Anda di halaman 1dari 241

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama memiliki peranan penting dalam system kesehatan nasional,
khususnya sub sistem upaya kesehatan.Puskesmas mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya, harus dapat memberikan jaminan terhadap
penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan yang
paripurna, adil, merata, berkualitas dan memuaskan masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
disebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan
terwujudnya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi dalam
mencapai derajat kesehatan yang optimal. Salah satu strategi utama untuk
membuat rakyat sehat adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Puskesmas Bangkingan sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Kota Surabaya mempunyai tanggung jawab menyelenggarakan dan
melaksanakan pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya sesuai standar yang
berlaku.
Untuk itu diperlukan standar prosedur tetap sebagai pedoman pelayanan klinis
untuk acuan dalam kegiatan pelayanan klinis sehari-hari.

B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan Umum
Terwujudnya penyelenggaraan pelayanan klinis di Puskesmas
Bangkingan yang bermutu serta mengutamakan keselamatan pasien
2. Tujuan Khusus
 Dapat menerapkan standar operasional prosedur (SOP) di semua unit
pelayanan klinis dengan baik sesuai kompetensi dan fasilitas,

1
sehingga memberikan pelayanan yang bermutu dan keselamatan
pasien dapat dimaksimalkan
 Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau
dengan mengutamakan pada upaya promotif dan preventif
 Sebagai acuan untuk melaksanakan pembinaan, monitoring dan
evaluasi penyelenggaraan pelayanan klinis di Puskesmas
Bangkingan

C. SASARAN PEDOMAN
Semua petugas pemberi layanan klinis baik petugas medis maupun non
medis yang terlibat dalam kegiatan pelayanan di masing-masing unit
pelayanan klinis.

D. RUANG LINGKUP PEDOMAN


Ruang lingkup pedoman meliputi:
1. Unit Pendaftaran dan Kasir
2. Unit Pemeriksaan Umum
3. Unit Kesehatan Gigi dan Mulut
4. Unit KIA/ KB
5. Unit Sanitasi
6. Unit Gizi
7. Unit Promkes
8. Unit Kefarmasian
9. Unit Laborat

E. BATASAN OPERASIONAL
1. Puskesmas Bangkingan adalah UPTD Dinas Kesehatan Kota Surabaya
bertanggung jawab di wilayah Kelurahan Bangkingan dan sumur welut.
2. Pelayanan kesehatan di masing-masing unit adalah upaya preventif, kuratif
dan rehabilitatif yang dilakukan atas kerjasama antara tenaga medis dan
tenaga kesehatan lain dengan masyarakat yang memerlukan
3. Pelayanan gawat darurat di instalasi gawat darurat Puskesmas Bangkingan
adalah upaya pertolongan awal secara cepat dan tepat pada kasus karena
cedera maupun bukan cedera yang mengancam jiwa atau menimbulkan
kecacatan pada pasien dan membutuhkan pertolongan segera

2
4. Pelayanan rawat jalan di unit pelayanan Puskesmas Bangkingan adalah
pelayanan medis kepada pasien untuk tujuan pengamatan, diagnosis,
pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainnya, sesuai dengan
kebutuhan pasien, yang membutuhkan waktu singkat untuk
penyembuhannya atau tidak memerlukan pelayanan perawatan
5. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
6. Rekam medik adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, pelayanan lain kepada
pasien di sarana pelayanan kesehatan
7. Informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien/
keluarganya terhadap tindakan medis yang akan dilakukan oleh petugas
kesehatan
8. Manajemen rekam medik merupakan kegiatan penyelenggaraan rekam
medis di Puskesmas Bangkingan yang terdiri dari registrasi, penomoran,
coding, penyimpanan, pemusnahan
9. ICD X (International Classification of Disease Ten Revision) yang digunakan
untuk mengkode diagnose penyakit yang diderita pasien
10. Kartu berobat merupakan kartu yang diberikan kepada pasien. Dimana kartu
tersebut no indeks, nama KK, Alamat, RT/RW. Kartu tersebut digunakan
untuk mempermudah pencarian kembali rekam medis pasien yang pernah
berkunjung ke Puskesmas Bangkingan

3
4
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

 Unit Pendaftaran dan Kasir


Kualifikasi sumber daya manusia di unit pendaftaran di Puskesmas
Bangkingan terdiri dari:
1. Satu (1) orang penanggung jawab pengelolaan rekam medik di
Puskesmas Bangkingan (lulusan D3, Tenaga Kontrak)
2. Satu (1) orang tenaga bantu pelayanan loket pendaftaran dan
pembayaran (lulusan SMA, Tenaga Kontrak)

 Unit Pemeriksaan Umum


Kualifikasi sumber daya manusia di Unit Pemeriksaan Umum di
Puskesmas Bangkingan terdiri dari:
1. Tenaga Medis
Tenaga medis yang ada di unit pemeriksaan umum adalah dokter
yang bersertifikat dan berkompeten di bidangnya, yang berarti telah lulus
dari pendidikan kedokteran serta memiliki STR (Surat Tanda Registrasi)
dan SIP (Surat Ijin Praktik) di Puskesmas Bangkingan.
Tugas tenaga medis di Unit Pemeriksaan Umum adalah:
a. Melaksanakan dan memberikan upaya pengobatan dasar dengan
penuh tanggung jawab sesuai dengan keahlian dan kewenangannya
serta sesuai standar profesi dan peraturan perundangan yang
berlaku
b. Melaksanakan dan meningkatkan mutu pengobatan dasar di
Puskesmas
c. Melaksanakan pelayanan medik sesuai SOP, tata nilai dan kebijakan
yang telah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas
d. Melakukan pencatatan pada rekam medik dengan baik, lengkap
serta dapat dipertanggung jawabkan

5
e. Memberikan penyuluhan kesehatan dengan pendekatan promotif
dan edukatif
2. Tenaga Paramedis
Untuk menunjang pelayanan di Unit Pemeriksaan Umum harus
didukung perawat yang memiliki keterampilan, pendidikan dan pelatihan
yang mendukung. Tenaga paramedis di Unit Pemeriksaan Umum
memiliki tugas:
a. Melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan sesuai dengan SOP,
tata nilai dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas
b. Memberikan penyuluhan kesehatan dengan pendekatan promotif
dan edukatif
c. Melakukan pencatatan dan pelaporan serta visualisasi data kegiatan
pengobatan dasar sebagai bahan informasi dan
pertanggungjawaban kepada Kepala Puskesmas

Tabel 2.1 Pola Ketenagaan dan Kualifikasi SDM Unit Pemeriksaan Umum
No Jabatan Jumlah Kualifikasi Keterangan
Pendidikan
1 Dokter Umum 3 S1 Profesi Mempunyai SIP
Kedokteran
2 Perawat 3 SPK, D3 dan S1 Terdiri dari 1 orang
ners lulusan D3, 1 orang
lulusan SPK, dan 1 S1
Ners
1 Orang tidak mempunyai
SIP

 Unit Kesehatan gigi dan mulut


Tabel 2.2 Pola Ketenagaan dan Kualifikasi SDM Unit Kesehatan Gigi dan
Mulut

No Jabatan Jumlah Kualifikasi Keterangan


Pendidikan

6
1 Dokter Gigi 1 S1 Profesi Mempunyai SIP
Kedokteran
2 Perawat Gigi 1 D3 Perawat gigi Belum mempunyai SIP

 Unit KIA/ KB
Tabel 2.3 Pola Ketenagaan dan Kualifikasi SDM Unit KIA/ KB

No Jabatan Jumlah Kualifikasi Keterangan


Pendidikan
1 Bidan 5 D3 Kebidanan Terdiri dari 3 orang bidan
KIA dan 2 orang bidan
kelurahan

 Unit Gizi
Tabel 2.4 Pola Ketenagaan dan Kualifikasi SDM Unit Gizi

No Jabatan Kualifikasi Pendidikan Jumlah


1 Tenaga Teknis D3 Akademi Gizi 1

 Unit Kesehetan Lingkungan

No Jabatan Kualifikasi Pendidikan Jumlah


1 Tenaga Teknis D3 Kesehatan Lingkungan 1

 Unit Promkes

No Jabatan Kualifikasi Pendidikan Jumlah


1 Tenaga Teknis S1 SKM 1

 Unit Laborat
Tabel 2.6 Pola Ketenagaan dan Kualifikasi SDM Unit Laborat

No Jenis Tenaga Kualifikasi Pendidikan Jumlah


1 Tenaga Teknis D3 Analis Kesehatan 1

7
Penanggung jawab Laborat Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung
jawab:
1. Menyusun rencana kerja dan kebijakan teknis Laborat
2. Bertanggung jawab terhadap mutu Laborat, validasi hasil pemeriksaan
Laborat, mengatasi masalah yang timbul dalam pelayanan Laborat
3. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan
Laborat
4. Merencanakan dan mengawasi kegiatan pemantapan mutu tenaga
teknis Laborat Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab
Tenaga teknis Laborat Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut:
1. Melaksanakan kegiatan teknis operasional Laborat sesuai kompetensi
dan kewenangan berdasarkan pedoman pelayanan dan SOP
2. Melaksanakan kegiatan mutu Laborat
3. Melaksanakan kegiatan pencatatan dan pelaporan
4. Melaksanakan kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja Laborat
5. Melakukan konsultasi dengan penanggung jawab Laborat atau tenaga
kesehatan lain
6. Menyiapkan bahan rujukan spesimen

 Unit kefarmasian
Tabel 2.7 Pola Ketenagaan dan Kualifikasi SDM Unit pelayanan kefarmasian

No Jenis Tenaga Kualifikasi Pendidikan Jumlah


1 Apoteker S1 Profesi Apoteker 1
2 Asisten Apoteker SMA 1

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN

 Unit Pendaftaran dan Kasir


Tabel 2.8 Distribusi Ketenagaan Unit Pendaftaran dan Kasir

Jabatan Kualifikasi Pendidikan Tempat


Rekam Medis D3 Rekam Medis Puskesmas Bangkingan
Petugas Loket SMA Puskesmas Bangkingan

 Unit Pemeriksaan Umum


1. Dokter Umum sebanyak 2 orang, yang bertugas di Unit Pemeriksaan
Umum dan Puskesmas Keliling
8
2. Perawat lulusan D3 keperawatan sebanyak 1 orang
3. Perawat lulusan SPK sebanyak 1 orang
4. Perawat lulusan S1 Keperawatan Ners 1 orang

 Unit Kesehatan Gigi dan Mulut


1. Dokter Gigi sebanyak 3 orang yang bertugas di unit kesehatan gigi dan
mulut
2. Perawat lulusan D3 keperawatan gigi sebanyak 1 orang

 Unit KIA/ KB
Pengaturan dan penjadwalan pelayanan dikoordinir oleh Bidan Koordinator
di unit tersebut

 Unit Konsultasi
1. Tenaga teknis lulusan D3 Akademi Gizi sebanyak 1 orang
2. Tenaga teknis lulusan D3 Kesehatan Lingkungan sebanyak 1 orang

 Unit Kefarmasian
Tenaga Apoteker dibantu juru racik obat yang bertugas di pelayanan unit
pelayanan kefarmasian Puskesmas Bangkingan

 Unit Laborat
Tenaga teknis analis kesehatan sebanyak 1 orang yang bertugas di
pelayanan unit Laborat

C. JADWAL KEGIATAN
Tabel 2.9 Jadwal Pelayanan Klinis Puskesmas Bangkingan

Hari Jam Pelayanan Klinis


Senin - Kamis 07.30 – 14.30
14.30 – 17.30
Jumat 07.30 – 11.30
14.30 – 17.30
Sabtu 07.30 – 13.00

9
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN

10
B. STANDAR FASILITAS

Tabel 3.1 Daftar inventaris di unit pendaftaran dan loket

NO NAMA BARANG JUMLAH KETERANGAN

1 KURSI LIPAT 3 Baik


2 PC.unit 2 Baik
3 KIPAS ANGIN GANTUNG 1 Baik
4 LEMARI FLEXO FILE 1 Baik
5 TEMPAT SAMPAH 1 Baik
6 UPS 1 Baik
7 Loker 3 Baik

Tabel 3.2 Daftar inventaris alat kesehatan di Unit Pemeriksaan Umum

No Nama Alat Jumlah Keterangan


1 Set Instrumen Steril 5 set Baik
2 Nebulizer 1 Baik
3 Paliatif set 1 Baik
4 Patient bed 3 Baik
5 Tensimeter 4 Baik
6 stetoscope 3 Baik
7 Posbindu set 1 Baik
8 Timbangan injak 2 Baik
9 EKG 1 Baik

Tabel 3.3 Daftar inventaris non alkes di Unit Pemeriksaan Umum

No Nama Alat Jumlah Keterangan

1 AC 1 Baik
2 Kursi lipat 8 Baik
3 PC unit 1 Baik
4 Meja staff 4 Baik
5 Meja kerja 3 Baik
6 Tempat sampah medis 2 Baik
7 Tempat sampah non medis 2 Baik
8 Footrap 1 Baik
9 Dispenser tissue 2 Baik

11
Tabel 3.4 Daftar inventaris alkes dan bahan di Unit Kesehatan Gigi dan
Mulut

NO NAMA BARANG JUMLAH KETERANGAN


1 DENTAL SYRINGE 1 Baik
1 baik, 1 kurang
2 DENTAL UNIT 2
baik
INTRALYGAMENT DENTAL
3 1 Baik
SYRINGE
INTRALYGAMENT DENTAL
4 1 Baik
SYRINGE
5 SCALLER UNIT 1 Baik
6 STERELISATOR 1 Baik
7 STERILISATOR DRY HEAT 1 Baik
SPHYGMOMANOMETERS
8 WITHOUT MERCURY (MOBILE 1 Baik
BERODA)
9 CONTRA ANGLE HAND PIECE 1 Baik
TANG CABUT PERMANEN
10 2 Baik
MAHKOTA GIGI ANTERIOR RA
TANG CABUT PERMANEN SISA
11 3 Baik
AKAR GIGI ANTERIOR RA
TANG CABUT PERMANEN
12 1 Baik
MAHKOTA GIGI PREMOLAR
TANG CABUT PERMANEN
13 3 Baik
MAHKOTA GIGI PREMOLAR
TANG CABUT PERMANEN
14 2 Baik
MAHKOTA GIGI MOLAR RA KIRI
TANG CABUT PERMANEN
15 3 Baik
MAHKOTA GIGI MOLAR KANAN
TANG CABUT PERMANEN
16 MAHKOTA GIGI MOLAR TRAKHIR 1 Baik
RA TRISMUS
TANG CABUT PERMANEN SISA
17 3 Baik
AKAR GIGI BENTUK BAYONET RA
TANG CABUT PERMANEN
18 3 Baik
MAHKOTA GIGI ANTERIOR RB

12
TANG CABUT PERMANEN SISA
19 7 Baik
AKAR GIGI RB

Tabel 3.5 Daftar inventaris non alkes di Unit Kesehatan Gigi dan Mulut

NO NAMA BARANG JUMLAH KETERANGAN


1 A.C. 1 Baik
2 KURSI LIPAT 2 Baik
3 KURSI TUNGGU PASIEN 1 Baik
4 PC.UNIT 1 Baik
5 MEJA STAFF 2 Baik
6 LEMARI INSTRUMENT 1 Baik
7 TEMPAT SAMPAH MEDIS 1 Baik
8 TEMPAT SAMPAH NON MEDIS 1 Baik

Tabel 3.6 Daftar inventaris alkes di unit KIA/ KB

JUMLA
NO NAMA BARANG KETERANGAN
H
1 BED PERIKSA 1 Baik
2 FETAL DOPPLER POCKET 1 Baik
GYNECOLOGICAL EXAMINING
3 1 Baik
TABLE
4 STETOSCOPE 3 Baik
5 IMPLAN KIT 2 Baik
6 IMPLAN KIT 1 Baik
7 IUD KIT 2 Baik
8 PARTUS SET 1 Baik
PENGUKUR PANJANG BADAN
9 BAYI TERMASUK MICROTOISE 1 Baik
DAN LILLA
10 RESUSITATOR BAYI 1 Baik
11 TERMOMETER MULLER / VAKSIN 1 Baik
12 FUNDACOPE 1 Baik
13 EXAMINATION LAMP 1 Baik

Tabel 3.7 Daftar inventaris non alkes di unit KIA/ KB

NO NAMA BARANG JUMLAH KETERANGAN

13
1 KURSI LIPAT 1 Baik
2 LEMARI KACA 1 Baik
3 PC.UNIT 1 Baik
4 LEMARI SLIDING KACA 1 Baik
5 COUNTENER 1 Baik
6 KURSI LIPAT 2 Baik
7 TEMPAT SAMPAH MEDIS 1 Baik
8 TEMPAT SAMPAH NON MEDIS 1 Baik
9 JAM DINDING 1 Baik
10 PAPAN TULIS 1 Baik
11 FOOTSTEP 1 Baik
12 MEJA INSTRUMEN 1 Baik

Tabel 3.8 Daftar inventaris unit Promkes, Gizi, Sanitasi

No
Jenis Barang/Nama Barang Jumlah Keterangan
Urut
1 MEJA STAFF 3 Baik
2 KURSI KERJA 2 Baik
3 KURSI LIPAT 6 Baik
4 LEMARI KACA UK. 100X50X190 CM 1 Baik
5 PC UNIT 1 Baik
6 LAPTOP 1 Baik
7 TEMPAT SAMPAH 1 Baik
8 SANITASI KIT 1 Baik
9 FLY GRILLS SET 1 Baik

Tabel 3.9 Daftar inventaris non alkes unit kefarmasian

No Jenis Barang/Nama Barang Jumlah Keterangan

1 A.C. SINGLE SPLIT 1 PK 1 Baik


2 KURSI KERJA 2 Baik
3 KURSI LIPAT 2 Baik
4 KURSI TUNGGU PASIEN 1 Baik
5 PC.UNIT 1 Baik
6 Rak Kayu 1 Baik
7 LEMARI ES 1 Baik
8 Meja kerja 1 Baik
9 PENGUKUR SUHU 1 Baik

14
10 TEMPAT SAMPAH 2 Baik
11 LEMARI KACA UK. 100X50X190 CM 1 Baik
12 SEALING MACHINE 1 Baik

Tabel 3.10 Daftar inventaris alkes unit Laborat

No Jumlah
Jenis Barang/Nama Barang Keterangan
Urut Barang
1 HEMATOLOGY ANALYZER 1 Baik
2 CENTRIFUGE 1 Baik
3 LAMPU FOTOMETER 1 Baik
4 MICROPIPETTE 100 MIKRO 1 Baik
5 MICROPIPETTE 500 MIKRO 1 Baik
6 MIKROSKOP BINOKULER 1 Baik
7 URINE ANALYZER 1 Baik
8 MICROPIPETTE 1000 MIKRO 1 Baik
9 MICROPIPETTE 5-50 MIKRO 1 Baik
10 THERMO HIGRO 1 Baik

Tabel 3.11 Daftar inventaris non alkes di unit Laborat

No Jenis Barang/Nama Barang Jumlah Keterangan

1 A.C. SPLIT 1 Baik


2 EXHAUST FAN UK. 12 INCH 1 Baik
3 KURSI KERJA 1 Baik
4 KURSI LIPAT 1 Baik
5 LEMARI ES 1 PINTU KECIL 1 Baik
6 LEMARI KACA 1 Baik
7 LEMARI ES 1 Baik
8 MEJA 1/2 BIRO 1 Baik
9 KURSI PUTAR 1 Baik
10 PC UNIT 1 Baik
11 FILLING KABINET PLASTIK 1 Baik
12 DISPENSER TISSUE 1 Baik
13 JAM DINDING 1 Baik
14 TEMPAT SAMPAH MEDIS 1 Baik
15 TEMPAT SAMPAH NON MEDIS 1 Baik

15
BAB IV

TATA LAKSANA

A. LINGKUP KEGIATAN
Lingkup kegiatan pelayanan klinis yang dilaksanakan di Puskesmas
Bangkingan antara lain adalah:
1. Unit Pendaftaran dan Kasir
2. Unit Pemeriksaan Umum
3. Unit Kesehatan Gigi dan Mulut
4. Unit KIA/KB
5. Unit Gizi
6. Unit Promkes
7. Unit Sanitasi
8. Unit Pelayanan Kefarmasian
9. Unit Laborat

B. METODE
Kegiatan pelayanan klinis dilaksanakan secara terpadu dengan
mengutamakan keselamatan pasien.Pada saat memberikan pelayanan klinis,
setiap petugas wajib mengikuti standar operasional prosedur yang telah
ditetapkan guna menjaga mutu layanan dan mencegah terjadinya kejadian yang
tidak diinginkan.

C. LANGKAH KEGIATAN

16
1. Unit Pendaftaran dan Kasir
a. Pengertian Rekam medis
Menurut Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008, rekam
medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.Ditujukan untuk
menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan
sarana pelayanan kesehatan beserta staf medis nya.Rekam medis
merupakan milik sarana pelayanan kesehatan dalam hal ini adalah
Puskesmas yang harus dipelihara karena bermanfaat bagi pasien, dokter
maupun Puskesmas.
Proses pelayanan diawali penerimaan pasien dengan identifikasi
jati diri pasien, tanggal dan waktu pemeriksaan, hasil anamnesa
mencakup keluhan dan riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosa
penyakit, pengobatan dan tindakan medis termasuk jika pasien tidak
dapat dilayani di Puskesmas dan dilanjutkan dengan pembuatan rujukan
ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan Penyelenggaraan rekam medis
b. Pemberian nomor rekam medis
Sistem penomoran rekam medis dikenal dengan istilah numbering
system penting artinya untuk kesinambungan informasi.Dengan
menggunakan sistem penomoran maka informasi dapat secara runtut
dan meminimalkan data yang hilang.Adapun tujuan pemberian nomor
pada dokumen rekam medis adalah untuk mempermudah pencarian
kembali dokumen yang telah terisi berbagai informasi tentang pasien
pada saat datang kembali berobat di sarana pelayanan kesehatan yang
sama yaitu dengan mencari melalui nomor rekam medis yang diberikan
pasien.
Sistem penomoran yang dilaksanakan di Puskesmas Bangkingan
saat ini adalah pemberian nomor secara adalah unit ( Unit Numbering
System).Sistem penomoran dimana dengan memberikan satu nomor
rekam medis pada pasien berobat jalan, Setiap pasien yang datang
berobat mendapatkan satu nomor pada saat datang pertama kali ke

17
Puskesmas untuk satu keluarga dan digunakan selamanya untuk
kunjungan berikutnya.
c. Penulisan nama dan indeks pasien
Sistem penamaan pada dasarnya untuk memberikan identitas
kepada seorang pasien serta membedakan antara pasien yang satu
dengan lainnya, sehingga mempermudah dalam memberikan pelayanan
rekam medis kepada pasien yang datang berobat ke Puskesmas
Sistem penamaan yang digunakan di Puskesmas menggunakan
sistem penamaan berdasarkan KTP, KK atau identitas lainnya, yaitu:
1) Nama pasien sendiri apabila nama sudah terdiri dari satu kata atau
lebih
2) Untuk pemberian gelar mengikuti gelar yang telah diterima selama
pendidikan, misal: dr. Rino; Susilo, SH
3) Bagi bayi yang belum mempunyai nama bisa memakai memakai
nama ibu di belakang namanya, misal: By. Ny. Wina
d. Prosedur pendaftaran
Pelaksanaan pendaftaran dilakukan dengan cara:
1) Mempersiapkan alat alat pendaftaran seperti dibawah ini:
 Komputer
 Alat tulis kantor
 Kuitansi dan karcis pembayaran
 Power on komputer dan sudah di log in aplikasi simpus dan pcare
2) Membuka situs http://118.97.241.131/antrianpada mozilla untuk
mengambil nomor antrian di meja pendaftaran, petugas membantu
mengarahkan pasien untuk mengambil nomor antrian agar tertib dan
tidak menumpuk
3) Membuka situs http://118.97.241.131/simpusv2pada google atau
mozilla dan https://pcare.bpjs-kesehatan.go.iduntuk cek kepersertaan
BPJS
4) Persiapan peralatan ; kartu berobat, status rekam medis umum,
anak, hamil, form BPJS dan SKM
5) Petugas memanggil no antrian secara berurutan dengan mengklik
ambil antrian di simpus
6) Menyapa pasien
7) Menanyakan kartu berobat, apabila hilang atau tidak membawa
kartu, mencari data di simpus

18
8) Bagi pasien baru petugas harus mencek terlebih dahulu namapasien,
alamat dan nama KK dengan menginputnya terlebihdahulu secara
bergantian, apabila tidak ditemukan, klikpasien baru
9) Mengarahkan pasien untuk menunggu di depan Unit yangdituju
10) Bagi pasien yang ber KTP / KK surabaya, gratis retribusi
loketpendaftaran
11) Bila pasien mempunyai jaminan kesehatan bisa disertaidengan kartu
tersebut (BPJS, SKM)
12) Untuk pasien BPJS dan SKM disertai tanda tangan formyang telah di
sediakan
13) Ketentuan dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya untuk pasienSKM
(peserta yang tidak mempunyai jaminan kesehatanmanapun bisa
memakai SKM dengan mengecek NIK pasiendi data base, masa
berlaku SKM 2 bulan dan bisa di perbaruilagi apabila masih belum
memiliki jaminan kesehatan)
14) Petugas pendaftaran menuliskan kartu berobat bagi pasienbaru dan
pasien yang hilang kartu berobatnya
15) Menulis di status rekam medis pasien baru no. rm, namapasien,
tanggal lahir, nama kk, alamat, pendidikan dan pekerjaan
16) Bagi pasien yang memiliki 2 kartu berobat, maka harus di pilihkartu
yang terakhir kunjungan, no kartu berobat lama padaSIMPUS di edit,
dan status rekam medis lama di satukan kestatus rekam medis no
kartu kunjungan terakhir
17) Untuk anak di bawah usis 7 tahun masuk unit KIA terlebih dahulu
18) Penerimaan pasien rawat jalan
Setiap pasien di terima di loket pendaftaran dan akan diwawancarai
oleh petugas guna mendapatkan informasi mengenai data identitas
sosial pasien yang harus diinput dalam SIMPUS. Setiap pasien baru
akan memperoleh nomor pasien yang akan digunakan sebagai kartu
kunjungan berobat, yang harus dibawa pada setiap kunjungan
berikutnya ke puskesmas. Setelah selesai proses pendaftaran,
pasien dipersilahkan menunggu di depan Unit yang dituju, sementara
petugas loket pendaftaran menyiapkan status rekam medis.
Selanjutkan status rekam medis akan didistribusikan di unit yang

19
dituju. Setelah mendapatkan pelayanan yang cukup dari unit, ada
beberapa kemungkinan dari setiap pasien :
 Pasien boleh langsung pulang dengan diberi resep untuk di ambil
di unit pelayanan kefarmasian
 Pasien diberikan pengantar ke unit Laborat
 Pasien dirujuk ke rumah sakit
Semua kartu statusrekam medis yang telah selesai berobat harus
kembali ke unit pendaftaran 1x 24 jam.
19) Penerimaan pasien darurat
Pasien datang ke unit pendaftaran dan kasir, petugas
mempersilahkan masuk ke Unit Pemeriksaan Umum untuk di triage
kegawatdaruratan nya,bila masuk triage hijau pasien bisa mengambil
no antrian yang ada di meja pendaftaran di unit pendaftaran dan
kasir, bila kuning dan merah bisa ditangani langsung oleh tenaga
medis di instalasi gawat darurat
20) Penerimaan pasien rawat inap bersalin
Pasien datang ke meja pendaftaran di unit pendaftaran dan kasir.
Jika ada indikasi pasienharus dirawat, maka bidan mengarahkan
pasien untuk masuk di kamar bersalin
e. Pencatatan
Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang
dimulai pada saat diterimanya pasien diteruskan kegiatan pencatatan
data medik pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan medis dan
dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi
penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat
penyimpanan. Pencatatan disini dimaksudkan pendokumentasian segala
informasi medis seorang pasien ke dalam Rekam Medis. Pada dasarnya
pendokumentasian memuat data, yang akan menjadi bahan informasi.
Data pasien dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu data sosial
dan data medis.Data sosial didapatkan pada saat pasien mendaftarkan
diri ke tempat penerimaan pasien.Data medis baru diperoleh dari pasien,
apabila pasien telah memasuki unit pelayanan kesehatan.Petugas di unit
pelayanan adalah dokter dan ahli-ahli profesi kesehatan lainnya

20
(termasuk penunjangnya, seperti perawat, bidan, Laborat, gizi dan lain-
lain).
Untuk mendapatkan pencatatan data medis yang baik, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh dokter dan ahli kesehatan
lainnya, yaitu:
1) Mencatat secara tepat waktu
2) Up to date
3) Cermat dan lengkap
4) Dapat dipercaya dan menurut kenyataan
5) Berkaitan dengan masalah dan pokok perihalnya, sehingga tidak
bertele-tele
6) Bersifat obyektif sehingga menimbulkan kesan jelas
Kegiatan pencatatan ini melibatkan semua unit pelayanan diPuskesmas
Bangkingan yang memberikan pelayanan ataupuntindakan kepada
pasien
f. Ketentuan Pengisian Kartu Rekam Medis
Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya setelah
pasien menerima pelayanan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Setiap tindakan konsultasi yang dilakukan terhadap pasien wajib di
tulis dalam Rekam medis
2) Semua pencatatan diparaf oleh dokter/ tenaga kesehatan lainnya
sesuai dengan kewenangannya dan diberi tanggal
3) Pencatatan yang dibuat oleh mahasiswa kedokteran dan
mahasiswa lainnya ditandatangani dan menjadi tanggung jawab
dokter yang merawat atau oleh dokter pembimbingnya
4) Dokter yang merawat, dapat memperbaiki kesalahan penulisan dan
melakukannya pada saat itu juga serta dibubuhi paraf disamping
tempat kesalahan penulisan
g. Pengambilan Status Rekam Medis
Pengambilan rekam medis pada rak status penyimpanan rekam
medis harus sesuai dengan nomor rekam medis pasien berobat. Tahapan
pencarian rekam medis pada rak penyimpanan yaitu :
1) Ambil slip no antrian
2) Temukan family folder pasien berdasarkan no. rekam medispasien
yang terdiri dari 6 digit
3) Lihat kembali nama pasien yang mau berobat, temukankartu rekam
medis pasien yang berobat di dalam familyfoldernya

21
4) Apabila kartu rekam medis pasien tidak ditemukan, carikunjungan
terakhir di disimpus, mengecek di unit pelayananbila masih belum
ditemukan dapat dibuatkan sementara
5) Apabila status lama ditemukan, dijadikan satu dengan yangbaru
6) Susun dan taruh kartu rekam medis yang sudah ditemukan
7) Stempel tanggal kunjungan di kartu rekam medis
8) Bila status rekam medis habis di buatkan lagi denganmencatat
identitas lengkap dan status kepesertaan dilembar baru dan dijadikan
satu (steples)
9) Satukan slip no antrian di status rekam medis dengan paperclips
10) Permintaan rekam medis yang tidak rutin dapat juga dilayanioleh
petugas rekam medis, dengan cara sebagai berikut:
 Harus datang sendiri untuk mengambil rekam medisnya
 Perekam medis mengambil status rekam medis yang akan
dipinjam
 Di catat dibuku peminjaman rekam medis nomor rekam medis dan
nama pasien yang diminta status rekam medisnya, nama yang
meminta rekam medis, tanggal pinjam rekam medis dan tanggal
jatuh tempo kembali rekam medis serta paraf peminjam dan
perekam medis
 Menginformasikan peminjaman 1x 24 jam
Ketentuan pokok yang harus ditaati ditempat penyimpanan adalah :
 Tidak satupun rekam medis boleh keluar dari ruang rekam medis,
tanpa sepengetahuan petugas unit pendaftaran dan kasir. Karena
status rekam medis pasien adalah tanggung jawab dari petugas
Unit Pendaftaran dan Kasir
 Rekam medis yang keluar ke unit lain berkewajiban untuk
dikembalikan dalam keadaan baik dan tepat waktunya yang pada
hari itu juga. Seharusnya setiap rekam medis kembali lagike
raknya pada setiap akhir hari kerja, sehingga dalam
keadaandarurat staf Puskesmas dapat mencari informasi
yangdiperlukan
h. Pendistribusian Rekam Medis
Pendistribusian rekam medis dilakukan secara manual, dilakukan
setelah administrasi pendaftaran dilakukan, yaitu dengan memilah status
rekam medis berdasarkan unit tujuan lalu mengurutkan no antrian

22
panggilan dari nomor terkecil ke nomor terbesar, lalu didistribusikan ke
unit tujuan. Rekam Medis tidak sekalipun di benarkan dibawa oleh pasien
itu sendiri
i. Penyimpanan Status Rekam Medis
Kegiatan penyimpanan rekam medis bertujuan untuk melindungi
dari kerusakan fisik dan isinya itu sendiri.Rekam medis harus dilindungi
dan dirawat karena merupakan benda yang sangat berharga bagi
Puskesmas.Sistem penyimpanan yang digunakan di Puskesmas
Bangkingan adalah sistem sentralisasi. Dengan cara sentralisasi, karena
semua pasien hanya memiliki satu nomor rekam medis. Kebaikan dari
sistem sentralisasi adalah :
1) Mengurangi terjadinya duplikasi dalam pemeliharaan dan
penyimpanan rekam medis , sehingga pasien dapat dilayani lebih
cepat
2) Mengurangi jumlah biaya yang digunakan untuk peralatan dan
ruangan
3) Tata kerja dan peraturan mengenai kegiatan pencatatan medis
mudah distandarisasikan
4) Memungkinkan peningkatan efisiensi kerja petugas penyimpanan
Sistem penjajaran yang dipakai adalah sistem angka langsung.
Penjajaran dengan sistem angka langsung atau disebut dengan “
Straight Numerical Filling”.
Kelebihan dari sistem angka langsung :
1) Bila ingin mengambil beberapa dokumen dengan nomor yang
berurutan dari rak untuk keperluan pendidikan penelitian atau di non
aktifkan akan sangat mudah
2) Mudah melatih petugas yang harus melaksanakan pekerjaan
penyimpanan tersebut
Kekurangan dari sistem angka langsung :
1) Petugas harus memperhatikan seluruh angka nomor rekam medis
agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyimpanan
2) Makin besar angka yang diperhatikan makin besar kemungkinan
membuat kesalahan
3) Terjadinya konsentrasi dokumen rekam medis pada rak
penyimpanan untuk nomor besar, yaitu rekam medis dengan nomor

23
terbaru, sehingga beberapa petugas yang bekerja bersamaan akan
berdesak-desakan di satu tempat
j. Tanggung Jawab Pengisian Rekam Medis
Pengisian Rekam Medis menjadi tanggung jawab petugas kesehatan
yang melakukan pelayanan yaitu:
1) Petugas pendaftaran mengisi kelengkapan identitas dan tanggal
kunjungan
2) Perawat, bidan, dokter gigi dan dokter yang melayani langsung,
mengisi Rekam Medis segera setelah pelayanan dilaksanakan
3) Seluruh petugas kesehatan yang melakukan pengisian Rekam Medis
bertanggung jawab terhadap kebenaran dan ketepatan isi Rekam
Medis
4) Bila terjadi kesalahan pencatatan rekam medis, catatan danberkas
tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan caraapapun.
Perubahan catatan atas kesalahan dapat dilakukandengan
pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf petugas yang
bersangkutan
5) Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekammedis,
tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayananlangsung kepada
pasien dapat membuat/mengisi rekammedis atas
perintah/pendelegasian secara tertulis
k. Kelengkapan Rekam Medis
1) Kelengkapan rekam medis menjadi tanggung jawab pemberi
pelayanan
2) Rekam medis harus diisi lengkap sebelum dikembalikan kepada
petugas penyimpanan rekam medis. Khusus untuk pelayanan pasien
observasi ruang instalasi gawat darurat harus dilengkapi dalam
waktu 1x24 jam setelah pemberian pelayanan
3) Mengecek kelengkapan dalam status rekam medis, bila belum
lengkap, dikembalikan lagi ke tenaga medis yang menangani
4) Mengecek kelengkapan paraf dan kode icd–x, bila belum lengkap
paramedis di benarkan untuk melengkapinya
l. Kerahasiaan Rekam Medis
1) Hanya petugas Rekam Medis, tenaga medis dan para medis, yang di
izinkan masuk ke ruang penyimpanan
2) Semua status rekam medis harus kembali dalam waktu 1x24 jam

24
3) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi rekam medis untuk pihak
ketiga tanpa persetujuan pasien
4) Selama status rekam medis berada di unit maka keamanan Rekam
Medis merupakan tanggung jawab unit tersebut
5) Tenaga medis dan tenaga lainnya tidak dibenarkan memberikan
status Rekam Medis kepada pasien atau keluarga pasien
6) Status Rekam Medis tidak boleh di fotocopy kecuali atas permintaan
pengadilan
7) Informasi mengenai kondisi kesehatan pasien dan resiko menjadi
tanggung jawab dokter yang memberikan pelayanan
8) Isi Rekam Medis milik pasien, status Rekam Medis milik Puskesmas
dan harus di jaga kerahasiannya
m. Penyusutan dan Pemusnahan
Rekam medis di puskemas mempunyai ruangan penyimpanan
rekam medis yang kecil, sehingga timbul masalah mengenai kurangnya
ruang penyimpanan.Perencanaan tentang pengelolaan rekam medis
yang tidak aktif harus ditetapkan sehingga selalu tersedia tempat
penyimpanan untuk rekam medis yang baru.Pada umumya rekam medis
dinyatakan tidak aktif apabila selama 5 tahun terakhir dihitung sejak
tanggal terakhir berobat status rekam medis tersebut tidak digunakan
lagi.Lakukan pemilahan berkas rekam medis aktif dan tidak aktif.Berkas
rekam medis tidak aktif di simpan dalam dus untuk dipisahkan.
Penyusutan rekam medis adalah suatu kegiatan pengurangan
berkas rekam medis dari rak penyimpanan dengan cara:
1) Memindahkan berkas rekam medis in aktif dari rak file aktif ke dalam
dus. Dengan memilah status rekam medis pasien yang sudah tidak
lagi berkunjung lagi selama lima tahun di Puskemas Bangkingan
dilihat dari kunjungan terakhir pasien, dus yang berisi rekam medis
inaktif dicatat tahun kunjungan terakhir
2) Memusnahkan berkas rekam medis yang ada didalam dus (inaktif
selama 2 tahun) dengan cara meleburkan/membuburkan rekam
medis atau pembakaran
Tujuan penyusutan rekam medis adalah :
1) Mengurangi jumlah berkas rekam medis yang semakin bertambah

25
2) Menyiapkan fasilitas yang cukup untuk tersedianya tempat
penyimpanan berkas rekam medis yang baru
3) Menyiapkan berita acara pemusnahan rekam medis yang ditanda
tangani oleh Kepala Puskesmas, Perekam medis dan saksi,
menyiapkan status yang akan di musnahkan, melakukan
pemusnahan
4) Tetap menjaga kualitas pelayanahn dengan mempercepat penyiapan
rekam medis jika sewaktu-waktu diperlukan
5) Menyelamatkan rekam medis yang bernilai guna tinggi serta
mengurangi yang tidak bernilai guna
Pemusnahan rekam medis adalah suatu proses kegiatan
penghancuran secara fisik arsip rekam medis yang telah berakhir fungsi
dan nilai gunanya. Penghancuran harus dilakukan secara total dengan
cara membakar habis, mencacah atau daur ulang sehingga tidak dapat
lagi dikenal isi maupun bentuknya
n. Pelaporan
Pelaporan pada Puskesmas Bangkingan ada harian dan bulanan,
untuk laporan harian rekapan jumlah pasien harian untuk Laporan
Sensus Harian, untuk laporan bulanan berupa laporan Eksekutif,
Pelayanan tindakan, pelayanan sore, dan kunjungan rawat inap umum
dan bersalin

2. Unit Pemeriksaan Umum


a) Pengertian
Unit Pemeriksaan Umum merupakan tempat pelayanan yang
bertugas melakukan penanganan dan perawatan medis terhadap pasien.
Kegiatan yang dilakukan adalah pemeriksaan pasien secara umu dengan
melihat indikasi atau gejala-gejala yang di derita oleh pasien
b) Pra dan Paska Pelayanan
Pra Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan sebelum
kegiatan pelayanan meliputi tempat, sound system, barang cetak, alat
tulis, sampah medis dan alat medis.
Kegiatan pra pelayanan di Unit Pemeriksaan Umum Puskesmas
Bangkingan meliputi :

26
1) Petugas Unit umum melakukan cuci tangan 7 langkah sebelum
memulai pelayanan
2) Menyalakan peralatan elektronik (komputer, AC, router, amplifier)
3) Menyiapkan alat-alat medis (stetoskop, tensimeter, senter,
termometer)
4) Menyiapkan buku, formulir, blangko resep, blangko Laborat, blangko
surat sakit, surat sehat, surat keterangan berobat, resep rujuk balik,
blangko rujukan SKM dan BPJS
5) Menata meja dan kursi
6) Mencatat pada checklist pra pelayanan
Pasca Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan
setelah kegiatan pelayanan meliputi tempat, sound system, barang cetak,
alat tulis, sampah medis dan alat medis.
Kegiatan paska pelayanan di Unit Pemeriksaan Umum puskesmas
Bangkingan meliputi :
1) Petugas Unit umum melakukan cuci tangan 7 langkah setelah
selesai pelayanan
2) Mensterilkan alat yang telah dipakai di ruang tindakan
3) Memeriksa safety box, bila sudah hampir penuh segera diganti yang
baru
4) Memasukkan alat-alat medis di laci / lemari (tensimeter,
stetoskop,termometer, senter)
5) Mencatat pada checklist pra pelayanan
c) Pengkajian Awal Klinis
Pengkajian awal klinis adalah suatu kegiatan wawancara yang
dilakukan terhadap pasien untuk mengumpulkan data
penyakit.Pengkajian awal klinis merupakan tahapan yang cukup penting
dalam memberikan pelayanan kepada pasien karena ketepatan
pengkajian awal klinis berpengaruh pada ketepatan diagnosa dan terapi.
Langkah-langkah dalam pengkajian awal klinis meliputi proses
pemanggilan pasien oleh petugas paramedis sesuai dengan urutan
sesuai dengan nomer yang ada kartu status dilanjutkan memberi sapaan
kepada pasien. Selanjutnya petugas harus mencocokkan identitas pasien
dengan rekam medis untuk menghindari resiko tertukarnya kartu status.
Untuk memastikan kecocokan tersebut, petugas harus menanyakan

27
nama pasien, umur, serta alamat apakah sesuai dengan yang tercantum
pada kartu status. Proses pengkajian awal klinis dilanjutkan dengan
tahap anamnesa penyakit yang meliputi keluhan utama, keluhan
tambahan, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga,
lama sakitnya, pengobatan yang sudah didapat, serta riwayat alergi obat.
Tahap berikutnya, petugas melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
yaitu tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu tubuh sesuai dengan
kebutuhan. Semua hal yang telah dilakukan pada proses pengkajian
awal klinis harus dicatat pada kartu rekam medis sebelum pasien
dikonsulkan ke dokter.
1) Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah adalah pengukuran nilaitekanandarah
yang merupakanindikatoruntukmenilai system kardiovaskuler.
Langkah kegiatan tersebut :
1. Petugas Menjelaskankepadapasiententangtujuandantindakan
yang akandilaksanakan;
2. Petugas mencucitangan;
3. Petugas mengaturposisipasien;
4. Petugas memasang manset tensimeter dipasang pada lengan
atas dengan pipa karetnya berada disisi luar tangan;
5. Petugas meraba arteri brachialis diraba lalu stetoskop
ditempatkan pada daerah tersebut;
6. Petugas menekan tombol ON/OFF untuk menghidupkan alat;
7. Petugas menutup sekrup balon karet selanjutnya balon dipompa
sampai denyut arteri tidak terdengar lagi;
8. Petugas membuka perlahan sekrup balon karet sambil
memperhatikan turunnya air raksa/indikator, dengarkan bunyi
denyutan pertama (sistolik) dan terakhir (diastolik);
9. Petugas menekan tombol ON/OFF untukmematikan alat;
10. Lepasmanset yang terpasangpadapasien.
11. Petugas mencatat hasil pada kartu rekam medis
2) Penghitungan Pengukuran pernafasan
Pengukuran pernafasan adalah mengukur jumlah pernafasan dalam
waktu satu menit.Langkah kegiatan tersebut :
1. Petugas menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan
tindakan yang akan dilakukan;

28
2. Petugas mempersiapkan alat;
3. Petugas menghitung pernafasan tersebut selama 15 detik pada
pernafasan yang teratur kemudian dikalikan 4 dan selama 1
menit pada pernafasan yang tidak teratur;
4. Petugas mendokumentasikan hasil pada kartu rekam medis.
3) Penghitungan denyut nadi
Menghitung denyut nadi adalah kegiatan menentukan frekuensi
denyut nadi per menit. Langkah kegiatan tersebut :
1. Petugas Menjelaskankepadapasiententangtujuandantindakan
yang akandilaksanakan;
2. Petugas Menyiapkan Alat
3. Petugas Mengaturposisipasien;
4. Petugas meraba salah satu arteri dengan jari telunjuk dan jari
tengah;
5. Petugas Menentukanletakarteri (denyutnadi yang akandihitung);
6. Petugas menghitung denyut nadi arteri tersebut selama 15 detik
pada denyut nadi yang stabil kemudian dikalikan 4 dan selama 1
menit pada denyut nadi yang tidak stabil;
7. Petugas Mencatathasildenyutnadi di rekam medis;
4) Pengukuran suhu aksila
Pengukuran suhu aksila adalah kegiatan mengukur suhu tubuh
melalui aksila atau ketiak dengan menggunakan
termometer.Langkah kegiatan tersebut :
1. Petugas Menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan
tindakan yang akan di lakukan;
2. Petugas Menyiapkan Termometer yang telah ditera (air raksa
dibawah angka 35ºC) atau menyalakan termometer digital;
3. Petugas membantu pasien untuk duduk atau posisi berbaring
dengan membuka pakaian pada lengan pasien;
4. Petugas memasukkan termometer ke bagian tengah ketiak;
5. Petugas menurunkan lengan dan silangkan lengan bawah
pasien;
6. Petugas menunggu selama 5-10 menit pada termometer air
raksa, atau sampai sinyal terdengar pada termometer digital;

29
7. Petugas menarik termometer dan membaca tingkat air raksa
atau angka digitnya;
8. Petugas membersihkan alat;
9. Petugas memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai
dilakukan;
10. Petugas mendokumentasikan hasil pada kartu rekam medis
d) Proses Triase
Triase adalah suatu sistem untuk menyeleksi keadaan pasien
sesuai dengan skala prioritas kegawatdaruratannya. Petugas paramedis
yang menerima pasien awal, pada saat proses pengkajian awal klinis
juga menetapkan prioritas kegawatdaruratan pasien, antara lain dengan
mengenali adanya tanda-tanda : pasien dengan panas tinggi, pasien
dengan kejang, pasien dalam kondisi lemah / tidak sadar, pasien dengan
kecelakaan, pasien dengan sesak nafas, pasien dengan disabilitas.
Setelah menetapkan skala kegawatdaruratan pasien, petugas memberi
warna pada kartu status berupa warna hijau untuk pasien tanpa
kegawatdaruratan, warna kuning untuk pasien dengan cedera tapi tidak
mengancam nyawa, warna merah untuk pasien gawat darurat yang
membutuhkan penanganan segera
e) Prosedur Penatalaksanaan Penyakit
1) Penatalaksanaan Tuberkulosis (TB) Paru
TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.Sebagian besar menyerang paru,
namun dapat juga mengenai organ lainnya.Saat ini timbul
kedaruratan baru dalam penanggulangan TB, yaitu TB Resisten
Obat (Multi Drug Resistance)/ MDR).Pada awal permulaan
perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan
kelainan.Dari auskultasi terdengar suara napas bronchial/ amforik/
ronkhi basah/ suara napas melemah di apex paru, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pemeriksaan
penunjang: darah (limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb
turun); pemeriksaan mikroskopis kuman TB (BTA/ Bakteri Tahan

30
Asam) atau kultur kuman dari spesimen dahak/ sputum S-P-S
(sewaktu-pagi-sewaktu); untuk non paru, spesimen dari bilas
lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura atau biopsi jaringan;
pemeriksaan radiologi foto toraks PA-Lateral/ top lordotik (biasanya
di apeks paru gambaran bercak awan, batas tidak jelas atau jika
batas jelas membentuk tuberkuloma; bentuk kavitas/ cincin
berdinding tipis; pleuritis/ penebalan pleura; efusi pleura). Diagnosa
pasti TB ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin
pada anak). Penatalaksanaan TB dengan prinsip:
 OAT (Obat Anti TB) diberikan dalam bentuk kombinasi dari
beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
ketegori pengobatan
 Obat ditelan sekaligus/ single dose dalam keadaan perut kosong
 Semua pasien (termasuk yang terinfeksi HIV) yang belum
pernah diobati harus diberi obat lini pertama
 Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai
dilakukan pengawasan langsung oleh seorang pengawas minum
obat (PMO)
 Dilakukan monitoring respons obat dengan pemeriksaan berkala
pada akhir tahap awal, bulan ke-5 dan akhir pengobatan
 Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan efek samping harus
tercatat dan tersimpan

Fase Intensif Fase Lanjutan


Harian Harian 3x/ minggu Harian 3x/ minggu
BB (R/H/Z/E
) (R/H/Z) (R/H/Z) (R/H) (R/H)
30 - 37 2 2 2 2 2
38 - 54 3 3 3 3 3
55 - 70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5

Rekomendasi dosis dalam mg/kgBB


Obat Harian 3x seminggu

31
INH 5(4-6) max 300 mg/hr 10(8-12) max 900 mg/dosis
RIF 10(8-12) max 600 mg/hr 10(8-12) max 600 mg/dosis
25(20-30) max 1600
PZA 35(30-40) max 2400 mg/dosis
mg/hr
15(15-20) max 1600
EMB 30 (25-35) max 2400 mg/dosis
mg/hr
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
 Tahap awal terdiri dari 4 jenis obat (rifampisin, isoniazid,
pirazinamid, dan etambutol) diberikan dalam kurun waktu 2 bulan,
diminum setiap hari. Setelah terjadi konversi dimana pasien TB
paru BTA positif menjadi BTA negatif dilanjutkan tahap lanjutan
 Tahap lanjutan terdiri dari 2 jenis obat (rifampisin, isoniazid)
dalam jangka waktu 4 bulan, diminum 3x dalam seminggu
Konseling dan edukasi dilakukan dengan memberikan informasi
kepada pasien dan keluarga tentang penyakit tuberkulosis,
pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratur, serta
menerapkan pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan. Kriteria
rujukan apabila pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak
menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dalam jangka waktu
tertentu; pasien dengan BTA (-), klinis (-/ meragukan); pasien
dengan BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu; TB dengan
komplikasi/ keadaan khusus (TB dengan komorbid); suspek TB-
MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR.
TB Paru pada anak seringkali tidak menimbulkan gejala
walaupun sudah tampak pembesaran hilus pada foto toraks. Gejala
sistemik pada anak adalah: nafsu makan tidak ada/ berkurang, BB
turun tanpa sebab yang jelas, demam ≥2 minggu dan atau
berulang tanpa sebab yang jelas umumnya tidak tinggi dan dapat
disetai keringat malam, lesu atau malaise (anak kurang aktif
bermain), batuk ≥3 minggu bersifat non remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab batuk
lain telah disingkirkan. Pemeriksaan fisik pada anak tidak spesifik
tergantung seberapa berat manifestasi respirasi dan sistemiknya.

32
Pemeriksaan penunjang dengan uji tuberkulincara mantoux
dengan menyuntikkan 0.1 ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU,
secara intrakutan di bagian volar bawah. Pembacaan dilakukan
setelah 48-72 jam setelah penyuntikan.Hasil positif jika diameter
indurasi ≥10 mm; foto toraks; pemeriksaan mikrobiologis.
Penegakkan diagnosa melalui dua pendekatan utama, yaitu:
 Riwayat anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif
dan menular
 Anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan
tanda klinis mengarah ke TB (sistem skoring)

Parameter 0 1 2 3 skor
laporan
keluarga,
tidak BTA (-)
Kontak TB BTA(+)
jelas atau BTA
tidak jelas/
tidak tahu
(+)
(≥10mm,
atau
≥5mm
Uji Tuberkulin
(-) pada
(mantoux)
keadaan
immunoco
mpromise
d
BB/ keadaan gizi BB/T Klinis gizi
B buruk atau
<90 BB/TB
% <70% atau
atau BB/U
BB/U <60%

33
<80
%

Demam yang ≥2
tidak diketahui ming
penyebabnya gu
≥3
Batuk kronik ming
gu
≥1
cm,
Pembesaran
lebih
kelenjar limfe,
dari 1
koli, aksila,
KGB,
inguinal
tidak
nyeri
Pembengkakan ada
tulang/ sendi pemb
panggul, lutut, engk
falang akan
Normal Gam
, baran
Foto toraks kelaina suge
n tidak stif
jelas TB
Skor Total

OAT Kombinasi Dosis Tepat (KDT) pada anak sesuai rekomendasi


IDAI

BB 2 bulan tiap hari 3KDT 4 bulan tiap hari 2KDT

34
Anak Anak
RHZ RH
5 - 9 kg 1 tablet 1 tablet
10 - 14 kg 2 tablet 2 tablet
15 - 19 kg 3 tablet 3 tablet
20 - 32 kg 4 tablet 4 tablet
Bayi dengan BB <5kg, anak dengan BB ≥33kg, harus dirujuk ke
RS; obat harus diberikan utuh tidak boleh dibelah, dapat langsung
ditelan utuh atau digerus sesaat sebelum diminum. Evaluasi hasil
pengobatan setelah 2 bulan terapi dengan evaluasi klinis,
radiologis dan pemeriksaan LED. Kriteria rujukan jika tidak ada
perbaikan klinis dalam 2 bulan pengobatan; terjadi efek samping
obat yang berat dan putus obat selama >2 minggu.Kriteria hasil
pengobatan: Sembuh: pasien telah menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap dan pemeriksaan apusandahak ulang (follow up),
hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.
Pengobatan lengkap: pasien yang telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap tetapitidak ada hasil pemeriksaan
apusan dahak ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya. Meninggal: pasien yang meninggal dalam masa
pengobatan karena sebab apapun. Putus berobat (default):
pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelummasa pengobatannya selesai. Gagal: Pasien yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positifpada bulan ke lima atau selama pengobatan. Pindah
(transfer out): pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan
pelaporan (register) laindan hasil pengobatannya tidak diketahui.
2) Penatalaksanaan TB dengan HIV
TB meningkatkan progresivitas HIV karena sering
menyebabkan jumlah kadar virus HIV yang tinggi. Penderita
TB/HIV mempunyai kemungkinan hidup lebih singkat dibandingkan
penderita HIV tanpa TB.Obat ART (antivirus HIV) menurunkan
tingkat kematian pada pasien TB/HIV.Batuk bukan merupakan

35
gejala utama pada pasien TB dengan HIV. Indikasi pasien TB untuk
pemeriksaan HIV jika: BB turun drastis, sariawan berulang,
sarkoma Kaposi, riwayat perilaku resiko tinggi (Napza jarum suntik,
homoseksual, waria, PSK, pramuria panti pijat). Hasil pemeriksaan
fisik kelainan pada TB paru tergantung luas kelainan struktur paru.
Pemeriksaan penunjang: darah lengkap; pemeriksaan mikroskopis
kuman TB/ BTA atau kultur kuman dari spesimen dahak, bilas
lambung, CSF, cairan pleura atu biopsi jaringan; foto toraks PA
lateral/ lordotik; pemeriksaan kadar CD4; uji anti-HIV. Penegakkan
diagnosis melalui konseling dan pemeriksaan HIV.
Penatalaksanaannya sama dengan pengobatan TB tanpa
HIV/AIDS, pasien dengan koinfeksi TB-HIV diberi OAT dan ARV
dalam 8 minggu tanpa memperhatikan kadar CD4. Setiap penderita
TB-HIV harus diberi profilaksis kotrimoksasol 960 mg/hari (single
dose) selama pemberian OAT, injeksi streptomisin hanya jika
tersedia alat suntik sekali pakai yang steril.Pada pasien TB-HIV
yang tidak respons terhadap obat selain pikirkan malabsorbsi obat
juga bisa karena imunosupresi yang berat dengan derajat
penyerapan, karenanya dosis standar yang diterima suboptimal
sehingga konsentrasi rendah dalam serum.Konseling dilakukan
pada pasien yang dicurigai HIV dengan merujuk ke pelayanan VCT.
Kriteria rujukan sama dengan penderita TB tanpa HIV/AIDS
3) Penatalaksanaan Morbili (Rubeola/ Campak)
Suatu penyakit infeksi virus yang disebabkan oleh virus
measles.Menular lewat udara melalui aktifitas bernafas, batuk, atau
bersin.Pada bayi bisa menimbulkan komplikasi pneumonia dan
ensefalitis. Penyakit ini ditandai dengan gejala prodromal berupa
demam, batuk, pilek, konjungtivitis, eksantem patognomonik, diikuti
dengan lesi makulopapular eritem pada hari ketiga hingga hari
ketujuh, yang dimulai dari kepala, belakang telinga dan menyebar
secara sentrifugal ke bawah hingga ekstremitas. Dari hasil
pemeriksaan diperoleh demam, konjungtivitis, limfadenopati

36
general, koplik spot pada orofaring sebelum muncul eksantem, lesi
perlahan akan menghilang sesuai urutan muncul dengan sisa
warna coklat kekuningan atau deskuamasi ringan.Pemeriksaan
penunjang umumnya tidak diperlukan tetapi pada kasus tertentu
mungkin diperlukan pemeriksaan Ig M anti Rubella untuk
konfirmasi diagnosa.
Diagnosa ditegakkan dengan anamnesa dan pemeriksaan
fisik.Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk,
anak yang belum mendapat imunisasi, anak dengan
imunodefisiensi dan leukemia; berupa otitis media, pneumonia,
ensefalitis, trombositopenia. Penatalaksanaan terapi suportif
dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang hilang
dari diare dan emesis; obat untuk gejala simptomatis, antibiotik jika
terjadi infeksi sekunder; suplementasi vitamin A diberikan pada:
bayi <6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis, usia 6-11 bulan
100.000 IU/hari PO 2 dosis, >1 tahun 200.000 IU/hari 2 dosis, anak
dengan tanda defisiensi vitamin A 2 dosis pertama sesuai usia
dilanjutkan dosis ketiga sesuai usia yang diberikan 2-4 minggu
kemudian. Edukasi pada keluarga dan pasien bahwa morbili
merupakan penyakit yang menular.Namun demikian, pada
sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh sendiri, sehingga
pengobatan bersifat suportif.Edukasi pentingnya memperhatikan
cairan yang hilang dari diare/emesis.Untuk anggota
keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin campak atau
human immunoglobulin untuk pencegahan.Vaksin efektif bila
diberikan dalam 3 hari terpapar dengan penderita. Imunoglobulin
dapat diberikan pada individu dengan gangguan imun, bayi umur 6
bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan yang lahir dari ibu
tanpa imunitas campak, dan wanita hamil. Kriteria rujukan untuk
campak dengan komplikasi.
4) Penatalaksanaan Varisela

37
Infeksi akut primer oleh virus Varicellazoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi,
kelainan kulit Unitmorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Penularan melalui udara (air-borne) dan kontak langsung.Keluhan
pasien adalah demam, malaise, nyeri kepala, kemudian disusul
timbulnya lesi kulit berupa papul eritem yang dalam waktu
beberapa jam berubah menjadi vesikel.Biasanya disertai rasa
gatal. Pada pemeriksaan didapat tanda patognomonik berupa
papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah
menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun
(tear drops). Vesikel akan menjadi keruh dan kemudian menjadi
krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-
vesikel baru yang menimbulkan gambaran Unitmorfik khas untuk
varisela. Penyebaran terjadi secara sentrifugal, serta dapat
menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas
atas.Pemeriksaan penunjang bila diperlukan dengan pemeriksaan
mikroskopis ditemukan sel Tzanck (sel datia berinti
banyak).Penegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik.Komplikasi pneumonia, ensefalitis, hepatitis
terutama pasien dengan gangguan imun; varisela pada kehamilan
dapat menyebabkan infeksi intrauterine pada janin, menyebabkan
sindroma varisela kongenital.
Penatalaksanaan dengan hindari gesekan kulit untuk
mencegah pecahnya vesikel, pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan
cegah kontak dengan orang lain. Hindari aspirin karena dapat
menyebabkan Reye’s syndrome, losio kalamin untuk mengurangi
gatal dan pemberian antivirus:
 Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anak-anak 4 x 20 mg/kgBB
(dosis maksimal 800 mg), atau
 Valasiklovir: dewasa 3 x 1000 mg/hari.
Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan
pada 24 jam pertama setelah timbul lesi. Pemberian edukasi pada

38
pasien bahwa varisela merupakan penyakit self limiting pada anak
yang imunokompeten.Komplikasi yang ringan dapat berupa infeksi
bakteri sehingga pasien sebaiknya menjaga kesehatan tubuh dan
untuk mencegah penularan dianjurkan pasien dikarantina.Kriteria
penderita dirujuk jika terdapat gangguan imunitas dan komplikasi
yang berat.
5) Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
penyebabnya adalah Virus dengue yang sampai sekarang dikenal
4 serotipe (Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3 dan Dengue-4),
termasuk dalam group B Arthropod Borne Virus (Arbovirus).Cara
Penularan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti meskipun dapat
juga ditularkan oleh Aedes albopictus yang biasanya hidup di
kebun-kebun.
Gejala penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang
mendadak, terus menerus berlangsung 2 – 7 hari.Panas dapat
turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6
atau ke-7 panas mendadak turun, nyeri kepala, nyeri retroorbital,
mialgia/atralgia, ruam, gusi berdarah, mimisan, nyeri perut,
mual/muntah, hematemesis dan dapat juga melena. Pemeriksaan
fisik diperoleh tanda patognomonik untuk demam dengue yaitu:
suhu > 37,50C; manifestasi perdarahan (Petekie, Purpura,
Ekimosis, Perdarahan konjungtiva, Epistaksis, Pendarahan gusi,
Hematemesis, Melena dan Hematuri); Rumple Leed (+) jika
terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1 inci persegi (2,5 x 2,5
cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa
cubiti); Hepatomegali/ Splenomegali. Untuk mengetahui terjadi
kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi pleura dan asites,
Hematemesis atau melena.
Pemeriksaan Penunjang:
 Leukopenia cenderung pada demam dengue
 Adanya bukti kebocoran plasma yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah pada Demam

39
Berdarah Dengue dengan manifestasi peningkatan hematokrit
diatas 20% dibandingkan standar sesuai usia dan jenis kelamin
dan atau menurun dibandingkan nilai hematokrit sebelumnya >
20% setelah pemberian terapi cairan.
 Trombositopenia (Trombosit <100.000/ml)ditemukan pada
Demam Berdarah Dengue.
Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini terpenuhi:
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya
bifasik/ pola pelana.
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: Uji
tourniquet positif; Petekie, ekimosis atau purpura; Perdarahan
mukosa atau perdarahan dari tempat lain; Hematemesis atau
melena
 Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai
berikut: Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard
sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Penurunan hematokrit
>20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran plasma seperti efusi
pleura, asistes atau hipoproteinemia
DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi) berdasarkan
klassifikasi WHO 1997:
 Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas
dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bending
 Derajat II : Seperti derajat I namun disertai perdarahan spontan
di kulit dan atau perdarahan lain
 Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau
hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab
 Derajat IV : Syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak
terukur.
Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik
(Parasetamol 3 x 500-1000 mg).Pemeriksaan penunjang lanjutan

40
adalah Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara
serial.Prinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah
memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya tentang
perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga pasien dapat
mengerti bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk penanganan
DBD, terapi hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan
penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai dengan perjalanan alamiah
penyakit. Melakukan kegiatan 3M menguras, mengubur,
menutup.Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
makanan bergizi dan melakukan olahraga secara rutin. Kriteria
rujukan apabila: Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena)
serta komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti
kejang, penurunan kesadaran, dan lainnya.
6) Penatalaksanaan Infeksi pada Umbilikus
Infeksi pada tali pusat atau jaringan kulit di sekitar perlu
dikenali secara dini dalam rangka mencegah sepsis.Keluhan
panas, rewel, tidak mau menyusu.Faktor Predisposisi melalui
pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak
steril.Pemeriksaan fisik terdapat tanda tanda infeksi di sekitar tali
pusat seperti kemerahan, panas, bengkak, nyeri dan mengeluarkan
pus yang berbau busuk. Infeksi tali pusat lokal atau terbatas: bila
kemerahan dan bengkak terbatas pada daerah kurang dari 1cm di
sekitar pangkal tali pusat. Infeksi tali pusat berat atau meluas: bila
kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1
cm atau kulit di sekitar tali pusat bayi mengeras dan memerah serta
bayi mengalami pembengkakan perut. Tanda sistemik: demam,
takikardia, hipotensi, letargi, somnolen, ikterus. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik adanya
tanda-tanda infeksi disekitar umbilikus (pada keadaan tertentu ada
lesi berbentuk impetigo bullosa). Komplikasi: Necrotizing fasciitis
dengan tanda-tanda: edema, kulit tampak seperti jeruk (peau
d’orange appearance) disekitar tempat infeksi, progresifitas cepat

41
dan dapatmenyebabkan kematian; Peritonitis; Trombosis vena
porta; Abses.
Perawatan lokal dengan Pembersihan tali pusat
menggunakan larutan antiseptik (Klorheksidin atau iodium povidon
2,5%) dengan kain kasa yang bersih delapan kali sehari sampai
tidak ada nanah lagi pada tali pusat. Setelah dibersihkan, tali pusat
dioleskan dengan salep antibiotik 3-4 kali sehari. Bila tanpa gejala
sistemik, pasien diberikan antibiotik seperti kloksasilin oral selama
lima hari. Bila anak tampak sakit, harus dicek dahulu ada tidaknya
tanda-tanda sepsis.Bila tidak ada perbaikan, pertimbangkan
kemungkinan Meticillin Resistance Staphylococcus aureus
(MRSA).Kontrol kembali bila tidak ada perbaikan atau ada
perluasan tanda-tanda infeksi dan komplikasi.
Kriteria Rujukan bila intake tidak mencukupi dan anak mulai
tampak tanda dehidrasi serta terdapat tanda komplikasi sepsis.
7) Penatalaksanaan Kandidiasis Mulut
Infeksi Candida albicans ini menyerang kulit, mukosa
maupun organ dalam, pada bayi dapat terinfeksi melalui vagina
saat dilahirkan, atau karena dot yang tidak steril.Keluhan rasa gatal
dan perih di mukosa mulut, rasa metal, dan daya kecap penderita
yang berkurang.Pemeriksaan fisik didapatkan bercak merah,
dengan maserasi di daerah sekitar mulut, di lipatan (intertriginosa)
disertai bercak merah yang terpisah di sekitarnya (satelit).Guam
atau oral thrush yang diselaputi pseudomembran pada mukosa
mulut. Pemeriksaan Penunjang: Sel ragi dapat dilihat di bawah
mikroskop dalam pelarut KOH 10% atau pewarnaan Gram.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan penunjang.Penatalaksanaan dengan memperbaiki status gizi
dan menjaga kebersihan oral serta kontrol penyakit
predisposisinya.Gentian violet 1% (dibuat segar/baru) atau larutan
nistatin 100.000 – 200.000 IU/ml yang dioleskan 2 – 3 kali sehari
selama 3 hari.

42
Lakukan skrining pada keluarga dan perbaikan lingkungan keluarga
untuk menjaga tetap bersih dan kering.Bila kandidiasis merupakan
akibat dari penyakit lainnya (seperti HIV) rujuk pasien ke RS.
8) Penatalaksanaan Keracunan Makanan
Keracunan makanan merupakan suatu kondisi gangguan
pencernaan yang disebabkan oleh konsumsi makanan atau air
yang terkontaminasi dengan zat patogen dan atau bahan kimia.
Anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan Diare akut
(Pada keracunan makanan biasanya berlangsung kurang dari 2
minggu). Darah atau lendir pada tinja (menunjukkan invasi mukosa
usus atau kolon), Nyeri perut, Nyeri kram otot perut (menunjukkan
hilangnya elektrolit yang mendasari, seperti pada kolera yang
berat), Kembung. Pemeriksaan fisik harus difokuskan untuk menilai
keparahan dehidrasi, nyeri tekan perut, bising usus meningkat atau
melemah.
Penataksanaan, karena sebagian besar kasus
gastroenteritis akut adalah self-limiting, pengobatan khusus tidak
diperlukan. Dari beberapa studi didapatkan bahwa hanya 10%
kasus membutuhkan terapi antibiotik.Tujuan utamanya adalah
rehidrasi yang cukup dan suplemen elektrolit.Hal ini dapat dicapai
dengan pemberian cairan rehidrasi oral (oralit) atau larutan
intravena.Rehidrasi oral dicapai dengan pemberian cairan yang
mengandung natrium dan glukosa.Obat absorben (misalnya,
kaopectate, aluminium hidroksida) membantu memadatkan feses
diberikan bila diare tidak segera berhenti. Jika gejalanya menetap
setelah 3-4 hari, etiologi spesifik harus ditentukan dengan
melakukan kultur tinja. Untuk itu harus segera dirujuk.Modifikasi
gaya hidup dan edukasi untuk menjaga kebersihan diri. Pasien
dirujuk ke fasilitas sekunder spesialis penyakit dalam atau spesialis
anak bila tidak ada perbaikan setelah 3 hari pengobatan adekuat
dan atau ada tanda kegawatdaruratan, mengalami perburukan, dan
terjadi secara massal.

43
9) Penatalaksanaan Alergi Makanan

Alergi makanan adalah suatu respons normal terhadap


makanan yang dicetuskan oleh suatu reaksi yang spesifik didalam
suatu sistem imun dan diekspresikan dalam berbagai gejala yang
muncul dalam hitungan menit setelah makanan masuk; namun
gejala dapat muncul hingga beberapa jam kemudian.Kebanyakan
reaksi hipersensitivitas disebabkan oleh susu, kacang, telur,
kedelai, ikan, kerang, gandum. Reaksi anfilaksis merupakan
manifestasi paling berat.
Kriteria pasti untuk diagnosis alergi makanan adalah
cetusan berulang dari gejala pasien setelah makan makanan
tertentu diikuti bukti adanya suatu mekanisme imunologi.Dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat ditemukan : kulit (eksim,
urtikaria), saluran pernafasan (rinitis, asma), saluran pencernaan
(edema, pruritus bibir, mukosa pipi, mukosa faring, muntah, kram,
distensi, diare). Sindroma alergi mulut melibatkan mukosa pipi
atau lidah tidak berhubungan dengan gejala gastrointestinal
lainnya.Diare kronis dan malabsorbsi terjadi akibat reaksi
hipersensitivitas lambat seperti pada enteropati protein makanan
dan penyakit seliak. Hipersensitivitas susu sapi pada bayi
menyebabkan occult bleeding atau frank colitis.
Penatalaksanaan pada riwayat reaksi alergi berat atau
anafilaksis:Hindari makanan penyebab, Jangan lakukan uji kulit
atau uji provokasi makanan, Gunakan pemeriksaan in vitro (tes
radioalergosorbent-RAST).
Terapi medikamentosa alergi makanan dapat menggunakan
antihistamin dan kortikosteroid. Edukasi pasien untuk kepatuhan
diet pasien, Menghindari makanan yang bersifat alergen sengaja
mapun tidak sengaja (perlu konsultasi dengan ahli gizi),
Perhatikan label makanan, Menyusui bayi sampai usia 6 bulan
menimbulkan efek protektif terhadap alergi makanan. Pasien

44
dirujuk ke fasilitas sekunder jika tidak menunjukkan perbaikan
(setelah 3 kali kedatangan) dan atau ada tanda
kegawatdaruratan.
10) Penatalaksanaan Reaksi Anafilaktik
Reaksi anafilaksis merupakan sindrom klinis akibat reaksi
imunologis (reaksi alergi) yang bersifat sistemik, cepat dan hebat
yang dapat menyebabkan gangguan respirasi, sirkulasi,
pencernaan dan kulit.Jika reaksi tersebut cukup hebat dapat
menimbulkan syok yang disebut sebagai syok anafilaktik.Syok
anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan tepat.
Test kulit yang merupakan salah satu upaya guna
menghindari kejadian ini tidak dapat diandalkan, sebab ternyata
dengan test kulit yang negatif tidak menjamin 100 % untuk tidak
timbulnya reaksi anafilaktik dengan pemberian dosis penuh.
Selain itu, test kulit sendiri dapat menimbulkan syok anafilaktik
pada penderita yang amat sensitif.Untuk itu diperlukan
pengetahuan serta keterampilan dalam pengelolaan syok
anafilaktik.
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko
anafilaksis adalah sifat alergen, jalur pemberian obat, riwayat
atopi, dan kesinambungan paparan alergen.Golongan alergen
yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan,
obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks.
Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilakis
berbeda-beda gradasinya sesuai berat ringannya reaksi antigen-
antibodi atau tingkat sensitivitas seseorang, namun pada tingkat
yang berat barupa syok anafilaktik gejala yang menonjol adalah
gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi.Kedua gangguan
tersebut dapat timbul bersamaan atau berurutan yang
kronologisnya sangat bervariasi dari beberapa detik sampai
beberapa jam.Pada dasarnya makin cepat reaksi timbul makin
berat keadaan penderita.Gejala respirasi dapat dimulai berupa

45
bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang kemudian segera
diikuti dengan sesak napas. Gejala pada kulit merupakan gejala
klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi anafilaktik.
Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat
penting untuk diperhatikan sebab ini mungkin merupakan gejala
prodromal untuk timbulnya gejala yang lebih berat berupa
gangguan nafas dan gangguan sirkulasi.Oleh karena itu setiap
gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan harus diwaspadai untuk
kemungkinan timbulnya gejala yang lebih berat. Manifestasi dari
gangguan gastrointestinal berupa perut kram,mual,muntah sampai
diare yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk
timbulnya gejala gangguan nafas
Pemeriksaan FisikPasien tampak sesak, frekuensi napas
meningkat, sianosis karena edema laring dan
bronkospasme.Hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada
syok anafilaktik. Adanya takikardia,edema periorbital, mata berair,
hiperemi konjungtiva. Tanda prodromal pada kulit berupa urtikaria
dan eritema.
Pemeriksaan Laborat diperlukan karena sangat
membantu menentukan diagnosis. Hitung eosinofil darah tepi
dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total
sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna
untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari
suatu keluarga.
Penatalaksanaan pada pasien syok anafilaktik:
 Identifikasi dan hentikan alergen
 Berikan oksigen 100% 8L/mnt
 Adrenalin/epinephrin (1:1000) 0,3 – 0,5 ml (0,01mg/KgBB)
 Ulangi 5 – 15 menit jika tidak ada perubahan klinis
 Antihistamin 10 – 20 mg IM dan IV pelan
 Terapi tambahan :
o Berikan cairan IV 1 – 2 L jika tanda-tanda syok tidak ada
respon terhadap obat

46
o Kortikosteroid pada kasus berat, berulang dan pasien
dengan asma
 Methylprednisolone 125-250 mg IV
 Dexamethason 20mg IV
 Hydrocortisone 100-500 mg IV pelan
o Inhalasi short acting beta 2 agonist pada bronkospasme
berat
o vasopressor
 observasi 2-3 x 24 jam, untuk kasus ringan cukup 6 jam
 berikan kortikosteroid dan antihistamin PO 3x24 jam
 rujuk apabila dengan penanganan yang dilakukan tidak
terdapat perbaikan
11) Penatalaksanaan Syok
Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang
memerlukanpenanganan intensif dan agresif.Syok adalah suatu
sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusijaringan lokal atau
sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsimultipel
organ. Kegagalan perfusijaringan dan hantaran nutrisi dan
oksigensistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi
kebutuhan metabolisme sel.Karakteristik kondisi ini,
yaitu:Ketergantungan suplai oksigen, Kekurangan oksigen, Asidosis
jaringan.Sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir
dengan kegagalan fungsi organ vital dan kematian.
Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan
karakteristik pola hemodinamik yang ditimbulkan, yaitu:
Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen
disebabkan oleh hilangnyasirkulasi volume intravaskuler sebesar
>20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi,
kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilatasi
arteri dan vena.Syok Kardiogenik yaitu kegagalan perfusi dan
suplai oksigen disebabkan oleh adanyakerusakan primer fungsi
atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung
semenit, berkaitan dengan terganggunya preload, afterload,
kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung.Penyebab terbanyak
adalah infark miokard akut, keracunan obat, infeksi/inflamasi,

47
gangguan mekanik.Syok Distributif yaitu kegagalan perfusi dan
suplai oksigen disebabkan olehmenurunnya tonus vaskuler
mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan
redistribusi aliran darah.Penyebab dari kondisi tersebut terutama
komponen vasoaktif pada syok anafilaksis; bakteria dan toksinnya
pada septik syok sebagai mediator dari SIRS; hilangnya tonus
vaskuler pada syok neurogenik.Syok Obstruktif yaitu kegagalan
perfusi dan suplai oksigen berkaitan denganterganggunya
mekanisme aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan
intrathorakal atau terganggunya aliran keluar arterial jantung
(emboli pulmoner, emboli udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner,
tamponade perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya
oleh karena obstruksi mekanis.Syok endokrin, disebabkan oleh
hipotiroidisme, hipertiroidisme dengan kolaps kardiakdan
insufisiensi adrenal. Pengobatan adalah tunjangan kardiovaskular
sambil mengobati penyebabnya. Insufisiensi adrenal mungkin
kontributor terjadinya syok pada pasien sakit gawat. Pasien yang
tidak respon pada pengobatan.
Pasien datang dengan lemas atau dapat tidak sadarkan
diri.Gejala klinis juga tergantung etiologi penyebabnya. Untuk
identifikasi penyebab, perlu ditanyakan faktor predisposisi seperti
karena infark miokard. Tanda awal iskemi jantung akut yaitu nyeri
dada, sesak nafas,diaforesis, gelisah dan ketakutan, nausea dan
vomiting dan gangguan sirkulasilanjut menimbulkan berbagai
disfungsi end organ.Riwayat trauma untuk syok karena perdarahan
atau syok neurogenik pada trauma servikal atau high thoracic
spinal cord injury. Demam dan riwayat infeksi untuk syok
septik.Gejala klinis yang timbul setelah kontak dengan antigen pada
syok anafilaktik.Syok obstruktif, tampak hampir sama dengan syok
kardiogenik dan hipovolemik.Pemeriksaan Fisikdidapatkan :
 Hipotensi dan penyempitan tekanan denyutan (adalah tanda
hilangnya cairan yang berat dan syok).

48
 Hiperthermia, normothermia, atau hipothermia dapat terjadi
pada syok.
 Detak jantung naik, frekuensi nafas naik, kesadaran turun.
 Produksi urine turun.
 Gambaran klinis syok kardiogenik tampak sama dengan gejala
klinis syok hipovolemik, ditambah dengan adanya disritmia,
bising jantung, gallop.
 Gejala klinis syok septik tak dapat dilepaskan dari keadaan
sepsis sendiri berupa sindroma reaksi inflamasi sistemik (SIRS)
dimana terdapat dua gejala atau lebih:Temperatur>38 0C atau
<360C.Heart rate >90x/mnt.Frekuensi nafas >20x/mn atau
PaCO2< 4,3 kPa.Leukosit >12.000 sel/mm atau < 4000sel/mm
atau >10% bentuk imatur.
 Efek klinis syok anafilaktik mengenai sistem pernafasan dan
sistem sirkulasi, yaitu: Terjadi edem hipofaring dan laring,
konstriksi bronkus dan bronkiolus, disertai hipersekresi mukus,
dimana semua keadaan ini menyebabkan spasme dan
obstruksi jalan nafas akut.
 Syok neurogenik ditandai dengan hipotensi disertai bradikardi.
Gangguan neurologis: paralisis flasid, refleks extremitas hilang
dan priapismus.
 Syok obstruktif, tampak hampir sama dengan syok kardiogenik
dan hipovolemik.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan penunjang.Penatalaksanaansyok:Pengenalan dan restorasi
yang cepat dari perfusi.Pada semua bentuk syok, manajemen jalan
nafas dan pernafasan untuk memastikan oksigenasipasien baik,
kemudian restorasi cepat dengan infus cairan.Pilihan pertama
adalah kristaloid (Ringer laktat/Ringer asetat) disusul darah pada
syok perdarahan.Keadaan hipovolemi diatasi dengan cairan koloid
atau kristaloid sekaligus memperbaiki keadaan
asidosis.Pengobatan syok sebelumnya didahului dengan
penegakan diagnosis etiologi.Diagnosis awal etiologi syok adalah

49
esensial, kemudian terapi selanjutnya tergantung
etiologinya.Setelah kegawatan pasien ditangani, pasien dirujuk ke
layanan sekunder.
12) Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi
Produksi darah yang tidak cukup (karena defisiensi atau
kegagalan sumsum tulang), kehilangan darah yang berlebihan,
perusakan darah yang berlebihan atau gabungan dari keduanya.
Anemia dibedakan berdasar cara terjadinya yaitu anemia paska
perdarahan, anemia hemolitik, anemia defisiensi, anemia aplastik
dan anemia karena keganasan. Pasien datang dengan lemah, lesu,
letih, lelah, penglihatan berkunang-kunang, pusing, telinga
berdenging dan penurunan konsentrasi. Pemeriksaan Fisik
Patognomonis Mukokutaneus: pucat–indikator yang cukup baik,
sianotik, atrofi papil lidah (anemia defisiensi besi dan anemia
pernisiosa), alopesia (anemia defisiensi besi), ikterik (anemia
hemolitik), koilonikia (anemia defisiensi besi), glositis (anemia
pernisiosa), rambut kusam, vitiligo (anemia pernisiosa).
Kardiovaskular: takikardi, bising jantung. Respirasi: frekuensi napas
(takipnea). Mata: konjungtiva pucat.Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan darah: darah lengkap, morfologi darah tepi (apusan
darah tepi), MCV, MCH, MCHC, retikulosit.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan hasil pemeriksaan darah dengan kriteria Hb darah kurang
dari kadar Hb normal. Nilai rujukan kadar hemoglobin normal
menurut WHO: Laki-laki: > 13 g/dl; Perempuan: > 12 g/dl;
Perempuan hamil: > 11 g/dl.Penatalaksanaan dengan atasi
penyebab yang mendasarinya. Jika didapatkan kegawatan (misal:
anemia gravis atau distres pernafasan), pasien segera dirujuk.
Pada anemia defisiensi besi: Anemia dikoreksi peroral: 3 – 4x
sehari dengan besi elemental 50 – 65 mg; Sulfas ferrosus 3 x 1 tab
(325 mg mengandung 65 mg besi elemental, 195; 39); Ferrous
fumarat 3 x 1 tab (325; 107 dan 195; 64). Ferrous glukonat 3 x 1

50
tab (325; 39). Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat:
mual, muntah, heartburn, konstipasi, diare, BAB kehitaman. Pada
anemia defisiensi asam folat dan defisiensi B12 dikoreksi peroral
dengan: Vitamin B12 80 mikrogram (dalam multivitamin); Asam
folat 500 – 1000 mikrogram (untuk ibu hamil 1 mg). Konseling pada
penderita anemia adalah memberikan pengertian kepada pasien
dan keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya,
sehingga meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam berobat
serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Kriteria rujukan Anemia
berat dengan indikasi transfusi (Hb <8 mg%) dan jika tidak dapat
mentoleransi koreksi peroral atau kondisi akut.
13) Penatalaksanaan HIV/ AIDS Tanpa Komplikasi
HIV adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
menyerang sel-sel kekebalan tubuh. AIDS atau Acquired
Immunodefficiency Syndrome adalah kumpulan gejala akibat
penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
Pasien datang dapat dengan keluhan yang berbeda-beda antara
lain demam atau diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih
dari satu bulan. Keluhan disertai kehilangan berat badan (BB)
>10% dari BB dasar. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang
menyertainya, seperti:
 Kulit: kulit kering yang luas, terdapat kutil di genital.
 Infeksi: Jamur, seperti kandidiasis oral, dermatitis seboroik atau
kandidiasis vagina berulang. Virus, seperti herpes zoster
berulang atau lebih dari satu dermatom, herpes genital
berulang, moluskum kontagiosum, kondiloma.
 Gangguan napas, seperti tuberculosis, batuk >1 bulan, sesak
napas, pneumonia berulang, sinusitis kronis
 Gejala neurologis, seperti nyeri kepala yang semakin parah dan
tidak jelas penyebabnya, kejang demam, menurunnya fungsi
kognitif.
Penularan HIV melalui: Transmisi seksual, Produk Darah, Dari Ibu
ke Janin. Pemeriksaan fisik meliputi tanda-tanda vital, BB, tanda-

51
tanda yang mengarah kepada infeksi oportunistik sesuai dengan
stadium klinis HIV. Prosedur pemeriksaan Laborat untuk HIV sesuai
dengan panduan nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan
menggunakan strategi 3 (untuk penegakan Diagnosis,
menggunakan 3 macam tes dengan titik tangkap yang berbeda)
dan selalu didahului dengan konseling pra tes atau informasi
singkat. Ketiga tes tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat
atau dengan ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus
digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk
pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan
spesifisitas tinggi (>99%). Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi
dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang
disebut masa jendela. Bila tes HIV yang dilakukan dalam masa
jendela menunjukkan hasil ”negatif”, maka perlu dilakukan tes
ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang berisiko.
Diagnosis Klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan hasil tes HIV. Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka
pasien perlu dirujuk ke Pelayanan Dukungan Pengobatan untuk
menjalankan serangkaian layanan yang meliputi penilaian stadium
klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi. Penilaian yang
dilakukan pada pasien HIV/AIDS kunjungan awal dan setiap kali
kunjungan untuk penentuan terapi ARV dengan lebih tepat waktu.
Penilaian Imunologi (pemeriksaan jumlah CD4) untuk menilai
status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4 untuk menentukan
pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis IO dan terapi ARV.
Pemeriksaan Laborat atas indikasi gejala yang ada sangat
dianjurkan untuk memantau keamanan dan toksisitas pada ODHA
yang menerima terapi ARV. Penatalaksanaan dengan melakukan
tes dan konseling HIV pada pasien yang datang ke layanan primer.
Perawatan kronis bagi ODHA dan dukungan lain dengan sistem
rujukan ke berbagai fasilitas layanan lain yang dibutuhkan ODHA.

52
Layanan perlu dilakukan secara terintegrasi, paripurna, dan
berkesinambungan. Strategi pencegahan HIV menurut rute
penularan, yaitu:
 Untuk transmisi seksual: Program perubahan perilaku berisiko,
termasuk promosi kondom; Pendidikan kesehatan reproduksi di
sekolah; Konseling dan tes HIV; Skrening IMS dan
penanganannya; Terapi antiretrovirus pada pasien HIV.
 Untuk transmisi darah: Pengurangan dampak buruk
penggunaan napza suntik; Keamanan penanganan darah;
Kontrol infeksi; Post exposure profilaksis.
 Untuk transmisi ibu ke anak: Menganjurkan tes HIV dan IMS
pada setiap ibu hamil; Terapi ARV pada semua ibu hamil yang
terinfeksi HIV; Persalinan seksiosesaria dianjurkan; Dianjurkan
tidak memberikan ASI ke bayi, namun diganti dengan susu
formula.
 Pemberian obat kotrimoksasol sebagai pengobatan
pencegahan infeksi oportunistik.
 Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah dilahirkan
oleh ibu hamil dengan HIV.
 Pemberian imunisasi dan pengobatan pencegahan
kotrimoksasol pada bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif.
 Konseling untuk memulai terapi, Konseling tentang gizi,
pencegahan penularan, narkotika dan konseling lainnya sesuai
keperluan.
 Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual
(IMS), dan kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
TATALAKSANA PEMBERIAN ARV
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan
jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi
HIV-nya. Hal tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita
sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. Jika tidak
tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV
adalah didasarkan pada penilaian klinis. Mulai terapi ARV pada

53
semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm3 tanpa
memandang stadium klinisnya. Terapi ARV dianjurkan pada semua
pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa
memandang jumlah CD4. Anjuran Pemilihan Obat ARV Lini
Pertama adalah 2 NRTI + 1 NNRTI. Penggunaan d4T (Stavudine)
dikurangi sebagai paduan lini pertama karena pertimbangan
toksisitasnya. Terapi lini kedua harus memakai Protease Inhibitor
(PI) yang diperkuat oleh Ritonavir (ritonavir-boosted) ditambah
dengan 2 NRTI, dengan pemilihan Zidovudine (AZT) atau Tenofovir
(TDF) tergantung dari apa yang digunakan pada lini pertama dan
ditambah Lamivudine (3TC) atau Emtricitabine (FTC). PI yang ada
di Indonesia dan dianjurkan digunakan adalah Lopinavir/Ritonavir
(LPV/r). Tatalaksana infeksi oportunistik sesuai dengan gejala yang
muncul. Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK) dengan
pemberian pengobatan profilaksis. Terdapat dua macam
pengobatan pencegahan, yaitu profilaksis primer dan profilaksis
sekunder. Pemberian kotrimoksasol untuk mencegah (secara
primer maupun sekunder). ODHA yang bergejala (stadium klinis 2,
3, atau 4) termasuk perempuan hamil dan menyusui. Walaupun
secara teori kotrimoksasol dapat menimbulkan kelainan kongenital,
tetapi karena risiko yang mengancam jiwa pada ibu hamil dengan
jumlah CD4 yang rendah (<200) atau gejala klinis supresi imun
(stadium klinis 2, 3 atau 4), maka perempuan yang memerlukan
kotrimoksasol dan kemudian hamil harus melanjutkan profilaksis
kotrimoksasol. ODHA dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm 3
(apabila tersedia pemeriksaan dan hasil CD4).
Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV perlu dimonitor
perjalanan klinis penyakit dan jumlah CD4-nya setiap 6 bulan
sekali. Evaluasi klinis meliputi parameter seperti pada evaluasi
awal termasuk pemantauan berat badan dan munculnya tanda dan
gejala klinis perkembangan infeksi HIV sehingga terkontrol

54
perkembangan stadium klinis pada setiap kunjungan dan
menentukan saat pasien mulai memenuhi syarat untuk terapi
profilaksis kotrimoksazol dan atau terapi ARV. Berbagai faktor
mempengaruhi perkembangan klinis dan imunologis sejak
terdiagnosis terinfeksi HIV. Penurunan jumlah CD4 setiap tahunnya
adalah sekitar 50 sampai 100 sel/mm3. Evaluasi klinis dan jumlah
CD4 perlu dilakukan lebih ketat ketika mulai mendekati ambang
dan syarat untuk memulai terapi ARV. Pemantauan Pasien dalam
Terapi Antiretroviral denganfrekuensi pemantauan klinis
tergantung dari respon terapi ARV. Sebagai batasan minimal,
Pemantauan klinis perlu dilakukan pada minggu 2, 4, 8, 12 dan 24
minggu sejak memulai terapi ARV dan kemudian setiap 6 bulan bila
pasien telah mencapai keadaan stabil. Pada setiap kunjungan perlu
dilakukan penilaian klinis termasuk tanda dan gejala efek samping
obat atau gagal terapi dan frekuensi infeksi (infeksi bakterial,
kandidiasis dan atau infeksi oportunirtik lainnya) ditambah
konseling untuk membantu pasien memahami terapi ARV dan
dukungan kepatuhan.
Direkomendasikan untuk melakukan pemantauan CD4
secara rutin setiap 6 bulan, atau lebih sering bila ada indikasi klinis.
Untuk pasien yang akan memulai terapi dengan AZT maka perlu
dilakukan pengukuran kadar Hemoglobin (Hb) sebelum memulai
terapi dan pada minggu ke 4, 8 dan 12 sejak mulai terapi atau ada
indikasi tanda dan gejala anemia. Pengukuran ALT (SGPT) dan
kimia darah lainnya perlu dilakukan bila ada tandadan gejala dan
bukan berdasarkan sesuatu yang rutin. Akan tetapi bila
menggunakan NVP untuk perempuan dengan CD4 antara 250–350
sel/mm3 maka perlu dilakuan pemantauan enzim transaminase
pada minggu 2, 4, 8 dan 12 sejak memulai terapi ARV (bila
memungkinkan), dilanjutkan dengan pemantauan berdasarkan
gejala klinis. Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk pasien

55
yang mendapatkan TDF. Keadaan hiperlaktatemia dan asidosis
laktat dapat terjadi pada beberapa pasien yang mendapatkan
NRTI, terutama d4T atau ddI. Tidak direkomendasi untuk
pemeriksaan kadar asam laktat secara rutin, kecuali bila pasien
menunjukkan tanda dan gejala yang mengarah pada asidosis
laktat. Penggunaan Protease Inhibitor (PI) dapat mempengaruhi
metabolisme glukosa dan lipid. Beberapa ahli menganjurkan
pemeriksaan gula darah dan profil lipid secara reguler tetapi lebih
diutamakan untuk dilakukan atas dasar tanda dan gejala. Edukasi
pasien dengan memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang penyakit HIV/AIDS. Pasien disarankan untuk bergabung
dengan kelompok penanggulangan HIV/AIDS untuk menguatkan
dirinya dalam menghadapi pengobatan penyakitnya. Kriteria
rujukan bila fasilitas untuk pemeriksaan HIV tidak dapat dilakukan
di layanan primer dan terdapat pasien HIV/AIDS dengan
komplikasi.
Dosis ARV untuk dewasa

Golongan/Nama
Obat Dosis

Nucleoside RTI

Abacavir (ABC) 300 mg setiap 12 jam

Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali sehari


Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam

56
(30 mg setiap 12 jam bila BB<60 kg)

Zidovudine (ZDV atau


AZT) 300 mg setiap 12 jam

Nucleotide RTI

300 mg sekali sehari,

(Catatan: interaksi obat dengan ddI perlu mengurangi


dosis ddl)
Tenofovir (TDF)

Non-nucleoside
RTIs

Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari

Nevirapine (NVP) 200 mg sekali sehari selama 14 hari, kemudian 200


(Neviral®) mg setiap 12 jam

Protease inhibitors

Lopinavir/ritonavir 400 mg/100 mg setiap 12 jam, (533 mg/133 mg


(LPV/r) setiap 12 jam biladikombinasi dengan EFV atau
NVP)

57
ART kombinasi

AZT -3TC (Duviral ®) Diberikan 2x sehari dengan interval 12 jam


14) Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus
Erythematosus)/SLE
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus
erythematosus/ SLE) merupakan penyakit inflamasi autoimun
kronis yang belum jelas penyebabnya, memiliki sebaran gambaran
klinis yang luas serta tampilan perjalanan penyakit yang beragam.
Keluhan awal dapat berupa kelelahan, nyeri sendi yang berpindah-
pindah, rambut rontok, ruam pada wajah, sakit kepala, demam,
ruam kulit setelah terpapar sinar matahari, gangguan kesadaran,
sesak, edema anasarka. Keluhan tersebut akhirnya akan
berkembang sesuai manifestasi organ yang terlibat pada SLE.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam, kelelahan, penurunan
BB, rambut rontok, bengkak dan sakit kepala, mialgia, artralgia
atau arthritis, pneumonitis, emboli paru, hipertensi pulmonum, efusi
pleura, ruam malar/ ruam kupu-kupu, alopesia, fotosensitifitas,
ruam diskoid, pleuroperikardial friction rub, takipnea, mumur
sistolik, gambaran perikarditis, miokarditis, PJK, hipertensi,
hematuri, edema perifer, edema anasarka, mual, dyspepsia, nyeri

58
perut, disfagia, kejang, psikosis, leukopenia, limfopenia, anemia
atau trombositopenia. Pemeriksaan penunjang DL, serum kreatinin,
urinalisis, dan foto toraks. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis dan Laborat. Penatalaksanaan berupa terapi
konservatif dengan pemberian analgesik sederhana atau obat anti
inflamasi non steroid seperti parasetamol 3-4x500-1000 mg/hari,
natrium diklofenak 2-3x25-50 mg/hari pada keluhan arthritis,
artralgia dan mialgia. Setiap pasien yang didiagnosis atau dicurigai
SLE dan pasien SLE dengan manifestasi berat atau mengancam
nyawa perlu segera rujuk ke fasilitas sekunder spesialis penyakit
dalam/anak.
15) Penatalaksanaan Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah mekanisme


refluks melalui inkompetensfingter esofagus.GERD menimbulkan
keluhanRasa panas dan terbakar di retrosternal atau epigastrik dan
dapat menjalar ke leher. Hal ini terjadi terutama setelah makan
dengan volume besar dan berlemak.Keluhan ini diperberat dengan
berbaring terlentang. Pada Pemeriksaan FisikTidak terdapat tanda
spesifik untuk GERD. Terapi medikamentosa GERD cara
memberikan Proton Pump Inhibitor omeprazole dan lansoprasole
dosis tinggi (Omeprazole 2x20 mg/hari dan lansoprazole 2x 30
mg/hari) selama 7-14 hari.Bila terdapat perbaikan gejala yang
signifikan (50-75%) maka diagnosis dapat ditegakkan sebagai
GERD. Setelah ditegakkan diagnosis GERD, obat dapat diteruskan
sampai 4 minggu dan boleh ditambah dengan prokinetik seperti
domperidon 3x10 mg.Pasien dirujuk jika pengobatan empirik tidak
menunjukkan hasil atau kambuh kembali, adanya alarm symptom.

16) Penatalaksanaan Gastritis


59
Gastritis adalah proses inflamasi/peradangan pada
lapisan mukosa dan submukosa lambung sebagai mekanisme
proteksi mukosa apabila terdapat akumulasi bakteri atau bahan
iritan lain.Keluhan pasien berupa rasa nyeri dan panas seperti
terbakar pada perut bagian atas.Keluhan mereda atau memburuk
bila diikuti dengan makan, mual, muntah dan kembung. Pada
Pemeriksaan Fisik didapatkan Nyeri tekan epigastrium dan bising
usus meningkat, Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat
ditemukan pendarahan saluran cerna berupa hematemesis dan
melena.Biasanya pada pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva
tampak anemis.Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain:
H2 Bloker2 x/hari (Ranitidin 150 mg/kali, Simetidin 400-800
mg/kali), PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali, Lansoprazole 30
mg/kali), serta Antasida dosis 3 x 500-1000 mg/hr.pasien dirujuk jika
tidak ada perbaikan setelah 5 hari pengobatan adekuat, terjadi
komplikasi, adanya alarm simptom.

17) Penatalaksanaan Demam tifoid


Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat perkotaan
maupun di pedesaan.Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas
higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Pasien
datang ke dokter karena demam. Demam turun naik terutama sore
dan malam hari (demam intermiten), disertai dengan sakit kepala
(pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot,
pegal-pegal, insomnia, anoreksia dan mual muntah. Selain itu,
keluhan dapat pula disertai gangguan gastrointestinal berupa
konstipasi dan meteorismus atau diare, nyeri abdomen dan BAB
berdarah. Pada anak dapat terjadi kejang demam.Demam tinggi
dapat terjadi terus menerus (demam kontinu) hingga minggu
kedua.
Pemeriksaan Fisik didapatkan Suhu tinggi, Bau mulut
karena demam lama, Bibir kering dan kadang pecah-pecah, Lidah

60
kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), ujung dan tepi lidah
kemerahan dan tremor, Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri ulu hati),
Hepatosplenomegali, Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh
yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi), pada keadaan
lanjut terjadi Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa
apatis dengan kesadaran seperti berkabut. Bila klinis berat, pasien
dapat menjadi somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala
psikosis (organic brain syndrome). Pada penderita dengan toksik,
gejala delirium lebih menonjol.
Pemeriksaan Penunjang :Darah perifer lengkap : leukopeni
(<5000 per mm3), limfositosis relatif, monositosis, aneosinofilia dan
trombositopenia ringan. Pemeriksaan serologi Widal: titer O
1/320 diduga kuat diagnosisnya adalah demam tifoid, hasil widal
negatif tidak menyingkirkan diagnosis tifoid. Diagnosis pasti demam
tifoid bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan
ulang dengan interval 5-7 hari.
Diagnosa didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.Penatalaksanaan Terapi suportif dapat
dilakukan dengan:Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan
mobilisasi, Diet tinggi kalori dan tinggi protein, Konsumsi obat-
obatan secara rutin dan tuntas.Terapi simptomatik untuk
menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan
gastrointestinal. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik lini
pertama adalah kloramfenikol (dewasa: 4x500mg; anak: 4x50-
100mg/kgBB per hari maks. 2gr, selama 10 hari); tiamfenikol dosis
dewasa 4x500mg dan anak 4x50mg/kgBB/hari, selama 5-7 hari;
ampisilin atau amoksisilin dengan dosis dewasa 3x500mg dan
anak 3x5-100mg/kgBB/hari, selama 7-10 hari (aman untuk
penderita yang sedang hamil), atau trimetroprim-sulfametoxazole
(kotrimoksazol) dengan dosis 2x960mg dan anak 2x30-
50mg/kgBB/hari, selama 7-10 hari. Bila pemberian salah satu
antibiotik lini pertama tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotik

61
lini kedua yaitu Cefixime dosis 2x100mg dan anak 2x1.5-
2mg/kgBB/hari; Cefotaxime (diberikan untuk dewasa dan anak),
Ciprofloxacin (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai
mengganggu pertumbuhan tulang) dosis dewasa 2x500mg. Pasien
demam tifoid dirujuk ke fasilitas sekunder jika telah mendapat
terapi selama 5 hari namun belum tampak perbaikan; Demam tifoid
dengan tanda-tanda kedaruratan; Demam tifoid dengan tanda-
tanda komplikasi dan fasilitas tidak mencukupi.
18) Penatalaksanaan Gastroenteritis (termasuk kolera, disentri, dan
giardiasis)
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung
dan usus halus yang ditandai dengan diare, yaitu buang air besar
lembek atau cair, dapat bercampur darah atau lender, dengan
frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam, dan disertai dengan
muntah, demam, rasa tidak enak di perut dan menurunnya nafsu
makan. Apabila diare > 30 hari disebut kronis. Gastroenteritis lebih
sering terjadi pada anak-anak karena daya tahan tubuh yang belum
optimal. Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi,
keracunan atau alergi makanan dan psikologis penderita. Infeksi
yang menyebabkan GE akibat Entamoeba histolytica disebut
disentri, bila disebabkan oleh Giardia lamblia disebut giardiasis,
sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio cholera disebut kolera.
Anamnesa buang air besar (BAB) lembek atau cair, dapat
bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih
dalam waktu 24 jam. Dapat disertai rasa tidak nyaman di perut
(nyeri atau kembung), mual dan muntah serta tenesmus. Setiap
kali diare, BAB dapat menghasilkan volume yang besar (asal dari
usus kecil) atau volume yang kecil (asal dari usus besar). Bila diare
disertai demam maka diduga erat terjadi infeksi. Bila terjadinya
diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang kurang
higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat bepergian
ke daerah dengan wabah diare, riwayat intoleransi laktosa

62
(terutama pada bayi), konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet
cola, atau makan obat-obatan seperti laksatif, magnesium
hidrochlorida, magnesium citrate, obat jantung quinidine, obat gout
(colchicides), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik,
organofosfat), insektisida, kafein, metilxantine, agen endokrin
(preparat pengantian tiroid), misoprostol, mesalamin,
antikolinesterase dan obat-obat diet perlu diketahui. Selain itu,
kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid perlu
diidentifikasi.
Pemeriksaan fisik terpenting adalah menentukan tingkat/
derajat dehidrasi akibat diare.Tanda-tanda dehidrasi yang perlu
diperhatikan adalah turgor kulit perut menurun, akral dingin,
penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, tangan
keriput, mata cekung tidak, penurunan kesadaran (syok
hipovolemik), nyeri tekan abdomen, kualitas bising usus
hiperperistaltik. Pada anak kecil cekung ubun-ubun kepala. Pada
tanda vital lain dapat ditemukan suhu tubuh yang tinggi
(hiperpireksi), nadi dan pernapasan cepat.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesisdan


pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan diare akut pada umumnya
bersifat ringan dan sembuh cepat dengan sendirinya melalui
rehidrasi dan obat antidiare.Terapi dapat diberikan dengan:
Memberikan cairan dan diet adekuat, Pasien tidak dipuasakan dan
diberikan cairan yang adekuat untuk rehidrasi, Hindari susu sapi
karena terdapat defisiensi laktase transien, Hindari juga minuman
yang mengandung alkohol atau kafein, karena dapat meningkatkan
motilitas dan sekresi usus, Makanan yang dikonsumsi sebaiknya
yang tidak mengandung gas, dan mudah dicerna, Pasien diare
yang belum dehidrasi dapat diberikan obat antidiare untuk
mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi definitive,
Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada pasien

63
yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, traveller’s diarrhea,
dan imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat infeksi diberikan
antibiotik atau antiparasit, atau anti jamur tergantung penyebabnya.
Obat antidiare sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan
disentri yang disertai demam, dan penggunaannya harus
dihentikan apabila diare semakin berat walaupun diberikan terapi),
Bismut subsalisilat (hati-hati pada pasien immunocompromised,
seperti HIV, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuth
encephalopathy), Obat yang mengeraskan tinja (atapulgit 4x2
tablet/ hari atau smectite 3x1 sachet diberikan tiap BAB encer
sampai diare stop). Antimikroba, antara lain: Ciprofloxacin 2x500
mg/hari selama 5-7 hari, atauTrimetroprim/Sulfamethoxazole
160/800 2x1 tablet/hari.Apabila diare diduga disebabkan oleh
Giardia, metronidazole dapat digunakan dengan dosis 3x500 mg/
hari selama 7 hari.Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi
disesuaikan dengan etiologi.Terapi probiotik dapat mempercepat
penyembuhan diare akut.Apabila terjadi dehidrasi, setelah
ditentukan derajat dehidrasinya, pasien ditangani dengan langkah
sebagai berikut:Menentukan jenis cairan yang akan digunakan:
pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit yang
hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2.5 g
Natrium bikarbonat dan 1.5 KCl setiap liter. Cairan ini diberikan
secara oral atau lewat selang nasogastrik. Cairan lain adalah cairan
ringer laktat dan NaCl 0,9% yang diberikan secara
intravena.Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan:
prinsip dalam menentukan jumlah cairan inisial yang dibutuhkan
adalah: BJ plasma dengan rumus:

Defisit cairan :Bj plasma–1,025 X Berat badan X 4 ml 0,001

Kebutuhan cairan = Skor X 10% X kgBB X 1 liter 15

64
Menentukan jadwal pemberian cairan: dua jam pertama (tahap
rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan cairan menurut BJ plasma
atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini agar
tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.Satu jam berikutnya/
jam ke-3 (tahap ke-2) pemberian diberikan berdasarkan kehilangan
selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila
tidak ada syok atau skor daldiyono kurang dari 3 dapat diganti
cairan per oral.Jam berikutnya pemberian cairan diberikan
berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja dan insensible water
loss.Rujuk pasien ke fasilitas sekunder jika Tanda dehidrasi berat,
Terjadi penurunan kesadaran, nyeri perut yang signifikan

19) Penatalaksanaan Konjungtivitis


Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat
disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri), iritasi atau reaksi
alergi. Dapat menimbulkan keluhanmata merah, rasa mengganjal,
gatal dan berair, kadang disertai sekret. Umumnya tanpa disertai
penurunan tajam penglihatan.Pada pemeriksaan fisik tajam
penglihatan normal, Injeksi konjungtiva, edema kelopak, kemosis,
eksudasi.Penatalaksanaan dengan usahakan untuk tidak
menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit,
Sekret mata dibersihkan. Pemberian obat mata topikal :
o Pada infeksi bakteri: Kloramfenikol tetes sebanyak 1 tetes 6 kali
sehari atau salep mata 3 kali sehari selama 3 hari.
o Pada alergi diberikan flumetolon tetes mata dua kali sehari
selama 2 minggu.
o Pada konjungtivitis gonore diberikan kloramfenikol tetes mata
0,5-1%sebanyak 1 tetes tiap jam dan suntikan pada bayi
diberikan 50.000 U/kgBB tiap hari sampai tidak ditemukan
kuman GO pada sediaan apus selama 3 hari berturut-turut.
o Konjungtivitis viral diberikan salep Acyclovir 3% lima kali sehari
selama 10 hari.

65
Dirujuk ke fasilitas sekunder jika terjadi komplikasi pada kornea dan
atau tidak membaik setelah pengobatan adekuat.
20) Penatalaksanaan Serumen Prop
Serumen prop adalah sekret kelenjar sebasea, kelenjar
seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu yang
terdapat pada bagian kartilaginosa liang telinga yang menumpuk.
Pasien datang dengan keluhan pendengaran yang berkurang
disertai rasa penuh pada telinga. Pada pemeriksaan Otoskopi
dapat terlihat adanya obstruksi liang telinga oleh material berwarna
kuning kecoklatan atau kehitaman. Konsistensi dari serumen dapat
bervariasi:
 Serumen yang lembek, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan
pada pelilit kapas.
 Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau
kuret.Apabila dengan cara ini serumen tidak dapat dikeluarkan,
maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan tetes
karbogliserin 10% selama 3 hari.
 Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga
sehingga dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran
timpani sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan dengan
mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya disesuaikan
dengan suhu tubuh.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. KIE pasien dengan menganjurkan untuk tidak membersihkan
telinga secara berlebihan dan menghindari memasukkan air atau
apapun ke dalam telinga. Rujuk jika terjadi komplikasi akibat
tindakan pengeluaran serumen.
21) Penatalaksanaan Tension Headache
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau
nyeri kepala tipe tegang adalahbentuk sakit kepala yang paling
seringdijumpai dan sering dihubungkan dengan jangka waktu dan
peningkatan stress.Pasien datang dengan keluhan nyeri yang
tersebar secara difus dan sifat nyerinya mulai dari ringan hingga
sedang.Nyeri kepala tegang otot biasanya berlangsung selama 30

66
menit hingga 1 minggu penuh.Nyeri bisa dirasakan kadang-kadang
atau terus menerus. Nyeri pada awalnya dirasakan pasien pada
leher bagian belakang kemudian menjalar ke kepala bagian
belakang selanjutnya menjalar ke bagian depan. Selain itu, nyeri ini
jugadapat menjalar ke bahu.Nyeri kepala dirasakan seperti kepala
berat, pegal, rasakencang pada daerah bitemporal dan bioksipital,
atau seperti diikat di sekelilingkepala.Nyeri kepala tipe ini tidak
berdenyut.Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah
tetapi anoreksia mungkin saja terjadi.Gejala lain yang juga dapat
ditemukan seperti insomnia (gangguan tidur yang sering
terbangunatau bangun dini hari), nafas pendek, konstipasi, berat
badan menurun, palpitasi dangangguan haid.Pada nyeri kepala
tegang otot yang kronis biasanya merupakan manifestasi konflik
psikologis yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi.Pada
pemeriksaan fisik: tidak ada pemeriksaan yang berarti untuk
mendiagnosis nyeri kepala tegang otot ini. Pemeriksaan yang
dilakukan berupa pemeriksaan kepala dan leher serta pemeriksaan
neurologis yang meliputi kekuatan motorik, refleks, koordinasi,
dansensoris.Pemeriksaan mata dilakukan untuk mengetahui adanya
peningkatan tekanan pada bola mata yang bisa menyebabkan sakit
kepala.Pemeriksaan daya ingat jangka pendek dan fungsi mental
pasien juga dilakukan dengan menanyakan beberapa
pertanyaan.Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang normal. Klasifikasi menurut lama
berlangsungnya, nyeri kepala tegang otot ini dibagi menjadi:
nyerikepala episodik jika berlangsungnya kurang dari 15 hari
dengan serangan yang terjadi kurang dari1 hari perbulan (12 hari
dalam 1 tahun); dan apabila nyeri kepala tegang ototberlangsung
lebih dari 15 hari selama 6 bulan terakhir dikatakan nyeri kepala
tegang otot kronis. Penatalaksanaan antara lain dengan:

67
 Pembinaan hubungan empati awal yang hangat antara dokter
dan pasien merupakan langkah pertama yang sangat penting
untuk keberhasilan pengobatan
 Penilaian adanya kecemasan dan depresi harus segera
dilakukan. Pengobatan harus ditujukan kepada penyakit yang
mendasari dengan obat anti cemas atau anti depresi serta
modifikasi pola hidup yang salah, disamping pengobatan nyeri
kepalanya.
 Obat untuk menghentikan atau mengurangi sakit yang dirasakan
saat serangan muncul. Penghilang sakit yang sering digunakan
adalah asetaminofen 1000 mg dan NSAID seperti aspirin 600-900
mg, ibuprofen 3x200-400 mg, dan ketoprofen.Respon terapi
dalam 2 jam (nyeri kepala residual menjadi ringan/hilang dalam 2
jam).
 Pemberian obat-obatan antidepresi yaitu Amitriptilin selama 5 hari
Konseling yang diberikan pada keluarga agar ikut meyakinkan
pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga kepala
atau otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan adanya tumor
otak atau penyakit intrakranial lainnya; dan ikut membantu
mengurangi kecemasan atau depresi pasien serta menilai adanya
kecemasan atau depresi pada pasien. Rujuk jika nyeri kepala tidak
membaik setelah pengobatan pertama atau bila depresi berat
dengan kemungkinan bunuh diri.

22) Penatalaksanaan Migren


Migren adalah suatu istilah yang digunakan untuk nyeri
kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali
unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur
dan depresi. Serangan seringkali berulang dan cenderung tidak
akan bertambah parah setelah bertahun-tahun. Migren bila tidak
diterapi akan berlangsung antara 4-72 jam dan yang klasik terdiri
atas 4 fase yaitu fase prodromal (kurang lebih 25 % kasus), fase
aura (kurang lebih 15% kasus), fase nyeri kepala dan fase

68
postdromal.Suatu serangan migren dapat menyebabkan sebagian
atau seluruh tanda dan gejala, sebagai berikut:

 Nyeri moderat sampai berat, kebanyakan penderita migren


merasakan nyeri hanya pada satu sisi kepala, namun sebagian
merasakan nyeri pada kedua sisi kepala.
 Sakit kepala berdenyut atau serasa ditusuk-tusuk.
 Rasa nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik.
 Rasa nyerinya sedemikian rupa sehingga tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari.
 Mual dengan atau tanpa muntah.
 Fotofobia atau fonofobia.
 Sakit kepalanya mereda secara bertahap pada siang hari dan
setelah bangun tidur, kebanyakan pasien melaporkan merasa
lelah dan lemah setelah serangan.
 Sekitar 60 % penderita melaporkan gejala prodormal, seringkali
terjadi beberapa jam atau beberapa hari sebelum onset dimulai.
Pasien melaporkan perubahan mood dan tingkah laku dan bisa juga
gejala psikologis, neurologis atau otonom.Pada pemeriksaan fisik,
tanda vital harus normal, pemeriksaan neurologis normal.Temuan-
temuan yang abnormal menunjukkan sebab-sebab sekunder, yang
memerlukan pendekatan diagnostik dan terapi yang
berbeda.Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis
dan pemeriksaan fisik umum dan neurologis.Kriteria Migren: nyeri
kepala episodik dalam waktu 4-72 jam dengan gejala dua dari nyeri
kepala unilateral, berdenyut, bertambah berat dengan gerakan,
intensitas sedang sampai berat ditambah satu dari mual atau
muntah, fonopobia atau fotofobia. Penatalaksanaan pada saat
serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris
berlebihan, menghindari pemicu, berolahraga secara teratur,
mengurangi efek estrogen, berhenti merokok, penggunaan
headache diary untuk mencatat frekuensi sakit kepala, pendekatan

69
terapi untuk migren melibatkan pengobatan akut (abortif) dan
preventif (profilaksis). Pengobatan abortif:
 Analgesik spesifik: ergotamine, dihydroergotamin (DHE)
 Sumatriptan untuk meredakan nyeri, mual, fotofobia dan
fonofobia, dengan dosis: 50-200 mg dalam 24 jam
 Analgesik non spesifik: aspirin 600-900 mg + metoklopramid;
asetaminofen 1000 mg; ibuprofen 3x200-400 mg. Domperidon
atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat
serangan nyeri kepala
Pengobatan preventif: Propanolol 40-240 mg/hari; Amitriptilin 10-200
mg/hari; Flunarizin 5-10 mg/ hari; Timolol 20-60 mg/ hari; Atenolol
50-100 mg/ hari; Fluoksetin 10-80 mg/ hari; Gabapentin 900-3600
mg/ hari; Verapamil 80-640 mg/ hari.Edukasi pasien dan keluarga
agar dapat mengontrol serangan, istirahat dan menghindari pemicu,
berolahraga secara teratur, berhenti merokok. Pasien dirujuk jika
migren terus berlanjut dan tidak hilang dengan pengobatan
analgesik non spesifik ke dokter spesialis saraf.
23) Penatalaksanaan Kejang Demam
Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38 o C) akibat dari suatu
proses ekstra kranial. Kejang berhubungan dengan demam, tetapi
tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain.
Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat
perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang,kemudian mencari
kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang.
Umumnya kejang demam pada anak dan berlangsung pada
permulaan demam akut, berupa serangan kejang klonik umum atau
tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post
iktal.Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi
medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala infeksi,
keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-
tanda trauma akut kepala, dan adanya kelainan sistemik, terpapar

70
zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis fokal.Bila terjadi
penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk
mencari faktor penyebab.Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.Klasifikasi kejang demam terbagi
menjadi 2, yaitu:Kejang demam sederhana (kejang
generalisatatonik, klonik atau tonik-klonik; durasi < 15 menit; kejang
tidak berulang dalam 24 jam) dan Kejang demam kompleks (kejang
fokal atau fokal menjadi umum, durasi > 15 menit, berulang dalam
24 jam).
Penatalaksanaan farmakoterapi untuk mengatasi kejangnya
adalah dengan:
 Diazepam per rektal (0,5mg/kg) atau BB <10 kg diazepam rektal
5 mg, BB >10 kg diazepam rektal 10 mg. jika akses IV telah
diperoleh lebih baik diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
maksimum pemberian 20 mg, dapat diulang 2x dengan interval 5
menit
 Jika diazepam sdh diulang 2x masih terdapat kejang, berikan
fenitoin IV dengan dosis awal 20 mg/kgBB diencerkan dalam
NaCl 0,9% dengan pengenceran 10 mg fenitoin dalam 1 ml Na
Cl 0,9%, diberikan dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit
maksimum pemberin dosis inisial/ awal adalah 50 mg/menit atau
1000 mg.
 Fenobarbital IV diberikan jika setelah pemberian fenitoin masih
terdapat kejang dengan dosis 20 mg/kgBB tanpa pengenceran
dengan kecepatan pemberian 20 mg/menit.
 Jika dengan fenitoin dosis awal kejang berhenti, lanjutkan dosis
rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam
2 dosis. Jika kejang berhenti dengan fenobarbital dosis awal,
lanjutkan dosis rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 4-6
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
 Terapi profilaksis intermitten dengan diazepam oral/ rektal 0,3
mg/kgBB/kali tiap 8 jam, hanya diberikan selama episode
demam terutama 24 jam setelah timbulnya demam

71
 Terapi profilaksis kontinu dengan fenobarbital 4-6 mg/kgBB/hari
dibagi 2 dosis atau asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3
dosis.
Apabila kejang tidak membaik setelah diberi anti konvulsan sampai
lini ketiga (fenobarbital) dan jika diperlukan pemeriksaan penunjang
seperti EEG/ pencitraan, rujuk pasien ke RS.
24) Penatalaksanaan Tetanus Neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan
adanya infeksi tali pusat. Gejala klinis yang timbul antara lain:
trismus (spasme otot masseter), kaku otot leher, kesulitan menelan
dan mulut mencucu seperti mulut ikan. Spasme otot punggung dan
otot perut dapat terjadi spontan atau terhadap rangsangan dengan
frekuensi yang bervariasi. Kesadaran masih intak. Anamnesis pada
pasien meliputi: penolong persalinan (nakes/ bukan), telah
mendapat pelatihan/ belum, alat yang dipakai memotong tali pusat,
ramuan yang dipakai pada perawatan tali pusat, status imunisasi
TT ibu sebelum dan selama kehamilan, sejak kapan bayi tidak
dapat menetek, berapa lama selang waktu antara gejala tidak
dapat menetek dengan spasme pertama.
Pada hasil pemeriksaan fisik diperoleh: kesadaran masih
intak, trismus, kekakuan otot leher, punggung, perut, mulut
mencucu seperti mulut ikan, kejang. Diagnosis utama ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan
dapat dilakukan dengan:
 Eradikasi kuman
Bersihkan tali pusat dengan alkohol 70% atau iodine povidon;
antibiotik Penisilin Prokain 50.000 IU/kg/kali IM tiap 12 jam,
atau Ampisilin 50 mg/kgBB/dosis (usia gestasi <37 minggu:
<28 hari tiap 12 jam dan >28 hari tiap 8 jam; usia gestasi >37
minggu: ≤7 hari tiap 12 jam; >7 hari tiap 8 jam), atau
Metronidazol loading dose 15 mg/kgBB/dosis selanjutnya 7,5
mg/kgBB/dosis (≤28 hari tiap 12 jam, >28 hari tiap 8 jam; dosis
rumatan <37 minggu 24 jam setelah loading dose dan ≥37

72
minggu 12 jam setelah loading dose), atau Eritromisin 15-25
mg/kgBB/dosis tiap 8 jam. Jika ada sepsis/ pneumonia dapat
ditambahkan sefotaksim 50 mg/kgBB/dosis
 Netralisasi toksin (ATS 50.000-100.000 IU, setengah dosis IM,
setengahnya IV, dilakukan uji kulit terlebih dahulu; bila tersedia
dapat diberikan HTIG 3000-6000 IU IM)
 Pelemas otot untuk mengatasi spasme otot (diazepam 20-40
mg/kgBB/hari drip, dilarutkan dalam D5% menggunakan syringe
pump, obat dibagi menjadi empat sediaan untuk menghindari
efek pengendapan, hati-hati terjadi henti napas dalam
pemberiannya)
 Terapi suportif (pemberian O2, pembersihan jalan napas,
keseimbangan cairan, elektrolit dan kalori)
 Berikan imunisasi TT sesuai jadual imunisasi pada saat
penderita pulang
KIE pencegahan tetanus neonatorum pada pasien agar melakukan
imunisasi pada saat hamil dengan 2 dosis TT 0,5 ml jarak
penyuntikan 2 bulan dan menganjurkan tetap menerapkan prinsip
aseptik pada saat pemotongan tali pusat pada penolong persalinan
(nakes/ dukun).
25) Penatalaksanaan Influenza
Influenza tergolong infeksi saluran napas akut (ISPA) yang
biasanya terjadi dalam bentuk epidemi.Disebut common cold atau
selesma bila gejala di hidung lebih menonjol.Biasanya sembuh
dalam 3-5 hari.Gejala yang dirasakan biasanya demam, sakit
kepala, nyeri otot, nyeri sendi, nafsu makan hilang, disertai gejala
lokal berupa rasa menggelitik sampai nyeri tenggorokan, kadang
batuk kering, hidung tersumbat, bersin dan ingus encer.Pada
pemeriksaan didapat tenggorokan tampak hiperemia, rongga
hidung tampak konka yang sembab dan hiperemia, sekret dapat
bersifat serus, seromukus atau mukopurulen bila ada infeksi
sekunder.Penatalaksanaan berupa pengobatan simtomatis untuk
menghilangkan gejala yang terasa berat atau mengganggu, yaitu

73
dengan Parasetamol 500 mg 3x sehari dan 10mg/kgBB/ kali 3-4x
sehari untuk anak. Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi
sekunder. Anjuran istirahat dan banyak minum sangat penting pada
influenza ini. Bila didapatkan tanda-tanda pneumonia (panas tidak
turun 5 hari disertai batuk purulen dan sesak napas) segera rujuk
ke RS.

26) Penatalaksanaan Faringitis Akut


Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang
disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma,
iritan, dan lain-lain.Pasien datang dengan keluhan nyeri
tenggorokan, sakit jika menelan, demam, sekret disertai atau tanpa
batuk, nyeri kepala, mual, muntah, rasa lemah pada seluruh tubuh,
nafsu makan berkurang.Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:
 Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus): diawali dengan gejala
rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain
demam disertai rinorea dan mual.
 Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai
demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
 Faringitis fungal:terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
 Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal
dan akhirnya batuk yang berdahak.
 Faringitis kronik atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal
serta mulut berbau.
 Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak
berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik.
 Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan
riwayat hubungan seksual.
Pemeriksaan Fisik: Faringitis viral (pada pemeriksaan tampak
faring dan tonsil hiperemis, eksudat (virus influenza,
coxsachievirus, cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat).
Pada coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring
dan lesi kulit berupa maculopapular rash); Faringitis bacterial (pada
pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis

74
dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian
timbul bercak petechiaepada palatum dan faring. Kadang
ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri
pada penekanan); Faringitis fungal (pada pemeriksaan tampak plak
putih diorofaring dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring
lainnya hiperemis); Faringitis kronik hiperplastik (pada pemeriksaan
tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral lateral
band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding
posterior tidak rata dan bergranular/ cobble stone); Faringitis kronik
atrofi (pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir
yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering); Faringitis
tuberculosis (pada pemeriksaan tampak granuloma perkejuan pada
mukosa faring dan laring); Faringitis luetika tergantung stadium
penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang bila
diperlukan.Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi:
 Istirahat cukup
 Minum air putih yang cukup
 Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat
kumur antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut.
 Untuk infeksi virus, dapat diberikan anti virus metisoprinol
(isoprenosine) dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6
x/hari pada orang dewasa dan pada anak <5 tahundiberikan
50mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari.
 Faringitis bakteri : antibiotik penicilin G benzatin 50.000
U/kgBB/IM, atau amoksisilin 50 mg/kgbb dosis dibagi 3x/hr
selama 10 hr dan pada dewasa 3x500 mg selama 6-10 hr atau
eritromisin 4x500 mg/hr
 Pada faringitis gonorea, dapat diberikan sefalosporin generasi
ke-3, seperti Ceftriakson 2 gr IV/IM single dose.
 Kortikosteroid untuk menekan reaksi inflamasi (deksametason,
dewasa : 3x0,5 mg selama 3 hr, anak: 0,01 mg/kgbb/hr dibagi
dalam 3x/hr selama 3 hari

75
 Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau
ekspektoran.
 Selain antibiotik, kortikosteroid juga diberikan untuk menekan
reaksi inflamasi sehingga mempercepat perbaikan klinis. Steroid
yang diberikan dapat berupa deksametason 3 x 0,5 mg pada
dewasa selama 3 hari dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 x/hari selama 3 hari.
Rujuk pasien ke fasilitas sekunder jika faringitis leutika dan bila
timbul komplikasi
27) Penatalaksanaan Laringitis Akut
Laringitis adalah peradangan pada laring yang dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur.Laringitis juga
merupakan akibat dari penggunaan suara yang berlebihan,
pajanan terhadap polutan eksogen, atau infeksi pada pita suara.
Refluks gastroesofageal, bronkitis, dan pneumonia juga dapat
menyebabkan laringitis.Pasien datang dengan keluhan suara serak
atau hilang suara (afonia); gejala lokal seperti suara parau, seperti
suarayang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan
nada lebih rendahdari suara yang biasa/normal bahkan sampai
tidak bersuara sama sekali (afoni), karena gangguan getaran
sertaketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan
kanan; Sesak nafas dan stridor; Nyeri tenggorokan seperti nyeri
ketika menelan atau berbicara; Gejala radang umum seperti
demam, malaise; Batuk kering yang lama kelamaan disertai
dengan dahak kental; Gejala common coldseperti bersin-bersin,
nyeri tenggorok hingga sulitmenelan; sumbatan hidung (nasal
congestion), nyeri kepala, batuk dan demamdengan temperatur
yang tidak mengalami peningkatan dari 38 oC; Obstruksi jalan nafas
apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi dalam
beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa
anakmenjadi gelisah, nafas berbunyi,air hunger, sesak semakin
bertambah berat; Laringitis kronik ditandai dengan afonia yang

76
persisten (pada pagi hari, biasanyatenggorokan terasa sakit
namun membaikpada suhu yang lebih hangat,
nyeritenggorokan dan batuk memburuk kembali menjelang siang,
batuk ini dapat juga dipicu oleh udara dingin atau minuman dingin).
Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang
hiperemis,membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita
suara, biasanya terdapat tanda radang akut di hidung atau sinus
paranasal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang jika diperlukan.
Penatalaksanaan dengan: istirahat yang cukup
(terutama pengistirahatan pita suara), hindari iritan yang memicu
nyeri tenggorokan atau batuk, hindari udara kering, minum cairan
yang banyak, berhenti merokok dan konsumsi alkohol, bila
diperlukan rehabilitasi suara (voice therapy); Pengobatan
simptomatik dapat diberikan dengan parasetamol atau ibuprofen
sebagai antipiretik jika pasien demam. Bila ada gejala nyeri
tenggorokan dapat diberikan analgetik dan bila hidung tersumbat
dapat diberikan dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA),
efedrin, pseudoefedrin; Pemberian antibiotik dilakukan bila
peradangan dari paru dan bila penyebab berupa streptokokus grup
A dapat ditemukan melalui kultur, antibiotik yang dapat digunakan
yaitu penicillin; Proton Pump Inhibitor pada laringitis dengan
penyebab GERD (Laringofaringeal refluks); Kortikosteroid dapat
diberikan jika laringitis berat.Indikasi rujukan ke fasilitas sekunder
apabila: usia penderita <3 tahun; terdapat tanda sumbatan jalan
nafas; tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau exhausted; curiga
adanya tumor laring; perawatan dirumah kurang memadai; sakit >1
bulan tidak ada perbaikan; diperlukan pemeriksaan penunjang (foto
Rontgen).
28) Penatalaksanaan Tonsilitis Akut
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang
merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri

77
atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut
yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil
lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band
dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Banyak diderita oleh anak berusia
3-10 tahun.Pasien datang dengan keluhan rasa kering di
tenggorokan, nyeri pada tenggorok terutama saat menelan, nyeri
dapat menjalar (referred pain)ke telinga, demam, sakit kepala,
badan lesu, nafsu makan berkurang, plummy voice, mulut berbau
(foetor ex ore), rasa mengganjal di tenggorok (tonsillitis kronis),
pernapasan berbau (halitosis), gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi. Pada pemeriksaan ditemukan tonsil yang udem
(ukuran membesar), hiperemis dan terdapat detritus yang
memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau
pseudomembran. Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas
disebut tonsilitis folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi
satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran
semu (pseudomembran) yang menutupi ruang antara kedua tonsil
sehingga tampak menyempit. Palatum mole, arkus anterior dan
arkus posterior juga tampak udem dan hiperemis. Kelenjar limfe
leher dapat membesar dan ada nyeri tekan.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan
orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior
dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka
gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:T0 (tonsil masuk di
dalam fossa atau sudah diangkat); T1 (<25% volume tonsil
dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medialtonsil
melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula); T2 (25-
50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringatau
batas medialtonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½
jarak pilar anterior-uvula); T3 (50-75% volume tonsil dibandingkan

78
dengan volume orofaring atau batas medialtonsil melewati ½ jarak
pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-uvula); T4 (> 75%
volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas
medialtonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau
lebih). Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan untuk diagnosis definitif dengan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan dengan istirahat cukup, makan
makanan lunak dan menghindari makan makanan yang mengiritasi,
menjaga kebersihan mulut, pemberian obat topikal dapat berupa
obat kumur antiseptik, pemberian obat oral sistemik. Pada
tonsilitis viral: istirahat, minum cukup, analgetika/ antipiretik (misal
parasetamol), antivirus diberikan bila gejala berat (Metisoprinol
dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari
pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBB
dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari). Tonsilitis akibat bakteri
terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A (antibiotik
Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal
atauAmoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari
dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau Eritromisin
4x500mg/hari), Kortikosteroid (untuk membantu perbaikan klinis
karena menekan reaksi inflamasi; steroidyang dapat diberikan
berupa deksametason 3x0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan
pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi 3 kali pemberian selama
3 hari). Tonsillitis difteri dengan antibiotik Penisilin atau Eritromisin
25-50 mg/kgBB/hari, antipiretik untuk simptomatis dan diisolasi,
segera rujuk ke RS untuk mendapat ADS 20.000-100.000 U dan
perawatan selanjutnya.
Kriteria pasien dirujuk jika terjadi komplikasi, adanya indikasi
tonsilektomi, dan pasien dengan tonsillitis difteri.
29) Penatalaksanaan Bronkitis Akut
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus
(saluran udara ke paru-paru), sebenarnya merupakan bronko

79
pneumonia yang lebih ringan.Penyebabnya dapat virus,
mikoplasma atau bakteri. Gejala klinisnya berupa batuk berdahak
(dahaknya bisa berwarna kemerahan), sesak nafas ketika
melakukan olah raga atau aktivitas ringan, sering menderita infeksi
pernafasan (misalnya flu), bengek, lelah, pembengkakan
pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan, wajah, telapak
tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan, pipi tampak
kemerahan, sakit kepala, gangguan penglihatan. Bronkitis
infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu
hidung berlendir, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot,
demam ringan dan nyeri tenggorokan.Batuk biasanya merupakan
tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak,
tetapi 1 – 2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna
putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak,
berwarna kuning atau hijau. Pada bronkitis berat, setelah sebagian
besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama
3 – 5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu, sesak
nafas terjadi jika saluran udara tersumbat.Sering ditemukan bunyi
nafas mengi, terutama setelah batuk.Bisa terjadi
pneumonia.Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari
adanya lendir. Pada pemeriksaan auskultasi akan terdengar bunyi
ronki atau bunyi pernafasan yang abnormal.
Penatalaksanaannya untuk mengurangi demam dan
rasa tidak enak badan, kepada penderitadewasa bisa diberikan
asetosal atau parasetamol; kepada anak-anaksebaiknya hanya
diberikan parasetamol.Antibiotik diberikan kepada penderita yang
gejalanya menunjukkan bahwa penyebabnya adalah infeksi bakteri
(dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya tetap tinggi)
dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-
paru.Penderita dewasa diberikan Kotrimoksazol.Tetrasiklin 250 –
500 mg 4 x sehari.Eritromisin 250 – 500 mg 4 x sehari diberikan

80
selama 7 – 10 hari. Dosis untuk anak : eritromisin 40 – 50
mg/kgBB/hari. Walaupun dicurigai penyebabnya adalah
Mycoplasma pneumoniae.Bila penderita anak-anak diberikan
amoxicillin.Penderita dianjurkan untuk beristirahat dan minum
banyak cairan, sertamenghentikan kebiasaan merokok. Rujuk
pasien jika kondisi umum memburuk (ada tanda obstruksi); dengan
terapi adekuat keluhan memberat.
30) Penatalaksanaan Asma Bronkial (Asma stabil)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap
rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan dan
penyempitan yang bersifat sementara. Gejala khas asma: mengi,
sesak, dada terasa berat, gejala sering memburuk di malam atau
pagi dini hari, bervariasi waktu dan intensitasnya, dipicu oleh
allergen, virus, perubahan cuaca, bahan iritan atau bau yang
sangat tajam. Pada pemeriksaan fisik biasanya normal, kelainan
yang paling sering ditemukan adalah mengi ekspirasi saat
auskultasi. Pemeriksaan penunjang meliputi arus puncak ekspirasi
(APE) dengan peak flowmeter dan pemeriksaan darah (eosinofil).
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang (kenaikan ≥15% rasio APE sebelum dan sesudah
pemberian inhalasi salbutamol). Penatalaksanaan dengan
menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi serta
mengendalikan faktor pencetusnya, perlu dilakukan perencanaan
dan pemberian pengobatan jangka panjang serta menetapkan
pengobatan pada serangan akut.
Pengobatan pada serangan ringan dapat diberikan suntikan
adrenalin 1 : 1000 0,2–0,3 ml subkutan yang dapat diulangi
beberapa kali dengan interval 10–15 menit. Dosis anak 0,01
mg/kgBB yang dapat diulang dengan memperhatikan tekanan
darah, nadi dan fungsi respirasi.Bronkodilator terpilih adalah teofilin
100–150 mg 3x sehari pada orang dewasa dan 10–15 mg/kgBB

81
sehari untuk anak. Pilihan lain: Salbutamol 2–4 mg 3x sehari untuk
dewasa. Efedrin 10–15 mg 3x sehari dapat dipakai untuk
menambah khasiat teofilin. Prednison hanya dibutuhkan bila obat-
obat diatas tidak menolong dan diberikan beberapa hari saja untuk
mencegah status asmatikus. Namun pemberiannya tidak boleh
terlambat. Pasien dirujuk jika sering terjadi eksaserbasi, serangan
asma akut sedang dan berat, serta adanya komplikasi.

31) Penatalaksanaan Status Asmatikus (Asma Akut Berat)


Asma akut aberat adalah episode perburukan gejala yang
progresif dari sesak, batuk, mengi atau rasa berat di dada atau
kombinasi gejala-gejala tersebut. Hasil anamnesis didapatkan
riwayat singkat serangan asma meliputi gejala, pengobatan yang
telah digunakan, respon obat, awal mula terjadi, penyebab/
pencetus serangan, dan ada tidaknya risiko tinggi untuk keadaan
fatal/ kematian. Dari hasil pemeriksaan fisik di faskes sederhana
ditekankan pada: posisi penderita, cara bicara, RR, penggunaan
otot bantu napas, nadi, tekanan darah (pulsus paradoksus), ada
tidaknya mengi. Pemeriksaan penunjang dengan mengukur
saturasi O2 dengan pulse oxymetry dan analisa gas darah (jika
ada). Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang (jika ada).Terapi awal O2, inhalasi agonis beta-2 kerja
singkat tunggal/ kombinasi dengan antikolinergik atau alternatif
dengan kombinasi oral agonis beta-2 dan aminofilin/ teofilin. Untuk
serangan sedang terbaik nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam atau
alternatif dengan agonis beta-2 subkutan/ aminofilin IV/ adrenalin
1/1000 0,3 ml SK dilanjutkan O2 bila mungkin dan kortikosteroid
sistemik. Serangan nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam atau
alternatif dengan agonis beta-2 SK/ IV, atau adrenalin 1/1000 0,3
ml SK dilanjutkan aminofilin bolus kemudian drip, O2, kortikosteroid

82
IV. Kriteria rujukan jika tidak respons dengan pengobatan yang
ditandai oleh:
 Tidak terjadi perbaikan klinis
 Bila APE sebelum pengobatan awal <25% nilai terbaik/ prediksi,
atau APE paska tatalaksana <40% nilai terbaik/ prediksi
 Serangan akut yang mengancam jiwa
 Muncul komplikasi/ komorbid
 Perlu pemeriksaan/ uji lainnya untuk penegakkan diagnosa
32) Penatalaksanaan Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi (Aspiration pneumonia) adalah
pneumonia yang disebabkan oleh terbawanya bahan yang ada
diorofaring pada saat respirasi ke saluran napas bawah dan dapat
menimbulkan kerusakan parenkim paru. Paling sering pada orang
tua, keluhannya berupa: batuk, takipnea, tanda-tanda dari
pneumonia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bagian yang sakit
tertinggal waktu bernapas (inspeksi), fremitus dapat lebih keras
pada bagian yang sakit (palpasi), redup lebih keras pada bagian
yang sakit (palpasi), redup pada bagian yang sakit (perkusi), suara
napas bronkovesikuler sampai bronkial disertai ronki basah halus
yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi
(auskultasi). Pemeriksaan penunjang foto toraks dan darah
lengkap. Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang. Penatalaksana dengan:
 Pemberian O2
 Pemberian cairan dan kalori yang cukup
 Pemberian antibiotik tergantung pada kondisi: pneumonia
komunitas (Levofloksasin 500 mg/hari atau seftriakson 1-2
gr/hari); pasien dalam perawatan RS (Levofloksasi 500mg/hari
atau piperasilin tazobaktam 3,375 gr/6 jam atau seftazidim 2 gr/8
jam); penyakit periodontal berat, dahak yang busuk atau
alcoholism (piperasilin tazobaktam atau imipenem 500 mg/8 jam
sampai 1 gr/6 jam atau kombinasi 2 obat levofloksasin atau
siprofloksasin 400 mg/12 jam atau seftriakson ditambah
klindamisin 600 mg/8 jam atau metronidazol 500 mg/8 jam)

83
Setelah ditegakkan diagnosis dan penanganan awal langsung rujuk
pasien ke RS
33) Penatalaksanaan Pneumonia dan Bronkopneumonia
Pneumonia adalah suatu peradangan/ inflamasi parenkim
paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli, sertamenimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang dimaksud di sini tidak termasuk dengan
pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacteriumtuberculosis.Gambaran klinik biasanya ditandai:
demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat >40 0C, batuk
dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah,
sesak napas, nyeri dada. Temuan pada pemeriksaan fisik dada
tergantung luas lesi di paru: terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas (inspeksi), fremitus mengeras pada bagian yang
sakit (palpasi), redup di bagian yang sakit (perkusi), suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah
halus yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium
resolusi (auskultasi). Pemeriksaan penunjang dengan pewarnaan
gram, pemeriksaan lekosit, foto toraks, kultur darah dan sputum
(jika tersedia). Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Diagnosis pasti pneumonia
komuniti jika pada foto toraks terdapat infiltrate baru atau infiltrate
progresif ditambah 2 atau lebih gejala dibawah ini:
 Batuk bertambah
 Perubahan karakteristik dahak/ purulen
 Suhu tubuh >380C (aksila)/ riwayat demam
 Tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
 Lekosit >10.000 atau <4.500
Pemberian terapi suportif/ simptomatis: istirahat di tempat tidur;
minum secukupnya; kompres atau minum obat penurun panas jika
demam; bila perlu diberi mukolitik dan ekspektoran. Terapi definitif
dengan antibiotik yang harus diberikan <8 jam (eritromisin,

84
azitromisin 1x500 mg selama 3 hari dan anak 10 mg/kgBB/hari
dosis tunggal, doksisiklin, levofloksasin 750 mg atau amoksisilin
3x1 gr per hari dan anak 3x20-40 mg/kgBB atau amoksisilin
klavulanat 2x2 gr/hari atau seftriakson, sefuroksim 2x500 mg/hari
atau sefadroksil 2x500-1000mg dan anak 2x30 mg/kgBB/hari.
Kriteria pasien dirujuk jika RR >30 x/m atau sistolik <90 mmHg dan
diastolik < 60 mmHg, sedangkan untuk anak sesuai dengan MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sakit).
Klasifikasi pneumonia anak menurut WHO: pada bayi 2
bulan- 5 tahun: ada sesak napas, harus dirawat dan diberi antibiotik
(pneumonia berat); Pneumonia (tidak ada sesak napas, napas
cepat RR >50x/m untuk usia 2 bulan- 1 tahun, >40x/m untuk >1-5
tahun, tidak perlu dirawat dan cukup diberi antibiotik oral). Pada
bayi <2 bulan disebut pneumonia jika RR >60x/m atau sesak
napas, harus dirawat dan diberi antibiotik. Terapi antibiotik
amoksisilin yang diberikan 25 mg/kgBB sedangkan kotrimoksasol 4
mg/kgBB TMP 20 mg/kgBB sulfametoksasol.
34) Penatalaksanaan Rhinitis Akut
Peradangan pada mukosa hidung yang berlangsung akut
(<12 minggu). Dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, ataupun
iritan. Keluhan pasien saat datang adalah keluar ingus dari hidung
(rinorea), hidung tersumbat, rasa panas atau gatal pada hidung,
bersin-bersin, dapat disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik: suhu
dapat meningkat; rinoskopi anterior (tampak kavum nasi sempit,
terdapat sekret serous atau mukopurulen, mukosa konka udem dan
hiperemis), pada rhinitis difteri: tampak sekret bercampur darah,
membran keabu-abuan tampak menutup konka inferior dan kavum
nasi bagian bawah, membrannya lengket dan bila diangkat mudah
berdarah. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan yang dilakukan terdiri dari
Non-medikamentosa: istirahat yang cukup dan menjaga asupan
yang bergizi dan sehat; sedangkan pengobatan yang diberikan

85
simptomatik (analgesik dan antipiretik/ parasetamol), dekongestan
topikal, dekongestan oral (pseudoefedrin, fenilpropanolamin,
fenilefrin), antibiotik (amoksisilin, eritromisin, sefadroksil), rhinitis
difteri (penisilin sistemik dan anti toksin difteri). Kriteria rujukan bila
dicurigai rhinitis difteri
35) Penatalaksanan Sinusitis (Rhinosinusitis), Rhinosinusitis Akut
Penyakit akibat peradangan pada mukosa sinus paranasal
dan rongga hidung. Keluhan yang dirasakan oleh pasien hidung
tersumbat, sekret dari hidung (post nasal discharge) yang purulen,
nyeri pada wajah, hiposmia/ anosmia, sakit kepala, demam,
halitosis, rasa lemah, sakit gigi, sakit atau rasa penuh di telinga,
batuk. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu meningkat; karies
profunda pada gigi rahang atas; rinoskopi dengan atau tanpa
dekongestan topikal ditemukan edema dan/ obstruksi mukosa di
meatus medius, sekret mukopurulen, deviasi septum, Unitp nasal,
hipertrofi konka; pemeriksaan dengan rinoskopi posterior
ditemukan sekret purulen pada nasofaring; otoskopi untuk
mendeteksi kelainan pada telinga (tuba oklusi, inflamasi, ruptur
membran timpani, efusi ruang telinga tengah), foto polos sinus
paranasal dengan water’s view AP/Lat; Laborat dengan
pemeriksaan darah lengkap. Penegakan diagnosis dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengeradikasi infeksi, mengurangi severitas,
durasi gejala, serta mencegah komplikasi. Prinsip utama adalah
memfasilitasi drainase sekret dari sinus ke ostium di rongga
hidung. Rujukan jika ada komplikasi; bila tidak terjadi perbaikan
paska terapi adekuat setelah 10 hari (RSA viral), 14 hari
(RSApaska viral) dan 48 jam (RSA bakterial).
36) Penatalaksanaan Herpes Zooster Tanpa Komplikasi
Herpes Zoster adalah infeksi kulit dan mukosa yang
disebabkan oleh virus varisela-zoster. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Keluhan

86
didapatkan nyeri radikular dan gatal terjadi sebelum erupsi, dapat
disertai dengan gejala prodromal sistemik berupa demam, pusing,
dan malaise. Setelah itu timbul gejala kulit kemerahan yang dalam
waktu singkat menjadi vesikel berkelompok dengan dasar eritem
dan edema. Pemeriksaan fisiktampaksekelompok vesikel dengan
dasar eritem yang terletak unilateral sepanjang distribusi saraf
spinal atau kranial. Lesi bilateral jarang ditemui, namun seringkali,
erupsi juga terjadi pada dermatom di dekatnya.Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.Penatalaksanaan meliputi:
 Terapi suportif dilakukan dengan menghindari gesekan kulit yang
mengakibatkan pecahnya vesikel, pemberian nutrisi TKTP, dan
istirahat dan mencegah kontak dengan orang lain.
 Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari
oleh karena dapat menyebabkan Reye’s syndrome.
 Topikal
Stadium vesikel : bedak salisil 2% atau bedak kocok kalamin
agar vesikel tidak pecah. Apabila erosif, diberikan kompres
terbuka, apabila terjadi ulserasi, dapat dipertimbangkan
pemberian salep antibiotik.
 Pengobatan antivirus oral, antara lain dengan:
Asiklovir: dewasa 5x800 mg/hari, anak-anak 4x20 mg/kgBB
(dosis maksimal 800 mg), atau
Valasiklovir: dewasa 3x1000 mg/hari.
Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan
pada 24 jam pertama setelah timbul lesi.
 Edukasi pasien tentang perjalanan penyakit Herpes Zoster, lesi
biasanya membaik dalam 2-3 minggu pada individu
imunokompeten, seringnya terjadi komplikasi neuralgia paska
herpetik
 Pasien dirujuk apabila penyakit tidak sembuh pada 7-10 hari
setelah terapi; terjadi pada pasien bayi, anak dan geriatri
(imunokompromais); terjadi komplikasi; terdapat penyakit
penyerta yang menggunakan multifarmaka
37) Penatalaksanaan Herpes Simpleks Tanpa Komplikasi
87
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks tipe I atau tipe II, yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada
daerah mukokutan. Penularan melalui kontak langsung dengan
agen penyebab. Keluhan Infeksi primer HSV-1 biasanya terjadi
pada anak dan subklinis pada 90% kasus, biasanya ditemukan
perioral. Pada 10% sisanya, dapat terjadi gingivostomatitis
akut.Infeksi primer HSV-2 terjadi setelah kontak seksual pada
remaja dan dewasa, menyebabkan vulvovaginitis akut dan atau
peradangan pada kulit batang penis. Infeksi primer biasanya
disertai dengan gejala sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
nyeri kepala, dan adenopati regional. Infeksi HSV-2 dapat juga
mengenai bibir.Infeksi rekuren biasanya didahului gatal atau
sensasi terbakar setempat pada lokasi yang sama dengan lokasi
sebelumnya. Prodromal ini biasanya terjadi mulai dari 24 jam
sebelum timbulnya erupsi. Pemeriksaan fisik ditemukan papul
eritema yang diikuti oleh munculnya vesikel berkelompok dengan
dasar eritem. Vesikel ini dapat cepat menjadi keruh, yang kemudian
pecah, membasah, dan berkrusta. Kadang-kadangtimbul
erosi/ulkus.Tempat predileksi adalah di daerah pinggang ke atas
terutama daerah mulut dan hidung untuk HSV-1, dan daerah
pinggang ke bawah terutama daerah genital untuk HSV-2. Untuk
infeksi sekunder, lesi dapat timbul pada tempat yang sama dengan
lokasi sebelumnya.Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik.Terapi diberikan dengan antiviral, antara lain:
Asiklovir 5x200 mg/hari, atau Valasiklovir 2x500 mg/hari selama 7-
10 hari.Pada herpes genitalis: edukasi tentang pentingnya
abstinensia pasien harus tidak melakukan hubungan seksual ketika
masih ada lesi atau ada gejala prodromal.Gejala prodromal diatasi
sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari oleh karena dapat
menyebabkan Reye‟s syndrome. Edukasi pasien tentang

88
perjalanan alami penyakit ini termasuk kemungkinan menimbulkan
rekurensi, tidak melakukan hubungan seksual ketika masih ada lesi
atau gejala prodromal, menganjurkan memberitahu pasangan
tentang infeksi HSV yang dideritanya, transmisi seksual dapat
terjadi pada masa asimptomatik. Pasien dirujuk apabila penyakit
tidak sembuh pada 7-10 hari setelah terapi, terjadi pada pasien bayi
dan geriatrik (imunokompromais), terjadi komplikasi, terdapat
penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.
38) Penatalaksanan Reaksi Gigitan Serangga
Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi
hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan
terhadap sengatan/stings), dan kontak dengan serangga.
Gigitanhewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan
kutu, yang dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat
lokal sampai sistemik.Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa
tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak
pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup
pakaian.Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa
digigit serangga, namun ada pula yang datang dengan delayed
reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan
kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh,
urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang menjadi suatu
ansietas, disorientasi, kelemahan, GI upset (cramping,diarrhea,
vomiting), dizziness, sinkop bahkan hipotensi dan sesak napas.
Gejala daridelayed reaction mirip seperti serum sickness, yang
meliputi demam, malaise, sakit kepala, urtikaria,limfadenopati dan
Unitartritis. Pemeriksaan fisik didapatkan tanda patognomonis
berupa: Urtika dan papul timbul secara simultan di tempat gigitan,
dikelilingi zona eritematosa; di bagian tengah tampak titik
(punktum) bekas tusukan/gigitan, kadang hemoragik, atau menjadi
krusta kehitaman; bekas garukan karena gatal.Dapat timbul gejala
sistemik seperti:Takipneu, Stridor, Wheezing, Bronkospasme,

89
Hiperaktif peristaltik, dapat disertai tanda-tanda hipotensi
orthostatik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.Klasifikasi berdasarkan waktu terjadinya:
 Reaksi tipe cepat :Terjadi segera hingga 20 menit setelah gigitan,
bertahan sampai 1-3 jam.
 Reaksi tipe lambat :Pada anak terjadi >20 menit sampai
beberapa jam setelah gigitan serangga. Pada orang dewasa
dapat muncul 3-5 hari setelah gigitan.
 Reaksi tidak biasa :Sangat segera, mirip anafilaktik.
Klasifikasi berdasarkan bentuk klinis: urtikaria irregular, urtikaria
papular, papulo-vesikular (misalnya pada prurigo), punctum (titik
gigitan), misalnya pada pedikulosis kapitis atau phtirus pubis.
Prinsip penanganan kasus ini adalah dengan mengatasi
respon peradangan baik yang bersifat lokal maupun sistemik.
Reaksi peradangan lokal dapat dikurangi dengan sesegera
mungkin mencuci daerah gigitan dengan air dan sabun, serta
kompres es; atasi keadaan akut terutama pada angioedema karena
dapat terjadi obstruksi saluran napas. Penanganan pasien dapat
dilakukan di Unit Gawat Darurat. Bila disertai obstruksi saluran
napas diindikasikan pemberian epinefrin sub kutan. Dilanjutkan
dengan pemberian kortikosteroid prednison 60-80 mg/hari selama
3 hari, dosis diturunkan 5-10 mg/hari.Dalam kondisi stabil, terapi
yang dapat diberikan yaitu: antihistamin sedatif misalnya
klorfeniramin maleat 3x4 mg selama 7 hari atau non sedatif
loratadin 1x10 mg per hari selama 7 hari. Topikal dengan
kortikosteroid topikal potensi sedang-kuat: misalnya krim
mometasone furoat 0.1% atau krim betametasone valerat 0.5%
diberikan selama 2 kali sehari selama 7 hari. Edukasi pasien untuk
minum obat secara teratur, menjaga kebersihan lingkungan tempat
tinggal, memakai baju berlengan panjang dan celana panjang,
boleh memakai mosquito repellent jika diperlukan. Jika kondisi
memburuk, yaitu dengan makin bertambahnya patch eritema,

90
timbul bula, atau disertai gejala sistemik atau komplikasi, pasien
dapat dirujuk.
39) Penatalaksanan Skabies
Skabies adalah penyakit yang disebabkan infestasi dan
sensitisasi kulit oleh tungau Sarcoptesscabiei dan produknya.
Penyakit berhubungan erat dengan hygiene yang buruk. Penularan
terjadi karena kontak langsung kulit dengan kulit penderita scabies
dankontak tidak langsung (melalui benda), seperti penggunaan
perlengkapan tidur bersama dan saling meminjam pakaian, handuk
dan alat-alat pribadi lainnya miliki alat-alat pribadi sendiri sehingga
harus berbagi dengan temannya. Gejala klinis pruritus nokturna
(gatal yang hebat terutama pada malam hari atau saat penderita
berkeringat), lesi timbul di stratum korneum yang tipis (sela jari,
pergelangan tangan dan kaki, aksila, umbilikus, areola mammae
dan di bawah payudara (pada wanita) serta genital eksterna (pria)).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi kulit berupa terowongan
(kanalikuli) berwarna putih atau abu-abu dengan panjang rata-rata
1 cm, ujung terowongan terdapat papul, vesikel, dan bila terjadi
infeksi sekunder, maka akan terbentuk pustul, ekskoriasi, dsb.
Pada anak-anak, lesi lebih sering berupa vesikel disertai infeksi
sekunder akibat garukan sehingga lesi menjadi
bernanah.Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.Terdapat 4 tanda cardinal untuk diagnosis
skabies, yaitu:
 Pruritus nokturna
 Menyerang manusia secara berkelompok
 Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok-kelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan
ditemukan papul atau vesikel
 Ditemukannya tungau dengan pemeriksaan mikroskopis.
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda tersebut.
Penatalaksanaan dilakukan dengan melakukan perbaikan
higiene diri dan lingkungan, dengan tidak menggunakan peralatan

91
pribadi secara bersama-sama dan alas tidur diganti bila ternyata
pernah digunakan oleh penderita skabies serta menghindari kontak
langsung dengan penderita skabies.Terapi tidak dapat dilakukan
secara individual melainkan harus serentak dan menyeluruh pada
seluruh kelompok orang yang ada di sekitar penderita skabies
dengan salah satu obat topikal (skabisid) di bawah ini:
 Salep 2-4 dioleskan di seluruh tubuh, selama 3 hari berturut-
turut, dipakai setiap habis mandi.
 Krim permetrin 5%di seluruh tubuh. Setelah 10 jam, krim
permetrin dibersihkan dengan sabun.
Terapi skabies ini tidak dianjurkan pada anak < 2 tahun.Pasien
skabies dirujuk apabila keluhan masih dirasakan setelah 1 bulan
paska terapi
penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.
40) Penatalaksanaan Dermatofitosis : Tinea korporis
Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofita yang
memiliki sifat mencernakan keratin di jaringan yang mengandung
zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan
kuku.Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab.
Sumber penularan dapat berasal dari manusia (jamur antropofilik),
binatang (jamur zoofilik) atau dari tanah (jamur geofilik). Klasifikasi
dermatofitosis beradasarkan lokasi, Tinea korporis
adalahdermatofitosis yang terjadi pada bagian lain yang tidak
termasuk bentuk tinea barbae, kapitis, fasial, kruris, pedis et
manum, dan unguinum.Keluhan sebagian besar infeksi dermatofita
adalah pasien datang dengan bercak merah bersisik yang gatal.
Adanya riwayat kontak dengan orang yang mengalami
dermatofitosis. Pada pemeriksaan fisik lesi berbentuk infiltrat
eritematosa, berbatas tegas, dengan bagian tepi yang lebih aktif
daripada bagian tengah, dan konfigurasi Unitsiklik. Lesi dapat
dijumpai di daerah kulit berambut terminal, berambut velus
(glabrosa) dan kuku.Pemeriksaan bila diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, akan ditemukan hifa

92
panjang dan artrospora.Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, jika diperlukan dilakukan
pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan dengan menjaga hygiene diri harus
terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari; untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu
dengan antifungal topikal (krim klotrimazol, mikonazol, atau
terbinafin, yang diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2
minggu kemudian untuk mencegah rekurensi); untuk penyakit yang
tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan
pengobatan sistemik (Griseofulvin 0,5-1 gr/hari untuk orang
dewasa dan 0,25 – 0,5 gr/hari untuk anak-anak atau 10-25
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis, dan golongan azol seperti:
ketokonazol 200 mg/hari, itrakonazol 100 mg/hari, atau terbinafin
250 mg/hari diberikan selama 10-14 hari pada pagi hari setelah
makan).Edukasi pasien mengenai penyebab dan cara penularan
penyakit. Edukasi pasien dan keluarga juga untuk menjaga
hygienetubuh, namun penyakit ini bukan merupakan penyakit yang
berbahaya. Pasien dirujuk apabila penyakit tidak sembuh dalam
10-14 hari setelah terapi; terdapat imunodefisiensi; terdapat
penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.
41) Penatalaksanaan Dermatofitosis : Tinea Pedis
Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofita yang
memiliki sifat mencernakan keratin di jaringan yang mengandung
zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan
kuku.Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab.
Sumber penularan dapat berasal dari manusia (jamur antropofilik),
binatang (jamur zoofilik) atau dari tanah (jamur geofilik). Klasifikasi
dermatofitosis beradasarkan lokasi, Tinea pedis adalah
dermatofitosis padakaki. Keluhan sebagian besar infeksi
dermatofita adalah pasien datang dengan bercak merah bersisik
yang gatal. Adanya riwayat kontak dengan orang yang mengalami

93
dermatofitosis. Pada pemeriksaan fisik lesi berbentuk infiltrat
eritematosa, berbatas tegas, dengan bagian tepi yang lebih aktif
daripada bagian tengah, dan konfigurasi Unitsiklik. Lesi dapat
dijumpai di daerah kulit berambut terminal, berambut velus
(glabrosa) dan kuku. Pemeriksaan bila diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, akan ditemukan hifa
panjang dan artrospora.Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, jika diperlukan dilakukan
pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan dengan menjaga hygiene diri harus
terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari; untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu
dengan antifungal topikal (krim klotrimazol, mikonazol, atau
terbinafin, yang diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2
minggu kemudian untuk mencegah rekurensi); untuk penyakit yang
tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan
pengobatan sistemik (Griseofulvin 0,5-1 gr/hari untuk orang
dewasa dan 0,25 – 0,5 gr/hari untuk anak-anak atau 10-25
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis, dan golongan azol seperti:
ketokonazol 200 mg/hari, itrakonazol 100 mg/hari, atau terbinafin
250 mg/hari diberikan selama 10-14 hari pada pagi hari setelah
makan).Edukasi pasien mengenai penyebab dan cara penularan
penyakit. Edukasi pasien dan keluarga juga untuk menjaga
hygienetubuh, namun penyakit ini bukan merupakan penyakit yang
berbahaya. Pasien dirujuk apabila penyakit tidak sembuh dalam
10-14 hari setelah terapi; terdapat imunodefisiensi; terdapat
penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.
penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.
42) Penatalaksanaan Other Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofita yang
memiliki sifat mencernakan keratin di jaringan yang mengandung
zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan

94
kuku; selain yang disebutkan diatas.Penularan melalui kontak
langsung dengan agen penyebab. Sumber penularan dapat berasal
dari manusia (jamur antropofilik), binatang (jamur zoofilik) atau dari
tanah (jamur geofilik). Keluhan sebagian besar infeksi dermatofita
adalah pasien datang dengan bercak merah bersisik yang gatal.
Adanya riwayat kontak dengan orang yang mengalami
dermatofitosis. Pada pemeriksaan fisik lesi berbentuk infiltrat
eritematosa, berbatas tegas, dengan bagian tepi yang lebih aktif
daripada bagian tengah, dan konfigurasi Unitsiklik. Lesi dapat
dijumpai di daerah kulit berambut terminal, berambut velus
(glabrosa) dan kuku. Pemeriksaan bila diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, akan ditemukan hifa
panjang dan artrospora.Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, jika diperlukan dilakukan
pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan dengan menjaga hygiene diri harus
terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus
dihindari; untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu
dengan antifungal topikal (krim klotrimazol, mikonazol, atau
terbinafin, yang diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2
minggu kemudian untuk mencegah rekurensi); untuk penyakit yang
tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan
pengobatan sistemik (Griseofulvin 0,5-1 gr/hari untuk orang
dewasa dan 0,25 – 0,5 gr/hari untuk anak-anak atau 10-25
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis, dan golongan azol seperti:
ketokonazol 200 mg/hari, itrakonazol 100 mg/hari, atau terbinafin
250 mg/hari diberikan selama 10-14 hari pada pagi hari setelah
makan).Edukasi pasien mengenai penyebab dan cara penularan
penyakit. Edukasi pasien dan keluarga juga untuk menjaga
hygienetubuh, namun penyakit ini bukan merupakan penyakit yang
berbahaya. Pasien dirujuk apabila penyakit tidak sembuh dalam

95
10-14 hari setelah terapi; terdapat imunodefisiensi; terdapat
penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka; diperlukan
pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosa.
43) Penatalaksanaan Folikulitis Superfisialis
Folikulitis adalah peradangan folikel rambut yang ditandai
dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau
perih.Pemeriksaan penunjang dari apusan cairan sekret dari dasar
lesi dengan pewarnaan gram dan pemeriksaan darah rutin kadang
ditemukan leukositosis. Penatalaksanaan terapi suportif dengan
menjaga hygiene, nutrisi TKTP dan stamina tubuh.Farmakoterapi
dilakukan dengan:
 Topikal, bila banyak pus/krusta, dilakukan kompres terbuka
dengan Kalium permangat(PK) 1/5.000 dan 1/10.000.Bila tidak
tertutup pus atau krusta, diberikan salep atau krim asam fusidat
2% ataumupirosin 2%, dioleskan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.
 Antibiotik oral dapat diberikan dari salah satu golongan, yaitu:
Penisilin yang resisten terhadap penisilinase, seperti: oksasilin,
kloksasilin,dikloksasilin dan flukloksasilin (Dosis dewasa: 4x250-
500 mg/hari, selama 5-7 hari; dan dosis anak: 50 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 4 dosis, selama 5-7 hari.Amoksisilin dengan asam
klavulanat (Dosis dewasa: 3 x 250-500 mg; dan dosis anak: 25
mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, selama 5-7 hari).
Sefadroksil dengan dosis 2x500 mg/hari atau 2x1000 mg per
hari. Klindamisin 4x150 mg per hari dan pada infeksi berat
dosisnya 4x300-450 mg/hari. Eritromisin dosis dewasa 4x250-
500 mg/hari dan anak 20-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis,
selama 5-7 hari.
 Insisi karbunkel yang menjadi abses untuk membersihkan
eksudat dan jaringan nekrotik
Edukasi pasien dan keluarga untuk pencegahan penyakit dengan
menjaga kebersihan diri dan stamina tubuh.Pasien dirujuk apabila
terjadi komplikasi mulai dari selulitis, tidak sembuh dengan
pengobatan selama 5-7 hari, terdapat penyakit sistemik (gangguan

96
metabolik endokrin dan imunodefisiensi), bila diperlukan
pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosa.
44) Penatalaksanaan Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik (DS) merupakan istilah yang digunakan
untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi
(predileksi di tempat-tempatkelenjar sebum). DS berhubungan erat
dengan keaktifan glandula sebasea.Pasien datang dengan keluhan
munculnya bercak merah dan kulit kasar. Kelainan awal hanya
berupa ketombe ringan pada kulit kepala (pitiriasis sika) sampai
keluhan lanjut berupa keropeng yang berbau tidak sedap dan
terasa gatal. Pemeriksaan fisik didapatkan tanda
patognomonisberupa papul sampai plak eritema, skuama
berminyak agak kekuningan, berbatas tidak tegas. Predileksi di
kulit kepala, dahi, glabela, belakang telinga, belakang leher, alis
mata, liang telinga luar, lipat nasolabial, sternal, areola mammae,
lipatan bawah mammae pada wanita, interskapular, umbilikus, lipat
paha, dan daerah anogenital. Bentuk klinis lain lesi berat seluruh
kepala tertutup oleh krusta, kotor, dan berbau (cradle
cap).Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.Pasien diminta untuk memperhatikan faktor
predisposisi terjadinya keluhan, misalnya stres emosional dan
kurang tidur. Diet juga disarankan untuk mengkonsumsi makanan
rendah lemak.Farmakoterapi dilakukan dengan:
 Topikal:
Bayi
Pada lesi di kulit kepala bayi diberikan asam salisilat 3%
dalam minyak kelapa atau vehikulum yang larut air atau
kompres minyak kelapa hangat 1x/hari selama beberapa
hari.Dilanjutkan dengan krim hidrokortison 1% atau lotion
selama beberapa hari.Selama pengobatan, rambut tetap
dicuci.
Dewasa

97
Pada lesi di kulit kepala, diberikan shampo selenium
sulfida 1.8 (Selsun-R) atau ketokonazol 2% shampo, zink
pirition (shampo anti ketombe), atau pemakaian preparat ter
(liquor carbonis detergent) 2-5 % dalam bentuk salep dengan
frekuensi 2-3 kali seminggu selama 5-15 menit per hari.Pada
lesi di badan diberikan kortikosteroid topikal: Desonid krim
0.05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon
asetonid krim 0.025%) selama maksimal 2 minggu.Pada kasus
dengan manifestasi dengan inflamasi yang lebih berat
diberikan kortikosteroid kuat (betametason valerat krim
0.1%).Pada kasus dengan infeksi jamur, perlu dipertimbangkan
pemberian krim ketokonazol 2% topikal.
 Oral sistemik:
Antihistamin sedatif yaitu klorfeniramin maleat 3x4 mg/hari
selama 2 minggu, setirizin 1x10 mg/hari selama 2 minggu; atau
Antihistamin non sedatif yaituloratadine 1x10 mg/hari selama
maksimal 2 minggu.
Memberikan konseling pada orang tua untuk menjaga kebersihan
bayi dan rajin merawat kulit kepala bayi, memberitahukan bahwa
kelainan ini umumnya muncul pada bulan-bulan pertama
kehidupan dan membaik seiring pertambahan usia, memberikan
informasi bahwa penyakit ini sukar disembuhkan tetapi dapat
terkontrol dengan mengendalikan emosi dan psikisnya. Pasien
dirujuk ke fasilitas sekunder apabila tidak ada perbaikan dengan
tatalaksana standar.
45) Penatalaksanaan Dermatitis Atopik
Dermatitis Atopik (DA) adalah peradangan kulit berulang dan
kronis dengan disertai gatal. Pada umumnya terjadi selama masa
bayi dan anak-anak dan sering berhubungan dengan peningkatan
kadar IgE dalam serum serta riwayat atopi pada keluarga atau
penderita.Pasien datang dengan keluhan gatal yang bervariasi
lokasinya tergantung pada jenis dermatitis atopik. Gejala utama DA
adalah pruritus (gatal), dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi

98
umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan
menggaruk.Pasien biasanya mempunyai riwayat juga sering
merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa
tertekan.Pemeriksaan fisik didapatkan tanda patognomonis pada
kulit penderita DA yaitu: kering pada perabaan, pucat/redup, jari
tangan teraba dingin, terdapat papul, likenifikasi, eritema, erosi,
eksoriasi, eksudasi dan krusta pada lokasi predileksi. Lokasi
predileksi :
 Tipe bayi (infantil): dahi, pipi, kulit kepala, leher, pergelangan
tangan dan tungkai, serta lutut (pada anak yang mulai
merangkak).Lesi berupa eritema, papul vesikel halus, eksudatif,
krusta.
 Tipe anak: lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian
dalam, kelopak mata, leher, kadang-kadang di wajah.Lesi berupa
papul, sedikit eksudatif, sedikit skuama, likenifikasi, erosi.
Kadang-kadang disertai pustul.
 Tipe remaja dan dewasa :Lipat siku, lipat lutut, samping leher,
dahi, sekitar mata, tangan dan pergelangan tangan, kadang-
kadang ditemukan setempat misalnya bibir mulut, bibir kelamin
puting susu, atau kulit kepala.Lesi berupa plak papular
eritematosa, skuama, likenifikasi, kadang-kadang erosi dan
eksudasi, terjadi hiperpigmentasi.
Berdasarkan derajat keparahan terbagi menjadi : DA ringan
(apabila mengenai < 10% luas permukaan kulit; DA sedang(apabila
mengenai kurang dari 10-50% luas permukaan kulit); DA berat
(apabila mengenai kurang dari > 50% luas permukaan kulit).
Umumnya tidak diikuti oleh infeksi sekunder).Dengan penyulit
(disertai infeksi sekunder atau meluas dan menjadi relekalsitran
(tidak membaik dengan pengobatan standar).Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik harus terdiri dari 3
kriteria mayor dan 3 kriteria minor dari kriteria Williams (1994) di
bawah ini.

99
 Kriteria Mayor: pruritus, dermatitis di muka atau ekstensor pada
bayi dan anak, dermatitis di fleksura pada dewasa, dermatitis
kronis atau berulang, riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya.
 Kriteria minor: xerosis (infeksi kulit khususnya oleh S. aureus
atau virus herpes simpleks), iktiosis/ hiperliniar palmaris/
keratosis piliaris,pitriasis alba,dermatitis di papilla mamae,White
dermogrhapism dan delayed blanch respons,kelilitis,lipatan infra
orbital Dennie-Morgan,konjungtivitis
berulang,keratokonus,katarak subskapsular anterior,orbita
menjadi gelap,muka pucat atau eritem,gatal bila
berkeringat,intolerans terhadap wol atau pelarut lemak,
aksentuasi perifolikular, hipersensitif terhadap makanan,
perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau
emosi, tes kulit alergi tipe dadakan positif, kadar IgE dalam
serum meningkat, mulai muncul pada usia dini.
Pada bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi menjadi: 3 kriteria mayor
(riwayat atopi pada keluarga; dermatitis pada muka dan ekstensor;
pruritus) ditambah 3 kriteria minor (xerosis/iktiosis/hiperliniaris
palmaris, aksentuasi perifolikular; fisura di belakang telinga;
skuama di scalp kronis).Penatalaksanaan dilakukan dengan
modifikasi gaya hidup, yaitu menemukan faktor risiko, menghindari
bahan-bahan yang bersifat iritan termasuk pakaian seperti wol atau
bahan sintetik, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung
pelembab, menjaga kebersihan bahan pakaian, menghindari
pemakaian bahan kimia tambahan, membilas badan segera setelah
selesai berenang untuk menghindari kontak klorin yang terlalu
lama, menghindari stres psikis, menghindari bahan pakaian terlalu
tebal/ ketat/ kotor,menjaga kebersihan di daerah popok pada bayi,
iritasi oleh kencing atau feses, dan hindari pemakaian bahan-bahan
medicatedbaby oil, menghindari pembersih yang mengandung
antibakteri karena menginduksi resistensi. Farmakoterapi diberikan:

100
 Topikal (2x sehari)
Pada lesi di kulit kepala, diberikan kortikosteroid topikal,
seperti: Desonid krim 0.05% (catatan: bila tidak tersedia dapat
digunakan fluosinolon asetonidkrim 0.025%) selama maksimal 2
minggu.Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan
hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason valerat
krim 0.1% atau mometason furoat krim 0.1%).Pada kasus infeksi
sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal
atau sistemik bila lesi meluas.
 Oral sistemik
Antihistamin sedatif yaitu klorfeniramin maleat 3x4mg/hari
selama maksimal 2 minggu atau setirizin 1x10 mg/hari selama
maksimal 2 minggu. Antihistamin non sedatif yaitu loratadin 1x10
mg/hari selama maksimal 2 minggu.
Edukasi pasien tentang penyakit yang bersifat kronis dan berulang;
prinsip pengobatan adalah menghindari gatal, menekan proses
peradangan dan menjaga hidrasi kulit; menekankan modifikasi
gaya hidup harus menjadi kebiasaan pasien dan keluarga. Pasien
dirujuk ke fasilitas sekunder jika dermatitis atopik luas, dan berat;
dermatitis atopik rekalsitran atau dependent steroid; bila diperlukan
skin prick test/tes uji tusuk; bila gejala tidak membaik dengan
pengobatan standar selama 2 minggu; bila kelainan rekalsitran
atau meluas sampai eritroderma

46) Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Alergik


Dermatisis kontak alergik (DKA) adalah reaksi peradangan
kulit imunologik karena reaksi hipersensitivitas. Kerusakan kulit
terjadi didahului oleh proses sensitisasi berupa alergen (fase
sensitisasi) yang umumnya berlangsung 2-3 minggu. Bila terjadi
pajanan ulang dengan allergen yang sama atau serupa, periode
hingga terjadinya gejala klinis umumnya 24-48 jam (fase elisitasi).
Keluhan kelainan kulit berupa gatal bergantung pada keparahan
dermatitis, dapat disertai timbulnya bercak kemerahan.Hal yang

101
penting ditanyakan adalah riwayat kontak dengan bahan-bahan
yang berhubungan dengan riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal
yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetik, bahan-bahan
yang dapat menimbulkan alergi, serta riwayat alergi di keluarga.
Pemeriksaan Fisik dengan tanda patognomonis berupa tanda yang
dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya,
tergantung pada kondisi akut atau kronis. Lokasi dan pola kelainan
kulit penting diketahui untuk mengidentifikasi kemungkinan
penyebabnya, seperti di ketiak oleh deodorant, di pergelangan
tangan oleh jam tangan, dan seterusnya.Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.Penatalaksanaanfarmakoterapi berupa:
 Topikal (2x sehari)
Pelembab krim hidrofilik urea 10%.Kortikosteroid :Desonid
krim 0.05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan
fluosinolon asetonid krim 0.025%).Pada kasus dengan
manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat
diberikan golongan betametason valerat krim 0.1% atau
mometason furoat krim 0.1%).Pada kasus infeksi sekunder, perlu
dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal.
 Oral sistemik
Antihistamin hidroksisin 2x25 mg/hari selama maksimal 2
minggu atau loratadin 1x10 mg/hari selama maksimal 2 minggu.
Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-
bahan yang bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan
fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung
pelembab serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari
kontak alergen saat bekerja. Apabila dibutuhkan melakukan patch
test dan kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan
standar dan sudah menghindari kontak, pasien dapat dirujuk ke
RS.
47) Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Iritan

102
Dermatisis kontak iritan (DKI) adalah reaksi peradangan kulit
non-imunologik. Kerusakan kulit terjadi secara langsung tanpa
didahului oleh proses sensitisasi. Penyebab munculnya dermatitis
jenis ini adalah bahan yang bersifat iritan. Keluhan kelainan kulit
dapat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat
memberikan gejala akut, sedangkan iritan lemah memberikan
gejala kronis. Gejala yang umum dikeluhkan adalah perasaan gatal
dan timbulnya bercak kemerahan pada daerah yang terkena kontak
bahan iritan. Kadang-kadang diikuti oleh rasa pedih, panas, dan
terbakar. Pemeriksaan fisik dari tanda patognomonis, sama seperti
dermatitis pada umumnya, tergantung pada kondisi akut atau
kronis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.Klasifikasi berdasarkan penyebab dan pengaruh
faktor-faktor tertentu, DKI dibagi menjadi:
 DKI akut (bahan iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat
(H2SO4)atau asam klorida (HCl), termasuk luka bakar oleh bahan
kimia). Lesi berupa: eritema, edema, bula, kadang disertai
nekrosis.Tepi kelainan kulit berbatas tegas dan pada umumnya
asimetris.
 DKI akut lambat (gejala klinis baru muncul sekitar 8-24 jam atau
lebih setelah kontak). Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI
tipe ini diantaranya adalah podofilin, antralin, tretinoin, etilen
oksida, benzalkonium klorida, dan asam hidrofluorat.Kadang-
kadang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada
malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih
keesokan harinya, pada awalnya terlihat eritema, dan pada sore
harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
 DKI kumulatif/ DKI kronis (penyebabnya adalah kontak berulang-
ulang dengan iritan lemah (faktor fisis misalnya gesekan, trauma
minor, kelembaban rendah, panas atau dingin, faktor kimia
seperti deterjen, sabun, pelarut, tanah dan bahkan air).Umumnya
predileksi ditemukan di tanganterutama pada pekerja.Kelainan

103
baru muncul setelah kontak dengan bahan iritan berminggu-
minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian,
sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor
penting.Kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada
kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus-menerus
dengan detergen. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau
nyeri karena kulit retak (fisur). Ada kalanya kelainan hanya
berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga
diabaikan oleh penderita.
 Reaksi iritan (merupakan dermatitis subklinis pada seseorang
yang terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut
dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama, kelainan kulit
monomorfik (efloresensi tunggal) dapat berupa eritema, skuama,
vesikel, pustul, dan erosi.Umumnya dapat sembuh sendiri,
namun menimbulkan penebalan kulit, dan kadang-kadang
berlanjut menjadi DKI kumulatif.
 DKI traumatik (kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma
panas atau laserasi).Gejala seperti dermatitis numularis (lesi
akut dan basah).Penyembuhan lambat, paling cepat 6
minggu.Predileksi paling sering terjadi di tangan.
 DKI non eritematosa (merupakan bentuk subklinis DKI), ditandai
dengan perubahan fungsi sawar stratum korneum, hanya
ditandai oleh skuamasi ringan tanpa disertai kelainan klinis lain.
 DKI subyektif/ DKI sensori (kelainan kulit tidak terlihat, namun
penderita merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas)
setelah kontak dengan bahan kimia tertentu), misalnya asam
laktat.
Keluhan dapat diatasi dengan pemberian farmakoterapi, berupa:
 Topikal (2x sehari)
Pelembab krim hidrofilik urea 10%.Kortikosteroid :Desonid krim
0.05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon
asetonid krim 0.025%).Pada kasus DKI kumulatif dengan
manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat

104
diberikan golongan betametason valerat krim 0.1% atau
mometason furoat krim 0.1%).Pada kasus infeksi sekunder, perlu
dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal.
 Oral sistemik
Antihistamin hidroksisin 2x25 mg/hari selama maksimal 2 minggu
atau loratadin 1x10 mg/hari selama maksimal 2 minggu.
Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-
bahan yang bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan
fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung
pelembab serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari
kontak alergen saat bekerja. Pasien dirujuk ke fasilitas sekunder
apabila dibutuhkan melakukan patch test; Apabila kelainan tidak
membaik dalam 4 minggu pengobatan standar dan sudah
menghindari kontak.
48) Penatalaksanaan Napkin Eczema (Dermatitis Popok)
Napkin eczema atau sering disebut juga dengan dermatitis
popok/ diaper rash adalahdermatitis di daerah genito-krural sesuai
dengan tempat kontak popok. Umumnya pada bayi pemakai popok
dan juga orang dewasa yang sakit dan memakai popok. Dermatitis
ini merupakan salah satu dermatitis kontak iritan akibat isi napkin
(popok).Pasien datang dengan keluhan gatal dan bercak merah
berbatas tegas, mengikuti bentuk popok yang berkontak kadang-
kadang membasah dan membentuk luka.Pemeriksaan fisik dari
tanda patognomonis berupa makula eritematosa berbatas agak
tegas (bentuk mengikuti bentuk popok yang berkontak), papul,
vesikel, erosi, ekskoriasi, infiltran dan ulkus bila parah, plak
eritematosa (merah cerah), membasah, kadang pustul, lesi satelit
(bila terinfeksi jamur).Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan untuk
mengurangi gejala dan mencegah bertambah beratnya lesi, perlu
dilakukan hal berikut: ganti popok bayi lebih sering, gunakan
pelembab sebelum memakaikan popok bayi, dianjurkan pemakaian
popok sekali pakai jenis highly absorbent.

105
Prinsip pemberian farmakoterapi yaitu untuk menekan
inflamasi dan mengatasi infeksi kandida.Bila ringan: krim/ salep
bersifat protektif (zinc oxide/pantenol) dipakai 2 kali sehari selama
1 minggu atau kortikosteroid potensi lemah (salep hidrokortison 1-
2.5%) dipakai 2 kali sehari selama 3-7 hari.Bila terinfeksi kandida:
berikan antifungal nistatin sistemik 1 kali sehari selama 7 hari atau
derivat azol topikal dikombinasi dengan zinc oxide diberikan 2 kali
sehari selama 7 hari. Rujuk pasien Bila keluhan tidak membaik
setelah pengobatan standarselama 2 minggu.
49) Penatalaksanaan Dermatitis Perioral
Erupsi eritematosa persisten yang terdiri dari papul kecil dan
papulo-pustul yang berlokasi di sekitar mulut. Keluhan yang
dirasakan pasien adalah gatal dan rasa panas disertai timbulnya
lesi di sekitar mulut. Pemeriksaan fisik didapatkan erupsi
eritematosa yang terdiri dari papul, papulo-pustul atau papulo-
vesikel, biasanya tidak lebih dari 2 mm. lesi berlokasi di sekitar
mulut, namun lesi dapat meluas ke perinasal atau periorbita.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dalam kasus resisten, dermatitis perioral membutuhkan
farmakoterapi, seperti:
Topikal
 Metronidazol krim atau emulsi 0,75%-1% 2x sehari (pada anak
1x sehari) selama 8 minggu
 Klindamisin krim 1% 1-2x/hari
 Eritromisin krim 2-3% 1-2x/hari
Sistemik
 Tetrasiklin 250-500 mg, 2x/hari, selama 3 minggu (K.I. pada
pasien sebelum usia pubertas)
 Eritromisin 2x250 mg/hari selama 4-6 minggu
 Doksisiklin 100 mg/hari selama 3 minggu
 Azitromisin 500 mg/hari, 3 hari berturut-turut per minggu selama
4 minggu
Edukasi dilakukan terhadap pasien dan orang tuanya berupa
menghentikan pemakaian semua kosmetik dan kortikosteroid
topikal. Rujukan dilakukan jika diperlukan pemeriksaan

106
mikroskopis; gambaran klinis kasus yang tidak biasa dan
perjalanan penyakit yang lama

50) Penatalaksanaan Luka Bakar Derajat 1-2


Luka bakar (burn injury) adalah kerusakan kulit yg
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik dan radiasi. Pada luka bakar derajat I paling
sering disebabkan sinar matahari, pasien hanya mengeluh kulit
terasa nyeri dan kemerahan. Pada luka bakar derajat II timbul nyeri
dan bula. Pada pemeriksaan fisik luka bakar derajat I, kerusakan
terbatas pada lapisan epidermis (superfisial), kulit hiperemi berupa
eritema, perabaan hangat, tidak dijumpai bula, terasa nyeri karena
ujung-ujung saraf sensorik teriritasi; luka bakar derajat II,
kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi, terdapat bula dan nyeri karena
ujung-ujung saraf sensorik yang teriritasi. Dibedakan atas 2
bagian:Derajat II dangkal/superficial (IIA) (kerusakan mengenai
bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis) dan Derajat
II dalam/deep (IIB) (kerusakan mengenai hampir seluruh bagian
dermis dan sisa-sisa jaringan epitel masih sedikit), organ-oran kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea
tinggal sedikit sehingga penyembuhan terjadi lebih dari satu bulan
dan disertai parut hipertrofi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Menentukan luas luka bakar berdasarkan “rumus rule of nine”

107
Kriteria berat ringannya luka bakar dapat dipakai ketentuan
berdasarkan American Burn Association, yaitu sebagai berikut:

 Luka bakar ringan: derajat II <15%; derajat II <10%; derajat III


<2%
 Luka bakar sedang: derajat II 15-20% pada orang dewasa; derjat
II 10-25% pada anak-anak; derajat III <10%
 Luka bakar berat: derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa;
derajat II 20% atau lebih pada anak-anak; derajat II 10% atau
lebih; luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki
dan genitalia/ perineum; luka bakar dengan cedera inhalasi
disertai trauma lain.
Penatalaksanaan luka bakar derajat 1 penyembuhan terjadi secara
spontan tanpa pengobatan khusus, sedangkan luka bakar derajat II
tergantung luas luka bakar.Pada penanganan perbaikan sirkulasi
pada luka bakar dikenal beberapa formula salah satunya yaitu
formula Baxter sebagai berikut:
 Hari Pertama:

108
Dewasa: Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas bakar per
24jam
Anak: Ringer Laktat:Dextran = 17:3
2 cc x berat badan x %luas luka ditambah kebutuhan
faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun: berat badan x 100 cc
1-3 Tahun: berat badan x 75 cc
3-5 Tahun: berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
 Hari kedua
Dewasa: ½ hari I, Anak: diberi sesuai kebutuhan faali
Perlu dilakukan pengawasan kondisi penderita seperti keadaan
umum, tanda vital, dan produksi urine dan lebih lanjut bisa dilakukan
pemasangan monitor EKG unutk memantauirama jantung sebagai
tanda awal terjadinya hipoksia, gangguan elektrolit dan
keseimbangan asam basa.Pemberian antibiotik spektrum luas pada
luka bakar sedang dan berat. Edukasi pasien dan keluarga menjaga
hygiene dari luka dan untuk mempercepat penyembuhan jangan
sering terkena air. Rujukan dilakukan pada luka bakar sedang dan
berat serta timbul komplikasi.

51) Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2


Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme yang
ditandai oleh tingginya kadar plasma glukosa (hiperglikemia) yang
disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, aksi insulin atau
keduanya. Keluhan pasien adalah Unitfagia, Unituri, Unitdipsi,
penurunan BB yang tidak jelas sebabnya. Keluhan tidak khas
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria,
pruritus vulva, luka yang sulit sembuh. Pemeriksaan fisik meliputi
penilaian BB, penurunan visus, lensa mata buram, uji sensibilitas
kulit dengan mikrofilamen. Pemeriksaan penunjang GDP, gula
darah 2 jam post prandrial, urinalisis. Kriteria diagnostik DM dan
gangguan toleransi glukosa:

109
 Gejala klasik DM (Unituria, Unitdipsia, Unitfagi) + glukosa
plasma sewaktu ≥200 mg/dl. GDS merupakan hasil pemeriksaan
sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir, atau
 Gejala klasik DM + kadar GDP ≥126 mg/dl. Puasa diartikan
pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam, atau
 Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral
(TTGO) ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standar WHO
menggunakan beban glukosa anhidrus 75 gram yang dilarutkan
dalam air.
Kriteria gangguan toleransi glukosa:
 GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan GDP didapatkan
antara 100-125 mg/dl
 TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar glukosa
plasma 140-199 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram
 HbA1C 5,7-6,4%
Cara pemberian OHO terdiri dari:
 Dimulai dari dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis
optimal
 Sulfonilurea: 15-30 menit sebelum makan (Glibenklamid mulai
dengan 5 mg/hari dalam sekali pemberian, maksimal 10 mg/hari)
 Metformin mulai dengan 0,5 gr/hari dalam 2 – 3 kali pemberian,
maksimal 2 g/hari, sebelum/ pada saat/ sesudah makan
 Penghambat glukosidase (acarbose) bersama makan suapan
pertama
Edukasi meliputi pemahaman tentang penyakit DM tipe 2
tidak dapat sembuh tetapi dapat dikontrol, gaya hidup sehat harus
diterapkan pada penderita, pemberian obat jangka panjang dengan
kontrol teratur setiap 1 bulan. Standar makanan yang dianjurkan
adalah dengan komposisi: karbohidrat 45-65%, protein 15-20%,
lemak 20-25%, kolesterol yang disarankan <300 mg/hari dan serat
±25 g/hari. Jumlah kalori basal per hari: laki-laki 30 kal/kgBB
idaman dan wanita 25 kal/kgBB idaman. Latihan jasmani sehari-

110
hari dan latihan teratur 3-5x seminggu selama kurang lebih 30-60
menit minimal 150 menit/minggu intensitas sedang. Kriteria rujukan
adalah untuk penanganan tindak lanjut pada kondisi berikut:
 DM tipe 2 dengan komplikasi
 DM tipe 2 dengan kontrol gula buruk
 DM tipe 2 dengan infeksi berat
52) Penatalaksanaan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK) merupakan
komplikasi akut pada DM tipe 2 berupa peningkatan kadar gula
darah yang sangat tinggi (>600mg/dl-1200mg/dl) dan ditemukan
tanda-tanda dehidrasi tanpa disertai gejala asidosis.HHNK
biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai
penyakit penyerta dengan asupan makanan yang kurang. Faktor
pencetus serangan antara lain: infeksi, ketidakpatuhan dalam
pengobatan, DM tidak terdiagnosis, dan penyakit penyerta lainnya.
Keluhan pasien lemah, gangguan penglihatan, mual dan muntah,
letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang, atau koma. Acuan untuk
menilai kondisi klinis HHNK, sebagai berikut:
 Sering ditemukan pada usia lanjut, yaitu usia lebih dari 60 tahun,
semakin muda semakin berkurang, dan belum pernah ditemukan
pada anak
 Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau
diabetes tanpa pengobatan insulin
 Mempunyai penyakit dasar lain
 Sering disebabkan obat-obatan antara lain tiazid, furosemid,
digitalis, dilantin, klorpromazin, reserpin, manitol, steroid,
simetidin, haloperidol (neuroleptik)
 Mempunyai faktor pencetus misalnya penyakit kardiovaskuler,
aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan,
pancreatitis, koma hepatik, dan operasi.
Dari anamnesis keluarga biasanya faktor penyebab pasien datang
ke RS adalah Unituria, Unitdipsi, penurunan BB, dan penurunan
kesadaran. Dari pemeriksaan fisik didapatkan apatis sampai koma,
tanda-tanda dehidrasi berat (turgor buruk, mukosa bibir kering,

111
mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin, denyut nadi cepat
dan lemah), kelainan neurologis berupa kejang umum, lokal,
maupun mioklonik, dapat terjadi hemiparesis yang bersifat
reversibel dengan koreksi defisit cairan, hipotensi postural, tidak
ada bau aseton yang tercium dari pernapasan, tidak ada
pernapasan kusmaul. Pemeriksaan kadar gula darah. Diagnosis
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
(kadar gula darah sewaktu). Penanganan pertolongan pertama di
layanan primer adalah: memastikan jalan napas lancar dan
membantu pernapasan dengan suplementasi oksigen, memasang
akses infuse IV dan melakukan hidrasi cairan NaCl 0,9% dengan
target sistol >90 mmHg atau produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam,
memasang kateter urin untuk pemantauan cairan, dapat diberikan
insulin rapid acting bolus IV atau SK. Edukasi ke keluarga pasien
mengenai kegawatan hiperglikemia dan perlu segera dirujuk.
Pasien harus segera dirujuk ke layanan sekunder (spesialis
penyakit dalam) setelah mendapat terapi rehidrasi cairan.
53) Penatalaksanaan Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah
<60 mg/dL, atau dengan gejala klinis dan kadar glukosa darah <80
mg/dL. Hipoglikemia merupakan komplikasi akut dari penyandang
diabetes melitus dan geriatri.Tanda dan gejala hipoglikemia dapat
bervariasi pada setiap individu dari yang ringan sampai berat,
sebagai berikut: rasa gemetar, perasaan lapar, pusing, keringat
dingin, jantung berdebar, gelisah, terjadi penurunan kesadaran
bahkan sampai koma dengan atau tanpa kejang.Pada pasien atau
keluarga perlu ditanyakan adanya riwayat penggunan preparat
insulin atau obat hipoglemik oral, dosis terakhir, waktu pemakaian
terakhir, perubahan dosis, waktu makan terakhir, jumlah asupan
makanan, aktivitas fisik yang dilakukan. Pemeriksaan fisik meliputi:
pucat, diaphoresis/keringat dingin, tekanan darah menurun,
frekuensi denyut jantung meningkat, penurunan kesadaran, defisit

112
neurologik fokal (refleks patologis positif pada satu sisi tubuh)
sesaat. Pemeriksaan penunjang kadar glukosa darah sewaktu.
Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya
dan hasil pemeriksaan kadar gula darah.Trias whippleuntuk
hipoglikemia secara umum: gejala yang konsisten dengan
hipoglikemia, kadar glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah
kadar glukosa plasma meningkat.Penatalaksanaan
 Stadium permulaan (sadar):berikan gula murni 30 gram (2
sendok makan) atau sirop/permen atau gula murni (bukan
pemanis pengganti gula atau gula diet/ gula diabetes) dan
makanan yang mengandung karbohidrat; hentikan obat
hipoglikemik sementara, pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2
jam; pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak
sadar); cari penyebab hipoglikemia dengan anamnesis baik auto
maupun allo anamnesis.
 Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga
hipoglikemia): diberikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2
flakon (=50 mL) bolus intra vena; diberikan cairan dekstrosa 10
% per infus 6 jam perkolf; periksa GD sewaktu (GDS),kalau
memungkinkan dengan glukometer: Bila GDS< 50 mg /dL
lanjutkan bolus dekstrosa 40% 50 ml IV. Bila GDS < 100 mg /dl
lanjutkan bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV. Bila GDS 100-200
mg/dl tanpa bolus dekstrosa 40%. Bila GDS >200 mg/dl
pertimbangkan menurunkan kecepatan drip dekstrosa 10%
 Bila GDs <100 mg/dL sebanyak 3 berturut–turut, pemantauan
GDS setiap 2 jam, dengan protokol sesuai diatas, bila GDS >200
mg/dl pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau
NaCI 0,9%
 Bila GDS >100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, protokol
hipoglikemia dihentikan.
Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia hendaknya selalu
membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan
memberikan sejumlah gula yang konsisten. Kriteria rujukan adalah

113
pasien hipoglikemia dengan penurunan kesadaran dan hipoglikemi
tidak teratasi setelah 2 jam tahap pertama protokol penanganan
54) Penatalaksanan Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu masalah
kesehatan akut yang sering terjadi pada perempuan. Masalah
infeksi saluran kemih tersering adalah sistitis akut, sistitis kronik,
dan uretritis. Keluhan berupa demam, susah buang air kecil, nyeri
saat diakhir BAK (disuria terminal), sering BAK (frequency),
nokturia, anyang-anyangan (polakisuria), nyeri pinggang dan nyeri
suprapubik. Pada pielonefritis akut keluhan dapat juga berupa nyeri
pinggang, demam tinggi sampai menggigil, mual, muntah, dan
nyeri pada kostovertebra. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
demam, “Flank pain‟ (nyeri ketok pinggang
belakang/costovertebral angle), nyeri tekan suprapubik.
Pemeriksaan penunjang darah lengkap, urinalisis, ureum dan
kreatinin, kadar gula darah. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.Penatalaksanaan yang dilakukan dengan minum air
putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal normal; menjaga
higienitas genitalia eksterna; pada kasus nonkomplikata pemberian
antibiotik selama 3 hari dengan pilihan golongan flurokuinolon,
trimetoprim sulfametoksazol, amoksisilin klavulanat,
sefpodoksim. Jika ditemukan komplikasi dari ISK dan gejala
menetap serta terdapat resisten kuman, maka dilakukan ke
layanan kesehatan sekunder (spesialis penyakit dalam)

55) Penatalaksanaan Kehamilan Normal


Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahir. Lama
kehamilan normal 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terahir
(HPHT). Hasil anamnesa didapatkan keluhanberhenti menstruasi,
mual dan muntah pada pagi hari, ngidam, sering BAK, pengerasan
dan pembesaran payudara, puting susu lebih hitam. Pemeriksaan
fisik yang dilakukan adalahperiksa tanda vital ibu (tekanan darah,

114
nadi, suhu, frekuensi nafas), ukur berat badan, tinggi badan, serta
lingkar lengan atas (LLA) pada setiap kedatangan.Pada trimester 1,
bila LLA >33 cm, maka diduga obesitas, memiliki risiko pre-
eklampsia dan diabetes maternal, memiliki risiko melahirkan bayi
dengan berat badan lebih;bila LLA<23 cm, maka diduga
undernutrisi atau memiliki penyakit kronis, biasanya memiliki bayi
yang lebih kecil dari ukuran normal.Keadaan muka diperhatikan
adanya edema palpebra atau pucat, mata dan konjungtiva dapat
pucat,kebersihan mulut dan gigi dapat terjadi karies dan periksa
kemungkinan pembesaran kelenjar tiroid.Pemeriksaan payudara:
puting susu dan areola menjadi lebih menghitam. Pemeriksaan
dada:perhatikan suara paru dan bunyi jantung ibu Pemeriksaan
ekstremitas: perhatikan edema dan varises. Pemeriksaan obstetrik:
 Abdomen:observasi adanya bekas operasi, mengukur tinggi
fundus uteri, melakukan palpasi dengan manuever Leopold I-IV,
mendengarkan bunyi jantung janin (120-160x/menit).
 Vulva/vagina: Observasi varises,kondilomata, edema,
haemorhoid atau abnormalitas lainnya;pemeriksaan vaginal
toucher untuk memperhatikan tanda-tanda tumor;pemeriksaan
inspekulo untuk memeriksa serviks,tanda-tanda infeksi,
ada/tidaknya cairan keluar dari osteum uteri.
Tinggi fundus uteri sesuai kehamilan:
12 minggu teraba diatas simfisis pubis
16 minggu diantara simfisis pubis dan umbilikus
20 minggu dibawah umbilikus
24 minggu setinggi umbilikus (20 ± 2) cm
28 minggu antara umbilikus dan prosessus sifoideus
(minggu gestasi ± 2 cm)
36 minggu pada prosessus sifoideus (36 ± 2) cm
 Pemeriksaan penunjang: tes kehamilan HCG (+), pemeriksaan
golongan darah ABO dan rhesus pada trimester 1, Hb pada
trimester 1 dan 3, pemeriksaan kadar gula darah dan protein
urin, pemeriksaan sifilis, hepatitis B dan HIV dilakukan pada K1,
USG sesuai indikasi. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis,

115
pemeriksaan fisik/ obstertrik, dan penunjang. Tanda pasti
kehamilan menunjukkan HCG (+), DJJ pada usia kehamilan 8
minggu 120-160x/menit, gerakan janin pada usia kehamilan >12
minggu, ditemukan adanya janin pada hasil USG dan
pemeriksaan obstetrik. Kehamilan normal apabila memenuhi
kriteria: keadaan umum baik; tekanan darah <140/90 mmHg;
pertambahan BB minimal 8 kg selama kehamilan (1 kg/ bulan)
atau sesuai IMT ibu; edema hanya pada ekstremitas; DJJ 120-
160x/menit; gerakan janin dirasakan setelah usia 18-20 minggu;
ukuran uterus sesuai usia kehamilan; pemeriksaan fisik dan
Laborat dalam batas normal; tak ada riwayat kelainan obstetrik.
Penatalaksanaan non medikamentosa dengan memberikan
jadwal pemeriksaan berkala kepada calon ibu selama masa
kehamilan; memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan
dengan kehamilan, persalinan, kala nifas dan laktasi; tanda-
tanda bahaya yang perlu diwaspadai (sakit kepala lebih dari
biasa, perdarahan per vaginam, gangguan penglihatan,
pembengkakan pada wajah/tangan, nyeri (epigastrium), mual
dan muntah berlebihan, demam, janin tidak bergerak sebanyak
biasanya; pemberian makanan bayi, air susu ibu (ASI) eksklusif,
dan inisiasi menyusu dini (IMD); penyakit yang dapat
mempengaruhi kesehatan ibu dan janin misalnya hipertensi,
TBC, HIV, serta infeksi menular seksual lainnya; perlunya
menghentikan kebiasaan yang beresiko bagi kesehatan, seperti
merokok dan minum alkohol; program KB terutama penggunaan
kontrasepsi pascasalin; minum cukup cairan; peningkatan
konsumsi makanan hingga 300 kalori/hari dari menu seimbang.
Contoh: nasi tim dari 4 sendok makan beras, ½ pasang hati
ayam, 1 potong tahu, wortel parut, bayam, 1 sendok teh minyak
goreng, dan 400 ml air; latihan fisik normal tidak berlebihan,
istirahat jika lelah; ajarkan metode mudah untuk menghitung

116
gerakan janindalam 1-2 jam. Terapi medikamentosa dengan:
memberikan zat besi dan asam folat (besi 60 mg/hari dan folat
250 mikogram 1-2 x/hari), bila Hb<7,0 gr/dl dosis ditingkatkan
menjadi dua kali. Apabila dalam follow up selama 1 bulan tidak
ada perbaikan, dapatdipikirkan kemungkinan penyakit lain
(talasemia, infeksi cacing tambang, penyakit kronis TBC);
memberikanimunisasi TT(Tetanus Toxoid) apabila pasien
memiliki risiko terjadinya tetanus pada proses melahirkan dan
buku catatan kehamilan. Konseling persiapan persalinan,
meliputi: siapa yang akan menolong persalinan, dimana akan
melahirkan, siapa yang akan membantu dan menemani dalam
persalinan, kemungkinan kesiapan donor darah bila timbul
permasalahan, metode transportasi bila diperlukan rujukan,
dukungan biaya; pentingnya peran suami dan keluarga selama
kehamilan dan persalinan; jika ibu merasakan tanda-tanda
bahaya kehamilan (sakit kepala yang tidak biasanya, keluar
darah dari jalan lahir, terjadi gangguan penglihatan,
pembengkakan pada wajah/ tangaan, mual dan muntah
berlebihan, demam, gerak janin yang tidak biasanya atau
cenderung tidak bergerak. Keluarga diajak untuk mendukung ibu
hamil secara psikologis maupun finansial, bila memungkinkan
siapkan suami siaga; dukung intake nutrisi yang seimbang bagi
ibu hamil; dukung ibu hamil untuk menghentikan pemberian ASI
bila masih menyusui; dukung memberikan ASI eksklusif untuk
bayi yang nanti dilahirkan; siapkan keluarga untuk dapat
menentukan kemana ibu hamil harus dibawa bila
adaperdarahan, perut dan/atau kepala terasa sangat nyeri, dan
tanda-tanda bahaya lainnya, tulis dalam buku pemeriksaan
alamat rujukan yang dapat dituju bila diperlukan.
 Dengan pasangan ibu hamil didiskusikan mengenai aktifitas
seksual selama kehamilan. Aktifitas seksual biasa dapat

117
dilakukan selama kehamilan, posisi dapat bervariasi sesuai
pertumbuhan janin dan pembesaran perut. Kalau ibu hamil
merasa tidak nyaman ketika melakukan aktifitas seksual,
sebaiknya dihentikan.Aktifitas seksual tidak dianjurkan pada
keadaan:riwayat melahirkan prematur, riwayat abortus,
perdarahan vagina atau keluar duhtubuh, plasenta previa atau
plasenta letak rendah, serviks inkompeten
 Konsultasikan dan rujuk pasien jika ditemukan komorbid ibu,
ditemukan komplikasi janin, bila memenuhi nilai skor piji rohyati
(KSPR) dengan kriteria KRT dan KRST, pemeriksaan bekas SC
dengan plasenta previa.
56) PenatalaksanaanHiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada
awal kehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu.Mual dan
muntah yang berlebihan dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan
asam-basa, elektrolit dan ketosis. Mual dan muntah mempengaruhi
hingga > 50% kehamilan. Keluhan muntah kadang-kadang begitu
hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan
sehingga dapat mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu
pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, ibu terlihat
pucat, nyeri epigastrium, lemas, rasa haus yang berat, gangguan
kesadara, dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti gejala
penyakit appendisitis, pielitis, dan sebagainya.Pemeriksaan tanda
vital, nadi meningkat 100x/menit, tekanan darah menurun,
subfebris, gangguan kesadaran, pemeriksaan tanda dehidrasi
(mata cekung, bibir kering, turgor berkurang. Gejala klinisamenore
yang disertai muntah yang hebat, Nafsu makan turun, Beratbadan
turun, Nyeri epigastrium, Lemas, Rasa haus yang hebat, Gangguan
kesadaran. Faktor RisikoBelum diketahui secara pasti namun
diperkirakan erat kaitannya dengan faktor endokrin, biokimiawi, dan
psikologis. Pemeriksaan tanda vital: nadi meningkat 100x/mnt,
tekanan darah menurun (pada keadaan berat), subfebris, dan

118
gangguan kesadaran (pada keadaan berat).Pemeriksaan tanda-
tanda dehidrasi : mata cekung, bibir kering, turgor
berkurang.Pemeriksaan generalis: kulit pucat, sianosis, berat
badan turun> 5% dari berat badan sebelum hamil, uterus besar
sesuai usia kehamilan, pada pemeriksaan inspekulo tampak
serviks yang berwarna biru.Pemeriksaan penunjangLaborat darah
(kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit);urinalisa (warna
pekat, BJ meningkat, adanya ketonuria dan proteinuria). Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.Klasifikasi hiperemesis gravidarum secara
klinis dibagi menjadi 3 tingkatan, antara lain :
 Tingkat 1: Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi
terhadap makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri
epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan sedikit
cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkat
sampai 100 x/mnt, dan tekanan darah sistolik menurun. Mata
cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang, dan urin sedikit
tetapi masih normal.
 Tingkat 2: Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum
dimuntahkan, haus hebat, subfebris, nadi cepat lebih dari 100-
140 x/mnt, tekanan darah sistolik menurun, apatis, kulit pucat,
lidah kotor, kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat
badan cepat menurun.
 Tingkat 3: Walaupun kondisi tingkat 3 sangat jarang, yang mulai
terjadi adalah gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah
berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis,
nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria dalam
urin.
Penatalaksanaan non medikamentosa denganmengusahakan
kecukupan nutrisi ibu dengan menganjurkan makan makanan yang
banyak mengandung gula; makan porsi kecil, tetapi lebih sering;
menghindari makanan yang berminyak dan berbau lemak; istirahat

119
cukup; defekasi yang teratur. Tatalaksana umum diberikan:
doksilamin 10 mg dikombinasikan 10 mg vitamin B6 hingga 4
tablet/hari, bila belum teratasi tambahkan dimenhidrinat 50-100 mg
per oral atau supositoria, 4-6x/hari (maksimal 200 mg/hari) atau
prometazin 5-10 mg 3-4x/hari per oral atau supositoria. Bila masih
belum teratasi tapi tidak terjadi dehidrasi berikan salah satu obat
dibawah ini, antara lain klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-
100 mg/IM tiap 4-6 jam; prometazin 12,5-25 mg per oral atau IM
tiap 4-6 jam; metoklopramid 5-10 mg per oral atau IM tiap 8 jam;
ondansetron 8 mg per oral tiap 12 jam. Bila masih belum teratasi
dan terjadi dehidrasi, pasang kanul IV dan berikan cairan sesuai
derajat hidrasi ibu dan kebutuhan cairannya, lalu berikan suplemen
multi vitamin IV, dimenhidrinat 50 mg dalam 50 ml NaCl 0,9%
selama 20 menit setiap 4-6 jam sekali, bila perlu tambahkan
klorpromazin 4-6x25-50 mg IV atau prometazin 4-6x12,5-25 mg IV
atau metoklopramid 3x5-10 mg per oral. Bila perlu tambahkan
metilprednisolon 15-20 mg IV tiap 8 jam atau ondansetron 8 mg
selama 15 menit IV tiap 12 jam atau 1 mg/jam terus menerus
selama 24 jam.Pasien dirujuk jika ditemukan gejala klinis dan ada
gangguan kesadaran; komplikasi GERD, ruptur esophagus,
perdarahan saluran cerna atas dan kemungkinan defisiensi
terutama tiamin, serta setelah mendapat penanganan awal.
57) Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi Pada Kehamilan
Anemia dalam kehamilan adalah kelainan pada ibu hamil
dengan kadar haemoglobin <11g/dl pada trimester II dan III atau
<10,5 g/dl pada trimester II. Penyebab tersering anemia pada
kehamilan adalah defisiensi besi, perdarahan akut, dan defisiensi
asam folat. Keluhanbadan lemah, lesu, mudah lelah, mata
berkunang-kunang, tampak pucat, telinga mendenging, pica
(keinginan untuk memakan bahan-bahan yang tidak lazim).
Pemeriksaan fisik patognomonis berupakonjungtiva anemis, atrofi
papil lidah, stomatitis angularis (cheilosis),Koilonichiakuku sendok

120
(spoon nail). Diagnosis klinis berdasarkan kadar Hb<11 g/dl (pada
trimester I dan III) atau< 10,5 g/dl (pada trimester II). Apabila
diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan pemeriksaan apusan
darah tepi untuk melihat morfologi sel darah
merah.Penatalaksanaan dengan lakukan penilaian pertumbuhan
dan kesejahteraan janin dengan memantau pertambahan ukuran
janin; bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan
TTD yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 mikrogram asam
folat. Pada ibu hamil dengan anemia, tablet besi diberikan 3x
sehari. Anemia defisiensi asam folat dan vitamin B 12 berikan asam
folat 1x2 mg dan vitamin B12 1x250-1000 mikrogram. Beri anjuran
pada pasien untuk melakukan diet tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani (daging,ikan,susu, telur,sayuran hijau),
pemakaian alas kaki untuk mencegah infeksi cacing tambang.
Rujukan dilakukan apabila perlu pemeriksaan penunjang untuk
menentukan jenis anemia yang ibu derita, anemia yang tidak
membaik dengan pemberian suplementasi besi selama 3 bulan,
anemia yang disertai perdarahan kronis agar dicari sumber
perdarahan dan ditangani.
58) Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
Pre-eklampsiamerupakan kondisi spesifik pada kehamilan di
atas 20 minggu yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta
dan respon maternal terhadap adanya inflamasi spesifik dengan
aktivasi endotel dan koagulasi. Tanda utama penyakit ini adanya
hipertensi dan proteinuria. Besarnya masalah ini bukan hanya
karena pre-eklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan
melahirkan, namun juga menimbulkan masalah paska-
persalinan.Keluhan yang dirasakan pusing, nyeri kepala, nyeri ulu
hati, pandangan kurang jelas, mual hingga muntah. Pemeriksaan
fisik pada pre-eklampsia ringan:
 Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan >20
minggu

121
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria +1 atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
Pada pre-eklampsia berat:
 Tekanan darah ≥160/110 mmHg pada usia kehamilan >20
minggu
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria +2 atau >5 gr/24 jam
 Atau disertai kelainan trombositopenia (<100.000 sel/uL),
hemolisis mikroangiopati, peningkatan SGOT/SGPT, nyeri
abdomen kuadran kanan atas, sakit kepala, skotoma
penglihatan, pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion,
edema paru atau CHF, oliguria (<500cc/24 jam), kreatinin (>1,2
mg/dl)
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.
Tata laksanapre-eklampsia adalah pantau keadaan klinis ibu
tiap kunjungan antenatal, meliputi: tekanan darah, berat badan,
tinggi badan, indeks masa tubuh, ukuran uterus dan gerakan janin.
Pengobatan non medikamentosa PER dapat di rawat jalan dengan
pengawasan dan kunjungan antenatal yang lebih sering; dianjurkan
untuk banyak istirahat dengan baring atau tidur miring (namun tidak
mutlak selalu tirah baring); diet dengan cukup protein dan rendah
karbohidrat, lemak dan garam secukupnya; pemantauan fungsi
ginjal, fungsi hati dan protein berkala; sedangkan pada PEB segera
melakukan perencanaan untuk rujukan segera ke RS dan
menghindari terjadi kejang dengan pemberian MgSO4. Obat
antihipertensi yang dapat diberikan: metildopa dosis 250-500 mg
per oral 2 atau 3 kali sehari (dosis maksimal 2000 mg/hari),
ataunifedipin 4x10-30 mg per oral, atau nikardipin 5 mg/jam
dapat dinitrasi 2,5 mg/jam tiap 5 menit hingga maksimal 10 mg/jam.
Anti hipertensi golongan ACE inhibitor, ARB dan klorotiazid
dikontraindikasikan pada ibu hamil. Berikan dosis awal 4 gr MgSO 4
sesuai prosedur untuk mencegah kejang atau kejang berulang.

122
Sambil menunggu rujukan mulai dosis rumatan 6 gr MgSO 4 dalam
6 jam sesuai prosedur. Cara pemberian dosis awal:
 4 g larutan MgSO4 40% (larutkan dengan 10 ml akuades)
berikan IV secara perlahan selama 20 menit
 Jika IV sulit berikan 5 g MgSO 4 IM di bokong kiri dan kanan (12,5
ml)
Cara pemberian dosis rumatan ambil 6 g MgSO 4 (15 ml) dan
larutkan dalam 500 ml RL/RA, lalu berikan secara IV dengan
kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam, diulang hingga 24 jam
setelah persalinan atau kejang terakhir (bila eklampsia). Syarat
pemberian MgSO4 adalah tersedia Ca glukonas, reflex patella +,
jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam. Pada kasus rawat jalan ibu
hamil disarankan banyak istirahat (berbaring/ miring kiri), konsumsi
susu dan air buah serta pada ibu dengan hipertensi berat perlu
mengkonsumsi antihipertensi. Pertimbangan terminasi kehamilan
pada ibu dengan PEB dan janin sudah viabel namun usia
kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan
dianjurkan asal tidak terdapat kontraindikasi; pada ibu dengan PEB
dimana usia kehamilan 34-37 minggu, manajemen ekspektan boleh
dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak terkontrol,
disfungsi organ ibu, dan gawat janin; pada ibu dengan PEB yang
kehamilannya sudah aterm, persalinan dini dianjurkan; pada ibu
dengan PER atau hipertensi gestasional ringan yang sudah aterm,
induksi persalinan dianjurkan. Kriteria rujukan bila ada satu atau
lebih gejala dan tanda-tanda PEB serta penanganan
kegawatdaruratan harus dilakukan menjadi utama sebelum dan
selama proses rujukan hingga ke pelayanan kesehatan sekunder.
59) Penatalaksanaan Eklampsia
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita Pre-
eklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan atau
koma.Sama halnya dengan Pre-eklampsia, eklampsia dapat timbul
pada ante, intra, dan post partum. Eklampsia post partum
umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah

123
persalinan.Keluhankejang yang diawali dengan gejala-gejala
prodromal eklampsia, antara lain: nyeri kepala hebat, gangguan
visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium atau abdomen bagian
atas, kenaikan progresif tekanan darah. Pemeriksaan fisikkeadaan
umum: sadar atau penurunan kesadaran denganGlasgow Coma
Scale dan Glasgow-Pittsburg Coma Scoring System; pada tingkat
awal atau aura yang berlangsung 30-35 detik, tangan dan kelopak
mata bergetar, mata terbuka dan pandangan kosong; selanjutnya
timbul kejang; peningkatan tekanan darah diastolic >110 mmHg;
sianosis; skotoma penglihatan; dapat ditemukan adanya tanda-
tanda edema paru dan atau gagal jantung. Pada pemeriksaan
penunjang urinalisa didapatkan proteinuria ≥+2. Diagnosis
ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang.Perawatan dasar eklampsia yang utama adalah terapi
supportif untuk stabilisasi fungsi vital, dengan pemantauan
terhadap Airway, Breathing, Circulation (ABC).Perawatan pada
saat kejang : pemberian obat anti kejang; masukan sudap lidah ke
dalam mulut penderita;baringkan pasien pada sisi kiri, posisi
trendelenburg untuk mengurangi risikoaspirasi; beri O 2 4 liter
permenit.Penatalaksanaan farmakologis dengan:
 MgSO4 diberikan intravena dengan dosis awal 4 g (10ml MgSO 4
40%, larutkan dalam 10 ml akuades) secara perlahan selama 20
menit, jika pemberian secara intravenasulit, dapat diberikan
secara IM dengan dosis 5mg masing bokong kanan dan kiri
Adapun syarat pemberian MgSO4 adalah tersedianya Ca
Glukonas 10%; ada refleks patella; jumlah urin minimal 0,5
ml/kgBB/jam dan frekuensi napas 12-16x/menit.
 Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 g MgSO 4
(15ml MgSO4 40%, larutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/
Ringer asetat) 28 tetes/ menit selama 6 jam dan diulang hingga
24 jam setelah persalinan atau kejang berahir.

124
 Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya,
berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke
fasilitas kesehatan sekunder .
 Diazepam juga dapat dijadikan alternatif pilihan dengan dosis 10
mg IV selama 2 menit (perlahan), namun mengingat dosis yang
dibutuhkan sangat tinggi dan memberdampak pada janin, maka
pemberian diazepam hanya dilakukan apabila tidak tersedia
MgSO4.
 Stabilisasi selama proses perjalanan rujukan :
Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, refleks patella; bila
frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan/atau tidak didapatkan
refleks tendon patella, danatau terdapat oliguria (produksi urin
<0,5 ml/kg BB/jam), segera hentikan pemberian MgSO 4; jika
terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml larutan
10%) bolus dalam 10 menit.
 Wajib segera rujuk pasien setelah stabilisasi awal.
60) Penatalaksanaan Abortus Spontan Komplit
Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan,dan sebagai batasan
digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak
kurang dari 500 gram.Abortus komplitadalah seluruh hasil konsepsi
telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20
minggu.Keluhan yang terdapat pada pasien abortus komplit antara
lain:perdarahan sedikit, nyeri perut atau kram ringan, mulut sudah
tertutup, pengeluaran seluruh hasil konsepsi. Pemeriksaan fisik
lakukanpenilaian tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu),
penilaian tanda-tanda syok, periksa konjungtiva untuktanda
anemia, mencari ada tidaknya massa abdomen, tanda-tanda akut
abdomen dan defans muskular. Pemeriksaanginekologi,
ditemukan: osteum uteri masih tertutup, perdarahan sedikit, ukuran
uterus lebih kecil usia kehamilan. Pemeriksaan tes kehamilan
(BHCG) biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus,

125
pemeriksaan USG dan pemeriksaan darah lengkap. Diagnosis
ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang.Penatalaksanaanabortus pertama yang harus dilakukan
adalah penilaian cepat tanda vital, pada kondisi dijumpai tanda
sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan antibiotik
dengan kombinasi:
 Ampisilin 2 g IV/ IM kemudian 1 g setiap 6 jam
 Gentamisin 5 mg/kgBB setiap 24 jam
 Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
 Segera rujuk ke RS
Penatalaksanaan khusus abortus komplittidak memerlukan
pengobatan khusus, hanya apabila menderita anemia perlu
diberikan sulfas ferosus dan dianjurkan supaya makanannya
mengandung banyak protein, vitamin dan mineral. Rujuk pasien
untuk penegakan diagnosa dan penanganan lebih lanjut.
61) Penatalaksanaan Abortus Spontan Inkomplit
Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan,dan sebagai batasan
digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak
kurang dari 500 gram.Abortus inkomplitadalah sebagian hasil
konsepsi telah keluar dari kavum uteri masih ada yang
tertinggal.Keluhan yang terdapat pada pasien abortus inkomplit
antara lain: perdarahan aktif, nyeri perut hebat seperti kontraksi
saat persalinan, pengeluaran sebagian hasil konsepsi, mulut rahim
terbuka dengan sebagian sisa konsepsi tertinggal, terkadang
pasien datang dalam keadaan syok akibat perdarahan.
Pemeriksaan fisik denganpenilaian tanda vital (tekanan darah,
nadi, respirasi, suhu), penilaian tanda-tanda syok;periksa
konjungtiva untuktanda anemia; mencari ada tidaknya massa
abdomen; tanda-tanda akut abdomen dan defans
muskuler.Pemeriksaanginekologi, ditemukan: osteum uteri terbuka
dengan terdapat sebagian sisa konsepsi, perdarahan aktif, ukuran
uterus sesuai usia kehamilan. Pemeriksaan tes kehamilan (BHCG)

126
biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus,
pemeriksaan USG dan pemeriksaan darah lengkap. Diagnosis
klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Penatalaksanaanabortus pertama yang harus dilakukan adalah
penilaian cepat tanda vital, pada kondisi dijumpai tanda sepsis atau
dugaan abortus dengan komplikasi, berikan antibiotik dengan
kombinasi:
 Ampisilin 2 g IV/ IM kemudian 1 g setiap 6 jam
 Gentamisin 5 mg/kgBB setiap 24 jam
 Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
 Segera rujuk ke RS
Penatalaksanaan khususabortus inkomplit lakukan konseling,
observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, respirasi), evaluasi tanda-
tanda syok bila terjadi syok karena perdarahan, pasang IV line (bila
perlu 2 jalur) segera berikan infus cairan NaCl fisiologis atau cairan
ringer laktat disusul dengan darah, jika perdarahan ringan atau
sedang dan kehamilan <16 minggu gunakan jari atau forsep cincin
untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks, jika
perdarahan berat dan <16 minggu lakukan evakuasi isi uterus
(aspirasi vakum manual merupakan metode yang dianjurkan, kuret
tajam sebaiknya jika AVM tidak tersedia, jika evakuasi tidak dapat
dilakukan beri ergometrin segera 0,2 mg IM dapat diulang 15 menit
bila perlu), jika usia kehamilan > 16 minggu beri infus oksitosin 40
IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes/menit,
lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2 jam
bila kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat, lakukan
pemeriksaan jaringan secara makroskopis dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi, lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan
pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam
selama 24 jam, periksa kadar Hb setelah 24 jam kadar Hb > 8 g/dl
dan keadaan umum baik dan ibu diperbolehkan pulang.Segera
rujuk pasien setelah stabilisasi awal, penegakan diagnosis dan
penanganan selanjutnya.

127
62) Penatalaksanaan Abortus mengancam/insipiens
Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan,dan sebagai batasan
digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak
kurang dari 500 gram.Abortus insipiensadalah abortus yang
sedang mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium
uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam
kavum uteri.Keluhan yang terdapat pada pasien abortus
insipiensantara lain perdarahan bertambah banyak, berwarna
merah segar disertai terbukanya serviks, perut nyeri ringan atau
spasme (seperti kontraksi saat persalinan). Pemeriksaan fisik
denganpenilaian tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu);
penilaian tanda-tanda syok;periksa konjungtiva untuktanda anemia;
mencari ada tidaknya massa abdomen; tanda-tanda akut abdomen
dan defans muskuler.Pemeriksaanginekologi ditemukan: osteum
uteri terbuka, dengan terdapat penonjolan kantong dan didalamnya
berisi cairan ketuban; perdarahan berwarna merah segar; ukuran
uterus sesuai dengan usia kehamilan; detak jantung janin masih
ditemukan. Pemeriksaan tes kehamilan (BHCG) biasanya masih
positif sampai 7-10 hari setelah abortus, pemeriksaan USG dan
pemeriksaan darah lengkap. Diagnosis ditegakkan berdasar
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.Penatalaksanaan
abortus pertama yang harus dilakukan adalah penilaian cepat
tanda vital, pada kondisi dijumpai tanda sepsis atau dugaan
abortus dengan komplikasi, berikan antibiotik dengan kombinasi:
 Ampisilin 2 g IV/ IM kemudian 1 g setiap 6 jam
 Gentamisin 5 mg/kgBB setiap 24 jam
 Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
 Segera rujuk ke RS
Penatalaksanaan khusus abortus insipiens adalah lakukan
konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan rasa tidak
nyaman selama tindakan evakuasi serta memberikan informasi
mengenai kontrasepsi paska keguguran, lakukan evakuasi isi

128
uterus jika usia kehamilan <16 minggu jika tidak dapat dilakukan
beri ergometrin 0,2 mg IM dapat diulang 15 menit kemudian bila
perlu, jika usia kehamilan >16 minggu tunggu pengeluaran hasil
konsepsi secara spontan dan evakuasi hasil konsepsi dari dalam
uterus bila perlu beri infus oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl 0,9%
atau RL dengan kecepatan 40 tetes/menit, lakukan pemantauan
paska tindakan setiap 30 menit selama 2 jam, lakukan
pemeriksaan PA jaringan, lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan
pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam
selama 24 jam, periksa kadar Hb setelah 24 jam kadar Hb > 8 g/dl
dan keadaan umum baik dan ibu diperbolehkan pulang.Segera
rujuk pasien bila kondisi stabil ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih lengkap untuk rencana pengeluran hasil konsepsi;
pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret
vakum atau dengan cunam abortus, disusul dengan kerokan
63) Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu. Bila
ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.Ketuban
pecah dini prematur sering terjadi pada Unithidramnion,
inkompeten serviks, dan solusio plasenta. Keluhan utamaadanya
keluar air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina/ jalan
lahir dan biasanya tanpa disertai dengan kontraksi atau tanda
inpartu. Pada anamnesis, hal-hal yang perlu digali adalah
menentukan usia kehamilan, adanya cairan yang keluar dari
vagina, warna cairan yang keluar dari vagina, dan adanya demam.
Pemeriksaan fisik ditemukan tercium bau khas ketuban, apakah air
ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah
pecah (lihat dan perhatikan atau terdapat cairan ketuban pada
forniks posterior), menentukan pecahnya selaput ketuban dengan
adanya cairan ketuban di vagina (pastikan bahwa cairan tersebut

129
adalah cairan amnion dengan memperhatikan bau cairan ketuban
yang khas), jika tidak ada cairan amnion dapat dicoba dengan
menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien
batuk atau mengejan, tidak ada tanda inpartu. Pemeriksaan fisik
dilakukan untuk menilai adanya tanda-tanda infeksi pada ibu
dengan mengukur suhu tubuh (suhu ≥ 38 0C). Pemeriksaan
penunjangpH vagina (cairan ketuban) dengan kertas lakmus
(Nitrazin test) dari merah menjadi biru.Diagnosis ditegakkan
berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang.Penatalaksanaan dengan pembatasan aktivitas pasien;
rujuk pasien apabila belum in partu (beri eritromisin 4x250 mg
selama 10 hari); segera rujuk pasien ke RS.
64) Penatalaksanaan Mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara yang terjadi biasanya
pada masa nifas atau sampai 3 minggu setelah
persalinan.Keluhannyeri dan bengkak didaerah payudara, demam
>380C, paling sering terjadi di minggu ke 3-4 postpartum.Gejala
klinisdemam disertai menggigil, mialgia, nyeri didaerah
payudara.Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda
vital didapatkan takikardi, pemeriksaan payudara (payudara
membengkak, lebih teraba hangat, kemerahan dengan batas
tegas, adanya rasa nyeri, unilateral, dapat pula ditemukan luka
pada payudara). Diagnosis klinis ditegakkan dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan tempatnya, mastitis dapat
dibedakan menjadi 3 macam, antara lain: mastitis yang
menyebabkan abses dibawah areola mammae; mastitis ditengah
payudara yang menyebabkan abses ditempat itu; mastitis pada
jaringan dibawah dorsal kelenjar-kelenjar yang menyebabkan
abses antara payudara dan otot-otot dibawahnya.Penatalaksanaan
melalui pemberian anjuran pada ibu sebaiknya tirah baring dan
mendapat asupan cairan yang lebih banyak, sampel ASI sebaiknya
dikultur dan diuji sensitivitas, sangga payudara ibu dengan bebat

130
atau bra yang pas. Terapi farmakologis beri antibiotik kloksasilin
500 mg/6 jam oral selama 10-14 hari atau eritromisin 3x250 mg per
oral selama 10-14 hari; analgesik parasetamol 3x500 mg per oral;
lakukan evaluasi setelah 3 hari.KIE dengan memberikan
pengetahuan akan pentingnya ASI dan mendorong ibu untuk tetap
menyusui; menyusui dapat dimulai dari payudara yang tidak sakit;
pompa payudara yang sakit jika belum kosong setelah bayi
menyusui; kompres dingin untuk mengurangi bengkak dan nyeri;
menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk menghindari infeksi.
Jika terjadi komplikasi abses mammae dan sepsis rujuk ke RS.
65) Penatalaksanaan Inverted Nipple
Bentuk puting datar atau terlalu pendek sehingga sulit dalam
menyusui bayi. Keluhan kesulitan ibu untuk menyusui, puting susu
tertarik, bayi sulit untuk menyusui. Adanya puting susu yang datar
atau tenggelam dan bayi sulit menyusu pada ibu pada pemeriksaan
fisik. Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Diagnosis klinis terbagi dalam:
Grade 1 (puting tampak datar atau masuk ke dalam; puting dapat
dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada atau sekitar
areola; terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi; saluran
ASI tidak bermasalah dan dapat menyusui dengan biasa)
Grade 2 (dapat dikeluarkan dengan menekan areola namun
kembali masuk saat tekanan dilepas; terdapat kesulitan menyusui;
terdapat fibrosis derajat sedang; saluran ASI dapat mengalami
retraksi namun pembedahan tidak diperlukan; pada pemeriksaan
histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen dan otot polos)
Grade 3 (puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan
membutuhkan pembedahan untuk dikeluarkan; saluran ASI
terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk menyusui; dapat terjadi
infeksi, ruam atau masalah kebersihan; secara histologis ditemukan
atrofi unit lobuler duktus terminal dan fibrosis yang parah).
Untuk puting datar datar/ tenggelam dapat diatasi setelah
bayi lahir dengan proses IMD sebagi langkah awal dan harus terus

131
menyusui agar puting selalu tertarik, penarikan puting secara
manual/ dengan tangan secara lembut beberapa kali hingga
menonjol; menggunakan spuit ukuran 10-20 ml, ujung spuit yang
terdapat jarum dipotong dan penarik spuit dipindahkan ke sisi
bekas potongan, ujung yang tumpul diletakkan di atas puting
kemudian lakukan penarikan beberapa kali hingga puting keluar,
lakukan 3x sehari masing-masing 10x; ibu dapat memberikan ASI
nya dengan memerah atau menggunakan pompa payudara; jika
puting masuk sangat dalam harus dilakukan pengeluaran puting
dengan jari pada beberapa bulan sebelum melahirkan.

66) Penatalaksanaan Cracked Nipple


Nyeri pada puting yang sering ditemukan pada ibu menyusui dan
menjadi salah satu penyebab ibu memilih berhenti menyusui.
Keluhan adanya nyeri pada puting susu dan bertambah jika
menyusui bayi. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri dan lecet di
daerah puting susu. Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan non
medikamentosa dengan teknik menyusui yang benar, puting harus
kering, mengoleskan kolostrum atau ASI yang keluar di sekitar
puting susu dan membiarkan kering, mengistirahatkan payudara
apabila lecet sangan berat selama 24 jam, lakukan pengompresan
dengan kain basah dan hangat selama 5 menit jika terjadi
bendungan payudara. Medikamentosa dengan pemberian
parasetamol 4-6x500 mg/hari untuk menghilangkan nyeri, lanolin
dan vitamin E, pengobatan terhadap monilia. Rujukan diberikan jika
terjadi kondisi yang mengakibatkan abses payudara.
67) Penatalaksanaan Fluor Albus/ Vaginal Discharge Non Gonore
Vaginal discharge atau keluarnya duh tubuh dari vagina
secara fisiologis mengalamiperubahan sesuai dengan siklus
menstruasi. Cairan kental dan lengket pada seluruh siklus namun
lebih cair dan bening ketika terjadi ovulasi. Masih dalam batas

132
normal bila duh tubuh vagina lebih banyak terjadi pada saat stres
emosi, kehamilan atau aktivitas seksual.Vaginal discharge yang
patologis bila terjadi perubahan-perubahan pada warna,
konsistensi,volume, dan baunya.Keluhanbiasanya terjadi pada
daerah genitalia perempuan yang berusia diatas 12 tahun, ditandai
dengan adanya perubahan pada duh tubuh disertai salah satu atau
lebih gejala rasa gatal, nyeri, disuria, nyeri panggul, perdarahan
antar menstruasi atau perdarahan paska-koitus.Penyebab
discharge terbagi menjadi masalah infeksi dan non infeksi.Masalah
non infeksi dapat karena benda asing, peradangan akibat alergi
atau iritasi, tumor, vaginitis atropik, atau prolaps uteri, sedangkan
masalah infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus
seperti berikut ini:
 Kandidiasis vaginitis, disebabkan oleh Candida Albicans, duh
tubuh tidak berbau, pH<4,5. Terdapat eritema vagina dan
eritema satelit di luar vagina
 Vaginosis bakterial (pertumbuhan bakteri anaerob, biasanya
Gardnerella vaginalis), memperlihatkan adanya duh putih/abu-
abu yang melekat disepanjang dinding vagina dan vulva, berbau
amis dengan pH >4.5
 Servisitis yang disebabkan oleh chlamydia, dengan gejala
inflamasi serviks yang mudah berdarah dan disertai duh
mukopurulen
 Trikomoniasis, seringkali asimtomatik, kalau bergejala, tampak
duh kuning kehijauan, duh berbuih, bau amis dan pH >4,5
 Pelvic inflammatory disease (PID) yang disebabkan oleh
Chlamydia, ditandai dengannyeri abdomen bawah, dengan atau
tanpa demam. Servisitis bisa ditandai dengan kekakuan adneksa
dan serviks pada nyeri angkat palpasi bimanual.
 Liken planus
 Gonore
 Infeksi menular seksual lainnya
 Atau adanya benda asing (misalnya tampon atau kondom yang
terlupa diangkat)

133
Pemeriksaan penunjang swab vagina atas. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan spekulum, palpasi bimanual,
uji pH duh vagina dan swab (bila diperlukan). Penatalaksanaan
pasien dengan riwayat risiko rendah penyakit menular seksual
diobati sesuai dengan gejala dan arah diagnosisnya
 Vaginosis bakterial
Metronidazol atau Klindamisin secara oral atau per
vaginam.Tidak perlu pemeriksaan silang dengan pasangan
pria.Bila sedang hamil atau menyusui gunakan metronidazol
2x400 mg sehari untuk 5-7 hari atau pervaginam. Tidak
direkomendasikan untuk minum 2 g peroral.Tidak dibutuhkan
peningkatan dosis kontrasepsi hormonal bila menggunakan
antibiotik yang tidak menginduksi enzim hati.Pasien yang
menggunakan IUD tembaga dan mengalami vaginosis bakterial
dianjurkan untuk mengganti metode kontrasepsinya.
 Vulvovaginal kandidiosis
Dapat diberikan azol antifungal oral atau pervaginam. Tidak perlu
pemeriksaan pasangan. Pasien dengan vulvovaginal kandidiosis
yang berulang dianjurkan untuk memperoleh pengobatan paling
lama 6 bulan.Pada saat kehamilan, hindari obat anti-fungi oral,
dan gunakan imidazol topikal hingga 7 hari.Hati-hati pada pasien
pengguna kondom atau kontrasepsi lateks lainnya, bahwa
penggunaan antifungi lokal dapat merusak lateks. Pasien
pengguna kontrasepsi pil kombinasi yang mengalami
vulvovaginal kandidiosis berulang, dipertimbangkan untuk
menggunakan metoda kontrasepsi lainnya
 Klamidia
Azitromisin 1g single dose, atau Doksisiklin2x100 mg sehari
untuk 7 hari. Ibu hamil dapat diberikan Amoksisilin 3x500 mg
sehari untuk 7 hari atau Eritromisin 4x500 mg sehari untuk 7 hari

 Trikomonas vaginalis
Obat minum nitromidazol (contoh metronidazole) efektif untuk
mengobati trikomonas vaginalis.Pasangan seksual pasien

134
trikomonas vaginalis harus diperiksa dan diobati bersama
dengan pasien
Pasien dirujuk apabila dibutuhkan pemeriksaan penunjang; terapi
inadekuat.
68) Penatalaksanaan Sifilis
Sifilis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Treponema pallidum dan bersifat sistemik. Istilah lain penyakit ini
adalah lues veneria atau lues. Di Indonesia disebut dengan raja
singa karena keganasannya. Pada afek primer, keluhan hanya
berupa lesi tanpa nyeri di bagian predileksi.Pada sifilis sekunder,
gejalanya antara lain: ruam atau beruntus pada kulit, dan dapat
menjadi luka, merah atau coklat kemerahan, ukuran dapat
bervariasi, di manapun pada tubuh termasuk telapak tangan dan
telapak kaki; demam; kelelahan dan perasaan tidak nyaman;
pembesaran kelenjar getah bening; sakit tenggorokan dan kutil
seperti luka di mulut atau daerah genital.Pada sifilis lanjut, gejala
terutama adalah guma. Guma dapat soliter atau multipel dapat
disertai keluhan demam; Pada tulang gejala berupa nyeri pada
malam hari. Stadium III lainnya adalah sifilis kardiovaskular, berupa
aneurisma aorta dan aortitis. Kondisi ini dapat tanpa gejala atau
dengan gejala seperti angina pektoris.Neurosifilis dapat
menunjukkan gejala-gejala kelainan sistem saraf. Pemeriksaan fisik
pada:
Stadium I (sifilis primer)
Diawali dengan papul lentikuler yang permukaannya segera erosi
dan menjadi ulkus berbentuk bulat dan soliter, dindingnya tak
bergaung dan berdasarkan eritem dan bersih, diatasnya hanya
serum. Ulkus khas indolen dan teraba indurasi yang disebut
dengan ulkusdurum. Ulkus durum merupakan afek primer sifilis
yang akan sembuh sendiri dalam 3-10 minggu.Tempat predileksi :
genitalia ekterna, pada pria pada sulkus koronarius, wanita di labia
minor dan mayor; Ekstragenital: lidah, tonsil dan anus.Seminggu
setelah afek primer, terdapat pembesaran kelenjar getah bening

135
(KGB) regional yang soliter, indolen, tidak lunak, besarnya
lentikular, tidak supuratif dan tidak terdapat periadenitis di ingunalis
medialis.Ulkus durum dan pembesaran KGB disebut dengan
kompleks primer. Bila sifilis tidak memiliki afek primer, disebut
sebagai syphilis d’embiee.
Stadium II (sifilis sekunder)
S II terjadi setelah 6-8 minggu sejak S I terjadi. Stadium ini
merupakan great imitator. Kelainan dapat menyerang mukosa,
KGB, mata, hepar, tulang dan saraf.Kelainan dapat berbentuk
eksudatif yang sangat menular maupun kering (kurang menular).
Perbedaan dengan penyakit lainnya yaitu lesi tidak gatal dan
terdapat limfadenitis generalisata.S II terdiri dari SII dini dan lanjut,
perbedaannya adalah:S II dini terlihat lesi kulit generalisata, simetrik
dan lebih cepat hilang (beberapa hari – beberapa minggu),
sedangkan S II lanjut tampak setempat, tidak simetrik dan lebih
lama bertahan (beberapa minggu – beberapa bulan).Bentuk lesi
pada S II yaitu: roseola sifilitika (eritema makular, berbintik-bintik,
atau berbercak-bercak, warna tembaga dengan bentuk bulat atau
lonjong). Jika terbentuk di kepala, dapat menimbulkan kerontokan
rambut, bersifat difus dan tidak khas, disebut alopesia difusa. Bila S
II lanjut pada rambut, kerontokan tampak setempat, membentuk
bercak-bercak yang disebut alopesia areolaris.Lesi menghilang
dalam beberapa hari/minggu, bila residif akan berkelompok dan
bertahan lebih lama. Bekas lesi akan menghilang atau
meninggalkan hipopigmentasi (leukoderma sifilitikum); bentukpapul
ini paling sering terlihat pada S II, kadang bersama-sama dengan
roseola. Papul berbentuk lentikular, likenoid, atau folikular, serta
dapat berskuama (papulo-skuamosa) seperti psoriasis
(psoriasiformis) dan dapat meninggalkan bercak leukoderma
sifilitikum.Pada S II dini, papul generalisata dan S II lanjut menjadi
setempat dan tersusun secara tertentu (susunan arsinar atau
sirsinar yang disebut dengan korona venerik, susunan Unitkistik

136
dan korimbiformis).Tempat predileksi papul: sudut mulut, ketiak, di
bawah mammae, dan alat genital.Bentuk papul lainnya adalah
kondiloma lata berupa papul lentikular, permukaan datar, sebagian
berkonfluensi, dapat erosif dan eksudatif yang sangat menular
akibat gesekan kulit.Tempat predileksi kondiloma lata: lipat paha,
skrotum, vulva, perianal, di bawah mammae dan antar jari
kaki.Bentukpustul ini jarang didapati, dan sering diikuti demam
intermiten. Kelainan ini disebut sifilis variseliformis.Konfluensi papul,
pustul dan krusta mirip dengan impetigo atau disebut juga sifilis
impetiginosa. Kelainan dapat membentuk berbagai ulkus yang
ditutupi krusta yang disebut dengan ektima sifilitikum. Bila krusta
tebal disebut rupia sifilitikum dan bila ulkus meluas ke perifer
membentuk kulit kerang disebut sifilis ostrasea.
S II pada mukosa (enantem) terutama pada mulut dan tenggorok.S
II pada kuku disebut dengan onikia sifilitikum yaitu terdapat
perubahan warna kuku menjadi putih dan kabur, kuku rapuh disertai
adanya alur transversal dan longitudinal. Bagian distal kuku menjadi
hiperkeratotik sehingga kuku terangkat. Bila terjadi kronis, akan
membentuk paronikia sifilitikum.
S II pada alat lain yaitu pembesaran KGB, uveitis anterior dan
koroidoretinitis pada mata, hepatitis pada hepar, periostitis atau
kerusakan korteks pada tulang, atau sistem saraf (neurosifilis).Sifilis
laten dini tidak ada gejala, sedangkan stadium rekurens terjadi
kelainan mirip S II.Sifilis laten lanjut biasanya tidak menular,
lamanya masa laten adalah beberapa tahun bahkan hingga seumur
hidup.
Stadium III (sifilis tersier)
Lesi pertama antara 3 – 10 tahun setelah S I. Bentuk lesi khas yaitu
guma. Guma adalah infiltrat sirkumskrip kronis, biasanya lunak dan
destruktif, besarnya lentikular hingga sebesar telur ayam. Awal lesi
tidak menunjukkan tanda radang akut dan dapat digerakkan,
setelah beberapa bulan menjadi melunak mulai dari tengah dan

137
tanda-tanda radang mulai tampak. Kemudian terjadi perforasi dan
keluar cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen atau disertai
jaringan nekrotik. Tempat perforasi menjadi ulkus.Guma umumnya
solitar, namun dapat multipel.Bentuk lain S III adalah nodus. Nodus
terdapat pada epidermis, lebih kecil (miliar hingga lentikular),
cenderung berkonfluensi dan tersebar dengan wana merah
kecoklatan. Nodus memiliki skuama seperti lilin (psoriasiformis).S III
pada mukosa biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum nasi
dalam bentuk guma. S III pada tulang sering menyerang tibia,
tengkorak, bahu, femur, fibula dan humerus.S III pada organ dalam
dapat menyerang hepar, esophagus dan lambung, paru, ginjal,
vesika urinaria, prostat serta ovarium dan testis.
Pemeriksaan mikroskopis untuk menemukan T. pallidum pada
sediaan serum dari lesi kulit. Pemeriksaan dilakukan tiga hari
berturut-turut jika pemeriksaan I dan II negatif. Setelah diambil
serum dari lesi, lesi dikompres dengan larutan garam
fisiologis.Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopis.Penatalaksanaan
 Sifilis yang sedang dalam inkubasi dapat diobati dengan regimen
penisilin atau dapat menggunakan ampisilin, amoksisilin, atau
seftriakson mungkin juga efektif.
 Pengobatan profilaksis harus diberikan pada pasangan pasien,
namun sebaiknya diberikan sejak 3 bulan sebelumnya, tanpa
memandang serologi.
 Kontak seksual harus ditelusuri, diketahui dan diobati
 Pasien perlu diuji untuk penyakit lain yang ditularkan secara
seksual (sexually transmitteddiseases/ STD), termasuk HIV,
harus dilakukan pada semua penderita.
Pada sifilis dengankehamilanuntuk wanita berisiko tinggi, uji
serologis rutin harus dilakukan sebelum trimester pertama danawal
trimester ketigaserta pada persalinan.Bila tanda-tanda klinis atau
serologis memberi kesan infeksi aktif atau diagnosis sifilis aktif

138
tidak dapat dengan pasti disingkirkan, maka indikasiuntuk
pengobatan.Semua stadium dan klasifikasi sifilis harus dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki dokter spesialis kulit
dan kelamin.
69) Penatalaksanaan Gonore
Gonore adalah semua penyakit yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae. Penyakit ini termasuk Penyakit Menular
Seksual (PMS) yang memiliki insidensi tinggi. Cara penularan
gonore terutama melalui genitor-genital, orogenital dan ano-genital,
namun dapat pula melalui alat mandi, thermometer dan sebagainya
(gonore genital dan ekstragenital). Daerah yang paling mudah
terinfeksi adalah mukosa vagina wanita sebelum pubertas.Keluhan
utama berhubungan erat dengan infeksi pada organ genital yang
terkena. Pada pria keluhan tersering adalah kencing nanah.Gejala
diawali oleh rasa panas dan gatal di distal uretra, disusul dengan
disuria, polakisuria dan keluarnya nanah dari ujung uretra yang
kadang disertai darah. Selain itu, terdapat perasaan nyeri saat
terjadi ereksi. Gejala terjadi pada 2-7 hari setelah kontak
seksual.Apabila terjadi prostatitis, keluhan disertai perasaan tidak
enak di perineum dan suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing
hingga hematuri, serta retensi urin, dan obstipasi. Pada wanita,
gejala subyektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah didapati
kelainan obyektif. Wanita umumnya datang setelah terjadi
komplikasi atau pada saat pemeriksaan antenatal atau Keluarga
Berencana (KB). Keluhan yang sering menyebabkan wanita datang
ke dokter adalah keluarnya cairan hijau kekuningan dari vagina,
disertai dengan disuria, dan nyeri abdomen bawah.Keluhan selain
di daerah genital yaitu : rasa terbakar di daerah anus (proktitis),
mata merah pada neonatus dan dapat terjadi keluhan sistemik
(endokarditis, meningitis, dan sebagainya pada gonore diseminata
– 1% dari kasus gonore). Pemeriksaan fisik tampak eritem, edema
dan ektropion pada orifisium uretra eksterna, terdapat duh tubuh

139
mukopurulen, serta pembesaran KGB inguinal uniatau
bilateral.Apabila terjadi proktitis, tampak daerah anus eritem, edem
dan tertutup pus mukopurulen. Pada pria pemeriksaan rectal
toucher dilakukan untuk memeriksa pembesaran prostat dengan
konsistensi kenyal, nyeri tekan dan bila terdapat abses akan teraba
fluktuasi.Pada wanita pemeriksaan in speculo dilakukan apabila
wanita tesebut sudah menikah. Pada pemeriksaan tampak serviks
merah, erosi dan terdapat secret mukopurulen.Pemeriksaan
mikroskopis sediaan langsung duh tubuh dengan pewarnaan gram
untuk menemukan kuman gonokokus gram negarif, intra atau
ekstraseluler. Pada pria sediaan diambil dari daerah fossa
navikularis, dan wanita dari uretra, muara kelenjar bartolin, serviks
dan rektum.Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada
penatalaksanaanmemberitahu pasien untuk tidak melakukan
kontak seksual hingga dinyatakan sembuh dan menjaga
kebersihan genital; pemberian farmakologi dengan antibiotik
Tiamfenikol dosis tunggal 3,5 gr per oral (p.o), atau ofloksasin 400
mg (p.o) dosis tunggal, atau Kanamisin 2 gram I.M dosis tunggal,
atau spektinomisin 2 gram I.M dosis tunggal (Catatan: tiamfenikol,
ofloksasin dan siprofloksasin merupakan kontraindikasi pada
kehamilan dan tidak dianjurkan pada anak dan dewasa muda).
Pasien dirujuk apabila tidak dapat melakukan tes Laborat; apabila
pengobatan di atas tidak menunjukkan perbaikan dalam jangka
waktu 2 minggu, dirujuk ke dokter spesialis karena kemungkinan
terdapat resistensi obat.
70) Penatalaksanaan Vaginitis
Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang ditandai
dengan adanya pruritus, keputihan, dispareunia, dan
disuria.PenyebabVaginosis bakterialis (bakteri Gardnerella
Vaginalis adalah bakteri anaerob yang bertanggungjawab atas
terjadinya infeksi vagina yang non-spesifik.Trikomonas (kasusnya

140
berkisar antara 5,1-20%).Kandida(vaginal kandidiasis, merupakan
penyebab tersering peradangan pada vagina yang terjadi pada
wanita hamil. KeluhanBau adalah keluhan yang paling sering
dijumpai.Gejala klinis bau, gatal (pruritus), Keputihan, dispareunia,
disuria. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya
iritasi,eritema atau edema pada vulva dan vagina. Mungkin serviks
juga dapat tampak eritematous.Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.Vaginitis harus dicari
penyebabnya, dengan menilai perbedaan tanda dan gejala dari
masing-masing penyebab, dapat pula dengan menilai secara
mikroskopik cairan vagina. Penatalaksanaan denganmenjaga
kebersihan diri terutama daerah vagina, hindari pemakaian handuk
secara bersamaan, hindari pemakaian sabun untuk membersihkan
daerah vagina yang dapat menggeser jumlah flora normal dan
dapat merubah kondisi pH daerah kewanitaan tersebut, jaga berat
badan ideal. Terapi farmakologis:
 Tatalaksana Vaginosis Bakterialis : Metronidazol 500 mg peroral
2 x sehari selama 7 hari; Metronidazol pervagina 2 x sehari
selama 5 hari; Krim Klindamisin 2% pervagina 1 x sehari selama
7 hari
 Tatalaksana Vaginosis trikomonas :Metronidazol 2 g peroral
(dosis tunggal), Pasangan seks pasien sebaiknya juga diobati.
 Tatalaksana vulvovaginitis kandida : Flukonazol 150 mg peroral
(dosis tunggal)
Pasien dirujuk jika diperlukan pemeriksaan penunjang; pemberian
terapi tidak menunjukkan perbaikan setelah 7 hari
71) Penatalaksanaan Vulvitis
Vulvitis adalah suatu peradangan pada vulva (organ kelamin
luar wanita),sedangkan vulvovaginitis adalah peradangan pada
vulva dan vagina. Gejala yang paling sering ditemukan adalah
keluarnya cairan abnormal dari vagina, dikatakan abnormal jika
jumlahnya sangat banyak serta baunya menyengat atau disertai
gatal-gatal dan nyeri.Keluhanrasa gatal, perih dan terbakar di

141
kemaluan, serta keluarnya cairan kental dari kemaluan yang
berbau (keputihan), kemerahan dan iritasi. Pemeriksaan fisikdari
inspeksi daerah genital didapati kulit vulva yang menebal dan
kemerahan, dapat ditemukan juga lesi di sekita vulva. Adanya
cairan kental dan berbau yang keluar dari vagina.Diagnosis klinis
ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.Penatalaksanaan denganmenghindari penggunaan bahan
yang dapat menimbulkan iritasi di sekitar daerah genital,
menggunakan salep kortison. Jika vulvitis disebabkan infeksi
vagina, dapat dipertimbangkan pemberian antibiotik sesuai
penatalaksanaan vaginitis atau vulvovaginitis.Pasien dirujuk ke
dokter spesialis kulit dan kelamin jika pemberian salep kortison
tidak memberikan respon.

Prosedur Tindakan Klinis


 Perawatan Luka
Perawatan luka adalah suatu tindakan merawat luka dengan baik dan
sesuai dengan bentuk luka. Langkah-langkah tindakan perawatan luka
adalah sebagai berikut :
a. Jelaskan prosedur kerja yang dilakukan
b. Cuci tangan
c. Gunakan sarung tangan steril
d. Siapkan alat perawatan luka.
e. Buka verban penutup luka dengan pinset.
f. Bedakan status luka (bersih/kotor)
Luka kotor bersihkan dengan larutan Nacl bila jaringan mati atau
sulit diangkat dengan larutan H2O2; Luka bersih bersihkan luka
dengan larutan Nacl
g. Berikan betadine atau obat sesuai dengan resep dokter
h. Tutup luka dengan kasa steril dan diplester/hipafik
i. Berikan nasehat kepada pasien, luka tidak boleh basah.
j. Bereskan dan rapikan alat
k. Cuci tangan

 Pengangkatan Jahitan

142
Tindakan mengangkat atau membuka benang jahit pada kulit paska
tindakan penjahitan luka. Langkah-langkah tindakan pengangkatan
jahitan adalah :

1. Petugas menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan tindakan


yang akandilakukan
2. Petugas melakukan cuci tangan
3. Petugas menggunakan sarung tangan
4. Petugas melakukan persiapan alat
5. Petugas membuka verban penutup luka
6. Petugas melakukan desinfeksi pada daerah luka yang akan
diangkat jahitannya dengan betadine.
7. Petugas menarik simpul jahitan dengan pinset cirurgis, potong
benang dengan gunting benang.
8. Petugas melakukan desinfeksi kembali daerah luka dengan
betadine setelah semua benang terangkat
9. Petugas membereskan dan merapikan alat
10. Petugas melakukan cuci tangan
11. Petugas mencatat di kartu rekam medis.

 Pemasangan Infus
Pemasangan infus set adalah tindakan memasukkan cairan atau obat
ke dalam pembuluh darah vena dengan menggunakan infus set.
Langkah-langkah pemasangan infus adalah :
a. Cuci tangan
b. Pakai sarung tangan
c. Jelaskan prosedur kerja yang akan dilakukan
d. Botol cairan digantungkan pada standar Infus
e. Tutup botol cairan desinfeksi dengan kapas alkohol,
f. Masukkan Infus set ke dalam botol cairan
g. Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan sampai keluar, sehinggaudara
tidak ada dalam slang saluran Infus, dan jarum ditutupkembali.
Tabung tetesan jangan sampai penuh.
h. Pasang Tournikuet atau pembendung

143
i. Daerah permukaan kulit yang akan ditusuk didesinfeksi, lalujarum
ditusukkan ke vena dengan lubang jarum menghadapke atas.
j. Bila berhasil, darah akan keluar tarik jarum.
k. Buka pembendung dan sambungkan ke selang infus danpengatur
tetesan dibuka.
l. Bila tetesan lancar, bekas pungsi dioles dengan betadinedan
pangkal jarum direkatkan pada kulit dengan plester,kemudian
tetesan diatur sesuai dengan yang ditentukan.
m. Jarum dan tempat tusukan ditutup dengan kain kasa sterildan
diplester.
n. Atur posisi pasien pada lokasi pemasangan infus
o. Rapikan Pasien
p. Bersihkan dan bereskan alat ke tempat semula.
q. Beritahu pasien bahwa pemasangan infus sudah selesai
r. Cuci tangan

 Ekstraksi Kuku
Ekstraksi kuku adalah pengangkatan kuku yang disebabkan:
a. Infeksi pada kuku yang berulang yang disebabkan oleh kuku yang
tumbuh ke arah dalam (ingrow toenail removal )
b. Adanya trauma yang menyebabkan kuku hampir terlepas
darimatrik tunasnya.
c. Langkah-langkah tindakan ekstraksi kuku adalah sebagai berikut :
1. Cuci tangan
2. Pakai sarung tangan
3. Lakukan desinfeksi pada area kuku yang akan dicabut.
Lukakarena trauma (kecelakaan), bersihkan dulu dengan Nacl
4. Lakukan anestesi blok jari yang bersangkutan, tunggu
sampaiefek anestesi muncul (tes efek anestesi).
5. Gunakan gunting, lakukan pemotongan kuku secara hati-
hatiterutama saat memotong/melewati permukaan bawah
kukusehingga tidak terjadi laserasi pada dasar kuku, buang
kukuyang rusak dengan klem tarik dan lepaskan dari dasar
kuku
6. Bersihkan kotoran (debris) keratotik dari lekukan sisi kuku.
7. Berikan sofratul pada dasar kuku yang terpapar/terlihat.
8. Balut luka dengan kasa kering dan fiksasi
denganHipafix/plester.

144
9. Pesan-pesan setelah tindakan : luka jangan basah/terkena
air,obat diminum secara teratur dan sesuai aturan, dan kontrol
3hari kemudian.
10. Bersihkan dan rapikan alat
11. Cuci Tangan

 Pemberian suntikan secara intra muskuler (IM)


Injeksi IM adalah Pemberian obat dengan cara memasukkanobat ke
dalam jaringan otot. Langkah-langkah tindakanpemberian suntikan
secara IM adalah sebagai berikut :

a. Petugas menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan


tindakan yang akan dilakukan;
b. Petugas melakukan cuci tangan;
c. Petugas menyiapkan dosis obat spuit;
d. Petugas menentukan lokasi tusukan;
e. Petugas melakukan desinfeksi pada permukaan kulit;
f. Petugas menusukkan jarum injeksi dengan sudut 90º dari
permukaan kulit;
g. Petugas melakukan aspirasi
h. Bila terlihat darah, jarum diperdalam atau dipindah, ke poin 8;
i. Bila tidak terlihat darah, ke poin 7;
j. Petugas memasukkan obat perlahan;
k. Petugas mencabut jarum;
l. Petugas melakukan asepsis daerah bekas suntikan;
m. Petugas mengamati reaksi pasien, baik verbal maupun non
verbal setelah pemberian injeksi;
n. Petugas membuang jarum suntik bekas tanpa recapping ke
safety box;
o. Petugas merapikan peralatan yang telahdigunakan;
p. Petugas memberitahu bahwa tindakan telah selesai dilakukan;
q. Petugas melakukan cuci tangan;
r. Petugas melakukan pendokumentasian pada rekam medis.

145
 Tindakan suntikan secara intra vena (IV)
Tindakan suntikan IV adalah tindakan memasukkan obat dengan
menggunakan spuit ke dalam pembuluh darah vena. Langkah-langkah
dalam tindakan suntikan intra vena adalah sebagai berikut :

a. Petugas menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan tindakan


yang akan dilakukan;
b. Petugas melakukan cuci tangan;
c. Petugas menyiapkan dosis obat;
d. Petugas menentukan lokasi tusukan;
e. Petugas melakukan pembendungan dengan tourniquet;
f. Petugas melakukan desinfeksi pada permukaan kulit;
g. Petugas menusukkan jarum injeksi dengan sudut antara 30 – 45
derajat dari permukaan kulit;
h. Petugas melakukan aspirasi untuk memastikan ujung jarum sudah
masuk vena
i. Bila terlihat darah, lanjutkan ke poin 9;
j. Bila tidak terlihat darah, ulangi poin 8;
k. Petugas memasukkan obat perlahan- lahan;
l. Petugas mencabut jarum & menekan tempat tusukan jarum dengan
kapas alkohol;
m. Petugas memastikan perdarahan berhenti;
n. Petugas mengamati reaksi pasien, baik verbal maupun non verbal
setelah pemberian injeksi;
o. Petugas membuang jarum suntik bekas tanpa recapping ke safety
box;
p. Petugas merapikan peralatan yang telahdigunakan;
q. Petugas memberitahu bahwa tindakan telah selesai dilakukan;
r. Petugas melakukan cuci tangan;
s. Petugas melakukan pendokumentasian pada rekam medis.

 Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan rekam medik.

146
Berikut adalah langkah-langkah dalam pencatatan rekam medik :
a. Menuliskan Identitas pasien secara lengkap.
b. Memakai metode penulisan pada rekam medik.
S : Pemeriksaan Subjektif.
O: Pemeriksaan Objektif.
A : Assesment (Penegakan Diagnosa).
P : Planning (perawatan tindakan ).
c. Penulisan diagnosa berdasarkan pedoman ICD X
d. Konseling dan edukasi yang diberikan oleh dokter tercatat
dalamrekam medik
e. Nama dan paraf dokter harus dicantumkan
f. Perawat membuat asuhan keperawatan dan tercatat di rekam
medik
Informed Consent
Informed consent adalah pernyataan persetujuan (consent) atau izin
dari pasien atau keluarga yang diberikan dengan bebas,rasional, tanpa
paksaan tentang tindakan kedokteran yang akandilakukan
terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup tentang
tindakan kedokteran yang dimaksud. Langkah-langkah dalam
pengisian informed consent adalah :
a. Petugas yang akan melakukan tindakan menyiapkan blangko
lembar persetujuan tindakan medis.
b. Pasien mengerti informasi diagnosa, tujuan tindakan, resiko
danalternatif serta prognosa yang dijelaskan petugas.
c. Pasien/keluarga mengisi data yang terdapat di lembar Informed
Consentdan mendatanganinya/cap jempol.
d. Petugas yang melakukan perawatan juga mendatangani
InformedConsent.
e. Saksi ikut menandatangani informed consent
f. Lembar informed consent dilekatkan dengan rekam medik pasien
Kelengkapan pengisian inform consent akan dimonitoring secara
berkala oleh penanggungjawab upaya kesehatan perseorangan setiap
tiga bulan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala Puskesmas.
 Rencana Layanan Medis dan Layanan Terpadu
Kegiatan penyusunan rencana layanan medis adalahkegiatan
menyusun penatalaksanaan yang akan dilakukan olehpasien sesuai
dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh pasienagar pasien

147
mendapatkan pengobatan yang tepat. Kegiatan layananmedis meliputi
:
a. Petugas menerima rekam medis dari petugas pendaftaran
b. Petugas memanggil pasien masuk ke ruang periksa
c. Petugas mencocokkan identitas pasien dengan rekammedis
d. Apabila tidak cocok maka petugas mengembalikan kartu keunit
pendaftaran untuk diambilkan kartu yang benar
e. Bila identitas sesuai maka petugas medis melakukan anamnesa
f. Petugas melakukan pemeriksaan fisik dan tanda-tandavital
g. Petugas merumuskan diagnosa
h. Petugas menyusun rencana layanan medis sesuai denganmasalah
kesehatan pasien
i. Petugas berkolaborasi dengan tim kesehatan lain bilapasien
membutuhkan penanganan tim kesehatan lain
j. Petugas melaksanakan tindakan sesuai dengan rencanalayanan
yang disusun
k. Petugas mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan
l. Petugas menyusun rencana tindak lanjut bila masalahkesehatan
pasien belum teratasi
m. Petugas mendokumentasikan kegiatan
Layanan terpadu adalah layanan yang disusun dengan tujuan yang
jelas, dan terkoordinir serta melibatkan penanganan oleh tim
kesehatan antar profesi. Langkah-langkah di dalam layanan terpadu
meliputi :
a. Apabila Petugas menemukan kasus yang perlu Pelayanan
Terpadu, pasien dirujuk ke unit terkait;
b. Petugas mengisi data dalam rekam medik pasien;
c. Petugas mengantar Pasien ke unit terkait dengan
membawarekam medis pasien beserta buku pelayanan
berkesinambungan;
d. Bila petugas di unit yang dituju merasa perlu mengirim kembali
pasien ke unit asal, pasiendikirim kembali.
Untuk pelayanan/ penanganan pasien beresiko tinggi,petugas harus
mampu mengientifikasi adanya resiko tersebut,menggunakan alat
pelindung diri dengan benar dan mampumenjelaskan kepada pasien
maupun keluarga tentang resikopenularan dan anjuran pencegahan

148
penularan. Pasien dengankecurigaan tuberkulosis diberi masker oleh
petugas.
 Pemberian Informasi tentang Efek Samping dan
ResikoPengobatan
Efek samping pengobatan adalah suatu dampak atau pengaruh yang
merugikan dan tidak diinginkan, yang timbul sebagai hasil dari suatu
pengobatan. Efek samping tersebut harus diinformasikan kepada
pasien yang menerima pengobatan. Langkah dalam pemberian
informasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Petugas medis merencanakan pengobatan yang akan diberikan
kepada pasien sesuai dengan permasalahan kesehatan pasien
b. Petugas medis menuliskan obat pada lembar resep
c. Petugas medis menjelaskan efek samping dan resiko pengobatan
yangdiberikan
d. Petugas medis memberikan anjuran yang harus dilakukan pasien
untukmeminimalkan efek samping obat dan larangan terhadap hal-
hal yang dapat memperburuk keadaan pasien akibat dari
resikopengobatan
e. Petugas medis menanyakan apakah pasien mengerti terhadap
informasiyang disampaikan
f. Apabila pasien belum mengerti maka petugas medis mengulangi
informasiyang diberikan
 Mekanisme Rujukan
Persiapan Rujukan
Persiapan pasien rujukan adalah langkah-langkah yang harus
dilakukan sebelum pasien dikirim ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi. Langkah-langkah dalam persiapan adalah :
a. Petugas medis memastikan pasien dalam kondisi stabil
b. Petugas medis menjelaskan alasan pasien dirujuk beserta isi inform
consent
c. Petugas medis meminta pasien/keluarga untuk menandatangani
informconsent
d. Paramedis menghubungi rumah sakit yang akan dituju
e. Paramedis menyiapkan surat rujukan dan mengisi dengan
lengkap(nomor, identitas pasien, diagnosa, terapi yang diberikan,
tanda tanganpetugas, stempel)

149
f. Paramedis menyiapkan alat kesehatan dan obat yang diperlukan
dalam proses rujukan (stetoskop, tensimeter, termometer, kasa,
verban, kapas, betadine, handscoon, bag mask, tabung dan
selangO2, infus set, IV cateter, cairan infus, partus set, epinefrin
injeksi)
g. Paramedis menyiapkan lembar monitoring pasien selama
prosesrujukan
h. Paramedis menghubungi sopir ambulans
Stabilisasi
Stabilisasi pasien pra rujukan adalah upaya menstabilkankeadaan
pasien sebelum pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnyauntuk
mendapatkan terapi lebih lanjut. Prosedur dalam stabilisasi pasienpra
rujukan adalah sebagai berikut :
a. Petugas medis memeriksa kesadaran pasien untuk
menentukankeadaan umum pasien
b. Petugas medis memeriksa Air Way (jalan nafas) dan
melakukanpembebasan jalan nafas bila ada hambatan jalan nafas
c. Petugas medis memeriksa Breathing (pernafasan), dan
memberikanbantuan nafas atau terapi oksigen sesuai kondisi
yangditemukan
d. Petugas medis memeriksan Circulation (sirkulasi darah)
danmemberikan terapi cairan apabila dibutuhkan
e. Petugas medis melakukan upaya penghentian perdarahan
f. Petugas medis menutup luka
g. Petugas medis melakukan fiksasi apabila ditemukan tanda-tanda
ataukecurigaan patah tulang
h. Petugas medis mencatat tindakan yang telah diberikan pada
rekammedis dan lembar rujukan
Memastikan Kesiapan Tempat Rujukan
Memastikan kesiapan tempat rujukan adalah upayamelakukan
komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang akanmenerima pasien
yang dirujuk supaya mendapatkan kepastiankesiapan fasilitas
kesehatan yang akan menerima pasien. Langkahyang dilakukan
petugas dalam memastikan kesiapan tempat rujukan adalah:
a. Petugas unit menyiapkan data-data yang akan disampaikan
kerumah sakit tempat rujukan antara lain nama pasien, jenis

150
kelamin, usia, diagnosa, kondisi pasien, penanganan yang telah
diberikan, asuransi yang dimiliki pasien
b. Petugas menghubungi rumah sakit yang akan dituju
denganmenggunakan telepon
c. Petugas menyampaikan akan merujuk pasien,
sertamemberitahukan kondisi pasien
d. Petugas meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam
rangkapersiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan
e. Petugas menelpon rumah sakit lain apabila rumah sakitsebelumnya
mengatakan tidak bisa menerima rujukan atau tidakmemiliki tempat
Transportasi Rujukan
Transportasi rujukan adalah proses pengantaran pasien yang
memerlukan penanganan lebih lanjut ke tempat pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi. Prosedur kegiatan tersebut adalah :
a. Dokter dan paramedis telah melakukan persiapan pra rujukan
sesuai dengan SOP persiapan rujukan, SOP stabilisasi pasien,
danSOP memastikan kesiapan tempat rujukan
b. Memastikan ada paramedis serta keluarga yangmendampingi saat
menuju tempat rujukan
c. Petugas mengangkut pasien menuju ambulans
d. Paramedis memonitoring keadaan pasien selama dalam perjalanan
e. Paramedis memberikan penanganan atau tindakan bila
diperlukansesuai dengan advis dokter
f. Paramedis mencatat hasil monitoring dan tindakan pada
lembarmonitoring rujukan
g. Setelah sampai di tempat rujukan segera melakukan serah
terimapasien dengan paramedis di tempat tersebut danmenjelaskan
kondisi pasien serta penanganan yang telah diberikan
h. Petugas meminta tanda tangan pada petugas kesehatan di
tempatrujukan
Alternatif penanganan pasien yang memerlukan rujukan tapitidak
mungkin dilakukan
Penanganan pasien yang memerlukan rujukan tetapi tidak mungkin
dilakukan adalah suatu langkah-langkah penanganan pasien yang
memerlukan rujukan, namun tidak dapat dilakukan karena beberapa
keterbatasan yang meliputi : kondisi pasien yang tidak stabil, identitas

151
pasien yang tidak jelas serta kekurangan biaya. Adapun langkah-
langkah penanganannya adalah sebagai berikut :
a. Petugas memastikan bahwa pasien benar-benar dalam kondisi
terindikasi untuk dilakukan rujukan.
b. Apabila kondisi pasien tidak stabil untuk dilakukan rujukan ,
makapetugas melakukan stabilisasi terlebih dahulu sesuai
prosedurstabilisasi pasien rujukan.
c. Petugas menanyakan kelengkapan persyaratan rujukan (KTP
dankepesertaan) dan kesiapan pembiayaan.
d. Apabila pasien memiliki identitas dan biaya, petugas
membuatkanform rujukan untuk pasien.
e. Apabila pasien memiliki identitas namun tidak memiliki biaya,pasien
disarankan untuk mengurus BPJS.
f. Apabila pasien menolak untuk mengurus BPJS, petugasmelakukan
koordinasi dengan tim penakib kelurahan (hanyauntuk kasus gawat
darurat).
g. Setelah itu pasien disarankan untuk melakukan pengurusan SKM
dengan mengurus surat pengantar dari RT/RW/Kelurahanterlebih
dahulu.
h. Setelah mendapatkan surat pengantar dari
RT/RW/Kelurahan,pasien kembali ke Puskesmas untuk diterbitkan
surat katastropisatau non katastropis oleh petugas medis dengan
menilaiklasifikasi penyakit pasien.
i. Pasien membawa surat pengantar dari RT/RW/Kelurahanbersama
surat keterangan katastropis dari puskesmas kepadakelurahan
untuk diterbitkan surat SKM.
j. Setelah SKM terbit, petugas membuatkan rujukan untuk
pasienyang bersangkutan.
k. Apabila pasien tidak memiliki identitas namun memiliki biaya,maka
petugas membuatkan form rujukan untuk pasien.
l. Apabila pasien tidak memiliki identitas dan tidak memiliki
biaya,maka:
1. Petugas berkoordinasi dengan tim penakib kelurahan.
2. Setelah itu, petugas berkoordinasi dengan tim
penakibkecamatan.
3. Kader puskesmas membantu petugas dalam pengurusan T4.

152
4. Petugas dan kader berkoordinasi dengan LSM
5. Kader / Tim Penakib berkoordinasi dengan petugas dari
dinassosial.
6. Kader melakukan pendampingan dalam pengurusan T4.
7. Surat keterangan T4 dari dinas sosial yang selesai
dibuatdengan bentuk form seperti SKM, kemudian dibawa
kepuskesmas untuk melengkapi persyaratan
pembuatanrujukan.
m. Petugas melakukan rujukan pasien ke fasilitas kesehatan
tingkatlanjut.

3. Unit Kesehatan Gigi dan Mulut

a) Pengertian
Unit Kesehatan Gigi dan Mulut merupakan tempat pelayanan yang
bertugas melakukan penanganan dan perawatan medis gigi terhadap
pasien. Kegiatan yang dilakukan adalah pemeriksaan pasien secara
umum dengan melihat indikasi atau gejala-gejala yang di derita oleh
pasien
b) Pra dan Paska Pelayanan
Pra Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan sebelum
kegiatan pelayanan meliputi tempat, sound system, barang cetak, alat
tulis, sampah medis dan alat medis.
Kegiatan pra pelayanan di Unit Kesehatan Gigi dan Mulut Puskesmas
Bangkingan meliputi :
1) Melakukan cuci tangan 7 langkah sebelum memulai pelayanan
2) Menyalakan peralatan elektronik (komputer, AC, router, amplifier,
kompresor)
3) Menyiapkan alat-alat medis (stetoskop, tensimeter, senter,
thermometer, dental unit)
4) Menyiapkan buku, formulir, blangko resep, blangko Laborat, blangko
surat sakit, surat keterangan berobat, blangko rujukan SKM dan
BPJS.
5) Menyiapkan kelengkapan dan kelayakan bahan dan alat
pengobatan gigi
6) Menyiapkan larutan klorin

153
7) Menyiapkan handuk untuk alat, sarung tangan, masker, tisu, dan
alkohol
8) Menata meja dan kursi
9) Mencatat pada checklist pra pelayanan

Pasca Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan


setelah kegiatan pelayanan meliputi tempat, sound system, barang cetak,
alat tulis, sampah medis dan alat medis.
Kegiatan paska pelayanan di Unit Kesehatan Gigi dan Mulut puskesmas
Bangkingan meliputi :
1) Melakukan cuci tangan 7 langkah setelah selesai pelayanan
2) Mensterilkan alat yang telah dipakai
3) Memeriksa safety box, bila sudah hampir penuh segera diganti yang
baru
4) Memasukkan alat-alat medis di laci / lemari (tensimeter,
stetoskop,termometer, senter, dll)
5) Mencatat pada checklist pasca pelayanan
c) Pengkajian Awal Klinis
Pengkajian awal klinis adalah suatu kegiatan wawancara yang
dilakukan terhadap pasien untuk mengumpulkan data
penyakit.Pengkajian awal klinis merupakan tahapan yang cukup penting
dalam memberikan pelayanan kepada pasien karena ketepatan
pengkajian awal klinis berpengaruh pada ketepatan diagnosa dan terapi.
Langkah-langkah dalam pengkajian awal klinis meliputi proses
pemanggilan pasien oleh petugas paramedis sesuai dengan urutan
sesuai dengan nomer yang ada kartu status dilanjutkan memberi sapaan
kepada pasien. Selanjutnya petugas harus mencocokkan identitas pasien
dengan rekam medis untuk menghindari resiko tertukarnya kartu status.
Untuk memastikan kecocokan tersebut, petugas harus menanyakan
nama pasien, umur, serta alamat apakah sesuai dengan yang tercantum
pada kartu status. Proses pengkajian awal klinis dilanjutkan dengan
tahap anamnesa penyakit yang meliputi keluhan utama, keluhan
tambahan, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga,
lama sakitnya, pengobatan yang sudah didapat, serta riwayat alergi obat.

154
Tahap berikutnya, petugas melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
yaitu tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu tubuh sesuai dengan
kebutuhan. Semua hal yang telah dilakukan pada proses pengkajian
awal klinis harus dicatat pada kartu rekam medis sebelum pasien
dikonsulkan ke dokter.
5) Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah adalah pengukuran nilaitekanandarah
yang merupakanindikatoruntukmenilai system kardiovaskuler.
Langkah kegiatan tersebut :
12. Petugas Menjelaskankepadapasiententangtujuandantindakan
yang akandilaksanakan;
13. Petugas mencucitangan;
14. Petugas mengaturposisipasien;
15. Petugas memasang manset tensimeter dipasang pada lengan
atas dengan pipa karetnya berada disisi luar tangan;
16. Petugas meraba arteri brachialis diraba lalu stetoskop
ditempatkan pada daerah tersebut;
17. Petugas menekan tombol ON/OFF untuk menghidupkan alat;
18. Petugas menutup sekrup balon karet selanjutnya balon dipompa
sampai denyut arteri tidak terdengar lagi;
19. Petugas membuka perlahan sekrup balon karet sambil
memperhatikan turunnya air raksa/indikator, dengarkan bunyi
denyutan pertama (sistolik) dan terakhir (diastolik);
20. Petugas menekan tombol ON/OFF untukmematikan alat;
21. Lepasmanset yang terpasangpadapasien.
22. Petugas mencatat hasil pada kartu rekam medis
6) Penghitungan Pengukuran pernafasan
Pengukuran pernafasan adalah mengukur jumlah pernafasan dalam
waktu satu menit.Langkah kegiatan tersebut :
5. Petugas menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan
tindakan yang akan dilakukan;
6. Petugas mempersiapkan alat;
7. Petugas menghitung pernafasan tersebut selama 15 detik pada
pernafasan yang teratur kemudian dikalikan 4 dan selama 1
menit pada pernafasan yang tidak teratur;
8. Petugas mendokumentasikan hasil pada kartu rekam medis.

155
7) Penghitungan denyut nadi
Menghitung denyut nadi adalah kegiatan menentukan frekuensi
denyut nadi per menit. Langkah kegiatan tersebut :
8. Petugas Menjelaskankepadapasiententangtujuandantindakan
yang akandilaksanakan;
9. Petugas Menyiapkan Alat
10. Petugas Mengaturposisipasien;
11. Petugas meraba salah satu arteri dengan jari telunjuk dan jari
tengah;
12. Petugas Menentukanletakarteri (denyutnadi yang akandihitung);
13. Petugas menghitung denyut nadi arteri tersebut selama 15 detik
pada denyut nadi yang stabil kemudian dikalikan 4 dan selama 1
menit pada denyut nadi yang tidak stabil;
14. Petugas Mencatathasildenyutnadi di rekam medis;
8) Pengukuran suhu aksila
Pengukuran suhu aksila adalah kegiatan mengukur suhu tubuh
melalui aksila atau ketiak dengan menggunakan
termometer.Langkah kegiatan tersebut :
11. Petugas Menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan
tindakan yang akan di lakukan;
12. Petugas Menyiapkan Termometer yang telah ditera (air raksa
dibawah angka 35ºC) atau menyalakan termometer digital;
13. Petugas membantu pasien untuk duduk atau posisi berbaring
dengan membuka pakaian pada lengan pasien;
14. Petugas memasukkan termometer ke bagian tengah ketiak;
15. Petugas menurunkan lengan dan silangkan lengan bawah
pasien;
16. Petugas menunggu selama 5-10 menit pada termometer air
raksa, atau sampai sinyal terdengar pada termometer digital;
17. Petugas menarik termometer dan membaca tingkat air raksa
atau angka digitnya;
18. Petugas membersihkan alat;
19. Petugas memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai
dilakukan;

156
20. Petugas mendokumentasikan hasil pada kartu rekam medis
d) Proses Triase
Triase adalah suatu sistem untuk menyeleksi keadaan pasien
sesuai dengan skala prioritas kegawatdaruratannya. Petugas paramedis
yang menerima pasien awal, pada saat proses pengkajian awal klinis
juga menetapkan prioritas kegawatdaruratan pasien, antara lain dengan
mengenali adanya tanda-tanda : pasien dengan panas tinggi, pasien
dengan kejang, pasien dalam kondisi lemah / tidak sadar, pasien dengan
kecelakaan, pasien dengan sesak nafas, pasien dengan disabilitas.
Setelah menetapkan skala kegawatdaruratan pasien, petugas memberi
warna pada kartu status berupa warna hijau untuk pasien tanpa
kegawatdaruratan, warna kuning untuk pasien dengan cedera tapi tidak
mengancam nyawa, warna merah untuk pasien gawat darurat yang
membutuhkan penanganan segera
e) Prosedur penatalaksanaan
1) Anastesi Infiltrasi Lokal
Anestesi infiltrasi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit
untuk sementara pada satu bagian tubuh melalui injeksi pada atau
sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan
hilangnya rasa dikulit dan jaringan yang terletak lebih dalam
misalnya daerah kecil dikulit atu gusi (pencabutan gigi). Prosedur
tindakan tersebut :
1. Petugas menyiapkan spuit 2cc sekali pakai lalu aspirasi
lidokain/pehakain ampul ke dalam spuit, buang gelembung udara
jika ada dengan cara mengetuk spuit;
2. Petugasmengaplikasikan cairan antiseptik (povidon iodine)
dengankapas;
3. Petugasmemasukkanjarumkedalammukosa ± 2 – 3 mm,
ujungjarumberadapadaapeksdari gigi yang dicabut;
4. Petugas melakukan aspirasi sedikit untuk memastikan darah
tidak masuk ke dalam spuit
a. Bila diaspirasi darah masuk (+), tarik jarum suntik dan buang
cairan lidocain yang bercampur darah lalu ganti lidocain baru
dan tusukkan jarum di lokasi lain yang berdekatan

157
b. Bila diaspirasi darah tidak masuk, tindakan dilanjutkan;
5. Petugas melakukan injeksi perlahan-lahan lidokain/pehacain
1,5cc untuk memblokir nervus bukalis;
6. Petugas melakukan Injeksi perlahan-lahan lidokain/pehacain
0,5cc di bagian palatinal untuk rahang atas dan lingual untuk
rahang bawah untuk memblokir nervus palatinal/lingual;
7. Petugasmenginstruksipasien untuk menunggu 3 – 5 menit,
mukosaakanterlihatpucat.
2) Anestesi blok mandibula
Anestesi blok mandibula adalah tindakan menghilangkan rasa sakit
untuk sementara pada satu quadran rahang bawah. Prosedur
tindakan tersebut:
1. Petugas mengambil dan membuka spuit 3 cc;
2. Petugas membuka ampul lidokain compositum/pehacain dengan
cara mematahkan leher kaca ampul kemudian mengaspirasinya
dengan spuit 3 cc, lalu mengeluarkan gelembung udara yang
tersisa dengan cara mengetuk spuit;
3. Petugas mengaplikasikan cairan antiseptic (povidon iodine)
dengan kapas didaerah trigonum retromolar;
4. Petugas meletakkan jari telunjuk dibelakang gigi terakhir
mandibula, geser kelateral untuk meraba linea oblique eksterna
kemudian ujung jari digeser ke median untuk mencari linea
oblique interna, ujung lengkung kuku berada di linea oblique
interna dan permukaan samping jari berada dibidang oklusal gigi
rahang bawah;
5. Petugas menginsersikan jarum spuit dengan bevel jarum
mengarah ke tulang dipertengahan lengkung kuku secara
diagonal dari arah regio premolar satu dan dua sisi rahang yang
tidak dianestesi sejajar oklusal hingga menyentuh tulang;
6. Petugas menggeser spuit kesisi yang akan dianestesi, sejajar
dengan bidang oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm;
7. Petugas melakukan aspirasi sedikit untuk memastikan darah tidak
masuk ke dalam spuit;

158
8. Petugas menarik jarum spuit dan membuang cairan lidokain
compositum/pehacain serta mengganti spuit dan cairan anestesi
dengan yang baru apabila hasil aspirasi ada darah masuk.
Petugas menginsersikan jarum spuit yang baru di lokasi lain yang
berdekatan;
9. Petugas melanjutkan tindakan apabila hasil aspirasi darah tidak
masuk;
10. Petugas menginjeksikan perlahan-lahan lidokain
compositum/pehacain sebanyak 1 cc untuk memblokir nervus
mandibularis;
11. Petugas menarik jarum spuit kira-kira sepanjang 1 cm, kemudian
aspirasi ulang untuk memastikan darah tidak masuk kedalam
spuit. Petugas mengulangi tindakan nomor 7 apabila darah masuk
ke spuit. Petugas melanjutkan tindakan apabila darah tidak masuk
spuit;
12. Petugas menginjeksikan perlahan-lahan lidokain
compositum/pehacain sebanyak 0,5 cc untuk memblokir nervus
lingualis;
13. Petugas menarik seluruh jarum spuit kemudian
menginsersikannya ke gusi bagian bukal gigi yang akan dicabut
dengan bevel jarum menghadap tulang;
14. Petugas mengaspirasi ulang untuk memastikan darah tidak masuk
kedalam spuit. Petugas mengulangi tindakan nomor 7 apabila
darah masuk kedalam spuit. Petugas melanjutkan tindakan
apabila darah tidak masuk ke spuit;
15. Petugas menginjeksikan 0,5 cc lidokain compositum/pehacain
yang tersisa untuk memblokir nervus alveolaris inferior, kemudian
jarum ditarik kembali;
16. Petugas menginstruksikan pasien untuk kumur dan menunggu
selama 3-5 menit.
3) Dental Health Education

159
Dental Health Education adalah pemberian informasi mengenai
kesehatan gigi dan mulut yang ditujukan kepada individu maupun
kelompok masyarakat. Prosedur tersebut :
1. Petugas melakukan terapi sesuai diagnosa;
2. Petugas mempersilahkan pasien turun dari kursi gigi dan duduk di
kursi pasien;
3. Petugas menginstruksikan bila setelah ditumpat, pasien tidak
diperbolehkan makan selama 1 jam, lalu minum obat bila diperlukan
dan atau kontrol 1 minggu;
4. Petugas menginstruksikan bila setelah dicabut, pasien menggigit
tampon selama ½ jam,tidak diperbolehkan sering menghisap ludah &
berkumur, lalu minum obatyang telah diresepkan, dan kontrol bila ada
keluhan;
5. Petugas menjelaskan bila setelah dibersihkan karang gigi, pasien
mengerti caramenyikat gigi yang benar dan kontrol 6 bulan lagi;
6. Petugas meminta untuk mengulangi penjelasan petugas untuk
memastikan pemahaman pasien.
4) Pembersihan karang gigi
Pembersihan karang gigi adalah upayamenghilangkan plak yang
mengeras dan menempel pada gigi dengan bantuan alat ultrasonic
scaler. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas mempersilahkan pasien untuk kumur terlebih dahulu;
2. Petugas menarik alat scaler dari meja dental unit;
3. Petugas memposisikan ujung mata bur scaler pada karang gigi
yang menempel di perbatasan gigi dan gusi sambil menginjak pedal
dental unit lalu digerakkan di daerah servikal sekeliling gigi hingga
karang gigi terlepas;
4. Petugas mempersilahkan pasien berkumur untuk membuang
karang gigi yang terlepas;
5. Petugas mengolesi dengan povidone iodine pada daerah bekas
pembersihan;
6. PetugasmemberikanDental Higiene Education (DHE).
5) Penatalaksanaan Dry socket

160
Dry socket adalah hilangnya atau rusaknya gumpalan darah pada
socket (bekas pencabutan), sehingga socket berwarna keabu-abuan
dan terlihat kering, serta biasanya diikuti timbulnya keluhan nyeri.
Prosedur tindakan tersebut :
1. Petugas menyiapkan H2O2 dan aquadest steril dalam spuit 3 cc
yang berbeda;
2. Petugas melakukan irigasi daerah bekas pencabutan dengan
H2O2;
3. Petugas meminta pasien untuk berkumur dan dilanjutkan dengan
irigasi aquades steril, lakukan masing masing 2 kali hingga bersih;
4. Petugas mengulasi daerah bekas pencabutan dengan betadine;
5. Petugas melakukan curretage pada bagian dalam socket;
6. Petugas melakukan aplikasi alvogyl/curaspon pada dry socket
pencabutan;
7. Petugas meminta pasien untuk kontrol bila ada keluhan dan
diberikan instruksi untuk menjaga kebersihan daerah bekas
pencabutan, lalu diberikan resep.
6) Penatalaksanaan abses rongga mulut
Penatalaksanaan abses rongga mulut adalah serangkaian kegiatan
perawatan akibat infeksi yang dilakukan dengan pemberian resep, obat,
pembedahan, perawatan gigi atau kombinasi dari hal tersebut.
Prosedur tindakan tersebut :
1. Petugas melakukan pembersihan pada daerah abses kemudian
mengulasi daerah tersebut dengan povidone iodine;
2. Petugas melakukan insisi pada daerah mukosa dan kulit yang sehat
dan dilakukan pada daerah dimana terdapatfluktuasi yang
maksimal;
3. Petugasmemasangdrain pada daerah insisi;
4. Petugasmelakukan open bur pada gigipenyebababsesbilaperlu;
5. Petugasmemberikan dental healtheducation dan resep.
7) Penatalaksanaan pencabutan gigipada pasien hipertensi
Penatalaksanaan pencabutan gigi pada pasien hipertensi adalah suatu
tindakan pencabutan gigi yang dilakukan pada pasien dengan tekanan

161
darah systole > 140 mmHg dan diastole > 90 mmHg. Prosedur tindakan
tersebut :
1. Petugas mempersilahkan pasien masuk ruangan gigi dan pasien
duduk di kursi;
2. Petugas melakukan anamnesa pasien;
3. Petugas mempersilahkan pasien duduk di kursi gigi;
4. Petugas melakukan pemeriksaan gigi intra oral dan ekstra oral;
5. Petugas menentukan diagnosa penyakit;
6. Petugas menentukan rencana perawatan;
7. Petugas melakukan mengukur tekanan darah;
8. Petugas merujuk ke UPU jika tekanan darah sistole > 140 mmHg
dan diastole > 90 mmHg;
9. Petugas melakukan pencabutan gigi jika tekanan darah normal atau
maksimum sistole 140 mmHg dan diastole 90 mmHg;
10. Petugas melakukan pencatatan hasil diagnosa dan terapi di kartu
status dan buku register.
8) Penatalaksanaan periodontitis akut
Periodontitis akut adalah radang jaringan penyangga gigi yang terjadi
dengan tiba-tiba dan rasa sakit yang amat sangat. Prosedur tindakan
tersebut:
1. Petugasmembersihkanplakdankalkulussertairitanlainnya;
2. Petugas melakukan selective grinding pada gigi yang sakit bila
terjadi kontak berat;
3. Petugas memberikan Dental Health Education;
4. Petugas memberikan resep dan menginstruksi pasien untuk kontrol
3 hari kemudian.
9) Penatalaksanaan periodontitis kronis
Periodontitis kronis adalah suatu keradangan gingiva yang meluas ke
perlekatan jaringan di sekitarnya. Penyakit ini ditandai dengan
kehilangan perlekatan klinis akibat destruksi ligamen periodontal dan
kehilangan tulang pendukung di sekitarnya. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas melakukan eliminasi faktor iritan lokal misalnya
membersihkan plak dan kalkulus, memperbaiki tumpatan yang
overhanging, melakukan selective grinding pada gigi yang terjadi

162
trauma oklusi atau melakukan root planning apabila ditemukan poket
periodontal;
2. Petugas melakukan kontrol faktor resiko sistemik jika
memungkinkan;
3. Petugas memberikan resep;
4. Petugas memberikan Dental Health Education dan menginstruksikan
pasien untuk kontrol 3 hari kemudian.
10)Penatalaksanaan pulpitis reversible
Pulpitis reversible adalah radang pulpa yang terjadi karena adanya
rangsangan dingin/panas, kemasukan sisa makanan dan akan hilang
dengan sendirinya bila tidak ada rangsangan. Prosedur tindakan
tersebut:
1. Petugas mempersilahkan pasien masuk ruangan Unit gigi dan duduk
di kursi;
2. Petugas melakukan anamnesa pada pasien;
3. Petugas mempersilakan pasien duduk di kursi gigi;
4. Petugas memeriksa keadaan intra oral dan ekstra oral;
5. Petugas menentukan diagnosa penyakit;
6. Petugas menentukan rencana perawatan;
7. Petugas membersihkan kavitas diikuti dengan preparasi kavitas gigi;
8. Petugas mengirigasi kavitas dengan air diikuti dengan pengeringan
kavitas;
9. Petugas melakukan pulpcapping/aplikasi subbase di dalam kavitas
lalu menumpat sementara dan menginstruksi kontrol 1 minggu
kemudian;
10. Petugas memberikan resep bila perlu;
11. Petugas melakukan penumpatan permanen bila tidak ada keluhan,
dan bila ada keluhan dilakukan proses devitalisasi;
12. Petugas memberikan DHE dan instruksi pasien tidak makan 1 jam;
13. Petugas mencatat hasil diagnosa dan tindakan di kartu status.
11) Penatalaksanaan stomatitis
Stomatitis adalah suata cara untuk menangani radang pada jaringan lunak
rongga mulut (gusi, lidah, pipi bagian dalam, dasar mulut) yang berwarna
putih, berbatas merah, dan sifatnya kambuhan yang disebabkan
multifaktorial. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas mempersilahkan pasien masuk ruangan Unit gigi dan duduk di
kursi;
2. Petugas melakukan anamnesa pada pasien;

163
3. Petugas mempersilahkan pasien duduk di kursi gigi;
4. Petugas memeriksa keadaan intra oral dan ekstra oral;
5. Petugas menentukan diagnosa penyakit;
6. Petugas menentukan rencana perawatan;
7. Petugas melakukan pembersihan ulcer pada daerah yang ada
stomatitis;
8. Petugas melakukan pengolesan obat pada daerah ulcer;
9. Petugas memberikan Dental Health Education dan resep;
10. Petugas mencatat hasil diagnosa dan tindakan di kartu status.

12)Pencabutan gigi dengan anestesi infiltrasi lokal


Pencabutan gigi dengan anestesi infiltrasi lokal adalah suatu tindakan
pencabutan gigi yang dilakukan dengan menghilangkan rasa sakit untuk
sementara pada satu bagian tubuh melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa
dikulit dan jaringan yang terletak lebih dalam misalnya daerah kecil dikulit
atau gusi (pencabutan gigi). Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas memasukkan lidokain compositum 2 cc kedalam spuit 3 cc
dan memastikan tidak ada udara yang terjebak dalam spuit. Apabila
ada udara yang terjebak maka dikeluarkan dengan cara mengetuk
dan mengeluarkan udara dari spuit;
2. Petugas mengulas povidon iodine pada darah yang akan disuntik;
3. Petugas menyuntikkan lidokain compositum 2 cc di daerah sekitar gigi
yang akan dicabut kemudian mengaspirasi suntikan untuk
memastikan tidak ada darah yang masuk ke dalam spuit;
4. Petugas menunggu obat anestesi bekerja 3-5 menit;
5. Petugas melakukan tes sonde pada jaringan lunak daerah yang
dianestesi;
6. Petugas memulai tindakan pencabutan dengan menggunakan tang
cabut atau bein sesuai kebutuhan apabila tes sonde tidak terasa sakit;
7. Petugas mengulangi prosedur nomor 3 apabila tes sonde masih
terasa sakit;
8. Petugas memastikan tidak ada gigi tersisa setelah pencabutan;
9. Petugas melakukan pembersihan daerah bekas pencabutan dan
menekan socket pencabutan dengan tampon;

164
10. Petugas memasang tampon dan menginstruksi pasien untuk gigit
tampon selama 30 menit.
13)Pencabutan Gigi dengan Anestesi blok mandibula
Pencabutan Gigi dengan Anestesi blok mandibula adalah tindakan
pencabutan gigi dengan menghilangkan rasa sakit untuk sementara pada
satu quadran rahang bawah. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas membuka ampul lidokain compositum/pehacain dengan cara
mematahkan leher kaca ampul kemudian mengaspirasinya dengan
spuit 3 cc, lalu mengeluarkan gelembung udara yang tersisa dengan
cara mengetuk spuit;
2. Petugas mengaplikasikan cairan antiseptic (povidon iodine) dengan
kapas didaerah trigonum retromolar;
3. Petugas meletakkan jari telunjuk dibelakang gigi terakhir mandibula,
geser kelateral untuk meraba linea oblique eksterna kemudian ujung
jari digeser ke median untuk mencari linea oblique interna, ujung
lengkung kuku berada di linea oblique interna dan permukaan samping
jari berada dibidang oklusal gigi rahang bawah;
4. Petugas menginsersikan jarum spuit dengan bevel jarum mengarah ke
tulang dipertengahan lengkung kuku secara diagonal dari arah regio
premolar satu dan dua sisi rahang yang tidak dianestesi sejajar oklusal
hingga menyentuh tulang;
5. Petugas menggeser spuit kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan
bidang oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm;
6. Petugas melakukan aspirasi sedikit untuk memastikan darah tidak
masuk ke dalam spuit;
7. Petugas menarik jarum spuit dan membuang cairan lidokain
compositum/pehacain serta mengganti spuit dan cairan anestesi
dengan yang baru apabila hasil aspirasi ada darah masuk. Petugas
menginsersikan jarum spuit yang baru di lokasi lain yang berdekatan;
8. Petugas melanjutkan tindakan apabila hasil aspirasi darah tidak masuk;
9. Petugas menginjeksikan perlahan-lahan lidokain compositum/pehacain
sebanyak 1 cc untuk memblokir nervus mandibularis;

165
10. Petugas menarik jarum spuit kira-kira sepanjang 1 cm, kemudian
aspirasi ulang untuk memastikan darah tidak masuk kedalam spuit.
Petugas mengulangi tindakan nomor 7 apabila darah masuk ke spuit.
Petugas melanjutkan tindakan apabila darah tidak masuk spuit;
11. Petugas menginjeksikan perlahan-lahan lidokain compositum/pehacain
sebanyak 0,5 cc untuk memblokir nervus lingualis;
12. Petugas menarik seluruh jarum spuit kemudian menginsersikannya ke
gusi bagian bukal gigi yang akan dicabut dengan bevel jarum
menghadap tulang;
13. Petugas mengaspirasi ulang untuk memastikan darah tidak masuk
kedalam spuit. Petugas mengulangi tindakan nomor 7 apabila darah
masuk kedalam spuit. Petugas melanjutkan tindakan apabila darah
tidak masuk ke spuit;
14. Petugas menginjeksikan 0,5 cc lidokain compositum/pehacain yang
tersisa untuk memblokir nervus alveolaris inferior, kemudian jarum
ditarik kembali;
15. Petugas menginstruksikan pasien untuk kumur dan menunggu selama
3-5 menit;
16. Petugas melakukan tes sonde pada jaringan lunak daerah yang
dianastesi;
17. Petugas melakukan pencabutan dengan menggunakan tang cabut dan
atau bein sesuai kebutuhan;
18. Petugas memastikan tidak ada gigi tersisa setelah gigi yang dicabut
lepas dari soketnya;
19. Petugas melakukan pembersihan daerah bekas pencabutan dan
menekan soket pencabutan dengantampon;
20. Petugas memasangtampon dan menginstruksi pasien untuk gigit
tampon selama 30 menit.

14)Pencabutan gigi dengan chlorethyl

166
Pencabutan gigi dengan chlorethyl adalah pengambilan gigi dari jaringan
penyangganya dengan menggunakan anestesi lokal yang berbentuk spray
yang mengandung ethyl chloride. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas menyiapkan kapas, tang cabut gigi steril, dan clorethyl spray;
2. Petugas menyemprot kapas dengan chlorethyl dan meletakkan pada
daerah gusi gigi yang akan dicabut sambil ditekan;
3. Petugas melakukan pencabutan gigi dengan menggunakan tang cabut
dan atau bein sesuai kebutuhan;
4. Petugas memastikan tidak ada sisa gigi setelah gigi yang dicabut lepas
dari soketnya;
5. Petugas melakukan pembersihan daerah bekas pencabutan dan tekan
soket pencabutan dengan tampon;
6. Petugas memasangan tampon dan instruksi pasien untuk menggigit
tampon selama 30 menit.
15)Tumpatan Glass Ionomer
Tumpatan Glass Ionomer adalah menutup gigi yang berlubang secara
permanen dengan bahan resin glass ionomer. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas mempersilahkan pasien untuk kumur terlebih dahulu;
2. Petugas membersihkan kavitas dan preparasi kavitas dengan mata bur
sesuai dengan kebutuhan;
3. Petugas melakukan irigasi kavitas dengan three way syringe lalu diikuti
pengeringan kavitas dengan udara dari threeway syringe;
4. Petugas mengaduk 1 takar GIC bubuk (sesuai besarnya lubang) dan 1
tetes cairan GIC dengan agaat spatula pada kertas pengaduk, lalu aplikasi
pasta GIC ke dalam kavitasdengan plastis filling sambil ditekan & dibentuk
sesuai anatomigigi;
5. Petugas memeriksa peninggian gigit dengan artikulating paper, apabila
terjadi peninggian dikurangi dengan contra angle handpiece dan bur;
6. Petugas menginstruksi pasien untuk tidak makan 1-2 jam.
16)Tumpatan komposit
Tumpatan komposit adalah tumpatan yang dilakukan pada gigi yang
berlubang dengan jenis bahan tumpatan resin dengan penyinaran sinar
tampak. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugasmempersilahkanpasien untuk kumur terlebih dahulu;

167
2. Petugas membersihkan kavitas dan preparasi kavitas dengan contra angle
handpiece dan bur sesuai dengankebutuhan;
3. Petugasmelakukanirigasi kavitas dengan air lalu diikuti pengeringan
kavitas denganmenyemprotkanudara dari threeway syringe;
4. Petugasmemasangcotton roll pada mukosa labial di dekat gigi yang akan
ditambal lalu aplikasi etsapada enamel tunggu 15 detik;
5. Petugasmencuci kavitas dengan air pada three way syringe selama 10
detik lalu dikeringkan dengan udara yang keluar dari threeway syringe
(harus benar-benar kering) hingga permukaan enamel memutih;
6. Petugasmengaplikasi bonding pada enamel dan dentin dengan
menggunakan aplikator diikuti penyinaran light cure selama 15 detik;
7. Petugasmengaplikasi komposit pada kavitas dengan plastis filling
kemudian dibentuk sesuai anatomi gigi lalu disinar dengan light cure
selama 15 detik;
8. Petugas memeriksa peninggian gigit dengan artikulating paper, apabila
terjadi peninggian dikurangi dengan contra angle handpiece dan bur;
9. Petugas menginstruksi pasien supaya tidak makan 1-2 jam.
17)Tumpatan sementara
Tumpatan sementara adalah menutup gigi yang berlubang dengan bahan
tumpatan sementara. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugasmempersilahkanpasien untuk kumur terlebih dahulu;
2. Petugas membersihkan kavitas dan preparasi kavitas dengan mata bur
sesuai dengan kebutuhan;
3. Petugas melakukan irigasi kavitas dengan air lalu diikuti pengeringan
kavitas dengan cottonpellet udara dari threeway syringe;
4. Petugas mengambil bahan tumpatan sementara kemudian memasukkan
kedalam kavitas sesuai kebutuhan;
5. Petugas memeriksa peninggian gigit dengan artikulating paper, apabila
terjadi peninggian dikurangi dengan contra angle handpiece dan bur;
Petugas menginstruksi pasien supaya tidak makan 1-2 jam.
18)Tumpatan tetap

168
Tumpatan tetap adalah menutup gigi yang berlubang secara permanen.
Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas mempersilahkan pasien untuk kumur terlebih dahulu;
2. Petugas membersihkan kavitas dan preparasi kavitas dengan mata bur
yang sesuai dengan kebutuhan;
3. Petugas melakukan irigasi kavitas dengan three way syringe lalu diikuti
pengeringan kavitas dengan cotton pellet/udara dari threeway syringe;
4. Petugas mengaduk 1 takar GIC bubuk (sesuai besarnya lubang) dan 1
tetes cairan GIC dengan spatula plastik pada kertas pengaduk, lalu
aplikasi pasta GIC ke dalam kavitasdengan bantuan plastik filling (plastik)
sambil ditekan & dibentuk sesuai anatomigigi;
5. Petugas menginstruksi pasien untuk tidak makan 1-2 jam.
19)Penatalaksanaan Layanan terpadu
Layanan terpadu adalah layanan yang disusun dengan tujuan yang jelas,
dan terkoordinir serta melibatkan penanganan oleh tim kesehatan antar
profesi. Langkah-langkah di dalam layanan terpadu meliputi :
1. Apabila Petugas menemukan kasus yang perlu Pelayanan Terpadu,
pasien dirujuk ke unit terkait;
2. Petugas mengisi data dalam rekam medik pasien;
3. Petugas mengantar Pasien ke unit terkait dengan membawarekam medis
pasien beserta buku pelayanan berkesinambungan;
4. Bila petugas di unit yang dituju merasa perlu mengirim kembali pasien ke
unit asal, pasiendikirim kembali.

1. Unit KIA/ KB
a) Pengertian
Adalah Unit Pelayanan di Puskesmas yang memberikan pelayanan
pada pasien dengan kebutuhan pemeriksaan kehamilan, Ibu Nifas dan
imunisasi.
b) Pra dan Paska Pelayanan
Pra Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan sebelum
kegiatan pelayanan meliputi tempat, sound system, barang cetak, alat
tulis, sampah medis dan alat medis.
Kegiatan pra pelayanan di unit KIA KB Puskesmas Bangkingan meliputi :

169
1) Melakukan cuci tangan 6 langkah sebelum memulai pelayanan
2) Menyalakan peralatan elektronik (komputer)
3) Menyiapkan alat-alat medis (stetoskop, tensimeter, senter,
thermometer, dll)
4) Menyiapkan buku, formulir, blangko resep, blangko Laborat, blangko
5) Menata meja dan kursi
6) Mencatat pada checklist pra pelayanan
Pasca Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan
setelah kegiatan pelayanan meliputi tempat, sound system, barang cetak,
alat tulis, sampah medis dan alat medis.
Kegiatan paska pelayanan di unit KIA KB puskesmas Bangkingan
meliputi :
1) Melakukan cuci tangan 7 langkah setelah selesai pelayanan
2) Mensterilkan alat yang telah dipakai di ruang tindakan
3) Memeriksa safety box, bila sudah hampir penuh segera diganti yang
baru
4) Memasukkan alat-alat medis di laci / lemari (tensimeter,
stetoskop,termometer, senter, dll)
5) Mencatat pada checklist pra pelayanan

c) Pengkajian Awal Klinis


Pengkajian awal klinis adalah suatu kegiatan wawancara yang
dilakukan terhadap pasien untuk mengumpulkan data
penyakit.Pengkajian awal klinis merupakan tahapan yang cukup penting
dalam memberikan pelayanan kepada pasien karena ketepatan
pengkajian awal klinis berpengaruh pada ketepatan diagnosa dan terapi.
Langkah-langkah dalam pengkajian awal klinis meliputi proses
pemanggilan pasien oleh petugas paramedis sesuai dengan urutan
sesuai dengan nomer yang ada kartu status dilanjutkan memberi sapaan
kepada pasien. Selanjutnya petugas harus mencocokkan identitas pasien
dengan rekam medis untuk menghindari resiko tertukarnya kartu status.
Untuk memastikan kecocokan tersebut, petugas harus menanyakan
nama pasien, umur, serta alamat apakah sesuai dengan yang tercantum
pada kartu status. Proses pengkajian awal klinis dilanjutkan dengan
tahap anamnesa penyakit yang meliputi keluhan utama, keluhan

170
tambahan, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga,
lama sakitnya, pengobatan yang sudah didapat, serta riwayat alergi obat.
Tahap berikutnya, petugas melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
yaitu tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu tubuh sesuai dengan
kebutuhan. Semua hal yang telah dilakukan pada proses pengkajian
awal klinis harus dicatat pada kartu rekam medis sebelum pasien
dikonsulkan ke dokter.
9) Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah adalah pengukuran nilaitekanandarah
yang merupakanindikatoruntukmenilai system kardiovaskuler.
Langkah kegiatan tersebut :
1. Petugas Menjelaskankepadapasiententangtujuandantindakan
yang akandilaksanakan;
2. Petugas mencucitangan;
3. Petugas mengaturposisipasien;
4. Petugas memasang manset tensimeter dipasang pada lengan
atas dengan pipa karetnya berada disisi luar tangan;
5. Petugas meraba arteri brachialis diraba lalu stetoskop
ditempatkan pada daerah tersebut;
6. Petugas menekan tombol ON/OFF untuk menghidupkan alat;
7. Petugas menutup sekrup balon karet selanjutnya balon
dipompa sampai denyut arteri tidak terdengar lagi;
8. Petugas membuka perlahan sekrup balon karet sambil
memperhatikan turunnya air raksa/indikator, dengarkan bunyi
denyutan pertama (sistolik) dan terakhir (diastolik);
9. Petugas menekan tombol ON/OFF untukmematikan alat;
10. Lepasmanset yang terpasangpadapasien.
11. Petugas mencatat hasil pada kartu rekam medis
10)Penghitungan Pengukuran pernafasan
Pengukuran pernafasan adalah mengukur jumlah pernafasan dalam
waktu satu menit.Langkah kegiatan tersebut :
1. Petugas menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan
tindakan yang akan dilakukan;
2. Petugas mempersiapkan alat;

171
3. Petugas menghitung pernafasan tersebut selama 15 detik pada
pernafasan yang teratur kemudian dikalikan 4 dan selama 1
menit pada pernafasan yang tidak teratur;
4. Petugas mendokumentasikan hasil pada kartu rekam medis.

11) Penghitungan denyut nadi


Menghitung denyut nadi adalah kegiatan menentukan frekuensi
denyut nadi per menit. Langkah kegiatan tersebut :
1. Petugas Menjelaskankepadapasiententangtujuandantindakan
yang akandilaksanakan;
2. Petugas Menyiapkan Alat
3. Petugas Mengaturposisipasien;
4. Petugas meraba salah satu arteri dengan jari telunjuk dan jari
tengah;
5. Petugas Menentukanletakarteri (denyutnadi yang akandihitung);
6. Petugas menghitung denyut nadi arteri tersebut selama 15 detik
pada denyut nadi yang stabil kemudian dikalikan 4 dan selama 1
menit pada denyut nadi yang tidak stabil;
7. Petugas Mencatathasildenyutnadi di rekam medis;
12)Pengukuran suhu aksila
Pengukuran suhu aksila adalah kegiatan mengukur suhu tubuh
melalui aksila atau ketiak dengan menggunakan
termometer.Langkah kegiatan tersebut :
21. Petugas Menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan
tindakan yang akan di lakukan;
22. Petugas Menyiapkan Termometer yang telah ditera (air raksa
dibawah angka 35ºC) atau menyalakan termometer digital;
23. Petugas membantu pasien untuk duduk atau posisi berbaring
dengan membuka pakaian pada lengan pasien;
24. Petugas memasukkan termometer ke bagian tengah ketiak;
25. Petugas menurunkan lengan dan silangkan lengan bawah
pasien;

172
26. Petugas menunggu selama 5-10 menit pada termometer air
raksa, atau sampai sinyal terdengar pada termometer digital;
27. Petugas menarik termometer dan membaca tingkat air raksa
atau angka digitnya;
28. Petugas membersihkan alat;
29. Petugas memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai
dilakukan;
30. Petugas mendokumentasikan hasil pada kartu rekam medis

d) Prosedur Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan KB kondom
KB kondom adalah kontrasepsi yang merupakan selubung karet yang
dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik
(vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis
saat hubungan seksual. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas ruang KIA/KB melakukan pengkajian awal klinis;
2. Petugas melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang (jika
diperlukan);
3. Petugas menyerahkan kondom kepada klien;
4. Petugas memberi nasehat tentang cara penggunaan kondom dan
jika ada alergi dalam pemakaian kondom segera ke petugas
kesehatan;
5. Petugas memasukkan data klien ke register kohort KB.
2) Penatalaksanaan Pemasangan AKDR(Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim)
Pemasangan AKDR(Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) adalah
melakukan pemasangan alat kontrasepsi yang diletakkan di dalam
rahim yang berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang
terbuat dari tembaga bekerja untuk mencegah sperma dan ovum
bertemu. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas melakukan pengkajian awal klinis
2. Petugas menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan
dalam proses pemasangan dan mempersilahkan klien untuk
bertanya

173
3. Petugas melakukan pemeriksaan TTV
4. Petugas memastikan klien telah mengosongkan kandung kemih
5. Petugas mempersilahkan klien menandatangani informed consent
6. Petugas mempersilahkan klien untuk naik ke tempat tidur
gynecology
7. Petugas melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan genetalia
eksterna, pemeriksaan panggul, dan inspekulo. Bila hasil baik,
klien bisa dipasang AKDR dan bila hasilnya kurang baik klien
disarankan memilih alat kontrasepsi lainnya
8. Petugas memasukkan spekulum dan usap vagina serta serviks
dengan larutan antiseptik,gunakan tenakulum untuk menjepit
serviks.
9. Petugas memasukkan sonde uterus dan atur pembatas biru
sesuai dengan hasil pengukuran sonde
10. Petugas memasukkan lengan AKDR Copper T 380 A di dalam
kemasan sterilnya
11. Petugas memasang AKDR Copper T 380 A dengan memasukkan
inserter sampai fundus, melepas lengan AKDR dengan teknik
withdrawal, lalu mendorong tabung inserter ke dalam kavum uteri
sampai pembatas biru menyentuh serviks dan menarik tabung
inserter keluar sampai benang terlihat kemudian memotong
benang± 3-4 cm.
12. Petugas melepas tenakulum.
13. Petugas melakukan Dep bekas jepitan tenakulum.
14. Petugas membuang bahan-bahan habis pakai yang
terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan
15. Petugas membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
16. Petugas melakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan
dengan segera setelah selesai dipakai
17. Petugas mempersilahkan klien untuk turun dari tempat tidur
gynecology.
18. Petugas melakukan pemantauan medis dan pemberian nasehat
pasca tindakan serta mengajarkan pada klien bagaimana
memeriksa benang AKDR.
19. Petugas mencatat hasil pelayanan di K/IV/KB dan register kohort
KB

174
3) Penatalaksanaan Pemasangan Implant
Pemasangan Implant adalah melakukan Pemasangan alat
kontrasepsi yang diletakkan di bawah kulit lengan atas dengan jumlah
kapsul berbeda yang bekerja untuk menekan ovulasi dan
mengentalkan lender serviks. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas ruang KIA/KB melakukan pengkajian awal klinis
2. Petugas melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang (Lila, TD,
BB).
3. Petugas menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan
dalam proses pemasangan dan mempersilahkan klien untuk
bertanya.
4. Petugas menganjurkan pasien membersihkan lengan sampai siku
menggunakan air bersih dan sabun, kemudian dikeringkan
menggunakan kain/ tisu bersih.
5. Petugas mempersilahkan klien menandatangani informed consent
6. Mempersilahkan klien untuk naik ke tempat tidur
7. Menentukan lokasi pemasangan, kemudian membersihkan tempat
insisi dengan larutan antiseptik. Gunakan klem steril atau DTT
untuk memegang kasa antiseptik. Mulai mengusap dari tempat
yang akan dilakukan insisi ke arah luar dengan gerakan melingkar
sekitar 8-13 cm dan biarkan kering (sekitar 2 menit) sebelum mulai
tindakan.
8. Memasang duk lubang di area sekitar insisi
9. Setelah memastikan (dari anamnesa) tidak alergi terhadap obat
anestesi, isi alat suntik dengan 3 ml obat anestesi (1% tanpa
epinefrin).
10. Masukkkan jarum tepat dibawah kulit pada tempat insisi kemudian
melakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak masuk ke
dalam pembuluh darah. Suntikkan 0.2ml dari 2 ml anastesi.
Kemudian dorong jarum, masukkan ke bawah kulit subdermis
sekitar 4 cm. Kemudian tarik jarum pelan-pelan sehingga
membentuk jalur sambil menyuntikan obat anestesi sebanyak 1 ml
diantara tempat untuk memasang kapsul. Uji efek anastesi
sebelum melakukan insisipada kulit.

175
11. Setelah anestesi bereaksi, renggangkan kulit disekitar lokasi
pemasangan.
12. Masukkan ujung jarum, pelan pelan dengan agak menyudut (20 o)
lepaskan renggangan
13. Turunkan aplikator ke posisi horizontal. Angkat kulit dengan ujung
jarum, pertahankan posisi jarum dalam jaringan subdermal.
Secara perlahan masukkan jarum sepenuhnya sambil
mengangkat kulit tanpa memaksa untuk memastikan pemasangan
tidak terlalu dalam
14. Biarkan aplikator dalam posisi paralel dengan permukaan kulit.
Patahkan pelindung aplikator, putar obturator 90 o
15. Pegang obturator dengan satu tangan menghadap lengan dan
secara perlahan menggunakan tangan lain menarik kanula (jarum)
keluar dari lengan
16. Memastikan kapsul terpasang, Periksa kembali jarum untuk
memastikan bahwa susuk tidak ada lagi didalamnya
17. Menganjurkan pasien meraba kapsul yang telah di pasang
18. Menutup luka insisi menggunakan plester kemudian membalut
lengan tempat insisi dengan verban.
19. Mempersilahkan klien untuk turun dari tempat tidur.
20. Melakukan pemantauan medis dan pemberian nasehat pasca
tindakan
21. Petugas mencatat hasil pelayanan di K/IV/KB dan register kohort
KB
4) Penatalaksanaan Pencabutan Implant
Pencabutan Implant adalah melakukan pencabutan alat kontrasepsi
yang diletakkan di bawah kulit lengan atas dengan jumlah 1 kapsul
yang bekerja untuk menekan ovulasi dan mengentalkan lendir
serviks. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas loket membawa K/IV/KB di ruang KIA/KB;
2. Petugas ruang KIA/KB memanggil klien sesuai urutan;
3. Petugas mencocokkan identitas klien di ruang KIA/KB dengan
K/IV/KB;
4. Petugas ruang KIA/KB melakukan anamnesa pada klien;
5. Petugas menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan
dalam proses pencabutan dan mempersilahkan klien untuk
bertanya;

176
6. Petugas meraba semua kapsul untuk menetukan lokasinya,
pastikan posisi kapsul dan memberi tanda pada kedua ujungnya;
7. Petugas mempersilahkan klien untuk naik ke tempat tidur ;
8. Petugas melakukan pemeriksaan fisik ;
9. Petugas memasang duk berlubang pada tempat kapsul teraba;
10. Petugas mengoleskan larutan antiseptik pada area kapsul dg
gerakan melingkar 3-5 inci;
11. Petugas menentukan lokasi insisi yang mempunyai jarak sama
dari ujung bawah semua kapsul;
12. Pada lokasi yang sudah dipilih, petugas membuat insisi melintang
yang kecil lebih kurang 4 mm dengan menggunakan skapel;
13. Petugas memulai dengan mencabut kapsul yang mudah diraba
dari luar atau yang terdekat tempat insisi;
14. Petugas mendorong ujung kapsul ke arah insisi dengan jari
tangan sampai ujung kapsul tampak pada luka insisi. Saat ujung
kapsul tampak pada luka insisi, masukkan klem lengkung
(mosquito) dengan lengkungan jepitan mengarah keatas,
kemudian jepit ujung kapsul dengan klem tersebut.Jika kapsul sulit
digerakkan ke arah insisi masukkan klem lengkung melalui luka
insisi dengan lengkungan jepitan mengarah ke kulit, teruskan
sampai berada dibawah ujung kapsul dekat siku,buka dan tutup
jepitan klem untuk memotong secara tumpul jaringan parut yang
mengelilingi ujung kapsul;
15. Petugas membersihkan dan buka jaringan ikat yang mengelilingi
kapsul dengan cara menggosok-gosok pakai kasa steril untuk
memaparkan ujung bawah kapsul;
16. Petugas memilih kapsul berikutnya yang tampak paling mudah
dicabut dengan teknik yang sama untuk mencabut kapsul
berikutnya (untuk implant 2 kapsul atau lebih);
17. Petugas menghitung semua kapsul untuk memastikan semua
kapsul telah dicabut;
18. Petugas mempersilahkan klien untuk turun dari tempat tidur;
19. Melakukan pemantauan medis dan pemberian nasehat pasca
tindakan;
20. Petugas mencatat hasil pelayanan di K/IV/KB dan register kohort
KB.

177
5) Penatalaksanaan Pemeriksaan Cancer Breast Examination (CBE)
Pemeriksaan Cancer Breast Examination (CBE) merupakan cara
sederhana untuk mendeteksi kanker payudara sedini mungkin.
Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas loket membawa kartu rekam medis pasien ke unit
KIA/KB;
2. Petugas ruang KIA/KB memanggil klien sesuai urutan;
3. Petugas ruang KIA/KB melakukan anamnesa pada klien;
4. Petugas mempersilahkan pasien naik ke bed;
5. Petugas melakukan pemeriksaan CBE;
6. Petugas memeriksa payudara :
- Melihat kulit payudara normal/ kulit jeruk/ penarikan kulit/ kulit
basah.
- Melihat aerola normal/ retraksi/ terdapat cairan abnormal dari
puting/ luka basah.
- Menyusuri payudara, terdapat benjolan atau tidak
Jika iya, melekat atau tidak
Jika tidak anjurkan Periksa Payudara Sendiri (SADARI)
dirumah.
7. Petugas mencatat hasil kunjungan.
6) Penatalaksanaan IVA (inspeksi visual dengan asam asetat)
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana
untuk mendeteksi kanker leher rahim / kanker serviks sedini mungkin.
Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas loket membawa kartu rekam medis pasien ke unit
KIA/KB;
2. Petugas ruang KIA/KB memanggil klien sesuai urutan;
3. Petugas ruang KIA/KB melakukan anamnesa pada klien;
4. Petugas mempersilahkan pasien naik ke meja ginekologi;
5. Petugas melakukan pemeriksaan inspekulo;
6. Petugas membersihkan serviks dengan kasa apabila terdapat
lendir yang berlebihan;
7. Petugas mengolesi serviks dengan asam asetat secara memutar
searah jarum jam dan menunggu hasilnya selama 1 menit;
8. Petugas mengamati adakah perubahan warna serviks. Apabila
terdapat bercak putih setelah pengolesan asam asetat berarti hasil
IVA positif;
9. Petugas melepas spekulum. Melepas dan membuang sampah
medis ke tempat sampah medis;

178
10. Petugas memberi nasehat pasca pemeriksaan yaitu apabila hasil
positif maka dilakukan rujukan untuk cryo terapi. Apabila negatif
maka pasien disuruh kontrol 6 bulan lagi;
11. Petugas mencatat hasil kunjungan.
7) Penatalaksanaan Pencabutan AKDR
Pencabutan AKDR adalah melakukan pencabutan alat kontrasepsi
yang diletakkan di dalam rahim yang berbentuk huruf T diselubungi
oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga. Prosedur tindakan
tersebut:
1. Petugas loket membawa K/IV/KB di ruang KIA/KB;
2. Petugas ruang KIA/KB memanggil klien sesuai urutan;
3. Petugas mencocokkan identitas klien di ruang KIA/KB dengan
K/IV/KB;
4. Petugas ruang KIA/KB melakukan anamnesa pada klien;
5. Petugas menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan
dalam proses pencabutan dan mempersilahkan klien untuk
bertanya;
6. Informed consent;
7. Petugas melakukan pemeriksaan fisik;
8. Petugas mempersilahkan klien untuk naik ke tempat tidur
gynecology;
9. Petugas memasukkan spekulum untuk melihat serviks dan
benang AKDR;
10. Petugas membersihkan serviks dan vagina dengan kasa steril;
11. Petugas mengatakan pada klien bahwa sekarang akan dilakukan
pencabutan. Pencabutan normal, Jepit benang di dekat serviks
dengan menggunakan klem lurus atau lengkung yang sudah
didesinfeksi tingkat tinggi atau steril dan tarik benang pelan-pelan.
Bila benang putus saat ditarik tetap ujung AKDR masih dapat
dilihat maka jepit ujung AKDR tersebut dan tarik keluar.
Pencabutan sulit. Bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada
kanalis servikalis dengan menggunakan klem lurus atau lengkung.
Bila tidak ditemukan pada kanalis servikalis, rujuk klien ke dokter;
12. Petugas menunjukkan kepada klien AKDR yang telah dicabut;
13. Petugas mempersilahkan klien untuk turun dari tempat tidur
gynecology;

179
14. Petugas melakukan pemantauan medis dan pemberian nasehat
pasca tindakan
15. Petugas mencatat hasil pelayanan di K/IV/KB dan register kohort
KB.
8) Penatalaksanaan KB pil kombinasi
KB pil kombinasi adalah pil yang berisi hormone estrogen dan
progestin diminum oleh WUS (Wanita Usia Subur)sebagai obat
kontrasepsi. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas loket membawa K/IV/KB di ruang KIA/KB;
2. Petugas ruang KIA/KB memanggil klien sesuai urutan;
3. Petugas mencocokkan identitas klien di ruang KIA/KB dengan
K/IV/KB;
4. Petugas ruang KIA/KB melakukan anamnesa pada klien;
5. Petugas melakukan pemeriksaan fisik;
6. Petugas memberikan resep Pil Kombinasi pada klien;
7. Klien mengambil resep di apotek puskesmas Bangkingan;
8. Petugas memberikan nasehat cara menggunakan pil kombinasi
pada klien dan jika ada keluhan sewaktu-waktu dapat segera ke
petugas kesehatan;
9. Petugas mencatat hasil pelayanan di K/IV/KB dan register kohort
KB.
9) Penataksanaan KB suntik progestin
KB suntik progestin adalah suntikan yang berisi hormone
progesterone yang diberikan kepada WUS (Wanita Usia Subur)
sebagai kontrasepsi. Prosedur tindakan tersebut:
1. Petugas loket membawa K/IV/KB ke ruang KIA/KB;
2. Petugas ruang KIA/KB memanggil klien sesuai urutan;
3. Petugas mencocokkan identitas klien di ruang KIA/KB dengan
K/IV/KB;
4. Petugas ruang KIA/KB melakukan anamnesa pada klien;
5. Petugas melakukan pemeriksaan fisik pada klien. Jika sehat maka
bisa dilakukan penyuntikan;
6. Petugas memberikan resep pada klien untuk mengambil obat
suntik progestin di apotek;
7. Petugas menginstruksikan klien untuk tanda tangan blanko KB;
8. Petugas menyiapkan tempat tidur dan klien;
9. Petugas memberitahu klien akan dilakukan penyuntikan;

180
10. Petugas melakukan penyuntikan progestin pada klien dengan
lebih dulu membersihkan area penyuntikan menggunakan kapas
alkohol;
11. Petugas membuang jarum suntik ke safety box dan kapas alkohol
ke sampah medis;
12. Memberikan nasehat kunjungan ulang pada klien dan jika ada
keluhan sewaktu-waktu dapat segera ke petugas kesehatan;
13. Petugas mencuci tangan;
14. Petugas mencatat hasil pelayanan di K/IV/KB dan register kohort
KB.
10)Penataksanaan KB suntik kombinasi
KB suntik kombinasi adalah suntikan yang berisi hormone
progesterone dan estrogen yang diberikan kepada WUS (Wanita Usia
Subur) sebagai kontrasepsi dengan interval sebulan sekali. Prosedur
tindakan tersebut:
1. Petugas loket membawa K/IV/KB ke ruang KIA/KB;
2. Petugas ruang KIA/KB memanggil klien sesuai urutan;
3. Petugas mencocokkan identitas klien di ruang KIA/KB dengan
K/IV/KB;
4. Petugas ruang KIA/KB melakukan anamnesa pada klien;
5. Petugas melakukan pemeriksaan fisik pada klien. Jika sehat maka
bisa dilakukan penyuntikan;
6. Petugas memberikan resep pada klien untuk mengambil obat
suntik kombinasi di apotek;
7. Petugas menyiapkan tempat tidur dan klien;
8. Petugas memberitahu klien akan dilakukan penyuntikan;
9. Petugas melakukan penyuntikan kombinasi pada klien dengan
lebih dulu membersihkan area penyuntikan menggunakan kapas
alkohol;
10. Petugas membuang jarum suntik ke safety box dan kapas alkohol
ke sampah medis;
11. Memberikan nasehat kunjungan ulang pada klien dan jika ada
keluhan sewaktu-waktu dapat segera ke petugas kesehatan;
12. Petugas mencuci tangan;
13. Petugas mencatat hasil pelayanan di K/IV/KB dan register kohort
KB.
11) Penataksanaan pelayanan ANC

181
Pelayanan ANC adalah pemeriksaan ibu hamil dengan standart 10T
(Timbang, Tensi, Tinggi Fundus Uteri, TT, Tablet tambah darah, Temu
wicara, Tanya Resiko PMS).Prosedur tindakan tersebut:
1. Bidan memanggil pasien sesuai nomor urut, nama dan alamat;
2. Bidan mencocokan identitas pasien dengan kartu yang telah di isi
dari unit pendaftaran;
3. Bidan mengembalikan kartu bila tidak cocok ke unit pendaftaran,
apabila cocok dipersilahkan duduk;
4. Bidan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik (TB, BB, Tensi,
lingkar lengan atas) dan melaksanakan pemeriksaan palpasi
(sesuai dengan sop palpasi abdomen);
5. Bidan merujuk ke Laborat, unit pengobatangigi, unit konsultasi
gizi;
6. Bidan memberi konseling hasil pemerikasaan;
7. Bidan merujuk keunit pengobatanumum;
8. Bidan memberi resep dan mempersilahkan mengambil obat ke
unit obat;
9. Bidan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan pada kartu status
pasien, kohort ibu hamil dan buku bantu.
12)Penatalaksanaan Pemeriksaan ANC terpadu
Pemeriksaan ANC terpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif
dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil serta terpadu
dengan program lain yang memerlukan intervensi selama
kehamilannya.Prosedur tindakan tersebut:
1. Bidan menimbang BB dan TB sesuai SOP;
2. Bidan mengukur tekanan darah sesuai dengan SOP;
3. Bidan mengukur lingkar lengan atas untuk mengetahui nilai status
gizi;
4. Bidan mengukur tinggi fundus uteri sesuai dengan SOP palpasi
abdomen;

182
5. Bidan menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
(DJJ);
6. Bidan melakukan skrining status imunisasi TT dan berikan
imunisasi TT bila di perlukan;
7. Bidan memberi tablet tambah darah (tablet besi);
8. Bidan memeriksakan ke Laborat (rutin dan khusus) :
a. Pemeriksaan tes kehamilan
b. Periksa golongan darah, Hb, HbSAg, HIV/PITC;
c. Pemeriksaan protein dalam urin, Reduksi;
d. Pemeriksaan tes sifilis.
9. Bidan melakukan penanganan kasus sesuai dengan hasil
pemeriksaan antenatal dan hasil Laborat;
10. Bidan melakukan temu wicara (konseling) meliputi :
a. Perilaku hidup bersih, sehat dan asupan gizi seimbang;
b. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanan
persalinan yang aman;
c. Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta
kesiapan menghadapi komplikasi;
d. Gejala penyakit menular dan tidak menular;
e. Penawaran untuk melakukan testing dan konseling HIV;
f. Inisiasi menyusu dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif serta
KB pasca persalinan;
g. Imunisasi (TT) pada ibu hamil.
13)Penatalaksanaan Pemeriksaan DJJ dengan funandoskop
Pemeriksaan DJJ dengan funandoskop adalah
kegiatanpemeriksaankeadaanjanindalamkandungan,
dengancaramenghitungdenyutjantungjanindalam 5 detikpertama,
ketigadankelima, kemudiandikalikan 4.Prosedur tindakan tersebut:
1. Bidan menyiapkan pasien pada posisi tidur terlentang dengan
kaki diluruskan dan pakaian bawah diturunkan sampai batas
sympisis;

183
2. Bidan meletakkan funandoscope pada punctum maksimum janin;
3. Bidan menghitung DJJ dalam 1 menit penuh kemudian
didengarkan keteraturannya;
4. Bidan mencatat hasilnya ke dalam kartu status ibu dan buku KIA.
14)Penatalaksanaan Pemeriksaan neonatal
Pemeriksaan neonatal adalah Proses memeriksa tubuh pada bayi
untuk menemukan tanda klinis penyakit. Pemeriksaan meliputi
pemeriksaan fisik dan anthopometri.Prosedur tindakan tersebut:
1. Bidan mulai melakukan pemeriksaan fisik meliputi inspeksi dan
palpasi pada bayi;
2. Bidan melanjutkan dengan melakukan pemeriksaan anthopometri
meliputi timbang berat badan, panjang badan, ukur lingkar kepala
dan ukur lingkar dada;
3. Bidan mencatat hasil pemeriksaan pada kartu bayi, buku KIA/KMS
dan kohort bayi.
15)Penatalaksanaan Pemeriksaan pada ibu nifas
Pemeriksaan pada ibu nifas adalah pemeriksaan pada masa setelah
keluarga plasenta, sampai alat alat reproduksi pulih seperti sebelum
hamil dan secara normal.Prosedur tindakan tersebut:
1. Bidan memanggil pasien sesuai nomor urut, nama dan alamat;
2. Bidan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik (TB, BB, Tensi);
3. Bidan memeriksa luka jahitan post partum (bila ada);
4. Bidan memberitahu hasil pemeriksaan, mencatat hasil
pemeriksaan pada buku KIA dan memberikan konseling pada ibu;
5. Bidan memberi resep dan mempersilahkan mengambil obat ke
unit obat;
6. Bidan memberitahu jadwal kontrol ulang;
7. Bidan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan pada status
pasien.
16)Penatalaksanaan Pemerikaan palpasi abdomen

184
Pemerikaan palpasi abdomen adalah pemeriksaan pada dinding
perut ibu hamil dengan cara meraba menggunakan kedua telapak
tangan pemeriksaan (Teknik Leopold).Prosedur tindakan tersebut:
1. Bidan memberi tahu maksud dan tujuan palpasi abdomen kepada
pasien;
2. Bidan mempersilahkan pasien ke tempat tidur pemeriksaan;
3. Bidan melakukan pemeriksaan palpasi abdomen dengan teknik
leopold (1 s/d 4);
4. Bidan memberitahukan hasil pemeriksaan;
5. Bidan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan;
6. Bidan memberi resep dan mempersilahkan pasien ke unit obat.
17)Penatalaksanaan Penggunaan doppler
Penggunaan doppler adalah suatu cara menggunakan alat untuk
menghitung detak jantung janin.Prosedur tindakan tersebut:
1. Bidan memastikan baterai alat doppler penuh;
2. Bidan menyiapkan jelly;
3. Bidan mengoleskan jelly di dinding perut ibu pada daerah punctum
maximum;
4. Bidan mengaktifkan doppler dan menghitung detak jantung janin;
5. Bidan menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
(DJJ);
6. Bidan memberitahukan pada ibu hasil pemeriksaan dan matikan
doppler;
7. Bidan menghapus jelly dengan tissue;
8. Bidan mengembalikan doppler pada tempatnya.

18) Penatalaksanaan pemeriksaan SDIDTK bayi


Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas memanggil pasien dengan ramah sesuai dengan nomor urut
dan nama;

185
2. Petugas melakukan anamnese dan menentukan umur anak dengan
menanyakan tanggal,bulan dan tahun lahir anak kemudian hitung
umur anak dengan bulan;
3. Petugas melakukan pengukuran status gizi dengan melakukan
pengukuran berat badan, tinggi badan serta lingkar kepala dan
mencocokkan dengan tabel status gizi;
4. Petugas melakukan skrining/pemeriksaan perkembangan
menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP);
5. Petugas melakukan skrining/pemeriksaan perkembangan dengan Tes
Daya Dengar (TDD);
6. Petugas melakukan penjadwalan ulang DDTK sesuai dengan umur;
7. Petugas mencatat hasil akhir DDTK, Register kohort bayi, status
medik dan disertakan jenis kelainan.

19) Penatalaksanaan SDIDTK dengan KMME


Pemeriksaan SDIDTK dengan KMME (Kuesioner Masalah Mental
Emosional) adalah pemeriksaan untuk mendeteksi secara dini adanya
penyimpangan/masalah mental emosional pada anak prasekolah.
Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas memanggil pasien sesuai urutan;
2. Petugas memastikan tanggal lahir bayi/anak dan menghitung umur
berdasarkan bulan;
3. Petugas menanyakan setiap pertanyaan dengan lambat, jelas, nyaring
satu persatu kepada orangtua/pengasuh anak;
4. Petugas mencatat jumlah jawaban YA dan menghitung jumlah
jawaban YA;
5. Petugas menginterpretasi hasil KMME;
6. Petugas melakukan intervensi sesuai hasil KMME;
7. Petugas menginformasikan kepada orang tua tentang hasil KMME;
8. Petugas mencatat hasil KMME pada status anak.
20) Penatalaksanaan SDIDTK dengan KPSP
Pemeriksaan DDTK dengan KPSP (Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan) adalah pemeriksaan perkembangan anak untuk
mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.
Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas memanggil pasien sesuai urutan;
2. Petugas memastikan tanggal lahir bayi/anak dan menghitung umur
berdasarkan bulan;

186
3. Petugas memilih KPSP yang sesuai dengan umur anak;
4. Petugas menjelaskan kepada orangtua agar tidak ragu-ragu atau takut
menjawab;
5. Petugas menanyakan pertanyaan di form KPSP secara berurutan satu
persatu;
6. Petugas menginterpretasi hasil KPSP;
7. Petugas melakukan intervensi sesuai hasil KPSP;
8. Petugas menginformasikan kepada orang tua tentang hasil KPSP;
9. Petugas mencatat hasil KPSP pada status anak.
21) Penatalaksanaan SDIDTK dengan CHAT
Pemeriksaan SDIDTK menggunakan CHAT(Checklist for Autism in
Toddlers) adalah pemeriksaan perkembangan anak untuk mendeteksi
secara dini adanya autis pada anak umur 18 bulan sampai 36 bulan.
Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas memanggil pasien sesuai urutan;
2. Petugas memastikan tanggal lahir bayi/anak dan menghitung umur
berdasarkan bulan;
3. Petugas mengajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring,
satu persatu kepada orangtua atau pengasuh anak;
4. Petugas melakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan
tugas pada CHAT;
5. Petugas melakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan
tugas pada CHAT;
6. Petugas menginterpretasi hasil CHAT;
7. Petugas melakukan intervensi sesuai hasil CHAT;
8. Petugas menginformasikan kepada orang tua tentang hasil CHAT;
9. Petugas mencatat hasil CHAT pada status anak.
22) Penataksanaan SDIDTK dengan GPPH
Pemeriksaan deteksi dini gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas (GPPH) adalah pemeriksaan perkembangan anak untuk
mengetahui secara dini adanya Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas pada anak umur 36 bulan keatas. Prosedur
pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas memanggil pasien sesuai urutan;
2. Petugas memastikan tanggal lahir bayi/anak dan menghitung umur
berdasarkan bulan;
3. Petugas mengajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring,
satu persatu kepada orangtua atau pengasuh anak;

187
4. Petugas melakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan
pertanyaan pada formulir GPPH;
5. Petugas menginterpretasi hasil GPPH;
6. Petugas melakukan intervensi sesuai hasil GPPH;
7. Petugas menginformasikan kepada orang tua tentang hasil GPPH;
8. Petugas mencatat hasil GPPH pada status anak.
23) Penataksanaan SDIDTK dengan TDD
Pemeriksaan Tes Daya Dengar anakadalah pemeriksaan perkembangan
anak untuk menemukan gangguan pendengaran sejak dini agar dapat
segera ditindaklanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya dengar dan
bicara anak. Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas memanggil pasien sesuai urutan;
2. Petugas memastikan tanggal lahir bayi/anak dan menghitung umur
berdasarkan bulan;
3. Petugas memilih daftar pertanyaan TDD yang sesuai dengan umur
anak;
4. Petugas membacakan pertanyaan dengan jelas dan berurutan yang
akan dijawab oleh orangtua (anak usia ≤24 bulan) dan berupa
perintah dari orangtua kepada anak (usia ≥24 bulan);
5. Petugas menginterpretasi hasil TDD;
6. Petugas melakukan intervensi sesuai hasil TDD;
7. Petugas menginformasikan kepada orang tua tentang hasil TDD;
8. Petugas mencatat hasil TDD pada status anak.
24) Penatalaksanaan SDIDTK dengan TDL
Pemeriksaan Tes Daya Lihat (TDL) pada anak adalah pemeriksaan untuk
mendeteksi secara dini kelainan daya lihat agar segera dapat dilakukan
tindakan lanjutan sehingga kesempatan untuk memperoleh ketajaman
daya lihat menjadi lebih besar. Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas memanggil pasien sesuai urutan;
2. Petugas memastikan tanggal lahir bayi/anak dan menghitung umur
berdasarkan bulan;
3. Petugas menggantungkan poster ‘E’ setinggi mata anak pada posisi
duduk;
4. Petugas meletakkan sebuah kursi menghadap ke poster;
5. Petugas memberikan kartu ‘E’ pada anak dan melatih anak
mengarahkan kartu menghadap atas, bawah, kiri, dan kanan;
6. Petugas meminta anak menutup sebelah mata dengan buku/kertas;
7. Petugas menunjuk huruf E pada poster satu persatu berurutan sampai
batas E terkecil yang masih dapat terlihat;

188
8. Petugas mengulangi pemeriksaan pada mata satunya
9. Petugas menginterpretasi hasil TDL;
10. Petugas melakukan intervensi sesuai hasil TDL;
11. Petugas menginformasikan kepada orang tua tentang hasil TDL;
12. Petugas mencatat hasil TDL pada status anak.

25) Penatalaksanaan Pengukuran lingkar kepala anak


Pengukuran lingkar kepala anak
adalahpengukuranlingkarkepalaanakmelewatidahi,
menutupialissampaibelakangkepala yang menonjol.
Pengukurandisesuaikandenganumuranak. Umur 0 – 11
bulandilakukansetiap 3 bulan. Umur 12 – 72 bulandilakukansetiap 6
bulan.Prosedur pelaksanaannya antara lain :

1. Bidanmemposisikan anak/bayisenyamanmungkin;
2. Bidan melakukan pengukuran LKA anak dengan meletakkan alat
pengukur LKA pada kepala anak melewati dahi, menutupi alis mata,
diatas kedua telinga dan bagian belakang kepala yang menonjol lalu
tarik pita/alat pengukur agak kencang;
3. Bidan membacaangkapadapertemuandenganangka 0;
4. Bidan
menanyakantanggallahiranaklalumenghitungumuranakdalambulan;
5. Bidan mencatathasilpengukuranpadagrafiklingkaran kepala (Buku
KIA/KMS) menurutumurdanjeniskelaminanak;
6. Bidan membuatgaris yang menghubungkanantaraukuran yang
laludenganukuran yang sekarang;
7. Bidanmelakukanintervensi :
a. Bila ukuran lingkar kepala anak berada di ”jalur hijau” maka
NORMAL dan buat jadwal untuk pengukuran ulang LKA;
b. Bila ukuran lingkar kepala anak berada di luar ”jalur hijau” maka
lingkar kepala TIDAK NORMAL (Diatas jalur hijau disebut
Makrosefal, dibawah jalur hijau disebut Mikrosefal) dan segera
merujuk bayi/anak yang LKA tidak normal (Makrosefal maupun
Mikrosefal);

189
8. Bidan menjadwalulangpengukuran LKA.

26) Penatalaksanaan Pengisian Kartu Skor Poedji Rochjati


Pengisian Kartu Skor Poedji Rochjati adalah suatu penilaian kondisi
pada ibu hamil yang dapat menyebabkan kemungkinan
resiko/bahaya terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat
menyebabkan terjadinya AKI atau AKB.Prosedur tindakan tersebut:
1. Bidan memanggil ibu hamil sesuai nomor urut, nama dan alamat;
2. Bidan melakukan skrining/deteksi dini faktor resiko :
a. Semua ibu hamil mempunyai skor awal 2;
b. Kondisi ibu hamil/faktor resiko yang berhubungan dengan umur,
paritas dan riwayat persalinan yang lalu, yaitu primi muda
(terlalu muda hamil I ≤ 16 th), primitua (terlalu tua hamil I ≥ 35
th dan terlalu lambat hamil I, kawin ≥ 4 th), terlalu cepat hamil
lagi (<2 th), primitua sekunder (terlalu lama hamil lagi ≥ 10 th),
grande multi (terlalu banyak anak, 4 atau lebih), terlalu tua umur
ibu ≥ 35 th, tinggi badan terlalu pendek ≤ 145 cm, riwayat
obstetrik jelek (pernah gagal kehamilan yang lalu), pernah
melahirkan dengan tindakan bukan operasi (tarikan
tang/vakum), pernah operasi sesar. Diberi skor 4, kecuali bekas
SC 8;
c. Penyakit pada ibu hamil, bengkak pada tungkai muka dan
tekanan darah tinggi, hamil kembar, hidramnion, bayi mati
dalam kandungan, kehamilan lebih bulan, letak sugsang, dan
letak lintang. Diberi skor 4, kecuali letak sungsang dan letak
lintang diberi skor 8;
d. Perdarahan ante partum dan pre-eklampsi berat/ eklampsia
skor 8;
3. Bidan menjumlah skor pada tiap kontak, jumlahkan skor awal dari
ibu hamil dan skor dari faktor resiko yang ada pada waktu kontak
yang sama;

190
4. Bidan mencatat temuan pada KSPR dan buku KIA.
27)Penatalaksanaan Register kohort anak balita
Register kohort anak balita adalah sumber pelayanan anak
balita.Prosedur tindakan tersebut:
1. Bidan mengisi kolom 1 dengan nomor urut, setiap ganti tahun di
mulai dengan angka satu (1);
2. Bidan mengisi kolom 2 dengan nomor induk kependudukan (NIK)
yang diperoleh dari Dukcapil sesuai dengan akta kelahiran;
3. Bidan mengisi kolom 3 dengan nama anak dengan lengkap
(bukan nama orangtua);
4. Bidan mengisi kolom 4 dengan tanggal, bulan dan tahun lahir
anak dengan jelas;
5. Bidan mengisi kolom 5 sesuai dengan jenis kelamin anak L/P;
6. Bidan mengisi kolom 6 dengan nama lengkap ibu sesuai KTP;
7. Bidan mengisi kolom 7 dengan alamat domisili anak dan nomor
telepon/HP, bila ada;
8. Bidan mengisi kolom 8 di beri tanda rumput (√) bila punya buku
KIA atau di kosongkan bila tidak punya buku KIA;
9. Bidan mengisi kolom 9-10 dengan tanggal, bulan dan tahun
diberikan pelayanan imunisasi;
10. Bidan mengisi kolom 11-70 dengan :
a. Diberi garis tebal sebagai pembatas untuk umur 18, 24, 30, 36,
42, 48, 54, dan 60 bulan;
b. Diisi tanggal dan bulan pelayanan;
c. Diisi tempat pelayanan, kode pelayanan, BB dalam kg, kode
kondisi anak balita;
11. Bidan mengisi kolom 71-72 dengan tanggal, bulan dan tahun di
berikan pelayanan, tempat pelayanan, status gizi, dan hasil
pelayanan SDIDTK, pemberian ARV pada anak EID+/SERO+;

191
12. Bidan mengisi kolom 73 dengan tanggal, bulan dan tahun
kematian, kode tempat kematian, penyebab kematian
(Pneumonia, Diare, DBD, Tetanus, Difteri, dll);
13. Bidan mengisi kolom 74 dengan keterangan baru pindah atau
domisili, dll.
28)Penatalaksanaan Register kohort anak pra sekolah
Register kohort anak pra sekolah adalah sumber pelayanan anak pra
sekolah.Prosedur tindakan tersebut:
1. Bidan mengisi kolom 1-3 dengan nomor reg, nama anak
prasekolah dan alamat;
2. Bidan mengisi kolom 2 dengan nama anak, tanggal lahir, nama
orangtua (ayah dan ibu);
3. Bidan mengisi kolom 4 dengan umur anak dalam bulan;
4. Bidan mengisi kolom 5 dengan jenis kelamin anak L/P;
5. Bidan mengisi kolom 6 dengan urutan anak ke ....;
6. Bidan mengisi kolom 7-42 dengan tanggal, tempat dan hasil
pelayanan dengan kode (termasuk kasus atau penyakit yang
ditemukan);
7. Bidan mengisi kolom 43 dengan keterangan pindah, meninggal
dengan tanggal serta penyebabnya.
29)Penatalaksanaan Register kohort bayi
Register kohort bayi adalah sumber pelayanan bayi.Prosedur
tindakan tersebut:
1. Bidan mengisi buku register kohort bayi pada kolom 1-8 sudah
jelas untuk baris 4 vit k1 bila diberikan setelah kelahiran;
2. Bidan mengisi kolom 9 dengan tanda (+) bila punya buku KIA;
3. Bidan mengisi kolom 10 dengan klasifuikasi/diagnosis jika lahir
dengan komplikasi, jenis pelayanan yang diberikan (IMD dan
Vit.K), diisi tanda (+) jika meninggal dan tulis penyebab kematian;
4. Bidan mengisi kolom 11-13 yaitu tanggal, bulan, tempat pelayanan
termasuk klasifikasi kuningpada MTBM diagnosis penyakit bila
sakit (+) jika meninggal dan tulis penyebab kematian;

192
5. Bidan mengisi kolom 14-37 tanggal kunjungan dan kode
pelayanan, tempat pelayanan, kasus/penyakit yang ditemukan;
6. Bidan mengisi kolom 38 dengan tanggal dan bulan pemberian
vit.A;
7. Bidan mengisi kolom 39-44 dengan tanggal dan bulan pemberian
imunisasi;
8. Bidan mengisi kolom 45 dengan tanggal, penyebab, tempat
kematian;
9. Bidan mengisi kolom 46 bila masuk usia anak balita dan atau
pindah domisili.

30)Penatalaksanaan Register kohort ibu


Register kohort ibu adalah sumber pelayanan ibu hamil.Prosedur
tindakan tersebut:
1. Bidan mengisi kolom 6-18 dengan angka;
2. Bidan mengisi kolom 19-20 dengan tanggal dan skor sesuaikan
dengan KSPR (bila RT diberi tanda lingkaran merah), untuk
kunjungan pertama dan kunjungan ulang;
3. Bidan mengisi kolom 21-22 dengan jarak kehamilan terakhir
(dalam bulan/tahun);
4. Bidan mengisi kolom 23 dengan status imunisasi pada kunjungan
pertama (dalam bulan/tahun);
5. Bidan mengisi kolom 24 sesuai dengan imunisasi TT dan tanggal
imunisasi;
6. Bidan mengisi kolom 25 dengan tanda (+) bagi ibu yang diberi
buku KIA / di pasang stiker P4K;
7. Bidan mengisi kolom 26-49 dengan tanggal, tempat pelayanan,
kode pelayanan, kasus/komplikasi, tanda pagar setiap trimester;
8. Bidan mengisi kolom 50 dengan tanggal, tempat dan jenis
persalinan dan kasus/komplikasi;
9. Bidan mengisi kolom 51 dengan tanggal;

193
10. Bidan mengisi kolom 52 dengan tanggal;
11. Bidan mengisi kolom 53-54 dengan BB dalam gram dan jenis
kelamin L/P.
12. Bidan mengisi kolom 55-57 dengan tanggal kunjungan,
kasus/komplikasi dan kode pelayanan;
13. Bidan mengisi kolom 58 bila ibu hamil pindah (dengan keterangan
pindah), keguguran, lahir premature, kematian ibu (tanggal,
penolong, (+)).
31)Penatalaksanaan Pengukuran lila/lingkar lengan atas
Pengukuran lila/lingkar lengan atas adalah kegiatan yang bertujuan
untuk mengetahui resiko KEK/Kekurangan Energi Kronis wanita usia
subur dengan menggunakan pita pengukur lingkar lengan
atas/metelin.Prosedur tindakan tersebut:
1. Bidan memastikan pada pasien apakah pasien kidal atau tidak;
2. Bidan meminta pasien untuk menyingsingkan lengan baju yang
jarang dipakai aktifitas;
3. Bidan menetapkan posisi bahu;
4. Bidan mengukur panjang lengan antara bahu dan siku, kemudian
mencari titik tengah;
5. Bidan melingkarkan pita lingkar lengan pada pertengahan lengan;
6. Bidan memastikan pita tidak terlalu ketat dan terlalu longgar;
7. Bidan membaca hasil skala yang tertera pada pita;
8. Bidan mencatat hasil dalam kartu status pasien.
32)Penatalaksanaan Penimbangan berat badan bayi
Penimbangan berat badan bayi adalah alat untuk mengukur berat
badan bayi mulai dari 0-10 kg (0-10.000 gr).Prosedur
pelaksanaannya antara lain :
1. Bidan menjelaskan pada pasien tentang maksud penimbangan;
2. Bidan mengecek timbangan dan memastikan jarum timbangan
dalam posisi angka nol;
3. Bidan meletakkan bayi di atas timbangan;

194
4. Bidan melihat jarum berhenti pada angka yang sudah di tunjuk
pada timbangan;
5. Bidan mencatat hasil timbangan di kartu pasien.
33)Penatalaksanaan Tindik pada balita
Tindik pada balita adalah membuat lubang pada cuping telinga
bagian bawah baik kanan maupun kiri untuk tujuan
kecantikan.Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Bidan menyiapkan posisi pasien jika digendong atau dipangku
kepala dimiringkan;
2. Bidan melakukan disenfektan pada telinga kanan dan kiri dengan
kapas alkohol dan anting-anting. Kemudian masukkan anting-
anting ke telinga sampai menembus telinga belakang dilanjutkan
dengan penekanan memakai kapas alkohol;
3. Bidan melakukan pencatatan pada kartu pasien.
20)Penatalaksanaan Penatalaksanaan Layanan terpadu
Layanan terpadu adalah layanan yang disusun dengan tujuan yang
jelas, dan terkoordinir serta melibatkan penanganan oleh tim
kesehatan antar profesi. Langkah-langkah di dalam layanan terpadu
meliputi :
1. Apabila Petugas menemukan kasus yang perlu Pelayanan
Terpadu, pasien dirujuk ke unit terkait;
2. Petugas mengisi data dalam rekam medik pasien;
3. Petugas mengantar Pasien ke unit terkait dengan
membawarekam medis pasien beserta buku pelayanan
berkesinambungan;
4. Bila petugas di unit yang dituju merasa perlu mengirim kembali
pasien ke unit asal, pasiendikirim kembali.

2. Unit Gizi, Kesling


a) Pra dan Paska Pelayanan
Pra Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan sebelum
kegiatan pelayanan meliputi tempat, sound system, barang cetak dan alat
tulis
Kegiatan pra pelayanan di unit konsultasi Puskesmas Bangkingan meliputi :
1) Melakukan cuci tangan 6 langkah sebelum memulai pelayanan

195
2) Menyiapkan alat,buku dan formulir yang diperlukan
3) Menata meja dan kursi
4) Mencatat pada checklist pra pelayanan

Pasca Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan setelah


kegiatan pelayanan meliputi tempat, barang cetak, alat tulis, sampah medis
dan alat medis.
Kegiatan paska pelayanan di unit konsultasi puskesmas Bangkingan meliputi
:
1) Melakukan cuci tangan 7 langkah setelah selesai pelayanan
2) Memasukkan alat-alat/buku/formulir di laci / lemari
3) Mencatat pada checklist pasca pelayanan
b) Pengkajian Awal Klinis
Pengkajian awal klinis adalah suatu kegiatan wawancara yang dilakukan
terhadap pasien untuk mengumpulkan data penyakit.Pengkajian awal klinis
merupakan tahapan yang cukup penting dalam memberikan pelayanan
kepada pasien karena ketepatan pengkajian awal klinis berpengaruh pada
ketepatan penatalaksanaan selanjutnya.
Langkah-langkah dalam pengkajian awal klinis meliputi proses pemanggilan
pasien oleh petugas sesuai dengan urutan sesuai dengan nomer yang ada
kartu status dilanjutkan memberi sapaan kepada pasien. Selanjutnya
petugas harus mencocokkan identitas pasien dengan rekam medis untuk
menghindari resiko tertukarnya kartu status. Untuk memastikan kecocokan
tersebut, petugas harus menanyakan nama pasien, umur, serta alamat
apakah sesuai dengan yang tercantum pada kartu status. Proses pengkajian
awal klinis dilanjutkan dengan tahap anamnesa penyakit yang meliputi
keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
dalam keluarga, lama sakitnya, pengobatan yang sudah didapat, serta
riwayat alergi obat.Semua hal yang telah dilakukan pada proses pengkajian
awal klinis harus dicatat pada kartu rekam medis sebelum pasien
dikonsulkan ke dokter atau sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.

c) Penatalaksanaan Layanan terpadu


Layanan terpadu adalah layanan yang disusun dengan tujuan yang jelas,
dan terkoordinir serta melibatkan penanganan oleh tim kesehatan antar
profesi. Langkah-langkah di dalam layanan terpadu meliputi :

196
1. Apabila Petugas menemukan kasus yang perlu Pelayanan Terpadu, pasien
dirujuk ke unit terkait;
2. Petugas mengisi data dalam rekam medik pasien;
3. Petugas mengantar Pasien ke unit terkait dengan membawarekam medis
pasien beserta buku pelayanan berkesinambungan;
4. Bila petugas di unit yang dituju merasa perlu mengirim kembali pasien ke
unit asal, pasiendikirim kembali.

2. Unit Konsultasi Gizi


Pelayanan gizi dilakukan untuk mewujudkan perbaikan gizi pada seluruh
siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia
dengan prioritas kepada kelompok rawan gizi. Intervensi gizi pada
pelayanan gizi di dalam mencakup penyelenggaraan pemberian makan
pasien, pemantauan asupan makanan, konseling gizi dan pengaturan diet
apabila diperlukan. Pelayanan gizi rawat inap merupakan serangkaian
kegiatan yang meliputi :
1. Perbaikan gizi
2. Penentuan diagnosa gizi
3. Intervensi gizi
4. Monitoring dan evaluasi asuhan gizi

Tahapan pelayanan gizi di dalam diawali dengan skrining/penapisan gizi


oleh tenaga kesehatan Puskesmas untuk pasien dengan kondisi khusus
seperti ibu melahirkan, Typus, Diare,Gastristid, dll. Apabila tenaga
kesehatan menentukan pasien berisiko masalah gizi maka pasien akan
memperoleh asuhan gizi dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pengkajian gizi
Pengkajian gizi bertujuan untuk mengidentifikasi masalah gizi dan faktor
penyebab melalui pengumpulkan, verifikasi, dan interpretasi data secara
sistematis. Kategori data pengkajian gizi meliputi :
1) Data Antropometri
Pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan berbagai cara
meliputi pengukuran TB, BB dan Lingkar Lengan Atas ( LILA )
2) Data Riwayat Gizi
Ada dua macam cara pengkajian riwayat gizi pasien yaitu secara
kualitatif dan kuantitif :

197
(1) Pengkajian riwayat gizi secara Kualitatif dilakukan untuk
memperoleh gambaran kebiasaan makan/pola makan sehari
berdasarkan frekuensi konsumsi makanan.
(2) Pengkajian gizi secara Kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan
gambaran asupan zat gizi sehari, dengan cara recall 24 jam, yang
dapat diukur dengan menggunakan bantuan food model.

3) Data Hasil Pemeriksaan Laborat


Data hasil Laborat dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan
biokimia darah terkait gizi dalam rangka mendukung diagnosa penyakit
serta menegakkan diagnosis gizi pasien/klien. Hasil pemeriksaan
labiratorium ini dilakukan juga untuk menentukan intervensi gizi dan
memonitor/mengevaluasi terapi gizi. Contoh data hasil pemeriksaan
Laborat terkait gizi yang dapat digunakan misalnya kadar gula darah,
kolesterol, LDL, HDL, trigliserida, kreatinin,dll
b. Penentuan Diagnosa Gizi
Diagnosa gizi spesifik untuk masalah gizi bersifat sementara sesuai
respon pasien. Dalam melakukan asuhan gizi, tenaga gizi puskesmas
seharusnya bisa menegakkan diagnosis gizi secara mandiri tanpa
meninggalkan komunikasi dengan profesi lain di puskesmas.
Tujuan diagnosa gizi adalah mengidentifikasi adanya masalah gizi, faktor
penyebab, serta tanda dan gejala yang ditimbulkan. Untuk mengetahui
ruang lingkup diagnosis gizi dapat merujuk pada Buku Pedoman Proses
Asuhan Gizi Terstandar, Kementrian Kesehatan RI, 2014 atau Buku
Pedoaman Asuhan Gizi di Puskesmas, WHO dan Kementrian Kesehatan
RI, 2011
c. Pelaksanaan Intervensi Gizi
Intervensi gizi adalah suatu tindakan yang terencana yang ditunjukan
untuk mengubah perilaku gizi, kondisi lingkungan, atau aspek status
kesehatan individu. Intervensi gizi dalam rangka pelayan gizi rawat inap
meliputi :
1) Penentuan jenis diet sesuai kebutuhan gizi individual

198
Jenis diet disesuaikan dengan keadaan/penyakit serta kemampuan
pasien/klien untuk menerima makanan dengan memperhatikan
pedoman gizi seimbang, faktor aktifitas, faktor stress serta kebiasaan
makan/pola makan. Jenis diet pertama kali ditetapkan oleh dokter.
2) Konseling Gizi
Konseling yang diberikan sesuai kondisi pasien/klien meliputi konseling
gizi terkait penyakit, konseling ASI, konseling Pemberian Makanan Bayi
dan Anak ( PMBA ). Tujuan konseling yaitu untuk mengubah perilaku
dengan cara meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai
masalah gizi yang dihadapi.
3) Penyelanggarkan Makanan
Penyelanggaraan makanan dalam gedung merupakan rangkaian
kegiatan mulai perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan
makanan, perencanaan anggaran belanja, penerimaan, pendistribusian
dan pencatatan pelaporan hasil evaluasi.

d. Monitoring dan Evaluasi Asuhan Gizi Rawat Inap


Kegiatan utama dari monitoring dan evaluasi asuhan gizi adalah
memantau pemberian intervensi gizi secara berkesinambungan untuk
menilai kemajuan penyembuhan dan status gizi pasien. Hal – hal yang
dimonitoring dan evaluasi dalam asuhan gizi rawat inap antara lain :
a. Perkembangan data antropometri
b. Perkembangan data hasil pemeriksaan Laborat terkait gizi
c. Perkembangan asupan makanan termasuk daya terima makanan
d. Perkembangan diagnosa gizi
e. Perubahan perilaku dan sikap
f. Perubahan diet
Pemantauan tersebut mencakup antara lain respon pasien terhadap diet
yang diberikan, bentuk makanan, tolerensi terhadap makanan yang
diberikan, adanya mual, muntah, keadaan klinis, defekasi, perubahan data
Laborat, dll. Tindak lanjut dilaksanakan berdasarkan kebutuhan sesuai
dengan hasil evaluasi gizi.

199
Untuk pasien yang dirawat perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi
Hospital Malnutrition. Selain itu evaluasi status gizi dan asupan makan
juga dilakukan secara rutin.
1) Prosedur konsultasi gizi

2. Petugas menerima form rujukan internal dari Unit terkait;


3. Petugas memanggil pasien dengan ramah dan mempersilahkan
masuk;
4. Petugas mengecek identitas pasien;
5. Screening awal dengan melakukan penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan;
6. Petugas melakukan pengkajian gizi (BB, TB, IMT) dan hasil Laborat;
7. Petugas melakukan anamnesa data awal dan riwayat makan pasien
untuk menemukan masalah gizi;
8. Memberikan asuhan gizi dengan dibantu media leaflet sesuai dengan
penyakit yang diderita;
9. Memberikan leaflet yang sudah diisi;
10. Evaluasi kepada pasien tentang asuhan gizi yang telah
dilaksanakan,bagi klien untuk kunjungan ulang;
11. Mencatat hasil pelaksanaan asuhan gizi pada buku register konseling
gizi.
2) Penataksanaan penimbangan berat badan
Penimbangan berat badan adalah ukuran antropometri untuk mengetahui
jumlah protein, lemak, air dan mineral tulang.Prosedur pelaksanaannya
antara lain :
1. Petugas memastikan alat timbang menunjukkan tepat pada angka 0;
2. Petugas meminta pasien untuk naik ke alat timbang dengan posisi
kaki tepat di tengah alat timbang tetapi tidak menutupi angka;
3. Petugas memperhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat
timbang, sikap tenang (JANGAN BERGERAK-GERAK) dan kepala
tidak menunduk (memandang lurus kedepan);
4. Petugas melihat angka di alat timbang;
5. Petugas mencatat angka yang terakhir pada buku register.
3) Penatalaksanaan Penimbangan berat badan bayi

200
Penimbangan berat badan bayi adalah alat untuk mengukur berat badan
bayi mulai dari 0-10 kg (0-10.000 gr).Prosedur pelaksanaannya antara lain :
6. Bidan menjelaskan pada pasien tentang maksud penimbangan;
7. Bidan mengecek timbangan dan memastikan jarum timbangan dalam
posisi angka nol;
8. Bidan meletakkan bayi di atas timbangan;
9. Bidan melihat jarum berhenti pada angka yang sudah di tunjuk pada
timbangan;
10. Bidan mencatat hasil timbangan di kartu pasien.
4) Penatalaksanaan Pengukuran panjang badan bayi
Penatalaksanaan Pengukuran panjang badan bayi adalah cara untuk
mengetahui panjang badan bayi.Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas meletakkan alat pada permukaan yang rata dengan ketinggian
yang nyaman untuk mengukur dan cukup kuat sebelum mengukur
panjang bayi;
2. Petugas melepaskan tutup kepala bayi misalnya topi, hiasan rambut,
dan kaos kaki bayi sebelum mengukur panjang bayi;
3. Petugas berdiri pada salah satu sisi. Sebaiknya sisi yang paling dekat
dengan skala pengukur;
4. Petugas meletakkan bayi dengan kepala menempel pada bagian
kepala;
5. Petugas memposisikan kepala bayi sehingga sudut luar mata dan sudut
atas liang telinga berada pada garis yang tegak lurus;
6. Petugas mempertahankan kepala bayi pada posisi;
7. Petugas meluruskan tubuh bayi sejajar;
8. Petugas meluruskan tungkai bayi bila perlu salah satu tangan pengukur
menahan agar lutut bayi lurus;
9. Petugas menekan lutut bayi kebawah dengan lembut dan tangan yang
lain mendorong atau menggerakkan bagian kaki sehingga menempel
dengan tumit bayi;
10. Petugas memposisikan kaki bayi adalah jari kaki menunjuk ke atas;

201
11. Petugas membaca ukuran panjang badan bayi sampai 0,1 cm terdekat.
Pengukuran dapat dilakuakan pada satu atau dua kaki bayi.
5) Penataksanaan Pengukuran Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan adalah cara untuk mengetahui tinggi
badan.Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas meminta pasien untuk melepas alas kaki dan penutup kepala;
2. Petugas meminta pasien berdiri membelakangi dinding dengan pita
meteran berada di tengah bagian kepala;
3. Petugas memastikan posisi tegak bebas dan sikap tegas;
4. Petugas memastikan tumit rapat, tetapi ibu jari kaki tidak rapat serta
kepala, tulang belikat, pinggul dan tumit menempel kedinding dan
pandangan anak lurus ke depan;
5. Petugas melakukan pengukuran;
6. Petugas membacakan hasil pengukuran;
7. Petugas mencatat hasil pengukuran.
6) Penatalaksanaan menghitung IMT
Menghitung IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan.Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas melakukan penimbangan berat badan;
2. Petugas melakukan pengukuran tinggi badan;
3. Petugas menghitung IMT dengan rumus yang ada;
4. Petugas mengklasifikan hasil IMT yang di dapat
a. Kurus
a.) Kekurangan berat badan tingkat berat < 17, 0
b.) Kekurangan berat badan tingkat ringan
b. Normal > 18,5-25,0
c. Gemuk
a.)Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25,0-27,0
b.)Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0;
5. Petugas membacakan hasil perhitungan IMT dan memberi tahukan
klasifikasinya.
7) Pemberian Vitamin A
Pemberian Vitamin A merupakan salah satu pemberian zat gizi penting
yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati,tidak dapat dibuat oleh

202
tubuh,sehingga harus dipenuhi dari luar (essensial), berfungsi untuk
penglihatan,pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit dan kegiatan ini dilakukan di puskesmas.Prosedur
pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas melakukan pemberian Vitamin A sesuai dengan usia:
a. Vitamin A 100.000 SI untuk bayi umur 6-11 bulan yang berwarna biru
setiap bulan Februari dan Agustus
b. Vitamin A 200.000 SI untuk balita umur 12-59 bulan yang berwarna
merah setiap bulan Februari dan Agustus
c. Ibu nifas (0-42 hari) setelah melahirkan diberikan segera 1 kapsul
vitamin A 200.000 SI warna merah dan 1 kapsul lagi diberikan
dengan selang waktu minimal 24 jam;
2. Petugas menulis di kartu bantu;
3. Petugas menghitung jumlah balita yang dapat Vitamin A;
4. Petugas membuat laporan;
5. Petugas mengirim laporan ke Dinas Kesehatan Kota.
8) Penatalaksanaan Pemberian PMT pada ibu hamil KEK
Pemberian PMT pada ibu hamil KEK adalah kegiatan yang dilakukan guna
memperbaiki status gizi ibu hamil yang kekurangan energi kronis dengan
kriteria LILA kurang dari 23,5 cm.Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Petugas menerima rujukan ibu hamil KEK dari KIA;
2. Petugas melakukan pengukuran dan pencatatan antropometri oleh
petugas gizi;
3. Petugas membagikan PMT untuk ibu hamil KEK;
4. Petugas melakukan dokumentasi.

3. Unit Konsultasi Kesehatan Lingkungan


Pelayanan Kesehatan Lingkungan untuk klien adalah kegiatan atau
serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial guna
mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
faktor risiko lingkungan;

203
Konseling adalah hubungan komunikasi antara Tenaga Kesehatan
Lingkungan dengan pasien yang bertujuan untuk mengenali dan
memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi.
1. Pelayanan Kesehatan Lingkungan untuk klien
Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Klienmendaftar di Ruang Pendaftaran;
2. Petugas pendaftaran mencatat/ mengisi kartu status dan meminta
Klien menuju ke Unit Pelayanan Konsultasi;
3. Klien melakukan konsultasi terkait masalah kesehatan lingkungan
atau penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
Faktor Risiko Lingkungan;
4. Petugas Kesehatan Lingkungan mencatat hasil Konseling dalam
formulir pencatatan status kesehatan lingkungan;
5. Dalam hal diperlukan berdasarkan hasil Konseling dan/atau
kecenderungan berkembang atau meluasnya penyakit atau kejadian
kesakitan akibat Faktor Risiko Lingkungan, petugas Kesehatan
Lingkungan membuat janji dengan klien untuk dilakukan Inspeksi
Kesehatan Lingkungan dan selanjutnya klien dapat pulang.
2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan untukpasien
Prosedur pelaksanaannya antara lain :
1. Pasien mendaftar di ruang pendaftaran;
2. Petugas pendaftaran mencatat/mengisi kartu status;
3. Petugas pendaftaran mengantarkan kartu status tersebut ke unit
pelayanan umum;
4. Petugas di unit pelayananPuskesmas (Dokter, Bidan, Perawat)
melakukan pemeriksaan terhadap Pasien dengan penyakit berbasis
lingkungan;
5. Pasien selanjutnya dirujuk keUnit pelayanan konsultasi untuk
mendapatkan pelayanan Konseling;
6. Untuk melaksanakan Konseling tersebut, petugas Kesehatan
Lingkungan mengacu pada Contoh Bagan dan Daftar Pertanyaan
Konseling;

204
7. Hasil Konseling dicatat dalam formulir pencatatan status kesehatan
lingkungan;
8. Dalam hal diperlukan berdasarkan hasil Konseling dan/atau hasil
surveilans kesehatan menunjukkan kecenderungan berkembang atau
meluasnya penyakit atau kejadian kesakitan akibat Faktor Risiko
Lingkungan, petugas Kesehatan Lingkungan membuat janji Inspeksi
Kesehatan Lingkungan
9. Setelah Konseling di Unit pelayanan konsultasi, Pasien dapat
mengambil obat di Unit pelayanan kefarmasian dan selanjutnya Pasien
pulang.

3. Unit Pelayanan Kefarmasian


a) Pra dan Paska Pelayanan
Pra Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan sebelum
kegiatan pelayanan meliputi tempat, sound system, barang cetak dan
alat tulis
Kegiatan pra pelayanan di unit pelayanan kefarmasian Puskesmas
Bangkingan meliputi :

1. Petugas datang sebelumpukul 07.30 WIB;


2. Petugas menyalakan lampu ruangan unit pelayanan kefarmasian;
3. Petugas menyalakan pendingin ruangan;
4. Petugasmembersihkan semua peralatan puyer (mortir, stamper, dan
blender obat);
5. Petugas mengisi check list kebersihan ruangan unit pelayanan
kefarmasian;
6. Petugas mengecek semua obat, bila terdapat obat yang habis
segera diisi di masing-masing kaleng atau kotak obat yang tersedia;
7. Petugas mempersiapkan semua peralatan yang dibutuhkan untuk
pelayanan (Sendok obat, kertas puyer, kantong plastik obat,
ballpoint, spidol, gunting, staples dan isinya);
8. Petugas mengecek air mineraluntuk melarutkan sirup kering, bila
hampir habis segera dilakukan pengisian ulang;

205
9. Pelayanan resep pasien siap dilakukan.
10. Mencatat pada checklist pra pelayanan
Pasca Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan setelah
kegiatan pelayanan meliputi tempat, sound system, barang cetak, alat
tulis, sampah medis dan alat medis.
Kegiatan paska pelayanan di unit pelayanan kefarmasian puskesmas
Bangkingan meliputi :
1. Petugas mencuci semua peralatan yang masih kotor;
2. Petugas menutup rapat kaleng-kaleng obat yang masih terbuka;
3. Petugas merapikan peralatan pendukung pelayanan (gunting,
stapler, ballpoint, spidol) untuk diletakkan pada kotak peralatan;
4. Petugas membersihkan meja pelayanan;
5. Petugas merekapitulasi pemakaian obat dalam satu hari pada
komputer, kemudian dimasukkan pada buku register obat;
6. Petugas mematikan pendingin ruangan;
7. Petugas mematikan lampu ruangan;
8. Petugas menutup dan mengunci pintu ruangan.
9. Mencatat pada checklist pasca pelayanan
b) Prosedur Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Pelayanan Resep
Resep adalah permintaan terrtulis dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pelayanan
reesp adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non
teknis yang yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan resep
peracikan obat sampai dengan penyerahan obat kepada pasien.
Pelayanan resep dilakukan sebagai berikut :
2.1 Penerimaan Resep
Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Persyaratan administratif , yaitu : Nama, No. SIP Dokter, tanggal
resep, umur, dan alamat pasien
b. Persyaratan farmasetik, yaitu bentuk dan kekuatan sediaan, dosis
dan jumlah obat, stabilitas dan ketersediaan, aturan dan cara
penggunaan obat, inkompatibilitas (ketidakcampuran obat).

206
c. Pertimbangan klinik seperti ketepatan indikasi, dosis dan waktu
penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan efek
samping obat, kontra indikasi, efek adiktif.
d. Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada
resep atau obatnya tidak tersedia.
2.2 Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
menggunakan alat, dengan memperhatikan nama obat, tanggal
kadaluarsa dan keadaan fisik obat
b. Peracikan obat
c. Pemberian etiket untuk penandaaan obat
d. Memasukan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk
obat yang berbeda untuk menjaga mutuobat dan penggunaan
yang salah.
2.3 Penyerahan obat
Setelah peracikan obat, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada
etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat.
2. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan
cara yang baik dan sopan, mengingat pasien dalam kondisi tidak
sehat.
3. Memastikan bahwayang menerima adalah pasien atau
keluarganya
4. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain
terkait dengan obat tersebut, antara lain : nama obat, kekuatan
obat, frekuensi minum obat, sebelum/saat/sesudah makan,
makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungikanan efek
samping yang mungkin terjadi dan tindakan yang harus dilakukan,
serta cara penyimpanan obat di rumah.
2) Penatalaksanaan Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat harus benar, jelas, mudah dimengerti,
akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam
upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Sumber informasi

207
obat dapat berupa buku dan brosur obat.Informasi obat yang
diperlukan pasien adalah :
3. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali sehari obat
digunakan , apakah waktu pagi,siang sore atau malam. Dalam hal
ini termasuk apakah obat diminum sebelum, saat atau sesudah
makan.
4. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau
harus dihabiskan meskipun sudah merasa sembuh. Obat antibiotik
harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.
5. Cara menggunakan obat yang benar akan menentukan
keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat
penjelasan mengenai cara penggunaaan obat yang benar
terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, tetes
mata, salep mata, obat tetes hidung, obat tetes hidung,tetes
telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina.
3)Penatalaksanaan menulis kartu stok
Kartu stok adalah kartu yang digunakan untuk mencatat pengeluaran
dan penerimaan obat. Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas mencatat tanggal penerimaan/pengeluaran obat pada kolom
tanggal;
2. Petugas mencatat asal penerimaan obat (APBD,DAK, JKN,
Program);
3. Petugas mencatat jumlah obat yang diterima/dikeluarkan;
4. Petugas menghitung berapa jumlah antara sisa obat dengan obat
yang diterima, bila ada penerimaan;
5. Petugas menghitung berapa obat yang tersisa bila ada pengeluaran;
Petugas mencatat sisa obat pada kolom sisa.
4) Penatalaksanaan melarutkan sirup kering
Sirup kering adalah sediaan sirup yang berupa serbuk yang
pemakaiannya harus dilarutkan terlebih dahulu dengan air.Prosedur
pelaksanaannya:
1. Petugas membersihkan gelas ukur yang akan dipakai;

208
2. Petugas membaca etiket pada botol sirup untuk mengetahui jumlah
pelarut yang harus ditambahkan;
3. Petugasmenuang pelarut (aqua) ke dalam gelas ukur sebanyak
sesuai ukuran yang tercantum pada botol kemasan;
4. Petugasmenuang pelarut ke dalam botol sirup;
5. Petugasmengocok sirup yang sudah diberi pelarut sampai homogen;
6. Petugasmenutup kembali botol sirup yang telah dilarutkan.
5) Penatalaksanaan penulisan etiket
Label atau etiket adalah catatan kecil berisi tanggal peracikan obat,
nama pasien, aturan pakai, cara pemakaian obat yang dicantumkan
pada kemasan obat.Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas menyiapkan kantong plastik atau kertas etiket sesuai jenis
obat;
2. Petugas menuliskan nomor resep, tanggal peracikan, dan nama
pasien;
3. Petugas menuliskan aturan pakai obat sesuai yang tercantum pada
resep;
4. Petugas menuliskan cara penggunaan obat.
6) Penatalaksanaan Pemanggilan pasien
Pemanggilan pasien adalah proses cara memanggil nama pasien
berdasarkan tumpukan resep dengan suara yang jelas dan sopan.
Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas memberi nomor resep pasien sesuai dengan urutan
menumpuk resep;
2. Petugas menyiapkan obat pasien sesuai dengan SOP pelayanan
obat;
3. Petugas memanggil nama pasien sesuai dnegan yang tertera di
resep;
4. Petugas mencocokkan nama yang tertulis di resep dengan nama
pasien yang datang;
5. Petugas memberikan obat yang telah disiapkan kepada pasien
dengan informasi yang jelas tentang penggunaan obat yang
diberikan.
7) Penatalaksanaan Alur pelayanan resep obat

209
Alur pelayanan resep obat adalah proses kegiatan pengeluaran dan
penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan yang ada di
puskesmas.Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas farmasi menerima buku bantu dari unit pelayanan di setiap
bulannya;
2. Petugas farmasimenghitung kebutuhan obat unit pelayanan dari
penyerapan bulan sebelumnya;
3. Petugas farmasi menentukan pemberian obat dan perbekalan
kesehatan dihitung dari jumlah kebutuhan dikurangi sisa stok
dengan mempertimbangkan stok di gudang obat;
4. Petugas farmasimenyiapkan obat dan perbekalan kesehatan yang
akan didistribusikan;
5. Petugas farmasimenyerahkan kepada penanggung jawab unit
pelayanan;
6. Penanggung jawab unit pelayanan menandatangani buku bantu
penerimaan obat.
8) Penatalaksanaan Membersihkan peralatan racik
Membersihkan peralatan racik adalah suatu proses kegiatan
membersihkan peralatan racik.Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas farmasi merendam peralatan racik dalam air;
2. Petugas farmasi mencuci peralatan dengan sabun;
3. Petugas membilas peralatan dengan air kran
4. Petugas mengeringkan peralatan pada rak yang tersedia.
9) Penatalaksanaan Penyiapan obat pusling
Penyiapan obat adalah proses menyiapkan semua obat yang
dibutuhkan untuk memperlancar proses pelayanan obat yang akan
dilakukan.Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas menyiapkan semua obat yang dibutuhkan untuk posyandu
keliling;
2. Petugas mengambil semua obat yang dibutuhkan dalam posyandu
keliling dari kamar obat;

210
3. Petugas metakkan semua obat pada tas untuk posyandu;
4. Serahkan pada petugas pelaksana posyandu;
5. Petugas yang pulang dari posyandu menyerahkan resep-resep hasil
posyandu dan menyerahkan semua sisa obat pada kamar obat;
6. Petugas Menghitung jumlah pemakaian obat-obat di posyandu dan
masukkan pada buku bantu harian obat;
7. Petugas membilas peralatan dengan air kran;
8. Petugas mengeringkan peralatan pada rak yang tersedia.
10) Penatalaksanaan penerimaan dan pengkajian resep
Kegiatan yang meliputi penerimaan dan pengkajian resep, identifikasi
Drug Related Problem (DRP)hingga pengambilan keputusan untuk
dilayani/tidak dilayani.Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugasmenerima resep dari UPU, UPG, unit KIA/KB, dan rawat
inap;
2. Petugas melakukan pengkajian resep dimulai dari pengecekan
kelengkapan persyaratan resep secara administratif (Nama, No. SIP
Dokter, tanggal resep, umur, dan alamat pasien), farmasetik (Bentuk
dan kekuatan sediaan; Dosis dan jumlah obat; Stabilitas dan
ketersediaan; aturan dan cara penggunaan; Inkontabilitas/
ketidakcampuran Obat), dan klinis (Ketepatan indikasi, dosis dan
waktu pengunaan obat; duplikasi pengobatan; alergi, interaksi, dan
efek samping obat; Kontra indikasi; Efek adiktif);
3. Petugas Melakukan identifikasi Drug Related Problem (DRP) meliputi
: terapi Obat yang tidak diperlukan, membutuhkan terapi Obat
tambahan, terapi Obat tidak efektif, dosis terlalu rendah, reaksi efek
samping Obat, dosis terlalu tinggi, ketidakpatuhan;
4. Petugas Mencari solusi untuk permasalahan yang timbul;
5. Petugas berkoordinasi dengan penulis resep untuk melakukan
pengambilan keputusan untuk melayani/tidak melayani resep.
11) Penatalaksanaan Peracikan obat non puyer

211
Peracikan obat non puyer adalah suatu kegiatan yang dilakukan pada
saat pelayanan farmasi dengan melakukan tindakan terhadap resep
yang diterima.Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas farmasi melakukan skrining kelengkapan resep;
2. Petugas farmasi memberikan stempel kolom petugas dibelakang
resep;
3. Petugas farmasi menuliskan etiket obat kemudian menandatangani
kolom dibelakang resep;
4. Apoteker/ petugas farmasi melakukan pengecekan obat yang telah
diberi etiket lalu membubuhkan tanda tangan
5. Apoteker/ petugas farmasi menyerahkan obat pada pasien disertai
KIE lalu membubuhkan tanda tangan pasien di belakang resep
12) Penatalaksanaan Pencatatan dan penyimpanan resep
Pencatatan dan penyimpanan resep adalah Kegiatan yang meliputi
pencatatan resep masuk dan penyimpanan resep sebagai dokumen
medis.Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas mengklasifikasikan resep narkotika/psikotropika dan bukan
narkotika/psikotropika;
2. Petugas menyimpan resep di tempat penyimpanan sesuai
klasifikasi resep;
3. Petugas melakukan pencatatan resep narkotika/psikotropika yang
masuk meliputi, nomor resep, identitas penulis resep, identitas
penerima resep, tanggal penulisan resep, dan tanggal penerimaan
resep;
4. Petugas menyimpan resep dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun
13) Penatalaksanaan Pelayanan informasi obat
Pelayanan informasi obat adalah Kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh Apoteker untuk memberikan Informasi secara akurat, jelas dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya,
dan pasien.Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas memberikan informasi kepada pasien berdasarkan resep
atau catatan pengobatan pasien (patient medication record) atau

212
kondisi kesehatan pasien baik lisan maupun tertulis dibuktikan
dengan stempel PIO;
2. Petugas melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara
sistematis untuk memberikan informasi;
3. Petugas menjawab pertanyaan dengan jelas dan mudah
dimengerti, tidak bias, etis, dan bijaksana baik secara lisan maupun
tertulis;
Hal-hal yang perlu disampaikan kepada pasien :
 Jumlah, jenis, dan kegunaan masing-masing obat.
 Cara pemakaian masing-masing obat yang meliputi
:bagaimana cara memakai obat, kapan harus
mengkonsumsi/menggunakan obat, seberapa banyak dosis
yang harus dikonsumsi, waktu mengkonsumsi/menggunakan
obat, frekuensi penggunaan obat/ rentang jam penggunaan.
 Cara menggunakan peralatan kesehatan
 Peringatan atau efek samping obat
 Cara mengatasi jika terjadi efek samping obat
 Tata cara penyimpanan obat
 Pentingnya kepatuhan penggunaan obat.
4. Petugas menyediakan informasi aktif (brosur, leaflet, dan lain-lain);
5. Petugas mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi
obat dibuktikan dengan stempel PIO di lembar resep
14) Penatalaksanaan Konseling obat
Konseling obat adalah proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian
masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat
jalan, serta keluarga pasien. Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas membuka komunikasi antara apoteker dengan
pasien/keluarga pasien;
2. Petugas menanyakan 3 (tiga) pertanyaan kunci menyangkut obat
yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode
pertanyaan terbuka (open-endedquestion)
Untuk resep baru bisa dengan 3 prime question :
 Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini?

213
 Bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian?
 Apa hasil yang diharapkan dokter dari pengobatan ini?
Untuk resep ulang :
 Apa gejala atau keluhan yang dirasakan pasien?
 Bagaimana cara pemakaian obat?
 Apakah ada keluhan selama penggunaan obat?
3. Petugas melakukan verifikasi akhir meliputi :
 Mengecek pemahaman pasien
 Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah mengenai
pemakaian obat tertentu (inhaler, suppositoria, obat tetes, dan
lain-lain)
4. Petugas melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada
rekam medis
15) Penatalaksanaan penerimaan obat
Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan
yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit
pengelola di bawahnya.Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas menerima salinan LPLPO yang sudah terisi jumlah dan
jenis pemberian;
2. Petugas memeriksa jumlah dan jenis obat yang diterima sesuai
dengan pemberian yang tertulis dalam LPLPO, dan meminta
kekurangan obat apabila belum lengkap;
3. Petugas memeriksa kondisi obat yang diterima, kemasan harus
dalam keadaan baik, obat belum berubah warna, dan tidak
mengeluarkan bau amoniak;
4. Petugas memeriksa tanggal kadaluwarsa tidak kurang dari 6 bulan
dari tanggal penerimaan.
16) Penatalaksanaan penyimpanan obat
Penyimpanan obat adalah proses pemeliharaan obat dalam kurun
waktu tertentu dari saat penerimaan sampai penyerahan kepada pasien
agar mutu dan kualitas obat tetap terjamin.Prosedur pelaksanaannya:
1. Petugas menyimpan obat/bahan obat dalam wadah asli dari
pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi
dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya

214
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat dan
tanggal kadaluarsa;
2. Petugas menyimpan semua Obat/bahan obat pada kondisi yang
sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya;
3. Petugas memperhatikan sistem penyimpanan sesuai bentuk
sediaan dan disusun secara alfabetis
4. Petugas mengeluarkan obat dengan sistem FEFO (First Expire
First Out) dan FIFO (First In First Out).
4. Unit Laborat
a) Pengertian
Laborat puskesmas melaksanakan pengukuran, penetapan, dan
pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia untuk penentuan
jenis penyakit, penyebaran penyakit, kondisi kesehatan, atau faktor yang
dapat yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan
masyarakat di wilayah kerja puskesmas.
b) Pra dan Paska Pelayanan
Pra Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan sebelum
kegiatan pelayanan meliputi tempat, sound system, barang cetak dan alat
tulis
Kegiatan pra pelayanan di unit Laborat Puskesmas Bangkingan meliputi :
1) Melakukan cuci tangan 7 langkah sebelum memulai pelayanan
2) Menyalakan peralatan elektronik (komputer, AC, router, amplifier,
kompresor)
3) Menyiapkan alat,buku dan formulir yang diperlukan
4) Menata meja dan kursi
5) Mencatat pada checklist pra pelayanan

Pasca Pelayanan adalah segala sesuatu yang harus dikerjakan setelah


kegiatan pelayanan meliputi tempat, sound system, barang cetak, alat
tulis, sampah medis dan alat medis.
Kegiatan paska pelayanan di unit Laborat puskesmas Bangkingan meliputi
:
1) Melakukan cuci tangan 7 langkah setelah selesai pelayanan
2) Memasukkan alat-alat/buku/formulir di laci / lemari
3) Mencatat pada checklist pasca pelayanan
c) Nilai ambang kritis Laborat
Hemoglobin : <6,6 gr/dl ; >19.9 gr/dl
Lekosit : < 2000/µl ; > 50.000/µl

215
Trombosit : < 20.000/ µl ; > 1.000.000/µl
Glukosa : < 45 mg/dl ; > 500mg/dl
BUN : > 100 mg/dl
Creatinin : > 7,4 mg/dl
Asam urat : > 13,0 mg/dl
Anti HIV : reaktif
d) Prosedur pelaksanaan
1. PENGAMBILAN SAMPEL DAHAK

a. Petugas Laborat menyiapkan pot sputum;


b. Petugas Laborat menyiapkan spidol;
c. Petugas Laborat memberi pot sputum yang telah diberi identitas dan
tulisan S, P, S pada pasien;
d. Petugas Laborat memberi informasi pada pasien cara pengambilan
spesimen sputum yang benar (pasien diarahkan keluar halaman yang
luas dan terang, pasien disuruh berdiri dengan posisi punggung agak
condong kedepan dan menarik napas dalam – dalam, kemudian
keluarkan nafas bersamaan batuk yang kuat, sampai keluar dahak
yang kental);
e. Petugas Laborat menyuruh pasien untuk menampung spesimen dalam
pot sputum dengan cara mendekatkan pot sputum kemulut kemudian
ditutup rapat dan diserahkan ke petugas. Dahak yang pertama ini
adalah dahak S (sewaktu) pertama;
f. Petugas Laborat memberi pot sputum kepada pasien untuk dibawa
pulang untuk pengambilan dahak P (pagi);
g. Setelah pasien datang untuk menyerahkan dahak pagi Petugas Laborat
memberi pot sputum kepada pasien untuk pengambilan dahak S
(sewaktu) ke 2.
2. PENGAMBILAN SAMPEL DARAH KAPILER
a. Petugas Laborat menyiapkan blood lancet beserta soft click;
b. Petugas Laborat menyiapkan kapas alkohol dan plester;
c. Petugas Laborat mendesinfeksi ujung jari (jari tengah atau jari manis)
atau tumit yang akan diambil darahnya dengan kapas Alkohol 70%,
biarkan kering sendiri;

216
d. Petugas Laborat membendung bagian yang akan ditusuk supaya tidak
bergerak dan sedikit ditekan , tusuk dengan lancet steril sedalam
kurang lebih 3mm (pada bayi tidak boleh lebih 2,5 mm) biarkan darah
harus keluar dengan sendiriny;
e. Petugas Laborat menghapus tetesan darah pertama dengan kapas
kering, tetesan berikutnya digunakan untuk pemeriksaan;
f. Petugas Laborat menutup bekas tusukan dengan kapas.
3. PENGAMBILAN SAMPEL DARAH VENA
a. Petugas Laborat menyiapkan spuit;
b. Petugas Laborat menyiapkan kapas alkohol 70%;
c. Petugas Laborat menyiapkan torniquet dan plester;
d. Petugas Laborat menjelaskan tentang proses pengambilan darah yang
akan dilakukan;
e. Petugas Laborat meletakkan tangan pasien lurus di atas meja dengan
telapak tangan menghadap ke atas;
f. Petugas Laborat memasang tourniquet kira-kira 3 jari di atas siku untuk
membendung aliran darah;
g. Petugas Laborat menyuruh pasien untuk menggenggam;
h. Petugas Laborat mencari lokasi pembuluh darah yang akan ditusuk
dengan ujung telunjuk kiri dalam keadaan tangan pasien
menggenggam;
i. Petugas Laborat membersihkan lokasi pengambilan darah dengan
kapas Alkohol 70% dg arah melingkar kearah luar dan membiarkan
kering;
j. Petugas Laborat meregangkan kulit dengan ibu jari kiri diatas
pembuluh darah yang akan ditusuk kemudian, tusukkan jarum dengan
sisi miring menghadap ke atas membentuk sudut ± 25 derajat;
k. Petugas Laborat menarik jarum sedikit dan mengarahkan ke arah vena
yang tepat jika darah tidak langsung keluar;
l. Petugas Laborat membuka genggaman tangan pasien dan tourniquet
diregangkan lalu hisap darah sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan;
m. Petugas Laborat meletakkan kapas dan menarik spuit pelan – pelan;
n. Petugas Laborat menekan kapas yang ada pada tusukan dan ditutup
dengan plester;
o. Petugas Laborat menyarankan pasien untuk menekan bekas tusukan
selama 2 menit untuk mencegah perdarahan bekas tusukan;

217
p. Petugas Laborat melepas jarum dari spuit dan darah di alirkan ke
tabung melalui dinding tabung;
q. Petugas Laborat memberi label pada botol;
r. Petugas Laborat membuang spuit ke dalam safety box.
4. PENGAMBILAN SAMPEL URINE
a. Petugas Laborat menyiapkan pot urine ;
b. Petugas Laborat menyiapkan spidol ;
c. Petugas Laborat memberikan tempat sampel yang telah diberi label
nama, tanggal lahir, alamat ke pasien;
d. Petugas Laborat memberi informasi cara pengambilan sampel yang
benar (urine yang keluar pertama dibuang kemudian urine
selanjutnya ditampung kira-kira 10 ml pada pot urine
sebagai sampel dan sisa urine selanjutnya dibuang) ;
e. Petugas Laborat menyuruh pasien untuk mengambil sampel urine
dikamar mandi;
f. Petugas Laborat menerima sampel urine dari pasien;
g. Petugas Laborat memberi informasi waktu pengambilan hasil .
5. PENYIMPANAN SPESIMEN
a. Petugas Laborat melakukan sampling darah pasien;
b. Petugas Laborat melakukan proses centrifugasi darah pasien untuk
mendapatkan serum;
c. Petugas Laborat melakukan pemisahan serum ke dalam cup serum;
d. Petugas Laborat memberi label Cup serum tersebut dengan identitas
pasien;
e. Petugas Laborat menyimpan serum ke dalam kulkas di suhu 2ºC-8 ºC
atau freezer sampai spesimen dikirim atau di ambil
6. PEMERIKSAAN ANTI HIV
a. Petugas Laborat menyiapkanreagenpadasuhuruang
(reagendapatdisimpanpadasuhu 2 – 30°C);
b. Petugas Laboratmengeluarkan ‘test card’ (R1:SD)
dariwadahnyadanletakkanpadapermukaan yang rata dankering;
c. Petugas Laborat member identitaspada ‘test card’tersebut;
d. Petugas Laboratmeneteskan 10 µL serum atau plasma atau 20 µL
whole blood padasumuranmenggunakan plastic dropper;
e. Petugas Laboratmenambahkan 4 tetes sample diluent (untuk
serum/plasma atau whole blood) kedalamsumurantersebut;

218
f. Interpretasikanhasildalamkurunwaktu 20 menit,
janganinterpretasikanhasilmelebihi 20 menit.
Hasilreaktifditunjukkandenganmunculnyaduagarismerahpadagariscontr
oldantes;
g. Petugas
Laboratmelakukanpemeriksaanmenggunakanreagenkonfirmasipadasa
mpeldenganhasilreagen 1 reaktif;
h. Petugas Laboratmengeluarkan ‘test card’ (R2:Intec)
dariwadahnyadanletakkanpadapermukaan yang rata dankering;
i. Petugas Laborat member identitaspada ‘test card’tersebut;
j. Petugas Laboratmeneteskan 1 tetessampel (serum atau plasma) atau 2
tetessampel whole blood padasumuranmenggunakan plastic dropper;
k. Petugas Laboratmenambahkan 1 tetes sample diluent (untuk
serum/plasma) atau 2 tetes (untuk whole blood)
kedalamsumurantersebut;
l. Interpretasikanhasildalamwaktu 15 menit,
janganinterpretasikanhasilmelebihi 20 menit;
m. Petugas
Laboratmelakukanpemeriksaanmenggunakanreagenkonfirmasi yang
lain padasampeldenganhasilpemeriksaanreagen 2 reaktif;
n. Petugas Laboratmengeluarkan ‘test card’ (R3:Oncoprobe)
dariwadahnyadanletakkanpadapermukaan yang rata dankering;
o. Petugas Laborat member identitaspada ‘test card’tersebut;
p. Petugas Laboratmeneteskan 1 tetessampel (whole blood, serum atau
plasma) padasumuranmenggunakan plastic dropper;
q. Petugas Laboratmenambahkan 1 tetes sample diluent
kedalamsumurantersebut;
r. PetugasLaboratmenginterpretasikanhasildalamwaktu 15 menit,
janganinterpretasikanhasilmelebihi 20 menit;
s. InterpretasiHasil :
1) Reagen1 :reaktif

219
Reagen2 :reaktif dilaporkansebagaihasilReaktif
Reagen3 :reaktif
2) Reagen1 : non reaktif dilaporkansebagaihasil Non
Reaktif
3) Reagen1 :reaktif
Reagen2 : non reaktif dilaporkansebagaihasil
Indeterminate
Reagen3 : non reaktif
4) Reagen1 :reaktif
Reagen2 :reaktif dilaporkansebagaihasil Indeterminate
Reagen3 : non reaktif
5) Reagen1 :reaktif
Reagen2 : non reaktif dilaporkansebagaihasil
Indeterminate
Reagen3 :reaktif
1. PEMERIKSAAN ASAM URAT DENGAN FOTOMETER
a. Petugas Laborat menyiapkan 3 tabung reaksi;
b. Petugas Laborat mengisi tabung 1 sebagai blanko diisi dengan reagen
Asam Urat 500 µL;
c. Petugas Laborat mengisi tabung 2 sebagai standard diisi dengan
reagen Asam Urat 500 µL + standard 10 µL;
d. Petugas Laborat mengisi tabung 3 sebagai sampel diisi dengan
reagen Asam Urat 500 µL + serum 10 µL;
e. Petugas Laborat menginkubasi pada suhu kamar selama 15 menit;
f. Petugas Laborat membaca pada fotometer.
2. PEMERIKSAAN BUN
a. Petugas Laborat menyiapkan alat dan bahan;
b. Petugas Laborat menyiapkan reagen kerja dengan mencampurkan R1
sebanyak 400 µL dan R2 sebanyak 100 µL;
c. Petugas Laborat mencampurkan serum sebanyak 4 µL kedalam
reagen kerja;
d. Petugas Laborat mnenghomogenisasi dan langsung baca pada
fotometer;
e. Petugas Laborat mencatat hasil pemeriksaan pada Buku Pemeriksaan
Kimia Klinik dan lembar hasil pemeriksaan.

220
3. PEMERIKSAAN KOLESTEROL TOTAL
a. Petugas Laborat menyiapkan 3 tabung reaksi;
b. Petugas Laborat menyiapkan tabung 1 sebagai blanko diisi dengan
reagen Kolesterol Total 500 µL;
c. Petugas Laborat menyiapkan tabung 2 sebagai standard diisi dengan
reagen Kolesterol Total 500 µL + standard 5 µL;
d. Petugas Laborat menyiapkan tabung 3 sebagai sampel diisi dengan
reagen Kolesterol Total 500 µL + serum 5 µL;
e. Petugas Laborat menginkubasi pada suhu kamar selama 10 menit;
f. Petugas Laborat membaca pada fotometer.
4. PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP
a. Petugas Laborat memanggil pasien dan mencocokkan identitas
pasien;
b. Petugas Laborat mengecek permintaan pemeriksaan dengan melihat
tanda contreng pada form lembar permintaan pemeriksaan;
c. Petugas Laborat menulis identitas pasien di buku register Laborat;
d. Petugas Laborat mempersiapkan alat untuk mengambil darah pasien;
e. Petugas Laborat melakukan pengambilan darah pasien dan
dimasukkan pada tabung K3EDTA;
f. Petugas Laborat menyalakan alat Hematologi Auto Analyzer dengan
menekan tombol power yang berada dibelakang alat;
g. Petugas Laborat melakukan background tes dengan menekan tombol
Start sampai hasil 0 pada RBC, HCT, PLT, PCT dan WBC. Bila hasil
background tidak 0 maka diulang, bila tetap tidak 0 dilakukan service
atau maintenance;
h. Petugas Laborat memasukkan sampel darah EDTA pada selang
pengambilan sampel dengan menekan tombol Start maka darah akan
dihisap dan diperiksa secara otomatis sampai tampil hasil
pemeriksaan;
i. Petugas Laborat menekan tombol A…Z untuk memasukkan nama
pasien;
j. Petugas Laborat mencetak hasil pemeriksaan klik “Print” maka hasil
akan diprint;
k. Petugas Laborat menulis hasil pemeriksaan pada buku register
Laborat dan orm hasil pemeriksaan Laborat.
5. PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH
a. Petugas Laborat menyiapkan peralatan dan bahan untuk pemeriksaan
golongan darah;

221
b. Petugas Laborat menaruh pada sebuah kaca objek : 1 tetes serum
Anti A, 1 tetes serum Anti B, 1 tetes serum Anti AB, dan 1 tetes serum
Anti D;
c. Petugas Laborat meneteskan darah kapiler atau vena diteteskan pada
serum – serum tersebut dan campurkan dengan menggunakan ujung
lidi (satu lidi satu campuran);
d. Petugas Laborat menggoyang – goyangkan kaca objek dengan
membuat gerakan melingkar selama beberapa menit.;
e. Petugas Laborat melihat bagian mana yang ada aglutinasinya. Bila :
Anti A Aglutinasi positif
Anti B Aglutinasi negatif Golongan darah A
Anti AB Aglutinasi positif
Anti A Aglutinasi negatif
Anti B Aglutinasi positif Golongan darah B
Anti AB Aglutinasi positif
Anti A Aglutinasi positif
Anti B Aglutinasi positif Golongan darah AB
Anti AB Aglutinasi positif
Anti A Aglutinasi negatif
Anti B Aglutinasi negatif Golongan darah O
Anti AB Aglutinasi negatif
Anti D Aglutinasi positif Rhesus positif
Anti D Aglutinasi negatif Rhesus negatif
6. PEMERIKSAAN GLUKOSA STIK

a. Petugas Laborat menyiapkan alat Glukosa Stik dan memasang stik


pada tempatnya;
b. Petugas Laboratmenyesuaikan nomor kode yang terdapat pada tube
stick dengan kode yang muncul pada layar;
c. Petugas Laborat melakukan pengambilan darah kapiler pada jari
tengah atau jari manis;
d. Petugas Laboratmenghisap darah kapiler menggunakan stik sampai
muncul bunyi ‘beep;
e. Kadar glukosa yang terukur akan muncul pada layar.
7. PEMERIKSAAN GULA DARAH FOTOMETER
a. Petugas Laborat menyiapkan 3 tabung reaksi;
b. Petugas Laborat menyiapkan tabung 1 sebagai blanko diisi dengan
reagen Glukosa 500 µL;

222
c. Petugas Laborat menyiapkan tabung 2 sebagai standard diisi dengan
reagen Glukosa 500 µL + standard 5 µL;
d. Petugas Laborat menyiapkan tabung 3 sebagai sampel diisi dengan
reagen Glukosa 500µL + serum 5 µL;
e. Petugas Laborat menginkubasi pada suhu kamar selama 10 menit;
f. Petugas Laborat membaca pada fotometer.
8. PEMERIKSAAN TES KEHAMILAN
a. Petugas Laborat menyiapkan peralatan dan bahan untuk pemeriksaan
tes kehamilan (tempat urine dan Pregnancy Test Device);
b. Pasien diminta untuk buang air kecil dan urinenya ditampung pada
tempat urine yang telah disediakan;
c. Petugas Laborat meneteskan 3 tetes urin pada tempat yang bertanda
untuk sampel;
d. Petugas Laborat membiarkan urin terserap sempurna, kemudian
tunggu 5 – 10 menit;
e. Setelah 5-10 menit baca hasilnya. Garis c (control) harus Nampak;
f. Pasien dinyatakan positif bila muncul dua garis yaitu garis c dan t,
sedangkan dinyatakan negatif bila hanya muncul satu garis saja (c);
g. Petugas Laborat mengulangi pemeriksaan apabila garis c tidak
muncul.
9. PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN
a. Petugas Laborat menekan tombol Power;
b. Petugas Laborat menunggu hingga simbol tes strip yang berkedip
muncul pada layar, kemudian masukkan tes strip pada alat;
c. Petugas Laborat menunggu hingga simbol tetesan darah yang
berkedip muncul pada layar;
d. Petugas Laborat menghisap sampel darah vena atau kapiler
menggunakan mikropipet kapiler sampai dengan garis biru yang
pertama (10µL);
e. Petugas Laborat meneteskan sampel tersebut pada tes strip;
f. Petugas Laborat mencatat dan dokumentasikan hasil yang terdisplay
pada alat.
10. PEMBUATAN SEDIAAN UNTUK PEMERIKSAAN SPUTUM
a. Petugas Laborat menyiapkan peralatan dan bahan pembuatan
sediaan (Lidi, kaca objek, lampu spiritus, rak pewarna, rak pengering,
dan larutan Ziehl Neelsen);
b. Petugas Laborat memberi nama, nomer kode, dan tanggal pada kaca
objek;

223
c. Petugas Laborat memilih bagian dahak yang kental, warna kuning
kehijauan, ada perkejuan, ada pus atau darah. Ambil sedikit bagian
tersebut dengan memakai lidi;
d. Petugas Laborat meratakan diatas kaca objek dengan ukuran 2-3 cm.
Apusan dahak jangan terlampau tabal atau terlampau tipis. Keringkan
pada suhu kamar;
e. Petugas Laborat memfiksasi sediaan dengan cara melewatkan diatas
nyala api dengan cepat sebanyak 3 kali selama 3 – 5 detik;
f. Petugas Laborat meletakkan sediaan diatas rak pengecatan dan
lakukan pengecatan Ziehl Neelsen (ZN). Tuangi sediaan dengan
larutan Carbol Fuchsin 0,3% lalu panasi dengan nyala api sampai
dengan menguap, tetapi jangan sampai mendidih selama 3 – 5 menit,
lalu diamkan selama 5 – 10 menit;
g. Petugas Laborat preparat dicuci dengan air mengalir lalu tuangi
dengan larutan HCl Alcohol 3% sampai warna merah dari larutan
fuchsin luntur;
h. Petugas Laborat mencuci dengan air mengalir, lalu tuangi dengan
larutan Methylen Blue 0,3% dan diamkan selama 10-20 detik;
i. Petugas Laborat mencuci dengan air mengalir lalu keringkan;
j. Petugas Laborat melihat sediaan di mikroskop;
k. Petugas Laborat menginterpretasi hasil pemeriksaan sediaan BTA
berdasarkan IUAT:
-Tidak ditemukan BTA dalam 100 LP dilaporkan NEGATIF.
-Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 LP dilaporkan JUMLAH KUMAN yg
DITEMUKAN (Scanty).
-Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 LP dilaporkan POSITIF 1 (1+).
-Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 LP dilaporkan POSITIF 2 (2+).
-Ditemukan lebih dari 10 BTA dalam 1 LP dolaporkan POSITIF 3 (3+).
11. PEMERIKSAAN SIFILIS
a. Petugas Laborat membuka strip tes dari penutup;
b. Petugas Laborat memipet menggunakan mikropipet ambil 1 tetes
sampel ( 10 uL )dan teteskan pada bantalan sampel;
c. Petugas Laborat menunggu sekurang-kurangnya 15 menit;
d. Petugas Laborat membaca hasil;
e. Petugas Laborat menginterpretasi Hasil;
-Positif : terdapat dua garis merah pada garis kontrol dan garis pasien
-Negatif : terdapat satu garis merah pada garis kontrol.

224
-Invalid : tidak ada garis merah pada garis kontrol maupun garis
pasien.
12. PEMERIKSAAN SGOT
a. Petugas Laborat menyiapkan reagen kerja terlebih dahulu dengan
mencampurkan 500 µL R1 dan 100 µL R2;
b. Petugas Laborat menghomogenkan dan membuang 100 µL campuran
reagen kerja tersebut;
c. Petugas Laborat mencampurkan 50 µL serum kedalam larutan kerja;
d. Petugas Laborat langsung baca konsentrasi pada fotometer.
13. PEMERIKSAAN SGPT
a. Petugas Laborat menyiapkan reagen kerja terlebih dahulu dengan
mencampurkan 500 µL R1 dan 100 µL R2;
b. Petugas Laborat menghomogenkan dan membuang 100 µL campuran
reagen kerja tersebut;
c. Petugas Laborat mencampurkan 50 µL serum kedalam larutan kerja;
d. Petugas Laborat langsung baca konsentrasi pada fotometer
14. PEMERIKSAAN TRIGLISERIDA
a. Petugas Laborat menyiapkan Activated reagen terlebih dahulu
dengan cara mencampurkan reagen Tg dan Tg activator dengan
perbandingan 100 : 1;
b. Petugas Laborat mencampur dan inkubasi pada suhu ruangan
selama 15 menit;
c. Petugas Laborat menyiapkan 3 tabung reaksi;
d. Petugas Laborat menyiapkann tabung 1 sebagai blanko diisi dengan
Activated reagen 500 µL;
e. Petugas Laborat menyiapkan tabung 2 sebagai standard diisi
dengan Activated reagen 500 µL + standard Trigliserid 5 µL;
f. Petugas Laborat menyiapkan tabung 3 sebagai sampel diisi dengan
Activated reagen 500 µL + Serum sampel 5 µL;
g. Petugas Laborat menginkubasi pada suhu ruang selama 10 menit;
h. Petugas Laborat membaca hasil pada fotometer.
15. PEMERIKSAAN URINE 3 PARAMETER
a. Petugas Laborat mencelupkan keseluruhan strip area uji pada urine
(tidak lebih dari 1 detik) dan keluarkan segera;
b. Petugas Laborat memegang strip pada posisi horizontal untuk
mencegah kemungkinan tercampurnya zat-zat kimiawi dari area uji
yang berdekatan;
c. Petugas Laborat membaca hasil protein dan glukosa urine dengan
cara membandingkan warna pada area uji dengan skema blok warna

225
yang tersedia. Hasil uji protein dapat dibaca dalam 60 detik,
sedangkan pembacaan hasil uji glukosa dilakukan dalam 30 detik
setelah pencelupan. Perubahan warna yang hanya terjadi ditepi area
uji atau timbul setelah lebih dari 2 menit tidak mempunyai nilai
diagnostik.
16. SOP PEMERIKSAAN URINE 10 PARAMETER
a. Petugas Laborat memastikan alat siap digunakan;
b. Petugas Laborat memberikan tempat urine kepada pasien, lalu
pasien diminta untuk buang air kecil dan urinenya ditampung pada
tempat urine tersebut;
c. Petugas Laborat mencelupkan stick urine ke dalam urine pasien;
d. Petugas Laborat mengangkat stik dari dalam urine lalu diletakkan
diatas tissue hingga bagian bawah stick kering;
e. Petugas Laborat meletakkan stick pada tempatnya lalu menekan
tombol start, ditunggu 45 detik hasil akan tercetak dikertas;
f. Petugas Laborat mencatat hasil dibuku register dan lembar hasil
pemeriksaan;
17. PEMERIKSAAN WIDAL
a. Petugas Laborat meneteskan serum atau plasma 4 bagian masing-
masing 20 µl diatas kaca obyek;
b. Petugas Laborat menambahkan masing-masing 1 tetes suspensi
Antigen Salmonella typhi pada 4 bagian serum dengan Antigen yang
berbeda ( O, H, A, B );
c. Petugas Laborat mencampur dengan menggunakan pengaduk
secepatnya;
d. Petugas Laborat melanjutkan pencampuran dengan cara
menggoyangkan kaca obyek dengan gerakan melingkar selama 1
menit ( setiap bagian campuran tidak boleh bercampur dengan bagian
yang lain );
e. Petugas Laborat melihat adanya aglitunasi dengan pembacaan.
Apabila tidak ada aglitunasi dilaporkan NEGATIF dan bila ada
aglitunasi dilaporkan POSITIF;
f. Petugas Laborat melanjutkan pemeriksaan dengan pengenceran bila
ada yang aglutinasi (Positif) untuk mengetahui titer dengan cara
dipipet 10 µl dan 5 µl kemudian tambahkan 1 tetes pada masing-

226
masing serum dengan suspensi antigen Salmonella typhi yang positif,
kemudian lakukan tindakan 3 sampai 5;
g. Petugas Laborat melakukan pengenceran terhadap setiap hasil yang
positif pada pemeriksaan pertama;
h. Petugas Laborat melaporkan hasil pemeriksaan. Bila ada aglitunasi
dilaporkan POSITIF dengan titernya ( 1/80, 1/160, 1/320) sesuai
dengan pengenceran.

18. PEMERIKSAAN KREATININ


a. Petugas Laborat menyiapkan reagen kerja terlebih dahulu dengan cara
mencampurkan R1 sebanyak 250µL dan R2 sebanyak 250µ;
b. Petugas Laborat mencampurkan dengan serum sebanyak 25 µL;
c. Petugas Laborat membaca konsentrasi kreatinin langung pada
fotometer.
19. PENGGUNAAN FOTOMETER
a. Petugas Laborat menyalakan UPS kemudian menyalakan fotometer
dengan menekan tombol power yang berada dibelakang sebelah kanan
alat, tunggu sampai dilayar tampil menu photometer;
b. Petugas Laborat mengisi aquades pada fotometer dengan cara
menyentuh menu “Rinse“ kemudian aquades dihisap melalui selang
penghisap dengan menekan tombol start sebanyak 3 kali;
c. Petugas Laborat menyentuh “ Analysis “ kemudian akan tampil macam-
macam jenis pemeriksaan, pilih pemeriksaan yang akan dilakukan,
misalnya pemeriksaan glukosa maka yang disentuh adalah “GLU“;
d. Petugas Laborat menggunakan fotometer sesuai dengan metode
pemeriksaan yang dipilih;
e. 5. Metode End Point ( Gula darah, Kolesterol, Asam urat, Triglyserida,
HDL, dll );
f. Petugas Laborat menyentuh “Zero” yang dihisap aquades;
g. Petugas Laborat menyentuh “RB” yang dihisap reagen blanko;
h. Petugas Laborat menyentuh “Standart” yang dihisap reagen dengan
standart;
i. Petugas Laborat menyentuh “Sample” yang dihisap reagen dengan
sample, tunggu sampai tampil hasil pemeriksaan;
j. Metode Kinetik (SGOT, SGPT, BUN, dll) tunggu sampai temperatur alat
sesuai program;
k. Petugas Laborat menyentuh “Zero” yang dihisap aquades;

227
l. Petugas Laborat menyentuh “Sample” yang dihisap reagen dengan
sampel, tunggu sampai tampil hasil pemeriksaan;
m. Petugas Laborat melakukan pembilasan setiap pergantian pemeriksaan
dengan meyentuh “Rinse” yang dihisap aquades;
n. Petugas Laborat melakukan pencucian sebelum alat dimatikan dengan
menyentuh “Rinse” yang dihisap aquades, lakukan sebanyak 3 kali,
kemudian lakukan pengosongan dengan menyentuh “Rinse” yang
dihisap udara, lakukan sebayak 3 kali;
o. Petugas Laborat photometer dengan menekan tombol Power pada posisi
“O” yang berada dibelakang photometer, matikan UPS.
20. PENGGUNAAN MIKROSKOP
a. Petugas Laborat mengeluarkan Mikroskop dari kotak penyimpanan
mikroskop;
b. Petugas Laborat memasang stop kontak pada aliran listrik, dan
memastikan stop kontak terpasang dengan benar;
c. Petugas Laborat meletakkan sediaan pada meja sediaan;
d. Petugas Laborat mencari lapang pandang pada pembesaran 10x
dengan memutar makrometer;
e. Petugas Laborat menggunakan pembesaran sesuai yang diinginkan;
f. Petugas Laborat mematikan lampu dan menggunakan pembesaran
paling kecil;
g. Petugas Laborat memasukkan kembali ke dalam kotak penyimpanan
mikroskop.
21. SOP PENGGUNAAN URINE ANALIZER
a. Petugas Laborat menyalahkan UPS setelah beberapa menit kemudian
nyalahkan Urine Analyzer dengan menekan tombol power dibagian
belakang alat;
b. Petugas Laborat memastikan alat akan melakukan self check secara
otomatis;
c. Petugas Laborat menekan Start kemudian tempat stick akan keluar,
letakkan stick pada tempatnya lalu tekan Start Ditunggu ± 45 detik ,
tempat stick akan masuk;
d. Petugas Laborat menekan Print out dan hasil akan tercetak;
e. Petugas Laborat mematikan alat dengan menekan tombol power
dibagian belakang alat.
22. SOP PENGGUNAAN ALAT HB MISSION
a. Petugas Laborat menyiapkan alat Hb Mission;

228
b. Petugas Laborat menyalakan alat dengan cara menekan tombol
power di tengah;
c. Setelah beberapa saat, pada layar akan muncul gambar stik yang
berkedip-kedip;
d. Petugas Laborat memasukkan stik Hb kedalam alat tersebut;
e. Setelah beberapa saat, pada layar akan muncul gambar tetesan
darah yang berkedip-kedip. Hal ini menunjukkan bahwa alat siap
untuk digunakan;
f. Petugas Laborat membuang stik Hb yang masih tertinggal pada alat
apabila alat telah selesai digunakan;
g. Petugas Laborat menekan tombol power untuk mematikan
23. PENGGUNAAN ALAT HEMATOLOGY ANALYSER
a. Petugas Laborat melakukan perawatan bulanan, pembersihan
dengan konsentrat ( Concentrate Cleaner);
b. Petugas Laborat menyalakan alat dan akan muncul tampilan untuk
kode password lalu tekan tombol “ OK ”;
c. Petugas Laborat menunggu layar Menu muncul, selanjutnya
dilakukan Start Up;
d. Petugas Laborat menekan tombol “ Service “Setelah lampu Indikator
menjadi hijau ( Proses Star Up selesai );
e. Petugas Laborat menekan tombol “Enhanced Cleaning“ lalu tekan
tombol “ Flush “ untuk mengosongkan ruang perhitungan ( Counting
Chamber ), selanjutnya akan muncul informasi pada layar untuk
membuka pintu alat hematologi analiser;
f. Petugas Laborat memasukan 2 ml “ Hematologi Cleaner” pada
masing-masing Counting Chamber;
g. Petugas Laborat menutup kembali pintu alat lalu tekan tombol “ OK “
pada layar informasi;
h. Petugas Laborat menunggu sampai proses cleaning selesai ( lampu
indicator kembali hijau );
i. Alat kembali ready.
24. PENGGUNAAN ALAT ON CALL PLUS GLUKOSA
a. Petugas Laborat menyiapkan alat On Call Plus;
b. Petugas Laborat memasukkan stik glukosa kedalam alat tersebut
Setelah beberapa saat, pada layar akan muncul gambar stik yang
berkedip-kedip, hal ini menunjukkan bahwa alat siap untuk digunakan;

229
c. Petugas Laborat membuang stik glukosa yang masih tertinggal pada
alat apabila alat telah selesai digunakan;
d. Petugas Laborat menyimpan alat yang telah diggunakan
25. PERMINTAAN PEMERIKSAAN
a. Pasien datang ke Unit Laborat dan menyerahkan formulir permintaan
pemeriksaan (FPP);
b. Petugas Laborat menerima formulir permintaan pemeriksaan dan
membaca pemeriksaan apa yang diminta Dokter atau Unit yang
mengirim;
c. Petugas Laborat melakukan identifikasi pasien sesuai yang tertera
pada formulir permintaan pemeriksaan;
d. Petugas Laborat menjelaskan kepada pasien cara pengambilan
sampel, resiko tindakan dan lamanya waktu pemeriksaan;
e. Petugas Laborat meminta persetujuan pasien untuk diambil
spesimennya;
f. Petugas Laborat melakukan pengambilan spesimen atau
memberikan tempat spesimen kepada pasien;
g. Petugas Laborat melakukan pemeriksaan sesuai prosedur dan
pasien dipersilahkan menunggu hasil pemeriksaan;
h. Setelah hasil pemeriksaan diketahui, petugas menulis hasil
pemeriksaan pada buku pemeriksaan Laborat dan lembar hasil
pemeriksaan;
26. PENERIMAAN SPESIMEN
a. Petugas Laborat menerima spesimen dan form permintaan
pemeriksaan Laborat dari Unit pengirim;
b. Petugas Laborat mengidentifikasi identitas pasien dan jenis
pemeriksaan yang diminta;
c. Petugas Laborat memberi label spesimen sesuai dengan jenis
pemeriksaan;
d. Petugas Laborat mengerjakan spesimen sesuai dengan pemeriksaan
yang diminta;
e. Petugas Laborat mencatat hasil pemeriksaan di lembar hasil dan buku
pemeriksaan;
f. Petugas Laborat menyerahkan hasil ke pasien.

230
BAB V

LOGISTIK

A. Prosedur Penyediaan Alat dan Obat


1. Unit Pemeriksaan Umum
Penyediaan alat kesehatan di Unit Pemeriksaan Umum adalah
berdasarkan kebutuhan pelayanan di Unit Pemeriksaan Umum dengan
mengacu pada BukuStandar Puskesmas.Pengajuan kebutuhan peralatan
dilakukan oleh dokter atau paramedis yang bertanggungjawab di ruangan
kepadapenanggungjawab peralatan kesehatan di Puskesmas. Serah
terimaperalatan tercatat dalam buku permintaan barang Unit Pemeriksaan
Umum danselanjutnya akan dicantumkan pada kartu inventaris ruangan
olehpenanggungjawab peralatan.Permintaan obat dalam rangka pelayanan
di Unit Pemeriksaan Umumdilakukan melalui penulisan resep yang ditulis
oleh dokter.Resep obatyang telah lengkap penulisannya diberikan kepada
pasien untukselanjutnya pengambilan obat dilakukan oleh pasien di unit
pelayanan kefarmasian.Dalam hal penyediaan obat-obat emergensi di Unit
Pemeriksaan Umum dikelolaoleh apoteker puskesmas dan tercatat dalam
buku stok obatemergensi.Setiap kali pemakaian obat emergensi maka
petugas yangbertanggungjawab untuk melakukan pencatatan dan
melaporkan keapoteker.
2. Unit Kesehatan Gigi dan Mulut
Penyediaan alat kesehatan di Unit Kesehatan Gigi dan Mulut adalah
berdasarkan kebutuhan pelayanan di Unit Kesehatan Gigi dan Mulut
dengan mengacu pada BukuStandar Puskesmas.Pengajuan kebutuhan
peralatan dilakukan olehdokter atau paramedis yang bertanggungjawab di
ruangan kepadapenanggungjawab peralatan kesehatan di Puskesmas.
Serah terimaperalatan tercatat dalam buku permintaan barang Unit
Kesehatan Gigi dan Mulut danselanjutnya akan dicantumkan pada kartu
inventaris ruangan olehpenanggungjawab peralatan.Permintaan obat dalam
rangka pelayanan di Unit Kesehatan Gigi dan Mulutdilakukan melalui
penulisan resep yang ditulis oleh dokter.Resep obatyang telah lengkap

231
penulisannya diberikan kepada pasien untukselanjutnya pengambilan obat
dilakukan oleh pasien di unit pelayanan kefarmasian.Dalam hal penyediaan
obat-obat emergensi di Unit Kesehatan Gigi dan Mulut dikelolaoleh
apoteker puskesmas dan tercatat dalam buku stok obatemergensi.Setiap
kali pemakaian obat emergensi maka petugas yangbertanggungjawab
untuk melakukan pencatatan dan melaporkan keapoteker.
3. Unit KIA/ KB
Penyediaan alat kesehatan di unit pengobatan KIA/KB adalah berdasarkan
kebutuhan pelayanan di unit pengobatan KIA/KB dengan mengacu pada
BukuStandar Puskesmas.Pengajuan kebutuhan peralatan dilakukan
olehparamedis yang bertanggungjawab di ruangan
kepadapenanggungjawab peralatan kesehatan di Puskesmas. Serah
terimaperalatan tercatat dalam buku permintaan barang unit KIA/KB
danselanjutnya akan dicantumkan pada kartu inventaris ruangan
olehpenanggungjawab peralatan.Permintaan obat dalam rangka pelayanan
di unit KIA/KBdilakukan melalui penulisan resep.Resep obatyang telah
lengkap penulisannya diberikan kepada pasien untukselanjutnya
pengambilan obat dilakukan oleh pasien di unit pelayanan
kefarmasian.Dalam hal penyediaan obat-obat emergensi di unit KIA/KB
dikelolaoleh apoteker puskesmas dan tercatat dalam buku stok
obatemergensi.Setiap kali pemakaian obat emergensi maka petugas
yangbertanggungjawab untuk melakukan pencatatan dan melaporkan
keapoteker.
4. Unit Konsultasi Gizi
Pengajuan kebutuhan peralatan dilakukan olehpetugas di unit konsultasi
yang bertanggungjawab di ruangan kepadapenanggungjawab peralatan
kesehatan di Puskesmas. Serah terimaperalatan tercatat dalam buku
permintaan barang unit konsultasi danselanjutnya akan dicantumkan pada
kartu inventaris ruangan olehpenanggungjawab peralatan.

5. Unit Kesehatan lingkungan


Pengajuan kebutuhan peralatan dilakukan olehpetugas di unit konsultasi
yang bertanggungjawab di ruangan kepadapenanggungjawab peralatan

232
kesehatan di Puskesmas. Serah terimaperalatan tercatat dalam buku
permintaan barang unit konsultasi danselanjutnya akan dicantumkan pada
kartu inventaris ruangan olehpenanggungjawab peralatan.

6. Unit Pelayanan Kefarmasian


Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan salah satu
kegiatan pelayanan kefarmasian yang dimulai dari perencanaan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya
adalah menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan
bahan habis habis pakai yang efisien, efektif dan rasional.
Kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai meliputi
1) Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis
habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka
pemenuhan kebutuhan puskesmas.Tujuan perencanaan adalah untuk
mendapatkan :
a. Perkiraan jenis dan jumlah obat dan bahan medis pakai yang
mendekati kebutuhan
b. Meningkatkan penggunaaan obat yang rasional
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat
Proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit dan pola komsumsi obat periode
sebelumnya serta mengacu pada formularium nasional namun tetap
menyesuaikan dengan peresepan obat yang dibutuhkan oleh pasien
dilayanan sesuai dengan terapi obat yang ditentukan oleh dokter.
2) Permintaan Obat dan Bahan Medis habis Pakai
Tujuan permintaan obat dan bahan medis habis pakai adalah memenuhi
kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di Puskesmas Bangkingan,
sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah di buat. Permintaan
obat dan bahan medis habis pakai ditujukan pada Dinas Kesehatan Kota
Surabaya.
a. Penerimaan Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai
Penerimaan Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu
kegiatan dalam menerima Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai dari

233
Gudang Farmasi Kota (GFK) Surabaya sesuai dengan permintaan
yang telah diajukan.
Tujuannya adalah agar obat yang diterima sesai dengan kebutuhan
puskesmas berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas
Bangkingan.
Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat
Dan Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah
kemasan, keadaan, jumlah obat dan bentuk obat sesuai dengan
dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima dan
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Apabila tidak memenuhi syarat,
maka petugas dapat melakukan penolakan terhadap obat yang
diterima dengan mengisi berita acara penolakan obat.
b. Penyimpanan Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai
Penyimpanan Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu
kegiatan pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak
hilang), terhindar dari kerusakam fisik maupun kimia dan mutunya
tetap terjamin sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang telah diteapkan
Penyimpanan Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
mempertimbangkan ha-hal sebagai berikut :
a. Bentuk dan jenis sediaan
b. Stabilitas (suhu, cahaya dan kelembaban)
c. Mudah atau tidaknya meledak/mudah terbakar/korosif
d. Narkotika dan Psikotropika disimpan dalam lemari khusus
c. Pendistribusian Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai
Pendistribusian Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
kegiatan pengeluaran dan penyerahan Obat Dan Bahan Medis Habis
Pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit
pelayanan.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelaanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bangkingan dengan
jenis , mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
d. Pengendalian Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengendalian Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu
kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang

234
diinginkansesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di
unit pelayanan kesehatan dasar.
Kegiatan pengendalian obat meliputi :
a. Pengendalian persediaan
b. Pengendalian penggunaan
c. Penanganan obat rusak dan kadaluarsa
e. Pencatatan, Pelaporan dan Pengarsipan
Pencatatan, Pelaporan dan Pengarsipan merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka penatalaksanaan Obat Dan Bahan Medis
Habis Pakai secara tertib, baik Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai
yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di unit
pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan, Pelaporan dan Pengarsipan adalah :
a. Bukti bahwa pengelolaan Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai
telah dilakukan
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
c. Sumber data untuk membuat laporan
f. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat Dan Bahan Medis Habis
Pakai
Pemantauan dan evaluasi Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk :
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat
menjaga kaulitas maupun pemerataan pelayanan
b. Memperbaiki secara terus menerus pengelolaan Obat Dan Bahan
Medis Habis Pakai
c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
7. Unit Laborat
a. Pengadaan barang alkes dan non alkes
Petugas Laborat mengusulkan barang alkes dan non alkes kepada
penanggungjawab peralatan dengan bantuan buku bantu permintaan
barang Laborat ke petugas barang untuk dipenuhi, jika barang tersebut
tidak tersedia maka petugas barang membuatkan surat permohonan
permintaan barang ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
b. Pengadaan reagen JKN dan APBD

235
Petugas Laborat mengusulkan permintaan reagen melalui petugas
farmasi, petugas farmasi melakukan permintaan reagen ke Dinas
Kesehatan Kota Surabaya.
c. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan selain untuk pemantauan data juga untuk evaluasi. Macam-
macam pencatatan antara lain : buku register Laborat, buku pencatatan
pengambilan dan sampel darah, buku pencatatan pasien TB, form
permintaan pemeriksaan, form permintaan pemeriksaan, form hasil
pemeriksaan, buku pemeriksaan SIFILIS dan HEPATITIS B, form pasien
BPJS, buku pencatatan waktu pemeriksaan Laborat.
Pelaporan yang harus disampaikan secara berkala ke dinas kesehatan
kota berupa laporan bulanan yang merupakan hasil rekapitulasi
pencatatan sesuai ketentuan yang berlaku

2. Perencanaan Peralatan atau Peremajaan


Pengertian dari perencanaan peralatan atau peremajaanadalah suatu
kegiatan untuk merencanakan pengadaan peralatanbaru, sesuai dengan
kebutuhan saat itu atau sebagai pengganti alatyang rusak atau harus diganti
karena keausannya. Tujuannya adalahagar peralatan dapat digunakan setiap
hari tanpa ada hambatan danmenunjang proses pelayanan di tiap unit
pelayanan.Prosedur kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. Dilakukan pengecekan rutin, sehingga diketahui apakah alat masihberfungsi
baik atau tidak
2. Bila alat masih berfungsi baik maka dilakukan perawatan rutinsesuai dengan
SOP masing-masing alat
3. Bila terdapat kerusakan, maka dokter, bidan koordinator atau perawat
koordinator ruangan melaporkan kepada penanggungjawabperalatan
Puskesmas selanjutnya melaporkan kepada KepalaPuskesmas
4. Kerusakan dianalisa, apabila masih memungkinkan dilakukanperbaikan
maka direncanakan upaya perbaikan. Apabila kerusakan tidak dapat
diperbaiki maka alat bisa diganti dengan yang baru(bila ada) atau
mengajukan ke Dinas Kesehatan bila tidak ada.

236
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana Puskesmasmembuat


asuhan pasien lebih aman.Hal ini termasuk asesmen resiko,identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.Sedangkan insiden keselamatan pasien
adalah setiap kejadian atau situasi yangdapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm (penyakit, cidera,cacat, kematian, dan lain-lain) yang tidak
seharusnya terjadi.Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang
disebabkanoleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambiltindakan yang seharusnya diambil.Selain itu sistem keselamatan pasien
inimempunyai tujuan agar terciptanya budaya keselamatan pasien di
Puskesmas,meningkatnya akuntabilitas puskesmas terhadap pasien dan
masyarakat,menurunnya kejadian tidak diharapkan di puskesmas, dan
terlaksananyaprogram-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian yangtidak diharapkan.
6 Sasaran keselamatan pasien di Puskesmas Bangkinganyaitu :
1. Ketepatan Identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat operasi
5. Pengurangan resiko infeksi
6. Pengurangan resiko pasien jatuh

237
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehatdan


aman baik itu bagi pekerjanya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan
lingkungan sekitar tempat kerja tersebut. Undang-Undang Nomor 36 tahun
2009pasal 164 ayat (1) menyatakan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan
untukmelindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan
kesehatanserta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Puskesmas
adalahtempat kerja yang termasuk dalam kategori seperti tersebut di atas, berarti
wajibmenerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Mengacu pada
pengertiantersebut maka diharapkan petugas medis maupun non medis di
Puskesmasdapat menerapkan sistem keselamatan kerja diantaranya:
 Tersedianya APD (Alat Pelindung Diri) yang memenuhi standarserta dapat
menggunakannya dengan baik dan benar
 Tersedianya tempat pembuangan sampah yang dibedakaninfeksius dan non
infeksius serta terdapatnya tempat khususuntuk pembuangan jarum ataupun
spuit bekas
 Setiap petugas medis menganggap bahwa setiap pasien dapatmenularkan
penyakit sehingga unsur keselamatan kerja dapatterus dilaksanakan
 Pengamanan pada keadaan darurat
1. Sistem evakuasi.
2. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
3. Pelatihan khusus berkala tentang penanganan keadaandarurat
4. Alat pemadam kebakaran, masker, dan sumber air terletakpada lokasi yang
mudah dicapai.
 Tata Ruang Dan Fasilitas
1. Seluruh ruangan harus mudah dibersihkan.
2. Tersedianya wastafel dengan air
3. Terdapat tempat sampah medis dan non medis juga safetybox untuk sampah
jarum

238
4. Ventilasi harus cukup
5. Jendela dapat dibuka
Penanganan dan Pembuangan Terhadap Bahan Berbahaya dan Beracun
Penanganan
1. Petugas harus mengenali karakteristik bahan berbahaya dan
beracun,tindakan P3K dan APD yang diperlukan
2. Baca petunjuk / label pada kemasan / SOP yang berlaku
3. Bahan berbahaya dan beracun disimpan dalam jumlah secukupnyapada
tempat khusus bebas banjir, hujan, sumber api dan sinarmatahari, tertutup
tidak mudah dijangkau orang dan ditempatkan padatempat penyimpanan
sesuai karakteristiknya
4. Hindari terjadinya bocoran atau tumpahan
5. Beri label / ketentuan khusus pada bahan berbahaya dan beracun
6. Inventarisir bahan berbahaya dan beracun
7. Pergunakan bahan berbahaya dan beracun secukupnya
8. Buang bahan berbahaya dan beracun sesuai ketentuan yang berlaku
9. Tangani segera dan laporkan jika terjadi paparan bahan berbahayadan
beracun
Pembuangan
1. Bahan berbahaya dan beracun yang bersifat larutan dan berasal darihasil
pemeriksaan Laborat ( yang tidak memungkinkan langsungdibuang ke IPAL)
di tampung dulu pada kontainer yang kuat, tahanbocor yang mempunyai
symbol untuk karakteristik B3 dan label untukinformasi limbah B3 lainnya
2. Bahan berbahaya dan beracun yang bersifat larutan dibuang ke
bakpembuangan yang alirannya menuju Sumur resapan
3. Bahan berbahaya dan beracun yang bersifat padat dibuang padatempat
sampah medis / safety box
4. Pembuangan bahan berbahaya dan beracun dilengkapi bukti transferbahan
berbahaya yang diisi oleh petugas terkait
Penyimpanan bahan kimia
1. Sediakanlah bahan kimia dalam jumlah secukupnya di dalam ruangLaborat.
2. Bahan kimia yang mudah terbakar harus disimpan dalam ruangterpisah.
3. Jangan menyimpan bahan kimia berdasarkan urutan abjad. Hal inidapat
menyebabkan bahan yang seharusnya
tidaktercampur/incompatible/chemicals terletak berdekatan satu sama lain.

239
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

UNIT INDIKATOR STANDAR

Penyediaan Rekam Medis rawat jalan kurang dari 10


PENDAFTARAN 100%
menit

KEPERAWATAN
Angka penderita diare balita yang diberi zinc 100%
UMUM

KESEHATAN GIGI
Rasio Gigi Tetap yang ditambal terhadap yang dicabut 100%
DAN MULUT

KIA-KB Cakupan K1 rendah 100%

KEFARMASIAN Ketersediaan obat dengan formularium 100%

LABORAT Kepatuhan pasien TB dalam pemeriksaan dahak SPS 100%

Dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat


tentangkesehatan, maka saat ini masyarakat semakin memperhatikan mutu

240
pelayanankesehatan yang diterimanya.Pengendalian mutu di pelayanan klinis
harusdilakukan demi kepentingan dan kepuasan dari pasien sehingga nantinya
mendapat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan klinis di Puskesmas
Bangkingan. Indikator mutu pelayanan klinis mengacu pada pedoman mutu
Puskesmas Bangkingan yaitu :

BAB IX
PENUTUP

Demikian telah disusun Pedoman Pelayanan klinis, yang dapatdipakai sebagai


acuan di dalam pelayanan untuk meningkatkan kualitaspelayanan klinis secara
keseluruhan di Puskesmas Bangkingan. Pedoman iniakan mengalami perbaikan
dalam upaya peningkatan kualitas dari waktu kewaktu sehingga diperlukan suatu
evaluasi secara teratur dan berkelanjutandalam hal pemantauannya. Dengan
adanya suatu pedoman pelayanan makakegiatan pelayanan klinis di Puskesmas
Bangkingan dapat mengutamakankepuasan dan keselamatan pada setiap pasien

241

Anda mungkin juga menyukai