Anda di halaman 1dari 5

Mengenal Dana Bantuan Operasional

Kesehatan
31 Juli 2011 08:52 Diperbarui: 26 Juni 2015 03:13 8242 1 0

Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) mulai direalisasikan sejak pertengahan tahun
2010 untuk membantu Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) dalam melaksanakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif sesuai
Standar Pelayanan Minimal (SPM) menuju Millenium Development Goals (MDGs). Peluncuran
skema BOK karena dinilai fungsi Puskesmas belum berjalan optimal seperti fungsi Puskesmas
sebagai pusat pelayanan kesehatan perorangan primer, pusat pelayanan kesehatan masyarakat
primer, fungsi pusat pemberdayaan masyarakat dan fungsi pusat pembangunan wilayah
berwawasan kesehatan.

Pemilihan sasaran dana BOK pada Puskesmas karena Puskesmas mempunyai peran yang sangat
besar dalam membangun kesehatan masyarakat. Peran tersebut terlihat dari keberhasilan
puskesmas membantu pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan balita,
memperbaiki status gizi bayi dan balita, serta menurunkan kejadian penyakit-penyakit yang
dapat dicegah melalui imunisasi. Oleh karena itu pemerintah bermaksud meningkatkan peran
puskesmas melalui upaya merevitalisasinya yaitu menjadikan puskesmas sebagai pusat
pemberdayaan wilayah berwawasan kesehatan, sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, sebagai
pusat layanan kesehatan primer, dan sebagai pusat layanan kesehatan peorangan primer.

Dana BOK dimanfaatkan sepenuhnya secara langsung oleh Puskesmas untuk pelayanan
kesehatan masyarakat dan tidak dijadikan sumber pendapatan daerah sehingga tidak boleh
disetorkan ke kas daerah. Pemanfaatan dana BOK harus berdasarkan hasil perencanaan yang
disepakati dalam Lokakarya Mini Puskesmas yang diselenggarakan secara rutin (periodik
bulanan/triwulanan). Satuan biaya setiap jenis kegiatan pelayanan kesehatan yang dibiayai BOK
mengacu pada ketentuan Peraturan Daerah (Perda). Jika belum terdapat Perda yang mengatur hal
itu, maka satuan biaya tersebut ditetapkan melalui Peraturan Bupati/Walikota atas usulan Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota. Pelaksanaan kegiatan di Puskesmas berpedoman pada prinsip
keterpaduan, kewilayahan, efisien, dan efektif.

Tujuan umum dari BOK adalah untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan
masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif untuk mewujudkan pencapaian target SPM
bidang kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. Secara khusus, tujuan BOK ada tiga yakni: (1)
memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif kepada masyarakat; (2)
menyediakan dukungan biaya untuk upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif bagi
masyarakat; (3) mendukung terselenggaranya proses Lokakarya Mini di Puskesmas dalam
perencanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Ada tiga kelompok besar alokasi pemakaian dana BOK di Puskesmas & jaringannya serta
UKBM yakni upaya kesehatan, penyelenggaraan manajemen Puskesmas, serta upaya dukungan
untuk keberhasilannya. Upaya kesehatan wajib yang dapat dibiayai dari dana BOK mencakup
upaya-upaya kesehatan promotif dan preventif yang meliputi: Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
dan Keluarga Berencana (KB), Imunisasi, Gizi, Promosi kesehatan,Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Pemanfaatan dana BOK ini sebesar 10 persen (maksimal) untuk
manajemen kabupaten atau kota, sedangkan 90 persennya untuk dana BOK Puskesmas yang
digunakan untuk operasional Puskesmas (85 persen) dan pemeliharaan ringan Puskesmas (5
persen).

Bila dijabarkan lebih lanjut, jenis pelayanan kesehatan ibu dan anak berupa pemeriksaan
kehamilan, pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten, pelayanan
nifas, pelayanan kesehatan neonatus, pelayanan kesehatan bayi, Pelayanan kesehatan balita,
Upaya kesehatan anak sekolah, Pelayanan KB, Pencegahan dan penanganan kekerasan, dan
Upaya kesehatan reproduksi remaja. Jenis pelayanan Imunisasi meliputi kegiatan: Pendataan,
Pelayanan di Posyandu, Pelayanan di sekolah (Bulan Imunisasi Anak
Sekolah),Sweeping/kunjungan rumah/Back Log Fighting, penyuluhan, pengambilan vaksin dan
logistik lainnya, serta pelacakan kasus diduga Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).

Sementara jenis pelayanan gizi meliputi perbaikan gizi dan penanggulangan gizi kurang dan gizi
buruk serta Ibu Hamil KEK. Beberapa kegiatan pelayanan gizi meliputi: operasional Posyandu
(pemantauan penimbangan balita, pemberian vitamin A untuk Balita), surveilans dan pelacakan
gizi buruk,sweeping/kunjungan rumah, penyuluhan gizi, pemantauan garam beryodium, PMT
Penyuluhan, penggerakkan Kadarzi, penggerakkan ASI Eksklusif serta kunjungan/
pendampingan bagi penderita gizi kurang/buruk.

Jenis pelayanan Promosi Kesehatan meliputi dua jenis pelayanan yakni Rumah tangga yang
menerapkan PHBS,serta Pembinaan Desa Siaga dan UKBM. Kegiatan-kegiatan berupa
pendataan, penyuluhan kelompok, pembinaan gerakan masyarakat, pembinaan Forum
Masyarakat Desa (menjamin terlaksananya Survey Mawas Diri (SMD) dan Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD), pembinaan terhadap Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM), dan pemantauan.

Jenis pelayanan Pengendalian Penyakit meliputi pelayanan penemuan kasus penyakit dan tata
laksana, Penyelidikan epidemiologi KLB, Pelacakan kasus kontak, Penyelidikan vector, dan
pemberantasan vector. Beberapa kegiatan pelayanan pengendalian penyakit dijabarkan sebagai
berikut: pelayanan di Posyandu,kunjungan rumah, pelacakan di lapangan, kunjungan drop
out obat, penyuluhan, penemuan kasus non PolioAcute Flaccid Paralysis
(AFP), dan pengambilan spesimen.

Jenis pelayanan kesehatan lingkungan ada dua yakni (1) pelayanan pemeriksaan air bersih
dan kualitas air minum; (2) pemeriksaan sanitasi dasar seperti jamban sehat, rumah sehat,
Tempat-Tempat Umum (TTU), tempat pengolah makanan, dan sekolah. Kegiatan yang tercakup
dalam pelayanan kesehatan lingkungan adalah pendataan, penyuluhan, pemantauan dan
kunjungan lapangan.
Penggunaan Dana BOK dapat dimanfaatkan untuk : transport petugas kesehatan/kader kesehatan,
bahan penyuluhan/bahan kontak, penggandaan materi rapat dalam rangka Lokakarya Mini,
konsumsi rapat dalam rangka Lokakarya Mini, Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Penyuluhan dan PMT pemulihan dengan bahan lokal, uang penginapan (untuk desa
terpencil/sulit dijangkau), uang harian (untuk desa terpencil/sulit dijangkau). Pengecualian dana
BOK tidak boleh digunakan untuk: upaya pengobatan dan rehabilitasi, penanganan gawat darurat,
rawat inap, pertolongan persalinan, gaji/honor, investasi/belanja modal, pemeliharaan gedung
atau kendaraan, operasional kantor (misal: listrik, air, Alat Tulis Kantor (ATK), fotokopi), serta
pengadaan obat, vaksin dan alat kesehatan.

Pengawasan penggunaan dana BOK dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan
dan BPK. Karena itu, setiap Puskesmas harus membuat laporan penggunaan uang atau
pertanggung jawaban ke tingkat kabupaten, sambil melakukan evaluasi secara spesifik, untuk
memilih beberapa Puskesmas yang dinilai bisa mewakili regional tertentu.

Dana BOK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian
Kesehatan RI. Bantuan dana dari pemerintah melalui Kementerian kesehatan dalam membantu
pemerintahan kabupaten/kota untuk melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai Standar
Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan menuju MDGs. Besarnya alokasi dana BOK per
Kabupaten/Kota ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan. Selanjutnya Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota akan menetapkan alokasi dana BOK per Puskesmas di daerahnya.
Dana BOK merupakan dukungan Pemerintah, bukan merupakan dana utama operasional
Puskesmas. Oleh karena itu Pemerintah Daerah tetap berkewajiban menyediakan dana
operasional yang tidak terbiayai melalui BOK melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).

BOK pada dasarnya merupakan subsidi pemerintah pada sektor kesehatan. Subsidi ini ditujukan
untuk membiayai operasional pelayanan kesehatan yang selama ini masih dirasa kurang
memadai. BOK ini akan diperuntukkan guna meningkatkan pelayanan pusat kesehatan
masyarakat (puskesmas) agar kesenjangan pelayanan kesehatan antara puskesmas dan rumah
sakit terutama pelayanan preventif kesehatan semakin tipis. Peruntukan dana BOK bukan untuk
pengadaan barang/jasa, melainkan untuk operasional saja, misalnya operasional audit maternal
perinatal, pemantauan wilayah setempat untuk gizi dan kesehatan ibu anak, imunisasi, rumah
tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, penanganan penyakit MDGs seperti HIV/AIDS,
tuberculosis, malaria, serta kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan
pembinaan kesehatan berbasis masyarakat. Operasional puskesmas meliputi seluruh kegiatan
dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan program yang direncanakan. Tiap
puskesmas harus membuat perencanaan kegiatan rutin bulanan dan tahunan serta menetapkan
target program yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, pelaksanaan
program yang direncanakan juga akan dievaluasi keberhasilannya dengan melihat capaian
indikator keberhasilan program. Dengan bantuan dan berbagai mekanisme ini, diharapkan dapat
menghidupkan kembali peran puskesmas dan posyandu.

Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor 551/2010 tertanggal 5 Mei 2010, pada
tahun 2010 setiap puskesmas mendapat Rp 10 juta dari sekitar 8.500 puskesmas. Pengecualian
bagi puskesmas yang berada sekitar 300 puskesmas di tujuh kabupaten yang ada di wilayah Jawa,
Bali. Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Maluku, dan Papua, pemerintah akan memberikan bantuan
operasional kesehatan Rp 100 juta. Puskesmas-puskesmas di tujuh wilayah tersebut dijadikan uji
coba untuk mengetahui berapa banyak dana operasional yang dibutuhkan puskesmas agar
kegiatannya optimal. Pada tahun 2011-2014, pemerintah akan berupaya untuk memberikan BOK
bagi seluruh puskesmas secara bertahap sesuai kebutuhannya.

Pada tahun 2010, jumlah dana BOK yang disalurkan sebesar Rp 226 miliar pada 8737 unit
puskesmas. Pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp 904,5 miliar yang disalurkan langsung
kepada pemerintah daerah pada bulan Februari untuk selanjutnya dibagi pada tiap-tiap
puskesmas. Besaran alokasi tiap puskesmas diserahkan pada Kabupaten/Kota. Saat ini jumlah
puskesmas yang ada di seluruh wilayah Indonesia sebanyak 8967 unit.

Dana BOK tahun 2011, seluruh Puskesmas di Indonesia mendapatkan dana Bantuan Operasional
Kesehatan atau BOK untuk menunjang akses pelayanan kesehatan. Dana BOK yang diterima
itu berkisar Rp 75-250 juta. Dana BOK tidak lagi langsung diberikan ke puskesmas tapi dikelola
Dinkes kabupaten dan kota yang disesuaikan kondisinya. Pada akhir bulan Februari 2011, dana
tersebut sudah berada di pemkab atau pemkot. Sosialisasi keberadaan BOK di Kabupaten dan
Kota dengan menggunakan dana yang ada. Kemudian persentase pemanfaatan dana BOK ini
adalah 10 persennya diperuntukan manajemen kesehatan di kabupaten atau kota, dan 90
persennya diperuntukan kebutuhan Puskesmas dengan pembagian operasional Puskesmas
dengan proporsi 85 persen dan pemeliharaan ringan Puskesmas sebesar 5 persen.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Litbang Depkes didapatkan alokasi dana BOK
untuk tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu: (1) Sumatera ada sekitar 2.271 Puskesmas rata-
rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 75 juta; (2) Jawa-Bali ada sekitar 3.617 Puskesmas rata-
rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 75 juta; (3) Kalimantan ada sekitar 836 Puskesmas rata-
rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 100 juta; (4) Sulawesi ada sekitar 1.126 Puskesmas
rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 100 juta; (5) Maluku ada sekitar 256 Puskesmas
rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 200 juta; (6) Nusa Tenggara ada sekitar 458
Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 250 juta; dan (7) Papua ada sekitar 403
Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 250 juta.

Pada sejumlah Puskesmas masih diliputi rasa takut menggunakan dana BOK. Padahal
Kementerian Kesehatan telah memberikan kelonggaran pemanfaatannya sesuai dengan petunjuk
teknis BOK. Misalnya apabila dana bantuan (BOK) habis sebelum waktunya, Kementerian
Kesehatan memperbolehkan Puskesmas menggunakan dana Jaminan Kesehatan Masyarakat
untuk digunakan pada pencegahan sekunder dan manajemen.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai
wakil pemerintah atau kepala instansi vertikal di wilayah tertentu.[1]
Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup
semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak
termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.[1]
Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan
wewenang pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur sebagai
wakil pemerintah di daerah atas beban APBN sesuai dengan besaran wewenang yang
dilimpahkan dan dipergunakan untuk kegiatan yang bersifat nonfisik.

Anda mungkin juga menyukai