Anda di halaman 1dari 11

BS & W, ASTM D 4007

LAPORAN PRODUK MINYAK DAN GAS

NAMA : Yunandar Aji Pramana


NIM : 191420073
PROGRAM STUDI : Teknik Pengolahan Migas
BIDANG MINAT : LAP 1
DIPLOMA :1
TINGKAT : 1(satu)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS
(PEM Akamigas)

Cepu
I. Tujuan

Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:

1. Mahasiswa dapat memperkirakan suhu flash point setiap produk minyak


bumi memakai peralatan automatic Pensky-Martens Closed Cup (PMCC).
2. Mahasiswa dapat menggunakan dan mengoperasikan alat uji flash point
peralatan automatic Pensky-Martens Closed Cup (PMCC).

II. Keselamatan Kerja


a. Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihat dan perhatikan petunjuk
penggunaan tegangan jaringan listrik yang ada.
b. Hati – hati bekerja dengan menggunakan bahan yang mudah terbakar
c. Lihat prosedure pemakaian alat.

III. Dasar Teori


Solar adalah salah satu jenis bahan bakar yang dihasilkan dari proses
pengolahan minyak bumi, pada dasarnya minyak mentah dipisahkan fraksi-fraksinya
pada proses destilasi sehingga dihasilkan fraksi solar dengan titik didih 250°C sampai
300°C. Kualitas solar dinyatakan dengan bilangan cetane (pada bensin disebut oktan),
yaitu bilangan yang menunjukkan kemampuan solar mengalami pembakaran di dalam
mesin serta kemampuan mengontrol jumlah ketukan (knocking), semakin tinggi
bilangan cetane ada solar maka kualitas solar akan semakin bagus.[5]
Sebagai bahan bakar, tentunya solar memiliki karakteristik tertentu sama
halnya dengan jenis bahan bakar lainnya. berikut karakteristik yang dimiliki fraksi
solar:

1. Tidak berwarna atau terkadang berwarna kekuning-kuningan dan berbau.


2. Tidak akan menguap pada temperatur normal.
3. Memiliki kandungan sulfur yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bensin
dan kerosen.
4. Memiliki flash point (titik nyala) sekitar 40°C sampai 100°C.
5. Terbakar spontan pada temperatur 300°C.
6. Menimbulkan panas yang tinggi sekitar 10.500 kcal/kg.[5]
Flash Point atau Titik Nyala adalah suhu terendah minyak atau bahan bakar
harus dipanaskan agar menghasilkan uap secukupnya untuk bercampur dengan udara
dan dapat menyala (flammable) bila dilewati api kecil atau fire test. Satuannya adalah
derajat (°C) Celcius atau derajat (°F) Fahrenheit. Sedangkan Fire Point atau Titik Api
adalah suhu terendah minyak atau bahan bakar yang harus dipanaskan untuk
menghasilkan uap secukupnya agar bercampur dengan udara dan dapat terbakar
selama paling sedikit 5 detik. Satuan titik api adalah derajat (°C) Celcius atau derajat
Fahrenheit. Suhu ini juga perlu diperhatikan seperti halnya titik bakar, walaupun
penyalaan minyak yang terjadi belum stabil, paling sedikit 5 detik, tetapi hal ini sudah
membahayakan.[1]
Titik nyala dan titik api menunjukkan indikasi jarak titik didih, dimana pada
suhu tersebut minyak akan aman untuk dibawa tanpa adanya bahaya terhadap api
(tidak terjadi kebakaran). Peralatan umum yang digunakan untuk pemeriksaan titik
nyala dan titik api adalah open cup ( ASTM-D56 ) dan ( ASTM-D93 ) untuk
pemeriksaan minyak berat, sedangkan peralatan Tag-Tester ( ASTM-D56 ) dipakai
untuk pemeriksaan minyak-minyak ringan.[6]
Minyak-minyak berat akan diperiksa dipanaskan pada keacepatan 100 F per
menit, sedangkan untuk minyak ringan pada kecepatan 1,80F/menit. Pada tiap
pemeriksaan nyala api dimasukkan ke dalam uap selama selang waktu 30 detik, lalu
suhu dicatat.[6]
Titik nyala dapat diukur dengan metoda wadah terbuka (Open Cup /OC) atau
wadah tertutup (Closed cup/CC). Nilai yang diukur pada wadah terbuka biasanya lebih
tinggi dari yang diukur dengan metoda wadah tertutup. Setiap zat cair yang mudah
terbakar memiliki tekanan uap yang merupakan fungsi dari temperatur cair, dengan
naiknya suhu, tekanan uap juga meningkat. Setiap zat cair yang mudah terbakar
memiliki tekanan uap yang merupakan fungsi dari temperatur cair, dengan naiknya
suhu, tekanan uap juga meningkat. Dengan meningkatnya tekanan uap, konsentrasi
cairan yang mudah terbakar menguap diudara meningkat.[4]
Jika titik nyala lebih rendah dari temperatur cairannya maka uap diatas
permukaannya siap untuk terbakar atau meledak. Lebih rendah dari titik nyala adlah
lebih berbahaya, terutama bila temperatur ambientnya labih dari titik nyala. Dengan
meningkatnya tekanan uap, konsentrasi cairan yang mudah terbakar menguap diudara
meningkat.Jika titik nyala lebih rendah dari temperatur cairannya maka uap diatas
permukaannya siap untuk terbakar atau meledak. Lebih rendah dari titik nyala adlah
lebih berbahaya, terutama bila temperatur ambientnya labih dari titik nyala.[4]
Auto-Ignition Temperature atau Titik Sulut terjadi apabila campuran bahan
bakar dimasukkan ke dalam ruang bakar dan secara bertahap dipanasi, maka akan
terbakar dengan sendirinya pada suhu tertentu, suhu inilah yang disebut “self ignition
temperature” atau titik sulut. Secara singkat titik sulut dapat didefinisikan suhu
terendah di mana bahan dapat terbakar dengan sendirinya tanpa diberi sumber nyala.
Biasanya "temperatur operasi" lebih rendah dari titik sulut suatu bahan yang mudah
terbakar. Contoh sederhana Auto-Ignition Temperature adalah setrika panas dapat
membakar kain yang diseterika dan Instalasi pipa panas kontak langsung dengan
bahan-bahan yang mudah terbakar.[2]
Metode tes standar ASTM D93 dapat dibagi menjadi tiga prosedur:

 Prosedur A

Mencakup bahan bakar destilasi seperti diesel, campuran biodiesel, kerosin,


minyak pemanas dan bahan bakar turbin. Hal ini juga berlaku untuk minyak
pelumas baru dan digunakan dan cairan minyak bumi homogen lainnya, yang
tidak termasuk dalam prosedur lain. Dengan aparatus manual, perangkat pengaduk
harus diputar pada 90 hingga 120rpm dan suhu akan meningkat 5 hingga 6 ° C (9
hingga 11 ° F) / menit. Untuk spesimen uji, yang memiliki titik nyala yang
diharapkan 1°C-110°C atau 230°F atau di bawah, sumber pengapian harus
diterapkan pada pembacaan suhu yang merupakan kelipatan 1°C atau 2°F ketika
suhu spesimen uji mencapai 23 ± 5°C atau 41± 9° F di bawah titik nyala yang
diharapkan. Untuk spesimen uji dengan titik nyala yang diharapkan lebih tinggi
dari 110°C atau 230°F, sumber pengapian harus diterapkan pada setiap kenaikan
suhu 2°C atau 5°F ketika suhu spesimen uji mencapai 23 ± 5°C atau 41 ± 9°F di
bawah titik nyala yang diharapkan. Untuk titik nyala yang diharapkan di atas
130°C, sangat disarankan untuk mencelupkan ignitor setiap 10°C selama
pengujian sampai suhu sampel mencapai 28°C di bawah titik nyala yang
diharapkan. 

 Prosedur B 

Mencakup sisa bahan bakar minyak, cutback residua, minyak pelumas bekas,
campuran cairan minyak bumi dengan padatan, cairan minyak bumi yang
cenderung membentuk film permukaan dalam kondisi uji dan cairan minyak bumi
seperti viskositas kinematik bahwa mereka tidak merata dipanaskan di bawah
pengadukan dan kondisi pemanasan dari Prosedur A. Dengan aparatus manual,
perangkat pengaduk harus diputar pada 250 ± 10 rpm. Kecepatan panas harus
diterapkan sehingga suhu seperti yang ditunjukkan oleh alat pengukur meningkat
1 hingga 1,6°C (2 hingga 3°F) / menit. 

 Prosedur C 

Adalah deteksi titik nyala elektronik dan mencakup biodiesel (B100). Dengan
peralatan otomatis dengan deteksi elektronik, perangkat pengaduk harus diputar
pada 90 hingga 120 rpm. Sumber pengapian harus diterapkan pada pembacaan
suhu yang merupakan kelipatan 2 ° C. [7]

IV. Bahan & Peralatan


A. Bahan

1. Solar 48

B. Peralatan

2. Peralatan Mangkuk (Container)

3. Cawan (Cup).

4. Penutup (Cover)

5. Kabel Sensor (Detection Cable)

6. Pemanas (Heater)

7. Peralatan Pengukur Temperatur (Detection Thermocouple)

8. Peralatan Pengukur Sampel (DetectionSample)

9. Percikan api listrik (Electrical Spark)

10. Api Penguji

11. Pengaduk (Stirrer)

12. Selang Air (Water Tube)

13. Selang Gas (Gas Tubing)

14. Printer
V. Langkah Kerja

1. Cuci mangkok uji dengan larutan yang cocok untuk menghilangkan sisa-sisa
karbon yang tertinggal pada pengujian terdahulu.
2. Isi mangkok uji sampai tepat pada tanda batas garis melingkar.

3. Tempatkan mangkok uji berisi contoh pada alat.

4. Hubungkan kabel alat uji PMCC ke terminal listrik, begitu juga dengan printernya.

5. Tekan ON/OFF untuk mematikan dan menyalakannya dibagian belakang alat


PMCC.

6. Pastikan sistem sirkulasi air pendingin (cooling water) telah terpasang dengan baik.

7. Pasang Regulator LPG ke tabung LPG, pastikan tertutup rapat dan aman dari
kebocoran.

8. Buka keran bahan bakar gas (LPG)

9. Atur regulator pemanas (heater) dibagian pojok kiri pada skala 2,5 -3,0 atau 4,0.

10. Lihat dilayar monitor beberapa menu pilihan.

11. Input nama sampel dimenu pilihan + Enter, kemudian Input perkiraan
suhu flash point sampel + Enter. Selanjutnya Input methode A, B atau
lainnya, yang akan digunakan + Enter.
12. Pilih menu “go” maka nyala api dari listrik (electrical spark) akan muncul.

13. Jika api belum muncul selama 30 detik, putar regulator untuk bahan bakar
(LPG) diperalatan uji PMCC perlahan-lahan sampai muncul dua (2) nyala api.
14. Atur besarnya api sesuai dengan standar pengujian flash point.

15. Tunggu beberapa saat dan jika flash point telah tercapai, tekan menu STOP
dilayar monitor.

16. Lihat hasil print-out.

VI. Hasil Praktikum

A. Hasil Uji Flash Point Sample Solar 48 : 77˚C


B. Metoda yang digunakan : ASTM D 93
Spesifikasi : min 52˚C
Keterangan Hasil : On Spec

VII. Analisa
Pada percobaan kali ini praktikan melakukan uji Flash Point atau Titik Nyala
pada sampel Solar 48. Flash Point sendiri merupakan analisa yang penting dalam
pengujian bahan bakar karena erat kaitannya dengan kebutuhan transportasi,
penanganan hingga penyimpanan/penimbunan suatu bahan bakar. Dengan hasil yang
kecil maka menunjukan bahwa suatu bahan bakar akan mudah terbakar. Percobaan
dilakukan dengan menggunakan alat Flash Point Pensky-Martens Closed Cup dengan
metode ASTM D 93. Solar yang telah disiapkan mula mula dituangkan ke dalam gelas
beaker untuk memudahkan proses penuangan. Selanjutnya tuang sampel ke dalam
cawan Flash Point yang telah disediakan. Sebelumnya telah dipastikan cawan tersebut
bersih untuk menghindari terjadinya kesalahan hasil karena kontaminasi. Tuang
sampel kurang lebih 75 ml atau sampai batas yang tertera pada cawan. Selanjutnya
cawan berisi sampel diletakkan pada alat Flash Point untuk proses analisa. Untuk
proses pemanasan, alat dinyalakan dengan menghubungkan nya ke aliran listrik.
Sedangkan untuk api yang akan digunakan sebagai penguji menggunakan api dari gas
tabung LPG. Api tersebut terletak tepat diatas lubang analisa cawan dan diatur hingga
berdiameter sekitar 3,2 – 4,8 mm. terdapat dua api dimana api pertama sebagai api
penguji dan api kedua tepat di sebelahnya sebagai api cadangan jika api utama mati.
Karena termasuk kedalam diesel fuel, maka metode putaran yang digunakan ialah
metode A dengan kecepetan penganduk/stirrer 90-120 rpm.
Berlanjut pada proses analisa, sampel solar diaduk sambil dipanaskan dengan
kecepatan yang telah ditentukan yaitu 5-6˚C/menit. Setelah mendekati 18˚C dibawah
hasil perkiraan, api mulai dikontakkan dengan uap sampel yang terbentuk setiap
kenaikan 1˚C sambil diamati temperaturenya. Prinsip kerja dari alat ini adalah
menganalisa pada temperature berapa suatu sampel akan memliki cukup uap untuk
menumbulkan api kejut ketika dipertemukan dengan sumber api dan udara. Ketika
proses pemanasan berlangsung, dapat diamati bahwa semakin tinggi temperature
sampel tersebut akan membuat diameter api semakin besar/mengembang. Hal ini
menunjukan bahwa kondisi sampel semakin mendekati Flash Point nya. Ketika
temperature telah tercapai, api tersebut akan terhisap ke dalam cawan dan biasanya
menyebabkan api utama mati. Pada saat itulah telah terjadi apa yang disebut Flash
Point. Dari hasil percobaan didapatkan Flash Point Solar sebesar 77˚C. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sampel Solar tersebut pada kondisi On Spec sesuai dengan batas
minimalnya yaitu 52˚C..
Setelah didapatkan hasil yang diinginkan, dilanjutkan dengan mematikan api
dan tutup saluran dari gas. Mesin juga dimatikan dan dibiarkan sejenak agar
temperature dari alat dan sampel segera turun sebelum akhirnya dibuang. Pada alat
Flash Point juga disediakan air instrument yang bertujuan untuk mempercepat proses
pendinginan.
Dari praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil telah sesuai dengan
apa yang diharapkan. Jalannya percobaan juga aman dan telah sesuai dengan prosedur
percobaan. Adapun beberapa kekurangan dari percobaan ini ialah kebersihan alat
dimana cawan yang akan digunakan masih dalam keadaan basah karena sisa dari uji
sebelumnya. Meskipun sampel yang digunakan sebelumnya sama yaitu Solar, namun
hal tersebut kurang tepat karena kontaminasi sekecil apapun akan sangat berpengaruh
dari hasil uji.

VIII. Penutup

a. Simpulan
Dari percobaan Flash Point PMCC yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa Flash Point merupakan suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui
temperature yang diperlukan suatu sampel untuk menghasilkan cukup uap hingga
dapat menghasilkan api kejut/seketika ketika dikontakkan dengan udara api.
Berdasarkan uji sampel Solar yang dilakukan memiliki hasil Flash Point “On
Spec” yaitu 77˚C sesuai dengan batas minimalnya 52˚C. Praktikan telah
mengetahui bagaimana cara melakukan uji Flash Point PMCC dengan baik dan
aman sesuai dengan prosedur dimulai dari persiapan hingga penanganan alat dan
sampel setelah praktikum dilakukan.

b. Saran
a. Untuk cawan yang digunakan sebaiknya agar selalu dalam keadaan kering
dan bersih agar hasil lebih meyakinkan.
b. Disediakan alat lebih dari satu agar semua praktikan bisa melakukan
pengujian karena uji Flash Point memakan waktu yang cukup lama dan
perlu diawasi.

IX. Daftar Pustaka


1. Marsudi, Djiteng. 2005. Distribusi Tenaga Listrik. Penerbit Erlangga. Jakarta.
2. Triyono, Agus. 2016. Proses Reaksi Terjadinya Api. Universitas Esa Unggul. Jakarta.
3. Agus. 2016. Proses Reaksi Terjadinya Api. Universitas Esa Unggul. Jakarta.
4. Yulian, Ganda Rika Ritonga. 2015. Studi Titik Nyala (flash point) pada Minyak
Biodisel Ditambah CPO Menggunakan Alat Pensky Martyne Closed Tester. Medan.
PTKI
5. Anonim. 2015. Defenisi Bahan Bakar Diesel (Solar). di
https://www.prosesindustri.com/2015/02/defenisi-bahan-bakar-diesel-solar.html (di
akses 12 Februari).
6. Anonim. 2015. Titik Nyala, Titik Api dan API GRAVITY. di
http://rafitarjenipolsri.blogspot.com/2015/10/titik-nyala-titik-api-dan-api-gravity.html
(di akses 12 Februari).
7. Anonim. 2020. ASTM D93 Facts about the ASTM D93 Standard Test Method. di
https://eralytics.com/standards/astm-d93/ (diakses 13 Februari)
X. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai