Larutan Parenteral
Kelompok 1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Latar Belakang
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian
sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh
vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh. Tujuan dari sediaan infus adalah memberikan atau
menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein,
lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral,
memperbaiki keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume komponen -
komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan
kedalam tubuh, memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi
pada saat sistem pencernaan mengalami gangguan (Perry & Potter., 2005).
Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum,
langsung kevena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit
(natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat
(Brunner & Sudarth, 2002). Terapi intravena adalah pemberian sejumlah cairan
ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh
balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien
tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam
yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau
glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Perry
& Potter., 2005).
Tipe-tipe dari sediaan infus adalah
1. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut
dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik”
dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah keosmolaritas tinggi), sampai akhirnya
B. Tujuan Praktikum
1. Mempelajari cara pembuatan larutan parenteral berupa sediaan infus.
2. Mempelajari cara evaluasi sediaan larutan parenteral berupa sediaan infus.
A. Sediaan Parenteral
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi - bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini
antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya
infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk
sediaan obat terbagi - bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau
membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit
dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari
bahan - bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang
tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini
harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi,
apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam
bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan
dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan
parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c),
intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk
sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi,
misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk
ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel
yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran
partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati - hati. Demikian pula obat
yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan
dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan
syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang dilarutkan, atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui selaput
B. Tetapan Isotonis
Tabel II.1. Tetapan Isotonis
Sumber : Farmakope Indonesia Edisi IV (1995)
C. Syarat-Syarat Infus
1. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis.
2. Jernih, berarti tidak ada partikel padat.
3. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna.
4. Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh
lain yakni 7,4.
5. Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama
dengan darah atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan tubuh
seperti darah, air mata, cairan lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl
0,9 %.
6. Harus steril, suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari
mikroorganisme hidup dan patogen maupun non patogen, baik dalam
bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora).
7. Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen dapat
menimbulkan demam. Menurut Co Tui, pirogen adalah senyawa kompleks
H. Wadah
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia
sekarang ini yang benar - benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat
fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika
diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung (Lachman.,
1994).
Wadah terbuat dari berbagai macam bahan, wadah plastik, wadah gelas, dan
wadah dari karet. Wadah plastik, bahan utama dari plastik yang digunakan
untuk wadah adalah polimer termoplastik, unit struktural organik dasar untuk
masing - masing type yang biasa terdapat dalam bidang medis. Sesuai dengan
namanya, polimer termoplastik meleleh pada temperatur yang meningkat.
Wadah plastik digunakan terutama karena bobotnya ringan, tidak dapat pecah,
ALAT BAHAN
Keterangan :
V = Volume yang harus digunakan untuk melarutkan zat supaya
isotonis
W = Berat zat dalam gram
E = Ekivalensi NaCl dari bahan obat
111,1 = Volume dari 1 gram NaCl yang isotonis
Perhitungan :
V = W x E x 111,1
V = (0,52 + 8,66) X 3,85 X 111,1
V = 9,18 X 3,85 X 111,1
= 3926, 6073
Perhitungan :
NaCl : penurunan titik beku 0,576
Glukosa : penurunan titik beku 0,091
Kadar NaCl = 0,52 / 200 mL = 2,6 X 10-3 = 0,0026 %
Glukosa = 8,6625 / 200 mL = 4,33 %
0,52−(𝑏1 𝑥 𝑐 )
B =
𝑏2
0,52−(0,0026 𝑥 0,576 )+(8,6625 𝑥 0,091)
=
0.576
0,52−1,4976+0,39403
=
0.576
3. Metode Kryoskopi
Rumus :
d = u x k x g (1000 / M x 1)
Keterangan :
d = Penurunan titik beku yang disebabkan penambahan zat berkhasiat
u = Jumlah ion
k = Konstanta kryoskopi (1,86)
g = Gram zat yang terlarut
M = BM zat terlarut
1 = Berat larutan
Perhitungan :
Diketahui : NaCl = 58,44 g/mol
Glukosa = 180,18 g/mol
Jawab : BM glukosa – BM air = 180,18 – 36 = 144,18
Berat air – berat NaCl = 200 mL – 8,6625 = 191, 3375 gram
Berat glukosa bebas air = 144,18 / 180,18 x 8,6625
= 6,9317 gram
d= u x k x g (1000/ M x 1 )
d = 1 x 1,86 x 6,9317 (1000/ 144,18 X 191,3375)
d = 12,893 (1000 / 144,18 X 191,3375)
d = 12,893 (1000/ 27587,0407)
d = 12,893 x 0,0362 = 0,4667 gram
Penurunan titik beku darah 0,52. Jadi yang belum isotonis adalah :
0,52 – 0,4667 = 0,0533
38,5
X 1 gram = 2,2515 g/l
17,1
200 mL + 10 % = 220 ml
220
1. NaCl = X 2,2515 = 0,4953 + 5% = 0,52 g / 220 ml
1000
220
2. Glukosa = X 37,5 gram = 8,25 + 5 % = 8,6625 g/220 ml
1000
3. Norit = 220 X 0,1 % = 0,22 gram
Penimbangan Bahan :
1. NaCl = 0,52 gram
2. Glukosa = 8,6625 gram
3. Norit = 0,22 gram
4. Aqua Pro Injection = 220 mL
A. Hasil Percobaan
Dalam praktikum kali ini, praktikan membuat larutan infus gula. Larutan
infus gula dibuat dengan mencampurkan tiga bahan yaitu natrium klorida
(NaCl), glukosa (dekstrosa) dan norit (arang serap). Didapatkan hasil
percobaan sebagai berikut :
Tabel IV.1. Hasil Uji Terhadap Sediaan Parenteral
1 Uji pH Netral
2 Uji kejernihan dan warna Jernih tanpa partikulat
3 Uji Kebocoran Tidak bocor
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan pembuatan sediaan steril berupa
sediaan infus dengan bahan aktif berupa glukosa yang dibuat dengan sterilisasi
akhir. Tujuan suatu sediaan dibuat steril, karena berhubungan langsung dengan
darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap
zat asing tidak selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal. Diharapkan
dengan kondisi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam hal ini
tidak berlaku relative steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu
steril dan tidak steril. Dan infus merupakan sediaan yang perlu di sterilkan dan
harus bebas dari mikroorganisme hidup maupun pirogen. Sifat glukosa yang
stabil pada pH 3,5- 6,5 dan tahan terhadap pemanasan merupakan alasan
digunakannya metode sterilisasi akhir dalam pembuatan infus glukosa.
Sehingga semua peralatan yang akan digunakan juga harus disterilkan terlebih
dahulu sebelum digunakan. Karena cairan infus digunakan secara intravena,
maka sediaan infus harus isotonis, isohidri, bebas dari kuman dan pirogen,
semua bahan tersatukan tanpa terjadi reaksi dan bebas partikel melayang. Oleh
A. Simpulan
Praktikum pembuatan larutan infus glukosa dibuat dengan menggunakan
natrium klorida (NaCl) dan glukosa (dekstrosa) sebagai zat aktif dan norit
sebagai zat tambahan. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, pada
evaluasi sediaan dengan uji pH diperoleh hasil netral. Ini menunjukkan bahwa
adanya ketidaksesuaian dengan yang tercantum pada Farmakope Indonesia
edisi III yaitu infus glukosa pHnya berkisar 3,5-5,5. Hal ini, bisa disebabkan
oleh kesalahan individu (human error) ketika melakukan penimbangan bahan.
Namun, untuk evaluasi sediaan uji kejernihan dan warna diperoleh larutan
infus glukosa yang jernih dan bebas partikulat. Ini berarti bahwa larutan yang
dibuat sudah memenuhi syarat yang berlaku untuk pembuatan sediaan
parenteral. Pada evaluasi sediaan uji kebocoran-pun sudah memenuhi syarat
yang berlaku untuk sediaan parenteral karena larutan infus glukosa yang
ditempatkan pada botol kaca tidak bocor ketika botol dibalik dan dimasukkan
kedalam larutan yang berisi gentian violet.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada kekurangan dan kritik yang ingin disampaikan kepada
kami, kami akan sangat mnghargai itu dan kami akan menerima untuk
memperbaiki makalah-makalah kami yang selanjutnya, Terimakasih.
Brunner and Suddarth., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa
: Agung Waluyo, dkk, Edisi 8. Jakarta : EGC
Lachman, Lieberman, Kanig., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta
: Penerbit Universitas Indonesia
Lukas, Syamsuni, H.A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Potter, P.A, Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik, Edisi 4. Volume 2, Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk. Jakarta : EGC
Voight, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press
SEDIAAN SOLID
Lampiran Praktikum Larutan Parenteral 1
BROSUR PRODUK
DOKUMENTASI PRAKTIKUM