis hitam)
B. Perjalanan aksesoris posterior VSM (garis putus2) yang pararel dan lebih posterior dari VSM
C. Ekstensi kranial dari VSP (garis hitam) yang berakhir di vena gluteus inferior (IGV) dan berhub dgn sciatic perforator
(ScP) atau menuju VSM melalui vena sirkumfleksa posterior pada paha (CV)
D. Anterior thigh circumflex vein berjalan naik secara menyilang di paha depan dan mencapai aksesoris anterior VSM
(AA) atau VSM
E. Vena sirkumfleksa posterior pada paha (garis lurus) berasal dari 1. Pleksus venosus lateral, atau dari ekstensi kranial
VSP 2. Langsung dari VSP atau 3. Berjalan menyilang dari paha posterior terhadap VSM

636 Catatan Henry Sintoro 2015


Nomenclatur Anatomy of Perforating Vein
Berdasarkan hasil The Fourteenth World Congress of the International Union of Phlebology (IUP), Rome on September 8-9,
2001. Vena perforator pada tungkai bawah meliputi : (J. Vasc Surg, 2002 ; 36:416-22)
 Vena perforantes pedis (foot) terbagi menjadi (1.1)
o Dorsal foot perforator (intercapitulr)
o Medial foot perforator
o Lateral foot perforator
o Plantar foot perforator
 Vena perforantes tarsalis (ankle) (2.1)
o Medial ankle perforator
o Anterior ankle perforator
o Lateral ankle perforator

 Vena perforantes cruris (leg) terbagi menjadi 4 yaitu (3.1)


o Medial leg perforator
 Paratibial perforator  menghub VSM dg vena tibialis posterior dekat medial tibia
 Sherman perforantes vein (pd lower dan mid leg)
 Boyd perforantes vein (upper leg) (3.1.1)
 Posterior tibial perforator  disebut juga Cockett perforantes menghub aksesoris posterior
VSM dengan vena tibialis posterior, terbagi menjadi I.II.III sesuai topografi yaitu upper,
middle dan lower (3.1.2)
o Anterior leg perforator menghub cabang anterior VSM dgn vena tibialis anterior
o Lateral leg perforator menghub pleksus venosus lat dg vena fibularis
o Posterior leg perforator, dibagi menjadi
 Medial gastrocnemius perforator
 Lateral gastrocnemius perforator
 Intergemellar perforator  disebut May perforantes mhub VSP dg calf vein (3.4.3)
 Para Achillean perforator  disebut Bassi perforantes mhub VSP dg v. fibularis (3.4.4)
 Vena perforantes genu (knee) (4.1)
o Medial knee perforator
o Supratellar perforator
o Lateral knee perforator
o Infrapatellar perforator
o Popliteal fossa perforator
 Vena perforantes femoris (thigh) (5.1)
o Medial thigh perforator
 Femoral canal perforator
 Inguinal perforator mghub VSM dg v. femoralis di paha
o Anterior thigh perforator menembus quadriceps femoris
o Lateral tigh perforator
o Posterior tigh perforator
 Posteromedial tigh perforator menembus m. adductor
 Sciatic perforator
 Posterolateral thigh perforator Hach perforantes
 Pudendl perforator
 Gluteal muscle perforator (6.1)

Catatan Henry Sintoro 2015 637


Patogenesis varices
Inkompetensi katup vena shg tjd aliran balik dari vena profunda ke
perifer scr terus menerus sehingga vena perifer akhirnya mengalami dilatasi
Pd tungkai bawah, berjalan 3 cabang vena, 2 vena superfisialis dan
satu vena profunda atau deep vein.
Antara vena profunda dan superficial dihubungkan vena komunikans.
Bila tjd gangguan pd katup vena komunikans, maka aliran darah balik yg
berada pd vena profunda akan tumpah dan masuk dlm vena superfisialis shg
memicu varices. Itu sebabnya dilakukan tindakan stripping, ligase & eksisi
sbg tatalaksananya

Bagaimana bs terjadi venous stasis ulceration??


Hipertensi vena memicu kebocoran pbuluh darah akibat regangan sel endotel,
shg pd tingkat rendah memicu ekstravasasi cairan.
Saat tek ↑, celah melebar  ekstravasasi protein fibrinogen & SDM.
SDM mngalami dekomposisi pd ruang ekstravaskuler melepaskan pigmen Hb
 hemosiderin dan mewarnai area kaki postphlebitic ini.
Fibrinogen dipolimerisasi  fibrin melapisi kapiler yg berada diarea tek.
tinggi. Efek lapisan kapiler ini  pe↓ difusi oksigen mell membran sel.
Artinya, bed kapiler mjd shunt dimana tdpt darah mengalir tnp transpor O2
hipoksia  new vessel formation, new vessel ini jg nantinya dilapisi fibrin 
ulserasi akibat proliferasi kapiler exuberant dan pe↑ tension O2. Intense
fibrotic reaction thdp deposisi fibrin dan hemosiderin

(dr APM) Faktor Penyebab dari Varices ;


 Kehamilan Sering
 Beban tubuh bertambah
 Usia (makin tua)
 Kontrasepsi Jangka Panjang
 Flat foot (telapak kaki rata) --- trombosis  risiko tjd varises.. harus pake sepatu dgn heel spy gastronemicus jadi
pumping

(Prof PT, 14/12/11) Mcm varices mnrt


anatomi? Klasifikasi anatomi varicose vein mnrt Heyerdale dan Stalker (1941) :
1. Varises kapilaris  Telangiektasia (spider vein)  vena intradermal φ 1 mm / lbh kecil
2. Varices retikularis  Vena retikularis (blue vein )  vena intradermal φ 4 mm / lbh kecil
3. Varices trunkal  Vena trunkal  vena subdermal dgn φ lebih dari 4 mm

(dr HK, visite besar Sept 2011) Perawatan klinis pd post operasi varices ?
1. Mobilisasi bertahap
2. Pertahankan bebat tekan hingga 2 minggu
3. Elevasi tungkai
4. Periksa darah lengkap pd hari ketiga, tk evaluasi kmgkn tanda infeksi
Kapan cek darah post op ? Hari ketiga post op  leukosit ↑bila manifest infeksi

638 Catatan Henry Sintoro 2015


(dr APM, 2011) derajat varices mnrt patologi (four developmental Stages) : Tatalaksana
1. Discomfort (atau asimptomatis) Derajat 1-2 dgn medikametosa
2. Venaektasi Derajat 3-4 dgn operatif misalnya
Hasil doppler hy pelebaran vena tapi saphenofemoral/ saphenopopliteal stripping varices, eksisi babcock
junction normal. Simptomatis stlh berdiri/ immobilisasi lama
3. True varices --- vena mulai memanjang & berkelok kelok
4. Chronic venous insuficiency --- ulserasi atau ulkus

Tabel 1. Pola tekanan darah pada vena kaki

Pemeriksaan pada Varices


1. Pemeriksaan Fisik
a. Tes Valsava dan tes tredelenburg  Trunkal saja yg bocor atau sambungan2nnya juga  tes kompetensi vena
b. Tes Perthes
2. Duplex Scanning.
a. Refluks didefinisikan sebagai reversed flow > 0,5 detik stlh peremasan betis distal dilepas
b. Arah aliran dapat digunakan utk menilai inkompetensi perforator (walau kurang sensitif dibanding venography
c. Pada kasus dg venous ulceration atau lipodermatosclerosis sgt dimungkinkan menderita deep reflux atau
kombinasi deep/superficial reflux
d. Perlu konfirmasi untuk penilaian sistem vena dalam
3. Plethysmography.

Tatalaksana
Perintis pertama bedah varises tungkai adalah Sir Benjamin Brodie (1783-1862)3 yg mendeteksi refluks atau
backflow aliran vena pd tungkai atas/paha dan melakukan ligasi vena safena magna. Frederich von Trendelenburgh di Jerman
melakukan bedah varises pd thn 1860 yg dipublikasikan pd tahun 1890, dan menjadi awal bedah varises modern. Tes atau cara
diagnostik deteksi varises serta insufisiensi vena diperkenalkan kedua ahli tersebut, yaitu tes Brodie-Trendelenburgh.

Charles Mayo di USA mengembangkan teknik sayatan panjang utk mengambil varises, dan menciptakan stripper
ekstraluminer untuk mengambil varises yg inkompeten hanya dgn sayatan yg sedikit dan kecil. Pembuatan stripper
intraluminer oleh Keller (1905) membawa revolusi baru saat itu untuk stripping varises yg inkompeten, dan alat intraluminer
ini kmd disempurnakan Babcock dgn membuat ujung stripper berupa konus. Robert Linton (Boston, USA) mengembangkan
tehnik ligasi subfascial dari vena communicantes, dan menegaskan jg pentingnya refluks vena perforator yg dpt menimbulkan
inkompetensi dan insufisiensi katub vena di daerah proksimalnya. Hal ini diperkuat oleh temuan Cockett dan Dodd tentang
berbagai lokasi vena perforator,bukan hanya venae communicantes (1953). Temuan ini menjadi dasar pula dari konsep
pengobatan sindroma post-flebitik dan insufisiensi venosa kronik.

Eduardo Palma di Uruguay dan Andrew Dale (USA) melakukan tehnik bypass femoro-femoral overcross utk
menangani obstruksi/sumbatan vena disegmen proksimal, mendasari dan mengawali pembedahan rekonstruktif vena. Hal ini
kemudian disusul oleh berbagai teknik rekonstruksi untuk vena, baik katub maupun segmen vena yg inkompeten, tanpa harus
“membuang” (Stripping) vena safena magna. Pengalaman di Perang Dunia-II, Perang Korea dan Perang Vietnam di mana
perlukaan vena banyak hanya dilakukan ligasi agar cepat selesai pendarahan, menimbulkan konsep baru melakukan bedah
rekonstruksi vena pasca ligasi vena besar tersebut dan berkembang di antara tahun 1970-an.

Bedah varises modern sekitar tahun 1980-an didasarkan pd perkembangan alat baru USG/Doppler duplex scanner
bidirectional, serta teknologi non-invasif dg endoskopi. Perkembangan penggunaan dan penerapan gelombang RF untuk ablasi
jaringan mendukung tehnik ablasi vena safena dengan cara endovascular/endoluminal dan membawa harapan baru kedepan
untuk alternatif tehnik pengobatan “surgical intervensional non bedah”. (Puruhito, Dexamedia 2007;2:97)

Catatan Henry Sintoro 2015 639


Sistem vena superfisial terdiri dari small saphenous vein (SSV) dan great saphenous vein (GSV). Sebagian bsr drh
dari kaki masuk ke vena dalam tetapi dapat kembali jika GSV distensi dan varikotik. Rekurensi tinggi lbh srg pd pasien dg vena
lbh besar atau ada rekanalisasi atau neovaskularisasi. Rekanalisasi ialah restorasi spontan lumen dari vena saphena setelah
oklusi, sdgkn neovaskularisasi ialah proliferasi pembuluh darah dlm jaringan dimana vena saphena telah diangkat sebelumnya
Yg dimaksud pembedahan varises adalah semua upaya pembedahan dlm menanggulangi gejala dan keluhan yg
timbul karena adanya varises.
Istilah “STRIPPING” yang lazim dipakai  pengambilan varises dengan alat stripper, sedangkan
Iistilah “FLEBEKTOMI”  pengambilan varises dengan alat tanpa bantuan stripper.
Dasar teoritis, pembedahan varises adalah membuang/meniadakan vena-vena yang patologik (berkelok-kelok,
memanjang, melebar/ekstasi), hingga baik pembedahan, skleroterapi atau ablasi endovaskular (RF / LASER) termasuk dlm satu
kategori yang sama. Secara praktis, ada dua tujuan pembedahan, yaitu:
o melakukan penutupan/ligasi tempat di mana terjadi refluks/aliran balik (katub insufisien) dan
o mengambil/meniadakan vena yang patologik (melebar, berkelok-kelok dan ektasi)

Penatalaksanaan Varicose vein terbagi menjadi


o Konservatif
o Perubahan gaya hidup – penurunan berat badan dan olahraga
o Menghindari kegiatan berdiri terlalu lama
o Elevasi tungkai yg varises utk mengurangi tekanan katup vena yg terganggu
o Aplikasi stoking kompresi utuk menekan gejala & memperbaiki
hemodinamik vena
o Skleroterapi dibwh anestesi local ke vena yg sakit – mrgsg inflamasi, oklusi
dan scarring

o Surgery
o Phlebectomy utk mengangkat vena abnormal dibawah saphenofemoral junction (SFJ) dan saphenopopliteal
junction (SPJ) tidak termasuk GSV atau SSV
o Junction ligation dg atau tnp stripping vena dilakukan bila ada refluks atau inkompentensi pd GSV dan SSV yg
tampak pd scanning duplex. Junction ligation meliputi pengikatan pembuluh darah pd SFJ atau SPJ. Ligasi sendiri
memicu rekurensi sehingga memerlukan terapi after-care seperti sclerotherapy
o Endovenous therapy terbagi menjadi
 Radiofrequency ablation (RFA)
 Endovenous laser therapy (EVLT)

Tehnik Dasar Bedah Varises:


1. Ablasi refluks safenous. Cara ini didasarkan pada pendapat bhw varises ditungkai (atas) disebabkan refluks dari
insufisiensi katub di vena safena magna. Tindakan ligasi katub yg inkompeten ini dapat mencegah refluks, sekaligus
membuang vena yg sudah terlanjur melebar dan berkelok kelok inia.
a. Ligasi safena dan stripping (Exeresis)
i. ligasi tinggi (proksimal) dan stripping VSM-
ii. ligasi dan stripping VSP
b. Ablasi RF vena safena
c. Ablasi LASER (panas)
d. Ablasi cryo (dingin)
e. Flebektomi local atau merusak vena superfisia(Babcock)
2. Ligasi vena perforator. Cara ini didasarkan pd adanya vena perforator pd berbagai tingkat ditungkai bawah,yg
menyebabkan pelebaran vena karena refluks kearah proksimal dulu dan backflow-nya melalui vena perorator,
sehingga aliran vena normal dpt dipertahankan apabila vena perforator diligasi atau dihancurkan,  membawa
konsekuensi bhw stripping vena safena magna tdk lagi dianjurkan dilakukan mulai dari distal (daerah pergelangan)
sampai ke paha (inguinal), tetapi cukup sampai daerah lutut. Vena perforator (Dodd, Cockett, Hunter) merupakan

640 Catatan Henry Sintoro 2015


daerah “kebocoran” karena refluks akibat tekanan di daerah proksimal (Boyd) dan katub inguinal dan stripping yg
pjg sampai distaldpt mengakibatkan daerah tungkai bawah (distal lutut) akan mengalami insufisiensi venosa kronik.
a. tehnik terbuka
b. SEPS (Subfascial Endoscopic Perforator Surgery)
3. Koreksi refluks vena profunda Cara ini mrpkn perkembangan upaya rekonstruksi vena, yg mengusahakan agar katub
vena yg insufisien dan inkompeten dpt dilakukan rekonstruksi agar dpt kembali kompeten, dg tehnik bedah-plastik
katub-vena yg memerlukan ketelitian dg endoskopi (video assisted / langsung) atau tehnik ekstraluminer dgn loupe.
a. Valvuloplasty (internal atau eksternal)Transposisi katub vena. Transplantasi katub vena
4. Terapi obstruksi vena profunda Cara ini didasari pada pendapat bahwa obstruksi daerah proksimal dapat dilakukan
“bypass” aliran vena dari arah/sisi lain ( kontralateral ) yang menampung aliran vena kearah proksimal. Sering harus
dibantu dgn pembuatan shunt arteri femoralagar aliran vena ini dipacu mengalir ke arah proksimal, dengan tehnik:-
a. bypass safeno-popliteal- bypass Palma-Dale (De-Palma–pubic-over-cross bypass)
b. rekonstruksi Femoro-ilio-caval
5. Bedah Endoluminal/Endovaskular-
a. Cryosclerosis,
b. Ablasi-RF,
c. koagulasi LASER

(Prof PR) Perforator ternyata tidak masuk ke dalam vena saphena magna tapi ke anterior
Kesalahan post stripping varices yang memicu terjadinya bengkak pada post op

(dr APM) Varices, sebaiknya tatalaksananya dg general anestesi, karena SAB menyebabkan vasodilatasi

Phlebology 2008;23:85-98

Catatan Henry Sintoro 2015 641


Sclerotherapy
Skleroterapi mrpkn low risk procedure dgn tingkat kegagalan mencapai
 14% pd SSV dg diameter < 5 mm dan
 23% pd SSV dg diameter > 5 mm

Maximum dose 2 mg/kgBB

Endovenous Surgery
 Endovenous Laser Therapy (EVLT)
 Radiofrequency Ablation (RFA)
EVLT pertama kali diperkenalkan oleh Puglisi thn 1989

Kelebihan EVLT:
 One day procedure
 Nyeri lbh minimal dg anestesi local, tumescent anesthesia
 Cepat kembali bekerja
 Efisiensi 95% --- risiko reflux dg evaluasi USG doppler
 Echimosis lebih sedikit
Kekurangan ?
 Tidak bisa pd vena dg diameter > 12 mm & yg tll turtous
Komplikasi bruising, luka bakar kulit, pigmentasi kulit berkisar 0-15%

Jarak minimal dinding vena terdekat dg kulit adalah 0,4 mm utk menghindari luka bakar kulit atau discolorasi permanen.
Kontothanassis D, Di Mitri R, Ruffino SF, ZAmbrini E, Camporese G.
Endovenous Laser Treatment of The Small Saphenous Vein. J Vasc Surg 2009;49:973-9

Rekurensi cukup tinggi pada pasien dgn vena besar atau refluks vena karena rekanalisasi atau neovaskularisasi.
Recanalization  restorasi spontan lumen pada vena saphena pasca oklusi
Neovaskularisasi  proliferasi pembuluh darah di jaringan setelah vena safena diangkat
Leopardi D, Hoggan BL, Fitridge RA. Systematic Review of Treatments For Varicose Vein.
Ann Vasc Surg 2008;10:1-13

642 Catatan Henry Sintoro 2015


3.3. Superficial Thrombophlebitis
Superficial thrombophlebitis (ST) juga disebut sebagai superficial venous thrombosis – mrpkn kondisi patologi ditandai oleh
adanya trombus pd lumen dari vena superfisial disertai reaksi inflamasi dari dinding dan jaringan sekitarnya. Manifestasi pada
pemeriksaan teraba panas, nyeri dan hiperemic sepanjang perjalanan vena superfisial. Trombosis ini memiliki amplitudo yg
bervariasi dari small tributaries hingga saphenous trunks pada tungkai bawah. Pada kasus yg lebih berat dpt meluas hingga
memicu DVT; turut berperan dlm tjdnya pulmonal emboli dan seringkali mengalami rekurensi.
Patofisiologi
Mirip dengan DVT – berhubungan erat dengan trias Virchow (1856). ST dijumpai lebih banyak pada varicose vein, karena
dinding pembuluh darah varicose vein mengalami perubahan morfologi  stasis dan kmd berlanjut mjd proses trombotik.
Sejumlah lesi ST tjd sekunder akibat lesi intima chemical akibat injeksi atau infus baik utk diagnostik mupun terapi misalnya
venous cathetherization. ST dpt muncul sbg gejala prodromik dari sejumlah pykt sistemik seperti neoplasma, arteriopathies
dan collagenosis disamping sejumlah pykt dan sindrom berikut ini :
1. Trosseau’s syndrome – Recurrent superficial migratory thrombophlebitis dgn gangguan vena baik di tungkai atas
maupun bawah terkait dgn karsinoma spt adenocarcinoma gastrointestinal, paru, payudara, ovarium dan prostat
2. Mondor’s disease – thrombophlebitis yg jarang dijumpai, plg sering pd wanita dan mengenai vena pd dinding
toraks anterolateral. Pada bbrp kasus berhubungan dengan trauma lokal, pemakaian oral contraceptives, defisiensi
protein C dan adanya anticardiolipin antibodi dan neoplasma payudara
3. Lemierre’s syndrome – septic thrombophlebitis pada vena jugular internal akibat infeksi orofaring dan dapat
menyebar ke area pulmonary, hati dan limpa. Biasanya akibat infeksi pada area servikal dengan agen etiologi plg
sering ialah bakteri anaerob gram negatif seperti Fusobacterium necrophorum
4. Buerger’s disease (Thromboangiitis obliterans) – Pada kasus ini, ST memiliki pola migratory yg dapat muncul
sebelum atau bersamaan dengan gangguan arterinya.
Sobreira ML, Yoshida WB, Lastoria S. Superficial Thrombophlebitis : Epidemiology, Physiopathology, diagnosis and treatment.
J Vasc bras 2008;7(2)

Diagnosis
Awalnya ST di era 1980an dianggap penyakit jinak, self limited
dgn low morbiditas tetapi skrg paradigma itu berubah.
Diagnosis harus dilakukan berdasar anamnesis dg fokus risiko
potensialnya seperti riwayat keganasan, merokok, infeksi dkk.
Faktor risikonya sama spt pd DVT dan perlu digali lanjut
Pemeriksaan penunjang terbaik dgn duplex scan terutama pada
kasus dgn lower limb edema dan riwayat ST karena ST memiliki
high predictive value bagi DVT terutama dlm 6 bulan stlh
episode pertama. Dengan duplex scan dapat dibedakan
patologi lain seperti lymphangitis, selulitis, eritema nodusum,
panniculitis.
Tidak ada referensi yg menyarankan penggunakan phlebografi
dalam diagnosis ST.

Tatalaksana
1. Non Bedah
a. Trendelenburg position saat istirahat
b. Bebat tekan (elastic compression) – stocking
c. Obat anti inflamasi baik topikal maupun sistemik spt
diclofenal gel/oral.
d. Heparinisasi
e. Local heat
2. Bedah
a. Stripping vena
b. Arch ligation

Komplikasi
1. Deep Vein Thrombosis
2. Pulmonary Emboli

Apa bedanya thrombophlebitis dan phlebothrombosis?


Thrombophlebitis ialah adanya clot dalam vena dan kemudian timbul inflamasi, sifatnya akut
Phlebothrombosis ialah adanya clot dalam vena tetapi tanpa disertai inflamasi, sifatnya kronis
Thrombophlebitis dapat berjalan menjadi phlebothrombosis

Catatan Henry Sintoro 2015 643


3.4.1. Trosseau Syndrome
Trombosis srg tjd pd pasien dgn malignancy ( malignancy related hypercoagulability)
dgn manifestasi isolated episode DVT pasca tatalaksana bedah maupun kemoterapi.
Agresssive thrombotic diathesis jg dpt menyertai.
Pasien keganasan mengalami spontaneous reccurrent atau migratory episode dari
venous thrombosis, arterial emboli akibat nonbacterial thrombotic endocarditis maupun
keduanya. Venous thrombosis ini biasanya tampak pada ekstremitas atas dan bawah.
Episode thrombotik ini memerlukan heparinisasi berkesinambungan dan tidak respon
dgn warfarin. Temuan ini dilaporkan pertama kali oleh Armand Trosseau yg mengamati
migratory thrombophlebitis sbg mjd salah satu manifestasi karsinoma visceral.
Callander N, Rapaport SI. Trousseau’s syndrome. West J Med 1993;158(4):364-71
Trosseau syndrome ini mrpkan paraneoplastic syndrome yg tjd pada hypercoagulable state
yang berhubungan erat dengan recurrent migratory deep venous thrombosis, erat juga
Armand Trosseau dengan DIC pada pasien dengan keganasan. Pembentukan clot dan dissolusi ini terjadi
1861-1867 sekunder dari sekresi tumor akan platelet agregrating factor dan procoagulant
Bagaimana mekanisme timbulnya trombosis pada keganasan?  Banyak mekanisme yg overlapping dan slg berhubungan
Pd Trosseau syndrome, hypercoagulability dpt bermanifestasi
bahkan jauh sebelum diagnosis tumor ditegakkan dan mgkn
mrpkn hasil produk yg dibentuk tumor itu sendiri.
Tumor yg plg srg adl karsinoma (Epithelial origin) yg srg kali
menghasilkan mucin dgn glycan yg tdk sesuai ke dlm aliran darah.
Sebagian besar dibersihkan hepar dg cepat ttp sebagian kecil
resisten dan berinteraksi dg selectin P dan L  memicu formasi
platelet rich microthrombi melalui berbagai jalur.
Pemajanan tissue factor (TF) rich tumor cell ke dlm aliran darah
ini  pembentukan fibrin dan agregasi platelet oleh produksi
trombin. Cysteine proteinase yg dilepaskan sel karsinoma jg scr
lgs mengaktifkan faktor X mbtk trombin.
Jadi fenomena trombotik pd Trosseau syndrome dipengaruhi
oleh banyak kombinasi mekanisme dan itu sebabnya mengapa
heparin digunakan sebagai agen tatalaksana yg lbh disukai.
Varki A. Trousseau's syndrome: multiple definitions and multiple
mechanisms. Blood. Sep 15, 2007; 110(6): 1723–1729.

644 Catatan Henry Sintoro 2015


3.4. Deep vein thrombosis ?
Venous Thrombosis
Thn 1544, anatomist Spanyol, Ludovicus Vassaeus
mengidentifikasi “vascular dessication” yg dijelaskan
oleh Hipocrates sbg Fenomena koagulasi (hilangnya
status likuid darah).
Thn 1793, John Hunter memperkenalkan
“Phlebotrombosis” dan menerangkan bahwa inflamasi
dinding vena selalu disertai pembentukan clot
Thn 1793, Matthew Baillie, menjelaskan penurunan
aliran sebagai pemicu thrombosis
Thn 1846, Rudolf Virchow, mendefinisikan trias Virchow
Thn 1946, MacFarlane dan Biggs menjelaskan “cascade”
mekanisme koagulasi
John Hunter Rudolf Carl Virchow
1728-1793 1821-1902
Venous thromboembolism mencakup emboli pulmonal dan
deep vein thrombosis. Deep vein thrombosis (DVT) plg srg tjd pd
tungkai bawah tetapi dapat terjadi di lengan, mesenteric dan vena
cerebral.
Pd tungkai bwh 70-80% mengenai v. femoralis superficialis
dan popliteal sedangkan sisanya 20-30% mengenai v tibialis anterior, v
tibialis posterior dan v peroneal
Pentingnya akurasi DVT  bila tidak terdiagnosis atau tertangani dgn
baik dpt memicu terjadinya
 Post thrombotic syndrome
 Chronic pulmonary trombo-embolic
 Pulmonary hypertension (bila MPAP > 25 mmHg yg
menetap selama 6 bulan setelah emboli paru)

Faktor Risiko
Sesuai dengan Trias Virchow (3V) :
 Viscosity  hiperkoagulabilitas akibat kanker atau kelainan sistem koagulasi intrinsik
 Velocity  melambat (Stasis) akibat prolonged immobilisasi
 Vascular wall prob  kerusakan dinding vena akibat knee surgery
Faktor lain :
 Pasien bedah
o Pasien bedah ortopedi pada ekstremitas bawah
 51% pada hip replacement
 71% pada total knee replacement
 48% pasca hip fracture surgery
o Pasien bedah abdominal
o Jenis anestesi  Prosedur dg GA memicu DVT lbh byk dibanding subarachnoid block (75 vs 40%) pada
operasi hip fracture (McKenzie)
o Trauma ekstremitas bawah
 Pasien medis
o Neoplasma maligna
o Myocardial infarct
o Ischemic stroke (42% pada paralyzed limb)
o Kelainan darah
 Congenital deficiency protein C, protein S dan antitrombin III
 Lupus anticoagulant
 Hyperhomocysteinemia
 Pasien Kebidanan
o Kehamilan dan Post partum
o Kontrasepsi Oral dan HRT
 Usia
 Immobilisasi
Goldhaber SZ, Bournameaux. Pulmonary embolism and deep vein thrombosis. Lancet 2012;379:1835-46

Deep-vein thrombosis (DVT)  kondisi dimana terbentuk trombus pd vena dalam terutama pada tungkai yg dapat
memicu komplikasi berupa postphlebitic syndrome, pulmonary embolism dan kematian.
Deep vein thrombosis (DVT) itu termasuk thrombophlebitis atau phlebothrombosis sih??? Thrombophlebitis…

Catatan Henry Sintoro 2015 645


(HS Yuwono) Beda trombus pada arteri dan pada vena?
 Trombus vena berasal dari daerah dgn perlambatan aliran darah, kaya eritrosit dan fibrin dgn sejumlah kecil trombus
sehingga disebut sebagai trombus merah (red thrombus)
 Trombus arteri biasanya kaya trombosit dan tjd pd lumen pembuluh arteri shg disebut trombus putih (white thrombus)

Pemeriksaan fisik pada DVT :

Beberapa kondisi lain dapat memicu Homan sign positif seperti calf muscle spasm, neurogenic leg pain, ruptured
Baker cyst dan cellulitis. Homan sign positif pada sekitar 8-56% kasus DVT.

Gejala DVT meliputi rasa nyeri, kemerahan, hangat dan pembengkakan pada ekstremitas bawah
PAda pemeriksaan klinis dijumpai nyeri tekan, akral hangat, eritema sianosis, edema, palpable cord (palpable hrombotic vein),
dilatasi vena superfisialis
1. Homan sign  dorsofleksi ankle joint dgn fleksi lutut 30% memicu nyeri pada betis belakang atas. Hati hati risiko
terlepasnya thrombus pada pemeriksaan ini.
Beberapa kondisi lain dapat memicu Homan sign positif seperti calf muscle spasm, neurogenic leg pain, ruptured
Baker cyst dan cellulitis. Homan sign positif pada sekitar 8-56% kasus DVT.
2. Pratt sign  peremasan (squeezing) pada otot betis akan memicu rasa nyeri
3. Louvel sign  perburukan nyeri selama perjalanan penyakit trombotik disertai batuk dan bersin
4. Lowenberg sign  pasca inflasi sphygmomanometer cuff pada setiap betis, nyeri dirasakan pada betis yang sakit
pada tekanan yang rendah dibanding sisi yang sehat

Susan Kahn. The Clinical Diagnosis of Deep Venous Thrombosis. Arch Intern Med 1998;158:2315-2323

Well Scoring for DVT, 2006

Pada score Well utk DVT, nilai 0  low risk, 1-2  intermediate risk dan > 3  high risk
Pada score Well utk PE, nilai 0-1  low risk, 2-6  intermediate risk dan >7  high risk. Kmgkn menderita PE jika score > 4

Pemeriksaan Penunjang untuk evaluasi DVT ialah :


 Pemeriksaan D-dimer
 Pemeriksaan Doppler ultrasonografi/ dupplex scan
 Pemeriksaan plethysmografi  mendeteksi volume darah dalam vena
Disebut RVT bila kompresi di dalam vaskular oleh trombus residual mencapai 40% diameter vena yg dinilai dgn ultrasonografi.

646 Catatan Henry Sintoro 2015


Pemeriksaan D-dimer
Fibrin d-dimer  produk degradasi cross linked fibrin oleh
plasmin dan kadarnya naik pada pasien acute venous
thromboembolism, DIC, trauma, post bedah, kehamilan,
perdarahan, kanker, sepsis.
Kadar D-dimer ttp tinggi pd DVT selama 7 hari & biasanya
rendah pd perjalanan penyakit lanjut stlh organisasi clot
Jika diperiksa dgn ELISA / turbidimetri, D-dimer memiliki
sensitivit tinggi (>95%) dan spesifitas 35% dlm menyingkirkan
DVT / emboli pulmonal, BUKAN utk konfirmasi diagnosis DVT.
Kadar biasanya dibawah ambang 500 μg/L. Kadar
dibawah ini bisa menyingkirkan thromboemboli vena akut.

D-dimer assays are, in general, sensitive but nonspecific markers of DVT.

Pemeriksaan Doppler Ultrasonography


Perbedaan evaluasi trombus akut dan kronik dari Doppler:

Catatan Henry Sintoro 2015 647


Salah satu penyebab OBSTRUKSI pada deep vein tungkai bawah adalah PERSISTEN THROMBOTIC OBSTRUCTION yg tjd akibat
1. incomplete recanalization atau
2. incomplete removal of fresh trombus by thrombolysis or thrombectomy
3. kompresi external akibat struktur anatomi atau patologi (lebih jarang)
Sindrom kompresi dapat terjadi disejumlah tempat :
1. Vena iliaka komunis kiri proksimal dikenal sebagai COCKETT – MAY THURNER SYNDROME
2. Vena femoralis komunis dikenal sebagai GULMO SYNDROME
3. Vena poplitea dikenal sebagai RICH SYNDROME atau SERVELLE SYNDROME
Eklof BG, Kistner RL, Masuda EM. Venous bypass and Valve Reconstruction : Long term Efficacy. Vascular Medicine 1998;3:157-64
MAY THURNER SYNDROME --- ILIAC VEIN COMPRESSION SYNDROME
Trombosis vena plg sering terjadi di daerah vena cruris, vena femoralis, vena iliaca komunis dan vena cava inferior.
Pada bbrp pasien DVT, ada penyebab lainnya yaitu stenosis vena iliaka komunis kiri yg terjadi akibat tertekan arteri iliaka
komunis kanan. Kompresi berulang di tempat ini memicu fibrosis vena  sinekia dan spurs akibat stenosis bahkan memicu
oklusi lumen. Kondisi inilah yg disebut ILIAC VEIN COMPRESSION SYNDROME atau MAY THURNER SYNDROME.
Sindroma MAY THURNER  Tbtknya trombus vena yg sering tjd
pd tungkai kiri – berhubungan akibat tekanan (kompresi) pada v.
iliaca komunis kiri oleh a iliaca komunis kanan.
Insidennya 2-5% kelainan vena ekstremitas bwh dan 3x lbh byk
pd wanita, usia dekade 3 dan 4
Ada 3 gejala klinisnya :
 Bengkak kaki mendadak
 Nyeri
 Defek anatomi stlh bekuan darah diangkat

Kapan indikasi bypass pada May Thurner Syndrome?


Indikasinya ialah
 perbedaan mean resting pressure > 2 mmHgau antara vena
femoralis komunis kanan dan kiri
 Claudicatio vena dgn peningkatan tekanan vena yg sakit
lebih dari 3x lipat saat aktivitas dibanding sisi yang sehat

Sejumlah terapi bedah yg disarankan :


 Vein path angioplasty dgn eksisi
intraluminal bands
 Pembelahan a iliaka komunis kanan dan
relokasi ke belakang vena iliaka komunis
kiri
 Contralateral SVG bypass to ipsilateral v.
femoralis komunis (Palma crossober)
Mussa FF, Peden EK. Iliac Vein Stenting For Chronic Venous Insufficiency. Tex Heart Inst J. 2007; 34(1): 60–66.

PHLEGMASIA
Phlegmasia  DVT yang merambat sampai terbentuk trombus pada sistem arteri  iskemia dan nekrosis
(HS Yuwono) Phlegmasia berasal dari kata Yunani yang berarti inflamasi – dimana terdapat trombosis pada vena femoro iliaka
yg luas ditandai pembengkakan akibat gangguan aliran vena dan limfe ekstremitas inferior  gangguan aliran darah pd vena
dalam & sistem kapilar yg merambat ke sistem darah arteriol shg terjadi tanda iskemia pd kaki.

Charles White (1784) memperkenalkan istilah phlegmasia alba dolens (white swelling) pd ekstremitas bawah
Jean Baptiste Cruveilheir memperkenalkan istilah phlegmasia coerulea dolens (phlebite blue)

PHLEGMASIA ALBA DOLENS  trombosis vena dlm yg blm memicu iskemia, fungsi saraf msh normal. Dpt memicu gangren kaki
akibat propagated thrombus (trombus yg mejalar) ke sistem venul, kapilar & arterial kmd memicu phlegmasia cerulea dolens.
PHLEGMASIA CERULEA DOLENS  phlegmasia lanjut akibat trombus yg menjalar hingga sistem arteriol shg memicu gejala
iskemia ditandai perabaan dingin, warna kebiruan, bengkak, petekiem bullae, insufisiensi arteri, gang sensoris motoris distal.

648 Catatan Henry Sintoro 2015


POST THROMBOTIC SYNDROME
Bbrp studi melaporkan hubungan DVT akut, gang. hemodinamik vena jangka panjang dan insiden post thrombotic syndrome.
Insiden post thrombotic syndrome 3 tahun stlh DVT ialah 35-69%
Insiden post thrombotic syndrome 5-10 thn stlh DVT ialah 49-100%
Insiden post thrombotic syndrome dan beratnya gangguan hmodinamik meningkat jika episode trombotik original mengenai
poplitea atau vena yang lebih proksimal.
Pasien dg chronic obstruction dan refluks, terutama pd kasus DVT rekuren  insiden tinggi ulserasi
Nicolaides AN, Investigation of Chronic Venous Insufficiency : A Consensus Statement. Circulation 2000; 102;e126-63

Patofisiologi
Patofisiologi Post thrombotic syndrome masih belum jelas tetapi perkembangannya diperkirakan sbg akibat dari
 Hipertensi vena yang dipicu dari obstruksi vena residual dan refluks vena.
 Inflamasi  terbukti dari adanya peningkatan CRP, interleukin 6 dan ICAM-1

Diagnosis Post Thrombotic syndrome didasarkan pada klinis. The International Society of thrombosis and Haemostasis (ISTH)
merekomendasikan aplikas VILLALTA SCALE untuk menilai post thrombotic syndrome dan menentukan gradasinya

FEMORO CROSS-OVER BYPASS FEMORAL

Left to right femoro-femoral bypass pd


kasus obstruksi vena iliaka komunis kiri
(Palma Procedure)

There are some technical criteria for crossover femoral grafts which include:
1. a patent opposite (contralateral) iliofemoral vein and caval run-off (patent
or open vena cava),
2. supine resting pressure gradient in excess of 4 to 5 mmHg between the
femoral veins in the involved and opposite limbs and
3. adequate distal venous system (a patent profunda femoris vein,
preferably with an open or partially recanalized superficial femoral vein),
4. patent and competent greater saphenous vein on the recipient side with a
minimal diameter of 4 to 5 mm,
5. and no varicose veins. Tyically, the great saphenous vein from the oposite
leg is used for this procedure and rarely PTFE grafts.
An arteriovenous fistula is made between the posterior tibial artery and vein to
increase flow through the graft thus maintaining graft patency and the fistula is
usually closed 6 weeks after surgery. Patients are anticoagulated for 3 months
after the procedure.

Catatan Henry Sintoro 2015 649


PENATALAKSANAAN

1. Medical
a. Implikasi heparin parenteral selama 5-7 hari (risiko bleeding 5%) baik dalam bentuk :
i. Intravenous unfractionated heparin
ii. Subcutaneous low molecular weight heparin
b. Antikoagulan oral selama 6-12 minggu atau seumur hidup (risiko bleeding 5-20%)
2. Surgery

Terapi bedah pada DVT ;


i. Operasi trombektomi pada DVT.
Selama operasi dengan GA, diberikan Peep
10 utk memberikan tek positif pd paru shg
trombus tdk lepas & memicu emboli paru
ii. Pemasangan filter Greenfield.
Jika terjadi kontraindikasi antikoagulan dan
trombolitik shg trombus terbentuk rekuren.
Dipasang pada vena cava inferior. Ukuran
vena cava harus < 24 mm untuk mencegah
migrasi filter pasca pemasangan

Pendekatan diagnostik pada deep vein thrombosis


Hirsh J, Hoak J. Management of Deep Vein Thrombosis and Pulmonary Embolism. Circulation 1996;12:2212-245

650 Catatan Henry Sintoro 2015


FLS  Fibrinogen Leg Scanning , teknik ini sensitive pd calf and low proximal DVT tetapi tdk sensitive pd high proximal DVT
Goldhaber SZ, Bournameaux. Pulmonary embolism and deep vein thrombosis. Lancet 2012;379:1835-46

(Prof PR, 2/3/12) menjawab ptanyaan dr T SpBTKV; mgp seringkali pengobatan DVT tdk membawa hasil memuaskan?
 Langkah diagnostik seringkali tidak benar,
o Hanya dgn visual saja sudah menentukan stadium misalnya C1,2 dst
o Problem sarana diagnostik
 Tdk ada phletysmografi
 Tdk ada duplex scan, pdhl dg duplex scan dpt melakukan mapping vaskular baik dlm posisi erect/ supinasi
 Phlebografi yang sering dilakukan bukan diagnosis utama
 Aplikasi tatalaksana kompresi yang tidak benar
(dr Widarto Binafsihi, Survue 2/3/12) Selama masih dalam periode DVT, msh dlm kondisi yg mengancam, risiko meninggal
tinggi, harus dirawat di rumah sakit, kecuali telah MELEWATI periode post thrombotic syndrome, baru dikatakan aman.

Bagaimana pemberian tatalaksana antithrombotic therapy (LMWH) pada pasien deep vein thrombosis dg gagal ginjal, obesitas
dan kehamilan?
 Pada pasien hamil, monitoring kadar anti Xa sangat penting
 Pada pasien obesitas, disarankan weight based dosing
 Pada pasien renal insufficiency berat yang memerlukan antikoagulan, disarankan unfractionated heparin (UFH)
sebagai ganti LMWH (grade 2C). Bila LMWH digunakan pada pasien renal insufficiency yang memerlukan terapi
antikoagulan maka dosis yang diberikan adalah 50% dari dosis yang direkomendasikan
Antihrombotic and Thrombolytic Therapy Ed 8: ACCP Guidelines. CHEST 2008; 133:71S–105S

(dr HK, visite besar 14/5/2013) Penatalaksanaan DVT mbthkn waktu yg lama, bisa memakan wkt hingga 3 bulan lebih.
Penanganan thrombus harus sedikit demi sedikit, bila terlalu cepat dapat memicu thrombus lepas yang akhirnya akan masuk
ke jantung dan menyumbat di paru sebagai pulmonal emboli sehingga pasien meninggal.

(dr HK, visite besar 14/5/2013) Bila ada pasien dikonsul dengan DVT dan tumor abdomen, maka tindakan apa yang akan
dilakukan? Pemasangan filter di IVC untuk menjaring thrombus yang lepas

(dr Heru Seno, 29/4/2013) Apakah ada tempat untuk HBO pada pasien deep vein thrombosis?

Catatan Henry Sintoro 2015 651


Deep Vein Thrombosis in Superior Extremity

Diagram memperlihatkan posisi filter optimal dengan filter legs berada di bwh konfluensi
vena brachiocephalica. Apeks filter terletak didistal SVC.

HUBUNGAN DEEP VEIN THROMBOSIS DGN PULMONAL EMBOLI


Pulmonal emboli terdeteksi melalui Perfusion lung Scanning pada 50% pasien DVT dan Asimptomatis trombosis vena
dijumpai pada 70% pasien yg menderita pulmonal emboli simptomatik.
Hirsh J, Hoak J. Management of Deep Vein Thrombosis and Pulmonary Embolism. Circulation 1996;12:2212-245

HUBUNGAN DEEP VEIN THROMBOSIS DGN TERAPI HORMONAL


Konsumen kontrasepsi memiliki risiko menderita trombosis
vena tiga kali lebih besar dibanding kelompok yg tidak memakai
obat kontrasepsi. Risiko trombosis pada pemakai kontrasepsi
mencapai puncaknya pada pemakaian satu tahun pertama.

Rosendaal FR, Helmerhorst FM, Vandenbroucke.


Female Hormone and Thrombosis.
Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology. 2002; 22: 201-210

HUBUNGAN DEEP VEIN THROMBOSIS DGN KEGANASAN


Baca : Trosseau Syndrome

PEMERIKSAAN LAIN PADA DEEP VEIN THROMBOSIS


Diagnostik standar pada DVT ialah venous duplex sonography --- kombinasi antara gray scale imaging baik spectral
maupun color doppler dgn compression sonographic scanning
(Prof PR, 27/08/2014, Diskusi) Apa beda antara doppler sonography dengan duplex sonography?

652 Catatan Henry Sintoro 2015


Bgm cara menilai apakah trombus dalam deep vein sdh matur (mengeras) atau belum? Adakah implikasi klinisnya?
Estimasi aging dan maturitas DVT sangat penting untuk perencanaan terapi yang tepat. Pengangkatan trombus akut pada
kasus DVT proksimal yg ekstensif dgn teknik kateter  perlu penilaian profil trombus secara akurat.

Bila clot mengalami maturasi, maka terjadi pengerasan – hal ini disebabkan karena sebagian besar clot mengandung platelet,
fibrin dan neutrofin yg seiring waktu akan digantikan oleh kolagen dan sel mononuklear. Transisi inilah yg menyebabkan clot
mengeras akibat peningkatan komposisi kolagen dlm trombus untuk stabilisasi trombus. Salah satu cara utk menilainya ialah
dgn sonography elasticity imaging atau disebut juga elastography.

Irisan melintang tungkai bawah pasien dg DVT kronik.


Tampak area arteri dan vena poplitea dalam kotak
putih di gambar A. Perbesaran tampak pd gambar B.
Arteri dan vena ditandai dan ditunjuk dgn panah.
Garis putus putus yg melalui vena menunjukkan jalur
clot yg diperiksa.

Pada gambar C, tampak gambaran clot dgn dua


dimensi dalam display berwarna dgn range dinamik
yg ditampilkan dlm warna. Range warna dinamiknya
tampak pada color bar di bawah. Makin negatif
strain, maka makin lunak obyeknya. (warna yg makin
kuning tuh… artinya makin keras). Pada kasus ini,
bagian tengah trombus tampak lebih keras dibanding
tepinya.

Gray scale image dari clot pada vena safena subakut…


tampak gambaran clot heterogen dg relatif hipoechoic di
bagian tengah dan lebih echoic di tepi.

Clot yg relatif ditampilkan dgn pemetaan warna seperti


pada gambar B. Makin negatif maka makin lunak
strukturnya. Pada gambar tampak bahwa clot ini sangat
heterogen dibandingkan trombus kronik,

Rubin JM, Aglyamov SR. Clinical Application of Sonogra[phic Elasticity Imaging For Aging opf Deep Venous Thrombosis.
J Ultrasound Med 2003;22:443-8

Venous outflow stenting sering digunakan untuk


tatalaksana trombosis vena baik akut maupun kronis .
Sgt penting utk menilai karakteristik dinding vena dan
alirannya melalui tabung collapsible utk membangun
teknologi stent yg baru dan me↑ patensi jangka
panjangnya.
Rubenstein mengungkapkan hipotesis bahwa strain
radial dan sirkumferensial diukur dgn intravascular
ultrasound (IVUS) utk mendeskripsikan geometri vena
dan karakteristik dinding vaskular yg asimetris.
Gambar 1 memperlihatkan peningkatan strain positif
(penebalan dinding radial) pd phantom atas & bawah
ditandai dg penurunan nilai negatif ( penipisan dinding
radial) pd sisi laen. Hasil menunjukkan pola kompresi
asimetrik dari pembuluh drh yg kolaps dgn tek negatif.

Rubenstein LA, Richards MS. Mix D. Variations in Venous Wall Strain Can Be Modeled and Measured Using IVUS-Derived Elastography.
Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2012; 32: A548

Catatan Henry Sintoro 2015 653


654 Catatan Henry Sintoro 2015
3.5. Pulmonal Emboli ?

Pulmonal Emboli mrpkn kasus lethal yg menjadi penyebab ketiga terbanyak kematian pd pasien rawat inap di Amerika Serikat.
Angka mortalitas mencapai 30%, biasanya akibat emboli rekuren.
Mortalitas mencapai 60% bila terjadi acute massive PE (disertai hipotensi dan tekanan arterial sistol < 90 mmHg)
Bagaimana patofisiologi terjadinya pulmonal emboli (PE) pada pasien DVT?
 Konsekuensi utama episode pulmonary thromboembolic episode adalah HEMODINAMIK dan manifestasinya makin
jelas setelah 30-50% pulmonal arterial bed tersumbat oleh thromboemboli
 Emboli besar atau multiple secara mendadak dpt menyebabkan :
o Pe↑ PVR hingga level afterload yg tercapai oleh RV  RV failure  hipotensi sistemik/syok  kematian
mendadak (dissosiasi electromechanical)
- Pd kasus akut, pasien dpt bertahan krn sensor sistemik mengaktifkan sistem simpatis. Stimulasi inotropic &
kronotropik + mechanism Frank Starling me↑ PVR utk restorasi sisa aliran pulmonal, filling dan output LV. Bersama
vasokonstriksi akan menstabilkan tekanan darah sistemik. Hal ini penting krn turunnya aortic pressure akan me↓
perfusi coroner RV dan fungsi RV.
 Destabilisasi hemodinamik dpt terjadi dlm 24-48 jam pertama akibat emboli rekuren atau perburukan fungsi RV.
Stimulasi inotropik dan kronotropik mgkn tdk cukup mempertahankan fungsi RV jangka panjang. Kondisi
diperburuk pe↑ demand oksigen miokard RV dan pe↓ gradient perfusi coroner RV  disfungsi dan iskemia RV 
Gangguan hemodinamik  insuficienci respiratory  Hipoksia
 Emboli kecil dan distal walau tidak mempengaruhi hemodinamik tapi dpt menyebabkan hemoptysis, pleuritisi dan
efusi pleura ringan. Manifestasinya disebut “PULMONAL INFARCTION”
Guidelines on the diagnosis and management of acute pulmonary embolism. European Heart Journal (2008) 29, 2276–2315

Bagaimana manifestasi kliniknya?

 90% kecurigaan timbul krn keluhan dispneu, nyeri dada &


sinkop. Bbrp lainnya dispneu & takipneu. Sinkop jarang tp
penting krn menunjukkan gang. hemodinamik. Pleuritic
chest pain, dg atau tanpa dispneu adalah manifestasi PE
yg penting akibat iritasi pleural oleh distal emboli 
pulmonary infarction, alveolar hemorrhage & hemoptysis.

 Dispneu onset cepat akibat PE cenderung lbh memicu


konsekuensi hemodinamik dibandingkan sindrom
pulmonary infarction & berhub dg retrosternal angina like
chest pain yang mencerminkan ischemia RV.

Guidelines on the diagnosis and management


of acute pulmonary embolism.
European Heart Journal (2008) 29, 2276–2315

Temuan echocardiografi melaporkan bahwa disfungsi RV dijumpai pada 25% pasien PE. Meta analisis menunjukkan risiko
mortalitas pasien PE dgn disfungsi RV meningkat 2x lipat.

Catatan Henry Sintoro 2015 655


A. Peningkatan lusensi pada foto toraks, yg khas menunjukkan adanya oklusi baik pada arteri segmental/lobaris atau oklusi
pembuluh darah kecil yg meluas. Gambaran westermark sign muncul sebagai kombinasi dilatasi pembuluh darah
B. Chest X ray pada proyeksi PA  oligemi relatif fokal pada paru kanan atas (Westermark sign, dlm lingkaran), berkebalikan
dgn gambaran PA descenden kanan yg dilatasi bermakna menyerupai “sausage like” appearance (Palla’s sign)
Brenes-Salazar JA. Westermark's and Palla's signs in acute and chronic pulmonary embolism:
Still valid in the current computed tomography era. J Emerg Trauma Shock 2014;7:57-8

Dua faktor penting yg menentukan beratnya perjalanan penyakit adalah :


1. Volume oklusi PA
2. Adanya penyakit cardiopulmonal lain yang menyertai. Bila pasien juga menderita COPD, penyakit jantung iskemik
dan PAH maka toleransi oklusi arteri pulmonal akan jauh lebih rendah sebelum masuk dalam periode syok
hemodinamik.

Tekanan PA akan meningkat bila sumbatan area total cross


sectional PA bed mencapai 30-50%. Vasokonstriksi akibat PE
diperantarai pelepasan TXA2 dan serotonin  PVR naik 
arterial compliance menurun. PVR naik mendapat  RV
dilatasi shg kontraktilitas RV berubah.

Peningkatan RV pressure dan volume memicu peningkatan


tegangan dinding shg RV contraction time memanjang,
sdgkan aktivasi neurohumoral memicu stimulasi inotropic
dan kronotropik.
Bersama vasokonstriksi sistemik, mekanisme kompensasi
naiknya PA pressure utk memperbaiki aliran melalui bed PV
yg obstruksi dan mempertahankan SBP sementara. Adaptasi
ini tdk dpt bertahan lama, RV tdk mampu membangkitkan
PAP diatas 40 mmHg  leftward bowing pd interventricular
septum saat early diastole, eksaserbasi RBBB  LV filling
terganggu  LCOS (hipotensi sistemik dan instabilitas
hemodinamik)

Adanya infiltrate massif dlama RV miokardium pasien yg meninggal dalam 48 jam pasca PE akut ini dapat dijelaskan oleh
adanya HIGH LEVEL EPINEPHRIN RELEASE sebagai dampak PE-INDUCED MYOCARDITIS. Respon inflamasi ini dapat
menjelaskan destabilisasi hemodinamik sekunder yg kadang terjadi dlm 24-48 jam setelah PE akut, walaupun rekurensi PE
dapat menjadi penjelasan alternative untuk beberapa kasus lainnya. Hubungan antara BIOMARKER MYOCARDIAL INJURY dlm
sirkulasi dan perburukan klinis menunjukkan bahwa RV ischemia merupakan pathophysiological significance pd fase akut PE.
Walau infark RV jarang pasca PE, ketidak seimbangan suplai dan demand oksigen memicu kerusakan kardiomiosit dan
mempengaruhi kekuatan kontraktilitas.

Kegagalan respiratori pada PE umumnya adalah dampak gangguan hemodinamik. LCO menyebabkan desaturasi mixed venous
blood. Disamping itu, zona aliran darah yg berkurang pd pembuluh darah yg tersumbat, dikombinasikan dgn zona yg overflow
pada capillary bed yg diperdarahi pembuluh darah yg tdk obstruksi  V/P mismatch  HYPOXEMIA.

Sekitar 1/3 pasien, R to L Shunting melalui PFO dapat terdeteksi melalui echo; akibat adanya keterbalikan pressure gradient
antara RA dan LA  SEVERE HYPOXEMIA dan meningkatkan risiko PARADOXICAL EMBOLIZATION dan STROKE. Bila tdk
mempengaruhi hemodinamik, emboli kecil distal dapat membentk area hemoragi alveolar yg menyebabkan terjadinya
hemoptysis, pleuritis dan pleural effusion dan biasanya ringan.Gambaran ini dikenal sebagai “PULMONARY INFARCTION”.

2014 ESC Guidelines on the diagnosis and management of acute pulmonary embolism

656 Catatan Henry Sintoro 2015


Karakteristik pasien PE :
1. Low Risk, disebut juga non massive pulmonary emboli (55% dari total PE); pasien ini ditandai low embolic burden
dan hemodinamik stabil tanpa ada riwayat disfungsi miokard. Standart care cukup dengan antikoagulan warfarin
atau enoxaparin. Angka mortalitas < 1%.
2. Intermediate risk, disebut juga sub massive pulmonary emboli. Angka mortalitas dini mencapai 5-10%. Pasien
mengalami dekompensasi cepat dan dengan risiko disfungsi RV dan chronic thromboembolic pulmonary
hypertension. Secara kllinis pasien stabil, tetapi adanya RV dysfunction membedakan dari low risk. Tanda2nya:
a. TTE memperlihatkan adanya RV dysfunction. Rasio RV:LVEDD ratio >0,9 pada echo  tanda RV strain
b. Peningkatan biomarker seperti troponin dan BNP
3. High Risk, disebut juga massive pulmonary emboli, dengan angka kematian 25-58% dalam dua jam. Adanya LV
dysfunction (baik akibat penurunan preload dan efek mass dari RVH) – pasien mengalami unstabilitas
hemodinamik.
Parameter klinis definitif massive pulmonary emboli meliputi
a. Tekanan darah sistolik <90 mmHg,
b. Penurunan mendadak tekanan darah sistolik >40 mmHg pada pasien hipertensi
c. Syok hemodinamik yang memerlukan vasopresor
Pada pasien ini harus segera dimulai pemberian antikoagulan dan trombolisis sistemik. Bila kontraindikasi terhadap
trombolisis sistemik, dapat dimulai CDT – Cathether directed thrombolysis secara mekanik thdp clot dan
embolektomi secara bedah perlu dipertimbangkan sebagai alternatif

Pemberian infus trombolitik melalui kateterisasi pada emboli pulmonal. Multisidehole infusion cathether ditembuskan melalui
embolus dan memungkinkan tromolitik dialirkan via infus menuju clot.

Pronto XL extraction device. (A) Dengan bantuan digital subtraction angiography melalui pigtail cathether yg masuk kedalam arteri
interlobaris dextra. Tampak gambaran filling defect pada cabang segmental. (B) Pronto straight cathether masuk dalam left lower
lobar artery, tampak segmental filling defect. (C) Gambar trombus yang berhasil diangkat melalui Pronto cathether

Chen RC, Genshaft S, Al-Hakim R, Moriarty J. Endovascular Approaches to Pulmonary Thromboembolic Disease.
Endovascular Today Juli 2014. H. 42

Nitinol Option Vena Cava Filter (Argon Medical Device, Plano TX)

Catatan Henry Sintoro 2015 657


Terapi bedah – Pulmonal Embolectomy
Konsep awal pencegahan PE, diajukan oleh Alton Ochner, ahli bedah Amerika untuk
melakukan ligasi IVC
Tatalaksana bedah PE pertama kali dilaporkan oleh Friedrich Trendelenburg yg
mempelajari sembilan pasien yg meninggal akibat PE. Beliau merancang teknik
embolektomi pulmonal melalui eksperimen hewan. Aplikasinya pada manusia tidak
berhasil, dua pasien pertamanya meninggal masing masing 15 dan 37 jam setelah
operasi akibat gagal jantung dan perdarahan mamary.
Murid Tredelenburg, Martin Kirschner pertama kali berhasil melakukan embolektomi
pulmonal pada thn 1924, bbrp saat sblm Tredelenburg meninggal akibat kanker
mandibula.
Dalam dekade berikutnya, makin banyak operasi PE tetapi tetap dgn mortalitas sangat
tinggi, dan hanya sekitar 10 pasien yg selamat dari 300 kasus operatif selama satu
dekade. Perancangan sirkulasi ekstrakorporeal oleh John Gibbon pada awalnya
diinspirasi dari kegagalan embolektomi pulmonal.
Friedrich Trendelenburg
Embolektomi pulmonal dgn pemakaian CPB pertama kali dan berhasil dilakukan oleh 1844-1924
Edward Shap pada tahun 1962 Professor of Surgery at
Hui DS. McFadden. Contemporary Surgical Management of Acute Massive Pulmonary Embolism. In : University of Leipzig, Germany
Firstenberg MS. Principles and Practice of Cardiothoracic Surgery 2013

Foto sudden fatal saddle pulmonary embolism yg terjadi 6 hari pasca lobektomi
Massive PE, kriteria :
1. PE akut dengan hipotensi, tekanzn darah sistolik dibawah 90mmHg sedikitrnya selama limabelas menit atau
memerlukan support inotropik
2. Tidak disebabkn oleh kausa selain PE seperti aritmia, hipovolemia, sepsis atau disfungsi LV
3. Pulseless
4. Bradikardia persisten (HR< 40 bpm)

Chronic thromboembolic pulmonary hypertension (CTEPH) is caused by organizing thrombotic obstructions in the pulmonary
arteries by nonresolving thromboemboli, formation of fibrosis and remodeling of pulmonary blood vessels.

658 Catatan Henry Sintoro 2015


Pulmonary Artery Obstruction index (PAOI)
1. Walsh Score, sangat kompleks dan jarang digunakan.
2. Miller Obstruction Score :
a. Miller I (Bankier Scoring System) menilai 16 segmental arteri dgn nilai (0=absent;1=present); emboli pada tingkat
lebih proksimal diberikan nilai yang sama dgn emboli yang berada di cabang segmental distal
b. Miller II (Quanadli Scoring System) dengan angiografi menilai 20 cabang arteri segmental; sekali lagi emboli pada
tingkat arteri lebih proksimal diberikan nilai sama dgn emboli pada cabang segmental distal, dengan penilaian 0 =
tidak ada emboli, 1= sumbatan parsial, 2= sumbatan total di cabang). Cut off value untuk outcome buruk dan
disfungsi RV ialah 40% osbtruksi vaskular  risiko kematian pada PAOI > 40% ialah 11,2 kali lipat
c. Mastora Score, meliputi 5 arteri mediastinal, 6 lobaris dan 20 segmental; dgn scoring (0=0%; 1=1-24%; 2=25-49%;
3=50-74%; 4=75%-99%; 5=100%) dengan skor maksimum 155
Engelke C, Rummeny EJ, Marten K. Acute Pulmonary Embolism on MDCT of the Chest: Prediction of Cor Pulmonale and Short-Term Patient
Survival from Morphologic Embolus Burden. American Journal of Roentgenology. 2006;186: 1265-1271.

Modifikasi Index Miller untuk penilaian volume trombus (angiographic) melalui arteriography pulmonal

Miller Index digunakan untuk menilai


- derajat obstruksi arterial (OBJECTIVE SCORE)
- dgn sistem scoring untuk menilai perfusi perifer dari paru (SUBJECTIVE EVALUATION)

Adanya emboli segmental tanpa memandang derajat obstruksi mendapatkan score satu
1. SCORE OBSTRUKSI – maksimal 16. Emboli proksimal dari level segmental dinilai berdasarkan jumlah arteri
segmental yg muncul ke distalnya
2. SCORE PERFUSI PERIFER – maksimal 18. Dinilai dari perfusi berdasarkan tiap lobusnya
a. Setiap paru dibagi menjadi tiga bagian yaitu atas, tengah dan bawah dan dinilai dgn skala 4 poin
b. Penilaian skla 4 poin : bila perfusi normal nilainya 0
bila perfusinya menurun moderate, nilainya 1
bila perfusinya menurun berat, nilainya 2
bila perfusinya tidak ada, nilainya 3
Score Miller Index maksimal ialah 34
Qanadli SD. New CT Index to Quantify Arterial Obstruction in Pulmonary Embolism
Comparison with Angiographic Index and Echocardiography.
American Journal of Roentgenology. 2001;176: 1415-1420

Catatan Henry Sintoro 2015 659


4.Anomali Vaskular
Berdasarkan karakteristik sel endotel dan klinis anomali vaskular, Mulliken dan Glowacki thn
1982 membagi anomali vaskular menjadi
1. Hemangioma dan
2. Malformasi Vaskular.
Klasifikasi ini up to date dan diterima diseluruh dunia, dgn keterbatasan yg ada pada muatan
spesifik seperti tufted angioma, hemangioendothelioma dan hemangioma dgn pola distribusi
segmental yg tdk tercakup didalamnya.
Pada thn 1996, ISSVA (International Society for the Study of Vascular Anomalies)
menambahkan dalam list tumor vaskular :
- Rapidly Involuting Congenital Hemangioma
- Non involuting congenital Hemangioma
- Kaposiform Hemangioendothelioma John B. Mulliken
- Tufted angioma Professor of Surgery
- Pyogenic granuloma Harvard Medical School

(PR, 4/09/2013) Malformasi vaskular artinya kegagalan pembentukan (mal-form) artinya tidak jadi arteri maupun vena. Jika di
jaman dahulu dipisahkan hemangioma dan limfangioma tetapi sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Pemeriksaannya standart
dengan MRI. Pemeriksaan CT angio, angiografi atau phlebografi tidak akan memberikan informasi apapun dan hy dipakai pada
kasus yg berdenyut.

Limfatik – uptake protein di perifer jalurnya masuk hingga ke ductus torasikus..

660 Catatan Henry Sintoro 2015


4.1. Hemangioma
(Prof PR) Hemangioma pada orang dewasa, diagnosis ditegakkan cukup dengan klinis

Hemangioma jika tidak pulsatile dan tidak ada murmur, maka tidak ada tempat untuk arteriografi sebab kontras tidak akan
masuk dalam arteri sehingga tidak akan tampak apa2. Bila pulsatile maka dapat dilakukan kontras untuk mencari feeding
arteri baik aferen maupun eferen serta menentukan tindak lanjutnya apakah diembolisasi atau diligasi.
Incidence  ras kulit hitam dan usia 10-13 kali lebih banyak disbanding kulit putih. Anak wanita memiliki predileksi 3x lebih
banyak dibandingkan pria

Hemangioma pada wajah perlu hati-hati, risiko kena nervus facialis dan memicu bell’s palsy

Bagaimana cara mendiagnosis dan tatalaksana hemangioma ? (dr HSB)


 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik : pada palpasi terdapat tumor yang kompresibel  evaluasi ada tidaknya pulsasi
 Pemeriksaan penunjang
o MS CT scan
o MRI
o Arteriografi  sebagian besar tidak menyarankan, kecuali pada kasus tertentu

Pertumbuhan hemangioma dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu :


 Fase proliferasi (tumbuh dengan cepatnya)
 Fase involuting (tumbuh lambat usia 1-7 tahun)
 Fase involuted (regresi di usia 8-12 tahun)

(dr HSB, visite besar Nov 2011) Kapan hemangioma pd anak dibedah ?
 Pertimbangan waktu :
o Hemangioma pada anak dapat mengalami resolusi (involusi maksudnya mungkin), hemangioma apapun
itu, biasanya hemangioma usia diatas 5-10 thn tdk involusi
o Bila hemangioma tumbuh dengan cepat (rapidly progressive)
o (Prof PR)  usia 5 tahun terkait dengan angiogenesis
 Pertimbangan letak
o Bila tempatnya melekat pada organ vital dan menyebabkan penekanan  ada gejala
o Bila terletak ditempat yang mengganggu  Faktor Kosmetik

Hemangioma yang mengenai wajah dan dapat mengganggu perkembangan penglihatan, harus segera ditangani
(dr HSB, morning report 19/01/2015) Apakah hanya itu alasan dibedah? Mengapa harus di eksisi? Kan nanti residif lagi..
Pada kasus anak Yohanes 14 thn, letak hemangioma berasal dari lapisan lebih dalam (dari muskular) shg eksisi saja tidak cukup
perlu kombinasi. Kedua bila ada luka dan perdarahan yang hebat shg operasinya lebih ditujukan sbg upaya menghentikan
perdarahannya.

(dr HSB, morning report 19/01/2015) Kenapa hemangioma dapat kembali residif? Apa yang menyebabkannya? Dan bagaimana
tindakan kita untuk mencegah atau menekan risiko residif tersebut?

Catatan Henry Sintoro 2015 661


(dr HSB, visite besar Nov 2011) Bagaimana tatalaksana hemangioma pada anak?
 Tindakan bedah  Tindakan non bedah
o Eksisi hemangioma o Compression therapy  bandage
o Laser Surgery o Pemberian medikametosa
 Pulse dye laser surgery  Kortikosteroid baik sistemik maupun intralesi
 Beta bloker  propanolol
 Sitotastika  vincristin
 Interferon alfa
o Embolisasi
o Radioterapi

Apa beda hemangioma dengan malformasi vaskular ?


 Hemangioma dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
 hemangioma mengalami involusi sedangkan malformasi vascular tidak

Hemangioma Vascular Malformation


Jenis Superfisial, deep dan mixed Capillary, venous dan lymphatic malformation
Arteriovenous malformations
Usia Biasanya muncul beberapa hari setelah lahir Biasanya muncul saat lahir
Kelamin Lebih banyak pada perempuan Tidak berbeda antara laki dan perempuan
Pertumbuhan Involunsi dalam 5-8 tahun Menetap seumur hidup
Hipotiroidism Dapat menyertai Tidak ada
Efek Steroid Memberikan respon Tidak memberikan respon
Tatalaksana Terapi awal dgn farmakoterapi Terapi awal dengan bedah kecuali
Malformasi kapiler dg FPDL
Venous malformation dgn skleroterapi
AVM dgn embolisasi
FPDL -- flash lamp pulsed dye laser
Pandey A, Gangopadhyay AN, Upadhyay VD. Evaluation and Management of Infantile Hemangioma: An Overview.
Wound Manage. 2008;54(5):16-29.

Kasabach-Merritt syndrome Hemangioma, trombositopenia & Koagulopati


Children with large segmental hemangiomas of the head and neck PHACES Syndrome

(Prof PR) Apa beda angiogenesis dengan vaskulogenesis?


Angiogenesis dipengaruhi VEGF – arteri vena dan limfatik
Vasculogenesis pada arteri dan vena .....

(Prof PR) Kontroversi pemberian kortikosteroid dan anti angiogenesis pada hemangioma?
Apakah juga akan menekan perkembangan pembuluh darah lainnya bila VEGF ditekan?

(dr HSB, 18/7/2013) Apa yang dimaksud dgn Hemangiosarcoma ? Hemangioma malignant? Metastasis walaupun jarang,
radioterapi tidak memberikan respon yang baik

662 Catatan Henry Sintoro 2015


Perbedaan hemangioma dan vascular malformation

Penatalaksanaan

Catatan Henry Sintoro 2015 663


4.2. Vascular Malformation

Sejumlah sindrom yg telah dideskripsikan dgn malformasi vaskular seperti :


- Osler Weber Rendu syndrome
- Blue rubber bleb nevus syndrome
- Parkes Weber syndrome
- Klippel Trenaunay syndrome
- Servelle Martorell syndrome
- Maffucci syndrome

664 Catatan Henry Sintoro 2015


KLIPPEL TRENAUNAY WEBER SYNDROME

Pertama kali dideskripsikan Maurice Klippel dan Paul Trenaunay thn 1900;
dengan nama naevus vasculosus osteohypertrophicus.
Nama lainnya Angioosteohypertrophy syndrome dan hemangiectatic
hypertrophy mrpkn kondisi kongenital yg jrg dimana pembuluh darah dan
vaskular gagal tbtk sempurna, shg 3 gambaran klinis yg dominan tampak
 Nevus flammeus (port-wine stain)  hemangioma dg vascular naevi
 Malformasi vena dan limfatik  varicose vein akibat hipoplasia deep
vein atau tidak adanya deep valve
 Soft Tissue Hyperthrophy  pemanjangan tulang
Sekitar 90% kasus mengenai tungkai dan 10% mengenai kepala leher
Jgn melakukan operasi pd superficial vein (deep venous insufficiency)

Jacob AG, Driscoll DJ, Shaughnessy WJ, Stanson AW, Clay RP, Gloviczki P. "Klippel–Trénaunay syndrome: spectrum and management".
Mayo Clinical Proceedings 1998;73 (1): 28–36.

RENDU OSLER WEBER DISEASE/BABINGTON’s DISEASE

Dideskripsikan pertama kali oleh Dr Henry Gawen Sutton thn 1864, beliau mengira
kasus ini merupakan bagian dari HEMOFILIA.
Pada thn 1986, Dr Henri Jules Louis Marie Rendu menyadari adanya perdarahan
hidung, bercak merah kulit dan membran mukosa bukanlah merupakan suatu
hemofilia dan tahun 1901 dokter Sir William Osler menyatakannya sbg satu buah
sindrom. Pd thn 1907, Frederick Parkes Weber mdeskripsikan sbg suatu sindrom .
Istilah “hereditary hemorrhagic telangiektasia”(HHT) pertama kali diperkenalkan
oleh Frederic M Hanes utk mendeskripsikan kondisi ini.

Diagnosis berdasarkan kriteria Curacao, dinyatakan positif bila ditemukan tiga dari
empat gejala :
1. Epistaksis rekuren spontaneus
2. Teleangiektasia multipel pada lokasi tertentu
3. AVM visceral (pada paru, hati, otak dan tulang belakang)
Henri Jules Louis Marie Rendu
4. Riwayat keluarga dengan HHT
1844-1902
Hospital Saint Antoine France
PROTEUS
Proteus syndrome  penyakit kongenital, dideskripsikan oleh Cohen dan Hayden pd tahun 1979. Wiedemann yg menamai
sindrom ini dgn istilah Proteus, hewan laut yg memapu mengubah tubuhnya untuk menghindari penangkapan. Dugaan
sindrom ini timbul akibat mutasi gen dominan somatik yg lethal. Klinis dpt sehat saat lahir dan kondisi ini baru terdiagnosis
saat dewasa muda, ditandai oleh sejumlah malformasi pembuluh darah dan overgrowth sejumlah jaringan spt
hemihypertrophy dan partial gigantism. Jadi kelainannya meliputi L
- Vascular malformation ,
- Lipoma, fatty hypertrophy, regional fatty athrophy, hyperpigmentation dan nevi
- Abnormalitas abdominal solid organ  splenomegali dan nephromegali
- Abnormalitas skletal  macrodactily, exostosis, progressive scoliosis dan limb length descrepancy
Seringkali misdiagnosis dgn Klippel Trenauney Syndrome, hemihyperplasia- multiple lipomatosis syndrome, Maffucci
syndrome dan Ollier disease

Pemeriksaan radiologi sgt membantu. Survey skeletas radiografik dapat menilai manifestasi osseus. CT dan MRI scan dari
abdomen dan pelvis dapat digunakan untuk evaluasi visceromegaly, visceral vascular malformation (venous, kapiler dan
limfatik) dan adanya lipomatosis intraabdominal dan intrapelvis yang berpotensi agresif. MRI pada SSP lebih superior
dibanding CT untuk evaluasi pasien dengan gejala neurologi. Gambaran pencitraan meliputi megalencephaly dan neuronal
migrational abnormalities. CT scan toraks sangat membantu untuk evaluasi penyakit emfisematous kistik difus dan emboli
pulmonal.

Elsayes KM. Vascular Malformation and Hemangiomatosis Syndromes: Spectrum of Imaging Manifestations.
American Journal of Roentgenology. 2008;190: 1291-1299

Read More: http://www.ajronline.org/doi/full/10.2214/AJR.07.2779

Catatan Henry Sintoro 2015 665


4.2.Pseudoaneurisma
Definisi
Pseudoaneurisma atau aneurisma palsu (false aneurysm)  berisi darah akibat kerusakan dinding arteri dgn ektravasasi darah
yang terbungkus dalam jaringan konektif periarterial dan bukan oleh dinding arteri.
Bila hematoma ekstravaskular ini dgn bebas berhubungan dengan ruang intravaskular maka disebut PULSATING HEMATOMA
ACCF/AHA/AATS Guidelines for The Diagnosis and Management Patients with Thoracic Aortic Disease.Circulation. 2010;121:e266-e369

(Prof PR, Oktober 2011 ) Faktor predisposisi terbentuknya pseudoaneurisma?


1. Adanya tindakan invasif dari luar (misal suntikan)  trauma pada endotel
2. Lesi tidak lengkap yang terjadi pada endotel
3. Adanya kelainan kongenital yang menyertai  sindrom marfan, fibroelastosis.

(dr HSB, morning report 8/7/2013) Kapan kita melakukan repair pseudoaneurisma dg anestesi lokal dan kapan GA?
 Evaluasi bila di distal ada tanda iskemik. Pada kasus ini tidak sekedar repair pseudoaneurisma tetapi bisa saja
membutuhkan rekonstruksi vaksular dgn bypass sehingga diperlukan GA
 Jika pseudoaneurisma sangat pulsating dan hematom yg ekspansif sehingga tidak mudah mengerjakannya
 Jangan lupa pasang infus dan evaluasi Hb sebelum melakukan repair pseudoaneurisma

(dr HK, visite besar 9/7/2013) Apa untung rugi teugel arteri brachialis dgn torniquet dlm tatalaksana repair pseudoaneurisma?
 Jika dgn torniquet, maka semua komponen arteri dan vena ikut terbendung sehingga aliran darah balik pun juga
terbendung dan keluar sebagai perdarahan saat repair pseudoaneurisma. Cara memakai torniquet seharusnya
diperas dari bawah ke atas lebih dahulu
 Jika dgn teugel arteri maka aliran darah balik tidak terbendung… (tetapi gimana ya? Bisa gak banjir krn kolateral??)

Infected Pseudoaneurisma

(dr HSB, 29/8/2014) Pasien 35 tahun dengan ruptur infected pseudoaneurisma R. Cubiti Kanan
Dilakukan repair pseudoaneurisma dengan jahit primer dan aproksimasi defek kulit

Apa saja yang harus diperhatikan?


1. Atasi perdarahanannya
2. Drainase dan debridemant – ambil kultur
3. Jahit defeknya bila tidak ada gap, bila ada gap sebaiknya dilakukan bypass
4. Rawat luka secara terbuka, tidak perlu aproksimasi
5. Evaluasi ketat tanda tanda infeksi --

666 Catatan Henry Sintoro 2015


5.Koagulasi
5.1.Anticoagulant in Critical Setting
Flato UAP, Buhatem T Merluzzi T, Bianco AC. New anticoagulants in critical care settings.
Rev Bras Ter Intensiva. 2011; 23(1):68-77
Penemuan antikoagulan diawali oleh Jay McLean tahun 1916
dibawah pengawasan William Henry Howell menemukan heparin
sulfat pada ekstrak hati babi yang bersifat fat soluble
anticoagulant dimana thn 1918 oleh Howell disebut heparin
(hepar artinya hati dlm bhs yunani).
Tahun 1920, Howell berhasil mengisolasi water soluble
polysaccharide anticoagulant yg disebut heparin juga.
Trial heparin pada manusia dimulai thn 1935 dan pd thn 1937,
Connaught heparin dinyatakan aman & efektif. Sebelum tahun
1933, heparin yg tersedia sgt mahal, tdk efektif & tdk bermanfaat
medis.
Jay McLean William Henry Howell
(1890-1957) (1860-1945)

Thn 1933, Karl Paul Link mempublikasikan dikumarol, antagonis vitamin K


yg digunakan dlm racun hewan pengerat (stlh kasus Sweet Clover Disease). Dikumarol
dimodifikasi thn 1950  hidroksikumarin yg dipakai hingga saat ini. Warfarin
(coumadin) derivate sintetik dikumarol.
Selama 60 tahun, antagonis vitamin K terutama warfarin tlh byk digunakan
pd kasus tromboemboli tp pemakaiannya tbts krn therapeutic window yg sempit,
interaksi obat & makanan, efek samping pdarahan hingga hypercoagulable state.
Pberiannya hrs dibwh pengawasan INR yg jg tdk sempurna. INR sgt tgt pd protrombin
time (PT) yg nilainya berbeda di tiap laboratorium krn perbedaan sensitivitas
tromboplastin. INR sendiri dihitung dari PT (PT/Ptn).
Perlu diketahui bahwa interaksi obat warfarin banyak. Efeknya dihambat
oleh sayur atau buah yg berwarna hijau. Pemberian antibiotic seperti macrolide,
metronidazole memperkuat atau potensiasi efek warfarin. Sejumlah broad spectrum
antibiotic lain juga memicu potensiasi warfarin karena membunuh flora normal usus Karl Paul Gerhard Link
yang menghasilkan vitamin K1 yang merupakan antagonis warfarin. (1901-1978)

Inhibisi protrombin dgn anti vitamin K (warfarin) adalah terapi pencegahan kronis trombosis yg plg banyak
digunakan. Studi Navarro dkk melaporkan kesulitan dlm pengawasan terapi antikoagulan utk mempertahankan kadar yang
sesuai utk mencegah terjadinya trombosis dan juga menggambarkan bahwa inhibisi berlebih pada satu faktor dlm cascade
protrombin dpt menempatkan pasien pada risiko perdarahan berat. Aktivasi platelet mengubah permeabilitas membran,
memungkinkan masuknya kalsium dan pelepasan zat kemotatik yg menarik faktor koagulasi ke permukaan.

Catatan Henry Sintoro 2015 667


HEPARIN

Heparin adalah polianion terdiri dari 18-50s kuat unit sakarida dgn
BM msg2 300 d, shg BM senyawa tsbt mencapai 5000-30.000 d dgn
range 15.000. Sekitar 1/3 rantai mgdng pentasakarida spesifik yg
mengikat AT, rantai lbh bsr & mengikat trombin  inaktivasi trombin.
Heparin mengikat sejumlah sel (makrofag dan platelet) dan protein
plasma (fibrinogen,vitronectin, fibronectin dan von Willebrand
factor). Heparin jg memiliki afinitas kuat thdp platelet factor 4 yg
terpajan pd permukaan platelet teraktivasi. Akibat berbagai interaksi
ini, ada DOSE-DEPENDENT absorption dari tmpt injeksi subkutan dan
kadar plasma variabel tgtg kadar heparin binding protein.
Artinya, ada DOSE DEPENDENT HALF LIFE misalnya
o Half life 56 menit pasca pemberian 100 U/kgBB
o Half life 156 menit paca pemberian 400 U/kgBB

Bagaimana pengawasannya?
o Tidak mudah memperkirakan dosis heparin yg aman dan efektif karena karakteristik farmakologisnya.
o Dosis harus dititrasi secara trial and error dgn panduan aPTT

Unfractionated heparin (UFH) tidak seefektif heparin.


Diberikan parenteral tp dlm pengawasan laboratorium. Berikatan dg
plasma protein dan sel endotel, mperburuk osteoporosis dan memicu HIT
Low molecular weight heparin (LMWH) diciptakan utk
mengurangi keterbatasan warfarin dan UFH. Cukup aman dan efektif tnp
pngawasan laboratorium. Tdk serta merta eliminasi risiko HIT walaupun
lbh rendah dari UFH. Dua decade terakhir, Fondaparin terbukti sbg
antikoagulan ideal bekerja sbg inhibitor factor Xa & factor IIa (thrombin).

Pkmbgn berikut muncul oral antikoagulan yg


bekerja inhibisi pd
 factor II (DTI)  Dabigatran (©Pradaxa)
 factor X (DFXaI)  Rivaroxaban (©Xarelto)
dan apixaban.

Apa beda kerja UFH dan direct thrombin inhibitor (DTI) atau
direct factor Xa inhibitor (DFXaI)?
 DTI menghambat aktivitas thrombin melalui free plasma
dan thrombus, mcegah konversi fibrinogen mjd fibrin &
mpengaruhi amplifikasi dan propagasi koagulasi dgn
menekan pbentukan thrombin. DTI tdk terikat plasma
protein shg tdk memerlukan Serpin (AT III) utk mperkuatnya
spt UFH shg DTI stabil tnp pengawasan laboratorium
 DFXaI mengikat factor Xa scr langsung tnp memerlukan AT
III. Kerjanya sgt spesifik pada factor Xa tnp mempengaruhi
jalur koagulasi intrinsic atau ekstrinsik dan tnp efek samping
trombositopeni.

668 Catatan Henry Sintoro 2015


Heparin Resistance
Semakin hipotermi pasien durantee op maka komplikasi juga semakin tinggi, salah satunya koagulopati
PTT meningkat  problem koagulasi intrinsik atau efek heparin persisten
(OQR,14/1/11) Bagaimana kerja heparin?
Heparin menghambat sistem koagulasi dg mengikat reseptor lisin pada Anti trombin III  afinitas thdp faktor X meningkat
bbrp ratus kali lipat  disfungsi platelet dan memicu status fibrinolitik.
(ARH, 14/1/11) Jadi kalo ACT tidak naik pasca pemberian heparin (resistensi), dikasih apa?
- Cek dulu --- betul tidak yang masuk itu heparin, jangan jangan bukan heparin lagi..
- FFP (Fresh Frozen Plasma)  untuk meningkatkan kadar antitrombin III
- Antitrombin III (Thrombate III)
Apa definisi heparin resistance?
- Heparin resistensi terjadi bila pemberian heparin dosis 5 mg/kgBB tidak mampu menaikkan ACT hingga tingkat
adekuat (>400 detik). Biasanya disebabkan defisiensi AT III
Apa itu protamine?
Peptida polikationik yang bermanfaat sebagai counteract atau reversal atau neutralisasi efek heparin,  diberikan dosis 1:1
dgn heparin untuk mengembalikan ACT ke baseline. Kecepatan pemberian 5 mg/menit
Post neutralisasi heparin dgn protamin dengan ACT tetap tinggi, apa pertimbangannya?
- Bila dosis protamin ~ dosis heparin  yg tjd adlh “heparin rebound phenomena”  heparin muncul kembali dlm aliran darah
pasca neutralisasi protamin akibat pberian dosis besar heparin saat bypass dan lebih sering pd pasien obese  Ini terjadi krn
half life protamin cuma 5 menit! ACT & PTT ttp tinggi. Solusi additional doses heparin
- Bila dosis heparin berlebih (1,5:1)  meningkatkan PT , (3:1) mediastinal bleeding, krn protamin sendiri adalah antikoagulan.
Anti Thrombin
Antithrombin  glikoprotein yg dihasilkan hati dan bekerja menginaktifkan bbrp enzim koagulasi
 antithrombin  bentuk dominan dalam plasma darah dgn empat titik glikosilasi yg terisi msg2 sebuah oligosakarida
Β antithrombin  bentuk minor dengan satu titik glikosilasi yg kosong, dimana aktivitasnya meningkat berlipat kali dgn
pemberian antikoagulan yg meningkatkan pengikatan antithrombin thdp faktor II dan X
Studi Seegers, Johnson dan Fell thn 1950 melahirkan empat kelas AT – AT I, AT II, AT III dan AT IV
AT I  absorbsi thrombin mjd fibrin stlh thrombin diaktivasi oleh fibrinogen
AT II  cofactor plasma yg bersama heparin mengganggu interaksi thrombin dan fibrinogen
AT III  inaktivator thrombin  YANG ADA SECARA MEDIS BERMAKNA
AT IV  anti thrombin teraktivasi setelah koagulasi darah
Antitrombin ( mrpkn serine protease inhibitor) memiliki half life 3 hari dgn kadar 0,12 mg/ml dlm plasma, setara dg 2,3 μM.
Recombinant antithrombin yg mirip human antithrombin diproduksi dari baculovirus infected insect cell dan mamalian dalam
kultur sel. Target protease AT ini ialah jalur contact activation (intrinsik) yaitu F IX,X,XI,XII yg teraktivasi dan jalur tissue factor
(ekstrinsik) yaitu F II, VII.

Bagaimana hubungan heparin dan AT ?


AT dulu dikenal sbg AT III atau heparin cofactor I adalah inhibitor thrombin yg utama
dan kerja inhibisinya ini akan berlipat ganda dengan adanya heparin
AT bekerja sbg antikoagulan dgn menginaktifkan thrombin , F Xa & IX a.
Heparin meningkatkan kecepatan inaktivasi antitrombin-trombin s/d 1,5- 4 x107 /m /s
Artinya peningkatan reaksi mencapai 2000-4000 kali lipat. Inhibisi F Xa dipercepat 500-
1000 kali sedangkan inhibisi F IX a mencapai 1 juta kali lipat dgn adanya heparin.

Catatan Henry Sintoro 2015 669


HEPARIN INDUCED THROMBOCYTOPENIA ---WHEN HEPARIN CAUSES THROMBOSIS?
The Paradox of Heparin --- as a Possible Cause of Thrombosis
Pd bln Juni 1957 dlm pertemuan International Society of Angiology di New York, Rodger
Elmer Weismann dan Richard Tobin melaporkan 3 tahun pengalaman pada 10 pasien yg
menderita emboli arteri perifer selama menjalani terapi heparin sistemik di Mary Hitchcock
Memorial Hospital. Emboli tersebut diangkat dari aorta distal dan kedua arteri iliac.
Thromboemboli akibat heparin dpt dibedakan dari thromboemboli yg berasal dari jantung.
Bila akibat heparin  pucat, lunak, salmon colored clots  tdd fibrin platelet dan leukosit
kmd dikenal dg sebutan WHITE CLOT SYNDROME, dipopulerkan Milwaukee, 1979)
Bila dari jantung  mulberry colored thrombi – tdd elemen darah pd proporsi normal
Dari 10 pasien, dilaporkan bhw embolism arterial tjd antara hari ke 7-15 terapi heparin (rata2
10 hari). Thromboemboli multiple tjd pd 9 pasien; dan enam diantaranya meninggal.
Weismann melaporkan bhw embolisasi akan berhenti bila heparin dihentikan terutama bila
telah ada fibrin-platelet thrombi yg melekat pd intima aorta. Rodger Elmer Weismann
1914-
Bbrp thn kmd Brooke Roberts dkk dari University of Pennsylvania, Philadelphia melaporkan Professor of Surgery
adanya embolisasi arterial yg diterapi dgn heparin –“fibrin rich material” cenderung pd aorta Mary Hitchcock Memorial
dibanding jantung. Periode antara inisiasi heparin dan onset embolisasi yg dilaporkan Robert HospitalHannover Hampshire
 spekulasi adanya “ANTIHEPARIN FACTOR”

Bukti laboratorium terkait HIT pertama kali dilaporkan oleh Donald Silver, vascular
surgeon. Dua pasien yg menderita trombositopeni berat (Plt 80.000), myocardial
infarction, petechiae dan heparin resistance mengalami perbaikan stlh heparin
dihentikan, tetapi keduanya mengalami rekurensi cepat trombositopeni bila heparin
diberikan kembali dlm kurun waktu 1 minggu.

Sheridan melaporkan kaitan dosis heparin yg diberikan sgt kuat mempengaruhi aktivasi
platelet oleh HIT. Greinacher (1994) kmd melaporkan bahwa cairan dosis tinggi heparin
memicu pelepasan platelet factor 4 (PF-4) dari PF4-heparin complex

Warkentin TE, Greinacher A. Heparin Induced Thrombocytopenia. Edisi ke 3. 2004


Donald Silver
19
Apa yg dimaksud heparin induced Thrombocytopenia (HIT) dan kapan dikatakan telah terjadi HIT?

HIT  antibody mediated adverse reaction thdp heparin yg dapat memicu thrombosis arteri maupun vena
Diagnosis HIT didasarkan pada gambaran klinis dan serologis. Manifestasi HIT meliputi :

Pada HIT dijumpai penurunan hitung platelet lebih dari 50% yg tidak dapat dijelaskan walaupun nadir diatas 150.000.
Penurunan hitung platelet biasanya tjd antara hari ke 5 dan 15 pasca pemberian heparin tetapi dpt timbul lebih dini pd pasien
yg telah terpajan dengan heparin selama 3 bulan sebelumnya.

670 Catatan Henry Sintoro 2015


Patogenesis HIT
Pasca pemajanan heparin eksogen  terbentuk kompleks
multimolekular dari platelet factor 4 (PF-4) dan heparin. Dan akhirnya
bergabung dgn IgG membtk PF4-heparin IgG – kompleks imun yg memicu
aktivasi platelet dan melepas PF4.
Aktivasi platelet dlm jalur koagulasi dan ekspresi tissue factor pd
sel endotel aktif memicu pembentukan thrombin yg kmd mengalami
upregulasi  prothrombotic stase yg meningkatkan risiko thrombosis.

Because thrombin plays a key role in HIT, it is an important target for therapeutic intervention with such agents as direct thrombin inhibitors.

Tabel. Perbedaan HIT type I dan type II --- sistem 4Ts utk skoring HIT

Penghentian semua heparin eksogen adl komponen terapeutik penting, tapi hrs diingat bahwa peningkatan
pembentukan trombin juga komponen sindrom ini dan penghentian heparin saja tidak serta merta mampu mengembalikan
proses. Oleh sebab itu prlu diberikan anticoagulan kerja menengah ; lepirudin atau danaparoid utk kontrol risiko propagasi
thrombosis.
Pemberian warfarin harus dihentikan pada kasus baru HIT karena berhubungan dgn venous limb gangren. Warfarin
tidak boleh diberikan pd kasus baru HIT karena berhubungan erat dgn timbulnya venous limb gangrene. Patogenesis venous
limb gangrene sendiri berhubunagn dgn kombinasi penurunan cepat protein C akibat warfarin dan patogenesis venous limb
gangrene tampaknya berhubungan dengan kombinasi penurunan cepat protein C akibat warfarin dan pembentukan trombin
terkait HIT yg tidakl

TERAPI ANTI AGREGASI PLATELET


Kerja aspirin dan Platelet Glycoprotein (IIa/IIIa) inhibitor dlm agregasi platelet?
Saat platelet teraktivasi, GLIKOPROTEIN pd permukaan platelet (IIa/IIIA receptors) berubah bentuk dan mengikat fibrinogen
Saat platelet teraktivasi berikatan dgn fibrinogen maka terjadi aggregasi platelet.

Agen GP IIa/IIIa inhibitor bekerja mengikat reseptor permukaan pd platelet shg tdk bisa mengikat fibrinogen. Reseptor IIa/IIIa
ini merupakan final common pathway dlm agregasi platelet shg GP IIa/IIIa inhibitor dikenal sebagai “ THE MOST POWERFUL
ANTIPLATELET AGENTS atau SUPERASPIRIN”

Dalam klinik, ada 3 macam GP inhibitor yg tersedia yaitu :


1. Abciximab (ReoPro)  antibodi monoklonal plg potent, mahal dan kerja lama – efek bleeding hilang dlm 12 jam
2. Eptifibatide (Integrilin)  peptida sintetis  short acting --- efek bleeding hilang dlm 15 menit
3. Tirofiban (Aggrastat)  derivat tirosin  short acting – efek bleeding glang dlam 4 jam
GP inhibitor digunakan pada pasien unstable angina (UA) dan non STEMI pada kondisi, sebelum angioplasti koroner (24-48
jam), adanya iskemia miokard yg berkelanjutan misal angina rekuren dan faktor risiko iskemik rekuren.

Catatan Henry Sintoro 2015 671


TERAPI TROMBOTIK vs TROMBOLITIK

Trombotik
Terapi antitrombotik  antiplatelet dan heparin  untuk mencegah reocclusion
Aplikasi heparin bersama reperfusion therapy (terapi trombolitik) membantu mencegah reocclusion dan infark rekuren dgn
meminimalkan risiko efek protrombotik dari trombin yg terpajan saat disolusi clot.

Trombolitik
Evaluasi obat yg memicu fibrinolitik dimulai setelah penemuannya di awal 1980an
Agen fibrinolisis bekerja dgn mengubah plasminogen menjadi plasmin, dimana plasmin ini akan memecah fibrin mjd subunit yg
lebih kecil lagi.
Dalam memecah clot, apa beda streptokinase dgn alteplase ?
- Streptokinase bekerja pd plasminogen dlm sirkulasi dan menghasilkan status litik sistemik.
- Alteplase, tenecteplase, reteplase bekerja hanya pada plasminogen yg terikat pd fibrin & mnghasilkan clot-spesific lysis
Jadi perbedaannya pada site of action (systemic vs clot spesific)

Streptokinase itu protein bakterial  Agen trombolitik pertama yg dievaluasi dan terbukti berhasil pada pasien dg MI akut dan
ST elevasi. Streptokinase kurang disukai walau merupakan agen plg murah dlm jajaran agen trombolitik karena bekerja seperti
antigen dan memicu demam (20-40% kasus), reaksi alergi dan akumulasi antibodi neutralisasi pd pemakaian berulang.

Alteplase (tissue plasminogena activator/ tPA)  kloning molekular dari tPA endogen yg menggantikan streptokinase dlm
popularitas karena efek alergi dan superioritas manfaat menurut trial GUSTO.
Reteplase (rPA)  varian molekular tPA, diberikan dlm 2 bolus dlm 30 menit dan efektif memicu lisis clot lebih cepat
Tenecteplase (TNK-tPA)  varian tPA yg lain diberikan dlm bolus tunggal dan merupakan agen fibrinolitik paling spesifik dan
memicu lisis clot paling cepat.

Bagaimana kerja asam traneksamat (Cyclokapron) – transamin ?


- Pada kadar serum 10μg/mL  Inhibisi fibrinolisis pd dosis
- Pada kadar serum 16μg/mL  inhibisi plasma –induced platelet activation
- Tidak mempengaruhi ACT
- Dosis pemberian 10 mg/kgBB – infus 1 mg/kgBB/jam

Bagaimana kerja warfarin? (Boom, Kardiak anesthesia, 2010)


Derivat kumarin sintetik mencegah pembentukan F 2,7,9,10 dlm hati dg menekan gamma karbosilasi protein prekusor yg
dimediasi vitamin K. Half life warfarin 44 jam. Onset of action warfarin tertunda karena pembersihan faktor pembekuan yg
telah terbentuk dan puncaknya tidak terjadi dlm 36-72 jam.

Apa beda vitamin K dan FFP dalam mekanisme koagulasi?


Vitamin K membutuhkan waktu 12 jam untuk terlihat efektivitasnya dan tidak tampak dalam profil koagulasi hingga 24 jam.
Efeknya tidak reversibel hingga 2 minggu.
FFP menyediakan faktor koagulasi aktif dengan efek yang cepat
Apa itu kriopresipitat?

672 Catatan Henry Sintoro 2015


Obat-obatan yang dipakai dalam praktek
1. Lovenox (Enoxaparin) – LMWH LMWH memiliki 1/3 berat molekul dari heparin dg berbagai ukuran.
Bioavailabilitas dan half lifenya lbh pjg dibanding heparin. LMWH bekerja
mengikat AT III dan F Xa pada rasio yg berbeda utk setiap agennya misal
2:1 pd dalteparin dan 3:1 pd enoxaparin. Perdarahan akibat LMWH dpt
diatasi dg protamin sulfat walau aktivitas F Xa tdk dpt sepenuhnya
dinetralisir.

Enoxaparin diberikan subkutan dg konsentrasi 100 atau 150 mg/dl pada


syringe dosis tunggal. Pd angina dosis 1 mg/kgBB tiap 12 jam selama
minimum 2 hari.
Risiko perdarahan me↑ pd GGK (CCR<30), usia lanjut, perempuan, co
therapy dg NSAID/aspirin/Clopidogrel.
Harga ± Rp.200.000 – 250.000
2. Arixtra (Fondaparine)

Harga± Rp 300.000
Fondaparin  Antithrombin dependent indirect inhibitor of activated Fxa. Half life 15 jam (lbh pjg dari UFH maupun
LMWH). Di USA hy diberikan utk kasus DVT, tidak perlu monitoring. Dosis diberikan 2,5 mg/hari subkutan

3. Simarc (Warfarin) – Antagonis vitamin K Warfarin – antikoagulan terbanyak dipakai dgn dosis tunggal pada
pemberian oral dan memiliki half life 37 jam setelah terikat seluruhnya oleh
albumin plasma. Mekanisme kerja menghambat aktivasi vitamin K pada
mikrosom hepar shg menekan pembentukan faktor pembekuan terkait
vitamin K spt protrombin. Warfarin diberikan sedikitnya 4 hari sebelum
heparinisasi dihentikan.

Pada kondisi gagal jantung kongestif, gagal hati (alkohol, malnutrisi), gagal
ginjal dan tiroktoksikosis (katabolisme vitamin K ↑)  perlu reduksi dosis.
Intake diet yg mengandung vitamin K ( green salad) menurunkan efikasi
warfarin.

Harga ± Rp 1800/tablet Pemberian warfarin memerlukan monitoring INR rata rata 3 kali dalam
seminggu hingga 2 minggu. Setelah steady state requirement warfarin
diketahui, evaluasi INR diperiksa tiap 4-6 minggu.
Interaksi obat dengan 80 lebih obat lain :
Potensiasi  allopurinol, kuinidin, amiodaron, sefalosporin
Inhibisi  metronidazol, kotrimoksasol, simetidin
Kontraindikasi --- trisemester pertama kehamilan (teratogenicity) dan 2 minggu sebelum partus (bleeding risk)
WARFARIN SYNDROME --- Nasal hypoplasia, depression of nasal bridge, developmental delay, gangguan SSP dan fetal
hemorrhage (akibat pemberian warfarin yg mudah melewati plasenta)
4. Xarelto (Rivaroxaban) -- DFXaI

Harga ± Rp 30.000/tab

Catatan Henry Sintoro 2015 673


5. Pradaxa (Dabigatran) -- DTI
Dabigatran  antikoagulan oral golongan penghambat trombin.
Dabigatran etaxilate diberikan utk kasus pencegahan tromboemboli.
Dabigatran eteksilat segera dihidrolisasi pada pemberian oral
menjadi bentuk aktifnya yaitu dabigatran.
Setelah diserap di saluran cerna, kadar plasma tertinggi dicapai
dalam 0,5-2 jam, kemudian obat ini dibuang melalui ginjal. Waktu
paruh dari obat ini berkisar antara 12-17 jam sehingga dabigatran
perlu diberikan 2 x sehari.5 Mula kerja dabigatran relatif cepat,
interaksi dg obat lain dan makanan lbh sdikit dibandingkan warfarin
Perdarahan gastrointestinal pada kelompok dabigatran lebih tinggi
dibandingkan kelompok warfarin karena tablet dabigatran mgdg
asam tartar (tartaric acid) untuk meningkatkan penyerapannya shg
menyebabkan peningkatan asam lambung. Oleh sebab itu keluhan
dispepsia dan pdrhn gastrointestinal pd pasien yg mdpt dabigatran
lebih banyak dibandingkan dg warfarin.

Harga Rp 25.000/caps

6. Salakinase

Salakinase mengandung :
 Bacillus subtilis natto cultivation extract (nattokinase)

Salakinase bekerja melalui 3 (tiga) jalur sistem fibrinolitik, yaitu


 memecah langsung fibrin menjadi fibrin degradation product,
 mengubah prourokinase menjadi urokinase, dan
 mengaktifkan t-PA yg berfungsi mengubah plasminogen mjd plasmin. Yg
berpotensi memicu pemecahan fibrin mjd fibrin degradation product.
Nattokinase mempunyai aktifitas fibrinolitik 4 kali lebih kuat daripada
plasmin

Dosis pemberian :
2x1 sd 2x2 caps per hari

674 Catatan Henry Sintoro 2015


7. Ardium Ardium 500 mg (Diosmin 450 + Hesperidin 50) mengandung Micronized purified
flavonoid fraction memiliki daya kerja khas pada pembuluh kapiler
meningkatkan daya tahan/resistensi, dan mengurangi permeabilitas 
mengurangi bengkak/edema, rasa nyeri pada tungkai, dan gejala-gejala patologis
lainnya yang berhubungan dengan insufisiensi vena yang kronis.

Hubungan antara kapiler-kapiler dan jaringan-jaringan merupakan alasan bagi


berbagai stadium pada perkembangan vena varikosis, rasa nyeri dan edema pada
prevarikosis dan kemudian komplikasi insufisiensi vena. Berkat daya kerjanya
pada dinding pembuluh darah yanq fungsinya mengalami perubahan-perubahan
yang terus menerus pada perkembangan varikosis, maka ardium® merupakan
pengobatan yang efektif terhadap insufisiensi yg kronis dan komplikasinya.

Dosis 1-2 x 500 mg


Harga Rp. 55.000/ 6 tablet
8. Dorner
Beraprost sodium  analog prostasiklin pertama yang oral, awalnya disetujui
FDA thn 1992 utk tatalaksana penyakit oklusi arteri kronis. Protasiklin mrp
eicosanoid endogen yg dihasilkan sel endotel vaskular yg memiliki efek inhibisi
poten pd agregasi platelet & vaso konstriksi.
Pada tahun 1999, indikasi utk Primary Pulmonary Hypertension disetujui.

Dosis pada PAPO  3x 2 tablet (40 mg)

Harga Rp 10.000/tab
9. Ciloztasol (Pleetal/Citaz) Cilostazol  Fosfodiestrase (PDE) inhibitor. Mekanisme kerja cilostazol berasal
dari penghambatan PDE III yang akan meningkatkan cAMP, dengan
meningkatnya cAMP akan berakibat pada penghambatan agregasi platelet,
memperbaiki metabolisme lipid, dilatasi dan menghambat proliferasi VSCM
Dosis 2x 50-100 mg, diberikan setelah makan. Makanan berlemak membantu
absorbsinya. Obat ini memiliki waktu paruh 11-13 jam
Interaksi  pemberian jangka pendek <4 hari, aspirin bersama cilostazol
meningkatkan penghambatan terhadap aggregator ADP sebesar 22-37%.

Harga Rp 15000/tab – 100 mg


Harga Rp 9000/tab – 50 mg
10. Pentoxyfilline (Trental/Reotal) Pentoksifilin  Fosfodiestrase (PDE) inhibitor dan turunan metil xanthine,
metabolisme di hati dan ekstresi ginjal. Bekerja menurunkan agregasi platelet dan
jumlah fibrinogen, menurunkan viskositas darah.
Pentoksifilin menyebabkan peningkatan cAMP dengan menginhibisi PDE, enzim
pemecah cAMP menjadi AMP sehingga jumlah cAMP intraseluler yang meningkat
menghambat aktivasi monosit dan limfosit yg berperan dlm produksi sitokin
sehingga produksi sitokin terhambat juga. Ini menjadikan efek inhibitor inflamasi
dari pentoksifilin.
Efek samping yg sering dijumpai : MUAL, REAKSI GASTROINTESTINAL
Harga Rp 10.000/tab
Dosis 800-1200 mg dalam satu hari atau 25 mg/kgBB
11. Clopidogrel (Plavix)
Clopidogrel merupakan adenosine diphosphate (ADP) receptor inhibitor, salah
satu antiplatelet golongan thienopyridines yang mampu mengurangi agregasi
dengan menghambat reseptor adenosin difosfat (ADP) pada platelet secara
ireversibel. Clopidogrel juga digunakan pada pasien yang kontraindikasi terhadap
aspirin (antiplatelet lain).

Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang mengalami angina tidak stabil,


non-ST segment myocardial infarction (NSTEMI), infark miokard akut (AMI), dan
ischemic heart disease (IHD).

Dosis 1-2x 75 mg
Harga Rp 8000/tab

Catatan Henry Sintoro 2015 675


Ulkus/gangrene diabetikum?
(Prof Puruhito) Apa artinya gangrene?

(dr HK, 26/1/12) Rule of 15


15% of diabetic patient  diabetic foot
15% of diabetic foor  osteomyelitis
15% of diabetic ulcer  amputation

(dr ATA, 14/12/11) Ada berapa macam ulkus? Ada tiga Prinsip penanganan luka dg granulasi
 Ulkus neuropati  Buat suasana lembab
 Ulkus iskemik  Aplikasi duoderem
 Ulkus campuran

Indikasi amputasi pada DM gangren (Weekly report 9/12/08):


 Infection source control, bila kondisi pasien mengarah ke sepsis
 Cadaveric foot
 Perawatan lebih dari 3 bulan  indikasi sosial  butuh biaya tinggi untuk perawatan kaki

676 Catatan Henry Sintoro 2015


Indikasi amputasi (4 D)
- Death limb
- Dangerous
- D….
- Disuse

(dr HSB, 2008) Prinsip amputasi pada DM gangren :


 Lakukan sedistal mungkin
 Lakukan counter union, otot fleksor dan ekstensor
digabung
 Below knee  10-12 cm dari tuberositas tibia
untuk kepentingan protesis
 Flap utk melindungi tulang, letaknya hrs di dpn krn
bila tdk, dpt memicu rasa nyeri saat menggunakan
protesis

(dr HSB,2/9/13) Pada amputasi DM gangren ialah jahitan


pada stump tidak boleh RAPAT.. karena kasus infektif.

(dr HSB, 2/9/13) Pada amputasi oleh ortho atau onko


prinsipnya sedistal mungkin, tetapi pada kasus vaskular spt
DM gangren ialah seproksimal mungkin, pada jaringan yg
viable

Phantom pain sensasi post amputasi, pasien masih merasa seolah oleh kakinya terasa nyeri

Foto pedis dilakukan untuk :


- Evaluasi adanya gas gangren
- Adanya sinusoid atau tunnelling dari luka

Catatan Henry Sintoro 2015 677


Charcot Join in Diabetic Foot
Diabetic Charcot Foot Syndrome atau Charcot Neuropathic Osteoarthropathy atau
dikenal Charcot foot ialah komplikasi ekstremitas bawah yg serius dan berpotensi
mengancam jiwa. Pertamakali dideskripsikan tahun 1883.
Merupakan kondisi inflamasi dengan disorganisasi tulang dan sendi pd
berbagai derajat sebagai akibat sekunder dari neuropati, trauma atau gangguan
metabolisme tulang, akan tetapi neuropati diabetik merupakan etiologi plg sering.

Inflamasi lokal akut yg terjadi dapat memicu destruksi tulang, subluksasi,


dislokasi dan deformitas tulang pada berbagai derajat. Hallmark deformitas ini
adalah midfoot collapse ---“rocker bottom foot”---- Nyeri atau rasa tdk nyaman
mrpkan gambaran stadium akut tetapi tingkat nyeri lebih berkurang dibanding
individu dgn sensasi normal pada derajat injury yang sama

Tidak ada kausa tunggal Charcot foot. Ada bbrp faktor predisposisi dan dipercaya dipicu oleh faktor individual terkait inflamasi
yg tidak terkendali pd kaki. Inflamasi yang terjadi memicu osteolisis yg secara tidak langsung berpotensi thdp terjadinya fraktur
progresif dan dislokasi. Saat tulang mengalami fraktur, pelepasan sitokin proinflamasi meliputi TNF-α dan IL 1β memicu
ekspresi polipeptida RANKL (receptor activator of nuclear factor KB ligand) yg pada akhrnya memicu maturasi osteoclas.
Osteoclas ini sendiri juga terbentuk dengan oleh macrophage colony stimulating factor dan RANKL dari pasien dengan CN aktif.

Klinis Charcot Joint dgn Rocker Bottom foot dan foto lateral. Tampak dislokasi sendi tarso metatarsal dg retakan pd garis talo –
metatarsal pertama ( garis patah-patah) dan penurunan sudut inklinasi kalkaneus (garis lurus)

Diabetes berhubungan dgn osteopenia. Bbrp bukti menunjukkan bhw penurunan BMD --- lbh cenderung dijumpai pd
diabetes tipe 1 drpd tipe 2. Penurunan BMD pd diabetes tipe 1 berhubungan dg hilangnya peptida islet spt insulin dan amilin,
keduanya berperan sbg faktor pertumbuhan tulang. Tapi kenyataannya, risiko fraktur pada diabetes tipe satu dan dua sama
besarnya. Beberapa kasus yg kerentanan tinggi terjadinya charcot ialah :
- Defisiensi vitamin D dg atau tanpa gagal ginjal
- Hiperparatiroidism yg akan mempebesar risiko penurunan BMD
- Pemberian thiazolidinediones yg mempengaruhi BMD – walau belum
- Pemakaian kortikosteroid pada pasien diabetes

Rogers LC, Frykberg RG, Amstrong DG, Boulton AJ. The Charcot Foot in Diabetes.
Diabetic Care 2011 ; 34 (9) 2123-2129

678 Catatan Henry Sintoro 2015


Brodsky Anatomic Classification of Charcot Foot

Type 1 – Tarsometatarsal dan Naviculocuneiform


Type 2 – Subtalar dan/atau sendi Chopart
Type 3A – Sendi ankle
Type 3 B – Fraktur tuberositas kalkaneus posterior

Brodsky JW. The diabetic foot, in Coughlin MJ,Mann RA,


Saltzman CL, eds: Surgery of the Foot and Ankle, ed 8.
St. Louis: MO, Mosb. 2006 p.1341

(dr HSB,15/12/14) Morning report Apa yang kamu pertimbangkan saat melakukan tindakan amputasi pada kasus di atas?

1. Level amputasi, biasanya kondisi di dalam lebih jelek daripada luarnya. Level amputasi bisa sampai pada above
knee dan harus dievaluasi apakah jaringannya masih viable
2. Open drainase, sebaiknya dilakukan open amputation untuk memungkinkan drainasenya
3. KIE keluarga bahwa kondisi pasien berat, sepsis dan operasi kita bertujuan sebagai source controll. Ada
kemungkinan pasien meninggal di atas meja operasi.

Catatan Henry Sintoro 2015 679


MEDIA PERAWATAN LUKA
Classic dressing :
1. Dry Dressing : gauze, bandage, non adhesive meshes, membranes and foils, foams, tissue adhesive
2. Moisture Keeping Dressing : pasta, creams ointment, hydrocolloid, hydrogel,

Category Description Indication Side Effect Examples


Gauze Absorbent, 100% meshed Protection of surgical wounds May adhere to healthy tissue
(Woven) cotton fabric woven into Mechanical debridement of yellow slough and cause injury on removal
squares, rolls, and packing (wet-to-dry gauze) Some products may shed,
strips; available in sterile Autolytic debridement (saline-moistened leaving lint in wound
and nonsterile packing gauze)
Absorption of minimal to heavy exudate in
superficial and deep wounds
"Filler" for packing dead space in large, deep
wound cavities
Infected wounds (moistened or impregnated
with topical antimicrobials)

Paraffin Gauze Dressing

Bactigras is a medicated paraffin gauze dressing to prevent infection, soothe and protect wounds and allow wounds to drain
freely. Bactigras contains chlorhexidine for the prevention of infection.

Absorbent Dressing

ACTICOAT* Absorbent Dressing is an alginate dressing that provides antimicrobial protection in wounds with moderate to
heavy exudate. ACTICOAT Absorbent may help reduce infection in moderately to heavily exuding partial- and full-thickness
wounds including pressure ulcers, venous ulcers, surgical wounds, first- and second-degree burns, grafts and donor sites

680 Catatan Henry Sintoro 2015


Catatan Henry Sintoro 2015 681
Lower Extremity Amputation

682 Catatan Henry Sintoro 2015


1. ABOVE KNEE AMPUTATION

2.TRANSTIBIAL (BELOW KNEE) AMPUTATION

Catatan Henry Sintoro 2015 683


Long Posterior Flap – Burgess Amputation

Surgery is performed under general anesthesia. A tourniquet is used only briefly (average 35 minutes). After marking the limb, the incision is
carried down through skin, subcutaneous tissue, and fascia, and the muscles from the anterior and lateral compartments are divided (Figure 1).
The deep and superficial peroneal nerves and the saphenous nerve are pulled distally and divided, thus allowing them to retract away from
areas of pressure, scars, and vessels. The anterior tibial vessels are doubly ligated with 0 silk. The tibia is cleared to the skin retraction and
divided perpendicular to its long axis. The fibula is isolated and divided 15 mm shorter than the tibia. An amputation knife is used to dissect the
back of the tibia and fibula, and across the distal end of the flap. The deep posterior compartment muscle is resected, leaving the gastrocnemius,
soleus, and the muscular investing fascia intact. The superficial posterior compartment muscles are not beveled. The tibial and sural nerves are
pulled distally and divided and allowed to retract. The posterior tibial vessels are doubly ligated with 0 silk. The front of the tibia is beveled and
smoothed with rongeur and rasp. The wound is irrigated, the tourniquet is deflated, and hemostasis is achieved. A deep drain is placed. The final
step is to contour and inset the extended flap.

The flap is not beveled and is contoured by gently rounding the corners. It is positioned over the anterior pre-tibial skin, and the area of skin to
be removed is marked. The skin is excised, leaving the anterior pre-tibial subcutaneous tissue (Figure 2). Myodesis is performed, bringing up the
fascia of the soleus and securing it at two levels, one at the periosteum of the anterior tibia and one higher on the subcuta neous tissue with 2-0
suture (Figure 3). The suture line is more proximal than with the traditional flap of Burgess (Figure 4). The skin is closed with nylon suture and an
amputation cast is applied with tibial pads, a distal foam pad, supracondylar mold, and patellar cut-out. This rigid dressing prevents knee
contracture, protects the amputation site from additional trauma, allows physical therapy with straight-leg raising and towel-pull exercises, and
permits transfer training and single-leg ambulation in parallel bars or with a walker. The cast and dressing are changed on the fifth postoperative
day.

684 Catatan Henry Sintoro 2015


Postoperative Care and Prosthetic Fitting
The wound drains are removed 48 hours postoperatively. A rigid plaster dressing 2-5 is maintained for 6 weeks and changed weekly. A pylon is
added to the second cast and limited weight bearing (10-15 kg) is permitted under the supervision of a physical therapist. At 14 days every other
suture is removed and replaced by Steristrips (3M, St Paul, Minn). At the next cast change 1 week later, the remaining sutures are removed.
Weight bearing is increased weekly until 25-30 kg is achieved by 4-6 weeks postoperatively. Transtibial shrinkers are applied between 5 and 7
weeks postoperatively, and 1 week later a mold isapplied for the initial transtibial prosthesis. All patients in our study were fit with a patellar
tendon bearing endoskeletal prosthesis within 5-8 weeks following their amputation. Bocklite (Otto Bock, Düsseldorf, Germany) foam is used as
an adjustable interface in the socket system along with a distal end pad. The Bocklite system is essential in most cases to permit efficient
donning of the socket over the moderately bulbous stump.
Assal M, Smith DG, Blanck R. Extended Posterior Flap for Transtibial Amputation. Orthopedics; June 2005 - Volume 28 · Issue 6.

3.FOOT AMPUTATION

Catatan Henry Sintoro 2015 685


Fat Embolism Syndrome (FES)
Fat Embolism Syndrome (FES) merupakan kondisi klinis dimana ada emboli lemak
dalam sirkulasi atau makroglobulin lemak yang memicu disfungsi multisistem.

Sindrom ini pertama kali dideskripsikan oleh Zenker pada tahun 1862. Pada tahun
1873, Von Bergmann memperkenalkan istilah FES untuk pertama kali. Emboli lemak
ini terjadi pd semua pasien dgn fraktur tulang panjang dan biasanya asimptomatis.

Etiologi dari FES terbagi menjadi :


Trauma Non Trauma

o Fraktur traumatik pada femur, pelvis o Pankreatitis akut


dan tibia – post operatif arthroplasty o Fatty Liver
o Post massive soft tissue injury o Lymphography
o Severe burn o Terapi kortikosteroid
o Bone marrow biopsy/transplant o Fat Emulsion Infusion
o Cardiopulmonary resuscitation o Hemoglobinopathies
Ernest Von Bergmann
o liposuction 1836-1907
Professor of Surgery
University of Berlin
Shaikh N. Emergency management of fat embolism syndrome. J Emrg Trauma Shock 2009;2(1):29-33
Patofisiologi
Ada dua teori postulat tentang mekanisme terjadinya FES:
1. Teori mekanikal dari Gassling -- droplet lemak besar lepas dlm sistem vena dan masuk dalam kapiler paru dan
berjalan panjang melalui shunt atriovenous ke otak. Sumbatan mikrovaskular akibat droplet ini memicu iskemi dan
inflamasi lokal seiring pelepasan mediator dan amin vasoaktif dan agregasi platelet.
2. Teori biokimia menunjukkan perubahan hormonal yang disebabkan oleh trauma dan/atau sepsis yg mrgsg
pelepasan asam lemak bebas (kilomikron) secara sistemik. Reaktan fase akut seperti CRP memicu kilomikron
Baker dkk, melaporkan peranan asam lemak dalam FES. Hidrolisis lokal emboli lemak oleh pneumosit memicu asam lemak
bebas yang bermigrasi ke organ lain melalui sirkulasi sistemik dan memicu disfungsi multiorgan. Teori biokimia ini membantu
menjelaskan patofisiologi nontraumatik dari FES.

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis FES mencakup gagal napas, disfungsi serebral dan
petekie kulit

Manifestasi klinis dapat muncul dalam 24-72 jam setelah trauma (


khususnya pasca fraktur) dimana droplet lemak muncul sebagai emboli
yang menyumbat mikrovaskular paru dan otak.

Gejala awal timbul sebagai dampak oklusi mekanik dari pembuluh


darah multipel dengan fat globules yang terlalu besar untuk lolos dari
kapiler. Berbeda dgn kejadian emboli yg lain, oklusi vaskular pada
emboli lemak seringkali bersifat sementara atau tidak lengkap karena
fat globuless tdk menyebabkan obstruksi total aliran darah karena
fluiditas dan deformabilitasnya. Manifestasi lanjutnya tjd akibat hasil
hidrosisi lemak menjadi asam lemak bebas yg lebih mengganggu yang
dapat bermigrasi ke organ lain melalui sirkulasi sistemik. Disamping itu
dpt tjd embolism paradoksal akibat shunting.

Disfungsi paru adalah manifestasi plg awal (75%) dimana 10%nya mjd gagal napas. Manifestasi berupa takipneu, dispneu,
sianosis, Hipoksemia dapat terdeteksi beberapa jam sblm onset keluhan respiratori. Perubahan cerebral tampak pada 86%
kasus, dan bersifat non spesifik mulai dari acute confuion hingga comma.

Disfungsi kulit bermanifestasi sebagai petechial rash pada dada, aksila, konjungtiva dan leher yg muncul dalam 24-36 jam dan
menghilang dalam waktu satu minggu pada 20-50% kasus.

686 Catatan Henry Sintoro 2015


Diagnosis

Gurd and Wilson Criteria Schonfeld Criteria Lindeque Criteria


Major Criteria
1.Petechial rash
2.Respiratory insufficiency
3.Cerebral involvement

Minor Criteria
1.Takikardia
2.Fever
3.Retinal Change
4.Jaundice
5.Renal Sign
6.Trombositopenia
7.Anemia
8.High ESR
9.Fat macroglobinemia
Mnrt kriteria Gurd dan Wilson, diagnosis FES membutuhkan 1 kriteria mayor dan 4 kriteria minor
Mnrt kriteria Schonfeld, diagnosis FES dipertimbangkan jumlah score bila lebih dari 5

Traumatic Asphyxia – Perte’s Syndrome


Traumatic asphyxia terjadi akibat kompresi mendadak pada rongga toraks –
kasus ini jarang dijumpai. Pertama kali dideskripsikan oleh Ollivier di Paris
tahun 1837, beliau mendeskripsikan kasus kompleks yang disebut masque
ecchymotique, yg terdiri craniocervical cyanosis, subconjuntival hemorrhage
dan cerebral vascular engorgement.
Joseph Cuschieri. Thoracic Trauma and Critical Care 2002.h.125

Catatan Henry Sintoro 2015 687


Lymphedema
Definisi :

Lymphedema disebabkan oleh anomali perkembangan sistem limfatik atau adanya trauma pada vaskulatura limfatik. Pada
kondisi ini cairan terkumpul dalam ruang interstitial yang menyebabkan pembesaran pada area tersebut. Komplikasi meliputi
disabilitas fungsional, gangguan psikososial, infeksi, perubahan kulit dan transformasi keganasan.

Terbagi atas dua jenis yaitu :

A. Primary Lymphedema
B. Secondary lymphedema

688 Catatan Henry Sintoro 2015


Skema ilustrasi hubungan vaskular dan limfatik
pada org normal dan kanker

A. pada individu sehat, drainase limfatik cairan


yg mengalami ekstravasasi, proteind an sel
kedalam nodus limfe dan mell duktus torasikus
menuju sirkulasi vena. Lymphedema timbul
bila drainase limfatik tidak cukup akibat
hipoplasia primer, reseksi bedah, radiasi dan
infeksi.

B. Pada kanker, akibat lymphangiogenesis dan


juga efek tumor primer, sel tumor menyumbat
nodus limfe dan memberikan prognosis buruk.
Sel tumor kemudian masuk dalam sirkulasi
vaskular dan bermetastase jauh. Bila tumor sgt
angiogenik, sel tumor juga dapat bermetastasis
ke organ jauh via rute hematogen

A. Normal drainase cairan jaringan (angiogenesis seimbang dengan lymphangiogenesis)


B. Drainase cairan luka pada jaringan granulasi saat penyembuhan (peningkatan lymphangiogenesis seimbang dgn peningkatan angiogenesis)
C. Regresi pembuluh limfatik memicu lymphedema (ketidakseimbangan dengan angiogenesis normal)
D. Lymphangiogenesis terapeutik memperbaiki drainase limfe (keseimbangan dgn angiogenesis tercapai)
E. Drainase cairan tumor oleh limfatik tumor yang tidak lengkat memicu peningkatan tekanan tumor (ketidakseimbangan angiogenesis dan
limfangiogenesis)

Alitalo K. Carmeliet P. Molecular mechanisms of Lymphangiogenesis in health and disease. Cancer 2002;1:209

Stewart Treves Syndrome


Dikemukakan oleh Fred W Stewart dan Norman Treves di tahun 1948

Fred W. Stewart (1894–1991) (left)


the Department of Pathology at the Memorial Hospital for Cancer and Allied Diseases,
the present Memorial Sloan-Kettering Cancer Center,

Sebuah limfangiosarkoma, komplikasi jarang akibat lymphedema kronis dan lama (long standing lymphedema). Seringkali
terkait dengan keganasan misalnya pasca mastektomi atau radioterapi untuk kanker payudara. Lymphangiosarcoma juga
dapat terjadi akibat kongenital atau kausa lain dari lymphedema kronis sekunder. Prognosisnya cukup jelek bahkan pasca
eksisi bedah dan radioterapi sekalipun.
Gonne E, Collignon J, Angiosarcoma consecutive to chronic lymphoedema: a Stewart-Treves syndrome.
Rev Med Liege 2009;64(7-8):409-13

Catatan Henry Sintoro 2015 689


Menurut Durr dkk, thn 2004; lymphangiosarcoma ini adalah misnomer karena keganasan tampaknya muncul dari pembuluh
darahnya dan bukan dari pembuluh limfatik, sehingga lebih tepat disebut hemangiosarcoma. Istilah angiosarcoma sendiri
pertama kali diperkenalkan oleh Lowenstein pada lengan pasien yg menderita lymphedema posttraumatik selama 5 tahun.
Dürr HR,. Stewart-Treves syndrome as a rare complication of a hereditary lymphedema. Vasa. Feb 2004;33(1):42-5.
Lowenstein S. Der atiologische zusammenhang zwischen akutem ein-maligem trauma und sarkon. Beitr Z klin Clir. 1906;48:780.

Tahun 1979, Scheiber mengatakan konsep bhw lymphedema dipicu oleh immunodefisiensi lokal dgn menilik pada penelitian
Stark di tahun 1960 dimana jaringan homograft skin yg ditransplantasikan pada lengan yg lymphedematous ternyata survive
lebih lama dibandingkan dengan lengan yg sehat  derajat immunodefisiensi lokal dan kemungkinan adanya onkogenesis.
Schreiber H, Barry FM, Russell WC, Macon WL 4th, Ponsky JL, Pories WJ. Stewart-Treves syndrome.
A lethal complication of postmastectomy lymphedema and regional immune deficiency. Arch Surg. Jan 1979;114(1):82-5

KLINIS

PENUNJANG DIAGNOSTIK
Studi laboratorium untuk konfirmasi bahwa tumor berasal dari pembuluh darah :

- Antibodi terhadap faktor VIII – related antigen  marker utk sel endotel. Lebih sensitif lagi lectin Ulex-europaeus I
yg bereaksi dengan sel tumor hemangiosarkoma
- CD 34 antigen --- marker vascular endothelial cell dan tidak bereaksi dgn endotelium limfatik
- Antikeratin antibodies  menunjukkan tidak ada bukti keratin dalam keganasan, untuk membuktikan bahwa tumor
sel tidak berasal dari epitelial
- Staining positif untuk laminin, CD 31, kolagen IV, dan vimentin dapat membantu menegakkan diagnosis tumor
seperti angiosarkoma

Studi MRI untuk evaluasi perluasan lokal angiosarkoma


Studi PET scan dengan Fluorodeoxyglucose (FDG) juga dapat mendeteksi penyebaran subkutaneus

STAGING
Menurut McConnel dan Haslam (1959), lymphangiosarcoma terbagi menjadi 3 derajat :
3. Prolonged lymphedema
4. Premalignant Angiomatosis
5. Frankly malignant angiosarcoma

TERAPI : Kemoterapi sistemik atau Radioterapi


Immunotherapy
Ekspresi VEGF-C menjadikan angiosarcoma sebagai kandidat potensial untuk target terapi antilymphangiogenik

690 Catatan Henry Sintoro 2015


Akses Vaskular
Ada 3 bentuk akses vaskular untuk hemodialisis :
1. Native arteriovenous fistula (AVF)
2. Polytetrafluoroethylene (PTFE) graft)
3. Cuffed double lumen silicone cathether

C. Insersi double lumen


Apa indikasi pemasangan akses sentral?
1. Balance cairan  evaluasi volume pada sepsis
2. Hemodialisis
Apa kontraindikasi pemasangan akses sentral
1. Trombositopeni  risiko perdarahan  tjd trauma akibat penusukan
2. Ada tdknya kelainan ritme, krn saat pemasangan dpt mengenai SA node
3. Bila pasien tidak kooperatif, tidak stabil – gelisah krn terlalu sesak
Peresepan :
Alat : a. Double lumen Fr 12  untuk HD, Fr 7  balans
b. Spuit 10 cc untuk lidokain dan 3 cc untuk mixing heparin dg PZ
Obat : a. Heparin (inviclot)  Ingat 1cc = 5000 unit
b. Lidokain amp 6 buah
c. PZ 100 cc

(dr HK, weekly report 2011) Teknik operasi insersi double lumen utk
akses sentral via v. subclavia :
1. Informed consent, jangan lupa dan jelaskan risikonya
2. Siapkan larutan 100 cc PZ yang telah dicampur 5000 unit
heparin, bilas double lumen dengan cairan ini
3. Posisi pasien supinasi (datar) dengan punggung satu sisi
ipsilateral diganjal bantal supaya av subclavia lbh terdorong
ke superficial. Kepala menengok kearah kontra lateral
4. Desinfeksi dengan povidon iodine, lapangan operasi
dipersempit dengan doek steril
5. Dilakukan anestesi infiltrasi dengan lidokain pd lokasi pungsi
6. Spuit pungsi diisi dengan cairan PZ+heparin tersebut kira-
kira 2cc, siapkan untuk pungsi
7. Pungsi dilakukan 2 jari dibawah pertengahan clavicula
menyusuri sulkus deltopectoralis ke arah jugulum sterni.
Sulkus deltopectoralis adalah tempat jalannya a. axilaris
8. Pungsi dikenakan pada clavicula kemudian diturunkan sedikit ke bawah clavicula sambil aspirasi
9. Bila masuk akan tampak darah berwarna kehitaman (bila spuit terisi darah berwarna merah terang dan bertekanan
atau terdorong bila didiamkan  berarti masuk arteri  segera cabut & tekan yg lama)
10. Setelah masuk dalam v subclavia, masukkan wire sebagai guiding, kemudian dilebarkan dilator kecil dan besar, baru
double lumen dimasukkan
11. Cek dengan aspirasi double lumen.. bila ada salah satu jalur tidak lancar atau bila pasien merasa ada aliran/ nyeri
di bawah telinga maka dipertimbangkan kemungkinan false route ke jugular atau kingking
12. Fiksasi double lumen dengan side 2.0 dan rawat luka op
13. Foto toraks untuk memastikan  sebaiknya tip double lumen ada di thoracal V

Catatan Henry Sintoro 2015 691


Pitfall, pengalaman buruk dan mortalitas akibat insersi double lumen: …
1. Tension pneumotoraks post pemasangan double lumen di OK. Cedera paru akibat penusukan sblm insersi yang
menyebabkan trauma pada paru. Segera dgrkn dg stetoskop, needle thoracocentesis KP
2. Pemasangan double lumen pada anak 14 thn dgn GGK dan sepsis, HD regular dan sdkt sesak
 Kesulitan mencari akses, saat dapat dan in vena  pasien mencoba bangun krn gelisah … robekan v
subclavia?  ekstravasasi -- hematotoraks, darah hitam --- disusul unstable hemodynamic
3. Pemasangan double lumen yang masuk ke arteri  ingat masuk arteri bisa dilihat dari tekanan dan aliran
turbulensi darah hingga mendorong spuit, warna darah yang merah
4. Pemasangan double lumen, bila sulit/ agak seret jgn dipaksa  robek !!, merusak intima  thrombus
5. False route ke jugular … sebenarnya bisa diidentifikasi dari rasa pusing atau nyeri, ada sensasi aliran di telinga, atau
bila salah satu dari bilumen tidak dapat diaspirasi  pertimbangkan false route
Hati-hati risiko terjadinya reflex vagal (??) pada false route jugular.
6. Post pasang double lumen, guide wire terdorong ke dalam

(Diskusi, dr Nico Simamora SpAn, 20 Maret 2013)

Apa saja yang dipertimbangkan untuk pemasangan double lumen pada anak?
- Pada anak harus dipersiapkan pada kondisi yang optimal, anak tidak sesak dan tidak gelisah
- Sebaiknya dilakukan dengan bantuan sedasi dan back up anestesi di ruang OK yang mampu untuk back up bila
terjadi hal yang tidak diinginkan.

Pada pemasangan
- Memasang dari subclavia vein kiri lebih mudah dibandingkan dari kanan karena alurnya lbh landai
- Memasang dari vena jugularis lebih terarah dan mudah (vena jugularis interna)
- Pertimbangan pemasangan dari femoral yang lebih aman

Bagaimana perawatan double lumen post op?


- Flush dengn heparin + NaCl tiap 6 jam
- Sebaiknya klem nya jgn ditempat yg sama terus tetapi harus sering dipindah untuk menghindari stenosis.
- Untuk hemodialysis, sebaiknya dipakai bilumen, karena pada trilumen bentuknya seperti bulan sabit

692 Catatan Henry Sintoro 2015


D. AV shunt (cimino – brescia)

(Prof PR) Sebaiknya insisi pada arteri untuk anastomosis ialah 1/3 dari diameter
Risiko AV shunt bila shunt tll deras  pelebaran pembuluh darah apalagi ditunjang biasanya pasien memiliki hipertensi
sehingga vena nya mkn melebar & shunt demikian harus ditutup krn sdh > 20% cardiac output.
(Prof PR). Apa beda AV shunt yang dibuat dengan shunt pada AVM? Shunt pada AV shunt biasanya berkisar 10% dari cardiac
output, sedangkan pada AVM yg besar hrs ditutup krn tlh mcapai 20% cardiac output bahkan lebih.
(dr HK, Okt 2011). Pasien CKD biasanya TD tinggi. Makin tinggi TD, flow di regio cubiti makin tinggi (ingat flow ya bukan
tekanan di cubiti!!) jadi arteriotomi tidak boleh lebih dari ½ cm karena berpotensi memicu tjdnya trombus (akibat turbulensi
yg terjadi mgkn?)
(Prof PR) AV shunt pada trauma seperti crush injury pada regio poplitea  di beberapa center di Vietnam dilakukan AV shunt
pada av poplitea dgn tujuan arterialiasi kemudian di fasciotomi utk mcegah oedem. Jangan dibalik ya… eksplorasi dulu baru
fasciotomi!

Allen Test

(dr HSB, 20/12/11,bimbingan) Bagaimana cara membebaskan pembuluh darah? Harus sesuai aksisnya
(dr HSB, 20/12/11, bimbingan) Apa yg menyebabkan kebocoran post anastomosis pd AV shunt?
1. Pertama , adanya jahitan yang kurang rapat atau tidak rapi sehingga terbentuk ear dogs
2. Kedua, bila jahitan yang tidak all layer atau parsial dapat memicu terjadinya diseksi.

Catatan Henry Sintoro 2015 693


Akses vaskular yg ideal (Dr HK ,workshop 2008):
 Rata rata aliran darah untuk pompa dialisis 300-
600 ml/min
 Dapat digunakan untuk jangka waktu lama
 Komplikasi minimal

Rule of 6 :
- Aliran darah 600 ml/menit
- Akses vaskular 0,6 cm dibawah kulit
- Diameter minimal 0,6 cm

AV shunt sebaiknya dibuatkan pada lengan yang non dominan, pada sisi yang masih bersih dan bebas tusukan serta tidak
menggunakan double lumen pada sisi tersebut

EBPG on Vascular Access. (Nephrol Dial Transplant (2007) 22 [Suppl 2]: ii88–ii117)
.
Diameter a. radialis dan vena cephalica menentukan outcome
RCAVF & mpengaruhi strategi akses vaskular
Diameter minimal vaskular anastomosis ( a radialis dan vena
cephalica) dianjurkan minimal 2,0 mm utk keberhasilan RCAVF.
Diameter < 1,6 mm terkait dengan trombosis atau failure to
maturation

RCAVF (radial cephalic arterivenous fistula) adalah pilihan pertama untuk akses HD, bila maturasi berjalan adekuat, komplikasi
akan minimal. Tingkat kegagalan awal berkisar 5-30% akibat trombosis/ non maturasi, biasanya dipengaruhi oleh usia,
diabetes melitus dan penyakit jantung.

Bila pembuluh darah di pergelangan RCAVF terlalu kecil maka baru dipertimbangkan brachial-cubital (Gracz), brachial cephalic
dan brachial basilic. Ketiga anastomosis ini memicu aliran darah yg deras dan cukup untuk high efficiency dialysis. Insiden
trombosis dan infeksi rendah dan biasanya hasilnya baik. Kerugiannya ialah hipoperfusi distal  iskemia tangan dan high
output cardiac failure khususnya pasien CAD dan/atau gagal jtg

Kecepatan aliran darah post anastomosis < 400 ml/menit  kegagalan maturitas  tidak ada shear stress pd pbuluh darah 
gagal adaptasi vaskular (remodelling)  gagal dilatasi vaskular dan gagal meningkatkan aliran.

694 Catatan Henry Sintoro 2015


Type anastomosis – Technical Consideration ( Konner K, A Primer on The AV Fistula – Achilles heel, but also Cinderella of
Haemodialysis. Nephrol Dial Transplant 1999;14:2094-98)
1. Anastomosis side to side, anastomosis pertama yg dideskripsikan
Brescia Cimino tahun 1966
2. Anastomosis end to end, dipublikasikan 1 tahun kemudian
3. Anastomosis end to side, dipublikasikan tahun 1968

Perbandingan antara besarnya arteriotomi

I. Pemeriksaan fisik stenosis juxta-anastomosis


(A) Arteri radialis
(B) Pulsasi kuat pd anastomosis; intensitas thrill bervariasi tapi
umumnya akan menurun akibat penurunan aliran.
AVF pada titik ini mungkin dilatasi atau aneurismal
(C) Pulsasi menghilang

II. Evaluasi augmentasi pulsasi. AVF awalnya tersumbat total pada


titik A. Perubahan intensitas pulsasi dievaluasi pada titik B

III. Pemeriksaan fisik pada vena aksesoris. Saat AVF tersumbat di A,


thrill akan hilang di anastomosis C. Bila oklusi ada di D atau B,
thrill akan berlanjut sebab saat AVF tersumbat ada aliran jalan
keluar

Lokasi terjadinya stenosis vena paling umum pada graft yg menggunakan PTFE.
(a). Letak stenosis vena pada PTFE dyalisis graft. Tampak sebagian besar lesi pd anastomosis graft-vena atau dalam 6-10 cm dari
anastomosis dan juga pada anastomosis arterial
(b). Angiogram dari dialisis graft PTFE yg adanya pseudoaneurisma dan stenosis pada anastomosis graft-vena

Persiapan operasi
Surat Persetujuan Operasi dimintakan lebih dahulu.
Anamnesis pasien ;
1. Tentang HD ; sudah berapa kali? Lengan mana yg ditusuk? Kapan HD terakhir?
2. Penyakit yang mendasari ; ada DM? ada hipertensi? Riwayat pemakaian obat
Catatan Henry Sintoro 2015 695
Persiapan alat
Siapkan set AV shunt : Siapkan alat habis pakai :
- Doek Clamp (3) - Handschoen (3)
- Satinsky clamp - Lidokain 6 amp
- Buldog vena (1) Buldog arteri (2) - Spuit 10 cc (2)
- Pouch scissors - Surflo (kalo dr HK  surflo besar , dr HSB  surflo kecil 2)
- 1 Gunting - Suture Silk 1.0 dan 3.0
- 1 Metzebaum - Suture Premilene/ Prolene 7.0
- Hack - Suture Davilon 4.0
- Clamp - Elastic bandage 4 inch

Tahapan Operasi
- Evaluasi pembuluh darah dan perjalanan anatomisnya, evaluasi palpasi dan perkusi
- Desinfeksi dengan povidon iodine dari 1/3 distal humerus ke arah distal,
o jika dr HK cukup sampe telapak dan nanti dibalut dengan doek steril
o jika dr HSB desinfeksi sampai keseluruh telapak dan jari tangan,
- Drapping
o Pertama double drapping diatas meja dibawah lengan
o Pertahankan lengan terangkat , drapping sisi proksimal lengan dg drapping segitiga dan klem, lengan
diturunkan pelan-pelan hingga telapak tepat pada drapping segitiga pada distal kemudian balut.
o Drapping seluruh tubuh dan belakang kepala
o Tempatkan satu buah doek terlipat dibawah antebrachii sebagai ganjal
- Anestesi infiltrasi (lidokain siapkan 6 ampul ~ duration of action 1,5-2 jam),
o jika dr HK  disuntikkan infiltrasi pada satu titik diantara arteri dan vena hingga bulging dan kemudian
diratakan dengan palpasi
o jika dr HSB disuntikkan sesuai distribusi arah insisi

696 Catatan Henry Sintoro 2015


(OQR, 7/1/12) Apa keuntungannya infiltrasi lidokain pada satu titik ?
o tidak mencederai pembuluh darah yang ada dibawahnya
Insisi golf stick atau hockey stick pada sisi lateral kira2 2 jari
dari pangkal pergelangan pada antebrachii (jangan terlalu ke
distal pergelangan tangan) sesuai marker perjalanan arteri dan
vena.
(DHI/APM) Mengapa dibuat insisi golf stick? Mengapa insisi
golf sticknya seperti pada gambar bawah A? dan bukan seperti
gambar B ? Prinsip; sisi terpanjang berada pd arteri, untuk
memudahkan bila terjadi komplikasi bisa diperpanjang kalo
ada plaque dkk.

- Insisi golf stick sesuai gambar A diatas. (ATA, 15/3/2012) Untuk pemula sebaiknya insisi jangan terlalu kecil karena
akan menyulitkan ekspos. Mata pisau saat insisi juga harus tegak lurus thd lap operasi jangan miring.
- Identifikasi vena cephalica – vena di teugel – bebaskan jaringan proksimal dan distal vena yang lengket dengan
gunting metzebaum sejajar aksis, hati-hati; pelan-pelan kalo narik, ingat ini bukan kawat jemuran. Saat
membebaskan pembuluh darah, dapat digunting sedikit kemudian tarik kebawah dan jangan terlalu dekat dengan
pembuluh darah supaya ada space untuk ligasi bila melukai pembuluh darah.
Evaluasi ada tidaknya cabang vena, jika ada cabang, dapat diligasi. Bedakan betul antara vena arteri dan saraf. Kalo
vaskular terasa ada lumen di dalamnya dalam palpasi dan amati percabangannya, kalo keras itu kemungkinan saraf.
- Identifikasi arteri radialis – arteri diteugel -- bebaskan arteri dari jaringan sekitar ke proksimal dan distal – evaluasi
arteri (pulsasi dsb)
- Rencanakan jenis anastomosis. Perlu dipertimbangkan sisi yg dijahit supaya tidak mengalami kesulitan saat
anastomosis. Sisi dari arah datangnya vena merupakan sisi yang dijahit terlebih dahulu
o Prof PR side to side anastomosis, dr HK dan dr HSB end to side anastomosis
Pertimbangkan jarak vena sebelum dipotong supaya tidak
kependekan (tension) atau kepanjangan (kingking, twisting )
– kira-kira tidak lbh dr jari lingkaran jarak arteri dan vena (dr
HK)
Potong miring v cephalica dgn mess no 11, dilatasi dgn irigasi
spooling NaCl+heparin; evaluasi ada tidaknya backflow,
klem vena dgn bulldog sedistal mungkin utk mcegah
kingking/ terpeluntir
(dr HSB) Ingat kalo motong dgn mess 11, pakai sisi
sampingnya, jangan menggunakan ujung mess karena nanti
akan dipakai untuk arteriotomi
Rekonstruksi vena dgn gunting pouch (mnrt DHI biar mirip
cobra gitu.., tapi ada yg bilang bikin diamond shape)
- Vena cephalica yang telah dipreservasi, kemudian didilatasi dg spooling NaCl menggunakan surflo ( dr HK,
menggunakan surflo besar no 16; dr HSB menggunakan surflo kecil no 20). Psg vein bulldog

- Cari arteri dan identifikasi. Tarik teugel arteri, bebaskan proksimal dan distal kemudian clamp arteri
o Dr HK  clamp proksimal dan distal arteri dengan klem bulldog
o dr HSB  clamp dengan satinsky
Amankan sekitar lapangan operasi dgn kassa basah. (kalo dr HSB jgn pake kain basah, pake klem)

Catatan Henry Sintoro 2015 697


- Insisi diatas arteri (arteriotomi) dgn mess no 11 dengan sudut 30 derajat, hati hati melukai back wall, perbesar
dengan klem atau rekonstruksi dengan pouch. Pada lengan atas, lebar arteriotomi tidak boleh lebih dari 5 mm
untuk menghindari steal syndrome.

- Lakukan anastomosis end to side, jahit dari arah sisi datangnya vena lbh dahulu dg castro dan benang premiline 7.0
dua jarum. Jarum pertama utk menjahit sisi belakang, jarum kedua utk menjahit sisi depan dan kmd bertemu pd
satu ujung dan buat simpul sebanyak mungkin. (dr HSB). Jahitan pertama, jarum jahit masuk dlm arteri (aturannya
arteri harus in-out) dan kmd lanjutkan ke vena dan seterusnya
- Saat menjahit, begitu satu tusukan masuk ke arteri dan vena, lsg tarik, atur ketegangan benang spy tdk kendor,
peranan asisten sgt membantu. Sisi benang yg tidak dibuat menjahit diklem dgn rubber set.
- Bulldog klem vena dibuka, bulldog klem arteri (satinsky) dibuka, evaluasi pengembangan vaskular, raba pulsasi dan
thrill yang terbentuk. Bila terjadi perdarahan post anastomosis kemungkinan
o Dog ear pada sudut anastomosis
o Diseksi karena jahitan tdk all layer

- Potong dan tarik benang teugel.


- Evaluasi vena sd proksimal, bebaskan jeratan jaringan sekitar.
- Rawat perdarahan
- Lapangan operasi ditutup dengan
o Dr HK & HSB -- jahitan interupted davilon 4.0
o Dr APM – jahitan subkutikuler davilon 4.0
- Bebat tekan, jangan dibebat ketat dan KIE pasien supaya tidak ditensi, ditekan atau ditusuk pd daerah post operasi

698 Catatan Henry Sintoro 2015


REVISI AV SHUNT
Bilamana AV Shunt di R wrist tidak berhasil karena beberapa sebab seperti ukuran pembuluh darah yang kecil, aterosklerotik
dkk maka dapat dilakukan AV Shunt di R Cubiti. Untuk itu perlu pemahaman anatomi..

Apakah ada manfaat pemberian antikoagulan post AV shunt dan kaitannya dengan patency?
Sejumlah RCT melaporkan tidak ada perbedaan time to graft failure yg bermakna pd kelompok pasien yg mdpt
warfarin atau aspirin post AV shunt dgn kontrol dalam patensi shunt bahkan risiko perdarahan mencapai 10% post pemberian
warfarin. Pada studi DOPPS, pemberian warfarin bahkan akan memperburuk graft survival. Aspirin dan Clopidogrel juga tidak
menekan risiko graft thrombosis dan hanya meningkatkan bleeding risk saja. (Kaufmann 2003). Pentoxifilin juga tidak
memperbaiki patensi graft (Radmilovic 1989)

(dr HK, 3/6/13) Anak R, 9 thn pro AV shunt.. Bila NBP dibawah 90, risiko kegagalan AV shunt sgt tinggi

Komplikasi Post AV Shunt


Peningkatan kasus gagal ginjal kronis meningkatkan kebutuhan hemodialisis dan juga arteriovenous fistula (AVF) sebagai
aksesnya. Adanya arteriovenous fistula menyebabkan diversi sejumlah darah dari jalur normalnya dimana darah langsung
masuk dalam sistem vena tanpa melalui kapiler. Oleh sebab itu sangat penting untuk menjaga keseimbangan pada aliran
fistula, memastikan maturasi graft dan memungkinkan kecepatan aliran pompa dialisis yang adekuat dan menjaga perfusi
jaringan ke distal fistula.1
1Field M, Blackwell J, Jaipersad A, Wall M, Silva M, Morgan RH. Distal Revascularization with Interval Ligation (DRIL):
An Experience. Ann R Coll Surg Engl 2009;91:394-8

Catatan Henry Sintoro 2015 699


STENOSIS AAVF

Apa sih yang dimaksud dengan stenosis AVF?


The problem with the current definition of an aAVF stenosis. Stenosis at A can be defined as anything from -25% to +25% depending on which
part of the fistula the diameter of A is compared to. The current convention is to compare A to point B or C, making it a 66-75% stenosis. By that
definition however the 'swing' vein (E) and the whole inflow artery (F) should also be considered to be significantly stenose d. In a sense the
severity of the stenosis at point A depends on how narrow A is, and also on how aneurysmal B and C are.
Jan Swinnen. Duplex ultrasound scanning of the autogenous arterio venous hemodialysis fistula:
a vascular surgeon’s perspective. AJUM February 2011; 14 (1):17-23
STEAL SYNDROME
Sekitar 80% pasien dengan arteriovenous fistula diperkirakan mengalami “physiologic steal” ( tampak dari reduksi tekanan
perfusi distal). Physiologic steal ini memberikan kompensasi berupa munculnya banyak kolateral arteri dan vasodilatasi distal;
walaupun demikian, jika mekanisme ini tidak mampu mempertahankan tekanan perfusi distal yang adekuat maka gejala
ischemic steal syndrome akan muncul.2
2Knox RC, Berman SS, Hughes JD, Gentile AT, Mills JL. Distal Revascularization- Interval Ligation : A Durable and
Effective Treatment for Ischemic Steal Syndrome after Hemodyalisis Access. J Vasc Surg 2002;36:250-6

Steal syndrome ialah kondisi insufisiensi arterial distal akibat fistula hemodialisis permanen dimana terjadi ketidakseimbangan
antara aliran fistula adekuat dan perfusi distal. Hal ini dapat terjadi akibat diversi yang berlebihan pada sistem vena fistula 1
Iskemia ekstremitas dapat terjadi akibat fenomena steal, dimana tidak hanya aliran darah arterial yang secara bermakna
mengalir masuk dalam aliran vena dari fistula arteriovenous atau graft tetapi juga karena sejumlah aliran kolateral ke
ekstremitas distal “tercuri” oleh akses. 2
1Field M, Blackwell J, Jaipersad A, Wall M, Silva M, Morgan RH. Distal Revascularization with Interval Ligation (DRIL):
An Experience. Ann R Coll Surg Engl 2009;91:394-8

Tordoir JH, Dammers R, van der Sande FM.Upper extremity ischemia


and hemodialysis vascular access. Eur J Vasc Endovasc Surg 2004;27: 1–5

700 Catatan Henry Sintoro 2015


Tatalaksana Steal Syndrome

1. DRIL (Direct Revascularisation with Internal Ligation)


Prosedur DRIL pertama kali diperkenalkan oleh Schanzer dkk pada tahun 1988 dan
konsep ini tidak sepenuhnya diadopsi secara luas karena kerumitan dan efikasi
jangka panjangnya. Prosedur DRIL meliputi dua tahap yaitu :
1. Revaskularisasi distal, tercapai dengan bypass graft yang berasal dari graft
arteri di atas AVF menuju graft arteri distal AVF
2. Ligasi interval merupakan cara pemotongan dan pengikatan graft arteri
distal dari AVF tetapi proksimal dari anastomosis bypass graft

Harry R Schanzer
Professor of Vascular Surgery
Mount Sinai Hospital

Gambar 1. Skema arteriovenous fistula (AVF). (A) disertai steal (B) Ligasi interval, hanya menghilangkan steal
tetapi iskemia distal tetap ada (C) Revaskularisasi distal dan ligasi interval lengkap

Gambar 2. Gambaran topologi identik dan skematik AVF dengan steal dan DRIL. Pada setiap segmen tampak
perubahan resistansi dan resultant arah dari aliran pada lengan.

2. Ligasi
3. Banding
Catatan Henry Sintoro 2015 701

Anda mungkin juga menyukai