Buku Minyak Bumi Dan Produk Migas PDF
Buku Minyak Bumi Dan Produk Migas PDF
Buku Minyak Bumi Dan Produk Migas PDF
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan kita sehari-hari, peranan minyak adalah penting sekali. Yang mana
semua kegiatan, baik itu yang dipakai langsung seperti bahan bakar kendaraan dan
kebutuhan rumah tangga, maupun yang dipakai tidak langsung seperti untuk bahan
bakar industri.
Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai beberapa sumber minyak bumi yang
cukup memadai, disamping untuk kebutuhan dalam negeri, ada juga yang diekspor dan
menghasilkan devisa yang cukup besar bagi negara, walaupun untuk jenis-jenis minyak
tertentu masih harus diimpor.
Minyak bumi atau Crude oil adalah suatu persenyawaan hidrokarbon dan turunannya
yang dapat berupa fase gas, cair atau padatan.
Bagaimana sebenarnya minyak bumi itu tercipta, dan di mana pasti sumbernya. Kedua
hal tersebut hingga kini masih merupakan rahasia bagi manusia. Berbagai usaha dan
penelitian terus dilakukan oleh para ahli untuk menyingkapkan tabir rahasia tersebut.
Kegiatan dalam rangkaian pencarian minyak adalah membuat peta topografi,
penyelidikan geologi permukaan bumi dan geofisika, pengambilan sampel batu-batuan,
penetapan lokasi pemboran, pemboran dan produksi.
Kegiatan pemboran memerlukan biaya yang sangat tinggi / mahal untuk biaya peralatan
dan pembangunan prasarana lainnya.
Minyak bumi atau minyak mentah (Crude Oil) yang diperoleh dari sumur eksplorasi
tidak bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar atau sumber energi lainnya sebelum
diolah terlebih dahulu.
Pertama-tama minyak bumi dikumpulkan dalam tangki penyimpanan sambil
memisahkan gas dan air yang terbawa dari sumur. Kemudian minyak tersebut
dipindahkan dengan melalui jaringan pipa atau dengan kapal tanker ke unit pengolahan.
Kita sering mendengar nama-nama produk seperti minyak tanah, bensin, solar, LPG, oli
atau pelumas dan lain-lainnya yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Minyak bumi diproses di unit pengolahan untuk mendapat bermacam-macam produk
yang sesuai dengan syarat-syarat penggunaannya.
Pada tahap pengolahan pertama, minyak mentah tersebut dipisahkan sesuai dengan titik
didih dalam pabrik penyulingan (Distilation Unit). Fraksi yang paling ringan adalah gas,
1
yang dapat dipakai sebagai bahan bakar, atau untuk diolah lebih lanjut. Fraksi kedua
adalah nafta yang dapat dijadikan bahan dasar untuk bensin atau premium, atau bisa
dipakai untuk bahan dasar industri petrokimia.
Fraksi ketiga, yang termasuk fraksi tengah (middle distilate), dapat dipakai sebagai
bahan dasar untuk kerosine, bahan bakar pesawat jet, dan solar. Fraksi berikutnya
adalah fraksi yang terberat, yang dinamakan residu, dapat dijadikan bahan dasar bahan
bakar ketel uap atau untuk diolah lebih lanjut.
Pada umumnya pengolahan tahap pertama dianggap belum mencukupi syarat-syarat
pemakaian, oleh karena itu perlu diolah lebih lanjut. Proses selanjutnya adalah distilasi
hampa untuk residu, proses konversi (perengkahan, reformasi, alkilasi, polimerisasi),
treating dan pencampuran (blending).
Proses pengolahan minyak bumi terdapat diberbagai negara maju atau negara
berkembang. Di Indonesia, unit pengolahan minyak bumi yang dikelola oleh PT
Pertamina adalah di Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju/Sungai Gerong, Balongan,
Cilacap, Balikpapan dan Sorong.
2
BAB II : MINYAK BUMI
Minyak bumi atau minyak mentah, untuk selanjutnya disebut “crude oil” adalah suatu
cairan emas hitam yang terdapat dalam perut bumi pada lapisan-lapisan tanah dari
beberapa meter sampai ribuan meter.
Crude oil adalah suatu persenyawaan hidrokarbon yang dapat berupa fase gas, cair atau
padatan.
Bagaimana sebenarnya minyak bumi itu tercipta, dan di mana pasti sumbernya. Kedua
hal tersebut hingga kini masih merupakan rahasia bagi manusia. Berbagai usaha dan
penelitian terus dilakukan oleh para ahli untuk menyingkapkan tabir rahasia tersebut,
baik berdasarkan ilmu kimia, aktivitas radio maupun ilmu bakteri.
Menurut salah satu teori dari ahli geologi, terbentuknya crude oil adalah karena adanya
plankton-plankton atau organisme kecil yang hidup di laut. Fosil-fosil yang mengendap
di dasar laut dan tertimbun lapisan tanah secara terus-menerus. Karena proses alami
dalam waktu ribuan tahun, plankton-plankton tersebut membentuk senyawa
hidrokarbon.
Adanya perobahan geologi atau lapisan tanah mengakibatkan persenyawaan
hidrokarbon tersebut sering berpindah atau bergeser, bahkan terjadi perembesan ke
permukaan bumi.
Kegiatan dalam rangkaian pencarian minyak, pertama-tama didahului dengan membuat
peta topografi dari wilayah yang akan diselidiki. Kemudian penyelidikan geologi
permukaan bumi dan geofisika terhadap keadaan bumi di bawah tanah (penyelidikan
seismik). Selanjutnya pengambilan sampel batu-batuan, dan penetapan lokasi
pemboran.
Kegiatan pemboran memerlukan biaya yang sangat tinggi / mahal untuk biaya peralatan
dan pembangunan prasarana lainnya.
Suatu usaha pemboran dikatakan berhasil bila terdapat indikasi –indikasi minyak berupa
kepingan-kepingan batu atau tanah yang terbawa oleh lumpur dari dalam sumur ke atas
permukaan.
Tahap pekerjaan selanjutnya adalah produksi. Minyak dan gas dialirkan atau
dipompakan ke atas disalurkan ke pipa untuk ditampung di tempat yang sudah
disediakan.
3
Di Sumatera Selatan, perembesan minyak pertama kali diketemukan di suatu tempat
kira-kira 75 km dari Prabumulih pada tahun 1893. Dan baru pada tahun 1905 dilakukan
eksploitasi oleh BPM. Selanjutnya diketemukan sumur minyak lainnya di daerah Riau,
Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan lain-lainnya.
Dengan adanya perkembangan teknologi, bukan saja di daratan, tetapi di lautanpun
crude oil bisa diproduksi, seperti di lepas pantai Laut Jawa, Kalimantan Timur dan lain-
lainnya.
Crude oil didapatkan dari perut bumi dengan jalan dipompakan atau keluar sendiri
karena adanya tekanan gas yang besar di dalamnya.
Crude oil yang didapat dari sumur-sumur masih bercampur dengan air, garam-garaman,
dan lumpur-sedimen. Banyaknya air dan zat lain tersebut biasanya tergantung dari
sumur mana minyak tersebut diproduksi.
Perbedaan appearance dan sifat-sifat crude karena adanya perbedaan komponen atau
struktur molekul dan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya.
4
Persenyawaan kimia dalam Minyak Bumi :
• Senyawa yang dikehendaki adalah senyawa hidrokarbon ( HC, C1 - C60) : Parafin,
Naften dan Aromat.
• Senyawa yang tidak dikehendaki adalah senyawa non hidrokarbon, seperti senyawa
sulfur, nitrogen, oksigen, logam dan garam-garaman.
Senyawa non hidrokarbon dikatakan sebagai senyawa pengganggu (impurities), oleh
sebab itu harus dihilangkan atau diturunkan kadarnya.
Proses untuk menghilangkan impurities disebut proses treating.
5
C7H16 = heptana C60 H122 = heksakontana
C8H18 = oktana C61 H124 = doheksakontana
Terdiri dari normal parafin dan parafin cabang (isomer)
b. Naftenik (Sikloparafin) : CnH2n
Adalah persenyawaan hidrokarbon jenuh dengan rantai atom C tertutup, contohnya :
C3H6 = siklo propana C5H10 = siklo pentana
C4H8 = siklo butana C6H12 = siklo heksana
Terdiri dari normal naften (mononaften dan polinaften) dan naften cabang
c. Aromatik : CnH2n-6
Adalah persenyawaan hidrokarbon jenuh dengan satu inti benzena atau lebih,
contohnya :
C6H6 = benzena
C8H10 = naftalena
C6H5CH3 = metil benzena
C6H5CH2CH3 = etil benzena
Terdiri dari normal benzena (monobenzena, monoaromat dan polibenzena,
poliaromat) dan benzena cabang.
d. Olefin : CnH2n
Adalah persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh dengan rantai atom C terbuka yang
dalam struktur molekulnya terdapat ikatan rangkap dua diantara dua atom C yang
berdekatan. Contohnya :
C2H4 = etilena
C3H6 = propilena
C4H8 = butilena
Hidrokarbon tidak jenuh terdiri dari normal olefin dan olefin cabang alkil.
Senyawa olefin biasanya tidak ada dalam minyak bumi, karena susunan komponen
tersebut tidak stabil.
Sifat, susunan atau komposisi kimia dalam crude memegang peranan untuk
merencanakan tipe unit pengolahan yang dipersiapkan serta produk apa saja yang dapat
dihasilkan.
a. Paraffinic Crude :
- Mempunyai berat jenis yang rendah
6
- Susunan hidrokarbonnya bersifat parafinik, mengandung kadar parafin wax yang
tinggi dan sedikit mengandung komponen asphaltic.
- Menghasilkan bensin dengan kualitas kurang baik karena mempunyai angka
oktan yang rendah
- Menghasilkan kerosine, solar dan wax yang bermutu baik.
b. Naphthenic Crude :
- Mempunyai berat jenis yang tinggi
- Susunan hidrokarbonnya bersifat naftenik, sedikit sekali mengandung kadar
parafin dan mengandung komponen asphaltic.
- Menghasilkan bensin dengan kualitas baik karena mempunyai angka oktan yang
tinggi
- Menghasilkan kerosine yang kurang baik, solar bersifat medium sampai kurang
baik.
- Dapat diproses untuk pembuatan asphalt dan fuel oil
c. Mixed base :
- Mempunyai berat jenis diantara kedua jenis tersebut diatas
- Susunan hidrokarbonnya mengandung parafinik, naftenik dan aromatik.
- Tipe minyak ini dapat diproses menjadi berbagai jenis produk minyak,
tergantung dari tipe unit pengolahannya.
7
- Senyawa ini tidak larut dalam n-Heptane, tetapi larut dalam Benzene
- memiliki struktur aromatik dengan kadar carbon tinggi dan hidrogen rendah
- menyebabkan crude dan produk residu berwarna gelap
2.4 Impurities
Impurities adalah merupakan kandungan yang tidak diinginkan, yang dapat merusak
atau meracuni unit proses pengolahan maupun dalam penggunaan BBM.
Impurities dalam crude seperti S, N, O, logam dan garam-garaman terdapat dalam
seluruh fraksi minyak, tetapi konsentrasinya meningkat ke arah fraksi berat.
Walaupun kandungan impurities dalam minyak relatif kecil, tetapi pengaruhnya cukup
berarti. Kandungan asam dan merkaptan bersifat korosif.
Adanya sodium, vanadium dan nickel dapat merusak katalis dalam proses pengolahan.
Dan pada finish products adanya impurities dapat menyebabkan off spec produk
tersebut.
Senyawa Sulfur (Sulphur, belerang) :
Senyawa sulfur terdapat dalam semua fraksi minyak, meskipun konsentrasinya
berbeda. Umumnya minyak dengan berat jenis lebih besar mengandung senyawa
sulfur yang lebuh besar pula.
Senyawa sulfur bersifat korosif dan baunya tidak sedap.
Contohnya :
- H2S (Hydrogen Sulphide) berbentuk gas
- CH3SH (Methantiol) berbentuk gas
- Mercaptane Sulphur : R-SH, dari C 2 sampai C5 terdapat dalam fraksi gasoline
sampai solar.
- Thiofan dan Thiofen : sulfur yang terikat senyawa siklo dengan C5
- Disulfide RSR, Disulphide RSSR, dan lain-lainnya.
Senyawa Nitrogen, N :
Senyawa Nitrogen biasanya terdapat dalam struktur aromatik, yang makin besar
konsentrasinya dengan semakin beratnya fraksi dalam crude.
Senyawa nitrogen menyebabkan warna gelap kehijauan pada crude, merupakan
racun terhadap katalis, dan mengakibatkan warna yang tidak stabil pada produk
kerosine atau avtur, walaupun dapat menaikkan angka oktan pada produk gasoline.
Contoh : senyawa pyridine dan Quinoline
8
Senyawa Oksigen, O :
Di dalam minyak senyawa oksigen biasa berbentuk resin, phenol dan asam organik.
Resin menyebabkan ductility asphalt yang baik, tetapi tidak diinginkan dalam
produk medium distilat.
Sedangkan asam organik / phenol mempunyai sifat korosif dan bau yang tidak
sedap. Asam organik biasanya dalam bentuk senyawa asam naftenik. Phenol dapat
juga sebagai anti oksidan.
Salah satu contoh hasil analisa minyak mentah dari suatu lapangan di daerah Sumatra
Selatan.
9
10
2.5 Klasifikasi Minyak Bumi
Sifat atau kharakteristik minyak bumi yang didapat dari berbagai sumur produksi di
setiap daerah atau negara tidak sama. Hal ini tergantung dari berat jenis, komposisi dan
kandungan yang tidak diinginkan.
Tujuan klasifikasi minyak bumi :
untuk mengetahui komponen hidrokarbon dalam minyak bumi
untuk menentukan nilai transaksi
untuk perencanaan dalam proses pengolahan minyak.
Specific Gravity 60/60 °F atau Density (berat jenis) dari crude adalah salah satu sifat
yang penting. Specific gravity dipakai untuk konversi berat – volume yang dipakai
untuk menentukan nilai transaksi.
Umumnya semakin ringan suatu crude, atau specific gravity kecil, semakin banyak
mengandung fraksi ringannya, dan harganya semakin mahal.
Klasifikasi crude berdasarkan specific gravity adalah sebagai berikut :
a. Light Crude oil (m. bumi ringan) SG < 0.830
b. Light Medium Crude oil (m. bumi medium ringan) SG 0.830 – 0.850
c. Heavy Medium Crude oil (m. bumi medium berat) SG 0.850 – 0.865
d. Heavy Crude oil (minyak bumi berat) SG 0.865 – 0.905
e. Very Heavy Crude oil (m. bumi sangat berat) SG > 0.905
11
Sebagai ukuran klasifikasi ini adalah jumlah komponen fraksi ringan dalam crude, yaitu
volume fraksi minyak yang dihasilkan dari distilasi sampai suhu uap 300 °C.
Dari ketentuan ini crude digolongkan sebagai berikut :
a. Light Oil (Crude ringan) : komponen ringan > 50 % volume
b. Medium Oil (Crude sedang) : komponen ringan 20 - 50 % volume
c. Heavy Oil (Crude berat) : komponen ringan < 20 % volume
Kadar belerang (Sulphur, sulfur) dalam crude adalah suatu sifat yang penting, karena
belerang dan persenyawaanya bersifat korosif. Keberadaannya sulfur dalam minyak
tidak dikehendaki, maka harus dibebaskan dalam proses pengolahannya, seperti proses
treating untuk mendapatkan produk BBM yang low sulfur .
Klasifikasi crude berdasarkan kadar sulfur (ASTM D 1552) sebagai berikut :
a. Low Sulphur Oil (Sweet Crude) : kadar belerang < 0.1 % berat
b. Medium Sulphur Oil : kadar belerang 0.1 – 2 % berat
c. High Sulphur Oil (Sour Crude) : kadar belerang > 2 % berat
Pada tahun 1935 Watson, Nelson dan Murphy dari Lembaga Penelitian Universal Oil
Products Co (UOP) telah menganalisa bermacam-macam crude dari lapangan di
Amerika.
Dari hasil penelitian :
- Melakukan pengujian distilasi ASTM D 86
- Melakukan pengujian SG 60/60 °F
- Menghitung KUOP (Characterization Factor KUOP) dengan rumus :
KUOP = 3√Tb / ρ atau 3
T
K
SG 60/60 o F
Di mana :
KUOP = Characteristic function
Tb = Titik didih rata-rata dari ASTM Distilasi pada 10., 30, 50, 70 dan 90 %
volume distilat dalam derajat Rankine (°R = °C + 460)
ρ = Specific Gravity @ 60/60 °F
12
Klasifikasi crude berdasarkan KUOP adalah sebagai berikut :
a. Paraffinic : KUOP = 12.1 – 13.0
b. Intermediate : KUOP = 11.5 – 12.1
c. Naphtenic : KUOP = 10.5 – 11.5
d. Aromatic : KUOP = 10.0 – 10.5
Pada tahun 1937 Lane dan Garton dari Departemen Pertambangan Amerika (US Bureau
of Mines) menyatakan bahwa kurang tepat jika menetapkan klasifikasi minyak bumi
dengan satu macam chemical group, seperti paraffinic atau naphthenic saja. Karena
pada hakekatnya dalam crude terdapat beberapa persenyawaan kimia dari hidrokarbon.
US Bureau of Mines menggolongkan crude menurut perbandingan kadar komponen
paraffin, naphthen atau aromat pada fraksi-fraksi destilat.
Penetapannya sebagai berikut : crude didistilasi (Hempel Distillation) pada tekanan
atmosfer sampai suhu 275 °C, kemudian diteruskan dengan distilasi vakum pada
tekanan 40 mm Hg hingga mencapai suhu 300 °C.
Klasifikasi berdasarkan berat jenis °API Gravity @ 60 °F dari dua fraksi kunci, yaitu :
- Key Fraction I adalah fraksi destilat 250 – 275 °C pada distilasi tekanan atmosfer
- Key Fraction II adalah fraksi destilat 275 – 300 °C pada dist. tek vakum 40 mm Hg.
Berat jenis dari Key fraction I mengindikasikan kharakteristik dari fraksi ringan, dan
berat jenis dari Key fraction II mengindikasikan kharakteristik dari fraksi beratnya.
Tipe Hidrokarbon KF-I, °API Gravity 60°F KF-II, °API Gravity 60°F
Paraffinic – Paraffinic ≥ 40 ≥ 30
Paraffinic – Intermediate ≥ 40 20 - 30
Paraffinic – Naphthenic ≥ 40 ≤ 20
Intermediate – Paraffinic 33 - 40 ≥ 30
Intermediate – Intermediate 33 - 40 20 - 30
Intermediate – Naphthenic 33 - 40 ≤ 20
Naphthenic – Paraffinic ≤ 33 ≥ 30
Naphthenic – Intermediate ≤ 33 20 - 30
Naphthenic – Naphthenic ≤ 33 ≤ 20
13
2.5.6 Klasifikasi minyak bumi berdasarkan Indeks Korelasi
Cara penetapan :
- Melakukan pengujian SG 60/60 °F minyak bumi
- Melakukan distilasi ASTM D 86, kemudian hitung rata-rata titik didihnya
- Menghitung Indeks Korelasi dengan rumusan :
CI = (473,7 G – 456,8) + (48.640 / T)
dimana
G = SG 60/60 °F
T = rata-rata titik didih, °Kelvin
Hasil pengujian diklasifikasikan atas :
Correlation Index Klasifikasi
CI = 0 HC seri normal parafin
CI = 100 HC benzena
CI = 0 – 15 HC dominan dalam fraksi : parafinik
CI = 15 – 50 HC dominan dalam fraksi : naftenik atau campuran para-
finik, naftenik dan aromatik
CI 50 HC dominan dalam fraksi : aromatik
Cara penetapan :
- Melakukan pengujian SG 60/60 °F minyak bumi
- Melakukan pengujian viscosity Saybolt
- Menghitung VGC dengan rumusan :
VGC = 10 G 1,0752 log (V 38)
10 log (V 38)
dimana : G = SG 60/60 °F
V = viscosity pada 200 °F (99 °C), SSU
Hasil pengujian diklasifikasikan atas :
VGC Klasifikasi
0,800 – 0,840 Hidrokarbon Parafinik
0,840 – 0,876 Hidrokarbon Naftenik
0,876 – 1,000 Hidrokarbon Aromatik
14
2.6 Evaluasi Minyak Bumi
Tujuan :
Menentukan potensi minyak bumi sebagai bahan baku kilang minyak untuk
menghasilkan fraksi yang dikehendaki.
Potensi ditunjukkan oleh jumlah fraksi terbanyak yang dinyatakan sebagai %
volume perolehan (% vol. recovery) yang dihasilkan dari suatu distilasi Hempel
atau distilasi TBP (True Boilling point).
Cakupan evaluasi meliputi :
1. Pengujian/analisis sifat umum minyak bumi, yaitu sesuai dengan tipe analisis
(A, B, C, D)
2. Distilasi TBP (True Boiling Point), yaitu pemotongan suhu untuk memperoleh
fraksi
3. Kurva distilasi, yaitu kurva yang digunakan untuk mengetahui potensi minyak
bumi dalam menghasilkan fraksi yang dikehendaki
4. Prediksi sifat fraksi (SG, flash point, viskositas, pour point, kadar sulfur, dll)
15
Mutu produk yang dihasilkan
2.6.2 Tipe analisis evaluasi minyak bumi
Terdapat 4 (empat) jenis tipe analisis evaluasi minyak bumi :
1. Tipe A (tipe analisis cepat)
2. Tipe B (tipe analisis sederhana)
3. Tipe C (tipe analisis sedang)
4. Tipe D (tipe analisis lengkap)
16
Tipe D (tipe analisis lengkap)
Tujuan :
Memberikan informasi tentang potensi minyak bumi sehubungan dengan minyak
bumi akan diolah.
Pengujian meliputi :
1. Pengujian sifat umum minyak bumi
2. Klasifikasi minyak bumi
3. Distilasi TBP narrow cut (hanya sampai fraksi Kerosene) dan wide cut (sampai
fraksi minyak solar)
4. Analisis fraksi – fraksi dari TBP
5. Analisis logam (V, Pb, Ni, Cu, Na, dan lain – lain)
17
Persenyawaan Sulfur dalam minyak
18
Persenyawaan Oksigen dalam minyak :
19
Persenyawaan Nitrogen dalam minyak :
20
Logam dalam minyak :
21
BAB III : PRODUK HASIL MINYAK
Minyak bumi atau minyak mentah (Crude Oil) yang diperoleh dari sumur eksplorasi
tidak bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar atau sumber energi lainnya, tetapi
harus diproses dahulu melalui suatu unit pengolahan untuk mendapat bermacam-macam
produk yang sesuai dengan syarat-syarat penggunaannya.
Di Indonesia, unit pengolahan minyak yang dikelola oleh PT Pertamina (Persero) ada di
Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju/Sungai Gerong, Balongan, Cilacap, Balikpapan dan
Sorong.
Produk minyak bumi selain untuk bahan bakar, ada juga untuk keperluan lainnya,
seperti minyak pelumas, asphalt, refrigeran, dan solvent.
Secara umum produk minyak yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) digolongkan
sebagai berikut :
- Bahan Bakar Minyak
- Bahan Bakar Khusus
- Non BBM dan Petrokimia
- Gas dan Produk lain
22
III. Non BBM :
1. Green Cokes
2. Solvent : SBP, LAWS, Minarex
3. Minyak Pelumas : Mesran, Prima XP, Fastron, Enduro, dll.
4. Wax
IV. Petrokimia
1. Polytam
2. PTA
3. Paraxylene
4. Benzene
V. Produk Gas
1. LPG
2. LNG
3. Musicool
VI. Lain-lain :
1. Medium Naphtha, LOMC
2. LSWR, Residue, Decant Oil, HVGO
3. Sulphur.
23
Contoh Diagram Sederhana Kilang Unit Pengolahan III :
24
3.3 KEROSINE
Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh sebagian masyarakat adalah minyak tanah
atau kerosine. Produk ini banyak dipakai sebagai bahan bakar rumah tangga dan juga
sebagai lampu penerangan di daerah tertentu.
Dalam penggunaannya kerosine harus aman dan tidak menimbulkan bahaya keracunan
akibat hasil pembakarannya.
Untuk melindungi konsumen agar kerosine yang dipakai sesuai dengan kebutuhan,
maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No.
17.K/72/DJM/1999 tanggal 16 April 1999 tentang spesifikasi dari bahan bakar jenis
Minyak Tanah.
25
rumah tangga ataupun bahan bakar lampu penerangan menjadi jelek (menimbulkan
asap).
26
kerosine, disamping bersifat korosif juga menyebabkan menurunnya nilai panas
pembakaran (nilai kalori).
Sifat pengkaratan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian:
- Sulfur Content, ASTM D 1266
- Copper Strip Corrosion, ASTM D 130
e. Sifat Kebersihan
Sifat kebersihan kerosine berhubungan dengan ada atau tidaknya kotoran dalam
kerosine, sebab kotoran ini akan berpengaruh terhadap pembakaran. Kerosine
sebagai bahan bakar diharapkan tidak mengeluarkan banyak asap, tidak
membahayakan atau mengakibatkan pencemaran.
Sifat kebersihan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian :
- Sulfur Content, ASTM D 1266
f. Sifat Keselamatan :
Sifat keselamatan kerosine meliputi keselamatan di dalam pengangkutan,
penyimpanan, dan penggunaan. Kerosine harus memiliki salah satu sifat
keselamatan, yaitu bahwa kerosine tidak terbakar akibat terjadi loncatan api. Bila
kerosine terlalu mudah menguap, akan menaikkan tekanan sehingga menyebabkan
terjadinya ledakan. Di samping itu, kemudahan menguap akan menurunkan titik
nyala.
Sifat keselamatan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian:
- Flash Point Abel, IP-170
27
- Kemudian baca skala pada hidrometer dan ukur suhu minyak dengan
termometer. Catat sebagai observed.
- Selanjutnya density/specific gravity dapat dikoreksi pada suhu standar
dengan tabel (ASTM D1250)
c. Tujuan pemeriksaan Density :
Untuk mencari hubungan berat-volume, yang berguna untuk penentuan nilai
transaksi/harga.
d. Interpretasi hasil pengujian :
Bila diperoleh hasil uji lebih besar dari spesifikasinya, kerosine tersebut :
- Terkontaminasi oleh fraksi yang lebih berat, misalnya solar.
- Mengandung senyawa naften dan aromat tinggi, sehingga pada
pembakaran menyebabkan timbulnya asap yang berlebih.
2. Bila hasil pengujian lebih rendah dari spesifikasinya, kerosine tersebut :
- Terkontaminasi oleh produk yang lebih ringan, misalnya bensin.
- Mengandung senyawa parafin dan iso parafin tinggi, berarti kerosine
tersebut mudah menguap sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
ledakan.
28
d. Interpretasi hasil pengujian :
Pada spesifikasi kerosine, titik nyala Abel minimum 38 °C. Bila pada hasil
pengujian diperoleh nilai lebih kecil, menunjukkan bahwa kerosine
terkontaminasi oleh fraksi yang lebih ringan sehingga mempunyai nilai flash
point yang rendah.
29
- Pengamatan yang sistematis dilakukan terhadap pembacaan suhu dan
volume kondensat hasil penyulingan, mulai dari IBP, 5 %, 10 % dan
seterusnya volume kondensat tertampung sampai End point.
c. Kegunaan :
- Sifat distilasi menunjukkan sifat penguapan secara keseluruhan
- Sifat distilasi dapat menunjukkan bagaimana kira-kira komposisi bahan
bakar
d. Interpretasi hasil pengujian :
Pada spesifikasi kerosine, distilasi recovered pada 200 °C minimum 18 % vol.
Bila hasil pengujian di bawah nilai minimum, ini berarti kerosine mengandung
fraksi yang lebih berat.
Sedangkan spesifikasi End point adalah maksimum 310 °C. Bila hasil pengujian
di atas nilai maksimumnya, ini berarti banyak mengandung fraksi yang lebih
berat, akibatnya dalam pembakaran timbul asap yang lebih tebal.
30
Contoh dibakar dalam suatu sistem tertutup dengan menggunakan lampu yang
sesuai dan didorong dengan udara. Oksida sulfur yang terbentuk diserap oleh
H2O2 membentuk H2SO4, kemudian asam sulfat yang terbentuk dititrasi dengan
larutan standard NaOH dengan indicator methyl purple.
Pada spesifikasi kerosine, nilai kandungan sulfur maksimum 0.20 % wt. Bila dari
hasil pengujian diperoleh kandungan sulfur lebih besar dari spesifikasi, akan
menyebabkan pencemaran udara, menaikkan sifat korosifitas pada gas hasil
pembakaran dan penurunan nilai kalor bahan bakar.
Pada spesifikasi kerosine nilai jelaga (Char value) maksimum adalah 40 mg/Kg.
Bila hasil dari pengujian diperoleh lebih besar dari spec, menunjukkan bahwa bahan
bakar kerosine terkontaminasi oleh fraksi yang lebih berat, dan mungkin juga
disebabkan oleh lamanya penyimpanan.
Untuk pengujian mutu lainnya seperti warna dan bau yang tercakup dalam
parameter analisis, memberikan gambaran identitas pada suatu produk.
31
32
3.4 PREMIUM
Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat adalah bensin
Premium dengan angka Oktan 88. Untuk melindungi konsumen agar bensin yang
dipakai sesuai dengan kebutuhan mesin, maka pemerintah melalui Dirjen Migas
mengeluarkan Surat Keputusan No.74 K/72/DDJM/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang
spesifikasi dari bahan bakar jenis Bensin Premium Tanpa Timbal yang biasa disebut
bensin Premium saja.
33
Yang termasuk primary process dalam proses pengolahan minyak adalah unit
Distilasi Minyak Mentah (Crude distillation Unit, CDU).
Proses distilasi ini merupakan proses pemisahan secara fisika, yang bertujuan
memisahkan minyak bumi menjadi fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik
didih masing-masing komponen penyusunnya pada kondisi tekanan atmosferik.
Bahan baku dari proses ini adalah minyak mentah, yang dialirkan dengan pompa
melalui alat pertukaran panas dan menguapkan komponen-komponen ringannya.
Dalam kolom fraksinasi uap akan naik ke atas dan cairan turun ke bawah, kemudian
uap minyak yang terbentuk dipisahkan berdasarkan trayek didih dari komponen-
komponen minyak tersebut.
Komponen mogas yang dihasilkan dari proses ini dapat langsung dijadikan
komponen Premium, tetapi mutu pembakaran berupa nilai angka oktan masih
relative rendah.
Komponen mogas dari proses ini dapat juga dijadikan umpan / bahan baku proses
selanjutnya (secondary process).
34
Proses ini dilakukan dengan menggunakan bantuan katalis sehingga reaksi yang
ditimbulkan akan lebih baik dari pada proses perengkahan dengan bantuan
panas.
c. Isomerisasi (Isomerization) :
Proses isomerisasi adalah proses mengubah hidrokarbon rantai lurus menjadi
hidrokarbon rantai cabang dengan berat molekul yang sama.
Pada proses ini terjadi perubahan normal parafin menjadi iso parafin untuk
meningkatkan mutu mogas karena memiliki angka oktan yang lebih tinggi.
d. Alkilasi ( Alkylation )
Proses alkilasi ini bertujuan untuk menghasilkan mogas berangka oktan tinggi
dengan cara menggabungkan hidrokarbon parafinik dengan olefinik yang
berbentuk gas menjadi cairan komponen mogas. Sebagai bahan baku parafinik
dipakai iso butana dan bahan baku olefin dipakai iso butilena , yang
menghasilkan komponen mogas rantai cabang iso oktan (2,2,4 Trimethyl
Pentane)
Reaksi : iC4 + iC4= → iC8
e. Polimerisasi ( Polymerization )
Proses Polimerisasi adalah proses penggabungan antara dua molekul yang sama
menjadi molekul-molekul hidrokarbon yang lebih besar. Pada proses ini sebagai
bahan baku yang digunakan gas-gas olefin, karena olefin merupakan
hidrokarbon tidak jenuh yang mempunyai sifat mudah bergabung satu dengan
lainnya. Proses polimerisasi ini dapat dilakukan menggunakan katalisator
menghasilkan polymer gasoline oktan tinggi.
Reaksi : C4= + C4= → C8=
f. Pemurnian ( Treating )
Produk-produk yang diperoleh biasanya masih mengandung senyawa-senyawa
tertentu yang merugikan dan tidak dapat dihilangkan sama sekali. Tetapi dapat
diperkecil kandunganya dengan cara pemurnian dengan Caustic Treating atau
Hydrotreating sehingga produk tersebut dapat digunakan secara aman.
Tujuan dari proses pemurnian adalah perbaikan mutu produk meliputi
menghilangkan bau, menghilangkan impurities dan zat-zat yang bersifat korosif.
g. Pencampuran ( Blending )
35
Yang dimaksud dengan blending adalah mencampur dua komponen produk atau
lebih kedalam suatu sistem sehingga menghasilkan suatu produk yang
memenuhi spesifikasi.
Tujuan dari blending adalah :
Memperbaiki mutu produk yang rusak, yaitu produk-produk yang
menyimpang dari spesifikasinya.
Mengubah produk yang mempunyai mutu rendah menjadikan produk yang
bermutu tinggi.
Mendapatkan produk baru dari produk-produk yang ada.
36
37
3.4.3 Sifat - sifat Khusus Premium
Premium bila digunakan harus aman, tidak membahayakan manusia dan lingkungan,
tidak merusak mesin, dan efisien didalam penggunaanya.
Agar tujuan tersebut tercapai, premium yang akan digunakan harus memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan dengan batasan-batasan tertentu dan diperiksa sesuai
dengan standar yang ada.
Adapun sifat-sifat penting dari premium sebagai bahan bakar adalah :
Sifat Pembakaran
Sifat Penguapan
Sifat Pengkaratan
Sifat Stabilitas
1. Sifat Pembakaran
Sifat penting produk bahan bakar premium adalah pembakaran, yaitu dalam proses
pembakaran di ruang bakar, diharapkan campuran uap bensin dan udara harus dapat
menyala dan terbakar seluruhnya secara teratur. Dalam operasinya campuran
tersebut ditekan dalam silinder lalu dibakar dengan bunga api dari busi.
Pembakaran yang baik berlangsung merata dan lancar, namun pada kondisi tertentu
temperatur dalam silinder mungkin terlalu tinggi, sehingga menyebabkan terjadi
pembakaran sendiri (self ignition) dari campuran selain dari pembakaran yang diatur
busi. Keadaan ini sering dialami waktu kendaraan dipakai dan dapat diketahui dari
bunyi ketukan (knocking) yang di keluarkan mesin.
Sifat pembakaran bensin biasanya diukur dengan angka oktan. Angka oktan ini
menunjukkan ukuran kecenderungan bensin untuk mengalami knocking.
Kecenderungan knocking ini berhubungan dengan perbandingan kompresi mesin.
Makin tinggi angka oktan suatu bahan bakar makin kurang kecenderungannya
mengalami ketukan. Angka Oktan premium diukur dengan mesin uji standar yaitu
CFR (Cooperative Fuel Research) F 1 sesuai dengan standar ASTM D 2699.
2. Sifat Penguapan
Sifat penting produk premium adalah sifat penguapan, yaitu ukuran kemampuan
suatu bahan bakar untuk mengubah fasa cair ke fasa gas di bawah kondisi
temperatur dan tekanan tertentu.
38
Suatu bahan bakar bensin dapat terbakar sempurna dalam ruang bakar, harus dapat
menguap dengan teratur sesuai dengan laju yang dikehendaki dan dapat terdistribusi
merata dalam ruang bakar. Sehingga memudahkan starting pada mesin, waktu
pemanasan mesin, akselerasi. Juga sebaliknya tidak terlalu mudah menguap
sehingga dapat menyebabkan vapour lock pada saluran dari tanki ke karburator dan
pembentukan butir-butir es dalam karburator.
Sedangkan bensin yang sukar menguap akan menyebabkan penyebarannya tidak
seimbang dan pembakaran tidak sempurna, juga dapat mengakibatkan terjadi
crancase dilution, serta menimbulkan karbon deposit.
Sifat penguapan produk premium dapat diketahui dari dua macam parameter yaitu :
Distilasi, ASTM D 86
Reid Vapour Pressure, ASTM D 323
3 Sifat Pengkaratan
Premium mengandung senyawa sulfur (belerang). Senyawa sulfur tersebut berasal
dari minyak bumi yang telah terakumulasi dalam jebakan di bawah tanah bercampur
dengan lumpur dan air.
Senyawa sulfur ini ikut terbakar dalam mesin dan menghasilkan senyawa oksida
asam yang bersifat korosif, reaksinya adalah :
S + O2 SO2
SO2 + ½ O2 SO3
SO3 + H2O H2SO4
Selain itu senyawa sulfur yang terkandung dalam produk juga berpengaruh terhadap
pengkaratan pada elemen mesin, oleh karena itu kandungan sulfur dalam premium
dibatasi oleh spesifikasi yang telah ditentukan.
Untuk mengetahui sifat pengkaratan premium, dapat dianalisis dengan :
Sulfur Content, ASTM D 1266
Doctor Test, IP 30
Copper Strip Corrosion, ASTM D 130
4. Sifat Stabilitas
Premium harus bersih dan stabil selama pemakaian dan penyimpanannya. Karena
selama pemakaian bensin yang diuapkan biasanya meninggalkan sisa yang
39
berbentuk getah padat (gum) yang melekat pada permukaan saluran bahan bakar.
Apabila pegendapan getah ini terlalu banyak, kemulusan operasi mesin dapat
terganggu. Karena itu kandungan gum dalam bensin dibatasi oleh spesifikasinya.
Analisis yang bertujuan untuk mengukur kandungan gum dalam bensin adalah
metode ASTM D 381.
Selain dari gum yang keberadaanya sudah terdapat sejak dari proses pembuatan,
gum juga dapat terbentuk karena komponen-komponen bensin bereaksi dengan
udara selama penyimpanan. Hidrokarbon tidak jenuh berupa olefin mempunyai
kecenderungan untuk mengalami pembetukan gum akibat oksidasi. Ketahanan
bensin dalam penyimpanan, diukur dengan analisis Induction Period ASTM D 525.
40
reference fuel blend dengan Octane Number tertentu dan Cylinder Height
sesuai dengan nilai pada guide table yang ditentukan.
Pembacaan Cylinder Height melalui Micrometer Reading dari contoh
tersebut dikonversikan ke tabel ASTM D 2699 sehingga didapatkan angka
oktan RON dari contoh yang dianalisis.
41
Contoh mogas yang telah didinginkan, dimasukan dalam tabung contoh
(Gasoline Chamber). Kemudian dihubungkan dengan tabung udara (Air
Chamber). Lalu dimasukan dalam bak air yang mempunyai suhu 37.8°C
dan dikocok pada periode waktu tertentu sampai didapat penunjukan tekanan
yang tetap.
42
Kandungan Pb ditetapkan menggunakan peralatan Atomic Absorption
Spectrofotometry (AAS) pada panjang gelombang 283.3 nm, dengan standar
PbCl2.
43
11. Analisis Mercaptan Sulfur ASTM D 3227
a. Tujuan Analisis :
Untuk menentukan Mercaptan Sulfur pada rentang 0.0003 – 0.01 % wt dengan
cara titrasi potensiometri.
b. Ringkasan Metode :
Sejumlah sample yang telah bebas dari H2S dilarutkan dalam pelarut titrasi dari
Natrium asetat alkoholat, kemudian dititrasi secara potensiometri dengan larutan
standar perak nitrat memakai electrode acuan gelas.
Pada kondisi pengujian ini, Mercaptane Sulfur diendapkan sebagai perak
mercaptida, dan titik akhir titrasi ditunjukan oleh terjadinya penyimpangan
potensial yang besar yang terjadi dalam sel potensial.
44
3.5 MINYAK SOLAR
Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh masyarakat dan industri adalah minyak Solar.
Untuk melindungi konsumen agar minyak yang dipakai sesuai dengan kebutuhan mesin,
maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No.3675
K/24/DDJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 tentang Spesifikasi dari bahan bakar jenis
Solar 48 yang biasa disebut Minyak Solar saja.
45
Pada dasarnya distilasi hampa hampir sama dengan distilasi atmosferik, yang
membedakannya yaitu pada distilasi hampa tekanan didalam kolom fraksinasi
diturunkan sampai dibawah satu atmosfir (10 s.d. 40 mmHg)
Proses distilasi hampa dilakukan untuk memproses lebih lanjut long residue yang
merupakan sisa dari proses distilasi atmosfir. Hal ini disebabkan jika suhu pada distilasi
atmosfir dinaikkan lebih dari suhu maksimumnya maka akan terjadi perengkahan
(Cracking) dan akan merusak mutu produk. Hasil dari proses distilasi Hampa antara
lain:
a. Vacuum Gas Oil (Komponen Minyak Solar)
b. Parafinic Oil Distilate (POD)
c. Short Residue
46
Pada Unit produksi ini, dilakukan distilasi atmosferik terhadap crude oil, sehingga
pada trayek titik didih 200 – 350 OC, didapatkan komponen Solar, yaitu:
- CD II : LCT
- CD III : HKD, LCT, HCT
- CD IV : HKD, LCT, HCT
- CD V : LCT, HCT
b. Crude Distillation VI Sungai Gerong
Pada Unit produksi ini, sama dengan unit produksi di Crude Distillation Sungai
Gerong, produk yang dihasilkan sebagai komponen Solar, terkadang langsung
produk jadi tanpa melalui proses blending lagi.
c. High Vacuum Unit (HVU) Sungai Gerong
Pada unit Produksi ini, dilakukan distilasi hampa terhadap long residue, sehingga
didapatkan komponen Solar, yaitu : Light Vacum Gas Oil (LVGO).
Komponen minyak Solar yang dihasilkan dari unit-unit ini kemudian dicampur menjadi
satu di tangki-tangki penampungan yang merupakan produk akhir minyak solar dan jika
memenuhi persyaratan, maka minyak Solar ini siap untuk dipasarkan.
47
Gambar 3.1 Diagram Proses Blending Pembuatan Minyak Solar di UP III
48
- Mampu memberikan daya pengkabutan yang sempurna sesuai viskositasnya
- Sedikit mengandung unsur karbon dan logam yang dapat menyebabkan
pembentukan deposit.
- Tidak mengandung komponen-komponen yang dapat merusak mesin dan
mencemari lingkungan, seperti misalnya CO, SO2, dsb.
Agar produk minyak Solar dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya secara baik dan
tanpa menimbulkan kerugian pada mesin, maka dipandang perlu untuk memperhatikan
sifat-sifat utama dari minyak minyak solar tersebut, yang meliputi
1. sifat umum
2. sifat pembakaran
3. sifat penguapan
4. sifat kemudahan mengalir
5. sifat pengkaratan
6. sifat keselamatan
7. sifat kebersihan.
1. Sifat Umum :
Yang dimaksud sifat umum adalah sifat yang menunjukkan klasifikasi (jenis) minyak
tersebut. Sifat umum minyak solar sangat erat hubungannya dengan pemuatan,
kontaminasi, material balance, dan transaksi jual beli. Sifat umum ditunjukkan dengan
pengujian :
Density at 15 OC, Specific Gravity 60/60 OF atau API Gravity ASTM D 1298 / D 4052
2. Sifat Pembakaran :
Sifat pembakaran adalah salah satu ukuran dari mutu pembakaran dari minyak Solar.
Minyak Solar dapat memberikan kerja mesin yang memuaskan apabila dapat
menghasilkan pembakaran yang sempurna dalam ruang bakar. Minyak Solar bermutu
rendah mempunyai waktu tunda (ignition delay) lebih lama. Sifat ini ditunjukkan oleh
besar kecilnya angka setana (cetane number). Pemeriksaan Angka Setana dimaksudkan
untuk memberikan gambaran :
a. Mudah tidaknya mesin dihidupkan
b. Kemungkinan timbulnya diesel knock akibat dari ignition delay yang panjang.
c. Tebalnya tipisnya gas buang (asap)
49
Ketiga hal tersebut akan menyebabkan berkurangnya tenaga yang ditimbulkan dan
kerusakan pada bagian-bagian mesin.
Sifat Pembakaran ini ditunjukkan dengan pengujian :
a. Cetane Number ASTM D 613
b. Calculated Cetane Index by Four Variable Equation ASTM D 4737
3. Sifat Penguapan
Sifat penguapan merupakan sifat yang banyak mempengaruhi daya kerja bahan bakar
mengingat pada saat pembakaran terjadi fase uap, sehingga perlu diketahui sifat
penguapannya. Berdasarkan sifat penguapan ini dapat diketahui jumlah fraksi ringan
yang ada dan mudah untuk dikabutkan. Apabila terlalu rendah penguapan dapat
mengakibatkan timbulnya deposit sehingga pembakaran tidak sempurna dan akan
mempengaruhi kemudahan start mesin serta akselerasi mesin. Sifat penguapan ini
ditunjukkan dengan pengujian Distillation ASTM D 86.
5. Sifat Pengkaratan
Unsur-unsur dalam minyak Solar disamping hidrokarbon, terdapat pula unsur-unsur
sulfur, oksigen, halogen dan logam. Diantara senyawa-senyawa tersebut ada yang
50
bersifat korosif, yaitu senyawa sulfur (belerang). Senyawa-senyawa Sulfur dalam
minyak Solar yang korosif dapat berupa hydrogen sulfide, merkaptan, dan tiofena.
Untuk mengetahui sifat pengkaratan dalam minyak solar ada beberapa metode
pengujian yang digunakan yaitu :
a. Copper Strips Corrosion ASTM D 130
b. Sulphur Content ASTM D 1552/ ASTM D 2622
c. Strong Acid Number ASTM D 974 / D 664
d. Total Acid Number ASTM D 974 / D 664
6. Sifat Keselamatan
Sifat keselamatan minyak Solar meliputi keselamatan didalam pengangkutan,
penyimpanan dan penggunaan. Minyak Solar harus memiliki salah satu sifat
keselamatan yaitu bahwa minyak Solar tidak terbakar akibat terjadi loncatan api. Untuk
mengetahui sifat keselamatan Minyak Solar dapat dilakukan pengujian Flash Point
Pensky Martens ASTM D 93.
7. Sifat Kebersihan
Sifat kebersihan ini ditentukan dengan ada atau tidak adanya kotoran yang terdapat
didalam minyak solar, sebab kotoran ini akan berpengaruh terhadap mutu karena dapat
mengakibatkan kegagalan dalam suatu operasi mesin. Kotoran itu biasanya berupa air,
lumpur atau endapan atau sisa hasil pembakaran yang berupa abu dan carbon. Untuk itu
makin kecil adanya kotoran didalam suatu bahan bakar maka makin baik mutu bahan
bakar tersebut.
Sifat kebersihan pada minyak minyak Solar dibatasi keberadaannya dengan beberapa
pengujian, yaitu:
a. Color ASTM D 1500
b. Water Content ASTM D 95 / ASTM D 1744
c. Conradson Carbon Residue (CCR) ASTM D 189 / ASTM D 4530
d. Sediment by Extraction ASTM D 473
e. Ash Content ASTM D 482
f. Particulate Contaminant ASTM D 2276
8. Sifat-sifat lainnya
51
Ada beberapa sifat-sifat lain dari minyak Solar-48 bila minyak Solar tersebut
mengandung biodiesel, sesuai dengan Spesifikasi SK Dirjen Migas No. 3675
K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006 maka sifat-sifat tersebut antara lain:
1. Biological Growth
2. Kandungan FAME
3. Kandungan Metanol & Etanol ASTM D 4815
52
Spesifikasi melalui surat keputusan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Minyak
dan Gas tersebut biasanya mengikuti Spesifikasi Ineternasional, seperti dari ASTM
(Diesel Fuel Oils ASTM D 975 grade 2D) atau WWFC grade.
Note : Dasar SK Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006
Catatan *) : Khusus untuk minyak solar yang mengandung Bio Diesel, jenis dan spec. Bio Dieselnya
mengacu ketetapan Pemerintah
53
1. Density at 15 OC ASTM D 1298
a. Tujuan Pengujian
Metode uji ini digunakan untuk menentukan Density, Specific Gravity dan API
Gravity dari Solar dengan menggunakan hydrometer gelas, nilai yang terbaca pada
hydrometer pada temperatur tertentu diubah ke temperatur standar digunakan tabel
konversi.
b. Garis Besar Pengujian
Sejumlah contoh dituangkan ke dalam gelas silinder 1000 mL, kemudian hidrometer
yang sesuai dimasukkan dan dibiarkan mengapung dengan bebas, Setelah
temperatur setimbang, skala hydrometer dibaca dan temperatur contoh dicatat,
sebaiknya gelas dan silinder contoh ditempatkan pada temperatur yang konstan
untuk menghindari terjadinya variasi temperatur selama pengujian.
54
Untuk menghitung besarnya nilai CCI dapat dilakukan dengan perhitungan
matematis berdasarkan data Density at 15 °C ASTM D 1298 dan 10%, 50% ,90%
boiling point distilasi ASTM D-86 dari contoh tersebut dengan menggunakan rumus
berikut :
CCI = 45.2 + (0.0892)(T10N) + [0.131 + (0.901)(B)][ T50N ]
+ [0.0523 - (0.420)(B)][ T90N ] + [0.00049] [ (T10N)2 - (T90N)2]
+ (107)(B) + (60)(B)2
Keterangan :
CCI = Perhitungan Cetane Index dengan 4 variabel
D = Density at 15 °C, dengan metode ASTM D 1298
DN = D – 0.85
B = [e (-3.5)(DN) ] – 1
T10 = Temperatur Distilasi ASTM D 86 pada 10% Recovery
T10N = T10 - 215
T50 = Temperatur Distilasi ASTM D 86 pada 50% Recovery
T50N = T50 - 260
T90 = Temperatur Distilasi ASTM D 86 pada 90% Recovery
T90N = T90 - 310
Batasan CCI untuk minyak Solar adalah minimum 45.
4. Distillation ASTM D 86
a. Tujuan Pengujian
Maksud pengujian distilasi adalah untuk mengetahui sifat penguapan atau rentang
didih dari minyak Solar dengan menggunakan peralatan distilasi dan metode uji
ASTM D 86.
b. Garis Besar Pengujian
Contoh minyak Solar sebanyak 100 cc didistilasi pada kondisi standar pengujian.
Pembacaan temperatur dilakukan pada saat initial boiling point dan setiap
penambahan 10 % volume kondesat. Data temperatur 95 % Vol juga dibaca.
Berdasarkan Spesifikasi SK Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006, tanggal 17
Maret 2006 maka batasan 95 % Volume Recovery maksimal 370 OC.
55
a. Tujuan Pengujian
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kinematic viscosity dari bahan
bakar minyak Solar. Kinematik viscosity sendiri merupakan kemampuan sejumlah
cairan untuk mengalir dengan gaya berat melalui suatu viscometer kapiler gelas
yang telah dikalibrasi.
b. Garis Besar Pengujian
Sejumlah volume contoh yang terukur dalam kapiler gelas Viscometer yang sesuai
kemudian direndam dalam bath viscosity dengan suhu konstan 40 °C selama 30
menit, kemudian diukur waktu alirnya.
Perhitungan Viskositas :
VK = t x C
Keterangan :
VK = Viskositas Kinematik (cSt)
t = Waktu alir (detik)
C = Faktor kalibrasi kapiler.
Batasan Spesifikasi Viscosity Kinematik untuk minyak Solar yaitu minimal 2,0 dan
maksimum 5,0 cSt.
56
b. Garis Besar Pengujian
Kepingan tembaga yang telah digosok dicelupkan dalam sejumlah contoh dan
dipanaskan dalam suatu suhu tertentu serta pada waktu tertentu sesuai dengan sifat
dari minyak yang diperiksa. Pada akhir pemeriksaan kepingan tembaga diambil,
dicuci lalu dibandingkan dengan standar corrosion ASTM D 130. Batasan maksimal
dari korosi bilah tembaga untuk minyak solar adalah ASTM No.1.
Keterangan :
V = Larutan Standar KIO3 yang digunakan pada titrasi sample
VB = Larutan Standar KIO3 yang digunakan pada titrasi blangko
F = Faktor standarisasi
C = Kesetaraan Sulphur dari larutan standar KIO3
W = Berat sample yang dianalisis, (mg)
Batasan Maksimal Kandungan Sulphur untuk Minyak Solar adalah 0,35 % berat.
57
Analisis angka netralisasi TAN (Total Acid Number) dan SAN (Strong Acid
Number) dimaksudkan untuk menetapkan jumlah konstituen keasaman didalam
suatu produk minyak bumi termasuk minyak solar. Angka netralisasi ini dapat juga
digunakan untuk menunjukkan perubahan terjadi akibat oksidasi minyak solar
selama pemakaian.
b. Garis Besar Pengujian Strong Acid Number ASTM D 974
Sejumlah berat contoh dimasukkan ke dalam separating fuel (corong pemisah) dan
tambahkan akuades mendidih, kemudian kocok dengan kuat. Setelah itu keluarkan
lapisan airnya yang sudah terpisah dengan minyak dan tampung ke dalam
Erlenmeyer. Tambahkan beberapa tetes indicator Methyl Orange ke dalam ekstrak.
Bila setelah ditambahkan Methyl Orange warna larutan berwarna pink atau merah,
titrasi dengan larutan Kalium Hidroksida (KOH) sampai terbentuk warna kuning
emas. Bila setelah ditambah Methyl Orange. warna larutan tidak berubah pink atau
merah maka laporkan SAN sebagai NIL. Batasan maksimal dari Strong Acid
Number ASTM D 974 adalah nol.
c. Garis Besar Pengujian Total Acid Number ASTM D 974
sejumlah berat sample dilarutkan dalam solvent titrasi (campuran Toluene + IPA +
air), dan indicator Phenol Napthal-benzen. Selanjutnya campuran tersebut dikocok
sampai contoh melarut. Selanjutnya campuran tersebut dikocok sampai contoh
melarut. Setelah itu titrasi segera pada temperature kamar dengan menggunakan
larutan Kalium Hidroksida (KOH). Titik ekivalen ditunjukkan oleh tepat terjadinya
perubahan warna menjadi hijau kecoklatan yang tetap selama 15 detik. Batasan
TAN untuk minyak Solar, diperoleh maksimum 0.6 mg KOH/gr.
58
terjadinya sambaran api dicatat sebagai flash point. Batasan flash point untuk
minyak solar adalah minimal 60 °C.
59
13. Conradson Carbon Residue (CCR) ASTM D 189
a. Tujuan Pengujian
pemeriksaan CCR pada minyak solar diperlukan untuk memperkirakan
kemungkinan adanya arang yang berasal dari minyak solar tersebut. Deposit karbon
yang terbentuk harus dihindari sekecil mungkin karena arang atau karbon tersebut
akan tetap membara meskipun mesin sudah dimatikan dan akan membentuk deposit.
Deposit akan menjadi keras dan akan mempercepat proses pengausan. Deposit
karbon juga dapat menyumbat lubang penyemprotan atau injector pada mesin diesel.
60
Sejumlah berat contoh ditimbang dimasukkan kedalam thimble yang telah diketahui
beratnya, kemudian dipanaskan pada alat ekstraksi dan diekstaksi dengan pelarut
toluene panas sampai tetesan toluene yang masuk kedalam thimble, sama jernihnya
dengan toluene yang menetes keluar dari thimble.
Kemudian thimble dikeringkan didalam oven dengan temperature 112 °C s.d. 120 °-
C selama 1 jam, lalu didinginkan didalam desikator dan timbang beratnya hingga
konstan. Berat sediment adalah selisih berat akhir thimble dikurangi dengan berat
awal thimble, dan dihitung dalam persen berat, laporkan sebagai sediment by
Extraction dengan batasan maksimalnya 0,01 % Berat.
Perhitungan :
61
16. Particulate Contaminant ASTM D 2276
a. Tujuan Pengujian
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan banyaknya partikel-partikel atau
kotoran (particulate content) yang terkandung dalam bahan bakar minyak Solar.
b. Garis Besar Pengujian
Dua lembar membran filter 0.8 m ditempatkan dalam Petri dish dipanaskan dalam
oven temperatur 90 ± 5 °C selama 30 menit, dinginkan lalu timbang. Letakkan
membran filter 1 (control membran filter) setelah itu diatasnya letakkan membrane
filter 2 (test membran filter), pasangkan corong penyaring beserta jepitannya
(clamp), bilasi dengan IPA lalu saring contoh sebanyak 500 mL tuangkan kedalam
corong, jalankan vacuum. Setelah contoh habis, bilasi lagi dengan IPA lalu ambil
kedua membran filter tadi masukkan kedalam Petri dish lalu oven, timbang dan
lakukan perhitungan.
Perhitungan :
Keterangan :
P = Particulate Content
W1 = Berat test membran filter sebelum penyaringan (dalam mg)
W2 = Berat test membran filter sesudah penyaringan (dalam mg)
W3 = Berat control membran filter sebelum penyaringan (dalam mg)
W4 = Berat control membran filter sesudah penyaringan (dalam mg)
V = Volume contoh (dalam L)
62
3.6 MINYAK DIESEL
Salah satu BBM yang dipakai oleh industri dan transportasi adalah minyak diesel.
Motor Diesel menurut kecepatan putarannya, dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu :
• Motor diesel putaran tinggi ( > 1000 rpm ) dengan BBM Solar
• Motor diesel putaran sedang ( 300 – 1000 rpm ), dan
• Motor diesel putaran rendah ( < 300 rpm ) menggunakan BBM minyak diesel.
Untuk melindungi konsumen agar minyak yang dipakai sesuai dengan kebutuhan mesin,
maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan
No.002/P/DM/1979 tanggal 25 Mei 1979 tentang Spesifikasi dari bahan bakar jenis
Minyak Diesel Industri.
63
Spesifikasi BBM jenis I.D.F
3 Pour Point °F 65 D 97
1. Sifat umum :
Sifat umum ditunjukkan oleh pemeriksaan Specific Gravity, ASTM D 1298
Tujuan pemeriksaan Specific Gravity / Density :
• Untuk perhitungan penjualan
• Mengetahui secara cepat terjadinya kontaminasi
• Perhitungan material balance dalam pengolahan
• Menghitung nilai kalori secara kasar
Semakin berat Specific Gravity, biasanya kekentalannya semakin tinggi, dan
Specific Gravity dibatasi min. 0,84 dan max. 0,92
2. Sifat Pembakaran :
• Untuk mengetahui jumlah panas yang dihasilkan sejumlah bahan bakar. Dari
nilai kalorinya dapat diperkirakan jumlah bahan bakar yang diperlukan.
• Nilai kalori dipengaruhi oleh jenis senyawa hidrokarbon.
Pengujian sifat pembakaran dilakukan melalui :
64
• Heat of Combustion ASTM D 240 yaitu menggunakan Bomb Calorimeter, atau
• Calculation Heating Value ASTM D 4868, merupakan perhitungan dengan basis
density, kadar air, sulfur dan ash content.
Ada 2 macam panas pembakaran, yaitu :
▪ Gross Heating Value :
Gross panas pembakaran adalah panas yang dihasilkan pada pembakaan
sejumlah tertentu bahan bakar dalam volume tetap dimana semua air
dikondensasikan dalam bentuk cair
▪ Net Heating Value :
Net panas pembakaran adalah panas yang dihasilkan pada pembakaran sejumlah
berat tertentu bahan bakar pada tekanan 1 atm semua air dalam bentuk uap.
3. Sifat Pengaliran
Untuk mengetahui sifat mengalirnya dilakukan melalui pemeriksaan :
• Viskositas
• Pour point
Viskositas, ASTM D 445 / Redwood I:
- Viskositas sangat menentukan dalam pengkabutan.
- Apabila viskositas terlalu encer maka pengkabutan akan sukar terjadi
- Viskositas dibatasi min 35 dan max 45
Pour Point, ASTM D 97 :
- Pemeriksaan pour point, untuk menentukan temperatur terendah IDO dapat
disimpan dan dipompa tanpa terjadi pembekuan pada tanki atau pipa
- Pour point dibatasi max. 65 °F
4. Sifat Korosivitas
Sifat korosivitas untuk mengetahui kemungkinan dapat menimbulkan kerusakan
pada alat, karena proses pengkaratan dalam penyimpanan dan transportasi.
Pemeriksaan korosivitas dilakukan melalui :
• Sulfur Content
• Strong Acid Number
Sulfur Content, ASTM D 1552 :
- Sulfur content, untuk mengetahui kandungan sulfur.
65
- Semakin tinggi kandungan sulfur, maka semakin besar pula kecenderungan
terbentuknya SO2 dan SO3
- Kandungan sulfur dibatasi max. 1,5 % wt.
5. Sifat Kebersihan
Kandungan kotoran selain dapat menimbulkan kerusakan pada peralatan juga dapat
menimbulkan kebuntuan pada burner sehingga akan menganggu proses
pembakaran.
Sifat kebersihan dilakukan dengan pengujian :
• Kadar air
• Residue Carbon Conradson
• Kadar endapan
66
6. Sifat Keamanan
- Pengujian sifat keamanan dilakukan untuk mengetahui kecenderungan
timbulnya kebakaran, sehingga dalam penanganannya tidak akan terjadi
kebakaran pada keadaan dan kondisi tertentu.
- Sifat keamanan dilakukan dengan pengujian : Flash point, ASTM D 93.
- Titik nyala ( Flash point ) dibatasi minimum 150 °F.
67
3.7 MINYAK BAKAR
Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh industri dan transportasi adalah minyak bakar
atau Fuel Oil.
Minyak bakar merupakan produk terakhir suatu operasi kilang, yang untuk :
• Industri : sebagai bahan bakar pada dapur-dapur, ketel uap dan pembangkit listrik
tenaga uap
• Transportasi : sebagai Marine Fuel Oil (MFO) yaitu bahan bakar kapal laut atau
motor diesel putaran rendah <300 rpm
• Pertanian : sebagai pemanas/pengering biji-bijian
• Pemanas ruangan : sebagai pengganti kayu bakar terutama didaerah musim dingin.
Untuk melindungi konsumen agar minyak yang dipakai sesuai dengan kebutuhan mesin,
maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan
No.03/P/DM/1986 tanggal 14 April 1986 tentang Spesifikasi dari BBM jenis Minyak
Bakar.
Ada 2 jenis spesifikasi Minyak Bakar / Fuel Oil, yaitu :
• Spesifikasi 1
• Spesifikasi 2
Kedua jenis tersebut berbeda pada titik tuang dan viskositasnya.
68
Spesifikasi BBM jenis Fuel Oil-1
3 Pour Point °F 80 D 97
1. Sifat Umum
Specific Gravity pada 60/60 °F, ASTM D 1298 :
69
- Semakin tinggi Specific Gravity, maka nilai pembakaran fuel oil cenderung
menurun.
- Untuk perhitungan dari basis berat ke volume
- Specific Gravity pada 60/60 °F untuk fuel oil dibatasi max. 0,990
2. Sifat Pembakaran
Pengujian sifat pembakaran dilakukan dengan Bomb Calorimeter ASTM D 240,
atau dengan perhitungan ASTM D 4868 :
- Untuk mengetahui jumlah panas yang dihasilkan dari sejumlah bahan bakar
sehingga dapat diperkirakan jumlah bahan bakar yang diperlukan
- Nilai kalori untuk fuel oil dibatasi minimum 18.000 Btu/lb.
3. Sifat Pengaliran
• Pour point
• Viskositas
Hasil analisis berguna untuk penanganannya (handling), transportasi dan dalam
penggunaannya di pabrik atau dapur pembakaran.
70
Viskositas tinggi → pengkabutan akan sukar terbentuk dan beban pemompaan
akan bertambah berat, sehingga hasil pembakaran
tidak optimal
- Viskositas dipengaruhi oleh perubahan suhu, oleh sebab itu maka dianjurkan
sebelum atomisasi minyak bakar dapat dipanaskan sampai (60-100)oC. Sesuai
kebutuhan (Spraying in Burner or Injecting from Nozzle).
- Viskositas dinyatakan sebagai viskositas Redwood (Redwood Viscosity)
Viskositas Redwood batasan minimum → menghindari kebocoran Minyak
Bakar pada pompa injeksi.
Viskositas Redwood maksimum → memenuhi karakter sistem pompa, ukuran
dan disain motor/dapur/tanur.
- Spesifikasi 1 viskositas Redwood min. 400 detik dan maks. 1250 detik.
Spesifikasi 2 viskositas Redwood min. 400 detik dan maks. 1500 detik.
4. Sifat Korosivitas
• Untuk mengetahui kemungkinan fuel oil dapat menimbulkan kerusakan pada
peralatan karena proses pengkaratan dalam penyimpanan, transportasi dan pada
cerobong-cerobong industri.
• Uji sifat pengkaratan dilakukan dengan :
- Sulfur Content
- Strong Acid Number
71
sampai warna biru. Warna biru ini dipertahankan sampai semua contoh habis
terbakar, dengan cara penambahan KIO3 sesuai kebutuhan. Pembakaran
selesai bila warna biru tetap, minimal 1 menit tidak ada perubahan
- Perhitungan :
Sulfur, % berat = (100 ( V – Vb ) x Fs x C) / W
Dimana :
V = juml. KIO3 Yang diperlukan untuk titrasi sampel
Vb = juml. KIO3 Yang diperlukan untuk titrasi blanko
Fs = Faktor standarisasi
C = Ekivalen sulfur terhadap KIO3
W = Berat sample, mg
5. Sifat Kebersihan
• Untuk menentukan ada tidaknya kotoran dalam fuel oil yang berupa : air,
Lumpur/ endapan atau sisa hasil pembakaran yang berupa karbon atau abu.
• Kotoran tersebut selain akan mengakibatkan kegagalan dalam operasi juga
merusak alat.
Uji sifat kebersihan dilakukan dengan :
• Water Content
• Condrason Carbon Residue
• Sediment By Extraction
72
Condrason Carbon Residue, ASTM D 189 :
- Untuk memperkirakan kecenderungan terbentuknya deposit atau cokes selama
proses pembakaran yang dapat mengakibatkan kebuntuan pada burner.
- Condrason Carbon Residue dalam fuel oil dibatasi max. 14 % Wt
6. Sifat Keamanan
• Untuk mengetahui kecenderungan timbulnya kebakaran pada saat penanganan,
transportasi maupun penyimpanan
• Uji sifat keamanan dilakukan dengan : Flash point, ASTM D 93
• Flash point dalam fuel oil dibatasi min. 150°F.
73
3.8 PERTAMAX
Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh sebagian lapisan masyarakat adalah bensin
tanpa timbal Pertamax dan Pertamax Plus.
Pertamax dan Pertamax Plus merupakan inovasi produk bahan bakar ramah lingkungan
dari Pertamina yang mempunyai oktan tinggi, yang dipergunakan untuk mobil yang
mempunyai mesin dengan rasio kompresi tinggi (mobil mewah), dengan persyaratan
mengarah ke spesifikasi WWFC yang merupakan standar BBM di beberapa negara di
benua Eropa.
Pertamax mempunyai angka oktan / RON 92 dan Pertamax Plus dengan karakteristik
istimewa mempunyai angka oktan / RON 95.
74
a. Perengkahan dengan bantuan katalis (Catalytic cracking) :
b. Isomerisasi (Isomerization) :
c. Alkylasi ( Alkylation )
d. Polimerisasi ( Polymerization )
g. Pencampuran ( Blending )
Untuk melindungi konsumen agar bensin yang dipakai sesuai dengan kebutuhan
konsumen, maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan
Dirjen Migas No. 940/34/DJM/2002 tanggal 2 Desember 2002, yang kemudian
implentasikan Pertamina sesuai dengan Facs. Man. Evalkin Ops BBM/P. No.
15/E10130/2003, tanggal 23 Mei 2003.
75
Recovery 10 % , 50 % volume pada Pertamax / Pertamax Plus lebih rendah dari
Premium memberikan keleluasaan banyaknya kandungan yang lebih ringan yang
akan penghasilkan pembakaran lebih sempurna, serta batasan End Point membatasi
fraksi berat yang akan mengurangi sisa pembakaran.
c. Batasan Vapor pressure :
Batasan minimum untuk RVP untuk membatasi fraksi berat, dan batasan maksimum
RVP untuk menghindari vapor lock.
d. Induction Period :
Induction perid yang lebih lama memberikan sifat stabilitas yang lebih baik.
e. Kandungan Gum :
Kandungan gum yang lebih kecil memberikan sifat kebersihan yang labih baik.
f. Aromatic Content :
Adanya pembatasan kandungan Aromatik memberikan efek lingkungan yang lebih
baik.
76
Spesifikasi BBM Jenis PERTAMAX
Dasar : Facs. Man. Evalkin Ops BBM Bid P. No. 15/E10130/2003, tanggal 23 Mei 2003, sesuai
dengan Keputusan Dirjen Migas No. 940/34/DJM/2002, tanggal 2 Desember 2002.
77
No. Properties Min Max ASTM Others
1 Density at 15 °C kg/m3 715 780 D 1298 D 4052
2 Doctor Test, or - Negative IP-30
Mercaptant Sulphur % wt - 0.0020 D 3227
3 Sulphur Content % wt - 0.1 D 1266 D 2622
mg/100
4 Existent Gum - 4.0 D 381
ml
5 Induction Period Minutes 480 - D 525
Copper Strip Corrosion, ASTM
6 - D 130
3hrs/122°F No.1
7 Reid Vapour Pressure at 100°F kPa 45 60 D 323
8 Knock Rating F-1 RON 95 - D 2699
9 Lead Content, Pb g/L - 0.013 D 3237 D 5059
10 Distillation : - - D 86
IBP °C - -
10 % Vol. Evaporated °C - 70
50 % Vol. Evaporated °C 77 110
90 % Vol. Evaporated °C - 180
End Point °C - 205
Residue % vol - 2.0
11 Oksigenate Content % vol 10
12 Color Red Visual
13 Aromatic Content % vol - 50.0 D 1319
Olefine Content % vol -
14 Dye Content g/100L Report
Dasar : Facs. Man. Evalkin Ops BBM Bid P. No. 15/E10130/2003, tanggal 23 Mei 2003, sesuai
dengan Keputusan Dirjen Migas No. 940/34/DJM/2002, tanggal 2 Desember 2002.
78
Batasan Metoda Uji
No. Karakteristik Satuan
Min Max ASTM Others
1 Bilangan Oktana Riset RON 91.0 - D 2699
Stabilitas Oksidasi (Perioda
2 menit 480 - D 525
Induksi)
3 Kandungan Sulfur % m/m - 0.05 D 2622
4 Kandungan Timbal (Pb) g/L - 0.013 D 3237
5 Kandungan Phosphor mg/L D 3231
Kandungan Logam (Mn, Fe,
6 mg/L D 3831
dll)
ICP-AES
7 Kandungan Silikon mg/kg
***)
8 Kandungan Oksigen % m/m 2.7 *) D 4815
9 Kandungan Olefin % v/v **) D 1319
10 Kandungan Aromatik % v/v 50.0 D 1319
11 Kandungan Benzena % v/v 5.0 D 4420
12 Distilasi : - D 86
10 % Vol. Penguapan °C - 70
50 % Vol. Penguapan °C 77 110
90 % Vol. Penguapan °C 130 180
Titik Didih Akhir °C - 215
Residu % vol - 2.0
13 Sedimen mg/L - 1.0 D 5452
14 Unwashed Gum mg/100 ml - 70 D 381
15 Washed Gum mg/100 ml - 5 D 381
D 5191 /
16 Tekanan Uap kPa 45 60 323
D 4052 /
17 Berat jenis@ 15 °C kg/m3 715 770 1298
18 Korosi Bilah Tembaga Kelas 1 D 130
19 Uji Doctor Negative IP-30
20 Sulfur Mercaptan % m/m - 0.002 D 3227
21 Penampilan visual Jernih & terang
22 Warna Biru
23 Kandungan Pewarna gr/100 ltr 0.13
24 Bau Dapat dipasarkan
Note : Dasar SK Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006
*) Apabila kandungan Olefin > 20 %, hasil pengujian Sytabilitas oksidasi ≥ 1000 menit.
**) Penambahan Ethanol ≤ 10 %, Alkohol (C>2)≤ o.1 %, Methanol tidak diperbolehkan.
***) Merujuk pada metode inhouse dengan batasan deteksi 1 mg/kg.
79
Batasan Metoda Uji
No. Karakteristik Satuan
Min Max ASTM Others
1 Bilangan Oktana Riset RON 95.0 - D 2699
Stabilitas Oksidasi (Perioda
2 menit 480 - D 525
Induksi)
3 Kandungan Sulfur % m/m - 0.05 D 2622
4 Kandungan Timbal (Pb) g/L - 0.013 D 3237
5 Kandungan Phosphor mg/L Tidak terdeteksi D 3231
Kandungan Logam (Mn,
6 mg/L Tidak terdeteksi D 3831
Fe)
ICP-AES
7 Kandungan Silikon mg/kg Tidak terdeteksi ***)
8 Kandungan Oksigen % v/v 2.7 *) D 4815
9 Kandungan Olefin % v/v **) D 1319
10 Kandungan Aromatik % v/v 40.0 D 1319
11 Kandungan Benzena % v/v 5.0 D 4420
12 Distilasi : - D 86
10 % Vol. Penguapan °C - 70
50 % Vol. Penguapan °C 77 110
90 % Vol. Penguapan °C 130 180
Titik Didih Akhir °C - 205
Residu % vol - 2.0
13 Sedimen mg/L - 1.0 D 5452
14 Unwashed Gum mg/100 ml - 70 D 381
15 Washed Gum mg/100 ml - 5 D 381
16 Tekanan Uap kPa 45 60 D 5191/323
17 Berat jenis@ 15 °C kg/m3 715 770 D 4052/1298
18 Korosi Bilah Tembaga Kelas 1 D 130
19 Uji Doctor Negative IP-30
20 Sulfur Mercaptan % m/m - 0.002 D 3227
21 Penampilan visual Jernih & terang
22 Warna Kuning
23 Kandungan Pewarna gr/100 ltr 0.13
24 Bau Dapat dipasarkan
Note : Dasar SK Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006
*) Apabila kandungan Olefin > 20 %, hasil pengujian Sytabilitas oksidasi ≥ 1000 menit.
**) Penambahan Ethanol ≤ 10 %, Alkohol (C>2)≤ o.1 %, Methanol tidak diperbolehkan.
***) Merujuk pada metode inhouse dengan batasan deteksi 1 mg/kg.
80
Pertamina Dex (Diesel Environment Extra) merupakan inovasi produk bahan bakar
Pertamina terbaru untuk mesin diesel yang ramah lingkungan, mempunyai angka setana
(Cetane Number) yang tinggi yaitu minimal 53 CN dan kandungan belerang (Sulfur)
yang sangat rendah yakni 300 ppm, maka bahan bakar ini cocok untuk teknologi mesin
common rail dan high compression.
Pada awalnya Pertamina Dex dinamakan Solar Plus, mempunyai persyaratan yang
mengarah ke spesifikasi WWFC dengan katagori di antara 2 dan 3, yang merupakan
standar BBM di beberapa negara di benua Eropa.
81
No. Properties Min Max ASTM Others
6 Distillation : D 86
90 % Rec. or °C 340
95 % Rec. °C 355
End point °C 365
7 Flash Point P.M. CC °C 55 - D 93
8 Pour Point % wt - 18 D 97
9 Conradson Carbon Residue 10 % % wt - 0.30 D 4530
ppm
10 Water Content wt 200 E 203
mg
11 Total Acid Number KOH/g 0.08 D 974
Note : Spesifikasi Pertamina Dex mengikuti spesifikasi Solar 51 sesuai S.K Dirjen Migas No.
3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006
82
Batasan Metoda Uji
No. Karakteristik Satuan
Min Max ASTM Others
1 Bilangan Cetana -
- Angka Cetana, atau 51 D 613
- Indek Cetana 48 D 4737
D
2 Berat jenis@ 15 °C kg/m3 820 **) 860 4052/1298
3 Viskositas @ 40 °C mm2/Sec 2.0 4.5 D 445
4 Kandungan Sulfur % m/m - 0.05 D 2622
5 Distilasi : D 86
T 90, atau °C - 340
T 95 °C - 360
Titik didih akhir °C - 370
6 Titik Nyala °C 55 D 93
7 Titik Tuang °C 18 D 97
8 Residu Karbon % m/m 0.30 D 4530
9 Kandungan Air mg/kg 500 D 1744
10 Stabilitas Oksidasi g/m3 25 D 2274
11 Biological Growth *) nihil
12 Kandungan FAME *) % v/v 10.0
13 Kand Metanol & Etanol *) % v/v Tidak terdeteksi D 4815
14 Korosi bilah tembaga Kelas 1 D 130
15 Kandungan Abu % m/m - 0.01 D 482
16 Kandungan Sedimen % m/m - 0.01 D 473
mg
17 Bilangan Asam Kuat KOH/L - 0.0 D 664
mg
18 Bilangan Asam Total KOH/L - 0.3 D 664
19 Partikulat - 10 D 2276
Lubrisitas (HFRRwea4scar @ CEC F-
20 mikron 460 D 6079 08-A-96
60°C
21 Penampilan visual Jernih & terang
22 Warna No ASTM - 1.0 D 1500
Dasar : spesifikasi Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
Catatan : *) Khusus untuk minyak solar yang mengandung Biodiesel, jenis dan spec.Bio
Dieselnya mengacu ketatan Pemerintah
**) Untuk kepentingan lindungan lingkungan, berta jenis 815 kg/m3 dapat digunakan.
3.10 AVTUR
3.10.1 Pengertian
83
Avtur (Aviation Turbin Fuel) adalah bahan bakar minyak pesawat terbang jenis kerosene
untuk pesawat terbang bermesin turbin.
Jenis avtur yang diproduksi PT. Pertamina (persero) adalah tipe Jet A-1 yang umumnya
digunakan untuk pesawat udara komersial.
Avtur adalah bahan bakar yang diperoleh dari hasil pengolahan minyak bumi yang
memiliki trayek didih 150 s.d. 300°C yang terdiri dari molekul hidrokarbon C10-C14.
Hidrokarbon berupa senyawa parafin (terbanyak), naften, dan sedikit aromat. Di dalam
avtur juga terdapat senyawa-senyawa impurities dalam jumlah kecil serta additive.
84
Dalam aplikasinya avtur digunakan sebagai bahan bakar minyak pesawat terbang
bermesin turbin. Pembakaran pada mesin turbin yaitu sebuah rangkaian reaksi oksidasi
cepat yang melepaskan panas.
Udara dari air compressor dan avtur yang telah diatomisasi oleh nozzle dibakar di ruang
pembakaran. Sumber energi dibutuhkankan untuk memulai pembakaran pada saat start
up. Setelah itu, pembakaran ditopang oleh injeksi bahan bakar yang berlanjut ke dalam
nyala api. Gas panas hasil pembakaran digunakan untuk menggerakkan turbine.
85
Spesifikasi BBM Jenis AVTUR
86
Avtur harus memiliki persyaratan-persyaratan penting yang harus dimiliki suatu Bahan
Bakar Minyak (BBM), diantaranya : sifat pembakaran, sifat penguapan, sifat
pengaliran, sifat pengkaratan, sifat kestabilan, sifat kontaminasi, dan sifat daya hantar
listrik.
a. Sifat Pembakaran
Sifat pembakaran ditunjukkan dengan pengujian :
1. Specific Energy, ASTM D-3338
Pengujian Specific Energy bertujuan untuk mengetahui panas pembakaran yang
dihasilkan oleh avtur. Panas pembakaran yaitu ukuran tenaga yang dimiliki
bahan bakar. Harga ini berhubungan dengan efisiensi panas peralatan untuk
menghasilkan tenaga atau panas
2. Smoke Point, ASTM D-1322
Pengujian Smoke Point bertujuan untuk mengetahui smoke point avtur yang
memberikan indikasi kecenderungan bahan bakar membentuk asap waktu
dibakar. Avtur memiliki sifat pembakaran yang sempurna jika smoke point
tinggi. Tinggi rendahnya smoke point berkaitan langsung dengan komposisi
kimia dari avtur
3. Naphthalenes, ASTM D-1840.
Avtur tidak diperbolehkan mengandung senyawa yang sulit terbakar dalam
jumlah besar yaitu senyawa hidrokarbon jenis aromatik berupa naphthalene.
Karena itu dilakukan pengujian Naphthalene bila smoke point di bawah 25.0
mm.
b. Sifat Penguapan
Sifat penguapan ditunjukkan oleh pengujian :
1. Distilasi, ASTM D-86
Pada pengujian Distilasi, 10 % recovery volume dibatasi maksimum 205 °C
untuk menjaga kemudahan menghidupkan mesin. Sedangkan end point dibatasi
maksimum 300 °C untuk mendeteksi ada tidaknya kontaminasi fraksi berat
2. Flash point, IP 170
Pengujian Flash Point Abel bertujuan untuk mengetahui kecenderungan bahan
bakar mudah menguap dan kemudahan terbakar. Hal ini merupakan sifat penting
untuk keselamatan pada saat penyimpanan dan penanganan bahan bakar.
87
3. Density, ASTM D-4052
Pengujian Density bertujuan mencari hubungan antara berat dan volume yang
berguna untuk transaksi jual beli, penentuan harga, dan pencegahan terjadinya
kelebihan beban pada saat pesawat tinggal landas atau mendarat.
Pengujian ini juga digunakan untuk komponen perhitungan panas pembakaran
c. Sifat Pengaliran
Sifat pengaliran ditunjukkan oleh pengujian :
1. Freezing Point, ASTM D-2386
Pengujian Freezing Point untuk menjamin bahwa avtur tidak akan membeku
atau menimbulkan kesulitan pada sistem filter karena timbulnya kristal-kristal
pada suhu rendah atau pada ketinggian terbang.
2. Kinematic Viscosity at minus 20 °C, ASTM D-445.
Sedangkan pengujian Kinematic Viscosity at minus 20 °C untuk menjamin avtur
dalam bentuk cairan sempurna pada operasi pesawat pada suhu yang sangat
rendah.
d. Sifat Pengkaratan
Sifat pengkaratan akan menimbulkan kerusakan-kerusakan pada sistem distribusi
bahan bakar maupun pada bagian-bagian lain dari mesin pesawat
Sifat pengkaratan ditunjukkan oleh pengujian :
1. Copperstrip Corrosion, ASTM D-130
Untuk mengetahui sifat korosif dari avtur dapat dilakukan melalui pengujian
Copperstrip Corrosion.
2. Sulfur Total, ASTM D-1266.
Kandungan sulfur dalam avtur dapat merusak logam-logam tembaga, bronze,
dan perak. Sulfur juga dapat menimbulkan pencemaran dari gas buang dan
bersifat korosif. Kandungan sulfur diketahui dengan melakukan pengujian
Sulfur Total.
e.
f.
g. Sifat Kestabilan
Kestabilan avtur dalam pemakaian sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan suhu yang cukup tinggi pada pemakaian avtur yang cenderung dapat
88
menimbulkan deposit dari hasil dekomposisi hidrokarbon pada sistem pembakaran
selama mesin beroperasi. Sifat kestabilan dapat diketahui dari hasil pemeriksaan
Thermal Stability ASTM D 3241.
f. Sifat Kontaminasi
Sifat kontaminasi ditunjukkan oleh pengujian :
1. Existent Gum, ASTM D-381
Kontaminasi adalah adanya zat-zat atau senyawa-senyawa pengotor yang
keberadaannya tidak dinginkan. Kontaminasi diantaranya butiran padat (gum)
dan air yang teremulsi dalam minyak. Pengujian Existent Gum bertujuan untuk
mengetahui kandungan gum yang terbentuk apabila terjadi oksidasi pada bahan
bakar. Gum dibatasi karena dapat menimbulkan deposit pada saringan bahan
bakar dan meningkatkan pemakaian pompa bahan bakar.
89
3.11 AVGAS
3.11.1 Pengertian :
Aviation Gasoline atau yang dikenal dengan Avgas adalah bahan bakar pesawat
terbang dengan mesin jenis piston yang penyalaannya menggunakan spark plug
(internal combustion engine).
Di Indonesia tersedia dua jenis Avgas yaitu Avgas 100/130 produk kilang PT
PERTAMINA (PERSERO) UP III Plaju berwarna hijau sering disebut dengan Avgas
100, dan Avgas 100/130 Low Lead, berwarna biru sering disebut dengan Avgas 100
LL yang diimpor apabila produksi dalam negeri kurang.
Komponen utama Avgas adalah Alkylate yang merupakan produk dari Unit Alkylasi
dengan dominan senyawa parafin Iso Oktan mempunyai trayek didih 35-170°C.
Alkylasi adalah suatu reaksi penambahan gugus alkil pada suatu senyawa
hidrokarbon, yang biasanya diartikan sebagai reaksi antara Olefin dengan iso-
Parafin untuk membentuk iso-Parafin yang lebih besar. Bahan baku unit Alkylasi
merupakan campuran iso-Butane dan Butylene.
b. Blending :
90
Warna Avgas adalah hijau, yaitu campuran antara warna biru dan warna kuning,
untuk jenis pewarna biru yang sering digunakan adalah 1,4-p-dialkylamino-
anhraquinone, sedangkan untuk jenis pewarna kuning yang sering digunakan
adalah p-diethylaminoazobenzene.
• Antioxidant (anti oksidan)
Anti oksidan yang digunakan adalah 2,4-dimethyl-6-tertiary-butyl-phenol atau
yang sejenis, dengan injeksi maksimum 24 mg/L.
91
Spesifikasi Aviation Gasoline 100
92
Secara umum sifat-sifat Avgas yang diharuskan di dalam spesifikasi dan harus
dimiliki antara lain:
1. Avgas harus dapat memberikan unjuk kerja yang optimum, yaitu dapat terbakar
dengan sempurna di dalam mesin sehingga dapat menghasilkan energi kinetik
yang maksimum.
2. Avgas harus tetap stabil dalam kondisi suhu yang bervariasi, yaitu tetap
berbentuk cairan pada suhu rendah (maksimal minus 60°C), sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan mesin akibat kebuntuan saluran
bahan bakar. Dan tidak mudah menguap pada suhu tinggi, sehingga mengurangi
loss bahan bakar akibat penguapan selama penerbangan
3. Avgas diharapkan tidak merusak peralatan atau komponen-komponen yang ada
di dalam mesin, juga pada saat penimbunan, penyaluran, pengangkutan dan
penggunaannya
Aviation Gasoline digunakan untuk bahan bakar penerbangan, maka Avgas harus
memiliki sifat atau persyaratan yang sangat baik, karena menyangkut keselamatan
manusia. Beberapa sifat penting yang harus dimiliki Avgas meliputi :
a. Sifat Kenampakan dan Warna,
b. Sifat Pembakaran,
c. Sifat Penguapan,
d. Sifat Kestabilan,
e. Sifat Kemudahan Berkarat
f. Sifat-sifat lainnya.
93
b. Sifat Pembakaran
Sifat pembakaran penting untuk mengetahui nilai kalori yang dihasilkan dalam
pembakaran yang sempurna dan untuk mencegah terjadinya knocking. Untuk
mengurangi knocking tersebut Avgas ditambahkan bahan anti knock yaitu TEL
(Tetra Ethyl Lead).
Sifat Pembakaran atau penyalaan ditunjukkan dengan pengujian :
- Specific Energy, ASTM D 3338/4529, IP 12,
Specific Energy minimum 43,5 MJ/Kg, agar kandungan energi Avgas dapat
mencukupi kebutuhan mesin untuk menghasilkan energi mekanik, agar
mesin dapat menghasilkan daya dorong (thrust) sehingga pesawat dapat
terbang.
- Knock Rating, ASTM D 2700,
ON Lean Mixture minimum 99,5 agar Avgas yang digunakan untuk
penerbangan dengan kondisi campuran miskin (lean mixture) tidak akan
mengalami ketukan.
- Knock Rating, ASTM D 909,
ON Rich Mixture minimum 130, artinya mesin akan memperoleh tenaga
maksimal sehingga pesawat dapat take off.
- TEL content, ASTM D 3341.
c. Sifat Penguapan
Avgas harus dapat cepat menguap untuk mencapai kondisi mudah menyala di
dalam ruang bakar. Sifat penguapan Avgas tidak boleh terlalu rendah dan terlalu
tinggi, apabila sifat penguapan Avgas terlalu rendah, maka bahan bakar cair akan
masuk ke dalam silinder dan mencuci minyak pelumas pada dinding silinder dan
piston, dan jika sifat penguapan Avgas terlalu tinggi dapat mengakibatkan
vapour lock.
Sifat Penguapan ditunjukkan dengan pengujian :
- Distillation, ASTM D 86 / IP 123,
Kriteria persyaratan distilasi Avgas adalah sebagai berikut :
o 10% volume evaporated maksimum 75°C digunakan pada kondisi start
awal (cold start), atau suhu terendah motor dapat dinyalakan.
o 40% volume evaporated minimum 75°C digunakan untuk kontrol uap
bahan bakar berlebihan (vapor lock), pembentukan es pada karburator
94
(carburetor icing) dan kehilangan bahan bakar akibat penguapan pada
sistim bahan bakar (fuel system losses).
o Pada 50% volume evaporated maksimum 105°C digunakan untuk
kondisi pemanasan mesin (engine warming-up), kondisi mesin idle yaitu
putaran mesin berkisar 600-700 rpm (stabilization of slow running
condition).
o Pada 10% + 50% volume evaporated minimum 135°C merupakan suhu
yang memberikan indikasi dari carburetor icing dan vapor lock
o Pada 90% volume evaporated maksimum 135°C untuk kondisi mesin
pada putaran yang optimum dan pendistribusian bahan bakar ke seluruh
silinder.
o End Point / FBP maksimum 170 °C untuk kontrol adanya fraksi berat
yang akan sangat merugikan karena bagian yang tidak terbakar akan
mengalir melalui cincin piston secara kumulatif akan merusak sifat
pelumasan (crankcase dilution).
- Reid Vapour Pressure, ASTM D 323 / IP 69 .
Spesifikasi Reid Vapour Pressure (RVP) adalah minimum 38,0 kPa dan
maksimum 49,0 kPa, artinya semua bahan bakar untuk mesin pembakaran
dalam (internal combustion engine) harus mudah diubah dari bentuk cair ke
bentuk uap di dalam mesin.
o Apabila RVP terlalu rendah maka Avgas akan masuk ke dalam silinder
dan mencuci minyak pelumas pada dinding silinder dan piston, hal ini
akan menaikkan keausan mesin dan menyebabkan terjadinya
pengenceran minyak pelumas pada karter atau crankcase dilution.
o Jika RVP terlalu tinggi maka akan menimbulkan vapour lock dan
carburetor icing, yang tentunya akan berakibat fatal yaitu kegagalan
mesin.
d. Sifat Kestabilan.
Avgas yang diproduksi dari kilang tidak semuanya langsung digunakan,
terkadang harus disimpan terlebih dahulu dalam waktu yang relatif lama. Hal ini
memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi atau polimerisasi dari senyawa-
senyawa yang stabil dalam bahan bakar, dan membentuk gum.
95
Gum yang terbentuk dapat mengakibatkan terjadinya deposit yang mengendap
dan lengket, terutama pada sistem fuel filter yang mengakibatkan kebuntuan
pada saluran masuk bahan bakar, katup dan pada karburator /spuyer.
Sifat Kestabilan dalam penyimpanan ditunjukkan dengan pengujian :
- Existent Gum, ASTM D 381 / IP 131,
Existent Gum maksimum 3 mg/100 ml Avgas, artinya Avgas harus tahan di
simpan dalam jangka waktu lama pada kondisi cuaca yang berubah-ubah.
Bagian terbesar dari gum adalah senyawaan Pb dari penguraian TEL.
Terbentuknya gum dapat dipercepat jika Avgas mengandung logam besi dan
tembaga
- Oxidation Stability, ASTM D 873 / IP138.
Sifat stabilitas oksidasi ditunjukkan Potential Gum maksimum 6 mg/100 ml
Avgas dan Gum precipitate adalah maksimum 2 mg/100 ml Avgas, artinya
kemungkinan untuk terjadinya pembentukan gum selama penyimpanan atau
penimbunan.
f. Sifat lainnya
Sifat lain dari Avgas adalah beberapa persyaratan yang juga harus dipenuhi,
meskipun tidak mempunyai dampak langsung terhadap kinerja mesin, antara-
lain :
96
- Freezing Point, ASTM D 2386 / IP 16,
Freezing point tercapai di mana partikel-partikel hidrokarbon padat mulai
timbul karena suhu rendah, biasanya didahului dengan pengabutan yang
disebabkan adanya partikel air.
- Density, ASTM D 1298 / ASTM D 4294 / IP 160 :
Density diperlukan untuk mengontrol berat dengan volume tanki bahan
bakar, dan jika dihubungkan dengan panas pembakaran dapat menghitung
jarak terbang.
- Water Reaction, ASTM D 1094 / IP 289 :
Untuk mengetahui adanya sifat komponen yang dapat bercampur dengan air.
97
Bio Fuel atau Bahan Bakar Nabati adalah suatu bahan bakar yang proses pembuatannya
bukan berasal dari minyak bumi, tetapi dari hasil pertanian atau peternakan.
Yang termasuk katagori Bio Fuel adalah :
Jenis Penggunaan Bahan baku
1. Biodiesel Solar minyak nabati (kelapa sawit, jarak pagar)
2. Bioetanol Bensin tebu, singkong, sagu, sorgum
3. Bio oil minyak tanah minyak nabati
minyak bakar bio mass dengan proses pirolisa
4. Biogas minyak tanah limbah cair dan limbah kotoran ternak
Pertamina Biosolar
Pertamina Biosolar merupakan inovasi produk bahan bakar Pertamina terbaru, yang
merupakan konstribusi positif dalam rangka mengurangi konsumsi bahan bakar solar
yang disubsidi, serta mengurangi pencemaran udara.
Komposisi Pertamina Biosolar adalah 5 % Fatty Acid Methyl Ester dan 95 % Solar.
Spesifikasi Pertamina Biosolar mengacu pada spesifikasi Solar yang diterbitkan oleh
Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17
Maret 2006, yang kemudian implentasikan oleh Pertamina dan memberikan nilai lebih
pada Cetane numbernya.
98
No. Parameter Min Maks Metoda uji
1 Massa jenis pada 40°C kg/m3 850 890 D 1298
2 Viscositas Kinematik pada 40°C cSt 2,3 6,0 D 445
3 Angka Setana 51 - D 613
4 Titik Nyala °C 100 - D 93
5 Titik Kabut °C - 18 D 2500
6 Korosi lempeng tembaga No. 3 D 130
7 Residu Karbon : contoh asli % massa 0,05 D 4530
Res. 10 % % massa - 0,30
8 Air & Sedimen % vol 0,05 *) D 2709 / 1796
9 Temp. Distilasi : 90 % Rec °C 360 D 86
10 Abu tersulfatkan % massa 0,02 D 874
11 Belerang mg / kg - 100 D 5453 / 1266
12 Fosfor mg / kg - 10 AOCS Ca 12-55
13 Angka Asam mg KOH/g 0,80 D 664 / AOCS Cd 3d-63
14 Gliserol Bebas % massa 0,02 D 6584 / AOCS Ca 14-56
15 Glycerol Total % massa 0,24 D 6584 / AOCS Ca 14-56
16 Ester Alkil % massa 96,5 Calc
g I2 /
17 Iodium 100mg
115 AOCS Cd 1-25
18 Uji Halphen Negatif AOCS Cd 1-25
Note : Standar spesifikasi Biodiesel mengikuti SNI 04-7182-2006, sesuai dengan Keputusan
Ketua BSN No. 73/KEP/BSN/2/2006 tanggal 22 Februari 2006.
*) Dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan Sediment maksimum 0.01 % vol
3.13 SOLVENT
99
Solvent adalah suatu fraksi minyak bumi yang doperoleh dari unit pengolahan yang
dipergunakan sebagai pelarut untuk keperluan industri tertentu, seperti industri cat,
kosmetik, pabrik ban dan lain-lainnya.
Beberapa sifat / properties analisis pada solvent antara lain :
- Sifat Penguapan / distilasi - Sifat pengkaratan / copper corrosion
- Refractive Index - Aniline Point / Kandungan Aromat
- Flash Point - Color dan odor
- Drying time - Specific gravity
Di lingkungan PT. Pertamina, produk solvent dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kelompok Special Boiling Point
2. Kelompok White Spirit
3. Kelompok Minasol
4. Kelompok Pertasol
5. Kelompok Khusus
100
Merupakan cairan hidrokarbon yang jernih, stabil dan tidak korosif.
Penggunaan :
- Pelarut cat dan varnish
- Pelarut untuk pewarna tinta
- Sebagai komponen dalam preparasi industri kayu mebel, sepatu dan pemoles lantai
- Sebagai pelarut dalam industri kimia
- Sebagai pelarut untuk industri insektisida, pestisida dan lain-lain
101
- untuk industrial cleaning dan lain-lain
102
PRODUK SBP-1 SBP-2 METODE
No. Properties Min Max Min Max ASTM
1 Specific Gravity 60/60 °F 0.678 0.700 - 0.700 D 1298
2 Distillation : D 86
- IBP °C 34 - 45 -
- End Point °C - 140 - 115
3 Color Saybolt +25 - +25 - D 156
4 Copperstrip corrosion ASTM No.1 ASTM No.1 D 130
5 Doctor Test Negative Negative D 4952
103
PRODUK LAWS-1 LAWS-2 METODE
No. Properties Min Max Min Max ASTM
3.14 M.PELUMAS
3.14.1 Pendahuluan
104
Minyak pelumas atau dalam bahasa sehari-hari disebut “oli” adalah suatu produk yang
banyak dipergunakan dalam otomotif dan industri.
Pelumas adalah bahan penting untuk kendaraan bermotor. Memilih dan menggunakan
pelumas yang baik dan benar merupakan langkah yang tepat untuk merawat mesin dan
peralatan agar tidak cepat rusak dan mencegah pemborosan.
Banyaknya pilihan dari jenis dan merk minyak pelumas yang ada di pasaran saat ini,
seperti : Mesran, Mediteran, Fastron, Enduro, Enviro, Shell Helix, Top One dan lain-
lainnya tidak semestinya membuat bingung, yang penting klasifikasi atau spesifikasinya
sesuai dengan kebutuhan.
Ada beberapa jenis minyak pelumas sesuai penggunaannya, yaitu :
a. pelumas untuk mesin (crankcase oil)
b. pelumas transmisi (gear) dan gemuk
Pelumasan Hidrodinamika
- Sistem pelumasan dimana logam-logam yang dilumasi dipisahkan secara utuh oleh
cairan pelumas.
- Pelumas dapat mengalir secara laminair diantara dua logam yang dilumasi, terjadi
pada kondisi kerja dengan beban rendah dan kecepatan tinggi.
- Contoh : journal bearing
Pelumasan Batas
- Permukaan logam satu dengan yang lain saling bersentuhan tetapi tidak
mengakibatkan keausan pada kedua permukaan yang dilumasi dengan membuat
105
sentuhan antara kedua permukaan logam sebagai tumbukan lenting sempurna,
terjadi pada kondisi kerja dengan beban sangat berat dan kecepatan sangat rendah.
- Contoh : pelumasan roda gigi gardan kendaraan
106
- Selanjutnya angka yang mengikuti di belakangnya, menunjukkan tingkat kekentalan
oli tersebut. Semakin besar angka yang mengikuti kode oli semakin kental oli
tersebut.
Spesifikasi dan klasifikasi minyak Pelumas ditentukan berdasarkan :
• Kekentalan
• Kemampuan kerja API Service
a. Klasifikasi berdasarkan kekentalan menurut SAE , nilai Viscositas (cst ) pada 100
°C, ASTM D 445 .
SAE Minimum Maximum
0W 3,8 -
5W 3,8 -
10 W 4,1 -
15 W 5,6 -
20 W 5,6 -
25 W 9,3 -
20 5,6 9,3
30 9,3 12,5
40 12,5 16,3
50 16,3 21,9
60 21,9 26,1
SAE Monograde :
Pelumas yang mempunyai sifat memenuhi salah satu jangkauan viscositas
berdasarkan klasifikasi SAE, pada nomornya tidak diikuti W, misal : SAE 20,
dipakai pada daerah beriklim tropis. Sedang yang nomor SAE-nya diikuti W, misal :
SAE 5W, dipakai pada daerah beriklim dingin.
SAE Multigrade :
107
Pelumas yang mempunyai sifat memenuhi beberapa jangkauan viscositas
berdasarkan klasifikasi SAE, yaitu : pada temperatur tinggi mempunyai viscositas
tinggi, pada temperatur rendah tetap mempunyai kemampuan alir.
Sedangkan huruf “W” yang terdapat di belakang angka awal, merupakan singkatan
winter. Misalnya : Mesran Super SAE 20W-50 API SG, berarti oli tersebut memiliki
kekentalan SAE 20 untuk kondisi suhu dingin dan SAE 50 pada kondisi suhu panas.
Dengan kondisi seperti ini, oli akan memberikan perlindungan optimal saat mesin
start pada kondisi ekstrim sekalipun. Sementara pada kondisi normal, idealnya oli
ini akan bekeja pada kisaran angka kekentalan 40 menurut standar SAE.
Jadi minyak pelumas ini mempunyai VI (Viscosity Index) yang tinggi.
108
persyaratan administratif dan teknis, serta lulus uji laboratorium terakreditasi yang
ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Migas. Contohnya :
a. Mesran Super 20W-50 :
- API Service SG/CD, JASO MA
- NPT 9910 1111 4928
b. Mesran XP 20W-50 :
- API Service SJ/CF, ACEA A-2 / B-2 dan D.Chrysler MB 226.1
- NPT 9910 1111 9831
c. Fastron Semi Sintetis 20W-50 :
- API Service SJ (Bensin) / CF (Diesel), ACEA A-2, VW 501.01
- NPT 9910 1111 4926
d. Mediteran SX 15W-40 :
- API Service CH4/SJ, D.Chrysler MB 228.1/229.1, Volvo VDS-2, ACEA E-3
- NPT AB14E4043101
109
- transmisi tenaga dalam fluida, pengubah tenaga putaran
- media pengendali hidraulik
- media pemindah panas
- melumasi bagian transmisi seperti kopling, gear, bearing dan seal
- modifikasi friksi
110
lebih boros, karena oli ikut masuk ke ruang pembakaran, ikut terbakar dan knalpot
berasap (pembakaran tidak sempurna).
Beberapa keunggulan oli sintetis dibandingkan oli mineral :
- lebih stabil pada temperatur tinggi
- mencegah terjadinya endapan karbon pada mesin
- sirkulasi lebih lancar pada waktu start pagi hari atau cuaca dingin
- melumasi dan melapisi metal lebih baik dan mencegah terjadi gesekan antar logam
yanga berakibat kerusakan mesin
- tahan terhadap perubahan/oksidasi sehingga lebih tahan lama dan efesien
- mengurangi terjadinya gesekan, meningkatkan tenaga dan mesin lebih dingin
a. Distilasi atmosfir
Proses pemisahan minyak bumi menjadi fraksi2-nya (gas, nafta, kerosine, solar dan
long residu) berdasar titik didih pada kondisi atmosfir, suhu 350 °C.
b. Distilasi hampa
Long residu akan dipisahkan menjadi distilat2-nya (SPO, LMO, MMO dan SR atau
BO) pada kondisi vakum (25-40 mmHg), suhu 400 °C
111
d. Solvent extraction ( Furfural Extraction Unit )
SPO, LMO, MMO dari distilasi vakum dan DAO dari Deasphalting dipisahkan dari
kandungan senyawa aromat (viskositas index rendah) secara ekstraksi menggunakan
pelarut furfural. Aromat larut dalam furfural (sebagai ekstrak) akan dibuang, dan yang
tidak larut sebagai rafinat diproses lebih lanjut. Tujuan dari proses ini selain menaikkan
VI juga mutu dan kestabilan terhadap oksidasi sekaligus mengurangi pembentukan
lumpur (sludge), deposit karbon dan varnish.
e. Dewaxing
Rafinat dari proses solvent extraction dipisahkan dari kandungan parafin wax yang
tinggi dengan proses kristalisasi dalam pelarut MEK (Methyl Ethyl Keton) pada suhu 0
sampai -20°C. Parafin mengkristal dan dipisahkan dengan disaring dengan filter.
Filtrat yang diperoleh adalah base oil dengan klasifikasi HVI 60, HVI 95, HVI160 dan
HVI 650
112
- Kestabilan viskositas rendah
- Mudah teroksidasi dan membentuk asam dan lumpur
Klasifikasi Base Oil, berdasarkan indeks viskositas (viscisity index, VI) yaitu :
• High Viscosity Index ( HVI ), nilai VI > 85
• Medium Viscosity Index ( MVI ) , nilai VI 70 - 85
• Low Viscosity Index ( LVI ), nilai VI < 70
Pelumas mesin bermutu baik dibuat dari base oil + aditif dalam jumlah yang optimal
sesuai dengan formula yang telah teruji pada mesin-2 penguji kinerja pelumas, sehingga
dalam penggunaannya tidak perlu ditambah aditif lagi.
113
- Total Base Number - Warna
- Flash point dan Volatility - Anti karat
- Demulsibility - Copper Strip Corrosion
114
Warna, ASTM D 1500
- Untuk mengetahui secara kasar tingkat kemurnian dalam memproses minyak
pelumas tersebut.
- Untuk memperbaiki warna pelumas, dapat dilakukan dengan proses acid treating,
clay treating maupun solvent extraction.
- Perubahan warna minyak pelumas selama pemakaian biasanya disebabkan proses
oksidasi atau proses lain akibat suhu tinggi, menyebabkan warna gelap dan hitam.
115
Oksidasi menghasilkan :
• Asam → korosi, bila ketahanan aditif sudah habis
• Lumpur Oksidasi → naiknya viscositas turunnya V.I.
• Laquer → menghalangi pendinginan mesin
116
d. Klasifikasi kekentalan (viskositas) Pelumas, adalah penggolongan tingkat
kekentalan yang ditetapkan oleh lembaga berwenang, seperti Society of Automotive
Engineer (SAE) atau International Organization for Standardization (ISO);
e. Klasifikasi Penetrasi Gemuk Lumas, adalah penggolongan tingkat kekerasan gemuk
lumas yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, seperti National Lubricating
Grease Institute (NLGI);
f. Klasifikasi Unjuk Kerja Pelumas, adalah penggolongan tingkat mutu pelumas yang
diklasifikasikan oleh lembaga yang berwenang, seperti American Petroleum
Institute atau lembaga lain yang diakui secara internasional.
117
VII. Klasifikasi Unjuk Kerja menurut API untuk Minyak Lumas Motor Diesel
118
3 Viskositas pada suhu rendah cP Sesuai SAE D 5293
4 Viskositas pada suhu tinggi cSt Sesuai SAE D 4683
5 Titik Nyala COC °C 200,0 D 92
6 Angka Basa Total mgKOH/g 5,0 D 2896
7 Kandungan Abu Sulfat % wt 0,6 D 874
8 Kandungan metal -
Ca, Mg % wt *) AAS/D811
Zn % wt 0,080 -"-
9 Tendensi/stabilitas pembusaan D 892
Seq.I ml 10/0
Seq.II ml 50/0
Seq.III ml 10/0
119
2 Index Viskositas 90 D 2270
3 Viskositas pada suhu rendah cP Sesuai SAE D 5293
4 Viskositas pada suhu tinggi cSt Sesuai SAE D 4683
5 Titik Nyala COC °C 200,0 D 92
6 Angka Basa Total mgKOH/g 4,0 D 2896
7 Kandungan Abu Sulfat % wt 0,5 D 874
8 Kandungan metal -
Ca, Mg, Zn % wt *) AAS/D811
9 Tendensi/stabilitas pembusaan D 892
Seq.I ml 50/0
Seq.II ml 100/0
Seq.III ml 50/0
120
2 Index Viskositas 90 D 2270
3 Titik Nyala COC °C 200,0 D 92
4 Kandungan metal -
S % wt *) IP 242
P % wt *) D 4047
5 Tendensi/stabilitas pembusaan D 892
Seq.I ml 20/0
Seq.II ml 50/0
Seq.III ml 20/0
3.15 LPG
3.15.1 Pendahuluan
LPG adalah singkatan dari Liquified Petroleum Gas :
- merupakan bahan bakar gas yang dicairkan, mempunyai berat jenis lebih besar
daripada udara
121
- LPG dipasarkan dengan merek dagang Elpiji, dikemas dalam tabung besi baja yang
dilengkapi suatu pengatur tekanan.
- Sebagai alasan keamanan dalam pemakaiannya, diberi bau, yaitu : butyl atau etil
mercaptan.
3.15.2 Penggunaan
LPG digunakan untuk :
a. Bahan bakar :
– Sektor rumah tangga
– Sektor industri
b. Bukan sebagai bahan bakar :
Karena LPG bertekanan tinggi (LPG propana 210 psig, LPG butana 70 psig dan
LPG campuran 120 psig ), maka LPG digunakan sebagai bahan pada produk aerosol
seperti : Aerosol obat nyamuk, kosmetik dll.
122
Proses pembuatan LPG :
Distilasi bertekanan, dimana fraksi gas yang berasal dari gas alam atau kilang minyak
bumi yang mengandung fraksi LPG diembunkan dan dicairkan pada kondisi tertentu.
123
3 Weathering test at 36 °F % vol 95 - D-1837
4 Copper Strip Corrosion, 1 hr/100 °F ASTM No.1 D-1838
grains/100
5 Total Sulphur - 15 D-1266
Cuft
6 Hydrocarbon Analysis (GC) : D-2163
C3 total % vol 95,0
C4 and Heavier % vol - 2,5
7 Ethyl or Buthyl Mercaptan added ml/1000 AG 50
Dasar : SK. Dirjen Migas No. 25K/36/DDJM/1990, tanggal 14 Mei 1990, lampiran-2.
C4 % vol 97,5
C5 % vol - 2,5
C6 and Heavier % vol - Nil
8 Ethyl or Buthyl Mercaptan added ml/1000 AG 50
Dasar : SK. Dirjen Migas No. 25K/36/DDJM/1990, tanggal 14 Mei 1990, lampiran-3.
a. Sifat penguapan
124
Dinyatakan dengan : Tekanan uap & Volatility.
Tekanan uap → besarnya tek. uap ( psig ) pada 100 °F dgn metode ASTM D 1267
Volatility → besarnya % komponen hidrokarbon dalam elpiji yang menguap
pada 36 °F dengan metode ASTM D 1837
Elpiji memiliki batasan :
- Tekanan uap max. 120 psig
- Min 95 % volume teruapkan pada 36 °F
Tujuan pemeriksaan tekanan uap :
- Menjamin keselamatan dalam penyimpaman, penyaluran dan pengangkutan
terutama untuk daerah yang mempunyai iklim berubah-ubah.
- Untuk menentukan kondisi & design tempat penyimpanan, container
pengapalan.
Tujuan pemeriksaan volatility :
- Untuk mengetahui tingkat efisiensi pembakaran dari elpiji.
b. Sifat pengkaratan
- Kemampuan elpiji untuk menimbulkan pengkaratan pada alat yang digunakan
disebabkan sulfur.
- Sifat pengkaratan → Membandingkan warna standar ASTM dengan
metode ASTM D 1838
- Elpiji memiliki batasan : Max. No. 1 pada warna standar
c. Sifat kebersihan
Ada tidaknya senyawa impurities yang merugikan dalam penggunaan elpiji.
Sifat kebersihan :
- Kandungan sulfur dalam elpiji dengan metode ASTM D 2784
- Kadar air dalam elpiji ditetapkan secara visual
(berbentuk hidrat atau uap air dalam fasa gas)
- Senyawa sulfur yang merupakan penyebab utama korosi adalah hydrogen
sulfida, karbonil sulfida dan kadang-kadang elemen sulfur.
- Kadar sulfur LPG selalu lebih rendah dari kadar sulfur produk minyak bumi
yang lain.
- Maksimum kadar sulfur memberikan gambaran mutu LPG yang lebih lengkap.
Kandungan sulfur yang besar dapat menimbulkan :
125
- Korosi pada metal
- Pencemaran udara
- Turunnya nilai kalori
Elpiji memiliki batasan : Kandungan sulfur max. 15 grains /100 cuft
e. Spesific gravity
Perbandingan berat dan volume elpiji dengan perbandingan berat dan volume yang
sama dari air pada temperatur 60 °F, ditetapkan dengan metode ASTM D 1657.
Spesifik gravity tergantung pada % komponen hidrokarbon dalam elpiji
% komponen penthana yang besar → Spec. Gravity besar
Karena komposisi elpiji juga berhubungan dengan tekanan uap & volatility, maka
batasan dari sifat-sifat tersebut merupakan batasan bagi spesifik gravity.
Tujuan pemeriksaan spec.gravity :
- Perhitungan berat elpiji yang ditampung dalam tempat penimbunan, berdasarkan
volume yang telah diketahui.
- Perhitungan material balance.
126
f. Perbandingan daya pemanasan bahan bakar
Jenis bahan bakar Daya pemanasan
Listrik 860 kcal/kWh
Kayu bakar 4000 kcal/kg
Gas kota 4500 kcal/kg
Kerosine 11000 kcal/kg
LPG 11900 kcal/kg
3.16 ASPHALT
Aspal (asphalt) adalah suatu material cementious berwarna coklat gelap hingga hitam
berbentuk padat atau setengah padat dengan komponen utama bitumen, mempunyai
berat molekul tinggi dan merupakan senyawa hidrokarbon aromatic dan naftenik.
127
Berdasarkan cara terjadinya, asphalt dibedakan :
a. Asphalt alam :
Semacam bitumen yang mengandung butir-butir mineral kecil. Untuk menurunkan
viskositasnya dilakukan proses pencairan dan hasilnya dinamakan buthas-flux.
Contoh : asphlat yang terdapat di P. Buton
b. Petroleum asphalt :
Diperoleh dari proses pengolahan crude oil jenis naphtenik atau asphaltik
(aromatik).
Aspal produk kilang minyak : aspal keras dan aspal cair.
1. Aspal keras (aspal semen) :
Aspal keras adalah aspal yang dibuat di unit pengolahan minyak bumi,
mempunyai bentuk fisik sangat kental dan mendekati keras.
Ada beberapa jenis aspal keras, yang dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya,
yaitu :
- aspal 40 Pen
- aspal 60 Pen
- aspal 80 Pen
2. Aspal cair (cutback asphalt) :
Aspal cair adalah aspal yang dibuat di unit pengolahan minyak bumi,
mempunyai bentuk fisik encer sampai sangat kental.
Ada beberapa jenis aspal cair, yang dibedakan berdasarkan nilai viskositasnya,
yaitu :
- Rapid Curing : RC-70, RC-250, RC-800
- Medium Curing : MC-70, MC-250, MC-800
- Slow Curing : SC-70, SC-250, SC-800
3. Aspal emulsi :
Terdiri dari sedikit asphalt yang tersuspensi dalam air, asphalt berada dalam
ukuran koloid.
Asphalt emulsi terdiri dari :
• 45-75 % asphalt
• 25-55 % air
• 1-10 % emulsigator ( Soap atau Clay )
Berdasarkan cepat lambatnya emulsi tersebut pecah, maka asphalt ini dibagi
menjadi :
128
- Rapid setting
- Medium setting
- Slow setting
3.16.2. Spesifikasi
Spesifikasi adalah batasan maksimum atau minimum sifat-sifat fisika dan kimia yang
disyaratkan, yang diukur dengan menggunakan metode dan peralatan baku.
Spesifikasi aspal dituangkan dalam Keputusan dari Direktorat Jendral Bina Marga
Direktur Lembaga Masalah Jalan No. KPTS/II/3/1973 tanggal 10 April 1973, sesuai
dengan ASTM D946 Specification for Penetration Grade Asphalt Cement for Use in
Pavement Construction dan ASTM D2026, D2027, D2028 Specification for Cutback
Asphalt (Slow, Medium, Rapid-Curing Type).
Aspal yang diproduksi Unit Kilang harus memenuhi spesifikasi yang berlaku.
Deasphalting
129
Bertujuan memisahkan komponen pelumas dan asphalt yang terkandung dalam short
residu, proses dilakukan di unit Propane Deasphalting Unit, yang prinsipnya adalah
proses ekstraksi dan pengambilan pelarut.
Short residu pada suhu ektraksi dimasukkan ke Rotating Disc Contactor (RDC)
berlawanan arah dengan propana cair, propana cair lewat dasar kolom dan short residu
lewat bagian atas kolom, fraksi ringan terbawa propana sebagai Deasphalting Oil Mix
keluar melalui bagian atas RDC, fraksi berat akan keluar melalui bottom RDC sebagai
asphalt mix.
Asphalt mix yang keluar dari bagian bottom RDC dipanaskan melalui asphalt heater,
kemudian masuk ke asphalt flash tower. Untuk membersihkan sisa propana maka
dialirkan ke asphalt stripper, sehingga setelah keluar dari asphalt stripper, asphalt sudah
bebas dari propana yg memiliki penetrasi 9 - 10
Proses Pencampuran
Untuk membuat asphalt sesuai kualitas pemasaran (penetrasi 60/70), dilakukan dengan
cara mencampur asphalt dari PDU dengan short residu dari HVU, dengan perbandingan
65 % asphalt dan 35 % short residu. Bila asphalt dari PDU mempunyai penetrasi < 9,
maka akan membutuhkan short residu yg lebih banyak.
130
• Cat tahan karat pada kapal atau perahu
131
5. Loss on Heating, ASTM D 6
- Kegunaan : menentukan karakter jenis produk dengan cara menentukan
kehilangan zat saat pemanasan pada kondisi standar.
- Prinsipnya adalah :
Asphalt ditempatkan dalam suatu wadah, dipanaskan dalam suatu udara
bergerak dengan temperatur 163 °C selama 5 jam. Prosen massa yang hilang
ditentukan dengan cara membandingkan massa sebelum dan sesudah pengujian.
Metode ini menyatakan pengukuran relatif terhadap volatilitas material di bawah
kondisi standard
132
- Perhitungan : hitung specific gravity dengan ketelitian 0,001.
c a
SG 25/25 °C =
b a d c
a = timbangan picnometer kosong
b = timbangan picnometer + air
c = timbangan picnometer + asphalt
d = timbangan picnometer + air + asphalt
3.17 MUSICOOL
Musicool adalah suatu produk Refrigerant Non CFC yang ramah lingkungan dengan
bahan pendingin jenis Hidrokarbon.
Komponen utama dari Musicool adalah Propana, Iso dan normal-Butana, merupakan
senyawa hidrokarbon Parafinik dengan komposisi yang berbeda dalam setiap produk
Musicool, tergantung dari peruntukannya.
Beberapa jenis dari Musicool adalah :
1. MC 12
133
2. MC 22
3. MC 134
4. MC 600
5. MC 600A
Spesifikasi Musicool
134
Pentane ppm max 100 max 100 max 100
n-Hexane ppm max 50 max 50 max 50
4 Water Content ppm Karl Fischer max 10 max 10 max 10
5 Sulphur content ppm D 6667 max 1 max 1 max 2
6 Aromatics ppm max 10 max 10 max 10
7 Copper Corrosion, 1 hr/100 °F D-1838 ASTM No.1 ASTM No.1 ASTM No.1
8 Hydrogen Sulphide ppm Drager max 0.2 max 0.2 max 0.2
9 Free Water Visual None None None
10 Residual Matter : D 2158
Residue on evaporation 100 ml ml max 0.05 max 0.05 max 0.05
Oil stain observation pass pass pass
11 Particulated / solid Visual pass pass pass
Dasar :
1. Memo Man Operasi Gas Pengolahan No. 034/E10210/2004-S2 tanggal 10 Mei 2004
2. Memo Man P & L Dit P No. 054/E00240/S-2 tanggal 18 Januari 2006
135
n-Hexane ppm max 50 max 50
4 Water Content ppm Karl Fischer max 10 max 10
5 Sulphur content ppm D 6667 max 1 max 1
6 Aromatics ppm max 10 max 10
7 Copper Corrosion, 1 hr/100 °F D-1838 ASTM No.1 ASTM No.1
8 Hydrogen Sulphide ppm Drager max 0.2 max 0.2
9 Free Water Visual None None
10 Residual Matter : D 2158
Residue on evaporation 100 ml ml max 0.05 max 0.05
Oil stain observation pass pass
11 Particulated / solid Visual pass pass
3.18 B B G
a. Pengertian :
Bahan bakar gas (BBG) atau Compressed Natural Gas (CNG) adalah gas alam yang
dimampatkan tekanan 125 kg/cm2 digunakan untuk keperluan transportasi.
136
– Senyawa hidrokarbon
Methane, ethana, propana, butana, isobutana, pentana, isopentana dan heksana
(C6H14 +)
– Senyawa non hidrokarbon
Sebagai impuritis seperti: carbon dioxide, Nitrogen, hidrogen sulfida, uap air
dan logam-logam (Helium dan Mercuri).
Komposisi ini bervariasi dari satu sumur ke sumur yang lain.
d. Spesifikasi BBG
Spesifikasi BBG ditetapkan berdasarkan SK Dirjen Migas No. 10K/34/DDJM/1993
tanggal 01 Pebruari 1993.
Batasan dalam spesifikasi BBG antara lain :
– Kandungan hidrokarbon
– Kandungan nitrogen
– Kandungan karbondioksida
– Kandungan uap air
– Kandungan asam sulfide
– Kandungan energi
– Spesifik gravity
137
Kandungan nitrogen akan mempengaruhi kandungan energi dalam gas, range
flamabilitas gas dan kompresibilitas gas.
Semakin tinggi kandungan Nitrogen → mengurangi kecepatan pembakaran
BBG memiliki batasan : max. 2 % vol.
138
Rumus perhitungan Nilai Kalor :
H = x1.H1 + x2.H2 + x3.H3 + ..................... + xn.Hn
Dimana :
x1 , ............ xn = mol fraksi komponen
H1 , ........... Hn = Nilai kalor masing-masing komponen pada 60 °F , 14,7 psia
tabel “ Physical Constant “
BBG memiliki batasan : min. 44000 kJ/kg
139
C4 % vol 4,0 -"-
C5 % vol 1,0 -"-
N2 % vol 2,0 -"-
O2 % vol 0,2 -"-
CO2 % vol 5,0 -"-
H2S ppm vol 14,0 D 2385
Hg ppb vol - 9,0 AAS
H2O % vol - 0,035 Gravimetri
3.19 L N G
a. Pendahuluan :
- LNG (Liquified Natural Gas) adalah merupakan gas alam yang dicairkan dengan
cara pendinginan sampai minus -160 °C dan tekanan 1,25 kg/cm2 absolut
- Kegunaannya : sebagai bahan bakar industri.
b. Gas alam :
140
• Assosiated Gas
Gas yang diperoleh dari sumur gas bersama-sama dengan minyak mentah
• Non Assosiated Gas
Gas yang diperoleh dari sumur gas bersama-sama dengan kondensat, yaitu
fraksi berat ( C5 + ) yang berbentuk cairan.
c. Komposisi LNG :
• Senyawa hidrokarbon :
Methana ( CH4 ), ethana ( C2H6 ), propana ( C3H8 ), butana ( C4H10 ) dan Iso
butana, pentana ( C5H12 ) dan iso pentana, C6H14+
• Senyawa non hidrokarbon :
sebagai impuritis seperti : carbon dioxide ( CO2 ), Nitrogen ( N2 ), hidrogen
sulfida ( H2S ), Merkaptan ( RSH ) dan logam-logam ( Helium dan Mercuri ).
Pembatasan komposisi LNG adalah Persetujuan antara konsumen dan produsen.
LNG sebagai produk pencairan gas alam harus dilakukan pengujian di laboratorium
untuk menentukan mutu produk LNG.
141
Kandungan CH4 dalam LNG merupakan komponen hidrokarbon dengan
konsentrasi tertinggi.
Bila konsentrasinya kurang dari batasan minimum dalam spesifikasi → LNG
mempunyai nilai kalor rendah.
* Komponen C2H6, C3H8, C4H10 dan C5H12 :
Kandungan komponen C2H6, C3H8, C4H10 dan C5H12 dalam LNG
merupakan komponen hidrokarbon yang harus dibatasi keberadaannya.
Bila konsentrasinya melebihi batas nilai maksimum dalam spesifikasi →
LNG mempunyai nilai kalor rendah.
* Komponen C6H14+ ( hexane and heavier ) :
Bila konsentrasi C6H14+ melebihi nilai batas maksimum dalam spesifikasi
→ LNG mempunyai nilai kalor rendah atau mutu LNG rendah dan akan
menyebabkan kemudahan menguapnya rendah → penyimpanan,
pengangkutan dan distribusi akan menyebabkan terjadinya endapan.
Besarnya kandungan komponen hidrokarbon dalam LNG menentukan mutu
LNG baik kualitas maupun kuantitasnya karena dengan diketahui
komposisinya dapat dihitung sifat-sifat seperti : nilai kalori, tekanan uap dan
spesifik gravity.
142
• Pengujiannya dapat dilakukan bersama-sama dengan pengujian komponen
hidrokarbon.
8. Mercuri, AAS
• Mercuri terdapat sebagai gas yang terlarut dalam LNG dan berasosiasi
dengan kondensat, dinyatakan dalam ppb atau μg/100 cuft atau μg/100 Nm3.
• Kandungan Mercuri dalam LNG menyebabkan sifat korosif terhadap
peralatan, khususnya aluminium, bersifat racun terhadap kesehatan manusia.
143
9. Density, ASTM D 1945
• Pengujian density digunakan untuk perhitungan berat LNG → perhitungan
dalam pemasaran.
• Bila dalam pengujian density lebih rendah dari spesifikasi → mengandung
komponen ringan → nilai kalor persatuan berat tinggi.
• Bila dalam pengujian density lebih tinggi dari spesifikasi → mengandung
komponen berat → nilai kalor persatuan berat rendah.
144
• CO2, H2S dan COS dipisahkan dengan menggunakan MDEA (Methyl
Diethanol Amine) sebagai solvent penyerap dalam suatu kolom absorber.
3. Proses precooling
Proses pendinginan pendahuluan menggunakan Propana sampai suhu – 29 °C
atau - 30 °C. Pada suhu ini komponen berat akan dicairkan dan dipisahkan dari
komponen ringannya ( CH4 ).
4. Proses pencairan
• Pencairan gas yang komponen utamanya metana menjadi LNG
menggunakan Mixed Component Refrigerant (MCR) dalam Main Heat
Exchanger dilakukan dengan cara mendinginkan sampai suhu
pengembunannya dan atau dikombinasikan dengan menaikkan tekanan gas
untuk mempermudah pengembunan / pencairannya.
• LNG kemudian ke flash drum untuk memisahkan N 2 nya, selanjutnya masuh
ke storage tank.
• Karena suhunya sangat rendah, tanki tersebut diisolasi berlapis-lapis untuk
menghindari kebocoran panas yang bisa menaikkan suhu dan mengubah
cairan LNG menjadi uap / gas.
Spesifikasi LNG
145
n-C4 % mol ≤ 2,0
i-C5 % mol
n-C5 % mol
C6 + % mol ≤ 1,0
N2 % mol ≤ 1,0
CO2 ppm ≤ 50
H2S ppm ≤ 1,0 D 2385
grains/100 cuft ≤ 0,25
RSH
S total grains/100 cuft ≤ 1,3 D 2784
Hg μg / Nm 3 AAS
H2O ppm Gravimetri
Density *) kg / m 3 D 1945
GHV *) BTU/SCF 1070 – 1165 D 1945
3.2.1 Umum
Petroleum wax atau biasa disebut wax adalah suatu senyawa hidrokarbon parafin, rantai
lurus atau cabang dgn berat molekul cukup tinggi, berbentuk padat pada temperatur
kamar yang merupakan produk olahan dari minyak bumi.
Digunakan wax adalah untuk :
146
• Lilin
• Pelapis kertas/karton
• Batik
2. Microcrystallin wax :
- produk microcrystallin, pada suhu kamar berbentuk padat. Diperoleh dari
petroleum distillates
- Struktur molekul utamanya adalah iso dan siklo parafin, yang berbentuk kecil
dan kristalnya tidak beraturan, mempunyai titik lebur lebih tinggi dari pada
paraffin wax
Karakter dari microcrystallin wax :
- mengandung resin, bersifat fleksibel dan daya rekat tetap dan permukaan area
lebih porous.
- Berwarna antara putih dan yellow. Titik lebur > 65 °C
3. Petrolatum :
- Berbentuk semi padat seperti jelly, yang terdiri dari microcrystallin wax dan
minyak. Diperoleh dari petroleum distillates berat atau residu.
Karakter dari microcrystallin wax :
- Petrolatum disebut juga plastic wax atau soft wax banyak mengandung iso dan
cyclo parafin,
147
- pada suhu kamar bersifat sangat lembek, mempunyai melting point 71 – 88 °C
- Digunakan sebagai bahan dasar pembuatan vaseline.
2. Proses Sweating
Proses pemisahan minyak dan wax berdasarkan titik lebur (melting point) dengan
pendinginan sampai mencapai titik beku kemudian dipanaskan secara perlahan dlm
Vertical Tubes Stove. Fraksi minyak yang mempunyai titik lebur lebih rendah akan
mencair lebih dahulu. Pada proses sweating kandungan minyak dapat diturunkan
hingga 1 – 2 % wt, dan disebut Sweat wax.
3. Proses Treating
148
Proses memperbaiki warna dan menghilangkan bau dari produk sweat wax dengan
menghilangkan senyawa hidrokarbon yang tidak diinginkan (cyclo, aromat dan
olefin) dgn menggunakan bhn kimia sbb :
• H2SO4 dgn konsentrasi 98 %, berfungsi melarutkan seny. cyclo, aromat dan
olefin membentuk sulphonate ( - SO2OH ) yg akan mengendap.
• Kapur (CaO), untuk mengikat H2SO4 yg tdk bereaksi/berlebih.
• Clay, sbg adsorbent dan mengikat kelebihan H2SO4.
Selain bhn kimia tersebut diatas, juga menggunakan Polyethylene untuk
memperbaiki elastisitas ready wax dan NaOH untuk menetralkan sludge asam
sebelum dibuang ke sewer.
4. Proses moulding
Proses pencetakan lilin cair menjadi slab, selanjutnya bisa dimasukkan kedalam
plastik dan karung.
3.2.5 Beberapa parameter yang diuji dalam memenuhi syarat spesifikasi wax :
• Appearance Test, JIS K8004
• Color Saybolt, ASTM D 159
• Melting point, ASTM D 87
• Oil Content of Waxes, ASTM D 721
• Needle Penetrasi of Petroleum Wax, ASTM D 1321
• Reaction of Petroleum Wax, ASTM D 1093
• Thermal Stability, Metode Modified
149
No. 3 Very faint yellow
No. 4 Faint yellow
No. 5 Thinb yellow
Keterangan :
150
A = Berat residu, mgr
B = Berat contoh, mgr
C = Berat MEK, mgr
D = Berat filtrat, mgr
0,15 = faktor koreksi
151
diaduk pada 100 rpm selama 30 menit. Dinginkan pada bath 100 °C selama 30
menit tanpa diaduk. Masukkan ke lemari pemanas pada suhu 80 °C. Periksa colour
sayboltnya, dan bandingkan dengan se belum dipanaskan.
DAFTAR PUSTAKA
152
3. Pangarso, Subardjo, Ir., Penentuan Sifat-sifat Minyak Bumi, PPPTMGB
“LEMIGAS”, Jakarta, 1980.
153