Anda di halaman 1dari 61

KERACUNAN ZAT KOROSIF DAN LOGAM

Toksikologi adalah subyek bahasan yang luas, yang kebanyakan berhubungan dengan alam,
kejadian, gejala, biokimia, tindakan dan terapi terhadap berbagai jenis racun. Banyak buku
kedokteran forensic, terutama yang berasal dari Asia, mencurahkan sebagian besar bukunya ke
semua aspek dari ratusan zat racun, yang banyak juga diantaranya jarang, tapi pernah dijumpai
oleh ahli patologi di sebagian besar belahan bumi. Seperti yang terlihat pada otopsi bahwa
sebagian besar racun tersebut tidak spesifik, sangat sia-sia untuk mencarinya pada daftar racun
dan karena itu disini dijelaskan berbagai racun yang memiliki bentuk spesifik / khusus, atau
racun-racun yang sering digunakan. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai otopsi pada beberapa
kasus keracunan, yang dapat dikelompokkan sebagai bahan korosif, bahkan jika untuk racun-
racun yang memiliki sifat tidak mematikan. Sebagai tambahan, beberapa logam berat beracun
akan didiskusikan berdasarkan penemuan atopsi atau penemuan labolatorium yang relevan /
berhubungan.

SIANIDA
Sianida adalah racun yang digunakan baik untuk bunuh diri, kecelakaan atau pembunuhan.
Terbentuk sebagai bagian dari racun yang mematikan pada banyak bagian yang terbakar dimana
asap inhalasi membunuh sebagian besar korban melebihi kasus kebakaran. Meskipun diagnosis
otopsi tentang keracunan sianida sangat jarang diragukan, analisa toksikologi mungkin sulit
untuk interpretasi akibat destruksi maupun produk sianida dalam tubuh yang sudah mati dan
bahkan pada sampel darah yang disimpan untuk menunggu diperiksa. Keracunan sianida akut
merupakan kasus yang paling sering dilaporkan sendiri ( 70% dalam 1 seri ), dalam beberapa
kasus biasanya garam natrium maupun kalium ikut masuk ke saluran cerna. Hal ini bisa tiba-tiba
maupun dalam kecelakaan kerja ( industri ) yang dalam beberapa kasus garam-garam tersebut
ikut dilibatkan, atau mungkin gas-gas yang dibebaskan dari beberapa proses komersil.
Pembunuhan dengan racun jarang terjadi, kecuali pada pembunuhan massal yang masih terjadi,
seperti tragedi Jonesville di Guyana, atau penggunaan sianida sebagai senjata dalam perang
melawan penduduk di Timur Tengah. Sianida juga pernah digunakan untuk eksekusi yuridis di
negara bagian Amerika Serikat, praktek semacam ini tampaknya kembali ada pada tahun-tahun
belakang ini.
Sianida hanya bereaksi sebagai hidrogen sianida bebas dan oleh karena itu garam-garam yang
ditelan perlu untuk bertemu baik dengan air maupun asam lambung sebelum membebaskan asam
hidro-sianida, proses ini hanya butuh waktu beberapa detik. Dosis fatal sianida kecil, 150-300
mg, yang diperbolehkan digunakan sebagai pil bunuh diri yang tersembunyi oleh pemuka Nazi
pada akhir perang dunia ke II. Tapi bagaimana pun penyembuhan juga telah dilaporkan pada
penggunaan kalium sianida dengan dosis yang lebih besar, 2-4 gr. Kebanyakan bergantung pada
sianida murni, yang didasarkan pada pembusukan pada penyimpanan dan sampel yang sudah
lama hanya mengandung setengah berat dari sianida aktif.

Penemuan Otopsi pada Keracunan Sianida

Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase yang
mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung
dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound methemoglobin. Sianida
cukup korosif diantara alkali lainnya, dapat menyebabkan kerusakan jaringan setempat yang
tidak berhubungan dengan keracunan yang lebih umum melalui inhibisi enzim.
Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilanya. Yang klasik, lebam mayat dikatakan menjadi
berwarna merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin ( karena jaringan dicegah dari
penggunaan oksigen ) dan ditemukannya sianmethemoglobin. Banyak deskripsi lebam mayat
yang mengarah pada kulit yang berwarna merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama
bergantung pada daerahnya, yang mana dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin. Pada
beberapa kasus yang dilihat oleh penulis telah ditunjukkan gambaran lebam mayat sianotik
gelap, yang mungkin disebabkan kurangnya oksigen dalam sel darah merah oleh karena terjadi
kelumpuhan otot-otot pernafasan. Mungkin tidak ada tanda-tanda eksternal yang lain disamping
warna kulit dan kemungkinan muntahan hitam disekitar bibir.
Mungkin bau sianida ada pada tubuh dan dapat dikenal, tapi perlu diketahui bahwa banyak orang
tidak bisa mendeteksi bau ini, kemampuan menciumnya berhubungan dengan genetik ( bukan
berdasarkan pengalaman ). Ini penting diketahui oleh ahli patologi dan pegawai kamar mayat,
bahwa keracunan sianida dapat membawa resiko. Rekan penulis menjadi sakit dan untuk
sementara mengalami gangguan fungsi setelah mengotopsi mayat bunuh diri yang telah menelan
sejumlah besar kalium sianida. Diasumsikan mungkin akibat menghirup hidrogen sianida dari isi
perut mayat ketika melakukan pemeriksaan organ dalam.
Di dalam jaringan mungkin juga menjadi berwarna merah muda terang disebabkan karena oksi-
hemaglobin yang tidak dapat digunakan oleh jaringan - yang mungkin lebih umum terjadi dari
pada karena sianmethemoglobin. Garis perut dapat mengalami kerusakan hebat dan terlihat
menutupi permukaan, dan dapat terdapat resapan darah pada lekukan mukosa. Ini terutama
disebabkan kekuatan alkali yang kuat dari hidrolisa garam-garam natrium dan kalium sianida.
Hidrogen sianida itu sendiri menyebabkan kerusakan yang tidak seperti itu. Dalam sedikitnya
kasus yang berat, garis perut akan ditandai dengan striae berwarna merah gelap, yang mana
rugae telah menutupinya ketika melewati lekukan diantaranya yang relatif tidak merusak. Perut
dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun pendarahan di dinding perut.
Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada sedikit kerusakan pada perut, terpisah dari
warna merah muda pada mukosa dan mungkin beberapa pendarahan berupa petechiae. Mungkin
juga sianida tersebut menjadi kristal / bubuk putih yang tidak dapat larut, dengan bau seperti
almond.
Seperti kematian yang biasanya berlangsung cepat, sedikit bagian dari sianida dapat sudah
melewati masuk ke dalam sel cerna. Oesuphagus dapat mengalami kerusakan, terutama pada
bagian mukosa oesophagus yang ketiga yang lebih bawah, yang bisa mengalami perubahan post
mortem dari regurgitasi isi perut melalui relaksasi sphincter jantung setelah mati. Organ lain
tidak menunjukkan perubahan yang spesifik dan diagnosis dibuat berdasarkan ceritanya, bau dan
warna kemerahan pada jaringan dalam tubuh maupun kulit.

Analisa Toksikologi

Darah, isi perut, urin dan muntahan harus diserahkan ke laboratorium, membutuhkan perhatian
khusus bahwa sampel terhindar dari resiko dalam pengemasannya, transportasinya atau tidak
dikemasnya sampel tersebut. Pemerikasaan laboratorium harus dilakukan dan diperhatikan jika
ada kemungkinan terjadinya keracunan sianida.
Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen sianida, paru-parunya harus
dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon ( bukan polivinil klorida).
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin ( dalam beberapa
hari ) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi dalam sampel darah
yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu ruangannya, sehingga jika ada
penundaan, adanya kulkas pendingin menjadi penting. Jika dibandingkan, beberapa sampel
positif sesungguhnya dapat menurun kualitasnya pada penyimpanan, seperti yang diterangkan
oleh Curry. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang setelah beberapa minggu, akibat reaksi
dengan komponen jaringan dan konversi menjadi thiosianad.
Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung jumlah sianida yang
masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya sianida dengan kematiannya. Yang mana akhir-
akhir ini biasanya diukur dalam menit, dosis rendah – atau pada pengobatan – dapat bertahan
hidup dalam jam bahkan hari.
Dikatakan bahwa tidak ada struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi, sianida yang
ditemukan dalam jumlah cukup adalah bukti bahwa sianida masuk dalam tubuh yang mana hal
itu sendiri tidak normal dan dikonfermasi sebagai barang bukti dari terjadinya keracunan.
Bagaimanapun, Karhunen et al telah melaporkan kasus dimana seorang tersangka pembunuhan
terbakar dan pada post mortemnya menunjukkan tingkat sianida dalam darah 10 mg/l, yang
diperkirakan sesuai dengan difusi pasif dari sianida melalui seluruh cavitas tubuh yang terbuka
saat terjadinya kebakaran.
Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1 serial kasus yang fatal antara 1-53 mg/l, dengan
rata-rata 12 mg/l. Limpa selalu merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida yang paling
tinggi, diperkirakan karena limpa banyak mengandung sel darah merah, dalam 1 serial seperti
diatas, tingkat sianida limpa berkisar antara 0,5-398 mg/l, dengan rata-rata 44 mg/l. Dalam serial
lain, tingkat sianida darah rata-rata 37 mg/l.

ASAM KOROSIF, ALKALI DAN FENOL

Dahulu, untuk bunuh diri dipakai racun korosive karena sedikit menimbulkan rasa nyeri, tapi
sekarang dinegara-negara barat dsudah jarang dipakai. Pada beberap[a belahan dunia, asam-asam
mineral hingga kini masih sering dipakai untuk bunuh diri dan poembunuhan. Di Malaysia,
sering digunakan asam formic dan asam asetat yang digunakan pada produksi karet untuk bunuh
diri.
Bahan-bahan korosive fenol seperti asam karbolik dan lysol sering dip[akai untuk bunuh diri.
Menurut ilmu toksikologi, kedua bahan itu tidak memberi masalah besar hingga kematian hanya
sering menyebabkan kerusakan otak, namun bila korban sudah memiliki penyakit komplikasi
seperti renal failure atau infeksi rongga dada maka kematian dapat terjadi.
Sifat-sifat khas bahan korosive :
a. tumpahan racun pada tubuh korban dapat merusak struktur kulit; hal ini bisa emmbantu proses
rekonstruksi untuk memperkirakan kapan racuinnya diminum. Bibir bisa terbakar dan tetesan
racun bisa mengenai dagu, leher dan dada. Pola mulut yang terbakar bisa digunakan untuk
melihat racun apa yang diminum. Korban yang meminum racun dengan posisi duduk atau berdiri,
racun akan mengalir kedada dan abdomen; bila berbaring, racun akan mengalirti wajah dan pipi
lalu keleher belakang. Tumpahan racun bisa masuk kesaluran hidung.
b. Bagian inferior mulut bisa terkikis, lidah tertelan atau menciut tergantung bahan racunnya. Faring,
laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa saluran nafas
bisa rusak dan terjadi adspirasi cairan keparu sehingga terjadi edema paru dan hemoragik.
c. Bagian bawah esofagus dan perut mengalami perubahan warna, deskuamasi dan perforasi.
Setelah beberapa menit racun bisa mengalir lebih dalam dan dapat merusak usus halus tapi ini
jarang terjadi karena faktor waktu dan adanya spasme pilorus.
d. Tumpahan racun keparu bisa menimbulkan edema paru dan bronkopneumonia akibatnya terjadi
kematian.

Bahan-bahan korosive memiliki cara kerja yang berbeda-beda pada jaringan lunak dan
dibedakan melalui baunya sedangkan asam-asam mineral tidak begitu berbeda. Fenol dapat
terdeteksi melalui bau. Asam kuat bereaksi menyebabkan dehidrasi jaringan, koagulasi
protein dan merubah Hb menjadi hematin. Asam sulfur dalam bentuk konsentrat bersifat
sangat korosive dan menimbulkan panas bila kontak dengan air atau jaringan.
Jaringan akan menjadi abu-abu kehitaman, terdehidrasi. Lambung menjadi abu-abu,
coklat tua atau hitam tergantung jumlah darah yang ikut tercampur, kadang bisa terjadi
perforasi.
Esofagus dan perut menjadi abu-abu dan bengkak tergantung jumlah asam dan makanan
yang ada silambung.
Asam nitrat menimbulkan kerusakan mukosa dan meninggalkan bekas berupa cetakan
kuning kecoklatan dimukosa.
Kulit6 wajah yang terbakar terdapat pola kuning atau coklat dengan tepi tajam. Asap
kuning bisa keluar dari perut bila isi perut banyak. Gambaran dalam perut berwarna coklat
kekuningan dan perforasinya lebih sedikit dibanding karena asam sulfur.
Asam hidroklorida memiliki efek yuang sama terutama pada mukous membran, tapi luka
yang ditimbulkan tidak separah asam sulfat dan asan nitrit.
Sodium hidroksida bentuk terkonsentrasi bersifat korosive namun lembut dan licin,
merusak jaringan melalui caustic soda.
Fenol dan lysol juga merusak dan mempengaruhi jaringan seperti asam dan alkali. Asam
karbolik (fenol murni) cenderung membuat kaku jarinagn dan permukaannya menjadi putih.
Kekakuan yang terjadi pada wajah, kulit, perut dan esofagus. Lysol adalah cairan sabun yang
mengandung fenol dan cresol, merubah jarinagn menjadi ungu kecoklatan

ASAM OKSALAT DAN GARAM OKSALAT

Keduanya tidak begitu korosive tapi masih bersifat racun dan kerjanya cepat, kematian timbul
dalam beberapa menit sampai satu jam.
Asam bersifat korosiv lokal dan berefek sistemik yang dapat berakibat fatal meskipun kerusakan
lokalnya non letal.
Saat otopsi bila tertelan kristal putih atau asam kuat maka akan timbul efek pemutihan
mukosa mulut, faring dan esofagus walau perdarahan lokal juga bisa terjadi.
Diperut juga terjadi kerusakan mukosa dan warnanya menjadi cokelat tua atau hitam
yang berasal dari asam hematin, dindingnya erosi. Kristal kalsium oksalat bisa terlihat pada isis
perut atau dinding mukosa.
Kematian pada korban yang telah melewati fase akut disebabkan karena kelainan fungsi
otot (termasuk kelainan myocardium) karena hipokalemi akibat presipitasi kalsium tubuh.
Kematian terjadi sertelah 2-10 hari.

RACUN ETHYLEN GLIKOL


Walau tidak memiliki sifat racun, ethylen glikol memiliki bentuk umum seperti racun oksalat dan
bisa menyebabkan kematian. Glikol telah digunakan secara luas sebagai antifreeze agent pada
motor penggerak dan pelarut dalam industri. Ethjylen glikol mudah didapat sehingga sering
dipakai untuk racun bunuh diri atau pembunuhan. Sedikitnya 40-60 kematian pertahun telah
dilaporkan karena penyebab ini. Kandungannya adalah ethylen, diethylen, propilen dan heksilen
glikols, semuanya memiliki efek toksis yang berbeda (kenyataannya propilen glikol bersifat non
toksik), ethylen glikol paling banyak digunakan. Saat jumlah yang diminum lebih dari 100-200
ml, bisa berakibat fatal dan harus segera ditangani melalui dialisis atau antidotumnya.
Efek yang timbul awalnya berupa mabuk lalu bisa menjadi koma dan kematian yang dapat
terjadi dihari pertama. Glikol dimetabolisme dalam tubuh menjadi asam oksalat melalui proses
glikol-glioksal-glikolic acid-asam formic-asam glioksilic-asam oksalic. Ethylen glikol dapat
menimbulkan edema serebri dan meningoensefalitis kimia, diginjal bisa terjadi nekrosis tubular
yang menyerupai keracunan oksalat.

ANALISIS LABORATORIUM PADA KERACUNAN ETILEN GLYCOL

Kadar etilen glycol dalam darah tergantung waktu yang telah dilalui, biasanya lebih dari 300
mg/l, dan rata-rata mencapai 2400 mg/l pada contoh darah yang diambil sebelum hari ke-2. Otak
mengandung 300-400 mg/kg. dan di urin 600-10.000 mg/l, dengan rata-rata mencapai 5700 mg/l.

BAHAN – BAHAN METAL YANG BERACUN

Ada banyak bahan-bahan metal yang beracun, kebanyakan keracunan bahan-bahan metal terjadi
dari lingkungan dan pekerjaan, keracunan dapat akut/kronis. Keracunan akut dapat terajdi akibat
bunuh diri, kecelakaan, pembunuhan.
Beberapa tahun terakhir, terutama pada abad ke-19 keracunan logam berat dilakukan untuk
kepentingan kasus pembunuhan, tapi sekarang kjarang dilakukan di Negara-negara barat, karena
dapat dengan mudah dideteksi.
Pada bahasan ini hanya akan dibahas satru jenis racun yaitu arsen.

ARSEN
Dari semua bagian penting pada jaringan tubuh hewan, arsen adalah elemen ke-12 paling banyak
terdapat di seluruh dunia. Pernyataan tersebut berguna untuk mengontrol secara ketat ketika kita
kan membuat analisa tentang arsen pada cairan atau jaringan tubuh manusia.
Sebagaimana excresi pada tubuh manuasia yang banyak makan ikan ( t.u kerang2an) kadar arsen
dalam tubuhnya dapat meningkat, hal ini terlihat bahwa mereka keracunan arsen kronik. Hal
tersebut sama seperti ketika penguapan yang terjadi setelah terpapar racun misalanya dari tanah
atau air kuburan harus diambil untruk meastikan bahwa arsen yang ditemukan pada tubuh tidak
didapatkan dari kontaminasi local.
Logam arsen sebenarnya tidak beracun hanya saja bila dalam jumlah yang banyak dapat menjadi
beracun. Hal ini dipengaruhi oleh respirasi seluler dengan mengkombinasikan dengan bebrapa
Sulphydril dari enzim mitokondrial, t.u oksidasi piruvat dan phosfatase tertentu. arsen memiliki
target pada endotel pembuliuh darah, terhitung banyaknya lesi yang disebabkan oleh
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, udema jaringan dan hemorrhagi t.u pada saluran
pencernaan.
Keracunan arsen dapat timbul melalui saluran cerna yang berasal dari oksida arsen, bubuk putih
tidak berasa dari cuprum, sodium dan potassium arsenic, arsen dari calcium lead, arsen sulfide,
gas arsen (industri)
Pada kedokteran forensic, kasusu yang paling jarang pada keracunan arsen biasanya ditimbulkan
oleh oksida arsen atau bisa juga salah satu arsenit. Keracunan arsen dapat akut atau kroni, akhir2
ini disebabkan oleh keracunan pada tempat kerja dan lingkunagn. Pada kasus bunuh diri pasti
merupakan keracunan akut. Tapi pada kasus pembunuhan dapat akut atau kronik.

Dosis Fatal pada Keracunan Arsen

Arsen bila diminum pada perut yang kosong terutama dalam bentuk solution pada dosis 150 mg
dapat mengakibatkan kematian tapi pada dosis 250-300 mg merupakan minimum lethal dose.
Tapi dalam jumlah yang banyak dapat selamat ada beberapa kasus yang toleransi terhadap arsen
dapat diraih dengan dosisi besar, kebanyakan menyebabkan muntah-muntah. Kematian dapat
terjadi cepat dalam waktu 1 jam dapat terjadi shock dan kegagalan kardiorespirasi atau dapat
juga tanpa gejala untuk beberapa hari yang penyebab kematiannya Hepatorenal failure. Pada
keracunan kronik, tidak ada dosis lethal bila pencernaan menimbulkan angka excresi yang
normal, maka sekumpulan arsen akan terdeteksi.

Penemuan Otopsi

Pada keracunan akut temuan mungkin hanya sedikit. Pada kematian yang terjadi ± 1 jam.
Mungkin bisa ditemukan iritasi minimal pada GIT bagian atas seperti tanda kemerahan pada
mukosa gaster t.u sepanjang tepi atas dari rugae. Gambaran red velvet ditemukan pada beberapa
lapisan diperut pada keracunan arsen akut mungkin terdapat lapisan mucus dan granule dari agen
beracun yang terperangkap pada lapisan tersebut, alasan untuk mengirimkan isi kedua bahan
tersebut dan bagian dari dinding lambung untuk diperiksa , sebagaimana dicurigai pada
keracunan tipe apapun . Usus ahlus biasanya normal pada keracunan akut.
Lesi lain yang mungkin ditemukan adalah subendokardial hemorragi pada dinding ventrikel kiri.
Hal ini tentu saja temuan yang umum pada kondisi shock yang berat ketika hipotensi timbul
tiba2. Hal ini terlihat pada luka-luka yang banyak, yang kehilangan banyak darah, penurunan
tekanan darah dan shock neurogenik dan peningkatan TIK adalah gejala lain.
Fenomena yang terjadi dapat meningkat, penulis biasa melihat fenomena tersebut pada korban
dari jatuhnya pesawat militer diman jantung keluar dari tempatnya pada saat kejadian. Salah satu
deskripsi yang paling baik dari subendokardial hemorrhagi yang ditemukan Seehan 1939.
Perdarahan terletak dibagian atas septum interventrikulare dan pada otot papillary yang
berlawanan. Pada kasus yang paling berat yang penulis pernah lihat yaitu pada kasus bunuh diri
yang massive akibat overdosis dari oksida arsen, dimana perdarahan terdapat pada endokardium,
ini dibutuhkan untruk mendiagnosa secara asti sebelum hasil analisa dihasilkan.
Pada kasus keracuan kronik arsen, gambaran agak berbeda dengan yang kaut, meskipum
sedikitnya ada kejadian yang mendukung atau kejadian yang tidak langsung, diagnosis mungkin
saja masih sulit untuk ditentukan. Sebanyak yang telah diteliti , para peneliti kecewa pada waktu
lampau keracuan arsen krinik telah salahdidiagnosa sebagai gastroenteritis. Pada keracuan arsen
kronik tampak dari luar terlihat kelainan yang merata dipermukaan kulit yang ditandai dengan
kekeringan pada kulit, ketombe, permukaan yang hyperkeratosis. Secara klinis terlihat Rain
Drop/ pigmentasi punctata, tapi hal ini tidak terdapat setelah meningggal kecuali bila keadaan
sudah berat.
Hal ini lebih sering terjadi pada lipatan-lipatan kulit, dahi dan leher. Kerontokan rambut
mungkin timbul, dapat terjadi penebalan dan udema dari wajah curiga terdapat myxedema
Pad pemeriksaan dalam, lambung normal atau dapat juga menunjukan gastritis kronis denag
disertai penebalan mukosa dan lapisan suserous dapat terlihat adanya mucus dan kemerahan
akibat inlamasi dari ruggae, kadang-kadang didaptkan gastritis hemoragik dengan erosi akut atau
kronis. Pad usu kecil berdilatsi dan merah merata, dengan mukosa yang menebal dan gambaran
keseluruhannya edema kongestif yang non-spesifik yang umum ditemukan pada penyakit
enteritis.
Jarang terjadi ulcerasi pada mukosa, isis dari usus sendiri dapat berlebihan atau berupa cairan
denagn gambaran seperrti air perasan beras.
Usus besar juga menunjukan perubahan yang minimal/dapat juga normal, isi nya dapat cair dan
sama seperti usus kecil. Pada hepar menunjukkan perlemakan hati/ nekrosis yang berat, kadang
dapat ditemukan pada lobus perifer. Kerusakan hati yang berat ditandai dengan terlihatnya warna
kuning pada tubuh. Ginjal pada keracunan arsen menjadi rusak akibat terjadi nekrosis tubular.
Myokardium menunjukkan erusakan myofibril, kumpulan sel interstitial dan degenerasi lemak.

Contoh bahan toksikology dan hasil analisa

Pada keracuana akut, hal-hal utama yang diperlukan adalah lambung dan isinya, mungkin juga
dibutuhkan usus kecil, yang diikat pada setiap ujungnya. Darah, urin dan hepar harus diambil
juga.

Pada keracunan kronik t.u apabila diagnosa belum ditegakkan dari pemeriksaan otopsi
keseluruhan, maka contoh yang mungkin dibutuhkan :
- darah dari vena perifer
- lambung dan isinya
- usus kecil dan isinya
- sediaan dari isi usus besar
- urin
- kandung empedu
- hepar
- ginjal
- ujung kuku/seluruh kuku
- rambut – helaian rambut harus utuh denagn akar-akarnya paling sedikit 20 lembar
Jumlah arsen pada orang yang tidak terekspose dengan arsen dalam jumlah yang besar/ diatas
Normal, plasma 3-7 mg/100ml, hepar 0-92 mg/kg, ginjal 0-68 mg/kg, kuku 0-70 mg/kg, rambut
0-192 mg/kg dan otak 0-25 mg/kg. pada test rin 24 jam mengandung 0-26 mg/l.
Hal ini telah diteliti bahwa utnuk arsen agar dapat masuk ke dalam jaringan keratin yaitu kuku
dan rambut butuh waktu ± 1-2 minggu. Pada teknik analisis yang lebih sensitive, keracunan
arsen dapat timbul dalam beberapa jam setelah memakan arsen.

Levels in acute arsenious oxide poisoning from 49 fatalities.

Range Average
Blood (mg/l) 0.6-9.3 3.3
Liver (mg/kg) 2.0-120 29.0
Kidney (mg/kg) 0.2-70 15.0
Spleen (mg/kg) 0.5-62 8.8
Brain (mg/kg) 0.2-4.0 1.7

Konsentrasi Thallium yang menimbulkan kematian dengan kadar ( mg / l atau mg / kg )

Range Rata – rata


Darah 0,5 – 11 4.0
Urine 1,7 – 11 5.2
Ginjal 6 – 20 11.0
Liver 5 - 29 15.0

Dijelaskan dengan sesungguhnya bahwa arsenik disekresi dengan cepat melalui keringan dan
menyebar kerambut dan kaku secara disfusi . Akhir akhir ini dibantah dengan analis newtron
aktif dan mekanisme ini tidak diketahui dengan jelas. Test untuk memperkirakan waktu dan
lamanya pada perjalanan arseric dengan analisis mengenai panjang rambut yang berbeda – beda
masih di gunakan. Arsenic dapat dilihat jelas dalam keratin untuk beberapa tahun walaupun
sudah tidak terpapan

ANTIMONY ( Logam keputihan – keputihan sebagai campuran penbuat obat untuk pengemas
campuran logam )

Antimony serupa organik dalam beberapa hal. Sisa dari hasil industri biasanya menimbulkan
keracunan ” Tourta emetic ” antimony potasisium tartrafe. Ini jelas digunakan untuk bunuh diri
dan pembunuhan seperti beberapa kematian. Patologi dan toksikologi memiliki pendapat yang
sama mengenai argenik bahwa dosis fatal minimum tartasekitar150mg , walaupun secara IV
merupakan dosis normal terhadap pengobatan Bilhaizia,konsep ini tidak pasti, karena beberapa
orang dengan dosis minimal tersebut masih maupun berpasaran tidak menimbulkan keracunan
Pekerja yang tidak terpapar memiliki nol atau lebih dari 0,01 mg /1 antimony dalam
darah dan dalam urine .
Pada beberapa kasus pada keracunan akut antimony trichloride dalam kadar ( mg / 1 atau
mg / kg ditemukan hasil analisis darah 4 – 6, liver 45, ginjal 32, empedu 404.

THALLIUM
Walaupun kadar metal berat ditentukan dalam pemeriksaan forensik di beberapa negara,
thallium tersebut sering digunakan pada pembunuhan pada beberapa tahun ini. Thallium
digunakan untuk membunuh tikus dibeberapa industri , khususnya dalam industri kaca , ini hal
yang harus diketahui dalam kaitannya patologi forensik dalam hal ini di dapat dilihat secara
radiologi pada Intestin dan disimpan dalam liver,.Ahlli patologi jarang menemukan keracunan
talium. Xray diambil sebelum dilakukan autopsi .
Aspek lain yang unik mungkin merupakan bahan kimia yang dapat ditemukan setelah
kremasi. Pada kasus yang di inggris pada tahun 1971, disana 2 orang ditemukan dan beberapa
orang lainnya mengalami keracunan yang tidak fatal yang dilakukan orang.Ternyata setelah
dilakukan analisis ulang ditemukan thallium pada abu salah satu korban.
Dosis fatal sekitar 1gr, tingkat pada tipe thallium itu sendiri dimana ada beberapa bentuk
thallium yang berbeda seperti Asefat Sulfat atau Nitrat. Kadarnya berpariasi dari 6 – 40 mg / kg
AB dengan rata – rata R mg / kg BB
Hasil Autopsi yang didapat bervariasi dan tidak spesifik seperti muka pucat dan mukosa
pucat degarerasi miokan ditemukan. Kerontokan rambut adalah salah satu tanda yang mengarah
pada keracunan thallium yang biasannya digunakan untuk perontok rambut. Efek ini dimulai 1
minggu setelah pemulaian atau pemakaian yang kedua. Hilangnya alis mata menunjukan gejala
yang lebih spesifik meskipun gejala tersebut sama pada penderita hipertyroid.
Pemeriksaan akar rambut pada sisa rambut menunjukan adanya lapisan yang lebih hitam
yang dapat disebabkan karena melalui pada korban yang selamat dapat ditemukan rekrasis hati
dan nekrosis ginjal

TOKSIKOLOGI FORENSIK

Latar Belakang:
Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dapat dibagi dalam dua kelompok, yang pertama
bertujuan untuk mencari penyebab kematian, misalnya kematian akibat keracunan morfin, sianida,
karbon monoksida, keracunan insektisida, dan lain sebagainya, dan kelompok yang kedua – dimana
sebenarnya yang terbanyak kasusnya, akan tetapi belum banyak disadari – adalah untuk mengetahui
mengapa suatu peristiwa, misalnya peristiwa pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat
udara dan perkosaan dapat terjadi. Dengan demikian, tujuan yang kedua bermaksud untuk membuat
suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi.
Bila pada tujuan pertama dari pemeriksaan atas diri korban diharapkan dapat ditemukan reaksi
atau obat dalam dosis yang mematikan, maka tidaklah demikian pada yang kedua, dimana disini yang
perlu dibuktikan atau dicari korelasinya adalah sampai sejauh mana reaksi obat tersebut berperan dalam
memungkinkan terjadinya berbagai peristiwa tadi.
Dalam ilmu kedokteran kehakiman, keracunan dikenal sebagai salah satu penyebab kematian
yang cukup banyak sehingga keberadaannya tidak dapat diabaikan. Jumlah maupun jenis reaksi pun
semakin bertambah, apalagi dengan makin banyaknya macam-macam zat pembasmi hama. Selain
karena faktor murni kecelakaan, racun yang semakin banyak jumlah dan jenisnya ini dapat
disalahgunakan untuk tindakan-tindakan kriminal. Walaupun tindakan meracuni seseorang itu dapat
dikenakan hukuman, tapi baik di dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun di dalam Hukum
Acara Pidana (RIB) tidak dijelaskan batasan dari keracunan tersebut, sehingga banyak dipakai batasan-
batasan racun menurut beberapa ahli, untuk tindakan kriminal ini, adanya racun harus dibuktikan demi
tegaknya hukum.
Arsenic, As, banyak digunakan sebagai bahan campuran obat pembasmi tikus (rodentisida).
Arsen juga banyak digunakan dalam masyarakat sebagai hasil industri, misalnya sebagai bahan
pengawet, bahan cat, insektisida, herbisida, campuran dalam pupuk, maupun mencemari lingkungan
masyarakat karena dampak dari industri. Arsen juga digunakan dalam bidang pengobatan. Dalam hal ini
digunakan arsen jenis tertentu dan dalam dosis tertentu pula, seperti neosalveran untuk pengobatan
penyakit sifilis, frambusia (sampar / patek), sebagai salah satu campuran dalam tonikum, dan obat-obat
lainnya seperti solarson, optarson, arsentriferrol, liquor arsenicallis, dan lain-lain. Senyawaan arsen
lainnya ialah Arsine, AsH3 (arsenicum lekas uap), Arsen Trioxide (As2O3), Arsen putih, As2S2, As2S3.
Karena sifat beracunnya, mudahnya didapat serta mudahnya digunakan oleh masyarakat, maka
wajarlah jika ada yang menyalahgunakannya untuk hal-hal yang bertentangan dengan hukum, misalnya
pada kasus pembunuhan, yang bisa dilakukan secara langsung maupun perlahan-lahan dengan gejala
yang tidak jelas.
Dalam menghadapi kasus yang demikian, maka peranan kedokteran kehakiman sangatlah
penting dalam menentukan apakah korban benar-benar meninggal karena arsen, atau sebab lain. Selain
dengan pemeriksaan otopsi, dokter juga bekerja sama dengan bagian toksikologi dalam menentukan
adanya arsen dan jumlahnya yang ada pada korban. Pada orang-orang sehat, juga bisa ditemukan
arsen, misalnya pada orang yang minum tonikum yang mengandung arsen. Oleh karena itu dalam
menentukan sebab kematian karena arsen, selain ditemukannya arsen dalam jaringan atau organ, juga
harus dapat ditentukan kuantitas dari arsen yang ada dalam jaringan atau organ tersebut. Dan yang tak
kalah pentingnya, walaupun mungkin tidak begitu banyak terjadi, keracunan arsen dapat berupa
kontaminasi lingkungan dari zat-zat atau benda hasilan atau yang mengandung arsen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Racun

Pengertian racun
Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan minimal), yang jika
masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan timbulnya reaksi kimiawi (efek kimia) yang
besar yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.
Menurut Gradwohl racun adalah substansi yang tanpa kekuatan mekanis, yang bila mengenai
tubuh seorang (atau masuk), akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh, kerugian, bahkan kematian.
Sehingga jika dua definisi di atas digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah
relatif kecil, tetapi dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi
hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang dapat menyebabkan
sakit, bahkan kematian.

Jalan masuk
Racun dapat masuk ke dalam tubuh seseorang melalui beberapa cara:
1. Melalui mulut (peroral / ingesti).
2. Melalui saluran pernafasan (inhalasi)
3. Melalui suntikan (parenteral, injeksi)
4. Melalui kulit yang sehat / intak atau kulit yang sakit.
5. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) (Idris, 1985)

Klasifikasi racun
Racun dapat digolongkan sebagai berikut:
I. Pestisida
A. Insektisida
1. Organoklorin
a. Derivat Chlorinethane: DDT
b. Derivat Cyclodiene : Thiodane, Endrim, Dieldrine, Chlordan, Aldrin, Heptachlor,
toxapene.
c. Derivat Hexachlorcyclohexan : Lindan, myrex.
2. Organofosfat: DFP, TEPP, Parathion, Diazinon, Fenthoin, Malathion.
3. Carbamat: Carbaryl, Aldicarb, Propaxur, Mobam.
B. Herbisida
1. Chloropheoxy
2. Ikatan Dinitrophenal
3. Ikatan Karbonat: Prepham, Barbave
4. Ikatan Urea
5. Ikatan Triasine: Atrazine
6. Amide: Propanil
7. Bipyridye
C. Fungisida
1. Caplan
2. Felpet
3. Pentachlorphenal
4. Hexachlorphenal
D. Rodentisida
1. Warfarin
2. Red Squill
3. Norbomide
4. Sodium Fluoroacetate dan Fluoroacetamide
5. Aepha Naphthyl Thiourea
6. Strychnine
7. Pyriminil
8. Anorganik:
- Zinc Phosfat
- Thallium Sulfat
- Phosfor
- Barium Carbamat
- Al. Phosfat
- Arsen Trioxyde
II. Bahan Industri
III. Bahan untuk rumah tangga
IV. Bahan obat-obatan
V. Racun (tanaman dan hewan)

Berdasarkan sumber dan tempat dimana racun-racun tersebut mudah didapat, maka racun dapat
dibagi menjadi lima golongan, yaitu:
1. Racun-racun yang banyak terdapat dalam rumah tangga.
Misalnya: desinfektan, deterjen, insektisida, dan sebagainya.
2. Racun-racun yang banyak digunakan dalam lapangan pertanian, perkebunan.
Misalnya: pestisida, herbisida.
3. Racun-racun yang banyak dipakai dalam dunia kedokteran / pengobatan.
Misalnya: sedatif hipnotis, analgetika, obat penenang, anti depresan, dsb.
4. Racun-racun yang banyak dipakai dalam industri / laboratorium.
Misalnya: asam dan basa kuat, logam berat, dsb.
5. Racun-racun yang terdapat di alam bebas.
Misalnya: opium ganja, racun singkong, racun jamur serta binatang.

Mekanisme kerja racun


1. Racun yang bekerja secara setempat (lokal)
Misalnya:
- Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat.
- Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2.
- Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol.
Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan sensasi nyeri yang hebat,
disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat disebabkan oleh syok akibat nyerinya tersebut
atau karena peradangan sebagai kelanjutan dari perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan.
2. Racun yang bekerja secara umum (sistemik)
Walaupun kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya memiliki akibat / afinitas
pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan sistem atau organ
tubuh lainnya.
Misalnya:
- Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat.
- Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.
- Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang.
- CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan.
- Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal.
- Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama berpengaruh terhadap
hati.
3. Racun yang bekerja secara setempat dan secara umum
Misalnya:
- Asam oksalat
- Asam karbol
Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi pada susunan syaraf pusat
(efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian dari asam karbol tersebut akan diserap dan
berpengaruh terhadap otak (Nawawi, 1989).
- Arsen
- Garam Pb

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja racun


1. Cara pemberian
Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika cara pemberiannya
tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tentu akan memberikan efek maksimal bila
masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh secara ingesti
tentu tidak akan menimbulkan akibat yang sama hebatnya walaupun dosis yang masuk ke dalam tubuh
sama besarnya.
Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja pada tubuh jika
masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti, absorbsi melalui mukosa, dan
yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang sehat.
2. Keadaan tubuh
a. Umur
Pada umumnya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila dibandingkan dengan orang
dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan
lebih tahan.
b. Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya akan lebih mudah
keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun yang masuk ke dalam tubuhnya
belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat dimengerti karena pada orang-orang tersebut, proses
detoksikasi tidak berjalan dengan baik, demikian pula halnya dengan ekskresinya. Pada mereka yang
menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran pencernaan,
maka penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi kematian,
kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian penderita disebabkan oleh racun.
Dan sebaliknya pula kita tidak boleh tergesa-gesa menentukan sebab kematian seseorang karena
penyakit tanpa melakukan penelitian yang teliti, misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe
gastrointestinal) dimana disini gejala keracunannya mirip dengan gejala gastroenteritis yang lumrah
dijumpai.
c. Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan gejala-gejala
keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi perlu diingat bahwa toleransi itu tidak
selamanya menetap. Menurunnya toleransi sering terjadi misalnya pada pencandu narkotik, yang dalam
beberapa waktu tidak menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi inilah yang dapat menerangkan
mengapa pada para pencandu tersebut bisa terjadi kematian, walaupun dosis yang digunakan sama
besarnya.
d. Hipersensitif (alergi – idiosinkrasi)
Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-preparat yang mengandung
yodium menyebabkan kematian, karena sikorban sangat rentan terhadap preparat-preparat tersebut. Dari
segi ilmu kehakiman, keadaan tersebut tidak boleh dilupakan, kita harus menentukan apakah kematian
korban memang benar disebabkan oleh karena hipersensitif dan harus ditentukan pula apakah
pemberian preparat-preparat mempunyai indikasi. Ada tidaknya indikasi pemberi preparat tersebut dapat
mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan dikenakan pada pemberi preparat tersebut.
3. Racunnya sendiri
a. Dosis
Besar-kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan. Dalam hal ini
tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan intoleransi individual. Pada intoleransi, gejala
keracunan akan tampak walaupun racun yang masuk ke dalam tubuh belum mencapai level toksik.
Keadaan intoleransi tersebut dapat bersifat bawaan / kongenital atau intoleransi yang didapat setelah
seseorang menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ yang berfungsi melakukan
detoksifikasi dan ekskresi.
b. Konsentrasi
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat korosif, konsentrasi lebih
penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan tersebut berbeda dengan racun yang bekerja
secara sistemik, dimana dalam hal ini dosislah yang berperan dalam menentukan berat-ringannya akibat
yang ditimbulkan oleh racun tersebut.
c. Bentuk dan kombinasi fisik
Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila dibandingkan dengan yang
berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam keadaan lambung kosong, tentu akan lebih
cepat keracunan bila dibandingkan dengan orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi
makanan.
d. Adiksi dan sinergisme
Barbiturate, misalnya jika diberikan bersama-sama dengan alkohol, morfin, atau CO, dapat menyebabkan
kematian, walaupun dosis barbiturate yang diberikan jauh di bawah dosis letal. Dari segi hukum
kedokteran kehakiman, kemungkinan-kemungkinan terjadinya hal seperti itu tidak boleh dilupakan,
terutama jika menghadapi kasus dimana kadar racun yang ditemukan rendah sekali, dan dalam hal
demikian harus dicari kemungkinan adanya racun lain yang mempunyai sifat aditif (sinergitik dengan
racun yang ditemukan), sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa kematian korban disebabkan karena
reaksi anafilaksi yang fatal atau karena adanya intoleransi.
e. Susunan kimia
Ada beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan menimbulkan gejala
keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang sebaliknya.
f. Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu macam racun, tetapi tidak
mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut saling menetralisir satu sama lain. Dalam
klinik adanya sifat antagonis ini dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan kaloxone yang
dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada keracunan akut
obat-obatan golongan narkotik.
(Idris, 1985)

Kriteria diagnosis kasus keracunan


1. Anamnesa yang menyatakan bahwa korban benar-benar kontak dengan racun (secara injeksi,
inhalasi, ingesti, absorbsi, melalui kulit atau mukosa).
Pada umumnya anamnesa tidak dapat dijadikan pegangan sepenuhnya sebagai kriteria diagnostik,
misalnya pada kasus bunuh diri – keluarga korban tentunya tidak akan memberikan keterangan yang
benar, bahkan malah cenderung untuk menyembunyikannya, karena kejadian tersebut merupakan aib
bagi pihak keluarga korban.
2. Tanda dan gejala-gejala yang sesuai dengan tanda / gejala keracunan zat yang diduga.
Adanya tanda / gejala klinis biasanya hanya terdapat pada kasus yang bersifat darurat dan pada
prakteknya lebih sering kita terima kasus-kasus tanpa disertai dengan data-data klinis tentang
kemungkinan kematian karena kematian sehingga harus dipikirkan terutama pada kasus yang mati
mendadak, non traumatik yang sebelumnya dalam keadaan sehat.
3. Secara analisa kimia dapat dibuktikan adanya racun di dalam sisa makanan / obat / zat yang
masuk ke dalam tubuh korban.
Kita selamanya tidak boleh percaya bahwa sisa sewaktu zat yang digunakan korban itu adalah racun
(walaupun ada etiketnya) sebelum dapat dibuktikan secara analisa kimia, kemungkinan-kemungkinan
seperti tertukar atau disembunyikannya barang bukti, atau si korban menelan semua racun – kriteria ini
tentunya tidak dapat dipakai.
4. Ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban, baik secara makroskopik atau mikroskopik
yang sesuai dengan kelainan yang diakibatkan oleh racun yang bersangkutan.
Bedah mayat (otopsi) mutlak harus dilakukan pada setiap kasus keracunan, selain untuk menentukan
jenis-jenis racun penyebab kematian, juga penting untuk menyingkirkan kemungkinan lain sebagai
penyebab kematian. Otopsi menjadi lebih penting pada kasus yang telah mendapat perawatan
sebelumnya, dimana pada kasus-kasus seperti ini kita tidak akan menemukan racun atau metabolitnya,
tetapi yang dapat ditemukan adalah kelainan-kelainan pada organ yang bersangkutan.
5. Secara analisa kimia dapat ditemukan adanya racun atau metabolitnya di dalam tubuh / jaringan /
cairan tubuh korban secara sistemik.
Pemeriksaan toksikologi (analisa kimia) mutlak harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan tersebut, visum et
repertum yang dibuat dapat dikatakan tidak memiliki arti dalam hal penentuan sebab kematian.
Sehubungan dengan pemeriksaan toksikologis ini, kita tidak boleh terpaku pada dosis letal sesuatu zat,
mengingat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja racun. Penentuan ada tidaknya racun harus
dibuktikan secara sistematik, diagnosa kematian karena racun tidak dapat ditegakkan misalnya hanya
berdasar pada ditemukannya racun dalam lambung korban.
Dari kelima kriteria diagnostik dalam menentukan sebab kematian pada kasus-kasus keracunan seperti
tersebut di atas, maka kriteria keempat dan kelima merupakan kriteria yang terpenting dan tidak boleh
dilupakan.

Analitikal Toksikologi
Analitikal toksikologi merupakan pemeriksaan laboratorium yang berfungsi untuk:
1. Analisa tentang adanya racun.
2. Analisa tentang adanya logam berat yang berbahaya.
3. Analisa tentang adanya asam sianida, fosfor dan arsen.
4. Analisa tentang adanya pestisida baik golongan organochlorin maupun organophospat.
5. Analisa tentang adanya obat-obatan misalnya: transquilizer, barbiturate, narkotika, ganja, dan
lain sebagainya.
Analitikal toksikologi meliputi isolasi, deteksi, dan penentuan jumlah zat yang bukan merupakan
komponen normal dalam material biologis yang didapatkan dalam otopsi. Guna toksikologi adalah
menolong menentukan sebab kematian.
Kadang-kadang material didapatkan dari pasien yang masih hidup, misalnya darah, rambut,
potongan kuku atau jaringan hasil biopsi. Hasil toksikologi disini membantu dalam menentukan kasus-
kasus yang diduga keracunan.
Pada pengiriman material untuk analitikal toksikologi, diharapkan dokter mengirimkan material
sebanyak mungkin, dengan demikian akan memudahkan pemeriksaan dan hasilnya akan lebih
sempurna.
Jaringan tubuh masing-masing memiliki afinitas yang berbeda terhadap racun-racun tertentu,
misalnya:
 Jaringan otak adalah material yang paling baik untuk pemeriksaan racun-racun organis, baik
yang mudah menguap maupun yang tidak mudah menguap.
 Hepar dan ginjal adalah material yang paling baik untuk menentukan keracunan logam berat
yang akut.
 Darah dan urin adalah material yang paling baik untuk analisa zat organik non volatile, misalnya
obat sulfa, barbiturate, salisilat dan morfin.
 Darah, tulang, kuku, dan rambut merupakan material yang baik untuk pemeriksaan keracunan
logam yang bersifat kronis.
Untuk racun yang efeknya sistemik, harus dapat ditemukan dalam darah atau organ parenkim
ataupun urin. Bila hanya ditemukan dalam lambung saja maka belum cukup untuk menentukan
keracunan zat tersebut. Penemuan racun-racun yang efeknya sistemik dalam lambung hanyalah
merupakan penuntun bagi seorang analis toksikologi untuk memeriksa darah, organ, dan urin ke arah
racun yang dijumpai dalam lambung tadi. Untuk racun-racun yang efeknya lokal, maka penentuan dalam
lambung sudah cukup untuk dapat dibuat diagnosa.

B. Arsen

Sejarah
Sebenarnya arsen sudah dikenal sejak dulu dari sulfide-sulfidenya, dan ahli kimia dari Yunani
mendapatkan arsen putih dengan membakar salah satu diantaranya.
Pada abad ke XVI, buruh-buruh tambang dariSaxony menjadi kebingungan dan tak menentu
ketika mereka mencium bau smaltite, Co As2, karena zat tersebut mengeluarkan asap arsen yang
beracun, dan zat tersebut tak menghasilkan perak walaupun zat tersebut nampak seperti perak putih
metalik.
Para petambang tadi mengira bahwa terdapatkobold atau goblin dalam biji tambang tersebut,
yang menyebabkan kebingungan yang tak layak. Dan hal ini merupakan asal kata Cobalt.
Pengertian tentang senyawa arsen sudah dimulai sejak tahun 1733, ketika Brandt
memperlihatkan bahwa arsen putih merupakan oksidasi dari elemen arsen. Pada tahun 1956, dalam “De
Re Metallica”, Agricolas menggambarkan efek dari arsenical-cobalt, yang saat itu disebut Cadmia.
Dimana dikatakan zat tersebut dapat merusak kulit tangan pekerja, dan dia kemudian mengharuskan
pemakaian sarung tangan panjang pada pekerja-pekerja yang menanganinya.
Warangan, yang merupakan salah satu bentuk arsen in organik yang merupakan bentuk logam
berat yang sangat beracun yang banyak digunakan oleh masyarakat, terutama bagi mereka yang
memiliki “wesi aji”. Sebagai salah satu tradisi, setiap kali mereka “menyucikan” wesi aji, mereka
mengoleskan warangan padanya. Senyawa arsen in organik yang melebihi golongan racun lainnya, telah
digunakan untuk tujuan-tujuan pembunuhan. Pelaku pembunuhan memberi racun pada korban dalam
suatu dosis fatal.
Pada sejarah pembunuhan dengan menggunakan arsen sering terjadi pada pembunuhan masal,
dimana sejumlah orang diracuni oleh seorang individu. Pada masa lalu, karena arsen ini (yaitu arsen
trioxide) memiliki aroma yang kurang mencolok, maka akan memudahkannya untuk disembunyikan ke
dalam makanan atau minuman dengan tujuan untuk melakukan sesuatu tindak kejahatan yang
tersembunyi.
Dalam beberapa perihal pembunuhan, preparat yang mengandung senyawa arsen ada yang
dimasukkan ke dalam anus, uretra, ataupun vagina. Kadang terjadi dimana preparat arsen dimasukkan
ke dalam vagina dengan maksud pengguguran, tetapi malah berakibat kematian.
Dalam “Office of The Chief Medical Examiner” (Kantor Pemeriksaan Obat), pembunuhan dengan
senyawa arsen termasuk jarang terjadi. Diantara tahun 1918-1951 tercatat 13 kali kejadian.
Peracunan yang dilakukan dengan tujuan bunuh diri, terjadi lebih sering, dan biasanya akibat dari
racun tikus atau Paris-Green. Dia antara tahun 1918-1951, kematian karena bunuh diri dengan senyawa
arsen inorganic tercatat sejumlah 145 orang.
Masalah peracunan yang tak disengaja dan hanya secara kebetulan akibat dari arsen inorganik
agak umum terjadi. Di New York pada interval antara tahun 1918-1951 ada 114 kasus fatal dari tipe ini.
Namun sekarang cara pembunuhan dengan arsen seperti itu sudah tidak begitu terkenal.
Beberapa pengadilan di Amerika Serikat bahkan memakai apoteker / ahli obat untuk mencatat semua
penjualan yang mengandung senyawa arsen.

Kegunaan
Pada suatu saat logam-logam berat menempati tempat-tempat yang menonjol dalam
pengobatan. Disamping juga merupakan penyebab-penyebab keracunan yang penting. Kecuali emas,
pemakaian pengobatan dari logam-logam telah dikemukan dimana-dimana. Arsen sudah diketahui
sebagai bahan untuk pengobatan oleh orang-orang Yunani dan Roma zaman dulu. Diantaranya
digunakan sebagai parasitisida untuk protozoa, misalnya trypanosomiasis, spirochaeta, yaros, demam
kambuhan, amoubiasis, vaginitis trichomonal; dan arsen terutama digunakan untuk mengobati filariasis
pada anjing.
Memang dasar-dasar dari banyak konsep-konsep modern tentang kemoterapi berasal dari kerja
awal Ehrlich dengan arsen-arsen organic. Derivate-derivat arsen yang terkenal ialah salversan
neoarsphenanime (mapharsan, arsenoxide).
Bagaimanapun sekarang medical interest terhadap logam-logam berat telah menurun tajam, oleh
karena penggantian dengan obat-obat antimikrobial alam dan sintetik yang mujarab dan aman, serta
untuk ukuran kesehatan masyarakat dan higiene pencegahan dapat mengatasi masalah keracunan dari
pemakaian industri-industri mereka. Namun perhatian lingkungan, telah turut membantu untuk suatu
kejutan dari penelitian yang aktif dan berkelanjutan, dan sebagai literatur dalam toksikologi logam berat.
Ditemukannya penisilin menyisihkan arsen sebagai obat anti lues, dan juga obat-obat baru lain
yang hampir sama halnya dalam menurunkan penggunaan senyawaan arsen organik yang lain.
Pada pengobatan manusia sekarang, arsen-arsen yang masih dipakai hanya untuk pengobatan
beberapa penyakit tropis. Terutama masih dipakai pada penyakit-penyakit hewan.
Untuk masa-masa mendatang, di Amerika Serikat dan juga di negara-negara lain, imbas dari
arsen pada kesehatan, akan lebih banyak yang berasal dari industri dan lingkungan daripada yang
berasal dari pemakaian obat-obatan.
Tinjauan yang menarik dari segi biologis toksikologi dan lingkungan tentang arsen telah ditulis
antara lain:
- Valce dan Dialoni 1960
- Buchanan 1962
- Schraeder 1966
- Frost 1967
- Lisella & Co. Workers 1972
Salah satu campuran yang paling penting adalah arsen triokside atau arsenious okside, As 2O3,
dengan kata lain arsen putih yang banyak digunakan sebagai bahan utama racun tikus – dan kadang-
kadang dikelirukan dengan asam arsenium. Ini terjadi dalam bentuk bubuk putih atau kristal oktahedral
yang tidak mempunyai rasa. Arsenic trioxide beracun dan ditemukan pada beberapa pemberantasan
tikus. Beberapa obat yang sering digunakan seperti cairan acidi arsenasi dan Fowler’s solution
mengandung arsen trioxide.
Dosis letal (yang mematikan) dari keracunan arsenic tergantung pada senyawaannya. Keracunan
fatal oleh arsen trioxide adalah 0,2 – 0,3 gram bagi orang dewasa.
Campuran arsen yang beracun dalam bentuk lain yaitu trichloride, triyodide, sodium arsenate,
pada Pearson’s solution, Scheele’s green atau Copper arsenite, Paris green, Realgar, atau arsenic
sulfide, Donovan’s solution, (masing-masing 1 % merkuri yodide dan arsenic yodide), Clemen’s solution
(potassium arsenat pada bromidi) dan pigmen-pigmen yang serupa Brunwick green, Vienna merah dan
mineral biru dimana terdapat sejumlah arsen dalam bentuk lain. Arsen dalam beberapa campuran arsen
organic lain juga toksis.
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa penggunaan arsen dalam pengobatan sudah sangat
jarang, hanya terbatas pada hewan. Di Indonesia, terutama pada masa pembangunan ini arsen banyak
digunakan untuk / pada pabrik-pabrik, alat-alat kesenian, pertanian, pertanian dan perkebunan yang
kadang-kadang menyebabkan keracunan, misalnya:
1. Arsenicus acid / white arsenic
 Bentuk kristal putih transparan, ada yang afogne seperti enamel, rasa sedikit pahit.
 Banyak dipakai untuk: pada peternakan untuk membersihkan bulu-bulu domba
(campuran bentuk sulfur atau cairan ter), racun tikus.
2. Persenyawaan Na dan K, liquor arsenicals (Fowler’s sol)
 Fly water merupakan campuran dari 1 bagian larutan arsenic sodium dengan 2 bagian
gula dalam 20 bagian air. Kertas yang diberi larutan ini disebut “Fly Paper” atau “Kertas
lalat”.
 Banyak dipakai untuk: membersihkan semak-semak, pengawetan kayu (membunuh
serangga / preservatives).
3. Perseny arsenic / arsenic pigment dengan tembaga
 Antara lain copper arsenic, scheele green, emerald green (aceto arsenite of copper)
 Banyak dipakai untuk: membuat pigmen-pigmen hijau pada kertas hiasan (dekorasi),
bahan-bahan cat.
4. Asam arsenic dan persenyewaan arsenic K dan Na
 Banyak dipakai untuk: pada pabrik untuk membuat magenta, rasa nilin, warna-warna
aniline, jenis-jenis tinta cetak.
5. Sulfida dari arsenic
 Antara lain jenis realgar, orpiment (yellow arsenic sulfide).
 Banyak dipakai untuk: Orpiment digunakan untuk membuat lukisan-lukisan, cat kertas,
warna pada mainan anak-anak, bahan perontok rambut; Orpiment ini bila dicampur
dengan linae (jeruk) dapat digunakan untuk penyamakan kulit (menghilangkan wol dari
kulit)
6. Arsenic Chloride
 Larutan arsenic dalam asam hidroklorida mengandung 1 % arsenioz acid yang sangat
beracun.
7. Arsin (AsH3, Arsen uretted hydrogen)
 Berbentuk gas yang sangat beracun, menyebabkan hemolisa kematian yang dapat
bersifat mendadak, gas tidak berwarna berbau bawang. Banyak terbentuk dalam proses
produksi hydrogen, karena proses produksi persenyawaan gas arsenic dengan bantuan
Hn.
8. Arsen dengan Pb
 Banyak dipakai untuk: membuat peluru / mimis.

Klasifikasi Arsen
Sifat-sifat kimia dan fisika arsen
 Simbol  As
 Nomor atom  33
 Berat Atom  74,9216 (Publikasi Lexicon)
74,91 (Publikasi Hervey B. Elkins PhD)
 5,7 g/cc
 Berat jenis (bentuk kristal hitam)  3,5
 Valensi  814 C / 149 F
 Titik lebur  614 C / 113 C (Publikasi Lexicon)
 Titik sublimasi 615 C (Publikasi Hervey B. Elkins PhD)
 AsH3; As2O3; AsCl3, arsenites; arsenates
 Arsenic; As2S3
 Senyawa-senyawa berbahaya
 Ulserasi kulit, kerusakan bagian hidung
 Senyawa-senyawa tak berbahaya  Serius
 Efek berbahaya (kronik)  0,25 mg/m3 udara (untuk As3O3 1 mg / 1 liter
urin.
 Derajat  1. Analisa urin
 M.A.C. 2. Analisa udara
3. Analisa rambut dan kuku
 Penilaian  Tanah; air; bir; tembakau

 Sumber-sumber alam

Arsen sendiri sebagai unsur tidak digunakan. Elemen arsen adalah metal, berwarna hitam, sering
digunakan bersama timah yang digunakan dalam pabrik, kadang-kadang ditemukan dalam bentuk metal
murni, dimana bentuk alamiahnya tersebut tidak toksik. Campuran tersebut tersebut bagaimanapun juga
dapat beracun dan sebagian darinya terkontaminasi dengan bahan tambang, arang dan batu bara.
Jejak arsen didapat pada minyak, air dan tumbuh-tumbuhan. Sebagian kecil terdapat sebagai
campuran kimia yang digunakan sebagai industri, misalnya mineral arsen, mineral alkali dan metal
seperti besi, seng dan timah.
Arsenik merupakan salah satu unsur yang ada di dalam tanah, sehingga perlu diketahui jika
menghadapi kasus dimana korban telah dikubur. Contohnya tanah disekitar tubuh korban; yaitu di atas,
bawah, dan di sekitar tubuh korban harus diambil guna dilakukan pemeriksaan toksikologis. Tindakan
tersebut selayaknya diambil untuk mencegah timbulnya interpretasi yang keliru.
Air dapat mengandung arsenic sebagai akibat kontaminasi dari sisa-sisa pembuangan pabrik /
industri. Dalam proses pembuatan bir, arsenic dapat terbentuk, yaitu sewaktu membuat glukosa untuk
dijadikan bir.
Arsenic juga ditemukan dalam jumlah yang cukup tinggi di dalam kerang, oleh sebab itu orang-
orang yang mempunyai kebiasaan makan kerang, ekskresi arsenic dalam urin cukup tinggi, sama halnya
dengan mereka yang keracunan arsenic kronis.
Arsen dalam tabel periodik tidak termasuk golongan logam, tetapi karena mempunyai sifat mirip
logam, maka dimasukkan ke dalam golongan “metalloid”.
Yang dimaksud logam berat ialah:
1. Logam yang mempunyai sifat membentuk garam dengan asam.
2. Logam yang mempunyai berat molekul antara 59-232.
3. Logam yang dapat bereaksi dengan ligond (pengikat berupa gugus atom, ion, atau molekul yang
memiliki kesanggupan untuk menjadi donor pasangan dalam satu atau lebih ikatan koordinat
[coordinate bound]).
Arsen digolongkan ke dalam persenyawaan organic dan in organic; pembagian ini sebagian
untuk memudahkan penggolongan kimia. Arsen in organik berbeda dengan arsen organik dalam
beberapa hal yang penting dalam farmakologi.
Hampir semua arsen in organik dapat dianggap sebagai garam asam meta arsenit (HAsO 2).
Arsen yang sering digunakan untuk insektisida, racun tikus, dan herbisida adalah karbason (4-
ureidobenzen-asam arsenat), glikobiarsol, drokarbil, dan oksofenarsin. Arsen trioksida (AsO 3) sering
disebut Arsenous acid yang merupakan anhidrid dari asam meta arsenous (HAsO 2). Hampir semua
trivalent arsen in organik dapat dianggap sebagai garam-garam dari asam meta arsenous.
Potassium arsenat adalah salah satu pemakaian untuk segala macam pengobatan. Sodium
arsenites calcium arsenite copper acete Cupie aceto arsenite dipakai terutama sebagai insektisida,
rodentisida, fungisida, dan herbasida. Arsen trichlorid sekali-sekali dipakai sebagai pengganti potassium
arsenat.
Senyawa-senyawa arsen dari Pb, calcium, dan sodium; masih dipakai dalam formula lama
insektisida, yang terkadang merupakan kepentingan dalam hal toksikologinya. Misalnya yang berasal dari
arsen pentoxide, dipakai sebagai herbisida dan defoliant.
Cocodyl dan sodium sodium cocodilate Na; digolongkan sebagai asam in organik, karena bentuk
aktifnya adalah asam arsenikus, dimana kebanyakan cocodyl yang masuk dalam badan dikonversikan.
Arsine adalah gas beracun yang menyebabkan keracunan-keracunan industri yang sering terjadi.
Dimethyl arsine, dimethyl arsenic acid, dan methyl arsenic acid, sebagaimana garam-garam sodium dan
amoniumnya, muncul sebagai bentuk biotik kontaminan lingkungan; dan juga dipakai sebagai herbisida.
Arsen organic yang terbanyak / terpenting adalah derivat dari benzene arsenic acid. Ada tiga
derivate pentavalen yang digunakan dalam pengobatan; carbosone (4-urcide benzene arsenic acid),
tryparsonide (sodium N-Carbomyl methyl – p-amine benzene arsenat) dan glicobiarsol.
Benzene arsenic adalah golongan ikatan arsenic karbon dan invivo yang betul-betul tidak dirubah
menjadi asam in organik.
Ada atau tidak adanya berbagai substituent pada cincin benzene tidak hanya menandai kelarutan
dari obat, tetapi juga kemampuan penetrasinya pada membran sel, baik pada organisme parasit maupun
pada inang.
Pemilihannya dapat dicapai dengan penggantian grup-grup yang tepat. Arsen-arsen organik
tanpa grup polar tinggi larut dalam lemak dan siap menembus kulit; beberapa senyawa biasanya
mempunyai aksi nesicant.
Tanpa memperhatikan apakah suatu arsen mengenai tubuh sebagai arsen trivalent atau
pentavalen; semua keracunan berat dan aksi mikrobial dapat dihubungkan dengan bentuk trivalent.
Beberapa arsen pentavalen, dikurangi sebagai in vivo, diubah menjadi bentuk aktif trivalent, yaitu suatu
arsen ozide.
Bagaimanapun redok aqnilibia; penguapan oksidasi in vivo, dan arsen trivalent dioksidasi pelan-
pelan dalam tubuh menjadi pentavalen arsenic.
Toksisitas yang rendah dan pengembalian yang tinggi dari arsen pentavalen di dalam urin dan
ekskreta menandakan bahwa sangat kecil reduksi yang berlangsung. Arsen-arsen organik pentavalen
semuanya menunjukkan sifat anion dalam cairan tubuh. Dan dalam hal menembus sel-sel inang / pejamu
tidaklah sesiap jika dibandingkan dengan sel-sel dari parasit yang rentan / peka. Dan ini menunjukkan
efek terapi yang lebih tinggi dari bentuk trivalent.
Arsen, seperti telah disebut di muka adalah racun klasik dari pembunuhan dan bunuh diri, tapi tak
kurang pentingnya untuk toksikologi industri.
Efek kronis dari arsen trioxide dan dapat diduga debu-debu arsen lain, terutama terdiri dari luka
pada membran mukosa dan kulit. Menurut Harsen, ulkus dan perforasi septum hidung tak jarang dapat
dijumpai pada pekerja-pekerja arsen.
Pentingnya arsen sebagai penyebab kanker masih diragukan. Tapi kejadian abnormal dari
kanker eksterna dan saluran pernafasan pada kelompok pekerja-pekerja yang terkena debu arsenic
oxide telah dilaporkan.
Banyak senyawa-senyawa arsen organic yang sangat toksik. Lewisite Ch Cl = Ch – As
Cl2 merupakan satu diantara gas-gas yang digunakan dalam kimia yang merupakan suatu vesicant yang
kuat dan dephenyl chloro arsino, dipenylamine chloro arsine, serta dipenyl cyano arsine merupakan jenis
senyawa yang sangat iritan. Konsentrasi kecil dapat mengakibatkan muntah-muntah. Cairan arsen
triklorid juga vesicant dan sangat toksik bila menyentuh kulit.

Arsine: As H3.-
* Berat molekul : 77,9
* Titik didih : -35 C
* Efek berbahaya : Perubahan-perubahan darah, kerusakan hepar.
* Derajat : Serius, fatal.
* M.A.C. : 0,05 p.p.m.
0,5 mg As / liter urin.
* Penilaian : - Analisis udara
- Analisis urin

Arsine merupakan gas tidak berwarna, berbau bawang, dan sangat beracun. Arsine telah
diperagakan terjadi dari campuran Ca hydride dan metal oxida yang ada dimana penderita bekerja, pada
konsentrasi rata-rata 0,5 ppm.
Besarnya bahaya arsine terletak terutama pada penguapan selektifnya daripada toksisitasnya,
lain dari pada itu mungkin saja. Demikian suatu debu dari senyawa incet terdiri dari 0,1 % arsen tidak
akan menyebabkan keracunan yang sama. Tapi bila zat tersebut menyebabkan proses reduksi kimia
atau elektrolit, arsen mungkin menguap hampir seluruhnya seperti arsine, dan suatu konsentrasi yang
berbahaya bisa dihasilkan dari material yang relatif kecil.

1. Arsen In Organik
Bentuk arsen in organik ini sifatnya sangat beracun dan paling sering digunakan karena sifatnya
tersebut. Campuran ini, lebih banyak digunakan untuk pembunuhan dimana racun diberikan dalam dosis
besar atau pemberian dosis kecil tetapi berulang-ulang, supaya dapat menimbulkan gejala-gejala seperti
sakit biasa.
Dahulu pembunuhan pada sejumlah manusia dengan racun tunggal, paling banyak
menggunakan jenis arsen ini. Cara pemberiannya dengan cara dicampur pada makanan atau minuman.
Tetapi cara pembunuhan seperti ini sudah jarang dilakukan lagi, karena racun ini mudah diketahui dan
dicurigai secara langsung sebagai tindakan kriminal. Pada sebagian kecil kasus pembunuhan dengan
preparat yang mengandung arsen dimasukkan lewat rektum, vagina, dan uretra serta kematiannya
serupa dengan yang diakibatkan oleh obat secara injeksi. Secara pervaginam dapat untuk menginduksi
abortus.
Kasus-kasus bunuh diri menggunakan racun lebih sering dan biasanya menggunakan racun tikus
atau Paris Green. Kecelakaan akibat racun in organik sering terjadi. Sebagian kasus yang diperiksa
tersebut ditenggarai menggunakan jenis racun tikus, atau semprotan untuk tanaman (makan buah-
buahan, sayuran dimana berasal dari daerah yang disemprot), untuk pengawet kertas atau untuk kain,
kertas dinding (karena mengandung arsen yang kemudian menjadi partikel debu dalam rumah) dan untuk
campuran warna. Campuran arsen juga ditemukan pada minuman, air, bir, kopi, obat-obatan, mineral,
gas, dan produk batu bara.
Penggunaan obat dalam bentuk campuran arsen harus diperhatikan karena bahayanya; apakah
itu diberikan secara internal ataupun secara topikal seperti lotion, salf, atau bedak untuk luka, tumor, atau
kerusakan pada kulit yang lain. Gejala keracunan kadang disebabkan oleh absorbsi obat. Pada beberapa
contoh kasus, arsenic trioxide sering dikelirukan dengan bubuk putih yang lain.
Senyawa in organik, hanya mempunyai kemampuan kecil untuk mematikan jaringan tubuh, tapi
tetap meracuni protoplasma sel tubuh, yang selama berada dalam sirkulasi darah dan jika terjadi kontak
dengan sel hidup dapat menyebabkan perubahan-perubahan degeneratif.
Pada umumnya aksi dari iritasi lokal tidak diketahui, tidak begitu jelas, tapi setelah diabsorbsi,
akan terus ke aliran darah menuju bagian-bagian organ tubuh hingga timbul efek-efek pada kapiler.
Intensitas dari toksemia tergantung dari jumlah obat dan kecepatan absorbsi obat yang diberikan.
Jika racun dalam bentuk cairan akan cepat diabsorbsi, tetapi jika diberikan dalam bentuk yang padat
akan diabsorbsi lebih lambat.
Racun ini akan diabsorbsi dan ditimbun dalam jaringan hepar dan organ lain untuk beberapa hari,
dan akan dieliminasi melalui ginjal dan traktus gastrointestinal.

2. Arsen Organik
Preparat arsen organik banyak dibuat, sebagian besar diantaranya merupakan senyawa sintetis.
Senyawaan organik, termasuk diantaranya merupakan golongan alifatik dan aromatik, yang
mengandung baik trivalent maupun pentavalen arsenic. Bersifat kurang toksis apabila dibandingkan
dengan bentuk in organik, mungkin disebabkan karena absorbsinya yang lebih lambat. Bila masuk ke
dalam tubuh, akan terurai secara perlahan-lahan dan biasanya tidak menyebabkan kerusakan / kesulitan-
kesulitan yang serius, namun kadang-kadang bila karena sesuatu hal, dapat mempercepat absorbsinya
sehingga dapat menimbulkan efek toksis yang lebih berat.
Beberapa bentuk dari trivalen digunakan pada pengobatan tripanosomiasis dan spirochaeta
misalnya pada demam kambuhan sifilis. Bentuk arsen ini ditimbun dalam berbagai organ, khususnya
pada hati dan arsen jenis ini menghilang secara bertahap. Hal ini menyebabkan efeknya terhadap parasit
(durasinya) arsen menjadi panjang.
Arsen pentavalen organik tidak seefisien arsen trivalent, dan jika digunakan untuk obat bisa
berbahaya. Arsen trivalent organik yang paling penting adalah derivat dari Arsphenamine (Salvarsan atau
606, formula HCL.NH2.C6H3As=AsC6H3.OH. NH2HCL.2H2O) diantaranya silver arsphenamine,
sulfarshphenamine, bismarsen (bismuth arsphenamine sulfonate) dan neoarsphenamine (mapharsen,
arseoxide, dasar dari kelompok arsphenamine). Bentuk di atas semuanya efisien dalam pengobatan
spirochaeta dan penyakit protoza.
Diberikan secara intra vena dalam larutan sekali dengan dosis 0,3-0,6 gram, kecuali silver
arsphenamine diberikan dengan dosis lebih kecil. Sekitar tahun 1954, pengobatan berkembang dengan
pemberian dosis yang lebih besar, dengan berbagai cara, misalnya intra vena perdrop lambat, intravena
perdrip cepat, dan pemberian dengan spuit injeksi. Pemberian marphasen yang dikombinasi dengan
bismuth atau vaksin typoid, dengan hasil pengobatan yang lebih baik. Pemberian arsen trivalent sebagai
pencegahan tidak menimbulkan kerugian, tapi dalam kasus yang jarang dapat menimbulkan kematian.
Kadang-kadang pasien mati dengan gejala kolaps seluruh tubuh sesudah pemberian dosis
tunggal dengan injeksi.
Pada otopsi, sedikit memperlihatkan gejala khas, hal ini mungkin disebabkan karena reaksi
hipersensitivitas.
Pada kasus lain, kematian terjadi akibat keracunan kronik oleh pemecahan / disosiasi arsen
organik dari preparat arsphenamine dalam tubuh, dan efek ini memerlukan waktu beberapa hari sampai
beberapa minggu untuk berkembang.
Satu gejala yang paling mencolok adalah dermatitis exfoliativa pada seluruh tubuh, khas dengan
adanya skuama epidermis dan infiltrasi leukosit di sekelilingnya dan pada korium.
Pada kasus yang lain, terjadi asphenamine enchephaloragi dan pasien meninggal setelah koma,
dan dari otopsi memperlihatkan petichae dan perdarahan yang difus dan dapat juga terjadi perdarahan
pada pons.
Diatesa hemorrhagi juga terjadi pada jaringan subserosa khususnya pada mesenterium,
intestinum tenue, dan otot jantung.
Kadang granulositopenia atau anemia aplastik, atau berkembang menjadi trombosis umum dapat
terjadi. Efek berikutnya berlangsung proses degenerasi berat yang terjadi pada parenkim organ dan hati
yang bisa saja terlibat, akhirnya terjadi kematian mendadak (akut) atau subakutyellow atrofi dengan sakit
kuning.
Pada kasus dimana korban dapat diselamatkan, dapat terlihat bercak fibrosis pada parenkim
hepar dan hepatitis kronik akibat proses degeneratif yang lama. Jika pemberian tidak hati-hati, dan keluar
dari vena, dapat menyebabkan tormbosis.
Pemberian BAL pada komplikasi akibat arsen organik grup salvarsan misalnya dermatosis,
dermatitis exfoliativa, perdarahan otak, sakit kuning, akan memberikan hasil yang baik.
Arsen organik pentavalen termasuk sodium cacodilate, (CH 3)2AsO.ONa, arrhenal, arsacetin,
acetarsone tryparsamide dan lainnya, pada dosis toksis akan menimbulkan efek subakut atau kronik.
Tryparsamide punya efek lain yang dapat menyebabkan amblyopia.

FARMAKOKINETIKA
Absorbsi
Senyawa-senyawa arsen yang larut dalam air diabsorbsi dari semua selaput lendir dan secara
pemberian parenteral. Absorbsi senyawa arsen yang sukar larut dalam air misalnya As 2O3 yang sangat
tergantung pada kehalusan dari bagian-bagiannya (fineness of subdivision).
Dalam obat pembasmian tanaman pengganggu (herbicides), terutama As 2O3 terbagi dengan
agak kasar. Walaupun senyawa arsen yang pentavalen lebih banyak mengalami imitasi daripada
senyawa yang trivalent, namun senyawa arsen in organik yang pentavalen diabsorbsi lebih baik daripada
yang trivalent, namun karena mereka kurang bereaksi dengan isi usus dan mukosa senyawa arsen
organik yang trivalent adalah juga sedikit diarbsorpsi dari saluran gastro intestinal, kecuali melarsopral.
Bagaimanapun juga zat-zat tersebut dihancurkan di dalam usus dan darinya dihasilkan senyawa
arsen in organik yang siap diabsorbsi – senyawa arsen yang pentavalen diabsorbsi dengan variasi yang
luas – carbarsone dan melarsopral absorbsinya cukup pada pemberian peroral dalam pengobatan
penyakit infeksi yang sesuai.
Carbarsone cukup banyak yang tidak diabsorbsi sehingga efektif untuk melawan parasit dalam
usus. Triparsamide sedikit diabsorbsi dari saluran pencernaan. Absorbsi melalui kulit merupakan fungsi
dari pelarut lipid. Secara umum senyawa arsen trivalent diabsorbsi lebih baik dari pada yang pentavalen.
Di Amerika Serikat, masukan harian untuk senyawa arsen sangat bervariasi, tapi rata-ratanya 1
mg perhari dan beban untuk tubuh orang dewasa normal biasanya 14-21 mg (II-927). Pembicaraan di
atas kiranya akan menjadi lengkap bila dikaitkan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Absorbsi melalui saluran pencernaan biasanya terjadi pada usaha bunuh diri.
Pembunuhan dan keracunan anak-anak dapat terjadi karena mereka tertarik akan warna atau rasa enak
suatu obat, sehingga menyebabkan keracunan karena overdosis. Saluran pencernaan masih merupakan
lingkungan luar (milious externa), sehingga adanya zat-zat beracun di dalam saluran pencernaan tidak
akan mengakibatkan keracunan – hanya racun-racun yang bersifat kanotik atau korosif yang dapat
merusak selaput lendir usus, yang selanjutnya bisa terjadi perforasi, peritonitis, yang akhirnya dapat
menyebabkan kematian.
Pada umumnya zat beracun lebih mudah menyebabkan keracunan jika diberikan pada perut
kosong karena lebih cepat diabsorbsi. Juga pada umumnya bentuk non ion akan lebih mudah diabsorbsi
daripada bentuk ion, serta ph dapat mempengaruhi difusi zat beracun melalui membran epitel usus.
Selain ph, konstante dinosiasi (p Ka) berpengaruh atas bentuk non ion dan bentuk ion, menurut
persamaan Handecson Hasselbach:
- Untuk asam: P Ka – ph = log (bentuk non ion)
bentuk ion
- Untuk basa : P Ka – ph = log (bentuk ion)
(bentuk non ion)
2. Absorbsi melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa hal:
- Stratum corneum merupakan “therato limiting basic” sehingga bila lapisan ini rusak atau jika integritas
kulit terganggu, maka absorbsi akan dipermudah.
- Spesies pada hewan.
- Beberapa zat kimia dapat merubah kulit sehingga lebih permeabel terhadap zat kimia lain.
- Sifat-sifat psikokimia.
- Zat-zat yang larut dalam lipid kurang mudah diabsorbsi kulit jika dibandingkan dengan zat-zat yang larut
dalam air.
- Zat-zat kimia yang berbentuk non ion lebih mudah diabsorbsi daripada yang berbentuk ion.
- Ph, ukuran molekul, temperatur dan vaskularisasi juga ikut menentukan.
3. Sebagian dari zat-zat beracun yang masuk melalui pernafasan terabsorbsi melalui selaput lendir
di bagian tracheo-bronchial, non pharynx dan oropharynx serta sebagian dari zat-zat tadi tertelan
dan masuk ke dalam alat pencernaan. Partikel-partikel sebesar 5 mikrometer atau lebih tetap
berada di dalam nasopharynx (bernafas melalui mulut), dan yang berukuran 2-5 mikron bisa
sampai ke dalam bagian tracheo-bronchial, yang kemudian oleh lendir dan silia dapat dibersihkan
dengan atau tanpa perantaraan batuk. Partikel-partikel sebesar 1 mikrometer atau kurang dapat
masuk ke alveoli dimana partikel-partikel itu dapat diabsorbsi masuk ke dalam darah.
Distribusi
Setelah zat beracun memasuki plasma darah, baik dengan perantaraan absorbsi maupun
langsung melalui intravena, maka zat tersebut dapat terdistribusi ke seluruh bagian tubuh. Kecepatan
distribusi ditentukan oleh banyaknya vaskularisasi, mudahnya zat itu memasuki pembuluh kapiler dan
menembus membran sel jaringan, serta adanya afinitas jaringan terhadap zat tersebut.
Konsentrasi zat beracun ini di dalam darah setelah beberapa waktu tertentu maka dari sini
tergantung pada volume distribusinya (Vd); makin besar Vd-nya, makin kecil konsentrasi zat beracun
tersebut berada di dalam darah (X).
Penimbunan senyawa arsen terutama di dalam hepar, ren, dinding saluran pencernaan, limpa
dan paru-paru. Dalam jumlah kecil terdapat pada otot dan jaringan syaraf. Dan selain itu juga terdapat
dalam rambut dan kuku, dimana disini mulai terdapat 2 minggu sesudah pemberian dan dapat tinggal
sampai 1 tahun. Pada keratin banyak terdapat gugus salf hydril, demikian juga pada jaringan tulang yang
dapat menetap untuk selama-lamanya (II).

Biotransformasi (II)
Biotransformasi dari senyawa arsen hanya sedikit sekali diketahui. Dari studi pada hewan
percobaan nampak kemungkinan senyawa arsen yang trivalent sedikit demi sedikit diubah kearah bentuk
pentavalen, dan keduanya sebagian-sebagian diubah ke arah methyl arsenator.

Ekskresi
Sebagian dari suatu dosis senyawa arsen trivalent yang diabsorbsi akan diekskresikan secara
lambat melalui urin setelah pemberian secara parenteral yang dimulai dalam waku 2-8 jam. Namun hal ini
dapat bertahan sampai 10 hari untuk eliminasi dari arsen secara komplit setelah pemberian dosis tunggal
dan dapat sampai 20 hari pada pemberian berulang.
Ekskresi yang lambat ini merupakan dasar untuk terjadinya keracunan arsen yang kumulatif.
Arsenate dan bentuk pentavalen yang lain pada tubuh manusia sangat cepat diekskresi, dan oleh sebab
itu maka sangat kecil kemungkinannya untuk menjadi keracunan yang bersifat kumulatif, kecuali
pemberian dengan dosis yang sangat tinggi dalam periode waktu tertentu.
Lisella dkk. (1972), telah mengkalkulasi bahwa pada pemberian arsen pentavalen secara terus-
menerus pada dosis maksimal yang diperkenankan di dalam makanan, udara, dan air, maka akan
memerlukan waktu 30 tahun untuk terjadinya penimbunan beban toksis bagi badan.
Sejalan dengan kenyataan bahwa senyawa arsen trivalent adalah mungkin untuk diekskresikan di
dalam jaringan dan bentuk pentavalen cepat diekskresi, maka arsenate diabsorbsi pada bagian proksimal
dari tubulus kontortus renir dan diekskresikan sebagai arsenite (Ginsbing, 1965). (II)
Senyawa arsenite dapat menembus placental barcick dan telah ditemukan pada janin yang
meninggal (sugoctal, 1969). Kira-kira 45 % dari senyawa arsen yang dihisap ketika merokok
diekskresikan melalui urin dan kurang lebih 2,5 % melalui feses (Holland et all, 1959). Pada pemberian
BAL (dimecarpol), maka ekskresi melalui urin sangat jelas menanjak tanpa adanya kerusakan pada alat
ekskresi. Bila pemberian BAL tepat, maka akan dapat menekan sebagian besar tanda dan gejala
keracunan akut (Woody and Kometani, 1948).

Mekanisme keracunan
Mekanisme kerja toksik yang utama dari senyawa arsen ialah dengan menghambat kerja enzim
sulfihidril. Senyawa arsen organik yang trivalent misalnya phenyl arsen oxide lebih poten dalam hal
menghambat kerja enzim sulfihidril daripada arsenites in organik. Arsenoxide sebagai senyawa antara
yang aktif (active intermurate) tidak dapat bereaksi dengan kelompok-kelompok kimia yang lain, kecuali
sulfihidril. Consparasid arsen arsen misalnya aesphenamine dan senyawa arsen yang pentavalen harus
dikonversi menjadi arsenoxide atau arsenit terlebih dahulu sebelum dapat bereaksi, kecuali dikloroarsen
yang dapat bereaksi langsung.
Formulasi yang umum dan komplit dari reaksi arsenoxide (arsenite) dengan gugus sulfihidril dari
protein adalah sebagai berikut:
S-PR
R – As = O + 2 Hs – PR R + As + H-O-H
S-PR
Dimana R adalah gugus kimia, dan PR adalah protein. Inertivasi dari enymen sulfihifdril yang esensial
mungkin merupakan langkah pertama ke arah kerusakan sel. Di antara senyawa arsen,
klorvinilkloroarsen (lewisite) mempunyai daya inhibisi yang terkuat. Ion arsenat dapat bekerja
sebagai uncouplers pada fosforilasi oksidatif, karena itu pembentukan ATP terganggu.
Sistem oksidasi piruvat dan sejumlah besar enzim lain adalah rawan terhadap senyawa arsen.
Peranan dari interaksi antara senyawa arsen dengan thiocic (x liporc) acid, suatu bagian esensial dari
reaksi dekarboksilasi piruvat menjadi perhatian utama, lebih dari reaksi dengan sulfihidril dari dua
molekul yang berbeda seperti dilukiskan pada formula di atas senyawa arsen yang dapat bereaksi
dengan kedua gugus sulfihidril dari thiocic acid untuk membentuk cincin bersegi enam, yaitu suatu cincin
yang lebih stabil daripada monocyclic thio arsenites.
Pembentukan cincin menunjukkan kemanjuran dimercaprol dalam pengobatan keracunan arsen.
Arsine (AsH3) bergabung dengan hemoglobin dan dioksidasi menjadi campuran (compound) hemolitik
dan tidak menunjukkan aksi dengan menghambat enzim sulfihidril.

Efek lokal
Senyawa arsen baik organik maupun in organik dapat menembus epitel dan menyebabkan
nekrosis dan pengelupasan. Campuran yang larut dalam air, daya toksis lokalnya sangat lemah;
triparsamide dan senyawa organik pentavalen yang pada umumnya diberikan secara intramuskular tidak
menyebabkan iritasi lokal. Zat ini larut dalam air dan cepat diabsorbsi.
Dermatitis kontak dan konjungtivitis yang non alergika sering terjadi di antara para perkerja yang
terpapar terhadap debu yang mengandung senyawa arsen. Menghisap udara yang mengandung arsen
secara terus-menerus dapat menyebabkan perforasi septum nasi.

Efek sistemik
Efek pada peredaran darah
Senyawa arsen dosis kecil in organik menyebabkan vasodilatasi ringan. Dosis besar
menimbulkan efek pada sistem sirkulasi. Perlukaan dapat terjadi pada semua anyaman kapiler, tapi yang
sering terjadi di daerah splanchnicus. Sebagai hasilnya adalah transudasi dari plasma dan penurunan
darah yang tajam, selanjutnya terjadi kerusakan arteri dan myocard serta tekanan darah turun sampai
terjadi syok.
Gambaran EKG yang abnormal tetap terjadi sampai satu bulan sesudah penyembuhan dari
intoksikasi akuta. Senyawa arsen organ trivalent terutama mengenai kapiler, tekanan pembuluh darah
(resistant vessels), dan tentang jantung, pengaruhnya sama dengan arsen in organik.
Pada dosis terapeutik obat, efek pada sirkulasi bervariasi dengan jarang terjadi reaksi seperti
syok angioneurotik yang segera mengikuti pemberian tryparsamide. Hal ini terjadi mengikuti pemberian
senyawa arsenic sejenis dengan sifat simpatomimetik yang secara efektif meninggikan tekanan darah
selama suatu krisis; dimana hal tersebut tidak terjadi selama syok oleh karena senyawa arsen in organik.
Krisis ini terjadi disebabkan oleh karena flocylasi plasma protein.
Arteriosclerosis perifer (clackfoot disease0 dapat disebabkan oleh pemasukan senyawa arsen in
organic secara kronis (Heydoen, 1970).

Tractus gastrointestinal
Dosis kecil senyawa arsen in organik terutama yang trivalent menyebabkan splanchnic
hyperemia. Transudasi plasma pada kapiler sebagai akibat pada dosis besar membentuk vesikula di
bawah mukosa gastrointestinal. Vesikula tadi akhirnya pecah, fragmen epitel terlepas, lalu plasma
tercurah ke dalam lumen, yang kemudian akan membeku.
Jaringan yang rusak dan aksi cathartic dari meningkatnya cairan dalam lumen menyebabkan
naiknya peristaltik dan keluarnya tinja yang karateristiknya seperti air beras. Protiforens epitel yang
normal ditekan, yang menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Segera sesudah itu feses menjadi berdarah,
muntah seringkali terjadi, dan muntahan mungkin mengandung darah. Stomatitis mungkin juga terjadi,
serangan gastrointestinal mungkin terjadi dengan sedikit demi sedikit sehingga kemungkinan cara cuman
arsenic mungkin diabaikan.
Sindrom nausea, vomiting, diare, sakit kepala dan malaise merupakan tipe reaksi yang sering
terjadi sebagai akibat pemberian injeksi senyawa arsen organik. Reaksi ini tidak segera terjadi, tetapi
terjadi dalam waktu 4-12 jam sesudah injeksi dan berlangsung selama beberapa jam sampai hitungan
hari. Hal ini disebabkan oleh intoksikasi oleh bagian senyawa arsenic yang aktif dari obat tersebut.
Insidensi tertinggi terjadi setelah pemberian senyawa arsen trivalent dan paling rendah setelah
pemberian senyawa arsen pentavalen; misalnya tryparsamide. Over dosis yang sangat besar dari
senyawa arsen organik efeknya sama dengan pemberian senyawa arsen in organik.

Tractus urinarius
Aksi dari senyawa arsen pada kapiler ginjal, tubuler dan glomeruli dapat menyebabkan
kerusakan ren yang hebat. Efek pertama pada glomeruli, pembuluh darah mengalami dilatasi sehingga
memungkinkan hilangnya protein dan kemudian terjadi pembengkakan untuk mengisi glomerulair. Variasi
tingkatan dari nekrosis tubuler dan degenerasi terjadi, urin berkurang dan berisi protein, eritrosis dan
carts.
Sejumlah carts, albuminuria ringan dan darah pada urin sedikit meninggi, sering terjadi setelah
pemberian senyawa arsen organik dengan dosis terapeutik – namun efek ini hanya bersifat sementara.
Kerusakan ginjal akut yang jarang terjadi akibat arsen organik adalah idiosyncrasi.

Kulit
Pemberian senyawa arsen in organik dengan dosis rendah dan secara kronis akan
menyebabkan vasodilatasi kulit dan “milk and corce” complexion. Penggunaan senyawa arsenic yang
berkepanjangan juga menyebabkan hiperkeratosis dan hiperpigmentasi, yag akhirnya aksi ini menuju ke
arah atrofi dan degenerasi serta mungkin juga ke arah kanker. Erupsi pada kulit umumnya terjadi setelah
pengobatan dengan senyawa arsen in organik.
Senyawa arsen trivalent yang sistemik mengganggu dengan respon peradangan pada kulit dan
dapat menyebabkan terjadinya pyoderma. Hal tersebut juga mengganggu penyembuhan luka pada kulit
dan jaringan lain.
Insidensi dermatitis pada penggunaan senyawa arsen organik pentavalen adalah rendah dan
reaksinya biasanya ringan. Luka bisa lokal atau menyeluruh dalam distribusinya.

Sistem syaraf pusat (SSP)


Pada penggunaan secara kronis atau terpapar dengan senyawa arsen in organik (namun jarang
pada senyawa arsen organik) dapat menyebabkan neuritis periferal. Pada kasus yang berat, sumsum
tulang belakang bisa terkena juga. Pada pemberian senyawa arsen in organik dengan dosis toksis
secara akuta, hampir 5 % akan menunjukkan depresi sentral tanpa gejala-gejala gastrointestinal.
Dari arsen yang masih digunakan oleh manusia, tryparsamide – tapi bukan carborsone atau glico
biarzol – menyebabkan insidensi yang tinggi dalah hal efek pada SSP, bila digunakan dengan dosis
terapeutik. Efek ini biasanya visual.
Ensefalopati dapat ditimbulkan pada penggunaan:
- Senyawa arsen organik trivalent misalnya: melarsoprol (paling umum sebagai rekasi toksik).
- Senyawa arsen organik pentavalen, glico biorsal pada dosis klinis (tapi jarang).
- Overdosis carbarsone.
Gejalanya termasuk sakit kepala yang berat, konvulsi dan koma. Gejala-gejala sebelumnya
terlihat pada cairan serebro spinal jumlah sel dan protein bertambah. Kerusakan pada otak terutama
yang berasal dari vasculair dan terjadi pada massa putih dan abu-abu, gejalanya berupa perdarahan
nekrosis dengan focus yang multipel dan simetris.
Perlu ditambahkan pada pemberian dimecaprol ialah pengobatan sedatif, anti konvulsan dan
tindakan untuk mengurangi oedem otak, yang mana antara lain dapat dengan memberi mannitol
hipertonik atau larutan ureum.

Darah
Senyawa arsen in organik mengganggu sum-sum tulang dan mengubah komposisi sel-sel darah.
Vaskularisasi pada sumsum tulang bertambah. Pada dosis sedang menyebabkan pengurangan eritrosit
dan pada dosis besar menyebabkan perubahan morfologis sel-sel darah dengan tampak adanya
megalocytes dan microscytes. Senyawa arsen in organik juga menekan produksi leukosit. Beberapa efek
kronis pada adarah dapat disebabkan oleh karena terganggunya absorbsi asam folat.
Arsenite juga mengganggu syntore parpyrine (Van Togeran et all, 1965). Gangguan pada darah
dan sumsum tulang yang ditimbulkan oleh senyawa arsen in organic merupakan masalah yang benar-
benar serius, tapi untungnya jarang terjadi. Sejumlah kasus agranulasitosis disebabkan oleh glico biornd
yang mana telah dilaporkan pernah terjadi.
Hati
Senyawa arsen in organik dan sejumlah yang organik, terutama toksis terhadap lever dan
menimbulkan infiltrasi lemak, nekrosis sentralis dan chirossis triparsamide yang dapat merusak kapur
pada dosis terapeutik. Kerusakan bisa sedang atau berat; menyebabkan acute yellow athrophybahkan
kematian.
Kerusakan pada umumnya mengenai parenkim hepar, tetapi pada beberapa kasus memberikan
gambaran klinis yang menyerupai aclusi saluran empedu secara umum yang disebabkan oleh
pericholangitis dan thrombus empron pada cabang saluran empedu yang paling halus.

Metabolisme
Aksi toksis yang mula-mula dari senyawa arsen organik menimbulkan oedema tersembunyi
disebabkan oleh kerusakan kapiler. Pada kerusakan arsen eliminasi nitrogen bertambah oleh karena
degenerasi jaringan yang terjadi pada banyak organ.
Percobaan untuk mendemonstrasikan aksi tonik dari senyawa arsen pada hewan percobaan
menunjukkan bahwa elemen ini tidak berguna pada pertumbuhan dan perkembangan.

Simptomatologi
Keracunan akut:
1. Gejala biasanya timbul ½ - 1 jam sesudah masuknya obat, tapi mungkin terlambat sampai
beberapa jam, terutama bila arsen masuk bersama makanan.
2. Rasa manis metalik, bau bawang putih pada nafas dan feses.
3. Penyempitan pada tenggorokan dan kesukaran menelan. Rasa seperti terbakar dan sakit kolik
pada aerophagus ventriculus dan usus.
4. Muntah dan diare dan ekskretanya air beras seperti pada kolera dan kemudian feses berdarah.
5. Dehidrasi dengan rasa haus yang sangat dan kram otot.
6. Sianosis, pols lemah, dan anggota badan menjadi dingin.
7. Vertigo, sakit kepala bagian depan.
Pada beberapa kasus (tipe serebral) vertigo stupor, delirium dan mania dapat terjadi tanpa gejala gastro
intestinal yang menonjol.
8. Syncope, koma, kadang-kadang konvulsi, paralisis umum dan kematian.
9. Bila fase akut bisa sembuh, maka neuritis perifer yang termasuk syaraf sensoris dan motoris
tidak jarang terserang.
10. Berbagai erupsi pada kulit, lebih sering terjadi pada keracunan kronis.
11. Pada saat penyembuhan, kelemahan dan diare akan tetap ada sampai beberapa minggu dan
kadang-kadang sindrom sukar dibedakan dengan keracunan kronis.

Keracunan kronis
Terdapat manifestasi sebagai berikut, mulai dari anoreksia, gangguan pencernaan yang ringan,
sedikit demam, pucat, lemah, peradangan catarrhal pada hidung, tenggorokan, konjungtiva dan laring
seperti pada infeksi coryza; stomatitis dan salivasi juga sering terjadi.
Gangguan kulit dapat berupa eritrema, eczema, pigmentasi (arsenic melanosis), keratosis
(terutama pada telapak tangan dan kaki), bersisik dan desquamasi, kuku rapuh, rambut dan kuku rontok
dan oedema subkutan yang lokal.
Gejala kerusakan ginjal timbul, pembesaran hepar dengan ikterus dan kadang-kadang dengan
pruritus dan dapat menjadi sirosis dan asites.
Komplikasi jantung (fibrilasi ventrikular dan kardiak akut) pernah dilaporkan walau jarang.
Kadang-kadang ada reaksi kehilangan protein pada diskrasia darah enteropathy yang hebat, akibat dari
deposit semua elemen seluler dari sum-sum tulang. Kejadian ini mungkin berhubungan dengan
metabolisme folic acid. Pada keracunan yang lanjut, maka gejala syaraf menonjol yaitu encephalopaties
dan neuritis perifer lebih umum terjadi. Mula-mula yang terkena syaraf sensorius hingga timbul
parestesia, hipertesia dan sakit, namun kemudian muncul paralisa, atrofi otot, biasanya pada kaki.
Kemungkinan akan menonjol distribusi kehilangan perasaan yang disebut “Glove and Stocking”.

Dalam hal simptomatologi ini, lebih khas pada keracunan arsen in organik, yaitu ada empat tipe dan
gejala keracunan yang terjadi:
1. Bentuk paralisis akut
Akibat pemberian arsen in organik dalam jumlah besar dan cepat masuk ke dalam sirkulasi.
Manifestasi dari bentuk ini ialah kolaps sirkulatori dengan tekanan darah rendah, nadi yang cepat
dan lemah, pernafasan sukar dan dangkal, sesak nafas, semicommatore atau stupor dan kadang-kadang
konvulsi. Pasien tidak menunjukkan gejala gastrointestinal (kalaupun ada berupa muntah-berak, nyeri
perut).
Gejalanya timbul mendadak. Penderita dapat meninggal sebelum 24 jam. Gejala di atas
disebabkan oleh penekanan syaraf pusat oleh senyawa arsen dosis tinggi terutama pada medulla
oblongata.
2. Tipe gastro intestinal
Tipe ini lebih umum terjadi dan gejala-gejala yang khas ditimbulkan oleh karena perlukaan / lesi
pada ventrikulus, usus, dan organ-organ yang parenkimateous. Segera setelah masuknya senyawa
arsen, terjadi muntah yang berlangsung selama 1 atau 2 jam kemudian diikuti dengan diare.
Perbedaan gejala-gejala klinik yang menonjol, bervariasi pada tiap-tiap kasus. Pada beberapa
kasus diare berat adalah gejala yang paling menonjol, sedangkan pada pasien lain adalah mual, muntah,
rasa panas dan terbakar, sakit dan kram pada abdomen yang menjadi keluhan utama. Pada pasien yang
lain lagi dapat menderita gatal / serak pada tenggorokan, sensasi haus yang sangat, mulut terasa kering.
Kombinasi dari gejala-gejala tersebut bisa terjadi.
Muntah bisa terjadi terus-menerus dan muntahannya nampak seperti air beras dan terkadang
berisi lendir darah dan cairan empedu. Diare mungkin hebat dan feses mungkin berdarah atau seperti air
beras sama dengan feses pada cholera asiatica. Pada kasus yang lebih jelas terdapat muka yang livid,
sianosis, merasa gelisah, kulit dingin lembab, kram pada lengan, betis, delirium, albuminuri, urin yang
berkurang dan dehidrasi oleh karena muntah yang terus-menerus dan diare.
Hal ini bermakna pada kasus muntah dapat terjadi setelah makan arsen bebas, dan ini
menimbulkan keragu-raguan berhubung dengan adanya arsen sesudah diabsorbsi yang telah
dikeluarkan kembali ke dalam lambung. Kematian terjadi dalam beberapa jam atau hitungan hari. Bila
pasien dapat bertahan terhadap serangan maka akan terjadi pemulihan.
Penanganan pada keracunan akut adalah dengan mengeluarkan lambung dengan tube dan
mencuci dengan air hangat dan susu. Emetic mustart 1 bagian dan garam 6 bagian, pada air dengan
jumlah banyak lebih berarti.
Antidotum spesifik ½ - 1 ons tincture dari ferri chloride dengan air dan ditambahkan magnesium
Castor oil dapat diberikan untuk membersihkan usus. Kantor farmasi dan kimia di Asosiasi Kesehatan
Amerika (American Medical Ascociation) menganjurkan pemberian BAL (British Anti Lewisite 2,3
dimercaptopropanol) secepatnya. Ini akan mengambil arsen dari jaringan dan menyebabkannya cepat
diekskresi. BAL diberikan intramuskuler pada 10 % larut minyak tiap 4 jam dengan dosis 5 mg/kg BB
sampai gejala keracunan hilang.
Hasil Otopsi
Lesi yang berupa nekrosa mempunyai tingkatan yang sangat bervariasi. Pada kematian yang
terjadi dalam beberapa jam karena kolapsnya sirkulasi, membran mukosa lambung dan usus dapat tidak
memperlihatkan perubahan yang bermakna. Lambung dapat kosong atau berisi lendir, atau sejumlah
cairan kemerahan. Kadang-kadang pada lipatan membran mukosa lambung terdapat kristal oktahedral
dari As trioxide atau bercak Paris Green, atau deposit kekuningan dari As sulfide yang terbentuk oleh
kombinasi kimiawi antara arsen dengan hydrogen sulfat dalam lambung.
Pada kasus lain, mukosa lambung merah kongesti dan edema, sementara itu tampak garis gelap
karena korosi pada lipatan, berbentuk karet atau bentuk pemanggang besi pada tempat korosi oleh
racun. Lambung dapat berisi lendir warna gelap yang bercampur darah. Pada tahap awal usus tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, meskipun arsen diperkirakan sudah sampai jaringan.
Selanjutnya pada tahapan menyerang tubuh lebih lanjut, lesi meluas. Dinding lambung dan usus
dapat bengkak dan kelihatan edema dan kongesti pada lapisan sub-mukosa, dan biasanya berwarna
merah kecoklatan dengan perdarahan bagian dalam sub-mukosa dengan berbagai ukuran di sana-sini.
Pada suatu kasus, terdapat pseudomembran warna abu-abu kekuningan pada jejunum bagian atas.
Pada beberapa bagian usus dapat berwarna kuning akibat penimbunan arsenic sulfide. Usus dapat berisi
sejumlah besar cairan mirip cucian beras, atau dapat kosong dan berisi lender darah. Perluasan lesi
sangat bervariasi., kadang lamban, dan sebagian usus mengalami inflamasi, bahkan kadang seluruh
gastrointestinal terlibat.
Mulut, faring dan esophagus kadang memperlihatkan proses yang sama, hanya intensitasnya
lebih rendah. Pada kulit kadang terbentuk bulla pada bagian yang terkena racun, edema pada muka dan
sekitar mata pernah dilaporkan bahkan sampai terjadi perdarahan atau purulen.
Inflamasi lambung dan usus sebagian besar akibat ekskresi As melalui membran mukosa dan
efek lambung secara langsung mengenai pembuluh darah sub-mukosa, dan yang lebih jarang korosif
langsung pada dinding usus.
Pada beberapa kasus, pemberian arsen in organik pada ulkus kulit atau pada kulit yang utuh,
akan diikuti dengan gejala gastrointestinal, meskipun pemberian tidak melalui mulut.
Pemeriksaan mikroskopik pada lesi yang meliputi mulut dan usus pada keracunan arsen,
memperlihatkan perdarahan pembuluh darah kecil sub-mukosa yang berisi sel darah merah dan sel
leukosit plimorfonuklear, disertai bengkak dan membesarnya endothelium, jaringan ekstravaskuler (pada
sub-mukosa) edema dan juga mengandung sel darah merah dan leukosit polimorfonuklear.
Pada korban yang mampu bertahan hidup selama beberapa hari, terjadi perubahan pada
parenkim dan degenerasi lemak pada jantung, hepar, dan ginjal dengan warna suram, abu-abu
kemerahan, abu-abu kekuningan. Obat akan ditimbun dalam hepar, parenkim sel akan menjadi bengkak
dan ikterik, dan jaringan tubuh akan memperlihatkan berbagai tingkatan dari ikterik hepatogenous.
Sesudah racun menjadi subakut atau kronik, akan terjadi komplikasi atrofi kuning akut.
Perdarahan atau purpura dengan ukuran yang berbeda-beda dapat terjadi pada jaringan subserosa atau
pada jaringan longgar seperti mesenterium, jaringan retroperitoneal, epikardium, preaortae, dan lain-lain.
Jaringan subendokardial, khususnya pada permukaan septum ventrikel kiri dapat terlihat bercak
kecil menyala seperti perdarahan atau perdarahan yang luas. Lesi ini dapat berubah menjadi perlemakan
atau terjadi perubahan degenerasi lain pada endothelium kapiler dan dengan mikroskopik dapat terlihat
infiltrasi polimorfonuklear yang jelas pada daerah perdarahan. Pada suatu kasus keracunan arsen akut,
pemeriksaan kelenjar adrenal pada bagian korteks mengalami nekrosis disertai dengan infiltrasi leukosit.
Jika arsen diberikan dalam bentuk padat dan kematian terjadi pada stadium awal, sebagian
besar arsen diketemukan dalam lambung. Jika perjalanan penyakitnya lebih panjang, jumlah arsen dalam
lambung berkurang. Seseudah diserap, racun disebar ke organ-organ dan terbanyak ditimbun di hepar,
lien, ren, dan jaringan lain dalam beberapa minggu, secara bertahap dikeluarkan lewat urin dan feses.
Hepar biasanya mengandung lebih banyak ketimbang organ lainnya, akan tetapi jumlahnya sangat
bervariasi sehingga sukar untuk menentukan jumlah minimal dalam jaringan yang menyebabkan
kematian.
Adanya sejumlah besar arsen dalam organ akan memungkinkan lambatnya pembusukan mayat.
Bukti yang nyata perihal jumlah arsen dalam organ akan tergantung pada jenis kasusnya. Meskipun
demikian, riwayat penyakit dan penemuan pada otopsi sangat mengarahkan keracunan karena obat ini,
memperhitungkan jumlah tiap menitnya harus hati-hati, banyak jumlah arsen yang ada dalam tubuh
merupakan akibat pengobatan. Jika analisa kimia hanya terbatas pada luar tubuh atau hanya ada arsen
dalam lambung, usus, tetapi organ lain seperti hati, ginjal, dan otak tidak, maka kesimpulan sebab
kematian tidak bisa dibuat.
Pada penanganan lain jika terasa sejumlah arsen ditemukan pada jaringan-jaringan dan organ
lain dalam tubuh, khususnya pada hubungannya dengan bentuk tanda klinis dan lesi patologis, hasilnya
akan signifikan adanya aksi absorbsi dan toksis antemortem.
Pada kasus akut organ, yang paling baik untuk pemeriksaan adalah lambung dan isinya, hati,
ginjal, dan otak. Pada beberapa kasus ini, isi usus dan urin dapat berharga.
Pada otopsi bongkar jenazah, tanah di sekitarnya, cairan di sekitar peti dan sebagian dari peti
seharusnya diambil untuk di tes adanya arsen untuk membatasi kontaminasi yang mungkin terjadi.
3. Tipe subakut
Tipe ini terjadi pada pemberian senyawa arsen dalam dosis kecil, berulang-ulang, dan dalam
interval tertentu. Atau pada pemberian dosis tunggal yang besar yang tidak menyebabkan kematian
dalam waktu cepat namun tinggal di dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan selama waktu
ekskresinya yang lambat.
Korban tetap hidup selama beberapa minggu atau sampai beberapa bulan. Beberapa dapat
berkembang menjadi keracunan hepar yang degeneratif, yang melanjut menjadi acute / subacute yellow
atrophy dan diikuti oleh icterus toxic yang berat.
Perdarahan multipel dapat terjadi pada lapisan subserosa atau pada jaringan longgar di daerah
areola. Tractus intro intestinal mungkin mengalami radang kronis dengan diare yang terus-menerus, kram
dan dehidrasi.
Ginjal dapat menunjukkan inflamasi, nefrosis dengan albuminuria dan urin berdarah. Erupsi pada
kulit, daerah yang eczematous dan keratosis timbul di beberapa tempat.
Pasien kehilangan berat badan, menjadi kurus dan lemah, sakit yang serius, dan akhirnya
meninggal.
4. Tipe kronis
Dapat terjadi akibat perkembangan pada sejumlah kasus, sesudah gejala akut menghilang dan
ini dapat menunjukkan sejumlah manifestasi yang berbeda-beda.
Pada suatu tipe neuritis kronis dapat timbul dengan degenerasi serabut syaraf yang dimulai dari
daerah perifer berlanjut ke arah pusat. Lesi ini ditandai dengan paralise otot tangan dan kaki, anastesia
gangguan pertumbuhan seperti atrofi otot, rambut dan kuku rontok. Pada beberapa kasus gastritis kronis
dapat diamati dengan anoreksia, nausea dan diare. Kelemahan yang progresif, coryza, keratosis pada
telapak tangan dan kaki, kelopak mata yang oedematous, mata yang menonjol, kehilangan berat badan,
anemia, pucat, penurunan daya tahan tubuh secara umum dan sakit-sakitan dapat terjadi.
Sindrom ini dapat ditimbulkan intoksikasi dari senyawa volatil yang dihasilkan oleh jamur
padawall papers yang mengandung senyawa arsen atau dengan paparan terhadap asap industri, atau
dengan menelan secara terus-menerus dalam jumlah kecil di dalam makanan, atau absorbsi oleh kulit
secara terus-menerus dari cat / pewarnaan baju.
Bentuk keracunan akut dapat tidak didahului gejala akut. Tipe kronis dari keracunan ini tidak
didahului oleh gejala akut dan nampak kronis.
Di India, Sirian dan Austria biasa diberikan sebagai obat-obatan, ½ - 2 gram arsenic trioxide tiap
minggu. Dan ada beberapa kasus dengan pemberian dosis besar tidak menimbulkan efek toksis. Hal ini
dapat diterangkan dengan teori peningkatan eliminasi atau penurunan absorbsi. Sedang laporan lain
melaporkan terjadinya efek toksis pada pemberian arsen.
Pemeriksaan toksikologi pada kasus subakut atau kronik dapat diperlihatkan hanya sedikit jumlah
arsen yang di dapat dalam tubuh. Meskipun jarang, pemeriksaan toksikologi postmortem didapatkan hasil
negatif. Misalnya pada keracunan kronis dengan komplikasi jaundice berat – dan beberapa lesi
perdarahan dengan pemeriksaan toksikologi ketika masih hidup pada urin dapat ditemukan adanya
arsen, tapi pada saat otopsi tak bisa dideteksi pada organ-organ yang rusak. Pada kasus yang berlanjut,
keracunan logam dapat ditimbun pada tulang, kulit, dan rambut yang terjadi lambat, dan sebagian dari
rambut, kulit dan tulang tadi dapat dipergunakan untuk pemeriksaaan kimiawi sebaik organ yang
dimaksud.
Arsine (Hidrogen Arsine, arsiniuretted hydrogen AsH3), merupakan gas tak berwarna, yang
berbau sangat busuk. Contoh ekstrim keracunan tersebut jika hidrogen bersenyawa dengan arsen
trivalent pada tes Marsh. Kasus keracunan bisa terjadi di laboratorium kimia, industri pabrik, dimana
logam mencair dan terbentuk asam dan hidrogen dalam jumlah besar. Sejumlah logam dan bahan kimia
yang mengandung As dari proses tersebut menghasilkan arseniuretted hydrogen. Beberapa penulis
menyebutkan timbulnya gas ini dalam kapal selam yang berasal dari lapisan baterai.
Gejala keracunan dapat terjadi sangat cepat sesudah menghisap gas, atau dapat timbul setelah
beberapa jam berlalu. Korban menjadi sakit atau tak berdaya dan mengeluh lemas, pusing, sakit kepala,
sakit perut, mual, dan muntah. Arsen dapat menyerang syaraf pusat dan mengakibatkan nekrose dan
kelumpuhan.
Akibat penting dari gas ini adalah menyebabkan hemolise darah merah, hemoglobinuria, dan
jaundice. Umumnya muncul kurang lebih 4 jam sesudah menghisap gas. Kerusakan eritrosit dapat
menginduksi anemia berat. Kematian terjadi pada 36 % kasus karena kolaps jantung yang diperberat
edema paru atau seperti typoid disertai delirium.
Keracunan arsine kronis terjadi karena menghirup secara berulang-ulang. Gejalanya terutama
multipel neuritis. Penanganan awal dengan memindahkan korban dari daerah beracun dan pemberian
O2. Transfusi dapat diberikan untuk menangani anemianya. Istirahat merupakan pengobatan
simptomatis.
Hasil otopsi:
Pada otopsi ditemukan semua jaringan kekuningan, perubahan degeneratif pada hati yang
meluas ke lien, dengan deposit pada parenkim, toksik pada ginjal dan pada paru.
Pemeriksaan toksikologi dari arsine pada tubuh sama dengan campuran arsenic trioxide yang
teroksidasi dalam jaringan. Pada keracunan akut, paru dan otak sangat baik untuk bahan analisa.

Laboratorium
Prosedur pemeriksaan toksikologi
a. Reinsch Test
Reinsch tes merupakan suatu cara untuk memancing logam-logam dari campuran dengan
mempergunakan:
- Logam Cu untuk memancing logam As dan Hg.
- Logam Fe untuk memancing logam Cu.

Cara Kerja:
- Mempersiapkan logam Cu yang akan dipakai.
Logam Cu sebelum dipakai dibersihkan terlebih dahulu dengan jalan membakar logam Cu tersebut
dengan api benzene sampai membara, kemudian dimasukkan dalam HNO 3 pekat lebih kurang 10 menit,
lalu dimasukkan ke dalam HCl 10 % lebih kurang 10 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir lalu
dikeringkan dengan kertas saring, masukkan ke dalam alkohol selama 10 menit kemudian dimasukkan
ke dalam eter untuk membebaskannya dari lemak-lemak, dan logam Cu siap dipakai.
- Memancing logam dari sampel
Dengan mempergunakan logam Cu yang telah kita persiapkan. Sampel sebanyak 10 gram dikeringkan
dengan waterbath, lalu dihaluskan. Masukkan bubuk sampel tadi ke dalam tabung Erlenmeyer 125 cc,
kemudian tambahkan 5 cc HCl pekat lalu ditambah aquadest sebanyak 10 cc. Langkah selanjutnya,
masukkan logam Cu (ikat dulu dengan benang supaya nanti mengambilnya mudah, tapi benangnya
jangan ikut tercelup) lalu dipanaskan selama 1 jam. Sesudah itu logam diambil dan dicuci dengan air
mengalir, kemudian keringkan.
Periksa pada logam CU tersebut apakah terdapat noda-noda atau perubahan warna yang menunjukkan
adanya logam yang berhasil dipancing, yaitu As atau Hg.
Berikut ini cara kerja yang lebih sistematis:
1. Membuat spiral kawat tembaga dengan diameter 0,88 mm (BWG 20), dengan melingkarkan pada
sebatang pensil sebanyak 14 kali, dengan menyisakan bagian yang lurus sepanjang 10 cm, sebagai
pegangan.
2. Organ dengan berat 10 gram, misalnya isi lambung, masukkan ke dalam water bath, sampai kering,
gerus sampai lumat.
3. Tepung BB dimasukkan dalam labu ehrlenmeyer 125 cc, tambahkan 5 cc HCl pekat, lalu tambahkan
aquadest 10 cc.
4. Spiral Cu tadi dicuci dengan asam nitrat pekat, lalu bersihkan dengan air yang mengalir, kemudian
dengan alkohol, lalu dengan eter.
5. Masukkan kawat spiral tadi ke dalam campuran.
6. Panasi labu erlenmeyer tadi dengan waterbath selama 1 jam.
7. Spiral diangkat; bersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan material BB yang melekat. Telitilah
kalau masih ada sisa material BB yang melekat pada spiral tersebut. Dengan warna abu-abu dari Cu5As2,
selain arsen; maka Sb, Bi, Ag, Hg, Se, Te, dan sulfiden akan membentuk deposit (kerak) pada spiral Cu
tersebut.
Spiral Cu tadi dimasukkan dalam tabung sublimasi, dipanasi, kemudian arsennya akan bereaksi dengan
udara membentuk As2O3 dan membentuk kristal oktahedral dan tetrahedral pada bagian yang dingin.
Dapat ditambahkan bahwa pada waktu disublimasikan, yang menguap ada 3 macam logam, yaitu: As,
Sb dan Hg.
8. Sensitivitas: 250 mikrogram As dalam 50 cc cairan.
9. Reaksi ini dapat diteruskan dengan reaksi lain, seperti tersebut di bawah ini.
b. Marsh Test
Sifat: Spesifik untuk arsen. Harus dilakukan di almari asam.
Dasar: Senyawa arsen diredusir oleh H naccent senyawa AsH3  dipanaskan  dipanaskan  As +
gas hidrogen.
Reaksinya:
- As2O3 + 12 Zn + 12 H2SO4  4 AsH3 + 12 ZnSO4+ 4 H2O
H3AsO4 + 4 Zn + 4 H2SO4  AsH3 + 4 ZnSO4 + H2O
- AsH3 --------------------------  As4 + 6 H2

Cara kerja:
- Alat Marsh disiapkan, lengkap dengan butir-butir Zn dan H2SO4 yang bebas dari As. Ujung tabung
pemanas yang bebas disambung dengan pipa karet, sedangkan ujung yang lain dimasukkan ke dalam
larutan AgNO3 3 %. Gunanya untuk:
1. Menghilangkan udara dalam labu Erlenmeyer agar tidak terjadi letusan.
2. Mengetahui bahwa alat Marsh itu termasuknya reagennya bebas As. Bila ada As, akan terjadi endapan
hitam pada larutan AgNO3:
6 AgNO3 + 3 H2O + AsH3  H3AsO3 + 6 HNO2 (reaksi Hofmann)
- Biarkan alat ini selama ½ jam, kalaupun terjadi endapan pada larutan AgNO 3, harus diulangi lagi
dengan alat-alat yang lebih bersih.
- Jika larutan AgNO3 tetap jernih, setelah ½ jam, pipa karet dilepas, zat yang akan diperiksa dimasukkan
dalam alat Marsh, lewat corong pengisi dan pada bagian pipa yang menjepit dari pipa Marsh, dibalut
dengan kasa tembaga. Dan dipanasi dengan Bunsen brander sampai memijar.
- Jika zat yang diperiksa mengandung As, akan terjadi cermin pada bagian pipa setelah pemanasan.
Kepekaan: 1/50 mg. Bila untuk membuat hidrogen digunakan elektrolise, dengan kepekaan 1/200 mg (4 gamma).
Kepekaan yang lebih kecil lagi tidak perlu, sebab As pada jumlah yang kecil tidak toksis.
Membedakan As dan Sb:
Sb, bila diperiksa dengan alat Marsh, juga akan membentuk cermin, yang mudah dibedakan dengan As.
1. Cermin As terjadi di pipa Marsh sesudah pemanasan. Cermin Sb terjadi sesudah dan sebelum
pemanasan (lihat gambar).
2. Bila tabung Marsh diambil dan dialiri udara sambil dipanasi sedikit, maka cermin As akan menjadi
As2O3 yang menguap dan dibawa aliran udara dan menyublim di bagian ujung sepit dari pipa
Marsh, kemudian membentuk kristal yang tetra atau oktahedrat, sedang Sb membentuk
sublimasi yang amorph dan dapat dilihat dengan mikroskop.
3. Bila cermin tadi adalah As, maka dapat larut dalam NaClO, sedang Sb tidak larut. Reaksinya: 2
As + NaClO + 3 H2O  1 H3AsO3 + NaCl.
4. Bila dalam tabung Marsh dialirkan gas H2S, maka baik As maupun Sb-nya akan membentuk
sulfidenya. Sulfide arsen yang berwarna kuning mudah menguap, dan akan menyublim di tabung
yang dingin, sedangkan sulfide Sb-nya pada pemanasan tidak menguap, namun tetap tinggal di
tempatnya dan berwarna kemerahan.
5. Bila dialiri gas HCl, sulfide Asnya tetap saja, sedang sulfide Sb akan berubah menjadi chloride
yang larut dalam air.

c. Metoda Gutzeit
Indikator: AgNO3 kristal
Larutan AgNO3 1 %
Prinsip : Senyawa As direduksi oleh H2 (hasil reaksi Zn dengan H2SO4 4N) menjadi AsH3 yang berbentuk gas.
Kegunaan Pb asetat untuk mengikat gas H2S yang terjadi. Sedangkan AgNO3 berfungsi
sebagai indikator, bila ada As maka akan terjadi senyawa AsH 3 yang bila bereaksi dengan AgNO3 akan
berwarna kuning dalam keadaan panas dan berwarna hitam dalam keadaan dingin.
Reaksi:
 Zn + H2SO4 ------- ZnSO4 + H2
As + H2 ------- AsH3
 AsH3 + 6 AgNO3 ------- AsAg3.3 AgNO3 + 3 HNO3
(berwarna kuning bila panas)
Dalam keadaan dingin akan berubah menjadi hitam karena dalam udara ada H2O
AsAg3.3 AgNO3 + 3 H2O ------- H3AsO + 6 Ag (hitam) + 3 HNO3
c. Sanger Black Test (modifikasi Gutzeit)
Prinsip: As diubah dahulu menjadi AsH3, seperti pada percobaan Marsh.
Indikator: inilah letak perbedaan reaksi Gutzeit dengan Sanger Black, dimana disini dipakai HgCl 2 atau
HgBr2.
Percobaan ini dapat dipakai untuk menentukan As secara semikuantitatif. Percobaan ini kurang spesifik,
namun cukup mudah dilakukan dan ketidakspesifikannya mudah diatasi.
Cara kerja:
- Gunakan alat Sanger Black atau alat Gutzeit yang dimodifikasi.
- Sampel yang akan diperiksa mula-mula harus ditimbang atau diukur volumenya (ini untuk kuantitatif).
- Untuk mengetes kemurnian reagens dan kebersihan alatnya, dilakukan testing dahulu, jadi dilakukan
percobaan tanpa sampel.
- Dalam labu Erlenmeyer, masukkan butiran Zn yang telah direndam dalam larutan CuSO4 5% selama 5
menit. Lalu tambahkan H2SO4 4 N sebanyak 20 cc atau lebih.
- Pasanglah prop (gabus penutup) yang terbuat dari karet yang sudah dipasangi cerobongnya yang
berisi kertas saring / kapas yang telah diinfiltrir dengan Pb asetat, yang gunanya untuk menangkap H 2S
yang timbul yang dapat mengganggu jalannya pemeriksaan.
- Pada ujung cerobong dipasangi pipa kaca yang diisi dengan kertas saring ukuran lebar 1 mm dan telah
diinfiltrir dengan sublimate.
- Biarkan alat ini demikian selama 30 menit.
- Jika kertas sublimate tetap putih, berarti reagensia dan alatnya bebas dari As, maka sediaan sampel
tadi dapat dimasukkan.
- Ditunggu sampai terjadi perubahan warna pada kertas sublimate dan lamanya menunggu sampai
perubahan warna tadi konstan (tidak bertambah panjang lagi).
- Bila warna yang terjadi sudah tidak bertambah panjang lagi, berarti As dalam labu sudah habis.
- Penentuan jumlah As yang ada ialah dengan cara dibandingkan dengan panjangnya bagian yang
berubah warnanya itu dengan standart yang telah dibuat terlebih dahulu dengan berbagai macam kadar.
Cara membuat standard sama saja, hanya jumlah As-nya sudah diketahui lebih dahulu. Inilah sebabnya
disebut semikuantitatif karena hanya membandingkan dengan standart.
Reaksi yang terjadi (pada kertas sublimate):
AsH3 + 3 HgCl2 ------- 3 HCl + As(HgCl)3 ----- kuning
2 As(HgCl)3 + AsH3 ------- 3AsH(HgCl)2 ----- oranye
AsH(HgCl)2 + AsH3 ------- 6 HCl + As2Hg3 ----- coklat
Warna-warna yang terjadi:
Kertas sublimate yang mula-mula putih bila terkena gas AsH3 akan berubah menjadi kuning terlebih
dahulu, lalu di bawahnya timbul warna oranye, coklat, dan akhirnya hitam. Jadi bagian yang paling
banyak terkena gas AsH3akan berwarna hitam, yang paling sedikit akan berwarna kuning.

Bahan-bahan untuk pemeriksaan:


- Kertas sublimate; adalah kertas saring yang telah direndam dalam larutan sublimate 5 % dalam alkohol
selama 5 menit, dan dikeringkan pada temperatur kamar, setelah itu tepinya dibuang lalu dipotong
dengan ukuran 1 x 80 mm.
- Kertas / kapas Pb asetat; adalah kertas saring atau kapas yang telah direndam dalam larutan Pb asetat
5 % selama 5 menit, lalu dikeringkan pada temperatur kamar.
- Jika dalam sampel, As-nya terlalu banyak, kertas sublimate yang panjangnya 8 cm tersebut seluruhnya
akan berubah warna menjadi hitam, maka percobaan ini harus diulangi lagi dengan sampel yang baru
dengan cara mengencerkan sampelnya menjadi separuhnya, misalnya dengan hanya memasukkan
separuh dari sampel yang ada.
Yang menganggu pemeriksaan: Sb dan P.
Jika sampelnya diperkirakan tercampur dengan Sb atau fosfor, maka sebelum dilakukan percobaan
modifikasi Gutzeit, terlebih dahulu dilakukan percobaan Reinch, lalu kawat tembaga yang telah dipakai
tadi diperiksa secara modifikasi Gutzeit. Yang ikut terpancing pada kawat Cu adalah As dan Sb, sedang
P-nya tidak ikut terpancing. Dan setelah percobaan modifikasi gutzeit ini selesai, maka kertas sublimate
diuji dengan HCl, sehingga bila ada Sb-nya, warna hitam yang ditimbulkan oleh adanya Sb tadi akan
hilang oleh uap HCl.
Material untuk keperluan analisisl:
1. Isi lambung. Air bekas pembilas lambung (gastric lavage), ~ 100 ml/cc.
2. Urin, ~ 100 ml/cc.
3. Rambut, dibagi menjadi 3: ujung, tengah, pangkal; yang dipisahkan dalam 3 botol dan masing-
masing diberi label
4. Kuku
5. Tulang
6. Kulit
7. Hepar, liver functietest untuk mengetahui kerusakan hepar.
8. Darah, untuk keperluan pemeriksaan albumin, pemeriksaan hematuri, dan analisis kadar arsen,
juga Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis (differential count), terutama perubahan eosinofil.
Jumlah sampel adalah sebanyak mungkin yang dapat diambil, sebab lebih baik bersisa dan dapat
dikembalikan daripada kurang. Pemeriksaan toksikologi untuk arsen harus dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif; pemeriksaan kualitatif saja tidak berarti sebab dapat pula ditemukan arsen dalam jaringan
pada orang yang suka minum tonikum yang mengandung As (misalnya Arseen triferol) dan orang
tersebut malah sehat.

Hasil pemeriksaan:
1. Pada keracunan akut
- Air seni : terdapat darah dan protein.
- Darah : terutama pada kasus-kasus yang fatal; konsentrasi arsen 0,1 – 1,5 mg/100 gr.
2. Pada keracunan kronis
- Rambut, kuku, air seni, dan feses: terdapat zat arsen
: anemia dengan neutrophilic leucophenia.

Pengobatan
1. Bilas lambung / gastric lavage dengan 2 – 3 liter air dan diikuti dengan pemberian 1 gelas susu
atau colodial ferric hydroxide (persediaan yang masih baru) atau berikan 1% larutan sodium
thiosulfat atau larutan B.A.L. (dimercaprol).
2. Salino cathartic (obat pencahar) dengan 15-30 gram sodium sulfat dilarutkan dalam air.
3. Pemberian BAL (dimercaprol) dalam bentuk larutan 10 % dosis menurut kebutuhan yang
diperlukan, intermuskuler sedini mungkin. Pada keracunan berat dapat diberikan dosis tunggal 5
mg/kg berat badan dengan interval 4 jam selama 24 jam. Sesudah itu dosis dapat diturunkan dan
intervalnya diperpanjang. Karena pengobatan dengan dimercoprol relatif tidak berbahaya (meski
begitu tetap harus diperhatikan gejala-gejala keracunan oleh B.A.L.), maka pengobatan jangka
pendek (6 dosis: 2,5 mg/kg BB dengan interval 4 jam) dapat diberikan pada penderita yang
dicurigai keracunan arsen.
4. Untuk menghilangkan dehidrasi, berikan cairan intravenous (suntikan / infuse) untuk menjaga
keseimbangan cairan-cairan elektrolit dalam darah.
5. Hcl morfin mungkin diperlukan untuk mengontrol rasa sakit pada perut.
6. Pada keadaan syok yang serius, selain memberikan cairan elektrolit, transfuse darah dan
pemberian oksigen diperlukan.
Pertolongan / pengobatan dengan pembilasan lambung, salin cathartic (pencahar) hanya
dilakukan terhadap keracunan akut yang pada umumnya keracunan melalui saluran pencernaan.
Pada keracunan kronik, baik oleh karena senyawa arsen yang organik maupun yang in organik,
pemberian dimercoprol pada umumnya efektif. Perbaikan gejala kronis terjadi 1-3 hari dan masa
pemulihan antara 1-3 minggu tergantung dari organ atau sistem yang mengalami kerusakan.
Bagaimanapun juga bila kerusakan darah sudah bersifat ireversibel seperti anemia aplastik,
ensefalopati yang lanjut dan kebanyakan kasus dengan ikterus, maka penyingkiran arsen dari sistem ini
adalah sedikit dapat membantu. Keracunan kronis harus diobati dengan dimercoprol jangka panjang.
Eksaserbasi yang timbul sesudah terapi kenalan diperlukan pengobatan ulangan. Glukokortikoid
diperlukan bila timbul dermatitis ataupun konjungtivitis.

Pencegahan
1. Menghilangkan sumber bahaya yaitu dengan mensubstitusi dengan bahan-bahan lain yang tidak
beracun bila memungkinkan.
2. Mengasingkan sumber bahaya, yaitu dengan melokalisasi pekerjaan-pekerjaan yang
menggunakan bahan arsen.
3. Hindarkan pengisapan debu yang mengandung senyawaan arsen, uap AsH3, atau dengan
mengurangi kadarnya, misalnya dengan menekan jumlah debu arsen di udara sehingga menjadi
0,2 mg permeter kutub udara atau di atasnya.
4. Hindarkan dari makanan yang terkontaminasi oleh debu-debu senyawaan arsenic.
5. Hindarkan kontak dengan bahan-bahan As dengan jalan mengusahakan alat bantu perlindungan
personal, misalnya masker, sarung tangan dan sebagainya.
6. menjaga kebersihan pribadi, mandi setelah jam kerja di tempat yang berhubungan dengan
bahan-bahan As, mencuci tangan sebelum makan.
7. Pencegahan selanjutnya ditujukan kepada keadaan lingkungan kerja (persyaratan keselematan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan) misalnya dengan jalan memberi pendidikan / penyuluhan kesehatan
dengan tujuan agar karyawan / ti mengerti akan bahaya keracunan arsen dan tahu cara pencegahannya
serta sadar untuk menjalankannya.

BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Kasus
Seorang ayah berumur 27 tahun mengeluh tenggorokannya membengkak, mulut kering, dan salivanya
bercampur darah. Setelah pemeriksaan fisik, dan dilakukan kultur dari tenggorok, dia didiagnosa
menderita infeksi viral pernafasan atas. Dua hari kemudian, pria ini kembali ke Rumah Sakit mengeluh
mengalami pernafasan pendek. Kemudian, selama dilakukan evaluasi, pasien ini mengalami syok, henti
nafas, dan kejang-kejang. Terdapat penurunan jumlah hematokrit dan peningkatan angka leukosit.
Pasien meninggal. Semua anggota keluarga pasien yang lainnya lalu diperiksa setelah mengeluh gejala-
gejala masalah gastrointestinal. Dokter keluarga yang menangani kemudian menyarankan untuk
melakukan tes pemeriksaan tanah dan air dari lingkungan sekitar tempat tinggal keluarga tersebut.
Ternyata 8 dari 9 anggota keluarga tersebut diketahui menderita intoksikasi arsenic. Perubahan status
mental dan kejang-kejang dijumpai pada 4 orang anggota keluarga. Muntah, diare, anemia, dan
epistaksis dapat terlihat. 3 anggota keluarga kemudian mengalami koma. Terdapat Leukopenia,
eosinophilia, pyuria, proteinuria, dan peningkatan kreatinin serum. Jumlah air yang dikonsumsi oleh
keluarga tersebut berhubungan secara langsung dengan jumlah arsenic yang ditemukan pada urin
mereka. Sampel-sampel air mengandung 108 ppm (part permillion / bagian perjuta) arsenic. Sampel
tanah mengandung 781 sampai 5070 ppm arsenic pada area sekitar sumur. Kontaminasi dari pestisida
dicurigai sebagai penyebab namun tidak dikonfirmasikan lebih lanjut. Para penyusun tulisan ini
berpendapat bahwa lingkungan selayaknya ditenggarai sebagai sumber penyakit ketika diagnosis
penyakit adalah tidak jelas.
Sumber: Diterjemahkan dari contoh kasus nyata tulisan jurnal berbahasa asing (Inggris) dengan judul “Outbreak of
Fatal Arsenic Poisoning Caused by Contaminated Drinking Water”, dengan sumber tulisan: Archives of
Environmental Health, Vol. 39, No. 4, pages 276-279, 13, references, 19841984 (lihat lampiran).

B. Pembahasan dan kesimpulan


- Pasien pertama dari anggota keluarga penderita tersebut adalah si ayah, usia 27 tahun. Yang
mendorongnya pertama kali untuk memeriksakan diri ke rumah sakit adalah keluhan pembengkakan
tenggorokan, mulutnya kering, dan salivanya bercampur dengan darah.
- Pasien tersebut pertama kali didiagnosa menderita infeksi viral saluran pernafasan atas. Pasien pulang,
dan kembali lagi ke rumah sakit dengan keluhan yang lebih berat; mengeluh mengalami pernafasan
pendek. Setelah dievaluasi, pasien syok, terjadi henti nafas, dan kejang-kejang. Terdapat penurunan
jumlah hematokrit dan peningkatan angka leukosit. Pasien akhirnya meninggal. Sampai sejauh ini belum
diketahui penyebab pasti semua gangguan kesehatan pasien tersebut sampai pada akhirnya ia
meninggal.
- Baru didapatkan titik terang setelah 9 anggota keluarga yang lain datang ke rumah sakit mengeluhkan
terjadi gangguan gastrointestinal.
- Setelah dilakukan pemeriksaan; dari sampel tanah didapatkan kandungan arsen 108 ppm dan dari
sampel air didapatkan kandungan arsen sebanyak 781 sampai 5070 ppm.
- Dari kasus di atas dapat diketahui bahwa para pasien dari keluarga tersebut menderita keracunan arsen
di lingkungan tempat tinggal mereka (disekitar sumur sebagai sumber air keluarga tersebut).
- Gejala-gejala keracunan arsen yang terlihat dari para pasien tersebut antara lain:
* Pernafasan: pernafasan pendek, henti nafas.
* Peredarah darah: epistaksis, syok.
* Susunan syaraf pusat: perubahan status mental, kejang-kejang, koma.
* Saluran pencernaan: pembengkakan tenggorokan, mulut kering, saliva bercampur darah, muntah, diare.
* Darah: penurunan jumlah hematokrit, peningkatan angka leukosit, anemia, leukopenia, eosinophilia,
pyuria, proteinuria, dan peningkatan kreatinin serum.
- Diduga penyebab kematian pasien pertama adalah racun arsennya telah menyerang susunan syaraf
pusat, sehingga terjadi kematian.
- Cara masuknya racun kemungkinan besar lewat mulut (peroral) dari konsumsi air minum yang bersumber
dari sumur yang tercemar arsen.
- Para pasien diduga menderita keracunan arsen yang bersifat kronis, dimana dapat dilihat dari gejala-
gejala kronis utama; anemia dan leucopenia. Hal ini diperkuat dengan dugaan bahwa arsen berasal dari
lingkungan sekitar tempat tinggal, dimana kontaminasi lingkungan biasanya faktor kronis – telah
berlangsung lama.
- Perbedaan berat-ringannya gejala yang tampak pada pasien tergantung oleh banyak faktor yang
mempengaruhinya; keadaan tubuh (umur, status kesehatan pasien – pengaruh penyakit lain, kebiasaan,
hipersensitif – alergi – idiosinkrasi), dosis – berhubungan dengan jumlah air yang dikonsumsi
perorangan, konsentrasi, kombinasi fisik, sinergisme dan antagonisme dari racun tersebut, dan lain
sebagainya.
- Keracunan arsen tersebut kemungkinan besar berasal dari kontaminasi pestisida. Namun hal ini tidak
dikonfirmasi lebih lanjut.
- Tidak diketahui pasti jenis pestisidanya sebagai sumber arsen, apakah dari jenis golongan arsen organik
atau in organik.
- Kasus keracunan arsen pada keluarga ini adalah murni karena pencemaran lingkungan, tidak disengaja
ataupun terdapat indikasi kriminal.
- Lingkungan selayaknya ditenggarai sebagai sumber penyakit ketika diagnosis penyakit adalah tidak jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwisastra, A. Keracunan, Sumber, Bahaya serta Penanggulangannya.

Andarwendah, Sumardi, 1982, Keracunan Arsen, Program Pendidikan Pasca Sarjana Hyperkes, FK-UGM.

Bagian Farmakologi FKUI, 1980, Farmakologi dan Terapi, PT Intermasa, Jakarta

Elkins, Hervey B. Ph.D., The Chemistry of Industrial Toxicology, 1960, John Wiley B. Sous Inc., New York,
Chapenan & Hall, Lanbon, USA.

Gonzales, Vance, Helper, 1979, Legal Medicine Pathology and Toxicology, second edition.

Gonzales, Thomas A. et all, 1954, Legal Medicine Pathology and Toxicology, Appleton, Century Crafts Inc., New
York.

Goodman & Gilman, 1975, The Pharmacological Basis of Therapeutics, second edition, Mac Millan Publice King
Co. inc USA.

Hadikusumo, Nawawi, dr. , 1997, DSPF, Ilmu Kedokteran Forensik, IKF III, FK UGM – UMY.

Hunter, Donald, 1978, The Disease of Occupational, edisi VI, Hodder and Stoughton, London, Sydney, Auckland,
Toronto.

Idries, A.M., et all, 1985, Ilmu Kedokteran Kehakiman, PT. Gunung Agung, Jakarta.
Lexicon Publication, 1977, Encyclopedia International, Lexicon Publication Inc.

Nawawi, R. HSC Gen’83, Peranan Pemeriksaan Kimia / Toksikologi dalam Pengadaan Visum et Repertum.

Kamdari, Siti HSC Gen’83, Analytical Toxicology.

Robert & Gasselin. M.D. Ph.D, et all, 1979, Clinical Toxicology of Commercial Products Acute Poisoning, The
Williams & Wilkins Co., Baltimore.

Simpson, Keith, 1979, Forensic Medicine, eight edition, The English Language Book Society and Edward Arnold
(Publishers) LTD.

Sutrisno, Bram, dr, Hand Out Toxicology Industry, 1982,Yogyakarta.

Tedeschy, Cokert, Tedeschi. Forensic Medicine, A Study in Trauma and Enviromental hazards, Volume II.
Thienes, Clinton H. M.D. Ph.D, Thomas Y. Haley Ph.D, 1972, Clinical Toxicology, Heurg kimpton Publishers –
London, Great Britain.

World Health Organization, 1979, The International Pharmacopoeis, third edition, Geneva.

Yudono, dr, Hand Out Toxicology Industry, 1982,Yogyakarta.

TOKSIKOLOGI DAN PENANGANAN KERACUNAN

- Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun.


- Pengertian lain yaitu semua subtansi yang digunakan, dibuat, atau hasil dari suatu formulasi dan
produk sampingan yang masuk ke lingkungan dan punya kemampuan untuk menimbulkan pengaruh
negative bagi manusia.
- Keracunan dapat ditimbulkan oleh zat kimia ( zat industri, obat, kosmetik, BTM), insektisida, tumbuhan (
jamur), dan hewan (bisa ular/lebah).
- Bentuk toksisitas :
a. Toksisitas fisika : dermatitis, kulit kering, kulit pecah, iritasi, demam dll. Yang disebabkan oleh radiasi.
b. Toksisitas kimia : disebabkan oleh asam kuat, logam merkuri, dll.
c. Toksisitas fisiologis : yang mempengaruhi ensim dalam metabolisme.
- Semua zat adalah racun yang tegantung dari dosis dan lama kontak.
- Zat bersifat racun yang berada dalam tubuh belum tentu bersifat racun karena sangat tergantung dari
kadar zat tersebut dalam tubuh.
- Konsentrasi zat yang kontak dalam waktu lamam dan tidak menimbulkan efek toksik disebut ambang
batas.
- Keracunan :
a. Keracunan akut : terjadi segera disebabkan logam, insektisida, obat dll.
b. Keracunan kronis : terjadi dalam waktu lama dan terjadi penimbunan dalam tubuh.
Keracunan kronis dapat menyebabkan kanker,mutagenic, kerusakan organ, dll.
- Penggolongan toksikologi :
a. Toksikologi obat : efek samping/efek yang tidak diharapkan pada penggunaan obat sesuai petunjuk,
keracunan akut pada penggunaan dosis berlebih, pada uji toksisitas.
b. Toksikologi bahan makanan : penggunaan BTM, kekurangan/kelebihan gizi.
c. Toksikologi peptisida : penggunaan peptisida dalam pertanian.
d. Toksikologi industri : industri kimia.
e. Toksikologi lingkungan : pencemaran lingkungan oleh bahan kimia, peptisida, kosmetik, gas buangan.
f. Toksikologi kecelakaan : kecelakaan akibat racun termasuk bunuh diri.
g. Toksikologi perang : senjata nuklir/biologi/kimia.
h. Toksikologi penyinaran : penggunaan zat radioaktif dalam pengobatan, PLTN.
- Penanganan keracunan : menjaga fungsi organ dan menghindarai absorpsi lebih lanjut, mempercepat
eliminasi, dan menormalkan fungsi tubuh.
a. Melalui mulut :
- mengurangi absorbsi dengan merangsang muntah (sirup ipeca).
- menguras lambung (air hangat dengan tube nasogantrik).
- karbon aktif, membersihkan usus ( laksan).
- pemberian antidotum.
- meningkatkan eliminasi ( diuretic asam atau basa).
- transfuse penukar.
- dialysis.
- hemodialisis.
- hemoperfusi.
b. Melalui hidung : memindahkan penderita dari ruangan yang tercemar racun, trakeotomi,resuscitator.
c. Kontaminasi kulit : siram dengan air.
d. Kontaminasi mata : dibilas dengan air/laritam Na Cl fisiologis.
e. Sengatan/gigitan binatang berbisa : diikat didaerah luka gigitan, beri antidotum, pendinginan local,
mengisap dari luka.
- Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengan racun, dapat mengubah sifat kimia
racun, atau mencegah absorbsi racun.
- Jenis antidotum yang digunakan pada keracunan :
a. Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin : atropine, reaktivator kolinesteras (pralidoksin,
obidoksin).
b. Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl (4-DMAP) dan natrium tiosulfat.
c. Keracunan methanol dengan etanol.
d. Keracunan methenoglobin : tionin.
e. Keracunan besi : deferoksamin
f. Keracunan As,Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol(BAL =british anti lewisit).
g. Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis.
h. Keracunan Au,Cd,Mn,Pb,Zn : kalsium trinatrium pentetat.
- Jenis keracunan :
a. logam berat : Pb, Hg, As, Cd, Fe.
b. asam : asam asetat, asam klorida, asam sulfat, asam nitrat.
c. basa : natrium hidroksida, K hidroksida.
d. sabu dan detergen.
e. pelarut organic : bensin, m.bumi, benzene, kloroform, alcohol
f. Racun pernafasan : klor, nitrogen oksida, CO2, HCN, SO2,CO, H2S
g. Senyawa pembentuk besi (III): klorat, perklorat, nitrit, nitrat membentuk besi III Hb.
h. Alkaloid : beladona, opium, kolkhisin, nikotin.
i. Jamur : amatoksin, falotoksin, muskarin.
k. Bisa ular.
l. Insektisida
m. Rodentisida : kumarin
n. Herbisida : fenoksikarboksilat, dikuat.
o. Racun bahan makanan : enerotoksin, botulinus.
p. Zat karsinogen : benzopiren.
q. Obat.
- Mekanisme kerja antidotum :
a. Membentuk senyawa kompleks dengan racun : dimerkaprol, EDTA, penisilamin, dikobal edetat,
pralidoksin.
b. Mempercepat detoksifikasi racun : natrium tiosulfat,dll.
c. Berkompetisi dengan racun dalam interaksi dengan reseptor : oksigen, nalokson.
d. Memblokade reseptor esensial : atropine.
e. Efek antidot melampaui efek racun : oksigen, glukagon.
f. Mempercepat pengeliaran racun : NaCl untuk meningkatkan pengeluaran urin pada keracunan bromide
g. Mengabsorpsi racun : karbon.
h. Menghambat absorpsi racun : MgSO4.
i. Perangsang muntah : sir. Ipeca.
j. Menginaktifkan racun : natrium tiosulfat, antibisa, antitoksin botulinus.
k. Pengendap racun : natrium sulfat, kalsium laktat.
l. Antidot universal (campuran karbon, asam tanat, MgO (1:1:2): asam ,alkali, logam berat, glikosida.
m. Antidot multiple (campuran besi sulfat, Mg S04, air, karbon) : As, opium, Zn, digitalis, Hg, strihnin.
n. Serum anti bisa ular : neurotoksis, hemotoksis.

Penanganan keracunan :
1. Tindakan untuk penegakan fungsi vital
- Bebaskan jalan nafas.
- Nafas buatan.
- Menjaga sirkulasi.

2. Tindakan primer untuk eliminasi racun ( yang belum diabsorpsi)


- Timbulkan muntah : sirup ipeca.
- Bilas lambung.
- Berikan zat absorben : karbon aktif.
- Pengosongan usus (diare paksa) : laksan.
- Pada kontaminasi mata : bilas dengan air hangat.
- Pada kontaminasi kulit : bilas dengan air.
- Terpapar gas beracun : beri udara segar/oksigen.
- Inhalasi racun : beri inhalasi glukokortikoid.

3. Tindakan sekunder untuk eliminasi racun ( yang sudah diabsorpsi)


- Diuresis paksa : furosemid iv atau manitol infuse.
- Diuresis paksa alkali : diuresis paksa ditambah natrium bikarbonat infuse (pada keracunan barbiturate,
asam salisilat)
- Diuresis paksa asam : diursis paksa ditambah arginin HCl infuse atau amonium klorida (pada keracunan
amfetamin, metadon, efedrin, fensiklidin).
- Antidotum.
- Hemodialisa.
- Hemoperfusi.
- Dialisis peritoneal dilakukan bila hemodialisis adan hemoperfusi tidak dapat dilakukan).
- Transfusi pertukaran : pada intoksikasi berat (CO, methemoglobin, hemolisis).

Pemberian antidotum.
- Parasetamol dengan A-asetilsistein (reaksi konyugasi metabolit toksik).
- Opioid dengan nalokson ( Antagonis kompetitif pada reseptor opioid).
- Benzodiazepin dengan flumazenil ( antagonis kompetitif pada reseptor benzodiazepin).
- Digitalis dengan antibody digitalis ( reaksi antigen-antibodi).
- Neuroleptik dengan biperidin ( sebagai antikolinergik sentral).
- Antikoagulan dengan vitamin K (antagonis kompetitif pada system protrombin).
- Antikolinergik dengan fisostigmin ( hambatan terhadap asetilkolinesterase)
- Alkalifosfat/karbamat dengan atropine (antagonis kompetitif reseptor Ach.).
- Metanol dengna etanol ( ikatan kompetitif pada alkoholdehidrogenase).
- Amanitin/jamur amanita dengan silibinin (hambatan ambilan amanitin di hepatosit).
- Sianida dengan DMAP, Natrium tiosulfat, EDTA ( terjadi pembentukan methemoglobin/tiosianat/kompleks
CN ).
- Nitrit/nitrat dengan biru toluidin/biru metilen (reduksi methemoglobin).
- Tembaga dengan D-penisilamin (pambentukan kompleks Cu).
- Logam berat dengan EDTA/NaCaDTPA/dimerkaprol (pembentukan kompleks).

sumber:
Farmakologi Toksikologi
MAKALAH
ANTIDOTUM

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


SISTEM PENCERNAAN I

Disusun Oleh :
1. Ro’uufun Nisa Haqqu
2. Rahayu Tri Nuritasari

S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan


Patria Husada Blitar
2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah, karena berkat rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul Makalah Antidotum. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan I. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu
yang ditentukan.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
memenuhi kriteria penilaian dan bermanfaat bagi pembaca.

Blitar, Oktober 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................... ...........2


DAFTAR ISI ...................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 4
1.1 Latar belakang ............................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan ......................................................................................... ......... 4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................... 5
2.1 Anatomi Fisiologi Antidotum ......................................................... 5
2.2 Indikasi, Kontra Indikasi, Efek Samping ......................................... 7
BAB IV PENUTUP............................................................................. 15
3.1 Kesimpulan .................................................................................. 15
3.2 Saran ........................................................................................... ........ 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 16

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini manusia sering terkena zat-zat toksik baik dari makanan, air dan lingkungan. Di
rumah pun bukan berarti tidak berbahaya karena masih ada kemungkinan keracunan insektisida
maupun herbisida. Tergantung dari sifat yang dimiliki oleh zat toksik tersebut, sehingga bisa
terserap melalui lambung, usus, paru-paru dan atau kulit.
Untungnya, hati (liver) memiliki kemampuan mendetoksifikasi zat-zat toksik tersebut
sehingga dapat dikeluarkan melalui urine, empedu dan udara. Namun, apabila kecepatan
penyerapan melebihi kecepatan ekskresinya, zat toksik itu akan menumpuk dalam konsentrasi
kritis dan mengakibatkan munculnya efek toksik dari zat tersebut. Zat-zat tosik seperti sulfida,
arsenik, logam berat dapat masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan efek keracunan.
Kondisi suatu obat dapat menimbulkan keracunan bila digunakan melebihi dosis amannya.
Selain itu, perbedaan metabolisme tubuh setiap orang terhadap dosis obat juga mempengaruhi.
Dalam hal ini, obat tidak akan menyembuhkan melainkan berbahaya. Umumnya akan timbul
efek sampingnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi fisiologi antidotum?
2. Apa sajakah indikasi dari antidotum?
3. Apa sajakah kontra indikasi antidotum?
4. Bagaimana cara kerja antidotum?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui anatomi fisiologi antidotum
2. Menegtahui indikasi dari antidotum
3. Mengetahui kontra indikasi antidotum
4. Mengetahui cara kerja antidotum
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi Antidotum


Antidot adalah sebuah substansi yang dapat melawan reaksi peracunan. Antidotum
adalah penawar racun, sedangkan antitoksik adalah penawar terhadap zat yang beracun (toksik)
terhadap tubuh.
Keracunan sendiri adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila
diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Berbeda dengan alergi, keracunan memiliki gejala
yang bervariasi dan harus ditindaki dengan cepat dan tepat karena penanganan yang kurang tepat
tidak menutup kemungkinan hanya akan memperparah keracunan yang dialami penderita. Dalam
arti sempit, antidotum adalah senyawa yang mengurangi atau menghilangkan toksisitas senyawa
yang diabsorpsi.
Antidotum lebih difokuskan terhadap over dosis atau dosis toksik dari suatu obat. Kondisi
suatu obat dapat menimbulkan keracunan bila digunakan melebihi dosis amannya. Selain itu,
perbedaan metabolisme tubuh setiap orang terhadap dosis obat juga mempengaruhi. Obat dapat
menjadi racun bila dikonsumsi dalam dosis berlebihan. Dalam hal ini, obat tidak akan
menyembuhkan melainkan berbahaya. Umumnya akan timbul efek sampingnya. Praktisi
kesehatan seperti dokter dan apoteker harus berhati-hati dalam memilih dosis obat yang sesuai
dengan kondisi penderita. Obat yang sama dapat diberikan dalam dosis yang berbeda kepada
bayi, anak-anak, dewasa dan usia lanjut. Hal ini disebabkan perbedaan kesempurnaan
pembentukan organ-organ tubuh terutama hati
Pengobatan terhadap keracunan obat yang umum untuk keracunan yang terjadi kurang
dari 24 jam yaitu dengan membilas lambung bila obat baru ditelan, memuntahkan obat sampai
tindakan khusus untuk mempercepat pengeluaran obat dari tubuh. Setelah bilas lambung, karbon
aktif dan suatu pencahar perlu diberikan.
Pada keracunan yang parah dibutuhkan antidotum yang memang terbukti menolong
terhadap efek keracunan obat tertentu, misal asam Folinat untuk keracunan metotrexat.
Nalokson, atropin, chelating agent, natrium tiosulfat, metilen biru merupakan antidotum
spesifik yang sangat ampuh dan sering menimbulkan reaksi pengobatan yang dramatis. Namun,
sebagian terbesar kasus keracunan harus dipuaskan dengan pengobatan gejalanya saja, dan
inipun hanya untuk menjaga fungsi vital tubuh, yaitu pernafasan dan sirkulasi darah.
Racun akan didetoksikasi oleh hepar secara alamiah dan racun atau metabolitnya akan
diekskresi melalui ginjal dan hati. Selama keracunan hanya perlu dipertahankan pernapasan dan
sistem kardiovaskuler (fungsi vital).
Antidot untuk beberapa racun didapat dengan cara menyuntikkan racun ke badan
binatang dalam dosis kecil, lalu mengekstraknya kembali dari darah binatang tersebut. Ini
mengeluarkan terjadinya sebuah antidot yang dapat melawan racun yang diproduksi oleh
binatang-binatang seperti ular, laba-laba, dan binatang beracun lainnya. Beberapa racun tidak ada
antidotnya, dan ini kadang menimbulkan kematian apabila racun tersebut memasuki tubuh
makhluk hidup lainnya. Beberapa racun dari binatang, khususnya yang diproduksi oleh
arthropoda (seperti laba-laba atau kalajengking) hanya berbahaya ketika mereka membuat reaksi
alergik dan menyebabkan shok anapilaktik.
Beberapa racun lainnya tidak memiliki antidot. Contohnya adalah racun risin, yang
diproduksi dari limbah minyak goreng, dan akibatnya kadang fatal ketika memasuki tubuh
manusia dalam jumlah yang cukup.

2.2 Indikasi, Kontra Indikasi, Efek Samping


Leucovirin
Kalbe Farma
Komposisi Leucovorin Ca
Indikasi Overdosis asam Folat, anemia megaloblastik
Anemia pernisiosa dan anemia megaloblastik
Kontra Indikasi
lainnya dimana terdapat defisiensi vit B12.
Efek Samping Sensitisasi alergi
Peringatan &
Tumor yang tergantung oleh folat
Perhatian
Interaksi Obat 
OD antagonis as.folat Maks IV 75mg selama 12
jam, kemudian 12mg IM selama 6 jam utk 4dosis.
Dosis
Dosis scr umu ≥ dosis antagonis. Anemia
megaloblastik 1mg/hr IM.

Nalokson (Nokoba)
Fahrenheit
Komposisi Naloxone HCl.
Pemulihan total atau sebagian dari depresi opiate
dan overdosis opiate akut, termasuk depresi
opiate akut, termasuk depresi pernapasan, yang
Indikasi diinduksi oleh opiate alami dan sintetik, termasuk
propoksifen, methadone dan analgesic campuran
agonis-antagonis:nalbufin, pentasozin,
butorfanol.
Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap nalokson hidroklorida
Hipotensi, hipertensi, takikardi dan fibrilasi
ventricular, dispnea, edema paru, hentil jantung,
Efek Samping
kematian, koma dan ensenfalopati pada
penggunaan pasca operasi.
Individu, termasuk bayi dari ibu yang diketahui
atau diduga menderita ketergantungan opiate.
Peringatan &
Dapat menimbulkan sindroma putus obat akut.
Perhatian
Hindari tindakan penghentian terapi pemulihan
depresi opiate secara mendadak pasca operasi.
Bisulfit, Metabisulfit, Anion rantai panjang atau
Interaksi Obat dengan berat molekul tinggi, larutan dengan pH
basa.
Dewasa diduga/diketahui OD Opiat: 0.4-2mg i.v,
dapat diulang dengan interval 2-3menit. Jika
tidak ada respon sesudah pemberian 10mg,
Dosis
diagnose toksisitas yang diinduksi narkotik harus
dipertimbangkan. Dapat diberikan secara IM atau
SK jika rute IV tdk dapat dilakukan.
Nalokson adalah antagonis opiat yang utama yang
tidak mempunyai atau hanya sedikit mempunyai
aktivitas agonis. Jika diberikan pada pasien yang
tidak menerima opiat dalam waktu dekat,
nalokson hanya memberi sedikit atau bahkan
tidak memberikan efek. Sedangkan pada pasien
yang sudah menerima morfin dosis tinggi atau
analgesik lain dengan efek mirip morfin,
nalokson mengantagonis sebagian besar efek
opiatnya. Akan terjadi peningkatan kecepatan
Mekanisme respirasi dan minute volume, penurunan arterial
Kerja Obaat
PCO2 menuju normal, dan tekanan darah menuju
normal jika ditekan. Nalokson mengantagonis
depresi pernapasan ringan akibat opiat dosis
rendah. Karena durasi kerja nalokson lebih
singkat dibandingkan durasi kerja opiat, maka
efek opiat mungkin muncul kembali begitu efek
nalokson menghilang. Nalokson mengantagonis
efek sedasi atau tertidur yang dipicu oleh opiat.
Nalokson tidak mengakibatkan toleransi atau
ketergantungan fisik maupun psikologis.

Asam Folinat (Calciumlevofolinat Ebewe)


Ferron/Ebewe
Komposisi Folinic acid
Antidotum untuk methotrexate. Kompensasi trhdp
aksi antagonis asam folat pd obat sitostatik. Utk
Indikasi terapi kombinasi dengan obat sitistatik lain seperti
5-fluorouracil pada tumor GI dan tumor kepala dan
leher.
Anemia pernisiosa atau anemia lain karena
Kontra Indikasi
defisiensi vit B12.
Reaksi alergi (jarang). Gangguan GI pd dosis
Efek Samping tinggi. Remisi hematologi dengan progresi
gangguan neurologik.
Peringatan &
Kehamilan laktasi
Perhatian
Interaksi Obat Trimetropim, kitrimeksasol, fluorourasi.
Pemberian via inj IV atau infuse IV. Antidotum thp
Dosis metotreksat Dosis tergantung individu. Kombinasi
dgn 5-fluorourasil 100mg/m2 IV.

ANTIDOTUM SPESIFIK
(Jenis, indikasi, cara kerja, dan dosis)
N Antidotum Indikasi Cara Kerja Dosis
o
1. Aluminium Keracunan Memblok 250 ml suspensi 30%
silikat paraquat, absorpsi lewat tiap jam untuk 24-48
bentonit diquat usus jam (selalu diberikan
bersama MgS)
2. Atropin Keracunan Memblok 1,2-2,4 mg ulangi
obat/bahan reseptor tiap 5-10 menit
dengan efek muskarinik sampai tampak tanda
muskarinik atropinisasi (mulut
kering, pulsus
>70x/menit)
3. Kalsium Keracunan Mengikat ion 2,5% gel untuk luka
glukonat fluorida Fe yang bakar kulit, 10%
50% i.v timbul injeksi pelan 10 ml
hiperkalemia Mengurangi 10-20 g dalam 25 ml
paralisis otot air diikuti 10 ml
lurik karena larutan 10%
K+ naik
hipermagnese idem idem
mia
Keracunan Menghilangka idem
oksalat n
hipokalsemia
4. Dekstrosa Keracunan Meningkatkan 50 ml larut
insulin, OAD ladar gula
darah
5. Dicobalt Keracunan Mengikat 600 mg i.v kemudian
edetate sianida atau sianida 300 mg lagi jika
derivatnya menjadi respon belum tampak
cobaltisoanid
atau
cobaltosianid
6. Dimercapr Keracunan As, Kelasi logam 2,5-5 mg/kg i.v tiap 4
ol Cu, Pb, atau jam untuk 2 hari
Hg kemudian 2,5 mg
N Antidotum Indikasi Cara Kerja Dosis
o
2x/hari dan
diteruskan 1x/hari
7. Etanol Keracunan Inhibisi 50 mg oral atau i.v
etilenglikol danmetabolisme kemudian 10-12
methanol methanol g/jam lewat infuse
(derivatnya) menjadi
formaldehid
dan asa
format yang
toksik
8. Asam Keracunan Menerobos Keracunan
folanat antagonis asam blockade
metotreksat 60 mg
folat (missal metabolisme
trimetoprim, asam folat 2x/hari i.v diikuti 15
metotreksat,
mg/6 jam per oral
dan
pirimetamin) sampai 5 hari
Keracunan
trimetoprim 3-6 mg
i.v kemudian 15
mg/hari per oral
sampai 5-7 hari
9. Metionin Keracunan Mengembalik 2,5 mg per oral
parasetamol an cadangan kemudian diikuti 2,5
glutation, mg tiap 4 jam untuk
mencegah 3 dosis (10 g dalam
kerusakan hati 12 jam)
dan ginjal
10 Methylen Keracunan Memacu 1-2 mg/kg atau 0,1
. blue bahan-bahan konversi ml larutan 1%/kg i.v
penyebab metHb pelan infuse pada
methemoglobi menjadi Hb penderita kekurangan
nemia (cresol, G6PD, tambahkan
dapson, nitrat, vit C 1 g i.v pelan
femol, atau 200 mg oral
primakuin) 3x/hari untuk
mencegah hemolisis
karena methylen blue
11 Nalokson Meracunan Inhibisi 0,4-2,4 mg i.v ulangi
. narkotika kompetitif tiap 2-3 menit
(opioid) pada reseptor sehingga total
menjadi 10 mg,
N Antidotum Indikasi Cara Kerja Dosis
o
diberikan bersama
infuse

12 Natrium Membuat urin Meningkatkan Tergantung pada pH


. bikarbonat lebih alkalis ekskresi ion urin yang harus terus
(Bic Nat) untuk karbonat dimonitor
mencegah
presipitasi
Kristal
sulfonamide
dalam tubulus
renalis dan
mengoreksi
asidosis
metabolic
13 NaK- Keracunan Pb Kelasi 50-75 mg/kg i.v
. edetate infuse tiap 5 jam
(CaEDTA) untuk 5 hari (tiap 2 g
EDTA diencerkan
dalam 200 ml RL)
14 Na-Nitrit Keracunan Membentuk 10 ml larutan 3% i.v
. sianida dan metHb yang dalam 3 menit
derivatnya atau mempunyai kemudian diberi 25
hydrogen afinitas tinggi ml larutan 50% Na-
sulfide terhadap ion tiosulfat dalam 10
CN- dan HS- menit
sehingga
terbentuk
sianometHb
N Antidotum Indikasi Cara Kerja Dosis
o
dan
sulfurmetHb

15 Na- Keracunan Meningkatkan 25 ml larutan 50% i.v


. tiosulfat sianida dan cadangan dalam 10 menit
derivatnya tiosulfat tubuh kemudian 10 ml
yang penting larutan 3% Na-nitrit
untuk i.v selama 3 menit
mengubah
CN- menjadi
tiosianat

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Antidot adalah sebuah substansi yang dapat melawan reaksi peracunan. Antidotum adalah penawar
racun. Antidotum lebih difokuskan terhadap over dosis atau dosis toksik dari suatu obat.
 Nama Generik :
Leucovorin
Nama Dagang :
a. Nalokson (Nokoba)
b. Atropin (Aludonna D)
c. Asam Folinat (Calciumlevofolinat Ebewe)

3.2 Saran
Untuk pemilihan dan penggunaan antidotum dan zat antitoksik yang tepat ada baiknya anda
harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter dan melakukan terapi pengobatan pada apoteker
sebagai ahli kesehatan dalam pengobatan, untuk mendapatkan informasi obat dan penjelasannya.

DAFTAR PUSTAKA

http://ml.scribd.com/doc/129568085/ANTIDOTUM-SPESIFIK
http://apotik.medicastore.com/artikel-obat/obat-penawar-racun-dan-detoksifikasi

otum dan Mekanisme Kerja

20.15 No comments
1. Etanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol
saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan
merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini
merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer
modern. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH. Ia
merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH,
dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). Etanol banyak digunakan sebagai
pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia.
Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia,
etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa
kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.

Umumnya, etanol digunakan untuk mengatasi keracunan methanol. Keracunan


methanol umumnya terjadi karena etanol tertukar denganmetanol yang memiliki toksisitas
lebih tinggi. Toksisitas yang tinggi dari methanol disebabkan oleh oksidasi methanol di
dalam organisme menjadi formaldehid dan asam format. Gejala keracunan pertama terlihat
setelah beberapa jam yaitu keluhan saluran cerna, pusing, sakit kepala, nausea, muntah dan
gangguan penglihatan. Menyusul kemudian pasien akan tidak sadar dan jika tidak ditangani
secara cepat akan terjadi kematian akibat kelumpuhan pernapasan.

Terapi keracunan methanol dimaksudkan untuk mencapai 3 tujuan :

1. Untuk menurunkan konsentrasi methanol dalam darah

2. Untuk menghambat oksidasi methanol

3. Untuk menghilangkan asidosis

Penurunan konsentrasi methanol dalam darah dapat dicapai dengan :

1. Dialysis peritoneal atau dialysis ekstra corporal

2. Diberikan etanol segera (30-40 ml), diusahakan agar konsentrasi etanol


dalam darah 1mg/ ml selama 5 hari, kalau perlu dilakukan infuse.

3. Asidosis ditangani dengan infuse larutan NaHCO3 atau larutan Na2HPO4


dengan mengontrol reaksi urin harus jelas bersifat basa

Mekanisme kerja etanol yaitu menghambat kerja enzim pengurai methanol ( yang dinamakan
competitive inhibition ) sehingga methanol tidak sempat terurai dan akan dikeluarkan melalui
ginjal dalam bentuk utuhnya. Yah, penangkalnya adalah ethanol berkadar 5 -10 % yang bisa
diberikan dalam cairan infus dextrose 5 % atau bisa juga diminumkan kepada pasien berupa
whisky, vodka, atau gin. (jika keracunan metanol) enzym yang akan mengurai ethylene glycol
akan terhambat (terblokir) sehingga mengurangi keracunan yang terjadi. (jika keracunan
etilen glikol)

2. Botulismus Polivalen

Definisi 1 : Botulisme adalah suatu keadaan yang jarang terjadi dan bisa berakibat fatal, yang
disebabkan oleh keracunan toksin (racun) yang diproduksi oleh Clostridium botulinum.
Toksin ini adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot yang
berat. Karena menyebabkan kerusakan berat pada saraf, maka racun ini disebut neurotoksin.
Definisi 2 : Botulismus merupakan keracunan akibat makanan (tidak selalu makanan kaleng)
yang tercemar toksin yang dihasilkan oleh C.botulinum. Keracunan ini ditandai oleh kelainan
neuromuskuler, jarang terjadi diare. Kematian sekitar 65%.

Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu :


- Foodborne botulism, merupakan akibat dari mencerna makanan yang tercemar
- Wound botulism, disebabkan oleh luka yang tercemar
- Infant botulism, terjadi pada anak-anak, karena mencerna makanan yang tercemar.

PENYEBAB
Bakteri Clostridium botulinum memiliki bentuk spora. Spora ini dapat bertahan dalam keadaan
dorman (tidur) selama beberapa tahun dan tahan tehadap kerusakan.
Jika lingkungan di sekitarnya lembab, terdapat cukup makanan dan tidak ada oksigen, spora akan
mulai tumbuh dan menghasilkan toksin.
Beberapa toksin yang dihasilkan Clostridium botulinum memiliki kadar protein yang tinggi,
yang tahan terhadap pengrusakan oleh enzim pelindung usus.

Jika makan makanan yang tercemar, racun masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan,
menyebabkan foodborne botulism. Sumber utama dari botulisme ini adalah makanan kalengan.
Sayuran, ikan, buah dan rempah-rempah juga merupakan sumber penyakit ini.
Demikian juga halnya dengan daging, produki susu, daging babi dan unggas.
Wound botulism terjadi jika luka terinfeksi oleh Clostridium botulinum.
Di dalam luka ini, bakteri menghasilkan toksin yang kemudian diserap masuk ke dalam aliran
darah dan akhirnya menimbulkan gejala.

Infant botulism sering terjadi pada bayi berumur 2-3 bulan.


Berbeda dengan foodborne botulism, infant botulism tidak disebabkan karena menelan racun
yang sudah terbentuk sebelumnya. Botulisme ini disebabkan karena makan makanan yang
mengandung spora, yang kemudian tumbuh dalam usus bayi dan menghasilkan racun.
Penyebabnya tidak diketahui, tapi beberapa kasus berhubungan dengan pemberian madu.

Clostridium botulinum banyak ditemukan di lingkungan dan banyak kasus yang merupakan
akibat dari terhisapnya sejumlah kecil debu atau tanah.
Gambaran klinik :
- Inkubasi penyakit ini kira-kira 18 – 36 jam, namun dapat beragam dari beberapa jam sampai 3
hari.
- Tanda awal adalah rasa lelah dan lemas, serta gangguan penglihatan.
- Diare lebih sering tidak ada.
- Gejala neurologi seperti disartria dan disfagia dapat menimbulkan pneumonia aspirasi.
- Otot-otot tungkai, lengan dan badan lemah.
- Sementara itu daya rasa (sensoris) tetap baik, dan suhu tidak meningkat.
- Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah poliomielitis, miastemia
gravis, dan ensefalitis virus.

Terapi umum :
Istirahat
Terutama untuk diawasi
Diet
Pemberian cairan atau alimentasi
Medikamentosa
- Obat pertama : -
- Obat alternatif :

Toksin botulinum diserap terutama di lambung dan bagian atas usus halus. Toksin yang
mencapai bagian bawah usus halus dan usus besar mungkin dapat diserap secara perlahan-lahan
dan menyebabkan gejala dengan mula kerja lambat maupun lama pada beberapa pasien. Toksin
botulinum mempunyai efek farmakologis yang sangat spesifik, yaitu manghambat hantaran pada
serabut saraf kolinergik dan mengadakan sparringdengan serabut adrenergik. Pada penyelidikan
diperlihatkan bahwa sejumlah kecil toksin mengganggu hantaran saraf di dekat percabangan
akhir dan di ujung serabut saraf, sebelummotor end plate, dan menghambat pelepasan
asetilkolin. Reaktivitas serabut otot terhadap asetilkolin tidak mengalami gangguan. Hal ini
berbeda dengan kerja kurare yang menghambat respons serabut otot terhadap asetilkolin.

Manifestasi Klinis
Akibat botulisme bervariasi sebagai penyakit yang ringan samapai penyakit yang berat dan dapat
menimbulkan kematian dalam waktu 24 jam. Gejala-gejala klinis biasanya dimulai 12-36 jam
setelah toksin termakan, walaupun pernah pula dilaporkan setelah 3-14 hari. Pada umumnya, bila
gejala timbul lebih cepat, maka keadaannya lebih serius dan berat. Gambaran klinisnya sangat
khas, yaitu dilatasi pupil yang menetap, kekeringan selaput lendir, dan kelumpuhan otot yang
progresif dengan angka kematian yang tinggi. Gejala lain dapat berupa mual dan muntah, rasa
lemah, pusing dan vertigo, rasa kering pada mulut dan tenggorok, kadang-kadang disertai rasa
nyeri ditenggorok, dan gejala neurologis dapat timbul segera dan bersamaan atau sesudah 12-72
jam, berupa gangguan penglihatan (kabur), diplopia, disfonia, disfagia, kelelahan, dan diikuti
dengan gangguan otot-otot pernapasan. Pasien biasanya tetap sadar, berorientasi baik, dan
afebris, tetapi pada yang berat kadang-kadang kesadaran dapat somnolen, kesulitan berbicara,
dan menelan. Selaput lendir mulut dan lidah kering dan kasar. Kelelahan serabut otot terutama
pada leher, ekstremitas proksimal, dan otot-otot timbul sesuai dengan perjalanan penyakit.
Refleks tendo biasanya tetap baik. Bisa didapatkan distensi abdomen dengan bising usus
melemah atau menghilang, serta retensi urin. Gejala terakhir, berupa kelumuhan otot pernapasan
(paralisis respirasi), kegagalan pernapasan, obstruksi jalan napas, dan infeksi sekunder pada
paru-paru, dapat menjadi penyebab-penyebab kematian. Henti jantung yang mendadak sering
terjadi pada beberapa pasien dengan gangguan yang berat, tetapi apakah hal ini terjadi sekunder
oleh karena anoksia atau kerja primer dari toksik botulinum masih belum jelas. Pada pasien yang
sembuh, kembalinya fungsi otot-otot pernapasan, menelan, dan berbicara dapat berlangsung
cepat, dan perbaikan tersebut sering terjadi dalam waktu 1 minggu. Kelemahan umum,
konstipasi, gangguan okular dapat menetap untuk beberapa minggu, bahkan kadang-kadang
beberapa bulan.
Penatalaksanaan
Pasien dengan botulisme dapat meninggal karena kegagalan pernapasan. Trakeostomi segera
atau penggunaan respirator mekanis dapat mempertahankan hidup. Enema pembersih diberikan
untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dalam usus besar. Segera setelah diagnosis klinis
dibuat, dilakukan uji kulit terhadap antitoksin. Bila negatif segera diberikan 100.000 unit
antitoksin tipe A dan tipe B serta antitoksin tipe E 10.000 unit secara iv. Karena setiap antitoksin
tersebut adalah antigen spesifik, maka tidak ada proteksi silang di antara antitoksin-antitoksin
tersebut. Karena antitoksin botulisme tetap berada dalam sirkulasi darah selama 30 hari, maka
dianjurkan dosis terapeutik total harus segera diberikan daripada pemberian dosis kecil secara
multipel dalarn waktu yang lebih lama. Antitoksin dengan dosis, 1/3- ½ dosis terapeutik
harus diberikan sebagai profilaksis pada orang-orang yang diketahui makan bahan
makanan yang tercemar namun belum memperlihatkan gejala-gejala klinis.
Ada dugaan bahwa C. botulinum dapat berkembang biak di dalam saluran cerna manusia,
maka sebaiknya diberikan pula antibiotik untuk mencegah komplikasi infeksi yang
spesifik.

- Inkubasi penyakit ini kira-kira 18 – 36 jam, namun dapat beragam dari


beberapa jam sampai 3 hari.
- Tanda awal adalah rasa lelah dan lemas, serta gangguan penglihatan.
- Diare lebih sering tidak ada.
- Gejala neurologi seperti disartria dan disfagia dapat menimbulkan
pneumonia aspirasi.
- Otot-otot tungkai, lengan dan badan lemah.
- Sementara itu daya rasa (sensoris) tetap baik, dan suhu tidak meningkat.
- Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah poliomielitis, miastemia
gravis, dan ensefalitis virus.
Diagnosis
Riwayat konsumsi makanan tertentu.
Penatalaksanaan
- Tindakan penanggulangan:
1. Bila perlu, berikan pernapasan buatan.
2. Jika tidak muntah, usahakan untuk muntah.
Jika perlu, lakukan bilas lambung.

- Bila terdapat tanda-tanda syok pasang infus glukosa 5% dan kalau perlu
lakukan pernafasan buatan.
- Pengobatan spesifik, terutama bila timbul gejala dengan antitoksin.
- Penderita harus segera dirujuk ke rumah sakit

3. Glukagon

Glukagon adalah antagonis dari insulin: Pada prinsipnya menaikkan kadar gula di dalam
darah. Glukagon diproduksi di sel alpha dari pankreas. Glukagon melewati dalam proses
sintesenya yang disebut sebagai limited proteolyse, yang artinya molekul glucagon berasal dari
prohormon yang lebih tepatnya disebut sebagai prohormon. Gen untuk glukagon selain di
pankreas juga terdapat di otak dan sel enteroendokrin L di sistem pencernaan. Obat ini bersifat
larut dalam air dan terikat dengan membran plasma. Mekanisme kerja obat ini yaitu dengan
berkomunikasi dengan proses metabolisme intraselluler melalui senyawa yang disebut sebagai
second messenger. Konsep second messenger timbul dari pengamatan Earl Sutherland dan
rekan-rekan,bahwa Epineprin terikat pada membran plasma eritrosit burung merpati dan
meningkatkan cAMP. Senyawa second messenger yang diaktivasi oleh pengikatan antara
hormon dengan reseptor spesifiknya di membran plasma.

4. Paraffin Liquidum (Parafin Cair)

Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral; sebagai zat
pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau butilhidroksitoluen tidak lebih dari 10 bpl.
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi ; tidak berwarna; hampir tidak berbau;
hampir tidak mempunyai rasa. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)
P; larut dalam kloroform P dan dalam Eter P. Bobot per ml 0,8070 g sampai 0,890 g.
Keasaman-kebebasan memenuhi syarat yang tertera pada paraffin Solidum. Serapan
ultraviolet Serapan-1 cm larutan 2,0 % b/v dalam trimetilpentana P pada daerah panjang
gelombang antara 240 nm dan 280 nm, tidak lebih dari 0,10. Kekentalan pada suhu 37,80 tidak
kurang dari 55 cP

Khasiat dan penggunaan

 merupakan campuran hidrokarbon cair dari minyak bumi. Umumnya transparan dan tidak
berbau.

 mudah mengalami oksidasi sehingga dalam penyimpanannya ditambahkan antioksidan seperti


Butil hidroksi toluene (BHT).

 digunakan untuk menghaluskan basis pasta dan mengurangi viskositas sediaan krim.

 jika dicampur dengan 5% low density polietilen, lalu dipanaskan dan dilakukan pendinginan
secara cepat, akan menghasilkan massa gel yang mampu mempertahankan konsistensinya
dalam rentang suhu yang cukup luas (-15oC hingga 600C).

 stabil pada perubahan suhu, kompatibel terhadap banyak zat aktif, mudah digunakan, mudah
disebar, melekat pada kulit, tidak terasa berminyak dan mudah dibersihkan.

 Paraffin cair digunakan untuk menurunkan viskositas basis sehingga penggunaannya lebih
mudah dan menyenangkkan

Parafin terdiri atas campuran senyawa hidrokarbon cair jenuh yang di peroleh dari minyak
bumi. Zat ini tidak dicerna dalam saluran lambung-usus dan hanya bekerja sebagai zat
pelicin bagi isi usus dan tinja. Gunanya untuk melunakkan tinja terutama satelah
pembedahan rektal atau pada penyakit wasir. Penggunanya dapat menimbulkan iritasi
sekitar dubur. Zat ini digunakan sebagai emulsi yang kadang di kombinasi dengan
fenolftaleine. Keburukan nya adalah sifatnya yang mengurangi penyerapan oleh tubuh dan
zat-zat gizi a.l. vitamin yang larut dalam lemak (A, D , E, K) bila di inhalasi(tersedak) , zat
ini dapat mengakibatkan sejenis adang paru-paru berbahaya. Penggunaan nya selama
kehamilan tidak dianjurkan. Oleh karena masalah ini parafin cair praktis tidak digunakan
lagi. Dosis 15-30 ml, diberikan pada malam hari sebelum tidur.

Mekanisme Parafin Liquid sebagai Antidotum :

Parafin liquidum yang memiliki sifat sulit diabsorpsi akan bercampur dengan pelarut
organic dan dengan ini menurunkan absorpsi racun dalam tubuh.

Parafin liquid disini berfungsi sebagai laksansia yang bisa digunakan sebagai antidotum, apabila
keracunan terjadi kurang dari 4 jam.

Anda mungkin juga menyukai