Promoting Health
Kelompok 5 :
Fakultas Psikologi
Universitas Padjadjaran
Bandung
2017
PROMOTING HEALTH
Stressor adalah hal yang tidak dapat dihindari. Fakta ini, bergandengan
dengan fakta bahwa stress berkepanjangan berhubungan dengan penyakit jantung,
depresi, dan imunitas yang menurun, memberikan pesan yang jelas. Kita perlu
belajar untuk coping dengan stres yang ada dalam hidup kita. Kita mengatasi
beberapa stressor secara langsung dengan problem-focused coping. Contohnya,
ketika ketidaksabaran kita membuat sebuah pertengkaran keluarga (misalnya
dengan saudara), kita akan dengan langsung pergi menemui saudara kita untuk
memperbaiki situasi. Jika seandainya kita sudah memberikan usaha terbaik kita
tetapi kita tidak bisa berdamai dengan saudara kita, kita mungkin dapat
menggunakan emotion-focused coping, seperti menghubungi teman kita untuk
membantu mengatasi kebutuhan emosi kita.
Perceived Control
Jika dua tikus secara simultan diberi kejutan (shocks), tetapi satu tikus
dapat memutar roda untuk menghentikan kejutan tersebut, maka tikus yang tidak
bisa memutar roda tersebut akan lebih rentan terkena bisul/borok dan imunitas
terhadap penyakit menurun. Hal ini juga terjadi pada manusia, ancaman yang
tidak terkendali memicu respon stres yang sangat kuat (Dickerson & Kemeny,
2004). Contohnya, infeksi bakteri yang sering dikombinasikan dengan stres yang
tidak terkendali untuk menghasilkan borok yang sangat parah. Untuk
menyembuhkan borok tersebut, maka kita harus menggunakan antiobiotik untuk
membunuh serangga tersebu dan mengontrol asam lambung dengan mengurangi
stres.
Kontrol juga dapat menjelaskan hubungan antara status ekonomi dan usia
yang panjang (longevity). Di sebuah studi di Glasgow, Skotlandia terhadap 843
grave markers (pembuat batu nisan), mereka yang membuat batu paling mahal
dan tinggi (mengindikasikan kekayaan) cenderung hidup lebih lama (Caroll et al.,
1994). Mereka yang tinggal di daerah keramaian dan tingkat pengangguran yang
paling sedikit memiliki usia yang sangat panjang. Status ekonomi yang tinggi
memprediksi rendahnya resiko terhadap penyakit jantung dan pernafasan
(Sapolsky, 2005). Kekayaan juga memprediksi kesehatan anak (Chen, 2004).
Dengan tingginya status ekonomi maka resiko kematian pada bayi berkurang,
kelahiran dengan berat rendah, merokok, dan kekerasan. Bahkan diantara primate,
mereka yang berada pada status sosial bawah akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk terpapar penyakit seperti virus demam dibandingkan dengan yang
memiliki status sosial yang lebih tinggi. Tetapi, bagi primata yang memiliki status
sosial tinggi yang sering kali harus mempertahankan posisi dominan mereka,
status mereka dapat menyebabkan stres (Sapolsky, 2005). Kemiskinan dan kontrol
yang kecil menyebabkan stres yang dapat diukur secara fisiologis, bahkan pada
anak-anak (Evans & Kim, 2007).
Pengaruh lain pada kemampuan kita dalam mengatasi stres adalah apakah
pandangan dasar kita itu optimis atau pesimis. Seorang psikolog bernama Michael
Scheier dan Charles Carver (1992) telah melaporkan bahwa optimis−seseorang
yang setuju dengan pernyataan seperti, “Pada saat yang tidak pasti, saya selalu
mengharapkan yang terbaik" - mengatasi stres dengan baik (pikiran positif) dan
menikmati kesehatan yang lebih baik. Optimis juga merespons stres dengan
megurangi tekanan darah, dan mereka juga pulih lebih cepat dari operasi bypass
jantung.m
Meninjau dari konistensi dan besarnya pengaruh dari faktor emosi positif dan
optimis pada beberapa kasus:
Social Support
Dukungan social juga penting. Itulah yang James Coan dan rekan-
rekannya (2006) temukan ketika mereka melakukan penelitian dengan wanita
yang memiliki pernikahan yang bahagia dengan ancaman sengatan listrik pada
pergelangan kaki saat berbaring di mesin fMRI. Selama percobaan, beberapa
wanita memegang tangan suami mereka. Yang lain memegang tangan orang yang
tidak dikenal atau tidak memegang tangan siapa-siapa. Sambil menunggu
“electrical shock” itu muncul, otak wanita kurang aktif di daerah yang responsif
(terhadap ancaman) jika mereka memegangi tangan suami mereka.
1. Aerobic Exercise
Latihan aerobik adalah latihan yang berkelanjutan yang dapat
meningkatkan kebugaran jantung dan paru-paru. Contohnya, jogging,
berenang, dan bersepeda.
a. Exercise and Mood
Banyak penelitian menemukan bahwa latihan aerobik dapat
mengurangi stress, depresi, dan kecemasan. 3 dari 10 orang Amerika
dan Kanada, dan 2 dari 10 orang Inggris, yang melakukan olah raga
aerobik setidaknya tiga kali dalam seminggu, dapat mengrlola stress
lebih baik, menunjukkan kepercayaan diri lebih, merasa lebih kuat, dan
hanya merasakan sedikit lelah dan tertekan, dibandingkan dengan
mereka yang tidak berolahraga.
Pada tahun 1984, Lisa McCann dan David Holmes melakukan
percobaan kepada sejumlah mahasiswa perempuan yang mengalami
depresi. Merek dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama
diberi treatment dengnlatihan aerobik, kelompok kedua
menjalanilatihan relaksasi, dan kelompok ketiga tidak diberikan
treatment apapun. Setelah 10 minggu, hasilnya menunjukkan bahwa
kelompok yang diberi treatment latihan aerobik mengalami penurunan
tingkat stress paling besar.
Penelitian lain menambahkan bahwa olahraga dapat berguna sebagai
obat antidepresan dan psikoterapi yang dapat menurunkan depresi dan
kecemasan (Dunn et al., 2005; Stathopoulou et al., 2006). Selain itu,
olahraga juga dapat mencegah kambuhnya gejaland depresi dan
kecemasan (Babyak et al., 2000; Salmon, 2001).
b. Exercise and Health
Penelitian lain menemukan bahwa exercise tidak hanya meningkatkan
mood, tapi juga menguatkan hati, meningkatkan aliran darah, membuat
pembuluh darah tetap terbuka, dan menurunkan tekanan darah dan
reaksi tekanan darah terhadap stress. Olahraga dapat mengurangi
“lemak jahat”, yang jika tidak digunakan akan menimbulkan
penyumbatan arteri. Latihan pengondisian harian dapat mengurangi
resiko kematian sebesar 43%. Olahraga yang teratur juga dapat
memprediksi fungsi kognitif yang lebih baik, dan dapat mengurangi
resiko demensia dan penyakit alzheimer.
Gen yang diturunkan oleh nenek moyang kita adalah gen yang
memungkinkan aktifitas fisik untuk berburu, mencari makan, dan
bertani. Ketika gen tersebut diaktifkan melalui olahraga, maka akan
merespon dengan cara memproduksi protein. Pada orang yang kurang
berolahraga, gen ini memproduksi protein lebih sedikit, dan rentan
terkena 20 macam penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, penyakit
kardiovaskular, dan kanker.
Jadi dapat disimpulkan bahwa olahraga ringan tidak hanya
meningkatkan kualitas hidup (menambah energi dan membuat suasana
hati lebih baik) tapi juga kuantitas kehidupan - dua tahun tambahan,
rata-rata. "Mungkin Tuhan tidak mengurangi waktu yang dihabiskan
untuk berolahraga dari waktu yang Anda habiskan di Bumi," kata
Martin Seligman
Pertama, orang yang aktif secara religius cenderung memiliki gaya hidup
yang lebih sehat; misalnya, mereka merokok dan minum lebih sedikit (Lyons,
2002; Park, 2007; Strawbridge et al., 2001). Kesehatan berorientasi, vegetarian
Hari Ketujuh Advent memiliki harapan hidup yang lebih lama dari biasanya
(Berkel & de Waard, 1983). Orang Israel yang ortodoks secara religius makan
lebih sedikit lemak daripada rekan-rekan mereka yang tidak beragama. Tapi
perbedaan seperti itu tidak cukup besar untuk menjelaskan kematian secara
dramatis yang ditemukan di kibbutzim religius, kata periset Israel tersebut. Dalam
studi Amerika baru-baru ini juga, sekitar 75 persen perbedaan umur panjang tetap
ada setelah mengendalikan perilaku tidak sehat seperti tidak aktif dan merokok
(Musick et al., 1999).
Dukungan sosial adalah variabel lain yang membantu menjelaskan faktor
iman (Ai et al., 2007; George et al., 2002). Bagi Yudaisme, Kekristenan, dan
Islam, iman bukanlah spiritualitas solo melainkan pengalaman komunal yang
membantu memenuhi kebutuhan untuk menjadi milik. Lebih dari 350.000
komunitas iman di Amerika Utara dan jutaan lainnya di tempat lain menyediakan
jaringan pendukung untuk peserta aktif mereka - orang-orang yang berada di sana
satu sama lain saat terjadi kemalangan. Apalagi, agama mendorong prediktor
kesehatan dan pernikahan umur panjang lainnya.
Dalam kibbutzim religius, misalnya, perceraian hampir tidak ada. Tetapi
bahkan setelah mengendalikan jenis kelamin, perilaku tidak sehat, hubungan
sosial, dan masalah kesehatan yang ada sebelumnya, studi kematian menemukan
sebagian besar pengurangan kematian tetap (George et al., 2000; Powell et al.,
2003). Oleh karena itu peneliti menduga bahwa seperangkat variabel intervensi
ketiga adalah perlindungan stres dan peningkatan kualitas dikaitkan dengan
pandangan dunia yang koheren, rasa harapan akan masa depan jangka panjang,
perasaan penerimaan tertinggi, dan meditasi doa yang santai atau ketaatan hari
Sabat (GAMBAR 44.7). Variabel ini juga dapat membantu menjelaskan temuan
baru-baru ini di antara yang aktif secara religius, seperti fungsi kekebalan tubuh
yang lebih sehat, lebih sedikit penerimaan di rumah sakit, dan untuk pasien AIDS,
lebih sedikit hormon stres dan kelangsungan hidup lebih lama (Ironson et al.,
2002; Koenig & Larson, 1998 ; Lutgendorf et al., 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Myers, D. G. (2010). Introduction to Psychology (9th ed.). New York: Worth Publishers.