Anda di halaman 1dari 16

Makalah Psikologi Umum II

Promoting Health

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum II

Kelompok 5 :

Irna Nurul K. 190110160003

Cynthia Clarisa 190110160009

Ghaitsa Jilandary 190110160028

Inge Foresta Marthatianty 190110160061

Evisilia Silaen 190110160073

Marianti Jeclean 190110160081

Joshua Parlindungan 190110160123

Nisrina Amanda R. 190110160137

Fakultas Psikologi

Universitas Padjadjaran

Bandung

2017
PROMOTING HEALTH

Promoting Health dimulai dengan mengimplementasikan strategi yang


mencegah penyakit dan meningkatkan wellness. Secara tradisional, orang-orang
berpikir mengenai kesehatan mereka hanya ketika sesuatu yang salah terjadi, lalu
mengunjungi dokter untuk diperiksa dan dirawat. Hal tersebut, menurut psikolog
kesehatan, sama seperti mengabaikan pemeliharaan pada mobil dan pergi ke
montir atau bengkel hanya ketika mobil kita rusak. Health maintenance
(Pemeliharaan kesehatan) meliputi pengurangan stres, pencegahan penyakit, dan
peningkatan well-being

Coping With Stress

Stressor adalah hal yang tidak dapat dihindari. Fakta ini, bergandengan
dengan fakta bahwa stress berkepanjangan berhubungan dengan penyakit jantung,
depresi, dan imunitas yang menurun, memberikan pesan yang jelas. Kita perlu
belajar untuk coping dengan stres yang ada dalam hidup kita. Kita mengatasi
beberapa stressor secara langsung dengan problem-focused coping. Contohnya,
ketika ketidaksabaran kita membuat sebuah pertengkaran keluarga (misalnya
dengan saudara), kita akan dengan langsung pergi menemui saudara kita untuk
memperbaiki situasi. Jika seandainya kita sudah memberikan usaha terbaik kita
tetapi kita tidak bisa berdamai dengan saudara kita, kita mungkin dapat
menggunakan emotion-focused coping, seperti menghubungi teman kita untuk
membantu mengatasi kebutuhan emosi kita.

Kita cenderung untuk menggunakan problem-focused strategies ketika


kita merasa kita mampu mengendalikan situasi dan kita berpikir bahwa kita dapat
mengubah keadaan atau mengubah diri kita sendiri. Kita menggunakan emotion-
focused strategies ketika kita tidak mampu atau tidak memiliki kepercayaan
bahwa kita mampu untuk mengubah situasi. Contohnya, kita mungkin akan
menjaga jarak secara emosional dari hubungan yang merusak atau membuat diri
kita sibuk dengan hobi aktif untuk menghindari pikiran akan kecanduan/adiksi
lama. Namun demikian, Emotion-focused strategies, bisa menjadi nonadaptif,
contohnya ketika seorang murid yang khawatir tidak mampu mengikuti
pembelajaran di kelas pergi ke suatu pesta untuk melepaskan kekhawatirannya
dari pikirannya. Terkadang, problem-focused strategy (dengan berusaha mengejar
pembelajaran) lebih efektif mengurangi stress dan meningkatkan kesehatan jangka
panjang dan kepuasan.

Beberapa faktor mempengaruhi kemampuan kita untuk coping dengan


sukses, termasuk perasaan kita mengenai perasaan akan personal control,
explanatory style, dan supportive connections kita.

Perceived Control

Jika dua tikus secara simultan diberi kejutan (shocks), tetapi satu tikus
dapat memutar roda untuk menghentikan kejutan tersebut, maka tikus yang tidak
bisa memutar roda tersebut akan lebih rentan terkena bisul/borok dan imunitas
terhadap penyakit menurun. Hal ini juga terjadi pada manusia, ancaman yang
tidak terkendali memicu respon stres yang sangat kuat (Dickerson & Kemeny,
2004). Contohnya, infeksi bakteri yang sering dikombinasikan dengan stres yang
tidak terkendali untuk menghasilkan borok yang sangat parah. Untuk
menyembuhkan borok tersebut, maka kita harus menggunakan antiobiotik untuk
membunuh serangga tersebu dan mengontrol asam lambung dengan mengurangi
stres.

Merasa kehilangan kendali (loss of control ), kita menjadi lebih rentan


sakit. Penghuni panti jompo yang memiliki perceived control yang rendah
terhadap aktivitas mereka cenderung untuk mengalami penurunan lebih cepat dan
lebih cepat meninggal daripada mereka yang memiliki kontrol lebih terhadap
aktivitas mereka (Rodin, 1986). Pekerja yang diberikan kontrol terhadap
lingkungan, dengan cara diperbolehkan mengatur posisi perabotan di kantor dan
mengontrol gangguan dan distraksi, mengalami sedikit stres (O’Neill, 1993). Hal
ini menjelaskan mengapa pekerja sipil di Inggris di tingkat eksekutif hidup lebih
lama daripada para buruh, dan mengapa pekerja di Finlandia dengan tingkat stres
pekerjaan yang rendah memiliki kemungkinan meninggal karena penyakit
kardiovaskuler (struk dan penyakit jantung) lebih kecil dari setengah. Semakin
besar kontrol yang dimiliki oleh para pekerja, maka semakin lama mereka hidup
(Bosma et al., 1997, 1998; Kivimaki et al., 2002; Marmot et al,. 1997).

Kontrol juga dapat menjelaskan hubungan antara status ekonomi dan usia
yang panjang (longevity). Di sebuah studi di Glasgow, Skotlandia terhadap 843
grave markers (pembuat batu nisan), mereka yang membuat batu paling mahal
dan tinggi (mengindikasikan kekayaan) cenderung hidup lebih lama (Caroll et al.,
1994). Mereka yang tinggal di daerah keramaian dan tingkat pengangguran yang
paling sedikit memiliki usia yang sangat panjang. Status ekonomi yang tinggi
memprediksi rendahnya resiko terhadap penyakit jantung dan pernafasan
(Sapolsky, 2005). Kekayaan juga memprediksi kesehatan anak (Chen, 2004).
Dengan tingginya status ekonomi maka resiko kematian pada bayi berkurang,
kelahiran dengan berat rendah, merokok, dan kekerasan. Bahkan diantara primate,
mereka yang berada pada status sosial bawah akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk terpapar penyakit seperti virus demam dibandingkan dengan yang
memiliki status sosial yang lebih tinggi. Tetapi, bagi primata yang memiliki status
sosial tinggi yang sering kali harus mempertahankan posisi dominan mereka,
status mereka dapat menyebabkan stres (Sapolsky, 2005). Kemiskinan dan kontrol
yang kecil menyebabkan stres yang dapat diukur secara fisiologis, bahkan pada
anak-anak (Evans & Kim, 2007).

Mengapa kehilangan kontrol dapat memprediksi masalah kesehatan?


Penelitian terhadap hewan dan manusia menunjukkan bahwa kehilangan kontrol
dapat memancing keluarnya hormon stres terus-menerus. Ketika tikus tidak bisa
mengontrol kejutan yang didapat atau ketika manusia tidak mampu mengontrol
lingkungan mereka, tingkat hormone stres naik, tekanan darah meningkat, dan
respon imun menurun (Rodin, 1986; Sapolsky, 2005). Oleh karena itu, Binatang
yang dikurung lebih stres dan lebih rentan terkena penyakit daripada binatang liar
(Roberts, 1988). Kesesakan yang terjadi pada lingkungan dengan kepadatan
tinggi, penjara, dan di asrama kampus merupakan sumber-sumber lain yang
menurunkan perasaan terkendali dan meningkatkan hormon stres dan tekanan
darah (Fleming et a;., 1987; Ostfeld et al., 1987)

Optimism and Health

Pengaruh lain pada kemampuan kita dalam mengatasi stres adalah apakah
pandangan dasar kita itu optimis atau pesimis. Seorang psikolog bernama Michael
Scheier dan Charles Carver (1992) telah melaporkan bahwa optimis−seseorang
yang setuju dengan pernyataan seperti, “Pada saat yang tidak pasti, saya selalu
mengharapkan yang terbaik" - mengatasi stres dengan baik (pikiran positif) dan
menikmati kesehatan yang lebih baik. Optimis juga merespons stres dengan
megurangi tekanan darah, dan mereka juga pulih lebih cepat dari operasi bypass
jantung.m

Meninjau dari konistensi dan besarnya pengaruh dari faktor emosi positif dan
optimis pada beberapa kasus:

- Suatu tim penelitian mengikuti 941 orang Belanda berusia 65 hingga 85


tahun dalam beberapa dekade terakhir. Di antara mereka yang berada di
kuartil optimisme terendah, 57 persen meninggal, seperti yang dilakukan
hanya 30 persen dari kuartil optimisme teratas.
- Ketika peneliti Finlandia mengikuti 2428 pria selama satu dekade, angka
kematian dari orang yang hidupnya suram, selalu terlihat putus asa dua
kali lebih tinggi dari rekan-rekannya yang berpikiran dan berperilaku
positif
- Penelitian lain yang meminta 795 orang Amerika yang berusia 64 hingga
79 tahun jika mereka “memiliki harapan yang penuh tentang masa depan.”
Ketika peneliti memeriksa kembali setelah lima tahun kemudian., 29
persen dari partisipan yang menjawab tidak telah meninggal−dua kali
lebih besar dari 11% yang mengatakan iya.
- Sebuah studi yang saat ini terkenal diikuti oleh 180 biarawati Katolik yang
telah menulis aoutobiografi singkat kehidupannya selama 22 tahun. Meski
hidupnya setelah itu masih memiliki status dan gaya hidup yang relatif
sama, mereka yang mengekspresikannya dengan kehbahagiaan, cinta, dan
perasaan potif yang lain angka harapan hidupnya memiliki rata-rata 7
tahun lebih tinggi daripada rekan-rekannya yang berpikiran negatif.

Mereka yang berhasil menemukan hiburan dalam kehidupan sehari-hari juga


tampaknya mendapat keuntungan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa
hiburan yang menyenangkan (bukan sindiran sarkasme) bisa mengurangi stress
dam memperkuat aktivitas imun (Berk et al., 2001; Kimata, 2001). Orang-orang
yang banyak tertawa (dimana otot dan tubuh menjadi rileks) juga menunjukkan
sedikit insiden serangan jantung. Dalam satu percobaan, tertawa ketika
menanggapi klip video yang lucu membuat lapisan dalam pembuluh darah
bereaksi dengan irama yang baik dan peningkatan aliran darah, ini berkebalikan
dari apa yang terjadi setelah orang melihat klip video yang menegangkan (Miller,
2005).

Social Support

Dukungan social juga penting. Itulah yang James Coan dan rekan-
rekannya (2006) temukan ketika mereka melakukan penelitian dengan wanita
yang memiliki pernikahan yang bahagia dengan ancaman sengatan listrik pada
pergelangan kaki saat berbaring di mesin fMRI. Selama percobaan, beberapa
wanita memegang tangan suami mereka. Yang lain memegang tangan orang yang
tidak dikenal atau tidak memegang tangan siapa-siapa. Sambil menunggu
“electrical shock” itu muncul, otak wanita kurang aktif di daerah yang responsif
(terhadap ancaman) jika mereka memegangi tangan suami mereka.

Bagi kebanyakan dari kita, hubungan keluarga tidak hanya sebagai


penyabab masalah terbesar dalam hidup kita (bahkan saat memiliki alasan,
keluarga yang ikut campur sering membuat stress) tetapi akeluarga juga menjadi
sumber utama kebahagiaan dan kenyamanan kita. Peter Warr dan Roy Payne
91982) meminta sampel yang representative dari orang dewasa yang berasaa dari
Inggris, jika ada, mengalami emosi yang tegang sehari sebelumnya, jawaban
terbanyak menyebutkan permasalahan tersebut disebabkan oleh “keluarga”. Tapi
ketika diminta untuk menjawab apa yang kemarin telah menyebabkan rasa
bahagia, mereka dengan margin yang lebih besar juga mengatakan “keluarga”.
Orang-orang yang memiliki hubungan social yang dekat dengan keluarga, teman,
rekan kerja, komunitas akan memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk
meninggal di usia dini. Orang yang menikah juga diprediksi hidup lebih lama dan
memiliki kehidupan yang sehat dari segi usia, materi, kehidupan seksual dll
daripada yang tidak menikah.

Bagaimana kita menjelaskan hubungan antara dukungan social dan


kesehatan? Orang-orang yang dikelilingi oleh teman-teman dan partner hidup
yang suportif memiliki pola makan yang baik, berolahraga lebih sering, tidur yang
lebih baik, mengurangi aktivitas merokok, dan dapat mengatasi stress dengan
lebih efektif (Helgeson et al., 1998). Teman yang suportif juga membantu kita
untuk mengahadapi ancaman secara langsung. Manusia bukan hanya sumber dari
stress dan kebahagiaan. Setelah mengalami kejadian yang membuat stress, asien
yang memiliki anjing atau hewan peliharaan lain jarang untuk menemui dokter.
(Siegel, 1990). (See Close -Up: Pets Are Friends, Too, on the next page.)

Lingkungan yang mendukung kita dalam memenuhi kebutuhan dasar


“need to belong” mendorong fungsi kekebalan tubuh lebih kuat. Hubungan sosial
dan persahabatan positif bahkan memberi perlawanan terhadap virus flu. Sheldon
Cohen dan rekan-rekannya (1997, 2004) mendemonstrasikannya dengan
menempatkan 276 sukarelawan sehat di karantina selama lima hari setelah
memberikan obat tetes hidung yang mengandung virus flu, dan kemudian
mengulangi eksperimen tersebut dengan 334 lebih sukarelawan. (Dalam kedua
percobaan tersebut, relawan dibayar $ 800 masing-masing untuk bertahan dalam
situasi ini.) Usia, ras, jenis kelamin, merokok, dan kebiasaan kesehatan lainnya
sama, mereka yang memiliki ikatan sosial yang tinggi paling tidak mungkin
terkena flu, dan jika mereka terkena flu, mereka menghasilkan lebih sedikit lendir.
Pergaulan lebih banyak berarti lebih sedikit kerentanan. Lebih dari 50 penelitian
lebih lanjut mengungkapkan bahwa dukungan sosial menenangkan sistem
kardiovaskular, menurunkan tekanan darah dan hormon stres (Graham et al.,
2006; Uchino et al., 1996, 1999). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh psikolog
kesehatan James Pennebaker dan Robin O'Heeron (1984) menghubungi pasangan
hidup dari orang-orang yang telah bunuh diri atau meninggal dalam kecelakaan
mobil. Mereka yang menanggung kesedihan mereka sendiri memiliki lebih
banyak terkena masalah kesehatan daripada mereka yang bisa
mengekspresikannya secara terbuka. Berbicara tentang masalah kita bisa menjadi
"open heart therapy."

Menekan emosi bisa merugikan kesehatan fisik. Saat


Pennebakercmensurvei lebih dari 700 wanita sarjana, dia menemukan bahwa
sekitar 1 dari 12 melaporkan pengalaman seksual traumatis di masa kanak-kanak.
Dibandingkan dengan wanita yang pernah mengalami trauma nonseksual, seperti
kematian orang tua atau perceraian, wanita yang dilecehkan secara seksual -
terutama mereka yang menyimpan rahasia mereka seorang diri - melaporkan lebih
banyak mengalami sakit kepala dan sakit pada perut. Studi lain, dari 437
pengemudi ambulans Australia, mengkonfirmasi efek buruk dari menekan emosi
seseorang setelah menyaksikan trauma (Wastell, 2002).

Menulis tentang trauma pribadi dalam buku harian dapat membantu


(Burton & King, 2008; Hemenover, 2003; Lyubomirsky et al., 2006). Dalam satu
percobaan, relawan yang melakukannya
ini memiliki lebih sedikit masalah kesehatan selama empat sampai enam bulan
berikutnya (Pennebaker,
1990). Sebagai salah satu peserta menjelaskan, "Meskipun saya belum berbicara
dengan siapa pun tentang apa yang saya tulis, akhirnya saya dapat mengatasinya,
mengatasi rasa sakit dan bukan mencoba untuk menghindarinya. Sekarang hal ini
tidak lagi menyakitkan saat saya menmikirkannya."
Managing Stress

Memiliki rasa kontrol, mengembangkan pemikiran yang lebih optimis, dan


membangun dukungan sosial dapat membantu kita dalam menurunkan tekanan,
dan dengan demikian memperbaiki kesehatan kita. Orang-orang yang optimis
tentang diri mereka dan masa depan mereka cenderung juga menikmati hubungan
sosial yang mempromosikan kesehatan (Stinson et al., 2008). Terkadang kita tidak
dpat menurunkan tingkat stress yang kita alami, dan hanya bisa mengaturnya.
Latihan aerobik, biofeedback, relaksasi, meditasi, dan spiritualitas dapat
membantu kita mengumpulkan kekuatan dari dalam diri kita sehingga dapat
mengurangi efek stres.

1. Aerobic Exercise
Latihan aerobik adalah latihan yang berkelanjutan yang dapat
meningkatkan kebugaran jantung dan paru-paru. Contohnya, jogging,
berenang, dan bersepeda.
a. Exercise and Mood
Banyak penelitian menemukan bahwa latihan aerobik dapat
mengurangi stress, depresi, dan kecemasan. 3 dari 10 orang Amerika
dan Kanada, dan 2 dari 10 orang Inggris, yang melakukan olah raga
aerobik setidaknya tiga kali dalam seminggu, dapat mengrlola stress
lebih baik, menunjukkan kepercayaan diri lebih, merasa lebih kuat, dan
hanya merasakan sedikit lelah dan tertekan, dibandingkan dengan
mereka yang tidak berolahraga.
Pada tahun 1984, Lisa McCann dan David Holmes melakukan
percobaan kepada sejumlah mahasiswa perempuan yang mengalami
depresi. Merek dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama
diberi treatment dengnlatihan aerobik, kelompok kedua
menjalanilatihan relaksasi, dan kelompok ketiga tidak diberikan
treatment apapun. Setelah 10 minggu, hasilnya menunjukkan bahwa
kelompok yang diberi treatment latihan aerobik mengalami penurunan
tingkat stress paling besar.
Penelitian lain menambahkan bahwa olahraga dapat berguna sebagai
obat antidepresan dan psikoterapi yang dapat menurunkan depresi dan
kecemasan (Dunn et al., 2005; Stathopoulou et al., 2006). Selain itu,
olahraga juga dapat mencegah kambuhnya gejaland depresi dan
kecemasan (Babyak et al., 2000; Salmon, 2001).
b. Exercise and Health
Penelitian lain menemukan bahwa exercise tidak hanya meningkatkan
mood, tapi juga menguatkan hati, meningkatkan aliran darah, membuat
pembuluh darah tetap terbuka, dan menurunkan tekanan darah dan
reaksi tekanan darah terhadap stress. Olahraga dapat mengurangi
“lemak jahat”, yang jika tidak digunakan akan menimbulkan
penyumbatan arteri. Latihan pengondisian harian dapat mengurangi
resiko kematian sebesar 43%. Olahraga yang teratur juga dapat
memprediksi fungsi kognitif yang lebih baik, dan dapat mengurangi
resiko demensia dan penyakit alzheimer.
Gen yang diturunkan oleh nenek moyang kita adalah gen yang
memungkinkan aktifitas fisik untuk berburu, mencari makan, dan
bertani. Ketika gen tersebut diaktifkan melalui olahraga, maka akan
merespon dengan cara memproduksi protein. Pada orang yang kurang
berolahraga, gen ini memproduksi protein lebih sedikit, dan rentan
terkena 20 macam penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, penyakit
kardiovaskular, dan kanker.
Jadi dapat disimpulkan bahwa olahraga ringan tidak hanya
meningkatkan kualitas hidup (menambah energi dan membuat suasana
hati lebih baik) tapi juga kuantitas kehidupan - dua tahun tambahan,
rata-rata. "Mungkin Tuhan tidak mengurangi waktu yang dihabiskan
untuk berolahraga dari waktu yang Anda habiskan di Bumi," kata
Martin Seligman

Biofeedback, Relaxing, and Mediation

Awalnya orang-orang beranggapan kalau tidak mungkin melatih dan


membuat tekanan darah dan denyut jantung dalam kendali sadar karena
merupakan sistem saraf otonom/tidak disengaja. Pada tahun 1960an, Neal Miller
melakukan penelitian dan menemukan kalau menemukan bahwa tikus dapat
memodifikasi detak jantung mereka jika diberi stimulasi otak yang menyenangkan
saat detak jantung mereka meningkat atau menurun. Penelitian selanjutnya
mengungkapkan kalau manusia lumpuh juga bisa belajar mengendalikan tekanan
darah mereka. Penelitian dilakukan dengan biofeedback, yaitu suatu pencatatan,
penguatan, dan pemberian informasi tentang respon fisiologis. Instrumen
biofeedback ini menunjukkan hasil dari usaha seseorang yang memungkinkan
orang untuk mempelajari teknik pengendalian respon fisiologisnya. Panel
National Institutes of Health tahun 1995 menyatakan bahwa biofeedback bekerja
paling baik pada seseorang sedang sakit kepala. Salah satu contohnya adalah
CAM, yaitu pengobatan komplementer dan alternatif (CAM), yang meliputi
relaksasi, akupunktur, terapi pijat, homeopati, penyembuhan spiritual, pengobatan
herbal, chiropractic, dan aromaterapi yang banyak berkembang di beberapa
negara.
Para peneliti menemukan bahwa prosedur relaksaksi juga dapat
membantu mengurangi sakit kepala, hipertensi dan insomnia. Dilakukan
penelitian dengan memberikan pengajaran Type A untuk melihat apakah relaksasi
dapat mengurangi resiko serangan lain terhadap 100 penderita serangan jantung
pria dan mengurangi yang dibagi kedalam 2 kelompok. Kelompok pertama
mendapat nasehat standar dari ahli kardiologi mengenai obat-obatan, diet, dan
kebiasaan olahraga. Kelompok kedua mendapat saran serupa ditambah konseling
lanjutan tentang memodifikasi gaya hidup mereka bagaimana cara memperlambat
dan bersantai dengan berjalan, berbicara, dan makan lebih lambat,dengan
tersenyum pada orang lain dan tertawa sendiri, dengan mengakui kesalahan,
dengan meluangkan waktu untuk menikmati hidup, dan dengan memperbarui
iman religius mereka. Setelah 3 tahun, ditemukan bahwa kelompok kedua
mengalami kambuh sebanyak setengah kali dibanding dengan kelompok 1. Selain
itu, dilakukan juga penelitian di inggris dengan membagi orang-orang yang rentan
terkena serangan jantung ke dalam kelompok modifikasi kontrol dan gaya hidup.
Setelah 13 tahun, ditemukan bahwa terdapat pengurangan tingkat kematian
sebanyak 50% terhadap responden yang diubah gaya hidupnya.

Dari penelitian yang banyak dilakukan mengenai mediasi relaksaksi,


Herbert Benson mengemukakan relaxation respons. Relaxation respon adalah
keadaan tenang ditandai dengan otot santai, memperlambat pernapasan dan detak
jantung, dan menurunkan tekanan darah. Benson merekomendasikan langkah-
langkah untuk menanggulangi stress dengan cara duduklah dengan tenang dalam
posisi yang nyaman, menututup mata, merelakskan otot mulai dar kaki, betis
hingga ke atas melalui paha, bahu, leher, dan kepala Anda. Lalu bernapas dengan
perlahan. Setiap menghembuskan nafas setiap fokuslah terhadap
kata, frase, atau doa kita dilakukan selama 10 - 20 menit. Setelah selesai, duduk
diam selama satu atau dua menit kemudian buka mata Anda dan duduk beberapa
saat lagi.

Meditasi awalnya dilakuakan oleh penganut agam Buddha dan biarawati


saat berdoa. Saat bermeditasi, bagian lobus parietal akan menjadi kurang aktif dan
lobus frontal akan menjadi lebih aktif. Menurut Davidson dalam penelitiannya
bagian frontal lobe bagian kiri menjadi lebih aktif yang berhubungan dengan
emosi positif. Penelitian yang dilakukan terhadap responden dengan kelompok
kontrol dan yang mengikuti kursus meditasi selama 8 minggu. Didapatkan hasil
kalau responden yang mengikuti kursus menunjukkan aktifitas hemisphere kiri
yang lebih aktif. Selain itu, dilakukan juga penelitian terhadap 73 penghuni rumah
yang melakuakan meditasi harian dan yang tidak, ditemukan bahwa setelah 3
tahun, 5 dari responden yang tidak menlakukan meditasi telah meninggal
sedangkan yang melakukan meditasi masih hidup. Pasien yang hipertensi yang
melaukaun meditasi memiliki tingkat kematian 30% lebih rendah dibanding
denagn pasien yang malakukan pengobatan lain setelah 19 tahun berikutnya

Spirituality and Faith Communities

Tradisi penyembuhan yang dilakukan oleh agama dan pihak kedokteran.


Sejak zaman dahulu sering sekali tradisi penyembuhan dilakukan oleh seorang
pemimpin agama juga penyembuh. Contohnya, rumah sakit yang didirikan di
Vihara diurus oleh para misionaris. Seiring perkembangan kedokteran, agama dan
kedokteran menjadi menyimpang. Saat menyembuhkan anak-anak yang cacar air,
selain meminta Tuhan untuk menyembuhkan mereka juga mengugunakan obat-
obat yang menyembuhkan. Kemudia banyak dilakukan penelitian mengenai
korelasi antara factor iman dengan kesehatan dan penyembuhan. Salah satunya
penelitian yang dilakukan oleh Jeremy yang membandingkan tingkat kematian
3900 orang Israel baik di salah satu dari 11 ortodoks agama atau di salah satu dari
11 pemukiman kolektif nonreligius yang serupa. Selanjutnya didapatkan hasil
kalau kemungkinan setengahnya orang religious yang meninggal sebanding
denagn yang tidak religious. Banyak penelitian yang lain yang membandingan
tingkat religious antar gender, usia, ras dan wilayah yang menghasilkan simpulan
yang berbeda-beda karena sebenarnya banyak factor lain yang mempengaruhi
kesehatan individu. Salah satu variable interverensinya adalah pengendalian
perilaku tidak sehat, dorongan sosial yang menunjukkan iman sebagai
pengalaman komunal, serta pelindungan stress dan peningkatan kualitas hidup

Pertama, orang yang aktif secara religius cenderung memiliki gaya hidup
yang lebih sehat; misalnya, mereka merokok dan minum lebih sedikit (Lyons,
2002; Park, 2007; Strawbridge et al., 2001). Kesehatan berorientasi, vegetarian
Hari Ketujuh Advent memiliki harapan hidup yang lebih lama dari biasanya
(Berkel & de Waard, 1983). Orang Israel yang ortodoks secara religius makan
lebih sedikit lemak daripada rekan-rekan mereka yang tidak beragama. Tapi
perbedaan seperti itu tidak cukup besar untuk menjelaskan kematian secara
dramatis yang ditemukan di kibbutzim religius, kata periset Israel tersebut. Dalam
studi Amerika baru-baru ini juga, sekitar 75 persen perbedaan umur panjang tetap
ada setelah mengendalikan perilaku tidak sehat seperti tidak aktif dan merokok
(Musick et al., 1999).
Dukungan sosial adalah variabel lain yang membantu menjelaskan faktor
iman (Ai et al., 2007; George et al., 2002). Bagi Yudaisme, Kekristenan, dan
Islam, iman bukanlah spiritualitas solo melainkan pengalaman komunal yang
membantu memenuhi kebutuhan untuk menjadi milik. Lebih dari 350.000
komunitas iman di Amerika Utara dan jutaan lainnya di tempat lain menyediakan
jaringan pendukung untuk peserta aktif mereka - orang-orang yang berada di sana
satu sama lain saat terjadi kemalangan. Apalagi, agama mendorong prediktor
kesehatan dan pernikahan umur panjang lainnya.
Dalam kibbutzim religius, misalnya, perceraian hampir tidak ada. Tetapi
bahkan setelah mengendalikan jenis kelamin, perilaku tidak sehat, hubungan
sosial, dan masalah kesehatan yang ada sebelumnya, studi kematian menemukan
sebagian besar pengurangan kematian tetap (George et al., 2000; Powell et al.,
2003). Oleh karena itu peneliti menduga bahwa seperangkat variabel intervensi
ketiga adalah perlindungan stres dan peningkatan kualitas dikaitkan dengan
pandangan dunia yang koheren, rasa harapan akan masa depan jangka panjang,
perasaan penerimaan tertinggi, dan meditasi doa yang santai atau ketaatan hari
Sabat (GAMBAR 44.7). Variabel ini juga dapat membantu menjelaskan temuan
baru-baru ini di antara yang aktif secara religius, seperti fungsi kekebalan tubuh
yang lebih sehat, lebih sedikit penerimaan di rumah sakit, dan untuk pasien AIDS,
lebih sedikit hormon stres dan kelangsungan hidup lebih lama (Ironson et al.,
2002; Koenig & Larson, 1998 ; Lutgendorf et al., 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Myers, D. G. (2010). Introduction to Psychology (9th ed.). New York: Worth Publishers.

Anda mungkin juga menyukai