Dosen Pembimbing :
Oleh :
2018/2019
PROPOSAL PROYEK AKHIR SARJANA
Email : 15512145@students.uii.ac.id
Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik. Tidak saja karena
keberadaannya yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan
jaringan yang diterapkan oleh lembaga agama tersebut. Karena keunikannya itu, C.
Geertz menyebutnya sebagai subkultur masyarakat Indonesia (khususnya Jawa). Pada
zaman penjajahan, pesantren menjadi basis perjuangan kaum nasionalis-pribumi.
Banyak perlawanan terhadap kaum kolonial yang berbasis pada dunia pesantren.
(Clifford Greetz, 2014)
Dengan bangunan yang terbagi sesuai fungsi tersebut menimbulkan suatu masalah
yang cukup riskan yaitu terjadinya cross activity antara santri putra dan santri putri
yang ada di pondok pesantren Turus ini. Secara itu sangat bertentangan dengan image
pondok pesantren yang mengajarkan nilai keislaman tentang batasan mahram.
Di Pondok Pesantren Turus ini untuk asrama memang benar sudah terpisah antara
santri putra dan santri putri, akantetapi untuk kegiatan belajar mengajar yang
bertempat di madrasah dan masjid masih terkesan campur walaupun sudah ada
batasan dan peraturan yang diterapkan. Terutama dalam lingkup ini yang masih
lemah terjadi di madrasah baik itu madrasah tsanawiyyah maupun aliyyah.
Hal ini perlu diperhatikan dengan baik, mengingat desain dari suatu bangunan dapat
mengarahkan penggunanya sehingga aktivitas yang terjadi menjadi lebih tertib sesuai
dengan peraturan yang ada. Maka dari sini penulis memiliki ketertarikan untuk
merencanakan desain gedung madrasah aliyyah dan tsanawiyyah yang sesuai dengan
image pondok pesantren yaitu batasan mahram di Pondok Pesantren Turus
Pandeglang Banten. Adapun pendekatan yang akan diterapkan adalah Pendekatan
Arsitektur Islami sebagai dasar untuk memperkuat karakter islam dari pondok
pesantren.
Pondok Pesantren Turus Pandeglang didirikan pada tanggal 08 Rabi’ul Awwal 1365 H
atau 10 Februari 1942 M, terletak di sebelah Tenggara kota Pandeglang. Tepatnya di
Jl. Raya Rangkasbitung km 2,5 Pandeglang, berada di kelurahan Kabayan kecamatan
dan kabupaten Pandeglang, provinsi Banten. Pondok Pesantren Turus didirikan oleh
K.H.Tb. Moh. Idrus bin H.Tb. Moh. Ma’ruf.
Pesantren Turus didirikan diatas tanah wakaf seluas 3,5 Ha dengan bermodalkan
beberapa buah gubug dari bahan bambu beratapkan kiray yang dibangun dilembah
bukit yang sejuk hawanya. Seiring pekembangan zaman pondok pesantren pun
semakin berkembang dengan pembangunan gedung gedung fasilitas yang baru.
Gambar 1.1 Peta Pondok Pesantren Turus Pandeglang
Sumber : Hasil Survey Penulis
Nama “Turus” beranjak dari dasar/filosofi yang memiliki beberapa arti bila dikaitkan
dengan visi, misi dan tujuan pendirian yang ingin dicapai. Kata Turus berawal dari
kata bukit Tursina yang dalam sejarah dianggap sebagai tempat suci (sebagai tempat
Nabi Musa menerima wahyu), berada di Mesir bagian Timur di benua Asia. Nama
Pondok Pesantren “Turus” juga berasal dari kata “tuturus” adalah sebuah istilah
dalam B. Sunda yang berarti “tiang atau tonggak” yang biasanya digunakan untuk
menyangga dan tempat merambatkan tanaman kacang panjang atau yang lainnya.
Kata ini oleh pendiri digunakan sebagai nama Pondok Pesantren Turus dengan
harapan Pesantren yang dipimpinnya mampu meletakan tonggak-tonggak atau dasar-
dasar ilmu dan pengamalan ajaran Islam kepada santrinya sebagai penerus genarasi
yang akan datang. Juga nama “TURUS” bisa disebut “TERUS” (tidak berhenti) dengan
suatu harapan agar para pelanjutnya dapat melangsungkan Pondok Pesantren Turus
secara terus menerus tanpa berhenti.
Pondok Pesantren Turus dikelola oleh sebuah yayasan yang mempunyai dasar hukum
dengan Akte Notaris Nomor 36 Tanggal 6 Februari 1984, yang telah didaftarkan
dalam Daftar Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pandeglang Nomor 7 Tanggal 20
Februari 1984. Sejak awal berdirinya pada tahun 1942 hingga tahun 1955-an para
santri/siswa umumnya berasal dari daerah Banten dan Jawa Barat.
Pada tahun 1955 mulailah dibangun sebuah gedung belajar secara permanen, seperti
asrama santri, kantor dan masjid secara bertahap yang dikerjakan dengan gotong-
royong yang melibatkan masyarakat dan santri, mulai dari tahap persiapan hingga
pembangunan selesai. Pelaksanaan pembangunan ini hingga sekarang masih terus
berlanjut. Sarana bangunan pondok pesantren yang tersedia saat ini adalah:
12 bangunan asrama.
4 bangunan madrasah,
9 bangunan kantor,
1 buah bangunan Masjid terdiri dari 2 (dua) lantai. Lantai atas adalah
ruang perpustakaan, ruang belajar dan ruang laboratorium komputer.
Fasilitas Air Bersih dan MCK
3 buah kantin.
Pendidikan diniyah salafiah terdiri dari 4 (empat) tingkatan terdiri dari kelompok
Diniyah salafiah I, II, III, dan IV. Bagi santri yang belum siap mengikuti pendidikan
diniyah terlebih dahulu mengikuti pra diniyah atau I’dad. Sedangkan jenjang
pendidikan madrasah yang telah ada hingga saat ini adalah:
Seluruh sistem dan jenjang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan dan
pengajaran agama khususnya, dengan memadukan kurikulum Departemen Agama
dan Departemen Pendidikan Nasional.
Di luar sistem madrasah dan diniyah, para santri dewasa juga mengikuti pengajian
yang langsung diberikan oleh pengasuh. Kitab-kitab yang dipelajari antara lain kitab
safinah, fathul Qarib, Nihayatuzzen, Kifayatul Akhyar dan Warakat Tijan, Bahyatul
Wasail, Qami'ut Tughyan, Jauhar Tauhid dan Kifayatul Awam. Washiyatul Mustafa,
Ta'lim Muta'alim, Maraqil Ubudiyah, Bidayatul Hidayah, Hikam, Mutammimah, Jauhar
Maknun dan Alfiyah. Tafsir Jalalain, Tafsir Munir, Arba'in Nawawi, Riyadhus Shalihin
dan Adzakarun Nawawi. Pengajaran diniyah ini diselenggaran diluar jam sekolah,
sesuai dengan jadwal yang telah disusun, yaitu ba’da sholat Shubuh, ba’da ‘Ashar,
ba’da Maghrib dan ‘Isya. Metode yang diterapkan dalam penyampaian materi
menggunakan pendekatan tutorial (bandongan) dan individual (sorogan).
Baca Tahlil,
Barzanji
Khitobah (Berpidato),
Serta Pada Jum'at Paginya Latihan Baris-Berbaris,
Senam Kesegaran Jasmani, Kerja Bakti dan
Kepramukaan.
Kegiatan ini diarahkan sebagai penggemblengan fisik dan mental para santri guna
mempersiapkan diri dalam rangka mengamalkan atau menyampaikan ilmunya yang
telah didapat dari Pondok Pesantren.
Pada dasarnya pondok pesantren yang lahir dari keresahan masyarakat lingkungan
sekitar memiliki tujuan utama yaitu menyebarkan nilai-nilai ajaran agama islam yang
sesuai dengan syariat. Sehingga bila dalam pelaksanaan terjadi kesalahan seperti
bercampurnya santri putra dan putri itu tentu menjadi permasalahan yang harus
diselesaikan oleh pihak pondok. Karena dalam syariat islam hal seperti demikian akan
memunculkan banyak mudhorot baik itu yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Selain itu bercampurnya santri putra dan putri dalam satu sirkulasi juga tidak sedikit
menyebabkan kurang fokus dalam kegiatan belajar mengajar yang ada di madrasah,
karena hal ini berkaitan dengan psikologi masing masing santri. Sehingga bila fokus
dalam belajar berkurang maka hasil yang didapat dalam belajar pun akan mengalami
penurunan. Olehkarena itu permasalahan ini menjadi sangat penting untuk segera
diselesaikan agar perkembangan pondok pesantren semakin meningkat.
Selain itu isu permasalahan yang tidak kalah penting ialah mengenai karakteristik
sebuah pondok pesantren. Karakteristik yang dimaksud disini yaitu seberapa kuat
gaya arsitektur atau langgam arsitektur yang mencerminkan sebuah pondok
pesantren itu hadir didalamnya. Hal ini menjadi isu yang sangat menarik melihat pada
zaman sekarang ini dimana pondok pesantren tengah dalam masa perkembangannya
tidak sedikit yang masih kurang memperhatikan karakteristik pondok pesantren
ataupun sudah memiliki namun masih kurang kuat dalam memperlihatkannya.
1.5 Tujuan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi akademisi pondok pesantren
sebagai rujukan dalam
Desain pondok pesantren Subuluna ini memfokuskan pada aspek ramah lingkungan
sesuai dengan pendekatan yang dipakai. Sehingga point penting dalam perancangan
nya berada dalam lingkup ramah lingkungan seperti sustainable, green building, dan
lain sebagainya.
Desain pondok pesantren Al-Ishlah ini memfokuskan pada aspek tata bangunan, pola
letak bangunan maupun ruang yang sesuai dengan arsitektur vernakular indramayu
seperti pendekatan yang diterapkan. Sehingga unsur unsur vernakular yang diterpkan
pada desainnya sangat kental sesuai kajian yang telah dilakukan.
Desain pondok pesantren modern ini lebih fokus pada karakteristik pondok yang
mengikuti langgam arsitektur melayu. Sehingga desain yang dihasilkan sangat kental
dengan gaya dari arsitektur melayu itu sendiri. Selain itu juga dari segi model pondok
pesantren ini merupakan pondok khalafiyah atau modern, sedangkan model pondok
yang dibahas pada tulisan ini adalah pondok salafiyah atau tradisional.
Desain pondok pesantren agribisnis Raudhatuljannah ini memiliki fokus pada konsep
ukhuwah islamiyyah sebagai modal dalam mendesain tata ruang maupun pola pondok
pesantren sehingga dapat memunculkan persona community center pada pondok
pesantren tersebut.
Desain pondok pesantren Darul Ihsan ini memiliki fokus yang hampir sama dengan
tema tulisan ini yaitu untuk menyelesaikan permasalahan terkait batasan santri putra
dan putri. Perbedaan yang terlihat adalah pada pendekatan yang digunakan yaitu
dengan pendekatan sistem hijab.
Identifikasi masalah dengan memaparkan isu-isu mengenai pola sirkulasi santri putra
dan santri putri Pondok Pesantren Turus Pandeglang serta memperlihatkan spot-spot
penting yang strategis untuk menampilkan karakteristik pesantren. Kedua hal
tersebut secara umum mampu menciptakan konsep perancangan yang baik untuk
membatasi pola sirkulasi santri putra dan putri juga secara khusus mampu
menampilkan karakter yang kuat terkait pondok pesantren.
Observasi
Studi Literatur
Studi literature atau sering disebut juga observasi tidak langsung yaitu berupa studi
dengan mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang
dalam hal ini untuk redesain madrasah aliyyah pondok pesantren turus Pandeglang.
Referensi ini dapat dicari dari buku, jurnal, artikel laporan penelitian, dan situs-situs
di internet. Berikut beberapa literatur yang di kaji :
1. Pondok Pesantren
2. Madrasah Aliyyah dan Standar
3. Sistem Sirkulasi Dalam Ruang Lingkup Pendidikan
4. Psikologi Santri Secara Gender
5. Pendekatan Arsitektur Islami
Wawancara
Adapun jenis wawancara yang perancang gunakan dalam proses desain ini adalah
wawancara terbuka, dimana mencari apa saja seputar data yang perancang perlukan.
Sebagai bukti fisik data yang perancang peroleh, perancang menggunakan alat bantu
berupa alat tulis, perekam suara, kamera dan beserta kelengkapannya.
Metoda pengujian desain ini berfungsi untuk mengetahui sejauh mana rancangan
dapat menyelesaikan persoalan desain yang sesuai dengan pendekatan yang
digunakan dan kajian-kajian yang telah diperoleh. Berikut metoda yang digunakan
dalam redesain pesantren ini:
Wawancara
Model Maket
Model maket digunakan untuk menguji aspek secara visual kepada ahli budaya
setempat dengan menanyakan karakteristik desain yang telah gunakan pada
bangunan. Selain kepada ahli budaya sangat perlu juga dalam menunjukkan kepada
Mudir Ma’had dan beberapa tokoh dalam pondok pesantren.
KAJIAN PUSTAKA
Judul
Redesain
Madrasah Aliyyah
Pondok Pesantren
Arsitektur Islami
Arsitektur Islami merupakan arsitektur yang memiliki sifat-sifat Islam. Bisa jadi yang
termasuk arsitektur Islami adalah arsitektur yang bukan berasal dari Islam, namun
karena sejalan dengan konsepsi Islam yang tertera dalam Al Quran dan Al Hadits,
maka arsitektur tersebut disebut arsitektur Islami.
2.1. Kajian Teori
A. Pengertian Pesantren
Dalam kamus besar bahasa Indonesia online pesantren diartikan sebagai asrama,
tempat santri, tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah
pesantren adalah lembaga pendidikan islam, dimana para santri biasanya tinggal di
pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum,
bertujuan untuk menguasai ilmu agama islam.
C. Fungsi Pesantren
Kegiatan dalam pondok pesantren merupakan kegiatan belajar mengajar antara santri
dengan ustadz atau guru. Namun banyak juga kegiatan ekstra kurikuler dan kegiatan
sehari hari yang terdapat dalam pondok pesantren. Antara lain kegiatan ibadah,
kegiatan olahraga dan kegiatan keseharian. Secara umum santri di Pondok Pesantren
mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Di luar KBM santri mengikuti berbagai
kegiatan amaliyah (praktek) yang berfungsi untuk meneguhkan keilmuwan,
menyalurkan, mengarahkan, dan memupuk minat bakat para santri. Diantara kegiatan
itu ialah kegiatan organisasi, kegiatan ini sama dengan organisasi OSIS di sekolah
umum.
E. Fasilitas di dalam Pondok Pesantren
a. Asrama Santri
b. Masjid
c. Perpustakaan
d. Laboratorium IPA beserta perangkatnya
e. Kantin pelajar
f. Koperasi pesantren
g. Balai pengobatan, tenaga medis.
h. Tempat dan sarana olah raga
i. Berbagai ruang perkantoran
j. Laboratorium komputer dan perangkatnya
k. Kamar mandi, WC dan air bersih.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki karakteristik atau ciri khas,
yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lainnya yang meliputi: masjid, pondok,
pengajaran kitab-kitab Islam klasik, santri dan Kyai.
a. Masjid
Di dunia pesantren masjid dijadikan ajang atau sentral kegiatan pendidikan Islam baik
dalam pengertian modern maupun tradisional. Dalam konteks yang lebih jauh
masjidlah yang menjadi pesantrenpertama, tempat berlangsungnya proses belajar-
mengajar adalah masjid. Dapat juga dikatakan masjid identik dengan pesantren.
Masjid memiliki fungsi ganda, selain tempat shalat dan ibadahlainnya juga tempat
pengajian terutama yang masih memakai metodesorogan dan wetonan (bandongan).
Posisi masjid di kalangan pesantren memiliki makna sendiri.
b. Pondok
Kitab-kitab klasik biasanya dikenal dengan istilah kitab kuning yang terpengaruh oleh
warna kertas. Kitab-kitab itu ditulis oleh ulama zaman dulu yang berisikan tentang
ilmu keislaman seperti: Fiqh, hadits, tafsir maupun tentang akhlak. Ada dua esensinya
seorang santri belajar kitab-kitab tersebut, di samping mendalami isi kitab maka
secara tidak langsung juga mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa kitab tersebut.
Oleh karena itu seorang santri yang telah tamat belajarnya di pesantren cenderung
memiliki pengetahuan bahasa Arab. Hal ini menjadi ciri seorang santri yang telah
menyelesaikan studinya di pondok pesantren, yakni mampu memahami isi kitab dan
sekaligus juga mampu menerapkan bahasa kita tersebut menjadi bahasanya.
d. Santri
e. Kyai
Kyai di samping pendidik dan pengajar, juga pemegang kendali manjerial pesantren.
Bentuk pesantren yang bermacam-macam adalah pantulan dari kecenderungan Kyai.
Kyai memiliki sebutan yang berbedabeda tergantung daerah tempat tinggalnya.
Munculnya fenomena pesantren di Indonesia sebagai kosekuensi dari berbagai
perubahan yang telah dilakukan dengan dimasukkannya pelajaran peajaran umum
kedalam kurikulum pesantren. Maka santri tidak akan buta dengan ilmu umum,
sehingga pesantren mempunyai andil dalam pembangunan.
Permasalahan yang di hadapi santri dan santriwati pada umumnya sangat kompleks,
mulai dari masalah akademik, masalah kesehatan, melanggar peraturan pondok,
kehilangan barang, masalah dengan teman satu kamar serta masalah dengan berbagai
pihak lingkungan tinggal baik dengan teman sebaya, kakak kelas, adik kelas dan juga
masalah dengan pengasuh atau ustadz. Selain itu masalah jenuh dengan lingkungan
tempat tinggal dan aktivitasnya, serta dengan semua permasalahan tersebut santri
dituntut untuk bisa memecahkan masalahnya secara mandiri tanpa bantuan dari
orang tua.
A. Arsitektur Islam
Ada berbagai referensi yang menyebutkan pengertian arsitektur islam sebagai suatu
ruang lingkup yang lebih mengacu pada tipologi, sejarah, tempat, atau langgam yang
dapat diartikan secara luas. Berikut beberapa pengertian yang didapat dari
ensiklopedi Wikipedia :
Menurut pemikiran ini, tipe produk utama arsitektur islam adalah berupa masjid,
makam, istana dan benteng. Dari keempat tipe bangunan inilah bentuk-bentuk
arsitektur islam diacu dan dipakai di bangunan lain yang skalanya lebih kecil.
Di masa lalu ketika Islam mengalami masa keemasan, banyak wilayah di berbagai
belahan dunia yang masuk Islam, sehingga otomatis juga berpengaruh pada
kebudayaan dan produk arsitekturnya. Sebagai contoh adalah lahirnya arsitektur
Persia, arsitektur Turki, arsitektur Mamluk dan sebagainya. Arsitektur Persia,
pada perkembangannya sangat berpengaruh pada rancangan arsitektur islam
lainnya di berbagai belahan dunia.
Pengetahuan umum mengenai gaya arsitektur Islam yang mencolok baru berkembang
setelah kebudayaan muslim dipadukan dengan gaya arsitektur dari Roma, Mesir,
Persia dan Byzantium. Contoh awal yang paling populer misalnya Dome of The Rock
yang diselesaikan pada tahun 691 di Jerusalem. Gaya arsitektur yang terlihat memiliki
keunikan sediri dari bangunan ini misalnya ruang tengah yang luas dan terbuka,
bangunan yang melingkar, dan penggunaan pola kaligrafi yang berulang.
Dari kajian tersebut disimpulkan bahwa dalam usaha memahami dan membentuk
kerangka teori Arsitektur Islam diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai internal
Islam, pemahaman terhadap teori-teori dasar arsitektur, kondisi sosial-politik
masyarakat, pemahaman terhadap nilai-nilai modern awal, pemahaman terhadap
aspek kelestarian lingkungan dan pemahaman terhadap fungsi kontemporer
bangunan.
B. Arsitektur Islami
Arsitektur Islami merupakan arsitektur yang memiliki sifat-sifat Islam. Bisa jadi yang
termasuk arsitektur Islami adalah arsitektur yang bukan berasal dari Islam, namun
karena sejalan dengan konsepsi Islam yang tertera dalam Al Quran dan Al Hadits,
maka arsitektur tersebut disebut arsitektur Islami.
Dari segi bahasa kata islami sendiri memiliki makna lebih dari sekedar bentuk atau
benda, tetapi lebih pada nilai islam yang menjadi sumber dasar rancangan. Dengan
kata lain, arsitektur yang memiliki karakter nilai keislaman.
Dalam teori arsitektur islami terdapat banyak sekali para peneliti dan pakar yang
mengemukakan nilai nilai atau asas yang terkandung didalam teori tersebut, salah
satunya menurut Nangkula Utaberta (2008), nilai dan prinsip dasar Arsitektur islami
terdiri dari :
1. Pendekatan rancangan, dengan merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah
2. Perjuangan Identitas dan Akulturasi Budaya pada Tipologi Arsitektur
Nusantara
3. Peranan dan Fungsi Arsitektur
4. Adaptasi Bahasa Modern pada Arsitektur
5. Aplikasi Nilai-nilai Sosial dan Hubungan Antar-Manusia
6. Inovasi dan Pendefinisian baru pada Perancangan Arsitektur
Selain nilai dan prinsip yang diutarakan oleh Utaberta diatas ada beberapa aspek lain
yang tidak kalah penting dalam kajian arsitektur islami ini, diantaranya :
“Dan janganlah engkau bersikap mubazir, karena mubazir itu adalah termasuk
saudara syaithan” (QS. 17: 26-27)
Ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan hadits yang berbunyi “Allah itu
indah, dan menyukai keindahan”, karena sesungguhnya sesuatu yang indah
tidak identik dengan yang berlebihan atau mewah. Masjid Salman di Bandung
bisa menjadi contoh efisiensi bentuk, yang dampaknya akan ada efisiensi
bahan dan biaya.
2. 2. Egaliter
Jika kita menelaah ayat ini, kita yakini bahwa Islam adalah agama yang sangat
egaliter di dunia. Penentu tingkatan “kasta” di mata Allah ada pada kualitas
keimanan seseorang. Dalam konteks arsitektur, Ka’bah adalah contoh
bangunan yang mencerminkan egalitarian. Berbentuk kubus dengan sisi yang
sama di semua arah, tidak ada kekhususan pada sisi mana pun. Tetapi dengan
segala kesederhanaannya, Kabah justru menjadi kiblat, simbol pemersatu
ummat muslim sedunia.
Pada perancangan arsitektur dengan fungsi yang lain, karakter egaliter ini
sangat mungkin dimunculkan, dan konteks dengan lingkungannya. Desain
bangunan harus disesuaikan dengan lingkungannya.
3. Privasi dalam Islam
Di dalam Islam terdapat konsep privasi yang khas, meskipun istilah yanng
bermakna secara harfiah sama dengan privasi tidak ada. Istilah dalam
khasanah Islam yang memlliki keterkaitan dengan makna privasi adalah aurat
dan hijab. Arti harfiah aurat adalah bagian tubuh, laki-laki atau wanita, yang
tidak boleh atau layak di perlihatkan kepada orang-orang selain mahram
(keluarga dekat atau suami-istri) yang berlainan jenis kelaminnya. Bagi laki-
laki, auratnya adalah sebatas pusat sampai lutut. Sedangkan aurat wanita
adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
Sedangkan hijab bermakna sebagai ‘pembatas’ atau penutup aurat pada saat
diperlukan. Hijab juga bisa bermakna sebagai pembatas ruang secara fisik,
yang sering dikaitkan dengan aturan interaksi antara laki-laki dan wanita yang
bukan mahram. Islam, melarang aktivitas berkhalwat.
4. Kearifan lokal
Beberapa aspek dan nilai nilai diatas hanya sebagian dari sekian banyak pendapat dan
teori menurut para pakar mengenai arsitektur islami, yang pada dasarnya arsitektur
islami itu lahir dari nilai keislaman yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2.1.3 Psikologi Remaja
A. Pengertian Remaja
Tidak mudah untuk mendefinisikan remaja secara tepat, karena banyak sekali sudut
pandang yang dapat digunakan dalam mendefinisikan remaja. Kata “remaja” berasal
dari bahasa Latin adolescene berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984,
Rice, 1990 dalam Jahja, 2011). Banyak tokoh yang memberikan definisi remaja,
seperti DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa
kanak-kanak dan dewasa.
Papalia dan Olds tidak memberikan pengertian remaja secara eksplisit melainkan
secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence). Menurut Papalia dan
Olds, masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan
dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada
usia akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun. Sedangkan Anna Freud,
berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi
perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan
juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, di
mana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan batasan mengenai siapa remaja secara
konseptual. Dikemukakannya oleh WHO ada tiga kriteria yang digunakan; biologis,
psikologis, dan sosial ekonomi, yakni: (1) individu yang berkembang saat pertama kali
ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai
kematangan seksual, (2) individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola
identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa, dan (3) terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang lebih mandiri.6
Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda sekunder mulai
nampak.
Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh, baik
menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan
mereka sebagai anak-anak.
Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa
seperti tercapainya identitas ego (menurut Ericson), tercapainya fase genital
dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud), dan tercapainya puncak
perkembangan kognitif (menurut Piaget), maupun moral (menurut Kohlberg).
Batas usia 24 tahun adalah merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi
peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan
diri pada orangtua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orangtua.
Dalam definisi tersebut, status perkawinan sangat menentukan apakah
individu masih digolongkan sebagai remaja ataukah tidak.
Dari berbagai penjelasan para ahli mengenai ciri masa remaja, E. Bergner Hurlock
(2011) dalam bukunya memberikan ciri kekhususan dari masa remaja, yaitu :
1. Masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu peralihan dari masa kanak-
kanak ke peralihan masa dewasa.
2. Masa remaja sebagai periode perubahan.
3. Masa remaja sebagai usia bermasalah.
4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
5. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena masalah
penyesuaian diri dengan situasi dirinya yang baru, karena setiap perubahan
membutuhkan penyesuaian diri.
6. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas,
akhir SD sampai SMP. Cirinya:
c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa
adolesen, biasanya dalam masa SMA. Cirinya:
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
Menurut teori diatas diketahui bahwa masa remaja SMA/ MA (konteks perancangan)
sudah memulai masa pubertasnya dalam rentang usia 14-18 tahun. Pada masa itu
semua perkembangan mulai terlihat baik dari jasmani maupun rohani. Terlebih bagi
remaja dalam masa pendidikan di lembaga pondok pesantren atau biasa dikenal
dengan santri.
Begitulah salah satu periode dalam rentang kehidupan ialah (fase) remaja. Masa ini
merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu,
dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa
dewasa yang sehat. Untuk dapat melakukan sosialisasi dengan baik, remaja harus
menjalankan tugas-tugas perkembangan pada usinya dengan baik.
Apabila tugas pekembangan sosial ini dapat dilakukan dengan baik, remaja tidak akan
mengalami kesulitan dalam kehidupan sosialnya serta akan membawa kebahagiaan
dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas perkembangan untuk fase-fase berikutnya.
Sebaliknya, manakala remaja gagal menjalankan tugas-tugas perkembangannya akan
membawa akibat negatif dalam kehidupan sosial fase-fase berikutnya, menyebabkan
ketidakbahagiaan pada remaja yang bersangkutan, menimbulkan penolakan
masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan
berikutnya.
A. Pengetahuan Umum
Kurikulum Madrasah Aliyah (MA) sama dengan kurikulum Sekolah Menengan Atas
(SMA). Perbedaannya adalah SMA dikelola oleh Depdikbud sedangkan MA dikelola
oleh Depag, dan terdapat tambahan mata pelajaran agama yaitu: Alquran, Hadits,
Aqidah, Fiqih, Akhlaq, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.
B. Standar Sarana dan Prasarana MA
Satuan Pendidikan
1. Satu SMA/MA memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 3
rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar.
2. Minimum satu SMA/MA disediakan untuk satu kecamatan.
Lahan
1 3 36,5 19,3 -
Bangunan
1 3 36,5 19,3 -
10. Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang, dilaksanakan, dan
diawasi secara profesional.
14. Bangunan dilengkapi izin mendirikan bangunan dan izin penggunaan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelengkapan Prasarana Dan Sarana
Ruang Sirkulasi
Berikut standar ruang sirkulasi madrasah aliyyah (MA) dari Permendiknas No. 24
Tahun 2007.
a. Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar ruang
dalam bangunan sekolah/madrasah dan sebagai tempat berlangsungnya
kegialan bermain dan interaksi sosial siswa di luar jam pelajaran, terutama pada
saat hujan ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung
di halaman sekolah/madrasah.
b. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan ruang-ruang di
dalam bangunan sekolah/madrasah dengan luas minimum adalah 30% dari luas
total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum adalah 1,8 m, dan tinggi
minimum adalah 2,5 m.
c. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik,
beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d. Koridor tanpa dinding pada lantai alas bangunan bertingkat dilengkapi pagar
pengaman dengan tinggi 90-110 cm.
e. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan bertingkat dengan panjang
lebih dari 30 m dilengkapi minimum dua buah tangga.
f. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat tidak
lebih dari 25 m.
g. Lebar minimum tangga adalah 1,8 m, tinggi maksimum anak tangga adalah 17
cm, lebar anak tangga adalah 25-30 cm, dan dilengkapi pegangan tangan yang
kokoh dengan tinggi 85-90 cm.
h. Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga hams dilengkapi bordes dengan
lebar minimum sama dengan lebar tangga.
i. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
Pondok Pesantren Tahfidz Al-Karimah di Kabupaten Kubu Raya terdiri dari beberapa
massa bangunan, yaitu : Masjid, Sekolah, Asrama, Pengelola dan area permukiman
Kiai/Ustadz. Sirkulasi kendaraan diletakan dekat dengan jalan utama. Sirkulasi
pejalan kaki diletakan pada bagian tengah site. Sirkulasi servis diletakan pada
sekeliling bangunan Masjid. Konsep hijab diterapkan melalui pemisahan antara zona
santri putra-putri yang terdapat di bagian kanan dan kiri pada perancangan Pondok
Pesantren.
Area permukiman Ustadz diletakan pada posisi tengah atau tepat berada di belakang
bangunan Masjid. Area permukiman Ustadz tersebut sekaligus berfungsi sebagai
pembatas antara zona santri putra dan putri sehingga tidak saling bertemu ataupun
berhadapan. Area tahfidz dan bangunan Sekolah diletakkan terintegrasi sehingga
menyebabkan area ini menjadi datum di lingkungan Pondok Pesantren. Bangunan
Asrama diletakkan pada bagian belakang kawasan untuk menjaga privasi para santri
dari lingkungan luar.
Ringkasan Kesimpulan :
1. Penerapan konsep hijab pada zonasi serta sirkulasi pondok pesantren yang
berusaha untuk menurunkan dari isu yang ada hingga organisasi ruang.
2. Penerapan transformasi yang unik melalui berbagai konsep yang tersedia
dari hasil analisis untuk mencapai tujuan yaitu menciptakan kenyamanan dan
suasana yang sesuai bagi para santri dalam menghafal Al-Qur’an.
3. Penerapan pada lansekap juga menjadi sesuatu yang menarik menyesuaikan
dengan analisis site dengan tujuan yang sama.
Masjid ini dibangun di atas lahan milik Pemprov DKI Jakarta seluas 2.4 hektare
dengan 2 lantai. Nuansa ornamen Betawi terlihat pada desain masjid ini. Konsep dari
bangunan ini mengambil desain rumah Bapang khas Betawi, atap bangunan
berbentuk segitiga dan ornamen gigi balang. Bentuk bangunan membentuk huruf T.
Bagian tengah khusus untuk ibadah, bagian sisi kanan kiri untuk kegiatan lainnya.
Selain itu masjid ini dibangun dengan konsep 5 menara yang melambangkan rukun
Islam.
Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari terdiri dari dua lantai. Lantai bawah terdapat sebuah
aula yang digunakan untuk berbagai kegiatan. Sementara itu, di lantai dua merupakan
tempat untuk salat dan ada juga beberapa ruangan untuk pengelola atau pengurus
masjid.
Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari sendiri dapat menampung sekitar 12.500 jamaah.
Sementara itu, alasan masjid ini diberi nama KH Hasyim Asy’ari tak lain untuk
menghormati jasa dari pendiri organisasi Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).
Konsep bentuk bangunan didasarkan dari bentuk ornamen Betawi gigi balang yang
memiliki bentukan memanjang dan bentukan dasar berupa meruncing seperti
segitiga, melengkung seperti lingkaran dengan orientasi melintang dari timur ke barat
karena menghadap ke kiblat, selain itu juga dapat menghindari panas berlebih dari
cahaya matahari.
Untuk tampilan bangunan utama menggunakan ornamen Betawi gigi balang dan
melati sedangkan untuk bangunan pendukung menggunakan ornamen gigi balang
(dengan cara lain dalam membuat ornamen baru), langkan (untuk tampilan bangunan
bagian bawah) dan bunga cempaka (pada kolom dengan memunculkan bentuk baru).
Ringkasan Kesimpulan :
Dari Masjid Raya KH. Hasyim Asy’ari ini dapat dipelajari mengenai :
Ringkasan Kesimpulan :
1. Penerapan konsep hijab dalam sirkulasi yang membatasi antara santri putra
dan santri putri dan ada juga zonasi dimana santri putra dan santri putri
dapat berkumpul akantetapi hanya dalam ranah pendidikan atau lebih
kepada proses pembelajaran yang didampingi dengan guru.
2. Fasilitas yang tersedia sangat lengkap dan sesuai standar, karena sudah
bertaraf internasional. Baik itu fasilitas gedung maupun fsilitas ruang didalam
suatu gedung tertentu.
3. Desain bangunan fasilitas menggunakan gaya kontemporer karena
menyesuaikan dengan pondok modern sebagai model pondok.
2.3. Gambaran Awal Rancangan
Desain madrasah aliyyah dengan menciptakan ruang sirkulasi yang berbeda antara
santri putra dan putri sesuai dengan hasil analisis, zoning, dan organisasi ruang yang
dilakukan. Karena visi kedepan dalam kurikulum mengharuskan pemisahan antara
santri putra dan putri, maka bangunan akan dipisahkan antara area putra dan putri
tetapi masih dalam satu gedung.
Jadi ruang kelas dipisah masing masing putra dan putri selain ruang fasilitas lain yang
bisa digunakan bergantian seperti laboratorium dan perpustakaan. Koridor setiap
ruang kelas putra dan putri akan terhubung dengan entrance atau pintu masuk yang
berbeda dari sirkulasi yang berbeda, disini akan dibedakan sesuai psikologis masing
masing. Sirkulasi ruang luar akan dipisahkan dari asrama hingga madrasah.
Untuk langgam arsitektur yang akan diterapkan dalam desain madrasah aliyyah akan
menyesuaikan dari hasil analisis, baik itu analisis tema, pendekatan, site, dan lain
sebagainya. Lebih kepada menguatkan karakter daerah setempat, sehingga bila desain
ditempatkan di daerah yang lain tidak cocok dan hanya cocok bila ditempatkan
didaerah setempatnya tadi.
Kemudian area lansekap juga menjadi aspek desain yang tidak kalah penting, dengan
merancang lansekap yang rapi dan mampu mendongkrak aspek dan nilai lain dari
gedung madrasah aliyyah. Untuk material yang digunakan diharapkan dapat
dijangkau dengan mudah dari daearah setempat yaitu daerah pandeglang dan
sekitarnya. Yang kedua hal ini juga tidak akan jauh dari hasil analisis sehingga dapat
menghasilkan desain secara optimal.
Buku :
Abdullah Nashih Ulwan. 1999. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani.
Geertz, Clifford. 2014. Agama Jawa Abangan Santri Priyai Dalam Kebudayaan Jawa.
Terjemahan Aswab Mahasin dan Bur Rasuanto. Depok: Komunitas Bambu.
Utaberta, Nangkula. 2008. Arsitektur Islam : Pemikiran, Diskusi dan Pencarian Bentuk.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Dahlan, Achmad Zainy. 2018. Pengaruh Desain Layout Ruang Kelas di Pondok
Pesantren Ar-Risalah Lirboyo Kota Kediri Terhadap Efektivitas Belajar Santri. KTI
Arsitektur UII
Putra, Uray Gilang Kencana. 2017. Perancangan Pondok Pesantren Tahfidz Al-Karimah
di Kabupaten Kubu Raya. Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura
Volume 5 Nomor 2 Hal : 90-100
Putro, Khamim Zarkasih. 2017. Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa
Remaja. APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama Volume 17, Nomor 1, Hal: 25-32
Sativa. 2011. Arsitektur Islam atau Arsitektur Islami. NALARs Volume10 Nomor 1 Hal :
29-38
Internet :
http://poskotanews.com/2018/05/30/mengintip-kemegahan-masjid-raya-kh-
hasyim-asyari/ diakses pada : 6 Maret 2019
https://kumparan.com/@kumparannews/masjid-daan-mogot-bergaya-betawi-
bukan-tanda-salib diakses pada : 6 Maret 2019
http://www.ideapersada.com/2016/03/asrama-pondok-pesantren.html diakses
pada : 8 Maret 2019