Anda di halaman 1dari 9

SENYAWA SIANIDA

Toksikologi klinik
Kasus
Beberapa bulan lalu, tepatnya pada tanggal 6 Januari 2016, seperti yang diberitakan bahwa
seorang wanita meninggal setelah meminum kopi di sebuah coffee shop di daerah Jakarta
Pusat. Wanita tersebut sempat mengalami kejang-kejang sebelum dibawa ke Rumah Sakit
terdekat dan pada akhirnya dinyatakan meninggal.
Awalnya Wayan Mirna Salihin mendadak kejang dan tak sadarkan diri. Mirna meninggal
sejak perjalanan dari mall Grand Indonesia menuju rumah sakit. Tim Kedokteran Polda
Metro Jaya dan Tim Forensik Mabes Polri melakukan autopsi terhadap jasad Mirna di RS
Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, tiga hari setelah meninggal. Namun proses autopsi tidak
dilakukan secara menyeluruh. Tim forensik Rumah Sakit Polri Soekanto hanya mengambil
sampel empedu, hati, dan lambung untuk mengetahui, apakah tubuh Mirna mengandung zat
korosif jenis sianida atau tidak. Setelah dilakukan pemeriksaan terlihat bercak berwarna
hitam pada lambung Mirna yang seharusnya berwarna putih susu. Warna hitam juga muncul
pada bibir Mirna. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya zat korosif yang menyebabkan
Mirna meninggal. Zat korosif dalam lambung Mirna ternyata adalah racun sianida dengan
dosis 0,2 miligram per liter. Sementara dalam gelas kopi yang diduga menewaskan Mirna
ditemukan 297,6 miligram per liter racun sianida. Jumlah tersebut hampir dua kali lipat lebih
besar dari dosis maksimal yang bisa membunuh manusia yakni 171,42 miligram per
liter.Dosis yang ditemukan dalam lambung berkurang karena Mirna diperiksa tiga hari
setelah kejadian.
Diagnosis
Paparan sianida dapat terjadi melalui inhalasi atau dengan cara per oral, tetapi sianida dalam
bentuk cair dapat diabsorbsi melalui kulit atau mata. Sianida diserap dengan baik melalui
saluran pencernaan atau kulit dan penyerapan melalui saluran pernafasan terjadi secara cepat.
Setelah diserap, sianida masuk melalui aliran pembuluh darah dan didistribusi secara cepat ke
seluruh organ-organ dan jaringan pada tubuh, walaupun kadar sianida tertinggi dapat
ditemukan di hati, paru-paru, darah dan otak.
Di dalam sel, sianida berikatan dengan metalloenzym, sehingga menyebabkan enzim-enzim
tersebut menjadi tidak aktif. Toksisitas utamanya terjadi akibat adanya inaktivasi dari
sitokrom oksidase, sehingga melepas fosforilasi oksidasi mitokondria dan menghambat
pernafasan selular, meskipun penyimpanan oksigen tercukupi yang mengakibatkan terjadinya
anoksia histotoksik. Metabolisme selular berubah dari aerob menjadi anaerob, yang
mengakibatkan diproduksinya asam laktat. Oleh sebab itu, jaringan yang memiliki kebutuhan
oksigen tertinggi (otak dan jantung) adalah yang paling terpengaruh oleh keracunan akut
sianida.
Dosis letal sianida pada keracunan akut adalah 270 ppm (gas), 50 mg (HCN), 200 – 300 mg
(NaCN atau KCN). Sedangkan untuk keracunan kronik sianida, dosis letalnya tidak
diketahui. Berdasarkan penelitian Singh dkk tahun 1989, seorang pekerja di tempat
penyepuhan perak terpapar sebanyak 200 ppm sianida berupa gas menjadi tidak sadarkan diri
dan akhirnya meninggal dunia. Pada kasus lain yang diteliti oleh Dudley dkk tahun 1942,
paparan gas sianida hingga 270 ppm dapat menyebabkan kematian dengan segera, dan
sebesar 181 ppm setelah 10 menit, dan paparan 135 ppm setelah 30 menit menimbulkan
kematian.
Paparan akut sianida paling sering terjadi secara oral, baik pada kasus percobaan bunuh diri
maupun kasus pembunuhan, dengan menngkonsumsi Natrium sianida atau Kalium sianida
atau dapat juga keracunan akibat mengkonsumsi buah aprikot kernel atau biji almond. Pada
kasus pembunuhan yang menggunakan sianida, pemberian sianida melalui oral yang telah
dicampur ke dalam makanan atau minuman.
Gejala
Gejala yang dapat muncul setelah mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung
sianida dapat berupa nyeri kepala, mual muntah, kesulitan untuk bernafas dan bingung.
Gejala-gejala tersebut segera diikuti oleh gejala kejangkejang, koma, hingga gagal jantung.
Pada kasus kematian akibat intoksikasi sianida, dapat diketahui dengan terciumnya aroma
“Bitter Almond” atau bau seperti amandel, akan tetapi tidak semua dapat mencium aroma
tersebut. Selain itu juga dapat ditemukan tanda-tanda pelebaran pembuluh darah disertai
perdarahan di trachea, dan atau kerongkongan, edema otak dan paru, erosi pada lambung, dan
bintik perdarahan pada selaput otak dan pericardium.2

PEMERIKSAAN
Untuk memastikan dan mendeteksi adanya kandungan sianida, maka dapat diambil sampel
untuk pemeriksaan toksikologi dari darah, urine, isi lambung, dan organ-organ lainnya.
Selain itu juga dapat diambil sampel dari bahan makanan atau minuman yang diduga
mengandung sianida untuk diperiksa kadar yang terkandung di dalamnya. Metode
pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan sianida adalah
Kolorimetri, Florometri, Chemiluminesscence (CL), Near-Infrared Cavity Ring Down
Spectroscopy (NICRDS), Atomic Absorption Spectrometry (AAS), Mass Spectrometry, Gas
Chromatrography-Mass Spectrometry (GCMS), GC-NPD, GC-ECD, Quartz Crystal Mass
Monitor (QCMM). Akan tetapi, metode yang sering digunakan di Indonesia adalah
menggunakan GCMS.

Hasil Pemeriksaan
Dari hasil pemeriksaan laboratorium menggunakan metode Headspace Gas Chromatography
(HS-GC), dengan menggunakan reagen asam asetat 0.6 M (pH 5.0) didapatkan adanya
kandungan sianida sebesar 3.2 µg/ml. Apabila dengan menggunakan metode pemeriksaan
Capillary Electrophoresis (CE) tidak ditemukan adanya peningkatan konsentrasi alkali dan
alkali tanah, maka dapat mempertimbangkan bahwa garam sianida belum tercemar. Pada
analisa anion inorganic menggunakan metode Capillary Electrophoresis (CE) mendeteksi
adanya kandungan nitrit dan nitrat, dibandingkan dengan sampel kontrol dari minuman kopi
tersebut, dan dengan menggunakan metode GCMS dapat dideteksi adanya kandungan
Isobutyl Nitrit (IBN) dan Isobutyl alkohol. Pada penelitian ulang menemukan bahwa IBN
dapat dengan mudah dipecah menjadi isobutyl alkohol dan nitrit, yang dioksidasi menjadi
nitrat, dan sebagian mengalami reaksi reduktif dengan senyawa pada larutan kopi untuk
menghasilkan sianida. Kadar nitrat sebesar 50 mM, 1,2 dan 0,4 µg/ml sianida diproduksi dari
larutan kopi (0,15% Nescafe Goldblend Original) yang diasamkan menggunakan asam
fosforik 10 % dan asam asetat 0,6 M (pH 5) secara berurutan. Bahan kopi polifenol, asam
klorogenat (0,75 mM) masing-masing menghasilkan 2,8 dan 0,6 µg/ml sianida. Kadar sianida
dalam larutan kopi polifenol tersebut tidak mencapai kadar toksik dari sianida.

http://jurnal.fatmawatihospital.com/pdf/Secangkirkopidapatmematikan.pdf

Contoh kasus lain


1: Insiden utama terbaru yang melibatkan sianida 1. Pada bulan Mei 1998 lepasnya 1800
kilogram natrium sianida ke Sungai Barskaun, Kyrgyzstan, karena kecelakaan truk dalam
perjalanan ke tambang Kumtor (Hynes dkk. 1999).
2. Pada tahun 1995 ribuan burung air nonmigrasi dan migrasi tewas di bendungan tailing
tambang Northparkes, NSW, Australia, karena kurangnya pemahaman tentang pentingnya
kimia sianida dan prosedur analitis yang tidak tepat (Environment Australia 2003).
3. Pada tahun 2000 waduk tailing di Baia Mare, Rumania, bocor, melepaskan gumpalan
sianida yang mengalir sepanjang 2000 kilometer ke hilir, membunuh sejumlah besar ikan di
sungai Tisza dan Danube, dan mengganggu pasokan air (UNEP / OCHA 2000) (Environment
Australia 2003).
4. Sebuah palet produk sianida kering, jatuh dari helikopter dalam perjalanan ke Tambang
emas Tolukuma di Papua Nugini pada tahun 2000, berhasil dibersihkan (Noller & Saulep
2004).
5. Larutan sianida yang berasal dari pelepasan tidak sempurna ISO-tainer diduga lepas di
pinggir jalan setelah truk pengantar meninggalkan tambang di Northern Territory pada tahun
2002.
6. Karena kekisruhan jumlah katup pada pabrik sianida di tambang San Andres, Honduras,
1200 liter larutan sianida dibuang ke Sungai Lara pada bulan Januari 2002.
7. Air yang terkontaminasi dengan sianida memasuki Sungai Asuman dari tambang emas
Tarkwa di Distrik Wassa West Ghana pada bulan Oktober 2001, membunuh ikan dan
mengganggu pasokan air lokal. Pembuangan lainnya ke sungai dari poros ventilasi pada
bulan Januari 2003 memunculkan kembali kekhawatiran atas kesehatan dan keselamatan
masyarakat, meskipun air ini kemudian terbukti layak minum.
8. Pada bulan Februari 2007, truk gandeng yang membawa tiga peti kemas bermuatan 20 ton
natrium sianida padat di Northern Territory terbalik, menumpahkan pelet ke sisi jalan dan ke
dalam anak sungai yang tidak mengalir. Hampir semua produk yang tumpah dikumpulkan,
air dan tanah yang tercemar dibersihkan dan dibuang di lokasi tambang di dekatnya.

Toksikologi industri
Kandungan sianida dapat ditemukan dalam bentuk gas, cairan, dan bentuk padat. Hidrogen
sianida (HCN, yang juga dikenal sebagai asam prussic) adalah senyawa anorganik berbentuk
cairan yang mudah menguap yang mendidih pada suhu 25,6˚C. Hidrogen Sianida merupakan
zat yang tidak berwarna atau cairan berwarna biru pucat atau gas dengan aroma seperti
kacang almond.
Hidrogen Sianida biasa digunakan sebagai pestisida pada kapal, bangunan, tempat
penggilingan tepung, serta pada proses fumigasi pada biji-bijian dan kacang-kacangan di
ruang kedap udara. Hidrogen sianida dapat terbentuk dari hasil pembakaran tidak sempurna
dari polimer yang mengandung Nitrogen, seperti plastik, dan wool. Kandungan Sianida
lainnya, seperti Natrium dan Kalium Sianida dapat ditemukan pada industri emas dan perak
dalam proses ekstraksi, proses pengerasan baja, pewarnaan, percetakan dan fotografi. Sumber
sianida lain juga dapat ditemukan pada kasus penguapan dari limbah sianida, pembakaran
dari biomassa, serta bahan bakar fosil.
Sianida juga dapat ditemukan pada tanaman-tanaman alamiah, termasuk buahbuahan dan
sayur-sayuran yang mengandung Sianida Glikosida. Bahanbahan alamiah tersebut dapat
melepaskan sianida pada proses hidrolisa apabila tertelan. Contoh dari tanaman yang dapat
melepaskan sianida adalah singkong dan sorgum yang merupakan makanan pokok bagi
penduduk yang tinggal di daerah tropis.

Sianida merupakan bahan kimia industri yang sangat berguna dan peran kuncinya dalam
industri pertambangan untuk mengekstraksi emas. Di seluruh dunia, pertambangan
menggunakan sekitar 13 persen dari total produksi hidrogen sianida diproduksi sedangkan
sisanya 87 persen digunakan dalam berbagai proses industri lainnya, selain pertambangan
(Environment Australia 2003).
Natrium sianida dipasok dalam bentuk briket atau cairan, sementara kalsium sianida dipasok
dalam bentuk serpihan dan juga dalam bentuk cair. Kalsium sianida, jika digunakan, dapat
mengandung karbit yang berasal dari proses pembuatannya sehingga menimbulkan risiko
ledakan dari pembentukan asetilena.
Sianida mengikat enzim penting mengandung besi yang diperlukan bagi sel untuk
menggunakan oksigen dan sebagai akibatnya jaringan sel tidak dapat mengambil oksigen dari
darah (Ballantyne 1987; Richardson 1992). Jika tidak ada pertolongan pertama, maka jumlah
asupan racun sianida karena menghirup gas, atau menelan atau penyerapan melalui kulit,
dapat membunuh dalam hitungan menit. Sianida dalam jumlah kecil yang dikonsumsi dari
makanan dikeluarkan dari tubuh oleh hati. Sianida tidak bersifat karsinogenik dan orangorang
yang menderita keracunan tidak fatal biasanya akan sembuh sepenuhnya. Namun demikian,
paparan kronis sub-letal di atas ambang beracun, atau dosis rendah berulang, dapat
menyebabkan dampak merugikan permanen yang nyata pada sistem saraf pusat dan terjadi
sindrom Parkinson. Efek yang terdeteksi pada manusia dari paparan berulang pada dosis
rendah mungkin juga berlaku untuk hewan (ATSDR 1997).

Praktek kerja unggulan pertambangan menggunakan sesedikit mungkin sianida dan dengan
demikian meminimalkan dampak lingkungan, memaksimalkan keselamatan bagi para
pekerja. Konsumsi sianida yang ‘berlebihan’ sebagian digunakan oleh oksidasi membentuk
sianat dan kehilangan melalui penguapan gas HCN (Gambar 1). Sebagian sianida dapat
digunakan oleh kompleksasi dengan tembaga, besi dan seng, atau melalui reaksi dengan jenis
belerang untuk membentuk tiosianat. Kompleks logam sianida pada akhirnya menuju ke
bendungan tailing dan kemudian, berpotensi, ke lingkungan yang lebih luas. Sianida akan
hilang dalam bendungan tailing dan lingkungan yang lebih luas melalui reaksi degradasi alam
sehingga, dalam jangka panjang, hanya bentuk yang kurang beracun dan sangat kompleks
yang tersisa. Fasilitas penyimpanan tailing dirancang untuk memberikan keamanan,
penyimpanan jangka panjang dari bahan yang mengandung kompleks tersebut dan untuk
menghindari potensi kerugian melalui rembesan, peluberan, kebocoran, dan kegagalan pipa /
saluran. Bentuk yang lebih beracun dari sianida dalam fasilitas penyimpanan tailing diukur
sebagai sianida WAD, sianida bebas dan bentuk kompleks.
Selain untuk mengekstraksi emas, sianida digunakan dalam jumlah yang sangat sedikit
sebagai agen pengapung dalam pemisahan mineral dari bijih campuran. Contohnya, natrium
sianida digunakan sebagai depresan dalam pengapungan galena (lead sulfide). Pirit yang
tidak diinginkan (timbal sulfida) tertekan oleh penambahan sianida, yang bertindak untuk
mencegah pirit tertarik ke buih mineral, dengan demikian meningkatkan kemurnian
konsentrat galena.

Toksikologi logam berat


Sianida adalah kelompok senyawa yang mengandung gugus siano (−C≡N). Sianida di alam
dapat diklasifikasikan sebagai sianida bebas, sianida sederhana, kompleks sianida dan
senyawa turunan sianida. Sianida bebas adalah penentu ketoksikan senyawa sianida yang
dapat didefinisikan sebagai bentuk molekul (HCN) dan ion (CN‒) dari sianida yang
dibebaskan melalui proses pelarutan dan disosiasi senyawa sianida.
Sianida sederhana dapat didefinisikan sebagai garam-garam anorganik sebagai hasil
persenyawaan sianida dengan natrium, kalium, kalsium, dan magnesium. Sianida sederhana
dapat juga didefinisikan sebagai garam dari HCN yang terlarut dalam larutan menghasilkan
kation alkali bebas dan anion sianida
NaCN ↔ Na+ + CN‒ (2)
Ca(CN)2 ↔ Ca2+ + 2 CN‒ (3)
Bentuk sianida sederhana biasanya digunakan dalam leaching emas. Sianida. sederhana dapat
larut dalam air dan terionisasi secara cepat dan sempurna menghasilkan sianida bebas dan ion
logam. Kompleks sianida termasuk kompleks dengan logam kadmium, tembaga, nikel, perak,
dan seng. Kompleks sianida ketika terlarut menghasilkan HCN dalam jumlah yang sedikit
atau bahkan tidak sama sekali tergantung pada stabilitas kompleks tersebut. Kestabilan
kompleks sianida bervariasi dan bergantung pada logam pusat. Kompleks lemah seperti
kompleks dengan sianida dengan seng dan kadmium mudah terurai menjadi sianida bebas.
Kompleks sedang lebih sulit terurai dibanding kompleks lemah dan meliputi kompleks
sianida dengan tembaga, nikel, dan perak. Sedangkan kompleks kuat seperti kompleks
sianida dengan emas, besi, dan kobalt cenderung sukar terurai menghasilkan sianida bebas.
Yang tergolong senyawa turunan sianida adalah SCN‒ (tiosianat), CNO‒ , dan NH3 (amonia)
yang biasanya dihasilkan dari sianidasi, degradasi alami dan pengolahan limbah mengandung
sianida
Sianida sederhana secara cepat dapat membebaskan sianida bebas dan menjadi sangat toksik,
sedangkan kompleks sianida yang stabil tidak bersifat toksik selama tidak terurai menjadi
sianida bebas. Ketoksikan kompleks sianida bervariasi tergantung kemampuannya untuk
membebaskan sianida bebas

Intine toksikologi logam:


Sianida akan berikatan dg logam menjadi komplek ikatan logam-sianida. Kaloikata logamnya
stabil ikatannya juga lebih kuat gak gampang terurai. Makin kuat ikatan makin tidak toksik.
Padahal yang racun itu sianida bebas.
https://media.neliti.com/media/publications/256403-analisis-kandungan-arsenik-as-dan-cianid-
d012d419.pdf

Toksikologi lingkungan
Sianida terdapat dalam lingkungan hidup, umumnya pada konsentrasi rendah. Konsentrasi
lebih tinggi dapat ditemukan pada tumbuhan tertentu (seperti singkong) dan hewan (banyak
tanaman dan spesies serangga mengandung glikosida sianogenik) atau di dekat sumber
industri tertentu. Pada tingkat paparan tinggi, sianida cepat bereaksi, sangat kuat, beracun
bagi manusia, hewan dan tanaman. Hewan juga dipengaruhi oleh dosis rendah berulang.
Keracunan sianida dapat terjadi karena menghirup gas sianida (hidrogen sianida), debu atau
kabut; penyerapan melalui kulit setelah kontak kulit, atau dengan mengkonsumsi bahan yang
mengandung sianida (seperti air minum, endapan, tanah, tanaman). Reaksi beracun sianida
untuk biota mirip terlepas dari jenis rute paparan. Ketersediaan hayati sianida bervariasi
dengan bentuk sianida. Rute paparan dan kondisi pada titik paparan (seperti pH lambung,
adanya makanan lain) merupakan pertimbangan penting. Sianida bukan merupakan
biokonsentrat karena mengalami metabolisme yang cepat pada hewan yang terpapar. Sianida
WAD diidentifikasi sebagai pengukuran praktis bentuk kompleks yang bebas dan lemah dari
sianida yang beracun baik untuk biota air maupun darat (Donato dkk 2007; Mudder 2001).
Paparan terhadap sianida dalam larutan melalui konsumsi air permukaan adalah rute paparan
utama bagi sebagian besar hewan yang terkena dampak keracunan sianida, tetapi paparan
secara bersamaan dengan menghirup dan penyerapan kulit juga dapat terjadi. Selain itu,
hewan dapat mengkonsumsi sianida secara tidak sengaja. Pada saat ini tidak ada kriteria
Australia yang diterbitkan untuk sianida di dalam tanah, sedimen atau udara untuk
perlindungan tanaman air atau darat atau hewan.
Ekosistem air
Sianida bereaksi cepat dalam lingkungan air. Ikan paling sensitif terhadap sianida dan
dampak bencana pada ekosistem air di bagian hilir telah mengakibatkan air yang tercemar
sianida telah lepas sebagai akibat dari kerusakan bendungan atau limpasan. Disain tambang
harus menyertakan fitur untuk menghindari pelepasan air yang tercemar ke dalam sistem air
yang secara ekologis penting di sekitarnya. Pada ikan, sianida menyerang organ di mana
pertukaran gas atau proses osmoregulatori terjadi, yaitu, terutama insang dan permukaan
kapsul telur. Organisme air menunjukkan perbedaan sensitivitas sianida, akan tetapi ikan
pada umumnya merupakan organisme air yang paling sensitif, dengan 24 jam konsentrasi
LC50 (yaitu konsentrasi di mana 50 persen dari individu mati) serendah 40 mg / L sianida
bebas untuk beberapa spesies. Nilai LC50 untuk invertebrata air berkisar di atas 90 mg / L
pada suhu kamar. Tanaman air menunjukkan efek pada konsentrasi air mulai dari 30 mg / L
sampai beberapa miligram per liter (USEPA 1989). Dalam lingkungan air, sianida dapat
menghasilkan produk turunan yang pada umumnya dengan toksisitas lebih rendah, seperti
amonia dan nitrat.
Satwa liar darat Keracunan paling sering menyerang burung, tetapi catatan menunjukkan
berbagai spesies hewan liar dan piaraan telah diracuni oleh sianida. Mamalia (termasuk
kelelawar), katak, reptil (seperti ular, kadal, kura-kura) dan serangga juga rentan terhadap
sianida.
Pada fasilitas tambang yang ‘tidak ada pelepasan’, 50 miligram per liter sianida WAD untuk
larutan sianida yang dapat diakses oleh satwa liar secara luas diakui oleh industri
pertambangan sebagai tolok ukur kualitas air untuk perlindungan satwa liar (Donato dkk.
2007). Konsentrasi ini berasal dari pengamatan baik di Amerika Serikat maupun di Australia
bahwa kematian burung cenderung terjadi ketika kenaikan konsentrasi sianida WAD di atas
50 miligram per liter (Donato dkk. 2007).

Sianida WAD merupakan tindakan yang paling tepat ketika menentukan dampak toksikologi
dan lingkungan. Pembentukan tailing asam dari tempat pembuangan batuan sisa, misalnya,
dapat menyebabkan terlepasnya gas HCN.

Pelepasan Sianida bersama dengan limbah beracun lainnya seperti arsenik, timbal, kadmium
dan merkuri pada kegiatan pertambangan bisa mengakibatkan kerusakan permanen pada
lingkungan, selain mengakibatkan deferostasi, erosi, tanah longsor dan pencemaran air tanah.
Demikian juga dengan penggunaan racun potas pada bom ikan oleh para nelayan. Sebab
efeknya tidak hanya berakibat kematian ikan-ikan akan tetapi juga mengakibatkan kerusakan
ekosistem di sekitarnya, termasuk terumbu karang.

https://www.industry.gov.au/sites/default/files/2019-04/lpsdp-cyanide-management-
handbook-indonesian.pdf
https://manado.tribunnews.com/2013/08/27/bahaya-sianida-bagi-manusia-dan-lingkungan

Anda mungkin juga menyukai