PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Wajib bagi muslim mempelajari ilmu yang menjadi prasyarat untuk
menunaikan sesuatu yang menjadi kewajibannya. Dengan demikian wajib baginya
mempelajari ilmu mengenai jual beli bila berdagang. Wajib pula mempelajari ilmu
yang berhubungan dengan orang lain dan berbagai pekerjaan. Maka setiap orang yang
terjun pada suatu profesi harus mempelajari ilmu yang menghindarkannya dari
perbuatan haram di dalamnya. Kemudian setiap muslim wajib mempelajari ilmu yang
berkaitan dengan hati, seperti tawakkal (pasrah kepada Allah), inabah (kembali kepala
Allah), khauf (takut kepada murka Allah). dan rida.
Alangkah bahagianya menjadi seorang muslim, karena dengannyaAllah akan
menyelamakannya dari api neraka, namun alangkah bahagianya ketika seorang
muslim memiliki ilmu, maka Allah akan mengangkat derajatnya sebagaimana firman
Nya, dalam surat Almujadilah :11 di tegaskan :
1
5. Bagaimana hukum menyembunyikan ilmu menurut hadis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bunyi dan penjelasan hadis tentang perintah menuntut ilmu
2. Untuk mengetahui keutamaan belajar
3. Untuk mengetahui keutamaan mengajarkan ilmu
4. Untuk mengetahui urgensi ilmu
5. Mengetahui hukum menyembunyikan ilmu
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Yazid bin Abdul Qadir Jawas,Menuntut imu jalan menuju surga,(Bogor,Pustaka At-
Taqwa,2007),hlm.15
2
http://www.pengertianahli.com. Di akses tanggal 19 februari 2018
3
cobaan akan semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan pendapat antara dua
orang tentang suatu kewajiban, mereka tidak menemukan seorang pun yang dapat
menyelesaikannya.’3
3. Biografi perawi
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil al-Hudzali. Nama
julukannya “ Abu Abdirahman”. Ia sahabat ke enam yang paling dahulu masuk islam.
Ia hijrah ke Habasyah dua kali, dan mengikut semua peperangan bersama Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dalam perang Badar, Ia berhasil membunuh Abu Jahal.
Sanad paling shahih yang bersumber dari padanya ialah yang diriwayatkan
oleh Suyan ats-Tsauri, dari Mansyur bin al-Mu’tamir, dari Ibrahi, dari alqamah.
Sedangkan yang paling dlaif adalah yang diriwayatkan oleh Syuraik dari Abi Fazarah
dari Abu Said.
Ia meriwayatkan hadits dari Umar dan Sa’ad bin Mu’adz. Yang meriwayatkan
hadits darinya adalah Al-Abadillah (“Empat orang yang bernama Abdullah”), Anas
bin Malik, Jabir bin Abdullah, Abu Musa al-Asy’ari, Alqamah, Masruq, Syuraih al-
Qadli, dan beberapa yang lain. Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 848 hadits.
Beliau datang ke Medinah dan sakit disana kemudian wafat pada tahun 32 H
dan dimakamkan di Baqi, Utsman bin ‘Affan ikut menshalatkannya.4
3
Al-Imam Abi Muhammad Abdullah ibn Bahram Al-Darimi (selanjutnya disebut Al-
Darimiy), Sunan ad-Darimi, jilid 1, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 252. Hadis dengan maksud
yang sama juga diriwayatkan Ad-Daruqutni dari Abi Sa’id. Lihat, Ali ibn Umar Abu al-
Hasan ad-Daruquthni al-Baghdadi (selanjutnya disebut Al-Daruqutni), Sunan Al-
Daruquthni, juz 9, (Beirut: Dar al-Makrifah, 1386 = 1966), h. 421 dan Baihaqi dari
Abdullah. Lihat, Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain al-Bayhaqi, (slanjutnya disebut al-Bayhaqi
Sya'b) Sya’b al-Iman, Juz 2, (Beirut: Dar –Kutub al-‘Ilmiyah, 1410) cet. ke-1 h. 253
4
4. Penjelasan hadis
Dalam hadis ini, ada tiga perintah belajar, yaitu perintah mempelajari ‘al-
‘ilm’, ‘al-faraid’ dan ‘al-Qur’an’. Menurut Ibnu Mas’ud, ilmu yang dimaksud di
sini adalah ilmu syariat dan segala jenisnya. Al-Fara’id adalah ketentuan-
ketentuan baik ketentuan Islam secara umum maupun ketentuan tentang harta
warisan. Mempelajari Alquran mencakup menghafalya. Setelah dipelajari ajarkan
pula kepada orang lain supaya lebih sempurna. Beliau memerintahkan agar
sahabat mempelajari ilmu karena beliau sendiri adalah manusia seperti manusia
pada umumnya. Pada suatu saat, beliau akan wafat. Dengan adanya orang
mempelajari ilmu, ilmu pengetahuan itu tidak akan hilang.5
B. Keutamaan Belajar
1. Hadis keutamaan belajar
a. َو َم ْن: َو َء ْن أ ِبي ُه َر ْي َره ردي هللا ءنه أن رسو ل هللا صل هللا ءليه و سلم قال
ط ِر ْيقا ً إلى الجنة َ ,ً س فِ ْيه ِ ِء ْلما
َ س َّه َل هللا لَهُ ِب ِه ُ ط ِر ْيقًا َي ْلت َ ِم
َ سلَ َك
َ
Penjelasan :
4
Biografi Ibn Mas’ud dalam Al-Ishabah: Ibn Hajar Asqalani no.4945
5
Lihat, Al-Mala ‘ala al-Qari’, Mirqat al-Mafatih Syarh misykat al-Mashabih, juz 2, h. 199,
dalam al-Maktabah al-Syamilah bagian kitab-kitab syarah
6
Imam An-Nawawi,Riyadhus Shalihin dan penjelasanya,(Jakarta:Ummul
Qura,2017),hlm.804
5
ً اء ِإ َّن اْأل َ ْن ِبيَا َء لَ ْم ي َُو ِرثُوا ِد ْين
َارا َو َال د ِْر َه ًما ِإنَّ َما َو ِرث ُ ْوا ِ ِإ َّن اْلعُلَ َما َء ُه ْم َو َرثَةُ اْأل َ ْن ِب َي
اْل ِع ْل َم فَ َم ْن أ َ َخذَهُ أ َ َخذَ ِب َح ٍظ َوا ِف ٍر
“Dari Abi Darda dia berkata :”Aku mendengar Rasulullah shallallahu alahi
wa sallam bersabda”: “Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam
rangka mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju
surga, dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya karena
ridla (rela) terhadap orang yang mencari ilmu. Dan sesungguhnya orang yang
mencari ilmu akan memintakan bagi mereka siapa-siapa yang ada di langit dan
di bumi bahkan ikan-ikan yang ada di air. Dan sesungguhnya eutamaan orang
yang berilmu atas orang yang ahli ibadah seperti keutamaan (cahaya) bulan
purnama atas seluruh cahaya bintang. Sesungguhnya para ulama itu adalah
pewaris para Nabi, sesugguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu, maka barang siapa yang
mengambil bagian untuk mencari ilmu, maka dia sudah mengambil bagian
yang besar.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majjah).7
Kandungan hadis:
7
Imam An-Nawawi,Riyadhus Shalihin dan penjelasanya,(Jakarta:Ummul
Qura,2017),hlm.807
6
menegakan kebenaran dan memerangi kezaliman dengan menyebarkan ilmu
yang diterimanya dari nabi kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Semua
nabi tidaklah mewariskan harta benda untuk umatnya melainkan mewariskan
ilmu untuk kemaslahatan ummatnya. Oleh karena itu siapapun yang berusaha
menuntut ilmu dan berhasil menguasainya, maka dia telah berhasil
mendapatkan bagian yang sangat besar sebagai modal untuk menghadap Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
8
Imam An-Nawawi,Riyadhus Shalihin dan penjelasanya,(Jakarta:Ummul
Qura,2017),hlm.806
7
Islam beliau di beri nama oleh Nabi Abdurrahman atau Abdullah, dan
Ibunya bernama Maimunnah, yang memeluk islam berkat seruan Nabi.
Tetapi para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai nama beliau. Ia
berasal dari Bani Daus Bin Adnan.
Abu Hurairah secara harfiah berarti penyayang anak kucing.
Rasullullah sendirilah yang menjulukinya “Abu Hurairah” ketika beliau
melihatnya membawa seekor anak kucing. Julukan dari Rasulullah Itu
semata karena kecintaan beliau kepadanya, sehingga jarang ada orang
yang memanggilnya dengan nama sebenarnya.
Abu Hurairah datang ke Madinah pada tahun khaibar yakni pada bulan
muharam tahun 7 H, lalu memeluk agama islam. Setelah beliau memeluk
islam beliau tetap beserta Nabi dan menjadi ketua jama’ah ahlus suffah.
Karena inilah beliau mendengar hadist dari Nabi.
Menurut penahqikan bagi ibnu Makhlad, oleh ibnu dausi. Beliau
meriwayatkan hadist sejumlah 5374 hadist, dari jumlah tersebut 325 hadist
disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Bukhari sendiri meriwayatkan 93
hadist dan Muslim sejumlah 189 hadist. Sanad yang paling sahih yang
berpangkal darinya adalah: Ibnu Syihab Az- zuhri, dari Sa’id bin al-
musayyab, darinya (dari Abu Hurairah) adapun yang paling dla’if adalah
As-Sari bin Sulaiman, dari Dawud bin Yazid al- Audi dari bapaknya
(Yazid al-Audi) dari Abu Hurairah.
Abu hurairah meriwayatkan hadist dari Nabi sendiri dan dari sahabi,
diantaranya adalah Abu Bakar, Umar, al- Fadlel, ibnu Abas, ibnu Abdul
mutolib, Ubai ibnu Kaab Usamah ibnu Zaid dan Aisyah. Hadist- hadistnya
banyak diriwayatkan oleh sahabat dan tabi’in. diantara para sahabat adalah
Ibnu Abas, ibnu Umar, Anas Warsilah, ibnu Asqa’, Zabir ibnu Abdullah,
al-Anshary. Diantara para tabi’in besar adalah Marwa ibnu al-Hakam, Said
ibnu al Musaiyab, Urwah ibnu Zubair, Sulaiman al Asyja’y al aghr, Abu
Muslim, dan masih banyak tabiin lainnya. Al-Bukhari mengatakan bahwa
hadist Abu Hurairah diriwayatkan oleh 800 orang lebih. Kata imam Safi’i
r.a bahwa Abu Hurairah adalah orang yang paling hafizh diantara orang
yang meriwayatkan hadist Nabi di masanya. Adakah sejarah Abu Hurairah
diungkapkannya:
8
“Ya Rosullulah saya mendengar dari tuan banyak hadist, tetapi saya
banyak lupa, lalu Rosullullah mendoakan dengan isyaratnya lalu
Rosullulah menjiduk dengan kedua tangannya, dan bersabda ikatlah!
Kemudian abu hurairah mengikatnya. Sejak itu saya tidak lupa sedikut
pun.”
Inilah Abu Hurairuh seorang sahabat agung yang banyak
meriwayatkan hadist Rasullulah, tidak pernah mendustakan Rosullulah
Shallallahu alahi wa sallam . Maka ikutilah Abu Hurairah dan jangan anda
dengar orang yang memiliki keinginan untuk mencemoohkan Abu
Hurairah.
Abu Hurairah lahir pada tahun 21 sebelum Hijriyah. pada masa
Jahiliyah, sebelum ia msuk Islam, namanya Abu Syamsi. ia Masuk Islam
pada tahun ke-7 Hijriyah, ketika perang Khaibar sedang berkecamuk. Abu
hurairah langsung terjun ke dalam perang tersebut. setelah ia msuk Islam,
Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberinya nama Abdurahman.
Iman Syafi’i pernah berkata: “Abu Hurairah adalah orang yang paling
banyak menghafal hadits bila dibandingi dengan perawi-perawi di
masanya.”
9
Abu Hurairah adalah seorang ahli ibadah, begitu juga istri dan anaknya.
Mereka semua biasa bangun pada malam hari secara bergiliran. Beliau
bangun pada sepertiga malam kedua dan kemudian anaknay pada seprtiga
malam terakhirnya.
Pada masa Khalifah Umar bin Khatab beliau pernah diangkat menjadi
gubernur Bahrain. Beliau wafat pada tahun ke-59 Hijriyah dalam usia 78
tahun.
Nama lengkapnya adalah Abdulah bin Mas’ud bin Ghafil bin Hamid
al-Hadzaly, tetapi terkenal dengan Ibnu Mas’ud saja.
Beliau termasuk sahabat yang tertua dan utama orang keenam masuk Islam
dan sangat dekat dengan Rasullulah SAW. Pada masa remaja beliau
pernah bekerja sebagai pengembala kambing milik ‘Uqbah bin Mu’ith.
Pada waktu itulah Nabi SAW. berkata kepadanya: “Engkau akan menjadi
orang terpelajar.
Beliau hidup miskin, tak punya harta benda, badanya kecil dan kurus,
serta tidak berpangkat; kedudukan dan keduniannya jauh berada di bawah.
Sebelum masuk Islam beliau sangat takut berjalan dihadapan pemimpin
Quarisy. Tetapi setelah masuk Islam beliau sengaja tanpa rasa takut
berjalan di hadapan pemuka-pemuka Quarisy Yang berada di samping
Ka’bah, dan mengumandangkan wahyu Ilahi (ayat-ayat Al-Qur’an) di
hadapan Mereka.
10
Pada masa Khalifah Umar beliau diangkat menjadi Qadhi(hakim) dan
ketua Bait Al-Maal(bagian perbendaharaan kaum muslimin) di kufah.
banyak merwayatkan hadits dalam kitab hadits Bukhari dan Muslimin
serta kitab-kitab lainya. Beliau wafat di Madinah pada tahun 32 H dan
dimakamkan di pekuburan Baqi.
“Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang
sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang
mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh.
Sebaliknya, barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh
orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang
mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017)9
Kandungan hadis:
9
Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul
Jauzi, cetakan pertama, tahun 1432 H, 10: 129-130.
10
https://rumaysho.com/9641-keutamaan-mengajarkan-ilmu.html(di akses tgl 20 februari
2018)
11
D. Urgensi ilmu
1. Hadis urgensi ilmu
سمعت رسول هللا صلى: عن عبد هللا بن عمرو بن العاص رضي هللا عنه يقل
َولَ ِك ْن, اس ً ض ْال ِع ْل ِم ا ْنتِزَ ا
ُ عا يَ ْنت َ ِز
ِ َّعهُ ِمنَ الن ُ إِ َّن هللاَ الَ َي ْق ِب: هللا عليه وسلم يقول
, ًسا ُج َّهاال َ َحتَّى ِإذَا لَ ْم َيتْ ُر ْك, ْض ْالعُلَ َماء
ُ َّ اِت َّ َخذَ الن, عا ِل ًما
ً اس ُر ُءو ِ ض ْال ِع ْل َم ِب َقب
ُ َي ْق ِب
ضلُّوا َ َ ف, سئِلُوا فَأ َ ْفت َ ْوا ِب َغي ِْر ِع ْل ٍم
َ َ ضلُّوا َوأ ُ َف
Dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash Radhiyallahu’anhu, dia berkata : Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu
dengan cara mencabutnya langsung dari (dada) manusia. Akan tetapi diangkatnya
ilmu dengan cara mewafatkan para Ulama. Sehingga apabila tidak tersisa lagi orang
alim (ulama), maka manusia akan menjadikan orang – orang
bodoh menjadi pemimpin (ulama) mereka. Ketika mereka (orang bodoh yang
diangkat menjadi ulama) ditanya, maka mereka berfatwa tanpa ilmu sehingga mereka
sesat dan menyesatkan.”11
Penjelasan :
Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Abu Bakar bin Hazm;”Carilah
hadis-hadis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Lalu tulislah karena akau
khawatir ilmu akan menghilang dan ulama akan le nyap. Dan janganlah engkau
menerima selain hadis Rasululullah shallallahu alaihi wa sallam. Hendaklah mereka
(ulama) menyebarkan ilmu dan duduk untuk mengajari orang yang tidak tahu, karena
ilmu tidak akan binasa hingga ia disembunyikan.”Al-Bukhari selanjutnya
menyebutkan hadis di atas.
11
Imam An-Nawawi,Riyadhus Shalihin dan penjelasanya,(Jakarta:Ummul
Qura,2017),hlm.809
12
Hadis ini menunjukkan bahwa fatwa adalah kepemimpinan hakiki, dan juga
celaan orang yang memberi fatwa tanpa ilmu.
Atau yang di maksud adalah dorongan untuk menyebarkan ilmu pada ahlinya
agar seseorang alim tidak meninggal dunia sebelum itu, agar hal itu tidak
menyebabkan tercabutnya ilmu.
,ُسئِ َل َء ْن ِء ْل ٍم فَ َكت َ َمهُ قال رسو ل هللا صل هللا ءليه و سلم َم ْن: قال,ءن أبي هريرة
ال َج َمهُ هللا ِب ِلجا َ ٍم ِم ْن نَا ٍر يَ ْو َم ْل ِقيَا َمه
Dari Abu Hurairah, dia berkata:Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang di tanya tentang suatu ilmu lalu dia menyembunyikanya, maka Allah
akan mencambuknya dengan cambuk dari api neraka pada hari kiamat.”12
Penjelasan :
12
Muhammad Nashiruddin Al-Albani,Shahih Sunan Abu Dawud,(Jakarta:Pustaka
Azzam,2006),hlm.660
13
Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah berkata :
“Ini merupakan peringatan yang keras bagi orang yang menyembunyikan apa
saja yang diturunkan dengannya para Rasul, berupa ajaran dan petunjuk yang
bermanfaat bagi hati, setelah Allah ta’ala terangkan kepada hamba-hamba-
Nya sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada para
rasul-Nya. Abul-‘Aaliyyah berkata : ‘Ayat ini diturunkan kepada Ahli Kitab
yang menyembunyikan sifat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian Allah pun mengkhabarkan bahwasanya mereka dilaknat oleh segala
sesuatu atas perbuatan yang mereka lakukan. Sebagaimana para ulama
dimintakan ampun oleh segala sesuatu termasuk ikan yang di air dan burung
yang terbang di udara; maka keadaan mereka kebalikan dari para ulama
tersebut – yang Allah melaknatnya dan segala sesuatu yang bisa melaknat pun
melaknatnya…… Dan dalam ayat ini juga diterangkan bahwasannya orang
yang menyembunyikan ilmu akan dilaknat oleh Allah, para malaikat, dan
seluruh manusia. Kemudian Allah ta’ala mengecualikan dari mereka siapa
saja yang bertaubat kepada-Nya. Allah berfirman : ‘kecuali mereka yang telah
taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran)’ ; yaitu
mereka kembali pada kebenaran, memperbaiki amal-amal mereka, serta
menerangkan kepada manusia tentang apa yang telah mereka sembunyikan
sebelumnya. Firman Allah : ‘maka terhadap mereka itu Aku menerima
taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang’ –
dalam ayat ini terdapat pentunjuk bahwa orang yang mengajak pada kekufuran
dan kebid’ahan apabila bertaubat kepada Allah, maka Dia akan menerima
taubatnya.13
Dari Abu Hurairah, ia berkata : “Orang-orang berkata : ‘Abu Hurairah
terlalu banyak meriwayatkan hadits’. Jika saja bukan karena dua ayat dalam
Kitabullah, niscaya aku tidak akan meriwayatkan hadits”. Kemudian ia (Abu
Hurairah) membaca firman Allah : ‘Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-
keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada
manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh
semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan
13
Umdatut-Tafsiir, 1/279-280
14
mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap
mereka itu Aku menerima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang’ (QS. Al-Baqarah : 159-160)…..” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 118].
Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah saat mengomentari hadits di atas berkata:
“Dan makna dari perkataan ‘jika saja bukan karena dua ayat’ adalah :
Jikalau bukan karena Allah mencela orang-orang yang menyembunyikan ilmu,
aku tidak akan meriwayatkan hadits sama sekali. Namun karena
menyembunyikan ilmu itu adalah diharamkan dan harus disampaikan, maka ia
pun banyak meriwayatkan karena banyak hadits yang ia miliki”14
Al-Munawiy rahimahullah berkata :
“Hadits tersebut berisi sanksi hukum atas sebuah dosa, karena Allah
subhaanahu wa ta’ala telah mengambil perjanjian terhadap kaum yang
diberikan Al-Kitab (Ahli Kitab) agar menerangkannya kepada manusia dan
tidak menyembunyikannya. Padanya juga terdapat anjuran untuk mengajarkan
ilmu, sebab menuntut ilmu bertujuan untuk menyebarkannya dan mengajak
manusia kepada kebenaran. Adapun orang yang menyembunyikan ilmu pada
hakekatnya telah membatalkan hikmah ini. Ia sangat jauh dari sifat bijaksana
dan mutqin (kokoh dalam ilmu). Oleh karena itu, balasan baginya adalah
dikekang sebagaimana hewan kekangan yang dipaksa dan dicegah dari apa
yang dikehendakinya. Sesungguhnya kedudukan seorang ‘aalim (ulama)
adalah mengajak manusia kepada kebenaran dan membimbing mereka kepada
jalan yang lurus”.15
Al-Khaththaabiy rahimahullah berkata :
“Ini berlaku pada ilmu yang harus diajarkan kepada orang lain yang
hukumnya fardlu ‘ain. Seperti halnya seorang yang melihat orang kafir yang
ingin masuk Islam dan berkata : ‘Ajarkanlah aku, apa itu Islam ?’. Juga seperti
orang yang baru saja masuk Islam yang tidak bagus shalatnya. Saat waktu
shalat tiba, ia berkata : ‘Ajarkanlah aku, bagaimana aku melakukan shalat’.
Juga seperti seseorang yang datang meminta fatwa dalam perkara halal dan
haram. Ia berkata : ‘Berikanlah aku fatwa dan bimbinglah aku’. Barangsiapa
yang menemui perkara-perkara seperti ini, hendaklah ia tidak menahan
14
Fathul-Baariy, 1/214
15
Faidlul-Qadiir, no. 8732
15
jawaban. Barangsiapa yang menahan jawaban, maka ia berdosa dan layak
mendapatkan ancaman. Namun tidak demikian halnya dalam perkara ilmu
yang disunnahkan dimana manusia tidak wajib mengetahuinya (yaitu tidak
wajib memberi jawaban).16
Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah berkata :
“Menyampaikan ilmu adalah wajib, tidak diperbolehkan untuk
menyembunyikannya. Akan tetapi hal itu dikhususkan bagi ahlinya (benar-
benar menguasainya), dan diperbolehkan orang yang belum menguasai atau
sering keliru untuk menyembunyikannya.
Sebagian ulama pernah ditanya tentang satu perkara ilmu, namun ia
tidak menjawabnya. Maka orang yang bertanya itu berkata : ‘Bukankah
engkau telah mendengar hadits : ‘Barangsiapa yang mengetahui satu ilmu
namun menyembunyikannya, niscaya ia akan diikat dengan tali kekang dari
api neraka di hari kiamat kelak’ ?’. Maka ulama tersebut menjawab :
‘Tinggalkanlah tali kekang dan pergilah !. Apabila ada orang yang mengetahui
ilmu ini dan kemudian aku menyembunyikannya, maka ikatlah aku dengan tali
kekang ini.17
16
Syarhus-Sunnah oleh Al-Baghawiy, 1/302, tahqiq Syu’aib Al-Arna’uth & Muhammad
Zuhair Syaawisy; Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 2/1403 H
17
Al-Ba’iitsul-Hatsiits, hal. 440, ta’liq : Al-Albaaniy; Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1417
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara bahasa ( العلمal-ilmu) adalah lawan dari ( الجهلal-jahl atau kebodohan, yaitu
mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dengan pengetahuan yang
pasti.
Adapun keutamaan menuntut ilmu adalah sebagaimana yang di jelaskan dalam hadis
yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud :
Allah memberikan kepada para pencari ilmu melebihi keutamaan yang diberikan
kepada para ahli ibadah, ibarat cahaya bulan purnama yang mampu mengalahkan
cahaya seluruh bintang.
Orang yang mengajarkan ilmu kepada orang lain maka ia akan mendapatkan pahala
semisal pahala orang yang ia ajarkan dan juga Orang yang mengajarkan ilmu berarti
telah melakukan amar ma’ruf nahi munkar, demi baiknya tatanan masyarakat lewat
saling menasehati.
17
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir Jawas bin Yazid , 2007,Menuntut imu jalan menuju surga,Bogo:Pustaka
At-Taqwa
Al Fauzan Abdullah, 1432 H,Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Dar Ibnul
Jauzi
18