LP Pneumonia
LP Pneumonia
“PNEUMONIA NEONATAL”
DI RUANG 11 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh :
NIM. 150070300011060
1
1.DEFINISI & KLASIFIKASI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai pada jaringan parenkim
paru yang biasanya disebabkan karena infeksi bakteri dengan tanda dan gejala
seperti batuk, sesak napas, demam tinggi, disertai dengan penggunaan otot
bantu napas dan adanya bercak infiltrate pada jaringan paru (Depkes RI 2002)
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan
oleh agens infeksius.(Smeltzer, 2002)
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia,
radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis
(PDPI, 2003).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke
sekitar alveoli yang tidak berfungsi. Hipoksemia dapat terjadi tergantung
banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Somantri, 2007).
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-
kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen
membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara-gara inilah, selain penyebaran
infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal.(Misnadiarly,
2008)
Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan
cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam
interstitium, menyebabkan sekumpulan gejala dan tanda khas biasanya dengan
gambaran infiltrat sampai konsolidasi pada foto rontgen dada. Gejala/tanda
tersebut antara lain, demam, sesak napas, batuk dengan dahak purulen kadang
disertai darah dan nyeri dada (Syahrir, 2008).
Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi
dalam beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan
dengan kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paru-
paru. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau
berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta,
aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran (Caserta, 2009)
2
Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi
Intrapartum pneumonia
Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir.
Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau
aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik,
atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah
dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya.
Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat
mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir.
Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi yang
memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi menyebabkan tanda-tanda
klinis.
Pneumonia pascalahir
Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal setelah
bayi lahir.
Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa proses yang
sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses
kelahiran.
Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak
pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering
mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme
resisten pathogenicity yang tidak biasa. Terapi invasif yang diperlukan dalam oleh
bayi sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak
mudah diakses.
Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan signifikan
potensial. Selang makanan mungkin lebih lanjut dapat mempengaruhi
gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.
Berdasarkan gejala :
a. Pneumonia tipikal : akut, demam tinggi, menggigil, batuk produktif, nyeri dada,
radiologis lobar atau segmental, BGA, bakteri pneumonia
b. Pneumonia Atipikal : Tidak akut, demam tanpa menggigil, batuk kering, sakit
kepala, nyeri otot, ronkhi basah difus, sebab mycoplasma pneumonia, chlamedia
pneumonia
2.ETIOLOGI
a. Bakteri
3
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif atau
gramnegatif seperti : Steptococcus pneumoniae (pneumokokus), Streptococcus
piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella dan lain-
lain. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut
jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus,
chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks,
Virus insial pernapasan, hanta virus dan lain-lain. Virus yang tersering
menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada
balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian
besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun
bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan
kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit
pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun
bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan
biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala
jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka
kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly,
2008).
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan
4
jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari
paru (Djojodibroto, 2009).
e. Fungi
Pneumonia fungi yang terjadi sering diakibatkan oleh adanya jamur Aspergilus,
Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum dan lain-lain.
f. Bahan Lain Non Infeksi
Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga dapat diakibatkan oleh adanya
agen non infeksi seperti aspirasi lipid, zat-zat kimia, polutan, allergen dan radiasi.
Selain itu juga dapat diakibatkan oleh konsumsi obat seperti nitofurantoin,
busulfan dan metotreksat.
3. FAKTOR RISIKO
#Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian: (PDPI,
2003):
1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme,
azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur,
perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid,
pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi
berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis
2. Faktor eksogen adalah :
a. Pembedahan :
Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis
pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan
operasi abdomen bawah (5%).
b. Penggunaan antibiotik :
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang
aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran
pencernaan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan penisilin
mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran pencernaan.
Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di orofaring
melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram
negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah bakteri
gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di orofaring.
c. Peralatan terapi pernapasan
Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.
5
d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral
Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena
asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri
yang tertelan. Pemberian antasid / penyekat H yang mempertahankan pH >
2
6
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia.
Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun
dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2
tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko
terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai
sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman
penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang
kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya :
1. Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara
kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan
dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media
untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen
2. Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh
polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap
kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan
oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat
pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor
Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab
pneumonia pada umumnya, yaitu:
Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, E.
Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella.
Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV. Jamur: Candida
4. PATOFISIOLOGI (Terlampir)
5. MANIFESTASI KLINIS
Temuan Subjektif Temuan Objektif
a. Dispnea a. Demam
b. Takipnea (laju pernafasan b. Membebat hemotoraks yang sakit
>60 kali/menit). c. Hipoksemia
c. Nyeri dada pleuritik d. Bunyi pekak saat perkusi
d. Demam tinggi (suhu 39-40’C)
7
e. Menggigil e. Krakles
f. Hemoptisis f. Tidak ada bunyi napas pada bidang
g. Batuk produktif dengan paru yang dakit
sputum berbusa atau purulen g. Rongent dada mungkin menunjukkan
infiltrat, konsolidasi, atau opasifikasi
(Asih, Niluh., 2003)
8
dan bisa timbul sianosis
Sindrom Atipikal Usia tua Onset bertahap dalam 3-5
COPD hari
Flu Malaise, nyeri kepala, nyeri
Anak-anak tenggorokan
Dewasa muda Nyeri dada karena batuk
Aspirasi Kondisi lemah karena Anaerobic campuran,
konsumsi alkohol mulanya onset perlahan
Perawatan (misalnya Demam rendah dan batuk
infeksi nosokomial) Produksi sputum; bau busuk
Gangguan kesadaran Foto dada jaringan interstitial
yang terkena tergantung
bagian yang terkena di paru-
parunya
Infeksi gram negative atau
positif
Gambaran klinik mungkin
sama dengan pneumonia
klasik
Distress respirasi mendadak,
dispnea berat, sianosis,
batuk, dan diikuti tanda
infeksi sekunder
Hematogen Kateter IV yang Gejala pulmonal timbul
terinfeksi minimal disbanding gejala
Endokarditis sepilkemia
Drug abuse Batuk non produktif dan nyeri
Abses intra abdomen pleuritik sama dengan yang
Pyelonefritis terjadi pada emboli paru-paru
Empiema kandung
kemih
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
9
dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti.
Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan
meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pemeriksaan radiologi dapat memberikan gambaran yang bervariasi, di
antaranya :
Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
Gambaran bronkopneumonia difua atau infiltrate interstitial pada pneumonia
staphylococcus
Bercak infiltrate alveolar menunjukkan pneumonia yang disebabkan oleh
\bakteri, virus maupun mycoplasma
Bercak infiltrate sirkular menunjukkan gambaran pneumonia pneumococcal
pada tahap awal
Bercak infiltrasi difus menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia
Bercak konsolidasi lobus, plate like atelectasis,m nodular infiltration dan hilar
adenopathy juga menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia
Bercak reticulonodular infiltrate yang mengarah ke infiltrate alveolar
menunjukkan pneumonia P. carinii
Hilar adenopathy menunjukkan adanya kecenderungan tuberculosis.
(Jadavji, dkk.1997)
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah
dapat positif pada 20-
25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
c. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses)
10
d. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
e. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
f. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
g. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
h. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
i. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
7. PENATALAKSANAAN PNEUMONIA
A. Tindakan suportif (Setyoningrum,2006)
a. Pemberian oksigen yang adekuat untuk mempertahankan PaO2> 8 kPa (SaO2<
90%) melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana
tersedia, alat bantu nafas mungkin diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal
nafas.
b. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Resusitasi cairan intravena untuk
memastikan stabilitas hemodinamik. Cairan rumatan yang diberikan mengandung
gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu
dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan,
tetapi bila sesak sudah berkurang asupan oral dapat segera diberikan.
Pemberian asupan oral dapat diberikan bertahap melalui NGT drip susu atau
makanan cair. Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan
rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome
of Inappropriate Anti Diuretic Hormone)
c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal salin untuk
memperbaiki transpor mukosiliar.
d. Koreksi kelainan elektrolit / metabolik yang terjadi misalnya hipoglikemia dan
asidosis metabolik.
e. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang, demam, diare dan lainnya serta
komplikasi bila ada.
f. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif
kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin
diperlukan pada gagal napas.
g. Fisioterapi dada dengan drainage postural, bronkoskopi & suction dapat
diberikan untuk membantu pasien mengeluarkan sekret di saluran pernafasan.
Dan hidrasi untuk mengencerkan sekresi sekret.
h. Terapi antibiotika(Setyoningrum,2006)
11
Sesuai dengan kebijakan Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (P2ISPA), antibiotika yang dipakai untuk pengobatan pneumonia
adalah kotrimoksasol (480 mg dan 120 mg) dengan pemberian selama 5 hari. Antibiotika
yang dapat dipakai sebagai pengganti kotrimoksasol ialah ampisilin, amoksisilin, dan
prokain penisilin. Kotrimoksasol adalah antibiotika yang diprioritaskan oleh WHO dengan
pertimbangan sebagai berikut :
Resistensinya belum pernah dilaporkan.
Harganya murah dan mudah didapat.
Sangat mudah cara pemberiannya yaitu cukup dua kali sehari selama 5 hari
(bila dibandingkan dengan antibiotika lain pemberiannya harus empat kali
sehari).
i. Golongan beta-laktam (Penisilin, Sefalosporin, Karbapenem dan monobaktam)
digunakan untuk terapi pneumonia karena bakteri seperti Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenzae dan Staphyloccocus aereus.
j. Golongan Sefalosporin digunakan untuk pneumonia berat, terutama bila
penyebabnya belum diketahui.
k. Golongan penisilin digunakan pada pneumonia ringan – sedang.
l. Ampisilin digunakan pada pneumonia karena Streptococcus dan Pneumococcus
dsb. (bakteri gram +)
m. Ampisilin dan Kloramfenikol digunakan pada pneumonia karena Hemofilus dsb.
(bakteri gram -)
n. Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,
gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka
panjang, fibrosis kistik dan infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera
dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik :
sefalosporin generasi 3. Dapat dipertimbangkan juga pemberian :
Kotrimaksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
Anti viral (Asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus
Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena
jamur
o. British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan bahwa antibiotik secara
parental diberikan pada anak-anak dengan pneumonia berat / anak yang tidak
bisa menerima antibiotika oral
p. Pemberian antibiotik biasanya diberikan sesuai jenis infeksius pneumonia, jika
pada pneumonia selain bekteri maka pemberian antibiotik bertujuan untuk
mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder.
12
q. Sedangkan untuk pengobatan simptomatik demam yang muncul dapat diberikan
parasetamol (500 mg), pemberian setiap 6 jam selama 2 hari, dengandosis :
1
2 bulan - <6 bulan 8 tablet 500mg
1
6 bulan - < 3 tahun tablet 500mg
4
1
3 tahun - < 5 tahun 2 tablet 500mg
13
yang alergi terhadap penisilin
PNEUMONIA ATIPIKAL
Penyakit Legionnaires Erotromisin
Rifampin
Pneumonia mikoplasma Eritromisin
Derivate tetrasiklin (Doxycycline)
Pneumonia virus Amantadine
Rimantadine
Diobati secara simptomatis
Tidak memberikan respon terhadap
pngobatan dengan antimicrobial yang ada
saat ini
Pneumonia pneumosistis carinii Tritoprim-sulfametoksazol
(PCP) Dapsone
Pentaimidin
Pneumonia fungi Flusitoasin dengan ampoterisin B pada
pasien non-neutropenik
Ketokonazol
Lobektomi dari bola fungus
Pneumonia klamidia (Pneumonia Doksisiklin
TWAR) Eritromiin
Klaritomisin
Azitromisin
Tuberkulosis Rifampin
Streptomisin
Etambutol
Isoniazid (INH)
Pirazinamid
B. Penatalaksanaan keperawatan (Muscari, 2005.)
a. Kaji adanya distres pernafasan dengan memantau tanda-tanda vital dan status
pernafasan
b. Beri obat sesuai indikasi :
Antibiotik diindikasikan untuk pengobatan pneumonia bakteri.
Antibiotik tidak digunakan untuk mengobati pneumonia virus, tetapi mungkin
dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder.
14
c. Tingkatkan oksigenasi yang adekuat dan pola nafas normal
d. Rekomendasikan vaksin pneumokokus untuk anak-anak usia 2 tahun dan anak
yang lebih besar yang berisiko terhadap pneumonia.
e. Berikan penyuluhan pada anak dan keluarga.
8. KOMPLIKASI
#Dalam Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (Corwin, 2009), komplikasi
pneumonia terdiri atas:
Pembentukan abses, Empiema (penyebaran infeksi ke dalam rongga pleura),
Pneumotoraks, Gagal napas, Pengorganisasian eksudat menjadi jaringan parut
fibrotic, Efusi pleura, Hipoksemia, Pneumonia kronik, Bronkaltasis, Atelektasis
(pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang
tidak mengandung udara dan kolaps), Komplikasi sistemik (meningitis),
Endokarditis, Osteomielitis, Hipotensi, Delirium, Asidosis metabolic, Dehidrasi,
Bakterimia : merupakan komplikasi dari pneumonia pneumokokus yang paling
serius. Kejadian ini meningkatkan kemungkinan kematian secara bermakna.
Supurasi yang terkait dengan nekrosis likuefaktif alveolus menyebabkan daerah
paru yang rusak digantikan oleh nanah.
Pneumonia bakteri nekrotikan: kelainan ini merupakan komplikasi yang jarang
terjadi, dicirikan oleh nekrosis paru sangat berat yang berkaitan dengan
penyakit progresif cepat dan angka kematian yang tinggi.
#Komplikasi Berdasarkan Jenis Pneumonia (Smeltzer, 2002)
JENIS KOMPLIKASI
PNEUMONIA BAKTERIAL
Pneumonia streptokokus Syok
Efusi pleura
Superinfeksi
Perikarditis
Otitis media
Pneumonia stafilokokus Pneumotoraks/efusi pleural
Abses paru
Empiema
Meningitis
Pneumonia klebsiella Abses paru multiple dengan
pembentukan kista
Empiema
15
Perikarditis
Efusi pleura.
Pneumonia pseudomonas Mencakup peronggaan paru
hemoragi dan infark paru
Haemophilus influenza Abses paru
Efusi pleura
PNEUMONIA ATIPIKAL
Penyakit Legionnaires Hipotensi
Syok
Gagal ginjal akut
Pneumonia mikoplasma Meningitis aseptic
Menigoensefalitis
Perikarditis
Miokarditis
Pneumonia virus Infeksi bacterial
Superimposed
Bronkopenia
Pneumonia pneumosistis carinii Gagal nafas
(PCP)
Pneumonia klamidia (Pneumonia Infeksi
TWAR) ARDS
Tuberkulosis ARDS
16
6) KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi, pernafasan,
kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, APGAR
score.
b. Pemeriksaan fisik
1) Breathing
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang
pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan
intercostal space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara
nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi
basah halus di lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum.
2) Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung
tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT
memanjang (>3 det).
3) Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji
tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap cahaya
4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine.
5) Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola eliminasi
alvi, adakah kelainan pada anus.
6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan
pada tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital,
bagaimana ATR (activity tonus respon).
2. Diagnosa Keperawatan (Yang Mungkin Muncul)
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi bronchial,
pembentukan edema, dan penumpukan sekret.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif.
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan
difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer.
17
3. Rencana Tindakan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan inflamasi bronchial, pembentukan
edema, dan penumpukan sekret. .
Tujuan: jalan napas bersih dan efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Bunyi napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan.
2) Tanda vital dalam batas normal terutama frekuensi napas < 60x/menit.
3) Batuk efektif.
4) Sianosis tidak ada.
5) Tidak ada retraksi sternum dan intercostal space.
6) Nafas cuping hidung tidak ada.
Rencana intervensi
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan pergerakan dada.
Rasional: takipnea, pernafasan dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan.
2) Auskultasi area paru, catat penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi napas.
Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan,
krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan/secret.
3) Penghisapan sesuai indikasi.
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu melakukan batuk efektif karena adanya penurunan
tingkat kesadaran.
4) Evaluasi status mental, catat adanya kebingungan, disorientasi.
Rasional: menurunnya perfusi otak dapat menyebabkan perubahan sensorium
5) Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkodilator
Rasional: obat mukolitik membantu untuk mengencerkan sekret, bronkodilator
mengurangi edema dan sebagai vaso dilatasi bronkus.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif
Tujuan: pola nafas efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Pernafasan teratur (RR 30-40 kali/menit).
2) Tanda vital dalam batas normal (nadi 100-130 kali/menit).
3) Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
4) Napas cuping hidung tidak ada.
Rencana intervensi:
1) Evaluasi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan
seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
18
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan
volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat
mencegah komplikasi.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi tinggi bila tidak ada
kontraindikasi. .
Rasional: merangsang ekspansi paru. efektif pada pencegahan dan perbaikan
kongesti paru.
3) Berikan oksigen dengan head box atau sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.
4) Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya
komplikasi.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi O2.
Tujuan: pertukaran gas efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Hasil AGD dalam batas normal. .
2) Sianosis tidak ada.
3) Pasien tidak pucat.
Rencana intervensi:
1) Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan
seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan
volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat
mencegah komplikasi.
2) Pertahankan pemberian oksigen Head box sesuai indikasi.
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke otak untuk kebutuhan sirkulasi.
3) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya
komplikasi.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan
difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer, akral dingin, pucat,
CRT<3 detik.
Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria hasil:
1) Suara nafas bersih, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada.
2) Tanda vital dalam batas normal, denyut nadi teraba jelas.
19
3) Tidak sianosis, kulit tidak pucat, CRT<3 detik.
4) Akral hangat.
5) Tidak terjadi penurunan kesadaran.
Rencana intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman bernapas dan suara nafas.
Rasional: takipnea, pernapasan yang dangkal sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru.
2) Tempatkan pasien dalam incubator.
Rasional: mempertahankan suhu tubuh pasien, mencegah hipotermia,
memperbaiki metabolisme jaringan.
3) Pantau tanda vital.
Rasional : abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lebih
lanjut dan mengetahuai perubahan sesegera mungkin.
4) Pantau tingkat kesadaran .
Rasional: kekurangan aliran oksigen ke otak dapat menyebabkan hipoksia sel-sel
otak, kematian jaringan otak dan terjadinya penurunan tingkat kesadaran .
5) Pantau tanda-tanda sianosis, warna kulit, akral perifer.
Rasional: sianosis, kulit pucat, akral dingin adalah salah satu tanda hipoksia
jaringan yang berat akibat perfusi yang tidak adekuat.
6) Kolaborasi: pertahankan pemberian O2 sesuai indikasi (Head box 5-10 lt/mnt).
Rasional : mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg.
7) Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap.
Rasional: Hb yang rendah (<10 gr/dl) mempengaruhi suplay oksigen ke jaringan.
4. Evaluasi
Sesuai dengan kriteria hasil yaitu bersihan jalan nafas efektif, pola nafas efektif,
tidak terjadi kerusakan pertukaran gas, perfusi jaringan adekuat, tidak terjadi hipertermi.
20
DAFTAR PUSTAKA
21