Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan belajar mengajar sebagai salah satu masalah rutin yang

umumnya dilaksanakan guru di kelas, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri

akan tetapi terkait dengan berbagai faktor dan unsur. Oleh karena itu

eksistensi seorang guru tidak hanya diukur dari penguasaan materi pelajaran

atau menyiapkan perangkat-perangkat media yang diperlukan akan tetapi

juga kemampuan menciptakan kondisi belajar yang kondusif.

Selama ini perhatian sangat besar ditujukan pada upaya memberikan

materi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik, sangat jarang

diperhatikan perbedaan-perbedaan individu dan suasana kelas yang

sesungguhnya sangat mempengaruhi proses belajar mengajar.

Berdasar pengamatan di lapangan, proses pembelajaran di sekolah

dewasa ini kurang meningkatkan motivasi dan aktivitas peserta didik. Masih

banyak tenaga pendidik yang menggunakan tipe konvensional secara

monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar

terkesan kaku dan didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi

biasanya guru menggunakan tipe ceramah dimana peserta didik hanya

duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikan guru dan sedikit

peluang bagi peserta didik untuk bertanya. Dengan demikian suasana

pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga peserta didik menjadi pasif.

1
2

Proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menuntut adanya

partisifasi aktif dari seluruh peserta didik. Jadi kegiatan belajar berpusat

pada peserta didik, guru sebagai motivator dan fasilitator didalamnya agar

suasana kelas lebih hidup.

Belajar kooperatif merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan

pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Belajar kooperatif memberikan kesempatan pada peserta didik untuk saling

berinteraksi. Peserta didik yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep

pada temannya sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat

efektif yang bisa memberikan hasil belajar yang jauh lebih maksimal

daripada kalau dia mendengarkan penjelasan guru.

Rendahnya hasil belajar pada mata pelajaran IPA yang diperoleh

peserta didik kelas VIII SMP Negeri Tublopo, juga diakibatkan dari cara

belajar peserta didik yang masih salah. Selama ini peserta didik belajarnya

dengan cara menghafal (rote learning) bukan dimengerti atau dipahami

sehingga tidak menghasilkan pembelajaran yang bermakna (meaningful

learning). Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya perolehan skor

nilai hasil belajar dari ulangan harian / ulangan blok sangat rendah, yaitu

berkisar antara 60% sampai dengan 70% di bawah KKM (Kriteris

Ketuntasan Minimal) yang sudah ditetapkan. Berarti hanya sekitar 30%

sampai dengan 40% yang sudah tuntas. Belajar dikatakan tuntas bila

peserta didik telah mencapai prestasi belajar atau nilai dengan skor ≥ 60.
3

Dengan demikian hasil belajar IPA peserta didik kelas VIII SMP Negeri

Tublopo masih dianggap rendah.

Bertolak dari pandangan bahwa belajar adalah mengalami sesuatu,

prosesnya dapat berupa berbuat, bereaksi, mengalami sesuatu, menghayati

sesuatu. Mengalami sesuatu berarti menghayati situasi-situasi yang

sebenarnya dan mereaksi terhadap berbagai aspek situasi itu untuk tujuan-

tujuan yang nyata bagi peserta didik. Oleh karena itu dalam proses

pembelajaran diperlukan suatu metode pembelajaran yang dapat

membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Maka untuk memecahkan

permasalahan pembelajaran konsep IPA yang sulit dipahami, peneliti akan

mencoba memberikan upaya melalui pembelajaran kooperatif dengan tipe

jigsaw.

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian di atas, peneliti dapat

mengidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :

1. Situasi belajar peserta didik akan lebih kondusif dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw membangkitkan motivasi

belajar peserta didik dalam mata pelajaran IPA.

3. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw membangkitkan aktivitas

belajar peserta didik.

4. Motivasi belajar peserta didik dapat meningkatkan hasil belajar.

5. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil

belajar peserta didik.


4

Atas dasar kenyataan yang diuraikan tersebut, penulis tertarik untuk

mengangkat judul penelitian “Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar

Mata Pelajaran IPA melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw peserta

didik kelas VIII SMP Negeri Tublopo Kabupaten Timor Tengah Utara”.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah.

1. Masalah dalam penelitian ini penulis dibatasi pada :

a. Proses pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan

motivasi belajar peserta didik dalam mata pelajaran IPA khususnya

pada konsep energi dan usaha.

b. Proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil

belajar IPA khususnya pada konsep energi dan usaha.

2. Dalam penelitian ini penulis memberikan perumusan masalah sebagai

berikut :

a. Apakah proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat

meningkatkan motivasi belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri

Tublopo pada mata pelajara IPA khususnya dalam konsep energi dan

usaha.

b. Apakah proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat

meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri

Tublopo pada mata pelajaran IPA khususnya dalam konsep energi dan

usaha.
5

D. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar IPA konsep energi dan

usaha melalui proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw peserta didik

kelas VIII SMP Negeri Tublopo.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA konsep energi dan

usaha melalui proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw peserta didik

kelas VIII SMP Negeri Tublopo.

E. Manfaat Hasil Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi peserta didik, kegiatan pembelajaran dengan tipe jigsaw dapat

meningkatkan motivasi belajar, dan meningkatkan kegairahan belajar,

karena bisa menarik perhatian peserta didik dengan anggota kelompoknya

yang akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih

hidup, maka hasil belajarnya pun meningkat.

2. Bagi guru, kegiatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat

menciptakan situasi belajar mengajar yang efektif dan efisien (suasana

belajar yang kondusif), mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi

dan inovatif serta meningkatkan pemahaman guru dalam melakukan

tindakan kelas. Sebagai upaya untuk mengatasi pembelajaran yang

konvensional, dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu proses belajar

mengajar di kelas.
6

3. Bagi sekolah, penelitian ini dapat membantu memperbaiki proses

pembelajaran, khususnya mata pelajaran IPA, sehingga sekolah bisa

memfasilitasi segala keperluan untuk kelancaran proses pembelajaran

tersebut.
7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar

Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa yang bersifat individual

yakni terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman

individu. Pengalaman dapat berupa situasi belajar yang sengaja diciptakan

oleh orang lain atau situasi yang tercipta begitu adanya. Peristiwa belajar yang

terjadi karena dirancang oleh orang lain di luar diri individu sebagai pebelajar

biasa disebut proses pembelajaran. Proses ini biasa dirancang oleh guru.

Istilah belajar berarti suatu proses perubahan sikap dan tingkah laku

pada diri individu yang biasanya terjadi setelah adanya interaksi dengan

sumber belajar, sumber belajar ini dapat berupa buku, lingkungan, guru atau

sesama teman. Menurut pendapat Nana Sudjana ( 1985 : 5) mengemukakan

bahwa : “Belajar adalah sesuatu proses yang ditandai dengan adanya

perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar

dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan,

pemahaman, sikap, dan tingkahlaku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta

perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”.

Adapun istilah mengajar adalah menciptakan situasi yang mampu

merangsang siswa untuk belajar. Hal ini tidak harus berupa proses

transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa. Aa Rooyakkers (1984 :

13) mengatakan bahwa : “Proses mengajar adalah menyampaikan bahan


8

pelajaran yang berarti melaksanakan beberapa kegiatan. Kegiatan tersebut

tidak ada gunanya jika tidak mengarah pada tujuan tertentu”

Kegiatan belajar mengajar sebagai salah satu bentuk pendidikan yang

multi variable sudah tentu dalam proses penyelenggaraannya akan turut

dipengaruhi serta melibatkan faktor-faktor lain.

Faktor tersebut menurut Muhibin Syah (1995 : 132) secara umum

terbagi atas tiga macam berupa :

(1) Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa seperti
halnya minat, bakat dan kemampuan.
(2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari lingkungan disekitar
siswa seperti keadaan keluarga, latar belakang ekonomi dan
kemampuan guru dalam mengajar.
(3) Faktor pendekatan mengajar, berupa upaya belajar siswa yang meliputi
strategi dan metode yang digunakan dalam melakukan kegiatan
pembelajaran.

Dengan demikian, untuk menciptakan proses pembelajaran yang tepat

dibutuhkan suatu formula bentuk pembelajaran yang utuh dan tentu saja

menyeluruh, dalam arti proses pembelajaran melibatkan aktivitas siswa. Jadi

pada hakekatnya, belajar adalah wujud keaktifan siswa walaupun derajatnya

tidak sama antara siswa satu dengan yang lainnya dalam suatu proses belajar

mengajar di kelas. Tetapi terdapat banyak keaktifan yang tak dapat dilihat

dengan mata atau tak dapat diamati, misalnya menggunakan hasanah ilmu

pengetahuannya untuk memecahkan masalah, memilih teorama-teorama untuk

membuktikan proposisi, melakukan asimilasi dan atau akomodasi untuk

memperoleh ilmu pengetahuan baru. Jadi yang dimaksud siswa belajar secara

aktif adalah belajar dengan melibatkan keaktifan mental walaupun dalam

banyak hal diperlukan keaktifan fisik. Setelah berakhirnya proses


9

pembelajaran biasanya diperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari suatu

interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar

diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar

merupakan puncak proses belajar (Dimyati, 1999 : 3).

Sementara itu, Ahmadi (1984 : 35) mengemukakan bahwa hasil belajar

adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha hasil belajar

berupa perwujudan prestasi belajar siswa yang dapat dilihat pada nilai setiap

mengikuti tes.

Menurut Sudjana (1999 : 25), hasil belajar pada dasarnya adalah

perubahan tingkah laku atau keterampilan yang berupa pengetahuan,

pemahaman, sikap dan aspek lain lewat serangkaian kegiatan membaca,

mengamati, mendengar, meniru, menulis, dan lain sebagainya, sebagai bentuk

pengalaman individu dengan lingkungan. Hasil belajar dipengaruhi 2 faktor,

yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa)

Faktor ini meliputi faktor fisiologis maupun psikologis. Faktor fisiologis

antara lain: cacat badan, kesehatan dan sebagainya. Faktor psikologis

antara lain berupa motivasi, minat, reaksi, konsentrasi, organisasi, repetisi,

komprehensif, dan sebagainya.

b. Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa)

Faktor ini datangnya dari luar diri siswa, faktor ini melipui faktor

keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketersediaan sarana dan prasarana

atau adanya laboratorium.


10

Hasil belajar dapat digolongkan pada hasil yang bersifat penguasaan

sesaat dan penguasaan berkelanjutan. Penguasaan sesaat contohnya

pengetahuan tentang fakta, teori, istilah-istilah, pendapat dan sebagainya.

Hasil belajar yang bersifat berkelanjutan harus dilakukan terus menerus dalam

hampir setiap kegiatan belajar. Penguasaan berkelanjutan misalnya

keterampilan tertentu dalam mengolah suatu produk, menyelesaikan

perhitungan dan sebagainya.

Agar hasil belajar yang dicapai oleh siswa tinggi dan berkualitas,

tujuan pengajaran yang dicapai juga tinggi, sangat dipengaruhi oleh proses

interaksi antara guru dan siswa. Interaksi antara guru dan siswa akan baik bila

komunikasi antara guru dan siswa juga berjalan dengan baik.

Kemudian untuk mengukur hasil belajar dalam penentuan keberhasilan

siswa dalam suatu proses pembelajaran yang sering digunakan adalah berupa

tes hasil belajar. Tes hasil belajar disusun berdasarkan tujuan penggunaan tes

itu sendiri, misalnya dalam bentuk pretes dan postes. Pretes adalah tes yang

diberikan sebelum suatu pelajaran dimulai yang bertujuan untuk mengetahui

sejauhmana siswa telah menguasai bahan yang akan diberikan. Sedangkan

postes adalah tes yang diberikan sesudah suatu pelajaran selesai diajarkan,

tujuannya adalah untuk mengetahui sejauhmana siswa tersebut telah

menguasai bahan yang telah diajarkan. Perbedaan hasil kedua jenis tes ini

akan ditentukan oleh kualitas pembelajarannya. Jika proses pembelajaran

baik maka pengaruhnya ialah terdapat perbedaan yang besar antara postes

dengan pretes. Pertanyaan-pertanyaan pada pretes harus dibuat sama dengan


11

pertanyaan-pertanyaan pada postes, supaya kedua hasil tes ini dapat

dibandingkan.

B. Motivasi Belajar

Menurut Tita Rosita (1995 : 102) “Motivasi adalah dorongan dasar

yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri

seseorang yang menggerakan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan

dorongan dalam dirinya”.

Agar pembelajaran menjadi lebih berkualitas maka guru harus dapat

membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, sebab jika tidak ada dorongan

dalam diri siswa untuk belajar, maka proses pembelajaran tidak akan efektif.

Siswa yang termotivasi belajar akan berpartisipasi secara aktif dalam pelajaran

yang berlangsung tanpa rasa terpaksa, tetapi secara sukarela atas inisiatif

sendiri. Sebagai akibat dari hal ini maka hasil belajar yang dicapai akan lebih

lama diserap, karena dengan adanya motivasi belajar tersebut maka dorongan

dalam diri siswa akan terpenuhi; dan siswa akan merasa puas dengan hasil

belajar yang dirasakan sebagai pemenuhan kebutuhan.

Dalam kegiatan belajar di kelas ada tiga hal pokok yang perlu

diperhatikan yaitu: 1) kemana siswa menuju pada akhir kegiatan, 2)

bagaimana caranya agar siswa tiba pada sasaran yang dituju, 3) bagaimana

agar dapat diketahui apakah sasaran yang dituju itu sudah tercapai atau belum.

Agar melalui ketiga hal tersebut guru harus menciptakan kondisi yang dapat

merangsang timbulnya motivasi belajar siswa.


12

Menurut Ratna Wilis Dahar (1985 : 8) “Motivasi berfungsi mengikat

perhatian siswa, menggiatkan semangat belajar, menyediakan kondisi yang

optimal untuk belajar”. Oleh karena itu maka guru harus membangkitkan

motivasi belajar siswa terlebih dahulu sebelum proses pembelajaran dimulai.

Selanjutnya Ratna Wilis Dahar (1985 : 8) mengemukakan bahwa Motivasi

juga dapat berfungsi untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang

dihadapinya, khususnya untuk menemukan jalan untuk mencapai tujuan

belajar. Dalam hal ini diharapkan siswa dapat menyelesaikan tugas yang

diberikan dalam kelompoknya mengenai materi pelajaran yang dipelajarinya.

Berdasarkan penyebab timbulnya, ada dua jenis motivasi; yaitu motivasi

ekstrinsik dan motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang

timbul dari luar diri individu, baik yang disebabkan oleh orang lain maupun

oleh keadaan alam dan lingkungan. Seperti keluarga, masyarakat, sekolah.

Motivasi instrinsik yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri

tanpa tekanan dari luar.

Menurut Ratna Wilis Dahar (1985 : 13) “Motivasi instrinsik jauh lebih

kuat dari pada motivasi ekstrinsik, karena timbulnya motivasi instrinsik ini

sepenuhnya disadari oleh individu yang terlibat, tanpa desakan atau dorongan

apapun”. Motivasi instrinsik dapat mengubah sikap seseorang dari malas

menjadi giat belajar. Motivasi ekstrinsik dapat membantu timbulnya motivasi

instrinsik, yang berpengaruh lebih kuat terhadap keberhasilan belajar.

Kemungkinan penyebab rendahnya motivasi belajar siswa diantaranya,

siswa beranggapan bahwa mata pelajaran IPA itu sulit. kemungkinan lainnya
13

adalah model pembelajaran yang digunakan masih berorientasi pada guru

sehingga siswa belum terlibat aktif secara maksimal dalam proses

pembelajaran, oleh karena itu maka perlu upaya untuk membangkitkan

motivasi belajar dan meningkatkan kualitas pembelajaran IPA agar hasil

pembelajaran menjadi bermakna perlu menggunakan pendekatan yang sesuai,

antara lain dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif (cooperative

learning).

C. Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model

pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Pembelajaran

kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham

konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan

sejumlah siswa sebagai anggota kelompok yang tingkat kemampuannya

berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota

kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami

materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum

selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan

pelajaran.

Menurut Anita Lie (2004 : 29), “Model pembelajaran cooperative

learning tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar

pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian

kelompok yang dilakukan asal-asalan”.


14

Penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan hasil yang

efektif kalau memperhatikan dua prinsip inti berikut. Yang pertama adalah

adanya saling ketergantungan yang positif. Semua anggota dalam kelompok

saling bergantung kepada anggota lain dalam mencapai tujuan kelompok,

misalnya menyelesaikan tugas dari guru. Prinsip yang kedua adalah

tanggungjawab pribadi (individual accountability). Di sini setiap anggota

kelompok harus memiliki kontribusi aktif dalam bekerja sama.

D. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ( Model Tim Ahli )

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran

kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang

bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu

mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Jigsaw

didesain untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap

pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya

mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan

dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya . Dengan

demikian, jigsaw juga dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Menurut Anita Lie (2004 : 69), “siswa bekerja dengan sesama siswa

dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk

mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi”.

Para anggota dari kelompok yang berbeda dengan topik yang sama

bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lian tentang topik

pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu


15

kembali pada kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya

apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

Langkah-langkah Jigsaw adalah sebagai berikut :

1. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Tiap kelompok beranggotakan 4

sampai dengan 6 orang. Sebaiknya kelompok terdiri atas siswa dengan

beragam latar belakang, misalnya dari segi prestasi, jenis kelamin, suku,

agama, status sosial dan lain-lain. Kelompok ini disebut kelompok asal.

2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda

3. Setiap siswa yang mendapat sub topik yang sama berkumpul membentuk

tim ahli. Tim ahli membahas sub topik masing-masing dan menjadi ahli

dalam topik itu.

4. Setelah selesai berdiskusi dalam tim ahli, anggota kembali ke kelompok

asal masing-masing. Kemudian secara bergantian, tiap siswa yang telah

menjadi ahli mengajar teman satu tim mereka tentang sub topik yang

mereka kuasai.

5. Kelompok asal mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, atau

membuat rangkuman. Guru bisa juga memberikan tes pada kelompok.

Tapi pada saat mengerjakan tes siswa tidak boleh bekerja sama.

Bagan pengelolaan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

I ABCD ABCD ABCD ABCD

II AAAA BBBB CCCC DDDD


16

Keterangan :

I : Kelompok asal

II : Kelompok ahli

E. Gambaran Umum Konsep Energi dan Usaha

Kompetensi dasar yang harus disampaikan pada konsep energi dan

usaha yang tercantum dalam standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

di kelas VIII semester genap adalah : Menjelaskan hubungan bentuk energi

dan perubahannya, prinsip usaha dan energi serta penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari.

Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja atau usaha. Energi

merupakan besaran skalar, energi bersifat kekal yang berarti tidak dapat

diciptakan atau dimusnahkan, tetapi energi hanya dapat berubah dari bentuk

energi yang satu ke bentuk yang lain.

1. Bentuk-bentuk Energi

Beberapa bentuk energi yang biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari,

antara lain energi kimia, energi kalor, energi bunyi, energi cahaya, energi

listrik, energi nuklir, dan energi mekanik.

2. Perubahan energi (Konversi Energi).

Konversi energi adalah perubahan suatu bentuk energi ke bentuk energi

lain. Alat atau benda yang melakukan konversi energi disebut converter.

3. Hukum Kekekalan Energi


17

Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi hanya

dapat berubah bentuk dari energi yang satu ke energi yang lain.

4. Sumber-sumber Energi.

Sumber energi ada yang dapat diperbarui dan ada yang tidak dapat

diperbarui. Sumber energi yang tidak dapat diperbarui ialah sumber energi yang

jika sudah habis tidak dapat diadakan lagi. Sumber energi yang dapat diperbarui

ialah sumber energi yang jika sudah habis, dapat diadakan kembali.

5. Usaha

Usaha (W) adalah hasil kali antara gaya dengan perpindahan yang searah

gaya. Benda dikatakan melakukan usaha jika ada gaya (F) yang bekerja dan ada

perpindahan (S).

Usaha dirumuskan W = F X S

F. Kerangka Berfikir

Upaya yang dilakukan oleh guru untuk dapat mencapai KKM siswa/hasil

belajar adalah melakukan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan secara

optimal. Menerapkan model dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar(KBM)

adalah merupakan contoh salah satu dari tindakan tersebut. Dalam penelitian ini

akan dicobakan suatu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Model ini

akan memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan rasa kerjasama dan

tanggungjawab dalam pencapaian KKM/hasil belajar sehingga dalam setiap

evaluasi akan ada pencapaian KKM dan bahkan melampaui KKM. Tercapainya

KKM akan meningkatkan kebermaknaan pembelajaran. Dari paparan semua ini

sudah dapat diduga bahwa upaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan
18

penelitian yang berjudul “Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Mata

Pelajaran IPA melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw peserta didik kelas

VIII SMP Negeri 2 Parigi Kabupaten Pangandaran “ benar-benar dapat terwujud

dan pasti ada respon yang positif dari peserta didik.

G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teoritis dan kerangka berfikir diatas, maka dapat

dirumuskan hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi

belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri Tublopo Kabupaten Timor

Tengah Utara.

Melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar

peserta didik kelas VIII SMP Negeri Tublopo Kabupaten Timor Tengah Utara.
19

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) atau dalam bahasa

Inggris disebut Classroom Action Research ( CAR ). Penelitian ini dimaksudkan

untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan hasil belajar siswa yang berkaitan

dengan proses pembelajaran di kelas, khususnya pada pemahaman konsep energi

dan konsep usaha dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw . Langkah-langkah yang ditempuh mulai dari perencanaan sampai dengan

pelaksanaan penelitian akan dijabarkan dalam uraian berikut ini.

A. Setting Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan pada semester genap

tahun pelajaran 2016/2017 di SMP Negeri Tublopo mulai dari bulan Januari

sampai dengan Maret sebanyak 4 kali pertemuan yang dibagi menjadi 2

siklus. Siklus I sebanyak 2 kali pertemuan dan siklus II sebanyak 2 kali

pertemuan. Jumlah jam pelajaran IPA dalam satu minggu adalah 4 jam

pelajaran dimana satu jam pelajaran waktunya 40 menit.

Subjek yang diteliti adalah siswa kelas VIII Perempuan sebanyak 19

orang dan laki-laki sebanyak 11 orang. Peneliti mengambil subjek siswa

kelas perempuan mengingat karakteristiknya cenderung lebih pasif

dibandingkan kelas laki-laki dan berdasarkan dari hasil belajar pada konsep

materi sebelumnya masih dianggap relatif rendah. .


20

B. Prosedur Siklus Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), adapun

tahapan yang akan dilakukan dalam PTK ini menggunakan model yang

dikembangkan oleh Kurt Lewin seperti disebutkan dalam Dikdasmen

(2003:18) bahwa tahap-tahap tersebut atau biasa disebut siklus (putaran)

terdiri dari empat komponen yang meliputi : (a) perencanaan (planning), (b)

aksi/tindakan (acting), (c) observasi (observing), (d) refleksi (reflecting).

Prosedur penelitian tindakan kelas ini secara garis besar dapat dilihat

dalam tabel berikut ini :

Tabel 1 : Siklus Kegiatan Penelitian

Siklus Perencanaan  Merencanakan pembelajaran yang akan


I diterapkan dilaksanakan.
 Menentukan pokok bahasan
 Mengembangkan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
 Menyiapkan sumber belajar seperti buku
 Mengembangkan format evaluasi
Tindakan  Melaksanakan KBM yang mengacu pada
rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah
disiapkan.
 Melakukan evaluasi dalam bentuk tes
kemampuan pemahaman konsep yang
dipelajari.
Pengamatan Melakukan observasi dengan menggunakan
format observasi
Refleksi  Melakukan evaluasi tindakan yang telah
dilakukan meliputi efektifitas waktu yang
telah dilaksanakan.
 Membahas hasil tindakan.
 Memperbaiki pelaksanaan tindakan yang
telah dilakukan yang belum mencapai
sasaran.
 Evaluasi tindakan.
Indikator  Instrument-instrumen yang telah disiapkan
keberhasilan siklus I pada siklus I dapat dilaksanakan semua
21

 Siswa mampu melaksanakan KBM dengan


aktifitas yang tinggi.
 Siswa mampu menunjukan bentuk-bentuk
energi dan contohnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Siklus Perencanaan  Identifikasi masalah dan penetapan alternatife
II pemecahan masalah
 Pengembangan program tindakan II
Tidakan  Pelaksanaan program tindakan II
Pengamatan  Pengumpulan data tindakan II
Refleksi  Evaluasi tindakan II
Indicator  Instrument-instrumen yang telah disiapkan
keberhasilan siklus II pada siklus II dapat terlaksanakan semua
 Aktifitas siswa dalam KBM meningkat.
 Motivasi siswa dalam KBM meningkat
 Hampir 100 % pencapaian hasil belajar
menunjukan peningkatan.

C. Metode Pengumpulan Data

1. Data

Sumber data penelitian ini adalah siswa, sedangkan jenis data yang

didapatkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif

yang meliputi :

a. Data hasil pretes dan postes

b. Hasil observasi terhadap proses Kegiatan Belajar-Mengajar

c. Jawaban angket

d. Foto kegiatan

2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, angket, pretes, dan

postes pada tiap siklus dan dilengkapi jurnal harian (catatan harian).

a. Observasi
22

Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa selama

kegiatan pembelajaran berlangsung, dari observasi tersebut dapat

dilihat peningkatan aktivitas belajar yang meliputi frekuensi aktivitas

dan peningkatan kerjasama antar siswa dalam pelaksanaan

pembelajaran.

b. Angket

Angket digunakan untuk melihat motivasi siswa dari

pembelajaran yang telah dilakukan, dimana angket adalah merupakan

tanggapan dari seluruh siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang

dilaksanakan, bermanfaat atau dapat dirasakan oleh siswa dalam rangka

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar.

c. Foto

Untuk merekam peristiwa penting seperti aspek kegiatan kelas,

aktivitas kelas atau untuk memperjelas data dan hasil observasi dari

penelitian ini, di gunakan foto. Foto ini juga dapat membantu dalam

evaluasi tentang data – data lainnya.

d. Data Tes Hasil Belajar

Data tes hasil belajar berupa data kuantitatif yang di peroleh

melalui pretes sebelum diadakan tindakan pada masing-masing siklus

dan postes setelah berakhirnya setiap siklus. Hal ini dimaksudkan agar

setiap berakhirnya disetiap siklus dapat diketahui kemajuan dan

perkembangan yang didapat oleh siswa melalui pembelajaran

pemahaman materi pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif tipe


23

jigsaw. Data hasil tes tersebut bisa di jadikan acuan, pertimbangan,

bahan refleksi, untuk merencanakan pelaksanaan pada siklus

berikutnya.

D. Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Data Observasi

Data obsevasi ini di ambil melalui pengamatan yang dilakukan

oleh kolaborator sebagai observer, yang dilakukan pada saat

berlangsungnya kegiatan pembelajaran di kelas. Pengolahannya dengan

menggunakan rumus :

A
− X 100% , dimana A = Jumlah siswa yang melakukan
B kegiatan
B = Jumlah siswa keseluruhan

b. Data Angket

Menganalisis data hasil angket dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

Jumlah responden actual


−−−−−−−−−−−−−−−−−−− X 100 %
Jumlah seluruh responden

c. Data Tes Hasil Belajar


24

Peneliti menentukan nilai setiap siswa dari hasil pretes dan

postes masing-masing siklus dengan pemberian nilai skala 100, dimana

KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) untuk pelajaran IPA adalah 60.

Kemudian menentukan banyaknya siswa yang mendapat nilai diatas

atau sama dengan 60 (siswa yang sudah tuntas). Banyaknya siswa yang

mendapat nilai ≥ 60 di hitung prosentasenya dengan menggunakan

rumus :

Jumlah siswa yang tuntas


X 100 %
Jumlah seluruh siswa

Sementara skor nilai rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan

skor nilai seluruh siswa dibagi dengan jumlah siswa.

E. Indikator Keberhasilan

Dalam penelitian ini peneliti selalu menginginkan agar metode yang

diterapkan dapat meningkatkan baik motivasi maupun hasil belajar peserta

didik terhadap pembelajaran yang diterapkan, sehingga hasil belajar/

pencapaian KKM yang sudah ditetapkan oleh sekolah dapat tercapai bahkan

mungkin supaya dapat terlampaui.

Peneliti menginginkan dalam pembelajaran tentang usaha dan energi

melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw semua anak minimal dapat

mencapai nilai KKM yaitu 67 untuk kelas VIII ,dan prosentasenya dapat

meningkat setiap saat, sehingga dalam penelitian ini antara siklus I dan siklus

II ada peningkatan nilai rata-rata maupun prosentase secara klasikal.


25

F. Indikator Keberhasilan
Jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 : Jadwal Penelitian
MINGGU KE……..
No KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Perencanaan
Proses
2
Pembelajaran
3 Evaluasi
Pengumpulan
4
Data
5 Analisis Data
Penyusunan
6
Hasil
7 Pelaporan Hasil
26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. (1984), Didaktik Metodik, Semarang, C.V. Toha Putera

Anita Lie, (2004), Cooperative Learning, Jakarta, Grasindo.

Dimyati, (1999), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, P.T. Rineka Cipta.

Mendiknas, (2006), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta


Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.

Muhibin Syah, (1995), Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru,


Bandung, Remaja Rosdakarya

Ratna Wilis Dahar (1986), Interaksi Belajar Mengajar IPA, Jakarta,


Universitas Terbuka, Depdikbud

Rooyakkers, A. (1984), Mengajar dengan Sukses, Bandung, Gramedia.

Sudjana, N. (1989), Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar


Mengajar, Bandung, Sinar Baru.

Suhardjono, Azis Hoesein, dkk. (1996) Pedoman Penyusunan Karya Ilmiah di


Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi
Widyaiswara. Jakarta : Depdikbud, Dikdasmen.

Suhardjono, (2006), Laporan Penelitian Sebagai KTI, makalah pada pelatihan


peningkatan mutu guru dalam pengembangan profesi di Pusdiklat
Diknas Sawangan, Jakarta, Februari 2006.

Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi (2006) , Penelitian Tindakan


Kelas, Jakarta, Bumi Aksara.

Tita Rosita, (1994), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Universitas Terbuka,


Depdikbud

Anda mungkin juga menyukai