REPUBLIK INDONESIA
Tel [Telephone]
Fax [Fax]
[Website]
PANDUAN UKAI
PANDUAN UKAI
SUMATIF 2017
SUMATIF 2017
MENUJU UKAI, MENUJU MASA DEPAN
EDISI REVISI PANDUAN UKAI FORMATIF 2016
APOTEKER MUDA
REPUBLIK INDONESIA
Tel [Telephone]
Fax [Fax]
[Website]
PANDUAN UKAI
PANDUAN UKAI
SUMATIF 2017
SUMATIF 2017
MENUJU UKAI, MENUJU MASA DEPAN
EDISI REVISI PANDUAN UKAI FORMATIF 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia
yang diberikan sehingga penyusunan Panduan UKAI Sumatif 2017 dapat diselesaikan.
Panduan UKAI ini dibuat merujuk pada Panduan UKAI Formatif 2016 yang disusun
oleh Mahasiswa Alumnus Program Studi Profesi Apoteker yang berasal dari
Universitas Gadjah Mada. Panduan ini direvisi dengan merujuk pada gambaran try out
UKAI pada 29 Oktober 2016 lalu untuk memudahkan mahasiswa Program Studi
Profesi Apoteker untuk mempelajari materi yang diujikan pada UKAI Sumatif 2017.
Konten yang ada dalam panduan ini merupakan hasil saduran yang direvisi
kembali dari Panduan UKAI Formatif 2016 untuk memenuhi kebutuhan materi selama
persiapan menuju UKAI Sumatif 2017. Pada edisi revisi ini, konten dibagi atas 3 bagian
besar, yakni bagian farmasi klinis yang memuat konsep-konsep terkait obat dan
farmakoterapi, bagian pharmaceutical science yang mencakup aspek industri farmasi dan
analisis kimia, serta bagian etika dan praktek kefarmasian yang membahas praktek
profesi apoteker hingga manajemen bisnis apotek.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAGIAN I
FARMASI KLINIS
Khasiat yang
dicantumkan merupakan
khasiat empiris di
Jamu masyarakat, belum
sepenuhnya terstandar,
dan belum dilakukan uji
praklinik dan klinik.
Khasiat yang
dicantumkan sudah
dibuktikan dengan uji
praklinik, sudah
Obat Herbal Terstandar
terstandar, dan sudah
dilakukan uji praklinik
dan/atau uji klinik belum
lengkap.
1
2
Khasiat yang
dicantumkan sudah
dibuktikan dengan uji
praklinik dan klinik,
Fitofarmaka
sudah terstandar, dan
sudah dilakukan uji klinik
dengan lengkap (fase 1,
fase 2, dan fase 3).
Harus dengan resep
dokter dan
mengakibatkan
Narkotika ketergantungan yang
kuat. Distribusinya
dikendalikan oleh
pemerintah.
Harus dengan resep
dokter dan kadang
Psikotropika
mengakibatkan
ketergantungan.
Obat keras yang dapat
diserahkan oleh apoteker
dengan syarat dan
ketentuan yang berlaku
Obat Wajib Apotek
menurut undang-undang,
dapat digunakan untuk
swamedikasi atau
pengobatan rutin.
3
Efek Adrenergik (Simpatomimetik) adalah efek yang serupa dengan ketika saraf
simpatis diinduksi
Efek Kolinergik (parasimpatomimetik) adalah efek yang serupa dengan ketika
saraf parasimpatis diinduksi
Contoh :
Atenolol = Beta Bloker = Obat Antiadrenergik (Adrenolitik), artinya bekerja
melawan efek induksi sistem saraf simpatis, dampaknya adalah terjadi penurunan
tekanan darah, hal ini serupa dengan efek kolinergik yang menginduksi sistem
saraf parasimpatis.
dan meningkatkan
sensitivitas reseptor
insulin.
Menghambat enzim
HMG-CoA pengubah substrat Simvastatin, Atorvastatin,
Reductase Inhibitor kolesterol (HMG-CoA Rosuvastatin
Reductase)
Menghambat lipolisis
perifer dan menurunkan Gemfibrozil, Fenofibrate,
Asam Fibrat
pengambilan asam lemak Cipofibrate
bebas oleh hati.
Resin Asam Mengikat asam empedu Kolestipol, Koleselvam,
Empedu pada saluran cerna. Kolestiramin
Mengikat kristal
hidroksiapatit pada tulang
dan menghambat
Asam Alendronat, Asam
Bifosfonat osteoklast serta
Risendronat
menghambat pelepasan
mineral dan kolagen dari
tulang.
Menghambat pompa
Proton Pump Omeprazol, Pantoprazol,
proton dalam sekresi ion
Inhibitor Lansoprazol
hidrogen pada lambung.
Menghambat reseptor H-
2 pada sel parietal
H-2 Receptor
lambung, sehingga Famotidin, Ranitidin
Antagonis
menghambat sekresi asam
lambung.
Menghambat reseptor H-
H-1 Receptor - Generasi lama :
1, sehingga tidak tejadi
Antagonis Klorfeniramin Maleat.
aktivasi oleh histamin.
8
- Generasi baru :
Loratadin, Cetirizin,
Fexofenadin.
Antibiotika Penisilin Amoksisilin, Ampisilin
Menghambat sintesis - Generasi 1 : Cefradoksil
Antibiotika dinding bakteri (golongan - Generasi 2 : Cefuroksim
Sefalosporin beta laktam). - Generasi 3 : Ceftriakson,
Cefotaksim, Ceftazidim
Menghambat sintesis
protein dengan mengikat
Antibiotika subunit ribosom 30S dan Tetrasklin, Oksitetrasiklin,
Tetrasiklin 50S dan mengikat logam Doksisiklin
untuk metabolisme
bakteri.
Menghambat DNA girase,
Antibiotika Ciprofloksasin,
sehingga merusak struktur
Quinolon Levofloksasin
double helix DNA.
Menghambat sintesis
Antibiotika protein dengan mengikat Azitromisin, Claritomisin,
Makrolida subunit ribosom 30S dan Eritromisin
50S.
Menghambat sintesis
Antibiotika Fenikol protein dengan mengikat Kloramfenikol, Tiamfenikol
subunit ribosom 50S.
Kaptopril Batuk
Pirazinamid Nyeri tulang, hepatotoksik
INH Kesemutan, hepatotoksik
Mengubah warna urin menjadi
Rifampisin
merah, induksi sitokrom
Streptomisin Ototoksis, nefrotoksis
Perdarahan, iritasi saluran cerna,
Asetosal
tinitus
Hidroklortiazid Hipokalemia, kenaikan asam urat
Kortikosteroid Inhalasi Candidasis
Iritasi saluran cerna, moon face karena
Kortikosteroid Oral (e.g MP)
retensi Na dan Air, keropos tulang
Etambutol Buta warna, kebutaan
Fenitoin Gingival hyperplasia, induser sitokrom
Hepatotoksik dari metabolitnya,
Karbamazepin
induser sitokrom
Orlistat Feses berlemak
Antibiotika Kuinolon Menghambat pertumbuhan anak
Antibiotika Tetrasiklin Kolorasi gigi menjadi kuning
Antibiotika Aminoglikosida Nefrotoksis
Bifosfonat Iritasi saluran cerna
Semua OAT Mual dan muntah
Kodein Konstipasi
Metformin Mual, kembung
Mengubah warna urin menjadi
Metronidazole
kecokelatan
1.5.2. Toksikologi
Kasus keracunan selalu ditemukan terkait dengan penggunaan bahan kimia
sebagai obat atau kecelakaan. Berikut adalah daftar senyawa yang dapat bersifat
racun dan antidot yang dapat diberikan :
11
1.8. Farmakokinetika
1.8.1. Kecepatan Infus
R=
ᶵ
Keterangan: R = kecepatan infus
S = fraksi aktif
ᶵ = interval pemberian
13
Contoh:
Pasien ATS menerima infus teofilin dengan dosis 40 mg tiap jam. Berapakah
kecepatan infus yang harus diatur? Diketahui teofilin memiliki fraksi aktif sebesar
80 %.
,
R= = = 32 mg/jam
ᶵ
ᶵ , ,
D= = = 276,54 mg ≡ 300 mg
,
14
Jika memiliki ≥ 2 faktor resiko dengan atau tanpa CHD, lakukan assesment
terhadap 10-years (short-term) CHD risk dengan hitungan pada tabel Framingham.
Dengan mengetahui faktor resiko, target penurunan LDL dan memulai terapi
dapat diketahui. Berikut adalah target dan nilai LDL memulai terapi :
Nilai LDL
Faktor Resiko Target LDL Nilai LDL Mulai
untuk Mulai
Hasil Assesment (mg/dL) Terapi Obat
TLC
CHD or CHD Risk
≥ 130
Equivalents (10-years < 100 ≥ 100
(100-129 drug optional)*
risk > 20%)
10-year risk 10-20%
≥ 2 Risk Factors ≥ 130
< 130 ≥ 130
(10-years risk ≤ 20%) 10-year risk < 10%
≥ 160
≥ 190
0 – 1 Risk Factor < 160 ≥ 160
(160-189 drug optional)
Keterangan: TLC (Therapeutics Lifestyle Changes); (*) beberapa ahli merekomen-
dasikan penggunaan obat penurun LDL jika target < 100 mg/dL
tidak dapat tercapai dengan TLC
TLC Features
TLC diet
Lemak jenuh < 7% dari kalori, kolesterol < 200 mg/hari
Konsumsi serat (10-20 g/hari)
Manajemen berat badan serta meningkatkan aktivitas fisik
menaikkan
HDL
Menurunkan GI Upset
Colestipol
Resin Asam LDL, Konstipasi Trigliserida >
Coleselvam
Empedu menaikkan Menurunkan 400 mg/dL
Colestiramin
HDL absorbsi obat
Menurunkan Muka merah
LDL dan Hipoglikemi Penyakit liver
Asam Asam
trigliserida, Hiperurisemia kronis
Nikotinat Nikotinat
menaikkan Hepatotoksis Gout parah
HDL GI Upset
Menurunkan
Dispepsia
LDL dan Gangguan
Asam Gemfibrozil Batu empedu
trigliserida, ginjal dan hati
Fibrat Fenofibrat Miopati
menaikkan parah
HDL
Penurunan berat badan dapat digunakan orlistat, apabila target dengan
terapi non-farmakologi tidak mencapai penurunan 10% berat badan. Orlistat
memiliki efek samping feses berlemak dan dapat menggangu absorbsi vitamin,
siklosporin, dan levotiroksin.
agen antitiroid
(Propilthiourasil,
Methimazol, KI)
Kelemahan, bradikardi, Levotiroksin,
Hipotiroid
mudah mengantuk, goiter Liothironin
Nilai MCV besar, nilai
Anemia kadar B12 rendah, atau Sianokobalamin, Asam
Megaloblastik nilai kadar asam folat Folat
rendah.
- Agen imunosupres-an:
MP, Siklosporin
Kelemahan, perdarahan - Hemapoetic Growth
gusi, bengkak pada kaki, Factor : Filgastrim
Anemia Aplastik
serta nilai rendah pada - Agen antineoplastik :
retikulosit dan WBC. Fludarabin
- Kelator :
Deferoxamin
Anemia Defisiensi Nilai MCV rendah dan
Fe Sulfat, Fe Fumarat
Besi serum feritrin rendah.
Suplementasi kalsium
Sakit pada tulang tertentu, (kalsium karbonat,
penurunan tinggi badan, kalsium sitrat), first line
Osteoporosis perubahan struktur tubuh, (Asam Alendronat,
nilai T score di bawah – Asam Risendronat),
2,5. alternatif (Raloksifen,
Asam Ibandronat)
1.9.4. Diabetes
Diabetes ditanda dengan gejala: polivagi (banyak makan), poliuria (banyak
buang air kecil), dan polidipsi (banyak minum). Diabetes digolongkan menjadi
dua tipe utama, yaitu tipe I dan tipe II.
19
Pada tipe I, pasien lebih cenderung memiliki berat badan rendah dan mengalami
ketoasidosis, sedangkan pada tipe II cenderung obesitas.
Berikut adalah target terapi dari diabetes mellitus :
Selain antidiabetika oral, dapat pula digunakan insulin seperti pada algoritma
pengobatan, khusus untuk DM tipe I, insulin dimulai sejak pasien didiagnosa
mengalami diabetes. Berikut adalah jenis insulin yang dapat digunakan :
Kerja Insulin Contoh Penggunaan
Humalog (insulin lispro),
5 – 15 menit
Rapid Acting NovoLog (insulin aspart),
sebelum makan
Apidra (insulin glulisine)
30 menit
Short Acting Humulin R, Novolin R
sebelum makan
Umumnya 1 x
Intermediate Humulin N, Novolin N
sehari
Umumnya 1 x
Lantus (insulin glargine),
Long Acting sehari di waktu
Levemir (insulin detemir)
yang sama
21
teratogenicity has been described. Newer case report and a retrospective analysis
terhadap 379 wanita hamil dengan pre-existing diabetes tidak menunjukkan
adanya peningkatan resiko terjadinya malformasi kongenital.
2) Metofrmin
Kontras dari glibenclamide, metformin tidak menstimulasi sekresi
insulin dan tidak menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Pada pasien
dengan kelebihan berat badan, pemberian obat yang dapat meningkatkan
sensitifitas insulin dan penurunkan kebutuhan insulin lebih diperlukan
daripada pemberian glibenclamide. Metformin adalah satu-satunya yang
diterima untuk DM tipe II, dan juga digunakan untuk GDM dan untuk
wanita dengan polycystic ovary syndrome (POS) dalam konteks fertility treatment.
3) Pioglitazone
Pioglitazone terbukti tidak toksik pada percobaan hewan namun
belum ada penelitian yang membuktikan keamanannya pada manusia.
Rekomendasi. Pasien dengan DM tipe II yang mendapat terapi OAD harus
diganti dengan insulin apabila merencanakan kehamilan, namun melanjutkan
penggunaan OAD masih dapat diterima. In any case, the use of any oral antidiabetic
drug does not justify a risk-grounded termination of the pregnancy. USG secara
mendetail pada trimester kedua harus dilakukan terutama pada wanita hamil
dengan DM tipe II. Should there be important grounds in individual cases againt insulin
therapy, metformin would be the most likely OAD to be considered.
C. Glukagon
Glukagon hormon polipeptida dengan 29 asam amino yang
disekresikan oleh sel -pankreas. Kerjanya berlawanan dengan insulin karena
menyebabkan peningkatan kadar gula darah dengan meningkatkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis. Glukogon dapat diberikan selama
kehamilan pada trimester berapapun saat terdiagnosa terjadi hipoglikemi
parah dan glukosa intravena tidak dapat diberikan.
25
1.9.7. Epilepsi
First Line Menurut Alternatif Menurut UK
Jenis Epilepsi
UK Guideline Guideline
Levetiracetam,
Partial Seizure Karbamazepin,
Oxkarbazepin, Asam
(Diagnosis Baru) Lamotrigin
Valproat
Partial Seizure Lamotrigin,
(Refractory Oxcarbazepin, -
Monotherapy) Topiramat
Karbamazepin,
Klobazam, Gabapentin, Lacosamid,
Partial Seizure Lamotrigin, Fenobarbital, Fenitoin,
(Refractory Adjunct) Levetiracetam, Pregabalin, Tiagabin,
Oxcarbazepin, Asam Vigabatrin, Zonisamid
Valproat, Topiramat
Etoksusimid, Klobazam, Klonazepam,
Generalized Seizure
Lamotrigin, Asam Levetiracetam,
Absence
Valproat Topiramat, Zonisamid
Asam Valproat,
Klobazam,
Primary General Lamotrigin,
Levetiracetam,
(Tonic-Clonic) Karbamazepin,
Topiramat
Oxkarbazepin
Etoksusimid, Klobazam, Klonazepam,
Juvenile Myoclonic
Lamotrigin, Asam Levetiracetam,
Epilepsy
Valproat Topiramat, Zonisamid
29
1.9.8. Ansietas
Berdasarkan Panduan Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments
GAD PhD PTSD OCD PaD
SSRI†,
st * †
SSRI, ‡
SSRI†, SSRI†,
1 Line SNRI , SSRI, TCA
†
RIMA TCA‡ SNRI
Buspirone
SNRI, SNRI,
2nd Line TCA SNRI TCA
MAOi SARI
30
• Salah satu keuntungan TCA adalah kadar serum berkaitan dengan respon,
sehingga berguna dalam proses evaluasi pasien. Pemantauan kadar serum juga
memberikan keuntungan yakni dapat dengan segera mengetahui perubahan
farmakokinetika selama kehamilan yang mungkin akan membutuhkan
penyesuaian dosis untuk mempertahanan efikasi.
• Buspropion, suatu dopamin-norepinephrine reuptake inhibitors telah diuji
pada wanita hamil dan juga telah disetujui oleh FDA sebagai tambahan terapi
untuk menghentikan kebiasaan merokok.
• Mengoptimalkan dosis obat tunggal harus diutamakan sebelum menambah-
kan obat lainnya.
A. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Termasuk dalam golongan ini adalah fluoxetine, sertaline, paroxetine,
citalopram, escitalopram (isomer aktif dari citalopram) dan fluvoxamine.
Bekerja secara selektif dalam menghambat reuptake serotonin dari celah
sinaps. SSRI memiliki efek antikolinergik yang lebih rendah apabila
dibandingkan dengan TCA. Semua SSRI dapat menembus sawar plasenta,
dengan citalopram adalah yang terbesar diikuti dengan fluoxetine. Sedangkan
yang terendah adalah sertaline, diikuti dengan paroxetine.
B. Tri- dan Tetracyclic Antidepressant
Meta-analisis menunjukkan bahwa SSRI lebih memiliki efikasi dan
lebih dapat ditoleransi apabila dibandingkan dengan TCA. However SSRIs were
not as effective in treating inpatient and amitriptyline was more effective than SSRI
comparators. SSRI lebih tidak toksik pada kondisi overdosis apabila
dibandingkan dengan TCA. TCA bekerja dengan cara memblok reuptake
neurotransmiter (noradrenalin dan serotonin) pada saraf adrenergik.
Prototype dari TCA adalah imipramine. Similar medications are clomipramine,
dibenzepin and lofepramine. Obat yang spesifik memiliki efek stimulasi pada
sebagian pasien seperti desipramine (metabolit imipramine), nortriptyline
(metabolit amitriptyline) dan trimipramine (secara kimia mirip imipramine).
Obat tipikal lainnya memiliki efek sedatif seperti amitriptyline, dosuleprine,
32
1.9.9. Asma
Pada kondisi asma, pasien harus sering dikontrol. Kontrol dapat
menggunakan spirometri dan memantau frekuensi serangan asma. Berikut
adalah tahapan dalam terapi asma dan rekomendasi yang diberikan.
34
1.9.10. Osteroarthritis
Pedoman tatalaksana osteoarthritis merujuk pada American Pain Society Guidelines.
35
E.coli (enterotoksigenk,
enteropatogenik,
enteroinvasif) atau terapi Ciprofloxacin 500 bid
empirik untuk traveler’s
diarrhea
Lama Terapi 1 – 3 Hari
Ciprofloxacin 500 bid
Salmonella sp (non-typhoid) TMP/SMX 160/800 bid
Ceftriaxone 1 g (iv)
Lama Terapi 5 – 7 Hari; 14 Hari untuk Pasien
Immunocompromised
TMP/SMX 160/800 bid
Shigella sp
Ciprofloxacin 500 bid
Lama Terapi 3 Hari; 7 Hari untuk Pasien
Immunocompromised
TMP/SMX 160/800 bid
Yersinia sp Ciprofloxacin 500 bid
Doxycycline 100 bid
Lama Terapi 3 Hari; 3 – 5 Hari unutk TMP/SMX
Metonidazole 750 tid
Entamoeba histolytica
Tinidazole 1 g bid
Setiap pasien harus menerima terapi tambahan berupa
Paromomycin 500 tid selama 7 hari
Lama Terapi 5 – 10 Hari untuk Metronidazole dan 3
Hari untuk Tinidazole
Lini Pertama
Amoxicillin 1 g +Clarithomycin 500
+ Pantoprazole 40 (bid)
Helicobacter pylori Kasus Baru
Alergi Penicillin
Clarithomycin 500 + Metronidazole
500 + Pantoprazole 40 (bid)
37
atau
Tetracycline 500 (qid) +
Metronidazole 500 (tid) + Bismuth
Subsalicylate 525 (qid) +
Pantoprazole 40 (bid)
Lama Terapi 10 – 14 Hari
Sebisa mungkin hindari antibiotik
yang sudah pernah digunakan
Tetracycline 500 (qid) +
Kambuhan
Metronidazole 500 (tid) + Bismuth
Subsalicylate 525 (qid) +
Pantoprazole 40 (bid)
Lama Terapi 14 Hari
H-2 RA dapat digunakan untuk menggantikan PPI
Trichomoniasis Metronidazole 2 g qd
Lama Terapi 7 Hari
Trichomonas vaginalis Metronidazole 500 bid
Tatalaksana Empiris PPOK
Doxycycline 100 bid Lama Terapi 5 Hari
Eksaserbasi PPOK
Azithromycin 500 qd Lama Terapi 3 Hari
M.catarrhalis
Co-amoxiclav 875 bid Lama Terapi 5 Hari
S.penumoniae
Cefpodoxime 200 bid Lama Terapi 5 Hari
Cefdinir 300 bid Lama Terapi 5 Hari
Standar
Selulitis Co-amoxiclav 875 bid
Streptococcus Cephalexin 500 qid Lama Terapi 5 – 7 Hari
Staphylococcus Alergi Penicillin
Clindamycin 300 tid
Clotrimazole 10 Troche (5x)
Kasus Baru
Candidiasis Nystatin 100.000 U/mL Suspensi qid
Orofaring Kambuhan Fluconazole 100-200 qd
Lama Terapi 5 – 10 Hari
38
Fluconazole 150 qd
Candida vaginitis
Miconazole 2% Krim (intravaginal) (7x)
Ciprofloxacin tidak direkomendasikan untuk
penanganan empiris
Nitrofurantoin 100 bid Lama Terapi 5 Hari
Urinary Tract Cephalexin 500 qid Lama Terapi 5 Hari
Infections (UTI) Cefpodoxime 100 bid Lama Terapi 5 Hari
Acute Cystitis Cefdinir 300 bid Lama Terapi 5 Hari
TMP/SMX DS tab bid Lama Terapi 3 Hari
Pada pasien dengan komplikasi, lama terapi
diperpanjang menjadi 7 – 14 Hari
Standar (Lama Terapi 5 – 7 Hari)
Ciprofloxacin 15 mg/kg
Ofloxacin 15 mg/kg
Cefixime 15-20 mg/kg (7 – 14 Hari)
Ringan Alternatif (Lama Terapi 14 – 21 Hari)
Chloramphenicol 50-75 mg/kg
Amoxicillin 75-100 mg/kg
Cotrimoxazole 8-40 mg/kg
Azithromycin 8-10 mg/kg (7 Hari)
Demam Typhoid
Standar (Lama Terapi 10 – 14 Hari)
Ciprofloxacin 15 mg/kg
Ofloxacin 15 mg/kg
Cefixime 15-20 mg/kg
Berat Alternatif (Lama Terapi 14 – 21 Hari)
Chloramphenicol 100 mg/kg
Amoxicillin 100 mg/kg
Cotrimoxazole 8-40 mg/kg
Cefotaxime 80 mg/kg (10 – 14 Hari)
Singaktan nama obat; H=Isoniazid; R=Rifampicin;
Tuberculosis
Z=Pyrazinamide; E=Ethambutol; S=Streptomycin
39
2 Bulan Pertama
Sputum Smear
HRZE (qd)
Kasus Baru pada bulan kedua
4 Bulan Lanjutan
dan kelima
HR (3 hari sekali)
2 Bulan Pertama
HRZES Sputum Smear
1 Bulan Lanjutan pada bulan
Kambuhan
HRZE ketiga, kelima
5 Bulan Terakhir dan kedelapan
HRE
Grup 1 (Injeksi)
Streptomycin 15-20 mg/kg
Amikacin 15-20 mg/kg
Capreomycin 15-20 mg/kg
Resistensi
Kanamycin 15-20 mg/kg
MDR-XDR
Grup 2 (FluorQ)
Ofloxacin 750-1000 mg qd
Levofloxacin 750-1000 mg qd
Moxifloxacin 400 mg qd
Sumber: Antibiotic Guidelines 2015-2016 (Cosgrove et al, 2015); Guidelines for the Management
of Typhoid Fever (WHO, 2011); Tuberculosis Treatment and Management (Zumla et
al, 2015)
Chloramphenicol Unlikely C
Chloroquine None to minimal C
Ciprofloxacin Unlikely C
Claritomycin Undetermined C
Clindamycin Undetermined B
Clortimazole Unlikely B
Erythromycin None B
Fluconazole Undetermined C
Gentamicin Undetermined C
Griseofulvin Undetermined C
Ketokonazole Undetermined C
Metronidazole None B
Norfloxacin Unlikely C
Nystatin None C
Penicillin None B
Pyrazinamide Undetermined C
Quinine Moderate D
Spiramycin Undetermined C
Terconazole Undetermined C
Tetracycline Unlikely D
Trimethroprim Minimal C
Valacyclovir Undetermined B
Vancomycin Undetermined C
Zidovudine Unlikely C
Sumber: Drugs and Pregnancy: A Handbook (Little, 2006)
A. Amenorrhea
Amenorrhea dapat dibedakan menjadi amenorrhea primer dan
sekunder. Amenorrhea primer merupakan kondisi tidak terjadinya mens
hingga usia 16 tahun (dengan perkembangan yang normal dari ciri seks
sekunder) atau tidak mens hingga usia 14 tahun (dengan tidak terjadinya
perkembangan ciri seks sekunder). Sedangkan amenorrhea sekunder
merupakan kondisi tidak terjadinya mens hingga tiga siklus atau 6 bulan
sejak mens terakhir kali.
B. Menorrhagia
Didefinisikan sebagai kondisi dimana menstrual blood loss lebih dari 80
mL per siklus.
C. Anovulatory Bleeding
Merupakan terminologi standar untuk mendeskripsikan perdarahan
endometrium akibat disfungsi dari menstrual system, namun tidak termasuk
perubahan anatomis uterus.
D. Dysmenorrhea
Merupakan salah satu kondisi yang paling umum terjadi dengan
kondisi nyeri serta kram pada panggul selama mens.
E. PMS dan PMDD
PMS is a constellation of symptoms including mild mood disturbances and
physical symptoms occuring prior to menses and resolving with menses initiation. It is
distinct from PMDD.
1.9.16. Vaksin
Vaksin Kegunaan Diberikan Pada
Bayi < 3 bulan, jika > 3 tahun, lakukan
BCG Tuberkulosis uji tuberkulin, jika hasil positif, jangan
diberikan.
Diberikan sebanyak 5 kali pada usia:
Difteri
2-4-6-18 bulan-(4-6) tahun atau
DPT Pertusis
2-3-4-18 bulan-SD kelas 1
Tetanus
Dapat diulang 10 tahun sekali
52
2.1.2. Padat/Solid
Sediaan padat contohnya adalah serbuk, granul, tablet, dan kapsul. Pada
sediaan padat apabila ingin dibuat tablet harus memperhatikan bentuk partikel,
ukuran partikel, dan sifat kimia, sehingga dapat ditentukan cara pembuatan
tablet.
Metode Keterangan
Senyawa aktif tahan air dan panas, sifat
Granulasi Basah
alir jelek, dilakukan pembuatan massa
55
56
6. Pelicin (glidants)
Silikon Dioksida
7. Pembasah (weting/surface active agents)
8. Zat warna (colour/pigments)
9. Peningkat rasa (flavors)
10.Pemanis
11.Penutup rasa
Pemilihan eksipien pada formulasi tablet tergantung pada zat aktif,
tipe tablet, karakteristik yang dibutuhkan, dan proses manufaktur yang akan
diaplikasikan.
2.1.3. Semipadat
Sediaan semipadat contohnya adalah salep, krim, dan gel. Pada
pembuatan sediaan semipadat, harus memperhatikan sifat hidrofilisitas dan
stabilitas senyawa aktif, sehingga dapat ditentukan cara pembuatan sediaan
semipadat. Apabila dalam pencampuran krim dengan salep harus digunakan
surfaktan agar tidak terjadi pemisahan fase. Pemilihan emulgator dalam
pembuatan krim sangat diperlukan dengan menghitung nilai HLB yang
diperlukan. Umumnya senyawa yang hidrofob dibuat sediaan salep dan krim
emulsi o/w serta senyawa hidrofil dibuat sediaan gel atau krim emulsi w/o.
Dalam kontrol kualitas sediaan semipadat dapat dilakukan keseragaman bobot,
keseragaman kadar, uji pelepasan obat, uji daya lekat, dan uji penyebaran. Untuk
uji stabilitas dapat dilakukan menurut ICH.
59
2.1.4. Cair/Liquid
Sediaan cair contohnya adalah larutan, suspensi, dan emulsi. Pada
pembuatan sediaan cair, harus memperhatikan polaritas, stabilitas, dan kelarutan
senyawa aktif, sehingga dapat ditentukan cara pembuatan sediaan cair. Sediaan
cair dapat dibedakan menjadi dua, yaitu steril dan nonsteril. Pada pembuatan
sediaan steril, stabilitas senyawa aktif harus diperhatikan karena akan memilih
metode sterilisasi atau pembuatan sediaan steril. Pada larutan, senyawa aktif
harus melarut pada medium dispersi. Pada suspensi, senyawa aktif harus
terdispersi pada medium dispersi. Pada sediaan emulsi, senyawa aktif harus dapat
berpartisi pada medium dispersi. Dalam pembuatan sediaan cair, metode
peningkatan kelarutan senyawa (solubilisasi) dapat dilakukan dengan
pengubahan pH larutan, penambahan surfaktan, atau menambahkan kosolven
agar mudah melarut. Dalam pembuatan suspensi, bahan tambahan dapat berupa
agen flokulasi (pencegah penempelan partikel dengan tolakan muatan listrik) dan
thickening agent (menambah kekentalan medium dispersi agar partikel tidak mudah
mengendap). Dalam pembuatan emulsi, harus diperhatikan emulgator yang
digunakan serta nilai HLB yang akan digunakan. Sediaan emulsi dan suspensi
harus dikocok dahulu dalam penggunaan agar penyebaran senyawa aktif merata.
Sediaan emulsi dan suspensi disarankan tidak disimpan dalam lemari pendingin
karena dapat mengubah penyebaran partikel dan pemisahan fase emulsi. Dalam
kontrol kualitas sediaan semipadat dapat dilakukan keseragaman volume dan
keseragaman kadar. Untuk uji stabilitas dapat dilakukan menurut ICH.
2.1.5. Gas/Aerosol
Sediaan gas contohnya adalah aerosol dan spray. Pada pembuatan
sediaan gas, harus memperhatikan volatilitas senyawa aktif, jenis propelan, dan
kompatibilitas senyawa aktif dengan propelan, sehingga dapat ditentukan cara
pembuatan sediaan gas. Sediaan gas harus disimpan jauh dari api agar tidak
meledak.
60
Metode Liso
Dapat digunakan untuk menentukan nilai E dan ∆Tf
×
E = 17 dan ∆Tf = ×
Metode II
× × ×
Tb =
×
= 1,1 mg/mL
= 0,11 g/100 mL
= 0,11% ≡ 0,5%, maka E0,5% = 0,44
62
= 0,31 g/100 mL
= 3,1 mg/mL
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan menjadi isotonis adalah 3,1 mg/mL
63
Suatu data hasil pengujian stabilitas dipercepat dikatakan berubah secara signifikan
jika memenuhi beberapa kriteria dibawah ini.
Perubahan signifikan ditetapkan atas dasar jika tidak
Zat Aktif
terpenuhinya spesifikasi yang seharusnya
1. Terjadi perubahan potensi sebesar 5% dari nilai awal
2. Produk degradasi ditemukan dalam jumlah yang melebihi
batasan penerimaan
3. Tidak memenuhi kriteria penerimaan dalam uji
Sediaan Obat
penampilan dan fisik sediaan (seperti warna, pemisahan
fase, caking, dan lain-lain)
4. pH melebihi kriteria penerimaan
5. Disolusi melebihi kriteria penerimaan untuk 12 sampel uji
yaitu uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas, uji batas impuritas,
dan uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat atau
komponen tertentu dalam obat.
Pengujian Impuritas Penetapan Kadar
Parameter
Identifikasi - Disolusi
Validasi Kuantitaitf Batas
- Kandungan
Akurasi - + - +
Presisi
Ripitabilitas - + - +
Presisi Int - + - +3
Spesifisitas1 + + + +
LOD - -2 + -
LOQ - + - -
Linearitas - + - +
Rentang - + - +
(-) Tidak dipersyaratkan
(+) Dipersyaratkan
(1) Kekurangan spesifisitas dari salah satu prosedur analisis dapat
dikompensasikan dengan prosedur analisis yang lain yang dapat
menunjang
(2) Hanya dilakukan pada kasus tertentu
(3) Dalam hal telah dilakukan tes reprodusibilitas, maka presisi intermediet
tidak dipersyaratkan
C. Validasi Pembersihan
Tindakan pembuktian bahwa prosedur yang telah ditetapkan untuk
membersihkan suatu peralatan pengolahan, hingga pengemasan primer
mampu membersihkan sisa bahan aktif obat dan zat pembersih yang
digunakan untuk proses pencucian dan juga dapat mengendalikan cemaran
mikroba pada tingkat yang dapat diterima. Metode pembersihan meliputi
metode apus (swab), metode pembilasan terakhir (rinse), dan metode dengan
plasebo.
66
2.4.2. Pengenceran
Praktek pengenceran sering ditemukan pada praktek sehari-hari pada
pelayanan kefarmasian, misalnya dalam pembuatan alkohol cuci atau
68
%
Tentukan nilai 0 1 dan absorptivitas molar (2) dari obat X pada panjang
gelombang 285 nm !
Jawab:
Penentuan nilai 3,%
, 45
Penentuan nilai 8
%
Dengan merujuk pada persamaan yang sama, yakni a = 0 1 ×6×7, nilai 2 dapat
ditentukan, namun konsentrasi harus dibuat dalam satuan molar bukan %b/v,
sehingga:
10 ppm = 10 mg/L = 0,01 g/L
, 9/
Karena M = n × V dan n = , maka M =
..,( 9/ ;
Molar
,
Dengan persamaan a = 2×6×7, maka 0,562 = 2× ×1, sehingga
..,(
2 = 16208,08 ≡ 16208
Contoh 2
Sebanyak 100 mg sampel yang mengandung parasetamol dilarutkan dalam etanol
hingga 100 mL. Setelah itu diambil 10 mL dan diencerkan hingga 100 mL pada
labu takar. Larutan tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer
dan diperoleh A = 0,465. Berapakah kadar parasetamol tersebut jika diketahui
persamaan kurva bakunya adalah y = 0,013x + 0,096?
Jawab:
y = 0,013x + 0,096
0,465 = 0,013x + 0,096
x = 28,38 ppm = 28,38 mg/L
< ! × = >! ?< 9< 1< × ;@ < A B<;
% Kadar = A B<;
×100%
.,C. 9/ × × ,
% Kadar = ×100%
9
% Kadar = 28,38%
Contoh 3
Sebanyak 500 mg sampel yang mengandung vitamin C dilarutkan dalam 250 mL
pelarut yang sesuai sehingga diperoleh larutan stok 2000 ppm. Setelah itu
dilakukan pengenceran bertingkat dengan pengenceran pertama dilakukan dengan
mengambil 2 mL dan diencerkan hingga 100 mL, setelah itu 25 mL dari hasil
pengenceran pertama diencerkan kembali hingga 100 mL pada labu takar. Larutan
tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer dan diperoleh A =
72
% Kadar = 56,68%
BAGIAN III
ETIKA DAN PRAKTEK KEFARMASIAN
73
74
berdasar pada Permenkes RI Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Industri Usaha Obat
Tradisional, IOT (Industri Obat Tradisional) dan IEBA (Industri Ekstrak Bahan
Alam) minimal memiliki 1 orang apoteker sebagai penanggung jawab.
Keterangan:
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi
A. Izin Industri Farmasi dikeluarkan oleh Dirjen Binfar dengan Pemenuhuan
CPOB diajukan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan serta
Pemenuhan Administrasi diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Industri Usaha Obat
Tradisional
A. Izin IOT dan IEBA dikeluarkan oleh Dirjen Binfar
B. Izin UKOT dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
C. Izin UMOT dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Registrasi Obat
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1010 Tahun 2008 Tentang Registrasi
Obat, registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapatkan izin edar. Izin edar diberikan oleh menteri yang dilimpahkan kepada
Kepala Badan POM.
A. Pengajuan registrasi obat dengan paten dapat dilakukan oleh bukan pemegang
hak paten mulai 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya perlindungan hak paten
B. Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
ketentuan yang berlaku
B. Pelayanan Obat
Apoteker di apotek dapat melakukan penyerahan obat tanpa resep
dokter meliputi obat bebas, bebas terbatas, dan DOWA (daftar obat wajib
apotek). DOWA merupakan golongan obat keras yang dimungkinkan untuk
dapat diserahkan tanpa resep dokter. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI
Nomor 347 Tahun 1990 Tentang DOWA Nomor 1, Kepmenkes RI
Nomor 924 Tahun 1993 Tentang DOWA Nomor 2, dan Kepmenkes RI
Nomor 1176 Tahun 1999 Tentang DOWA Nomor 3. Dimana dalam
penyerahannya terdapat jumlah maksimal yang dapat diberikan.
Contoh Obat Jumlah Maksimal
Kontrasepsi Oral 1 Siklus
Antibiotik Topikal 1 Tube
Omeprazole 7 Tablet
Ranitidin 150 mg 10 Tablet
Allopurinol 100 mg 10 Tablet
Natrium Diklofenak 25 mg 10 Tablet
Piroksikam 10 mg 10 Tablet
Setirizin 10 Tablet
Siproheptadin 10 Tablet
Gentamisin Obat Mata 1 Tube atau 1 Botol
Jawab:
Pada kasus di atas, dalam menentukan harga per botol dapat ditentukan
sebagai berikut :
. . . .
Harga per botol = + (10 % x )
Nilai stok barang suatu apotek pada awal tahun 2016 adalah Rp 153 juta
dan nilai pembelian pada selama tahun 2016 tercatat Rp 98,2 juta. Nilai
stok barang pada akhir tahun 2016 setelah dihitung adalah Rp 102 juta
dengan omset rata-rata selama satu tahun mencapai angka Rp 211 juta
(faktor harga jual = 1,25). Berapa HPP apotek tersebut di tahun 2016?
Jawab:
( ,-'./, )"( )
HPP = ×100% = 70,7%
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2009, Teknologi Bahan Alam : Seri Farmasi Industri 2, Edisi Revisi, ITB,
Bandung, Indonesia.
American Diabetes Association, 2015, 2015 American Diabetes Association Diabetes
Guideline, American Diabetes Association, Amerika.
Ansel, H C., 2010, Pharmaceutical Calculation, 13th Edition, Lippincott Wiliam & Wilkins,
Philadephia.
Ansel, H C., Allen, L V., Popovich, N G., 2011, Ansel’s Pharmaceutical Dosage Form and
Drug Delivery Systems, 9th Edition, Lippincott Wiliam & Wilkins, Philadephia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012, Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, Indonesia.
Cairns, Donald, 2008, Essential of Pharmaceutical Chemistry, Third Edition, Pharmaceutical
Press, London, Inggris.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985, Cara Pembuatan Simplisia,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Kodifikasi Peraturan Perundang-
Undangan Obat Tradisional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
DiPiro, J T., Wells, B G., Schwinghammer, T L., DiPiro, C V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook 9th Edition, McGraw-Hill Education, New York, Amerika.
Djunarko, I., Hendrawati, Y D., 2011, Swamedikasi yang Baik dan Benar, Citra Aji
Pratama, Yogyakarta.
Gandjar, I G., Rohman, A., 2010, Kimia Farmasi Analisis, Cetakan IV, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Hartini, Y S., Sulasmono., 2007, Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-
undangan terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan Permenkes tentang Apotek
Rakyat, USD Press, Yogyakarta.
Hendriati, L, 2013, Compounding dan Dispensing, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2009, Peraturan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Lachman, L., Lieberman, H A., Kanig, J L., 1986, The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy, Lea & Febiger, Philadephia.
81
82