Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL PROYEK AKHIR SARJANA

REDESAIN GEDUNG MADRASAH ALIYYAH


DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR ISLAMI
Studi Kasus : Pondok Pesantren Turus Pandeglang Banten

Dosen Pembimbing :

Nensi Golda Yuli, Dr.-Ing

Oleh :

Achmad Zainy Dahlan 15512145

Program Studi Arsitektur


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta

2018/2019
PROPOSAL PROYEK AKHIR SARJANA

REDESAIN GEDUNG MADRASAH ALIYYAH


DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR ISLAMI

Studi Kasus : Pondok Pesantren Turus Pandeglang Banten

Achmad Zainy Dahlan, Nensi Golda Yuli

Program Studi Arsitektur


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia

Email : 15512145@students.uii.ac.id

ABSTRAK : Telah banyak pondok pesantren yang berkembang di Indonesia, terutama


di Pulau Jawa. Namun kendati demikian masih banyak pondok pesantren yang hanya
memfokuskan pada visi misi dan administrasi saja sehingga kurang memperhatikan
pentingnya desain bangunan sebagai tempat yang menunjang dan mewadahi berbagai
program dan aktifitas di lingkungan belajar yang ditempati oleh para santri dalam
jangka waktu yang lama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perencanaan desain gedung madrasah yang dapat mengakomodir aktifitas belajar
santri yang sesuai dengan peraturan pondok pesantren. Metode yang digunakan
untuk penelitian ini adalah observasi langsung ke lapangan, mendokumentasikan
data yang di dapat, serta melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber
terpilih. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa Pondok Pesantren Turus Pandeglang Banten

Kata Kunci : Pondok Pesantren, Desain Gedung Madrasah, Santri


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Umum

Pendidikan merupakan bagian penting didalam kehidupan, karena dengan pendidikan


manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki akal dapat mengetahui apa yang
dinamakan ilmu. Secara ilmiah pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar yang
sistematis dalam mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia
untuk menjadi manusia yang seutuhnya (Ulwan, 1999). Dalam agama Islam
pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting kaitannya dalam mengarahkan
seseorang menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak. Itulah konsep
pendidikan Islam yang diajarkan oleh Allah SWT. melalui Rasulullah SAW.

Berkaitan dengan pendidikan terdapat berbagai macam sarana atau lembaga


pendidikan yang ada di Indonesia. Diantaranya ada lembaga sekolah umum yang
mengajarkan keilmuan dasar secara universal seperti ilmu pengetahuan alam dan
matematika dimulai dari jenjang SD/SMP/SMA, kemudian ada lembaga madrasah
yang dalam pengajarannya dipadukan dengan ilmu keagamaan islam dengan
kurikulum yang berbeda dan dimulai dari jenjang MI/MTs/MA, dan masih banyak lagi
lembaga pendidikan lainnya dengan ciri khas masing masing. Salah satu lembaga
pendidikan yang saat ini tengah ramai diperbincangkan dan dibahas diberbagai media
adalah lembaga Pondok Pesantren.

Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik. Tidak saja karena
keberadaannya yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan
jaringan yang diterapkan oleh lembaga agama tersebut. Karena keunikannya itu, C.
Geertz menyebutnya sebagai subkultur masyarakat Indonesia (khususnya Jawa). Pada
zaman penjajahan, pesantren menjadi basis perjuangan kaum nasionalis-pribumi.
Banyak perlawanan terhadap kaum kolonial yang berbasis pada dunia pesantren.
(Clifford Greetz, 2014)

Telah banyak pondok pesantren yang berkembang di Indonesia, terutama di Pulau


Jawa. Namun kendati demikian masih banyak pondok pesantren yang hanya
memfokuskan pada visi misi dan administrasi saja sehingga kurang memperhatikan
pentingnya desain bangunan sebagai tempat yang menunjang dan mewadahi berbagai
program dan aktifitas di lingkungan belajar yang ditempati oleh para santrinya dalam
jangka waktu yang lama.
Didalam pondok pesantren terdapat beberapa bangunan yang memiliki fungsi
berbeda dalam menunjang aktifitas penggunanya seperti asrama, masjid, madrasah
atau sekolah, kantin pondok, perpustakaan pondok, kantor kepengurusan, n’dalem
kyai dan lain sebagainya sesuai dengan keadaan pondok pesantren masing masing.
Ada pondok pesantren yang semua ruang dengan fungsi yang berbeda didalam satu
bangunan dan ada pula yang terbagi menjadi bangunan masing-masing dengan fungsi
yang berbeda seperti yang ada di Pondok Pesantren Turus Pandeglang Banten.

Dengan bangunan yang terbagi sesuai fungsi tersebut menimbulkan suatu masalah
yang cukup riskan yaitu terjadinya cross activity antara santri putra dan santri putri
yang ada di pondok pesantren Turus ini. Secara itu sangat bertentangan dengan image
pondok pesantren yang mengajarkan nilai keislaman tentang batasan mahram.

Di Pondok Pesantren Turus ini untuk asrama memang benar sudah terpisah antara
santri putra dan santri putri, akantetapi untuk kegiatan belajar mengajar yang
bertempat di madrasah dan masjid masih terkesan campur walaupun sudah ada
batasan dan peraturan yang diterapkan. Terutama dalam lingkup ini yang masih
lemah terjadi di madrasah baik itu madrasah tsanawiyyah maupun aliyyah.

Hal ini perlu diperhatikan dengan baik, mengingat desain dari suatu bangunan dapat
mengarahkan penggunanya sehingga aktivitas yang terjadi menjadi lebih tertib sesuai
dengan peraturan yang ada. Maka dari sini penulis memiliki ketertarikan untuk
merencanakan desain gedung madrasah aliyyah dan tsanawiyyah yang sesuai dengan
image pondok pesantren yaitu batasan mahram di Pondok Pesantren Turus
Pandeglang Banten. Adapun pendekatan yang akan diterapkan adalah Pendekatan
Arsitektur Islami sebagai dasar untuk memperkuat karakter islam dari pondok
pesantren.

1.2 Pondok Pesantren Turus Pandeglang

Pondok Pesantren Turus Pandeglang didirikan pada tanggal 08 Rabi’ul Awwal 1365 H
atau 10 Februari 1942 M, terletak di sebelah Tenggara kota Pandeglang. Tepatnya di
Jl. Raya Rangkasbitung km 2,5 Pandeglang, berada di kelurahan Kabayan kecamatan
dan kabupaten Pandeglang, provinsi Banten. Pondok Pesantren Turus didirikan oleh
K.H.Tb. Moh. Idrus bin H.Tb. Moh. Ma’ruf.

Pesantren Turus didirikan diatas tanah wakaf seluas 3,5 Ha dengan bermodalkan
beberapa buah gubug dari bahan bambu beratapkan kiray yang dibangun dilembah
bukit yang sejuk hawanya. Seiring pekembangan zaman pondok pesantren pun
semakin berkembang dengan pembangunan gedung gedung fasilitas yang baru.
Gambar 1.1 Peta Pondok Pesantren Turus Pandeglang
Sumber : Hasil Survey Penulis

Nama “Turus” beranjak dari dasar/filosofi yang memiliki beberapa arti bila dikaitkan
dengan visi, misi dan tujuan pendirian yang ingin dicapai. Kata Turus berawal dari
kata bukit Tursina yang dalam sejarah dianggap sebagai tempat suci (sebagai tempat
Nabi Musa menerima wahyu), berada di Mesir bagian Timur di benua Asia. Nama
Pondok Pesantren “Turus” juga berasal dari kata “tuturus” adalah sebuah istilah
dalam B. Sunda yang berarti “tiang atau tonggak” yang biasanya digunakan untuk
menyangga dan tempat merambatkan tanaman kacang panjang atau yang lainnya.
Kata ini oleh pendiri digunakan sebagai nama Pondok Pesantren Turus dengan
harapan Pesantren yang dipimpinnya mampu meletakan tonggak-tonggak atau dasar-
dasar ilmu dan pengamalan ajaran Islam kepada santrinya sebagai penerus genarasi
yang akan datang. Juga nama “TURUS” bisa disebut “TERUS” (tidak berhenti) dengan
suatu harapan agar para pelanjutnya dapat melangsungkan Pondok Pesantren Turus
secara terus menerus tanpa berhenti.

Pondok Pesantren Turus dikelola oleh sebuah yayasan yang mempunyai dasar hukum
dengan Akte Notaris Nomor 36 Tanggal 6 Februari 1984, yang telah didaftarkan
dalam Daftar Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pandeglang Nomor 7 Tanggal 20
Februari 1984. Sejak awal berdirinya pada tahun 1942 hingga tahun 1955-an para
santri/siswa umumnya berasal dari daerah Banten dan Jawa Barat.

Pada tahun 1955 mulailah dibangun sebuah gedung belajar secara permanen, seperti
asrama santri, kantor dan masjid secara bertahap yang dikerjakan dengan gotong-
royong yang melibatkan masyarakat dan santri, mulai dari tahap persiapan hingga
pembangunan selesai. Pelaksanaan pembangunan ini hingga sekarang masih terus
berlanjut. Sarana bangunan pondok pesantren yang tersedia saat ini adalah:
 12 bangunan asrama.
 4 bangunan madrasah,
 9 bangunan kantor,
 1 buah bangunan Masjid terdiri dari 2 (dua) lantai. Lantai atas adalah
ruang perpustakaan, ruang belajar dan ruang laboratorium komputer.
 Fasilitas Air Bersih dan MCK
 3 buah kantin.

Gambar 1.2 Peta Kawasan Pondok Pesantren Turus Pandeglang


Sumber : Hasil Survey Penulis

Pendidikan diniyah salafiah terdiri dari 4 (empat) tingkatan terdiri dari kelompok
Diniyah salafiah I, II, III, dan IV. Bagi santri yang belum siap mengikuti pendidikan
diniyah terlebih dahulu mengikuti pra diniyah atau I’dad. Sedangkan jenjang
pendidikan madrasah yang telah ada hingga saat ini adalah:

 Raudhatul Athfal/TK (TKA/TPA) selama 2 tahun,


 Madrasah Ib-tidaiyah (MI),
 Madrasah Tsanawiyah (MTs/SLTP),
 Madrasah Aliyah (MA/SMU), Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK)
Gambar 1.3 Ringkasan Madrasah Turus Pandeglang
Sumber : Hasil Penulis

Seluruh sistem dan jenjang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan dan
pengajaran agama khususnya, dengan memadukan kurikulum Departemen Agama
dan Departemen Pendidikan Nasional.
Di luar sistem madrasah dan diniyah, para santri dewasa juga mengikuti pengajian
yang langsung diberikan oleh pengasuh. Kitab-kitab yang dipelajari antara lain kitab
safinah, fathul Qarib, Nihayatuzzen, Kifayatul Akhyar dan Warakat Tijan, Bahyatul
Wasail, Qami'ut Tughyan, Jauhar Tauhid dan Kifayatul Awam. Washiyatul Mustafa,
Ta'lim Muta'alim, Maraqil Ubudiyah, Bidayatul Hidayah, Hikam, Mutammimah, Jauhar
Maknun dan Alfiyah. Tafsir Jalalain, Tafsir Munir, Arba'in Nawawi, Riyadhus Shalihin
dan Adzakarun Nawawi. Pengajaran diniyah ini diselenggaran diluar jam sekolah,
sesuai dengan jadwal yang telah disusun, yaitu ba’da sholat Shubuh, ba’da ‘Ashar,
ba’da Maghrib dan ‘Isya. Metode yang diterapkan dalam penyampaian materi
menggunakan pendekatan tutorial (bandongan) dan individual (sorogan).

Selain pendidkan formal juga diselenggarakan pendididkan informal berupa ekstra


kulikuler dalam berbagai kegiatan, diantaranya: setiap Malam jum'at, para santri
dilatih membiasakan

 Baca Tahlil,
 Barzanji
 Khitobah (Berpidato),
 Serta Pada Jum'at Paginya Latihan Baris-Berbaris,
 Senam Kesegaran Jasmani, Kerja Bakti dan
 Kepramukaan.

Kegiatan ini diarahkan sebagai penggemblengan fisik dan mental para santri guna
mempersiapkan diri dalam rangka mengamalkan atau menyampaikan ilmunya yang
telah didapat dari Pondok Pesantren.

Gambar 1.4 Kegiatan Ekstrakulikuler Pondok


Sumber : Hasil Penulis
Dalam rangka menghadapi tantangan globalisasi, para santri juga diperkenalkan
untuk memahami dan memanfaatkan perkembangan kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi. Untuk menunjang hal tersebut Ponpes Turus telah menyediakan
sebuah lab komputer yang dapat digunakan para santri untuk mengaksesnya.
Diantaranya kemampuan mengoperasikan komputer, beberapa program dan dapat
mengakses internet baik dengan jaringan ataupun hotspot yang telah disediakan.
Untuk menunjang kegiatan ekstrakulikuler lainnya, Ponpes Turus juga menyediakan
sarana dan fasilitas olah raga, antara lain:

 Lapangan Bola Voly,


 Lapangan Badminton,
 Lapangan Tenis Meja,
 Lapangan Basket
 Lapangan Futsal dan Sarana Olah Raga yang lainya.

1.3 Latar Belakang Permasalahan

Pondok Pesantren Turus Pandeglang merupakan pondok pesantren diniyah salafiyah


yang memadukan kurikulum pembelajaran Departemen Agama dan Departemen
Nasional. Dalam proses pelaksanaannya seperti sebuah lembaga pendidikan pada
umumnya pasti memiliki permasalahan tersendiri yang menghambat berjalannya
proses tersebut. Terutama dalam lingkup madrasah atau sekolah dimana tempat
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Salah satu permasalahan yang terlihat
jelas yang terjadi di madrasah baik itu tsanawiyah maupun aliyah adalah
bercampurnya sirkulasi antara santri putra dan santri putri.

Pada dasarnya pondok pesantren yang lahir dari keresahan masyarakat lingkungan
sekitar memiliki tujuan utama yaitu menyebarkan nilai-nilai ajaran agama islam yang
sesuai dengan syariat. Sehingga bila dalam pelaksanaan terjadi kesalahan seperti
bercampurnya santri putra dan putri itu tentu menjadi permasalahan yang harus
diselesaikan oleh pihak pondok. Karena dalam syariat islam hal seperti demikian akan
memunculkan banyak mudhorot baik itu yang terlihat maupun yang tidak terlihat.

Selain itu bercampurnya santri putra dan putri dalam satu sirkulasi juga tidak sedikit
menyebabkan kurang fokus dalam kegiatan belajar mengajar yang ada di madrasah,
karena hal ini berkaitan dengan psikologi masing masing santri. Sehingga bila fokus
dalam belajar berkurang maka hasil yang didapat dalam belajar pun akan mengalami
penurunan. Olehkarena itu permasalahan ini menjadi sangat penting untuk segera
diselesaikan agar perkembangan pondok pesantren semakin meningkat.
Selain itu isu permasalahan yang tidak kalah penting ialah mengenai karakteristik
sebuah pondok pesantren. Karakteristik yang dimaksud disini yaitu seberapa kuat
gaya arsitektur atau langgam arsitektur yang mencerminkan sebuah pondok
pesantren itu hadir didalamnya. Hal ini menjadi isu yang sangat menarik melihat pada
zaman sekarang ini dimana pondok pesantren tengah dalam masa perkembangannya
tidak sedikit yang masih kurang memperhatikan karakteristik pondok pesantren
ataupun sudah memiliki namun masih kurang kuat dalam memperlihatkannya.

Olehkarena itu pondok pesantren Turus Pandeglang ini seyogyanya memperhatikan


juga mengenai karakteristik ini. Seperti yang ada saat ini pondok pesantren turus
masih kurang dalam memperlihatkan karakteristik tersebut. Hal ini sangatlah penting
melihat perkembangan yang terjadi saat ini, pondok pesantren harus siap untuk
mengembangkan hal penting ini juga. Jadi bukan hanya mengedepankan visi misi nya
saja tetapi juga menguatkan karakter dari pondok pesantren itu sendiri sangat
penting.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang permasalahan diatas, secara umum dapat


dirumuskan sebagai berikut :

 Bagaimana redesain gedung madrasah aliyyah yang menciptakan area sirkulasi


berbeda antara santri putra dan santri putri melalui pendekatan arsitektur
islami di Pondok Pesantren Turus Pandeglang Banten ?

 Bagaimana menghadirkan karakteristik pondok pesantren turus pandeglang


yang kuat sesuai dengan pendekatan arsitektur islami ?

1.5 Tujuan

Agar bisa memahami permasalahan terkait perencanaan gedung madrasah pondok


pesantren Turus Pandeglang, maka tulisan ini bertujuan untuk :

 Redesain gedung madrasah aliyyah yang menciptakan area sirkulasi berbeda


antara santri putra dan santri putri melalui pendekatan arsitektur islami di
Pondok Pesantren Turus Pandeglang Banten

 Mendesain karakteristik pondok pesantren turus pandeglang yang kuat sesuai


dengan pendekatan arsitektur islami
1.6 Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi akademisi pondok pesantren
sebagai rujukan dalam

 Meneliti maupun merancang gedung madrasah aliyyah sebagai tempat


berjalannya aktifitas belajar mengajar yang menciptakan area sirkulasi
berbeda antara santri putra dan santri putri.

 Meneliti maupun merancang karakteristik pondok pesantren Turus


Pandeglang sehingga mampu menampilkan yang terbaik dalam perkembangan
pondok pesantren

1.7 Keaslian Penulisan

1. Nama : Datin Tafana, Universitas Islam Indonesia

Judul : Redesain Pondok Pesantren Subulana, Kota Bontang, Kalimantan


Timur Dengan Pendekatan Ramah Lingkungan

Perbedaan mendasar dengan proyek ini :

Desain pondok pesantren Subuluna ini memfokuskan pada aspek ramah lingkungan
sesuai dengan pendekatan yang dipakai. Sehingga point penting dalam perancangan
nya berada dalam lingkup ramah lingkungan seperti sustainable, green building, dan
lain sebagainya.

2. Nama : Nurlela Fatmawati, Universitas Islam Indonesia

Judul : Redesain Pondok Pesantren Al-Ishlah Tajug Dengan Pendekatan


Arsitektur Vernakular Indramayu

Perbedaan mendasar dengan proyek ini :

Desain pondok pesantren Al-Ishlah ini memfokuskan pada aspek tata bangunan, pola
letak bangunan maupun ruang yang sesuai dengan arsitektur vernakular indramayu
seperti pendekatan yang diterapkan. Sehingga unsur unsur vernakular yang diterpkan
pada desainnya sangat kental sesuai kajian yang telah dilakukan.

3. Nama : Ernny Wulandari, Universitas Islam Indonesia

Judul : Pondok Pesantren Modern dengan Arsitektur Melayu Riau Sebagai


Dasar Perancangan Pondok Pesantren
Perbedaan mendasar dengan proyek ini :

Desain pondok pesantren modern ini lebih fokus pada karakteristik pondok yang
mengikuti langgam arsitektur melayu. Sehingga desain yang dihasilkan sangat kental
dengan gaya dari arsitektur melayu itu sendiri. Selain itu juga dari segi model pondok
pesantren ini merupakan pondok khalafiyah atau modern, sedangkan model pondok
yang dibahas pada tulisan ini adalah pondok salafiyah atau tradisional.

4. Nama : Alfian Kusuma Wijaya, Universitas Islam Indonesia

Judul : Pondok Pesantren Agribisanis Raudhatunnajah Bengkulu Utara


Pedekatan ukhuwah islamiyah pada pondok pesantren sebagai
community center

Perbedaan mendasar dengan proyek ini :

Desain pondok pesantren agribisnis Raudhatuljannah ini memiliki fokus pada konsep
ukhuwah islamiyyah sebagai modal dalam mendesain tata ruang maupun pola pondok
pesantren sehingga dapat memunculkan persona community center pada pondok
pesantren tersebut.

5. Nama : Syaiful Huda, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Redesain Pondok Pesantren Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen


Dengan Pendekatan Sistem Hijab

Perbedaan mendasar dengan proyek ini :

Desain pondok pesantren Darul Ihsan ini memiliki fokus yang hampir sama dengan
tema tulisan ini yaitu untuk menyelesaikan permasalahan terkait batasan santri putra
dan putri. Perbedaan yang terlihat adalah pada pendekatan yang digunakan yaitu
dengan pendekatan sistem hijab.

1.8 Metode Pembahasan

Metode pendekatan yang digunakan dalam pembahasan untuk mendapatkan


pemecahan masalah adalah :

1.8.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dengan memaparkan isu-isu mengenai pola sirkulasi santri putra
dan santri putri Pondok Pesantren Turus Pandeglang serta memperlihatkan spot-spot
penting yang strategis untuk menampilkan karakteristik pesantren. Kedua hal
tersebut secara umum mampu menciptakan konsep perancangan yang baik untuk
membatasi pola sirkulasi santri putra dan putri juga secara khusus mampu
menampilkan karakter yang kuat terkait pondok pesantren.

1.8.2 Observasi dan Pengumpulan Data

 Observasi

Observasi dilakukan secara langsung melihat Pondok Pesantren Turus Pandeglang.


Melakukan pengamatan mengenai aspek lingkungan sekitar, terutama pada kawasan
madrasah aliyyah. Melihat bagaimana aktivitas yang menyangkut sirkulasi terjadi,
mencatat dititik mana saja terjadi cross circulation antara santri putra dan santri putri
yang menjadi isu permasalahan dalam kasus ini.

 Studi Literatur

Studi literature atau sering disebut juga observasi tidak langsung yaitu berupa studi
dengan mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang
dalam hal ini untuk redesain madrasah aliyyah pondok pesantren turus Pandeglang.
Referensi ini dapat dicari dari buku, jurnal, artikel laporan penelitian, dan situs-situs
di internet. Berikut beberapa literatur yang di kaji :

1. Pondok Pesantren
2. Madrasah Aliyyah dan Standar
3. Sistem Sirkulasi Dalam Ruang Lingkup Pendidikan
4. Psikologi Santri Secara Gender
5. Pendekatan Arsitektur Islami

 Wawancara

Adapun jenis wawancara yang perancang gunakan dalam proses desain ini adalah
wawancara terbuka, dimana mencari apa saja seputar data yang perancang perlukan.
Sebagai bukti fisik data yang perancang peroleh, perancang menggunakan alat bantu
berupa alat tulis, perekam suara, kamera dan beserta kelengkapannya.

Wawancara dilakukan dengan beberapa sampel yang mewakili untuk melengkapi


data yang dicari, diantaranya Mudir Ma’had, Sekretaris Ma’had, beberapa guru dan
santri Pondok Pesantren Turus Pandeglang.
1.8.3 Metode Pengujian Desain

Metoda pengujian desain ini berfungsi untuk mengetahui sejauh mana rancangan
dapat menyelesaikan persoalan desain yang sesuai dengan pendekatan yang
digunakan dan kajian-kajian yang telah diperoleh. Berikut metoda yang digunakan
dalam redesain pesantren ini:

 Wawancara

Wawancara digunakan untuk menguji aspek secara verbal kepada pengguna


bangunan dengan memperlihatkan desain yang ada dalam aspek sirkulasi dan ruang.
Dengan memberikan beberapa model rancangan dan menanyakan bagaimana yang
terbaik ketika diterapkan.

 Model Maket

Model maket digunakan untuk menguji aspek secara visual kepada ahli budaya
setempat dengan menanyakan karakteristik desain yang telah gunakan pada
bangunan. Selain kepada ahli budaya sangat perlu juga dalam menunjukkan kepada
Mudir Ma’had dan beberapa tokoh dalam pondok pesantren.

1.9 Batasan Rancangan

Dalam perancangan redesain pondok pesantren turus Pandeglang memiliki batasan


yang akan dilakukan, yaitu sebagai berikut :

1. Konsep arsitektur islami pada desain ruang sirkulasi


Pendekatan Arsitektur Islami yang digunakan dalam perancangan gedung
madrasah aliyyah pondok pesantren Turus diterapkan sebagai acuan
merancang area sirkulasi yang memisahkan antara santri putra dan putri. Nilai
dari arsitektur islami tentang batasan mahram yang diambil, dan untuk
menyelesaikan isu karakteristik mengikuti acuan yang sudah di dapat dari
hasil analisis.
2. Standar bangunan madrasah merujuk pada standar Permendiknas No 24
Tahun 2007 tentang sarana dan prasarana untuk Sekolah Menengah Atas/
Madrasah Aliyyah (SMA/MA)
3. Batas area perancangan secara umum seluas 1,4 Ha yaitu seluas wilayah
pondok pesantren turus dan batas utama perancangan ada pada area
madrasah aliyah seluas 400 m2.
2.0 Peta Permasalahan

Gambar 1.5 Peta Permasalahan


Sumber : Hasil Penulis
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Judul

REDESAIN GEDUNG MADRASAH ALIYYAH DI PONDOK PESANTREN TURUS


PANDEGLANG BANTEN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR ISLAMI

Redesain

Redesain adalah perencanaan kembali, penggambaran kembali dari suatu karya


(mesin atau bangunan) agar tercapai tujuan tertentu (Helmi, 2008). Sedangkan
menurut John M. Echols (1990) redesain adalah kegiatan perencanaan dan
perancangan kembali suatu bangunan sehingga terjadi perubahan fisik tanpa
merubah fungsinya baik melalui perluasan, perubahan maupun pemindahan lokasi.

Madrasah Aliyyah

Madrasah aliyah (disingkat MA) adalah jenjang pendidikan menengah pada


pendidikan formal di Indonesia, setara dengan sekolah menengah atas, yang
pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian Agama. Pendidikan madrasah aliyah
ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12.

Pondok Pesantren

Pengertian pondok pesantren (ponpes) secara etimologi adalah kata pondok


diturunkan dari bahasa arab yaitu “fundug” yang artinya ruang tidur, wisma.
Sedangkan pesantren dari kata asal “santri”, awalan “pe” dan akhiran “an” yang
menunjukkan tempat, sehingga berarti “tempat para santri” (Dhofier, 1982). Maka
dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren adalah wisma atau ruang tidur yang
merupakan tempat tinggal para santri.

Arsitektur Islami

Arsitektur Islami merupakan arsitektur yang memiliki sifat-sifat Islam. Bisa jadi yang
termasuk arsitektur Islami adalah arsitektur yang bukan berasal dari Islam, namun
karena sejalan dengan konsepsi Islam yang tertera dalam Al Quran dan Al Hadits,
maka arsitektur tersebut disebut arsitektur Islami.
2.1. Kajian Teori

2.1.1 Pondok Pesantren

A. Pengertian Pesantren

Dalam kamus besar bahasa Indonesia online pesantren diartikan sebagai asrama,
tempat santri, tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah
pesantren adalah lembaga pendidikan islam, dimana para santri biasanya tinggal di
pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum,
bertujuan untuk menguasai ilmu agama islam.

Pengertian pondok pesantren secara terminologis cukup banyak dikemukakan para


ahli. Beberapa ahli tersebut adalah:

a. Dhofier (1994: 84) mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga


pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan
sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
b. Nasir (2005: 80) mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga
keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta
mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam.
c. Team Penulis Departemen Agama (2003: 3) dalam buku Pola Pembelajaran
Pesantren mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah pendidikan dan
pengajaran Islam di mana di dalamnya terjadi interaksi antara kiai dan ustdaz
sebagai guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di
masjid atau di halaman-halaman asrama (pondok) untuk mengkaji dan
membahas buku-buku teks keagamaan karya ulama masa lalu. Dengan
demikian, unsur terpenting bagi pesantren adalah adanya kiai, para santri,
masjid, tempat tinggal (pondok) serta buku-buku (kitab kuning).
d. Rabithah Ma‟ahid Islamiyah (RMI) mendefinisikan pesantren sebagai lembaga
tafaqquh fi al-dîn yang mengemban misi meneruskan risalah Muhammad SAW
sekaligus melestarikan ajaran Islam yang berhaluan Ahlu al-sunnah wa al-
Jama’ah ala Tarîqah al-Madzãhib al-Arba’ah.
e. Mastuhu (1994: 6) mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga
tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran
agama Islam (tafaqquh fi al-dîn) dengan menekankan pentingnya moral agama
Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.
B. Jenis-jenis Pesantren

Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua. yakni:

 Pesantren Salaf (tradisional)

Pesantren salaf menurut Zamakhsyari Dhofier, adalah lembaga pesantren yang


mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti
pendidikan.Sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem
sorogan, yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa
mengenalkan pengajaran pengetahuan umum.

 Pesantren Khalaf (modern)

Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran umum


dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang
menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti; MI/SD, MTs/SMP,
MA/SMA/SMK. Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan
pesantren yang diperbaharui atau dimoderisasikan pada segi-segi tertentu untuk
disesuaikan dengan sistem sekolah.

C. Fungsi Pesantren

Beberapa fungsi pesantren, yaitu :

a. Lembaga pendidikan islam yang melakukan transfer keilmuan agama


(Tafaqquh Fiddin), ilmu umum, keterampilan, kesenian, dan nilai-nilai islam.
b. Lembaga keagamaan yang melakukan control social.
c. Lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa social.

D. Kegiatan Dalam Pesantren

Kegiatan dalam pondok pesantren merupakan kegiatan belajar mengajar antara santri
dengan ustadz atau guru. Namun banyak juga kegiatan ekstra kurikuler dan kegiatan
sehari hari yang terdapat dalam pondok pesantren. Antara lain kegiatan ibadah,
kegiatan olahraga dan kegiatan keseharian. Secara umum santri di Pondok Pesantren
mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Di luar KBM santri mengikuti berbagai
kegiatan amaliyah (praktek) yang berfungsi untuk meneguhkan keilmuwan,
menyalurkan, mengarahkan, dan memupuk minat bakat para santri. Diantara kegiatan
itu ialah kegiatan organisasi, kegiatan ini sama dengan organisasi OSIS di sekolah
umum.
E. Fasilitas di dalam Pondok Pesantren

Sarana dan fasilitas pendidikan digunakan untuk mendukung dan menunjang


kelancaran pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) serta memudahkan para
santri dalam mengikuti kegiatan-kegiatan lain yang mengarah pada terwujudnya
sasaran maupun tujuan institusi. Untuk itu maka Pondok Pesantren memiliki berbagai
sarana dan fasilitas seperti:

a. Asrama Santri
b. Masjid
c. Perpustakaan
d. Laboratorium IPA beserta perangkatnya
e. Kantin pelajar
f. Koperasi pesantren
g. Balai pengobatan, tenaga medis.
h. Tempat dan sarana olah raga
i. Berbagai ruang perkantoran
j. Laboratorium komputer dan perangkatnya
k. Kamar mandi, WC dan air bersih.

F. Karakteristik dan Fenomena Pesantren di Indonesia

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki karakteristik atau ciri khas,
yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lainnya yang meliputi: masjid, pondok,
pengajaran kitab-kitab Islam klasik, santri dan Kyai.

a. Masjid

Di dunia pesantren masjid dijadikan ajang atau sentral kegiatan pendidikan Islam baik
dalam pengertian modern maupun tradisional. Dalam konteks yang lebih jauh
masjidlah yang menjadi pesantrenpertama, tempat berlangsungnya proses belajar-
mengajar adalah masjid. Dapat juga dikatakan masjid identik dengan pesantren.
Masjid memiliki fungsi ganda, selain tempat shalat dan ibadahlainnya juga tempat
pengajian terutama yang masih memakai metodesorogan dan wetonan (bandongan).
Posisi masjid di kalangan pesantren memiliki makna sendiri.

b. Pondok

Fenomena pondok pada pesantren merupakan sebagian dari gambaran


kesederhanaan yang menjadi ciri khas dari kesederhaan santri di pesantren. Seperti
ungkapan Imam Bawani, pondok-pondok dan asrama santri tersebut adakalanya
berjejer laksana deretan kios di sebuah pasar. Di sinilah kesan kekurang teraturan,
kesemerawutan dan lain-lain. Tetapi fasilitas yang amat sederhana ini tidak
mengurangi semangat santri dalam mempelajari kitab-kitab klasik. Pondok bukanlah
asrama atau internaat. Jika asrama telah disiapkan bangunannya sebelum calon
penghuninya datang. Sedang pondok justru didirikan atas dasar gotong-royong yang
telah belajar di pesantren.

c. Pengajaran Kitab-kitab Klasik

Kitab-kitab klasik biasanya dikenal dengan istilah kitab kuning yang terpengaruh oleh
warna kertas. Kitab-kitab itu ditulis oleh ulama zaman dulu yang berisikan tentang
ilmu keislaman seperti: Fiqh, hadits, tafsir maupun tentang akhlak. Ada dua esensinya
seorang santri belajar kitab-kitab tersebut, di samping mendalami isi kitab maka
secara tidak langsung juga mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa kitab tersebut.

Oleh karena itu seorang santri yang telah tamat belajarnya di pesantren cenderung
memiliki pengetahuan bahasa Arab. Hal ini menjadi ciri seorang santri yang telah
menyelesaikan studinya di pondok pesantren, yakni mampu memahami isi kitab dan
sekaligus juga mampu menerapkan bahasa kita tersebut menjadi bahasanya.

d. Santri

Istilah santri hanya terdapat di pesantren sebagai pengejawantahan adanya peserta


didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang Kyai yang
memimpin sebuah pesantren. Oleh karena itu santri pada dasarnya berkaitan erat
dengan keberadaan Kyai dan pesantren.

e. Kyai

Kyai di samping pendidik dan pengajar, juga pemegang kendali manjerial pesantren.
Bentuk pesantren yang bermacam-macam adalah pantulan dari kecenderungan Kyai.
Kyai memiliki sebutan yang berbedabeda tergantung daerah tempat tinggalnya.
Munculnya fenomena pesantren di Indonesia sebagai kosekuensi dari berbagai
perubahan yang telah dilakukan dengan dimasukkannya pelajaran peajaran umum
kedalam kurikulum pesantren. Maka santri tidak akan buta dengan ilmu umum,
sehingga pesantren mempunyai andil dalam pembangunan.

G. Masalah Umum Pesantren

Permasalahan yang di hadapi santri dan santriwati pada umumnya sangat kompleks,
mulai dari masalah akademik, masalah kesehatan, melanggar peraturan pondok,
kehilangan barang, masalah dengan teman satu kamar serta masalah dengan berbagai
pihak lingkungan tinggal baik dengan teman sebaya, kakak kelas, adik kelas dan juga
masalah dengan pengasuh atau ustadz. Selain itu masalah jenuh dengan lingkungan
tempat tinggal dan aktivitasnya, serta dengan semua permasalahan tersebut santri
dituntut untuk bisa memecahkan masalahnya secara mandiri tanpa bantuan dari
orang tua.

2.1.2 Arsitektur Islami

A. Arsitektur Islam

Ada berbagai referensi yang menyebutkan pengertian arsitektur islam sebagai suatu
ruang lingkup yang lebih mengacu pada tipologi, sejarah, tempat, atau langgam yang
dapat diartikan secara luas. Berikut beberapa pengertian yang didapat dari
ensiklopedi Wikipedia :

1. Mengacu pada tipologi bentuk

Menurut pemikiran ini, tipe produk utama arsitektur islam adalah berupa masjid,
makam, istana dan benteng. Dari keempat tipe bangunan inilah bentuk-bentuk
arsitektur islam diacu dan dipakai di bangunan lain yang skalanya lebih kecil.

2. Mengacu pada sejarah dan tempat

Di masa lalu ketika Islam mengalami masa keemasan, banyak wilayah di berbagai
belahan dunia yang masuk Islam, sehingga otomatis juga berpengaruh pada
kebudayaan dan produk arsitekturnya. Sebagai contoh adalah lahirnya arsitektur
Persia, arsitektur Turki, arsitektur Mamluk dan sebagainya. Arsitektur Persia,
pada perkembangannya sangat berpengaruh pada rancangan arsitektur islam
lainnya di berbagai belahan dunia.

3. Mengacu pada elemen dan langgam

Arsitektur islam juga bisa diidentifikasi melalui elemen-elemen desain seperti


yang dimiliki artefak-artefak bangunan monumental yang telah ada sebelumnya.
Misalnya minaret, kubah, air mancur, mihrab, bentuk-bentuk geometris, atau
kaligrafi.

Arsitektur Islam merupakan wujud perpaduan antara kebudayaan manusia dan


proses penghambaan diri seorang manusia kepada Tuhannya, yang berada dalam
keselarasan hubungan antara manusia, lingkungan dan Penciptanya. Arsitektur Islam
mengungkapkan hubungan geometris yang kompleks, hirarki bentuk dan ornamen,
serta makna simbolis yang sangat dalam.
Arsitektur Islam merupakan salah satu jawaban yang dapat membawa pada
perbaikan peradaban. Di dalam Arsitektur Islam terdapat esensi dan nilai-nilai Islam
yang dapat diterapkan tanpa menghalangi pemanfaatan teknologi bangunan modern
sebagai alat dalam mengekspresikan esensi tersebut.

Pengetahuan umum mengenai gaya arsitektur Islam yang mencolok baru berkembang
setelah kebudayaan muslim dipadukan dengan gaya arsitektur dari Roma, Mesir,
Persia dan Byzantium. Contoh awal yang paling populer misalnya Dome of The Rock
yang diselesaikan pada tahun 691 di Jerusalem. Gaya arsitektur yang terlihat memiliki
keunikan sediri dari bangunan ini misalnya ruang tengah yang luas dan terbuka,
bangunan yang melingkar, dan penggunaan pola kaligrafi yang berulang.

Menurut Utaberta (2006) melakukan pendekatan tentang arsitektur islam dengan


berusaha melihat ke dalam sistem nilai yang ada dalam Islam untuk kemudian
diterapkan dalam perancangan bangunan.

Dari kajian tersebut disimpulkan bahwa dalam usaha memahami dan membentuk
kerangka teori Arsitektur Islam diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai internal
Islam, pemahaman terhadap teori-teori dasar arsitektur, kondisi sosial-politik
masyarakat, pemahaman terhadap nilai-nilai modern awal, pemahaman terhadap
aspek kelestarian lingkungan dan pemahaman terhadap fungsi kontemporer
bangunan.

B. Arsitektur Islami

Arsitektur Islami merupakan arsitektur yang memiliki sifat-sifat Islam. Bisa jadi yang
termasuk arsitektur Islami adalah arsitektur yang bukan berasal dari Islam, namun
karena sejalan dengan konsepsi Islam yang tertera dalam Al Quran dan Al Hadits,
maka arsitektur tersebut disebut arsitektur Islami.

Dari segi bahasa kata islami sendiri memiliki makna lebih dari sekedar bentuk atau
benda, tetapi lebih pada nilai islam yang menjadi sumber dasar rancangan. Dengan
kata lain, arsitektur yang memiliki karakter nilai keislaman.

Dalam teori arsitektur islami terdapat banyak sekali para peneliti dan pakar yang
mengemukakan nilai nilai atau asas yang terkandung didalam teori tersebut, salah
satunya menurut Nangkula Utaberta (2008), nilai dan prinsip dasar Arsitektur islami
terdiri dari :
1. Pendekatan rancangan, dengan merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah
2. Perjuangan Identitas dan Akulturasi Budaya pada Tipologi Arsitektur
Nusantara
3. Peranan dan Fungsi Arsitektur
4. Adaptasi Bahasa Modern pada Arsitektur
5. Aplikasi Nilai-nilai Sosial dan Hubungan Antar-Manusia
6. Inovasi dan Pendefinisian baru pada Perancangan Arsitektur

Selain nilai dan prinsip yang diutarakan oleh Utaberta diatas ada beberapa aspek lain
yang tidak kalah penting dalam kajian arsitektur islami ini, diantaranya :

1. 1.Tidak mubazir / efisiensi

“Dan janganlah engkau bersikap mubazir, karena mubazir itu adalah termasuk
saudara syaithan” (QS. 17: 26-27)

Ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan hadits yang berbunyi “Allah itu
indah, dan menyukai keindahan”, karena sesungguhnya sesuatu yang indah
tidak identik dengan yang berlebihan atau mewah. Masjid Salman di Bandung
bisa menjadi contoh efisiensi bentuk, yang dampaknya akan ada efisiensi
bahan dan biaya.

2. 2. Egaliter

“Sesungguhnya manusia di mata Allah itu sama, yang membedakan hanya


ketaqwaannya (QS 49:13)

Jika kita menelaah ayat ini, kita yakini bahwa Islam adalah agama yang sangat
egaliter di dunia. Penentu tingkatan “kasta” di mata Allah ada pada kualitas
keimanan seseorang. Dalam konteks arsitektur, Ka’bah adalah contoh
bangunan yang mencerminkan egalitarian. Berbentuk kubus dengan sisi yang
sama di semua arah, tidak ada kekhususan pada sisi mana pun. Tetapi dengan
segala kesederhanaannya, Kabah justru menjadi kiblat, simbol pemersatu
ummat muslim sedunia.
Pada perancangan arsitektur dengan fungsi yang lain, karakter egaliter ini
sangat mungkin dimunculkan, dan konteks dengan lingkungannya. Desain
bangunan harus disesuaikan dengan lingkungannya.
3. Privasi dalam Islam

Di dalam Islam terdapat konsep privasi yang khas, meskipun istilah yanng
bermakna secara harfiah sama dengan privasi tidak ada. Istilah dalam
khasanah Islam yang memlliki keterkaitan dengan makna privasi adalah aurat
dan hijab. Arti harfiah aurat adalah bagian tubuh, laki-laki atau wanita, yang
tidak boleh atau layak di perlihatkan kepada orang-orang selain mahram
(keluarga dekat atau suami-istri) yang berlainan jenis kelaminnya. Bagi laki-
laki, auratnya adalah sebatas pusat sampai lutut. Sedangkan aurat wanita
adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.

Sedangkan hijab bermakna sebagai ‘pembatas’ atau penutup aurat pada saat
diperlukan. Hijab juga bisa bermakna sebagai pembatas ruang secara fisik,
yang sering dikaitkan dengan aturan interaksi antara laki-laki dan wanita yang
bukan mahram. Islam, melarang aktivitas berkhalwat.

4. Kearifan lokal

Arsitektur idealnya memperhatikan budaya local yang tidak bertentangan


dengan nilai islam. ”Berbahasalah engkau dengan bahasa kaummu”. Hadits
rasul yang sangat terkenal ini disampaikan dalam koteks dakwah. Artinya.
Agar dakwah atau ajakan untuk amar makruf nahy munkar mampu diterima
oleh masyarakat, maka seorang dai mesti mengerti dan menggunakan kultur
lokal. Tentu saja kultur lokal yang dimaksudkan adalah kultur yang tidak
keluar dari nilai islam.

Dalam konteks arsitektur, lingkungan lokal mestinya mendapat apresiasi


dengan menampilkannya dalam produk rancangan yang beridentitaskan lokal,
tidak selalu harus seragam.

Beberapa aspek dan nilai nilai diatas hanya sebagian dari sekian banyak pendapat dan
teori menurut para pakar mengenai arsitektur islami, yang pada dasarnya arsitektur
islami itu lahir dari nilai keislaman yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2.1.3 Psikologi Remaja

A. Pengertian Remaja

Tidak mudah untuk mendefinisikan remaja secara tepat, karena banyak sekali sudut
pandang yang dapat digunakan dalam mendefinisikan remaja. Kata “remaja” berasal
dari bahasa Latin adolescene berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984,
Rice, 1990 dalam Jahja, 2011). Banyak tokoh yang memberikan definisi remaja,
seperti DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa
kanak-kanak dan dewasa.

Papalia dan Olds tidak memberikan pengertian remaja secara eksplisit melainkan
secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence). Menurut Papalia dan
Olds, masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan
dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada
usia akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun. Sedangkan Anna Freud,
berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi
perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan
juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, di
mana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan batasan mengenai siapa remaja secara
konseptual. Dikemukakannya oleh WHO ada tiga kriteria yang digunakan; biologis,
psikologis, dan sosial ekonomi, yakni: (1) individu yang berkembang saat pertama kali
ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai
kematangan seksual, (2) individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola
identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa, dan (3) terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang lebih mandiri.6

Wirawan (2002) menjelaskan bahwa untuk mendefinisikan remaja seharusnya


disesuaikan dengan budaya setempat, sehingga untuk di Indonesia digunakan batasan
usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut :

 Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda sekunder mulai
nampak.
 Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh, baik
menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan
mereka sebagai anak-anak.
 Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa
seperti tercapainya identitas ego (menurut Ericson), tercapainya fase genital
dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud), dan tercapainya puncak
perkembangan kognitif (menurut Piaget), maupun moral (menurut Kohlberg).
 Batas usia 24 tahun adalah merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi
peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan
diri pada orangtua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orangtua.
 Dalam definisi tersebut, status perkawinan sangat menentukan apakah
individu masih digolongkan sebagai remaja ataukah tidak.

B. Ciri-Ciri Masa Remaja

Dari berbagai penjelasan para ahli mengenai ciri masa remaja, E. Bergner Hurlock
(2011) dalam bukunya memberikan ciri kekhususan dari masa remaja, yaitu :

1. Masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu peralihan dari masa kanak-
kanak ke peralihan masa dewasa.
2. Masa remaja sebagai periode perubahan.
3. Masa remaja sebagai usia bermasalah.
4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
5. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena masalah
penyesuaian diri dengan situasi dirinya yang baru, karena setiap perubahan
membutuhkan penyesuaian diri.
6. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

C. Perkembangan Psikologis Remaja

Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur


remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat
menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah
masa peralihan. Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi
dalam 2 periode yaitu :

1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun:

a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas,
akhir SD sampai SMP. Cirinya:

 Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi


 Anak mulai bersikap kritis
b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal, dimulai dari awal SMP sampai
SMA. Cirinya:

 Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya


 Memperhatikan penampilan
 Sikapnya tidak menentu/plin-plan
 Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib

c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa
adolesen, biasanya dalam masa SMA. Cirinya:

 Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya


belum tercapai sepenuhnya
 Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria

2. Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun

Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:

 Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis


 Mulai menyadari akan realitas
 Sikapnya mulai jelas tentang hidup
 Mulai nampak bakat dan minatnya

Menurut teori diatas diketahui bahwa masa remaja SMA/ MA (konteks perancangan)
sudah memulai masa pubertasnya dalam rentang usia 14-18 tahun. Pada masa itu
semua perkembangan mulai terlihat baik dari jasmani maupun rohani. Terlebih bagi
remaja dalam masa pendidikan di lembaga pondok pesantren atau biasa dikenal
dengan santri.

Dalam proses perkembangan remaja sendiri terdapat banyak pendapat mengenai


perbedaan antara remaja putra dan putri. Berikut beberapa perbedaan karakteristik
psikologi remaja putra dan putri secara umum :

a. Karakteristik remaja putra :


 Aktif memberi, melindungi dan menolong
 Ingin memberontak dan mengeritik
 Mencari kemerdekaan berfikir, bertindak dan hak bicara
 Suka meniru perbuatan orang yang dikaguminya
 Berminat pada hal yang abstrak
 Lebih memandang kepandaian seseorang daripada fisiknya
b. Karakteristik remaja putri :
 Suka dilindungi dan ditolong
 Dorongan itu dilunakkan oleh perasaan terikat pada aturan dan tradisi
 Ingin dicintai dan menyenangkan hati orang lain
 Tidak ingin meniru, lebih bersikap pasif
 Minatnya ditujukan pada hal-hal nyata
 Langsung memuja orang yang dikaguminya, melihat dari segi fisik

Begitulah salah satu periode dalam rentang kehidupan ialah (fase) remaja. Masa ini
merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu,
dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa
dewasa yang sehat. Untuk dapat melakukan sosialisasi dengan baik, remaja harus
menjalankan tugas-tugas perkembangan pada usinya dengan baik.

Apabila tugas pekembangan sosial ini dapat dilakukan dengan baik, remaja tidak akan
mengalami kesulitan dalam kehidupan sosialnya serta akan membawa kebahagiaan
dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas perkembangan untuk fase-fase berikutnya.
Sebaliknya, manakala remaja gagal menjalankan tugas-tugas perkembangannya akan
membawa akibat negatif dalam kehidupan sosial fase-fase berikutnya, menyebabkan
ketidakbahagiaan pada remaja yang bersangkutan, menimbulkan penolakan
masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan
berikutnya.

2.1.4 Madrasah Aliyyah

A. Pengetahuan Umum

Madrasah aliyah (disingkat MA) adalah jenjang pendidikan menengah pada


pendidikan formal di Indonesia, setara dengan sekolah menengah atas, yang
pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian Agama. Pendidikan madrasah aliyah
ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12.

Kurikulum Madrasah Aliyah (MA) sama dengan kurikulum Sekolah Menengan Atas
(SMA). Perbedaannya adalah SMA dikelola oleh Depdikbud sedangkan MA dikelola
oleh Depag, dan terdapat tambahan mata pelajaran agama yaitu: Alquran, Hadits,
Aqidah, Fiqih, Akhlaq, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.
B. Standar Sarana dan Prasarana MA

Satuan Pendidikan

1. Satu SMA/MA memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 3
rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar.
2. Minimum satu SMA/MA disediakan untuk satu kecamatan.

Lahan

1. Untuk SMA/MA yang memiliki 15 sampai dengan 32 siswa per rombongan


belajar, lahan memenuhi ketentuan rasio minimum Iuas lahan terhadap siswa
seperti tercantum pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Rasio Minimum Luas Lahan terhadap Siswa

Rasio Minimum Iuas Lahan Terhadap Siswa


Banyak (m2/siswa)
No Rombongan
Belajar Bangunan 1 Bangunan 2 Bangunan 3
Lantai Lantai Lantai

1 3 36,5 19,3 -

2 4-6 22,8 12,2 8,1

3 7-9 18,4 9,7 6,5

4 10-12 16,3 8,7 5,9

5 13-15 14,9 7,9 5,3

6 16-18 14,0 7,5 4,9

7 19-21 13,5 7,2 4,8

8 22-24 13,2 7,0 4,7

9 25-27 12,8 6,8 4,6


2. Luas lahan yang dimaksud pada angka 1 dan 2 di atas adalah luas lahan yang
dapat digunakan secara efektif untuk membangun prasarana
sekolah/madrasah berupa bangunan dan tempat bermain/berolahraga.
3. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan
keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan
darurat.
4. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis
sempadan sungai dan jalur kereta api.
5. Lahan terhindar dari gangguan-gangguan berikut.
a. Pencemaran air, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
b. Kebisingan, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
nonor 94/MENKLH/1992 tentang Baku Mutu Kebisingan.
c. Pencemaran udara, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 02/MENKLH/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan.
6. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana lain yang
lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari
Pemerintah Daerah setempat.
7. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dari
pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun.

Bangunan

1. Untuk SMA/MA yang memiliki 15 sampai dengan 32 siswa per rombongan


belajar, bangunan memenuhi ketentuan rasio minimum luas lantai terhadap
siswa seperti tercantum pada Tabel 2.2.
2. Bangunan memenuhi ketentuan tata bangunan yang terdiri dari:
a. koefisien dasar bangunan maksimum 30 %;
b. koefisien lantai bangunan dan ketinggian maksimum bangunan yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah;
c. jarak bebas bangunan yang meliputi garis sempadan bangunan dengan as
jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan
tinggi, jarak antara bangunan dengan batas-batas persil, dan jarak antara
as jalan dan pagar halaman yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
3. Bangunan memenuhi persyaratan keselamatan berikut.
a. Memiliki struktur yang stabil dan kukuh sampai dengan kondisi
pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan
beban muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk
menahan gempa dan kekuatan alam lainnya.
b. Dilengkapi sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif untuk mencegah
dan menanggulangi bahaya kebakaran dan petir.
4. Bangunan memenuhi persyaratan kesehatan berikut.
a. Mempunyai fasilitas secukupnya untuk ventilasi udara dan pencahayaan
yang memadai.
b. Memiliki sanitasi di dalam dan di luar bangunan untuk memenuhi
kebutuhan air bersih, saluran air kotor dan/atau air limbah, tempat
sampah, dan saluran air hujan.
c. Bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan dan tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Tabel 2.2 Rasio Minimum Luas Lahan terhadap Siswa


Rasio minimum Iuas lahan terhadap siswa
Banyak (m2/siswa)
No rombongan
belajar Bangunan 1 Bangunan 2 Bangunan 3
Lantai Lantai Lantai

1 3 36,5 19,3 -

2 4-6 22,8 12,2 8,1

3 7-9 18,4 9,7 6,5

4 10-12 16,3 8,7 5,9

5 13-15 14,9 7,9 5,3

6 16-18 14,0 7,5 4,9

7 19-21 13,5 7,2 4,8

8 22-24 13,2 7,0 4,7

9 25-27 12,8 6,8 4,6


5. Bangunan menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan
nyaman termasuk bagi penyandang cacat.
6. Bangunan memenuhi persyaratan kenyamanan berikut.
a. Bangunan mampu meredam getaran dan kebisingan yang mengganggu
kegiatan pembelajaran.
b. Setiap ruangan memiliki pengaturan penghawaan yang baik.
c. Setiap ruangan dilengkapi dengan lampu penerangan.
7. Bangunan bertingkat memenuhi persyaratan berikut.
a. Maksimum terdiri dari tiga lantai.
b. Dilengkapi tangga yang mempertimbangkan kemudahan, keamanan,
keselamatan, dan kesehatan pengguna.
8. Bangunan dilengkapi sistem keamanan berikut.
a. Peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi
jika terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya.
b. Akses evakuasi yang dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi penunjuk
arah yang jelas.
9. Bangunan dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 1300 watt.

10. Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang, dilaksanakan, dan
diawasi secara profesional.

11. Kualitas bangunan minimum permanen kelas B, sesuai dengan PP No. 19


Tahun 2005 Pasal 45, dan mengacu pada Standar PU.

12. Bangunan sekolah/madrasah baru dapat bertahan minimum 20 tahun.

13. Pemeliharaan bangunan sekolah/madrasah adalah sebagai berikut.

a. Pemeliharaan ringan, melipuli pengecatan ulang, perbaikan sebagian daun


jendela/pintu, penutup lantai, penutup atap, plafon, instalasi air dan listrik,
dilakukan minimum sekali dalam 5 tahun.
b. Pemeliharaan berat, meliputi penggantian rangka atap, rangka plafon,
rangka kayu, kusen, dan semua penutup atap, dilakukan minimum sekali
dalam 20 tahun.

14. Bangunan dilengkapi izin mendirikan bangunan dan izin penggunaan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelengkapan Prasarana Dan Sarana

Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:

a. Ruang Kelas j. Ruang Tata Usaha


b. Ruang Perpustakaan k. Tempat Beribadah
c. Ruang Laboratorium Biologi l. Ruang Konseling
d. Ruang Laboratorium Fisika m. Ruang UKS
e. Ruang Laboratorium Kimia n. Ruang Osis
f. Ruang Laboratorium Komputer o. Jamban
g. Ruang Laboratorium Bahasa p. Gudang
h. Ruang Pimpinan q. Ruang Sirkulasi
i. Ruang Guru r. Tempat Bermain/Berolahraga

2.1.5 Standar Sirkulasi

Ruang Sirkulasi
Berikut standar ruang sirkulasi madrasah aliyyah (MA) dari Permendiknas No. 24
Tahun 2007.
a. Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar ruang
dalam bangunan sekolah/madrasah dan sebagai tempat berlangsungnya
kegialan bermain dan interaksi sosial siswa di luar jam pelajaran, terutama pada
saat hujan ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung
di halaman sekolah/madrasah.
b. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan ruang-ruang di
dalam bangunan sekolah/madrasah dengan luas minimum adalah 30% dari luas
total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum adalah 1,8 m, dan tinggi
minimum adalah 2,5 m.
c. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik,
beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d. Koridor tanpa dinding pada lantai alas bangunan bertingkat dilengkapi pagar
pengaman dengan tinggi 90-110 cm.
e. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan bertingkat dengan panjang
lebih dari 30 m dilengkapi minimum dua buah tangga.
f. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat tidak
lebih dari 25 m.
g. Lebar minimum tangga adalah 1,8 m, tinggi maksimum anak tangga adalah 17
cm, lebar anak tangga adalah 25-30 cm, dan dilengkapi pegangan tangan yang
kokoh dengan tinggi 85-90 cm.
h. Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga hams dilengkapi bordes dengan
lebar minimum sama dengan lebar tangga.
i. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

2.2. Kajian Preseden

2.2.1 Pondok Pesantren Tahfidz Al-Karimah di Kabupaten Kubu Raya

Pondok Pesantren Tahfidz Al-Karimah di Kabupaten Kubu Raya terdiri dari beberapa
massa bangunan, yaitu : Masjid, Sekolah, Asrama, Pengelola dan area permukiman
Kiai/Ustadz. Sirkulasi kendaraan diletakan dekat dengan jalan utama. Sirkulasi
pejalan kaki diletakan pada bagian tengah site. Sirkulasi servis diletakan pada
sekeliling bangunan Masjid. Konsep hijab diterapkan melalui pemisahan antara zona
santri putra-putri yang terdapat di bagian kanan dan kiri pada perancangan Pondok
Pesantren.

Area permukiman Ustadz diletakan pada posisi tengah atau tepat berada di belakang
bangunan Masjid. Area permukiman Ustadz tersebut sekaligus berfungsi sebagai
pembatas antara zona santri putra dan putri sehingga tidak saling bertemu ataupun
berhadapan. Area tahfidz dan bangunan Sekolah diletakkan terintegrasi sehingga
menyebabkan area ini menjadi datum di lingkungan Pondok Pesantren. Bangunan
Asrama diletakkan pada bagian belakang kawasan untuk menjaga privasi para santri
dari lingkungan luar.

Gambar 2.1 Desain Pondok Pesantren Tahfidz Al-Karimah


Sumber : Jurnal Online Mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura
Konsep ruang terbuka hijau sebagai wadah Tahfidz yang kental dapat dilihat pada
area bangunan sekolah dan taman tahfidz yang berada pada perancangan ini. Terlihat
pada bagian tersebut bahwa bangunan sekolah dan taman tahfidz yang menjadi satu
kesatuan sehingga tercipta kondisi menghafal dan pendidikan yang menjadi satu. Area
taman yang dihiasi tanaman bunga, gazebo tahfidz, beberapa pepohonan rindang,
penggunaan material alami beton ekspos pada tiap bangunan dapat membuat suasana
menghafal seperti berada di alam yang tenang. Hal ini dipetimbangkan berdasarkan
jenis pelaku dan kenyamanan dalam menghafal Al-Qur'an.

Ringkasan Kesimpulan :

Dari pondok pesantren Tahfidz Al-Karim ini dapat dipelajari mengenai :

1. Penerapan konsep hijab pada zonasi serta sirkulasi pondok pesantren yang
berusaha untuk menurunkan dari isu yang ada hingga organisasi ruang.
2. Penerapan transformasi yang unik melalui berbagai konsep yang tersedia
dari hasil analisis untuk mencapai tujuan yaitu menciptakan kenyamanan dan
suasana yang sesuai bagi para santri dalam menghafal Al-Qur’an.
3. Penerapan pada lansekap juga menjadi sesuatu yang menarik menyesuaikan
dengan analisis site dengan tujuan yang sama.

2.2.2 Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari

Masjid ini dibangun di atas lahan milik Pemprov DKI Jakarta seluas 2.4 hektare
dengan 2 lantai. Nuansa ornamen Betawi terlihat pada desain masjid ini. Konsep dari
bangunan ini mengambil desain rumah Bapang khas Betawi, atap bangunan
berbentuk segitiga dan ornamen gigi balang. Bentuk bangunan membentuk huruf T.
Bagian tengah khusus untuk ibadah, bagian sisi kanan kiri untuk kegiatan lainnya.
Selain itu masjid ini dibangun dengan konsep 5 menara yang melambangkan rukun
Islam.

Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari terdiri dari dua lantai. Lantai bawah terdapat sebuah
aula yang digunakan untuk berbagai kegiatan. Sementara itu, di lantai dua merupakan
tempat untuk salat dan ada juga beberapa ruangan untuk pengelola atau pengurus
masjid.

Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari sendiri dapat menampung sekitar 12.500 jamaah.
Sementara itu, alasan masjid ini diberi nama KH Hasyim Asy’ari tak lain untuk
menghormati jasa dari pendiri organisasi Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).
Konsep bentuk bangunan didasarkan dari bentuk ornamen Betawi gigi balang yang
memiliki bentukan memanjang dan bentukan dasar berupa meruncing seperti
segitiga, melengkung seperti lingkaran dengan orientasi melintang dari timur ke barat
karena menghadap ke kiblat, selain itu juga dapat menghindari panas berlebih dari
cahaya matahari.

Untuk tampilan bangunan utama menggunakan ornamen Betawi gigi balang dan
melati sedangkan untuk bangunan pendukung menggunakan ornamen gigi balang
(dengan cara lain dalam membuat ornamen baru), langkan (untuk tampilan bangunan
bagian bawah) dan bunga cempaka (pada kolom dengan memunculkan bentuk baru).

Gambar 2.2 Desain Masjid Raya KH. Hasyim Asy’ari


Sumber : Kumparan.com

Ringkasan Kesimpulan :

Dari Masjid Raya KH. Hasyim Asy’ari ini dapat dipelajari mengenai :

1. Penerapan konsep langgam kebudayaan nusantara yang ditransformasikan


menjadi desain gedung beserta ornamen didalamnya.
2. Penerapan konsep arsitektur islami yang mengambil dari nilai keagamaan
yaitu rukun islam diterapkan secara langsung pada suatu bentuk masa, yaitu
menara yang berdiri kokoh menjulang layaknya rukun islam sebagai pondasi
umat muslim.
2.2.3 Pesantren Insan Cendikia Madani

Insan Cendikia Madani merupakan sebuah lembaga pesantren bertaraf Internasional


yang telah mencetak generasi muda yang handal dan islami. Berlokasi di Jalan Ciater
Gg. H. Amat, Serpong Tanggerang Selatan. Pondok yang berdiri diatas lahan seluas 10
Ha ini menyediakan program pendidikan mulai dari jenjang Taman Kanak Kanak (TK)
hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Gambar 2.3 Desain Masjid dan Asrama Pesantren


Sumber : http://www.icm.sch.id/home

Ringkasan Kesimpulan :

Dari Pesantren Insan Cendikia Madani ini dapat dipelajari mengenai :

1. Penerapan konsep hijab dalam sirkulasi yang membatasi antara santri putra
dan santri putri dan ada juga zonasi dimana santri putra dan santri putri
dapat berkumpul akantetapi hanya dalam ranah pendidikan atau lebih
kepada proses pembelajaran yang didampingi dengan guru.
2. Fasilitas yang tersedia sangat lengkap dan sesuai standar, karena sudah
bertaraf internasional. Baik itu fasilitas gedung maupun fsilitas ruang didalam
suatu gedung tertentu.
3. Desain bangunan fasilitas menggunakan gaya kontemporer karena
menyesuaikan dengan pondok modern sebagai model pondok.
2.3. Gambaran Awal Rancangan

Desain madrasah aliyyah dengan menciptakan ruang sirkulasi yang berbeda antara
santri putra dan putri sesuai dengan hasil analisis, zoning, dan organisasi ruang yang
dilakukan. Karena visi kedepan dalam kurikulum mengharuskan pemisahan antara
santri putra dan putri, maka bangunan akan dipisahkan antara area putra dan putri
tetapi masih dalam satu gedung.

Jadi ruang kelas dipisah masing masing putra dan putri selain ruang fasilitas lain yang
bisa digunakan bergantian seperti laboratorium dan perpustakaan. Koridor setiap
ruang kelas putra dan putri akan terhubung dengan entrance atau pintu masuk yang
berbeda dari sirkulasi yang berbeda, disini akan dibedakan sesuai psikologis masing
masing. Sirkulasi ruang luar akan dipisahkan dari asrama hingga madrasah.

Untuk langgam arsitektur yang akan diterapkan dalam desain madrasah aliyyah akan
menyesuaikan dari hasil analisis, baik itu analisis tema, pendekatan, site, dan lain
sebagainya. Lebih kepada menguatkan karakter daerah setempat, sehingga bila desain
ditempatkan di daerah yang lain tidak cocok dan hanya cocok bila ditempatkan
didaerah setempatnya tadi.

Kemudian area lansekap juga menjadi aspek desain yang tidak kalah penting, dengan
merancang lansekap yang rapi dan mampu mendongkrak aspek dan nilai lain dari
gedung madrasah aliyyah. Untuk material yang digunakan diharapkan dapat
dijangkau dengan mudah dari daearah setempat yaitu daerah pandeglang dan
sekitarnya. Yang kedua hal ini juga tidak akan jauh dari hasil analisis sehingga dapat
menghasilkan desain secara optimal.

Gambar 2.4 Imageries Contoh Desain Madrasah Aliyyah


Sumber : http://www.ideapersada.com/2016/03/asrama-pondok-pesantren.html
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdullah Nashih Ulwan. 1999. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani.

Dhofier, Zamakhasyari. 1994. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES.

Geertz, Clifford. 2014. Agama Jawa Abangan Santri Priyai Dalam Kebudayaan Jawa.
Terjemahan Aswab Mahasin dan Bur Rasuanto. Depok: Komunitas Bambu.

Hurlock, E.B. 1993. Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit
Erlangga.

Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana.

Suryabrata, Sumadi. 2013. Psikologi kepribadian. Depok : PT.Raja Grafindo.

Utaberta, Nangkula. 2008. Arsitektur Islam : Pemikiran, Diskusi dan Pencarian Bentuk.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Wirawan, S. 2002. Psikologi Remaja, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Jurnal dan Karya Tulis :

Dahlan, Achmad Zainy. 2018. Pengaruh Desain Layout Ruang Kelas di Pondok
Pesantren Ar-Risalah Lirboyo Kota Kediri Terhadap Efektivitas Belajar Santri. KTI
Arsitektur UII

Putra, Uray Gilang Kencana. 2017. Perancangan Pondok Pesantren Tahfidz Al-Karimah
di Kabupaten Kubu Raya. Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura
Volume 5 Nomor 2 Hal : 90-100

Putro, Khamim Zarkasih. 2017. Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa
Remaja. APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama Volume 17, Nomor 1, Hal: 25-32

Sativa. 2011. Arsitektur Islam atau Arsitektur Islami. NALARs Volume10 Nomor 1 Hal :
29-38

Utaberta, Nangkula. 2006. ”Rekonstruksi Pemikiran, Filosofi Dan Perancangan


Arsitektur Islam Berbasiskan Al-Qur’an Dan Sunnah”. Artikel untuk Aceh Institute.
Peraturan Pemerintahan :

PERMENDIKNAS Nomor 24 tahun 2007 : Tentang Standar sarana dan prasarana


Untuk sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah menengah
pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTS), dan sekolah menengah atas/madrasah
Aliyah (SMA/MA)

Internet :

https://turus.org/profil/ diakses pada : 25 Februari 2019

http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_architecture diakses pada : 1 Maret 2019

http://poskotanews.com/2018/05/30/mengintip-kemegahan-masjid-raya-kh-
hasyim-asyari/ diakses pada : 6 Maret 2019

https://kumparan.com/@kumparannews/masjid-daan-mogot-bergaya-betawi-
bukan-tanda-salib diakses pada : 6 Maret 2019

http://www.icm.sch.id/home diakses pada : 7 Maret 2019

http://www.ideapersada.com/2016/03/asrama-pondok-pesantren.html diakses
pada : 8 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai