Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 2009
Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 2009
Oleh:
PENDAHULUAN
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) adalah suatu organisasi profesi
yang beranggotakan guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan kualifikasi
pendidikan akademik strata satu (S-1) dari Program Studi Bimbingan dan Konseling dan
Program Pendidikan Konselor (PPK). Kualifikasi yang dimiliki konselor adalah
kemampuan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling dalam ranah layanan
pengembangan pribadi, sosial, belajar dan karir bagi seluruh konseli.
Konselor profesional memberikan layanan berupa pendampingan (advokasi)
pengkoordinasian, mengkolaborasi dan memberikan layanan konsultasi yang dapat
menciptakan peluang yang setara dalam meraih kesempatan dan kesuksesan bagi
konseli berdasarkan prinsip-prinsip pokok profesionalitas:
1. Setiap individu memiliki hak untuk dihargai, diperlakukan dengan hormat dan
mendapatkan kesempatan untuk memperoleh layanan bimbingan dan konseling.
Konselor memberikan pendampingan bagi individu dari berbagai latar belakang
kehidupan yang beragam dalam budaya; etnis, agama dan keyakinan; usia;
status sosial dan ekonomi; individu dengan kebutuhan khusus; individu yang
mengalami kendala bahasa; dan identitas gender.
2. Setiap individu berhak memperoleh informasi yang mendukung kebutuhannya
untuk mengembangkan dirinya.
3. Setiap individu mempunyai hak untuk memahami arti penting dari pilihan hidup
dan bagaimana pilihan tersebut akan mempengaruhi masa depannya.
4. Setiap individu memiliki hak untuk dijaga kerahasiaan pribadinya sesuai dengan
aturan hukum, kebijakan, dan standar etika layanan.
(Draft I) Page 2
1. Melindungi konselor yang menjadi anggota asosiasi dan konseli sebagai
penerima layanan.
2. Mendukung misi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
A. Pengertian
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan tentang
tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia, kelompok,
atau budaya tertentu.
Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang
menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya
memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah
perilaku yang dimaksud adalah:
1. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia;
dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau
budaya.
2. Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan
diri.
3. Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap
keputusan yang diambilnya.
(Draft I) Page 3
Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang
mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi,
atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara para pekerja
atau anggota dengan masyarakat.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan
pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan
oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Kode Etik
Bimbingan dan Konseling Indonesia wsajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus
dan anggota organisasi tingkat nasional , propinsi, dan kebupaten/kota (Anggaran
Rumah Tangga ABKIN, Bab II, Pasal 2)
(Draft I) Page 4
BAB I
KUALIFIKASI, KOMPETENSI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
A. Kualifikasi
1. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
2. Berpendidikan profesi konselor (PPK).
B. Kompetensi
Sosok utuh kompetensi konselor terdiri atas dua komponen yang berbeda
namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi
akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi tersebut dijabarkan seperti
tertera pada gambar berikut.
(Draft I) Page 5
1. MEMAHAMI SECARA MENDALAM KONSELI YANG HENDAK DILAYANI
1. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas,
kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam
konteks kemaslahatan umum
2. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku
konseli
(Draft I) Page 6
C. KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
1. INFORMASI, TESTING DAN RISET
b. Testing
Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan
dan menafsirkan hasilnya.
1) Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri
kepribadian subyek untuk kepentingan pelayanan
2) Konselor wajib memberikan orientasi yg tepat pada konselidan orang tua
mengenai alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya.
3) Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku
bagi tes tersebut
4) Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain baik dari
konselimaupun sumber lain
5) Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain sejauh ada
hubungannya dgn usaha bantuan kepada konseli
c. Riset
1) Dalam mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan
subyek
2) Dalam melaporkan hasil riset, identitas konselisebagai subyek wajib dijaga
kerahasiannya.
2. PROSES PELAYANAN
(Draft I) Page 7
1) Konselor wajib menangani konseliselama ada kesempatan dlm hubungan
antara konselidgn konselor
BAB II
HUBUNGAN KONSELING
(Draft I) Page 8
identitas budaya dan dampaknya terhadap nilai dan kepercayaan dalam proses
konseling.
Konselor mendorong konseli untuk dapat berkontribusi pada masyarakat dengan
mendedikasikan kemampuan yang dimilikinya.
1. TANGGUNG JAWAB KONSELOR
Tanggung jawab konselor adalah menghargai dan meningkatkan
kesejahteraan konseli. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut maka konselor
harus melaksanakan tanggung jawab sebagai berikut.
a. Tanggung jawab Konselor terhadap Siswa
1) Konselor memiliki kewajiban utama untuk memperlakukan siswa sebagai
individu yang unik dengan sikap respek.
2) Konselor secara penuh membantu konseli dalam mengembangkan potensi
atau kebutuhannya (baik yang terkait dengan personal, sosial, pendidikan,
maupun vokasional); dan mendorong konseli untuk mencapai perkembangan
yang optimal.
3) Menahan diri dari upaya menorong siswa untuk menerima nilai, gaya hidup,
dan keyakinan yang menjadi orientasi pribadi konselor sendiri.
4) Bertanggung jawab untuk memelihara hak-hak konseli.
5) Memelihara kerahasiaan data konseli.
6) Memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan konseli.
(Draft I) Page 9
1) Menyadari bahwa karakteristik pribadinya memberikan dampak terhadap
kualitas layanan konseling.
2) Memiliki pemahaman terhadap batas-batas kompetensi yang dimilikinya,
dan menerima tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukannya.
3) Berusaha secara terus menerus untuk mengembangkan kompetensi
(wawasan pengetahuan, dan keahlian) profesionalitas, dan kualitas
kepribadiannya.
e. Tanggung Jawab Terhadap Organisasi Profesi
BAB III
KERAHAASIAAN DALAM KOMUNIKASI DAN HAL-HAL YANG BERSIFAT
PRIBADI
Konselor menyadari bahwa kepercayaan merupakan hal yang paling utama dalam
hubungan konseling. Konselor berusaha mendapatkan kepercayaan konseli melalui
hubungan konseling, menciptakan batasan dan keleluasan yang sepatutnya, hingga
menjaga kerahasiaan. Konselor mengkomunikasikan tolok ukur kerahasiaan dengan
cara yang baik dan bisa diterima oleh konseli.
1. Menghargai hak-hak konseli
a. Kesadaran konselor akan keberagaman atau hal yang bersifat multikultural.
b. Menghargai hal-hal yang bersifat pribadi menyangkut kehidupan konseli.
(Draft I) Page 10
c. Menghargai kerahasiaan informasi mengenai konseli. Dalam hal ini konselor
hanya berbagi informasi seizin konseli atau berdasarkan pertimbangan etis dan
hukum.
d. Menjelaskan berbagai keterbatasan kerahasiaan ataupun situasi-situasi tertentu
yang menyebabkan kerahasiaan harus dibuka. Hal ini bisa dilakukan pada tahap
pengenalan dalam proses konseling.
(Draft I) Page 11
e. Bantuan dengan rekaman data, konselor memberikan bantuan kepada konseli
dengan cara memberikan konsultasi dalam memaknai rekaman data.
f. Membuka atau memindahkan rekaman, konselor meminta persetujuan tertulis
dari konseli untuk membuka atau memindahkan rekaman data kepada pihak
ketiga yang memiliki wewenang.
g. Penyimpanan dan pemutihan rekaman setelah konseling berakhir, jika konselor
mengatur penyimpanan rekaman-rekaman data konseling dengan mengikuti
tahapan pengakhiran agar memudahkan proses membuka data tersebut di masa
yang akan datang ataupun jika rekaman tersebut akan dimusnahkan. Konselor
memelihara data rekaman konseli dengan tetap menjaga kerahasiaannya.
5. Konsultasi
a. Perjanjian, jika konselor memberikan konsultasi terkait dengan permasalahan
konseli dengan pihak lain, konselor membuat perjanjian dengan setiap individu-
individu yang terlibat, dengan memberitahukan bahwa konselini memiliki hak
untuk dijaga kerahasiaannya kepada setiap individu dan menjelaskan akibat-
akibat yang mungkin terjadi jika kerahasian tersebut dibocorkan ke pihak lain..
b. Menghargai hal-hal yang bersifat pribadi, konselor memberikan konsultasi
ataupun mendiskusikan permasalahan konseli dengan tujuan professional hanya
kepada pihak-pihak yang terkait, dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas
konseli.
(Draft I) Page 12
BAB IV
EVALUASI, ASESMEN DAN INTERPRETASI
1. Asesmen
Tujuan utama dari asesmen karir, psikologi dan pendidikan adalah untuk
menyediakan pengukuran yang valid dan reliable, dalam rangka memperoleh
data yang akurat mengenai konseli dan lingkungannya. Assesmen yang
dilakukan tidak hanya terbatas pada: pengukuran bakat, kepribadian, minat, dan
intelegensi.
2. Kesejahteraan konseli
Konselor tidak diperkenankan untuk menyalahgunakan hasil asesmen
dan interpretasinya, dan konselor harus mencegah terjadinya penyalahgunaan.
Konselor harus menghormati hak konseli untuk mengetahui hasil dan interpretasi
yang dibuat, dan melihat keputusan dan rekomendasi yang dibuat konseli.
a. Kompetensi dalam menggunakan dan menginterpretasi
instrumen asesmen meliputi:
1) Pemahaman terhadap keterbatasan kompetensi
2) Pemahaman terhadap penggunaan hasil asesmen secara tepat
3) Pengambilan keputusan yang berbasis hasil asesmen
(Draft I) Page 13
b. Pemberian ijin memberi informasi dalam asesmen dilakukan
dengan:
a. Memberikan penjelasan kepada konseli
b. Memberikan penjelasan kepada penerima hasil
BAB V
PELANGGARAN TERHADAP KODE ETIK
A. Pendahuluan
Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya
bahwa ia mentaati kode etik. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap
pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, konseli, lembaga
dan pihak lain yg terkait. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan
sangsi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab Dewan Pertimbangan Kode
Etik ABKIN sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X,
Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
(1) Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat propinsi dibentuk DEWAN
PERTIMBANGAN KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA.
(2) Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia
sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:
B. Bentuk Pelanggaran
1. Terhadap Konseli
(Draft I) Page 14
a. Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait
dengan kepentingan konseli
b. Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama,
rasialis).
c. Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
d. Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik,
evaluasi, dan tindak lanjut).
2. Terhadap Organisasi Profesi
a. Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh
organisasi profesi.
b. Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk
kepentingan pribadi dan atau kelompok).
3. Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait
a. Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak
untuk bekerja sama, sikap arogan)
b. Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai
dengan masalah konseli.
C. Sangsi Pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling
maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut.
1. Memberikan teguran secara lisan dan tertulis
2. Memberikan peringatan keras secara tertulis
3. Pencabutan keanggotan ABKIN
4. Pencabutan lisensi
5. Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan
diserahkan pada pihak yang berwenang.
(Draft I) Page 15
3. Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif ringan maka
penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.
4. Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang
disampaikan oleh konseli dan atau masyarakat.
5. Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik
daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan
masalahnya.
(Draft I) Page 16