Anda di halaman 1dari 9

Journal Reading

ANALISIS TOKSIKOLOGI FORENSIK

DALAM KERACUNAN SIANIDA : DUA LAPORAN KASUS

Oleh :

1. Darshini Devi Kalidas 1740312627


2. Ledira Dara Ismi 1840312240
3. Nadrah 1840312302
4. Kelsy Qoridisa 1840312245
5. Diah Ernita 1840312469

Preseptor

dr. Taufik Hidayat, Sp.F

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2018
Analisis Toksikologi Forensik dalam Keracunan Sianida: Dua Laporan Kasus

Abstrak

Pendahuluan: Toksisitas sianida merupakan suatu kasus yang mulai dikenal sejak
dua abad terakhir, meskipun kebanyakan kasus keracunan sianida ini ditemukan
secara kebetulan, seperti pada korban-korban kebakaran, kini toksisitas sianida ini
disalahgunakan untuk tindakan seperti pembunuhan dan aksi bunuh diri.
Metode dan temuan : Metode yang diusulkan dalam penelitian ini menggunakan
ekstraksi headspace dan gas kromotografi ditambah dengan detektor nitrogen dan
fosfor, yang dipercaya dapat menyajikan hasil yang terbaik untuk deteksi dan
menentukan kuantitas keracunan sianida dengan sensitifitas dan reprodutifitas yang
memuaskan
Kesimpulan : Metode ini cocok untuk mendeteksi intoksikasi sianida bahkan dalam
kosentrasi zat yang kecil, dan sudah diapilkasikan pada dua kasus kematian akibat
keracunan sianida.

Kata kunci : sianida, gas kromotografi, detektor nitrogen dan fosfor, intoksikasi

Pendahuluan

Toksisitas sianida merupakan kasus yang mulai dikenal sejak dua abad

terakhir. Sianida dapat menghambat respirasi sel dengan cara bereaksi dengan enzim

yang mengandung fe, seperti sitokrom oksidase dan katalase, dengan demikian

konsumsi oksigen oleh sel terhambat dan menyebabkan penurunan fungsi-fungsi vital

secara cepat.

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan seseorang terkontaminasi sianida,

yang utama berhubungan dengan garam sianida yang digunakan pada perindustrian.

Kontaminan sianida dapat ditemukan pada limbah industri poliakrilonitrit, sintesis

resin akrilik, produksi nitril dan aldehid, proses pembuatan obat dan pewarna,
produksi dan penangganan pestisida, ekstraksi emas dan perak, elektroplating,

aplikasi fotografi dan asap dari kebakaran dan produk tembakau. Meskipun

kebanyakan kasus keracunan sianida ditemukan secara kebetulan, namun belakangan

digunakan dalam kasus pembunuhan dan aksi bunuh diri.

Dilaporkan pada berbagai literatur menjelaskan perbedaan dosis letal sianida,

namun diyakini konsentrasi dibawah 1 ug/mL dapat menimbulkan toksisitas sianida.

Analisis toksikologi selalu dibutuhkan oleh forensik klinik dan toksikologi

dalam mengkonfirmasi diagnosis. Meskipun terdapat berbagai kesulitan dalam

mendeteksi kadar sianida dikarenakan konsentrasinya yang rendah pada kasus

keracunan sianida. Namun sudah dilakukan beberapa penelitian untuk metode

pengukurannya dan dikemukakan dalam berbagai literatur.

Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk menganalisis cara mendeteksi dan

menentukan kuantitas toksisitas sianida dengan menggunakan ekstraksi headspace

dan gas kromotografi dengan detector nitrogen dan fosfor pada dua kasus kematian

akibat keracunan sianida

Laporan Kasus

Seorang pria berusia 56 tahun yang bekerja di rumah sebagai pandai emas

ditemukan meninggal di lantai dapur rumahnya. Sebuah botol yang diperkirakan

berisi garam sianida ditemukan tergeletak disebelah tubuh korban. Pesan bunuh diri

juga ditemukan di salah satu ruangan tempat alat yang digunakkan korban untuk

bekerja berada; garam sianida diketahui digunakan sebagai bahan pembersih


perhiasan. Pada pemeriksaan luar ditemukkan sianosis berat, perdarahan hidung

dengan tidak adanya tanda-tanda kekerasan. Saat dilakukan prosedur necroscopic,

sebanyak 30 mL darah femoral, 20 mL urin dan isi perut korban diambil dan dikirim

ke laboratorium Forensik Toksikologi di Vitória-ES Brasil.

Perempuan berusia 18 tahun, seorang pelajar teknik kimia, ditemukan tidak

sadarkan diri di lorong sekolah saat korban mendapatkan pertolongan pertama,

namun tidak berhasil. Tidak dilakuakan pemeriksaan pada lokasi kejadian. Pada

telepon genggam korban, polisi menemukan foto seorang pelajar sedang memegang

botol kalium sianida. Dokter yang melakukan pemeriksaan tidak menemukan adanya

perubahan yang bermakna pada tubuh korban seperti cedera dan sianosis. Saat

dilakukan prosedur necroscopic, 3.5 mL darah, 2mL isi perut dan 6mL eksudat hepar

diambil dan dikirim ke laboratorium forensik kimia di National Criminalistics

Institute of Federal Police, Brasil, selanjutnya di analisis di Laboratorium Forensik

Toksikologi di Vitória.

Material dan Metode

Reagen dan larutan

Kalium sianida ,dibeli dari Isofar (Rio de Janeiro, Brasil). Asetonitril diperoleh dari

Cromoline (São Paulo, Brasil). Asam sulfat diperoleh dari Impex (Novo Hamburgo, Brasil).

Semua pelarut dan reagen adalah kelas analitis.

Standar internal (IS) larutan disiapkan dengan menempatkan 1 mL asetonitril (ACN)

dalam volumetric flask ukur 100 mL dan diencerkan dengan air. Larutan ini lebih lanjut
diencerkan 1000-lipat, untuk menghasilkan larutan yang berfungsi dengan konsentrasi akhir

7.86 µg / mL ACN.

Larutan kerja sianida disiapkan dengan menimbang 25,0 mg kalium sianida dan

diencerkan dengan 0,1 N NaOH dalam 100 mL volumetric flask untuk mendapatkan larutan

dengan konsentrasi 100 μg / mL CN-. Kemudian, dua kali pengenceran berturut-turut

dilakukan, sehingga konsentrasi akhir 10 dan 1 μg / mL

tercapai.

Instrumentasi

Analisis sianida dilakukan pada Varian 450 Gas Chromatographer (GC) dilengkapi

dengan Nitrogen dan Phosphorous Detector (NPD) (Varian, Palo Alto, CA, USA) dengan

kolom kapiler VF 624 (30 mx 0,32 mm, 1,8 µm film ketebalan) (Agilent Technologies, Palo

Alto, CA, USA). Oven headspace dan suhu syringe ditetapkan pada 60 ° C. Sampel

dipanaskan selama 10 menit dengan getaran terus menerus 500 rpm. Suhu oven kolom

diprogram sebagai berikut: 30 ° C selama 0,25 menit, meningkat menjadi 40 ° C (3 ° C /

menit) dan kemudian ditingkatkan menjadi 150 ° C (40 ° C / menit) dan ditahan selama 1

menit (total jalankan ĞmĞ 7,3 menit). Suhu injektor dan detektor masing-masing 200 dan

300 ° C. Injector dioperasikan mode split (20: 1), dan aliran gas pembawa (nitrogen) adalah 2

mL / menit, dengan pulsa tekanan (25 psi untuk 0,25 menit).

Persiapan sampel

Darah dari tujuh korban yang berbeda dianalisis untuk

mengkonfirmasi tidak adanya sianida dan kemudian digunakan sebagai

matriks kosong. Korban kebakaran adalah satu-satunya kriteria

eksklusi. Kalibrator dan kontrol kualitas sampel disiapkan

membenteng sampel darah bebas sianida yang dikumpulkan bersama


dengan jumlah larutan sianida yang tepat dalam konsentrasi 0,1

(rendah), 0,7 (sedang) dan 3,0 μg / mL (tinggi).

Setengah mililiter kalibrator, contoh dan sampel (darah, urin,

isi perut dan eksudat hati) ditempatkan ke dalam botol 20 mL

headspace bersama dengan 0,5 mL IS solusi kerja. Akhirnya, 50 µL

asam sulfat ditambahkan, dan vial segera ditutup dan dianalisis oleh

HSGC / NPD metode.

Hasil dan Diskusi

Metode ini menyajikan pemisahan kromatografi yang baik tanpa interferensi

apa pun.Studi linear yang dilakukan dengan menggunakan 6 kalibrator dengan

rentang konsentrasi 0.1-4.0µg/mL, 6 ulangan pada setiap konsentrasi. Koefisien

determinasi yang diperoleh lebih besar dari 0,99. Batas deteksi (LOD) diukur dengan

analisis penurunan konsentrasi sianida dan ditetapkan pada 0.05 µg/mL. Batas

kuantifikasi (LOQ) yang diperoleh dari metode ini adalah 0.1 µg/mL dan kriteria

diterima berdasarkan akurasi dari lima determinasi independen pada konsentrasi

dengan deviasi maksimum dari nilai nominal dalam 20%.

Ketepatan dan keakuratan metode ini dipastikan dengan pengukuran tiga level

CQ, selama periode tiga hari dengan lima kali ulangan dari setiap konsentrasi.

Rentang ketepatan antara per hari dan dalam sehari (%RSD) dari 82.4 ke 91.7% dan

dari 86.3 to 95.2%. Nilai akurasi (%bias) berkisar antara 82.4 (CQ low) dan 91.7%.

Kasus 1
Sianida terhitung sebanyak 30.7 µg/mL pada darah, 100.5 µg/mL pada cairan

lambung dan 0.1 µg/mL pada urin. Darah dan cairan lambung dilakukan dilusi

sebanyak 10 dan 100 kali untuk pengukuran yang tepat. Konsentrasi rendah dideteksi

pada sampel urin dapat dijelaskan pada intoksikasi akut yang menyebabkan kematian

mendadak karena tidak terjadi eliminasi agen toksik tersebut. Sianida juga dideteksi

pada garam putih yang ditemukan di tempat kejadian peristiwa (TKP).

Kasus 2

Sianida terhitung sebanyak 26.7 µg/mL pada darah, 12.8 µg/mL pada eksudat

hepar, dan 41.5 µg/mL pada cairan lambung. Darah dan eksudat hepar didilusi 10

kali sedangkan cairan lambung didilusi sebanyak 200 kali. Tabung sianida yang

digunakan korban tidak dilakukan analisis kimia.

Kesimpulan

Metode ini menunjukkan hasil yang baik untuk deteksi dan kuantifikasi

keracunan sianida, dengan sensitivitas dan reproduktifitas yang baik. baik LOD dan

LOQ jauh di bawah konsentrasi darah sianida yang mematikan, membuat metode ini

cocok untuk mendeteksi keracunan sianida bahkan pada konsentrasi kecil.

Analisis toksikologi dari kedua kasus menunjukkan konsentrasi tinggi dalam

darah, isi perut dan eksudat hati (hanya kasus 2), yang memungkinkan kesimpulan

bahwa kematian ini terjadi karena keracunan akut sianida. Kasus 1 memiliki cara

kematian yang dicirikan sebagai bunuh diri, terutama karena temuan di TKP, seperti

posisi tubuh, indikasi administrasi garam sianida dan catatan bunuh diri. untuk kasus
2, cara kematian belum ditentukan, menunggu investigasi (kematian tanpa sengaja

dan bunuh diri adalah hipotesis utama)

Daftar Pustaka
1. Gambaro V, Arnoldi S, Casagni E, Dell’acqua L, Pecoraro C, et al. (2007) Blood cyanide
determination in two cases of fatal intoxication: comparison between headspace gas
chromatography and a spectrophotometric method. J Forensic Sci 52: 1401-1404.

2. Desharnais B, Huppé G, Lamarche M, Mireault P, Skinner CD (2012) Cyanide


quantification in post-mortem biological matrices by headspace GC-MS. Forensic Sci Int 222:
346-351.

3. Youso SL, Rockwood GA, Lee JP, Logue BA (2010) Analytica Chimica Acta Determination of
cyanide exposure by gas chromatography mass spectrometry analysis of cyanide-exposed
plasma proteins. Anal Chim Acta 677: 24-28.

4. Calafat AM, Stanfill SB (2002) Rapid quantitation of cyanide in whole blood by automated
headspace gas chromatography. J Chromatogr B Anal Technol Biomed Life Sci 772: 131-137.

5. Coentrão L, Moura D (2011) Acute cyanide poisoning among jewelry and textile industry
workers. Am J Emerg Med 29: 78-81.

6. Coentrão L, Neves A, Moura D (2010) Hydroxocobalamin treatment of acute cyanide


poisoning with a jewellery-cleaning solution. BMJ Case Rep. pp: 2-4.

7. Rhee J, Jung J, Yeom H, Lee H, Lee S, et al. (2011) Distribution of cyanide in heart blood,
peripheral blood and gastric contents in cyanide related fatalities. Forensic Sci Int 210: e12-
e15.

8. Moffat J, Anthony C, Osselton O, David M (2011) Analysis of Drugs and Poisons. 4th Edn.
Pharmaceutical Press, London.

9. McAllister JL, Roby RJ, Levine B, Purser D (2008) Stability of cyanide in cadavers and in
postmortem stored tissue specimens: A review. J Anal Toxicol 32: 612-620.

10. Felby S (2009) Determination of cyanide in blood by reaction head-space gas


chromatography. pp: 39-43.

11. Frison G, Zancanaro F, Favretto D, Ferrara SD (2006) An improved method for cyanide
determination in blood using solid-phase microextraction and gas chromatography/ mass
spectrometry. pp: 2932-2938.

12. Ma J, Dasgupta P (2011) Recent Developmets in cyanide detection: A review. Anal Chim
Acta 673: 117-125.

Anda mungkin juga menyukai