Anda di halaman 1dari 14

Kejang Umum Tonik Klonik/Generalized tonic clonic seizure (GTCS) lewat.

lewat. Permeabilitasnya menghalangi perubahan cepat yang secara dramatis dapat


Kejang umum tonik klonik / generalized tonic clonic seizure (GTCS) adalah jenis mengganggu voltase yang melewatinya. Ion Na mempunyai konsentrasi yang tinggi
bangkitan yang mengenai seluruh tubuh, didahului oleh peningkatan tonus otot- di ruang ekstraseluler, sedangkan ion K berkonsentrasi tinggi di intraseluler.
otot (fase tonik) yang diikuti hentakan simetris bilateral dari ekstremitas (fase Influks ion positif (Na, Ca) meningkatkan potensial membran yang menyebabkan
klonik). (Browne & Holmes, 2004; Kantor, 2006) depolarisasi, sementara influks ion Cl dan efluks ion K menyebabkan
Terdapat 2 jenis GTCS, yaitu: hiperpolarisasi. Saat membran sel mengalami depolarisasi sampai mencapai
 GTCS primer: serangan mulai bilateral, simetris, tanpa gambaran fokal ambang, saluran ion Na terbuka, menyebabkan masuknya ion ke intraseluler, yang
sejak awal mula serangan. menghasilkan potensial aksi. Efluks K dari sel menyebabkan repolarisasi. Pompa
 GTCS sekunder: serangan mulai setempat, fokal, yang berkembang Na-K mengganti ion-ion yang berpindah ini dengan menggunakan ATP. Propagasi
menjadi umum. (Lumbantobing, 2004; Kantor, 2006) Beberapa bangkitan potensial aksi sepanjang akson mentransmisikan informasi sepanjang sistim saraf.
parsial menjadi general dengan sangat cepat sehingga tidak tampak Bila akson terminal presinaps terstimulasi oleh potensial aksi, akan terjadi influks
secara klinis atau bahkan pada perekamanEEG. (Ko, 2007) ion Ca yang mencetuskan pelepasan neurotransmitter yang lalu terikat pada
A. Etiologi dan Usia reseptor postsinaptik. Proses ini akan menghasilkan potensial postsinaptik
GTCS dapat terjadi sebagai bangkitan yang idiopatik atau merupakan bagian eksitatoris dan inhibitoris (EPSP dan IPSP) di mana penjumlahan dan
manifestasi klinik dari sindrom-sindrom epilepsi baik pada dewasa maupun kanak- sinkronisasinya menghasilkan aktivitas listrik yang direkam oleh EEG. Glutamat
kanak. (Browne & Holmes, 2004) Misalnya, benign neonatal convulsions, benign dan aspartat adalah neurotransmitter eksitatorik utama, sementara gamma-
myoclonic epilepsy of infancy, childhood absence epilepsy, juvenile absence aminobutyric acid (GABA) merupakan neurotransmitter inhibitorik utama dalam
epilepsy, juvenile myoclonic epilepsy, GTCS yang terjadi saat bangun tidur, (Ko, otak. Impuls listrik dilanjutkan oleh neuron-neuron berikutnya. Serat-serat
2007) temporal lobe epilepsy syndrome, frontal lobe epilepsy syndrome, West proyeksi, baik aferen maupun eferen membawa impuls dari dan ke korteks, baik
syndrome, dan lain-lain. (Browne & Holmes, 2004) Dengan perkembangan ilmu, dalam hubungan dengan struktur-struktur di bawahnya ataupun dengan hemisfer
telah dapat ditentukan lokus-lokus genetik yang pasti dari berbagai tipe atau kontralateral. (Goetz, 2003)
sindrom epilepsi. (Ko, 2007) Normalnya, terdapat keseimbangan antara faktor yang menyebabkan eksitasi dan
GTCS sering juga terjadi sebagai bagian dari epilepsi fokal simptomatik. (Browne inhibisi aktivitas listrik. Sistim tertentu di otak membatasi perluasan aktivitas
& Holmes, 2004) Hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya GTCS antara lain listrik ini. Bangkitan dihasilkan oleh letupan sinkron dan menetap dari suatu
defek kongenital dan trauma saat lahir, febris (terutama pada anak), infeksi akut populasi neuron di otak. Fungsi neuron-neuron kortikal terganggu dalam
ataupun kronis termasuk AIDS, trauma kepala, lesi desak ruang seperti tumor pembangkitan dan penyebaran aktivitas listrik abnormal. Bangkitan dapat timbul
atau hematoma, penyalahgunaan narkoba dan alkohol, strok, dan penyakit karena imbalans antara eksitasi dan inhibisi serta adanya sinkroni dari pelepasan
degeneratif seperti penyakit Alzheimer. Penyakit-penyakit metabolik yang juga neuronal. Baik pengaruh eksitatorik maupun inhibitorik dapat terganggu,
berhubungan dengan kejadian GTCS adalah gangguan elektrolit, uremia, menyebabkan predisposisi terjadinya sinkroni berlebihan dalam populasi neuronal.
hipoglikemia, dan disfungsi hepar yang berat. (McIntosh, 2001) (Goetz, 2003) Eksitasi yang berlebihan mengakibatkan letupan neuronal yang
Bangkitan kejang umum tidak umum ditemukan pada bayi dan jarang pada cepat waktu kejang, merekrut sistim neuronal yang berhubungan secara sinaptik,
neonatus. Pada pasien usia lanjut, GTCS biasanya disebabkan generalisasi sehingga terjadi pelepasan yang berlebihan. Sementara itu, bertambahnya
sekunder yang berasal dari lesi fokal otak. (Ko, 2007) sinkronisasi adalah ciri khas pelepasan epileptik. Tunas anjang-anjang aksonal
B. Patofisiologi (sprouting of axonal arbors) dari neuron eksitatoris dan pembentukan hubungan
Secara fisiologis, sinyal listrik pada sel-sel neuron mempunyai 2 bentuk: potensial sinaptik eksitatoris yang berulang-ulang serta feedback positif dan
aksi dalam satu neuron dan transmisi informasi antar neuron melalui sinaps bertambahnya hubungan sinaptik ini menyokong pelepasan sinkronisasi. (Widjaja,
kimiawi. Membran neuron bersifat semipermeabel terhadap arus listrik yang 2004)
Reseptor glutamat sangat penting dalam eksitasi. Perubahan pada sinaps bangkitan klinis, kadang-kadang berkembang menjadi general. Terdapat 3
glutaminergik merupakan dasar epileptogenesis, terutama perubahan pada mekanisme, yaitu aktivasi reseptor NMDA, hilangnya neuron yang biasanya
komposisi sub unit reseptor dengan akibat perubahan pada sifat fungsional mengaktivasi sel-sel inhibitoris, dan reorganisasi sinaptik output sel-sel
reseptor glutamat, berupa potensiasi jangka panjang pada sinaps glutamat maupun eksitatorik. (Browne & Holmes, 2004)
bertambahnya masuknya ion Ca. Selain itu, transport
glutamat/mekanisme uptake termasuk dalam penunjang utama ikut sertanya C. Gambaran Klinis
dalam epileptogenesis; glutamat yang berada terus-menerus di celah sinaps Pasien mungkin tidak memberikan sama sekali temuan-temuan pada pemeriksaan
adalah dasar potensial bertambahnya eksitabilitas. (Widjaja, 2004) neurologis bila tidak sedang mengalami kejang. (Ko, 2007)
Perubahan struktur elektrik neuron (misalnya pemangkasan dendritik atau Gejala prodromal
perubahan sifat membran) merubah hubungan antara depolarisasi distal (misalnya Pasien dengan GTCS mungkin mengalami gejala prodromal yang terjadi selama
dari input sinaptik) dan output aksi potensial. Akan tetapi, kebanyakan beberapa jam atau hari sebelum suatu bangkitan. Gejala-gejala yang umum adalah
penyelidikan mekanisme intrinsik dipusatkan pada perubahan saluran voltase, perubahan mood, gangguan tidur, rasa ringan pada kepala, kecemasan, iritabilitas,
terutama saluran ion natrium, kalium, dan kalsium. Mutasi atau hilangnya saluran kesulitan berkonsentrasi, dan, perasaan riang. Gejala-gejala lain yang lebih jarang
itu menyebabkan pelepasan transmitter, penambahan transmisi di akson, influks dilaporkan adalah nyeri abdomen, wajah pucat, atau nyeri kepala. Mayoritas
ion Ca yang bertambah berhubungan dengan depolarisasi neuronal, dan pasien mengalami gangguan kesadaran tanpa gejala-gejala pendahuluan. (Ko, 2007)
bertambahnya kemampuan melepaskan letupan berulang-ulang. (Widjaja, 2004) Aura
Kadar ion K esktraseluler yang berlebihan mendepolarisasi neuron. Sel-sel glial Pasien dengan GTCS primer tidak mengalami aura. Aura mewakili bangkitan parsial
dapat membersihkan neurotransmitter dari ruangan ekstraseluler, menjadi sederhana, dan riwayat aura mengidentifikasikan bangkitan parsial. (Ko, 2007)
buffer ion K dan memperbaiki konsentrasi K esktraseluler yang meningkat waktu GTCS sekunder dapat dimulai dengan gejala atau tanda bangkitan parsial sesuai
terjadi kejang. Gliosis dapat meempengaruhi kapasitas buffer ion K glia dan arena dengan fokus asalnya (bangkitan parsial sederhana atau kompleks, atau keduanya).
itu ikut serta dalam pembentukan kejang. (Widjaja, 2004) (Browne & Holmes, 2004)
Trauma, neurotoksin dan hipoksia secara selektif dapat menyebabkan kematian Fase Tonik
sub-populasi sel-sel tertentu, sehingga akson-akson dari neuron yang hidup Fase tonik biasanya terdiri atas fase fleksi yang hebat, diikuti fase ekstensi yang
mengadakan tunas untuk berhubungan dengan neuron deaffrensiasi parsial. lebih lama, disertai gangguan kesadaran. Fleksi biasanya dimulai dari wajah (mata
Sirkuit yang sembuh cenderung mudah terangsang (hipereksitabel) karena terbuka, bola mata terputar ke atas, mulut terbuka kaku), leher (semifleksi
rusaknya interneuron penghambat. (Widjaja, 2004) kaku), dan badan (dada tertekuk ke pelvis). Fase fleksi menyebar ke seluruh
Mekanisme berhentinya kejang masih sedikit dimengerti. Diperkirakan kejang ekstremitas, meliputi lengan lebih tampak daripada tungkai, dan otot-otot
berhenti sebagai akibat proses inhibisi aktif, dengan mekanisme seperti blok proksimal lebih tampak daripada otot-otot distal. Lengan terangkat, mengalami
depolarisasi, perubahan lingkungan ekstraseluler seperti penurunan K aduksi, dan berotasi eksternal. Tungkai dan panggul terfiksir, mengalami aduksi,
ekstraseluler atau eliminasi ion Ca intraseluler. Agen-agen endogen seperti dan berotasi secara eksternal. (Browne & Holmes, 2004)
norepinefrin atau adenosine mempunyai aksi antikonvulsan mungkin berperan Fase ekstensi mulai dengan perototan aksial dengan ekstensi punggung dan leher.
dalam berhentinya kejang. (Browne & Holmes, 2004) Mulut tertutup rapat (lidah mungkin tergigit). Otot-otot thoraks dan perut
Bangkitan parsial disebabkan oleh pelepasan muatan dalam fokus atau regio berkontraksi, seringkali dengan mengeluarkan ‘tonic cry’ saat udara dikeluarkan
tertentu dari otak, yang dapat berkembang menjadi bangkitan umum. Bangkitan dari korda vokalis. Lengan kemudian diturunkan dan diadduksi. Pergelangan tangan
parsial berusaha dijelaskan dengan model kindling. Kindlingadalah pemberian dapat tetap fleksi, adduksi, dan berotasi eksternal. (Browne & Holmes, 2004)
berulang stimulus elektris atau agen-agen epileptogenik yang awalnya nonkonvulsif Selama periode transisi dari tonik menjadi klonik, kontraksi menjadi makin
ke struktur otak mana saja yang menghasilkan berkembangnya bangkitan EEG dan berkurang. Rigiditas tonik digantikan oleh tremor halus, yang amplitudonya makin
meningkat dan frekuensinya menurun dari 8 menjadi 4 Hz. Tremor ini disebabkan menjadi komplit, dan refleks-refleks pupil dan kutaneus tidak didapatkan. Refleks
penurunan tonus secara intermitten yang dimulai dari ekstremitas dan menyebar tendon sangat bervaraisi. Durasi fase ini 1-5 menit. (Browne & Holmes, 2004)
ke proksimal. Durasi fase ini 10-30 detik. (Browne & Holmes, 2004) Fase Post-Iktal Lanjutan
Fase ini dapat disertai oleh apnea, secara sekunder karena spasme laring. Tanda- Pada fase post-iktal lanjutan, flaksiditas berkembang sempurna. Denyut jantung
tanda otonom sering didapatkan selama fase ini, meliputi peningkatan denyut nadi kembali normal, refleks tendon biasanya hilang, dan respon plantar biasanya
dan tekanan darah, berkeringat hebat, dan hipersekresi trakeobronkial. Walaupun ekstensor. Pasien dapat tebangun dengan melewati berbagai tingkatan koma,
tekanan kandung kemih meningkat, miksi tidak terjadi karena kontraksi otot konfusi atau kebingungan, atau terus berlanjut tidur tanpa terbangun. (Browne &
spinkter. (Ko, 2007) Holmes, 2004) Nyeri kepala dan otot sering ditemukan. Pasien sendiri tidak
Fase Klonik mengingat peristiwa kejangnya. (Ko, 2007) Durasi fase ini 2-10 menit. Sehingga
Selama fase klonik, relaksasi otot menginterupsi kontraksi tonik. Kembalinya total durasi kejang GTCS 5-15 menit. Pada GTCS sekunder yang berkembang dari
tonus otot (fase atonia) berganti-gantian dengan spasme yang kasar dari fleksor bangkitan parsial, durasi fase individual dan ekspresi klinis sangat bervariasi
dan berulang secara ritmik menyebabkan penampakan seperti hentakan ritmis, sesuai jalur saraf yang dilewatinya. (Browne & Holmes, 2004)
yang makin lama tampak makin jauh satu sama lain sampai kejang berhenti. Tiap
hentakan dapat disertai oleh ‘cry’. Durasi fase ini antara 30-50 detik. (Browne & D. Gambaran Rekaman Ensefalografik (EEG)
Holmes, 2004) Miksi dapat terjadi pada akhir fase klonik saat otot spinkter Fase Interiktal
berelaksasi. Pasien tetap mengalami apneu selama fase ini. Kejang ini, yang EEG saat sadar pasien dengan GTCS umumnya normal. Abnormalitas interiktal
meliputi fase tonik dan klonik berlangsung selama 1-2 menit. (Ko, 2007) meliputi spikes, sharp waves, polyspikes, dan polyspike atau spike-and-wave
Gejala Otonomik complexes. (Ko, 2007; Browne & Holmes, 2004) Aktivitas spike-and-wave yang
Gejala otonomik bermula dari fase pre-iktal, mencapai maksimal pada akhir fase cepat sering dihubungkan dengan GTCS Hiperventilasi, stimulasi fotik, dan saat
tonik, dan menurun hebat saat onset fase klonik. Gejala-gejala autonom yang tidur dapat meningkatkan kemungkinan menemukan abnormalitas EEG. (Ko, 2007)
dapat terlihat adalah peningkatan tekanan darah nadi, tekanan buli-buli, tonus Paroxysmal frontal intermittent rhythmic delta activity (FIRDA) mungkin
spinkter, flushing, sianosis, piloereksi, perspirasi, saliva, dan sekresi bronkial. ditemukan pada beberapa pasien, terutama yang mempunyai riwayat absans,
(Browne & Holmes, 2004) tetapi gelombang ini merupakan abnormalitas nonspesifik sehingga tidak dianggap
Apnea dimulai dengan ekspirasi hebat saat onset fase tonik, menetap selama fase epileptiform.
tonik dan klonik, dan kadang sampai periode post-iktal awal. (Browne & Holmes, Fase Awal/Inisial
2004) Selama fase awal GTCS sekunder, EEG dapat memperlihatkan gelombang tajam
Fase Post-Iktal Awal atau gelombang lambat fokal. (Browne & Holmes, 2004)
Relaksasi otot sempurna tidak langsung terjadi pada fase post-iktal. Setelah 5 Fase Tonik dan Fase Klonik
menit setelah hentakan klonik yang terakhir, kontraksi tonik yang baru Fase tonik kejang dikarakteristikkan dengan pola amplitudo letupan yang lebih
berlangsung dari beberapa detik sampai 4 menit. Tonus otot-otot sefalik tinggi dan frekuensi yang lebih rendah secara progresif yang diamati secara
meningkat, lidah dapat tergigit. (Browne & Holmes, 2004) simultan pada kedua korteks hemisfer, mencapai maksimum 10 Hz. (Ko, 2007)
Antara hentakan klonik terakhir dan fase post-iktal awal, otot spinkter buli-buli Hal ini kemudian menjadi lebih lambat, bercampur dengan spike amplitudo tinggi
berelaksasi, dan inkontinensia dapat terjadi. (Browne & Holmes, 2004) bilateral, dan lebih banyak aktivitas ritme delta amplitudo tinggi. Gelombang-
Respirasi mulai kembali menjadi normal pada fase post-iktal awal. Peningkatan gelombang ini lambat, berkembang progresif menjadi kompleks aktivitasspike-
sekresi menyebabkan onstruksi parsial. Respirasi terhambat, dan otot-otot bantu and-slow-wave amplitudo tinggi repetitif pada fase klonik. (Ko, 2007)
napas aksesorius diaktivasi. Tekanan darah dan resistensi kulit kembali normal,
tetapi takikardia menetap. Sianosis berubah menjadi pucat. Gangguan kesadaran
Fase Post-Iktal GTCS primer yang merupakan bagian dari epilepsi general atau idiopatik perlu
EEG postiktal dapat isoelektris atau menunjukkan aktivitas gelombang delta dibedakan dengan kejang parsial yang menjadi GTCS sekunder sebagai bagian dari
amplitudo sangat rendah yang difus. Hal ini berkaitan dnegan hiperpolarisasi. (Ko, epilepsi fokal simptomatik.
2007; Browne & Holmes, 2004) Dicurigai GTCS primer bila (a) tidak terdapat bukti gangguan struktural otak, (b)
terdapat riwayat kejang dalam keluarga, (c) terdapat penyerta kejang mioklonik
E. Pemeriksaan Penunjang Lainnya atau absans, (d) kejadian kejang biasanya segera setelah bangun tidur, (e)
Pemeriksaan Laboratorium hentakan mioklonik bilateral saat onset kejang, dan (f) terdapat generalized
1.1. Kadar prolaktin plasma, bila diperiksa dalam 10-20 menit saat kejang, spike-wave atau polispike wave pada rekaman EEG interiktal.
meningkat 5-30 kali kadar normal. Kadar prolaktin plasama merupakan alat Dicurigai GTCS sekunder bila terdapat (a) aura, (b) tanda gangguan struktural
diagnosik yang berguna untuk menyingkirkan pseudoseizure yang menyerupai otak (dari pemeriksaan fisik atau radiologis), (c) onset dengan gejala atau tanda
kejang tonik-klonik. Kadar prolaktin tidak meningkat pada bangkitan absans, kejang parsial sederhana, kejang parsial kompleks atau keduanya, dan (d)
mioklonik, dan pada kejang parsial sederhana atau kompleks. (Ko, 2007) gelombang tajam atau lambat fokal pada rekaman EEG interiktal. (Browne &
1.2. Kadar hormon adrenokortikotropik (ACTH), kortisol, vasopresin, growth Holmes, 2004)
hormone, and endorfin beta serum juga meningkat post-iktal tetapi dalam durasi Beberapa keadaan atau penyakit yang juga perlu dibedakan dengan GTCS adalah
yang sangat singkat. Sehingga sulit dilacak secara klinis. (Ko, 2007) kejang parsial kompleks, gangguan keseimbangan, kejang demam, distonia, dan
1.3. Pada 15% pasien, terutama pada kejang yang berkepanjangan, mungkin hiperventilasi. (Ko, 2007)
3
didapatkan pleiositosis likuor (umumnya 10 sel/mm dan jarang sampai sebanyak
50 sel/mm3). (Ko, 2007) G. Komplikasi
1.4. Asidosis metabolik dan peningkatan kadar laktat dan kreatinin kinase sering Komplikasi yang dapat timbul saat terjadinya GTCS adalah: (Browne & Holmes,
ditemukan setelah kejang. (Ko, 2007) 2004)
Pemeriksaan Radiologis Trauma oral
2.1. Abnormalitas dalam CT scan ditemukan dalam 10% pasien dengan GTCS Dapat terjadi maserasi lidah, bibir, atau pipi.
primer. Karena CT scan tidak mendeteksi kebanyakan jenis abnormalitas Trauma kepala
struktural congenital, MRI adalah pilihan pemeriksaan. (Ko, 2007) Fraktur tengkorak, kontusio, hematoma subdural atau epidural dapat disebabkan
2.2. Pada GTCS sekunder yang terjadi karena gangguan migrasi neuronal, yang oleh jatuh atau karena aktivitas klonik.
dapat dideteksi MRI adalahlissencephaly, pachygyria, band atau laminar Fraktur
heterotopia, subependymal heterotopias, focal cortical dysplasia polymicrogyria, Fraktur kompresi vertebra thorakal atau lumbar dapat terjadi asimptomatik, dan
focal subependymal heterotopias, dan schizencephaly. (Ko, 2007) lebih sering pada orang tua.
Pasien dengan GTCSs dan epilepsi general idiopatik tidak mempunyai bukti-bukti Pneumonia aspirasi
abnormalitas otak yang terlokalisir, regional, ataupun umum pada anamnesis, Aspirasi bahan sekresi atau muntahan dapat terjadi saat refleks-refleks
pemeriksaan fisik atau neurologis, tes laboratorium, atau pemeriksaan radiologis. protektif normal jalan napas mengalami inhibisi post-iktal, dan hal ini dapat
(Ko, 2007) berbahaya.

F. Diagnosis Diferensial
GTCS perlu dibedakan dengan sinkop dan pseudoseizure pada pasien dari segala H. Tata Laksana
usia. Pada anak-anak, GTCS perlu dibedakan dengan breath-holding spell dan 1. Pertolongan Pertama Saat Kejang dan Pencegahan Komplikasi
sindrom QT memanjang. (Browne & Holmes, 2004)
Secara umum, setiap orang yang menyaksikan terjadinya kejang bertanggung 3. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada
jawab untuk mencegah luka fisik, memastikan keamanan, dan mengawasi dengan adanya kerusakan otak.
baik. Penderita tidak boleh ditinggalkan sendirian. Bila diperlukan, penolong harus 4. Terdapat riwayat epilepsi pada saudara sekandung
mencari pertolongan. (Browne & Holmes, 2004) 5. Riwayat bangkitan simptomatik
Bila memungkinkan, tempatkan alat bantu ‘airway’ oral yang lunak pada mulut 6. Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran,
penderita untuk mencegah trauma oral dan menjamin drainase sekret selama stroke, infeksi SSP
kejang. Pasien sebaiknya ditempatkan di tempat aman sebelum terjatuh. Selama 7. Bangkitan pertama berupa status epileptikus
fase klonik, tangan atau benda lunak dapat digunakan untuk mencegah trauma 8. Efek samping dan interaksi OAE perlu diperhatikan. (Perdossi, 2007)
kepala. Letakkan pasien pada posisi lateral dekubitus untuk menjamin drainase 3. Terapi Farmakologis GTCS Primer dan Sekunder
sekret dan mencegah aspirasi. (Browne & Holmes, 2004) Berdasarkan pedoman tata laksana epilepsi yang dikeluarkan Perdossi tahun 2007
2. Prinsip Dasar Tata Laksana Epilepsi berdasarkan jenis bangkitan, untuk GTCS primer, OAE lini pertama adalah adalah
Tujuan utama tata laksana epielpsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal sodium valproat, lamotrigine, topiramate, dan carbamazepine. OAE lini keduanya
untuk pasien dengan upaya menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi adalah clobazam, levetiracetam, dan oxcarbazepine. OAE lain yang dapat
bangkitan, mencegah timbulnya komplikasi dan mencegah timbulnya efek samping dipertimbangkan adalah clonazepam, phenobarbital, dan phenytoin. Sementara itu,
obat. (Perdossi, 2007) untuk GTCS sekunder, OAE lini pertama adalah carbamazepine, oxcarbazepine,
Keberhasilan pengobatan epilepsi ditentukan oleh ketepatan diagnosis, jenis obat sodium valproat, topiramate, lamotrigine; OAE lini kedua adalah clobazam,
anti epilepsi (OAE), kepatuhan, sikap dan pengetahuan pasien dan keluarga gabapentine, levetiracetam, phenytoin, dan tiagabine; dan OAE lain yang dapat
tentang epilepsi. (Limoa, 2004) dipertimbangkan adalah clonazepam dan phenobarbital. Untuk sindrom epilepsi
umum tonik-klonik (GTCS), disarankan sodium valproat, lamotrigine,
Prinsip-prinsip terapi farmakologis: carbamazepine, dan topiramate sebagai OAE lini pertama; levetiracetam sebagai
Obat anti epilepsi diberikan bila: (Perdossi, 2007; Limoa, 2004) OAE lini kedua; dan clobazam, clonazepam, oxcarbazepine, phenobarbital, dan
1. Diagnosis yang akurat dan karakteristik, serta penyebab, jenis bangkitan phenytoin sebagai OAE lain yang dapat dipertimbangkan. (Perdossi, 2007)
atau sindroma epilepsi telah ditegakkan melalui anamnesis yang cermat, Dalam terapi OAE, perlu diperhatikan farmakokinetik obat dan efek samping
pemeriksaan fisik, pemeriksaan EEG dan pemeriksaan penunjang lainnya. obat, baik yang terkait dosis maupun idiosinkrasi. (Lumbantobing, 2004)
2. Pasien dan keluarga menerima penjelasan tentang pengobatan dan efek
samping obat yang mungkin timbul. Tabel 1. Dosis OAE untuk orang dewasa (Perdossi, 2007)
3. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai jenis OBAT DOSIS DOSIS JUMLAH WAKTU WAKTU
bangkitan atau jenis sindroma epilepsi. Dosis obat dapat dinaikkan AWAL RUMATAN(mg DOSIS PARUH TERCAPAINYASTE
bertahap sampai mencapai hasil optimal, dan bila perlu dapat diteruskan (mg/har /hari) PER PLASMA ADY STATE(hari)
dnegan politerapi. Bila kadar OAE kedua telah mencapai kadar terapi, i) HARI (jam)
dosis OAE pertama diturunkan bertahap. (Perdossi, 2007; Limoa, 2004) Carbamazepine 400- 400-1600 2- 15-35 2-7
4. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberikan 600 3x(untuk
terapi bila : (Perdossi, 2007; Browne & Holmes, 2004) yg CR 2x)
1. Dijumpai focus epilepsi yang jelas pada EEG
Phenytoin 200- 200-400 1-2x 10-80 3-5
2. Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang 300
berkorelasi dengan bangkitan
Asam valproat 500- 500-2500 2-3x 12-18 20-4
1000 (untuk yg Phenobarbital Kelelahan, depresi; pada anak: Ruam makulopapular,
CR 1-2x) insomnia,distractibility, eksfoliasi, nekrosis epidermal
Phenobarbital 50-100 50-200 1 50-170 hiperkinesia, ititabilitas toksik, hepatotoksik,
Clonazepam 1 4 1 atau 2 20-60 2-10 teratogenik, Dupuytren’s
contracture, arthritic changes
Clobazam 10 10-30 2-3x 10-30 2-6
(untuk yg Clonazepam Kelelahan, sedasi, mengantuk, Ruam, trombositopenia
CR 2x) dizziness; pada anak: agresi,
hiperkinesia
Oxcarbazepine 600- 600-3000 2-3x 8-15
900
Tabel 3. Efek samping OAE baru (Perdossi, 2007)
Levetiracetam 1000- 1000-3000 2x 6-8 2
2000 OBAT EFEK SAMPING UTAMA EFEK SAMPING
SERIUS TETAPI
Topiramate 100 100-400 2x 20-30 2-5
JARANG
Gabapentin 900- 900-3600 2-3x 5-7 2
Levetiracetam Somnolen, asthenia, ataksia, penurunan
1800
ringan eritrosit, hemoglobin,
Lamotrigine 50-100 20-200 1-2x 15-35 2-6
hematokrit
CR: controlled release
Gabapentin Somnolen, kelelahan, ataksia, dizziness,
gangguan saluran cerna
Tabel 2. Efek samping OAE klasik (Perdossi, 2007)
Lamotrigine Ruam, dizziness, tremor, ataksia, Sindrom Stevens-
OBAT EFEK SAMPING
diplopia, nyeri kepala, gangguan saluran Johnson
TERKAIT DOSIS IDIOSINKRASI
cerna
Carbamazepine Diplopia, dizziness, nyeri kepala, Ruam morbiliform,
Clobazam Sedasi, dizziness, iritabilitas, depresi,
mual, mengantuk, netropenia, agranulositosis, anemia
dysinhibition
hiponatremia aplastik, hepatotoksik,
Oxcarbazepine Dizziness, diplopia, ataksia, nyeri
sindrom Steven-Johnson,
kepala, kelemahan, ruam, hiponatremia
teratogenik
Topiramate Gangguan kognitif, tremor, dizziness,
Phenytoin Nistagmus, ataksia, mual, Jerawat, coarse face,
ataksia, nyeri kepala, kelelahan,
muntah, hipertrofi gusi, depresi, hirsutism, lupus-like syndrome,
gangguan saluran cerna, batu ginjal
mengantuk, anemia ruam, sindrom Stevens-
megaloblastik Johnson, Dupuytren’s
contracture, hepatotoksik,
teratogenik
Asam Valporat Tremor, BB bertambah, Pankreatitis akut,
dyspepsia, mual, muntah, hepatotoksik,
J.1. Medikamentosa
kebotakan, teratogenik trombositopenia, ensefalopati,
edema perifer
Sejumlah obat-obatan digunakan untuk terapi GTCS. Pilihan obat sebaiknya berat badan. Diet ini mengandung perbandingan rasio lemak:karbohidrat= 4:1.
diseusiakan secara individual dengan pasien dan sindrom epilepsi, tidak hanya tipe Keton pada urin diperiksa tiap hari dan normalnya lebih dari 4.
kejang.
 Asam valproat dianggap sebagai lini pertama karena sifatnya yang spectrum H. Medikamentosa
luas, termasuk kejang mioklonik. Tujuan farmakoterapi adalah mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.
 Fenitoin dan karbamazepin merupakan pilihan kedua yang logis di antara obat- Kategori Obat: Obat Anti Epilepsi
obat generasi lama, tetapi obat-obat generasi baru tampaknya bekerja sama Obat-obatan ini mencegah rekuerensi bangkitan dan mengakhiri aktivitas
efektifnya bila tidak lebih baik, dan mempunyai efek samping ynag lebih ringan, bangkitan elektris dan klinis.
terumata penggunaan jangka panjang. L.1. Valproate
 Di antara obat-obat generasi baru, lamotrigine, topiramate, dan zonisamide Dianggap sebagai pilihan utama epilepsi general primer, mempunyai spectrum yang
merupakan obat-obat spectrum luas yang lain yang relative mudah ditoleransi. sangat luas dan efektif pada kebanyakan tipe kejang, termasuk kejang mioklonik.
 Fenobarbital tetap digunakan oleh banyak neurologis, walaupun efek Mempunyai mekanisme kerja multipel termasuk meningkatkan kadar GABA dalam
sampingnya terhadap kognisis menurunkan penggunaannya. otak dan aktivitas saluran kalsium tipe-T.
 Untuk epilepsi general refrakter, felbamate juga digunakan sebagai obat Untuk dewasa, dosis inisial valproat injeksi (100mg/ml vial) 10-15 mg/kgBB/hari,
yang efektif. Efek samping obat ini mengharuskan monitoring blood counts dan tingkatkan 5-20 mg/kgBB/minggu sampai maksimum dosis 60 mg/kgBB/hari atau
tes fungsi hati yang ketat. sampai batas dosis yang ditoleransi; kecepatan pemberian iv 20 mg/menit.
J.2. Pembedahan Sementara dosis oral sama dengan dosis injeksi. Sementara, untuk anak-anak,
Studi-studi pendahuluan memperlihatkan stimulasi nervus vagus (VNS) efektif dosis inisial adalah 20 mg/kgBB/hari i.v, dan dosis pemeliharaan 30-60
untuk epilepsi general. Food and Drug Administration (FDA) USA telah menerima mg/kg/hari iv.v.
VNS sebagai salah satu terapi untuk kejang parsial. Dalam suatu penelitisn open L.2. Phenytoin
label, pasien GTCS berespon baik. Tidak ada pilihan pembedahan yang lain untuk Efektif pada kejang tonik-klonik dan sering digunakan. Mempunyai efek samping
GTCS murni. the treatment of partial seizures. Open label VNS registry results jangka panjangnya berupa osteopenia dan ataksia serebelar. Mempunyai kinetika
have also shown some patients with GTCS respond well. No other surgical option obat zero-order dan interaksi obat yang signifikan.
exists for pure GTCS. Untuk dewasa, loading dose adalah 15-20 mg/kg/hari per oral atau i.v. Dosis
pemeliharaan 5 mg/kg/hari per oral atau i.v, dengan kecepatan pemberian tidak
G. Diet melebihi 50 mg/kgBB. Sementara dosis inisial pediatrik adalah 5-7 mg/kgBB/hari
Diet ketogenik direkomendasikan untuk meningkatkan konrol kejang. Diet per oral atau i.v, dengan dosis pemeliharaan 5-7 mg/kgBB/hari per oral atau i.v.
ketogenik dikembangkan di Klinik Mayo dan Institut John Hopkins, berdasarkan L.3. Fenobarbital
observasi bahwa bangkitan meningkat bila terjadi perasaan lapar. Mekanisme Salah satu oabt anti epilepsi utama yang digunakan sejak awal 1900-an. Sekarang
pasti kerja diet ini masih belum diketahui. Diet ini memperodukasi kondisi diketahui bahwa obat ini dapat menyebabkan beberapa efek samping kognitif
ketotik, tetapi memberikan kalori adekuat dari protein dan lemak. Biasanya sehingga kemudian kurang disukai. Lebih menguntungkan diberikan dalam bentuk
digunakan untuk epilepsi intractabel, terutama untuk anak-anak. Diet ini jarang dosis sekali sehari, karena mempunyai waktu paruh yang sangat panjang.
diberikan lagi pada orang dewasa, karena diet ini sangat sulit dipertahankan. Dosis dewasa adalah 90 mg per oral terbagi dalam 4 dosis, ditingkatkan 30
Penelitian-penelitian menunjukkan reduksi frekuensi kejang yang bermakna pada mg/hari sampai dosis pemeliharaan biasanya adalah 90-120 mg/hari. Sementara
50% pasien yang mendapatkan diet. Efek-efek samping terutama pada traktus itu, dosis inisial pediatric adalah 3-5 mg/kgBB/hari per oral, dengan dosis
GI, termasuk kembung, konstipasi, batu ginjal, penurunan kualitas tulang dan pemeliharaan 3-5 mg/kgBB/hari per oral.
L.4. Karbamazepin
Obat antiepilesi generasi lama yang digunakan sebagai lini kedua bersama Obat anti epilepsi spektrumluas yang diakui untuk kejang tonik-klonik umum
fenitoin. Efek samping adalah osteopenia. Dosis dewasa adalah 400-1200 mg/hari primer. Mekanisme kerjanya meliputi blok kerja state-dependent sodium
per oral, terbagi dalam 3 kali sehari. Dosis awal 5 mg/kgBB/hari per oral, dengan channel, potensiasi aktivitas inhibitorik dari neurotransmitter GABA, dapat
dosis pemeliharaan 15-20 mg/kgBB/hari per oral. memblok aktivitas glutamate, dan sebagai inhibitor karbonik anhidrase. Dosis
L.5. Lamotrigine dewasa adalah 50 mg/hari per oral, titrasi 50 mg/hari tiap interval 1 minggu
Obat anti epilepsi generasi lebih baru dengan spectrum kerja yang luas seperti sampai dosis target 200 mg 2 kali per hari. Sementara itu, dosis inisial pediatrik
valproat. FDA mengakuinya baik sebagai epilepsi general dan parsial primer. adalah 25 mg atau 50 mg/hari per oral; lakukan titrasi sampai dosis 6 mg/kg/hari.
Mempunyai beberapa mekanisme kerja. Kekurangan utamanya adalah dosis harus
ditingkatkan sangat perlahan dalam beberapa minggu untuk meminimalisasi L.8. Levetiracetam
kemungkinan timbulnyarash. Dosis dewasa untuk minggu pertama dan kedua adalah Diindikasikan untuk kejang tonik-klonik primer pada dewasa dan anak usia 6 tahun
50 mg/hari per oral; bila diberikan bersama dengan valproat (VPA), mulai dengan atau lebih. Diindikasikan untuk kejang umum tonik klonik primer pada dewasa dan
25 mg 4 kali per hari. Pada minggu ketiga dan keempat, 100 mg/hari per oral dan anak usia lebih dari 6 tahun.
dalam dosis terbagi; bila diberikan bersama VPA, 25 mg/hari. Tingkatkan 100 Dosis inisial dewasa adalah 500 mg 2 kali per hari per oral, dapat ditingkatkan
mg/hari dalam 4 minggu; bila diberikan bersama VPA, tingkatkan 25-50 mg tiap 1000 mg/hari 4 kali dalam 2 minggu, tidak melebihi 1500 mg dua kali per hari.
minggu. Dosis pemeliharaan tanpa VPA adalah 300-500 mg per oral dalam dosis Dosis anak kurang dari 6 tahun belum dapat ditentukan. Untuk anak usia 6-15
terbagi. Sementara itu dosis pemeliharaan tanpa VPA adalah 100-200 mg/hari tahun, dosis 10 mg/kg per oral 2 kali sehari; dapat ditingkatkan dosis harian 20
per oral. Untuk pediatrik, dosis inisial adalah 1-2 mg/kgBB/hari per oral. Dosis mg/kg 4 kali dlaam 2 minggu, tidak melebihi 30 mg/kg dua kali sehari. Untuk anak
pemeliharaan adalah 5-10 mg/kgBB/hari per oral. Obat ini merupakan satu- usia > tahun, dosis sama seperti pada dewasa.
satunya obat yang diakui oleh FDA untuk sindrom Lennox-Gastaut untuk pasien ------------------------------------------------------------------------------------------
berusia kurang dari 16 tahun.
L.6. Zonisamide
Salah satu dari obat generasi baru yang memblok saluran kalsium tipe T,
memperpanjang inaktivasi saluran natrium dan merupakan suatu inhibitor karbonik
anhidrase. Dosis inisial dewasa adalah 100 mg/kg/hari per oral terbagai dalam 2
dosis, tingkatkan 100mg/hari/minggu sampai ke dosis pemeliharaan 100-300 mg
dua kali sehari per oral.
L.7. Felbamat
Obat ini diakui oleh FDA untuk terapi kejang parsial refreakter dan sndrom
Lennox-Gastaut. Mempunyai banyak mekanisme kerja, termasuk (1)
inhibisi NMDA-associated sodium channels, (2) potensiasi aktivitas GABA-ergic,
dan (3) inhibisi voltage-sensitive sodium channels. Hanya digunakan untuk kasus-
kasus refrakter karena risiko anemia aplastik dan toksisitas hepar, sehingga
dibutuhkan tes darah reguler. Dosis inisial dewasa adalah 600 mg tiga kali sehari
per oral, tingkatkan 600-1200 mg/hari tiap minggu sampai dosis maksimum 1200-
1600 mg tiga kali per hari per-oral.
L.7. Topiramat
termasuk kejang generalisata yaitu Lena (Tipikal atau Atipikal), mioklonik, klonik,
Pendahuluan tonik, tonik-klonik, dan kejang atonik.
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat 1. Kejang Parsial (Partial-onset Seizure)
dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang Kejang Parsial bermula dari area fokus tertentu korteks serebri,
berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah 2. Kejang Generalisata (Generalized-onset Seizure)
spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Kejang Generalisata berawal dari kedua hemisfer serebri. Bisa bermula
Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena. dari talamus dan struktur subkortikal lainnya. Pada EEG ditemukan
Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak kelainan secara serentak pada kedua hemisfer. Kejang generalisata
congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit memberikan manifetasi bilateral pada tubuh dan ada gejala penurunan
demam, gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan kesadaran. Kejang generalisata diklasifikasikan menjadi atonik, tonik,
penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat klonik, tonik klonik atau absence seizure. Beberapa penyakit yang
ditemukan penyebabnya. memberikan gambaran kejang generalisata antara lain : Benign Neonatal
Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang Convulsion, Benign Myoclonic Epilepsy, Childhood Absence Epilepsy,
yang terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang Juvenille Absence Epilepsy, Juvenille Myoclonic Epilepsy.
mendasarinya. Epilepsy sendiri bukan suatu penyakit Kejang tonik adalah kekakuan kontraktur pada otot-otot, termasuk otot
pernafasan. Kejang klonik berupa gemetar yang bersifat lebih lama. Jika
Definisi keduanya muncul secara bersamaan maka disebut kejang tonik klonik
Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang merupakan (kejang Grand Mal).
serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara Sebagian kejang yang lain sulit dikelompokkan pada salah satunya
berlebihan. Kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi. Dengan demikian perlu dimasukkan sebagai kejang tidak terklasifikasi (Unclassified Seizure).
ditarik garis pemisah yang tegas : manakah kejang epilepsi dan mana pula kejang Cara pengelompokan ini masih diterima secara luas.
yang bukan epilepsi? Tetanus, histeri, dan kejang demam bukanlah epilepsi
walaupun ketiganya menunjukkan kejang seluruh tubuh. Cedera kepala yang berat, Jenis-Jenis Kejang
radang otak, radang selaput otak, gangguan elektrolit dalam darah, kadar gula A. Kejang Parsial
darah yang terlalu tinggi, tumor otak, stroke, hipoksia, semuanya dapat Kejang Parsial Sederhana
menimbulkan kejang. Kecuali tetanus, histeri, hal-hal yang tadi, kelak di kemudian 1. Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:
hari dapat menimbulkan epilepsi. ü Tanda-tanda motoris→kedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi
Insiden tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama.
Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai ü Tanda atau gejala otonomik→muntah berkeringan, muka merah, dilatasi
usia 5 tahun, kebanyakan terjadi karena demam. pupil.
Klasifikasi ü Gejala somatosensoris atau sensoris khusus→-mendengar musik, merasa
Pada tahun 1981, The International League Against Epilepsy (ILAE) membuat seakan jatuh dari udara, parestesia.
suatu sistem klasifikasi internasional kejang epileptik yang membagi kejang ü Gejala psikik→dejavu, rasa takut, sisi panoramic.
menjadi dua kelompok besar yaitu Kejang Parsial (fokal atau lokal) dan Kejang
Generalisata. Kejang parsial kemudian dibagi lagi menjadi Parsial Sederhana, Kejang parsial komplesk
Parsial Kompleks, dan Parsial yang menjadi Generalisata sekunder. Adapun yang 1. Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks.
2. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—mengecapkan bibir, 4. memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera
mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan
tangan lainnya. Fisiologi dan Patofisiologi
3. Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku. Tiap neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya. Fenomena elektrik ini
adalah wajar. Manifestasi biologiknya ialah merupakan gerak otot atau suatu
B. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif) modalitas sensorik, tergantung dari neuron kortikal mana yang melepaskan muatan
Kejang Absens listriknya. Bilamana neuron somatosensorik yang melepaskan muatannya, timbullah
1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas. perasaan protopatik atau propioseptif. Demikian pula akan timbul perasaan panca
2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 indera apabila neuron daerah korteks pancaindera melepaskan muatan listriknya.
detik. Secara fisiologis, suatu kejang merupakan akibat dari serangan muatan listrik
3. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi terhadap neuron yang rentan di daerah fokus epileptogenik. Diketahui bahwa
penuh. neuron-neuron ini sangat peka dan untuk alasan yang belum jelas tetap berada
4. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan dalam keadaan terdepolarisasi. Neuron-neuron di sekitar fokus epileptogenik
sendirinya pada usia 18 tahun. bersifat GABA-nergik dan hiperpolarisasi, yang menghambat neuron
Kejang Mioklonik epileptogenik. Pada suatu saat ketika neuron-neuron epileptogenik melebihi
Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi pengaruh penghambat di sekitarnya, menyebar ke struktur korteks sekitarnya
mendadak dan kemudian ke subkortikal dan struktur batang otak.
Kejang Mioklonik→Lanjutan Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena
1. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa potensial membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada
kedutaan-kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki. dendrit. Pada keadaan patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat
2. Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok. menurunkan potensial membran neuron, sehingga neuron melepaskan muatan
3. Kehilangan kesadaran hanya sesaat listriknya dan terjadi kejang.
Kejang Tonik-Klonik g. Epilepsi
1. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot Kata epilepsi berasal dari kata Yunani “epilambanein” yang berarti
ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit. “serangan”. Epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi gejala yang dapat
2. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus. timbul karena penyakit. Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan
3. Tidak adan respirasi dan sianosis berbagai etiologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu seragan
4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah. berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron kortikal secara
5. letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical berlebihan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
Kejang Atonik dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
1. Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel. 2, 8
mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah. Klasifikasi serangan pada epilepsi dapat dibagi menjadi dua kelompok
2. Singkat, dan terjadi tampa peringatan. utama yaitu parsial dan umum. Kejang parsial kemudian dibagi menjadi
Status Epileptikus parsial sederhana, parsial, kompleks, dan parsial dengan umum sekunder.
1. Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang. I. Serangan parsial (fokal, lokal) kesadaran tak berubah
2. Anak tidak sadar kembali diantara kejang. A. Serangan parsial sederhana (kesadaran tetap baik)
3. Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia 1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus 6. Hormon
3. Dengan gejala autonom 7. dan obat-obat lain yang belum diketahui pasti mekanisme kerjanya :
4. Dengan gejala psikis Primidine, Valproate, Levetiracetam.
B.Serangan parsial kompleks (kesadaran menurun)
1. Berasal sebagai parsial sederhana dan berkembang ke Prognosis
penurunan kesadaran Prognosis epilepsi bergantung kepada beberapa hal, di antaranya jenis
2.Dengan penurunan kesadaran sejak awitan epilepsi, faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum
II. Serangan umum (konvulsif atau non-konvulsif) obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-
A. 1. Absence 70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obatan,
2. Absence tak khas sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan dapat berhenti minum
B. Mioklonik obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun
C. Klonik serangan lena (ngelamun) atau absence mempunyai prognosis terbaik.
D. Tonik Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun
E. Tonik-klonik atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental
F. Atonik mempunyai prognosis relatif jelek.
III. Serangan epilepsi tak terklasifikasikan misalnya : gerakan ritmis
pada mata, gerakan mengunyah dan berenang. 2 Uji Laboratorium dan Diagnostik
1. Elektroensefalogram (EEG) →dipakai untuk membantu menetapkan jenis
Diagnosis dan focus dan kejang.
Pada umumnya, seseorang yang mengalami hanya satu kali serangan 1.1. Diagnosis epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang
kejang tidak akan diberi terapi epilepsi dahulu. Namun jika dalam waktu abnormal
satu tahun terjadi lebh dari satu serangan maka perlu dipertimbangkan 1.2. Tidur lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan
untuk mulai dengan obat-obat antiepilepsi. Diagnosis epilepsi biasanya mungkin dindakasikan
dapat dibuat dengan cukup pasti dari anamnesis lengkap, terutama 2. Pemindaian CT→menggunakan kajian sinar-X yang masih lebih sensitive
mengenai gambaran serangan, hasil pemeriksaan umum dan neurologik dan biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
serta elektroensefaligrafi (EEG). 3. MRI ( Magnetic Resonance imaging) →menghasilkan bayangan dengan
Terapi lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan
Obat anti epilepsi (Antiepileptic Drug / AED) digolongkan berdasarkan daerah-daerah otak (regio fossa posterior dan regio sella) yang tidak
mekanisme kerjanya. terlihat jelas apabila menggunakan pemindaian CT.
1. Sodium channel blockers : Fenitoin, Fosfenitoin, Oxcarbazepine, 4. PET (Pemindaian positron emission temography)→untuk mengevaluasi
Zonisamide, Clobazam, Fenobarbital, Felbamate, Topiramate kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
2. Calsium inhibitors : Fenitoin, Fosfenitoin, Clobazam, Fenobarbital, metabolic, atau aliran darah dalam otak (mencakup suntikan radioisotop
Felbamate secara IV).
3. GABA enhancers : Clobazam, Clonazepam, Fenobarbital, Tiagabine, 5. Potensial yang membangkitkan→digunakan untuk menentukan integritas
Vigabatrin, Gabapentin, Topiramate jalur sensoris dalam otak (respons yang tidak ada atau tertunda atau
4. Glutamate blocker : Lamotrigine, Fenobarbital, Topiramate mengindikasikan keadaan yang patologik).
5. Carbonic anhydrase inhibitor : Topiramate 6. Uji laboratorium→ berdasarkan riwayat anak dan hasil pemeriksaan.
6.1. Punksi lumbal untuk menganalisis cairan serebrospinal→terutama Efektif untuk semua jenis epilepsy kecuali absence. Efek antikonvulsi
dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi. ditimbulkan oleh primidon dan metabolit aktifnya.
6.2. Hitung daerah lengkap→untuk menyingkirkan infeksi sebagai 3. Hidantoin
penyebab; dan pada kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat Yang termasuk dalamm golongan ini adalah fenitoin, mefenitoin, dan
mengevaluasi haematokit dan jumlah trombosit. etotoin.
6.3. Panel elektrolit→serum elektrolit, Ca total, dan magnesium serum Fenitoin : Fenitoin adalah obat primer untuk semua bangkitan parsial dan
seringkali diperiksa pada saat pertama kali terjadi kejang, dan pada bangkitan tonik-klonik, kecuali bangkitan absence (absence seizure).
anak yang berusia kurang dari 3 bulan, dengan penyebab elektrolit dan Fenitoin tidak sedative pada dosis biasa. Berbeda dengan fenobarbital,
metabolic lebih lazim ditemuai (uji glukosa darah dapat bermamfaat obat ini juga efektif pada beberapa kasus epilepsy lobus temporalis.
pada bayi atau anak kecil dengan kejang yang berkepanjangan untuk 4. Karbamazepine
menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia). Termasuk dalam golongan iminostilbenes. Manfaat terapeutik ialah untuk
6.4. Skrining toksisk dari serum dan urin→digunakan untuk menyingkirkan Epilepsi lobus temporalis, sendiri atau kombinasi dengan bangkitan
kemungkinan keracunan. generalisata tonik-klonik (GTCS).
6.5. Pemantauan kadar obat antiepileptik→digunakan pada fase awal 5. Etosuksimid
penatalaksanaan dan jika kepatuhan pasien diragukan. Obat ini dipakai untuk bangkitan absence. Efek antikonvulsi pada
binatang sama halnya dengan trimetadion. Proteksi terhadap
Terapi Kejang pentilentetrazol, akan menaikkan nilai ambang serangan. Manfaat
Penanganan kejang secara modern bermula dari tahun 1850 dengan pemberian terapeutik ialah terhadap bengkitan absence.
Bromida, dengan dasar teori bahwa epilepsi disebabkan oleh suatu dorongan sex 6. Asam valproat (Valproic acid)
yang berlebih. Pada tahun 1910, kemudian digunakan Fenobarbital yang awalnya Asam valproat dipakai untuk berbagai jenis serangan atau bangkitan.
dipakai untuk menginduksi tidur, kemudian diketahui mempunyai efek Efek sedasinya minimal, efek terhadap SSP lain juga minimal. Terhadap
antikonvulsan dan menjadi obat pilihan selama bertahun-tahun. Sejumlah obat lain Pentilen tetrazol, potensi asam valproat lebih besar daripada
yang juga digunakan sebagai pengganti Fenobarbital termasuk Pirimidone, dan etosuksimid, tapi lebih kecil pada fenobarbital. Asam valproat lebih
Fenitoin yang kemudian menjadi first line drug epilepsi utama untuk penanganan bermanfaat untuk bangkitan absence daripada terhadap bangkitan umum
kejang parsial dan generalisata sekunder. Pada tahun 1968, Karbamazepin awalnya tonik-klonik.
digunakan untuk neuralgia trigeminal, kemudian pada tahun 1974 digunakan untuk
kejang parsial. Etosuksimid telah digunakan sejak 1958 sebagai obat utama untuk Prognosis
penanganan absence seizures tanpa kejang tonik klonik generalisata. Valproate Kejang adalah suatu masalah neurologik yang relative sering dijupai.
mulai digunakan 1960 dan saat ini sudah tersedia di seluruh dunia dan menjadi Sekitar 10% populasi akan mengalami paling sedikit satu kali kejang
drug of choice pada epilepsy primer generalisata dan kejang parsial. seumur hidup mereka, dengan insiden paling tinggi terjadi pada masa
1. Fenobarbital anak-anak dini dan lanjut usia (setelah usia 60 tahun), dan 0,3% sampai
Merupakan obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif. 0,5% akan didiagnosa mengidap epilepsi (berdasarkan kriteria dua kali
Toksisitasnya relatif rendah, murah, efektif, dan banyak dipakai. Dosis kejang tanpa pemicu)
antikonvulsinya berada di bawah dosis untuk hipnotis. Ia merupakan -------------------------------------------------------------------------------
antikonvulsan yang non-selektive. Manfaat terapeutik pada serangan
tonik-klonik generalisata (grand mall) dan serangan fokal kortikal.
2. Primidon
Gejala Penyakit Epilepsi atau Ayan Kejang-kejang yang melibatkan seluruh bagian otak disebut kejang-kejang
Karena epilepsi disebabkan oleh tidak normalnya aktivitas sel otak, kejang- general. Empat tipe dari kejang-kejang general adalah:
kejang dapat berdampak pada proses kordinasi otak anda. Kejang-kejang
dapat menghasilkan :  Absence seizures (juga disebut petit mal). Kejang-kejang ini memiliki
 Kebingungan yang temporer dikarakteristikan oleh gerakan tubuh yang halus dan mencolok, dan dapat
 Gerakan menghentak yang tidak terkontrol pada tangan dan kaki menyebabkan hilangnya kesadaran secara singkat.
 Hilang kesadaran secara total  Myoclonic seizures. Kejang-kejang ini biasanya menyebabkan hentakan
atau kedutan secara tiba-tiba pada tangan dan kaki.
Perbedaan gejala yang terjadi tergantung jenis kejang-kejang. Pada banyak kasus,  Atonic seizures. Juga dikenal dengan drop attack, kejang-kejang ini
orang dengan epilepsi akan cenderung memiliki jenis kejang-kejang yang sama menyebabkan hilangnya keselarasan dengan otot-otot dan dengan tiba-
setiap waktu, jadi gejala yang terjadi akan sama dari kejadian ke kejadian. tiba collapse dan terjatuh.
 Tonic-clonic seizures (juga disebut grand mal). Kejang-kejang yang
Dokter mengklasifikasikan kejang-kejang secara parsial atau general, memiliki intensitas yang paling sering terjadi. Memiliki karakteristik
berdasarkan bagaimana aktivitas otak yang tidak normal dimulai. Pada beberapa dengan hilangnya kesadaran, kaku dan gemetar, dan hilangnya kontrol
kasus, kejang-kejang dapat dimulai secara parsial dan kemudian menjadi general. terhadap kandung kemih.

Penyebab & Faktor Risiko


Kejang-kejang parsial (sebagian) Penyebab Epilepsi

Ketika kejang-kejang muncul sebagai hasil dari aktifitas otak yang tidak normal Pengaruh genetik
pada satu bagian otak tersebut, ilmuan menyebutnya kejang-kejang parsial atau Beberapa tipe epilepsi menurun pada keluarga, membuatnya seperti ada
sebagian. Kejang-kejang jenis ini terdiri dari dua kategori. keterkaitan dengan genetik.

 Simple partial seizures (kejang-kejang parsial sederhana). Kejang-kejang Trauma pada kepala
ini tidak menghasilkan kehilangan kesadaran. Kejang-kejang ini mungkin Kecelakaan mobil atau cedera lain dapat menyebabkan epilepsi.
akan mengubah emosi atau berubahnya cara memandang, mencium,
merasakan, mengecap, atau mendengar. Kejang-kejang ini bisa juga Penyakit medis
menghasilkan hentakan bagian tubuh secara tidak sengaja, seperti tangan Stroke atau serangan jantung yang menghasilkan kerusakan pada otak dapat juga
atau kaki, dan gejala sensorik secara spontan seperti perasaan geli, menyebabkan epilepsi. Stroke adalah penyebab yang paling utama pada kejadian
vertigo dan berkedip terhadap cahaya. epilepsi terhadap orang yang berusia lebih dari 65 tahun.
 Complex partial seizures (kejang-kejang parsial kompleks). Kejang-
kejang ini menghasilkan perubahan kesadaran, itu karena anda kehilangan Demensia
kewaspadaan selama beberapa waktu. Menyebabkan epilepsi pada orang tua.

Kejang-kejang general Cedera sebelum melahirkan


Janin rentan terhadap kerusakan otak karena infeksi pada ibu, kurangnya nutrisi
atau kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan kelumpuhan otak pada anak.
Dua puluh persen kejang-kejang pada anak berhubungan dengan kelumpuhan otak a. Gelombang Alpha
Gelombang alfa mempunyai frekwensi 8-12 siklus per detik. Gelombang alfa terlihat normal
atau tidak normalnya neurological.
pada saat bangun dan mata tertutup (tidak tertidur)
Distribusi : bagian posterior kepala (oksipital, parietal dan temporal posterior) dapat meluas
Perkembangan penyakit ke sentral, verteks dan midtemporal
Epilepsi dapat berhubungan dengan perkembangan penyakit lain, seperti autis dan Karakteristik : sinusoidal, waxes and wanes, Amplitudo : 20 – 70 uV ( Ka>Ki)
Reaktivitas : Amplitudo berkurang saat buka mata, aktivitas mental sedangkan frekuensi
down syndrome.
berkurang saat mengantuk
Anak : Frekuensi tergantung usia
Faktor risiko terkena Epilepsi 3-4 bln : 3.5 – 4.5 Hz 3 thn : 8 Hz
Faktor yang mungkin dapat meningkatkan risiko epilepsi adalah : 12 bln : 5 – 6 Hz 9 thn : 9 Hz
Usia 24 bln : 7 Hz 15 thn: 10 Hz

Epilepsi biasanya terjadi pada masa awal usia anak-anak dan setelah usia 65 b. Gelombang lambda
tahun, tapi kondisi yang sama dapat terjadi pada usia berapapun. Karakteristik : dapat terlihat saat bangun, buka mata, polaritas positif, asimetri (normal), di
Jenis kelamin daerah oksipital, jelas terlihat usia 2 – 15 thn, dan jarang terlihat pada usia tua .
Gelombang Lambda mempunyai amplitudo : 20 – 50 uV .
Lelaki lebih berisiko terkena epilepsi daripada wanita.
Reaktivitas : gelombang ini tampak jika melihat suatu objek,dan menghilang saat tutup
Catatan keluarga mata.
Jika anda memiliki catatan epilepsi dalam keluarga, anda mungkin memiliki
2. Gelombang Mu
peningkatan risiko mengalami kejang-kejang.
Gelombang ini sering disebut juga comb rhythm, rolandic alpha. Frekuensi seperti Alpha (8-
Cedera kepala 10 Hz) terdapat pada 20 % orang dewasa, sering pada usia 8 – 16 tahun dan lokasinya di
Cedera ini bertanggung jawab pada banyak kasus epilepsi. Anda dapat mengurangi daerah sentral, dapat tampak unilateral atau bilateral.
risikonya dengan selalu menggunakan sabuk pengaman ketika mengendarai mobil Karakteristik : Bentuk lengkung, amplitudonya 20 – 60 uV, gelombang ini akan menurun
frekuensinya atau hilang dengan gerakan aktif, pasif atau stimulus taktil kontralateral,
dan menggunakan helm ketika mengendarai motor, bermain ski, bersepeda atau
maupun berpikir tentang gerakan. Gelombang ini berasal dari korteks sensorimotor.
melakukan aktifitas lain yang berisiko terkena cedera kepala.
Stroke dan penyakit vaskular lain 3. Gelombang Beta
Gelombang Beta mempunyai suatu frekwensi 13-30 siklus per detik. Gelombang ini secara
Ini dapat menyebabkan kerusakan otak yang memicu epilepsi. Anda dapat
normal ditemukan ketika siaga atau menjalani pengobatan tertentu, seperti benzodiazepines
mengambil beberapa langkah untuk mengurangi risiko penyakit-penyakit tersebut, atau pengobatan anticonvulsants. Distribusi terutama frontal dan central dengan
termasuk adalah batasi untuk mengkonsumsi alkohol dan hindari rokok, makan amplitudo : 10 – 20 uV (dewasa) dan 60 uV (anak usia 12-18 bulan). Gelombang Beta dapat
makanan yang sehat dan selalu berolahraga. lebih jelas terlihat saat mengantuk, maupun atas pengaruh obat-obatan (barbiturat,
benzodiazepin). Perbedaan amplitude kanan dan kiri lebih dari 35 % merupakan suatu
Infeksi pada otak abnormalitas.
Infeksi seperti meningitis, menyebabkan peradangan pada otak atau tulang
belakang dan menyebabkan peningkatan risiko terkena epilepsi. 4. Gelombang Theta
Gelombang Theta mempunyai frekuensi : 4 – 7 Hz, di daerah frontal atau fronto-central
Kejang-kejang berkepanjangan pada saat anak-anak
(tutup mata) , dan Temporal (4 – 7 Hz) biasanya pada orang tua .Gelombang theta jelas
Demam tinggi pada saat anak-anak dalam waktu yang lama terkadang dikaitkan terlihat saat hiperventilasi,mengantuk dan tidur. Amplitudo : 30 – 80 uV
dengan kejang-kejang untuk waktu yang lama dan epilepsi pada saat nanti.
5. Gelombang Delta
Khususnya untuk mereka dengan catatan sejarah keluarga dengan epilepsi.
Gelombang delta mempunyai suatu frekwensi kurang dari 3 siklus per detik. Gelombang
Daerah frekuensi EEG dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian untuk analisis secara normal ditemukan hanya pada saat sedang tidur dan anak-anak muda
EEG, yaitu :9,10
1. Gelombang di posterior :

Anda mungkin juga menyukai