Anda di halaman 1dari 11

Nama : Sofia Awiliyah

NIM : A018047
Akademi Metrologi dan Instrumentasi

RESUME RUKUN PUASA

1. Definisi Puasa
Secara bahasa Ash Shiyam : al imsaak (‫ )اإلمساك‬yaitu menahan diri.
Secara istilah, ash shiyaam : beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menahan diri dari makan,
minum dan pembatal puasa lainnya, dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

2. Hukum Puasa Ramadhan


Puasa Ramadhan hukumnya wajib (QS. Al Baqarah: 183).

3. Keutamaan Puasa
 Puasa adalah ibadah yang tidak ada tandingannya.

 Allah Ta’ala menyandarkan puasa kepada diri-Nya.

 Puasa menggabungkan 3 jenis kesabaran: sabar dalam melakukan ketaatan kepada


Allah, sabar dalam menjauhi hal yang dilarang Allah dan sabar terhadap takdir
Allah atas rasa lapar dan kesulitan yang ia rasakan selama puasa.

 Puasa akan memberikan syafaat di hari kiamat.

 Orang yang berpuasa akan diganjar dengan ampunan dan pahala yang besar. (QS.
Al Ahzab: 35)

 Puasa adalah perisai dari api neraka.


 Puasa adalah sebab masuk ke dalam surga

4. Rukun Puasa
 Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
 Menepati rentang waktu puasa
5. Awal dan akhir bulan Ramadhan (bulan puasa)
 Wajib menentukan awal bulan Ramadhan dengan ru’yatul hilal, bila hilal tidak
terlihat maka bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari.
 Para ulama mensyaratkan minimal satu orang yang melihat hilal untuk bisa
menetapkan terlihatnya hilal Ramadhan.
 Jika ada seorang yang mengaku melihat hilal Ramadhan sendirian, ulama khilaf.
Jumhur ulama mengatakan ia wajib berpuasa sendirian berdasarkan ru’yah-nya.
Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Al Utsaimin. Sebagian ulama berpendapat ia
wajib berpuasa bersama jama’ah kaum Muslimin. Pendapat ini dikuatkan oleh
Ibnu Taimiyah dan Ibnu Baz.
 Rukyah hilal suatu negeri berlaku untuk seluruh negeri yang lain (ittifaqul
mathali’), ataukah setiap negeri mengikuti rukyah hilal masing-masing di
negerinya (ikhtilaful mathali’)? Para ulama khilaf dalam masalah ini. Jumhur
ulama berpendapat rukyah hilal suatu negeri berlaku untuk seluruh negeri yang
lain.
 Wajib menentukan akhir bulan Ramadhan dengan ru’yatul hilal, bila hilal tidak
terlihat maka bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari.
 Jumhur ulama mensyaratkan minimal dua orang yang melihat hilal untuk bisa
menetapkan terlihatnya hilal Syawal.
 Jika ada seorang yang mengaku melihat hilal Syawal sendirian, maka ia wajib
berbuka bersama jama’ah kaum Muslimin.
 Jika hilal Syawal terlihat pada siang hari, maka kaum Muslimin ketika itu juga
berbuka dan shalat Id, jika terjadi sebelum zawal (bergesernya mata hari dari garis
tegak lurus).

6. Rentang waktu puasa


Puasa dimulai ketika sudah terbit fajar shadiq atau fajar yang kedua (QS. Al Baqarah:
187)
Puasa berakhir ketika terbenam matahari (QS. Al Baqarah: 187)

7. Syarat sah puasa


 Islam
 Baligh
 Berakal
 Muqim (tidak sedang safar)
 Suci dari haid dan nifas
 Mampu berpuasa
 Niat

8. Sunnah-sunnah ketika puasa


 Sunnah-sunnah terkait berbuka puasa
o Disunnahkan menyegerakan berbuka
o Berbuka puasa dengan beberapa butir ruthab (kurma segar), jika tidak ada
maka denganbeberapa butir tamr (kurma kering), jika tidak ada maka
dengan beberapa teguk air putih
o Berdoa ketika berbuka dengan doa yang diajarkan oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
 Sunnah-sunnah terkait makan sahur
o Makan sahur hukumnya sunnah muakkadah.
o Disunnahkan mengakhirkan makan sahur mendekati waktu terbitnya fajar,
pada waktu yang tidak dikhawatirkan datangnya waktu fajar ketika masih
makan sahur.
o Disunnahkan makan sahur dengan tamr (kurma kering).
 Orang yang berpuasa wajib meninggalkan semua perbuatan yang diharamkan
agama dan dianjurkan untuk memperbanyak melakukan ketaatan .
 Membaca Al Qur’an adalah amalan yang lebih dianjurkan untuk diperbanyak di
bulan Ramadhan.

9. Orang – orang yang diperbolehkan tidak berpuasa


 Orang sakit yang bisa membahayakan dirinya jika berpuasa.

 Musafir.

 Orang yang sudah tua renta

 Wanita hamil dan menyusui

 Orang yang memiliki sebab-sebab yang membolehkan tidak berpuasa,


diantaranya:
o Orang yang pekerjaannya terasa berat.
o Orang yang sangat kelaparan dan kehausan sehingga bisa membuatnya
binasa.
o Orang yang dipaksa untuk berbuka atau dimasukan makanan dan
minuman secara paksa ke mulutnya.
o Mujahid fi sabilillah yang sedang berperang di medan perang. Dibolehkan
bagi mereka untuk meninggalkan berpuasa

10. Pembatal – pembatal puasa


 Makan dan minum dengan sengaja
 Keluar mani dengan sengaja
 Muntah dengan sengaja
 Keluarnya darah haid dan nifas
 Menjadi gila atau pingsan
 Riddah (murtad)
 Berniat untuk berbuka
 Merokok
 Jima (bersenggama) di tengah hari puasa
 Hijamah (bekam) diperselisihkan apakah dapat membatalkan puasa atau tidak
 Masalah donor darah tidak membatalkan puasa dengan men-takhrij pendapat
jumhur ulama, dan bisa membatalkan puasa dengan men-takhrij pendapat
Hanabilah.

 Inhaler dan sejenisnya berupa aroma yang dimasukan melalui hidung,


diperselisihkan apakah dapat membatalkan puasa atau tidak.

11. Yang dimakruhkan ketika berpuasa


 Terlalu dalam dan berlebihan dalam berkumur-kumur dan istinsyaq
 Puasa wishal, yaitu menyambung puasa selama dua hari tanpa diselingi makan
atau minum sama sekali.
 Menyicipi makanan tanpa ada kebutuhan
 Bercumbu dan mencium istri, bagi orang yang tidak mampu
mengendalikan birahinya
 Bermalas-malasan dan terlalu banyak tidur tanpa ada kebutuhan
 Berlebihan dan menghabiskan waktu dalam perkara mubah yang tidak bermanfaat

12. Beberapa kesalahpahaman dalam ibadah puasa


 Niat puasa tidak perlu dilafalkan, karena niat adalah amalan hati
 Berpuasa namun tidak melaksanakan shalat fardhu adalah kesalahan fatal
 Berbohong tidak membatalkan puasa, namun bisa jadi membatalkan atau
mengurangi pahala puasa
 Sebagian orang menahan diri melakukan perbuatan maksiat hingga datang waktu
berbuka puasa
 Hadits “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah” adalah hadits yang lemah
 Tidak ada hadits “berbukalah dengan yang manis
 Tidak tepat mendahulukan berbuka dengan makanan manis ketika tidak ada
kurma
RESUME RUKUN THAHARAH
Wudhu
A. Definisi : Wudhu (Arab: ‫ ءوضوال‬al-wuḍū’) adalah salah satu cara mensucikan
anggotatubuh dengan air.

B. Syarat – Syarat Wudhu :


Syarat yang mewajibkan orang mukallaf untuk berwudhu, dimana apabila syarat itu atau
sebagian padanya hilang, ia tidak wajib melakukan wudhu.
 Baligh (Dewasa)
 Masuknya waktu shalat.
 Bukan orang yang mempunyai wudhu.
 Mampu melaksanakan wudhu.

C. Syarat Sah wudhu


 Air yang digunakan itu adalah thahur (mensucikan).
 Orang yang berwudhu itu Mumayyiz
 Tidak terdapat pengahalang yang dapat mengahalangi sampainya air ke anggota
wudhu yang hendak dibasuh.

D. Syarat Wajib dan Sahnya sekaligus


 Akil
 Sucinya perempuan dari darah haid dan nifas.
 Tidak tidur atau lupa
 Islam

E. Rukun Wudhu
1) Niat
2) Membasuh / mengusap anggota wajib wudhu.
Dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Maidah ayat 6 anggota wajib wudhu antara lain:
 Seluruh bagian muka
 Kedua tangan sampai kedua siku – siku
 kepala, baik seluruhnya maupun sebagian dari padanya
 kedua kaki sampai dengan kedua mata kaki
3) Tertib

F. Sunnah Wudhu
 Membaca Basmalah
 Bersiwak
 Berkumur
 Menyisir jenggot dengan jari-jari tangan
 Mengulang tiga kali basuhan
 Memulai dari sisi kanan sebelum yang kiri
 Menggosok, yaitu menggerakkan tangan ke anggota badan ketika mengairi atau
sesudahnya
 Mengusap dua telinga
 Membasuh bagian depan kepala, dan memperpanjang basuhan di atas siku dan
mata kaki
 Berdoa setelah wudhu
 Shalat sunnah wudhu dua rakaat

G. Hal – hal makruh dalam Wudhu


Berlebih – lebihan dalam menuangkan air.

H. Yang Membatalkan Wudhu


 Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan pembuangan (kencing, tinja, angin,
madzi, atau wadi), kecuali mani yang mengharuskannya mandi.
 Tidur lelap yang tidak menyisakan daya ingat
 Hilang akal baik karena gila, pingsan, mabuk atau obat.

Tayammum

A. Pengertian :
Tayammum adalah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci.
Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudhu jika seseoarang yang akan
melaksanakan shalat tidak menemukan air untuk berwudhu.

B. Syarat – Syarat Tayammum


Seseorang dibolehkan untuk bertayammum jika:
 Islam
 Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
 Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit
 Telah masuk waktu shalat
 Dengan debu yang suci
 Bersih dari Haid dan Nifas

C. Sebab – sebab disyari’atkannya Tayammum


 Tidak ada air untuk dipakai bersuci.
 Tidak mampu menggunakan air atau dalam keadaan membutuhkan air.
D. Rukun Tayammum
1) Niat: Nawaitut-tayammuma li istibaahatish-shalaati fardhal lillaahi ta’aalaa.
Artinya: “Aku berniat bertayammum untuk dapat mengerjakan shalat, fardhu
karena Allah.”
2) Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali usapan
3) Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu tanah
4) Memindahkan debu kepada anggota yang diusap
5) Tertib

E. Sunat Tayammum
1) Membaca basmalah
2) Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri
3) Menipiskan debu

F. Hal – hal yang membatalkan Tayammum


1) Segala hal yang membatalkan wudhu
2) Melihat air sebelum shalat, kecuali yang bertayammum karena sakit
3) Murtad, keluar dari Islam
RESUME RUKUN SHALAT
1. Rukun Shalat
Yang dimaksud dengan rukun shalat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan
membentuk hakikat shalat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka shalat pun tidak
teranggap secara syar’i dan juga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi.
Meninggalkan rukun shalat ada dua bentuk.
 Pertama: Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi seperti ini shalatnya
batal dan tidak sah dengan kesepakatan para ulama.
 Kedua: Meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu. Di sini ada tiga rincian,
1) Jika mampu untuk mendapati rukun tersebut lagi, maka wajib untuk
melakukannya kembali.
2) Jika tidak mampu mendapatinya lagi, maka shalatnya batal menurut
ulama-ulama Hanafiyah.
3) Jika yang ditinggalkan adalah takbiratul ihram, maka shalatnya harus
diulangi dari awal lagi karena ia tidak memasuki shalat dengan benar.

1. Rukun pertama: Berdiri bagi yang mampu


2. Rukun kedua: Takbiratul ihram.
3. Rukun ketiga: Membaca Al Fatihah di Setiap Raka’at
4. Rukun keempat dan kelima: Ruku’ dan thuma’ninah
5. Rukun keenam dan ketujuh: I’tidal setelah ruku’ dan thuma’ninah
6. Rukun kedelapan dan kesembilan: Sujud dan thuma’ninah
7. Rukun kesepuluh dan kesebelas: Duduk di antara dua sujud dan thuma’ninah
8. Rukun keduabelas dan ketigabelas: Tasyahud akhir dan duduk tasyahud
9. Rukun keempatbelas: Shalawat kepada Nabi setelah mengucapkan tasyahud akhir
10. Rukun kelimabelas: Salam
Model salam ada empat:
1. Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu
‘alaikum wa rahmatullah”.
2. Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah wa barokatuh”, salam ke
kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
3. Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu
‘alaikum”.
4. Salam sekali ke kanan “Assalamu’laikum”.
11. Rukun keenambelas: Urut dalam rukun-rukun yang ada
2. Fiqh Shalat

Shalat adalah salah satu dari lima rukun Islam. Shalat merupakan tiang agama yang tidak akan
tegak tanpanya. Shalat adalah ibadah pertama yang Allah wajibkan. Shalat adalah amal pertama
yang diperhitungkan di hari kiamat. Shalat adalah wasiat terakhir Rasulullah saw. kepada
umatnya ketika hendak meninggal dunia. Shalat adalah ajaran agama yang terakhir ditinggalkan
umat Islam.

Allah swt. menyuruh memelihara shalat setiap saat, ketika mukim atau musafir, saat aman atau
ketakutan (Al-Baqarah: 238-239)

Ada beberapa hadits dari Rasulullah saw. tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat,
antara lain:

1) Hadits Jabir r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda, ‫صالة تركُ والكُفر الرجل بين‬
َّ ‫“ ال‬Batas antara
kufur dengan seseorang adalah shalat.” (Muslim, Abu Daud, At Tirmidziy, Ibnu Majah,
dan Ahmad)
2) Hadits Buraidah, berkata: Rasulullah saw. bersabda,

ُ ‫صالة وبينهم بيننا الذي العهد‬


َّ ‫ال‬، ‫كفر فقد تركها فمن‬

“Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya, maka
ia kafir.” (Ahmad dan Ashabussunan)

3) Hadits Abdullah bin Syaqiq Al-‘Uqailiy, berkata, “Para shahabat Nabi Muhammad saw.
tidak pernah menganggap amal yang jika ditinggalkan menjadi kafir selain shalat.
(Tirmidzi, Hakim, dan menshahihkannya dengan standar Bukhari Muslim)

3. Waktu Shalat

Allah swt. telah menetapkan waktu setiap shalat fardhu, dan memerintahkan kita untuk
berdisiplin memeliharanya. Firman Allah, “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An Nisa: 103). Dan waktu shalat adalah:

1. Shalat fajar, waktunya sejak terbit fajar shadiq sehingga terbit matahari, disunnahkan
pelaksanaannya di awal waktu menurut Syafi’iyah

2. Shalat zhuhur, waktunya sejak tergelincir matahari dari pertengahan langit, sehingga bayangan
benda sama dengan aslinya. Disunnahkan mengakhirkannya ketika sangat panas, dan di awal
waktu di selain itu. Seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas r.a.
3. Shalat ashar, waktunya sejak bayangan benda sama dengan aslinya, di luar bayangan waktu
zawal, sampai terbenam matahari. Disunnahkan melaksanakannya di awal waktu, dan makruh
melaksanakannya setelah matahari menguning. Shalat ashar disebut shalat wustha.

4. Shalat maghrib, waktunya sejak terbenam matahari, sehingga hilang rona merah. Disunnahkan
melaksanakannya di awal waktu,dan diperbolehkan mengakhirkannya selama belum hilang rona
merah di langit.

5. Shalat isya’, waktunya sejak hilang rona merah sehingga terbit fajar. Disunnahkan
mengakhirkan pelaksanaannya hingga tengah malam. Diperbolehkan juga melaksanakannya
setelah tengah malam, dan makruh hukumnya tidur sebelum shalat isya’ dan berbincang
sesudahnya.

4. Adzan dan Iqamah

Adzan artinya pemberitahuan tentang telah datang waktu shalat. Lafadhnya sebagai berikut.

4( ‫هللا أكبر‬x2( ‫ أشهد أن ال إله إال هللا‬،)x2( ‫ أشهد أن محمدا ً رسول هللا‬،)x2( ‫ي على الصالة‬
ّ ‫) ح‬x2( ‫ي على الفالح‬
ّ ‫) ح‬x ‫ هللا‬،)
2( ‫أكبر‬x.‫) ال إله إال هللا‬

Sedang iqamat dengan menambahkan (‫ي‬


َّ ‫ )الفالح على ح‬setelah ‫( الصالة قامت قد‬2x)
Adzan dan iqamat hukumnya sunnah muakkadah untuk melaksanakan shalat fardhu, bagi
munfarid maupun berjamaah, menurut jumhurul ulama. Keduanya hukumnya wajib di masjid
menurut imam Malik dan fardhu kifyaah menurut imam Ahmad.

Disunnhkan bagi yang mendengar adzan untuk mengucapkan seperti yang diucapkan oleh
muadzdzin kecuali dalam bacaan ‫( الصالة على حي‬2x) ‫( الفالح على حي‬2x) yang dijawab dengan : ‫ال‬
‫ العظي العلي باهلل َّإال قوة وال حول‬kemudian bershalawat atas Nabi sesudah adzan dan mengucapkan :
‫والفضيلة الوسيلة ُمحمدا آت القائمة والصالة التا َّمة الدعوة هذه ربَّ الله َّم‬، ‫وعدته الذي محمودا مقاما وابعثه‬

“Ya Allah Pemilik panggilan yang sempurna ini, dan shalat yang tegak. Berikan kepada Nabi
Muhammad wasilah dan keutamaan, berikan kepadanya tempat yang terpuji yang telah Engkau
janjikan.” (Bukhari)

Disunnahkan berdoa antara adzan dan iqamat. Di antara doa ma’tsur dalam hal ini adalah yang
diriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqas, dari Rasulullah saw, “Barangsiapa yang mengucapkan
ketika mendengar mu’adzdzin:

‫له شريك ال وحده هللا إال إله ال أن أشهد‬، ‫ورسوله عبده ُمحمدا وأن‬، ‫ربا باهلل رضيت‬، ‫دينا وباإلسالم‬، ‫عليه هللا صلى وبمحمد‬
‫رسوال وسلم‬، ‫ذُنوبه له هللا غفر‬

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Maha Esa, Tiada sekutu baginya. Dan bahwa Nabi
Muhammad adalah hamba dan utusannya. Aku ridha Allah sebagai Tuhanku, Islam agamaku,
Nabi Muhammad saw, sebagai utusan. Akan diampuni dosa-dosanya.” (Muslim dan Tirmidzi)
Disunnahkan ada jarak antara adzan dan iqamat untuk memberi kesempatan orang hadir ke
masjid. Diperbolehkan juga iqamat selain orang yang adzan. Disunnahkan bagi yang mendengar
qamat untuk mengucapkan seperti yang dikatakan oleh orang yang qamat. Sebagaimana
disunnahkan pula berdiri ketika orang yang qamat mengucapkan ‫الصالة قامت قد‬

Diajarkan bagi orang yang mengqadha shalat yang terlewatkan untuk adzan dan iqamat. Dan jika
shalat yang ditinggalkan itu banyak, maka adzan untuk shalat pertama dan qamat untuk setiap
shalat.

Diperbolehkan berbicara antara qamat dan shalat; dan tidak mengulang iqamat meskipun
penghalang itu panjang. Hal ini ditetapkan dalam As-Sunnah seperti dalam riwayat Bukhari.

Wanita tidak disunnahkan adzan dan iqamat. Tetapi tidak apa-apa jika melakukannya. Aisyah
r.a. pernah melakukannya seperti yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi.

Anda mungkin juga menyukai