DAN KONTRA REFORMASI (1517-1903) Disusun oleh: Stanislaus Ryo Zenna Latar Belakang Masa ini banyak diwarnai dengan berbagai perubahan dalam tubuh Gereja akibat perpecahan dan perkembangan penghayatan Ekaristi (melalui iman, teologi, dan magisterium gereja), waluapun tetap ada bagian konstan yang tidak mengalami perubahan. Liturgi Gereja Katolik mengalami perkembangan yang lambat pada masa ini (abad 16), sebagai imbas dari usaha menstabilkan kondisi Gereja dan situasi kontra-reformasi dalam Konsili Trente Latar Belakang Masa ini juga diwarnai suasana politik keagamaan dengan pembentukan secara radikal gereja-gereja reformasi. Zaman ini (abad 16) sering disebut sebagai zaman eksplorasi, yang menggambarkan kekuasaan Eropa melanjutkan kolonialisme di Afrika dan eksplorasi “dunia baru” di Amerika Utara dan Selatan. Banyak pergeseran hidup rohani kekristenan di Eropa, seperti perubahan sistem kebiaraan menjadi biara konstitusional yang lebih bersifat politik, pemberontakan raja Henry dari Inggris kepada Gereja Katolik karena pernikahan keduanya dinilai tidak sah, dan kekuatan-kekuatan politik yang mendorong reformasi religius dan liturgi sehingga muncul gereja-gereja reformasi. Latar Belakang Kondisi Gereja Katolik yang berantakan disertai pula dengan kondisi carut marut di Eropa: Penolakan-penolakan serius atas kepausan; Wabah penyakit dan iklim yang buruk menggoncang Eropa; Berbagai revolusi yang dilancarkan oleh rakyat jelata dan kaum buruh kepada raja atau kaisar; Tindak korupsi merajalela di dalam Gereja, termasuk salah satunya dalam rupa penjualan indulgensi. Latar Belakang Marthin Luther merupakan salah satu pelopor reformasi Gereja yang didukung oleh banyak pihak pada masa itu, yang menerjemahkan Alkitab dalam bahasa Jerman, dan dikutuk oleh Paus Leo X. Kondisi-kondisi sebelumnya mendorong sebagian besar rakyat Eropa memberikan dukungan bagi reformasi Luther untuk mengubah bentuk praktek pastoral dan pengajaran iman. Melalui 95 tesis, Luther menyerang Gereja Katolik Romayang dinilai sudah tidak memiliki adekuasi sebagai institusi religius. Selain Luther, masih ada beberapa tokoh reformasi Gereja yang lain, seperti Ulrich Zwingli dan Martin Bucer Latar Belakang Akan tetapi, ketiga tokoh ini (sekurang-kurangnya) memiliki cara pandang yang berbeda mengenai Gereja ideal. Walaupun pada bulan Oktober 1529 mereka sempat berunding untuk membentuk kesepakatan bersama, tetapi perbedaan di antara mereka tetap ada dan menjadi ciri Gereja masing- masing hingga sekarang. Latar Belakang Sekitar tahun 1530-an, hubungan multilateral antara Skandinavia, Inggris, Jerman, Austria, dan beberapa bagian Perancis terputus dengan Roma. Hal ini dipicu oleh berbagai suksesi untuk mempertahankan otoritas para penguasa, termasuk pula paus. Dua konsili diadakan untuk menjawab berbagai keresahan ini: Konsili konstantin (menghapuskan skisma besar dengan memberhentikan 3 paus tandingan dan menetapkan konsili sebagai otoritas tertinggi Gereja; dilaksanakan jauh sebelum abad 16/1530, namun masih berefek hingga saat itu) Konsili Trente (hampir dalam rentang waktu 20 tahun secara periodik) yang berusaha memerangi (bukan berdamai) kaum reformis Gereja dan memberlakukan pembaharuan tertentu dalam Gereja Katolik Latar Belakang Bentuk reaksi kontra-reformasi Gereja Katolik ini telah mereformasi dan memecah-mecah Kristianitas Barat, dan juga Gereja Katolik Roma sendiri. Nyatanya, hasil-hasil dari kondili Trente tidak sepenuhnya diterima dan diimplementasikan oleh Gereja Katolik Roma secara menyeluruh, seperti munculnya Gallicanisme, Josephinisme. Di dalam tubuh gereja protestan pun muncul beragam aliran, dan juga kemunculan kaum reformis anabaptis. Latar Belakang Kristianitas barat secara fundamental mengalami pengaturan kembali, terutama melalui perkembangan sains dan filsafat Nicolaus Copernicus yang mematahkan doktrin gereja mengenai matahari sebagai pusat tata surya (mengukuhkan pendapat Galileo Galilei) Isaac Newton yang mengembangkan teori-teori baru mengenai optik, matematika, dan hukum gravitasi. Latar Belakang Ini menjadi era baru yang disebut sebagai era “modern”, suatu awal bagi kemunculan zaman pencerahan (enlightment). Masa ini menawarkan suatu alat yang baru dan tantangan yang kuat bagi perkembangan Teologi dan peribadatan di dalam Gereja. Akan tetapi, hal ini tidak terlalu mempengaruhi kehidupan liturgi, setidaknya sampai abad ke-20 PERKEMBANGAN ARSITEKTUR GEREJA PADA MASA REFORMASI DAN KONTRA REFORMASI ARSITEKTUR • Arsitektur gereja pada masa ini dipengaruhi oleh • Pergolakan dan kemeriahan gerejani yang terjadi pada abad ke-16 • Pengubahan bentuk secara radikal dari Kristianitas Barat • Gaya arsitektural yang memberikan energi pada masa yang heboh, penuh kegembiraan dan perayaan kemenangan ini ditandai dengan kemunculan GAYA BAROQUE dalam arsitektur gereja. Gaya Baroque • Walaupun telah ada gaya arsitektural yang lain, seperti gaya rococo dan neo-klasikisme, tetapi Gereja tetap menggunakan gaya Baroque sebagai simbol arsitektural gereja Katolik Roma pada masa Post-Tridentine. • Begitu pula pada gereja Lutheran dan Anglican (komunitas Gereja Protestan), gaya Baroque. Tetapi, banyak gereja Protestan lebih berfokus pada usaha yang memungkinkan komunitasnya untuk mendengar dan merespon sabda lebih baik, daripada mengusahakan rekonstruksi gereja melalui gaya Baroque. Gaya Baroque • Ciri gaya Baroque: Ada atmosfer antusiasme dan optimisme atas kehidupan Ada unsur perayaan Mulai hilang unsur ketakutan atas yang ilahi sebagai pribadi yang transendental. Allah dirasakan lebih dekat (imanen), sehingga lebih ditekankan sisi humanisme Dekorasi ornamental Segala bangunan gereja 3 dimensi diukir/diberi gesture dan dilukis Sering ditemukan cupid-cupid (malaikat kecil) pada lukisan interior Muncul aliran fresco: lukisan nyata pada langit-langit bangunan gereja sehingga tampak mewah, megah, dan elegan BASILIKA SANTO PETRUS DI ROMA • Abad ke-16: Basilika ini mengalami transisi dari arsitektur gaya renaissance menuju arsitektur gaya baroque. • Ironisnya, seperti yang diungkapkan oleh Martin Luther, pembiayaan rekonstruksi gereja basilika St, Petrus didukung oleh penjualan indulgensi. BASILIKA SANTO PETRUS DI ROMA • Donato Bramante mendesain suatu ruang pusat yang terdiri atas suatu rangkaian bentuk salib Yunani kecil (dengan empat lengan sisi yang sama panjang) yang dikelilingi satu bentuk salib Yunani berukuran besar. • Rancangan ini mengekspresikan simbol posisi gereja Basilika Santo Petrus sebagai pusat gereja barat, Kristianitas, dan dunia. BASILIKA SANTO PETRUS DI ROMA • Michelangelo (tahun 1546) melanjutkan karya Bramante yang meninggal pada tahun 1514. • Dengan menyederhanakan rancangan Bramante dan memasukkan ruangan dalam suatu bentuk persegi yang melintang, Michelangelo mengkonversikan Basilika St. Petrus dari bangunan bergaya Renaissance menjadi bangunan bergaya Baroque. BASILIKA SANTO PETRUS DI ROMA • Setelah Michelangelo wafat, rancangan bangunan Basilika St. Petrus diubah dengan suatu penambahan bagian tengah ruangan Gereja, yakni mengubahnya dari yang awalnya suatu salib Yunani menjadi salib Latin (tiga sisi lengan berukuran sama, dengan satu sisi lengan yang lebih panjang). • Kelebihan dari penambahan ini: Mengakomodasi dengan lebih baik liturgi Roma Prosesi-prosesi liturgi menjadi lebih integral • Kekurangannya ialah: ― Penambahan ini menutupi kubah besar yang dirancang oleh Michelangelo, yang hingga saat ini kubah itu hanya dapat diamati dari balik bangunan Basilika St. Petrus. BASILIKA SANTO PETRUS DI ROMA • Gian Lorenzo Bernini menyelesaikan bagian akhir dari proses transisi Basilika St. Peter dari gaya renaissance menjadi gaya baroque dengan menambahkan piazza: ruangan terbuka yang besar, dikelilingi oleh dua sisi barisan tiang-tiang berbentuk elips yang terdiri atas 284 kolom marmer yang diatasnya berdiri 162 patung santo- santa setinggi 12 kaki. • Maksud dari penambahan piazza ini: Mengisyaratkan sagala sesuatu ke dalam pelukan Ibu Gereja di Roma. Il Gesú dan Gaya Baroque • Il Gesú (Bahasa Italia, berarti “Gereja Yesus) adalah gereja induk para Jesuit yang menjadi salah satu gereja pertama bergaya baroque. • Melambangkan vitalitas dan kecendekiawanan komunitas Jesuit yang masih baru berdiri saat itu dan St. Ignatius Loyola sebagai pendirinya: • Sangat Terpusat dalam sistem pemerintahan komunitas • Terorganisasi dengan baik • Bebas bergerak dan bebas dari tuntutan hidup liturgis, seperti Offisi bersama. Il Gesú dan Gaya Baroque • Ciri-Ciri gereja Il Gesú: Lebih memiliki ruangan terbuka dan dinamis dibanding kebanyakan gereja Gothic yang memiliki ruang yang terbagi- bagi Mengeliminasi sisi jalan/gang di antara deretan bangku umat/pew Memperpendek apse (bagian depan gereja yang menonjol berbentuk setengah lingkaran) Menghilangkan tempat koor pada umumnya yang biasanya terletak antara altar dan konggregasi itu (ini disebabkan karena arsitektur greja ini mengafirmasi penghilangan Offisi/Ibadat bersama dalam praktek kehidupan Jesuit), sehingga terdapat ruang terbuka yang besar dengan area pusat gereja itu yang ditekankan pada suatu kubah. Il Gesú dan Gaya Baroque • Ciri-Ciri gereja Il Gesú: Perhatian lebih pada mimbar dan tindakan kotbah Menggambarkan kedekatan kaum awam dengan tindakan liturgis Ketetapan-Ketetapan Umum Liturgi dalam Gereja-Gereja Katolik Roma • Konsili Trente dan karya yang dihasilkan darinya telah membuahkan suatu keseragaman baru dalam peribadatan Katolik Roma. Misalnya: keseragaman doktrin ekaristi dan keseragaman dalam tata perayaan Ekaristi (akibat dari revisi terhadap buku-buku liturgi). • Karena keseragaman-keseragaman itu semakin tersebar luas, maka arsitektural gereja pun harus mendukung keseragaman dalam perayaan ritus-ritus ekaristi. Ketetapan-Ketetapan Umum Liturgi dalam Gereja-Gereja Katolik Roma • Akan tetapi karena tidak diatur berdasarkan mandat hukum/aturan Gereja, keseragaman itu justru bersifat mutitafsir dan bahkan menjadi aturan yang dianggap legal (padahal hanya berupa kebiasaan umum) • Contoh: soal peletakan tabernakel yang awalnya sebagai salah satu bejana liturgis, menjadi suatu perlengkapan arsitektural yang bersifat tetap; soal jalur khusus untuk komuni. Ketetapan-Ketetapan Umum Liturgi dalam Gereja-Gereja Katolik Roma • Charles Borromeo (uskup agung Milan) merupakan pribadi yang berpengaruh dalam standardisasi beberapa ketentuan-ketentuan liturgi saat itu melalui penjelasan detil dari buku yang ditulis olehnya pada tahun1577, yang berjudul “Instructions on the Architecture and Furnishings of Churches” Ketetapan-Ketetapan Umum Liturgi dalam Gereja-Gereja Katolik Roma • Sebagai sekretaris bagian di Vatican, pengaruhnya sangat signifikan, yaitu: 1. Membantu mengadakan kembali Konsili Trente; 2. Berpartisipasi pada sesi terakhir dari konsili tersebut; 3. Mendorong pembuatan Katekismus Romawi (Roman Catechism) 4. Berusaha merevisi buku Brevir dan buku Roman Missal 5. Memegang jabatan sebagai Prefek atas Konsili Trente Gereja-Gereja Reformasi • Protestantisme memunculkan suatu kebaruan bentuk pluralitas dalam tata aturan liturgi dalam rumah peribadatan mereka • Mereka menggunakan gereja yang telah ada dan menyesuaikannya dengan kebutuhan mereka Gereja-Gereja Reformasi • Bentuk penggubahan itu diantaranya: Menghilangkan unsur-unsur ikonografi dan patung- patung; Menciptakan gambaran baru yang mempertimbangkan lebih banyak pada koreksi teologi Gereja-Gereja Reformasi • Kemunculan buku Book of Common Prayer tahun 1549 dan 1552 mengatur standar-standar kewajiban jemaat untuk menghadiri persekutuan hari Minggu dan minimal pada hari raya Paskah • Akibatnya, ini menjadi norma peribadatan protestan yang umum dijadikan pedoman pada era itu Gereja-Gereja Reformasi • Secara umum di benua Eropa, renovasi ruang peribadatan meliputi: Pembongkaran rood screen yang memisahkan gereja menjadi dua bagian, sebuah ruang tengah gereja yang besar (untuk jemaat melakukan kebaktian dan menyanyikan lagu pujian, ) dengan area koor (untuk digunakan bagi pelayanan komuni/persekutuan) Menghilangkan elaborasi/perluasan reredos dan tabernakel Pemindahan mimbar ke bagian depan di tengah- tengah Gereja-Gereja Reformasi • Sayangnya, pembedaan dari tradisi dan alam desentralisasi yang dilakukan kaum reformasi protestan macam itu sulit diterapkan pada gedung gereja yang telah ada, dan berbagai pengecualian- pengecualian akhirnya harus diterima • Contohnya: Rumah Sakramen abad 15 di Katedral Ulm tetap bertahan sampai saat ini, meskipun tidak dipergunakan dalam perayaan Ekaristi mereka Katedral Lutheran di Stockholm menerima reredos dan altar baru yang terbuat dari kayu eboni dan perak di tahun 1640 Gereja-Gereja Reformasi • Tidak puas dengan berbagai renovasi itu dan kebutuhan untuk menambah gereja baru, akhirnya mereka membangun gedung gereja baru milik mereka sendiri • Ciri umum bangunan gereja baru mereka ialah keterpusatan pada mimbar/ambo, yang menegaskan referensi baru mengenai Sabda Allah dalam kitab suci dan pentingnya khotbah dalam peribadatan Kristen. Gereja-Gereja Reformasi • Penekanan pada pewartaan Sabda itu justru menutupi tradisi Perjamuan Malam Terakhir Tuhan Yesus, yang bahkan oleh Gereja Zwingli perayaan Ekaristi pengenangan Perjamuan Malam Terakhir hanya dirayakan 4 kali setahun di Zurich • Akibatnya, meja altar tidak dibuat paten, tetapi fleksibel • Tetapi, Gereja Leipzig pada masa J.S. Bach yang mengadakan perayaan komuni kudus dalam tiap peribadatan utama di hari Minggu justru berusaha membuat altar yang permanen Gereja-Gereja Reformasi • Menurut Spiro Kostof, hal umum dalam arsitektur Protestan ialah pergeseran fungsi ruangan dari fungsi prosesional (visual tata gerak) menjadi fungsi auditorial (pendengaran), baik secara horisontal maupun vertikal (menjadi semacam gedung opera) • Contoh: Gereja Frauenkirche di Dresden • Disamping itu, Gereja mereka juga dipenuhi dengan bangku-bangku umat, yang melambangkan immobilitas (ketidakbergerakkan) dan kepasifan peserta ibadat PERKEMBANGAN MUSIK GEREJA PADA MASA REFORMASI-KONTRA REFORMASI MUSIK Perkembangan musik pada masa ini lebih banyak dipengaruhi oleh para reformator gereja, daripada oleh Takhta Suci di Roma. Hal ini disebabkan oleh kemampuan dan bakat musikal yang tinggi dari para reformator tersebut, seperti Martin Luther MUSIK Fokus reformasi musik pada pelayanan sabda dengan menyandingkan antara Sabda Tuhan dengan kemampuan musik; Tradisi yang kuat pada musik-musik berbahasa lokal/tradisional dalam wilayah yang bertutur kata bahasa Jerman yang mana proses Reformasi itu dimulai PERBEDAAN MENDASAR
Gereja Katolik Roma:
Musik ditekankan pada gaya yang lebih tenang dalam Polifoni/Perpaduan Suara berbahasa Latin Gereja Protestan: Musikditekankan pada lagu-lagu konggregasional PERSAMAAN MENDASAR Komposer Protestan dan beberapa Katolik Roma sama-sama mengeksplorasi melodi bergaya hymne dan aransemen/gubahan atas melodi itu Kedua tradisi itu (Katolik dan Protestan) dipengaruhi oleh opera dan pengembangan musik orkestra yang sangat berpengaruh pada masa itu LAGU REFORMASI Sangat dipengaruhi oleh komposer-komposer handal dalam musik gerejani, seperti Martin Luther: Berpegang pada prinsip teologi “keimaman bagi seluruh orang beriman”, mengubah tekanan musik dari klerikal musik skolastik menjadi musik konggregasional yang mudah dinyanyikan bersama (musik sederhana), tekstual dan lebih tahan zaman yang diterapkan dalam peribadatan. Kekhasan musik Luther ialah melodi yang bergerak secara stepwise dan mentransformasikan musik non liturgis dan lagu-lagu religius ke dalam musik-musik liturgi. LAGU REFORMASI Sayangnya, musik-musik Luther tidak berlaku secara universal (walaupun banyak berpengaruh luas) di semua gereja protestan; Contoh: Gereja Zwingli yang menganggap bahwa musik secara esensial bersifat sekular, sehingga tidak memperoleh tempat dalam ibadat mereka. Gereja Calvinis yang melarang polifoni dan instrumental (dianggap menutupi Sabda), tetapi mengizinkan untuk menyanyikan lagu-lagu yang diangkat dari KS dan musik-musik religius dari musisi terkenal dan puisi-puisi religius saat itu. Kemunculan geneva psalter (versi sajak yang dibuat menjadi suatu melodi sederhana) dalam peribadatan RESPON GEREJA KATOLIK ROMA: KONSILI TRENTE Konsili Trente (yang muncul sebagai reaksi Gereja Katolik Roma atas reformasi) menekankan kejelasan dan ketenangan dalam musik gereja. Yohanes XXII dalam sesi ke-22 konsili Trente memberikan dekrit suplemental yakni “melarang segala jenis musik gerejani yang bersifat menimbulkan nafsu birahi dan tidak murni (terlalu profan) RESPON GEREJA KATOLIK ROMA: KONSILI TRENTE Tetap berpegang pada paduan suara klerikal dan solis cantor, melebihi konggregasi dalam musik liturgi Tidak mengizinkan perayaan Ekaristi dengan bahasa lokal Musik polifoni diizinkan dalam Ekaristi RESPON GEREJA KATOLIK ROMA: KONSILI TRENTE Giovani Palestrina: komposer yang berhasil menghasilkan kejernihan dan ketenangan musik, sesuai dengan yang diharapkan oleh Konsili Trente dan Tradisi Polifonik. Ciri musiknya:
yang bergerak secara stepwise, mengandalkan
harmoni konsonan, menghindari nada-nada kromatik, menunjukkan penghargaan terhadap teks. Hasil karya:
Missa Papae Marcelli yang bersifat polifoni
RESPON GEREJA KATOLIK ROMA: KONSILI TRENTE Disisi lain, lagu-lagu berlogat lokal/tradisional tetap eksis dan berkembang dalam peribadatan Gereja Katolik Roma Perkembangan ini berakar pada perkembangan era nasionalisme saat itu, dan masa „Pencerahan‟ yang menekankan kejelasan dan sebab-sebab RESPON GEREJA KATOLIK ROMA: KONSILI TRENTE Buku lagu Michael Vehe yang berjudul Ein neue Gesangbuchlein Geistlicher Lieder dianggap sebagai buku pertama mengenai himne berlogat lokal (berbahasa German) dalam Gereja Katolik Roma. Anthony Ruff melalui Singmesse memberikan warna baru dalam partisipasi jemaat. Lagu-lagu bernada himne Katolik Roma yang dibawakan dalam logat lokal (logat Jerman khususnya) memperoleh tempat dalam penggabungan dengan proprium dan ordinarium perayaan Ekaristi. RESPON GEREJA KATOLIK ROMA: Di “Dunia Baru”, lagu-lagu vernacular juga memperoleh tempat dalam Gereja Katolik Roma, namun dengan tujuan yang berbeda, yakni untuk membantu praktek pewartaan ajaran religius para misionaris. Musik-musik konggregasional lebih menjadi musik dalam liturgi daripada musik untuk liturgi itu sendiri.` Perkembangan Buku-Buku Gereja pada Masa Reformasi dan Kontra- Reformasi Buku • Perkembangan industri percetakan sangat mempengaruhi perkembangan buku-buku religius, terutama buku-buku yang berkaitan dengan Gereja. • Beberapa contoh buku yang terbit pada masa ini: Imitation of Christ karya Thomas A Kempis Vulgata (kitab suci berbahasa latin yang ditulis oleh St. Hieronimus dan dicetak oleh percetakan Gutenberg) Buku • Perkembangan industri percetakan juga mempengaruhi laju perkembangan para kaum reformis dan kaum anti- semitik (bangsa smith) dengan menyebarluaskan berbagai karya mereka dan mencetak pamflet-pamflet yang mendukung reformasi Gereja. • Contoh: • Kisah pencurian hosti oleh seorang Yahudi di Passau • Pamflet Luther yang menyibak sisi gelap Gereja dalam penjualan indulgensi. Buku • Percetakan pada masa ini memungkinkan suatu pertukaran ide dan gagasan dengan cepat, serta menjadi katalis/perantara bagi perubahan • Kemampuan percetakan untuk memperbanyak suatu karya tulis secara identik (dibandingkan dengan proses memperbanyak melalui tulisan tangan yang memiliki unsur human error) memungkinkan terbentuknya suatu keseragaman. • Oleh sebab itu, masa ini menjadi zaman baru bagi uniformitas dalam liturgi Buku-Buku Kaum Protestan • Buku-buku liturgi cetakan jarang yang memuat secara komprehensif, terutama pada masa awal gerakan reformasi. • Kombinasi antara instruksi, ritus, dan uraian dalam buku liturgi cetakan sering lebih serupa dengan tata perayaan missa, daripada dengan buku-buku liturgi pada abad pertengahan. Buku-Buku Kaum Protestan Awal Upaya • Tahun 1520, Martin Luther untuk pertama kali menyebarkan pamflet yang dengan berapi-api mengecam sistem sakramen Gereja Katolik Roma, berjudul The Babylonian Captivity of Church, namun ia belum mengajukan revisi tata perayaan missa dalam karya itu. • Nyatanya, banyak perbedaan pendapat di antara kaum reformis, yang pada akhirnya justru menimbulkan sikap saling beroposisi antar para teolog dan reformis protestan Buku-Buku Kaum Protestan Awal Upaya • Beberapa contoh cetakan publikasi mengenai tata cara missa yang dimunculkan kaum reformis: • Evangelical Mass karya saudara Karmelit di Nordling (1522) • The Rite for Mass and Communion for the Church of Wittenberg karya Luther (1523) yang disukai oleh sebagian besar kaum reformis • An Attack upon the Canon of the Mass dan Action or Use of the Lord’s Supper karya Zwingli (1523 dan 1525) • Form and Manner of the Lord’s Supper in Basil karya John Oecolampadius • German Mass dan Order of Worship karya Luther yang dipublikasikan pada tahun 1526 Buku-Buku Kaum Protestan Pematangan Ritus Reformasi • Muncul buku Kirkenordnungen karya pastor Johann Bugenhagen (pengikut Luther) yang berisi berbagai petunjuk bagi kehidupan dan peribadatan Gereja Reformasi: bentuk peribadatan, isi khotbah, berbagai ketetapan/aturan gereja. • Martin Bucer (pengikut Calvin yang sangat mempengaruhi pemikiran Calvin) menerbitkan revisi atas liturgi Strasbourg (yang dibuat oleh Calvin pada tahun 1540) yang berjudul Psalter, with Complete Church Prayers and Hymns Buku-Buku Kaum Protestan Pematangan Ritus Reformasi • Di Inggris, kematian Raja Henry VIII membuka jalan bagi publikasi liturgi baru yang dipelopori oleh Mgr. Thomas Cranmer, Uskup Agung Canterbury, dengan judul buku Common Prayer and Administracion of the Sacraments, atau yang dikenal juga dengan sebutan First Prayer Book of King Edward (karena muncul pada masa pemerintahan Raja Edward VI) • Karena ada pihak yang merasa tidak senang dengan sebutan kedua dari buku ini, diciptakan edisi kedua yang berjudul Boke of Common Prayer. • Dua publikasi ini menjadi dasar/pondasi bagi peribadatan Gereja Anglikan dan Episcopalian hingga sekarang. Buku-Buku Kaum Protestan Pematangan Ritus Reformasi • John Knox (seorang reformis Skotlandia yang dipengaruhi pemikiran Calvin dan Cranmer) menerbitkan buku The Form and Prayers and Ministration of the Sacrament untuk kelompok Protestan Inggris di Geneva dan digunakan oleh Gereja Skotlandia pada tahun 1562. • Kaum Puritan juga mengadaptasi pemikiran Knox dalam buku tata ibadat mereka yang berjudul Book of the Forme of Common Prayers yang diterbitkan pada tahun 1586 Buku-Buku Kaum Protestan Abad ke-17 dan ke-18 • Meskipun petunjuk umum mengenai liturgi reformasi muncul pada abad ke-16, kepentingan dan dinamika publikasi buku-buku liturgi terus berlanjut sepanjang abad ke-17 dan ke-18. Buku-Buku Kaum Protestan Abad ke-17 dan ke-18 • Contohnya: • Parlemen Inggris membredel buku Book of Common Prayer dan menyetujui penggunaan buku Directory for the Public Worship of God atau yang biasa juga disebut Westminster Directory for Worship. Buku ini hanya digunakan selama 15 tahun. Bersamaan dengan kenaikan tahta Charles II dan restorasi biara Inggris, buku Book of Common Prayer digunakan kembali dan sebuah edisinya yang bar teDirectoryrbit pada tahun 1662. • Meskipun demikian, buku Directory for the Public Worship of God tetap digunakan oleh Gereja Skotlandia, bahkan menjadi normatif bagi seluruh kaum Presbyterian. Buku-Buku Gereja Katolik Roma • Pada dasarnya, panggilan untuk memperbaharui buku-buku liturgi Roma telah disuarakan jauh sebelum reformasi terjadi: Abad ke-15, Mgr. Nicholas dari Cusa, uskup Brixen menganjurkan seluruh perayaan Ekaristi di keuskupannya memiliki kesesuaian dengan satu model yang diakui dan sama. Awal abad ke-16, para kaum reformis dari berbagai kelompok menuntut hal serupa. • Panggilan untuk menyusun kembali (merevisi) buku-buku ini bukan hanya menyangkut satu diosesan saja, tetapi lebih- lebih menyangkut uniformitas seluruh Gereja Latin Buku-Buku Gereja Katolik Roma • Sebenarnya, selama beberapa abad pada masa itu telah ada kecenderungan-kecenderungan untuk terarah pada satu buku yang sama dalam berliturgi, seperti buku Roman Missal. • Buku tata perayaan missa di lingkungan kepausan, khususnya yang direvisi oleh Haymo dari Faversham (Superior Jenderal Ordo Fransiskan) menjadi sungguh populer di abad-abad pertengahan. Buku-Buku Gereja Katolik Roma • Buku Revisi Tata Perayaan Ekaristi Gereja Katolik Roma inilah yang diadopsi oleh Kepausan dan menjadi dasar pencetakan pertama buku tata perayaan Ekaristi (Missale Romanum) di tahun 1474. • 8 April 1546, Sesi ke-14 Konsili Trente mengantisipasi pembuatan buku-buku liturgi dengan mengeluarkan dekrit mengenai Scripture, yang menyatakan bahwa buku-buku yang berkaitan dengan teks-teks suci dan penjelasan- penjelasan tentang itu tidak dapat dicetak tanpa persetujuan dari kewenangan Gereja. • Pada 20 Juli 1562, Paus Pius IV menunjuk suatu komisi untuk mengumpulkan suatu daftar terbitan dan kelompok yang mengandung penyalahgunaan/penyimpangan dalam Missa. Buku-Buku Gereja Katolik Roma • Awalnya, hanya tata perayaan Ekaristi dan brevir yang mengalami pembaharuan. Hal ini ditandai dengan pemakaian brevir, tata perayaan Ekaristi, dan rubrik- rubrik Roma oleh seluruh Gereja Latin. • Buku kemartiran Roma terbit pada tahun 1584, buku tentang kepausan terbit pada tahun 1595, dan buku tentang susunan upacara ritus kekristenan Roma terbit pada tahun 1595. • Meskipun ritus-ritus ini hanya mengalami sedikit revisi dalam perjalanan abad ke abad, buku-buku liturgi yang dipublikasikan 50 tahun setelah konsili Trente tetap bertahan hingga paruh kedua abad ke-20. Perkembangan Vessel (Bejana Liturgi) pada Masa Reformasi dan Kontra- Reformasi Gereja Vessel • Seperti yang telah dijelaskan pada masa- masa sebelumnya, gaya dan ukuran vessel untuk ekaristi berhubungan dengan ukuran dan gaya arsitektural ruang peribadatan yang digunakan • Setelah abad ke-16, suatu keterkaitan yang tampak antara arsitektur dan vessel ekaristi masih jelas terlihat dalam beberapa bagian dari peribadatan Gereja Katolik Roma Vessel • Dalam Gereja-Gereja Protestan, terjadi kecenderungan yang berbeda: seperti penekanan pada komuni bagi setiap orang dari cawan yang sama dan penurunan frekuensi perayaan Ekaristi; yang mengarahkan pada keberbedaan, dan bahkan kontradiksi dalam pengembangan vessel Ekaristi Vessel-Vessel Gereja Katolik Roma • Mengacu pada Konsili Trente, Tidak ada jenis vessel baru yang dikembangkan dalam Gereja Katolik Roma. • Perubahan struktural utama, yang telah tercatat sebelumnya adalah penyatuan tabernakel ke altar yang tinggi, sehingga mengakibatkan tabernakel bertransisi dari vessel menjadi bagian arsitektural • Gaya Baroque dan Rococo secara khusus berpengaruh pada desain piala dan monstran. Vessel-Vessel Gereja Katolik Roma Tabernakel • Sebelum abad ke-16, Sakramen Mahakudus biasanya diletakkan pada sebuah piksis berpenutup di atas altar, di sebuah lemari sakristi, di dalam sebuah dinding berceruk, atau di dalam sebuah rumah sakramen • Selama abad ke-16, peletakkan di dalam tabernakel yang dilekatkan pada altar utama menjadi pilihan yang lebih disukai di Italia Vessel-Vessel Gereja Katolik Roma Tabernakel • Tahun 1584, Ritual diosesan Roma memuat pertama kali petunjuk Roma secara eksplisit untuk meletakkan tabernakel di atas Altar, juga dipertegas pada Roman Ritual pada tahun 1614 • Kehadiran buku Roman Ritual ini bukan bertujuan untuk membuat suatu ketetapan yang memaksa, melainkan memberikan anjuran yang baru bagi Gereja Universal dengan masih mengakui berbagai perbedaan pratek, termasuk tata letak tabernakel. Vessel-Vessel Gereja Katolik Roma Tabernakel • Tahun 1584, Ritual diosesan Roma memuat pertama kali petunjuk Roma secara eksplisit untuk meletakkan tabernakel di atas Altar, juga dipertegas pada Roman Ritual pada tahun 1614 • Kehadiran buku Roman Ritual ini bukan bertujuan untuk membuat suatu ketetapan yang memaksa, melainkan memberikan anjuran yang baru bagi Gereja Universal dengan masih mengakui berbagai perbedaan pratek, termasuk tata letak tabernakel. Vessel-Vessel Gereja Katolik Roma Tabernakel • Pada tahun 1863, Konggregasi Suci Ritus- Ritus melarang Gereja-Gereja untuk memperkenalkan kembali praktek peletakan Sakramen Mahakudus di dalam rumah-rumah sakramen, di dalam piksis berpenutup, atau cara-cara tradisional lainnya. • Ini bukan berarti mengharuskan gereja-gereja untuk meninggalkan salah satu kebiasaan mereka mengenai peletakkan Sakramen Mahakudus yang menjadi alternatif bentuk peletakkan, melainkan suatu larangan bagi Gereja-Gereja lama dan baru yang belum pernah mempraktekkan suatu cara peletakkan yang tradisional mengadopsi cara tersebut menjadi kebiasaan mereka. Vessel-Vessel Gereja Katolik Roma Tabernakel • Sebagai puncaknya, tabernakel bertranformasi dari suatu vessel Ekaristi yang dapat berdiri sendiri, menjadi bagian dari arsitektur Gereja. Vessel-Vessel Gereja Katolik Roma Piala dan Monstran • Banyak pengembang artistik dalam vessel-vessel Gereja Katolik Roma selama masa post-tridentin hanya dapat melakukan hal-hal kecil dengan sakramen komuni yang berkaitan dengan iman • Misalnya: • Standardisasi ukuran dan bentuk piala yang saat itu hanya diperuntukkan bagi komuni imam Vessel-Vessel Gereja Katolik Roma Piala dan Monstran • Pengembangan kedalaman artistik piala atau monstran pada dasarnya hanya untuk memperindah vessel-vessel yang digunakan dalam perayaan Ekaristi, hampir bukan untuk meningkatkan suatu fungsi ritual atas vessel-vessel itu • Akibatnya, seringkali vessel-vessel itu mencerminkan gaya Baroque dan Rococo yang berkembang pada zaman ini Vessel-Vessel Gereja Katolik Roma Piala dan Monstran • Piala-piala yang berbentuk kerucut (populer pada era Gothic) ditinggalkan, dan digantikan dengan yang berbentuk melingkar seperti bel atau seperti berbentuk bunga tulip. • Bagian pegangan piala yang kaku dengan suatu gagang tunggal dan berbentuk dasar geometris, diubah menjadi pegangan piala yang membulat dengan kesan lembut, seringkali bercabang menjadi 2 atau 3 cabang gagang didasarnya dan diakhiri dengan dasar yang menggunduk Vessel-Vessel Gereja Katolik Roma Piala dan Monstran • Monstran-monstran pada masa ini sering mencerminkan arsitektur Gereja Post- Tridentine dengan baik, dengan hiasan permata dan logam-logam mulia di bagian luar sekitar tempat Hosti yang berada di tengah • Sayangnya, artistik monstran yang berlebihan ini seringkali mengkerdilkan fungsinya dari perlengkapan vessel Ekaristi menjadi hanya bagian arsitektur Gereja yang berfungsi untuk memberi unsur keindahan yang lebih. • Contohnya: Sebuah Monstran yang sangat besar dibangun di Katedral Toledo. Vessel-Vessel Gereja Katolik Roma Piala dan Monstran • Akibatnya, seperti tabernakel pada abad ke-16, monstran-monstran yang tidak mendukung sebagai vessel Ekaristi atau hanya menjadi desain yang permanen, digunakan arsitektur Ekaristi. • Seperti yang dilakukan di Spanyol, suatu prosesi monumental monstran yang besar (menyerupai bangunan kecil) digunakan pada pesta Tubuh Kristus Vessel-Vessel Protestan • Karena setiap kelompok Gereja Protestan memiliki cara pandang, aturan dan tingkat keseringan perayaan Ekaristi yang berbeda-beda, maka muncul pula berbagai perbedaan vessel Ekaristi • Berbagai tipe vessel yang baru mulai dikembangkan Vessel-Vessel Protestan Adaptasi • Luther dan Cranmer adalah dua orang reformis yang sangat menghargai Ekaristi • Hal itu tampak dalam berbagai hasil karya seni yang indah dan apik pada vessel- vessel yang mereka hasilkan • Contohnya: berbagai vessel mereka yang dibuat di Jerman serupa dengan yang digunakan dalam peribadatan Katolik Roma, tetapi dengan corak yang estetis Protestan Vessel-Vessel Protestan Adaptasi • Kekhasan estetis vessel Gereja Protestan pada masa ini adalah penghilangan gambaran-gambaran santo-santa dan lebih menekankan gambar-gambar dan ikon-ikon yang memiliki dasar biblis. • Contohnya: • Relief pohon anggur dan buah anggur pada piala (Yohanes 15) • Ikon anak domba pada piksis (Wahyu 5) • Tulisan Ego sum Pastor bonus pada sebuah cawan komuni abad 17 (Yohanes 10:11) yang menyimbolkan Kristus sebagai gembala yang baik Vessel-Vessel Protestan Eliminasi dan Substitusi • Banyak Gereja Reformasi sepanjang abad ke-16 melakukan „pembersihan‟, mencakup penghancuran gambar-gambar, penghilangan batas-batas arsitektural, penghapusan tabernakel, membongkar organ-organ pipa • Kebutuhan beberapa kaum reformis untuk menetapkan suatu pemutusan definitif terhadap Perayaan Ekaristi Tradisional Gereja Katolik Roma dikukuhkan dengan mengeliminasi berbagai vessel ekaristi. Vessel-Vessel Protestan Eliminasi dan Substitusi • Banyak Gereja Reformasi sepanjang abad ke-16 melakukan „pembersihan‟, mencakup penghancuran gambar-gambar, penghilangan batas-batas arsitektural, penghapusan tabernakel, membongkar organ-organ pipa • Kebutuhan beberapa kaum reformis untuk menetapkan suatu pemutusan definitif terhadap Perayaan Ekaristi Tradisional Gereja Katolik Roma dikukuhkan dengan mengeliminasi berbagai vessel ekaristi. • Contohnya: pada masa pemerintahan Raja Edward VI, seluruh vessel kecuali sebuah cawan dan piring dari semua Gereja harus dihilangkan (dihancurkan, dijual, atau diberikan bebas) Vessel-Vessel Protestan Eliminasi dan Substitusi • Ketika kebutuhan vessel baru meningkat, menjadi hal yang lazim bagi Gereja-Gereja Reformasi di Benua Eropa, Inggris, dan New World (Amerika Utara dan Selatan) meminjam vessel-vessel sekuler; seperti mangkuk bir, mangkuk sup, gelas anggur, cangkir, talam, dan piring makan. • Vessel-vessel sekuler itu digunakan sebagai cawan komuni dan tatakan bagi roti ekaristi pada beberapa kelompok jemaat • Terkadang vessel itu amat sederhana (terbuat dari kayu), dan terkadang pula amat anggun karena didonasikan oleh kaum hartawan dari meja makan mereka Vessel-Vessel Protestan Penemuan/Penciptaan • Pengembalian (restorasi) cawan kepada jemaat dalam Gereja-Gereja Reformasi menghasilkan dua jenis vessel baru untuk anggur: satu spesial vessel digunakan untuk membawa anggur sebelum dikonsekrasikan, dan satu lagi berupa piala yang digunakan selama perayaan • Digunakan juga beberapa botol besar, mangkuk bir, dan cawan-cawan besar untuk mengedarkan anggur diantara umat, yang mana wadah yang lebih kecil diisikan anggur dari wadah yang lebih besar secara berkala • Beberapa vessel itu didonasikan pada gereja dari penggunaan rumah tangga, dan beberapa yang lain memang dibuat khusus untuk tujuan peribadatan. Vessel-Vessel Protestan Penemuan/Penciptaan • Di Amerika Serikat pada abad ke-19, diciptakan suatu vessel ekaristi baru berupa sebuah nampan yang berisi cawan-cawan kecil untuk anggur, sejalan dengan perkembangan sains dan ilmu kesehatan (aspek higienis) yang diadopsikan dalam pertimbangan- pertimbangan peribadatan kaum reformis Vessel-Vessel Protestan Penemuan/Penciptaan • Penemuan yang kedua juga dari Amerika Serikat, yang mengubah anggur dari suatu minuman beralkohol menjadi minuman non-alkohol (jus anggur). • Mereka juga tidak lagi menggunakan roti tak beragi, melainkan roti beragi seperti pada abad ke-16 Perkembangan Teologi Ekaristi pada masa Reformasi dan Kontra-Reformasi Teologi Ekaristi • Perselisihan pendapat mengenai teologi dan praktek Ekaristi bukanlah suatu hal yang baru dan khusus pada periode Kristianitas ini. • Sejak kemunculan Kristianitas telah ada berbagai pertanyaan mengenai: Apa itu Ekaristi? Bagaimana Ekaristi dilakukan? Unsur-unsur ritual apa yang harus diikutsertakan dalam Ekaristi? Siapa yang diundang untuk ikut berpartisipasi dala Ekaristi? Siapa yang harus memimpin Ekaristi? Teologi Ekaristi • Akan tetapi, pada masa ini, pertentangan pendapat mengenai kekristenan itu memuncak pada pecahnya Kristianitas. • Permasalahan tentang „kehadiran yang nyata‟, jumlah sakramen-sakramen, peran dari proses pentahbisan, efek dari sakramen pengampunan dosa, dan peran liturgis dari Sabda Allah menjadi pokok masalah keterpecahkan Kristianitas pada abad ke-16 Teologi Ekaristi • Permasalahan yang terjadi saat itu bukan berpusat pada teori yang berusaha memecahkan persoalan-persoalan Kristianitas tersebut, tetapi lebih-lebih praktek pastoral dan pengaruh mereka bagi kehidupan dan iman jemaat pada umumnya. • Perhatian para cendekiawan di bidang Ekaristi pada masa itu lebih pada bagaimana melakukan perubahan- perubahan pada ritual, dan tidak semata-mata membuat teologi yang abstrak tentang Ekaristi. Teologi Ekaristi • Akibatnya, reformasi itu memunculkan perbedaan yang luas mengenai Ekaristi melebihi apa yang pernah terjadi pada masa-mas sebelumnya, baik dalam praktek dan teologi • Kondisi ini menimbulkan respon yang kuat dan bersifat membatasi, sehingga memperbesar polarisasi (pengkubuan) jemaat-jemaat Kristen di Barat sepanjang era ini Konsep tentang „Kehadiran yang Nyata‟ • Dalam pamflet “The Babylonian Captivity of The Church”, Luther menyuarakan banyak tema yang menggaungkan seluruh proses reformasi Gereja, salah satunya mengenai transubstansiasi • Luther menolak gagasan tentang transubstansiasi atas dasar biblis, sebab tidak diajarkan dalam ajaran gereja selama 1200 tahun awal masa kekristenan, dan kontradiktif dengan ajaran Aristoteles; tetapi tanpa mengutuki mereka yang mengimani „transubstansiasi‟ dalam Ekaristi Konsep tentang „Kehadiran yang Nyata‟ • Luther percaya bahwa substansi tubuh dan darah Kristus secara real hadir dalam roti dan anggur yang real pula—keduanya bersubstansi bersama (baik roti dan anggur, maupun tubuh dan darah Kristus hadir secara nyata dalam substansi masing-masing tanpa suatu peristiwa transubtansiasi) • Ajaran Luther ini dikemudian hari dikenali dengan istilah „konsubstansiasi‟ Konsep tentang „Kehadiran yang Nyata‟ • Dalam ajaran Thomas Aquinas di akhir abad ke-13, ko- eksistensi antara unsur roti dan anggur yang sejalan dengan kehadiran Kristus merupakan suatu ajaran yang keliru dan bukanlah interpretasi yang benar mengenai ajaran ortodoks „transubstansiasi‟ yang benar dalam gereja (terutama dalam Konsili Lateran ke-4) • Tetapi kritik Aquinas ini banyak di tolak oleh kaum reformis dan lebih membenarkan Luther, termasuk pula John Wycliffe Konsep tentang „Kehadiran yang Nyata‟ • Reformis yang sangat tidak setuju dengan cara pandang Luther dan memiliki cara pandang yang sangat berbeda tentang kehadiran Ekaristi adalah Zwingli • 2 cara pandang utama Zwingli mengenai Ekaristi tubuh dan darah Kristus ialah 1. Tidak ada sesuatu yang bersifat fisik mampu mempengaruhi jiwa (bdk. Yoh. 6:63), sehingga melahirkan konsep dualisme dalam ajaran Zwingli yang membedakan dengan jelas antara hal-hal yang bersifat spiritual dan hal-hal yang bersifat material. Sakramen diposisikan sebagai latihan spiritual, bukan material. 2. Konsep „janji‟ yang menjadi pemaknaan paling awal dari sakramen- sakramen merupakan suatu bentuk komitmen seseorang pada Tuhan, bukan semata-mata sebagai tanda perjanjian Tuhan dengan kita (manusia). Sakramen-sakramen menjadi upacara ritual bagi setiap orang beriman untuk merayakan imannya, daripada sebagai momen untuk menerima karunia khusus Konsep tentang „Kehadiran yang Nyata‟ • Menurut Zwingli, kehadiran Kristus dalam Ekaristi adalah secara spiritual atau metaforis, daripada secara substansial. • Kata-kata Yesus dalam Perjamuan Malam Terakhir, “inilah tubuh-Ku” berarti “inilah yang menandakan tubuh- Ku”. • Jadi, tidak ada konsekrasi dalam Ekaristi, hanya bantuan secara visual yang mendorong orang-orang yang telah dibaptis untuk mengakui imannya akan Kristus, dan bersedia mengaplikasikannya dalam hidup sehari-hari • Kehadiran Kristus dalam Ekaristi ialah berupa transubstansiasi iman jemaat itu sendiri, bukan semata- mata transubstansiasi unsur-unsur dalam Ekaristi Konsep tentang „Kehadiran yang Nyata‟ • Sedangkan bagi John Calvin, para penerima komuni kudus dalam Ekaristi sama-sama berbagi tubuh dan darah Kristus, tetapi kehadiran Kristus itu sendiri bukan di altar, melainkan di Surga • Manusia dihubungkan dengan Kristus dengan suatu vinculum communicationis (pengikat komunikasi), yakni Roh Kudus Konsep tentang „Kehadiran yang Nyata‟ • Tiga pemikiran yang berbeda itu menunjukkan: • keberbedaan perspektif teologi diantara para reformis Protestan; • Pertentangan yang luas mengenai apa yang dipercayai kaum Protestan mengenai „Kehadiran yang Nyata‟ Konsep tentang „Kehadiran yang Nyata‟ • Gereja Katolik Roma menanggapi keberagaman cara pandang dan tantangan ini melalui suatu dekrit yang dihasilkan dalam Konsili Trente sesi ke-13 pada bulan Oktober 1551 (berlandas pada ajaran Aquinas) dengan menyatakan bahwa: Kristus “sungguh benar, sungguh nyata, dan secara substansial terkandung” dalam Ekaristi didalam kenampakan roti dan anggur. Konsekrasi mengubah seluruh substansi roti menjadi Tubuh Kristus, dan seluruh substansi anggur menjadi Darah Kristus (Transubstansiasi) Mengutuk dan menyalahkan semua teori Ekaristi yang menganggap tidak adanya perubahan substansial, yang berpikir bahwa Kristus hanya hadir sebagai simbol, dan yang berasumsi bahwa substansi anggur dan roti tetap berlanjut (ada) setelah konsekrasi Konsep tentang „Pengorbanan dan Imamat‟ • Persoalan tentang Ekaristi dan pengorbanan adalah salah satu topik hangat abad ke-16 yang dipublikasikan Martin Luther dalam pamfletnya, Babylonian Captivity. • Ini berkaitan dengan penggunaan indulgensi sebagai praktek religius yang komersial/berbayar, seolah-olah tindakan manusia lebih berpengaruh melampaui Allah. Konsep tentang „Pengorbanan dan Imamat‟ • Menurut Luther, pemikiran tentang pengorbanan dalam Ekaristi berdasarkan pada perjamuan malam terakhir kala Kristus berjanji akan memberi pengampunan dosa. • Itu berarti, Ekaristi merupakan tawaran Allah bagi manusia secara cuma-Cuma (anugerah ilahi bagi karya manusia), bukan manusia berusaha menawarkan sesuatu pada Allah Konsep tentang „Pengorbanan dan Imamat‟ • Sedangkan bagi Zwingli, Ekaristi bukanlah suatu pengorbanan, melainkan sebuah perayaan peringatan akan satu pengorbanan Kristus di kayu salib dan suatu meterai penebusan melalui Kristus • Bagi Calvin yang menyandarkan pandangannya berdasarkan kitab suci, Ekaristi adalah pengorbanan diri Kristus yang hanya satu kali bagi semua orang, bukan sebuah perayaan sebagai suatu pengorbanan. Konsep tentang „Pengorbanan dan Imamat‟ • Kenyataan yang terjadi saat itu ialah banyak terjadi skandal praktek religius dalam hal stipendium dan „pembelian‟ perayaan Ekaristi, khususnya untuk liturgi kematian, dan berbagai korupsi yang merajalela dalam sistem gerejani. • Maka, susah sekali mengubah sudut pandang orang-orang awam pada umumnya mengenai perayaan Ekaristi sebagai suatu upaya „menyuap‟ Allah Konsep tentang „Pengorbanan dan Imamat‟ • Berdasarkan hal itu, seringkali terjadi keterputusan hubungan antara praktek perayaan Ekaristi dengan panggilan kemuridan Yesus • Gambaran karya penyelamatan saat itu lebih serupa dengan sihir, daripada sebagai suatu dukungan bagi perubahan diri dan komitmen personal. Sehingga, sistem sakramen saat itu tidak selalu mengarahkan perjalanan hidup orang-orang Kristen pada panggilan Kemuridan Yesus Konsep tentang „Pengorbanan dan Imamat‟ • Luther juga mengkritik fungsi imamat yang menjembatani Allah dengan orang-orang yang telah dibaptis. • Menurut Luther, semua orang Kristen adalah sederajat sebagai imam, dan memiliki kuasa yang sama untuk menghormati sabda dan sakramen. Saat manusia dibaptis, ia dikonsekrasikan menjadi imam. • Baginya, tidak ada praktek perayaan sakramen, tetapi suatu ritus gerejani. Komunitas Kristen dapat mendesain/mempersiapkan sendiri pemimpin pastoral mereka dan mempercayakan padanya suatu karya untuk mengatur kekayaan anugerah Allah bagi gereja. Konsep tentang „Pengorbanan dan Imamat‟ • Dalam banyak kelompok gereja Protestan juga mempersipkan seorang klerus untuk dapat memberi sakramen baptis dan Ekaristi, walaupun mereka ini sering tidak dapat bertahan dalam Gereja Protestan yang secara teologis tidak mendukung hal ini. • Kata „Imam‟ dalam gereja protestan diubah menjadi pastor, pendeta, atau presbiter. • Terjadi pula kontroversi pada abad ke-16 di Inggris tentang penggunaan jubah dan busana-busana liturgi mengenai apa yang harus dikenakan dalam Ekaristi dan apa yang harus dikenakan pada perayaan religius lain Konsep tentang „Pengorbanan dan Imamat‟ • Gereja Katolik Roma melalui Konsili Trente menyatakan bahwa tidak ada gambaran lain dari Ekaristi kecuali dalam pengorbanan. Artinya, Gereja Katolik Roma menyalahkan semua praktek religius yang menolak peran imam tertahbis, khususnya dalam hal mempersembahkan missa Konsep tentang „Pengorbanan dan Imamat‟ • Perbedaan cara pandang atas Ekaristi ini (disatu sisi sebagai perjanjian dan rahmat, disisi lain sebagai persembahan dan pengorbanan) harus dilihat dari perbedaan gambaran masyarakat dan perbedaan kepentingan politik antara berbagai komunitas Protestan dan komunitas Katolik Roma • Perubahan tatanan sosial akibat perjuangan-perjuangan demokrasi seperti di Switzerland (yang menentang kekaisaran roma) menjadi cikal bakal mengapa terjadi perbedaan cara pandang itu, yang pada intinya ibadat dan unsur-unsurnya harus mencerminkan demokrasi. • Sedangkan Gereja Katolik Roma sendiri kala itu tidak membuka ruang bagi gerakan demokrasi dan tetap berpegang pada sistem monarki (hierarki) yang tak dapat dipertanyakan (absolut)→memuncak dalam promulgasi doktrin kepausan Konsili Vatikan I tahun 1870 Konsep tentang „Inkulturasi‟ • Walaupun istilah „inkulturasi‟ baru muncul sekitar abad 20, tetapi budaya dan peribadatan adalah dua hal yang saling mempengaruhi sejak kemunculan kristianitas • Reformasi kaum protestan merupakan suatu gerakan radikal ke arah inkulturasi, yaitu dengan jalan mengaitkan sensibilitas kultural atau kontekstual tertentu dengan teologi tradisional dan berbagai praktek peribadatan gereja, sehingga memunculkan sesuatu yang baru Konsep tentang „Inkulturasi‟ • Disaat yang sama, Gereja Katolik Roma menolak segala proses inkulturasi • Tetapi secara resmi, Gereja Katolik Roma pada abad ke-16 mengakui keberadaan berbagai ritus kuno yang masih dipraktekkan dalam komunitas- komunitas religius di wilayah tertentu, sejauh masih beriringan dengan Ritus Roma. • Contohnya: Ritus Cistersian, Dominikan Ritus Ambrosian di Milan Ritus Mozarabik di Spanyol Konsep tentang „Inkulturasi‟ • Dalam promulgasi buku Tridentine Roman Missal tahun 1570, Paus Pius V menyatakan bahwa semua ritus yang telah ada selama 200 tahun diizinkan untuk terus dipergunakan Buku Roman Missal yang baru itu dapat dipergunakan oleh pihak manapun, termasuk mereka yang merayakan missa berdasarkan ritus-ritus lain (dilakukan demi menunjang terciptanya uniformitas peribadatan) Konsep tentang „Inkulturasi‟ • Setelah promulgasi itu, muncul kebingungan: apa yang mungkin untuk dianggap sebagai adaptasi liturgi? • Akibatnya, ada begitu banyak praktek dan percobaan untuk mengadaptasi liturgi ke dalam berbagai konteks kultural, seperti memasukkan musik-musik tradisional kedalam perayaan Ekaristi resmi Latin • Contoh ekstrem yang terjadi: • Para pemimpin gereja dan sipil di Perancis yang melakukan berbagai tindakan teologis dan legislatif untuk menunjukkan bahwa kerajaan Perancis lebih berkuasa dibandingkan Paus; selain itu mereka juga mendukung bentuk-bentuk musik liturgi dan peribadatan yang berbeda di Perancis. Hal ini menghasilkan banyak lagu gereja, tata perayaan, brevir, dan beraneka buku liturgi yang baru. Konsep tentang „Inkulturasi‟ • Era ini juga menjadi masa yang luar biasa dalam hal aktivitas eksplorasi dan misionaris • Sayangnya, berbagai dinamika adaptasi liturgi yang mengiringi dua aktivitas ini tidak terdokumentasi dan hilang begitu saja • Salah satu yang sempat terdokumentasi ialah karya misi di Cina pada abad ke-17, yang dilakukan oleh Matteo Ricci (seorang Jesuit asal Italia yang tiba di Cina pada akhir abad ke-16) Konsep tentang „Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟ • Selain tantangan biblis dan pastoral yang dilakukan oleh para reformis Protestan pada abad ke-16, tantangan besar lain yang harus dihadapi oleh teologi Katolik pada masa itu adalah Era Pencerahan (Enlightment; Aufklarung) yang menekankan akal (rasionalisme) dan pengalaman manusia. • Banyak teolog Gereja Katolik Roma pada masa ini menitikberatkan perhatian mereka pada rasionalisme, untuk mengembangkan pendekatan teologis yang lebih bersifat ilmiah • Contohnya: Terdapat beberapa teolog yang mengembangkan teologi dengan pendekatan metode deduktif dan sangat mempercayai berbagai bentuk ajaran filosofis dari karya- karya kuno para filsuf Yunani, khususnya Aristoteles. Konsep tentang „Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟ • Kemudian muncul suatu paham baru yang disebut „Neo-Skolastikisme‟ atau „Neo-Thomisme‟ yang memiliki bentuk teologi sangat berbeda dari ajaran teologi Thomas Aquinas dan teolog-teolog abad pertengahan yang lain. • Bentuk teologi ini dikembangkan sebagai bentuk apologetik dan pertahanan Gereja Katolik Roma untuk mempertahankan posisi dan pengaruhnya (authoritarian) yang mulai hilang di Eropa • Teologi ini juga digunakan untuk menghadapi berbagai tantangan teologis para kaum Protestan dan kekurangan intelektual dalam era pencerahan Konsep tentang „Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟ • Simbol pendekatan „ilmiah‟ kepada teologi pada masa ini (Neo-Skolastikisme) adalah kemunculan “buku pedoman” teologis, suatu jenis ensiklopedia informasi teologi yang secara sistematis menyusunnya berdasarkan perbedaan- perbedaan prinsip. • Suatu kekhasan dari buku pedoman ini ialah dimulai dengan ajaran gereja, bukan pertanyaan disputif seperti yang dilakukan oleh Aquinas dan para skolastik. Ajaran Gereja merupakan fondasi dan prisma yang melampaui berbagai sumber teologis lain, seperti Kitab Suci dan ajaran teologis para penulis yang lain. Konsep tentang „Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟ • Peletakkan Kitab suci pada posisi kedua ini menjadi suatu respon bagi para reformis Protestan sekaligus tanggapan atas prinsip sola scriptura mereka. • Para teolog Neo-Skolatik berpendapat bahwa ajaran resmi gereja membantu kaum beriman untuk dapat menginterpretasi Kitab Suci dengan benar dan menghindari berbagai salah tafsir. Konsep tentang „Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟ • Ketika Neo-Skolastikisme berkembang pesat di Roma, Perancis, Spanyol, dan juga Filipina; gerakan itu juga secara khusus berpengaruh kuat di Jerman. • Seorang Jesuit berkebangsaan Jerman, Pater Joseph Kleutgen menjadi figur kunci pada masa ini dan menjadi pusat bagi seluruh kemajuan gerakan Neo-Skolastik • Bukunya yang berjudul Philosophie der Vorzeit (Filsafat Masa Lalu) berisi tentang prinsip-prinsip fundamental dari Thomisme, satu-satunya kumpulan prinsip yang mampu memuaskan berbagai kebutuhan akal manusia. Konsep tentang „Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟ • Pengaruh Kleutgen ini memperluas naskah penyusunan versi akhir Konstitusi Dogmatik iman Katolik, Dei Filius (Putra Allah) yang dipromulgasikan pada Konsili Vatikan Pertama (1869-1870) • Konstitusi ini mengejawantahkan prinsip- prinsip neo-skolastik, khususnya seputar hubungan iman dan akal budi Konsep tentang „Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟ • Kleutgen juga dihargai sebagai pengarang utama ensiklik Paus Leo XIII yang diterbitkan pada tahun 1879, Aeterni Patris (Putra Tunggal Bapa yang Kekal); ensiklik ini berisi: • pengangkatan Thomas Aquinas sebagai filsuf sekaligus teolog yang mulia dalam Gereja Katolik Roma, • Penetapan pendekatan Neo-Skolatikisme sebagai bahan yang akan digunakan dalam pembinaan imam-imam Gereja Katolik Roma di segala masa mendatang, • Penggunaan paham Neo-Skolastik sebagai perisai baja apologetik Gereja Katolik Roma Konsep tentang „Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟ • Efek dari teologi Neo-Skolastik dalam teologi Ekaristi sangatlah luas dan berkesinambungan • Teologi Neo-Skolastik menawarkan refleksi inti dari apa yang dianggap sebagai kebenaran-kebenaran fundasional, bukan semata-mata pada liturgi itu sendiri. • Pendekatan ilmiah ini bersifat langsung, ringkas, dan metodologis Konsep tentang „Neo-Skolastikisme dan Pedoman Teologi‟ • Sayangnya, Neo-skolastikisme bersifat mereduksi (reduksionistik): • Jarang memberikan akses pada pembaca kepada sumber primer, tetapi lebih menawarkan berbagai ringkasan yang mengurangi nuansanya, dan kadangkala juga ketajamannya. SEKIAN DAN TERIMA KASIH BERKAH DALEM