OLEH :
NO BP : 1710422012
KELOMPOK :IB
LABORATORIUM TEACHING II
JURUSAN BIOLOGI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Perkembangan embrio pada Puyuh (termasuk kelas Aves) seperti halnya pada
Pisces, Amphibi, Reptil dan Mamalia juga berlangsung setahap demi setahap dan
membutuhkan waktu tertentu. Perkembangan tersebut dimulai dengan pembentukan
sel kelamin jantan dan betina, kemudian dilanjutkan dengan proses pembuahan
(berfusinya gamet) yang diikuti dengan cleavage (pembelahan segmentasi) yang
meliputi morula, blastula dan gastrula serta pembentukan organ (organogenesis)
hingga berkembang menjadi individu yang identik dengan induknya. Rangkaian
perkembangan embrio pada ayam dapat dilakukan dengan cara pembuatan preparat
wholemount embrio ayam dan mengamatinya di bawah mikroskop (Yatim, 1982).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini mengetahui tahap tahap perkembangan embrio
pada kelas aves
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan sel embrio di luar tubuh induk setelah oviposisi (ditelurkan) akan
berhenti, sampai kebutuhan lingkungan penetasan dapat terpenuhi (temperatur,
kelembaban, dan ventilasi). Sel-sel tepi mengalami penebalan tidak sempurna
dibagian yang berbatasan dengan yolk, sehingga terdapat banyak inti tanpa terpisah
dari sel-sel itu sendiri (sitoplasma dan membran sel masing-masing tidak terbentuk).
Inti yang banyak ini bergerak ke arah yolk di bawah. Daerah yang mengandung
banyak inti ini disebut jaringan periblast. Jaringan periblast terdiri atas dua daerah
yaitu periblast tengah dan periblast tepi. Periblast tengah persis di bawah celah
horizontal, periblast tepi di daerah tepi germinal. Jaringan periblast berguna untuk
menyalurkan bahan makanan dari yolk ke embrio (Kosasih, 1975).
Stria primitiva menjadi sangat mencolok pada inkubasi ke-16 jam dan dapat
dikatakan sebagai stria primitiva paling panjang, sehingga embrio inkubasi umur 16
jam dikhususkan sebagai embrio stadium stria primitiva. Stria primitiva
pada preparat wholemount yang diwarnai, terdiri dari alur di tengah-tengah yang
kedua sisinya dibatasi oleh tebing (torus) primitiva. Ujung sephaliknya tersusun dari
sel-sel yang terpak rapat, yang membentuk suatu penebalan lokal yang disebut Noda
Hensen. Area pelusida sekitar stria primitiva meningkat penebalannya, yang dua jam
kemudian menjadi sangat jelas dan kemudia disebut area embrional. Bentuknya
seperti perisai, disebut perisai (lempeng) embrional (Soeminto, 2000).
Neural pada janin 24 jam lipatan telah mendekat satu sama lain. Tulang
lipatan neural pertama-tama terjadi di muka somit-somit pertama. Bumbung neural
pada janin 33 jam, telah terbentuk dan adanya dapat dibedakan bagian anterior yang
agak lebar, bagian tengah, serta posterior yang menyerupai bumbung. Persatuan
lipatan neural yang paling akhir terjadi di muka somit terakhir, lipatan neural
mengembang dan menghilang di dalam ektoderm (Djuhanda, 1981).
Selama hari kedua dan ketiga inkubasi pada telur ayam, jaringan membentuk
pembuluh darah berkembang di bagian dalam dari area opaka membentuk area
vasculosa, sedang area di sebelah luar membentuk area vitellina. Perkembangan
pembuluh darah pada area vasculosa dihubungkan dengan diferensiasi pada sel darah
pertama. Perkembangan pembuluh darah pada area vasculosa ini terjadi pada jalur
berikutnya. Pertama dari seluruh kelompok sel mesoderma terjadi pada area opaka
yang berada di sisi dan ujung posterior dari area pelusida. Kelompok sel-sel ini
dinamakan pulau-pulau darah (Balinsky, 1970).
Telur ayam tergolong telur telolechital, seperti reptil dan ikan. Pembelahan
segmentasi hanya berlangsung di daerah sempit di kutub animalis, blastodisc,
sehingga tipe pembelahannya digolongkan meroblastik. Alur pembelahan pertama di
tengah-tengah blastodisc, dengan alur meridional, alur pembelahan berikutnya tegak
lurus terhadap alur pembelahan sebelumnya sehingga menghasilkan satu lapisan
blastoderm. Blastomer hasil pembelahan segmentasi tertata dalam bangunan seperti
cakram atau discus sehingga disebut meroblastik diskoidal. Pada tahap awal
blastomer masih masih kontak langsung dengan yolk yang ada di bawahnya. Seiring
meningkatnya pembelahan segmentasi, blastomer menjadi tersusun atas 5-6 lapisan
sel yang berhubungan erat melalui tight junction dan blastomer menjadi terangkat
dari yolk sehingga terbentuk ruang subgerminal. Ruangan tersebut terbentk karena
blastomer menyerap cairan dari albumen dan mengekspresikannya ke ruang
ekstraseluler dan ke atas yolk. Pada tahap ini, apabila embrio ayam dilihat dari dorsal
(dari kutub animalis), maka daerah di tengah blastoderm tampak jernih, disebut area
pellucida, sedangkan di bagian tepi tampak kusam karena berlekatan langsung
dengan yolk, disebut area opaca. Di antara area pellucida dan area opaca terdapat
lapisan sel, zona marginal (Patten, 1958).
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah mikroskop, pinset, dan petridish.
Bahan yang di gunakan ialah telur puyuh dan preparat whole mount
Untuk tahap perkembangan awal embrio aves dibuka masing-masing telur yang telah
menggunakan NaCl dan diamati. Sedangkan untuk preparat whole mount embrio
burung puyuh usia jam, 20-29 jam, 33 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam disiapkan,
terlihat setiap fasenya dan tentukan perbedaan untuk setiap fasenya, kemudian di foto
dan digambarkan.
BAB IV
Sumber: kelompok
5B
Kapiler darah
3 hari Morulasi
sudah tampak
Blastula
4 hari Kapiler darah
seharusnya
lebih nampak
Organogenesis
7 hari
Sudah terbentuk
mata dan
jantung
Organogenesis
9 hari Mata dan
jantung
berkembang dan
sudah tumbuh
bulu
Organogenesis
14 hari Sudah terdapat
kantong
amnion, mata
kaki, bulu sudah
terbentuk.
Bambang, 2014
Berdasarkan tabel 1. dapat diketahui bahwa, pada telur puyuh perkembangan embrio
sampai menetas bisa terjadi sampai hari ke enam belas. Karena pada hari keempat
belas perkembangan embrio pada telur puyuh ini sudah mengalami fase
organogenesis. Pada hari kedua telur masih mengalami tahap cleavage, setelah itu
pada umur ke tujuh sampai ke empatbelas itu pada fase gastrulasi. Sedangkan fase
blasstula terjadi pada hari ke 4.
Menurut Slamet (2000), inkubasi selama 24 jam dapat dibedakan antara daerah
intra embrional dengan daerah ekstraembrional. Epiblast bagian tengah yang lebih
terang disebut area pelusida, bagian tepi yang lebih gelap disebut daerah opaca.
Daerah intra embrional yakni terdiri dari daerah pellusida dan daerah opaka. Daerah
kepala akan mengalami perkembangan yang cepat, namun karena adanya daerah
batas pertumbuhan (zone over growth), terjadi lipatan kepala (head fold), mula-mula
ke ventral. Setelah ke ventral daerah agak terangkat melipat ke posterior. Organ yang
dapat terlihat dalam stadium 24 jam inkubasi adalah: area embrional, area pellusida,
area opaka vaskulosa, area ovaka vitelin, lipatan neural, usus depan, somit dan
daerah primitive, proamnion, notokor dan keping darah.
Pada hari ke tiga ini sudah terlihat perubahan yang semakin jelas terhadap
perkembangan telur puyuh, dimana terjadi pembentukan pembuluh umbilikalis yang
berfungsi dalam pengankutan nutrisi menuju embrio,tentu saja hal ini sangat berbeda
dengan manusia atau hewan lainya (mamalia) yang menggunaka plasenta daalam
menyuplai makan kepada anak/janinnya. kemudian terbentuk amnion, corio alantois
(cairan yang dibungkus oleh amnion, pembuluh darah, kaki/bakal kaki sebagai alay
gerak, pembuluh darah semakin jelas, mata mulai terlihat, jantung, hati yang letaknya
persis dibawah jantung, kemudian terjadi pembentukan kepala, sebagai pusat syaraf
atau koordinasi (Nuryati, 1998).
Pada hari keempat , ini tejadi proses pembentukan awal dari paruh namun
masih bertulang rawan belum tulang sejati, selain itu juga terbentuk mata, amnion,
pembuluh umbilikalis, pembuluh darah, jantung, hati, kepala dan kuning telur. Pada
hari kesembilan , sudah terjadi pembentukan tulang pertama kali terjadi peda embrio
berumur 9 hari, selain itu juga terjadi pembentukan organ yang sudah nampak
sebelumnya. Pada hari ke empatbelas hari masa inkubasi, kepala sudah mengarah ke
sayap sebelah kanan,karna mendekati rongga udara dan amnion sudah mulai
berkurang (Sukra, 2000).
4.2 Pengamatan Preparat Whole Mount
Tabel 2. Pengamatan Preparat Whole Mount
No Usia (jam) Gambar Hasil Gambar Literatur Ciri Khusus
1. 20-29 Pada fase ini yang terlihat
adalah adanya primitive
streak yang panjang.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan terlihat bahwa pada preparat permanen
embrio burung puyuh pada fase 20-29 jam terlihat bahwa pada embrio tersebut
terlihat adanya bakal kepala dan somit. Pada preparat permanen embrio burung
puyuh pada fase 24 jam terlihat bahwa pada embrio tersebut terlihat adanya somit
dan bakal kepala. Pada preparat permanen embrio burung puyuh pada fase 29 jam
terlihat bahwa pada embrio tersebut terlihat adanya somit dan primitive streak bakal
kepala. Pada preparat permanen embrio burung puyuh pada fase 33 jam terlihat
bahwa pada embrio tersebut terlihat adanya somit bakal kepala, bakal jantung dan
romben cephalon. Pada preparat permanen embrio burung puyuh pada fase 48 jam
terlihat bahwa pada embrio tersebut terlihat adanya somit bakal kepala, bakal
jantung, bakal ekor, dan romben cephalon. Pada preparat permanen embrio burung
puyuh pada fase 72 jam terlihat bahwa pada embrio tersebut terlihat adanya somit
bakal kepala, bakal mata, bakal jantung, bakal ekor, dan romben cephalon.
Sedangkan pada fase 96 jam terlihat bahwa pada embrio tersebut terlihat adanya
somit bakal kepala, bakal mata, bakal jantung, bakal ekor, dan romben cephalon.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ainsworth, et al (2010) yang mengatakan bahwa
pada embrio Coturnix-coturix japonica yang berusia 20-29 jam terlihat adanya
notokord, bakal kepala dan 4 buah somit yang terlihat dengan jelas di saat mencapai
usia 29 jam. Pada usia 24 jam terlihat adanya 1 buah somit yang terlihat dengan jelas,
dan bakal kepala. Pada usia 29 jam terlihat adanya 4 buah somit yang terlihat dengan
jelas, dan bakal kepala. Pada usia 33 jam terlihat adanya 10 buah somit yang terlihat
dengan jelas. Pada usia 40 jam terlihat adanya 13 buah somit yang terlihat dengan
jelas. Pada usia 48 jam terlihat adanya 19 buah somit yang terlihat dengan jelas. Pada
usia 72 jam terlihat adanya kuncup kaki, kuncup sayap, mata mulai terlihat tetapi
belum terjadi pigmentasi, allantois mulai terlihat sedangkan amnion tidak tampak
atau tertutup. Pada usia 90 jam terlihat mata masih belum mengalami pigmentasi,
kuncup kaki dan sayap sama panjangnya. Pada usia 96 jam terlihat mata sudah
mengalami pigmentasi, proses maxillary melebihi proses mandibula panjangnya,
kuncup kaki dan sayap sama panjangnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Ainsworth, S.J. et al. 2009. Developmental stages of the Japanese quail. Jurnal of
Anatomy. J. Anat. 216, pp3–15
Balinsky, B.I. 1970. An Introduction to Embryology. W.B. Saunder Company,
London.
Bresnick, Stepehen. 2003. Intisari Biologi. Hipokrates. Jakarta
Campbell, W., 2004. Principles of Fermentation Tegnology. Pergaman Press,
New York.
Djarubito, Brotowidjoyo. 1990. Zoologi Dasar. Erlangga LP4 : Jakarta
Djuhanda, Tatang. 1981. Embriologi Perbandingan. Bandung. Armico
Kosasih, G. 1975. Embriologi Kedokteran. CV EGC, Jakarta.
Mirzadeh, Z., F. Doetsch, K. Sawamoto, H. Wichterle, and A. A. Buylla. 2010. The
Subventricular Zone En-face: Wholemount Staining and Ependymal Flow.
Journal of Visualized Experiments. Pritchard. 2013. Genetic Parameters for
Production, Health, Fertility, and Longevity Traits in Dairy Cows. Animal: an
International Journal of Animal Bioscience. 7 (1): 34-46.
Nuryati, et al. 1998. Sukses Menetaskan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta
Patten, B. M. 1958. Foundations of Embyology. New York: Mc Graw Hill-Book.
Slamet. 2000. Perkembangan Hewan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Sriwijaya
Soeminto, 2000. Embriologi Vertebrata. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.
Sofjan. 2004. Reproduksi dan Embriologi. Jakarta: Erlangga.
Sukra, Yuhara. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio : Benih Masa Depan.
DIRJEN Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS. Jakarta
Yatim, Wildan. 1982. Embriologi. Tarsito : Bandung