Anda di halaman 1dari 129

Buku Tanya Jawab Mediasi

di Pengadilan
Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa


Mahkamah Agung RI
Judul: Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan
Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan

Penulis: Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah


Agung RI

ISBN:

Tebal: 117 + vi halaman

Diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia bekerja sama dengan


Australia Indonesia Partnership for Justice

Desain sampul dan tata letak: Rizky Banyualam Permana

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang

Cetakan Pertama, 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah
dan rahmat-Nya, Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat menyelesaikan
pembuatan Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan Berdasarkan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan (selanjutnya disebut PERMA No. 1/2016) ini adalah peraturan
yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung tentang mediasi di pengadilan untuk
menggantikan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.

Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat,


efektif, dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk
memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan. Sejak 2003,
Mahkamah Agung telah mengintegrasikan mediasi dalam proses berperkara
dalam bidang perdata melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2003,
kemudian Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008. Prosedur Mediasi
di Pengadilan yang menjadi bagian hukum acara perdata dapat memperkuat
dan mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa.
Namun demikian, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan masih belum optimal
memenuhi kebutuhan pelaksanaan mediasi yang lebih berdayaguna dan
mampu meningkatkan keberhasilan mediasi di pengadilan.

Penyusunan PERMA No. 1/2016 ini merupakan penyempurnaan dari PERMA


sebelumnya. Beberapa hal baru yang diatur dalam PERMA ini adalah pengaturan
tentang iktikad baik dalam proses mediasi, pengaturan tentang kesepakatan
perdamaian sebagian, pengaturan mediasi di tahap pemeriksaan perkara,
upaya hukum dan prosedur pendaftaran akta perdamaian di luar pengadilan,
pengaturan tentang ruang lingkup pembahasan dalam pertemuan mediasi
yang tidak hanya mencakup hal-hal yang tertuang dalam posita dan petitum
gugatan, perubahan lama waktu mediasi, dan pengaturan-pengaturan lainnya
yang dapat mendorong para pihak untuk mencapai perdamaian dalam proses
mediasi.

iii
Buku tanya jawab yang sedang anda baca ini tidak dimaksudkan untuk
memberikan suatu pendapat hukum atau dijadikan sebagai dasar hukum
suatu perkara, melainkan sebagai bahan bacaan untuk membantu anda
memahami prosedur mediasi di pengadilan.

Pada kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan kepada seluruh


anggota Tim Kerja Harian Kelompok Kerja (Pokja) Alternatif Penyelesaian
Sengketa yang telah menyusun buku ini. Saya juga menyampaikan terima
kasih kepada pihak yang telah mendukung Pokja dalam penyusunan buku ini,
yaitu Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ). Semoga buku ini dapat
membantu pencari keadilan untuk memperoleh akses penyelesaian perkara
di pengadilan secara damai yang tepat dan efektif.

Ketua Kamar Pembinaan / Ketua Tim Kerja Harian Kelompok Kerja Alternatif
Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI

Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH, LLM.

iv
KATA SAMBUTAN

Perluasan mediasi sebagai bentuk alternatif penyelesaian sengketa telah


menjadi prioritas kerjasama antara Australia dan Indonesia selama sepuluh
tahun terakhir. Donor lain seperti UN, Uni Eropa dan AS juga telah memberikan
dukungan yang signifikan. Mediasi meningkatkan akses terhadap keadilan
bagi masyarakat miskin, meningkatkan efisiensi pengadilan dan meningkatkan
keharmonisan di masyarakat, sebagai pihak yang menerima manfaat yang
dicapai melalui mediasi.

Setelah menjadi fokus kerja selama empat tahun terakhir, Kelompok Kerja
Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung telah menjadi tim pelopor
(champion team) dari pengadilan dan masyarakat untuk memperbaiki praktik
mediasi, baik di pengadilan maupun di masyarakat. Mediasi di masyarakat
telah menjadi bagian dari budaya Indonesia selama berabad-abad. Kelompok
Kerja dan mitra AIPJ telah berusaha untuk memastikan bahwa perlindungan
konstitusi untuk semua warga disediakan dalam praktek mediasi.

Pemerintah daerah mulai dapat melihat nilai mediasi dalam mendukung


bisnis dan menyelesaikan sengketa masyarakat. Beberapa pemerintah,
daerah seperti di NTB dan Aceh, kini mendanai pusat mediasi masyarakat.
Merupakan hal yang sangat bagus melihat Pengadilan mendukung mediasi
di masyarakat dan siap untuk mengakui kesepakatan mediasi yang dicapai
melalui mediasi masyarakat.

Semangat pelopor mediasi Indonesia sangat jelas dan inspiratif,mereka


berbagi pengetahuan secara langsung melalui pelatihan, website www.
mediasi.mahkamahagung.go.id dan media sosial lainnya. Pada saat ini kita
sudah dapat melihat para pencari keadilan menerima manfaat dari mediasi,
Pengadilan dan pusat-pusat mediasi masyarakat sudah menghasilkan
momentum dan AIPJ dapat merefleksikan apa yang sedang dipelajari, serta
melihat masyarakat dapat memperoleh manfaat dari penerapan mediasi.

Pimpinan Proyek Kemitraan Australia Indonesia untuk Keadilan


(Australia Indonesia Partnership for Justice)

Craig Ewers

v
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii


KATA SAMBUTAN ......................................................................................................... v
Daftar Isi ..................................................................................................... vi

Bagian I: Umum ........................................................................................................ 1

Bagian II : Pengertian dan Prinsip Umum Mediasi di Pengadilan ............... 2


Pengertian Mediasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Lainnya ........... 2
Sekilas PERMA No. 1/2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ...........4

Bagian III: Pihak-pihak yang Terkait Dalam Proses Mediasi............................ 10


Mediator...........................................................................................................................10
Non Pengadilan ............................................................................................................ 15
Para Pihak....................................................................................................................... 15
Kuasa Hukum................................................................................................................. 16
Ahli atau Tokoh Agama, Masyarakat atau Adat ...................................................17
Pengadilan .....................................................................................................................17
Ketua Pengadilan..........................................................................................................19
Panitera Pengganti.......................................................................................................20
Pegawai Pengadilan Lainnya.....................................................................................20
Bagian IV: Iktikad Baik dalam Mediasi ..................................................................22
Pengertian Iktikad Baik .............................................................................................22
Ruang Lingkup Iktikad Baik dalam Mediasi..........................................................25
Tata Cara Penetapan Iktikad Tidak Baik Dalam Mediasi...................................27
Bentuk Sanksi Bagi Penggugat Tidak Beriktikad Baik, Tergugat Tidak
Beriktikad Baik, Penggugat Dan Tergugat Tidak Beriktikad Baik....................29

vi
Bagian V: Prosedur dan Tata Cara Mediasi............................................................31
Mediasi Wajib......................................................................................................................31
Tempat Penyelenggaraan Mediasi ...............................................................................31
Sertifikasi Mediator dan Akreditasi Lembaga ..........................................................31
Tahapan Tugas Mediator ................................................................................................32
Tahapan Pramediasi.........................................................................................................33
Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara .........................................................................33
Kewajiban Kuasa Hukum ................................................................................................34
Hak Para Pihak Memilih Mediator ...............................................................................35
Batas Waktu Pemilihan Mediator ................................................................................36
Pemanggilan Para Pihak pada Tahap Pramediasi ..................................................36
Pemanggilan Para Pihak pada untuk Mediasi .........................................................37
Tahapan Proses Mediasi.................................................................................................38
Jangka Waktu Proses Mediasi .......................................................................................38
Ruang Lingkup Materi Mediasi .....................................................................................38
Keterlibatan Ahli dan Tokoh Masyarakat ...................................................................39
Mediasi Sukarela................................................................................................................39
Mediasi Sukarela pada Tahap Pemeriksaan Perkara .............................................39
Mediasi Sukarela pada Tahap Upaya Hukum ...........................................................40
Mediasi di Luar Pengadilan ............................................................................................41

Bagian VI: Hasil Mediasi dan Tindak Lanjutnya .......................................................43


Umum....................................................................................................................................43
Mediasi Berhasil Seluruhnya Dan Sebagian..............................................................44
Mediasi Tidak Berhasil.....................................................................................................48
Mediasi Tidak Dapat Dilaksanakan..............................................................................48

Lampiran.........................................................................................................50

vii
Bagian I: Umum

Apakah dasar hukum mediasi?


• Mediasi di luar pengadilan diatur dalam Pasal 6 UU No. 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
• Mediasi di pengadilan diatur dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg
yang mengatur mengenai lembaga perdamaian. Hakim wajib terlebih
dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya
diperiksa.
• Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan - selanjutnya ditulis PERMA No. 1/2016 (yang
menggantikan PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan).

Mengapa perlu mediasi di pengadilan?


Mediasi diperlukan di pengadilan karena mediasi merupakan cara
penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan dapat
membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh
penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan.

Apakah keuntungan mediasi?


Mediasi di pengadilan juga memiliki keuntungan sebagai berikut:
• Memberi kesempatan untuk tercapainya penyelesaian berdasarkan
kesepakatan yang dapat diterima oleh para pihak, sehingga para pihak
tidak perlu menempuh upaya banding dan kasasi.
• Memberdayakan para pihak yang bersengketa dalam proses
penyelesaian sengketa.
• Bersifat tertutup/rahasia.
• Tingginya tingkat kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan
sehingga hubungan para pihak yang bersengketa di masa depan dapat
tetap terjalin dengan baik.

1
Bagian II :
Pengertian dan Prinsip Umum Mediasi di Pengadilan

Pengertian Mediasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Lainnya

Apakah yang dimaksud dengan mediasi?


Menurut Pasal 1 huruf (a) PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu
oleh mediator.

Perbedaan antara mediasi dengan alternatif penyelesaian sengketa lainnya?


Berikut ini adalah perbedaan beberapa alternatif penyelesaian sengketa
dilihat dari sifatnya (sukarela atau tidak), siapa pemutusnya, bagaimana
keputusan penyelesaian sengketa memiliki kekuatan mengikat, keterlibatan
pihak ketiga, aturan pembuktiannya, proses, hasil dan pelaksanaannya.

2
Karakteristik Litigasi Arbitrase Mediasi Negosiasi

Pendekatan Cara Cara Proses tawar


ini melibatkan penyelesaian penyelesaian menawar
pihak ketiga yang suatu sengketa sengketa dengan jalan
secara secara perdata di melalui proses berunding
institusional luar peradilan perundingan untuk
diakui memilki umum yang untuk memberi atau
kekuasaan dalam didasarkan memperoleh menerima
sengketa. Proses pada kesepakatan guna
ini menggerakan perjanjian para pihak mencapai
proses dari yang arbitrase dengan dibantu kesepakatan
bersifat pribadi yang dibuat oleh mediator bersama
menjadi publik. secara tertulis (Pasal 1 huruf antara satu
Dalam proses oleh para a PERMA pihak dengan
Pengertian ini biasanya pihak yang No. 1 Tahun pihak lainnya.
para pihak bersengketa. 2016 tentang (Kamus
menggunakan (Pasal 1 angka Prosedur Besar Bahasa
jasa pengacara 1 UU No. 30 Mediasi di Indonesia)
untuk bertindak Tahun 1999 Pengadilan)
sebagai penasehat tentang
dan masalah Arbitrase dan
diperdebatkan di Alternatif
hadapan pihak Penyelesaian
ketiga, yaitu Sengketa
Hakim, yang akan
memberikan
penilaian melalui
keputusannya.
Sifat Tidak Sukarela Sukarela Sukarela Sukarela
Pemutus Hakim Arbiter Para Pihak Para Pihak
Mengikat
Mengikat dan Mengikat
Mengikat dan ada apabila terjadi
dapat diuji apabila terjadi
Mengikat kemungkinan kesepakatan
untuk hal yang kesepakatan
banding sebagai
sangat terbatas sebagai kontrak
kontrak

3
Karakteristik Litigasi Arbitrase Mediasi Negosiasi

Pihak Ketiga Ditetapkan Dipilih oleh Dipilih sebagai Tidak ada


danumumnya para pihak mediator
tidak memiliki dan biasanya
keahlian memiliki
pada objek keahlian
persengketaan pada objek
persengketaan
Aturan Teknis Informal Tidak ada Tidak ada
Pembuktian
Proses Masing-masing Masing-masing Presentasi Presentasi
menyampaikan menyampaikan permasalahan permasalahan
bukti argumen bukti argumen dan dan
kepentingan kepentingan
Hasil Menang-Kalah Menang-Kalah Menang- Menang-
Menang Menang
Pelaksanaan Terbuka Tertutup Tertutup Tertutup

Sekilas PERMA No. 1/2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Perbedaan apakah yang diatur dalam PERMA No. 1/2016 dibandingkan


dengan PERMA No. 1 Tahun 2008?
1. P
ERMA No. 1/2016 membuka peluang bagi pegawai pengadilan di
luar Hakim untuk bertindak selaku mediator. Pegawai pengadilan
dimaksud adalah Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, Jurusita,
Jurusita Pengganti, calon Hakim dan pegawai lainnya. Kedudukannya
disamakan dengan mediator non hakim yang harus memiliki sertifikat
untuk dapat menjalankan fungsi mediator.
2. P
engaturan lebih rinci mengenai perkara-perkara yang tidak wajib di
mediasi.
3. P
engaturan tentang alasan-alasan yang sah tidak menghadiri mediasi
untuk kemudian dapat diwakilkan kepada Kuasa Hukum. Alasan-
alasan tersebut adalah kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan
hadir dalam pertemuan mediasi berdasarkan surat keterangan dokter,

4
di bawah pengampuan, mempunyai tempat tinggal, kediaman atau
kedudukan di luar negeri, dan menjalankan tugas negara, tuntutan
profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
4. Pengaturan tentang iktikad baik dalam mediasi, meliputi kriteria tidak
beriktikad baik, bentuk sanksi jika Penggugat tidak beriktikad baik,
bentuk sanksi jika Tergugat tidak beriktikad baik, bentuk sanksi jika
Penggugat dan Tergugat tidak beriktikad baik, mekanisme penetapan
pihak atau para pihak yang tidak beriktikad baik dan mekanisme
pelaksanaan sanksi.
5. M
enambah kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara untuk menjelaskan
tentang prosedur mediasi dan penandatanganan formulir terkait
penjelasan mediasi serta kesiapan untuk beriktikad baik dalam
menempuh mediasi. Meskipun dalam PERMA sebelumnya pengaturan
ini telah dibuat, namun cakupan penjelasan dan penandatanganan
formulir tidak diatur.
6. Pengaturan tentang kewajiban kuasa hukum terhadap prinsipal yang
akan menempuh mediasi serta keharusan adanya surat kuasa yang
menyatakan kewenangan untuk mengambil keputusan apabila prinsipal
tidak dapat menghadiri mediasi dengan alasan yang sah.
7. P
engaturan tentang ruang lingkup pembahasan dalam pertemuan
mediasi yang tidak hanya mencakup hal-hal yang tertuang dalam
posita dan petitum gugatan serta tata cara yang harus ditempuh oleh
Para Pihak apabila mediasi menghasilkan kesepakatan di luar konteks
posita dan petitum gugatan.
8. Perubahan lama waktu mediasi wajib dilaksanakan dari sebelumnya
diatur selama 40 (empat puluh) hari menjadi 30 (tiga puluh) hari.
Perubahan juga dilakukan terhadap lama waktu perpanjangan mediasi
dari sebelumnya hanya 14 (empat belas) hari menjadi 30 (tiga puluh)
hari.
9. Perubahan nomenklatur hasil mediasi yang dikerucutkan menjadi
tiga, yakni mediasi berhasil, mediasi tidak berhasil dan mediasi tidak
dapat dilaksanakan. Dalam PERMA sebelumnya terdapat empat istilah
hasil mediasi, yakni mediasi berhasil, mediasi tidak berhasil, mediasi
gagal, dan mediasi tidak layak. Dua istilah yang terakhir digabungkan
dan diubah menggunakan istilah baru yakni mediasi tidak dapat
dilaksanakan.

5
10. Pengaturan kewenangan Hakim Pemeriksa Perkara terhadap
kesepakatan perdamaian yang hendak dikuatkan menjadi akta
perdamaian. Selain memiliki kewenangan untuk menelaah, Hakim
Pemeriksa Perkara juga berwenang memberikan saran perbaikan atas
suatu kesepakatan perdamaian. Pengaturan kewenangan ini tidak
hanya berlaku pada mediasi yang dilaksanakan di pengadilan, tetapi
juga mediasi di luar pengadilan yang kesepakatan perdamaiannya akan
dimohonkan untuk dikuatkan di pengadilan dengan akta perdamaian.
11. Diperkenalkannya kesepakatan sebagian (partial settlement) sebagai
hasil mediasi dan masuk dalam kategori mediasi yang berhasil serta
tata cara menyelesaikan sebagian lainnya yang belum disepakati
melalui mediasi. Kesepakatan sebagian ini dapat berupa kesepakatan
sebagian pihak (subyek) dan kesepakatan sebagian permasalahan
(obyek).
12. Perubahan pengaturan tentang mediasi pada tahap upaya hukum.
Jika dalam PERMA sebelumnya, keterlibatan pengadilan dalam proses
mediasi dimulai semenjak para pihak menyatakan keinginannya untuk
menempuh perdamaian hingga penunjukan mediator dan pelaksanaan
mediasi, maka dalam PERMA yang baru tidak lagi diatur mengenai
proses tersebut. Dalam PERMA baru ini hanya diatur apabila para pihak
mencapai kesepakatan selama proses upaya hukum (banding, kasasi,
dan peninjauan kembali).

Apakah mediasi berdasarkan PERMA No. 1/2016 tentang Mediasi di Pengadilan


dapat diterapkan di semua lingkungan peradilan?
Tidak, ketentuan mengenai prosedur mediasi dalam PERMA tersebut
berlaku dalam proses berperkara di pengadilan hanya dalam lingkungan
Peradilan Umum maupun Peradilan Agama.

Apakah setiap perkara wajib dilakukan mediasi?


Ya. Pada dasarnya semua perkara wajib dilakukan mediasi. Menurut Pasal 4
ayat (1) semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan termasuk
perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak
berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap
pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih
dahulu diupayakan penyelesaian melalui mediasi, kecuali perkara-perkara

6
yang oleh PERMA No. 1/2016 dikecualikan dari mediasi.
Dasar Hukum: Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 PERMA No. 1/2016.

Perkara-perkara apa sajakah yang menurut PERMA No. 1/2016 dikecualikan


untuk mediasi?
a. Sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang
waktu penyelesaiannya meliputi antara lain:
1. sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
2. sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan
Industrial;
3. keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
4. keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
5. permohonan pembatalan putusan arbitrase;
6. keberatan atas putusan Komisi Informasi;
7. penyelesaian perselisihan partai politik;
8. sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana;
dan
9. sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan
tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat
atau tergugat yang telah dipanggil secara patut;
c. Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu
perkara (intervensi);
d. Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan
perkawinan;
e. Sengketa yang diajukan ke pengadilan setelah diupayakan penyelesaian
di luar pengadilan melalui mediasi dengan bantuan mediator bersertifikat
yang terdaftar di pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil
berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh para pihak dan
mediator bersertifikat.
Dasar Hukum: Pasal 4 ayat (2) PERMA No. 1/2016.

7

Bagaimana sifat proses mediasi?
Proses mediasi bersifat tertutup dan rahasia, kecuali para pihak menghendaki
lain. Namun demikian, Kesepakatan Perdamaian yang dikuatkan dengan akta
perdamaian tunduk pada keterbukaan informasi di pengadilan (Dasar Hukum:
Pasal 5 ayat (1) PERMA No. 1/2016).

Kapankah dimulainya proses mediasi?


Mediasi wajib dilakukan di awal persidangan sebelum gugatan dibacakan.
Namun, mediasi juga dapat dilakukan meskipun sudah dalam tahap
pemeriksaan perkara, ataupun dalam tahap upaya hukum. Mediasi ini disebut
mediasi sukarela. Artinya jika para pihak berkeinginan untuk damai namun
perkaranya sudah masuk dalam pemeriksaan ataupun upaya hukum, maka
tetap dapat dilakukan mediasi.

Apakah para pihak boleh didampingi oleh kuasa hukum?


Boleh, namun para pihak tetap harus menghadiri langsung proses mediasi.

Bolehkah kehadiran para pihak diwakilkan dalam proses mediasi?


Tidak Boleh. Para pihak wajib menghadiri proses mediasi secara langsung.
Kehadiran melalui sarana komunikasi audio visual jarak jauh dianggap sebagai
kehadiran langsung. Para pihak dapat tidak menghadiri proses mediasi hanya
dengan alasan yang sah.

Mengapa para pihak dapat tidak menghadiri proses mediasi?


Beberapa alasan sah tidak menghadiri proses mediasi adalah:
1. Sakit, berdasarkan surat keterangan dokter
2. Di bawah pengampuan
3. Tempat tinggal atau berkedudukan di luar negeri
4. Tugas negara, tugas profesi atau tuntutan pekerjaan yang tidak bisa
ditinggalkan

8
Siapakah yang membayar biaya mediasi?
Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi dibebankan
kepada Penggugat terlebih dahulu melalui panjar biaya perkara.
Apabila mediasi berhasil, biaya pemanggilan ditanggung bersama atau
berdasarkan kesepakatan para pihak. Namun, apabila mediasi tidak berhasil
atau tidak dapat dilaksanakan, biaya pemanggilan dibebankan kepada pihak
yang kalah.

Apa saja komponen biaya mediasi?


Biaya mediasi adalah biaya yang (telah) timbul dalam proses mediasi sebagai
bagian dari biaya perkara, yang diantaranya meliputi biaya pemanggilan para
pihak, biaya perjalanan berdasarkan pengeluaran nyata, biaya pertemuan,
dan biaya ahli.

Siapa yang membayar jasa mediator?


Bila para pihak menggunakan mediator Hakim atau aparatur pengadilan
dalam proses mediasi, maka para pihak tidak perlu membayar biaya jasa
mediator.
Bila para pihak menggunakan jasa mediator non Hakim yang tersedia di
pengadilan, maka biaya jasa mediator non Hakim ditanggung bersama atau
berdasarkan kesepakatan para pihak.

Apakah mediasi boleh dilakukan di luar Pengadilan?


Boleh, mediasi diselenggarakan di ruang mediasi pengadilan atau di
tempat lain di luar pengadilan yang disepakati oleh para pihak. Namun
bila mediator berasal dari Hakim atau Pegawai Pengadilan maka mediasi
dilakukan di dalam pengadilan, karena Hakim dan Pegawai Pengadilan dilarang
menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan. Begitu juga jika mediator non
Hakim dan bukan pegawai pengadilan yang dipilih atau ditunjuk bersama-
sama dengan Mediator Hakim atau Pegawai Pengadilan dalam satu perkara
wajib menyelenggarakan mediasi bertempat di pengadilan.

9
Bagian III:
Pihak-pihak yang Terkait Dalam Proses Mediasi

Mediator

Bagaimana cara memilih mediator?


Setelah Majelis Hakim memberikan penjelasan tentang kewajiban mediasi
dan para pihak telah menandatangani formulir penjelasan mediasi, para
Pihak dapat memilih seorang atau lebih mediator yang tercatat dalam Daftar
Mediator di pengadilan. Para pihak pada hari itu juga dapat menyepakati
untuk memilih mediator atau paling lama 2 hari berikutnya. Setelah para pihak
menyepakati mediatornya, lalu mereka menyampaikan pilihan mediator ke
Hakim Pemeriksa Perkara.

Bagaimana tahapan tugas seorang mediator?


Berdasarkan PERMA No. 1/2016 tugas mediator adalah sebagai berikut.
1. memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak
untuk saling memperkenalkan diri;
2. menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para
pihak;
3. menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak
mengambil keputusan;
4. membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak;
5. menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan
satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus);
6. menyusun jadwal mediasi bersama para pihak ;
7. mengisi formulir jadwal mediasi.

10
8. memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan
permasalahan dan usulan perdamaian;
9. menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan
berdasarkan skala prioritas;
10. memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk:
a. menelusuri dan menggali kepentingan para pihak ;
b. mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak;
dan
c. bekerja sama mencapai penyelesaian;
11. membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan Kesepakatan
Perdamaian;
12. menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak
dapat dilaksanakannya mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara;
13. menyatakan salah satu atau para pihak tidak beriktikad baik dan
menyampaikan kepada Hakim Pemeriksa Perkara;
14. tugas lain dalam menjalankan fungsinya.

Bagaimana apabila mediator melanggar Pedoman Perilaku Mediator?


Apabila mediator melanggar Pedoman Perilaku Mediator, Ketua Pengadilan
berwenang menjatuhkan sanksi terhadap mediator tersebut. Sanksi dapat
berupa teguran lisan, atau teguran tertulis atau pencoretan nama seseorang
mediator dari Daftar Mediator.
Teguran lisan dijatuhkan apabila seorang mediator terbukti melanggar
Pedoman Perilaku Mediator. Ketika seorang mediator telah mendapat dua kali
teguran lisan, maka Ketua Pengadilan menjatuhkan sanksi berupa teguran
tertulis. Ketika seorang mediator telah dikenakan sanksi tertulis dua kali,
maka Ketua Pengadilan mencoret namanya dari Daftar Mediator di pengadilan
tersebut. Setiap penjatuhan sanksi kepada seorang mediator yang terbukti
melanggar Pedoman Perilaku Mediator, dicatat dalam register mediator pada
Pengadilan Tingkat Pertama di tempat mediator tersebut terdaftar.

11
Bolehkah seorang mediator yang telah dicoret dari Daftar Mediator di suatu
pengadilan mendaftar lagi untuk menjadi mediator di pengadilan lain?
Tidak boleh. Ia tidak lagi memenuhi kualifikasi menjadi mediator di pengadilan
di seluruh Indonesia.

Bagaimana syarat dan mekanisme pendaftaran mediator non hakim bukan


pegawai pengadilan di pengadilan?
Mediator non Hakim bukan pegawai pengadilan bersertifikat harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan agar namanya
ditempatkan ke dalam Daftar Mediator pada pengadilan bersangkutan,
dengan melampirkan:
1) Salinan sah Sertifikat Mediator / fotokopi yang telah dilegalisir yang
dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi mediator terakreditasi,
2) salinan sah ijazah pendidikan terakhir / fotokopi yang telah di legalisir,
3) pas photo berwarna terbaru; dan
4) daftar riwayat hidup yang sekurang-kurangnya memuat latar belakang
pendidikan, keahlian dan/ atau pengalaman.
Setelah menyampaikan permohonan tersebut kepada Ketua Pengadilan,
pemohon akan mendapatkan tanggapan dari Ketua Pengadilan paling lama
30 (tiga puluh) hari sejak permohonannya diterima. Apabila semua dokumen
persyaratan tersebut di atas telah dipenuhi, Ketua Pengadilan kemudian
menerbitkan surat keputusan penempatan mediator non Hakim bersertifikat
ke dalam daftar Daftar Mediator.
Sebaliknya, apabila semua persyaratan tersebut tidak terpenuhi, Ketua
Pengadilan menyampaikan surat penolakan secara tertulis kepada pemohon
dalam rentang waktu 30 (tiga puluh) hari. Dalam surat penolakan tersebut,
harus disebutkan alasan-alasannya.

Bolehkah mediator menjadi saksi pada perkara yang tengah di mediasi?


Tidak boleh. Apabila seorang mediator tengah memediasi suatu perkara,
maka ia tidak boleh menjadi saksi pada perkara tersebut.

12
Bolehkah mediator dikenai pertanggungjawaban secara pidana dan perdata
atas isi kesepakatan perdamaian?
Tidak. Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban secara pidana dan/
atau perdata atas isi kesepakatan perdamaian yang dibuat oleh para pihak
yang bersengketa. Ini karena mediator hanya sebagai fasilitator saja dalam
proses mediasi. Semua pertanggungjawaban dari isi kesepakatan perdamaian
menjadi tanggung jawab para pihak yang membuat kesepakatan perdamaian.

Bolehkah hakim yang tidak memiliki sertifikat mediator menjadi mediator?


Boleh. Hakim yang tidak memiliki sertifikat mediator dapat menjadi
mediator. Ketua pengadilan mengeluarkan surat keputusan yang menetapkan
Hakim yang tidak memiliki sertifikat mediator dapat menjalankan fungsi
sebagai mediator. Surat keputusan tersebut diterbitkan jika tidak ada Hakim
yang bersertifikat mediator atau jumlah mediator sangat terbatas untuk
melaksanakan mediasi secara maksimal.

Bila mediator merasa ada benturan kepentingan dengan perkara yang tengah
di mediasi, apa yang harus ia lakukan?
Ketika mediator melihat adanya benturan kepentingan dengan perkara yang
dimediasi, maka ia harus mengundurkan diri dari mediator perkara tersebut.

Bagaimana bentuk-bentuk benturan kepentingan mediator dalam menangani


sengketa?
PERMA No. 1/2016 tidak mengatur tentang ini, tetapi Peraturan Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia mengatur tentang
hal ini dan dapat menjadi referensi dalam menentukan adanya benturan
kepentingan mediator. Berikut bentuk-bentuk benturan kepentingan mediator
dalam menangani sengketa berdasarkan Peraturan Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia No. 7/LAPSPI-PER/2015:
a. Mediator menjadi salah satu pihak yang berperkara;
b. Mediator telah terlibat sebelumnya dalam perkara;
c. Mediator pernah memberikan jasa konsultasi/nasehat/pendapat ahli
kepada salah satu pihak/afiliasinya mengenai perkara;

13
d. Mediator sedang menjadi konsultan/penasehat/ahli dari salah satu
pihak;
e. Mediator sedang menjadi manajer, direktur atau anggota komisaris, atau
orang yang berpengaruh dalam suatu perusahaan salah satu pihak/
afiliasinya;
f. Mediator sedang menjadi manajer, direktur atau anggota komisaris, atau
orang yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol afiliasi salah satu
pihak, jika afiliasi tersebut terkait langsung dengan perkara;
g. Mediator memiliki hubungan keluarga dengan salah satu Pihak;
h. Mediator mempunyai kepentingan finansial dengan salah satu Pihak;
i. Mediator mempunyai kepentingan finansial terhadap Kesepakatan
Perdamaian yang mungkin dicapai;
j. Mediator/kantornya secara periodik memberikan jasa konsultasi/
nasehat/pendapat ahli kepada salah satu Pihak/afiliasinya, dan mediator/
kantornya mendapatkan imbalan finansial dari pemberian jasa tersebut;
k. Kantor mediator sedang menangani perkara atau memberikan konsultasi/
nasehat/pendapat ahli dalam perkara untuk salah satu pihak, walaupun
tanpa melibatkan mediator.
l. Mediator adalah pemegang saham, baik langsung maupun tidak langsung,
dari salah satu Pihak/afiliasinya dengan mempunyai kekuasaan untuk
mempengaruhi salah satu Pihak;
m. Mediator memiliki hubungan keluarga dengan kuasa hukum salah satu
pihak;
n. Mediator telah mengumumkan bahwa dirinya berada dalam suatu posisi
tertentu yang memiliki benturan kepentingan dan/atau tidak akan mampu
bersikap imparsial terkait dengan perkara, baik melalui pernyataan
terbuka ataupun lainnya.

Bolehkah mediator sekaligus menjadi negosiator bagi para pihak yang


bersengketa?
Tidak boleh. Mediator hanya sebagai fasilitator saja. Para pihaklah yang
menjadi negosiator bagi tercapainya kesepakatan antara mereka.

14
Non Pengadilan

Para Pihak
Bolehkah pihak Penggugat atau Tergugat menolak untuk mengikuti prosedur
penyelesaian sengketa melalui mediasi?
Boleh, selama disampaikan dalam proses mediasi disertai dengan alasan-
alasannya.

Apakah para pihak dikenakan biaya jasa mediator?


Bila mediator berasal dari Hakim dan pegawai pengadilan, para pihak tidak
dikenakan biaya mediasi. Akan tetapi bila mediator non hakim dan bukan
pegawai pengadilan, maka jasa mediator ditanggung secara bersama-sama
oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.

Bagaimana jika majelis hakim tidak memerintahkan para pihak untuk


mengikuti proses mediasi?
Bila Majelis Hakim tidak memerintahkan para pihak untuk mediasi sehingga
para pihak tidak melakukan mediasi, maka ini merupakan suatu pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mediasi
di pengadilan. Apabila perkaranya diajukan upaya hukum, maka Pengadilan
Tingkat Banding atau Mahkamah Agung harus memerintahkan Pengadilan
Tingkat Pertama untuk melakukan mediasi. Perintah tersebut dibuat dalam
putusan sela.

Apa saja yang terjadi pada sidang pertama ketika Penggugat dan Tergugat
hadir?
Pada persidangan hari pertama, majelis hakim akan mengupayakan
perdamaian antara para pihak. Apabila tidak berhasil, lalu majelis hakim
memerintahkan para pihak untuk mengikuti proses mediasi. Majelis hakim
juga harus menjelaskan tentang prosedur mediasi kepada para pihak.
Penjelasan tersebut meliputi:
a) pengertian dan manfaat mediasi,
b) kewajiban Para Pihak untuk menghadiri langsung pertemuan
mediasi berikut akibat hukum atas perilaku tidak beriktikad baik

15
dalam proses mediasi,
c) biaya yang mungkin timbul akibat penggunaan mediator non Hakim
dan bukan pegawai pengadilan,
d) pilihan menindaklanjuti Kesepakatan Perdamaian melalui Akta
Perdamaian atau pencabutan gugatan; dan
e) kewajiban Para Pihak untuk menandatangani formulir penjelasan
mediasi.
Para pihak lalu menandatangani formulir penjelasan mediasi yang diberikan
oleh majelis hakim. Formulir tersebut memuat pernyataan bahwa Para Pihak
telah:
a) memperoleh penjelasan prosedur mediasi secara lengkap dari
Hakim Pemeriksa Perkara,
b) memahami dengan baik prosedur mediasi; dan,
c) bersedia menempuh mediasi dengan iktikad baik.

Bagaimana jika para pihak dalam dua hari yang diberikan majelis hakim tidak
dapat bersepakat memilih mediator?
Apabila dalam dua hari yang telah diberikan Majelis Hakim para pihak tidak
dapat bersepakat memilih mediator, Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara
segera menunjuk mediator Hakim atau pegawai pengadilan sesuai daftar
mediator di pengadilan.

Kuasa Hukum
Apa sajakah kewajiban kuasa hukum dalam proses mediasi?
Kuasa hukum wajib membantu para pihak melaksanakan hak dan kewajibannya
dalam proses mediasi. Beberapa kewajiban lain kuasa hukum antara lain:
a) kuasa hukum juga wajib menyampaikan penjelasan Hakim Pemeriksa
Perkara tentang mediasi kepada para pihak;
b) kuasa hukum juga wajib mendorong para pihak berperan langsung
secara aktif dalam proses mediasi;
c) membantu para pihak mengidentifikasi kebutuhan, kepentingan dan
usulan penyelesaian sengketa selama proses mediasi;

16
d) membantu para pihak merumuskan rencana dan usulan Kesepakatan
Perdamaian dalam hal para pihak mencapai kesepakatan;
e) menjelaskan kepada para pihak terkait kewajiban kuasa hukum.

Bolehkah kuasa hukum mewakili para pihak yang berhalangan hadir dalam
pertemuan mediasi?
Boleh. Ketika para pihak berhalangan hadir dalam pertemuan media
berdasarkan alasan yang sah, ia dapat diwakili oleh kuasa hukumnya. Kuasa
hukum tersebut menunjukkan surat kuasa khusus kepada mediator. Surat
kuasa khusus tersebut memuat memuat kewenangan kuasa hukum untuk
mengambil keputusan.

Ahli atau Tokoh Agama, Masyarakat atau Adat


Bolehkah proses mediasi menghadirkan ahli, tokoh agama, tokoh masyarakat
atau tokoh adat?
Boleh. Para pihak boleh menghadirkan ahli, tokoh agama, tokoh masyarakat
atau tokoh adat dalam proses mediasi.

Bagaimanakah kekuatan keterangan ahli dalam proses mediasi?


Kekuatan keterangan ahli bisa mengikat atau tidak mengikat. Ini tergantung
pada kesepakatan awal dari para pihak. Karenanya sebelum ahli memberikan
keterangan, harus ada kesepakatan para pihak terlebih dahulu soal kekuatan
keterangan ahli tersebut.

Pengadilan

Siapa sajakah pejabat pengadilan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan


prosedur mediasi di pengadilan?
1. Ketua Pengadilan
Ketua Pengadilan sebagai pimpinan tertinggi di pengadilan memiliki tanggung
jawab yang besar untuk memastikan proses mediasi di pengadilan berjalan
dengan baik. Dari sisi sarana dan prasarana mediasi, Ketua Pengadilan

17
berkewajiban menyediakan ruangan yang representatif dan nyaman untuk
aktivitas mediasi. Ketua Pengadilan harus menunjuk Hakim Pengawas
yang bertugas mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan mediasi. Ketua
Pengadilan memperhatikan hasil evaluasi dari Hakim Pengawas tersebut
dalam melakukan pemantauan pelaksanaan mediasi di pengadilan.
Ketua Pengadilan juga menerbitkan surat keputusan pendaftaran mediator
non Hakim bersertifikat dan penunjukkan mediator Hakim. Seluruh nama
mediator non hakim dan Hakim dipampang dalam Daftar Mediator yang
memungkinkan para pihak memilih mediator yang mereka inginkan.
Apabila di suatu pengadilan ada pegawai non hakim yang telah memiliki
sertifikat mediator, ketua pengadilan harus memberdayakan mereka menjadi
mediator di pengadilan itu.
Dalam rencana kerja tahunan satuan kerja, ketua harus memasukkan mediasi
sebagai program kerja yang dievaluasi setiap tahunnya.
Untuk memastikan aktivitas mediasi terekam dengan baik, penggunaan
Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) harus dilakukan. Sejak awal
proses mediasi dimulai pada setiap perkara, penginputan informasi business
process mediasi direkam menggunakan SIPP. Informasi mediasi yang terekam
dalam SIPP tersebut kemudian dilaporkan kepada Mahkamah Agung melalui
Pengadilan Tingkat Banding secara berkala..

2. Wakil Ketua, Hakim Pengawas, Hakim dan Hakim Mediator


Selain ketua, pejabat pengadilan lain yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan court annexed mediation adalah Wakil Ketua Pengadilan, Hakim
Pengawas, Hakim dan Hakim Mediator. Mereka memastikan pelaksanaan
proses mediasi sesuai dengan PERMA No. 1/2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan dan juga Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 108/KMA/SK/
VI/2016 Tentang Tata Kelola Mediasi di Pengadilan.

3. Panitera, Sekretaris, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Juru Sita


Pejabat pengadilan lainnya yang juga memiliki tanggung jawab terhadap
proses mediasi adalah Panitera, Sekretaris, Panitera Muda, Panitera Pengganti
dan Juru Sita/Juru Sita Pengganti, petugas pengelola administrasi mediasi,
petugas meja informasi dan pegawai pengadilan lainnya. Pejabat tersebut
wajib mendukung dan melaksanakan kebijakan, program, perintah dan

18
penetapan pimpinan serta Hakim pada pengadilan yang bersangkutan dalam
rangka penyediaan sarana prasarana, pengelolaan administrasi, sosialisasi/
diseminasi informasi dan implementasi mediasi di pengadilan (Dasar hukum:
Pasal 2 dan 3 SK KMA 108).

Ketua Pengadilan
Bagaimanakah pengawasan dan evaluasi proses mediasi di pengadilan?
Pengawasan dan evaluasi proses mediasi di pengadilan dilakukan oleh Ketua
Pengadilan. Ketua Pengadilan berwenang menjatuhkan sanksi terhadap
mediator apabila terbukti melakukan pelanggaran Pedoman Perilaku
Mediator.
Ketua Pengadilan memanggil mediator yang dilaporkan oleh salah satu pihak
atau para pihak yang bersengketa atau pihak lainnya tentang ada pelanggaran
Pedoman Perilaku Mediator. Ketua Pengadilan memberikan kesempatan
kepada mediator untuk memberikan klarifikasi atau pembelaan diri.
Ketua Pengadilan dapat membentuk tim untuk memeriksa kebenaran laporan
tentang pelanggaran Pedoman Perilaku Mediator. Tim terdiri dari tiga orang
mediator yang berasal dari Pengadilan Tingkat Pertama.

Bagaimana cara melaporkan hasil mediasi? Bagaimana pelaporan mediasi


dilakukan?
Dalam SK Ketua Mahkamah Agung Nomor 108/KMA/SK/VI/2016 Tentang Tata
Kelola Mediasi di Pengadilan, pelaporan mediasi dibuat bulanan. Laporan ini
mencakup informasi tentang sisa mediasi bulan lalu, perkara yang dimediasi,
jumlah perkara yang dimediasi, jumlah perkara yang berhasil dimediasi,
jumlah perkara yang tidak berhasil dimediasi, jumlah perkara yang tidak
dapat dilaksanakan mediasinya, dan jumlah perkara yang proses mediasinya
sedang berjalan. Laporan bulanan ini ditandatangani oleh Panitera dan
Ketua Pengadilan. Laporan tersebut dikirimkan ke Mahkamah Agung melalui
Pengadilan Tingkat Banding.
Untuk membuat pelaporan proses mediasi yang akurat dimulai dengan
memasukkan semua data proses mediasi ke dalam Sistem Informasi
Penelusuran Perkara Mahkamah Agung RI.

19
Panitera Pengganti
Apakah Panitera Pengganti boleh ikut dalam pertemuan mediasi?
Panitera Pengganti tidak boleh hadir dalam pertemuan mediasi. Ini karena
proses mediasi bersifat tertutup sesuai dengan Pasal 5 PERMA No. 1/2016.
Akan tetapi Panitera Pengganti wajib untuk selalu berkoordinasi dengan
mediator terkait penentuan jadwal dan tahapan mediasi.

Pegawai Pengadilan Lainnya


Bagaimana agar masyarakat mendapatkan informasi dengan baik tentang
mediasi ketika mereka datang ke pengadilan?
Agar masyarakat mendapatkan informasi dengan baik tentang mediasi,
pengadilan harus memaksimalkan layanan informasi. Brosur-brosur tentang
pentingnya dan manfaat mediasi harus disediakan di meja informasi. Bila
pengguna pengadilan membutuhkan informasi lebih rinci tentang mediasi,
petugas meja informasi dapat menjelaskannya.
Selain petugas meja informasi, Panitera Muda Perdata pada Pengadilan Negeri
dan Panitera Muda Gugatan pada Pengadilan Agama juga wajib memberikan
informasi kepada pencari keadilan pada saat mendaftarkan gugatan mereka.

Apa sajakah prasarana dan sarana mediasi yang harus tersedia di pengadilan?
Proses mediasi sangat memerlukan prasarana dan sarana yang representatif.
Ruang mediasi dibangun sebagai bagian dari gedung utama pengadilan yang
tata letaknya terlihat oleh umum. Ruang mediasi diupayakan terdiri dari
ruangan untuk pertemuan bersama, ruangan untuk pertemuan sepihak atau
kaukus dan ruang tunggu.
Dalam sebuah ruangan mediasi, diupayakan harus memiliki sarana sebagai
berikut.
1) Pada ruangan yang digunakan untuk pertemuan bersama harus
memiliki satu set meja dan kursi berbentuk oval ukuran besar.
2) Pada ruangan yang digunakan untuk pertemuan sepihak atau kaukus
harus memiliki satu set meja dan kursi berbentuk oval ukuran sedang.
3) Pada ruang tunggu harus memiliki satu set meja dan kursi berbentuk
bulat kecil.

20
4) Pada ruangan mediasi harus ada dua unit daftar mediator.
5) Harus ada papan penunjuk yang bertuliskan “Ruang Tunggu”, “Ruang
Mediasi”, “Ruang Kaukus”.
6) Harus ada papan alur mediasi pada setiap ruangan mediasi.
7) Pada ruangan mediasi harus ada satu unit komputer dan printer,
lemari dan rak buku, buku register dan satu unit pendingin ruangan
jika diperlukan.
8) Selain itu, juga diperlukan alat untuk pertemuan jarak jauh
(teleconference) jika diperlukan.

21
Bagian IV:
Iktikad Baik dalam Mediasi

Pengertian Iktikad Baik

Apa alasan perlunya pengaturan iktikad baik dalam mediasi?


1. menghindari risiko berlangsungnya proses mediasi yang bersifat pro forma
belaka, yakni sekedar untuk mengikuti perintah mediasi agar perkaranya
dapat diperiksa melalui proses litigasi. Hampir semua peraturan mediasi
di pengadilan mempersyaratkan para pihak untuk menempuh mediasi
terlebih dahulu dan baru dapat dilanjutkan pada tahap litigasi jika
mediasi dinyatakan tidak berhasil;
2. menghindari proses mediasi dilaksanakan seperti proses litigasi yang
sifatnya berlawanan (adversarial), dimana para pihak saling berargumen
secara baik secara verbal maupun tertulis dan mengajukan pembuktian
satu sama lain;
3. para pihak cenderung menghindari dan menunjukkan sikap penolakan
terhadap proses mediasi, akibatnya mereka bermediasi ala kadarnya
tanpa memperhatikan kualitas partisipasi dan negosiasi. Dengan adanya
pengaturan tentang iktikad baik akan mendorong terwujudnya proses
mediasi yang sungguh-sungguh dan berkualitas;
4. proses mediasi pada dasarnya adalah proses kerjasama para pihak dengan
mediator secara timbal balik untuk mencapai terjadinya kesepakatan
penyelesaian perkara. Tujuan mediasi yang baik dan mulia akan sia-sia
jika pihak-pihak yang terlibat dalam mediasi tidak menunjukkan sikap
dan tingkah laku yang baik dan mulia pula. Dengan pengaturan tentang
iktikad baik diharapkan proses mediasi akan berlangsung efektif dengan
dukungan dan partisipasi konstruktif dari para pihak.

22
Mengapa PERMA No. 1/2016 tidak memberikan pengertian tentang iktikad
baik dalam mediasi?
PERMA No. 1/2016 tidak memberikan pengertian tentang iktikad baik untuk
menghindari penafsiran yang subyektif jika diuraikan batas pengertiannya.
Peraturan-peraturan mediasi di berbagai negara umumnya juga tidak
mengajukan pengertian khusus tentang iktikad baik. Peraturan-peraturan
yang ada umumnya menyebutkan hal-hal apa sajakah yang termasuk
perbuatan yang tidak beriktikad baik. Meskipun dari perbuatan tidak
beriktikad baik tersebut dapat ditarik pemahamannya secara positif, namun
tidak digeneralisasi memberikan batasan pengertian tentang iktikad baik.

Bagaimana bentuk perbuatan tidak beriktikad baik dan makna beriktikad


baik?
Dalam artikel berjudul Good Faith as the Absence of Bad Faith: The Excluder
Theory in Mediation, Nadja Alexander, meskipun tidak seluruhnya relevan
dalam konteks PERMA no. 1 Tahun 2016, memberikan bentuk dengan contoh
sebagai berikut:

Bentuk Perbuatan Tidak Maknanya terhadap Iktikad Baik


Beriktikad Baik
• Melaksanakan kontrak yang telah disepakati
Menolak untuk
berpartisipasi dalam • Menerima untuk berpartisipasi dalam proses ADR
proses ADR yang telah yang telah disepakati dalam kontrak.
disepakati dalam kontrak

Tidak menghadiri proses • Kesediaan untuk bekerjasama


ADR yang diperintahkan • Menghadiri proses ADR yang diperintahkan oleh
oleh Pengadilan Pengadilan
• Melakukan upaya yang wajar dan sungguh-
Menolak tanpa alasan sungguh untuk menghindari proses litigasi
untuk terlibat dalam
proses ADR • Menolak dengan alasan yang sah untuk terlibat
dalam proses ADR
• Bertindak sesuai dengan keadilan procedural
Sikap mengganggu untuk
menyempitkan isu • Sikap tenang dan menghormati pihak lain dalam
menyampaikan permasalahannya.

23
Bentuk Perbuatan Tidak Maknanya terhadap Iktikad Baik
Beriktikad Baik
Tidak memiliki Kesiapan untuk mengambil keputusan
kewenangan untuk
mengambil keputusan
• Memberikan ruang kepada mediator untuk
Tidak mengijinkan membingkai ulang atau menerjemahkan
mediator untuk penawaran
menjelaskan tawaran dari
pihak lawan • Mengijinkan mediator untuk menjelaskan
tawaran dari pihak lawan
Tidak melakukan dialog • Mempersiapkan diri untuk menegosiasikan
dengan mediator dan proses dan substansi
pihak lawan untuk
• Melakukan dialog dengan mediator dan pihak
menyampaikan kekurangan
lawan untuk menyampaikan kekurangan yang
yang dilihat dalam proses
dilihat dalam proses mediasi
mediasi

Menolak untuk • Menahan diri dari penyalahgunaan kekuatan


mempertimbangkan dalam negosiasi
pilihan-pilihan • Meperhatikan dan mempertimbangkan pilihan-
penyelesaian yang wajar pilihan penyelesaian yang wajar
• Berpartisipasi secara bermakna dalam tahapan
Tidak mengajukan negosiasi
tawaran pilihan-pilihan
penyelesaian yang wajar • Mengajukan tawaran pilihan-pilihan
penyelesaian yang wajar
Tidak responsif selama Bertindak secara kooperatif dan responsif
proses mediasi
Mengakhiri atau menarik Bertindak dengan penuh kejujuran dan
diri dari proses mediasi
mengikuti proses mediasi sampai selesai.
tanpa alasan yang jelas
Masuk ke dalam Bertindak dengan integritas dan niat jujur terkait
penyelesaian tanpa penyelesaian yang telah disepakati.
alasan yang disadari atau
mengingkari penyelesaian
yang telah disepakati
tanpa alasan

Adakah hubungan pengaturan iktikad baik dengan keberhasilan proses


mediasi mencapai kesepakatan perdamaian?
Tidak ada, pengaturan tentang iktikad baik lebih dimaksudkan untuk

24
menjamin terciptanya proses / berlangsungnya mediasi yang berkualitas,
bukan mengharuskan para pihak berhasil mencapai kesepakatan perdamaian.
Proses mediasi yang berkualitas dapat mendorong potensi keberhasilan
mencapai kesepakatan perdamaian.

Bagaimana hubungan pengaturan iktikad tidak baik dengan asas


kesukarelaan mediasi?
Asas kesukarelaan tidak bertentangan dengan iktikad baik. Keduanya tidak
saling menghalangi untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan
perkaranya dan tidak menghalangi mengungkapkan materi perundingan
dalam proses mediasi. Iktikad baik merupakan salah satu etika yang mengatur
perilaku hal-hal yang dapat diamati secara obyektif, seperti kehadiran,
penyerahan resume perkara dan penandatanganan kesepakatan yang sudah
dicapai dalam proses mediasi.

Ruang Lingkup Iktikad Baik dalam Mediasi

Bagaimana ruang lingkup pengaturan iktikad baik dalam peraturan


Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016?
Pengaturan iktikad baik dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2016 mencakup:
a. Pasal 7 ayat (2): Kriteria perbuatan tidak beriktikad baik.
b. Pasal 22 ayat (1) dan (2): Bentuk sanksi apabila Penggugat tidak
beriktikad baik.
c. Pasal 23 ayat (1): Bentuk sanksi apabila Tergugat tidak beriktikad baik.
d. Pasal 23 ayat (8): Bentuk sanksi apabila Penggugat dan Tergugat sama-
sama tidak beriktikad baik.
e. Pasal 22 ayat (3) dan (4) serta Pasal 23 ayat (3) dan (4): Mekanisme
penetapan pihak atau para pihak tidak beriktikad baik.
f. Pasal 22 ayat (5) dan Pasal 23 ayat (7): Mekanisme pelaksanaan sanksi.

25
Siapa sajakah yang menjadi obyek pengaturan tentang iktikad baik menurut
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016?
Pihak berperkara, baik prinsipal maupun kuasa hukum yang mewakili para
pihak dalam proses mediasi. Meskipun yang dinyatakan tidak beriktikad baik
adalah kuasa hukum, namun pada hakekatnya adalah para prinsipal, sebagai
konsekuensi dari surat kuasa khusus untuk mediasi yang telah diberikan
kepada kuasa hukum

Parameter/Indikator Iktikad Baik dalam Mediasi


Apa sajakah yang termasuk perbuatan tidak beriktikad baik dalam mediasi?
Perbuatan tidak beriktikad baik dalam mediasi, sebagaimana diuraikan dalam
Pasal 7 ayat (2) adalah sebagai berikut.
a. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam
pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
b. Menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada
pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali
berturut-turut tanpa alasan sah;
c. Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan
mediasi tanpa alasan sah;
d. Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak
menanggapi resume perkara pihak lain, dan/atau
e. Tidak / menolak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang
telah disepakati tanpa alasan sah;

Apakah pihak yang tidak menghadiri sidang pertama dan kedua setelah
dipanggil secara patut dapat dinyatakan tidak beriktikad baik?
Tidak, karena pemberlakuan iktikad tidak baik dalam mediasi hanya berlaku
kepada para pihak yang telah diperintahkan untuk menempuh proses mediasi
oleh Hakim Pemeriksa Perkara. Artinya Penggugat dan Tergugat pernah hadir
bersama-sama dan diperintahkan untuk menempuh mediasi. Ketidakhadiran
dua kali berturut-turut dalam persidangan memiliki konsekuensi tersendiri
yang telah diatur dalam hukum acara perdata.

26
Tata Cara Penetapan Iktikad Tidak Baik Dalam Mediasi

Bagaimana mekanisme penetapan Penggugat tidak beriktikad baik dan


putusan tidak diterima terhadap gugatannya?
Perilaku tidak beriktikad baik bagi penggugat dalam mediasi dilaporkan oleh
mediator bersamaan dengan laporan mediator kepada Hakim Pemeriksa
Perkara dengan menggunakan format lampiran I-18 Surat Ketua Mahkamah
Agung Nomor 108/KMA/SK/VI/2016 tentang Tata Kelola Mediasi di Pengadilan.
Berdasarkan laporan mediator tersebut, Hakim Pemeriksa Perkara
menjatuhkan putusan yang isinya menyatakan gugatan Penggugat tidak
diterima disertai penghukuman untuk membayar biaya mediasi sebagai sanksi
atas perbuatan tidak beriktikad baik dan untuk membayar biaya perkara,
sebagaimana bunyi lampiran I-19 Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 108/
KMA/SK/VI/2016 tentang Tata Kelola Mediasi di Pengadilan.

Bagaimana tata cara menarik biaya mediasi sebagai sanksi bagi Penggugat
yang tidak beriktikad baik?
Oleh karena dengan putusan tidak diterima tersebut perkaranya sudah selesai,
maka biaya mediasi diambil oleh Panitera dari sisa panjar biaya perkara. Jika
sisa panjar biaya perkara sudah habis, maka Panitera meminta Penggugat
untuk membayarnya langsung. Selanjutnya biaya tersebut diserahkan kepada
Tergugat yang hadir dalam proses mediasi.

Apabila Penggugat lebih dari satu orang dan hanya satu orang yang tidak
beriktikad baik, siapakah yang harus dinyatakan tidak beriktikad baik dan
berapakah besaran biaya mediasi yang dibebankan?
Jika Penggugat lebih dari satu orang dan salah seorang tidak beriktikad baik,
maka yang bersangkutan saja yang dinyatakan tidak beriktikad baik oleh
mediator dan dikenakan membayar biaya mediasi sebesar biaya pemanggilan
Tergugat yang hadir dalam proses mediasi dan pengeluaran nyata Tergugat
untuk menghadiri proses mediasi.

Jika terjadi kondisi sebagaimana pertanyaan di atas, apakah gugatannya juga


harus dinyatakan tidak diterima (Niet Onvankelijke Verklaard)?
Oleh karena ada Penggugat lain yang beriktikad baik, maka gugatan Penggugat

27
tidak dapat dinyatakan tidak diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard)

Bagaimana keterkaitan antara ketentuan dalam Pasal 23 ayat (4) dengan


ketentuan Pasal 9 ayat (4) PERMA No. 1 Tahun 2016 mengenai pembebanan
biaya mediasi?
Pasal 9 ayat (4) yang menyatakan bahwa “Dalam hal mediasi tidak dapat
dilaksanakan atau tidak berhasil, biaya pemanggilan para pihak dibebankan
kepada pihak yang kalah, kecuali perkara perceraian di lingkungan Peradilan
Agama” berlaku apabila dalam proses mediasi tidak ada pihak yang
dinyatakan tidak beriktikad baik atau gugatan Penggugat dikabulkan dan
Tergugat dinyatakan sebagai pihak yang tidak beriktikad baik. Sedangkan
Pasal 23 ayat (4) berlaku dalam hal Tergugat tidak beriktikad baik meskipun
gugatan Penggugat ditolak, sehingga secara normatif pihak Tergugat menjadi
pihak yang dimenangkan. Jika pihak Tergugat dinyatakan tidak beriktikad baik,
maka ia dibebankan untuk membayar biaya mediasi, terlepas dari gugatan
Penggugat dikabulkan atau ditolak.
Jika gugatan Penggugat ditolak dan Tergugat dinyatakan tidak beriktikad baik,
maka dalam amar putusan akhir dinyatakan bahwa biaya perkara dibebankan
kepada Penggugat sebagai pihak yang dikalahkan dan biaya mediasi
dibebankan kepada Tergugat sebagai pihak yang tidak beriktikad baik. Untuk
permasalahan ini dapat berpedoman pada lampiran I-21 Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Nomor 108/KMA/SK/VI/2016 tentang Tata Kelola Mediasi
di Pengadilan.

Apabila dalam suatu perkara Tergugat lebih dari satu orang dan salah satunya
dinyatakan tidak beriktikad baik, apakah besaran sanksi biaya mediasi juga
memperhitungkan biaya yang dikeluarkan Tergugat lain yang hadir dalam
proses mediasi?
Tidak, tetapi cukup memperhitungkan biaya panggilan dan pengeluaran nyata
Penggugat sebagai pihak lawan.

Bagaimana tata cara menarik biaya mediasi sebagai sanksi terhadap Tergugat
yang tidak beriktikad baik?
Penarikan biaya mediasi dari Tergugat mengikuti pelaksanaan putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap. Maksudnya, setelah putusan berkekuatan

28
hukum tetap dan gugatan ditolak atau dikabulkan tetapi tidak ada eksekusi
pembayaran sejumlah uang, maka Panitera harus meminta kepada Tergugat
untuk membayar biaya mediasi. Apabila gugatan dikabulkan dan terdapat
eksekusi membayar sejumlah uang, maka sisa setelah dilaksanakan eksekusi
lelang ditarik oleh Panitera sejumlah biaya mediasi untuk diberikan kepada
Penggugat.

Apakah penetapan Penggugat dan atau Tergugat tidak beriktikad baik


tersebut berikut penghukumannya merupakan pilihan atau kewajiban bagi
Hakim Pemeriksa Perkara?
Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan penetapan pihak beriktikad baik dan
penghukumannya berdasarkan laporan dari mediator merupakan sesuatu
yang bersifat imperatif dan bukan sesuatu yang bersifat fakultatif antara
boleh dilakukan atau boleh tidak dilakukan.

Apakah terhadap penetapan Hakim Pemeriksa Perkara tentang pihak atau


para pihak yang tidak beriktikad baik dapat dilakukan upaya hukum?
Tidak dapat dilakukan upaya hukum untuk menghindari lahirnya perkara
turunan (satellite litigation) dari perkara pokok.

Bentuk Sanksi Bagi Penggugat Tidak Beriktikad Baik, Tergugat Tidak


Beriktikad Baik, Penggugat Dan Tergugat Tidak Beriktikad Baik

Apa sanksi bila dalam proses mediasi Penggugat tidak beriktikad baik?
Apabila Penggugat tidak beriktikad baik dalam proses mediasi, maka
Penggugat diberikan sanksi berupa gugatannya dinyatakan tidak diterima
(Niet Onvankelijke Verklaard) dan dihukum membayar biaya mediasi berupa
sejumlah biaya panggilan untuk Tergugat dan pengeluaran nyata Tergugat
dalam menghadiri proses mediasi.

Apa sanksi bagi Tergugat yang tidak beriktikad baik dalam proses mediasi?
Apabila dalam proses mediasi Tergugat tidak beriktikad baik, maka Tergugat
dikenakan sanksi dengan membayar biaya mediasi berupa biaya pemanggilan
untuk Penggugat dan biaya perjalanan nyata yang dikeluarkan oleh Penggugat

29
menghadiri proses mediasi.

Sesuai dengan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan
kepada Penggugat atau Pemohon. Bagaimana apabila dalam proses mediasi
ternyata Tergugat atau Termohon dinyatakan tidak beriktikad baik?
Oleh karena Tergugat atau Termohon dinyatakan tidak beriktikad baik,
maka sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) PERMA No. 1/2016, Tergugat
dikenakan sanksi membayar biaya mediasi dan Penggugat atau Pemohon
tetap berkewajiban untuk membayar biaya perkara sesuai dengan ketentuan
Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.

Apa yang harus dilakukan oleh Hakim Pemeriksa Perkara apabila dalam proses
mediasi ternyata pihak Penggugat dan Tergugat sama-sama dinyatakan tidak
beriktikad baik oleh mediator?
Hakim Pemeriksa Perkara menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat
diterima (Niet Otvankelijke Verklaard), tetapi tidak ada yang dikenakan sanksi
membayar biaya perkara. Dengan demikian biaya pemanggilan para pihak
untuk menghadiri proses mediasi kembali kepada siapa yang dihukum untuk
membayar biaya perkara.

30
Bagian V:
Prosedur dan Tata Cara Mediasi

Mediasi Wajib

Tempat Penyelenggaraan Mediasi


Dimanakah mediasi diselenggarakan?
Mediasi dilaksanakan di ruang mediasi yang ada di pengadilan atau boleh
diselenggarakan di tempat lain di luar pengadilan dengan syarat kedua belah
pihak sepakat.

Bolehkah mediator hakim dan pegawai pengadilan melaksanakan mediasi di


luar pengadilan?
Mediator yang berasal dari pengadilan, baik itu Hakim atau pejabat/pegawai
pengadilan lainnya dilarang menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan.

Bagaimana jika hakim mediator atau pegawai pengadilan dipilih atau ditunjuk
bersama-sama dengan mediator non hakim dan bukan pegawai pengadilan
dalam satu perkara? Apakah mediasi boleh dilaksanakan di luar pengadilan?
Dalam hal demikian, mediasi tetap wajib dilaksanakan di ruang mediasi
pengadilan, tidak boleh di luar pengadilan.

Apakah penggunaan ruangan mediasi di pengadilan dikenakan biaya?


Penggunaan ruangan mediasi di pengadilan tidak dikenakan biaya.

Sertifikasi Mediator dan Akreditasi Lembaga


Apakah setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator?
Ya, setiap mediator harus memiliki sertifikat mediator.

31
Darimana sertifikat mediator diperoleh?
Sertifikat mediator diperoleh dari Mahkamah Agung atau lembaga yang telah
memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.

Bagaimana dengan hakim, apakah mereka juga harus memiliki sertifikat


mediator?
Pada prinsipnya, semua mediator harus memiliki sertifikat mediator, termasuk
Hakim . Akan tetapi, Hakim tidak bersertifikat mediator, berdasarkan SK Ketua
Pengadilan, dapat juga menjalankan mediasi jika dalam satu pengadilan tidak
ada atau terdapat keterbatasan jumlah mediator bersertifikat.

Tahapan Tugas Mediator


Apa saja tahapan tugas dari mediator?
Ada sejumlah tahapan tugas yang harus dilakukan mediator dalam memediasi
para pihak yang bersengketa. Tahapan tugas tersebut adalah:
a. Memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak
untuk saling memperkenalkan diri;
b. Menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak;
c. M
enjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak
mengambil keputusan;
d. Membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak;
e. Menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan
satu pihak tanpa dihadiri pihak lainnya, yang disebut juga dengan
kaukus

Selain itu, apa lagi tugas mediator dalam menjalankan mediasi?


Beberapa tugas mediator selanjutnya adalah:
a. Menyusun jadwal mediasi;
b. Mengisi formulir mediasi;
c. M
emberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan
permasalahan dan usulan perdamaian;

32
d. Menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan
berdasarkan skala prioritas;
e. Memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali
kepentingan masing-masing, mencari berbagai pilihan penyelesaian
yang terbaik, dan bekerja sama dalam mencapai kesepakatan.

Dalam tahap akhir mediasi, apa saja tugas mediator?


Menjelang tahap akhir mediasi, beberapa tugas yang perlu dan harus dilakukan
mediator adalah membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan
kesepakatan perdamaian yang berhasil dicapai para pihak.
Kemudian, setelah mediasi berakhir, mediator wajib menyampaikan laporan
kepada Hakim Pemeriksa Perkara tentang keberhasilan, ketidakberhasilan
dan/atau tidak dapat dilaksanakannya mediasi.

Tahapan Pramediasi
Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara
Ada berapa tahap dalam mediasi?
Berdasarkan ketentuan yang ada dalam PERMA No. 1/2016 , dapat dikatakan
ada tiga tahap dalam mediasi, yakni Tahap Pramediasi, Tahap Proses Mediasi,
dan Tahap Paska Mediasi.

Apa saja yang termasuk dalam tahapan pramediasi seperti yang diatur dalam
PERMA No. 1/2016?
Beberapa kegiatan dan ketentuan yang termasuk dalam tahapan pramediasi
adalah mengenai kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara, kewajiban kuasa
hukum, hak para pihak dalam memilih mediator, batas waktu pemilihan
mediator, dan hal-hal yang berkaitan dengan pemanggilan para pihak.

Apa yang menjadi kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara?


Pada hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri oleh para pihak,
kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara adalah memerintahkan para pihak untuk
menempuh mediasi.

33
Setelah mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi, tindakan apa
yang selanjutnya wajib dilakukan Hakim Pemeriksa Perkara?
Kewajiban selanjutnya yang harus dilakukan Hakim Pemeriksa Perkara
setelah memerintahkan para pihak untuk mediasi adalah menjelaskan secara
gamblang mengenai prosedur mediasi kepada para pihak yang isinya meliputi:
a. Pengertian dan manfaat mediasi;
b. Kewajiban para pihak untuk menghadiri langsung pertemuan
mediasi dan akibat hukum atas perilaku tidak beriktikad baik dalam
mediasi;
c. Kemungkinan biaya yang timbul akibat penggunaan mediator non
Hakim dan bukan pegawai pengadilan;
d. Pilihan atas tindak lanjut kesepakatan perdamaian baik melalui
akta perdamaian ataupun pencabutan gugatan; dan
e. Kewajiban para pihak untuk menandatangani formulir penjelasan
mediasi.

Langkah apa yang selanjutnya harus dilakukan Hakim Pemeriksa Perkara


setelah menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak?
Setelah menjelaskan prosedur mediasi, Hakim Pemeriksa Perkara selanjutnya
menyerahkan formulir penjelasan mediasi kepada para pihak untuk
ditandatangani.
Formulir tersebut berisi pernyataan bahwa para pihak:
a. Memperoleh penjelasan prosedur mediasi secara lengkap dari Hakim
Pemeriksa Perkara;
b. Memahami dengan baik prosedur mediasi; dan
c. Bersedia menempuh mediasi dengan iktikad baik.

Kewajiban Kuasa Hukum


Apakah kuasa hukum dapat mewakili para pihak dalam melakukan mediasi?
Kuasa hukum dapat mewakili para pihak untuk melakukan mediasi dengan
menunjukkan surat kuasa khusus yang memuat wewenang kuasa hukum
untuk mengambil keputusan.

34
Apa saja kewajiban kuasa hukum dalam proses mediasi?
Kuasa hukum wajib membantu para pihak melaksanakan hak dan kewajibannya
dalam proses mediasi. Kuasa hukum yang bertindak mewakili para pihak
dalam proses mediasi, wajib ikut serta dalam proses mediasi dengan iktikad
baik dan dengan cara yang tidak berlawanan dengan pihak lain atau kuasa
hukumnya.
Kewajiban kuasa hukum tersebut meliputi:
a. Menyampaikan penjelasan Hakim Pemeriksa Perkara tentang
prosedur mediasi;
b. Mendorong para pihak berperan langsung secara aktif dalam proses
mediasi;
c. Membantu para pihak mengidentifikasi kebutuhan, kepentingan
dan usulan penyelesaian sengketa selama proses mediasi;
d. Membantu para pihak merumuskan rencana dan usulan kesepakatan
perdamaian dalam hal para pihak mencapai kesepakatan;
e. Menjelaskan kepada para pihak terkait kewajiban kuasa hukum.

Hak Para Pihak Memilih Mediator


Siapa yang memilih mediator dalam proses mediasi di pengadilan?
Para pihak berhak memilih mediator yang tercatat dalam daftar mediator di
pengadilan. Jika para pihak tidak sepakat, maka Hakim Pemeriksa Perkara
akan menunjuk mediator.

Bolehkah memilih lebih dari satu mediator untuk memediasi perkara?


Boleh. Para pihak berhak memilih seorang atau lebih mediator.

Jika mediatornya lebih dari satu, bagaimana pembagian tugas antar mediator
tersebut?
Pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator
tersebut.

35
Batas Waktu Pemilihan Mediator
Adakah batas waktu pemilihan mediator oleh para pihak?
Ya, ada. Setelah diberikan penjelasan mengenai prosedur mediasi oleh
Hakim Pemeriksa Perkara, para pihak diberikan kesempatan untuk berunding
memilih mediator pada hari itu juga atau paling lama 2 hari berikutnya.

Bagaimana jika para pihak tidak mencapai kata sepakat untuk memilih
mediator?
Dalam kondisi tersebut, maka Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara akan
menunjuk mediator Hakim atau pegawai pengadilan untuk memediasi
perkara para pihak.

Bagaimana jika di satu pengadilan tersebut tidak terdapat hakim mediator


hakim dan pegawai pengadilan yang bersertifikat?
Jika keadaannya seperti itu, maka Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara
menunjuk salah satu Hakim Pemeriksa Perkara untuk menjalankan fungsi
mediator dengan mengutamakan Hakim yang bersertifikat mediator.

Jika mediator sudah dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis
hakim pemeriksa perkara, langkah apa yang selanjutnya dilakukan?
• Selanjutnya Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara akan
menerbitkan penetapan yang memuat perintah untuk melakukan
mediasi dan menunjuk mediator;
• Penetapan penunjukkan mediator itu kemudian diberitahukan
kepada mediator melalui panitera pengganti; dan
• Proses pemeriksaan wajib ditunda untuk memberikan kesempatan
kepada para pihak untuk menempuh mediasi

Pemanggilan Para Pihak pada Tahap Pramediasi


Kapan para pihak diwajibkan untuk menempuh mediasi?
Pada hari sidang pertama yang dihadiri para pihak berperkara yang hadir
berdasarkan panggilan yang sah dan patut.

36
Bagaimana jika salah satu pihak tidak hadir pada sidang pertama tersebut?
Pihak yang tidak hadir pada sidang pertama dapat dilakukan pemanggilan
satu kali lagi sesuai dengan praktik hukum acara.

Bagaimana jika jumlah para pihak lebih dari satu dan sebagian pihak tidak
hadir setelah dipanggil secara sah dan patut?
Dalam hal para pihak lebih dari satu, mediasi tetap dijalankan apabila
pemanggilan sudah dilakukan secara sah dan patut tetapi yang dipanggil
tidak hadir. Jadi, meskipun tidak seluruh pihak hadir, mediasi dapat dijalankan
asalkan panggilannya sudah sah dan patut.

Bagaimana dengan kehadiran/ketidakhadiran pihak turut tergugat?


Ketidakhadiran pihak turut tergugat yang kepentingannya tidak signifikan
tidak menghalangi pelaksanaan mediasi.

Pemanggilan Para Pihak pada untuk Mediasi


Apa yang dilakukan seorang mediator setelah ditunjuk sebagai mediator
melalui penetapan ketua majelis hakim pemeriksa perkara?
Mediator segera menentukan hari dan tanggal pertemuan mediasi.

Bagaimana teknis pemanggilan para pihak untuk menghadiri mediasi?


Jika mediasi dilakukan di gedung pengadilan, mediator atas kuasa Hakim
Pemeriksa Perkara melalui panitera melakukan pemanggilan para pihak
dengan bantuan juru sita atau juru sita pengganti untuk menghadiri
pertemuan mediasi.

Bolehkah juru sita/juru sita pengganti menolak melakukan panggilan?


Tidak. Juru sita/juru sita pengganti wajib melaksanakan perintah mediator
Hakim maupun non Hakim untuk melakukan panggilan.

37
Tahapan Proses Mediasi
Jangka Waktu Proses Mediasi
Berapa lama batas waktu penyelenggaraan mediasi?
Proses mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan penetapan perintah
melakukan mediasi.
Jika dirasa perlu, jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut dapat diperpanjang
paling lama 30 (tiga puluh) hari berikutnya terhitung sejak berakhirnya waktu
30 hari yang pertama. Perpanjangan waktu mediasi ini harus berdasarkan
atas kesepakatan para pihak.

Bagaimana mekanisme perpanjangan waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut?


Mediator atas permintaan para pihak mengajukan permohonan perpanjangan
jangka waktu mediasi tersebut kepada Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara
disertai dengan alasannya.

Apakah jangka waktu mediasi termasuk dalam rangkaian jangka waktu


penyelesaian perkara?
Tidak. Jangka waktu proses mediasi TIDAK termasuk dalam jangka waktu
penyelesaian perkara sebagaimana diatur dalam kebijakan Mahkamah Agung
tentang batas penyelesaian perkara di pengadilan tingkat pertama dan
tingkat banding pada empat lingkungan peradilan.

Ruang Lingkup Materi Mediasi


Apakah materi mediasi hanya terbatas pada apa yang tercantum dalam surat
gugatan Penggugat?
Tidak. Materi perundingan dalam mediasi tidak terbatas pada posita dan
petitum gugatan. Materi mediasi dapat mencakup hal-hal yang belum/tidak
tercantum dalam surat gugatan.

38
Bagaimana jika para pihak mencapai kesepakatan dalam mediasi terhadap
persoalan-persoalan yang tidak tercantum dalam surat gugatan tersebut?
Jika para pihak mencapai kesepakatan atas permasalahan yang tidak tercantum
dalam surat gugatan, maka nanti Penggugat harus mengubah gugatannya
dengan memasukkan kesepakatan tersebut di dalam surat gugatan.

Keterlibatan Ahli dan Tokoh Masyarakat


Apakah dalam proses mediasi, pihak luar dapat dilibatkan untuk membantu
para pihak dalam mencapai kesepakatan?
Keterlibatan pihak luar dalam proses mediasi dibolehkan jika para pihak
menyetujuinya. Pihak luar tersebut terbatas pada orang-orang yang dapat
dikategorikan sebagai ahli, tokoh masyarakat, tokoh agama, atau tokoh adat.

Bagaimana peran dan kekuatan dari penilaian ahli dan/atau tokoh masyarakat
yang dilibatkan dalam mediasi tersebut?
Tergantung para pihak. Maksudnya, para pihak harus terlebih dahulu
menyepakati tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan
dan/atau penilaian ahli dan/atau tokoh masyarakat tersebut.

Mediasi Sukarela

Mediasi Sukarela pada Tahap Pemeriksaan Perkara


Apakah mediasi dengan bantuan mediator hanya dapat dilakukan sebelum
pemeriksaan pokok perkara/gugatan?
Tidak. Mediasi dengan bantuan mediator dapat dilakukan juga ketika perkara
sudah masuk dalam tahap pemeriksaan oleh majelis Hakim.

Bagaimana caranya?
Jika para pihak sepakat untuk melakukan perdamaian dalam tahap
pemeriksaan perkara, maka para pihak mengajukan permohonan kepada
Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk melakukan perdamaian.

39
Bagaimana proses selanjutnya dan siapa mediatornya?
Untuk perdamaian dalam tahap pemeriksaan perkara, mediatornya berasal
dari salah seorang Hakim Pemeriksa Perkara. Jadi, setelah menerima
permohonan para pihak untuk melakukan perdamaian, Ketua Majelis Hakim
akan mengeluarkan penetapan yang menunjuk salah satu anggotanya,
diutamakan yang sudah bersertifikat mediator, untuk menjalankan fungsi
mediator.

Berapa lama batas waktu mediasi dalam tahap pemeriksaan perkara ini?
Jangka waktunya paling lama adalah 14 (empat belas) hari. Ketua Majelis
Hakim Pemeriksa Perkara wajib menunda sidang paling lama untuk jangka
waktu 14 hari tersebut setelah dikeluarkan penetapan mediator.

Mediasi Sukarela pada Tahap Upaya Hukum


Apakah mediasi masih dapat dilakukan jika perkara kita sudah dalam tahap
pemeriksaan di tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali?
Ya. Berdasarkan kesepakatan para pihak, perkara yang belum diputus pada
tingkat upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali, masih dapat
ditempuh upaya perdamaian.

Bagaimana mekanisme perdamaian/mediasi pada tingkat banding, kasasi


dan peninjauan kembali tersebut?
Prosedurnya adalah sebagai berikut:
 Para pihak melalui Ketua Pengadilan tingkat pertama mengajukan
kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa
Perkara tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali untuk diputus
dengan akta perdamaian.
 Kesepakatan perdamaian tersebut wajib memuat ketentuan yang
mengesampingkan putusan yang telah ada.
 Majelis Hakim Pemeriksa Perkara tingkat banding, kasasi, atau PK akan
menandatangani akta perdamaian dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan perdamaian.

40
Bagaimana jika terjadi kesepakatan perdamaian antara para pihak tetapi
berkas perkara banding, kasasi atau PK belum dikirimkan/masih di
pengadilan pengaju (tingkat pertama)?
Berkas perkara dan kesepakatan perdamaian tersebut dikirimkan bersama-
sama ke pengadilan tingkat banding atau Mahkamah Agung.

Mediasi di Luar Pengadilan


Apakah boleh apabila para pihak bersengketa berhasil menyelesaikan
sengketanya di luar pengadilan dan kemudian mereka ingin menguatkan
kesepakatan tersebut melalui putusan pengadilan?
Ya, dibolehkan. PERMA No. 1/2016 mengatur bahwa para pihak dengan
atau tanpa bantuan mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan
sengketanya di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat
mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut kepada pengadilan yang
berwenang untuk memperoleh akta perdamaian.

Bagaimana prosedur memperoleh akta perdamaian atas kesepakatan


perdamaian yang dihasilkan di luar pengadilan tersebut?
Caranya adalah dengan mengajukan gugatan. Pengajuan gugatan itu harus
dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen sebagai alat bukti
yang menunjukkan hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa.

Apakah kesepakatan perdamaian tersebut secara otomatis akan dikuatkan


oleh majelis hakim?
Ya, dengan syarat kesepakatan perdamaian tersebut sesuai dengan ketentuan
Pasal 27 ayat (2) PERMA No. 1/2016 . Hal ini sesuai dengan asas yang berlaku,
semua jenis kesepakatan perdamaian dapat dikuatkan menjadi akta
perdamaian.

Bagaimana jika kesepakatan perdamaian tersebut tidak memenuhi ketentuan


Pasal 27 ayat (2) PERMA No. 1/2016?
Dalam kondisi tersebut, Hakim Pemeriksa Perkara wajib memberikan petunjuk
kepada para pihak tentang hal yang harus diperbaiki. Karena terbatasnya

41
waktu penyelesaian pengajuan akta perdamaian ini, maka para pihak
wajib segera memperbaiki dan menyampaikan kembali hasil kesepakatan
perdamaian yang telah diperbaiki kepada majelis Hakim Pemeriksa Perkara
dengan tetap memperhatikan tenggang waktu penyelesaian pengajuan akta
perdamaian yaitu, 14 (empat belas hari).

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh akta perdamaian


dari kesepakatan perdamaian yang dihasilkan di luar pengadilan?
Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak gugatan
didaftarkan, akta perdamaian atas gugatan untuk menguatkan kesepakatan
perdamaian harus diucapkan oleh Hakim Pemeriksa Perkara dalam sidang
terbuka untuk umum.

Kapan akta perdamaian tersebut dapat diterima oleh para pihak?


Salinan akta perdamaian wajib disampaikan kepada para pihak pada hari
yang sama dengan pengucapan akta perdamaian.

42
Bagian VI: Hasil Mediasi dan Tindak Lanjutnya

Umum

Bagaimana penyebutan (nomenklatur) hasil-hasil mediasi berdasarkan


Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016?
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 terdapat 4 penyebutan
(nomenklatur) untuk hasil-hasil mediasi, yakni:
a. Mediasi berhasil seluruhnya;
b. Mediasi berhasil sebagian;
c. Mediasi tidak berhasil; dan
d. Mediasi tidak dapat dilaksanakan

Bagaimana penjelasan masing-masing penyebutan (nomenklatur) tersebut


di atas?
Berikut penjelasan masing-masing penyebutan tersebut:

Nomenklatur Hasil Mediasi Penjelasan


Para pihak telah hadir dalam pertemuan mediasi
dan bernegosiasi dengan bantuan mediator serta
Mediasi berhasil seluruhnya
mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan
sengketa mereka
Para pihak telah hadir dalam pertemuan mediasi
dan bernegosiasi dengan bantuan mediator,
namun kesepakatan yang mereka capai tidak
Mediasi berhasil sebagian meliputi seluruh permasalahan yang mereka
sengketakan atau dalam hal para pihaknya lebih
dari satu orang, kesepakatan yang dicapai tidak
meliputi semua pihak yang bersengketa
Para pihak telah hadir dalam pertemuan mediasi
dan bernegosiasi dengan bantuan mediator, namun
Mediasi tidak berhasil
tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan
sengketa mereka

43
Nomenklatur Hasil Mediasi Penjelasan
Salah satu pihak atau kuasa hukumnya telah dua
kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan
mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang
telah disepakati atau telah dua kali berturut-
turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa
alasan setelah dipanggil secara patut atau proses
mediasi telah berjalan, tetapi ternyata diketahui
sengketa yang dimediasi melibatkan aset atau
Mediasi tidak dapat harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata
dilaksanakan berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan
dalam gugatan, atau disebutkan dalam gugatan,
tetapi tidak hadir dalam proses mediasi sehingga
pihak lain yang berkepentingan tidak menjadi
salah satu pihak dalam proses mediasi atau
karena materi perkaranya melibatkan kewenangan
kementerian/lembaga/instansi di tingkat pusat/
daerah dan atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah
yang tidak menjadi pihak berperkara.

Mediasi Berhasil Seluruhnya Dan Sebagian

Apabila Para Pihak mencapai kesepakatan dalam proses mediasi, apa yang
harus dilakukan oleh mediator?
Mediator membantu para pihak merumuskan kesepakatan yang dicapai
untuk dituangkan dalam kesepakatan perdamaian yang ditandatangani oleh
para pihak dan mediator. Membantu dalam hal ini diutamakan jika para pihak
tidak didampingi oleh advokat/pengacara. Jika para pihak telah didampingi
advokat, maka mediator memeriksa hasil kesepakatan yang dituangkan
dalam kesepakatan perdamaian.

Adakah persyaratan yang harus dipenuhi dalam merumuskan kesepakatan


perdamaian?
Ada. Kesepakatan perdamaian tidak boleh memuat ketentuan yang:
a. Bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;
b. Merugikan pihak ketiga;
c. Tidak dapat dilaksanakan;

44
Jika para pihak telah menuangkan kesepakatannya dalam kesepakatan
perdamaian, apa yang dapat dilakukan selanjutnya?
Para pihak dapat menyepakati apakah akan menindak lanjuti kesepakatan
perdamaian tersebut dalam bentuk akta perdamaian atau mencabut
perkaranya

Adakah perbedaan konsekuensi dari pilihan-pilihan tersebut diatas?


Ada. Jika para pihak mencabut perkaranya, berarti kesepakatan tersebut
akan dilaksanakan secara sukarela berdasarkan kesepakatan bersama. Jika
para pihak memilih untuk menguatkannya dengan akta perdamaian, maka
apabila ada yang tidak mau melaksanakannya secara sukarela dapat diajukan
permohonan eksekusi ke pengadilan. Ini berarti jika kesepakatan perdamaian
dikuatkan dengan akta perdamaian akan melekat padanya kekuatan
eksekutorial.

Langkah apa yang harus dilakukan mediator dalam hal proses mediasi
berhasil mencapai kesepakatan?
Mediator wajib melaporkannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa
Perkara dengan melampirkan kesepakatan perdamaian tersebut.

Langkah apa yang harus dilakukan oleh Hakim Pemeriksa Perkara jika
menerima laporan mediasi berhasil yang disertai dengan permohonan
menguatkan kesepakatan perdamaian dengan akta perdamaian?
Selambat-lambatnya selama dua hari kerja Hakim Pemeriksa Perkara menelaah
kesepakatan perdamaian tersebut dengan mengacu kepada ketentuan Pasal
27 ayat (2) PERMA No. 1/2016 tentang syarat-syarat kesepakatan perdamaian.
Apabila persyaratan tersebut telah terpenuhi, maka Hakim Pemeriksa Perkara
memanggil para pihak untuk menghadiri persidangan guna pembacaan
akta perdamaian. Namun, apabila kesepakatan perdamaian tersebut belum
memenuhi persyaratan, maka Hakim Pemeriksa Perkara mengembalikan
kesepakatan perdamaian tersebut kepada mediator dan para pihak disertai
dengan petunjuk-petunjuk perbaikan. Apabila sudah diperbaiki dan telah
memenuhi persyaratan barulah kesepakatan perdamaian tersebut dapat
dikuatkan dengan akta perdamaian.

45
Adakah perbedaan antara kesepakatan perdamaian sebagian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 dengan Pasal 30 PERMA No. 1/2016 ?
Kesepakatan perdamaian sebagian dalam Pasal 29 PERMA No. 1/2016 berkaitan
dengan kesepakatan perdamaian sebagian pihak-pihak yang berperkara,
sedangkan dalam Pasal 30 berkaitan dengan kesepakatan perdamaian atas
sebagian permasalahan yang disengketakan.

Adakah persyaratan yang harus dipenuhi apabila sebagian dari para pihak
mencapai kesepakatan?
Ada. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Memenuhi syarat-syarat kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (2) PERMA No. 1/2016;
b. Tidak berkaitan dengan aset, harta/kekayaan dan kepentingan
pihak lain yang tidak mencapai kesepakatan;
c. Apabila dikehendaki untuk dikuatkan dengan akta perdamaian,
maka Penggugat mengubah gugatan dengan tidak lagi memuat
pihak yang tidak mencapai kesepakatan sebagai pihak lawan;
d. Hanya bisa dimungkinkan dalam mediasi wajib (mandatory
mediation) yakni mediasi yang dilakukan sebelum perkaranya
diperiksa oleh Hakim Pemeriksa Perkara.

Bagaimana menyelesaikan masalah hukum dengan pihak yang tidak


mencapai kesepakatan?
Digugat lagi dengan mengajukan perkara baru dengan nomor perkara yang
berbeda.

Jika para pihak mencapai kesepakatan atas sebagian permasalahan yang


disengketakan, apa yang harus dilakukan oleh mediator?
a. Membantu para pihak merumuskan hal-hal yang telah disepakati dan
menuangkannya dalam kesepakatan perdamaian;
b. Melaporkannya kepada Hakim Pemeriksa Perkara dengan melampirkan
kesepakatan perdamaian tersebut;

46
c. Menyerahkan kepada Hakim Pemeriksa Perkara untuk menyelesaikan
hal-hal yang belum disepakati secara litigasi.

Langkah apa yang harus dilakukan oleh Hakim Pemeriksa Perkara terhadap
kesepakatan sebagian Permasalahan (objek sengketa)?
a. Menyelesaikan masalah-masalah yang belum mencapai kesepakatan
dalam proses mediasi secara litigasi;
b. Memasukkan kesepakatan perdamaian dalam pertimbangan dan amar
putusan sebagai penguatan dari Hakim Pemeriksa Perkara.

Bolehkah Hakim Pemeriksa Perkara memeriksa ulang hal-hal yang sudah


disepakati penyelesaiannya oleh Para Pihak?
Oleh karena sudah selesai dalam proses mediasi, maka hal-hal yang sudah
disepakati tersebut tidak perlu diperiksa kembali, kecuali terdapat isi
kesepakatan yang:
a. bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;
b. merugikan pihak ketiga;
c. tidak dapat dilaksanakan;

Bagaimana contoh kesepakatan sebagian dalam perkara di lingkungan


Pengadilan Agama?
Salah satu contohnya adalah gugatan perceraian yang dikumulasi dengan
gugatan nafkah iddah, madhiyah, mut’ah, hak asuh anak dan harta bersama.
Perceraiannya tidak berhasil dimediasi, tetapi akibat perceraiannya seperti
gugatan nafkah iddah, madhiyah, mut’ah, hak asuh anak dan harta bersama
dapat dimediasi.

Adakah batasan keberlakuan kesepakatan terhadap akibat-akibat perceraian


sebagaimana disebutkan diatas?
Ada. Yakni hanya berlaku apabila Hakim Pemeriksa Perkara mengabulkan
gugatan perceraian atau permohonan talak yang diajukan oleh Penggugat/
Pemohon. Apabila Hakim Pemeriksa Perkara ternyata menolak gugatan
perceraian/permohonan talak atau para pihak mencabut gugatan perceraian/

47
permohonan talak, maka dengan sendirinya kesepakatan tersebut tidak
berlaku.

Apabila Hakim Pemeriksa Perkara mengabulkan gugatan perceraian/


permohonan talak Penggugat/Pemohon, bila mana kemudian kesepakatan
perdamaian itu dapat dilaksanakan?
Kesepakatan perdamaian tersebut dapat dilaksanakan setelah berkekuatan
hukum tetap untuk menghindari kemungkinan apabila diajukan upaya hukum
Hakim Pemeriksa Perkara memutuskan berbeda dengan Hakim Pemeriksa
Perkara di tingkat pertama.

Mediasi Tidak Berhasil

Dalam kondisi-kondisi bagaimanakah sebuah proses mediasi dapat


dinyatakan tidak berhasil oleh mediator?
Mediator menyatakan mediasi tidak berhasil dalam hal:
a. Para pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari berikut perpanjangan waktu mediasi selama
30 (tiga puluh) hari perpanjangan;
b. Para pihak dinyatakan tidak beriktikad baik karena tidak mengajukan
resume perkara dan atau tidak menanggapi resume perkara pihak
lain atau tidak menandatangani kesepakatan perdamaian yang telah
dicapai dalam proses mediasi.

Mediasi Tidak Dapat Dilaksanakan

Dalam kondisi bagaimanakah sebuah proses mediasi dapat dinyatakan tidak


dapat dilaksanakan oleh mediator?
Mediator menyatakan mediasi tidak dapat dilaksanakan dalam hal
a. Perkara yang dimediasinya melibatkan aset, harta kekayaan atau
kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang:
- Tidak diikutsertakan dalam surat gugatan sehingga tidak dapat
menjadi pihak dalam proses mediasi;

48
- Diikutkan sebagai pihak dalam gugatan, tetapi tidak hadir di
persidangan, atau
- Diikutkan sebagai pihak dalam gugatan, tetapi tidak menghadiri
proses mediasi.
b. Perkara yang dimediasinya melibatkan wewenang kementerian/
lembaga/instansi di tingkat pusat/daerah dan Badan Usaha Milik
Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak berperkara;
c. Para pihak dinyatakan tidak beriktikad baik karena tidak hadir dalam
proses mediasi atau hadir dalam mediasi pertama tetapi tidak hadir
dalam mediasi berikutnya atau berturut-turut tidak hadir sehingga
mengganggu jalannya proses mediasi.

Apa yang harus dilakukan oleh Hakim Pemeriksa Perkara setelah menerima
laporan mediasi tidak berhasil atau mediasi tidak dapat dilaksanakan?
Segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

49
Lampiran
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2016

TENTANG

PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa


secara damai yang tepat, efektif, dan dapat membuka
akses yang lebih luas kepada Para Pihak untuk
memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta
berkeadilan;
b. bahwa dalam rangka reformasi birokrasi Mahkamah
Agung Republik Indonesia yang berorientasi pada visi
terwujudnya badan peradilan indonesia yang agung,
salah satu elemen pendukung adalah Mediasi sebagai
instrumen untuk meningkatkan akses masyarakat
terhadap keadilan sekaligus implementasi asas
penyelenggaraan peradilan yang sederhana, cepat, dan
berbiaya ringan;
c. bahwa ketentuan hukum acara perdata yang berlaku,
Pasal 154 Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar
Jawa dan Madura (Reglement Tot Regeling Van Het
Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En Madura,
Staatsblad 1927:227) dan Pasal 130 Reglemen Indonesia
-2-

yang diperbaharui (Het Herziene Inlandsch Reglement,


Staatsblad 1941:44) mendorong Para Pihak untuk
menempuh proses perdamaian yang dapat
didayagunakan melalui Mediasi dengan
mengintegrasikannya ke dalam prosedur berperkara di
Pengadilan;
d. bahwa Prosedur Mediasi di Pengadilan menjadi bagian
hukum acara perdata dapat memperkuat dan
mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam
penyelesaian sengketa;
e. bahwa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan belum optimal memenuhi kebutuhan
pelaksanaan Mediasi yang lebih berdayaguna dan
mampu meningkatkan keberhasilan Mediasi di
Pengadilan;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan
huruf e, perlu menyempurnakan Peraturan Mahkamah
Agung tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Mengingat : 1. Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan


Madura (Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In
De Gewesten Buiten Java En Madura, Staatsblad
1927:227);
2. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (Het Herziene
Inlandsch Reglement, Staatsblad 1941:44);
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4958);
4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 157 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
-3-

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG PROSEDUR
MEDIASI DI PENGADILAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud
dengan:
1. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak
dengan dibantu oleh Mediator.
2. Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki
Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu
Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian.
3. Sertifikat Mediator adalah dokumen yang diterbitkan oleh
Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh
akreditasi dari Mahkamah Agung yang menyatakan
bahwa seseorang telah mengikuti dan lulus pelatihan
sertifikasi Mediasi.
4. Daftar Mediator adalah catatan yang memuat nama
Mediator yang ditunjuk berdasarkan surat keputusan
Ketua Pengadilan yang diletakkan pada tempat yang
mudah dilihat oleh khalayak umum.
5. Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang
bersengketa dan membawa sengketa mereka ke
Pengadilan untuk memperoleh penyelesaian.
6. Biaya Mediasi adalah biaya yang timbul dalam proses
Mediasi sebagai bagian dari biaya perkara, yang di
antaranya meliputi biaya pemanggilan Para Pihak, biaya
perjalanan salah satu pihak berdasarkan pengeluaran
-4-

nyata, biaya pertemuan, biaya ahli, dan/atau biaya lain


yang diperlukan dalam proses Mediasi.
7. Resume Perkara adalah dokumen yang dibuat oleh Para
Pihak yang memuat duduk perkara dan usulan
perdamaian.
8. Kesepakatan Perdamaian adalah kesepakatan hasil
Mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan
penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh Para
Pihak dan Mediator.
9. Kesepakatan Perdamaian Sebagian adalah kesepakatan
antara pihak penggugat dengan sebagian atau seluruh
pihak tergugat dan kesepakatan Para Pihak terhadap
sebagian dari seluruh objek perkara dan/atau
permasalahan hukum yang disengketakan dalam proses
Mediasi.
10. Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah
perdamaian dan putusan Hakim yang menguatkan
Kesepakatan Perdamaian.
11. Hakim adalah hakim pada Pengadilan tingkat pertama
dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.
12. Hakim Pemeriksa Perkara adalah majelis hakim yang
ditunjuk oleh ketua Pengadilan untuk memeriksa dan
mengadili perkara.
13. Pegawai Pengadilan adalah panitera, sekretaris, panitera
pengganti, juru sita, juru sita pengganti, calon hakim dan
pegawai lainnya.
14. Pengadilan adalah Pengadilan tingkat pertama dalam
lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.
15. Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tingkat banding
dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.
16. Hari adalah hari kerja

BAB II
PEDOMAN MEDIASI DI PENGADILAN

Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
-5-

Pasal 2
(1) Ketentuan mengenai Prosedur Mediasi dalam Peraturan
Mahkamah Agung ini berlaku dalam proses berperkara
di Pengadilan baik dalam lingkungan peradilan umum
maupun peradilan agama.
(2) Pengadilan di luar lingkungan peradilan umum dan
peradilan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat menerapkan Mediasi berdasarkan Peraturan
Mahkamah Agung ini sepanjang dimungkinkan oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3
(1) Setiap Hakim, Mediator, Para Pihak dan/atau kuasa
hukum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa
melalui Mediasi.
(2) Hakim Pemeriksa Perkara dalam pertimbangan putusan
wajib menyebutkan bahwa perkara telah diupayakan
perdamaian melalui Mediasi dengan menyebutkan nama
Mediator.
(3) Hakim Pemeriksa Perkara yang tidak memerintahkan
Para Pihak untuk menempuh Mediasi sehingga Para
Pihak tidak melakukan Mediasi telah melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Mediasi di Pengadilan.
(4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), apabila diajukan
upaya hukum maka Pengadilan Tingkat Banding atau
Mahkamah Agung dengan putusan sela memerintahkan
Pengadilan Tingkat Pertama untuk melakukan proses
Mediasi.
(5) Ketua Pengadilan menunjuk Mediator Hakim yang bukan
Hakim Pemeriksa Perkara yang memutus.
(6) Proses Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak diterimanya pemberitahuan putusan sela
Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.
-6-

(7) Ketua Pengadilan menyampaikan laporan hasil Mediasi


berikut berkas perkara sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) ke Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.
(8) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(7), Hakim Pemeriksa Perkara pada Pengadilan Tinggi
atau Mahkamah Agung menjatuhkan putusan.

Bagian Kedua
Jenis Perkara Wajib Menempuh Mediasi

Pasal 4
(1) Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan
termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan
verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet)
maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap
pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian
melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung ini.
(2) Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian
melalui Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. sengketa yang pemeriksaannya di persidangan
ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya
meliputi antara lain:
1. sengketa yang diselesaikan melalui prosedur
Pengadilan Niaga;
2. sengketa yang diselesaikan melalui prosedur
Pengadilan Hubungan Industrial;
3. keberatan atas putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha;
4. keberatan atas putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen;
5. permohonan pembatalan putusan arbitrase;
6. keberatan atas putusan Komisi Informasi;
7. penyelesaian perselisihan partai politik;
-7-

8. sengketa yang diselesaikan melalui tata cara


gugatan sederhana; dan
9. sengketa lain yang pemeriksaannya di
persidangan ditentukan tenggang waktu
penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa
hadirnya penggugat atau tergugat yang telah
dipanggil secara patut;
c. gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak
ketiga dalam suatu perkara (intervensi);
d. sengketa mengenai pencegahan, penolakan,
pembatalan dan pengesahan perkawinan;
e. sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah
diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui
Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang
terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan
tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang
ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator
bersertifikat.
(3) Pernyataan ketidakberhasilan Mediasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e dan salinan sah
Sertifikat Mediator dilampirkan dalam surat gugatan.
(4) Berdasarkan kesepakatan Para Pihak, sengketa yang
dikecualikan kewajiban Mediasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, huruf c, dan huruf e tetap dapat
diselesaikan melalui Mediasi sukarela pada tahap
pemeriksaan perkara dan tingkat upaya hukum.

Bagian Ketiga
Sifat Proses Mediasi

Pasal 5
(1) Proses Mediasi pada dasarnya bersifat tertutup kecuali
Para Pihak menghendaki lain.
(2) Penyampaian laporan Mediator mengenai pihak yang
tidak beriktikad baik dan ketidakberhasilan proses
-8-

Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara bukan


merupakan pelanggaran terhadap sifat tertutup Mediasi.
(3) Pertemuan Mediasi dapat dilakukan melalui media
komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan
semua pihak saling melihat dan mendengar secara
langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan.

Bagian Keempat
Kewajiban Menghadiri Mediasi

Pasal 6
(1) Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan
Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa
hukum.
(2) Kehadiran Para Pihak melalui komunikasi audio visual
jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)
dianggap sebagai kehadiran langsung.
(3) Ketidakhadiran Para Pihak secara langsung dalam proses
Mediasi hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan sah.
(4) Alasan sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi antara lain:
a. kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir
dalam pertemuan Mediasi berdasarkan surat
keterangan dokter;
b. di bawah pengampuan;
c. mempunyai tempat tinggal, kediaman atau
kedudukan di luar negeri; atau
d. menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau
pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.

Bagian Kelima
Iktikad Baik Menempuh Mediasi

Pasal 7
(1) Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya wajib menempuh
Mediasi dengan iktikad baik.
-9-

(2) Salah satu pihak atau Para Pihak dan/atau kuasa


hukumnya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik oleh
Mediator dalam hal yang bersangkutan:
a. tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali
berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa
alasan sah;
b. menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak
pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun
telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-
turut tanpa alasan sah;
c. ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu
jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
d. menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak
mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume
Perkara pihak lain; dan/atau
e. tidak menandatangani konsep Kesepakatan
Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.

Bagian Keenam
Biaya Mediasi

Paragraf 1
Biaya Jasa Mediator

Pasal 8
(1) Jasa Mediator Hakim dan Pegawai Pengadilan tidak
dikenakan biaya.
(2) Biaya jasa Mediator nonhakim dan bukan Pegawai
Pengadilan ditanggung bersama atau berdasarkan
kesepakatan Para Pihak.

Paragraf 2
Biaya Pemanggilan Para Pihak

Pasal 9
(1) Biaya pemanggilan Para Pihak untuk menghadiri proses
Mediasi dibebankan terlebih dahulu kepada pihak
penggugat melalui panjar biaya perkara.
- 10 -

(2) Biaya pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditambahkan pada perhitungan biaya pemanggilan Para
Pihak untuk menghadiri sidang.
(3) Dalam hal Para Pihak berhasil mencapai Kesepakatan
Perdamaian, biaya pemanggilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditanggung bersama atau sesuai
kesepakatan Para Pihak.
(4) Dalam hal Mediasi tidak dapat dilaksanakan atau tidak
berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan Para
Pihak dibebankan kepada pihak yang kalah, kecuali
perkara perceraian di lingkungan peradilan agama..

Pasal 10
Biaya lain-lain di luar biaya jasa Mediator sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dan biaya pemanggilan Para Pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dibebankan kepada
Para Pihak berdasarkan kesepakatan.

Bagian Ketujuh
Tempat Penyelenggaraan Mediasi

Pasal 11
(1) Mediasi diselenggarakan di ruang Mediasi Pengadilan
atau di tempat lain di luar Pengadilan yang disepakati
oleh Para Pihak.
(2) Mediator Hakim dan Pegawai Pengadilan dilarang
menyelenggarakan Mediasi di luar Pengadilan.
(3) Mediator non hakim dan bukan Pegawai Pengadilan yang
dipilih atau ditunjuk bersama-sama dengan Mediator
Hakim atau Pegawai Pengadilan dalam satu perkara
wajib menyelenggarakan Mediasi bertempat di
Pengadilan.
(4) Penggunaan ruang Mediasi Pengadilan untuk Mediasi
tidak dikenakan biaya.
- 11 -

Bagian Kedelapan
Tata Kelola Mediasi di Pengadilan

Pasal 12
(1) Untuk mendukung pelaksanaan Mediasi di Pengadilan,
Mahkamah Agung menetapkan tata kelola yang di
antaranya meliputi:
a. perencanaan kebijakan, pengkajian dan penelitian
Mediasi di Pengadilan;
b. pembinaan, pemantauan dan pengawasan
pelaksanaan Mediasi di Pengadilan;
c. pemberian akreditasi dan evaluasi lembaga sertifikasi
Mediasi terakreditasi;
d. penyebarluasan informasi Mediasi; dan
e. pengembangan kerjasama dengan organisasi,
lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional,
regional, maupun internasional dalam bidang
Mediasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Ketua Mahkamah Agung.

BAB III
MEDIATOR

Bagian Kesatu
Sertifikasi Mediator dan Akreditasi Lembaga

Pasal 13
(1) Setiap Mediator wajib memiliki Sertifikat Mediator yang
diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam
pelatihan sertifikasi Mediator yang diselenggarakan oleh
Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh
akreditasi dari Mahkamah Agung.
(2) Berdasarkan surat keputusan ketua Pengadilan, Hakim
tidak bersertifikat dapat menjalankan fungsi Mediator
- 12 -

dalam hal tidak ada atau terdapat keterbatasan jumlah


Mediator bersertifikat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
sertifikasi Mediator dan pemberian akreditasi lembaga
sertifikasi Mediator ditetapkan dengan Keputusan Ketua
Mahkamah Agung.

Bagian Kedua
Tahapan Tugas Mediator

Pasal 14
Dalam menjalankan fungsinya, Mediator bertugas:
a. memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada
Para Pihak untuk saling memperkenalkan diri;
b. menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat Mediasi kepada
Para Pihak;
c. menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral
dan tidak mengambil keputusan;
d. membuat aturan pelaksanaan Mediasi bersama Para
Pihak;
e. menjelaskan bahwa Mediator dapat mengadakan
pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak
lainnya (kaukus);
f. menyusun jadwal Mediasi bersama Para Pihak;
g. mengisi formulir jadwal mediasi.
h. memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk
menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian;
i. menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan
pembahasan berdasarkan skala proritas;
j. memfasilitasi dan mendorong Para Pihak untuk:
1. menelusuri dan menggali kepentingan Para Pihak;
2. mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi
Para Pihak; dan
3. bekerja sama mencapai penyelesaian;
k. membantu Para Pihak dalam membuat dan merumuskan
Kesepakatan Perdamaian;
- 13 -

l. menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan


dan/atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi kepada
Hakim Pemeriksa Perkara;
m. menyatakan salah satu atau Para Pihak tidak beriktikad
baik dan menyampaikan kepada Hakim Pemeriksa
Perkara;
n. tugas lain dalam menjalankan fungsinya

Bagian Ketiga
Pedoman Perilaku Mediator

Pasal 15
(1) Mahkamah Agung menetapkan Pedoman Perilaku
Mediator.
(2) Setiap Mediator dalam menjalankan fungsinya wajib
mentaati Pedoman Perilaku Mediator sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

Pasal 16
Ketua Pengadilan wajib menyampaikan laporan kinerja Hakim
atau Pegawai Pengadilan yang berhasil menyelesaikan
perkara melalui Mediasi kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan
Mahkamah Agung.

BAB IV
TAHAPAN PRAMEDIASI

Bagian Kesatu
Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara

Pasal 17
(1) Pada hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri oleh
Para Pihak, Hakim Pemeriksa Perkara mewajibkan Para
Pihak untuk menempuh Mediasi.
(2) Kehadiran Para Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berdasarkan panggilan yang sah dan patut.
- 14 -

(3) Pemanggilan pihak yang tidak hadir pada sidang


pertama dapat dilakukan pemanggilan satu kali lagi
sesuai dengan praktik hukum acara.
(4) Dalam hal para pihak lebih dari satu, Mediasi tetap
diselenggarakan setelah pemanggilan dilakukan secara
sah dan patut walaupun tidak seluruh pihak hadir.
(5) Ketidakhadiran pihak turut tergugat yang
kepentingannya tidak signifikan tidak menghalangi
pelaksanaan Mediasi.
(6) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menjelaskan Prosedur
Mediasi kepada Para Pihak.
(7) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
meliputi:
a. pengertian dan manfaat Mediasi;
b. kewajiban Para Pihak untuk menghadiri langsung
pertemuan Mediasi berikut akibat hukum atas
perilaku tidak beriktikad baik dalam proses Mediasi;
c. biaya yang mungkin timbul akibat penggunaan
Mediator nonhakim dan bukan Pegawai Pengadilan;
d. pilihan menindaklanjuti Kesepakatan Perdamaian
melalui Akta Perdamaian atau pencabutan gugatan;
dan
e. kewajiban Para Pihak untuk menandatangani
formulir penjelasan Mediasi.
(8) Hakim Pemeriksa Perkara menyerahkan formulir
penjelasan Mediasi kepada Para Pihak yang memuat
pernyataan bahwa Para Pihak:
a. memperoleh penjelasan prosedur Mediasi secara
lengkap dari Hakim Pemeriksa Perkara;
b. memahami dengan baik prosedur Mediasi; dan
c. bersedia menempuh Mediasi dengan iktikad baik.
(9) Formulir penjelasan Mediasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) ditandatangani oleh Para Pihak dan/atau
kuasa hukum segera setelah memperoleh penjelasan dari
Hakim Pemeriksa Perkara dan merupakan satu kesatuan
yang menjadi bagian tidak terpisahkan dengan berkas
perkara.
- 15 -

(10) Keterangan mengenai penjelasan oleh Hakim Pemeriksa


Perkara dan penandatanganan formulir penjelasan
Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) wajib
dimuat dalam berita acara sidang.

Bagian Kedua
Kewajiban Kuasa Hukum

Pasal 18
(1) Kuasa hukum wajib membantu Para Pihak
melaksanakan hak dan kewajibannya dalam proses
Mediasi.
(2) Kewajiban kuasa hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) di antaranya meliputi:
a. menyampaikan penjelasan Hakim Pemeriksa Perkara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (7)
kepada Para Pihak;
b. mendorong Para Pihak berperan langsung secara
aktif dalam proses Mediasi;
c. membantu Para Pihak mengidentifikasi kebutuhan,
kepentingan dan usulan penyelesaian sengketa
selama proses Mediasi;
d. membantu Para Pihak merumuskan rencana dan
usulan Kesepakatan Perdamaian dalam hal Para
Pihak mencapai kesepakatan;
e. menjelaskan kepada Para Pihak terkait kewajiban
kuasa hukum.
(3) Dalam hal Para Pihak berhalangan hadir berdasarkan
alasan sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(4), kuasa hukum dapat mewakili Para Pihak untuk
melakukan Mediasi dengan menunjukkan surat kuasa
khusus yang memuat kewenangan kuasa hukum untuk
mengambil keputusan.
(4) Kuasa hukum yang bertindak mewakili Para Pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib berpartisipasi
dalam proses Mediasi dengan iktikad baik dan dengan
- 16 -

cara yang tidak berlawanan dengan pihak lain atau


kuasa hukumnya.

Bagian Ketiga
Hak Para Pihak Memilih Mediator

Pasal 19
(1) Para Pihak berhak memilih seorang atau lebih Mediator
yang tercatat dalam Daftar Mediator di Pengadilan.
(2) Jika dalam proses Mediasi terdapat lebih dari satu orang
Mediator, pembagian tugas Mediator ditentukan dan
disepakati oleh para Mediator.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang Daftar Mediator
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Keputusan Ketua Mahkamah Agung.

Bagian Keempat
Batas Waktu Pemilihan Mediator

Pasal 20
(1) Setelah memberikan penjelasan mengenai kewajiban
melakukan Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (7), Hakim Pemeriksa Perkara mewajibkan Para
Pihak pada hari itu juga, atau paling lama 2 (dua) hari
berikutnya untuk berunding guna memilih Mediator
termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan
penggunaan Mediator nonhakim dan bukan Pegawai
Pengadilan.
(2) Para Pihak segera menyampaikan Mediator pilihan
mereka kepada Hakim Pemeriksa Perkara.
(3) Apabila Para Pihak tidak dapat bersepakat memilih
Mediator dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara
segera menunjuk Mediator Hakim atau Pegawai
Pengadilan.
(4) Jika pada Pengadilan yang sama tidak terdapat Hakim
bukan pemeriksa perkara dan Pegawai Pengadilan yang
- 17 -

bersertifikat, ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara


menunjuk salah satu Hakim Pemeriksa Perkara untuk
menjalankan fungsi Mediator dengan mengutamakan
Hakim yang bersertifikat.
(5) Jika Para Pihak telah memilih Mediator sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau ketua majelis Hakim
Pemeriksa Perkara menunjuk Mediator sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), ketua majelis
Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan yang
memuat perintah untuk melakukan Mediasi dan
menunjuk Mediator.
(6) Hakim Pemeriksa Perkara memberitahukan penetapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Mediator
melalui panitera pengganti.
(7) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menunda proses
persidangan untuk memberikan kesempatan kepada
Para Pihak menempuh Mediasi.

Bagian Kelima
Pemanggilan Para Pihak

Pasal 21
(1) Mediator menentukan hari dan tanggal pertemuan
Mediasi, setelah menerima penetapan penunjukan
sebagai Mediator.
(2) Dalam hal Mediasi dilakukan di gedung Pengadilan,
Mediator atas kuasa Hakim Pemeriksa Perkara melalui
Panitera melakukan pemanggilan Para Pihak dengan
bantuan juru sita atau juru sita pengganti untuk
menghadiri pertemuan Mediasi.
(3) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah demi
hukum tanpa perlu dibuat surat kuasa, sehingga tanpa
ada instrumen tersendiri dari Hakim Pemeriksa Perkara,
juru sita atau juru sita pengganti wajib melaksanakan
perintah Mediator Hakim maupun nonhakim untuk
melakukan panggilan.
- 18 -

Bagian Keenam
Akibat Hukum Pihak Tidak Beriktikad Baik

Pasal 22
(1) Apabila penggugat dinyatakan tidak beriktikad baik
dalam proses Mediasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), gugatan dinyatakan tidak dapat
diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara.
(2) Penggugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai pula
kewajiban pembayaran Biaya Mediasi.
(3) Mediator menyampaikan laporan penggugat tidak
beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai
rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan
besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak
dapat dilaksanakannya Mediasi.
(4) Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan
putusan yang merupakan putusan akhir yang
menyatakan gugatan tidak dapat diterima disertai
penghukuman pembayaran Biaya Mediasi dan biaya
perkara.
(5) Biaya Mediasi sebagai penghukuman kepada penggugat
dapat diambil dari panjar biaya perkara atau
pembayaran tersendiri oleh penggugat dan diserahkan
kepada tergugat melalui kepaniteraan Pengadilan.

Pasal 23
(1) Tergugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), dikenai
kewajiban pembayaran Biaya Mediasi.
(2) Mediator menyampaikan laporan tergugat tidak
beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai
rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan
besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak
dapat dilaksanakannya Mediasi.
- 19 -

(3) Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud


pada ayat (2), sebelum melanjutkan pemeriksaan, Hakim
Pemeriksa Perkara dalam persidangan yang ditetapkan
berikutnya wajib mengeluarkan penetapan yang
menyatakan tergugat tidak beriktikad baik dan
menghukum tergugat untuk membayar Biaya Mediasi.
(4) Biaya Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan bagian dari biaya perkara yang wajib
disebutkan dalam amar putusan akhir.
(5) Dalam hal tergugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimenangkan dalam putusan, amar putusan
menyatakan Biaya Mediasi dibebankan kepada tergugat,
sedangkan biaya perkara tetap dibebankan kepada
penggugat sebagai pihak yang kalah.
(6) Dalam perkara perceraian di lingkungan peradilan
agama, tergugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihukum membayar Biaya Mediasi, sedangkan biaya
perkara dibebankan kepada penggugat.
(7) Pembayaran Biaya Mediasi oleh tergugat yang akan
diserahkan kepada penggugat melalui kepaniteraan
Pengadilan mengikuti pelaksanaan putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap.
(8) Dalam hal Para Pihak secara bersama-sama dinyatakan
tidak beriktikad baik oleh Mediator, gugatan dinyatakan
tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara
tanpa penghukuman Biaya Mediasi.

BAB V
TAHAPAN PROSES MEDIASI

Bagian Kesatu
Penyerahan Resume Perkara dan Jangka Waktu Proses
Mediasi

Pasal 24
(1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak
penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
- 20 -

(5), Para Pihak dapat menyerahkan Resume Perkara


kepada pihak lain dan Mediator.
(2) Proses Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan
Mediasi.
(3) Atas dasar kesepakatan Para Pihak, jangka waktu
Mediasi dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak berakhir jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Mediator atas permintaan Para Pihak mengajukan
permohonan perpanjangan jangka waktu Mediasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Hakim
Pemeriksa Perkara disertai dengan alasannya.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup Materi Pertemuan Mediasi

Pasal 25
(1) Materi perundingan dalam Mediasi tidak terbatas pada
posita dan petitum gugatan.
(2) Dalam hal Mediasi mencapai kesepakatan atas
permasalahan di luar sebagaimana diuraikan pada ayat
(1), penggugat mengubah gugatan dengan memasukkan
kesepakatan tersebut di dalam gugatan.

Bagian Ketiga
Keterlibatan Ahli dan Tokoh Masyarakat

Pasal 26
(1) Atas persetujuan Para Pihak dan/atau kuasa hukum,
Mediator dapat menghadirkan seorang atau lebih ahli,
tokoh masyarakat, tokoh agama, atau tokoh adat.
(2) Para Pihak harus terlebih dahulu mencapai kesepakatan
tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari
penjelasan dan/atau penilaian ahli dan/atau tokoh
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- 21 -

Bagian Keempat
Mediasi Mencapai Kesepakatan

Pasal 27
(1) Jika Mediasi berhasil mencapai kesepakatan, Para Pihak
dengan bantuan Mediator wajib merumuskan
kesepakatan secara tertulis dalam Kesepakatan
Perdamaian yang ditandatangani oleh Para Pihak dan
Mediator.
(2) Dalam membantu merumuskan Kesepakatan
Perdamaian, Mediator wajib memastikan Kesepakatan
Perdamaian tidak memuat ketentuan yang:
a. bertentangan dengan hukum, ketertiban umum,
dan/atau kesusilaan;
b. merugikan pihak ketiga; atau
c. tidak dapat dilaksanakan.
(3) Dalam proses Mediasi yang diwakili oleh kuasa hukum,
penandatanganan Kesepakatan Perdamaian hanya dapat
dilakukan apabila terdapat pernyataan Para Pihak secara
tertulis yang memuat persetujuan atas kesepakatan yang
dicapai.
(4) Para Pihak melalui Mediator dapat mengajukan
Kesepakatan Perdamaian kepada Hakim Pemeriksa
Perkara agar dikuatkan dalam Akta Perdamaian.
(5) Jika Para Pihak tidak menghendaki Kesepakatan
Perdamaian dikuatkan dalam Akta Perdamaian,
Kesepakatan Perdamaian wajib memuat pencabutan
gugatan.
(6) Mediator wajib melaporkan secara tertulis keberhasilan
Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara dengan
melampirkan Kesepakatan Perdamaian.

Pasal 28
(1) Setelah menerima Kesepakatan Perdamaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (6), Hakim
Pemeriksa Perkara segera mempelajari dan menelitinya
dalam waktu paling lama 2 (dua) hari.
- 22 -

(2) Dalam hal Kesepakatan Perdamaian diminta dikuatkan


dalam Akta Perdamaian belum memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Hakim
Pemeriksa Perkara wajib mengembalikan Kesepakatan
Perdamaian kepada Mediator dan Para Pihak disertai
petunjuk tentang hal yang harus diperbaiki.
(3) Setelah mengadakan pertemuan dengan Para Pihak,
Mediator wajib mengajukan kembali Kesepakatan
Perdamaian yang telah diperbaiki kepada Hakim
Pemeriksa Perkara paling lama 7 (tujuh) hari terhitung
sejak tanggal penerimaan petunjuk perbaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima Kesepakatan
Perdamaian yang telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Hakim
Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan hari sidang
untuk membacakan Akta Perdamaian.
(5) Kesepakatan Perdamaian yang dikuatkan dengan Akta
Perdamaian tunduk pada ketentuan keterbukaan
informasi di Pengadilan.

Bagian Kelima
Kesepakatan Perdamaian Sebagian

Pasal 29
(1) Dalam hal proses Mediasi mencapai kesepakatan antara
penggugat dan sebagian pihak tergugat, penggugat
mengubah gugatan dengan tidak lagi mengajukan pihak
tergugat yang tidak mencapai kesepakatan sebagai pihak
lawan.
(2) Kesepakatan Perdamaian Sebagian antara pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dan
ditandatangani oleh penggugat dengan sebagian pihak
tergugat yang mencapai kesepakatan dan Mediator.
(3) Kesepakatan Perdamaian Sebagian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dikuatkan dengan Akta
Perdamaian sepanjang tidak menyangkut aset, harta
- 23 -

kekayaan dan/atau kepentingan pihak yang tidak


mencapai kesepakatan dan memenuhi ketentuan Pasal
27 ayat (2).
(4) Penggugat dapat mengajukan kembali gugatan terhadap
pihak yang tidak mencapai Kesepakatan Perdamaian
Sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Dalam hal penggugat lebih dari satu pihak dan sebagian
penggugat mencapai kesepakatan dengan sebagian atau
seluruh pihak tergugat, tetapi sebagian penggugat yang
tidak mencapai kesepakatan tidak bersedia mengubah
gugatan, Mediasi dinyatakan tidak berhasil.
(6) Kesepakatan Perdamaian Sebagian antara pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
dilakukan pada perdamaian sukarela tahap pemeriksaan
perkara dan tingkat upaya hukum banding, kasasi, atau
peninjauan kembali.

Pasal 30
(1) Dalam hal Para Pihak mencapai kesepakatan atas
sebagian dari seluruh objek perkara atau tuntutan
hukum, Mediator menyampaikan Kesepakatan
Perdamaian Sebagian tersebut dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 27 ayat (2) kepada Hakim Pemeriksa
Perkara sebagai lampiran laporan Mediator.
(2) Hakim Pemeriksa Perkara melanjutkan pemeriksaan
terhadap objek perkara atau tuntutan hukum yang
belum berhasil disepakati oleh Para Pihak.
(3) Dalam hal Mediasi mencapai kesepakatan sebagian atas
objek perkara atau tuntutan hukum, Hakim Pemeriksa
Perkara wajib memuat Kesepakatan Perdamaian
Sebagian tersebut dalam pertimbangan dan amar
putusan.
(4) Kesepakatan Perdamaian Sebagian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) berlaku
pada perdamaian sukarela tahap pemeriksaan perkara
dan tingkat upaya hukum banding, kasasi, atau
peninjauan kembali.
- 24 -

Pasal 31
(1) Untuk Mediasi perkara perceraian dalam lingkungan
peradilan agama yang tuntutan perceraian
dikumulasikan dengan tuntutan lainnya, jika Para Pihak
tidak mencapai kesepakatan untuk hidup rukun
kembali, Mediasi dilanjutkan dengan tuntutan lainnya.
(2) Dalam hal Para Pihak mencapai kesepakatan atas
tuntutan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kesepakatan dituangkan dalam Kesepakatan Perdamaian
Sebagian dengan memuat klausula keterkaitannya
dengan perkara perceraian.
(3) Kesepakatan Perdamaian Sebagian atas tuntutan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dilaksanakan jika putusan Hakim Pemeriksa Perkara
yang mengabulkan gugatan perceraian telah
berkekuatan hukum tetap.
(4) Kesepakatan Perdamaian Sebagian atas tuntutan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku jika
Hakim Pemeriksa Perkara menolak gugatan atau Para
Pihak bersedia rukun kembali selama proses
pemeriksaan perkara.

Bagian Keenam
Mediasi Tidak Berhasil atau Tidak dapat Dilaksanakan

Pasal 32
(1) Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak berhasil
mencapai kesepakatan dan memberitahukannya secara
tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:
a. Para Pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai
batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari berikut
perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (2) dan ayat (3); atau
b. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d
dan huruf e.
- 25 -

(2) Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak dapat


dilaksanakan dan memberitahukannya secara tertulis
kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:
a. melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan
yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang:
1. tidak diikutsertakan dalam surat gugatan sehingga
pihak lain yang berkepentingan tidak menjadi
salah satu pihak dalam proses Mediasi;
2. diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan
dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek
hukum, tetapi tidak hadir di persidangan sehingga
tidak menjadi pihak dalam proses Mediasi; atau
3. diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan
dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek
hukum dan hadir di persidangan, tetapi tidak
pernah hadir dalam proses Mediasi.
b. melibatkan wewenang kementerian/lembaga/instansi
di tingkat pusat/daerah dan/atau Badan Usaha Milik
Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak berperkara,
kecuali pihak berperkara yang terkait dengan pihak-
pihak tersebut telah memperoleh persetujuan tertulis
dari kementerian/lembaga/instansi dan/atau Badan
Usaha Milik Negara/Daerah untuk mengambil
keputusan dalam proses Mediasi.
c. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf
a, huruf b, dan huruf c.
(3) Setelah menerima pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Hakim Pemeriksa
Perkara segera menerbitkan penetapan untuk
melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan
ketentuan hukum acara yang berlaku.
- 26 -

BAB VI
PERDAMAIAN SUKARELA

Bagian Kesatu
Perdamaian Sukarela pada Tahap Pemeriksaan Perkara

Pasal 33
(1) Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, Hakim
Pemeriksa Perkara tetap berupaya mendorong atau
mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan
putusan.
(2) Para Pihak atas dasar kesepakatan dapat mengajukan
permohonan kepada Hakim Pemeriksa Perkara untuk
melakukan perdamaian pada tahap pemeriksaan
perkara.
(3) Setelah menerima permohonan Para Pihak untuk
melakukan perdamaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara dengan
penetapan segera menunjuk salah seorang Hakim
Pemeriksa Perkara untuk menjalankan fungsi Mediator
dengan mengutamakan Hakim yang bersertifikat.
(4) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menunda persidangan
paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak
penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Bagian Kedua
Perdamaian Sukarela pada Tingkat Upaya Hukum
Banding, Kasasi, atau Peninjauan Kembali

Pasal 34
(1) Sepanjang perkara belum diputus pada tingkat upaya
hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali, Para
Pihak atas dasar kesepakatan dapat menempuh upaya
perdamaian:
(2) Jika dikehendaki, Para Pihak melalui ketua Pengadilan
mengajukan Kesepakatan Perdamaian secara tertulis
kepada Hakim Pemeriksa Perkara tingkat banding,
- 27 -

kasasi, atau peninjauan kembali untuk diputus dengan


Akta Perdamaian sepanjang memenuhi ketentuan Pasal
27 ayat (2).
(3) Kesepakatan Perdamaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib memuat ketentuan yang
mengesampingkan putusan yang telah ada.
(4) Akta Perdamaian ditandatangani oleh Hakim Pemeriksa
Perkara tingkat banding, kasasi, atau peninjauan
kembali dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak diterimanya Kesepakatan Perdamaian.
(5) Apabila berkas perkara banding, kasasi, atau peninjauan
kembali belum dikirimkan, berkas perkara dan
Kesepakatan Perdamaian dikirimkan bersama-sama ke
Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.

BAB VII
KETERPISAHAN MEDIASI DARI LITIGASI

Pasal 35
(1) Terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi
dan penunjukan Mediator sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (5), jangka waktu proses Mediasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat
(3), serta Pasal 33 ayat (4) tidak termasuk jangka waktu
penyelesaian perkara sebagaimana ditentukan dalam
kebijakan Mahkamah Agung mengenai penyelesaian
perkara di Pengadilan tingkat pertama dan tingkat
banding pada 4 (empat) lingkungan peradilan.
(2) Terhadap Putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat
diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4)
dan Pasal 23 ayat (8) serta penetapan penghukuman
Biaya Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (3) tidak dapat dilakukan upaya hukum.
(3) Jika Para Pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan,
pernyataan dan pengakuan Para Pihak dalam proses
Mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam
proses persidangan perkara.
- 28 -

(4) Catatan Mediator wajib dimusnahkan dengan


berakhirnya proses Mediasi.
(5) Mediator tidak dapat menjadi saksi dalam proses
persidangan perkara yang bersangkutan.
(6) Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban
pidana maupun perdata atas isi Kesepakatan
Perdamaian hasil Mediasi.

BAB VIII
PERDAMAIAN DI LUAR PENGADILAN

Pasal 36
(1) Para Pihak dengan atau tanpa bantuan Mediator
bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di
luar Pengadilan dengan Kesepakatan Perdamaian dapat
mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada
Pengadilan yang berwenang untuk memperoleh Akta
Perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.
(2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilampiri dengan Kesepakatan Perdamaian dan
dokumen sebagai alat bukti yang menunjukkan
hubungan hukum Para Pihak dengan objek sengketa.
(3) Hakim Pemeriksa Perkara di hadapan Para Pihak hanya
akan menguatkan Kesepakatan Perdamaian menjadi
Akta Perdamaian, jika Kesepakatan Perdamaian sesuai
dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2).
(4) Akta Perdamaian atas gugatan untuk menguatkan
Kesepakatan Perdamaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus diucapkan oleh Hakim Pemeriksa Perkara
dalam sidang yang terbuka untuk umum paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
(5) Salinan Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) wajib disampaikan kepada Para Pihak pada hari
yang sama dengan pengucapan Akta Perdamaian.
- 29 -

Pasal 37
(1) Dalam hal Kesepakatan Perdamaian diajukan untuk
dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (2), Hakim Pemeriksa Perkara wajib
memberikan petunjuk kepada Para Pihak tentang hal
yang harus diperbaiki.
(2) Dengan tetap memperhatikan tenggang waktu
penyelesaian pengajuan Akta Perdamaian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4), Para Pihak wajib
segera memperbaiki dan menyampaikan kembali
Kesepakatan Perdamaian yang telah diperbaiki kepada
Hakim Pemeriksa Perkara.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38
Pada saat Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku,
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 39
Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
- 30 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Mahkamah Agung ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 03 Februari 2016

KETUA MAHKAMAH AGUNG


REPUBLIK INDONESIA

ttd

MUHAMMAD HATTA ALI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 04 Februari 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 175


SUPREME COURT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA REGULATION

NUMBER 1 YEAR 2016

CONCERNING

MEDIATION PROCEDURE IN COURT

WITH THE GRACE OF GOD ALMIGHTY

THE CHIEF JUSTICE OF THE REPUBLIC


INDONESIA,

Considering : a. that Mediation is a peaceful dispute resolution method that


is appropriate, effective, and can open a wider access for
the Parties to obtain a resolution that is satisfying and
fair;
b. that in light of the bureaucratic reform of the Supreme
Court of the Republic of Indonesia that is oriented to the
vision of achieving a supreme Indonesian justice
institution, one of its supporting elements is Mediation,
as an instrument to improve people’s access to justice
and to implement the delivery of justice in a simple, fast,
and cheap way;
c. that the prevailing civil procedural code provisions,
Article 154 of Procedural Law Regulation for Outside of
Java and Madura (Reglement Tot Regeling Van Het
Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En Madura,
Staatsblad 1927:227) and Article 130 of the amended
Regulation
-2-

(Het Herziene Inlandsch Reglement, Staatsblad 1941:44)


encourage the Parties to undergo a reconciliation process
through Mediation, by integrating it into the litigation
procedure in Court;
d. that Mediation Procedure in Court becomes a part of civil
procedural code that strengthens and optimizes the
function of justice institution in resolving disputes;
e. that the Supreme Court of the Republic of Indonesia
Regulation Number 1 Year 2008 concerning Mediation
Procedure in Court have not been optimized to fulfill the
needs of a Mediation that is efficient and able to increase
the success of Mediation in Court;
f. that based on considerations intended in point a, point b,
point c, point d, and point e, it is necessary to refine the
Supreme Court Regulation concerning Mediation
Procedure in Court.

In view of: 1. Procedural Law Regulation for Outside of Java and Madura
(Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten
Buiten Java En Madura, Staatsblad 1927:227);
2. The amended Indonesian Regulation (Het Herziene Inlandsch
Reglement, Staatsblad 1941:44);
3. Law Number 3 Year 2009 on the Second Amendment to Law
Number 14 Year 1985 concerning Supreme Court (State
Gazette of the Republic of Indonesia Year 2009 Number 3,
Supplement to State Gazette Number 4958);
4. Law Number 48 Year 2009 concerning Judiciary Powers (State
Gazette of the Republic of Indonesia Year 2009 Number 157,
Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia
Number 5076);
-3-

DECIDES:
To stipulate : SUPREME COURT REGULATION CONCERNING MEDIATION
PROCEDURE IN COURT.

CHAPTER I

GENERAL PROVISIONS

Article 1
In this Supreme Court Regulation, the following definitions
shall apply:
1. Mediation is a dispute resolution method through
negotiation process to obtain an agreement from the
Parties, assisted by a Mediator.
2. Mediator is a Judge or other parties with a Mediator
Certificate as the neutral party assisting the Parties in the
negotiation process in order to seek various possibilities to
resolve dispute without using a decisive or enforcing a
resolution.
3. Mediator Certificate is a document issued by the Supreme
Court or an institution that has obtain accreditation from
the Supreme Court, stating that one has participated in
and graduated from Mediation certification training.
4. Mediator List is a note containing names of Mediator
appointed based on the Chief Judge Decree, which is
placed in a place that is easily accessible for the public.
5. The Parties are two or more disputing legal subjects and
who have brought their dispute to Court to obtain
resolution.
6. Mediation Cost if the cost arising in the Mediation process
as a part of the case cost, including the cost to summon
the Parties, the travel cost of a party based on actual
expense, meeting cost, expert cost, and/or other costs
needed in the Mediation process.
-4-

7. Case Resume is a document made by the Parties,


containing the disputed case and proposed reconciliation.
8. Reconciliation Agreement is the agreement that resulted
from Mediation in the form of a document containing
provisions of dispute resolution, signed by the Parties and
Mediator.
9. Partial Reconciliation Agreement is the agreement between
the plaintiff and some or all defendants and the
agreement of the Parties to some of the whole case object
and/or legal dispute in the Mediation process.
10. Deed of Reconciliation is a deed containing the
reconciliation script and Judge’s decision strengthening
the Reconciliation Agreement.
11. Judge is a judge on the first instance Court within the
general court and religious court.
12. Judge Examining the Case is the panel of judges
appointed by the Chief Judge to examine and preside over
the case.
13. Court Staff are registrars, secretaries, acting registrars,
bailiffs, acting bailiffs, judge candidates and other staff.
14. Court is the first instance Court within the general court
and religious court.
15. High Court is the appellate level court within the general
court and religious court.
16. Days are working days.

CHAPTER II
GUIDELINE FOR MEDIATION IN COURT

Part One
Scope
-5-

Article 2
(1) Provisions on Mediation Procedure in this Supreme Court
Regulation shall apply in the litigation process in Court,
both within the general court and religious court.
(2) The Court outside of the general court and religious court
as intended in paragraph (1) may apply Mediation
according to this Supreme Court Regulation as long as it
is made possible by prevailing rules and regulations.

Article 3
(1) Each Judge, Mediator, the Parties, and/or attorney shall
follow the dispute resolution procedure through
Mediation.
(2) The Judge Examining the Case in their decision’s
consideration shall mention that the case has undergone
a reconciliation effort through Mediation by stating the
name of the Mediator.
(3) The Judge Examining the Case who does not order the
Parties to undergo Mediation, therefore making the
Parties not undergoing Mediation, has violated provisions
of prevailing rules and regulations providing Mediation in
Court.
(4) In the case of violation on provision as intended in
paragraph (3), if a legal avenue is proposed, the Appellate
Court or Supreme Court with interlocutory injunction
orders the First Instance Court to conduct Mediation.
(5) The Chief Judge appoints a Judge Mediator who is not
the Judge Examining the Case.
(6) The Mediation process as intended in paragraph (4) is
conducted at most 30 (thirty) days since the interlocutory
injunction notification from the High Court or Supreme
Court is received.
-6-

(7) The Chief Judge submits the mediation report and the
case files as intended in paragraph (6) to the High Court
of Supreme Court.
(8) Base on the report as intended in paragraph (7), the
Judge Examining the Case in the High Court or Supreme
Court delivers the verdict.

Part Two
Types of Cases that shall go through Mediation

Article 4
(1) All civil disputes submitted to Court, including opposition
case (verzet) against verstek decision and opposition of
the litigant (partij verzet) and third party (derden verzet)
against the implementation of a legally binding decision,
shall be attempted to be resolved through Mediation,
unless decided otherwise based on this Supreme Court
Regulation.
(2) Disputes exempted from the obligation to resolve through
Mediation as intended in paragraph (1) include:
a. disputes in which the examination in court has a
pre-determined resolution deadline, including:
1. disputes resolved through the procedure of
Commercial Court;
2. disputes resolved through the procedure of
Industrial Relations Court;
3. objection against the decision of Business
Competition Supervisory Commission;
4. objection against the decision of Consumer
Dispute Resolution Agency;
5. request to cancel an arbitration decision;
6. objection against the decision of Informational
Commission;
7. dispute resolution in a political party;
-7-

8. disputes resolved through simple claims


procedure; and
9. other disputes in which the examination in
court has a pre-determined resolution deadline
in the provision of laws and regulations;
b. disputes in which the examination is conducted
without the presence of plaintiff and defendant,
who have been appropriately summoned;
c. reconvention and intervention;
d. disputes on the prevention, refusal, annulment,
and legalization of marriage;
e. disputes submitted to Court after an attempt of
outside of Court resolution through Mediation
with the assistance from a certified Mediator
registered in the local Court but was stated to
be unsuccessful based on the statement signed
by the Parties and the certified Mediator.
(3) The unsuccessful Mediation statement as intended in
paragraph (2) point e and the copy of the valid Mediator
Certificate are attached in the lawsuit.
(4) Based on the agreement between Parties, disputes
exempted from the obligation for Mediation as intended
in paragraph (2) point a, point c, and point e may still be
resolved through voluntary Mediation at the case
examination and legal avenue stages.

Part Three

Characteristics of
Mediation Process

Article 5
(1) Mediation Process is essentially closed in nature, unless
otherwise decided by the Parties.
(2) The submission of Mediator report concerning a party
without good intention and the failure of Mediation
process to the Judge Examining the Case is not a
violation against the closed nature of Mediation.
-8-

(3) Mediation meeting can be conducted through remote


audio visual communication media that enables all
parties to see and hear each other directly and
participate in the meeting.

Part Four

Obligation to Attend Mediation

Article 6
(1) The Parties shall directly attend the Mediation meeting
with or without being accompanied by their attorneys.
(2) The attendance of Parties through remote audio visual
communication as intended in Article 5 paragraph (3) is
considered as directly attending.
(3) The absence of Parties in attending the Mediation process
directly may only be done based on a valid reason.
(4) Valid reason as intended in paragraph (3) includes:
a. health condition that makes it impossible to attend
the Mediation meeting based on a doctor’s letter;
b. under guardianship;
c. has domicile, residence, or position that is out of the
country; or
d. is conducting a duty of the state, has a profession
demand, or has work that cannot be abandoned.

Part Five
Good Intention in Undergoing Mediation

Article 7
(1) The Parties and/or their attorneys shall undergo
Mediation with good intention.
-9-

(2) One of the parties or the Parties and/or their attorneys


may be declared not having good intention by the
Mediator in case of the following:
a. absent after being appropriately summoned 2 (two)
times in a row in a Mediation meeting without a valid
reason;
b. having attended the first Mediation meeting, but
never attended subsequent meetings despite having
been appropriately summoned 2 (two) times in a row
without a valid reason;
c. repeated absence that disturbs the schedule of
Mediation meeting without a valid reason;
d. having attended the Mediation meeting, but have not
submitted and/or responded to the Case Resume of
the other party; and/or
e. not signing the agreed concept of Reconciliation
Agreement without a valid reason.

Part Six
Mediation Cost

Paragraph 1

Mediator Service Fee

Article 8
(1) The service of Judge and Court Staff Mediator is free of
charge.
(2) The service fee of Non-Judge and Non-Court Staff
Mediator shall be jointly covered or based on the
agreement of The Parties.

Paragraph 2
Cost to Summon the Parties

Article 9
(1) The cost to summon the Parties to attend Mediation
process is firstly burdened to the plaintiff through the
advance case fees.
- 10 -

(2) The summoning cost as intended in paragraph (1) is


added to the calculation of the cost to summon the
Parties to attend the hearing.
(3) In the case that the Parties have successfully reached
Reconciliation Agreement, the summoning cost as
intended in paragraph (1) shall be jointly covered, or
according to the agreement of the Parties.
(4) In the case that Mediation cannot be conducted or is
insuccessful in reaching an agreement, the cost to
summon the Parties shall be burdened to the losing party,
except for divorce cases within religious courts.

Article 10
Other fees outside of the Mediator service fee as intended in
Article 8 and the cost to summon the Parties as intended in
Article 9 shall be burdened to the Parties based on agreement.

Part Seven
Location of Mediation

Article 11
(1) Mediation is conducted in the Court Mediation room or in
another venue outside of the Court agreed by the Parties.
(2) Judge and Court Staff Mediator shall not conduct
Mediation outside of the Court.
(3) Non-Judge and Non-Court Staff Mediator selected or
appointed along with Judge or Court Staff Mediator in
one case shall conduct Mediation in Court.
(4) The use of Court Mediation room for Mediation is free of
charge.
- 11 -

Part Eight
Mediation Governance in Court

Article 12
(1) To support the implementation of Mediation in Court, the
Supreme Court has established a governance, including:
a. policy planning, conducting assessment and research
on Mediation in Court;
b. mentoring, monitoring, and supervision of the
implementation of Mediation in Court;
c. granting accreditation and evaluating accredited
Mediation certification institutions;
d. disseminating Mediation information; and
e. developing cooperation with organizations,
institutions, or other parties at the national, regional,
and international level in the field of Mediation.
(2) Further provisions on the governance as intended in
paragraph (1) shall be stipulated by the Decision of the
Chief Justice.

CHAPTER III
MEDIATOR

Part One
Mediator Certification and Institution Accrediation

Article 13
(1) Each Mediator shall have a Mediator Certificate obtained
after participating and is declared to have passed the
Mediator certification training held by the Supreme Court
of an institution that has received accreditation from the
Supreme Court.
(2) Based on the Decree of the Chief Judge, uncertified
Judges may not execute the function of Mediator in the
case that there is no or there is a limited number of
certified Mediator.
- 12 -

(3) Further provisions on the requirements and procedure of


Mediator certification and the granting of accreditation
for Mediator certification institution shall be stipulated
by the Decision of the Chief Justice.

Part Two

Stages of Mediator
Duties

Article 14
In carrying out his/her function, the Mediator has the
following duties:
a. introduce him/herself and give opportunity to the Parties
to introduce themselves;
b. explain the goal, purpose, and nature of Mediation to the
Parties;
c. explain the position and role of Mediator, who is neutral
and does not make decisions;
d. make the rules of the implementation of Mediation with the
Parties;
e. explain that Mediator may hold a meeting with one party
without the presence of the other party (caucus);
f. prepare Mediation schedule with the Parties;
g. complete the mediation schedule form;
h. provide opportunity for the Parties to convey their problems
and reconciliation proposal;
i. list issues and make an agenda to discuss issues based on
scale of priorities;
j. facilitate and encourage the Parties to:
1. track and explore the interests of the Parties;
2. seek various best resolution options for the Parties; and
3. cooperate to achieve resolution;
k. assist the Parties in making and formulating the
Reconciliation Agreement;
- 13 -

l. submit report on the success, failure, and/or the inability


to conduct Mediation to the Judge Examining the Case;
m. declare one party or the Parties have no good intention and
convey this to the Judge Examining the Case;
n. conduct other duties in carrying out his/her function

Part Three
Mediator Behavioral
Guideline

Article 15
(1) The Supreme Court establishes the Mediator Behavioral
Guideline.
(2) Each Mediator, in carrying out his/her duties, shall
comply with the Mediator Behavioral Guideline as
intended in paragraph (1).

Article 16
The Chief Judge shall submit the performance report of a
Judge or Court Staff who successfully resolves a case through
Mediation to the High Court Chief Judge and the Chief
Justice.

CHAPTER IV
PREMEDIATION
STAGE

Part One
The Obligation of The Judge Examining the Case

Article 17
(1) On the hearing date that has been established and
attended by the Parties, the Judge Examining the Case
obliges the Parties to undergo Mediation.
(2) The attendance of the Parties as intended in paragraph (1)
is based on a legal and appropriate summons.
- 14 -

(3) Parties who are not present in the first hearing may be
summoned one more time according to the practices of
procedural law.
(4) In the case that the parties are more than one, Mediation
shall still be conducted after the summons has been
validly and appropriately conducted, even though not all
of the parties are present.
(5) The absence of defendant whose interest is not significant
does not hinder the implementation of Mediation.
(6) The Judge Examining the Case shall explain the
Mediation Procedure to the Parties.
(7) The explanation as intended in paragraph (6) includes:
a. definition and benefit of Mediation;
b. obligation of the Parties to directly attend subsequent
Mediation meeting due to not having good intention in
the Mediation process;
c. cost that may arise as a result of using Non-Judge
and Non-Court Staff Mediator;
d. option to follow up Reconciliation Agreement through
Deed of Reconciliation or revocation of claim; and
e. obligation of the Parties to sign the Mediation
explanation form.
(8) The Judge Examining the Case submits the Mediation
explanation form to the Parties, which includes the
statement that the Parties:
a. has obtained a complete explanation on the Mediation
procedure from the Judge Examining the Case;
b. fully understand the Mediation procedure; and
c. are willing to undergo Mediation with good intention.
(9) Mediation explanation form as intended in paragraph (8)
shall be signed by the Parties and/or their attorneys upon
receiving explanation from the Judge Examining the Case,
and becomes one and an inseparable part of the case file.
- 15 -

(10) Information on the explanation by the Judge Examining


the Case and the signing of Mediation explanation form as
intended in paragraph (9) shall be included in the hearing
minutation.

Part Two

Obligation of Attorney

Article 18
(1) Attorney shall assist the Parties in implementing their
right and obligation in the Mediation process.
(2) Obligation of attorney as intended in paragraph (1)
includes:
a. convey the explanation of the Judge Examining the
Case as intended in Article 17 paragraph (7) to the
Parties;
b. encourage the Parties to actively play a role in the
Mediation process;
c. assist the Parties in identifying their needs, interest,
and dispute resolution proposal during the Mediation
process;
d. assist the Parties in formulating plan and proposal of
Reconciliation Agreement in the case that the Parties
are seeking an agreement;
e. explain to the Parties related to the obligation of
attorney.
(3) In the case that the Parties are unable to be present
based on a valid reason as intended in Article 6
paragraph (4), the attorney may represent the Parties to
conduct Mediation by showing a special power of attorney
that includes the authority of the attorney to make
decisions.
(4) Attorneys representing the Parties as intended in
paragraph (3) shall participate in the Mediation process
with good intention and in a way that does not contradict
the other parties or their attorneys.
- 16 -

Part Three
Right of the Parties to Choose Mediator

Article 19
(1) The Parties reserve the right to choose one or more
Mediator recorded in the List of Mediators in Court.
(2) If in the Mediation process there are more than one
Mediator, the job division of the Mediator shall be decided
and agreed on by the Mediators.
(3) Further provisions on the List of Mediators as intended in
paragraph (1) shall be provided in the Decision of the
Chief Justice.

Part Four
Deadline for Choosing Mediator

Article 20
(1) After providing explanation on the obligation to conduct
Mediation as intended in Article 17 paragraph (7), the
Judge Examining the Case obliges the Parties, on the
same day, or at the most 2 (two) days after, to negotiate
in choosing Mediator, including the cost that may arise
resulting from the use of Non-Judge and Non-Court Staff
Mediator.
(2) The Parties immediately convey their chosen Meditor to
the Judge Examining the Case.
(3) If the Parties cannot come to an agreement in choosing
Mediator within the time as intended in paragraph (1),
the Head of the Panel of Judges Examining the Case
immediately appoints a Judge or Court Staff Mediator.
(4) If in the ame Court, there are no certified Judge who is
not examining the case and Court Staff,
- 17 -

the Head of the Panel of Judges Examining the Case


appoints one Judge Examining the Case to carry out the
function of Mediator, prioritizing certified Judge.
(5) If the Parties have chosen Mediator as intended in
paragraph (1) or the Head of the Panel of Judges
appoints Mediator as intended in paragraph (3) or
paragraph (4), the Head of the Panel of Judges
Examining the Case issues a court order containing the
order to conduct Mediation and appoint Mediator.
(6) The Judge Examining the Case notifies the order as
intended in paragraph (5) to the Mediator through the
Acting Registrar.
(7) The Judge Examining the Case shall postpone the
hearing process to provide an opportunity for the Parties
to undergo Mediation.

Part Five

Summoning the Parties

Article 21
(1) Mediator decides the day and date of the Mediation
meeting, after receiving the appointment order as a
Mediator.
(2) In the case that the Mediation is conducted in the Court
building, Mediator, given the power by the Judge
Examining the Case through Registrar, summons the
Parties with the assistance of the bailiff or acting bailiff to
attend the Mediation meeting.
(3) The power as intended in paragraph (2) is for the sake of
law without having to make a power of attorney, therefore
without a separate instrument from the Judge Examining
the Case, bailiff or acting bailiff shall execute the order of
Judge or Non-Judge Mediator to conduct summoning.
- 18 -

Part Six
Legal Consequence of Parties without Good Intention

Article 22
(1) If the plaintiff is declared not to have good intention in
the Mediation process as intended in Article 7 paragraph
(2), the claim is declared unacceptable by the Judge
Examining the Case.
(2) Plaintiff that is declared not to have good intention as
intended in paragraph (1) shall also be burdened with
obligation to pay the Mediation Cost.
(3) Mediator submits the report on plaintiff having no good
intention to the Judge Examining the Case, along with
the recommendation of burdening the Mediation Cost and
calculation of the amount in the failure report or report of
the inability for Mediation to be conducted.
(4) Based on Mediator report as intended in paragraph (3),
the Judge Examining the Case issues a decision that
serves as the final decision that states that the claim is
unacceptable, along with the punishment of paying the
Mediation Cost and case fees.
(5) Mediation Cost as a punishment to the plaintiff may be
taken from the case fee advance or a separate payment by
the plaintiff and given to the defendant through the
Registrar’s Office of the Court.

Article 23
(1) Defendant declared not to have good intention as
intended in Article 7 paragraph (2), shall be burdened
with the obligation to pay Mediation Cost.
(2) Mediator submits the report on defendant having no good
intention to the Judge Examining the Case, along with
the recommendation of burdening the Mediation Cost and
calculation of the amount in the failure report or report of
the inability for Mediation to be conducted.
- 19 -

(3) Based on Mediator report as intended in paragraph (2),


prior to continuing the examination, the Judge
Examining the Case in the subsequently set hearing
shall issue an order declaring that the defendant has no
good intention and punishes the defendant to pay
Mediation Cost.
(4) Mediation Cost as intended in paragraph (3) is a part of
case fee that shall be stated in the injunction of the final
decision.
(5) In the case that the defendant as intended in paragraph
(1) is won in the decision, the injunction shall state that
Mediation Cost is burdened to the defendant, while the
the case fee remains burdened to the plaintiff as the
losing party.
(6) In a divorce case within the religious court, the defendant
as intended in paragraph (1) is punished to pay
Mediation Cost, while the case fee is burdened to the
plaintiff.
(7) The Payment for Mediation Cost by the defendant to the
plaintiff shall be submitted through the Registrar’s Office
in Court pursuant to the implementation of the legally
binding decision.
(8) In the case that the Parties are jointly declared not to
have good intention by the Mediator, the claim is
declared to be unacceptable by the Judge Examining the
Case without the punishment to pay Mediation Cost.

CHAPTER V
STAGES OF MEDIATION PROCESS

Part One
Submission of Case Resume and Duration of Mediation
Process

Article 24
(1) Within at most 5 (five) days since the order as intended in
Article 20 paragraph (5), the Parties may submit the Case
Resume to other parties and the Mediator.
- 20 -

(2) Mediation process shall occur for at the most 30 (thirty)


days since the stipulated order to conduct Mediation.
(3) Based on the agreement of the Parties, Mediation duration
may be extended for at most 30 (thirty) days since the end
of the duration as intended in paragraph (2).
(4) Mediator as requested by the Parties, submits the request
to extend Mediation duration as intended in paragraph (3)
to the Judge Examining the Case along with the reason.

Part Two
Scope of Material for Mediation Meeting

Article 25
(1) The negotiation material in Mediation is not limited to the
principle (posita) and demand (petitum) of the claim.
(2) In the case that Mediation reaches an agreement over
issues outside those explained in paragraph (1), the
plaintiff changes the claim by including such agreement
in the claim.

Part Three
Involvement of Experts and Community Figures

Article 26
(1) If agreed by the Parties and/or their attorneys, Mediator
may bring in one or more experts, community figures,
religious figures, or indigenous figures.
(2) The Parties must first reach an agreement on the binding
or not binding force of the explanation and/or
assessment of experts and/or community figures as
intended in paragraph (1).
- 21 -

Part Four
Mediation Reaching an
Agreement

Article 27
(1) If Mediation successfully reaches an agreement, the
Parties with the assistance of Mediator, shall formulate
the agreement in writing in the Reconciliation Agreement,
signed by the Parties and Mediator.
(2) In assisting to formulate the Reconciliation Agreement,
Mediator shall ensure the Reconciliation Agreement does
not include provisions that:
a. in contradiction with the law, public order, and/or
decency;
b. is detrimental to the third party; or
c. is unable to be implemented.
(3) In the Mediation process represented by attorneys, the
signing of Reconciliation Agreement may only be
conducted if there is a written statement from the Parties
containing the approval over the achieved agreement.
(4) The Parties through Mediator may propose the
Reconciliation Agreement to the Judge Examining the
Case so that it is reinforced in a Deed of Reconciliation.
(5) If the Parties do not wish for the Reconciliation
Agreement to be reinforced in a Deed of Reconciliation,
the Reconciliation Agreement shall include the revocation
of the claim.
(6) Mediator shall report in writing the success of Mediation
to the Judge Examining the Case by attaching the
Reconciliation Agreement.

Article 28
(1) After receiving the Reconciliation Agreement as intended
in Article 27 paragraph (6), the Judge Examining the
Case immediately studies and researches it within at
most 2 (two) days.
- 22 -

(2) In the case that the Reconciliation Agreement requested


to be reinforced in the Deed of Reconciliation has not
fulfilled provisions as intended in Article 27 paragraph
(2), the Judge Examining the Case shall return the
Reconciliation Agreement to Mediator and the Parties,
along with instructions on issues that need to be revised.
(3) After holding a meeting with the Parties, Mediator shall
resubmit the revised Reconciliation Agreement to the
Judge Examining the Case at the most 7 (seven) days
since the date the revision instruction as intended in
paragraph (2) is received.
(4) At most 3 (three) days after receiving the Reconciliation
Agreement that has already fulfilled provisions as
intended in Article 27 paragraph (2), the Judge
Examining the Case issues the stipulation for the
hearing date to read the Deed of Reconciliation.
(5) The Reconcilation Agreement reinforced by the Deed of
Reconciliation complies with provisions of information
transparency in Court.

Part Five

Partial Reconciliation Agreement

Article 29
(1) In the case that the Mediation process reaches an
agreement between the plaintiff and some of the
defendants, the plaintiff changes the claim by no longer
including the defendants who have not reached an
agreement as adversaries.
(2) Partial Reconciliation Agreement between parties as
intended in paragraph (1) is made and signed by the
plaintiff and some of the defendants who have reached an
agreement and Mediator.
(3) Partial Reconciliation Agreement as intended in
paragraph (2) may be reinforced with a Deed of
Reconciliation as long as it does not related to asset,
wealth, and/or interests of parties who have not reached
an agreement and does fulfill the provisions in Article 27
paragraph (2).
- 23 -

(4) The plaintiff may resubmit the claim against parties who
have not reached an agreement of Partial Reconciliation
Agreement as intended in paragraph (1).
(5) In the case that the plaintiffs are more than one party and
some of the plaintiffs have reached an agreement with
some or all defendants, but some plaintiffs who have not
reached an agreement are not willing to change the claim,
Mediation is declared to be unsuccessful.
(6) Partial Reconciliation Agreement between parties as
intended in paragraph (1) may not be applied on a
voluntary reconciliation at the case examination stage
and appeal, cassation, or judicial review legal avenue
stage.

Article 30
(1) In the case that the Parties have reached an agreement
over some of the whole case object or legal demands,
Mediator conveys such Partial Reconciliation Agreement
by considering the provisions of Article 27 paragraph (2)
to the Judge Examining the Case as the annex of the
Mediator report.
(2) The Judge Examining the Case continues the
examination on the case object or legal demands that
have not been agreed upon by the Parties.
(3) In the case that Mediation reaches partial agreement over
the case object or legal demands, the Judge Examining
the Case shall include such Partial Reconciliation
Agreement in his/her considerations and injunction.
(4) Partial Reconciliation Agreement as intended in
paragraph (1), paragraph (2), and paragraph (3) applies
on voluntary reconciliation at the case examination stage
and appeal, cassation, or judicial review legal avenue
stage.
- 24 -

Article 31
(1) For Mediation of divorce cases within religious court in
which the demand of the divorce is accumulated with
other demands, if the Parties do not reach an agreement
to live together in harmony again, Mediation shall be
continued for the other demands.
(2) In the case that the Parties reach an agreement over the
other demands as intended in paragraph (1), the
agreement is enshrined in Partial Reconciliation
Agreement by including a clause of its linkage with the
divorce case.
(3) Partial Reconciliation Agreement over the other demands
as intended in paragraph (2) may only be implemented if
the decision from the Judge Examining the Case who
grants the divorce claim has obtained a legally binding
status.
(4) Partial Reconciliation Agreement over the other demands
as intended in paragraph (2) is not valid if the Judge
Examining the Case rejects the claim or the Parties are
willing to live together in harmony again during the case
examination process.

Part Six
Mediation Unsuccessful or is Unable to be Conducted

Article 32
(1) Mediator shall declare the Mediation is unsuccessful in
reaching an agreement and notifies it in writing to the
Judge Examining the Case, in the case of:
a. The Parties have not reached an agreement until the
time of at most 30 (thirty) days including its extension
as intended in Article 24 paragraph (2) and paragraph
(3); or
b. The Parties are declared not to have good intention as
intended in Article 7 paragraph (2) point d and point e.
- 25 -

(2) Mediator shall declare that Mediation is unable to be conducted and


notifies it in writing to the Judge Examining the Case, in the case of:
a. involving asset, wealth, or interest that clearly relates with other
parties that:
1. are not included in the lawsuit, making another relevant party not
included in one of the parties in the Mediation process;
2. are included as parties in the lawsuit in the case that the litigants
are more than one legal subject, but are not present in the
hearing, therefore not becoming one of the parties in the
Mediation process; or
3. are included as parties in the lawsuit in the case that the litigants
are more than one legal subject and are present in the hearing,
but are never present in the Mediation process.
b. involving the authority of the ministry/agency/institution at the
national/local level and/or State/Locally Owned Corporation that are
not the litigants, except the litigants related to such parties have
obtained a written consent from the ministry/agency/institution and
or State/Locally Owned Corporation to make decisions in the
Mediation process.
c. The Parties are declared not to have good intention as intended in
Article 7 paragraph (2) point a, point b, and point c.
(3) After receiving notification as intended in paragraph (1) and paragraph
(2), the Judge Examining the Case immediately issues an order to
continue case examination pursuant to prevailing procedural law
provisions.
- 26 -

CHAPTER VI
VOLUNTARY
RECONCILIATION

Part One
Voluntary Reconciliation at the Case Examination Stage

Article 33
(1) At each of the case examination stage, the Judge
Examining the Case still attempts to encourage or
promote reconciliation until he/she reads the decision.
(2) The Parties based on agreement may submit request to
the Judge Examining the Case to conduct reconciliation
at the case examination stage.
(3) After receiving the request from the Parties to conduct
reconciliation as intended in paragraph (2), the Head of
the Panel of Judges Examining the Case shall issue an
order to appoint one of the Judges Examining the Case to
carry out the function of Mediator, prioritizing a certified
Judge.
(4) Judge Examining the Case shall postpone the hearing for
at most 14 (fourteen) days since the order as intended in
paragraph (3).

Part Kedua
Voluntary Reconciliation at the Legal Avenue Level of
Appeal, Cassation, or Judicial Review

Article 34
(1) As long as the case has not been decided at the legal
avenue level of appeal, cassation, or judicial review, the
Parties based on agreement may undergo reconciliation
efforts:
(2) If they may desire, the Parties through the Chief Judge
submits the Reconciliation Agreement in writing to the
Judge Examining the Case at the appellate level,
cassation level, or judicial review level to be decided with
a Deed of Reconciliation, as long as it fulfills the
provisions of Article 27 paragraph (2).
- 27 -

(3) Reconciliation Agreement as intended in paragraph (2)


shall include provisions that overrule existing decision.
(4) Deed of Reconciliation is signed by the Judge Examining
the Case at the appellate, cassation, or judicial review
level within at most 30 (thirty) days since the
Reconciliation Agreement is received.
(5) If the case file of the appeal, cassation, or judicial review
has not been submitted, the case file and Reconciliation
Agreement shall be jointly submitted to the High Court or
Supreme Court.

CHAPTER VII
SEPARABILITY OF MEDIATION FROM
LITIGATION

Article 35
(1) Since the stipulation of the order to conduct Mediation
and appoint Mediator as intended in Article 20 paragraph
(5), the duration for Mediation process as intended in
Article 24 paragraph (2) and paragraph (3), and Article 33
paragraph (4), does not include the duration for case
resolution as established in the Supreme Court policy
concerning case resolution at the First Instance Court
and Appelate Court within 4 (four) Courts.
(2) Against the Decision declaring that the claim is
unacceptable as intended in Article 22 paragraph (4) and
Article 23 paragraph (8) and the punishment to burden
the Mediation Cost as intended in Article 23 paragraph
(3), legal avenue may not be conducted.
(3) If the Parties are unsuccessful in reaching an agreement,
the statement and acknowledgement of the Parties in the
Mediation process may not be used as evidence in the
hearing process.
- 28 -

(4) Mediator’s Record shall be destroyed as the Mediation


process ends.
(5) Mediator is unable to become a witness in the relevant
case hearing process.
(6) Mediator shall not be held accountable both in a criminal
and civil manner on the content of the Reconciliation
Agreement resulting from Mediation.

CHAPTER VIII RECONCILIATION


OUTSIDE OF THE COURT

Article 36
(1) The Parties with or without the assistance of a certified
Mediator who has successfully resolve the dispute outside
of the Court with the Reconciliation Agreement may
submit the Reconciliation Agreement to the Court
authorized to obtain the Deed of Reconciliation by
submitting a claim.
(2) The submission of the claim as intended in paragraph (1)
must be attached with the Reconciliation Agreement and
document as evidence showing the legal relatiohsip
between the Parties and the Object of the Dispute.
(3) The Judge Examining the Case in front of the Parties
shall only reinforce the Reconciliation Agreement into a
Deed of Reconciliation if the Reconciliation Agreement is
according to the provisions of Article 27 paragraph (2).
(4) The Deed of Reconciliation against the claim to reinforce
the Reconciliation Agreement as intended in paragraph
(1) shall be articulated by the Judge Examining the Case
in a hearing that is open for public at most 14 (fourteen)
days since the claim is registered.
(5) The Copy of the Deed of Reconciliation as intended in
paragraph (4) shall be delivered to the Parties in the same
day as the articulation of the Deed of Reconciliation.
- 29 -

Article 37
(1) In the case that the Reconciliation Agreement submitted
to be reinforced in the form of a Deed of Reconciliation
does not fulfill the provisions as intended in Article 27
paragraph (2), the Judge Examining the Case shall
provide instruction to the Parties on which part must be
revised.
(2) By still considering the deadline of the Deed of
Reconciliation submission resolution as intended in
Article 36 paragraph (4), the Parties shall immediately
revise and resubmit the Reconciliation Agreement that
has been revised to the Judge Examining the Case.

CHAPTER IX
CLOSING PROVISIONS

Article 38
When this Supreme Court Regulation is in effect, the Supreme
Court Regulation Number 1 Year 2008 concerning Mediation
Procedure in Court is revoked and deemed invalid.

Article 39
This Supreme Court Regulation takes effect on the date of the
promulgation.
- 30 -

In order for the public to know, it is ordered that the


enactment of this Supreme Court Regulation be placed in the
State News of the Republic of Indonesia.

Stipulated in Jakarta
on 03 February 2016

CHIEF JUSTICE OF THE


REPUBLIC OF INDONESIA

Duly
signed

MUHAMMAD HATTA ALI

Enacted in Jakarta
on 04 February 2016

DIRECTOR GENERAL OF LAWS AND REGULATIONS OF


THE MINISTRY OF LAW AND HUMAN RIGHTS OF
THE REPUBLIC OF INDONESIA,

duly signed

WIDODO EKATJAHJANA

STATE NEWS OF THE REPUBLIC OF INDONESIA YEAR 2016 NUMBER 175

Anda mungkin juga menyukai