Hadis Tentang Perbankan (Investasi/tabungan)
Hadis Tentang Perbankan (Investasi/tabungan)
Kelompok 9:
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Investasi merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting bagi
negara yang sedang berkembang maupun di negara yang sudah maju. Karena
investasi menjadi alat untuk memperbanyak pengeluaran barang dan jasa yang akan
datang dan pada saat yang bersamaan akan memperluas kesempatan kerja. Hal ini
pula yang menjadikan tipe investor lebih baik dilihat dari kaca mata Islam. Sebab
dengan menjadi investor hal itu akan lebih mendatangkan manfaat dari pada halnya
sebagai seorang karyawan saja. Dengan menjadi investor ia dapat memberikan
manfaat bagi dirinya juga bagi masyarakat di sekitarnya.
Investasi berkaitan dengan pengeluaran dana pada saat sekarang dan
manfaatnya baru akan diterima dimasa datang, maka investasi dihadapkan pada
berbagai macam resiko. Paling tidak ada dua resiko yang akan dihadapi oleh seorang
investor, yakni nilai riil dari uang yang akan diterima dimasa yang akan datang dan
resiko mengenai ketidakpastian menerima uang dalam jumlah yang sesuai dengan
yang diperkirakan akan diterima dimasa yang akan datang. Sebagai seorang muslim,
tentunya kita harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan investasi jika
dikaitkan dengan syariah Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan investasi?
2. Apa saja hadits tentang investasi ?
3. Apa saja investasi yang dilarang ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Investasi
Investasi, berasal dari kata إستثمر yang artinya membuahkan. Sedangkan
dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, investasi adalah penanaman modal dalam
suatu usaha atau perusahaan dengan maksud mendapatkan keuntungan. Investasi
secara istilah adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum
menyisihkan sebagian pendapatannya agar dapat dilakukan untuk melakukan suatu
usaha dengan harapan pada suatu waktu tertentu akan mendapatkan hasil.1
Investasi juga bisa berarti menunda pemanfaatan harta yang kita miliki pada
saat ini, atau berarti menyimpan, mengelola dan mengembangkannya merupakan hal
dianjurkan dalam Al-Qur’an, salah satunya adalah dengan menabung. Jadi, investasi
syari’ah adalah usaha yang dilakukan seseorang dengan menanamkan modalnya pada
suatu perusahaan atau bisnis yang sesuai dengan syari’ah dengan tujuan mendapatkan
keuntungan profit dan keuntungan sosial.
1
Em Zul Fajri & Ratu Aprilia Senja, “Kamus Lengkap Bahasa Indonesia”, Difa Publisher.
2
Nashiruddin Al-Banawi, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm.450-451
Hadits tersebut menjelaskan tentang berinvestasi dengan ketentuan yang benar
yang tidak menimbulkan kerugian dari pihak yang terlibat didalamnya.
Dalam berinvestasi haruslah memerhatikan kehalalan dari suatu hal yang akan
diinvestasikan, seperti dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim:
سلَّ َم
َ علَ ْي ِه َو
َ ُص َّلى هللا
َ ِس ْو َل هللا
ُ س ِمعْتُ َر َ ع ْن ُه َما َقا َل
َ ُشي ٍْر َر ِض َي هللا ِ ان ب ِْن َبِ هللا النُّ ْع َم
ِ ع ْب ِدَ ع َْن أَ ِبي
فَ َم ِن،اس
ِ شتَبِ َهات ْلَ يَ ْع َل ُم ُهنَّ َك ِثيْر ِمنَ ال َّنْ إِنَّ ا ْل َحَلَ َل بَ ِين َو ِإنَّ ا ْل َح َرا َم َبيِن َو َب ْينَ ُه َما أ ُ ُم ْور ُم: يَقُ ْو ُل
َ كَال َّرا ِعي يَ ْر،ت َوقَ َع فِي ا ْل َح َر ِام
عى َح ْو َل ُّ َو َم ْن َوقَ َع ِفي ال،ستَب َْرأَ ِل ِد ْي ِن ِه َو ِع ْر ِض ِه
ِ شبُ َها ْ ت فَقَ ْد ا ُّ اتَّقَى ال
ِ شبُ َها
ًضغَة ْ س ِد ُم َ أَْلَ َوإِنَّ ِلك ُِل َملِكٍ ِح ًمى أَْلَ َوإِنَّ ِح َمى هللاِ َم َح ِار ُمهُ أَْلَ َوإِنَّ فِي ا ْل َج،شكُ أَ ْن يَ ْرت َ َع فِ ْي ِه
ِ ا ْل ِح َمى يُ ْو
ُ س ُد ُكلُّهُ أَْلَ َو ِه َي ا ْل َق ْل
ب َ َسدَتْ ف
َ س َد ا ْل َج َ َس ُد ُكلُّهُ َو ِإذَا ف
َ ص َل َح ا ْل َج َ إِذَا
َ ْصلَ َحت
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami (Abu Nu'aim) Telah menceritakan
kepada kami (Zakaria) dari ('Amir) berkata; aku mendengar (An Nu'man bin Basyir)
berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Yang halal
sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas. Namun diantara keduanya ada perkara
syubhat (samar) yang tidak diketahui oleh banyak orang. Maka barang siapa yang
menjauhi diri dari yang syubhat berarti telah memelihara agamanya dan
kehormatannya.” (HR. Bukhari Nomor 50 dan Muslim Nomor 2996)
ِ أَنَّ ال َّن ِب َّي صلى هللا عليه وسلم نَ َهى ع َْن َبي
َ ْع الث َّ َم ِر َحت َّى َي ْبد َُو
صَلَ ُحه
Hadist tersebut menjelaskan bahwa jual beli itu sangat dilarang karena hal
tersebut termasuk perbuatan tipu daya. Begitu juga perbuatan tipu daya dan
curang dalam melakukan investasi sangat dilarang, karena setiap investasi yang
didasari dengan tipu daya muslihat hukumnya haram.
3
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 2003) hlm. 141.
“akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian
syariat ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau
salah satunya.”4
Dengan demikian riba menurut istilah ahli fiqh adalah penambahan pada
salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak
semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam
sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang
diistilahkan dengan nama “riba” dan al-qur’an datang menerangkan
pengharamannya adalah tambahan yang diambil sebagai ganti rugi dari tempo,
qatadah berkata: “sesungguhnya riba orang jahiliyah adalah seseorang menjual
satu jualan sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo dan orang yang
berhutang tidak bisa membayarnya dia menambah hutangnya dan melambatkan
tempo.”
َ الربَا َو ُم َو ِكلَهُ َوكَا ِتبَهُ َو
)شا ِه َد ْي ِه (رواه المسلم ُ ع َْن َجابِ ٍر لَ َعنَ َر
ِ س ْو ُل هللاِ آ ِك َل
4
Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2010, Fiqh Muamalat System Transaksi dalam Islam, Jakarta: AMZAH, hlm.
215.
ِ ث ُ َّم أ َ ْنتَ فِى ُك ِل.َإِذَا أ َ ْنتَ بَايَ ْعتَ فَقُ ْل ْلَ ِخَلَبَة
ِ س ْلعَ ٍة ا ْبت َ ْعت َ َها بِا ْل ِخيَ ِار ثََلَث لَيَا ٍل فَ ِإ ْن َر ِضيْتَ فَأ َ ْم
ْسك
اح ِبه
ِ صَ علَى ْ َس ِخ ْطتَ ف
َ ار ُد ْد َها َ َوإِ ْن
َ ُ َوه َُو ا ْبن- ع َْن يَحْ يَى- يَ ْعنِى ا ْبنَ ِبَلَ ٍل- ُس َل ْي َمان
- س ِعي ٍد ٍ َسلَ َمةَ ب ِْن َق ْعن
ُ ب َح َّدثَنَا ْ َّللاِ ْبنُ َم َ َح َّدثَنَا
َّ ع ْب ُد
« َم ِن احْ تَك ََر-صلى هللا عليه وسلم- َِّللا َّ سو ُلُ ِث أَنَّ َم ْع َم ًرا قَا َل َقا َل َر
ُ ب يُ َحد ِ س َّي َ َقَا َل كَان
َ س ِعي ُد ْبنُ ا ْل ُم
َ ِث َهذَا ا ْل َحد
ِيث كَانَ يَحْ ت َ ِكر َ س ِعي ٍد َف ِإ َّنكَ تَحْ ت َ ِك ُر َقا َل
ُ س ِعيد ِإنَّ َم ْع َم ًرا الَّذِى كَانَ يُ َحد َ فَ ِقي َل ِل.» اطئ
ِ فَ ُه َو َخ
)(رواه مسلم
Artinya: “Malik berkata; dari (Nafi') dari (Abdullah bin Umar) berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang berjualan dengan cara najasy."
Malik berkata; "Najasy ialah engkau beli barang dagangannya dengan harga yang
lebih tinggi, tidak dengan niat untuk membelinya; hingga orang-orang
mengikutimu." (HR. Malik Nomor 1190).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam tidak melarang umat muslim untuk berinvestasi tapi menganjurkannya
berinvestasi untuk mensejahterakan keluarganya tetapi dengan cara dan sesuai aturan-
aturan islam. Ada banyak jenis investasi, jika ingin berinvestasi dipasar modal
sebaiknya teliti memilihinya ada tidaknya unsur-unsur haram. Karena jika salah
dalam memilih berinvestasi akan fatal akibatnya.
Dalam berinvestasi ada beberapa prinsip yang harus di penuhi antara lain
prinsip halal, prinsip maslahah dan prinsip terhindar dari investasi yang haram.
Prinsip terhindar dari investasi yg haram sendiri ada beberapa macam antara lain:
1. Haram karena tadlis
2. Haram karena maysir
3. Haram karena gharar
4. Haram karena riba
5. Haram karena al-ghabn
6. Haram karena ikhtikar dan an-najasy
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan dan sampaikan, semoga
bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada penulisan atau kata-kata yang kurang
berkenan kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun senanntiasa kami
harpkan untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga bermanfaat dan
terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Fajri, Em Zul, Ratu Aprilia Senja. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa Publisher.
Rahman, Afzalur. 2003. Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf.
Aziz, Abdul, Muhammad Azzam. 2010. Fiqh Muamalat System Transaksi dalam
Islam, Jakarta: AMZAH.