Anda di halaman 1dari 6

HIKMAH DIBALIK MUSIBAH

1. Pertama: Agar Hamba Mengenal Keagungan Rubûbiyah Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ dan
Kemuliaan-Nya

Bila Allah Jalla Jalâluhû menghendaki kejelekan bagi hamba, tiada seorang pun yang dapat menolak
kejelekan itu.
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ berfirman,

‫سو ًءا فَ َل َم َر ّد لَهه َو َما لَ هه ْم ِم ْن دهو ِن ِه ِم ْن َوال‬ ّ ‫َو ِإ َذا أ َ َرا َد‬
‫َللاه ِبقَ ْوم ه‬
“Dan apabila Allah menghendaki kejelekan terhadap suatu kaum, tak ada yang dapat menolak (kejelekan)
itu; dan sekali-kali tiada pelindung bagi mereka, kecuali Dia.” [Ar-Ra’d: 11]
Allah ‘Azza Wa Jalla juga berfirman,

“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang
kafir) lalu mengurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? Dan Allah menetapkan
hukum (menurut kehendak-Nya), tiada yang dapat menolak ketetapan-Nya; dan Dia-lah Yang Maha cepat
hisab-Nya.” [Ar-Ra’d: 41]

2. Kedua: Mengenal Kehinaan dan Kerendahan Diri dalam Menegakkan Ibadah kepada-Nya

Saat dilanda musibah, manusia akan menyadari keadaannya sebagai para hamba dan di bawah kekuasaan
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ. Mereka semua tidak terlepas dari ketetapan dan pengaturan Allah serta qadha
dan takdir-Nya. Hal ini tersirat dari pengakuan orang-orang beriman sebagaimana dalam firman-Nya,

َ ‫اجعه‬
‫ون‬ َ َ ‫ِين إِ َذا أ‬
ِ ّ ِ ‫صابَتْ هه ْم هم ِصيبَة قَالهوا إِنّا‬
ِ ‫لِل َوإِنّا إِلَ ْي ِه َر‬ َ ‫الّذ‬

“(Yaitu) orang-orang yang, apabila ditimpa musibah, mengucapkan, ‘Innâ lillâhi wa innâ ilaihi
râji’ûn ‘sesungguhnya kami hanyalah untuk Allah, dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami
dikembalikan’.’.” [Al-Baqarah: 156]

3. Ketiga: Mengantar Hamba kepada Pintu Ikhlas


Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,

‫ف لَهه ِإ َّل هه َو‬ ِ ‫َللاه بِضهر فَ َل كَا‬


َ ‫ش‬ ّ َ‫سك‬ َ ‫َو ِإ ْن يَ ْم‬
ْ ‫س‬
“Dan jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, tiada yang dapat menghilangkan
(kemudharatan) itu, kecuali Dia sendiri.” [Al-An’âm: 17]

َ ‫ين فَلَ ّما نَ ّجا هه ْم ِإلَى ا ْل َب ِر ِإ َذا هه ْم يهش ِْرك‬


‫هون‬ ّ ‫فَ ِإ َذا َر ِكبهوا فِي ا ْلفه ْل ِك َدع هَوا‬
َ ‫َللاَ هم ْخ ِل ِص‬
َ ‫ين لَهه ال ِد‬

“Maka, apabila menaiki kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-
Nya; (Namun), tatkala (Allah) menyelamatkan mereka sampai ke darat, mereka pun (kembali)
mempersekutukan (Allah).”[Al-‘Ankabût: 65]
4. agar Hamba Bertaubat dan Kembali kepada Allah ‘Azza Wa Jalla
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,

‫َان يَ ْدعهو ِإلَ ْي ِه ِم ْن قَ ْب هل‬


َ ‫ي َما ك‬ ِ َ‫ان ضهر َدعَا َربّهه همنِيبًا ِإلَ ْي ِه ث ه ّم ِإ َذا َخ ّولَهه نِ ْع َمةً ِم ْنهه ن‬
َ ‫س‬ َ ‫س‬ َ ‫اْل ْن‬
ِْ ‫س‬ ّ ‫َو ِإ َذا َم‬
‫ب النّ ِار‬
ِ ‫ص َحا‬ْ َ ‫يل إِنّكَ ِم ْن أ‬ َ ‫لِل أ َ ْندَادًا ِليه ِض ّل ع َْن‬
ً ‫سبِي ِل ِه قه ْل ت َ َمت ّ ْع بِ هك ْف ِركَ قَ ِل‬ ِ ّ ِ ‫َو َجعَ َل‬

“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Rabb-nya dengan
kembali kepada-Nya; (Namun) kemudian, apabila (Rabb-nya) memberi nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia
akan kemudharatan yang pernah dia mohonkan (kepada Allah) untuk (dihilangkan) sebelum itu, dan dia
mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah,
‘Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya engkau termasuk sebagai
penghuni neraka.’.” [Az-Zumar: 8]

5. Adanya Doa dan Penyerahan Diri kepada Allah Jalla Jalâluhû


Allah Jalla Jalâluhû berfirman,
َ ‫اْل ْن‬
‫سا هن‬ ِ ْ ‫َان‬ ْ ‫هون ِإ َّل إِيّا هه فَلَ ّما نَ ّجا هك ْم ِإلَى ا ْلبَ ِر أَع َْر‬
َ ‫ضت ه ْم َوك‬ َ ‫ض ُّر فِي ا ْلبَحْ ِر‬
َ ‫ض ّل َم ْن ت َ ْدع‬ ّ ‫َو ِإ َذا َم‬
ُّ ‫س هك هم ال‬
ً ‫َكفه‬
‫ورا‬
“Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa saja yang kalian seru, kecuali Dia.
(Namun), tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling (dari-Nya). Dan adalah manusia itu
selalu tidak berterima kasih.” [Al-Isrâ`: 67]
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman pula,
َ ‫هون إِلَ ْي ِه إِ ْن شَا َء َوت َ ْن‬
َ ‫س ْو َن َما تهش ِْرك‬
‫هون‬ َ ‫ف َما ت َ ْدع‬ ِ ‫هون فَيَ ْك‬
‫ش ه‬ َ ‫بَ ْل إِيّاهه ت َ ْدع‬
“(Tidak), tetapi hanya Dialah yang kalian seru maka Dia menghilangkan bahaya yang, karena (bahaya) itu,
kalian berdoa kepada-Nya jika Dia menghendaki, dan kalian meninggalkan (sembahan-sembahan) yang
kalian persekutukan (dengan Allah).” [Al-An’âm: 41]
Pada ayat lain, Rabb kita Jalla Jalâluhû menegaskan,

‫ض ُّرعًا َو هخ ْفيَةً لَئِ ْن أ َ ْن َجانَا ِم ْن َه ِذ ِه لَنَكهونَ ّن ِم َن‬


َ َ ‫ت ا ْلبَ ِر َوا ْلبَحْ ِر ت َ ْدعهونَهه ت‬ ‫قُه ْل َم ْن يهنَ ِجي هك ْم ِم ْن ه‬
ِ ‫ظله َما‬
َ ‫الشّا ِك ِر‬
‫ين‬
“Katakanlah, ‘Siapakah yang dapat menyelamatkan kalian dari bencana di darat dan di laut, yang kalian
berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dan dengan suara yang lembut (dengan mengatakan,)
‘Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang
bersyukur.’.’.” [Al-An’âm: 63]

6. Menumbuhkan Sifat Hilm ‘Berakal, Kedewasaan, Kesabaran’ saat Terjadi Musibah


Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman tentang Nabi Ibrahim ‘alaihis salâm,

‫لِل تَبَ ّرأ َ ِم ْنهه ِإ ّن‬ َ ‫ع َد َها ِإيّاهه فَلَ ّما تَبَيّ َن لَهه أَنّهه‬
ِ ّ ِ ‫عدهو‬ َ ‫ار ِإب َْرا ِهي َم ِِل َ ِبي ِه ِإ َّل ع َْن َم ْو ِعدَة َو‬
‫ستِ ْغفَ ه‬
ْ ‫َان ا‬ َ ‫َو َما ك‬
‫ِإب َْرا ِهي َم َِل َ ّواه َح ِليم‬
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji
yang telah beliau ikrirkan kepada bapaknya itu. Oleh karena itu, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya
itu adalah musuh Allah, Ibrahim berlepas diri dari (bapak)nya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seseorang
yang hatinya sangat lembut lagi sangat hilm.” [At-Taubah: 114]
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Asyajj Abdul Qais,
‫َللاه ا ْل ِح ْل هم َواِلَنَاةه‬
ّ ‫صلَتَي ِْن يه ِحبُّ هه َما‬
ْ ‫إ ُِ ّن فِ ْيكَ َخ‬
“Sesungguhnya, pada engkau, ada dua (akhlak) yang Allah cintai: hilm dan anâh ‘sikap tidak tergesa-
gesa’.” [2]
Ketujuh: Adanya Sifat Memberi Maaf kepada Orang-Orang yang Tertimpa Musibah
Sifat memberi maaf merupakan sifat yang sangat terpuji. Dalam firman-Nya, Allah Subhânahû Wa
Ta’âlâ berfirman menjelaskan sebagian sifat orang-orang yang bertakwa,
‫اس‬ ِ ّ‫َوا ْلعَافِينَ ع َِن الن‬
“Dan memaafkan (kesalahan) manusia.” [Âli ‘Imrân: 134]
Allah Jalla Jalâluhû juga berfirman,
ِ ّ ‫علَى‬
‫َللا‬ َ ‫صلَ َح فَأَجْ هرهه‬
ْ َ ‫عفَا َوأ‬
َ ‫فَ َم ْن‬
“Maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas (tanggungan) Allah.” [Asy-Syûrâ: 40]

Kedelapan: Mendidik Diri untuk Bersabar


Kesabaran adalah akhlak yang Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ cintai. Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
َ‫صا ِب ِرين‬
ّ ‫ب ال‬ ُّ ِ‫َللاه يهح‬
ّ ‫َو‬
“Dan Allah menyukai orang-orang sabar.” [Âli ‘Imrân: 146]
Kesabaran adalah sebab dilipatgandakannya kebaikan tanpa batasan. Allah Subhânahû Wa
Ta’âlâ berfirman,
‫ساب‬ َ ِ‫صابِ هرونَ أَجْ َر هه ْم ِبغَي ِْر ح‬ ّ ‫ِإنّ َما يه َوفّى ال‬
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang pahala mereka dicukupkan tanpa batas.” [Az-
Zumar: 10]
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ّ ‫س َع مِ نَ ال‬
‫صب ِْر‬ َ ‫طا ًء َخي ًْرا َوأ َ ْو‬ َ ‫ي أَحَد‬
َ ‫ع‬ َ ِ‫َو َما أ ه ْعط‬
“Dan tidaklah seseorang diberi pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” [3]

Kesembilan: Musibah Menggugurkan Dosa dan Kesalahan


Seorang mukmin, yang bersabar dan ridha akan ketentuan Allah saat tertimpa musibah, dosa dan
kesalahannya akan digugurkan.

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,


َ ‫سقَم َوَل َ ح ََزن َحت ّى ا ْله َِم يه َه ُّمهه ِإَل ّ هك ِف َر ِب ِه مِ ْن‬
‫س ِيئ َاتِ ِه‬ َ َ ‫ْب ا ْل هم ْؤمِ نَ مِ ْن َوصَب َوَل َ نَصَب َوَل‬
‫َما يه ِصي ه‬
“Tidaklah seorang mukmin ditimpa oleh sakit terus-menerus, keletihan, penyakit, kesedihan, hingga gundah
gulana yang menyusahkannya, kecuali bahwa dia akan digugurkan dari kesalahan-kesalahannya.” [4]

Kesepuluh: Kegembiraan karena Adanya Sejumlah Manfaat di Balik Musibah


Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ‫َوإِ ْن كَانهوا لَيَ ْف َر هح ْونَ بِا ْلبَلَءِ َك َما ت َ ْف َر هح ْونَ بِال ّر َخاء‬
“Sungguh mereka (para nabi) sangat bergembira dengan musibah sebagaimana kalian bergembira dengan
kemudahan.” [5]

Kesebelas: Bersyukur terhadap Musibah Lantaran Berbagai Manfaat


Berbagai manfaat yang dipetik di balik musibah adalah bagian dari anugerah Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ.
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ telah memerintah,
َ‫َللا إِ ْن هك ْنت ه ْم إِيّاهه ت َ ْعبه هدون‬ ْ ‫َوا‬
ِ ّ َ‫شك ههروا نِ ْع َمت‬
“Dan syukurilah nikmat Allah jika kalian hanya menyembah kepada-Nya.” [An-Nahl: 114]
Telah dimaklumi bahwa orang sakit kadang mensyukuri perbuatan seorang dokter yang mengamputasi
tubuhnya guna kesembuhannya. Walaupun harus merelakan ketiadaan sebagian anggota tubuhnya, dia
bersyukur akan kesembuhannya.
Kedua Belas: Rasa Rahmat dan Iba kepada Mereka yang Tertimpa Musibah
Musibah, yang melanda seorang muslim, sering menggerakkan hati muslim lain untuk berbuat kebaikan bagi
saudara-saudaranya tersebut. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
‫سه َِر َوا ْل هح ّمى‬ َ ‫سائ هِر ا ْل َج‬
ّ ‫س ِد بِال‬ َ ‫عى لَهه‬ ْ ‫س ِد إِذَا ا‬
‫شتَكَى مِ ْنهه ه‬
ْ ‫ع‬
َ ‫ضو تَدَا‬ َ ‫ط ِف ِه ْم َمث َ هل ا ْل َج‬
‫َمث َ هل ا ْل هم ْؤمِ نِ ْينَ فِ ْي ت َ َوا ِد ِه ْم َوت َ َراحهمِ ِه ْم َوتَعَا ه‬
“Perumpamaan kaum mukmin dalam hal cinta-mencintai, rahmat-merahmati, dan kasih-mengasihi bagaikan
satu jasad. Bila sebagian anggota jasad mengeluh (kesakitan), hal itu akan dirasakan oleh seluruh anggota
jasad dalam bentuk tidak bisa tidur atau demam.” [6]

Ketiga Belas: Mengenal Besarnya Nikmat Afiat


Nikmat afiat serta nikmat perihal terhindarnya seseorang dari musibah dan petaka akan terasa saat orang
tersebut dilanda musibah atau menyaksikan musibah yang menimpa orang lain. Oleh karena itu,
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengajarkan,
‫علَى َكثِيْر مِ ّم ْن َخلَقَ ت َ ْف ِض ْيلً لَ ْم ي ه ِص ْبهه ذَ ِلكَ ا ْلبَلَ هء‬ ّ َ‫ِي عَافَانِ ْي مِ ّما ا ْبتَلَكَ ِب ِه َوف‬
َ ‫ضلَنِ ْي‬ ِ ّ ِ ‫َم ْن َرأَى هم ْبتَلًى فَقَا َل ا ْلح َْم هد‬
ْ ‫لِل الّذ‬
“Barangsiapa yang menyaksikan orang yang tertimpa ujian, hendaknya dia membaca, ‘Alhamdulillâhil ladzî
‘âfânî mimmâb talâka bihi wa fadhdhalanî ‘alâ katsîrin mimman khalaqa tafdhîlan ‘segala puji bagi Allah yang
memberi afiat kepadaku terhadap sesuatu yang menimpamu, dan (Allah) telah menberi keutamaan
kepadaku di atas banyak makhluk-Nya’.’ Pasti ujian itu tidak akan menimpanya.” [7]

Keempat Belas: Pahala yang Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ Persiapkan di Akhirat


Dari sejumlah penjelasan yang telah berlalu, tampak berbagai pahala akhirat di balik keberadaan musibah
dan petaka. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫َللاه بِ ِه َخي ًْرا يه ِص ْب مِ ْنهه‬
ّ ‫َم ْن يه ِر ِد‬
“Siapa saja yang Allah kehendaki kebaikan padanya, Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” [8]

Kata kebaikan, yang dijanjikan dalam hadits, adalah segala hal yang mencakup kebaikan dunia dan akhirat,
baik dalam bentuk pahala maupun selainnya.
Namun, harus diketahui pula bahwa pahala tersebut adalah bagi siapa saja yang menerima musibah dengan
kesabaran. Juga, pahala yang diberikan berjenjang sesuai dengan kekuatan sabar. Allah Subhânahû Wa
Ta’âlâberfirman,
َ‫إِنّ َما تهجْ َز ْونَ َما هك ْنت ه ْم ت َ ْع َملهون‬
“Sesungguhnya kalian diberi balasan terhadap segala sesuatu yang telah kalian kerjakan.” [Ath-Thûr: 16]

Kelima Belas: Berbagai Manfaat yang Tersembunyi di Balik Musibah


Di antara hikmah Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ adalah bahwa terkadang, pada musibah, ada kebaikan-
kebaikan yang tidak disangka oleh seorang hamba.
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ berfirman,
َ‫َللاه يَ ْعلَ هم َوأ َ ْنت ه ْم ََل ت َ ْعلَ همون‬
ّ ‫ش ْيئ ًا َوه َهو شَر لَ هك ْم َو‬ َ ‫سى أ َ ْن تهحِ بُّوا‬ َ ‫ع‬َ ‫ش ْيئ ًا َوه َهو َخيْر لَكه ْم َو‬ َ ‫سى أ َ ْن تَك َْرههوا‬ َ ‫ع‬ َ ‫َو‬
“Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal sesuatu itu amat baik bagi kalian. Boleh jadi pula kalian
menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu amat buruk untuk kalian; Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak
mengetahui.” [Al-Baqarah: 216]
Allah ‘Azza Wa Jalla juga berfirman,
ً ‫َللاه فِي ِه َخي ًْرا َكث‬
‫ِيرا‬ ّ ‫ش ْيئ ًا َويَجْ عَ َل‬ َ ‫سى أ َ ْن تَك َْرههوا‬ َ َ‫فَع‬
“Mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak pada sesuatu
itu.” [An-Nisâ`: 19]
Pada ayat lain, Allah Jalla Jalâluhû berfirman pula,
‫عذَاب عَظِ يم‬ َ ‫اْلثْ ِم َوالّذِي ت َ َولّى ِكب َْرهه مِ ْن هه ْم لَهه‬ ِ ْ َ‫ب مِ ن‬ َ َ ‫سبهوهه ش ًَّرا لَكه ْم بَ ْل ه َهو َخيْر لَ هك ْم ِل هك ِل ا ْم ِرئ مِ ْن هه ْم َما ا ْكت‬
َ ‫س‬ َ ْ‫صبَة مِ ْنكه ْم ََل تَح‬ ‫اْل ْفكِ ه‬
ْ ‫ع‬ ِ ْ ِ‫إِنّ الّ ِذينَ جَا هءوا ب‬
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu berasal dari golongan kalian juga. Janganlah
kalian mengira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian, tetapi hal itu adalah baik bagi kalian. Tiap-tiap
orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dia kerjakan. Dan siapa saja di antara mereka yang
mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, adzab yang besar bagi dia.” [An-Nûr: 11]

Keenam Belas: Musibah Menahan Manusia untuk Berlaku Sombong, Congkak, dan Sewenang-
Wenang
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ menjelaskan salah satu sifat manusia dalam firman-Nya,
ْ ‫ أ َ ْن َرآهه ا‬.‫سانَ لَيَ ْطغَى‬
‫ست َ ْغنَى‬ َ ‫اْل ْن‬
ِ ْ ّ‫ك َّل إِن‬
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat bahwa dirinya serba
cukup.”[Al-‘Alaq: 6-7]
Allah ‘Azza Wa Jalla juga berfirman,
ِ ‫الر ْزقَ ِل ِعبَا ِد ِه لَبَغَ ْوا فِي ْاِل َ ْر‬
‫ض َولَك ِْن يهنَ ِز هل بِقَدَر َما يَشَا هء إِنّهه بِ ِعبَا ِد ِه َخبِير بَ ِصير‬ ِ ‫َللاه‬
ّ ‫ط‬ َ ‫س‬
َ َ‫َولَ ْو ب‬
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas
di muka bumi, tetapi Dia menurunkan apa-apa yang Dia kehendaki dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha
Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” [Asy-Syûrâ: 27]
Dengan musibah dan cobaan, seorang hamba akan menahan diri dari segala sifat keangkuhan.

Ketujuh Belas: Merupakan Pendidikan bagi Hamba untuk Ridha kepada Ketentuan dan Takdir
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ّ ‫ط فَلَهه ال‬
‫س َخ ه‬
‫ط‬ ِ ‫ي فَلَه ه‬
َ ِ‫الرضَا َو َم ْن سَخ‬ ّ ‫َللا إِذَا أَح‬
َ ‫َب قَ ْو ًما ا ْبتَلَ هه ْم فَ َم ْن َر ِض‬ َ ‫ظ َم ا ْلج ََزاءِ َم َع ِع‬
َ ّ ّ‫ظ ِم ا ْلبَلَءِ َوإِن‬ َ ‫إِنّ ِع‬
“Sesungguhnya, besarnya pahala bersama dengan besarnya cobaan. Sesungguhnya, apabila mencintai
suatu kaum, Allah akan menguji (kaum) tersebut. Barangsiapa yang ridha, untuknya keridhaan (Allah),
(tetapi) barangsiapa yang murka, baginya kemurkaan (Allah).” [9]

Kedelapan Belas: Menampakkan Konsekuensi dan Keagungan Nama-Nama yang Maha Baik dan
Sempurna (Al-Asma` Al-Husna) Milik Allah Jalla Jalâluhû
Di antara Al-Asma` Al-Husna milik Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ adalah Ar-Rabb (Yang Maha bersendirian
dalam kepemilikan, pengaturan, kekuasaan, penciptaan, dan perbuatan) dan Al-‘Azîz (Yang Maha Perkasa).
Keagungan nama-nama ini akan terasa dengan menyaksikan musibah dan petaka yang Allah ‘Azza Wa
Jalla turunkan, yang kehendak Allah tersebut tidak akan mampu ditolak oleh siapapun. Demikian pula
kandungan dan konsekuensi Al-Asma` Al-Husna yang lain.

Kesembilan Belas: Keberadaan Musibah di Tengah Manusia Akan Membuat Seorang Hamba Tersadar
bahwa Seluruh Manusia Sangat Bergantung kepada Penjagaan dan Perlindungan Allah Subhânahû
Wa Ta’âlâ
Apabila tidak ada rahmat dan perlindungan Allah ‘Azza Wa Jalla, niscaya dia akan binasa di tengah badai
musibah dan petaka.

Kedua Puluh: Seorang Hamba yang Didera oleh Petaka Akan Banyak Merenungi Sebab yang
Mendatangkan Petaka
Dengan demikian, dia akan terdidik untuk banyak memperbaiki diri, membenahi aib dan keburukannya, serta
menahan diri dari membahas aib orang lain.

Kedua Puluh Satu: Musibah Menyingkap bahwa Kehidupan Dunia Hanyalah Sementara, bukan
Kehidupan Kekal Abadi
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
َ ‫ّار ْاْلخِ َرةَ لَ ِه‬
َ‫ي ا ْل َحيَ َوا هن لَ ْو كَانهوا يَ ْعلَ همون‬ َ ‫َو َما َه ِذ ِه ا ْل َحيَاةه ال ُّد ْنيَا إِ َّل لَهْو َولَعِب َوإِنّ الد‬
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, melainkan senda gurau dan permainan belaka. Dan sesungguhnya akhirat
itulah kehidupan yang sebenarnya kalau mereka mengetahui.” [Al-‘Ankabût: 64]
Wallâhu Ta’âlâ A’lam

[1] Tujuh belas poin pertama dirangkum dari Fawâ`id Al-Balwâ wa Al-Mihan karya Al-‘Izz bin Abdus Salam,
selebihnya dibahasakan dari keterangan Ibnul Qayyim dalam Zâd Al-Ma’âd Fî Hadyi Khair Al-‘Ibâd 4/ 188-
196 dan Tharîq Al-Hijratain wa Bâb As-Sa’âdatain 2/362-372.
[2] Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu ‘Abbâs dan Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhum.
[3] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, At-Tirmidzy, dan An-Nasâ`iy dari Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu
‘anhû.
[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim, dari Abu Hurairah dan Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu
‘anhumâ, serta oleh At-Tirmidzy, dari Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhû.
[5] Diriwayatkan oleh Ma’mar bin Râsyid, Ahmad, Ibnu Mâjah, dan selain mereka. Dishahihkan oleh Al-
Albâny rahimahullâh dalam Ash-Shahîhah no. 2047.
[6] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari An-Nu’mân bin Basyir radhiyallâhu ‘anhumâ.
[7] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy dan selainnya. Dihasankan oleh Al-Albâny rahimahullâh dalam Ash-
Shahîhah no. 602.
[8] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhû.
[9] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy dan Ibnu Mâjah. Dihasankan oleh Al-Albâny rahimahullâh dalam Ash-
Shahîhah no. 146.

Anda mungkin juga menyukai