Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap makhluk hidup memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi dengan tujuan
mempertahankan spesiesnya. Kelestarian spesies mengharuskan setiap individu
memperbanyak diri. Tiap generasi menghasilkan individu baru untuk menggantikan yang
individu yang mati, tanpa reproduksi suatu spesies akan mengalami kepunahan. Ilmu yang
mempelajari tentang pewarisan sifat (hereditas), dan variasi yang terjadi pada keturunannya
disebut ilmu genetika (Campbell, 2009). Salah satu subyek penelitian sering digunakan
dalam mempelajari ilmu genetika adalah lalat buah atau Drosophila melanogaster.
Drosophila melanogaster adalah salah satu serangga yang berperan penting dalam
perkembangan ilmu genetika serta dijadikan sebagai model organisme diploid di
laboratorium karena berukuran kecil, mempunyai siklus hidup pendek, jumlah keturunan
yang dihasilkan sangat banyak, serta biaya perawatannya terjangkau (Stine 1991).
Drosophila melanogaster merupakan serangga (Insecta) yang memiliki kromosom
kelamin seperti kromosom kelamin pada manusia, yaitu XX untuk individu betina dan XY
untuk individu jantan. Jenis kelamin merupakan salah satu karakter fenotip yang nyata,
meskipun perbedaan anatomis dan fisiologis antara jantan dan betina sangat besar, tetapi
dasar kromosom seksnya sedikit lebih sederhana (Campbell, 2002). Pada lalat buah
(Drosophila melanogaster), ada dua kromosom seks, yang dilambangkan dengan X dan Y.
Drosophila melanogaster jantan memiliki kromosom kelamin XY, sedangkan Drosophila
melanogaster betina memiliki kromosom kelamin XX. Individu betina Drosophila
melanogaster mewarisi satu kromosom X dari induk jantan dan satu kromosom X lainnya
dari induk betina, sedangkan individu jantan Drosophila melanogaster mewarisi satu
kromosom X dari induk betina dan satu kromosom Y dari induk jantan (Corebima, 2003).
Setiap ovum yang diproduksi oleh individu betina, mengandung kromosom X, sedangkan
sperma individu jantan terbagi menjadi dua kategori, sebagian mengandung kromosom X dan
sebagian yang lain mengandung kromosom Y. Jika sperma yang kebetulan membawa

1
kromosom X membuahi ovum, maka turunan yang dihasilkan akan mempunyai kromosom
XX, berjenis kelamin betina, dan jika sperma yang membawa kromosom Y membuahi ovum,
maka turunan yang dihasilkan adalah berkelamin jantan dengan kromosom XY, sehingga
penentuan jenis kelamin turunan merupakan masalah kemungkinan, dengan peluangnya
adalah 50:50 (Campbell, 2002).
Pada D. melanogaster sering terjadi penyimpangan nisbah (tidak 1 : 1). Nisbah kelamin
adalah jumlah individu jantan dibagi dengan jumlah individu betina dalam satu spesies yang
sama (Herskowit, 1973). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah
karakteristik spermatozoa, viabilitas, gen transformer (tra), pautan dan resesif letal, suhu,
segregation distorsion, dan umur jantan. Adanya alela resesif autosom yang disebut
transformer (tra) dari persilangan antar betina carier resesif tra (tra tra XX) dengan jantan
homozigot resesif tra (tra tra XY), pada keturunan akan diperoleh nisbah jantan dengan
betina yang tidak normal yaitu 3 : 1 (Nurjanah, 1998). Dalam penelitian ini menggunakan
strain normal (N) dan white (white) karena cepat berkembang biak, mudah diperoleh dan
dipelihara, cepat menjadi dewasa (umur 10-14 hari sudah dewasa), bertelur banyak, dan
fenotip mudah diamati. Dalam sebuah penelitian, Wayan (2010) menjelaskan bahwa terdapat
penyimpangan peristiwa nisbah kelamin pada lalat D. melanogaster yang hasilnya tidak 1:1,
hali ini dikarenakan usia jantan yang mengawini betina mengalami perbedaan yaitu pada usia
jantan 7, 14, dan 21 hari. Atas dasar alasan tersebut peneliti ingin melakukan penelitian
persilangan pada D. melanogaster strain N dan w untuk mengungkapkan fenomena
penyimpangan nisbah kelamin dengan judul “Pengaruh Umur Jantan dan Macam Strain
Terhadap Nisbah Kelamin D. melanogaster persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w
Beserta Resiproknya”.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang diatas, dapat disusun suatu rumusan masalah, sebagai berikut
1. Apakah ada pengaruh umur jantan terhadap nisbah kelamin D. melanogaster
persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂w><♀N beserta resiproknya?
2. Apakah ada pengaruh macam strain terhadap nisbah kelamin D. melanogaster
persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w beserta resiproknya?
3. Apakah ada interaksi antara umur jantan dengan macam strain terhadap nisbah
kelamin D. melanogaster persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w beserta
resiproknya?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka laporan penelitian ini memiliki tujauan,
sebagai berikut
1. Mengetahui pengaruh umur jantan terhadap nisbah kelamin D. melanogaster
persilangan♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂w><♀N beserta resiproknya.
2. Mengetahui pengaruh macam strain terhadap nisbah kelamin D. melanogaster
persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w beserta resiproknya.
3. Mengetahui interaksi antara umur jantan dengan macam strain terhadap nisbah
kelamin D. melanogaster persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w beserta
resiproknya.

D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Peneliti
a. Sebagai sarana belajar dalam melakukan penelitian di bidang genetika.
b. Dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang lalat buah
(Drosophila melanogaster) khususnya strain N dan w.
c. Dapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu genetika yang diperoleh pada
saat teori dengan menerapkannya pada proyek genetika.
d. Melatih peneliti untuk menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitian.
e. Menambah informasi dan pengetahuan mengenai pengaruh macam strain, umur
jantan, dan interaksi antara macam strain dan umur jantan terhadapa nisbah
kelamin.

3
2. Bagi Pembaca
a. Menambah informasi penelitian dalam bidang genetika.
b. Memberikan motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang
gentika.
c. Memperoleh informasi baru mengenai fenotip, persilangan strain N dan w.
d. Sebagai salah satu sumber dalam memahami konsep genetika.
3. Bagi Masyarakat
a. Dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat tentang
karakteristik dari Drosophila melanogaster khususnya strain N dan w.
b. Dapat memberikan informasi mengenai fenomena nisbah kelamin dan
memberikan informasi mengenai rasio hasil anakan terhadap perbedaan umur
jantan pada Drosophila melanogaster.
c. Dapat memberikan informasi mengenai perawatan dan pengembangbiakan serta
siklus hidup dari lalat buah (Drosophila melanogaster).
E. Asumsi Penelitian
Pada percobaan, penelitian ini diasumsikan bahwa.
1. Medium yang digunakan selama penelitian dianggap sama.
2. Umur betina D. melanogaster yang dikawinkan dalam setiap ulangan dianggap sama
yaitu tidak lebih dari 2 hari.
3. Seluruh kondisi dan keadaan lingkungan (eksternal) seperti suhu, cahaya, tempat biakan,
kelembaban selama penelitian dianggap sama.
F. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Pada penelitian ini terdapat batasan masalah untuk memperjelas ruang lingkup penelitian
yang dilakuan sebagai berikut
1. Persilangan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan persilangan homogami dan
heterogami yaitu persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂w><♀N beserta resiproknya.
2. Pengamatan fenotip dilakukan pada F1 dan membandingkan jumlah keturunan jantan
dengan betina untuk mengetahui nisbah kelamin D. melanogaster.
3. Variasi umur jantan D. melanogaster yang disilangkan dengan betina D. melanogaster
adalah umur 2 hari, 7 hari, dan 14 hari.
4. Pengambilan data dimulai menetasnya pupa yang dihitung selama 7 hari.
5. Pengamatan jenis kelamin dilakukan atas dasar penampakan fenotip.

4
6. Pembahasan dalam penelitian terjadinya nisbah kelamin pada persilangan D.
melanogaster ditekankan terhadap keturunan pertama (F1)
G. Pengantar Istilah
Untuk memudahkan memahami istilah – istilah dalam penelitian ini diperlukan keterangan
sebagai berikut.
1. Nisbah kelamin adalah perbandingan antara jumlah individu jantan dan betina yang
diturunkan oleh D. melanogaster betina.
2. Umur jantan adalah umur individu jantan sejak menetas sampai waktu disilangkan
dengan individu betina, dalam hal ini digunakan umur jantan 2, 7, dan 14 hari.
3. Strain adalah kelompok intra-spesifik yang memiliki satu atau sejumlah ciri yang
berbeda, biasanya secara homozigot untuk ciri-ciri tersebut (galur murni). Ciri tersebut
biasanya diperlahankan secara sengaja untuk kepentingan dibidang pertanian ataupun
untuk kepentingan eksperimen.
4. Fenotip merupakan kelompok-kelompok yang dapat diamati pada satu individu atau
merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan berkembang.
5. Genotip merupakan keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung dalam suatu
makhluk hidup.
6. F1 merupakan keturunan pertama, keturunan dari persilangan induk. Dalam persilangan
ini adalah hasil persilangan D. melanogaster strain ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂w><♀N
beserta resiproknya.
7. Persilangan homogami yaitu persilangan D. melanogaster yang disilangkan dengan
sesamanya, diantaranya persilangan D. melanogaster strain ♂N >< ♀N dan ♂w >< ♀w
8. Persilangan heterogami yaitu persilangan D. melanogaster yang disilangkan dengan
strain yang berbeda, diantaranya persilangan D. melanogaster strain ♂N >< ♀w beserta
resiproknya.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka
1. Sistematika Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster merupakan serangga (Insecta) yang memiliki kromosom
kelamin seperti kromosom kelamin pada manusia, yaitu XX untuk individu betina dan
XY untuk individu jantan. Pada lalat buah (Drosophila melanogaster), ada dua
kromosom seks, yang dilambangkan dengan X dan Y (Campbell, 2002). Menurut
Strickberger (1985), klasifikasi Drosophila melanogaster sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Subfilum : Mandibulata
Kelas : Insecta
Subkelas : Pterygota
Ordo : Diptera
Sub ordo : Cycllorapha
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Sub genus : Sophophora
Spesies : Drosophila melanogaster
2. Drosophila melanogaster Strain N dan Strain w
Drosophilla melanogaster selama ini telah mengalami mutasi genetik sehingga
dikenal dengan berbagai macam strain, T.H Morgan telah berhasil menemukan 85
macam strain yang menyimpang dari tipe normal (wild type). Salah satunya adalah strain
sepia dan plum, yang merupakan mutan D. Melanogaster. Mutan tersebut memiliki
kelainan genetik pada kromosom tertentu sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan
fenotip jika dibandingkan dengan Drosophilla melanogaster tipe normal (Wild Type).
Karakteristik Drosophilla melanogaster tipe normal dicirikan dengan mata merah, mata
majemuk berbentuk bulat agak ellips dan mata tunggal (oceli) pada bagian atas kepalanya
dengan ukuran relatif lebih kecil dibanding mata majemuk, warna tubuh kuning

6
kecokelatan dengan cincin berwarna hitam di tubuh bagian belakang. Ukuran tubuh
Drosophilla melanogaster berkisar antara 3-5 mm. Sayap Drosophilla melanogaster
cukup panjang dan transparan, Posisi sayapnya bermula dari thorak.
Perbedaan mendasar antara D. melanogaster jantan dan betina antara lain:
a. betina mempunyai ukuran tubuh lebih besar dari jantan, sayap betina lebih
panjang dari sayap jantan, pada individu betina tidak terdapat sisir kelamin (sex
comb), sedangkan pada jantan ada,
b. betina memiliki ujung abdomen yang runcing, sedangkan jantan memiliki ujung
abdomen yang tumpul dan berwarna hitam, bagian abdomen jantan berwarna
hitam sedangkan pada betina abdomen tidak berwarna hitam.

Gambar 1. Drosophila melanogaster (N) betina (♀) dan jantan (♂)


(Sumber: Gompel Nicolas, 2013)
D. melanogaster strain N adalah D. melanogaster tipe normal atau wild-type. D.
melanogaster strain N dikatakan sebagai strain normal karena tidak mengalami mutasi
pada salah satu atau beberapa lokus kromosomnya (Corebima, 1997). Drosophila
melanogaster strain N memiliki karakteristik antara lain, tubuh berwarna kuning
kecoklatan, sayap panjang menutupi tubuh, bentuk sayap melengkung, warna mata
merah, dan faset mata halus.

Gambar 2. Drosophila melanogaster (w) jantan (♂) dan betina (♀) (sumber: dokumen pribadi)

7
Strain white adalah mutan yang terjadi pada bagian mata. Mutasi ini memiliki mata
berwarna putih yang terjadi akibat adanya kerusakan pada gen white yang terletak pada
kromosom nomor 1, lokus 1,5 dan benar-benar tidak menghasilkan pigmen merah sama
sekali (Stine , 1991).

3. Ekspresi Fenotip Kelamin


Beberapa tipe penentuan jenis kelamin yang dikenal ialah tipe XY, ZO, XO, dan ZW
(Suryo, 1998). Tipe penentuan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster adalah tipe
XY. Drosophila melanogaster memiliki 8 buah kromosom yang dibedakan atas :
a. 6 buah kromosom (3 pasang) yang pada lalat betina maupun jantan bentuknya
sama. Karena itu kromosom-kromosom ini disebut autosom (kromosom tubuh),
disingkat dengan huruf A.
b. 2 buah kromosom (1 pasang) disebut kromosom kelamin (kromosom seks), sebab
bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan jantan.
Pada Drosophila melanogaster tipe penentuan jenis kelaminnya adalah XY. Pada
kromosom kelamin individu betina adalah sejenis (kedua-duanya berupa kromosom X)
maka lalat betina dikatakan homogametic, sedangkan lalat jantan heterogametic, karena
dua buah kromosom kelamin pada jantan berbeda (yang satu kromosom X dan yang lain
kromosom Y). Berikut merupakan gambar model XY pada penentuan jenis kelamin
Drosophila melanogaster.
Parental : Betina >< Jantan
XX XY
Gaet : X XY

F1 : 1 XX : 1 XY
Betina Jantan
Gambar 2.2. Metode XY pada Penentuan Jenis Kelamin (Stansfield, 1983)
Mekanisme penentuan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster didasarkan
atas teori perimbangan genetik. Teori tersebut menyatakan bahwa untuk menentukan
jenis kelamin digunakan indeks kelamin yaitu banyaknya kromosom X dibagi banyaknya
autosom (X/A). Perimbangan dari dua kromosom X dengan dua pasang autosom akan

8
menghasilkan betina sedangkan perimbangan satu kromosom X dengan dua pasang
autosom menentukan jantan.
4. Nisbah Kelamin
Setiap ovum yang diproduksi oleh individu betina, mengandung kromosom X,
sedangkan sperma individu jantan terbagi menjadi dua kategori, sebagian mengandung
kromosom X dan sebagian yang lain mengandung kromosom Y. Jika sperma yang
kebetulan membawa kromosom X membuahi ovum, maka turunan yang dihasilkan akan
mempunyai kromosom XX, berjenis kelamin betina, dan jika sperma yang membawa
kromosom Y membuahi ovum, maka turunan yang dihasilkan adalah berkelamin jantan
dengan kromosom XY, sehingga penentuan jenis kelamin turunan merupakan masalah
kemungkinan, dengan peluangnya adalah 50:50 (Campbell, 2002).
Pada Drosophila melanogaster terdapat berbagai fenomena yang terkait dengan
persilangan sesama strain yakni nisbah kelamin. Nisbah kelamin adalah rasio individu
jantan dengan rasio individu betina dalam satu populasi yang sama. Pada Drosophila
melanogaster sering terjadi penyimpangan nisbah kelamin (tidak 1 : 1), hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah karakteristik spermatozoa, viabilitas,
gen transformer (tra), pautan dan resesif letal, suhu, segregation distorsion, dan umur
jantan. Adanya alel resesif autosom yang disebut transformer (tra) dari persilangan antar
betina carier resesif tra (tra tra xx) dengan jantan homozigot resesif tra (tra tra xy), pada
keturunan akan diperoleh nisbah jantan dengan betina yang tidak normal yaitu 3 : 1
(Rothwell, 1983).
5. Faktor yang Mempengaruhi Nisbah Kelamin
Pada D. melanogaster sering terjadi penyimpangan nisbah (tidak 1 : 1). Nisbah
kelamin adalah jumlah individu jantan dibagi dengan jumlah individu betina dalam satu
spesies yang sama (Herskowit, 1973). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya adalah karakteristik spermatozoa, viabilitas, gen transformer (tra), pautan
dan resesif letal, suhu, segregation distorsion, dan umur jantan. Adanya alela resesif
autosom yang disebut transformer (tra) dari persilangan antar betina carier resesif tra (tra
tra XX) dengan jantan homozigot resesif tra (tra tra XY). Namun, pada penelitian ini
hanya difokuskan penyimpangan nisbah kelamin pada perlakuan umur jantan dan secara
tak langsung pula terdapat pengaruh viabilitas sperma.

9
a. Umur jantan
Individu jantan membawa kromosom X dan Y. Pada kromosom Y
memiliki mortalitas tinggi tetapi viabilitas rendah, sedangkan kromosom X
memiliki mortalitas rendah tetapi viabilitasnya tinggi atau kemampuan untuk
bertahan hidup yang relatif lama. Ketika umur individu jantan muda akan tetap
menghasilkan kromosom X dan Y. Kromosom Y memiliki daya tahan rendah
mudah mengalami kematian namun memiliki mortilitas tinggi yaitu kemampuan
untuk bergerak untuk membuahi kromosom X sel telur lebih cepat sehingga
banyak individu jantan yang akan dihasilkan. Sedangkan, hal tersebut berbanding
terbalik dengan sperma yang membawa kromosom X memiliki kemampuan untuk
bergerak rendah tetapi sperma ini mampu bertahan hidup relatif lama. Jadi,
semakin muda usia individu jantan maka semakin tinggi mewariskan kromosom
Y sehingga semakin banyak individu jantan yang dihasilkan, sedangkan pada
individu jantan yang berumur lebih tua lebih banyak mewariskan kromosom X,
sehingga keturunan yang dihasilkan akan lebih banyak individu betina daripada
individu jantan (Leasa, 2010).
b. Viabilitas sel sperma
Viabilitas sel sperma terkait adanya helical mycoplasma, merupakan
organisme yang berada di individu jantan, organisme tersebut akan menginfeksi
kromosom jantan (zigot jantan) sehingga viabilitas jantan rendah karena ada
helical mycoplasma yang mengubah susunan asam nukleatnya jantan yang
menyebabkan individu jantan mati sehingga banyak dihasilkan individu betina
(Stansfield, 1983).
Menurut Hartanti (1998) menyatakan bahwa pada umumnya individu
jantan akan kawin ketika sudah mencapai kematangan seksual, yaitu kira- kira
berumur 12 jam setelah menetas. Pada individu betina mereka tidak akan kawin
selama selang waktu 12 jam pertama setelah keluar dari pupa. Biasanya individu
betina akan menolak kawin dengan jantan, hal tersebut menunjukkan bahwa
individu betina belum mencapai aktivitas maksimum kematangan seksual sampai
berumur 48 jam. D. melanogaster dianggap telah mencapai kedewasaan seksual
setelah mampu menghasilkan dan mengeluarkan spermatozoa (untuk individu

10
jantan) dan ootid (untuk individu betina). Kondisi kedewasaan seksual individu D.
melanogaster akan mempengaruhi hasil dan kondisi keturunannya, baik jumlah
keturunan maupun jenis kelamin keturunan.
c. Usia Jantan Tidak Berpengaruh
Muliati (2000) dalam Wijayanti (2014) menyatakan bahwa jumlah telur
yang yang diproduksi oleh individu betina D. melanogaster bervariasi tergantung
umur betina, kelembaban dan nutrisi. Individu betina D. melanogaster dapat
mengelurkan ovum rata-rata 64 butir per hari, sehingga jika individu betina
mampu hidup selama 30 hari, individu tersebut dapat menghasilkan 2000 telur.
Betina dapat meningkatkan kemampuannya untuk menghasilkan
keturunan dengan cara kawin dengan jantan “high-quality” untuk menghasilkan
anakan jantan dan kawin dengan jantan “lowquality” untuk menghasilkan anakan
betina.
Wijayanti (2014) mengemukakan bahwa kedewasaan seksual pada
individu jantan ditandai dengan kemampuan menghasilkan dan mengeluarkan
sperma, sedangkan pada individu betina ditandai dengan kemampuan dalam
mengovulasikan ootid.

6. Pengaruh Macam Strain Terhadap Nisbah Kelamin


Perbedaan-perbedaan fenotip yang nampak tersebut tentunya disebabkan
karena telah terjadi perubahan pada genotif (terjadi variasi genotif) dengan keadaan
normalnya, yang oleh Fowler (1973) disebut sebagai perbedaan ciri instrasepesifik
yang selanjutnya dikenal dengan sebutan strain. Secara rasional perbedaan pada
genotif paling tidak selain memberikan dampak perbedaan pada fenotif akan dapat
juga menyebabkan beberapa perbedaan dalam hal fisiologik. Seperti dikatakan oleh
Fowler (1973) bahwa, mekanisme penggunaan sperma untuk pembuahan sel telur
(fertilisasi) tidak selalu sama pada semua jenis atau strain Drosophila melanogaster.
Demikian juga Fowler (1973) melaporkan bahwa jumlah sperma yang ditrasfer
Drosophila jantan berkaitan dengan perbedaan strain. Oleh sebab itu, macam strain
akan terkait dengan jumlah keturunan. Hal ini diperkuat juga dengan hasil temuan
penelitian Muliati (2000) yang meyimpulkan pada persilangan antar strain (white,
ebony, dan normal) terdapat perbedaan jumlah turunan.

11
B. KERANGKA KONSEPTUAL

D. melanogaster merupakan salah satu mahkluk hidup yang


ekspresi fenotifnya dikendalikan oleh gen. Gen memiliki peranan
penting untuk menentukan jenis kelamin (ekspresi fenotip
kelamin).

Mekanisme penetuan jenis kelamin pada D. melanogaster didasarkan


atas teori perimbangan genetik. Teori ini menyatakan untuk
menentukan jenis kelamin digunakan indeks kelamin yaitu banyaknya
kromosom X dibagi banyaknya autosom (X/A)

Perimbangan dari 2 Perimbangan 1 kromosom


kromosom X dengan 2 X dengan 2 pasang
pasang autosom akan autosom menentukan
berkembang menjadi betina jantan

Nisbah kelamin merupakan perbandingan individu jantan dan betina


dalam 1 spesies yang sama

Pengamatan dan perhitungan dibatasi pada jenis kelamin hasil anakan


F1 persilangan strain N♀ >< N♂, w♀ >< w♂ , N♀ >< w♂ dan N♂ ><
wa♀ dengan perbedaan usia jantan 2,7, dan 14 hari

Terjadi perbedaan rasio jenis kelamin

Analisis Data menggunakan analisis Chi-square (X2)

Kesimpulan

12
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Ada pengaruh umur jantan terhadap nisbah kelamin (menyimpang dari rasio 1 : 1)
D. melanogaster persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w beserta
resiproknya.
2. Ada pengaruh macam strain terhadap nisbah kelamin D. melanogaster
persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w beserta resiproknya.
3. Ada interaksi antara umur jantan dengan macam strain terhadap nisbah kelamin
D. melanogaster persilangan♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w beserta
resiproknya.

13
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan perlakuan umur jantan (1
hari, 7 hari dan 14 hari) dan macam strain yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan
nisbah kelamin akibat perbedaan umur jantan pada persilangan D. melanogaster strain
♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w beserta resiproknya. Pada penelitian ini dilakukan 2
kali ulangan selanjutnya data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji chi-square.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan September sampai dengan bulan November 2017.
2. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Genetika (gedung Biologi ruang 310) jurusan
Biologi FMIPA UM.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua D. melanogaster strain N dan w yang
dibiakkan di laboratorium Genetika gedung Biologi FMIPA UM.
2. Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa D. melanogaster strain N dan w yang
diambil dari biakan dan digunakan dalam penelitian ini.
D. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikoroskop stereo, gunting,
timbangan kue, kompor gas, botol selai, pisau, kardus, selang kecil, blender, kain kasa, panci,
pengaduk, spons/busa, tisue, spidol transparansi, baskom, kuas kecil, dan botol balsem.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah D. melanogaster strain e dan cl, pisang
raja mala, tape singkong, gula merah, yeast, air, kertas label, kertas pupasi, karet, plastik.
E. Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada proyek ini sebagai berikut:
 Variabel bebas : Umur jantan D. melanogaster strain N dan w dan macam strain
D. melanogaster

14
 Variabel terikat : Jumlah anakan jantan dan betina yang dihasilkan dari
persilangan D. melanogaster ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w beserta
resiproknya.
 Variabel kontrol : Medium yang digunakan, suhu, cahaya dan tempat penelitian.

F. Prosedur Kerja
1) Pembuatan medium
a. Disiapkan pisang raja mala, tape singkong dan gula merah.
b. Ditimbang 700 gram pisang raja mala, 200 gram tape singkong dan 100 gram
gula merah (perbandingan 7:2:1).
c. Dipotong kecil-kecil ketiga bahan di atas dengan pisau
d. Ditambahkan sedikit air dan diblendernya sampai halus.
e. Setelah bahan tersebut halus, kemudian dimasukkannya ke dalam panci dan
memasaknya di atas kompor selama ± 45 menit sambil diaduk.
f. Setelah medium masak, kemudian dimasukkan ke dalam botol selai (masih dalam
keadaan panas), ditutup dengan spons dan direndam dalam air dingin sampai
medium tersebut dingin.
g. Setelah dingin, bagian dalam botol medium di lap dengan tissue kemudian
ditambahkan ± 7 butir yeast ke dalam medium.
h. Dimasukkan kertas pupasi.

2) Pengamatan Fenotip

a. Diambil 1 ekor D. melanogaster strain N dan w dari botol stok dengan


mengunakan selang

b. Dimasukkan D. melanogaster kedalam plastik bening, kemudian disiapkan


mikroskop stereo untuk mengamati fenotip

c. Diidentifikasi ciri-ciri D. melanogaster meliputi warna mata, warna tubuh, bentuk


sayap dan membedakan antara D. melanogaster jantan dan betina dari strain N
dan w .

d. Dicatat hasil identifikasi tubuh D. melanogaster kedalam buku jurnal proyek.

15
3) Persiapan stok

a. Dimasukkan medium ke dalam 3 botol selai dan ditutup dengan spons

b. Ditambahkan yeast kurang lebih 7 butir pada masing-masing botol dan ditunggu
sampai dingin setelah medium dalam botol selai yang telah disterilkan

c. Dimasukkan 1 kertas pupasi pada masing-masing botol kemudian dimasukkan


beberapa pasang D. melanogaster strain N dan w pada masing-masing botol
berisi medium yang telah disediakan

d. Diberi label sesuai strain dan tanggal pemasukan

e. Bila telah terdapat pupa berwama hitam, pupa tersebut diampul dalam selang
hingga menetas

4) Persiapan persilangan

a. Disiapkan botol selai sebanyak pasangan lalat yang akan disilangkan kemudian
diisi dengan medium. Persilangan yang dilakukan♂N><♀N, ♂w><♀w, dan
♂N><♀w beserta resiproknya, dengan perlakuan tiap persilangan dengan unmur
jantan berbeda yaitu jantan 2 hari, jantan 7 hari, dan jantan 14 hari.

b. Dimasukkan sepasang lalat yang akan disilangkan dari selang ampul ke dalam
botol selai yang berisi medium, kemudian diberi label sesuai jenis persilangan,
ulangan dan tanggal penyilangan. Persilangan yang induknya berasal dari
ampulan stok disebut induk pertama atau P1 (Botol A).

c. Dilepas induk jantan P1 setelah dua hari persilangan.

d. Ditunggu hingga muncul larva atau pupa. Setelah muncul larva atau pupa, induk
betina P1 dipindahkan ke medium yang baru (Ke botol B). Pemindahan induk
betina dilakukan minimal sampai pindahan ke botol D.

e. Diamati fenotip yang muncul dan menghitung jumlah jantan maupun betina yang
menetas.

f. Setiap jenis persilangan dilakukan sebanyak 2 kali ulangan.

16
G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati fenotip dan menghitung
anakan jantan maupun betina hasil persilangan sesama strain D. melanogaster untuk tiap tipe
persilangan dan ulangan. Penghitungan jumlah keturunan jantan dan betina ini dilakukan
selama 7 hari.
Tabel 1. Data Hasil Keturunan F1 Usia Jantan 2 Hari Persilangan Drosophila
melanogaster
Ulangan

Jenis
Persilangan Σ
Kelamin 1 2


N♀ >< N♂


w♀ >< w♂


N♀ >< w♂


N♂ >< w♀

Data Hasil Keturunan F1 Usia Jantan 7 Hari Persilangan Drosophila melanogaster


Ulangan

Jenis
Persilangan Σ
Kelamin 1 2


N♀ >< N♂


w♀ >< w♂


N♀ >< w♂


N♂ >< w♀

17
Data Hasil Keturunan F1 Usia Jantan 14 Hari Persilangan Drosophila melanogaster
Ulangan

Jenis
Persilangan Σ
Kelamin 1 2


N♀ >< N♂


w♀ >< w♂


N♀ >< w♂


N♂ >< w♀

H. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data menggunakan analisis rekonstruksi kromosom pada masing-
masing persilangan D. melanogaster. Untuk analisis statistik data yang diperoleh dalam
penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis Chi-square (X2) dengan
menggunakan taraf signifikan 5%.
Tabel 2. Analisis Chi-square (X2)

Jenis 2
( fo  fh) 2 χ2 tabel
Sex fo fh fo-fh (fo-fh)
Persilangan fh (0,05)

♂ 3,841
Χ2 hitung
Pada penelitian kami, data belum diperoleh secara keseluruhan sehingga tidak
bisa dihitung menggunakan Chi-square, melainkan menggunakan analisis deskriptif yang
mengambil dari berbagai literatur.

18
BAB IV

DATA PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
1. Data Hasil Pengamatan Fenotip
Strain Drosophila melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 3. Fenotip Drosophila melanogaster Strain N dan w
No Gambar Pengamatan Karakteristik
1 Normal Warna mata : merah
Faset mata : halus
Warna tubuh : coklat
kekuningan.
Bentuk sayap : menutupi
tubuh dengan sempurna.

Sumber: Dokumen Pribadi


2 White Warna mata : putih
Faset mata : halus
Warna tubuh : coklat
kekuningan.
Bentuk sayap : menutupi
tubuh dengan sempurna.

Sumber: Dokumen Pribadi

2. Hasil Pengamatan
Pada penelitian ini, persilangan yang dilakukan adalah N♀><N♂, w♀><w♂,
N♀><w♂ dan N♂><w♀. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah jantan dan betina
keturunan F1 dari masing-masing persilangan Drosophila melanogaster. Data
pengamatan hasil perhitungan, sebagai berikut

19
Tabel 4 . Data Hasil Keturunan F1 Usia Jantan 2 Hari Persilangan Drosophila
melanogaster

Ulangan

Jenis
Persilangan Σ
Kelamin 1 2

♀ 38
N♀ >< N♂
♂ 25
♀ 22
w♀ >< w♂
♂ 15
♀ 35
N♀ >< w♂
♂ 30
♂ 14
N♂ >< w♀
♀ 9
Data Hasil Keturunan F1 Usia Jantan 7 Hari Persilangan Drosophila
melanogaster

Ulangan

Jenis
Persilangan Σ
Kelamin 1 2

♀ 31
N♀ >< N♂
♂ 24
♀ 19
w♀ >< w♂
♂ 7
♀ 25
N♀ >< w♂
♂ 16
♂ 17
N♂ >< w♀
♀ 6

20
Data Hasil Keturunan F1 Usia Jantan 14 Hari Persilangan Drosophila
melanogaster

Ulangan

Jenis
Persilangan Σ
Kelamin 1 2

♀ 32
N♀ >< N♂
♂ 22
♀ 22
w♀ >< w♂
♂ 9
♀ 25
N♀ >< w♂
♂ 14
♂ 16
N♂ >< w♀
♀ 9

B. Analisis Data
1. Rekontruksi Persilangan
a. Rekonstruksi persilangan pada persilangan ♀N >< ♂N
P1 : ♀N >< ♂N
𝑤+ 𝑤+
Genotip : ><
𝑤+ ¬

Gamet : w+; w+, ¬


♂ ♂
w+ ¬

𝑤+ 𝑤𝑎+
+ N♀ N♂
w 𝑤+ ¬

𝑤+ 𝑤+
w+ N♀ N♂
𝑤+ ¬

Rasio F1 = ♀N : ♂N
1 : 1
b. Rekonstruksi kromosom pada persilangan ♀w >< ♂w
P1 : ♀w >< ♂w
𝑤 𝑤
Genotip : ><
𝑤 𝑤

Gamet : w; w, ¬

21
♂ ♂
w ¬

𝑤 𝑤
w♀ w♂
w 𝑤 ¬
𝑤 𝑤
w w♀ w♂
𝑤 ¬
Rasio F1 = w♀ : w♂
1 : 1
c. Rekonstruksi kromosom pada persilangan ♀N >< ♂ w
P1 : ♀N >< ♂ w
𝑤+ 𝑤
Genotip : ><
𝑤+ ¬
+
Gamet : w , w, ¬
♂ ♂
w ¬

𝑤+ 𝑤+
w+ N♀ ¬
N♂
𝑤

𝑤+ 𝑤+
w+ N♀ N♂
𝑤 ¬
Rasio F1 = N♀ : N♂
1 : 1
d. Rekonstruksi kromosom pada persilangan ♂N >< ♀ w
P1 : ♂N >< ♀ w
𝑤+ 𝑤
Genotip : ><
¬ 𝑤
+
Gamet : w , ¬, w
♀ ♂
w w

𝑤+ 𝑤+
w+ N♀ N♀
𝑤 𝑤
𝑤 𝑤
¬ w♂ w♂
¬ ¬
Rasio F1= w♂ : N♀
1 : 1

22
BAB V
PEMBAHASAN

Nisbah kelamin adalah perbandingan atau rasio individu jantan dengan individu
betina dalam suatu populasi yang sama. Pada Drosophila melanogaster sering terjadi
penyimpangan nisbah kelamin rasio tidak 1 : 1 yang disebabkan oleh beberapa factor
yaitu, karakteristik spermatozoa, viabilitas, gen transformer (tra), pautan dan resesif letal,
suhu, segregation distorsion, dan umur jantan. Pada penelitian ini penyimpangan nisbah
kelamin dipengaruhi oleh usia jantan, dalam penelitian menggunakan teknik analisis
deskriptif yang diperoleh dari berbagai literatur bahwa usia jantan dan jenis strain dapat
berpengaruh atau tidak dapat berpengaruh terhadap perolehan rasio jenis kelamin.
A. Umur Jantan
1. Umur Jantan Berpengaruh Terhadap Nisbah Kelamin D. Melanogaster
Persilangan ♂N><♀N, ♂W><♀W, Dan ♂W><♀N Beserta Resiproknya
Individu jantan membawa kromosom X dan Y. Pada kromosom Y memiliki
mortalitas tinggi tetapi viabilitas rendah, sedangkan kromosom X memiliki mortalitas
rendah tetapi viabilitasnya tinggi atau kemampuan untuk bertahan hidup yang relatif
lama. Ketika umur individu jantan muda akan tetap menghasilkan kromosom X dan
Y. Kromosom Y memiliki daya tahan rendah mudah mengalami kematian namun
memiliki mortilitas tinggi yaitu kemampuan untuk bergerak untuk membuahi
kromosom X sel telur lebih cepat sehingga banyak individu jantan yang akan
dihasilkan. Sedangkan, hal tersebut berbanding terbalik dengan sperma yang
membawa kromosom X memiliki kemampuan untuk bergerak rendah tetapi sperma
ini mampu bertahan hidup relatif lama. Jadi, semakin muda usia individu jantan maka
semakin tinggi mewariskan kromosom Y sehingga semakin banyak individu jantan
yang dihasilkan, sedangkan pada individu jantan yang berumur lebih tua lebih banyak
mewariskan kromosom X, sehingga keturunan yang dihasilkan akan lebih banyak
individu betina daripada individu jantan, Fowler (1973) dalam Muliati (2000).
Semakin tua usia sperma semakin rendah viabilitasnya dan resistensi terhadap
suatu pathogen juga semakin tinggi. Viabilitas sel sperma terkait adanya helical
mycoplasma, merupakan organisme yang berada di individu jantan, organisme

23
tersebut akan menginfeksi kromosom jantan (zigot jantan) sehingga viabilitas jantan
rendah karena ada helical mycoplasma yang mengubah susunan asam nukleatnya
jantan yang menyebabkan individu jantan mati sehingga banyak dihasilkan individu
betina, Fowler (1973) dalam Muliati (2000). Segregation distorsion terjadi gangguan
pada pemisahan gamet terjadi pada individu jantan pada jantan lebih banyak gamet
yang membawa kromosom x sehingga banyak dihasilkan individu betina (Fowler,
1973)
2. Umur Jantan Tidak Berpengaruh Terhadap Nisbah Kelamin D. Melanogaster
Persilangan ♂N><♀N, ♂W><♀W, Dan ♂W><♀N Beserta Resiproknya
Muliati (2000) dalam Wijayanti (2014) menyatakan bahwa jumlah telur yang
yang diproduksi oleh individu betina D. melanogaster bervariasi tergantung umur
betina, kelembaban dan nutrisi. Individu betina D. melanogaster dapat mengelurkan
ovum rata-rata 64 butir per hari, sehingga jika individu betina mampu hidup selama
30 hari, individu tersebut dapat menghasilkan 2000 telur. Betina dapat meningkatkan
kemampuannya untuk menghasilkan keturunan dengan cara kawin dengan jantan
“high-quality” untuk menghasilkan anakan jantan dan kawin dengan jantan
“lowquality” untuk menghasilkan anakan betina.
Wijayanti (2014) mengemukakan bahwa kedewasaan seksual pada individu jantan
ditandai dengan kemampuan menghasilkan dan mengeluarkan sperma, sedangkan
pada individu betina ditandai dengan kemampuan dalam mengovulasikan ootid.
Berkenaan dengan individu jantan, Fowler (1973) dalam Muliati (2000)
mengemukakan bahwa pada individu jantan yang sama sekali belum pernah kawin,
jumlah sperma akan bertambah banyak seiring bertambahnya umur individu jantan
dan ada kecenderungan gamet Y akan banyak diturunkan dari individu jantan yang
berumur lebih muda, sedangkan gamet X akan banyak diturunkan dari individu jantan
yang berumur lebih tua.
Menurut Wayan (2010), pada D. melanogaster betina umur 1-3 hari termasuk
umur muda, 4-12 hari termasuk umur sedang/remaja, dan 13-26 hari termasuk tua.
Maknanya bahwa pada individu jantan yang berumur lebih muda, turunan yang
dihasilkan akan lebih banyak berjenis kelamin jantan, sedangkan pada indvidu jantan
yang berumur lebih tua, keturunan yang dihasilkan akan lebih banyak berjenis

24
kelamin betina. Drosophilla melanogaster usia jantan 2, 7, dan 14 hari masuk dalam
kategori usia sedang/remaja, sehingga kemampuan kawin dan menghasilkan sperma
tidak jauh berbeda.
B. Macam Strain
1. Macam Strain Tidak Berpengaruh Terhadap Nisbah Kelamin D. Melanogaster
Persilangan ♂N><♀N, ♂W><♀W, Dan ♂N><♀W Beserta Resiproknya
Faktor lain yang memengaruhi tidak adanya peristiwa penyimpangan nisbah
kelamin adalah starin-strain tersebut baik mutan maupun wild type masih dalam satu
spesies yang sama, yaitu Drosophila melanogaster yang semua jenis gen, jalur
metabolismenya, termasuk peristiwa pembelahan sel meiosis pada saat distribusi
kromosom atau tahap anafase 1, setiap gamet memiliki jumlah kromosom yang sama,
sehingga tidak ada penyimpangan rasio jenis kelamin jika strain tersebut disilangkan
(Wayan, 2010).
C. Interaksi Antara Umur Jantan Dengan Macam Strain
1. Interaksi Antara Umur Jantan Dengan Macam Strain Tidak Berpengaruh
Terhadap Nisbah Kelamin D. Melanogaster Persilangan ♂N><♀N, ♂W><♀W,
Dan ♂N><♀W Beserta Resiproknya
Interaksi Antara umur jantan dan macam strain tidak beperengaruh terhadap
nisbah kelamin D. Melanogaster Persilangan ♂N><♀N, ♂W><♀W, Dan ♂N><♀W
beserta resiproknya karena diasumsikan bahwa diantara kedua variable, yaitu umur
jantan dan macam strain bekerja sendiri-sendiri dan tidak saling memengaruhi satu
sama lain. Jika diasumsikan umur jantan yang digunakan adalah 2, 7, dan 14 hari
masih tergolong muda (Wayan, 2010) serta macam strain yaitu Normal dan white
yang berasal dari satu jenis yang sama yaitu Drosophila melanogaster, dapat
dipastikan bahwa tidak ada penyimpangan peristiwa nisbah kelamin sehingga
didapatkan perimbangan anakan jantan dan betina adalah 1:1.

25
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Ada pengaruh umur jantan terhadap nisbah kelamin D. melanogaster
persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂w><♀N beserta resiproknya.
2. Ada pengaruh macam strain terhadap nisbah kelamin D. melanogaster
persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w beserta resiproknya.
3. Ada interaksi antara umur jantan dengan macam strain terhadap nisbah
kelamin D. melanogaster persilangan ♂N><♀N, ♂w><♀w, dan ♂N><♀w
beserta resiproknya.
B. Saran
Saran yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Diperlukan ketelitian dan kesabaran dalam hal menghitung jumlah jenis
kelamin sehingga diperlukan data yang akurat.
2. Diperlukan lalat hasil peremajaan dan ampulan yang banyak agar persilangan
tidak memerlukan waktu yang lama.
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh usia jantan terhadap
peristiwa penyimpangan nisbah kelamin sehingga dapat memperjelas dan
memperkuat data yang telah ada.

26
Daftar Rujukan

Bickel et al, 1998. Genetic. New York: Macmillian Publishing Company


Campbell. 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga
Campbell, Neil A. 2009. Biology Concepts & Connections Sixth Edition. St.San Francisco:
Pearson
Corebima, A. D. 1997. Penentuan Jenis Kelamin Pada Makhluk Hidup, Suatu Kajian
Corebima, A. D. 2003. Genetika Mendel. "Surabaya: Airlangga University Press.
Dobzhansky, dkk. 1958. Principles of Genetics. New York : McGraw-Hill Book Company Inc
Farida, 1996. Pengaruh Suhu Terhadap Nisbah Kelamin Drosophila melanogaster. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: FMIPA-IKIP Malang.
Fowler, G.L. 1973. Some Aspect of Reproductive Bioloy of Drosophila: Sperma Transfer,
Sperma Storage, and Sperma Utilization. Genetics.
Gompel, Nicholas. 2013. Atlas of Drosophila Morphology, Wild-type and Classical Mutants.
China : Elsevier Inc
Hartanti S. 1998. Studi Kecepatan Kawin, Lama Kopulasi dan Jumlah Turunan D. melanogaster
Strain black dan sepia pada Umur 2 dan 3 Hari. Disertasi. Malang: Universitas Negeri
Malang
Herkowitz, I., 1973. Principle of Genetics. 2nd Edition. New York: MacMillan Publishing. Co,
Inc
Leasa Marleny. 2010. KAJIAN TENTANG UMUR JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN

Drosophila melanogaster PADA PERSILANGAN STRAIN b><b DAN cl><cl. Jurnal


Vol. 2 halaman 148-154

Muliati, L. 2000. Pengaruh Strain dan Umur Jantan Terhadap Jumlah Turunan Jantan dan

Betina Drosophilamelanogaster. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas MIPA-


Universitas Negeri Malang

Nurjanah. 1998. Pengaruh Umur D. Melanogaster jantan dan strain terhadap Nisbah Kelamin.
Skripsi Tidak diterbitkan. Malang. IKIP Malang.
Rothwell, N. V. 1983. Understanding Genetics. Edisi 3. New York: Oxford ingleton, R. W.
1962. Elementary Genetics. New York: D. Van Nostrand Company, Inc.

27
Stansfield, W. D. 1983. Genetics. United State of America: Brown Publishers
Stine, Gerald.J. 1991. Laboratory exercise in genetics. Department Of Natural Sciences. New
York: Universitas of North Florida.
Wayan Karmana. 2010. Nisbah Kelamin Pada Persilangan Homogami D. melanogaster Strain
Normal (N), White (W), dan Sepia (Se). Gen Swara Jurnal. Vol 4
Wijayanti, Antik N., Lukitasari, Marheny,. 2014. Pengaruh Umur Betina Drosophilla
Melanogaster Strain Tx Terhadap Jumlah Anakan Dan Jenis Kelamin F1 Sebagai Bahan
Panduan Praktikum Genetika. Volume 1 (1) : 47-53.

28

Anda mungkin juga menyukai