Anda di halaman 1dari 107

MODUL

MATA KULIAH
Hadis Tarbawi

STAI KHOZINATUL ULUM


BLORA

Penyusun: Muhammad Syaiful, S.Pd.I, M.Ag


KATA PENGANTAR
Dalam Rangka proses kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi,
khususnya di STAI Khozinatul Ulum Blora. Perlu adanya pedoman bagi
mahasiswa di dalam mata kuliah Hadis Tarbawi. apakah itu buku paket,
modul dan lain sebagainya.

Mata kuliah Hadis Tarbawi berguna untuk mahasiswa sebagai pedoman


sebelum mengabdi pada masyarakat yang berfokus pada pendidikan baik
formal, informal atau non-formal. Tujuan umum dari mata kuliah ini adalah
agar mahasiswa terbekali tentang keguruan yang sekarang menjadi trending
pembahasan dalam dunia pendidikan. Mahasiswa agar bisa menjadi guru yang
professional sesuai dengan tujuan pendidikan islam yaitu memanusiakan
manusia.

Tujuan khusus mata kuliah Hadis Tarbawi agar mahasiswa mampu


memahami, menjelaskan dan mengimplementasikan hadis-hadis yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan, metode pendidikan, etika hubungan guru
dan murid, pendidikan diri, pendidikan anak, pendidikan keluarga, dan
pendidikan masyarakat. Mampu merencanakan, melaksanakan, proses
pembelajaran penuh dengan kasih sayang dapat dijadikan dasar dalam
mengembangkan tugas sebagai pendidik yang profesional.

Modul ini ditulis dan diharapkan menjadi litertur mahasiswa dalam


mengambil mata kuliah Profesi Keguruan di STAI Khozinatul Ulum pada
khususnya, dan tidak menutup kemungkinan ada manfaat bagi pembaca di luar
lingkungan STAI Khozinatul Ulum pada umumnya.

Blora, 03 Januari 2022

Ketua STAI Khozinatul Ulum

Dr. H. Nur Ihsan, Lc, M.A


NIDN: 2127128201
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
KHOZINATUL ULUM BLORA
Jln. Mr. Iskandar No 42 Mlangsen Blora, Tlp Kode Pos 58215
www.staikhozin.com stakhozin@gmail.com

SURAT KETERANGAN
Nomor: 05/STAI.KUB//BM/I/2022

Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Khozinatul Ulum Blora dengan ini
menerangkan bahwa:
Nama : Muhammad Syaiful, S.Pd.I, M.Ag.
NIDN : 2107078705
NIY : 03.220.D.013.087
Pangkat : Penata Muda Tk. I/IIIb
Jabatan : Dosen STAI Khozinatul Ulum Blora
Benar-benar telah menyusun Buku Modul pada Tahun 2022 dengan Judul Hadis
Tarbawi.
Demikian surat keterangan ini diberikan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Blora, 03 Januari 2022


Ketua STAI Khozinatul Ulum Blora

Dr. H. Nur Ihsan, Lc., M.A.


NIDN. 2127128201

DAFTAR ISI
Kata Pengantar»»1
Daftar Isi »»2
Modul Hadis Tarbawi »»4
Pendahuluan»»4
Kegiatan Belajar 1 »»6
Metodologi dan Ruang Lingkup Hadist Tarbawi dan sisten Pendidikan»»6
Kegiatan Belajar 2»»16
Hadist Kewajiban Belajar dan Hakikat Pendidikan»»16
Kegiatan Belajar 3»»20
Hadist Tujuan Pendidikan Islam»»20
Kegiatan Belajar 4»»26
Hadist Materi Pendidikan Islam»»26
Kegiatan Belajar 5»»33
Hadist Pendidik/Guru»»33
Kegiatan Belajar 6»»38
Hadist Peserta didik/ Siswa»»38
Kegiatan Belajar 7»»46
Hadist Metode Pendidikan»»46
Kegiatan Belajar 8»»52
Hadist Media Pendidikan Islam»»52
Kegiatan Belajar 9»»59
Hadist Lingkungan Pendidikan Islam»»59
Kegiatan Belajar »»10
Hadist Pendekatan Dalam Pendidikan Islam»»64
Kegiatan Belajar 11»»71
Hadist Evaluasi Pendidikan Islam»»71
Kegiatan Belajar 12»»86
Hadist Pendidikan Keluarga»»86
Kegiatan Belajar 13»»92
Hadist Pedidikan Masyarakat»»92
BAB I
HADIS
TENTANG
MENUNTUT
ILMU

BAB I
HADIS TENTANG MENUNTUT ILMU

1. Pengertian Ilmu
Ilmu sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup,
baik di dunia maupun di akhirat. Dengan ilmu, manusia dapat melaksanakan
tugasnya dalam kehidupan ini, baik tugas sebagai khalifah (pengelola bumi)
maupun tugas ubudiyyah (beribadah kepada Allah Swt). Lalu, apa yang
dinamakan dengan ilmu? Apakah sama antara ilmu dengan pengetahuan?
Asy-Syekh Ahmad Ramli Abdul Majid di dalam kitabnya (Al-Ilmu wal
Mu’allimun) menjelaskan makna ilmu, dan makna pengetahuan. Ilmu secara
bahasa bisa dimaknai dengan pengetahuan, perasaan, dan keyakinan. Sedangkan
secara istilah, ilmu adalah sesuatu yang dapat diterima akal (masuk akal/bisa
dilogika). Sedangkan yang dinamakan pengetahuan (ma’rifat) adalah
menemukan sesuatu dengan salah satu panca indera (penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa, dan peraba). Lalu secara istilah, pengetahuan (ma’rifat)
adalah menemukan sesuatu sesuai kenyataannya (empirik).1

2. Hadis Tentang Menuntut Ilmu


a. Keutamaan mencari ilmu

‫ك طَ ِري ًق ا‬ َ َ‫ َم ْن َس ل‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬


َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫َع ْن َأبِي ُه َر ْي َر َة‬
َ َ‫ َوِإ َّن ال َْماَل ِئ َك ةَ لَت‬،‫ْجن َِّة‬ ِ ِ ِ ِ ‫يلْت ِم‬
‫ض ُع‬ َ ‫َّل اهللُ لَ هُ بِ ه طَ ِري ًق ا ِإلَى ال‬ َ ‫ َس ه‬،‫س في ه عل ًْم ا‬ ُ ََ
‫الس َم ِاء‬ َّ ‫ب ال ِْعل ِْم يَ ْس َت ْغ ِف ُر لَ هُ َم ْن فِي‬ ِ ِ ِ ِ‫ض ا لِطَ ال‬
َ ‫ َوِإ َّن طَ ال‬،‫ب الْعل ِْم‬ ً ‫َأجنِ َحَت َه ا ِر‬
ْ
‫ض ِل الْ َق َم ِر‬ْ ‫ض َل ال َْع الِ ِم َعلَى ال َْعابِ ِد َك َف‬ ْ َ‫ َوِإ َّن ف‬،‫ان فِي ال َْم ِاء‬ ِ َ‫ْحيت‬ِ ‫ حتَّى ال‬،‫ض‬
َ ِ ‫اَأْلر‬ ْ ‫َو‬
‫اء لَ ْم ُي َو ِّرثُوا ِدينَ ًارا َواَل‬ ِ ِ ِ ِ ِ‫َعلَى َساِئ ِر الْ َك َواك‬
َ َ‫ ِإ َّن اَأْلنْبي‬،‫اء َو َرثَةُ اَأْلنْبيَاء‬
َ ‫ ِإ َّن الْعُلَ َم‬،‫ب‬
.‫ظ َوافِ ٍر‬ ٍّ ‫ فَ َم ْن َأ َخ َذهُ َأ َخ َذ بِ َح‬،‫ْم‬ ِ ‫ِإ‬ ِ
َ ‫ نَّ َما َو َّرثُوا الْعل‬،‫د ْر َه ًما‬
Artinya:
“Barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu maka Allah
memudahkan jalan menuju surga, sesungguhnya para malaikat meletakkan
sayapnya bagi penuntut ilmu karena ridha terhadapnya, semua yang ada di
langit dan bumi bahkan ikan-ikan yang ada di air memintakan ampunan untuk
penuntut ilmu. Keutamaan orang yang berilmu atas orang yang ahli ibadah
seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya ulama adalah
pewaris para nabi, para nabi tidak mewariskan Dinar dan Dirham
(uang/harta) akan tetapi mewariskan ilmu, barangsiapa yang mengambil ilmu,
maka dia telah mengambil dengan bagian yang sempurna”. (H.R Muslim).2

Penjelasan hadis
Makna menempuh jalan ada dua, yaitu menempuh jalan secara hakiki
menuju majlis ilmu, sekolah, atau kampus. Dan ada makna menempuh jalan

1
Ahmad Ramli Abdul Majid, Al-Ilmu wal Mu’allimun, Gresik: Sirkah maktabah al-Haram al-Makii,
Hal 7-8.
2
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz 4, hal 2074, no 2699. Ibnu Majah, Sunan Ibnu
Majah, Maktabah Syamilah, Juz 1, hal 81, no 223. At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, Juz
4, hal 325, no 2646. Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Maktabah Syamilah, Juz 14, hal 66, no 8316.
secara maknawi dalam menghasilkan ilmu seperti menghafal, menulis, dan
memahami pelajaran, serta cara-cara lain di dalam menghasilkan sebuah ilmu.3
Sedangkan makna Allah Swt akan memudahkan baginya jalan menuju
surga, ada empat makna sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Rajab al-Hambali:4
Pertama: Dengan menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah Swt akan
memudahkannya masuk surga.
Kedua: Menuntut ilmu dengan ikhlas karena Allah Swt adalah sebab
seseorang mendapatkan hidayah. Hidayah inilah yang mengantarkan
seseorang pada surga.
Ketiga: Menuntut suatu ilmu akan mengantarkan pada ilmu lainnya yang
dengan ilmu tersebut akan mengantarkan pada surga. Sebagaimana
ِ ِ ِ
maqolah sebagian ulama: ْ ‫َم ْن َعم َل بِ َم ا عُل َم َْأو َرثَ هُ اهللُ عل ًْم ا َم ا ل‬
‫َم ُي ْعلَ ْم‬

(Barang siapa yang mengamalkan suatu ilmu yang telah ia ketahui,


maka Allah akan memberinya ilmu yang belum ia ketahui).

‫الح َس نَةُ َب ْع َد َها‬ ِ


Sebagaimana maqolah ulama yang lain: َ ‫الح َس نَة‬
َ ‫اب‬ُ ‫َث َو‬
(Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya). Begitu juga
ِ َّ
dalam ayat disebutkan: َ ‫( َويَ ِزي ُد اللَّهُ الذ‬Dan Allah akan
‫ين ْاهتَ َد ْوا ُه ًدى‬
menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk).

‫اد ُه ْم‬
َ ‫ين ْاهتَ َد ْوا َز‬ ِ َّ
(QS. Maryam: 76). Juga pada firman Allah Swt: َ ‫َوالذ‬
‫اه ْم‬
ُ ‫اه ْم َت ْق َو‬
ُ َ‫( ُه ًدى َوآت‬Dan orang-orang yang mau menerima

petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan


memberikan balasan ketaqwaannya). (QS. Muhammad: 17)
Keempat: Dengan ilmu, Allah akan memberi kemudahan secara nyata di
akhirat nanti dengan cara memberi jalan yang paling mudah dan
paling dekat jaraknya menuju surga.
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai makna para malaikat
meletakkan sayapnya bagi penuntut ilmu. Ada yang berpendapat bahwa hal itu
merupakan kinayah dari tawadhu’ dan khusyu’ kepada penuntut ilmu.
Sebagian lagi berpendapat bahwa maknanya ialah pengagungan para malaikat
terhadap penuntut ilmu. Ulama’ yang lain menjelaskan bahwa maknanya ialah

3
Ibnu Rajab al-Hambali, Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, Maktabah Syamilah, Juz 2, Hal 297.
4
Ibnu Rajab al-Hambali, Jami’ al-‘Ulum....., Hal 297-298.
para malaikat menanggung kebutuhan penuntut ilmu dan membantu untuk
memperoleh tujuannya. Adapun perintah terhadap hewan-hewan untuk
beristigfar kepada para penuntut ilmu itu disebabkan karena hewan-hewan
tersebut diciptakan oleh Allah Swt untuk kemaslahatan manusia dan diambil
manfaatnya, sedangkan para penuntut ilmu adalah orang yang selalu
menjelaskan kehalalan dan keharaman mengkonsumsi hewan-hewan serta
selalu menjaga ekosistem mereka.5

b. Perintah mencari ilmu


Rasulullah Saw memerintahkan umatnya agar mencari ilmu.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat hadis yang berbunyi:

‫ َح َّد َثنَا َكثِ ُير بْ ُن‬:‫ال‬ َ َ‫ام بْ ُن َع َّما ٍر ق‬


ُ ‫ َح َّد َثنَا َح ْف‬:‫ال‬
َ َ‫ص بْ ُن ُس لَْي َما َن ق‬ ُ ‫ش‬ َ ‫َح َّد َثنَا ِه‬
‫ص لَّى‬ ِ ُ ‫ال رس‬ ٍ ِ‫س بْ ِن مال‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬َ َ‫ك ق‬ َ ِ َ‫ َع ْن َأن‬،‫ين‬ َ ‫ َع ْن ُم َح َّمد بْ ِن س ي ِر‬،‫ش ْنظي ٍر‬
‫اد ِة‬
َ َ‫ َوفِ ْي ِر َوايَ ٍة بِ ِزي‬.‫يض ةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْس لِ ٍم‬ َ ‫ب ال ِْعل ِْم فَ ِر‬ ِ
ُ َ‫ طَل‬:‫اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬
."‫"و ُم ْسلِ َم ٍة‬
َ
Artinya:
“Hisyam bin ‘Ammar telah menceritakan kepada kita, dia berkata: Hafs bin
Sulaiman telah menceritakan kepada kita, dia berkata: Katsir bin Sindir telah
menceritakan kepada kita dari Muhammad bin Sirin dari Sahabat Anas bin
Malik berkata, Rasulullah Saw bersabda: Mencari ilmu itu wajib bagi setiap
muslim. Dalam riwayat lain ditambahkan kata: dan bagi setiap muslimah ”.
(H.R Ibnu Majah).6

Penjelasan hadis
Hadis ini sudah sangat masyhur (terkenal), tetapi para ulama berbeda
pendapat mengenai status hadis ini. Di dalam kitab Az-Zawaid dijelaskan
bahwa ini hadis dhaif secara sanad karena terdapat perawi yang bernama Hafs
bin Sulaiman.
Imam As-Suyuti berkata bahwa Imam An-Nawawi pernah ditanya
tentang hadis ini, lalu beliau menjawab bahwa ini hadis dhaif secara sanad,
tetapi shahih secara kandungan isinya.
Imam Jamaluddin Al-Mizzi (murid Imam An-Nawawi) berkata bahwa

5
Zein bin Smith, Al-Manhaj As-Sawi, Tarim Hadramaut: Dar al-Ilmi Wa ad-Da’wah, 2005, hal 84-
85.
6
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Maktabah Syamilah, Juz 1, hal 81, no 224.
hadis ini diriwayatkan dari banyak jalur yang sampai pada tingkatan hadis
hasan karena jalur periwayatan hadis ini mencapai lima puluh jalur.
Mengenai isi kandungan, hadis ini memang memerintahkan umat Islam
untuk mencari ilmu. Akan tetapi tidak semua ilmu boleh dipelajari, karena ada
ilmu yang dilarang untuk dipelajari. Secara pembagian hukum, mempelari
ilmu dibagi menjadi lima:
1. Fardlu ‘Ain yaitu ilmu yang dibutuhkan oleh setiap orang demi
terlaksananya perintah Allah Swt.
Contoh: Ketika seseorang sudah baligh maka diwajibkan untuk mendirikan
shalat. Seseorang yang akan melaksanakan shalat, maka sebelumnya dia
harus mengetahui syarat, rukun, dan perkara yang membatalkan shalat.
Untuk mengetahui itu semua maka harus (wajib) dengan mempelajarinya,
maka hukum mempelajari ilmu yang terkait dengan shalat menjadi wajib
juga.
2. Fardlu Kifayah yaitu ilmu Syari’at yang harus dikuasai untuk menegakkan
agama, seperti menghafal Al-Qur’an dan Hadis, memahami Fiqih dan
Ushul Fiqih, Ilmu Nahwu Sharaf, dan lain sebagainya. Termasuk fardlu
kifayah juga adalah ilmu yang dibutuhkan untuk tegaknya perkara-perkara
duniawi seperti ilmu kedokteran, kebidanan, pertanian, jahit-menjahit, dan
sebagainya.
3. Sunah yaitu mempelajari Ilmu-Ilmu Syari’at sampai mendalam.
4. Haram yaitu mempelajari ilmu santet, tenun, dan ilmu hitam lainnya dengan
tujuan untuk menyelakai orang lain.
5. Makruh yaitu Syair-syair atau puisi-puisi yang muncul dari orang-orang
pengangguran sehingga dapat menimbulkan lupa dari mengingat Allah Swt
dan lupa dari mempelajari ilmu-ilmu Syari’at.
6. Mubah yaitu Syair-syair atau puisi-puisi yang tidak makruh, tidak memberi
dampak buruk dan tidak juga memberi dampak baik.7

7
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Bairut: Darul Fikr, Juz 1, Hal 26-35. Ahmad Ramli Abdul Majid, Al-
Ilmu wal Mu’allimun, Gresik: Sirkah maktabah al-Haram al-Makii, Hal 8-12.
BAB II
HADIS TENTANG
MANUSIA DAN
PENDIDIKAN
ISLAM

BAB II
HADIS TENTANG MANUSIA DAN PENDIDIKAN
ISLAM

1. Pengertian Manusia
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah Swt yang paling sempurna
dibandingkan dengan makhluk-makhlukNya yang lain. Kesempurnaan itu
dimiliki oleh manusia, karena Allah memberikan keistimewaan berupa akal
pikiran, yang tidak dimiliki oleh makhluk lainya. Disamping itu Allah juga
melengkapi kesempurnaan manusia dengan memberinya daya hidup, mengetahui,
berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir dan memutuskan.
Ada empat ungkapan kata yang digunakan dalam Al-Quran untuk
menunjukkan pada makna manusia dengan penekanan pengertian yang berbeda,
yaitu :
a. Basyar
Kata Al-Basyar dinyatakan dalam AlQuran sebanyak 36 kali dan tersebar
kedalam 26 surat (al-Baqi, 1988: 153- 154). Secara etimologi al-basyar berarti
kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut.
Pengertian ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi
manusia adalah pada kulitnya, dibanding rambut atau bulunya. Pada aspek ini
terlihat perbedaan umum biologis manusia dengan hewan yang lebih
didominasi bulu atau rambut (Ramayulis & Samsul Nizar, 2011 : 48). Al-
Basyar juga dapat diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-
laki dengan perempuan (Ibn Munzir, 1992 : 306). Secara etimologis dapat
dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat
kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, seks, keamanan,
kebahagiaan, dan lain sebagainya. Penunjukan kata al-basyar ditujukan Allah
kepada seluruh manusia tanpa terkecuali. Demikian pula halnya dengan para
rasulNya yang disebut sebagai manusia biasa, yang diberi wahyu kepada,
sebagaimana Firman Allah SWT :

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang


diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" (QS. Al-Kahfi : 110). Dengan
pemaknaan di atas, dapat dipahami bahwa seluruh manusia akan mengalami
proses reproduksi seksual dan senantiasa berupaya untuk memenuhi semua
kebutuhan biologisnya, memerlukan ruang dan waktu, serta tunduk terhadap
hukum alamiahnya (sunnatullah). Semuanya itu merupakan konsekwensi logis
dari proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk itu Allah SWT memberikan
kebebasan dan potensi yang dimilikinya untuk mengelola dan memanfaatkan
alam semesta, sebagai salah satu tugas kekhalifahannya di muka bumi. Kata
al-basyar juga digunakan Allah SWT dalam Al-Quran untuk menjelaskan
proses kejadian Nabi Adam AS, sebagai manusia pertama, yang memiliki
perbedaan dengan proses kejadian manusia sesudahnya. Hal ini bisa terlihat
dari firman Allah :

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:


"Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. (QS. AlHijr : 28).
Dan juga dalam surat Shaad : 71, Allah berfirman :

(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya aku


akan menciptakan manusia dari tanah" (QS. Shaad : 71).
b. Al-Insan
Kata al-Insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam Al-Quran
sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat (Al-Baqi, 1988 : 119-120).
Secara etimologi kata al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut,
tampak, atau pelupa.
Kata al-Insan digunakan dalam AlQuran untuk menunjukkan totalitas
manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Harmonisasi kedua aspek
tersebut mengantarkan manusia sebagai makhluk Allah yang unik dan
istimewa, sempurna, dan memiliki diferensiasi individual antara yang satu
dengan yang lain, dan sebagai makhluk dinamis, sehingga mampu
menyandang predikat khalifah Allah di muka bumi. Perpaduan antara aspek
fisik dan psikis telah membantu manusia untuk mengekspresikan dimensi al-
insan albayan, yaitu sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara,
mengetahui baik dan buruk, mengembangkan ilmu pengetahuan dan
peradaban, dan lain sebagainya. Dengan kemampuan ini, manusia akan dapat
membentuk dan mengembangkan diri dan komunitasnya sesuai dengan nilai-
nilai insaniah yang memiliki nuansa ilahiah yang hanif. Integralitas ini akan
tergambar pada nilai iman dan amaliahnya, sebagaimana firman Allah :

Artinya : Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh;


Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya (QS. At-Tiin : 6). Kata
al-insan juga digunakan AlQuran untuk menjelaskan sifat umum, serta sisi
kelebihan dan kelemahan manusia. Seperti firman Allah dalam surat Asy-
Syuura : 48,
Artinya: Jika mereka berpaling Maka Kami tidak mengutus kamu sebagai
Pengawas bagi mereka. kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan
(risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada manusia sesuatu
rahmat dari Kami Dia bergembira ria karena rahmat itu. dan jika mereka
ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya
mereka ingkar) karena Sesungguhnya manusia itu Amat ingkar (kepada
nikmat). (QS. Asy-Syuura : 48). Kata al-insan juga digunakan dalam Al-Quran
untuk menunjukkan proses kejadian manusia sesudah Adam. Kejadiannya
mengalami proses yang bertahap secara dinamis dan sempurna di dalam rahim,
sebagaimana dalam Surat Al-Mu’minun : 12-14 :

Artinya: Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu


saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang
paling baik (QS. AlMu’minun : 12-14). Penggunaan kata al-Insan dalam ayat
di atas mengandung dua makna, yaitu : Pertama, makna proses biologis, yaitu
berasal dari saripati tanah melalui makanan yang di makan manusia, sampai
pada proses pembuahan. Kedua, makna proses psikologis, yaitu proses
ditiupkan ruh pada diri manusia, berikut berbagai potensi yang dianugerahkan
Allah kepada manusia. Makna pertama mengisyaratkan bahwa manusia pada
dasarnya merupakan makhluk dinamis yang berproses dan tidak lepas dari
pengaruh alam serta kebutuhan yang menyangkut dengannya. Keduanya saling
mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Sedangkan makna kedua
mengisyaratkan bahwa, ketika manusia tidak bisa melepaskan diri dari
kebutuhan materi dan berupaya untuk memenuhinya, manusia juga dituntut
untuk sadar dan tidak melupakan tujuan akhirnya, yaitu kebutuhan immateri
(sipritual). Untuk itu, manusia diperintahkan untuk senantiasa mengarahkan
seluruh aspek amaliahnya padarealitas ketundukan pada Allah, tanpa batas,
tanpa cacat, dan tanpa akhir. Sikap yang demikian akan senantiasa mendorong
dan menjadikannya untuk cenderung berbuat kebaikan dan ketundukan pada
ajaran Allah.
Dari pemaknaan kata al-insan tersebut di atas, terlihat sesungguhnya manusia
merupakan makhluk Allah yang memiliki sifat-sifat manusiawi yang bernilai
positif dan negatif. Agar manusia bisa selamat dan mampu memfungsikan
tugas dan kedudukannya di muka bumi dengan baik, maka manusia harus
senantiasa mengarahkan seluruh aktifitasnya, baik fisik maupun psikis sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam.
c. Al-Naas
Kata al-Naas dinyatakan dalam AlQuran sebanyak 240 kali dan tersebar dalam
53 surat (Al-Baqi, 1988 : 895-899). Kata al-Naas, menurut Al-Isfahany
sebagaimana dikutip Ramayulis menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai
makhluk sosial secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau
kekafirannya (Ramayulis&Samsul Nizar, 2011: 54). Dalam menunjuk makna
manusia, kata al-Naas lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan kata al-
Insan. Keumuman tersebut dapat dilihat dari penekanan makna yang
dikandungnya. Kata al-nas menunjuk manusia sebagai sebagai makhluk sosial
dan kebanyakan digambarkan sebagai kelompok manusia tertentu yang sering
melakukan kerusakan dan merupakan penghuni neraka, disamping iblis.
Sebagaimana firman Allah :

Artinya: Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak
akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan
bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orangorang kafir (QS. Al-
Baqarah : 24). Secara umum, penggunaan kata alNas memiliki arti peringatan
Allah kepada manusia akan semua tindakannya, seperti : jangan bersifat kikir
dan ingkar nikmat, riya (lihat QS. Al-Nisaa : 37-38), tidak menyembah dan
meminta pertolongan selain pada Allah (lihat QS. Al-Maidah : 44), larangan
berbuat dhalim (lihat QS AlA’raf : 85), mengingatkan manusia akan adanya
ancaman dari kaum Yahudi dan Musyrik, semua amal manusia akan dibalas
kelak di akherat.
d. Bani Adam
Kata bani Adam ditemukan sebanyak 7 kali dan tersebar dalam 3 surat. Secara
etimologi kata bani Adam menunjukkan arti pada keturunan nabi Adam AS.
Dalam ungkapan lain disebutkan dengan kata dzuriyat adam. Sebagaimana
firman Allah :
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap
(memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan (QS.
Al-A’raaf: 31). Dan pada firman Allah :

Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah,
Yaitu Para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat
bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang
yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. apabila dibacakan ayat-
ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, Maka mereka menyungkur
dengan bersujud dan menangis (QS. Maryam : 58).
Menurut al-Thabathaba’i sebagimana dikutip oleh Ramayulis, penggunaan
kata bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini,
setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu : Pertama, anjuran untuk
berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, diantaranya adalah dengan
berpakaian guna menutup auratnya. Kedua, mengingatkan kepada keturunan
Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu syaitan yang mengajak pada
keingkaran. Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam
rangka ibadah dan mentauhidkan Allah. Kesemuanya itu merupakan anjuran
sekaligus peringatan Allah, dalam rangka memuliakan keturunan Adam
dibandinkan makhlukNya yang lain (Ramayulis&Samsul Nizar, 2011: 55).
Kata bani Adam tersebut lebih menekankan pada aspek amaliah manusia,
sekaligus pemberi arah ke mana dan dalam bentuk apa aktifitas itu dilakukan.
Pada dirinya diberikan kebebasan untuk melakukan serangkaian kegiatan
dalam kehidupannya untuk memanfaatkan semua fasilitas yang ada di alam ini
secara maksimal. Allah memberikan garis pembats kepada manusia pada dua
alternatif, yaitu kemuliaan atau kesesatan. Di sini terlihat demikian kasih dan
demokratisnya Allah terhadap manusia. Hukum kausalitas tersebut
memungkinkan Allah untuk meminta pertanggung jawaban pada manusia atas
semua aktivitas yang dilakukannya. Konsep Islam dalam Al-Quran tentang
hakekat manusia berdasarkan ungkapan kata al-basyar, al-insan, al-nas, dan
bani adam atau dzuriyyat adam, sebagaimana disebutkan di atas, memberikan
gambaran keseimbangan antara hak dan kewajiban manusia sebagai individu,
sosil, budaya, dan makhluk Allah SWT. Kondisi demikian menempatkan
manusia secara seimbang antara teosentris dan antroposentris.
Keseimbangan semacam ini, pada gilirannya terefleksi dalam penentuan nilai
baik buruknya sifat/perbuatan manusia dapat dinilai secara syar’i dimana
manusia tidak ikut campur. Misalnya tentang pahala dan dosa, halal dan
haram, surga dan neraka. Perbuatan manusia yang bernilai baik dipuji oleh Al-
Quran, dan yang bernilai buruk dicela olehnya dan hal ini ditegaskan dalam
berbagai ayat. Manusia dibebani kewajiban (taklif), maka manusia dapat
menjadi makhluk yang berbuat baik dan dapat pula menjadi makhluk yang
berbuat buruk. Terungkapnya nilai baik dan buruk yang dimungkinkan
terdapat dalam diri manusia, menujukkan bahwa manusia disamping memiliki
kelebihan dan keistimewaan, juga memiliki kelemahan dan kekurangan.
2. Hadis Tentang Manusia Dan Pendidikan Islam
ٍ ُ‫ ُك ُّل مول‬:‫ال النَّبِ ُّي ص لَّى اهلل َعلَي ِه وس لَّم‬
‫ود‬ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،ُ‫ض َي اللَّهُ َع ْن ه‬ ِ ‫َعن َأبِي ُهر ْي ر َة ر‬
َْ َ ََ ْ ُ َ َ َ َ ْ
‫يم ِة ُت ْنتَ ُج‬ ِِ ‫ َأو يم ِّج‬،‫ص رانِِه‬ ِِ ِ ِ
َ ‫ َك َمثَ ِل البَ ِه‬،‫س انه‬
َ َُ ْ َ ِّ َ‫ َْأو ُين‬،‫ فَ ََأب َواهُ ُي َه ِّو َدان ه‬،‫يُولَ ُد َعلَى الفط َْرة‬
ِ
.‫اء‬
َ ‫يمةَ َه ْل َت َرى ف َيها َج ْد َع‬ َ ‫البَ ِه‬
Artinya:
“Dari Abu Hurairah ra berkata: Nabi Saw bersabda: "Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tunyalah yang akan menjadikan
anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak
yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada
cacat padanya?". (H.R Bukhari).8

Penjelasan hadis:
Para pemikir muslim cenderung memaknai kata fitrah berdasarkan Al-
Quran Surat Ar-Rum ayat 30, yakni sebagai potensi manusia untuk beragama.
Allah Swt berfirman:

ِ ‫يل لِ َخل‬
‫ْق اللَّ ِه‬ ِ
َ ‫َّاس َعلَْي َه ا اَل َت ْب د‬
َِّ ِ َّ َ ‫ك لِلدِّي ِن حنِي ًف ا فِطْر‬
َ ‫ت الله التي فَطَ َر الن‬ َ َ َ ‫فََأقِ ْم َو ْج َه‬
ِ ‫ك الدِّين الْ َقيِّم و‬
ِ ‫لك َّن َأ ْك َث َر الن‬
.‫َّاس اَل َي ْعلَ ُمو َن‬ َُ ُ َ ِ‫ذَال‬
Artinya:
“Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah
(dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada
perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S Ar-Rum: 30).

8
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz 2, hal 100, no 1385. Ahmad bin Hanbal,
Musnad Ahmad, Maktabah Syamilah, Juz 12, hal 104, no 7180.
Memahami dari ayat tersebut, para ulama memberikan penjelasan bahwa
anak yang baru lahir dihukumi Islam, walaupun seandainya kedua orang tuanya
adalah non muslim. Pendidikan dari kedua orang tuannya saat mengasuhnya lah
yang akan mempengaruhi anak tersebut di kemudian hari. Setelah anak tersebut
baligh, barulah sang anak menentukan agama yang akan dianutnya, itulah pilihan
secara pribadinya sendiri. Dalam ayat lain Allah Swt berfirman:

‫ت‬ ْ ‫آد َم ِم ْن ظُ ُه و ِر ِه ْم ذُ ِّر َّيَت ُه ْم َو‬


ُ ‫َأش َه َد ُه ْم َعلَى َأْن ُف ِس ِه ْم َألَ ْس‬ ِ َ ُّ‫َأخ َذ رب‬
َ ‫ك م ْن بَنِي‬ َ َ ‫َوِإ ْذ‬
ِِ ِ ِ ِ
َ ‫ب َربِّ ُك ْم قَالُوا َبلَى َش ِه ْدنَا َأ ْن َت ُقولُوا َي ْو َم الْقيَ َامة ِإنَّا ُكنَّا َع ْن َه َذا غَافل‬
.‫ين‬
Artinya:
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu
adam, keturunan mereka dan mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka
sendiri (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab:
“Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi”. (Kami melakukannya) agar pada
hari kiamat kamu (tidak) mengatakan: “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal
ini”. (Q.S Al-A’raf: 172).

Ayat ini menjelaskan perjanjian manusia dengan Allah Swt ketika masih
berupa ruh sebelum diwujudkan sebagai manusia secara fisik di alam dunia.
Manusia diambil sumpah yang berupa pengakuan terhadap Ketuhanan Allah Swt.
Ketika manusia menjawab “Balaa” maka manusia tersebut dianggap sudah
beragama Islam karena sudah mengakui Allah Swt sebagai Tuhannya.
Fitrah, selain dimaknai sebagai agama, ada juga yang memaknai bahwa
fitrah merupakan bawaan yang telah diberikan oleh Allah Swt sejak manusia
berada dalam kandungan, dalam istilah Jawa disebut dengan “Gawan Bayi”.
Abdurrahman Saleh Abdullah berpendapat bahwa fitrah sebagai bentuk potensi
yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia saat penciptaan di alam rahim.
Potensi tersebut belum bersifat final tetapi merupakan proses. Abdurrahman
Saleh Abdullah juga mengatakan bahwa anak yang lahir belum tentu muslim
meskipun ia berasal dari keluarga muslim, akan tetapi Allah Swt telah
membekalinya dengan potensi-potensi yang dapat menjadikannya seorang
muslim.
Muhammad bin Asyur sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Quraish Shihab
mendefinisikan fitrah manusia sebagai: “Bentuk dan sistem yang diwujudkan
Allah Swt pada setiap makhluk, sedangkan Fitrah yang berkaitan dengan
manusia adalah apa yang berkaitan dengan kemampuan jasmani dan akalnya”.
Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa Fitrah merupakan potensi yang
diberikan oleh Allah Swt kepada manusia sehingga manusia mampu
melaksanakan amanah yang menjadi kewajiban-kewajibannya kepada Allah Swt.
Potensi manusia dalam Al-Qur’an meliputi pendengaran, penglihatan, dan
hati (akal). Allah Swt berfirman:

‫ص َار‬ ِ ُ‫واللَّهُ َأ ْخ رج ُكم ِمن بط‬


َّ ‫ون َُّأم َه اتِ ُك ْم اَل َت ْعلَ ُم و َن َش ْيًئا َو َج َع َل لَ ُك ُم‬
َ ْ‫الس ْم َع َواَأْلب‬ ُْ ْ ََ َ
.‫َواَأْلفِْئ َدةَ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن‬
Artinya:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun, dan Dia menjadikan bagimu pendengaran,
penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”. (Q.S An-Nahl: 78).
Potensi-potensi tersebut berkembang seiring dengan perkembangan dan
pertumbuhan manusia. Sejak kecil potensi tersebut dalam keadaan lemah,
kemudian kuat dan akan lemah kembali seperti semula ketika manusia sudah
semakin tua. Hal tersebut digambarkan dalam firman Allah Swt sebagai berikut:

‫ف ُق َّوةً ثُ َّم َج َع َل ِم ْن َب ْع ِد ُق َّو ٍة‬ َ ‫ف ثُ َّم َج َع َل ِم ْن َب ْع ِد‬


ٍ ‫ض ْع‬ َ ‫اللَّهُ الَّ ِذي َخلَ َق ُك ْم ِم ْن‬
ٍ ‫ض ْع‬
.‫يم الْ َق ِد ُير‬ ِ
ُ ‫شآءُ َو ُه َو ال َْعل‬َ َ‫ض ْعفاً َو َش ْيبَةً يَ ْخلُ ُق َما ي‬
َ

Artinya:
“Allah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian dia menjadikan
(kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian dia menjadikan
(kamu) sesudah kuat itu menjadi lemah kembali dan beruban. Dia menciptakan
apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Kuasa”. (Q.S Ar-Rum: 54).

Setelah memahami dari sekian banyak pengertian tentang fitrah, maka


dapat diambil kata kunci bahwa Fitrah adalah potensi manusia. Potensi tersebut
bukan hanya potensi agama pada diri manusia saja, setidaknya ada tiga potensi
fitrah pada manusia, yaitu:
1. Daya intelektual (Quwwat al-‘Aql) yaitu potensi dasar yang memungkinkan
manusia dapat membedakan nilai intelektualnya, manusia dapat mengetahui
dan mengesakan Tuhannya.
2. Daya ofensif (Quwwat asy-Syahwat) yaitu potensi yang dimiliki manusia yang
mampu menginduksi objek-objek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi
kehidupannya, secara jasmani maupun rohani secara serasi dan seimbang.
3. Daya defensif (Quwwat al-Ghaddzab) yaitu potensi dasar yang dapat
menghindarkan manusia dari perbuatan yang dapat membahayakan dirinya.
Ada juga yang berpendapat bahwa fitrah manusia dibagi dua bentuk yaitu:
1. Fitrah al-Gharizat yang merupakan potensi dalam diri manusia yang
dibawanya sejak ia lahir. Potensi tersebut antara lain: nafsu, akal, dan hati
nurani yang dapat dikembangkan melalui jalur pendidikan.
2. Fitrah al-Munaazalat yang merupakan potensi luar manusia. Wujud dari fitrah
ini yaitu wahyu Allah Swt yang diturunkan untuk membimbing dan
mengarahkan fitrah al-gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang
hanif (lurus).
Semakin tinggi tingkat interaksi antara kedua fitrah tersebut, maka akan
semakin tinggi kualitas manusia. Akan tetapi sebaliknya, jika semakin rendah
maka tidak akan mengalami keserasian, bahkan berbenturan antara satu dengan
yang lainnya, sehingga manusia akan semakin tergelincir dari fitrahnya yang
hanif (lurus).
Muhammad bin Asyur sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Quraish Shihab
dalam mendefinisikan fitrah manusia menyebutkan ada beberapa potensi yang
dimiliki oleh manusia diantaranya:
1. Potensi Jasadiyah, contohnya potensi berjalan tegak dengan menggunakan
kedua kaki.
2. Potensi Aqliyah, contohnya kemampuan manusia untuk menarik suatu
kesimpulan dari sejumlah premis.
3. Potensi Rohaniah, contohnya kemampuan manusia untuk dapat merasakan
senang, nikmat, sedih, bahagia, tentram dan sebagainya.
Berdasarkan hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap manusia yang
dilahirkan sudah memiliki potensi yang telah ada di dalam dirinya. Potensi ini
sangat bersih bagaikan kertas putih yang belum tercoreng oleh tinta. Potensi ini
perlu diolah, dibina dan diperhatikan agar dapat berkembang secara positif dan
produktif. Potensi ini merupakan madrasah pengetahuan yang akan sangat
dipengaruhi perkembangannya oleh lingkungan (guru, orang tua, teman dan
kondisi sosial) yang ada di sekelilingnya. Pendidikan Islam harus mampu
mengintegrasikan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik pada pola
pendidikan yang ditawarkan, baik potensi yang ada pada aspek jasmani maupun
rohani, intelektual, emosional serta moral religius dalam diri peserta didik.

Implikasi penting konsep Islam tentang hakekat manusia dalam hubunganya


dengan pendidikan Islam, adalah : pertama : sistem pendidikan Islam harus
dibangun di atas konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikan qalbiyah dan
aqliyah sehingga mampu menghasilkan manusia muslim yang pintar secara
intelektual danterpuji secara moral. Kedua : pendidikan Islam harus merupakan
upaya yang ditujukan ke arah pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara
maksimal, sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk kongkrit, dalam kompetensi-
kompetensi yang bermuatan hard skill dan soft skill. Ketiga : pendidikan Islam
harus dijadikan sarana yang kondusif bagi proses transformasi ilmu pengetahuan
dan budaya Islami dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Keempat :
konsep hakekat manusia dan fungsi penciptaannya dalam alam semesta harus
sepenuhnya diakomodasikan dalam perumusan teori-teori pendidikan Islam
melalui pendekatan kewahyuan, empirik keilmuan dan rasional filosofis. Kelima :
proses internalisasi nilai-nilai Islam kedalam invividu atau pribadi seseorang harus
dapat dipadukan melalui peran individu maupun orang lain (guru), sehingga dapat
meperkuat terwujudnya kesatuan pola dan kesatuan tujuan menuju terbentuknya
mentalitas yang sanggup mengamalkn nilai dan norma Islam dalam diri insan
kamil.
BAB III
HADIS TENTANG
PERENCANAAN
PENDIDIKAN ISLAM

BAB III
HADIS TENTANG PERENCANAAN PENDIDIKAN
ISLAM

1. Perencanaan Pendidikan Islam


Perencanaan pendidikan adalah mengatur proses pendidikan agar tidak ada
waktu yang terbuang sia-sia. Perencanaan pendidikan juga mengatur dan
menyusun rencana atau kegiatan yang akan dilakukan selama proses pendidikan,
menetapkan strategi dan tujuan yang akan dicapai. Perencanaan menentukan
keseluruhan program, jika program pendidikan tanpa direncanakan maka akan
melahirkan pemborosan, serta program berjalan tidak tertib dan kurang efektif.
Perencanaan menjadi tolok ukur keberhasilan suatu kegiatan, tanpa perencanaan
yang jelas maka kegiatan akan hambar dan tidak tercapai tujuan yang diharapkan.

2. Hadis Tentang Perencanaan Pendidikan Islam


‫ َع ْن‬،‫ي‬ ُّ ‫الم ْن ِذ ِر الطَُّف ا ِو‬
ُ ‫الر ْح َم ِن َأبُو‬َّ ‫ َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن َع ْب ِد‬،‫َح َّد َثنَا َعلِ ُّي بْ ُن َع ْب ِد اللَّ ِه‬
،‫ض َي اللَّهُ َع ْن ُه َم ا‬ِ ‫ َعن َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن عُم ر ر‬،‫اه ٌد‬ ِ ‫ ح َّدثَنِي مج‬:‫ال‬ ِ ‫ُس لَْي َما َن اَأل ْع َم‬
َ ََ ْ َُ َ َ َ‫ ق‬،‫ش‬
‫ك‬ ُّ ‫ ُك ْن فِي‬:‫ال‬
َ َّ‫الد ْنيَا َكَأن‬ َ ‫ َف َق‬،‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم بِ َم ْن ِكبِي‬ ِ ُ ‫َأخ َذ رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ :‫ال‬ َ َ‫ق‬
‫ َوِإ َذا‬،‫اح‬ َّ ‫ت فَالَ َت ْنتَ ِظ ِر‬
َ َ‫الصب‬ َ ‫س ْي‬ ‫ َي ُق ُ ِإ‬،‫ و َكا َن ابْ ُن عُ َمر‬.‫يل‬
َ ‫ َذا َْأم‬:‫ول‬ َ
ِ ِ
َ ٍ ‫يب َْأو َعاب ُر َسب‬ ٌ ‫غَ ِر‬
.‫ك‬ َ ِ‫ َو ِم ْن َحيَات‬،‫ك‬
َ ِ‫ك لِ َم ْوت‬ َ‫ض‬ ِ ‫ك لِمر‬ ِ ِ ِ
َ َ َ ‫ َو ُخ ْذ م ْن ص َّحت‬،‫اء‬ َ‫س‬َ ‫الم‬
ِ
َ ‫ت فَالَ َت ْنتَظ ِر‬ َ ‫َأصبَ ْح‬ْ
Artinya:

“Ali bin Abdullah menceritakan kepada kita, Muhammad bin Abdurrahman Abu
al-Mundzir at-Thufawi, dari Sulaiman al-A’masyi berkata: Mujahid
menceritakan kepadaku, dari Abdullah bin Umar ra berkata : Rasulullah Saw
memegang pundak kedua pundak saya seraya bersabda: Jadilah engkau di dunia
seakan-akan orang asing atau pengembara, Ibnu Umar berkata: Jika kamu
berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari
jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat)
sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu”. (H.R Bukhari).9

Penjelasan hadis:
Hadits diatas memiliki pesan sangat tegas, supaya hidup di dunia ini
bagaikan seorang pengembara atau perantau (musafir). Seorang musafir, sebelum
bepergian pastinya sudah punya beberapa rencana, yaitu: kemanakah tempat yang
akan dituju, jam berapa berangkat, perkiraan waktu sampai di lokasi, berapa lama
disana, apa saja yang harus dibawa, kapan baliknya, dan lain sebagainya.
Semuanya pasti sudah direncakan. Jika ada orang yang bepergian tanpa terencana
dan asal jalan saja, itu bagaikan orang yang kebingungan karena bepergian tanpa
arah dan tujuan. Seperti orang “Minggat” (dalam bahasa Jawa) yaitu orang yang
pergi dari rumah tanpa tujuan, yang penting asal pergi dari rumah karena ada
masalah di rumah.
Lanjutan hadits ini mempertegas untuk tidak mengulur-ulur waktu,
contohnya seperti ketika kita sedang berada di waktu sore, maka jangan
menunggu sampai waktu pagi, dan sebaliknya jika berada di waktu pagi, maka
janganlah menunggu sampai di waktu sore, dan gunakanlah sehat sebelum sakit
dan gunakanlah masa hidup sebelum mati.
Jika kita mau merenung sejenak, sebenarnya banyak waktu kita yang
terbuang dalam kehidupan sehari-hari, jika dikalkulasikan waktu yang tidak
9
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 8, hal 89, no 6416.
digunakan oleh manusia sangat banyak. Kita bisa menghitungnya, jika seseorang
tidur 8 jam perhari, maka dari total usianya jika hidup 60 tahun, maka 20 tahun
hanya untuk tidur, sisanya 40 tahun waktu efektif masih terbagi-bagi dalam
banyak aktivitas, misalnya kerja, belajar, ngobrol, jalan-jalan, makan dan
sebagainya. Lantas bagaimana seandainya waktu-waktu kita habis dengan sia-sia?
Waktu terus bergerak, bergeser dan berputar, jangan sampai manusia hanya
berdiri di satu titik. Bergerak dan bersegeralah berbuat selagi masih ada
kesempatan. Bergerak dan berbuat selagi pagi, selagi kuat, selagi muda jangan
menunggu malam, menunggu sakit atau menunggu meninggal dunia.
Memanfaatkan momentum adalah kata kunci dari sebuah perencanaan.
Manusia harus mampu merencanakan dan mengatur waktu-waktunya untuk
hal-hal yang positif bagi diri sendiri maupun lingkungannya. Perencanaan
terhadap kegiatan-kegiatan yang bermanfaat merupakan bagian dari pendidikan
untuk memanfaatkan keadaan menjadi positif dan produktif.
Rasulullah Saw dalam sabdanya yang lain juga menganjurkan untuk
melakukan perencanaan dalam setiap aktivitas manusia. Perencanaan tersebut
tersingkap dalam makna niat sebagaimana sabda beliau berikut ini:

ِ َ ‫ت رس‬ ِ ُ ‫ ي ُق‬،ُ‫ض ي اللَّهُ َع ْن ه‬ ِ ‫اب ر‬ ُ ‫َس ِم ْع‬


ُ‫ص لَّى اهلل‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ ُ ‫ َس م ْع‬:‫ول‬ َ ِ َّ
َ َ ‫ت عُ َم َر بْ َن ال َخط‬
‫ت‬ ْ َ‫ فَ َم ْن َك ان‬،‫ َوِإنَّ َم ا لِ ُك ِّل ْام ِرٍئ َم ا َن َوى‬،‫النيَّ ِة‬
ِّ ِ‫ال ب‬ُ ‫ ِإنَّ َم ا اَأل ْع َم‬:‫ول‬ ُ ‫َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق‬
ْ َ‫ َو َم ْن َك ان‬،‫ فَ ِه ْج َرتُهُ ِإلَى اللّ ِه َو َر ُس ولِ ِه‬،‫ِه ْج َرتُهُ ِإلَى اللّ ِه َو َر ُس ولِ ِه‬
‫ت ِه ْج َرتُهُ ِإلَى ُد ْنيَ ا‬
.‫اج َر ِإلَْي ِه‬ ٍ ِ
َ ‫ فَ ِه ْج َرتُهُ ِإلَى َما َه‬،‫يُص ُيب َها َأ ِو ْام َرَأة َيَت َز َّو ُج َها‬
Artinya:
“Saya mendengar Umar bin Khattab ra berkata: saya mendengar Rasulullah
Saw bersabda: bahwasanya segala amal perbuatan itu tergantung pada niat dan
bahwasanya bagi tiap-tiap orang tergantung apa yang ia niatkan, maka
barangsiapa yang hijrahnya menuju (keridlaan) Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya itu kearah (keridlaan) Allah dan Rasul-Nya, barangsiapa yang
hijrahnya itu karena dunia (harta atau kemegahan dunia) atau karena seorang
wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kearah yang ditujunya”. (H.R
Bukhari).10
Baginda Nabi Muhammad Saw juga bersabda dalam hadis yang lain yang
isinya juga menganjurkan untuk menggunakan waktu sebaik mungkin selagi kita

10
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 8, hal 140, no 6689 dan Muslim, Shahih Muslim, Juz 3, hal
1515, no 1907.
dalam keadaan mampu:

ٍ ‫س ا َق ْب َل َخ ْم‬ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ‫ول‬
َّ َ ‫اهلل‬
:‫س‬ ً ‫ "ا ْغتَن ْم َخ ْم‬:ُ‫صلى اهللُ َعلَْيه َو َسل َم ل َر ُج ٍل َو ُه َو يَعظُه‬ ُ ‫ال َر ُس‬َ َ‫ق‬
َ َ‫ َو ِغن‬،‫ك‬
َ َ‫ َو َف َراغ‬،‫اك َق ْب َل َف ْق ِر َك‬
‫ك َق ْب َل‬ َ ‫ك َق ْب َل َس َق ِم‬ َ َ‫ص َّحت‬ِ ‫ و‬،‫ك‬ ِ
َ َ ‫ك َق ْب َل َه َرم‬ َ َ‫َش بَاب‬
." ‫ك‬ َ ِ‫ك َق ْب َل َم ْوت‬ َ َ‫ َو َحيَات‬،‫ك‬َ ِ‫ُشغْل‬
Artinya:
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: masa mudamu
sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa
kayamu sebelum masa fakirmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa
hidupmu sebelum masa matimu”. (H.R An-Nasa’i).11
Makna dari memanfaatkan lima hal dalam hadis tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Masa mudamu sebelum datang masa tuamu
Usia manusia terbatas, muda, kuat, perkasa dan semangat juga sangat
terbatas dan singkat. Masa ini hendaknya dimanfaatkan dengan sebaik
mungkin, jangan disia-siakan sehingga berakibat masa muda terlewatkan tanpa
hal yang bermakna dan bermanfaat. Kalau hal ini terjadi, maka masa tua akan
menjadi masa yang penuh dengan penyesalan.
Terdapat maqalah yang berbunyi:

ُ ‫ُشبَّا ُن الَْي ْوِم ِر َج‬


‫ال الْغَ ِّد‬
Artinya: “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan”.
Jadi, manfaatkan dan rencanakanlah kegiatan-kegiatan di seluruh waktu
yang sangat berharga ini, dan jangan menunggu masa tua menghampiri.
Ingatlah! bahwa orang-orang yang merugi adalah orang yang tidak
menggunakan waktunya untuk aktivitas yang bermanfaat.
b. Masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu
Sehat merupakan salah satu nikmat Allah Swt. Jangan sampai kita
menyia-nyiakan waktu selagi sehat. Kita mesti berbuat, sebisa mungkin
bekerja, belajar dan bekerja keras. Apa yang dilakukan di waktu sehat tidak
dapat dilakukan di waktu sakit. Memanfaatkan waktu sehat sama dengan
mensyukuri nikmat Allah Swt. Mengabaikan waktu sehat sama dengan
menyulitkan diri di waktu sakit. Kita harus sadar bahwa diri ini tidak akan
sehat selamanya, suatu ketika akan sakit dan tidak ada yang tahu kapan
terjadinya. Sehat merupakan kenikmatan yang sering dilupakan orang. Mereka
11
An-Nasa’i, As-Sunan al-Kubro, Juz 10, hal 400, no 11832.
akan menyadari besarnya nikmat sehat ketika sudah jatuh sakit. Mensyukuri
nikmat sehat adalah menggunakan masa sehat dengan sesuatu yang sangat
bermanfaat. Semua hal itu menunjukkan pentingnya perencanaan terhadap
kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan selama sehat.
c. Masa kaya mu sebelum masa fakirmu
Masa kaya, masa jaya, masa keemasan tidak selamanya. Oleh karena itu
manusia dituntut untuk tidak menyia-nyiakan kekayaannya dengan
menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang mubadzir, tanpa tujuan
yang baik. Waktu akan berputar, bergeser dari kaya ke miskin. Selagi kaya
manfaatkan harta dan kekayaan di jalan Allah Swt dan untuk membantu
sesama. Jadi, manfaatkanlah kekayaan untuk kebaikan sebelum datang
kemiskinan.
d. Masa luangmu sebelum masa sibukmu
Masa luang adalah masa dimana manusia bisa berbuat. Liang Gie pernah
mengatakan bahwa semakin orang sibuk semakin dapat melakukan banyak
hal, semakin orang menganggur, semakin tidak sanggup melakukan sesuatu
hal apapun yang berguna. Sibukkan dirimu dengan sesuatu yang berguna,
jangan pernah ada kesempatan berdiam diri dan bermalas-malasan, karena itu
justru akan membuang-buang waktu. Kita dan tidak akan mengetahui kapan
kesibukan akan menghampiri kita.
e. Masa hidupmu sebelum masa matimu
Hidup adalah anugerah. Masa hidup adalah ladang untuk mencari bekal
di akhirat kelak. Di kala hidup, kita harus banyak berbuat amal shaleh. Berbuat
baiklah! Beramal shalehlah! karena manusia dilihat dan dinilai dari apa yang
dilakukan dalam hidupnya.

Faktor utama yang menjadi titik fokus dalam hadis diatas adalah waktu.
Waktu yang tersedia dan waktu yang dibutuhkan untuk merancang sebuah
program yang dikehendaki dalam suatu pendidikan. Inti dan pesan utama dari
hadits diatas adalah keharusan merencanakan suatu kegiatan. perencanaan berarti
mempersiapkan mengatur waktu sumber daya dan lain sebagainya. Untuk
menyongsong masa depan, perencanaan harus dipersiapkan terutama dalam
sebuah pendidikan.
Banyak penjelasan dalam Al-Qur’an yang memberi perhatian pada
persoalan perencanaan terutama hubungannya dengan pemanfaatan waktu. Salah
satunya, Al-Qur’an menyebut dengan kata ad-Dahr. Sayyidina Ali bin Abi Thalib
ُ ‫ َو ْق‬R‫( ال‬Waktu itu laksana pedang), jika kita tidak dapat
َ ‫ت َك‬
pernah berkata: ‫يْف‬R‫الس‬
memanfaatkannya maka kita akan terpotong oleh pedang tersebut. Jika kita tidak
dapat memanfaatkan waktu hingga waktu terlewat begitu saja, maka kita akan
menyesal di kemudian hari.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Ashr:
ِ ‫الص الِح‬ ِ ِ َّ ِ
‫ات‬ َ َّ ‫آمنُ وا َو َعملُ وا‬ َ ‫) ِإاَّل الذ‬2( ‫س ا َن لَفي ُخ ْس ٍر‬
َ ‫ين‬ ‫ِإ‬
َ ْ‫) َّن اِإْل ن‬1( ‫ص ِر‬ ْ ‫َوال َْع‬
َّ ِ‫اص ْوا ب‬
)3( ‫الص ْب ِر‬ َ ‫ْح ِّق َوَت َو‬ َ ‫اص ْوا بِال‬
َ ‫َوَت َو‬
Artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran, dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran”. (Q.S Al-Ashr: 1-3).
Surat Al-Ashr ini menerangkan bahwa manusia yang tidak menggunakan
waktu dengan sebaik-baiknya maka termasuk golongan orang yang merugi.
BAB IV
HADIS TENTANG
TUJUAN
PENDIDIKAN
ISLAM

BAB IV
HADIS TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
1. Tujuan Pendidikan Islam
Sebelum menjalankan sebuah aktifitas pendidikan diperlukan adanya niat
atau tujuan yang ingin dicapai, karena segala sesuatu tergantung niatnya.
Rasulullah Saw bersabda:
ٍ ‫ت يحيى بن س ِع‬ ِ َ َ‫ ق‬،‫َّاب‬ ِ ‫الوه‬ ٍِ
:‫ول‬ ُ ‫ َي ُق‬،‫يد‬ َ َ ْ َ ْ َ ُ ‫ َس م ْع‬:‫ال‬ َ ‫ َح َّد َثنَا َع ْب ُد‬،‫َح َّد َثنَا ُقَت ْيبَةُ بْ ُن َسعيد‬
ُ ‫ َس ِم ْع‬:‫ول‬ ُ ‫ َي ُق‬،‫اص اللَّْيثِ َّي‬
ٍ َّ‫ َأنَّهُ َس ِم َع َع ْل َق َمةَ بْ َن َوق‬،‫يم‬ ِ ‫ِإ‬ ِ
‫ت عُ َم َر‬ َ ‫َأ ْخَب َرني ُم َح َّم ُد بْ ُن ْب َراه‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ َ ‫ت رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ِ ُ ‫ ي ُق‬،ُ‫ض ي اللَّهُ َع ْن ه‬
ُ َ ُ ‫ َس م ْع‬:‫ول‬ َ
ِ ِ َّ
َ ‫بْ َن ال َخطاب َر‬
‫ت ِه ْج َرتُ هُ ِإلَى اللَّ ِه‬ْ َ‫ فَ َم ْن َك ان‬،‫ َوِإنَّ َم ا اِل ْم ِرٍئ َم ا َن َوى‬،‫النيَّ ِة‬ ِّ ِ‫ال ب‬
ُ ‫ ِإنَّ َم ا اَأل ْع َم‬:‫ول‬ ُ ‫َي ُق‬
‫ص ُيب َها َأ ِو ْام َر ٍَأة‬
ِ ‫ت ِه ْجرتُهُ ِإلَى ُد ْني ا ي‬ ِِ ِ َّ ‫ِإ‬ ِِ
ُ َ َ ْ َ‫ َو َم ْن َك ان‬،‫ فَ ِه ْج َرتُهُ لَى الله َو َر ُس وله‬،‫َو َر ُس وله‬
.‫اج َر ِإلَْي ِه‬
َ ‫ فَ ِه ْج َرتُهُ ِإلَى َما َه‬،‫َيَت َز َّو ُج َها‬
Artinya:
“Qutaibah bin Said menceritakan kepada kita, Abdul wahhab menceritakan
kepada kita, beliau berkata: saya mendengar Yahya bin Said berkata:
Muhammad bin Ibrahim mengabarkan kepada saya bahwa beliau mendengar
‘Alqamah bin Waqash al-Laitsi berkata: saya mendengar Umar bin Khattab ra
berkata: saya mendengar Rasulullah Saw berkata: bahwasanya segala amal
perbuatan itu tergantung pada niat dan bahwasanya bagi tiap-tiap orang
tergantung apa yang ia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya menuju
(keridlaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kearah (keridlaan) Allah
dan Rasul-Nya, barangsiapa yang hijrahnya itu karena dunia (harta atau
kemegahan dunia) atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka
hijrahnya itu kearah yang ditujunya”. (H.R Bukhari).12
Syekh Az-Zarnuji di dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim menjelaskan:
،‫ال اآْل ِخ َر ِة‬ِ ‫النيَّ ِة ِم ْن َأ ْعم‬
َ
ِ ‫الد ْنيا وي‬
ِّ ‫ص ْي ُر بِ ُح ْس ِن‬ َ َ َ ُّ ‫ال‬ ِ ‫ص ْور ِة َأ ْعم‬
َ َ ُ ‫ص ّو ُر ب‬
ِ َ َ‫َك ْم ِم ْن َعم ٍل َيت‬
َ
‫س ْو ِء‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ِ‫ص َّو ُر ب‬
ُ ‫ص ْو َرة َأ ْع َم ال اآْل خ َرة ثُ َّم يَص ْي ُر م ْن َأ ْع َم ال ال ُّد ْنيَا ب‬
ِ
َ َ‫َو َك ْم م ْن َع َم ٍل َيت‬
.‫النيَّ ِة‬
ِّ
Artinya:
Betapa banyak amal yang berbentuk amal dunia dapat menjadi amal akhirat
sebab niat yang baik. Dan betapa banyak amal yang berbentuk amal akhirat
dapat menjadi amal dunia sebab niat yang buruk”.

12
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 8, hal 140, no 6689 dan Muslim, Shahih
Muslim, Maktabah Syamilah, juz 3, hal 1515, no 1907.
Tujuan adalah hasil yang diinginkan untuk waktu tertentu. Perbedaan
tujuan dengan misi ialah, tujuan memiliki cakupan lebih kecil dan merupakan
bagian dari misi. Jika misi disebut tugas, maka tujuan adalah tugas-tugas kecil
yang merupakan bagian dari misi. Tujuan pendidikan Islam tentu sangat luas
pembahasannya. Oleh karena itu, untuk mengukur tujuan apa saja yang ingin
dicapai, diperlukan rumusan tujuan pendidikan Islam yang jelas agar dapat
menjadi bekal bagi para pendidik untuk dapat mengolah model pembelajaran
yang tepat bagi para peserta didik.
Menurut Umar Muhammad At-Taumi Ash-Shaibani tujuan pendidikan
ialah perubahan yang dituju melalui proses pendidikan, baik dalam tingkah
laku individu pada kehidupan pribadi, kehidupan masyarakat, dan alam sekitar
maupun pada proses pendidikan serta pengajaran itu sendiri. Dari definisi ini
menunjukkan bahwa proses pendidikan akan dikatakan berhasil apabila terjadi
atau adanya perubahan tingkah laku pada setiap diri peserta didik setelah selesai
mengikuti program pendidikan yang diberikan.

2. Hadis Tentang Tujuan Pendidikan Islam


Rumusan pendidikan Islam tentu dapat diambil dari sumber hukum
utamanya yaitu Al-Qur‘an dan Hadis Nabi Saw.
Sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad Saw dalam beberapa
hadis beliau, tujuan pendidikan Islam diantaranya ialah:
1. Bertakwa kepada Allah Swt

.‫اه ْم لِلَّ ِه‬


ُ ‫ َأْت َق‬:‫ال‬ ِ ‫ َم ْن َأ ْك َر ُم الن‬:‫ول اللَّ ِه‬
َ َ‫َّاس؟ ق‬ ِ َّ ِ ِ
َ ‫ ق‬:ُ‫َع ْن َأبي ُه َر ْي َر َة َرض َي اللهُ َع ْنه‬
َ ‫يل يَا َر ُس‬

Artinya:
“Dari Abu Hurairah ra, beliau ditanya tentang siapa orang yang paling
mulia? Beliau menjawab, “Orang yang paling bertakwa kepada Allah”. (H.R
Bukhari).13

Hadits ini menunjukkan bahwa manusia yang paling mulia adalah yang
paling tinggi tingkat ketakwaannya. Sikap takwa mengalahkan semua indikasi
kemuliaan martabat yang lain. Simbol-simbol kemodernan dan kesejahteraan
yang dimiliki oleh seseorang tidak dapat mengalahkan sikap takwa. Itu berarti
bahwa kendatipun seseorang memiliki gelar yang banyak, ahli menggunakan
teknologi mutakhir dan memiliki kekayaan yang melimpah, tetapi apabila ia
13
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 149, no 3383.
tidak bertakwa kepada Allah Swt, maka ia sesungguhnya belum dapat
dimasukkan ke dalam kategori orang yang paling mulia.
Rasulullah Saw bersabda dalam hadis lain:

‫ ِإ َّن اهللَ اَل َي ْنظُ ُر ِإلَى‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫َع ْن َأبِي ُه َر ْي َر َة‬
.‫ َولَ ِك ْن َي ْنظُُر ِإلَى ُقلُوبِ ُك ْم َوَأ ْع َمالِ ُك ْم‬،‫ص َو ِر ُك ْم َو َْأم َوالِ ُك ْم‬
ُ
Artinya:
“Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya
Allah tidak memandang wajah dan harta kalian, akan tetapi Allah Swt
memandang hati dan amal kalian”. (H.R Muslim).14

Allah Swt juga berfirman di dalam Surat Al-Hujurat ayat 13:

‫ِإ َّن َأ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد اللَّ ِه َأتْقا ُك ْم‬


Artinya:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu”. (Q.S. Al-Hujurat: 13).
Ayat diatas menjelaskan bahwasannya yang paling mulia di sisi Allah
Swt dan paling tinggi kedudukannya di sisi-Nya didunia dan akhirat adalah
orang yang paling bertakwa. Jadi, barang siapa yang ingin memperoleh
derajat yang tinggi maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah Swt.

2. Berilmu
Imam Asy-Syafi’i berkata:

.‫اد ُه َما َف َعلَْي ِه بِال ِْعل ِْم‬ ِ


َ ‫ َو َم ْن ََأر‬،‫اد اآْل خ َر َة َف َعلَْي ِه بِال ِْعل ِْم‬
َ ‫ َو َم ْن ََأر‬،‫الد ْنيَا َف َعلَْي ِه بِال ِْعل ِْم‬
ُّ ‫اد‬
َ ‫َم ْن ََأر‬
Artinya:
“Barangsiapa yang menghendaki kebaikan di dunia maka dengan ilmu, dan
barangsipa yang menghendaki kebaikan di akhirat maka dengan ilmu.
Barangsiapa yang menghendaki keduanya maka dengan ilmu”.15
Pada maqalah ini, Imam Asy-Syafi’i menjelaskan bahwa jika
seseorang menginginkan kebaikan di dunia, di akhirat dan kedua-duanya,
harus dengan ilmu. Maka dari itu ilmu sangatlah penting bagi setiap orang.

14
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 1987, no 2564.
15
As-Sufairi, Syarah Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 2, hal 189.
3. Berakhlak Mulia
Tujuan pendidikan dalam Islam ialah terciptanya manusia yang
berakhlak mulia. Itulah tujuan dasar dan utama pendidikan Islam, adapun
tujuan-tujuan lainnya hanya bersifat sekunder alias bukan pokok. Dengan
akhlak yang mulia sangat memungkinkan seseorang melakukan perubahan
revolusioner tidak hanya pada dirinya sendiri tetapi juga terhadap
lingkungannya. Pembangunan akhlak mulia menjadi barometer pendidikan
Islam, tanpa akhlak sebagai tujuan utama maka pendidikan hanyalah
setumpuk teori dan gagasan yang tidak memiliki implikasi bagi kehidupan
umat manusia. Penguatan akhlak itulah yang disabdakan oleh Baginda Nabi
Muhammad Saw:

‫ ثنا َأبُو‬،‫يد بْ ُن اَأْل ْع َرابِ ِّي‬ ِ ‫ أنبأ َأب و س ِع‬،‫ف اَأْلص بهانِ ُّي‬ ِ
َ ُ َ َ ْ َ ‫وس‬ ُ ُ‫َأ ْخَب َرنَ ا َأبُ و ُم َح َّمد بْ ُن ي‬
‫ ثن ا َع ْب ُد ال َْع ِزي ِز بْ ُن‬،‫ص و ٍر‬ ِ ِ ‫ب ْك ٍر مح َّم ُد بن ُعبي ٍد الْم رو ُّر‬
ُ ‫ ثن ا َس عي ُد بْ ُن َم ْن‬،‫ي‬ ُّ ‫وذ‬ َ ْ َ َْ ُ ْ َ ُ َ
،‫ص الِ ٍح‬ ِ
َ ‫ َع ْن َأبِي‬،‫اع بْ ِن َحك ٍيم‬ ِ ‫ َع ِن الْ َق ْع َق‬،‫ َأ ْخَب َرنِي ُم َح َّم ُد بْ ُن َع ْجاَل َن‬،‫ُم َح َّم ٍد‬
‫ ِإنَّ َم ا‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ض َي اهللُ َع ْنهُ ق‬ ِ ‫َعن َأبِي ُهر ْير َة ر‬
َ َ َ ْ
ُ ْ‫بُِعث‬
.‫ت ُأِلتَ ِّم َم َم َكا ِر َم اَأْل ْخاَل ِق‬

Artinya:
“Abu Muhammad bin Yusuf al-Ashbahani kepadaku, Abu Sa'id bin Al-A’rabi
mengabarkan, Abu bakar Muhammad bin Ubaid Al-Marwarrudzi
menceritakan kepadaku, Said bin Mansyur menceritakan kepadaku, Abdul Aziz
bin Muhammad menceritakan kepadaku, Ahmad bin ‘Ajlan mengabarkan
kepadaku, dari Al-Qo’qo’ bin Hakim dari Abi Shaleh dari Abu Hurairah ra
berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Saya tidak diutus melainkan untuk
menyempurnakan akhlak”. (H.R Al-Baihaqi).16
Hadis tersebut dengan tegas menyatakan bahwa misi utama Rasulullah
Saw adalah memperbaiki akhlak manusia. Rasulullah Saw menghiasi dirinya
dengan akhlaq yang mulia dan menganjurkan agar umatnya senantiasa
menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian
tujuan besar pendidikan dalam Islam ialah mengatur dan mengarahkan tingkah
laku manusia agar menjadi lebih baik, menjadi lebih sempurna pengabdiannya
kepada Allah Swt serta memiliki kemanfaatan yang luas kepada manusia yang
lainnya.
16
Al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubro, Maktabah Syamilah, Juz 10, hal 323, no 20782.
Untuk tujuan secara individu dalam pendidikan Islam, Nabi
Muhammad Saw memberikan pesan agar tidak berniat menuntut ilmu karena
manusia. Beliau Saw bersabda:

‫ي بِ ِه‬ ِ ‫العل‬ ِ َ‫ من طَل‬:‫ول‬ ِ ِ َ ‫ت رس‬ ِ


َ ‫ْم ليُ َج ا ِر‬َ ‫ب‬ َ ْ َ ُ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َي ُق‬ َ ‫ول اهلل‬ ُ َ ُ ‫َس م ْع‬
‫َّاس ِإلَْي ِه َأ ْد َخلَهُ اللَّهُ النَّار‬ ِ ‫العلَم‬
َ ‫ف بِ ِه ُو ُج‬
ِ ‫وه الن‬ َ ‫ص ِر‬ْ َ‫اء َْأو ي‬ ُّ ‫ي بِ ِه‬
َ ‫الس َف َه‬ َ ‫اء َْأوليُ َما ِر‬
ََُ
Artinya:
“Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang menuntut
ilmu dengan niat untuk menyaingi para ulama, untuk menanamkan keraguan
kepada orang-orang bodoh, untuk menarik perhatian orang-orang, maka
Allah Swt akan memasukkannya ke dalam neraka”. (H.R At-Tirmidzi).17

Imam Az-Zarnuji di dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim memberikan


penjelasan terkait tujuan pendidikan Islam: “Sebaiknya dalam menuntut ilmu,
seorang peserta didik mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1) Agar mendapatkan ridlo Allah Swt
2) Mendapat pahala di Akhirat (surga)
3) Menghilangkan kebodohan
4) Menghidupkan agama
5) Mensyukuri nikmat
6) Mensyukuri kesehatan jasmani
Imam Az-Zarnuji juga memperingatkan agar dalam menuntut ilmu tidak
mempunyai niat mendapatkan perhatian orang-orang, tidak berniat
mendapatkan perkara duniawi, dan mendapatkan kemuliaan dari para pejabat.18
Imam Al-Ghazali di dalam kitabnya Bidayatul Hidayah juga berpesan:
“Sesungguhnya engkau, apabila dalam mencari ilmu berniat untuk mencari
popularitas, bersaing kebanggaan atau mengungguli teman-teman sebaya,
supaya mendapat simpati dari orang banyak, dan mengumpulkan harta benda,
maka engkau sebenarnya telah berusaha menghancurkan agamamu, merusak
dirimu sendiri dan menjual kebahagiaan akhirat dengan kesenangan duniawi.
Ibarat seorang pedagang, maka transaksi yang telah engkau buat itu rugi dan
perdagangan yang engkau lakukan tidak membawa keuntungan. Sedangkan
orang yang mengajarimu (gurumu) itu dianggap membantu melakukan

17
At-Tirmidzi, as-Sunan At-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, Juz 4, hal 329, no 2654.
18
Az-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, Semarang: Pustaka Al-‘Alawiyah, tt, hal 10.
kemaksiatan yang juga akan merasakan kerugian. Guru yang demikian itu
laksana seorang penjual pedang kepada perampok. Rasulullah Saw bersabda:
barangsiapa yang menolong orang lain melakukan perbuatan maksiat
walaupun hanya dengan sepatah kata maka orang tersebut dianggap ikut
melakukan kemaksiatan bersamanya”.19
Masalah yang menjadi kegagalan dalam dunia pendidikan hari ini adalah
kecenderungan manusia yang melihat pendidikan sebagai tujuan dunia semata,
seperti pekerjaan jabatan pangkat dan lain-lain, yang umumnya berorientasi
pada duniawi, yang berorientasi pada produksi dan konsumsi, sehingga
manusia kehilangan kesejahteraan batin. Meski demikian tak dapat dipungkiri
kalau tujuan pendidikan itu menyangkut tujuan hidup pendidikan
dikembangkan dalam konteks membantu perkembangan manusia dalam
memiliki kecakapan untuk bertahan hidup, melaksanakan tugas kehidupan
yang sering disebut dengan tujuan fungsional dan tujuan praktis yang meliputi
skill keterampilan dan kecakapan.
Para pemikir Islam lebih berorientasi pada aspek ideal tujuan ideal
hakikat batiniah yang bersifat ukhrawi ilahiyah, menurut Imam Al-Ghazali
disebut Insanul Kamil. Taqarrub menurut Sayyid Husein dan Sayyid Ali
Ashraf. Akhlak sempurna menurut Athiyah Al-Abrasyi. Belajar untuk
mendapatkan ridho Allah menurut Azwar Nafsi, yang secara umum bersifat
batiniah dan ukhrawi.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa tujuan pendidikan hendaknya hanya
untuk menjadi orang yang berilmu ikhlas karena Allah Swt. Tidak ada sesuatu
yang lebih layak dan lebih pantas dijadikan tujuan ketika menuntut ilmu
kecuali mencari ridha Allah Swt. Dengan ditujukan semata-mata karena Allah
Swt, maka ilmu yang akan diperoleh dapat bermanfaat.

19
Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, Surabaya: Darul Kitab al-Islami, tt, hal 3.
‫‪BAB V‬‬
‫‪HADIS TENTANG MATERI PENDIDIKAN ISLAM‬‬

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ‫ال‪ :‬ب ْينَم ا نَ ْحن ِع ْن َد رس ِ ِ‬ ‫َع ْن ُع َم ِر بْ ِن الْ َخطَّ ِ‬
‫ول اهلل َ‬ ‫َُ‬ ‫ُ‬ ‫اب قَ َ َ َ‬
‫اب‪َ ،‬ش ِدي ُد َس َو ِاد َّ‬
‫الش ْع ِر‪ ،‬اَل‬ ‫ات َي ْوٍم‪ِ ،‬إ ْذ طَلَ َع َعلَْينَ ا َر ُج ٌل َش ِدي ُد َبيَ ِ‬
‫اض الثِّيَ ِ‬ ‫ذَ َ‬

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ‫ِ‬ ‫ُي َرى َعلَْي ِه َأَث ُر َّ‬
‫س ِإلَى النَّبِ ِّي َ‬ ‫الس َف ِر‪َ ،‬واَل َي ْع ِرفُهُ منَّا َ‬
‫َأح ٌد‪َ ،‬حتَّى َجلَ َ‬
‫ض َع َك َّف ْي ِه َعلَى فَ ِخ َذيْ ِه‪َ ،‬وقَ َ‬
‫ال‪ :‬يَا ُم َح َّم ُد‬ ‫َأس نَ َد ُر ْكبََت ْي ِه ِإلَى ُر ْكبََت ْي ِه‪َ ،‬و َو َ‬
‫َو َس لَّ َم‪ ،‬فَ ْ‬

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‪« :‬اِإْل ْس اَل ُم َأ ْن‬ ‫ال رس ُ ِ‬


‫ول اهلل َ‬
‫ِ‬
‫َأ ْخبِ ْرني َع ِن اِإْل ْس اَل ِم‪َ ،‬ف َق َ َ ُ‬

‫يم‬ ‫ِ‬ ‫ِ َّ‬ ‫ول ِ‬


‫اهلل َ َّ‬ ‫تَ ْش َه َد َأ ْن اَل ِإلَ هَ ِإاَّل اهللُ َو َّ‬
‫ص لى اهللُ َعلَْي ه َو َس ل َم‪َ ،‬وتُق َ‬ ‫َأن ُم َح َّم ًدا َر ُس ُ‬

‫ت ِإلَْي ِه‬ ‫ض ا َن‪ ،‬وتَح َّج الْب ْي َ ِ‬


‫ت ِإن ْ‬
‫اس تَطَ ْع َ‬ ‫َ ُ َ‬ ‫وم َر َم َ‬
‫ص َ‬ ‫الص اَل َة‪َ ،‬و ُت ْؤ تِي َّ‬
‫الز َك ا َة‪َ ،‬وتَ ُ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬

‫ال‪ :‬فَ َأ ْخبِ ْرنِي َع ِن‬


‫ص ِّدقُهُ‪ ،‬قَ َ‬ ‫ِ‬
‫ال‪َ :‬ف َعج ْبنَ ا لَ هُ يَ ْس َألُهُ‪َ ،‬ويُ َ‬
‫ْت‪ ،‬قَ َ‬
‫ص َدق َ‬ ‫َس بِياًل »‪ ،‬قَ َ‬
‫ال‪َ :‬‬

‫اهلل‪َ ،‬و َماَل ِئ َكتِ ِه‪َ ،‬و ُكتُبِ ِه‪َ ،‬و ُر ُس لِ ِه‪َ ،‬والَْي ْوِم اآْل ِخ ِر‪،‬‬
‫ال‪َ« :‬أ ْن ُت ْؤ ِمن بِ ِ‬
‫َ‬
‫اِإْل يم ِ‬
‫ان‪ ،‬قَ َ‬ ‫َ‬
‫ال‪:‬‬ ‫ال‪ :‬فََأ ْخبِرنِي َع ِن اِإْل ْحس ِ‬
‫ان‪ ،‬قَ َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْت‪ ،‬قَ َ‬
‫ص َدق َ‬ ‫َوتُْؤ ِم َن بِالْ َق َد ِر َخ ْي ِر ِه َو َش ِّر ِه»‪ ،‬قَ َ‬
‫ال‪َ :‬‬

‫ال‪ :‬فَ َأ ْخبِ ْرنِي َع ِن‬ ‫ك َت َراهُ‪ ،‬فَ ِإ ْن لَ ْم تَ ُك ْن َت َراهُ فَِإ نَّهُ َي َر َ‬
‫اك»‪ ،‬قَ َ‬ ‫«َأ ْن َت ْعبُ َد اهللَ َكَأنَّ َ‬

‫ال‪ :‬فَ َأ ْخبِ ْرنِي َع ْن‬ ‫ول َع ْن َه ا بِ َأ ْعلَ َم ِم َن َّ‬


‫الس اِئ ِل» قَ َ‬ ‫«م ا ال َْم ْس ُئ ُ‬ ‫اع ِة‪ ،‬قَ َ‬
‫ال‪َ :‬‬ ‫الس َ‬
‫َّ‬

‫الش ِاء‬ ‫ْح َف ا َة الْعُ َرا َة ال َْعالَ ةَ ِر َع َ‬


‫اء َّ‬ ‫اَأْلم ةُ َر َّبَت َه ا‪َ ،‬وَأ ْن َت َرى ال ُ‬
‫ِ‬ ‫ََأم َارتِ َها‪ ،‬قَ َ‬
‫ال‪َ« :‬أ ْن تَل َد َ‬

‫ال لِي‪« :‬يَ ا عُ َم ُر‬


‫ت َملِيًّا‪ ،‬ثُ َّم قَ َ‬
‫ال‪ :‬ثُ َّم انْطَلَ َق َفلَبِثْ ُ‬ ‫يتَطَ اولُو َن فِي الْب ْني ِ‬
‫ان»‪ ،‬قَ َ‬ ‫َُ‬ ‫َ َ‬
‫ «فَِإ نَّهُ ِج ْب ِري ُل َأتَ ا ُك ْم‬:‫ال‬ ُ ‫الس اِئ ُل؟» ُقل‬
َ َ‫ ق‬،‫ اهللُ َو َر ُس ولُهُ َأ ْعلَ ُم‬:‫ْت‬ َّ ‫َأتَ ْد ِري َم ِن‬

.)‫ُي َعلِّ ُم ُك ْم ِدينَ ُك ْم» ( رواه مسلم‬


Artinya:
“Dari Umar bin al-Khatthab berkata: pada suatu hari ketika kami
berada di dekat Rasulullah Saw, tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-
laki yang sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat
padanya tanda-tanda dalam perjalanan dan tidak seorang pun di antara kami
yang mengenalnya. Sampai ia duduk di dekat Nabi Muhammad Saw. lalu ia
menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua
tangannya di atas paha Nabi, lantas berkata, "Hai Muhammad! Beritahukan
kepada saya tentang Islam! Rasulullah Saw. Bersabda: Islam itu adalah
pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa pada bulan
Ramadhan, dan menunaikan haji bagi orang yang mampu. Lelaki itu berkata:
Engkau benar. Umar berkata, 'kami tercengang melihatnya, ia bertanya dan
ia pula yang membenarkannya'. Selanjutnya laki-laki itu berkata lagi:
Beritahukan kepada saya tentang iman! Rasulullah Saw. menjawab:
Iman itu adalah keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari akhirat dan qadar baik dan buruk. Laki-laki itu berkata:
Engkau benar. Selanjutnya, ia berkata lagi: Beritahukan kepada saya tentang
ihsan! Rasulullah Saw. menjawab: Ihsan itu adalah kamu menyembah Allah
seakan-akan kamu melihatnya. Jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka
rasakanlah bahwa Dia melihatmu. Lalu laki-laki tersebut bertanya lagi
beritahukanlah aku tentang hari kiamat! Nabi menjawab: Orang yang ditanya
tentang itu tidak lebih mengetahui dari si penanya sendiri. Orang tersebut
bertanya lagi: beritahukanlah kepadaku tentang tanda-tandanya. Nabi
menjawab: Di antaranya jika seorang hamba sahaya telah melahirkan
tuannya (majikannya), dan jika engkau melihat orang yang tadinya miskin,
berbaju compang-camping, sebagai penggembala kambing sudah menjadi
mampu hingga berlomba-lomba dengan kemegahan bangunan. Kemudian
pergilah orang tadi. Aku diam tenang sejenak kemudian nabi bertanya
kepadaku: Wahai Umar tahukah engkau siapakah yang datang tadi? Aku
menjawab Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui. Nabi bersabda: dia itu
adalah malaikat jibril yang datang kepadamu untuk mengajarkan tentang
agamamu”. (H.R. Muslim).20

Penjelasan Hadis
Setelah membaca hadis di atas dapat di ambil beberapa pelajaran
penting mengenai pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1) Dalam hadis di atas dinyatakan bahwa Jibril datang mengajarkan agama
kepada sahabat Nabi Muhammad Saw. Dalam proses ini, Jibril berfungsi
sebagai guru, Nabi Muhammad Saw sebagai narasumber, dan para sahabat
sebagai peserta didik.
2) Dalam proses pembelajaran, Jibril sebagai guru menggunakan metode
Tanya-jawab. Metode ini efektif untuk menarik minat dan memusatkan
perhatian para peserta didik.
3) Materi pengajaran agama Islam dalam hadis tersebut meliputi aspek-aspek
pokok dalam ajaran agama Islam, yaitu Akidah, Syariah (ibadah), dan
Akhlak (Tasawwuf). Ajaran Islam diajarkan secara integral, tidak secara
parsial.

Materi pendidikan Islam meliputi aspek-aspek pokok dalam ajaran agama


Islam, yaitu Akidah, Syariah, dan Akhlak (Tasawwuf).
1. Pendidikan Akidah
Pendidikan Akidah ialah proses pembinaan dan pemantapan
kepercayaan terhadap Tuhan dan hal-hal yang wajib diimani dalam diri
seseorang sehingga menjadi lebih kuat. Proses tersebut dapat dilakukan
dalam bentuk pengajaran, bimbingan dan latihan. Dalam penerapannya
pendidik dapat menerapkan dengan berbagai metode yang relavan dengan
tujuan yang ingin dicapai.

2. Pendidikan Syariah (Ibadah)


Pendidikan Syariah (Ibadah) yang dimaksud di sini adalah proses
pengajaran, pelatihan dan bimbingan dalam ibadah, seperti shalat, puasa,
zakat, haji dan lain-lain. Dari ‘Amr bin Syu‘aib dari bapaknya, dari kakeknya
berkata, Rasulullah Saw bersabda:

‫ول اللَّ ِه ص لى اهلل علي ه‬ ِ ‫ب َعن َأبِي ِه َعن ج د‬


ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ال ق‬ َ َ‫ِّه ق‬ َ ْ ْ ٍ ‫َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن ُش َع ْي‬
ِِ ِ َّ ِ‫م روا َأوالَ َد ُكم ب‬: ‫وس لم‬
ُ ُ‫اض ِرب‬
‫وه ْم َعلَْي َه ا َو ُه ْم‬ ْ ‫ين َو‬
َ ‫الص الَة َو ُه ْم َْأبنَ اءُ َس ْب ِع س ن‬ ْ ْ ُُ
20
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, juz 1, hal 36, no 8.
ِ‫ض‬
.)‫ (رواه أبو داود‬.‫اج ِع‬ َ ‫ين َو َف ِّرقُوا َب ْيَن ُه ْم فِى ال َْم‬ِِ
َ ‫َْأبنَاءُ َع ْش ِر سن‬
Artinya:
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika berumur
7 tahun, dan pukullah mereka ketika berumur 10 tahun apabila mereka
enggan mengerjakannya, dan pisahkanlah mereka dari tempat tidurnya. (Abu
Dawud).21

Kandungan pendidikan hadits tersebut adalah:


a. Dari hadis di atas menjelaskan untuk memerintahkan shalat atau
pendidikan ibadah kepada anaknya diberikan sejak dini sehingga ketika
usia baligh maka mereka sudah terbiasa mengamalkannya.
b. Para guru dan orang tua hendaknya menjelaskan kepada anak-anak
dengan penjelasan yang sangat sederhana tentang pentingnya berbagai
bentuk ibadah, lengkap dengan rukun-rukunnya, seperti shalat, zakat,
dan haji. Selain itu, emosional anak harus di siapkan saat membicarakan
berbagai bentuk ibadah sehingga mereka merindukan ikatan dengan
Allah Swt dan beribadah kepada-Nya dengan cara yang benar.

3. Pendidikan Akhlak (Tasawwuf/Hati)


Pendidikan hati merupakan bagian dari pembinaan rohani yang
ditekankan pada upaya pengembangan potensi jiwa manusia agar
senantiasa dekat dengan Allah Swt, cenderung kepada kebaikan, dan
menghindar dari kejahatan. Rasulullah Saw bersabda:

‫ ِإ َّن اهللَ اَل َي ْنظُ ُر‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫َع ْن َأبِي ُه َر ْي َر َة‬
.‫ َولَ ِك ْن َي ْنظُُر ِإلَى ُقلُوبِ ُك ْم َوَأ ْع َمالِ ُك ْم‬،‫ص َو ِر ُك ْم َو َْأم َوالِ ُك ْم‬
ُ ‫ِإلَى‬
Artinya:
“Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya
Allah tidak memandang wajah dan harta kalian, akan tetapi Allah Swt
memandang hati dan amal kalian”. (H.R Muslim).22
Rasullullah Saw menegaskan dalam hadis ini bahwa Allah lebih
menghargai hati yang bersih dan amal sholeh daripada bentuk tubuk yang
cantik, gagah dan harta yang banyak. Keadaan hati seseorang sangat

21
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Maktabah Syamilah, juz 133, hal 495.
22
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 1987, no 2564.
menentukan semua kondisinya yang meliputi perkataan, sikap, dan
perbuatan. Rasulullah Saw memberikan motivasi yang sangat besar kepada
umatnya untuk berusaha membersihkan hati dari segala sifat yang buruk
sekaligus menghiasinya dengan sifat yang baik.

4. Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dan pendidikan total
yang mencoba mencapai tujuan untuk mengembangkan kebugaran jasmani,
mental, sosial, serta emosional bagi masyarakat dengan wahana aktivitas
jasmani. Diantara tujuan pendidikan jasmani adalah menjaga dan memelihara
kesehatan badan termasuk organ-organ pernapasan, peredaran darah dan
pencernaan, meliputi otot-otot dan urat saraf serta melatih kecekatan dan
ketangkasan.

a. Memanah

ُ ‫ َس ِم ْع‬:‫ول‬
‫ت‬ ُ ‫ َي ُق‬،‫ َأنَّهُ َس ِم َع عُ ْقبَ ةَ بْ َن َع ِام ٍر‬،‫َع ْن َأبِي َعلِ ٍّي ثُ َم َام ةَ بْ ِن ُش َف ٍّي‬
ِ ‫ "{و‬:‫ول‬ ِ ِ ِ َ ‫رس‬
‫َأع ُّدوا لَ ُه ْم َم ا‬ َ ُ ‫ َي ُق‬،‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َو ُه َو َعلَى الْم ْنبَ ِر‬ َ ‫ول اهلل‬ َُ
َ‫ َأاَل ِإ َّن الْ ُق َّوة‬،‫ َأاَل ِإ َّن الْ ُق َّوةَ ال َّر ْم ُي‬،]60 :‫اس تَطَ ْعتُ ْم ِم ْن ُق َّو ٍة} [األنف ال‬ ْ
َّ َ‫ َأاَل ِإ َّن الْ ُق َّوة‬،‫الر ْم ُي‬
." ‫الر ْم ُي‬ َّ

Artinya:
Dari Abi Ali Tsumamah bin Syufai, dia mendengar Uqbah bin Amir
berkata, “saya mendengar Rasulullah Saw bersabda ketika beliau sedang
berada atas mimbar, “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa
saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu
adalah memanah, Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah
memanah, Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah
memanah. (HR. Muslim).23
b. Berkuda dan Berenang
Sehubungan dengan olahraga berkuda, terdapat riwayat dari sebagai
berikut:

ِّ ‫الش ِام َأ ْن َعلِّ ُم وا َْأوال َد ُك ُم‬


َّ ‫ب ِإلَى َْأه ِل‬ ِ َّ‫َأن عُ َم ر بْ َن الْ َخط‬
َ‫احة‬
َ َ‫الس ب‬ َ َ‫اب َكت‬ َ َّ
ِ ‫الرمي والْ ُفر‬
َ‫وسيَّة‬ ُ َ َ ْ َّ ‫َو‬
23
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, juz 3, hal 1522, no 1917.
Artinya:
“Umar bin Khattab telah mewajibkan penduduk Syam supaya mengajar
anak-anak kamu berenang, dan memanah, dan menunggang kuda”.24

Dapat dipahami dari hadis diatas bahwa berenang, memanah dan


berkuda termasuk olahraga yang disukai oleh Rasulullah. Dalam konteks
kehidupan sekarang, anjuran mengendarai kuda dapat pula diterjemahkan
sebagai anjuran menguasai penggunaan teknologi transportasi. Hal ini
sangat dibutuhkan oleh umat Islam.
Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qadir mencoba mendudukkan
aktivitas melatih kuda sebagai usaha untuk memenangkan sebuah
peperangan. Yang dimaksud dengan ‘melatih kuda’ adalah menaikinya,
memacunya, dengan melakukan perjalanan dengannya serta mengajari
kuda tersebut beberapa hal yang diperlukan.
Adapun makna kuda adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk
berperang.” Dari keterangan Al-Munawi di atas, bisa kita ambil
kesimpulan bahwa kuda hanyalah bagian dari alat perang masa itu yang
bisa digunakan. Tentunya, di masa yang serba canggih saat ini, sebagai
pengejawentahan dari makna kuda yang disebut Al-Munawi, kita
seharusnya mampu menggunakan peralatan-peralatan canggih yang bisa
digunakan berperang. Misalnya: tank, helikopter, pesawat tempur atau alat
utama sistem senjata (alutista) lain. Itu bagi perang yang berupa fisik.
Itupun karena pada saat itu, peperangan adalah sebuah hal yang tidak bisa
dipisahkan untuk bertahan hidup. Di saat sekarang, ketika kita hidup di
masa damai, maka peperangan sesungguhnya adalah perang pemahaman,
pemikiran atau keilmuan. Dan kendaraan untuk memenangkan peperangan
tersebut adalah membaca dan belajar.

24
Al-Munawi, Faidh al-Qodir, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 327.
BAB VI
HADIS TENTANG METODE PENDIDIKAN ISLAM

Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis


Metode adalah langkah-langkah strategis yang harus dipergunakan untuk
mencapai tujuan. Terdapat bebrapa macam metode pendidikan Islam, diantaranya
adalah:
1. Metode Ceramah

‫ال‬
َ َ‫ول « ق‬ ُ ‫ َي ُق‬-‫ول اللَّ ِه صلى اهلل عليه وسلم‬ َ ‫ت َر ُس‬ ُ ‫ال َس ِم ْع‬ َ َ‫ك ق‬ ٍ ِ‫ح َّد َثنَا َأنَس بْن مال‬
َُ ُ َ
‫يك َوالَ ُأبَالِى يَا‬ َ ِ‫ك َعلَى َم ا َك ا َن ف‬ َ َ‫ت ل‬ ُ ‫ك َما َد َع ْوتَنِى َو َر َج ْوتَنِى غَ َف ْر‬ َ ‫اللَّهُ يَا ابْ َن‬
َ َّ‫آد َم ِإن‬
‫ك َوالَ ُأبَ الِى يَ ا ابْ َن‬ َ َ‫ت ل‬ ُ ‫اس َتغْ َف ْرتَنِى غَ َف ْر‬ ِ َّ ‫ك عن ا َن‬
ْ ‫الس َماء ثُ َّم‬ َ َ َ ُ‫ت ذُنُوب‬ ْ َ‫آد َم لَ ْو َبلَغ‬
َ ‫ابْ َن‬
‫ك بِ ُق َرابِ َه ا‬َ ُ‫ض َخطَايَا ثُ َّم لَِقيتَنِى الَ تُ ْش ِر ُك بِى َش ْيًئا َألَت ْيت‬ ِ ‫اَألر‬
ْ ‫اب‬ ِ ‫ك لَ ْو َأَت ْيتَنِى بِ ُقر‬
َ َ َّ‫آد َم ِإن‬
َ
.)‫ (رواه الترمذي‬.» ً‫َمغْ ِف َرة‬

Artinya:
Anas bin Malik menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar
Rasulullah Saw bersabda: “Allah berfirman: ”Wahai Bani Adam, sesungguhnya
jika engkau senantiasa berdoa dan berharap kepada–Ku niscaya Aku akan
mengampunimu semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak
Adam kalau seandainya dosamu setinggi langit, kemudian engkau memohon
ampun kepada– Ku, niscaya aku akan memberikan ampunan kepadamu dan Aku
tidak peduli. Wahai anak Adam seandainya engkau menghadap kepada–Ku
dengan membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau berjumpa dengan–Ku
dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu apapun, niscaya Aku akan
mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. At Tirmidzi, dan dia
berkata bahwa hadits ini hasan shahih).25
2. Metode Tanya Jawab

‫ص لى اهلل علي ه‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫ال َب ْينَم ا نَ ْحن ِع ْن َد ر ُس‬ ِ َّ‫َح َّدثَنِى َأبِى عُ َم ر بْ ُن الْ َخط‬
َ ُ َ َ َ‫اب ق‬ ُ
َّ ‫اب َش ِدي ُد َس َو ِاد‬
َ‫الش َع ِر ال‬ ِ َ‫ات َي ْوٍم ِإ ْذ طَلَ َع َعلَْينَ ا َر ُج ٌل َش ِدي ُد َبي‬
ِ َ‫اض الثِّي‬ َ ‫ َذ‬-‫وسلم‬
‫ص لى اهلل علي ه‬- ‫س ِإلَى النَّبِ ِّى‬ ِ َّ ‫ُي َرى َعلَْي ِه َأَث ُر‬
َ ‫الس َف ِر َوالَ َي ْع ِرفُ هُ منَّا‬
َ َ‫َأح ٌد َحتَّى َجل‬
25
At-Tirmidzi, as-Sunan at-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, juz 6, hal 440, no 3540.
40
‫ال يَا ُم َح َّم ُد َأ ْخبِ ْرنِى‬ َ َ‫ض َع َك َّف ْي ِه َعلَى فَ ِخ َذيْ ِه َوق‬ َ ‫َأسنَ َد ُر ْكبََت ْي ِه ِإلَى ُر ْكبََت ْي ِه َو َو‬
ْ َ‫ ف‬-‫وسلم‬
َ‫ « اِإل ْس الَ ُم َأ ْن تَ ْش َه َد َأ ْن ال‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ ‫ َف َق‬.‫َع ِن اِإل ْسالَِم‬
َّ ‫الص الَ َة َو ُت ْؤ تِى‬ ِ ِ َّ ُ ‫َأن مح َّم ًدا رس‬
‫ض ا َن‬َ ‫وم َر َم‬ َ ‫ص‬ ُ َ‫الز َك ا َة َوت‬ َ َّ ‫يم‬ َ ‫ول الله َوتُق‬ ُ َ َ ُ َّ ‫ِإلَ هَ ِإالَّ اللَّهُ َو‬
.ُ‫ص ِّدقُه‬ ِ َ َ‫ ق‬.‫ْت‬
َ ُ‫ال َف َعج ْبنَا لَهُ يَ ْس َألُهُ َوي‬ َ ‫ص َدق‬ َ ‫ال‬ َ َ‫ ق‬.ً‫ت ِإلَْي ِه َسبِيال‬ َ ‫استَطَ ْع‬ ْ ‫ت ِإن‬
ِ َ ‫وتَح َّج الْب ْي‬
َ ُ َ
ِ‫ال « َأ ْن ت ِمن بِاللَّ ِه ومالِئ َكتِ ِه و ُكتبِ ِه ورس لِ ِه والْي وم‬ َ َ‫ ق‬.‫ان‬ ِ ‫ال فَ َأ ْخبِرنِى َع ِن اِإل يم‬ َ َ‫ق‬
ْ َ َ َُُ ُ َ َ ََ َ ‫ُ ْؤ‬ َ ْ
‫ال‬
َ َ‫ ق‬.‫ان‬ ِ ‫ال فََأ ْخبِرنِى َع ِن اِإل ْحس‬
َ ْ َ َ‫ ق‬.‫ْت‬ َ ‫ص َدق‬ َ ‫ال‬ َ َ‫ ق‬.» ‫اآلخ ِر َوتُْؤ ِم َن بِالْ َق َد ِر َخ ْي ِر ِه َو َش ِّر ِه‬
ِ
‫ال فَ َأ ْخبِ ْرنِى َع ِن‬ َ َ‫ ق‬.» ‫اك‬ َ ‫ك َت َراهُ فَ ِإ ْن لَ ْم تَ ُك ْن َت َراهُ فَِإ نَّهُ َي َر‬ َ َّ‫« َأ ْن َت ْعبُ َد اللَّهَ َكَأن‬
.‫ال فَ َأ ْخبِ ْرنِى َع ْن ََأم َارتِ َه ا‬ َ َ‫ ق‬.» ‫الس اِئ ِل‬ َّ ‫ول َع ْن َه ا بِ َأ ْعلَ َم ِم َن‬ ُ ‫ال « َم ا ال َْم ْس ُئ‬ َ َ‫ ق‬.‫اع ِة‬
َ ‫الس‬َّ
‫الش ِاء َيتَطَ َاولُو َن فِى‬ َّ ‫اء‬ َ ‫ْح َف اةَ الْعُ َراةَ ال َْعالَ ةَ ِر َع‬
ُ ‫اَألم ةُ َر َّبَت َه ا َوَأ ْن َت َرى ال‬
ِ
َ ‫ال « َأ ْن تَل َد‬ َ َ‫ق‬
.» ‫الس اِئ ُل‬ َّ ‫ال لِى « يَ ا عُ َم ُر َأتَ ْد ِرى َم ِن‬ َ َ‫ت َملِيًّا ثُ َّم ق‬
ُ ْ‫ال ثُ َّم انْطَلَ َق َفلَبِث‬ َ َ‫ ق‬.» ‫ان‬ ِ ‫الْب ْني‬
َُ
‫ (رواه‬.» ‫ال « فَِإ نَّهُ ِج ْب ِري ُل َأتَ ا ُك ْم ُي َعلِّ ُم ُك ْم ِدينَ ُك ْم‬ َ َ‫ ق‬.‫ْت اللَّهُ َو َر ُس ولُهُ َأ ْعلَ ُم‬ ُ ‫ُقل‬
.)‫مسلم‬
Artinya:
“Dari Umar bin al-Khatthab berkata: pada suatu hari ketika kami berada
di dekat Rasulullah Saw, tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang
sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat padanya tanda-
tanda dalam perjalanan dan tidak seorang pun di antara kami yang
mengenalnya. Sampai ia duduk di dekat Nabi Muhammad Saw. lalu ia
menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua
tangannya di atas paha Nabi, lantas berkata, "Hai Muhammad! Beritahukan
kepada saya tentang Islam! Rasulullah Saw. Bersabda: Islam itu adalah
pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan
menunaikan haji bagi orang yang mampu. Lelaki itu berkata: Engkau benar.
Umar berkata, “kami tercengang melihatnya, ia bertanya dan ia pula yang
membenarkannya”. Selanjutnya laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan kepada
saya tentang iman! Rasulullah Saw. menjawab: Iman itu adalah keyakinan
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat dan
qadar baik dan buruk. Laki-laki itu berkata: Engkau benar. Selanjutnya, ia
berkata lagi: Beritahukan kepada saya tentang ihsan! Rasulullah Saw.
menjawab: Ihsan itu adalah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu
melihatnya. Jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka rasakanlah bahwa Dia
41
melihatmu. Lalu laki-laki tersebut bertanya lagi beritahukanlah aku tentang hari
kiamat! Nabi menjawab: Orang yang ditanya tentang itu tidak lebih mengetahui
dari si penanya sendiri. Orang tersebut bertanya lagi: beritahukanlah kepadaku
tentang tanda-tandanya. Nabi menjawab: Di antaranya jika seorang hamba
sahaya telah melahirkan tuannya (majikannya), dan jika engkau melihat orang
yang tadinya miskin, berbaju compang-camping, sebagai penggembala kambing
sudah menjadi mampu hingga berlomba-lomba dengan kemegahan bangunan.
Kemudian pergilah orang tadi. Aku diam tenang sejenak kemudian nabi bertanya
kepadaku: Wahai Umar tahukah engkau siapakah yang datang tadi? Aku
menjawab Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui. Nabi bersabda: dia itu adalah
malaikat jibril yang datang kepadamu untuk mengajarkan tentang agamamu”.
(H.R. Muslim).26
3. Metode Demontrasi

َ‫وب َع ْن َأبِى قِالَبَ ة‬ ُ ُّ‫ال َح َّد َثنَا َأي‬ ِ ‫ال َح َّد َثنَا َع ْب ُد ال َْوه‬
َ َ‫َّاب ق‬ َ َ‫َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن ال ُْم َثنَّى ق‬
، ‫ َونَ ْح ُن َش بَبَةٌ ُمَت َق ا ِربُو َن‬- ‫ صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ك َأَت ْينَا ِإلَى النَّبِ ِّى‬ ٌ ِ‫ال َح َّد َثنَا َمال‬َ َ‫ق‬
- ‫ ص لى اهلل علي ه وس لم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ِ
ُ ‫ َو َك ا َن َر ُس‬، ً‫ين َي ْو ًم ا َولَْيلَ ة‬ َ ‫فََأقَ ْمنَ ا ع ْن َدهُ ع ْش ِر‬
ْ ‫اش َت َه ْينَا َْأهلَنَ ا َْأو قَ ِد‬
‫اش َت ْقنَا َس َألَنَا َع َّم ْن َت َر ْكنَ ا َب ْع َدنَا‬ ْ ‫ َفلَ َّما ظَ َّن َأنَّا قَ ِد‬، ‫يما َرفِي ًق ا‬ ِ
ً ‫َرح‬
ِ ِ‫ال « ار ِجع وا ِإلَى َْأهلِي ُكم فَ َأق‬
‫ َوذَ َك َر‬- ‫وه ْم‬ ُ ‫وه ْم َو ُم ُر‬ ُ ‫يموا في ِه ْم َو َعلِّ ُم‬
ُ ْ ُ ْ َ َ‫فََأ ْخَب ْرنَ اهُ ق‬
ِ ‫ضر‬ ِ
ُ‫الص الَة‬َّ ‫ت‬ ‫ِإ‬
َ َ ‫ فَ َذا َح‬، ‫ُأصلِّى‬ َ ‫صلُّوا َك َما َر َْأيتُ ُمونى‬ َ ‫ َو‬- ‫َأح َفظُ َها‬ ْ َ‫َأح َفظُ َها َْأو ال‬ ْ ‫اء‬ َ َ‫َأ ْشي‬
.)‫(رواه البخاري‬. » ‫َأح ُد ُك ْم َولَْيُؤ َّم ُك ْم َأ ْكَب ُر ُك ْم‬ َ ‫َفل ُْيَؤ ذِّ ْن لَ ُك ْم‬
Artinya:
Muhammad bin Muşanna menceritakan kepadaku, dia berkata Abdul Wahhâb
menceritakan kepadaku, dia berkata, Ayyub dari Abi Qilabah berkata bahwa Malik
telah menceritakan kepadaku: Kami mendatangi Rasulullah Saw. dan kami pemuda
yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama 20 hari. Rasulullah Saw adalah
seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami
ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakan tentang orang-orang
yang kami tinggalkan, kemudian kami mengabarinya. Beliau bersabda; kembalilah
kepada keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah
mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hafal dan yang saya tidak hafal.
Dan shalatlah sebagaimana kalian melihat aku salat. Apabila telah datang waktu

26
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, juz 1, hal 36, no 8.
42
shalat, maka adzanlah salah satu diantara kalian dan yang usianya paling tua,
majulah sebagai imam. (H.R al-Bukhari).27

Metode demonstrasi dimaksudkan sebagai suatu kegiatan memperlihatkan


suatu gerakan atau proses kerja sesuatu. Pekerjaannya dapat saja dilakukan oleh
pendidik atau orang lain yang diminta mempraktekkan sesuatu pekerjaan. Metode
demonstrasi dilakukan bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dikerjakan
dengan baik dan benar. Metode demonstrasi dapat dipergunakan dalam organisasi
pelajaran yang bertujuan memudahkan informasi dari model (model hidup, model
simbolik, deskripsi verbal) kepada anak didik sebagai pengamat.

4. Metode Eksperimen

‫اء َر ُج ٌل ِإلَى عُ َم َر بْ ِن‬ َ ‫ َج‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ َع ْن َأبِي ِه‬،‫يد بْ ِن َع ْب ِد ال َّر ْح َم ِن بْ ِن َْأب َزى‬ ِ ‫َعن س ِع‬
َ ْ
‫اس ٍر لِعُ َم َر بْ ِن‬ ِ ‫ال َع َّمار بن ي‬
َ ُ ْ ُ َ ‫ َف َق‬،‫اء‬ َ ‫الم‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ُأص‬ ِ ‫ت َفلَم‬
ْ ُ ‫َأجنَْب‬ ْ ‫ ِإنِّي‬:‫ال‬ َ ‫ َف َق‬،‫اب‬ ِ َّ‫ال َخط‬
‫ َو ََّأما َأنَ ا‬،‫ص ِّل‬ َ ُ‫ت َفلَ ْم ت‬ َ ْ‫ ََأم ا تَ ْذ ُك ُر َأنَّا ُكنَّا فِي َس َف ٍر َأنَ ا َوَأن‬:‫اب‬
َ ْ‫ فَ ََّأما َأن‬،‫ت‬ ِ َّ‫ال َخط‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ َ ‫ َف َق‬،‫ت لِلنَّبِ ِّي صلّى اهلل عليه وسلم‬
َ ‫ال النَّبِ ُّي‬ ُ ‫ فَ َذ َك ْر‬،‫ت‬ ُ ‫صلَّْي‬
َ َ‫ت ف‬ُ ‫َفتَ َم َّع ْك‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم بِ َك َّف ْي ِه‬َ ‫ب النَّبِ ُّي‬ َ ‫ض َر‬
َ َ‫ك َه َك َذا» ف‬ َ ‫ «ِإنَّ َم ا َك ا َن يَ ْك ِفي‬:‫َو َس لَّ َم‬
.)‫ (رواه البخاري‬.‫س َح بِ ِه َما َو ْج َههُ َو َك َّف ْي ِه‬ ِ
َ ‫ ثُ َّم َم‬،‫ َو َن َف َخ في ِه َما‬،‫ض‬َ ‫اَألر‬
ْ
Artinya:
Diriwayatkan dari Said bin Abdurrahman bin Abza dari ayahnya, ia berkata:
Seorang mendatangi Umar bin Khathtab dan berkata: Aku junub dan tidak
menemukan air. Maka Ammar bin Yasir berkata kepada Umar bin khathtab,
“Apakah anda  tidak ingat ketika kita dalam suatu perjalanan (saya dan engkau),
maka engkau tidak shalat, adapun aku berguling-guling di tanah kemudian shalat,
kemudian aku menyebutkan hal itu kepada Nabi Saw. Maka beliau SAW berkata:
Hanya saja cukup bagimu begini, lalu Nabi Saw memukul tanah dengan kedua
telapak tangannya dan meniupnya, kemudian mengusap muka dan kedua
tangannya dengan keduanya (H.R al-Bukhari).28

5. Metode Amtsal/Perumpamaan

27
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 1, hal 129, no 613.
28
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 1, hal 75, no 338.
43
َّ ‫ " ََأر َْأيتُ ْم لَ ْو‬:‫ول‬
‫َأن‬ ُ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق‬ ِ َ ‫ َأنَّهُ س ِمع رس‬،َ‫َعن َأبِي هري رة‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ َ ْ َُ ْ
" ‫ك ُي ْب ِقي ِم ْن َد َرنِ ِه‬ ٍ
َ ِ‫ ذَل‬:‫ول‬ُ ‫ َم ا َت ُق‬،‫س ا‬ ِِ ِ
ً ‫َأح د ُك ْم َيغْتَس ُل في ه ُك َّل َي ْوم َخ ْم‬
ِ ‫اب‬
َ ِ َ‫َن َه ًرا بِب‬
‫ يَ ْم ُح و اللَّهُ بِ ِه‬،‫س‬ ِ ‫الص لَو‬
ِ ‫ات ال َخ ْم‬ ِ َ ِ‫ «فَ َذل‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ الَ ُي ْب ِقي ِم ْن َد َرنِ ِه َش ْيًئا‬:‫قَ الُوا‬
َ َّ ‫ك مثْ ُل‬
29
»‫ال َخطَايَا‬

Artinya:
Dari Abu Hurairah, dia mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Tahukah kalian,
seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia
mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya
walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun
kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu,
dengannya Allah Swt menghapuskan dosa.” (H.R al-Bukhari dan Muslim)

6. Metode Tikror/Pengulangan
ِ ‫اش َعن َأبِى ح‬
‫ص ي ٍن َع ْن َأبِى‬ ِ
َ ْ ٍ َّ‫ف َأ ْخَب َرنَ ا َأبُ و بَ ْك ٍر ُه َو ابْ ُن َعي‬ ُ ُ‫َح َّدثَنى يَ ْحيَى بْ ُن ي‬
َ ‫وس‬
‫ال لِلنَّبِ ِّى ص لى اهلل علي ه وس لم‬ َّ ‫ص الِ ٍح َع ْن َأبِى ُه َر ْي َر َة رض ى اهلل عن ه‬
َ َ‫َأن َر ُجالً ق‬ َ
30
.» ‫ب‬ْ ‫ض‬ َ َ‫ ق‬،‫َّد ِم َر ًارا‬
َ ‫ال « الَ َت ْغ‬ َ ‫ َف َرد‬.» ‫ب‬ ْ ‫ض‬ َ َ‫ ق‬.‫صنِى‬
َ ‫ال « الَ َت ْغ‬ ِ ‫َأو‬
ْ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang yang berkata kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ”Berilah aku nasihat.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: ”Janganlah engkau marah.” Diapun mengulanginya beberapa kali,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Janganlah engkau marah.” (HR. Al
Bukhari)

BAB VII
Hadis Tentang Media Pendidikan Islam

:‫ال‬َ َ‫ ق‬،‫الع ِزي ِز بْ ُن َأبِي َح ا ِزٍم‬ ِ


َ ‫ َح َّدثَني َع ْب ُد‬:‫ال‬ ِ ‫الوه‬
َ َ‫ ق‬،‫َّاب‬ ِ ِ
َ ‫َح َّد َثنَا َع ْب ُد اللَّه بْ ُن َع ْب د‬
َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬
‫ «َأنَا‬:‫ال‬ ٍ َ َ‫ ق‬،‫َح َّدثَنِي َأبِي‬
ُ ‫ َس ِم ْع‬:‫ال‬
َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،‫ت َس ْه َل بْ َن َس ْعد‬
.‫الو ْسطَى‬ ِ َّ ‫ال بِِإ صبعي ِه‬ ِ ‫و َكافِل اليتِ ِيم ِفي‬
ُ ‫السبَّابَة َو‬ ْ َ َ ْ َ َ‫الجنَّة َه َك َذا» َوق‬َ َ ُ َ
Artinya:

29
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 1, hal 112, no 528. Muslim, Shahih Muslim,
Maktabah Syamilah, juz 1, hal 426, no 667.
30
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 8, hal 28, no 6116.
44
Abdullah bin Abdul Wahab telah menceritakan kepadaku, ia berkata: Abdul Aziz
bin Abi Hazim telah menceritakan kepadaku, ia berkata: Bapakku telah
menceritakan kepadaku, ia berkata: saya mendengar Sahl bin Sa’ad dari Nabi Saw
bersabda: “Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam surga seperti
ini.” Beliau berkata sambil mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari
tengahnya.” (H.R al-Bukhari).31

Penjelasan Hadis
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis

A. Pengertian Media Pendidikan


Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti
tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah ‫الو ِس ْيلَة‬
َ yang
berarti: perantara, pengantar pesan atau pengirim kepada penerima pesan.
Media jika dipahami secara garis besar meliputi manusia, materi, atau apapun yang
dapat membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan sekolah juga merupakan
media. Dengan demikian media pendidikan dan pengajaran itu terdiri atas manusia
dan bukan manusia.
Dalam proses pendidikan dan pengajaran Rasulullah Saw juga menggunakan
kedua media ini. Media manusia adalah pribadi beliau sendiri, media jari, lidah,
tangan, dan hidung. Media bukan manusia mencakup langit, bumi, matahari, bulan
bangunan, dll.

B. Macam-macam Media
1. Media Manusia
Rasulullah Saw merupakan panutan kita dalam segala bidang, termasuk
dalam pendidikan atau pembelajaran. Dalam proses pembelajaran dengan para
sahabat, Rasulullah Saw menjadikan pribadinya sebagai media. Melalui ucapan,
sifat, dan perilaku beliau para sahabat dapat memahami ajaran Islam dan
mampu pula mengamalkannya dengan baik. Dalam hal ini Rasulullah Saw
mengajukan pertanyaan kepada sahabat dan ketika diperlukan beliau
menggunakan organ tubuhnya sebagai media. Berdasarkan beberapa hadis yang
31
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz 8, hal 9, no 6005.
45
dijelaskan Rasulullah Saw. Maka media-media manusia dalam pengajaran dapat
dikemukakan sebagai berikut:
ِ َ َ‫ ق‬،‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ َ ‫َأن رس‬
»‫س؟‬ ُ ‫ «َأتَ ْد ُرو َن َم ا ال ُْم ْفل‬:‫ال‬ َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َّ ،َ‫َع ْن َأبِي ُه َرْي َرة‬
‫س ِم ْن َُّأمتِي يَ ْأتِي‬ ِ َّ ‫ َف َق َ ِإ‬،‫اع‬
َ ‫ « ن ال ُْم ْفل‬:‫ال‬ َ َ‫س فِينَ ا َم ْن اَل ِد ْرَه َم لَ هُ َواَل َمت‬ ِ
ُ ‫ ال ُْم ْفل‬:‫قَ الُوا‬
‫ال‬َ ‫ َوَأ َك َل َم‬،‫ف َه َذا‬ َ ‫ َوقَ َذ‬،‫ َويَْأتِي قَ ْد َش تَ َم َه َذا‬،‫ َوَزَك ٍاة‬،‫ص يَ ٍام‬ ِ ‫ و‬،‫ي وم ال ِْقيام ِة بِص اَل ٍة‬
َ َ َ َ ََْ
،‫س نَاتِِه‬ ِ ِِ ‫ َفيعطَى ه َذا ِمن ح‬،‫ض رب ه َذا‬
َ ‫ َو َه َذا م ْن َح‬،‫س نَاته‬ َ َ ْ َ ُْ َ َ َ َ ‫ َو‬،‫ك َد َم َه َذا‬ َ ‫ َو َس َف‬،‫َه َذا‬
‫ ثُ َّم‬،‫ت َعلَْي ِه‬ْ ‫اه ْم فَطُ ِر َح‬ ِ ِ ِ َ ‫س نَاتُهُ َق ْب َل َأ ْن ُي ْق‬ ْ َ‫فَ ِإ ْن فَنِي‬
ُ َ‫ض ى َم ا َعلَْي ه ُأخ َذ م ْن َخطَاي‬ َ ‫ت َح‬
.»‫ِح فِي النَّا ِر‬ َ ‫طُر‬
Artinya:
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Tahukah kalian
apa yang dimaksud dengan al-muflis (bangkrut) ?” Sahabat menjawab, “Al-
muflis dikalangan kami orang yang tidak memiliki uang dan harta benda.”
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya al-muflis dikalangan umatku adalah
orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, puasa, dan
zakat. Selain itu, ia juga memfitnah, menuduh (berbuat maksiat), memakan
harta orang lain (dengan cara tidak halal), menumpahkan darah, dan memukul
orang lain. Lalu masing-masing kesalahan itu ditebus dengan kebaikan
(pahala)nya. Setelah kebaikan (pahala)nya habis sebelum kesalahannya
terselesaikan, maka dosa orang didzaliminya itu dilemparkan (diberikan)
kepadanya, kemudian ia dilemparkan kedalam neraka”. (HR. Muslim dan At-
Tirmidzi).32
Rasulullah Saw dalam hadis tersebut lihat memfungsikan dirinya sebagai
mediator, Beliau ajukan pertanyaan kepada para sahabatnya. Beliau dengarkan
jawaban mereka, kemudian beliau menjelaskan inti masalah yang sedang
dibicarakan sehingga tidak ada lagi tanda tanya dalam fikiran para sahabat,
melalui beliau peserta didik mendapat informasi. Dengan demikian beliau
adalah media pembelajaran.
Hadis di atas menginformasikan bahwa media yang diterapkan Nabi agar
ajaran Agamanya dapat diterima dengan mudah oleh umatnya, antara lain dapat
dilihat dengan melalui media perbuatan Nabi sendiri, di mana beliau
memberikan contoh langsung yang dikenal dengan istilah uswah hasanah
(contoh teladan yang baik).

32
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 1997, no 2581. At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi,
Maktabah Syamilah, juz 4, hal 191, no 2418.
46
2. Media Hidung, Kedua Telapak Tangan, Kedua Lutut dan Ujung Jari Dari
Kedua Kaki
Dalam mendidik dan mengajar, anggota tubuh pendidik dapat menjadi
media agar perhatian peserta didik terpusat dan dapat memahami pelajaran
dengan mudah. Sehubungan dengan metode ini, terdapat hadis terdapat hadis
antara lain:
ِ ِ‫ َعن َأب‬،‫س‬ ِ ِ َ َ‫ ق‬،‫َأس ٍد‬
‫ َع ِن‬،‫يه‬ ْ ٍ ‫ َع ْن َع ْب د اللَّه بْ ِن طَ ُاو‬،‫ب‬ ٌ ‫ َح َّد َثنَا ُو َه ْي‬:‫ال‬ َ ‫َح َّد َثنَا ُم َعلَّى بْ ُن‬
ِ :‫ال النَّبِ ُّي ص لَّى اهلل علَي ِه وس لَّم‬ َ َ‫ ق‬،‫ض َي اللَّهُ َع ْن ُه َم ا‬ ِ ‫اس ر‬
‫ت َأ ْن‬ ُ ‫«ُأم ْر‬ َ ََ َْ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ ٍ َّ‫ابْ ِن َعب‬
،‫َأش َار بِيَ ِد ِه َعلَى َأنِْف ِه َواليَ َديْ ِن َوال ُّرْكبََت ْي ِن‬
َ ‫ َو‬،‫الج ْب َه ِة‬ ِ
َ ‫َأس ُج َد َعلَى َس ْب َعة َأ ْعظُ ٍم َعلَى‬ ْ
َّ ‫اب َو‬
.»‫الش َع َر‬ ِ ‫وَأطْر‬
َ ‫اف ال َق َد َم ْي ِن َوالَ نَ ْك ِف‬
َ َ‫ت الثِّي‬ َ َ
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Mu'alla bin Asad berkata, telah
menceritakan kepada kami Wuhaib dari 'Abdullah bin Thawus dari Bapaknya
dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata, "Nabi saw bersabda: "Aku diperintahkan untuk
melaksanakan sujud dengan tujuh tulang (anggota sujud); kening -beliau lantas
memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung- kedua telapak tangan,
kedua lutut dan ujung jari dari kedua kaki dan tidak boleh menahan rambut
atau pakaian (sehingga menghalangi anggota sujud)." (HR. Bukhari).33
Dalam hadis ini, Rasulullah saw menyebutkan anggota-anggota tubuh
yang harus menyentuh lantai ketika bersujud dalam shalat. Anggota-anggota
tubuh itu adalah kening (jidad), kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung
jari kedua kaki. Ketika menyebutkan kening, beliau menunjuk hidung sebagai
penekan bahwa hidung itu juga harus menyentuh lantai. Dalam hal ini beliau
telah menggunakan media hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan
ujung jari kedua kaki dalam pembelajaran terhadap para sahabatnya.
3. Media Jari

،‫ َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن عَُب ْي ٍد ُه َو الطَّنَافِ ِس ُّي‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫اس ِط ُّي‬ ِ ‫ح َّد َثنَا مح َّم ُد بن وِزي ٍر الو‬
َ َ ُْ َ ُ َ
ِ ‫ َعن َأبِي ب ْك ِر بْ ِن ُعب ْي ِد‬،‫اس بِ ُّي‬
ِ َ‫اهلل بْ ِن َأن‬ ِ ‫الر‬
َّ ‫الع ِزي ِز‬ ِ
‫س‬ َ َ ْ َ ‫ َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن َع ْب د‬:‫ال‬َ َ‫ق‬
َ ‫ َم ْن َع‬:‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬
‫ال‬ ِ ُ ‫ال رس‬ ٍ َ‫ َع ْن َأن‬،‫ك‬ ٍ ِ‫بْ ِن مال‬
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫س ق‬ َ
.‫ُأص ُب َع ْي ِه‬
ْ ِ‫ َوَأ َش َار ب‬،‫الجنَّةَ َك َهاَت ْي ِن‬
َ ‫ْت َأنَا َو ُه َو‬ُ ‫َجا ِرَيَت ْي ِن َد َخل‬
Artinya:

33
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz 1, hal 162, no 812.
47
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Wazir Al-Wasithi, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid Ath-Thanafisi, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Aziz Ar-Rasibi dari Abu Bakr
bin Ubaidullah bin Anas bin Malik dari Anas ia berkata; Rasulullah Saw
bersabda: "Barangsiapa yang memelihara dua orang anak wanita, maka aku
dan ia akan masuk ke dalam surga seperti kedua (jari) ini." Beliau sambil
memberi isyarat dengan kedua jari telunjuknya”. (HR. At-Tirmidzi).34
4. Media Lidah

‫ َع ْن َع ْب ِد‬،‫ي‬ ُّ ‫ َع ِن‬،‫ َع ْن َم ْع َم ٍر‬،‫ َأ ْخَب َرنَا ابْ ُن ال ُْمبَ َار ِك‬:‫ال‬


ِّ ‫الزْه ِر‬ َ َ‫ ق‬،‫ص ٍر‬
ْ َ‫َح َّد َثنَا ُس َويْ ُد بْ ُن ن‬
ِ ‫ول‬
‫اهلل‬ َ ‫ يَ ا َر ُس‬:‫ْت‬ َ َ‫ ق‬،‫الث َق ِف ِّي‬
ُ ‫ ُقل‬:‫ال‬ َّ ‫اهلل‬ِ ‫ َعن س ْفيا َن بْ ِن َع ْب ِد‬،‫اع ٍز‬ ِ ‫ال َّرحم ِن ب ِن م‬
َ ُ ْ َ ْ َْ
ِ ‫ول‬
‫اهلل َم ا‬ ُ ‫ ُقل‬،‫اس تَ ِق ْم‬
َ ‫ يَ ا َر ُس‬:‫ْت‬ ْ ‫ قُ ْل َربِّ َي اللَّهُ ثُ َّم‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ص ُم بِ ِه‬ِ َ‫ح ِّدثْنِي بِ َْأم ٍر َأ ْعت‬
َ
.‫ َه َذا‬:‫ال‬ ِ ‫َأخ َذ بِلِس‬
َ َ‫ ثُ َّم ق‬،‫ان َن ْف ِس ِه‬ ُ ‫َأ ْخ َو‬
َ َ َ‫ ف‬،‫اف َعلَ َّي‬ ُ ‫ف َما تَ َخ‬
“Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Nashr, telah mengkhabarkan
kepada kami Ibnu Al Mubarak dari Ma'mar dari Az Zuhri dari Abdurrahman
bin Ma'iz dari Sufyan bin Abdullah Ats Tsaqafi berkata: Aku berkata: “Wahai
Rasulullah, ceritakan padaku suatu hal yang aku jadikan pedoman. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Katakan: Rabbku Allah kemudian
beristiqamahlah." Aku bertanya: Wahai Rasulullah, apa yang paling anda
takutkan padaku? Beliau memegang lidah beliau lalu menjawab: "Ini." (HR.
At-Tirmidzi).35
Ketika menjelaskan, Rasulullah saw menggunakan media jari dan lidahnya
dengan sebab ini, (sambil menunjuk lidahnya). Dengan demikian, beliau telah
menggunakan media jari dan lidah untuk menyampaikan pesan. Penggunaan
media ini tentu sangat efektif untuk menjelaskan maksud pelajaran yang
diberikan oleh beliau.

5. Media tangan

‫ َع ِن ابْ ِن‬،َ‫ َع ْن ِع ْك ِرَم ة‬،‫ َح َّد َثنَا َخالِ ٌد‬،‫ َح َّد َثنَا َع ْب ُد اَأل ْعلَى‬،‫الم َثنَّى‬
ُ ‫َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن‬
‫ت َب ْع َد‬
ُ ‫ َرَم ْي‬:‫ال‬َ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َف َق‬ ‫ قَ َ ِئ‬،‫ضي اللَّهُ َع ْن ُهما‬
َ ‫ ُس َل النَّبِ ُّي‬:‫ال‬ َ
ِ ٍ َّ‫َعب‬
َ ‫اس َر‬
.»‫ «الَ َح َر َج‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ت َق ْب َل َأ ْن َأنْ َح َر‬
ُ ‫ َحلَ ْق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،»‫ «الَ َح َر َج‬:‫ال‬
َ ‫ت َف َق‬ ُ ‫س ْي‬
َ ‫َما َْأم‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah
menceritakan kepada kami 'Abdul A'laa telah menceritakan kepada kami
34
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, juz 3, hal 383, no 1914.
35
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 185, no 2410.
48
Khalid dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas ra berkata: "Nabi saw ditanya, kata
orang itu: "Aku melempar jumrah setelah sore". Beliau bersabda: "Tidak
dosa". Orang itu berkata, lagi: "Aku mencukur rambut sebelum menyembelih
hewan qurban". Beliau bersabda: "Tidak dosa". (HR. Bukhari).36

Hadis ini menginformasikan bahwa Nabi saw ditanya tentang dua hal
sehubungan dengan pelaksanaan ibadah haji, yaitu tentang menyembelih
hewan sebelum melontar jumrah dan mencukur rambut sebelum menyembelih,
kedua pertanyaan itu secara berurutan dijawab oleh Rasulullah saw dengan
menggunakan isyarat tangan yang berarti ―tidak apa- apa atautidak
salah‖. Di sini beliau menggunakan tangan sebagai media pembelajaran.
6. Media Bukan Manusia
a.) Media Langit dan Bumi
Langit dan Bumi merupakan dua komponen besar di alam ini. Keduanya
dapat disaksikan oleh manusia. Oleh karena itu, keduanya dijadikan media
pembelajaran oleh Rasulullah saw. Rasulullsh saw membangkitkan
semangat jihad para sahabat dengan bangkit, berdiri dan mengajak mereka
untuk ke surga. Untuk menggambarkan surga, beliau menggunakan langit
dan bumi sebagai media. Apa yang beliau gambarkan ini sesuai dengan apa
yang ditegaskan Allah swt dalam al-Qur‘an surah Ali Imran: 133
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali-
imran :11)

b.) Media Matahari dan Bulan


Matahari dan bulan adalah benda langit yang dapat disaksikan oleh
manusia dengan jelas karena keduanya memiliki cahaya yang terang.
Rasulullah saw menggunakan keduanya sebagai media pembelajaran.
Telah menceritakan kepada kami Abu al-Walid berkata, telah menceritakan
kepada kami Zaidah berkata, telah menceritakan kepada kami Ziyad bin
'Alaqah berkata, "Aku mendengar al-Mughirah bin Syu'bah berkata, "Telah
terjadi gerhana matahari ketika wafatnya Ibrahim. Kemudian Rasulullah
saw bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari
tanda-tanda kebesaran Allah, dan ia tidak akan mengalami gerhana

36
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz 2, hal 173, no 1723.
49
disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat
gerhana keduanya, maka berdo'alah kepada Allah dan dirikan shalat
hingga (matahari) kembali nampak.” (HR. Bukhari)[9]
Informasi yang terkandung dalam hadis di atas adalah:
a. Telah terjadi gerhana matahari pada saat kematian Ibrahim, putra
Rasulullah saw.
b. Sahabat menduga bahwa gerhana itu terjadi karena kematian Ibrahim.
c. Rasulullah saw menegaskan bahwa gerhana matahari dan bulan
merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.
d. Peristiwa gerhana itu tidak ada hubungannya dengan kematian atau
kelahiran seseorang.
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa Rasulullah saw menegaskan bahwa
peristiwa gerhana matahari dan bulan itu merupakan tanda-tanda kebesaran
Allah, yang dikirimkannya untuk menakut-nakuti manusia. Tepat pada
waktu terjadinya peristiwa gerhana matahari, beliau menjadikannya sebagai
media untuk menanamkan keimanan kepada para sahabat sekaligus
membersihkan akidah mereka dari unsur-unsur khurafat.
c.) Mimbar

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id berkata, telah


menceritakan kepada kami Ya'qub bin 'Abdurrahman bin Muhammad bin
'Abdullah bin 'Abdul Qari al-Qurasyi al-Iskandarani berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Hazim bin Dinar bahwa ada orang-orang
mendatangi Sahl bin Sa'd As Sa'idi yang berdebat tentang mimbar dan
bahan membuatnya? Mereka menanyakan hal itu kepadanya. Sahl lalu
berkata, "Demi Allah, akulah orang yang paling mengerti tentang
masalah ini. Sungguh aku telah melihat hari pertama mimbar tersebut
dipasang dan hari saat Rasulullah saw duduk di atasnya. Rasulullah saw
mengutus orang untuk menemui seorang wanita Anshar, yang namanya
sudah disebutkan oleh Sahl, Sahl lalu berkata, "Perintahkanlah budak
lelakimu yang tukang kayu itu untuk membuat mimbar bertangga,
sehingga saat berbicara dengan orang banyak aku bisa duduk di
atasnya." Maka kemudian wanita itu memerintahkan budak lelakinya
membuat mimbar yang terbuat dari batang kayu hutan. Setelah diberikan
kepada wanita itu, lalu itu mengirimnya untuk Rasulullah saw. Maka
Beliau memerintahkan orang untuk meletakkan mimbar tersebut di sini.
Lalu aku melihat Rasulullah saw shalat diatasnya. Beliau bertakbir
dalam posisi di atas mimbar lalu rukuk dalam posisi masih di atas
mimbar. Kemudian Beliau turun dengan mundur ke belakang, lalu sujud
di dasar mimbar, kemudian Beliau mengulangi lagi (hingga shalat
selesai). Setelah selesai, beliau menghadap kepada orang banyak lalu

50
bersabda: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku berbuat seperti
tadi agar kalian mengikuti dan agar kalian dapat mengambil pelajaran
tentang tata cara shalatku." (HR. Bukhari)[10]

Hadis di atas menginformasikan bahwa Rasulullah saw mendidik


para sahabat agar menjadi orang yang pemurah. Beliau memotivasi
mereka untuk bersedekah. Dalam menyampaikan materi tersebut, beliau
menggunakan mimbar sebagai media. Hal ini dilakukan agar sahabat
dapat melihat beliau dengan jelas, sehingga informasi yang disampaikan
dapat diterima secara baik.

d.) Sutra dan Emas

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id berkata, telah


menceritakan kepada kami al-Laits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu
Aflah Al Hamdani dari Abdullah bin Zurair -yaitu al-Aghafiqi-
Bahwasanya ia mendengar Ali bin Abu Thalib ra, "Rasulullah pernah
mangambil sutera lalu meletakkannya pada sisi kanannya, dan
mengambil emas lalu meletakkannya pada sisi kirinya. Kemudian beliau
bersabda: "Sesugguhnya dua barang ini haram bagi umatku yang laki-
laki." (HR. Abu Dawud)[11]

Dalam hadis ini Rasulullah saw menyebutkan dengan tegas bahwa


sutra dan emas itu bukan pakaian kaum laki-laki, beliau memegang kedua
benda itu, masing-masing benda di tangan kiri dan kanan, lalu
menegaskan kedua barang ini diharamkan bagi umatnya yang laki-laki.
Itu berarti bahwa Rasulullah saw telah menggunakan media barang
sebenarnya untuk mempermudah para sahabat memahaminya.

51
‫‪BAB VIII‬‬
‫‪HADIS TENTANG PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM‬‬

‫‪Penjelasan Hadis‬‬
‫‪Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis‬‬

‫‪Macam-macam Pendekatan Pendidikan Islam:‬‬


‫‪1. Pendekatan Pengalaman‬‬

‫يب َح َّدثَنَا‬ ‫اص ٍم َح َّدثَنَا ابْن ُج ريْ ٍج ح َح َّدثَنَا حَيْ بْن َحبِ ٍ‬ ‫ح َّدثَنَا ابن بشَّا ٍر ح َّدثَنَا َأبو ع ِ‬
‫ىَي ُ‬ ‫ُ َ‬ ‫ُ َ‬ ‫ُْ َ َ‬ ‫َ‬
‫َأن َع ْم َرو بْ َن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن‬ ‫َأخَب َرىِن َع ْم ُرو بْ ُن َأىِب ُس ْفيَا َن َّ‬
‫َر ْو ٌح َع ِن ابْ ِن ُج َريْ ٍج قَ َال ْ‬
‫ول اللَّ ِه ‪-‬صلى اهلل‬ ‫َأن ص ْفوا َن بن ُأميَّةَ بعثَه ِإىَل رس ِ‬
‫َأخَبَرهُ َع ْن َكلَ َد َة بْ ِن َحْنبَ ٍل َّ َ َ ْ َ َ َ َ ُ َ ُ‬ ‫ص ْف َوا َن ْ‬ ‫َ‬
‫َأعلَى َم َّكةَ‬ ‫يس ‪َ -‬والنَّىِب ُّ ‪ -‬صلى اهلل عليه وسلم‪ -‬بِ ْ‬ ‫عليه وسلم‪ -‬بِلَنَب ٍ و ِج َداي ٍة و َ ِ‬
‫ض غَاب َ‬ ‫َ َ َ‬
‫َأس لَ َم‬ ‫ِ‬
‫ال « ْارج ْع َف ُق ِل َّ‬ ‫ُأس لِّ ْم َف َق َ‬
‫الس الَ ُم َعلَْي ُك ْم »‪َ .‬وذَ َاك َب ْع َد َم ا ْ‬ ‫ت َومَلْ َ‬ ‫‪ -‬فَ َد َخ ْل ُ‬
‫هِب‬
‫َأخَب َرىِن ابْ ُن َ‬
‫ص ْف َوا َن َ َذا َأمْج َ َع َع ْن َكلَ َد َة بْ ِن َحْنبَ ٍل َومَلْ‬ ‫ص ْف َوا ُن بْ ُن َُأميَّةَ‪ .‬قَ َال َع ْم ٌرو َو ْ‬ ‫َ‬
‫ص ْف َوا َن َومَلْ َي ُق ْل مَسِ ْعتُهُ ِم ْن‬ ‫ال حَيْ بْن َحبِ ٍ‬
‫يب َُأميَّةُ بْ ُن َ‬ ‫ال َأبُو َد ُاو َد قَ َ ىَي ُ‬ ‫َي ُق ْل مَسِ ْعتُهُ ِمْن هُ‪ .‬قَ َ‬
‫ِ ِ‬
‫َأخَب َرهُ َّ‬
‫َأن َكلَ َد َة بْ َن‬ ‫ص ْف َوا َن ْ‬ ‫ض ا َع ْم ُرو بْ ُن َعْب د اللَّه بْ ِن َ‬‫َكلَ َد َة بْ ِن َحْنبَ ٍل َوقَ َال حَيْىَي َأيْ ً‬
‫َأخَبَرهُ‪( .‬رواه أبو داود والرتمذي)‬ ‫احْلَْنبَ ِل ْ‬
‫‪2. Pendekatan Pembiasaan‬‬

‫يل َع ْن َس َّوا ٍر َأىِب مَح ْ َزةَ قَ َال‬ ‫ِإ ِ‬


‫ى ‪َ -‬ح َّدثَنَا مْسَاع ُ‬ ‫َح َّدثَنَا ُمَؤ َّم ُل بْ ُن ِه َش ٍام ‪َ -‬ي ْعىِن الْيَ ْش ُك ِر َّ‬
‫ب َع ْن َأبِ ِيه‬ ‫الص ْيرىِف ُّ َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن ُش َعْي ٍ‬ ‫ىِن‬
‫َأبُو َد ُاو َد َو ُه َو َس َّو ُار بْ ُن َد ُاو َد َأبُو مَح َْز َة الْ ُم َز ُّ َّ َ‬
‫‪52‬‬
‫الص الَِة َو ُه ْم‬
‫ول اللَّ ِه صلى اهلل عليه وسلم « ُم ُروا َْأوالَ َد ُك ْم بِ َّ‬
‫ال َر ُس ُ‬
‫ال قَ َ‬ ‫عن ج د ِ‬
‫ِّه قَ َ‬ ‫َْ َ‬
‫اج ِع‬‫اض ِربوهم علَيه ا وهم َأبن اء ع ْش ِر ِس نِني و َفِّرقُوا بينهم ىِف الْمض ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ َ‬ ‫َْ َ ُ ْ‬ ‫ََ‬ ‫ني َو ْ ُ ُ ْ َ ْ َ َ ُ ْ َْ ُ َ‬ ‫َْأبنَاءُ َسْب ِع سن َ‬
‫»‪( .‬رواه أبو داود)‬
‫‪3. Pendekatan Emosional‬‬

‫حدثنا حممد بن عبداهلل بن منري حدثنا أيب حدثنا زكرياء عن الشعيب عن النعمان بن‬
‫بشري قال‪ :‬قال رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم مثل املؤمنني يف توادهم وترامحهم‬
‫وتعاطفهم مثل اجلسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر اجلسد بالسهر واحلمى‪.‬‬
‫(رواه مسلم)‪.‬‬
‫‪4. Pendekatan Fungsional‬‬

‫ال عُثْ َم ا ُن‬ ‫‪َ -‬ح َّد َثنَا َأبُو بَ ْك ٍر َوعُثْ َم ا ُن ْابنَ ا َأىِب َش ْيبَةَ ‪ -‬الْ َم ْعىَن قَاالَ َح َّد َثنَا َأبُو ُم َعا ِويَةَ قَ َ‬
‫اَألع َم ِ‬ ‫ِ‬ ‫ى ح وح َّدثَنَا و ِ‬ ‫و َج ِرير َّ ِ‬
‫ش َع ْن َأىِب‬ ‫َأس بَا ٌط َع ِن ْ‬ ‫اَألعلَى َح َّدثَنَا ْ‬ ‫اص ُل بْ ُن َعْب د ْ‬ ‫الراز ُّ َ َ َ‬ ‫َ ٌ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ص الِ ٍح ‪َ -‬وقَ َ‬
‫ص ال ٍح مُثَّ َّات َف ُق وا َع ْن َأىِب ُهَر ْي َرةَ َع ِن النَّىِب ِّ‬ ‫ت َع ْن َأىِب َ‬ ‫ال ُح ِّدثْ ُ‬ ‫ال َواص ٌل قَ َ‬ ‫َ‬
‫َّس اللَّهُ َعْنهُ‬ ‫َّس َع ْن ُم ْسلِ ٍم ُك ْربَةً ِم ْن ُكَر ِب ُّ‬
‫الد ْنيَا َنف َ‬ ‫ال « َم ْن َنف َ‬ ‫صلى اهلل عليه وسلم قَ َ‬
‫اآلخ َر ِة‬ ‫الد ْنيا و ِ‬ ‫ُكربَةً ِم ْن ُك ر ِب َي وِم الْ ِقيَ َام ِة و َم ْن يَ َّس ر َعلَى ُم ْع ِس ٍر يَ َّس ر اللَّهُ َعلَْي ِه ىِف‬
‫ُّ َ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ‬ ‫ْ‬
‫ِ‬
‫اآلخ َر ِة َواللَّهُ ىِف َع ْو ِن الْ َعْب د َم ا َك ا َن‬ ‫الد ْنيا و ِ‬ ‫ِ‬
‫و َم ْن س َتر َعلَى ُمس ل ٍم س َتر اللَّهُ َعلَْي ِه ىِف‬
‫ُّ َ َ‬ ‫ْ َ َ‬ ‫َ َ َ‬
‫ال َأبُ و َد ُاو َد مَلْ يَ ْذ ُك ْر عُثْ َم ا ُن َع ْن َأىِب ُم َعا ِويَ ةَ « َو َم ْن يَ َّس َر‬ ‫َأخي ِه »‪ .‬قَ َ‬ ‫الْعب ُد ىِف ع و ِن ِ‬
‫َْ‬ ‫َْ‬
‫َعلَى ُم ْع ِس ٍر »‪( .‬رواه أبو داود)‬

‫‪Pengertian Pendekatan‬‬
‫‪Ramayulis‬‬ ‫‪(2006:‬‬ ‫)‪169‬‬ ‫‪mengatakan‬‬ ‫‪pendekatan‬‬ ‫‪merupakan‬‬
‫‪terjemahan dari kata ―approach‖ dalam bahasa inggris, diartikan‬‬
‫‪dengan come near (menghampiri) go to (jalan ke) dan way path dengan‬‬
‫‪(arti jalan) dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa approach adalah‬‬
‫‪cara menghampiri atau mendatangi sesuatu. HM. Chabib Thaha,‬‬
‫‪mendefinisikan pendekatan adalah cara pemerosesan subjek atas objek‬‬
‫‪untuk mencapai tujuan. Pendekatan juga berarti cara pandang terhadap‬‬
‫‪sebuah objek persoalan, dimana cara pandang tersebut adalah cara‬‬
‫‪pandang dalam kontek yang lebih luas.‬‬
‫‪Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pendekatan adalah 1).‬‬
‫‪Proses perbuatan, cara mendekati 2). Usaha dalam rangka aktifitas‬‬
‫‪53‬‬
penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti,
metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah
penelitian. ―Dalam bahasa Ingggris, pendekatan diistilahkan
―approach dalam bahasa Arab disebut dengan madkhaL
1. Pendekatan Pengalaman
Pendekatan pengalaman merupakan pemberian pengalaman
keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai
keagamaan. Dengan ini peserta didik diberi kesempatan untuk
mendapatkan pengalaman keagamaan, baik secara ikdividu maupun
kelompok. Sehubungan dengan ini ditemukan hadist antara lain
sebagai berikut:
Kaladahbin hanbal meriwayatkan bahwa ia diutus oleh
shafwan bin umayyah kepada Rosululloh membawa susu,, anak
kijang, dan ketimun kecil. Sementara itu nabi sedang berada di
ketinggian mekah. Ia berkata,”Aku masuk tanpa mengucapkan salam
terlebih dahulu.” Lalu beliau bersabda, “keluar dulu,lalu ucapkan
salam.”(H.R. Abu Dawud dan At- Tirmidzi).
Dalam hadist ini, Rasululloh tidak memarahi Kaladah lantaran
tidak mengucapkan salam. Akan tetapi beliau mengharapkan kaladah
menjalankanya secara praktis (mengalami sendiri) dan diaplikasikan
setiap masuk rumah sebagai salah stu etika kesopanan. Tidak
diragukan lagi belajar dengan metode seperti ini memberikan nilai
lebih banyak dan kesan yang lebihdalam dari pada sekedar nasihat dan
arahan teoritis yang tidak dibarengi dengan latihan praktis. Dengan
demikian Rosululloh telah menggunakan pendekatan pengalaman
dengan mengajarkan nilai-nilai akhlak kepada para sahabat.
Pendidik islam seharusnya menggunakan metode pendekatan ini
sebagai pelajaran didalam ibadah, guru akan mengalami kesulitan
ketika tidak melakukan pendekatan ini. Peserta didik harus
mengalami sendiri ibadah itu dengan bimbingan gurunya. Belajar dari
pengalaman jauh lebih baik dari pada sekedar berbicara, tidak berbuat
sama sekali. Pengalaman disini adalah pengalaman yang bersifat
mendidik. Memberikan pengalaman yang edukatif yang kemudian
diarahkan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.[3]
Contoh lain didalam pengalaman keagamaan baik individu
54
maupun kelompok, adalah ketika bulan ramadhan tiba, semua kaum
muslimin diwajibkan melaksanakan puasa, dimalamnya ada kegiatan
shalat terawih yang biasanya dilanjutkan dengan ceramah agama yang
disampaikan oleh Da‘i dan peserta didik biasanya tidak ketinggalan
untuk mendengarkan ceramah tersebut. Disinilah peserta didik bisa
diberikan tugas dari guru untuk menyerahkan laporan tertulis yang
sudah ditanda tangani oleh penceramah.

2. Pendekatan Pembiasaan
Pendekatan pembiasaan, yaitu memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari. Setelah terbiasa, peserta didik akan
merasa mudah untuk, mengerjakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Sehubungan dengan ini, terdapat hadist antara lain sebagai berikut.
Dari „Amru bin Syu‟aib dari bapaknya dan kakeknya,
Rosululloh bersabda.”suruhlah anakmu mendirikan shalat ketika
berumur tujuh tahun dan pukulah mereka karena meninggalkanya
ketika ia berumur sepuluh tahun. (pada saat itu), pisahkanlah tempat
tidur mereka,,,” (H.R Abu Dawud)
Hadist ini menginformasikan bahwa (1) orang tua harus
menyuruh anak mendirikan shalat sejak umur tujuh tahun; (2)setelah
berumur sepuluh tahun-dan ternyata meninggalkan shalat maka orang
tua boleh memukulnya; dan (3) pada usia sepuluh tahun juga, tempat
tidur anak harus dipidahkan antara laki-laki dan perempuan.
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-
kebiasaan baru atau perbaikan kebiasan-kebiasaan yang telah ada.
Belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri teladan, dan
pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran,
tujuanya adalah agar siswa memperoleh sikap, kebiasaan, dan
perbuatan baru yang lebih tepat.
Dari segi hukum, anak yang berusia tujuh tahun belum termasuk
mukallaf. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Rosul menyuruh
anak usia tujuh tahun mendirikan shalat dengan maksud
membiasakan mereka agar setelah mukallaf nanti, anak tidak mersasa
keberatan untuk melaksanakannya. Orang tua diperintahkan
55
mendidik anak mendirikan shalat, setelah berusia tujuh tahun, hal itu
untuk mempermudah proses pendidikan.
3. pendekatan emosional
Pendekatan emosional adalah usaha untuk menggugah perasaan
dan emosi peserta didik dalam memahami dan menghayati ajaran
agama agar perasaanya bertambah kuat terhadap Allah sekaligus
dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sesuai
dengan ditemukannya hadist berikut:
Nu‟man bin Basyir meriwayatkan bahwa Rosululloh
bersabda, “Perumpamaan sikap saling mencintai, menyayangi, dan
mengasihi diantara orang yang beriman itu seperti anggota tubuh.
Jika salah satu anggota tubuh mengeluh sakit, maka seluruh anggota
tubuh akan merasakannya sampai tidak menidurkan diri dan selalu
merintih.” (H.R Muslim).
As-Suyuti menjelaskan bahwa yang dimasksud dengan kata
tadaa’aa dalam hadis diatas adalah sebagian anggota memanggil
yang lainya karena sama-sama merasakan sakit. Kata as-sahar
berarti karena rasa sakit seseorang tidak dapat tidur. Kata al-hummaa
berarti merintih karena sakit dan tidak dapat tidur. Menurut Al-Qodhi
Iyadh, penyamaan orang yang beriman dengan satu tubuh merupakan
penyamaan yang tepat karena mendekatkan dan memjelaskan
pengertian. Didalamya terdapat ajaran yang menghargai hak-hak
orang islam dan memotivasi agar saling menolong dan saling
mencintai.[5]
4. Pendekatan Rasional
Pendekatan rasional adalah usaha memberikan peranan kepada
rasio atau akal dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran
agama kemudian mencoba menggali hikmah dan fungsi ajaran agama.
Sehingga seseorang dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang salah.
Sehubungan ini terdapat hadis sebagai berikut.
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rosululloh
bersabda.”sesungguhnya diantara pohon-pohon ada pohon yang
tidak gugur daunya dan itu bagaikan muslim. Katakanlah kepadaku
apa nama pohon tersebut.”semua orang mulai berfikir tentang pohon
56
yang tumbuh dipadang pasir dan saya berfikir bahwa itu adalah
pohon kurma. Namun saya merasa malu (untuk menjawabnya).
Ssementara itu ada yang berkata,” wahai Rosululloh, beritahukan
kepada kami pohon apa itu.” Lalu Rosululloh menjawab,” pohon itu
adalah pohon kurma.” (H.R BUKHARI)
Menurut Ibnu Hajar, penyamaan pohon kurma dengan orang
muslim adalah sama-sama mendapatkan keberkahan. Keberkahan
kurma terdapat pada setiap bagianya, mulai dari muncul buahnya
sampai dikeringkan dan dapat dimakan. Selain itu, setiap bagian
pohon dapat dimanfaatkan. Bijinya dapat digunakan sebagai makanan
ternak, dan tangkai buahnya dapat dijadikan sebagai tali. Begitu pula
dengan berkah seorang muslim hingga lahir sampai akhir hayatnya
bermanfaat bagi diri dan orang lain. Dalam hadist ini, Rosululloh
melontarkan pertanyaan kepada para sahabat supaya cara berfikirnya
terarah, dengan mengajukan pertanyaan mengenai persoalan tertentu
untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan. Ketika
mereka mencoba memberi jawaban atas pertanyaan itu, Rosululloh
kemudian memberikan jawaban yang tepat dan benar sebagai
tambahan wawasan mereka. Muhammad Ustman Najati, mengajukan
pertanyaan, diskusi, dan dialog dapat membantu mengarahkan proses
berfikir dan belajar dengan cepat. Allah memerintahkan kita untuk
meminta petunjuk kepada para ahli dan bertanya kepada mereka
untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Firman Allah :
Artinya : maka tanyakanlah olehmu kepada orang yang berilmu, jika
kamu tiada mengetahui. (QS. Al-An biya(21): 7)[6]

5. Pendekatan Fungsional
Pendekatan fungsional, yaitu penyajian materi ajaran agama islam dengan
penekanan segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari
sesuai tingkat perkembangan mereka. Pembelajaran dan melakukan bimbingan
shalat misalnya, diharapkan berguna bagi kehidupan seseorang, baik dalam
kehidupan individu maupun sosial. Ditemukan hadis sebagai berikut:
Dari Abu hurairah, Nabi bersabda,”barang siapa yang melapangkan seorang
muslim dari suatu kesempitan dunia niscya Allah akan melapangkan dari suatu
kesulitan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan seorang muslim dari satu

57
kesulitan dunia niscaya Allah akan memudahkan didunia dan akhirat. Siapa
yang menutup aib seorang muslim di dunia, niscaya alloh menutup aibnya di
dunia dan akhirat. Allah menolong hambanya selama hamba itu menolong
saudaranya.” (H.R At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Ada empat hal yang diinginkan Rosululloh agar dikerjakan oleh umatnya
terhadap sesama dalam hadis diatas, yaitu (1) melapangkan kesempitan, (2)
memudahkan kesulitan, (3) menutup aib, dan (4) menolong saudara. Untuk
kegiatan tersebut ditegaskan oleh Rosululloh manfaat yang akan didapat oleh
pelaku, baik didunia maupun akhirat. Hal ini dapat membangkitkan semangat
para sahabat untuk saling membantu. Dengan demikian, beliau telah
menggunakan pendekatan fungsional dalam mendidik para sahabatnya.
Pelajaran agama yang diberikan kepada peserta didik bukan saja untuk
memberantas kebodohan dan pengisi kekosongan intelektual, tetapi untuk
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian itulah yang
menjadi tujuan pendidikan agama disekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan.
6. Pendekatan Keteladanan
Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan atau
memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Guru yang senantiasa
baik kepada setiap orang misalnya, secara langsung memberikan keteladanan
kepada peserta didiknya. Keteladan pendidik terhadap peserta didiknya
merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan
pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru akan menjadi tokoh
identifikasi dalam pandangan anak yang akan dijadikan sebagai teladan
dalam mengidentifikasikan diri dalam kehidupanya. Sehubungan dengan ini
telah ditemukan hadist, antara lain sebagai berikut.
Abu Sulaiman Malik bin Al-Huwairits berkata,”kami, beberapa orang
pemuda sebaya mengunjungi Nabi, lalu kami menginap bersama beliau
selama 20 malam. Beliau menduga bahwa kami telah merindukan keluarga
dan menanyakan apa yang kami tinggalkan pada keluarga. Lalu kami
memberitahukannya kepada Nabi. Beliau adalah orang yang halus
perasaanya dan penyayang. Beliau bersabda,” kembalilah kepada keluarga
kalian. Ajarilah mereka, suruhlah mereka, dan shalatlah kalian sebagaimana
kalian melihat saya mendirikan shalat. Apabila waktu shalat telah masuk,
hendaklah salah seorang diantara kalian mengumandangkan azan dan yang

58
lebih tua hendaklah menjadi imam.” (H.R Al-Bukhari).
Dalam hadis diatas, Rosul memberikan keteladan cara memperlakukan
tamu selama berada dirumahnya. Beliau telah menunjukan keramahan,
kelemah lembutan, kasih sayang dan meninggalkan kesan yang mendalam.
Dalam hal ini Rosul tidak menyuruh agar para sahabat meniru. Selain itu,
beliau juga mencontohkan mendirikan shalat, terlihat bahwa beliau
mengutamakan pendekatan keteladanan.
Manusia banyak belajar tentang berbagai kebiasaan dan tingkah laku
melalui proses peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku kedua orang tua
dan saudara-saudaranya. Ia mulai belajar bahasa dari meniru kedua orang
tuanya dan saudara-saudaranya dengan mengucapkan kata-kata secara
berulang kali. Tanpa terbiasa mendengar orang mengucapkan suatu kata,
manusia tidak bisa berbahasa lisan.

59
BAB IX
HADIS TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM

،‫ َع ْن َأبِي بَ ْك ِر بْ ِن َأبِي َم ْريَ َم‬،‫س‬ ِ َ َ‫َح َّد َثنَا ُس ْفيَا ُن بْ ُن َوكِي ٍع ق‬


َ ُ‫يسى بْ ُن يُون‬ َ ‫ َح َّد َثنَا ع‬:‫ال‬
‫ َأ ْخَب َرنَ ا‬:‫ال‬َ َ‫ َأ ْخَب َرنَ ا َع ْم ُرو بْ ُن َع ْو ٍن ق‬:‫ال‬ َّ ‫وح َّد َثنَا َع ْب ُد اللَّ ِه بْ ُن َع ْب ِد‬
َ َ‫الر ْح َم ِن ق‬ َ ‫ح‬
‫ َع ْن َش َّد ِاد بْ ِن‬،‫يب‬ ٍ ِ‫ض ْم َرةَ بْ ِن َحب‬ َ ‫ َع ْن‬،‫ َع ْن َأبِي بَ ْك ِر بْ ِن َأبِي َم ْريَ َم‬،‫المبَ َار ِك‬ ُ ‫ابْ ُن‬
‫س هُ َو َع ِم َل لِ َم ا‬
َ ‫س َم ْن َدا َن َن ْف‬ ُ ِّ‫ «ال َكي‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،‫س‬ ٍ ‫َْأو‬
‫س ٌن‬ َ ‫يث َح‬ ٌ ‫سهُ َه َو َاه ا َوتَ َمنَّى َعلَى اللَّ ِه» َه َذا َح ِد‬ ِ ‫ و‬،‫ت‬
َ ‫العاج ُز َم ْن َأْتبَ َع َن ْف‬
َ َ ‫الم ْو‬
ِ
َ ‫َب ْع َد‬
ُّ ‫سهُ ِفي‬ ِِ
‫ب‬َ ‫اس‬ َ ‫الد ْنيَا َق ْب َل َأ ْن يُ َح‬ َ ‫ب َن ْف‬ َ ‫اس‬
َ ‫ول َح‬ ُ ‫سهُ َي ُق‬ َ ‫ َم ْن َدا َن َن ْف‬:‫» َو َم ْعنَى َق ْوله‬.«
‫س ُك ْم َق ْب َل َأ ْن‬ ِ ِ َّ‫القيَ َام ِة " َو ُي ْر َوى َع ْن ُع َم ر بْ ِن ال َخط‬ ِ ‫ي وم‬
َ ‫ " َحاس بُوا َأْن ُف‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫اب‬ َ ََْ
‫القيَ َام ِة َعلَى َم ْن‬
ِ ‫الحس اب ي وم‬
ََْ ُ َ ‫ف‬
ِ ُّ ‫ وِإنَّم ا ي ِخ‬،‫ض اَأل ْكب ِر‬
َ َ َ َ ِ ‫ َوَت َز َّينُ وا لِل َْع ْر‬،‫اس بُوا‬
َ ‫تُ َح‬
‫الع ْب ُد‬
َ ‫ «اَل يَ ُك و ُن‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ون بْ ِن ِم ْه َرا َن‬ ِ ‫حاس ب َن ْفس هُ فِي ال ُّد ْنيا وي روى َعن م ْيم‬
َُ ْ ََُْ َ َ َ َ َ
ِ ِ ِ ِ
ُ َ‫ب َش ِري َكهُ م ْن َأيْ َن َمط َْع ُمهُ َو َملْب‬
37
»ُ‫سه‬ ُ ‫سهُ َك َما يُ َحاس‬ َ ‫ب َن ْف‬
َ ‫تَقيًّا َحتَّى يُ َحاس‬
Penjelasan Hadis
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis
A. Hakikat Evaluasi Pendidikan
Sebelum memahami Pengertian Hakikat Evaluasi Pendidikan, alangkah
baiknya kita Pahami pendidikan itu lebih dahulu. Pendidikan adalah upaya
sadar dan tanggung jawab untuk memelihara, membimbing dan mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia agar ia dapat memiliki
makna dan tujuan hidup yang hakiki. Shalih Abd Al-Aziz dan Abd Al-Aziz
Abd Al-Majid menyatakan : innama al-hayat madrasah (bahwasanya hidup
adalah salah satu lembaga pendidikan). Sebagai suatu proses pendidikan
bertujuan untuk menimbulkan perubahan-perubahan yang diinginkan pada
setiap si terdidik. Proses pendidikan tidak terlepas dari beberapa komponen
yang mendukungnya, dan salah satu komponen yang urgent adalah penilaian
atau evaluasi.
Evaluasi berasal dari kata to evaluate yang berarti ―menilai. Kata

37
Tirmidzi, Juz 4, hal 638, no 2459.
60
nilai menurut filosof pengertiannya adalah idea of worth. Selanjutnya kata
nilai menjadi populer, bahkan menjadi istilah yang ditemukan dalam dunia
ekonomi, kata nilai biasa dipautkan dengan harga. Nilai artinya power in
exchange. Sedangkan menurut pengertian pengertian istilah evaluasi
merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek
dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur
memperoleh kesimpulan.
Menurut Edwin Wand dan Gerald W. Brow dalam bukunya Esseential
of Educational Evaluation, mengemukakan bahwa: Evaluation refer to the
act or process to determining the value of something.”(Penilaian dalam
pendidikan berarti seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan nilai
sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan).
Ada beberapa pendapat lain tentang definisi mengenai evaluasi:
1. Blomm
Evaluasi adalah pengumpulan kegiatan secara sistematis untuk menetapkan
apakah dalam kegiatannya terjadi perubahan dalam diri siswa menetapkan
sejauh mana tingkat perubahan dalam diri pribadi siswa.
2. Stuffle Beam
Evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan
informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.
3. Cronbach
Di dalam bukunya Designing Evaluator of Education and Social Program,
telah memberikan uraian tentang prinsip-prinsip dasar evaluasi antara lain:

a. Evaluasi program pendidikan merupakan kegiatan yang dapat


membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya.

b. Evaluasi seyogyanya tidak memberikan jawaban terhadap suatu


pertanyaan khusus. Bukanlah tugas evaluator memberikan rekomendasi
tentang kemanfaatan suatu program dan dilanjutkan atau tidak.
Evaluator tidak dapat memilihkan karier seorang murid. Tugas evaluator
hanya memberikan alternatif.

c. Evaluasi merupakan suatu proses terus-menerus, sehingga di dalam


proses memungkinkan untuk merevisi apabila dirasakan ada suatu
kesalahan-kesalahan.
Term evaluasi dalam wacana keislaman, terdapat term-term tertentu
61
mengarah pada makna evaluasi. Term-term tersebut adalah :
1. Al-Hisab, memiliki makna mengira, menafsirkan, menghitung dan
menganggap.
2. Al-Bala‘, memiliki makna cobaan, ujian.
3. Al-Hukum, memiliki makna putusan atau vonis
4. Al-Qadha, memiliki arti putusan
5. Al-Nazhar, memiliki arti melihat
6. Al-Imtihan, memiliki arti ujian
Beberapa term tersebut boleh jadi menunjukkan arti evaluasi secara
langsung, atau hanya sekedar alat atau proses di dalam evaluasi. Hal ini
didasarkan asumsi bahwa Al-Qur‘an dan Sunnah merupakan azas-azas atau
prinsip-prinsip umum pendidikan, sedang operasionalisasinya diserahkan
penuh kepada ijtihad umatnya.
Selanjutnya dalam sebuah ayat Allah azza wa jalla berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan". (AS al-Hasyr: 18).
Imam Ibnu Qoyim menjelaskan tafsir ayat ini, "Ayat ini menunjukkan akan
wajibnya melakukan muhasabah (instropeksi) diri. Allah Shubhanahu wa
ta‟alla memerintahkan, "Supaya kalian memperhatikan amalan apa yang
telah kalian persiapkan untuk hari kiamat kelak, apakah amal sholeh yang
akan menyelamatkan dirimu? Ataukah amal kejelekan yang justru akan

menyengsarakannya?".1
Imam Hasan Bashri mengatakan, "Tidak ada waktu yang tersisa yang
menjumpai seorang mukmin melainkan ia harus gunakan untuk muhasabah.
Apa yang akan dikerjakan? Apa yang ingin dia makan dan minum? Adapun
orang jahat maka dirinya terus berlalu tidak pernah menghisab dirinya

sendiri".2
Sedang Imam al-Mawardi menerangkan, "Muhasabah adalah seseorang
mengoreksi diri secara tuntas diwaktu keheningan malam terhadap perbuatan
yang dilakukan pada siang hari. Jika hasilnya terpuji maka dia terus berlalu,
sambil dibarengi keesokannya dengan perbuatan yang serupa sambil
memperbaikinya lagi. Dan bila hasilnya tercela maka dia berusaha untuk
62
mengoreksi dimana letaknya, lalu mencegah untuk tidak mengulanginya lagi

pada hari esok ".3


Al-Ghazali mengatakan, "Orang-orang yang berakal dari kalangan hamba
Allah Shubhanahu wa ta‟alla mengetahui bahwa Allah ta'ala selalu
mengawasinya. Dan bahwasannya mereka akan didebat atas amalannya kelak
pada hari hisab, lalu mereka dituntut untuk menambah bobot timbangan dari
peluang-peluang amal yang terlintas dalam pikiran. Maka mereka
mendapatkan bahwa tidak mungkin mereka selamat dari apa yang terlintas
tersebut melainkan dengan cara muhasabah, benar didalam muroqobahnya,
selalu menuntut pada jiwa, polah dan tingkah lakunya. Serta muhasabah
dalam setiap pikiran yang terlintas dalam benaknya.
Maka barangsiapa yang mengintropeksi diri sebelum dihisab dirinya akan
ringan didalam hisabnya kelak pada hari kiamat, manakala hadir dalam
pertanyaan serta jawaban, serta akan berakibat baik. Dan barangsiapa yang
enggan untuk instropeksi diri dia akan cepat merasakan kerugian, menunggu
dalam waktu yang lama pada hari kiamat kelak, dan kesalahannya sebagai

penuntun pada kehinaan dan siksaannya".4

1
Ighatsatul Lahfan 1/152.
2
Ighatsatul Lahfan 1/145.
3
Adabu Dunya wa Diin hal: 360-361
4
Ihya Ulumudin 4/418
Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan keputusan-

keputusan kependidikan, baik yang menyangkut perencanaan, pengelolaan,


proses dan tindak lanjut pendidikan baik yang menyangkut perorangan,
kelompok, maupun kelembagaan. Keputusan apapun ditetapkan maksudnya
agar tujuan yang dicanangkan dapat tercapai. Penilaian dalam pendidikan
Islam bertujuan agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pendidikan
Islam benar-benar sesuai dengan nilai-nilai yang Islami, sehingga tujuan

pendidikan Islam yang dicanangkan dapat tercapai.5

63
B. Hadits tentang Evaluasi Pendidikan
Dalam ajaran Islam Evaluasi adalah merupakan pemahaman yang tidak
baru lagi. Artinya Evaluasi merupakan suatu ajaran yang pasti dan harus
dilakukan oleh umat Islam baik individu maupun kelompok seperti yang telah
dijelaskan di atas. Namun kaitannya dengan aplikasi terasa memang sangat
jauh dari harapan sehingga perlu mewacanakan lagi hadits Rasulullah SAW,
sebagai landasan berfikir dan pijakan dalam tindakan.
Begitu banyak hadits Shahih yang mengindikasikan tentang Evaluasi,
akan tetapi penulis mencukupkan pada dua hadits saja untuk dibahas dan di
analisis dari beberapa aspek tinjauan tanpa mengurangi entitas makna dan
maksud hadits tersebut.
Rasulullah SAW, bersabda:

5
Prof. Dr. H. Ramayulis, op.cit., hal. 198-200

Artinya:‖ Menceritakan pada kami Sufyan bin Waki‟, Menceritakan


pada kami Isa bin Yunus dari Abi Bakar bin Abi Maryam H W Menceritakan
pada kami Abdullah bin Abdurrahman, Memberitahukan pada kami Amr bin
Aun, Menceritakan pada kami Ibnul Mubarak, dari Abi Bakar bin abi Maryam
dari Dlamrah bin bin Habib dari Syaddad bin Aus dari Nabi SAW bersabda,
―Orang yang Cerdas itu adalah orang yang mengalahkan Hawa
Nafsunya (Dirinya) dan Melakukan perbuatan untuk (Kehidupan setelah
Mati), sedangkan orang yang Lemah adalah orang yang Mengikuti Hawa
Nafsunya dan Berangan-angan kepada Allah. Sufyan berkata‖ ini
hadits Hasan‖ berkata lagi Maksud‖ Man daana Nafsahu” adalah
Mengevaluasi dirinya di dunia sebelum di Hisab nanti di hari Kiamat. Dan
diriwayatkan dari Umar bin Khattab berkata‖ Evaluasi diri kalian sebelum
dihisab di Akhirat dan berhiaslah untuk kehormatan yang besar dan
bahwasanya Hisab pada hari Kiamat diringankan bagi orang yang
mengevaluasi dirinya di dunia. Diriwayatkan juga dari Maimun bin Mihran
berkata‖ Tidak dikatakan hamba yang bertaqwa, sehingga ia mengevaluasi
dirinya sebagaimana Menginterogasi temannya dari mana dia mendapat
Makanan dan Pakaian. (HR. Turmudzi).
Berkaitan dengan Takhrij Hadits di atas, sebagaimana diketahui bahwa
Saddad Bin Aus adalah Sahabat Nabi, Dlamrah bin Habib Tabi‘ien Kalangan
Biasa(Tsiqah), Abu Bakar bin abi Maryam Tabi‘iet tabi‘ien Tua (Dha‟ief),
64
Ibnul Mubarok Tabi‘iet tabi‘ien Pertengahan (Tsiqah), Isa bin Yunus
Tabi‘iet tabi‘ien Tua (Tsiqah), Amru bin Aun Tabi‘u atba‘ Tua (Tsiqah),
Sufyan bin Abi Waki‟ Tabi‘u atba‘ Tua (Dha‟ief ) dan Abdullah
bin Abdurrahman tabi‘u atba‘ Pertengahan (Tsiqah).
Jadi, secara keseluruhan berkaitan dengan sanad hadits di atas bias
dikatakan bahwa hadits tersebut bias dijadikan hadits hasan menurut Imam
Turmudzi sebab sanad hadits tersebut didominasi oleh Perawi yang Tsiqah.
Ada juga hadits berikut yang menjadi pokok Analisa penulis dalam
menyikapi masalah Evaluasi Pendidikan yaitu:
Artinya: Dari Umar radhiyallahu `anhu juga dia berkata : Ketika kami
duduk-duduk disisi Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam suatu hari tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan
berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh
dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga
kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya
kepada kepada lututnya (Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam) seraya
berkata, “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?‖, Maka
bersabdalah Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam: “ Islam adalah engkau
bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu ―,
kemudian dia berkata, “ anda benar ―. Kami semua heran, dia yang
bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “
Beritahukan aku tentang Iman Lalu beliau bersabda, “ Engkau beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan
hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang
buruk, kemudian dia berkata, “ anda benar―. Kemudian dia
berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan ―. Lalu beliau
bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan
engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau‖ .
Kemudian dia berkata, “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan
kejadiannya)‖. Beliau bersabda,“ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya ". Dia berkata,“ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya ―, beliau
bersabda, “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat

65
seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin lagi penggembala domba,
(kemudian) berlomba- lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang
itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah
shallahu`alaihi wa sallam) bertanya,― Tahukah engkau siapa yang bertanya ?
‖. Aku berkata,― Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui ―. Beliau
bersabda,― Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud)
mengajarkan agama kalian ―. (Riwayat Muslim).
Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena
didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Kemudian hadits ini juga mengandung makna yang sangat agung karena
berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu:
Amiinussamaa‟ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh
(kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam ).
Adapun Kandungan hadits diatas secara Implisit Menjelaskan bahwa;
1. Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan
kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan
penguasa.
2. Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang
yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada
seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal
tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat
mengambil manfaat darinya.
3. Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya
untuk berkata, ―Saya tidak tahu―, dan hal tersebut tidak
mengurangi kedudukannya.
4. Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
5. Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap
kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya
sebagaimana seorang tuan memperlakukan hamba-sahayanya.
6. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya
selama tidak dibutuhkan.
7. Di dalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang
mengetahuinya selain Allah ta‘ala.
8. Di dalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam

66
majlis ilmu.6
9. Didalamnya terdapat Konteks Evaluasi diri dalam menjalani Hidup di
Dunia.

C. Objek, Fungsi dan Tujuan Evaluasi


Istilah murid mengandung kesungguhan belajar, memuliakan guru,
keprihatinan guru terhadap murid. Dalam konsep murid ini terkandung
keyakinan bahwa mengajar dan belajar itu wajib dalam perbuatan mengajar
dan belajar itu ada barokah. Sebutan murid bersifat umum. Di dalam Islam,
istilah ini diperkenalkan oleh kalangan shufi. Istilah murid dalam tasawuf

Syekh amin Abdullah Assaqawy, Muhasabah al-Nafs, Terj.Arif Hidayatullah Abi


6

Umamah, Muraja’ah Abu Ziyad Eko hariyanto, www.islamhouse.com.


mengandung pengertian orang yang sedang belajar, menyucikan diri,
dan sedang berjalan menuju Tuhan.
Sa‘id Hawwa (1999) menjelaskan adab dan tugas murid (yang dapat
juga disebut sifat-sifat murid) sebagai berikut:
1. Murid harus mendahulukan kesucian jiwa sebelum yang lainnya.
2. Murid harus mengurangi keterikatannya dengan kesibukan duniawiah,
karena kesibukan itu akan melengahkannya dari menuntut ilmu.
3. Tidak sombong terhadap orang yang berilmu, tidak bertindak sewenang-
wenang terhadap guru, ia harus patuh kepada guru seperti patuhnya orang
sakit terhadap dokter yang merawatnya.
4. Orang yang menekuni ilmu pada tahap awal harus menjaga diri dari
mendengarkan perbedaan pendapat khilafiah antar mazhab karena hal itu
akan membingungkan pikirannya.
5. Penuntut ilmu harus mendahulukan menekuni ilmu yang paling penting
untuk dirinya.
6. Tidak menekuni banyak ilmu sekaligus, melainkan berurutan dari yang
paling penting, ilmu yang paling utama ialah ilmu mengenal Allah.
7. Tidak memasuki cabang ilmu sebelum menguasai ilmu sebelumnya.
8. Hendaklah mengetahui ciri-ciri ilmu yang paling mulia, itu diketahui dari
hasil belajarnya dan kekuatan dalilnya.
Konsep adab dan tugas murid dalam uraian Hawwa tersebut di atas

67
adalah murid dalam konteks tasawuf.7
Objek evaluasi pendidikan Islam dalam arti yang umumnya adalah
peserta didik, atau dalam arti khusus adalah aspek-aspek tertentu yang
terdapat pada peserta didik. Evaluasi pendidikan Islam dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu evaluasi diri sendiri (self evaluation / instropeksi) dan
evaluasi terhadap orang lain (peserta didik).
Evaluasi terhadap diri sendiri adalah dengan menggalakkan instropeksi
atau penghitungan diri sendiri dengan tujuan meningkatkan kreatifitas dan
produktivitas (amal saleh) pribadi. Apabila dalam proses evaluasi tersebut
ditemukan beberapa keberhasilan, maka keberhasilan itu7 hendaknya
dipertahankan atau ditingkatkan, tetapi apabila ditemukan beberapa
kelemahan dan kegagalan, maka hendaknya hal itu segera diperbaiki dengan
cara meningkatkan ilmu, iman dan amal.

Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Remaja
Rosdakarya, 2006 ), hal.

Umar bin Khattab berkata; ―Hasibu an fusakum qobl an tuhasabu‖


(Evaluasilah dirimu sebelum engkau dievaluasi). Statemen ini berkaitan
dengan kegiatan evaluasi terhadap diri sendiri. Asumsi yang mendasar
statement tersebut adalah bahwa Allah SWT mengutus dua malaikat Raqib
dan Atid sebagai supervisor dan evaluator terhadap manusia. Karena itulah
manusia dituntut selalu waspada dan memperhitungkan segala tindakannya,
agar kehidupannya kelak tidak merugi.
Evaluasi terhadap diri orang lain (peserta didik) merupakan bagian dari
kegiatan pendidikan Islam. Kegiatan ini tidak sekedar boleh, tetapi bahkan
diwajibkan. Kewajiban di sini tentunya berdasarkan niat amar ma‟ruf nahi
munkar, yang bertujuan untuk perbaikan (islah) perbuatan sesama umat Islam.
Syarat penilaian ini adalah harus bersifat komparabel, segera dan tidak
dibiarkan berlarut-larut, sehingga anak didik tenggelam dalam kebimbangan,
kebidihan, kezaliman, dan dapat melangkah lebih baik dari perilaku manusia
semula.

68
Aspek-aspek khusus yang harus menjadi sasaran evaluasi pendidikan
Islam adalah perkembangan peserta didik. Perkembangan peserta didik dapat
dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
1. Dilihat dari sudut tujuan umum pendidikan Islam
Tujuan umum pendidikan Islam adalah adanya taqqarub dan penyerahan
mutlak peserta didik, kepada Allah SWT. Evaluasi di sini meliputi aspek:
a. Perkembangan ibadah ibadah peserta didik
b. Perkembangan pelaksanaan menjadi khalifah Allah di muka bumi
c. Perkembangan keimanan dan ketakwaan kepada-Nya
d. Perkembangan pemenuhan kewajiban hidup, berupa kewajiban yang
bersifat duniawi atau ukhrawi.
2. Dilihat dari sudut fungsi pendidikan Islam
Fungsi pendidikan Islam adalah pengembangan potensi peserta didik dan
transliternalisasi nilai-nilai Islami, serta mempersiapkan segala kebutuhan
masa depan peserta didik; Evaluasi di sini meliputi aspek:
a. Perkembangan pendayagunaan potensi-potensi peserta didik,
b. Perkembangan perolehan, pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Islam,
c. Perkembangan perolehan kelayakan hidup, baik hidup yang bersifat
duniawi maupun ukhrawi.
3. Dilihat dari sudut dimensi-dimensi kebutuhan hidup dalam pendidikan Islam,
Evaluasi di sini meliputi aspek:
a. Perkembangan peserta didik dalam memperoleh dan memenuhi
kebutuhan hidupnya.
b. Perkembangan pendayagunaan dan optimalisasi potensi jasmani,
intelegensi, agar peserta didik ini mampu berkepribadian mulia, baik
terhadap diri sendiri, sesama manusia, alam dan kepada Tuhan.
4. Dilihat dari domain atau ranah yang terdapat pada diri peserta didik.
a. Aspek kognitif berupa pengembangan pengetahuan agama termasuk di
dalamnya fungsi ingatan dan kecerdasan.

b. Aspek Afektif, berupa pembentukan sikap terhadap agama, termasuk di


dalamnya fungsi perasaan dan sikap.

c. Aspek psikomotor berupa menumbuhkan keterampilan beragama

termasuk di dalamnya fungsi kehendak, kemauan dan tingkah laku.8


Sedangkan Fungsi dan Tujuan Evaluasi adalah Meliputi :
1. Fungsi Bagi Siswa
a. Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa
b. Memberikan dorongan belajar bagi siswa

69
c. Sebagai laporan bagi orang tua siswa
2. Fungsi Bagi Pendidik (Guru)
a. Untuk menyeleksi siswa, dengan tujuan antara lain :
- Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu
- Untuk menentukan siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya
- Untuk menentukan siswa yang pantas diberikan beasiswa dan lain
sebagainya
- Untuk memilih siswa yang sudah berhak menyelesaikan sekolah

8
Prof. Dr. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., hal. 200-204

b. Evaluasi berfungsi diagnosa


Guru dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan siswa dan dapat
mengetahui sebab musabab kelemahan dan kekurangan itu.

c. Berfungsi sebagai penempatan


Guru dapat mengetahui tingkat kemampuan dari masing-masing peserta
didik melalui hasil belajar. Tujuannya adalah agar siswa yang tadinya
memiliki bakat dan minat tertentu dalam belajar benar-benar tersalur
sesuai dengan pilihannya.

d. Mengukur ketepatan materi pelajaran


Guru dapat mengetahui apakah materi tersebut telah dikuasai siswa atau
masih perlu diadakan peningkatan atau perbaikan untuk masa yang akan
datang.

e. Untuk mengetahui ketepatan metode


Metode adalah cara bagaimana menyajikan bahan pelajaran agar
diterima oleh anak didik.

f. Untuk merencanakan program yang akan datang


3. Fungsi bagi sekolah
a. Untuk mengukur ketepatan kurikulum atau silabus
b. Untuk mengukur tingkat kemajuan sekolah
c. Megukur keberhasilan guru mengajar

d. Untuk meningkatkan prestasi kerja.9


Sedangkan fungsi evaluasi sebagai umpan balik (feed back) terhadap kegiatan

70
pendidikan. Umpan balik ini berguna untuk :
1. Ishlah, yaitu perbaikan terhadap semua komponen-komponen pendidikan,
termasuk perbaikan perilaku, wawasan dan kebiasaan- kebiasaan
2. Tazkiyah, yaitu penyucian terhadap semua komponen-komponen
pendidikan. Artinya melihat kembali program-program pendidikan yang
dilakukan, apakah program itu penting atau tidak dalam kehidupan peserta
didik.
3. Tajdid, yaitu memodernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang
tidak relevan baik untuk kepentingan internal maupun eksternal maka
kegiatan itu harus diubah dan dicarikan penggantinya yang lebih baik

9
Drs. H. Tayar Yusuf, Drs. Syaiful Anwar, op.cit., hal. 211-214

4. Al-dakhil, yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua murid berupa

rapor, ijazah, piagam dan sebagainya.10


Sedangkan Faidah dari muhasabah:
1. Menjumpai adanya kekurangan dalam dirinya. Dan orang yang tidak
menyadari adanya kekurangan dari dirinya tidak mungkin sanggup
untuk mengobatinya.

2. Bukti akan takutnya kepada Allah Shubhanahu wa ta‟alla dan persiapan


untuk bertemu dengan -Nya.

3. Akan menjadi jelas bagi seorang mukmin hakekat keuntungan dan


kerugian sejati.

4. Muhasabah didunia akan memudahkan seorang mukmin kelak pada hari


kiamat.

5. Sebagai bentuk memenuhi perintah Allah ta'ala.

6. Menjauhkan diri dari kelalaian, terjatuh dalam lumpur kemaksiatan dan


dosa.

7. Akan menolong seorang mukmin dan membantunya untuk segera


mendapatkan sisi kekurangan dari pengerjaan kewajiban dan amalan

sunah.11

71
8. Akan membuahkan kecintaan kepada Allah Shubhanahu wa ta‟alla

dan mendapat keridhoan -Nya.


9. Dengan cara tersebut akan mengetahui hak Allah Shubhanahu wa ta‟alla
yang harus ia tunaikan. Dan bagi siapa yang tidak mengetahui hak
Allah Shubhanahu wa ta‟alla yang harus ia kerjakan maka ibadahnya
hanya sekedarnya dan sangat sedikit sekali memberi dampak positif
baginya.

10. Bahwa baiknya hati bisa tercapai dengan muhasabah, sebaliknya


rusaknya hati akibat dari jauhnya muhasabah dan tidak

memperdulikannya.12

10
Prof. DR. H. Ramayulis, op. Cit., hal. 204-203
11
Ighatsatul Lahfan 1/147-150.
12
Ighatsatul Lahfan 1/156, karya Ibnu Qoyim. Dan Nadhratun Na'im fii Makarimi
Akhlakir Rasul Karim 8/3317-3324.

D. Jenis-Jenis Evaluasi
Muhasabah itu ada dua macam: Muhasabah sebelum berbuat dan yang
kedua muhasabah seusai melakukan perbuatan.
1.) Adapun jenis yang pertama, yaitu dirinya merenung sejenak manakala
baru timbul keinginan serta kemauan lantas dirinya melihat, apakah
perbuatan yang akan dilakukannya ini sesusai dengan al-Qur'an dan sunah
Rasulallah Shalallah 'alaihi wa sallam atau tidak? Jika sesuai maka terus
kerjakan, bila menyelisihi maka tinggalkan.
2.) Adapun untuk jenis yang kedua, yaitu muhasabah seusai mengerjakan
perbuatan, maka dalam hal ini terbagi menjadi empat macam:
a. Muhasabah pada ketaatan yang banyak kekurangan didalamnya, disaat
pengerjaan kewajiban kepada Allah ta'ala belum sesuai dengan
harapan yang seharusnya dituntut.
b. Muhasabah atas larangan-larangan yang ada. Jika dirinya menjumpai
telah menerjang salah satunya maka segera iringi dengan bertaubat,
istighfar, dan amalan-amalan kebajikan yang bisa menghapusnya.

72
c. Muhasabah atas setiap amalan yang telah ditinggalkan namun
membawa kebaikan jika ia kerjakan
d. Muhasabah pada perkara mubah atau kebiasaan, kenapa ia kerjakan?
Apakah ia kerjakan ingin mengharap ridho Allah Shubhanahu wa
ta‟alla dan kampung akhirat? Sehingga ia beruntung, atau
dia mengerjakannya hanya bertujuan dunia yang ia inginkan? Maka
dirinya telah merugi serta luput dari keuntungan tersebut.

Selanjutnya kurikulum 1975 membedakan evaluasi prestasi belajar


siswa di sekolah menjadi 4 (empat) jenis yaitu: Evaluasi Formatif, Adalah
evaluasi yang ditujukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
Jenis evaluasi wajib dilaksanakan oleh guru bidang studi setelah selesai
mengajarkan satu unit pengajaran tertentu.

Evaluasi Sumatif, Adalah evaluasi yang ditujukan untuk keperluan


penentuan angka kemajuan atau hasil belajar siswa. Jenis evaluasi ini
dilaksanakan setelah guru menyelesaikan pengajaran yang diprogramkan
untuk satu semester. Dan kawasan bahasanya sama dengan kawasan
bahan yang terkandung di dalam satuan program semester.

73
Evaluasi Penempatan, Adalah evaluasi yang ditujukan untuk
menempatkan siswa dalam situasi belajar atau program pendidikan yang
sesuai dengan kemampuannya.

Evaluasi Diagnostik, Adalah evaluasi yang ditujukan guna


membantu memecahkan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa
tertentu.

Jenis evaluasi formatif dan sumatif terutama menjadi


tanggungjawab guru (guru bidang studi), evaluasi penempatan dan
diagmostik lebih merupakan tanggungjawab petugas bimbingan
penyuluhan. Oleh karena itu wajar apabila dalam tulisan ini hanya
mengaksentuasi pada jenis penilaian yang pertama dan jenis yang kedua.

E. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Adapun prinsip-prinsip dari Evaluasi Pendidikan itu adalah Meliputi :

1.) Terus menerus / kontinu; artinya evaluasi ini tidak hanya dilakukan setahun
sekali, sekuartal sekali, atau sebulan sekali, melainkan terus menerus, pada
waktu mengajar sambil mengevaluasi sikap dan perhatian murid, pada waktu
pelajaran hampir berakhir. Prinsip kesinambungan (Istimrar ) (al-An‘aam:135)
2.) Menyeluruh / komprehensif; Adanya evaluasi yang meliputi semua aspek
kepribadian manusia, misalnya aspek intelegensi, pemahaman, pensikapan,
ketulusan, kedisiplinan, tanggung jawab dan sebagainya. Dalam al-qur‘an
Totalitas (al-Kamal/Tamm) ; Meliputi Kognitif (QS.al- Anfal:2), Afektif
((QS. Al-‗Ashr : 3). Dan Psikomotorik (al-Mukmin:35)
3.) Objektivitas; Adanya evaluasi yang benar-benar objektif bukan subjektif,
artinya pelaksanaan evaluasi berdasarkan keadaan yang sesungguhnya tidak
dicampuri oleh hal yang bersifat emosional dan irasional. (QS. At-
Taubah:119).
4.) Validitas; Adanya evaluasi yang dilakukan berdasarkan hal-hal yang
seharusnya dievaluasi, yang meliputi seluruh bidang-bidang tertentu yang
diingini dan diselidiki, sehingga tidak hanya mencakup satu bidang saja.
Prinsip Validitas (QS.al-Hujurat:6)
5.) Realibilitas; Evaluasi itu dapat dipercayai, artinya memberikan evaluasi

74
kepada peserta didik sesuai dengan tingkat kesanggupannya dan keadaan
sesungguhnya. (QS.Hamim As-sajadah:53)
6.) Efisiensi; Adanya evaluasi yang dapat menggunakan sarana dan prasarana
yang baik, memanfaatkan waktu sebaik mungkin, mudah dalam proses
administrasi dan interpretasinya sehingga evaluasi ini tidak tepat pada
sasarannya. (QS.al –Asr‘:1-2)
7.) Ta‘abbudiah dan ikhlas; Adanya evaluasi yang dilakukan penuh keutulusan
dan pengabdian kepada Allah SWT.(al-Bayyinah:5)

75
‫‪BAB X‬‬
‫)‪HADIS TENTANG PENDIDIK (GURU‬‬

‫يد‪َ ،‬ع ْن ُم َح َّم ِد بْ ِن‬ ‫ال‪ :‬ح َّد َثنَا يحيى يعنِى ابن س ِع ٍ‬ ‫ِإ ِ‬
‫َ َْ َْ ْ َ َ‬ ‫يم قَ َ َ‬ ‫وب بْ ُن ْب َراه َ‬ ‫َأ ْخَب َرنَ ا َي ْع ُق ُ‬
‫ال‪َ :‬أ ْخب رنِي الْ َقع َق اعُ‪َ ،‬عن َأبِي ِ‬
‫ص لَّى‬ ‫ص ال ٍح‪َ ،‬ع ْن َأبِي ُه َر ْي َرةَ‪َ ،‬ع ِن النَّبِ ِّي َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َع ْجاَل َن قَ َ َ َ‬
‫ِ‬
‫َأح ُد ُك ْم ِإلَى‬ ‫ب َ‬ ‫ال‪ِ« :‬إنَّ َم ا َأنَ ا لَ ُك ْم مثْ ُل ال َْوالِ ِد َ‬
‫ُأعلِّ ُم ُك ْم ِإذَا ذَ َه َ‬ ‫اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم قَ َ‬
‫الْ َخاَل ِء‪ ،‬فَاَل يَ ْسَت ْقبِ ِل ال ِْق ْبلَةَ َواَل يَ ْستَ ْدبِ ْر َها‪َ ،‬واَل يَ ْسَت ْن ِج بِيَ ِمينِ ِه»‪َ .‬و َكا َن يَ ُْأم ُر بِثَاَل ثَ ِة‬
‫ِ ‪38‬‬ ‫الرو ِ‬
‫الر َّمة‪.‬‬
‫ث َو ِّ‬ ‫َأح َجا ٍر‪َ ،‬و َن َهى َع ِن َّ ْ‬ ‫ْ‬

‫ال‪ :‬ح َّد َثنَا يحيى بن س ِع ٍ‬


‫ال‪َ :‬ح َّد َثنَا ُش ْعبَةُ‪ ،‬قَ َ‬
‫ال‪:‬‬ ‫يد‪ ،‬قَ َ‬ ‫َ َْ ْ ُ َ‬ ‫ش ا ٍر‪ ،‬قَ َ َ‬ ‫َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن بَ َّ‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‪ ،‬قَ َ‬ ‫ِ ٍ‬ ‫َح َّدثَنِي َأبُ و َّ‬
‫ال‪:‬‬ ‫س بْ ِن َمال ك‪َ ،‬ع ِن النَّبِ ِّي َ‬ ‫اح‪َ ،‬ع ْن َأنَ ِ‬ ‫التيَّ ِ‬
‫‪39‬‬
‫ش ُروا‪َ ،‬والَ ُتَن ِّف ُروا»‬
‫س ُروا‪َ ،‬وبَ ِّ‬ ‫س ُروا َوالَ ُت َع ِّ‬ ‫«يَ ِّ‬

‫س ا ُن بْ ُن َع ِطيَّةَ‪،‬‬ ‫اك بن م ْخلَ ٍد‪َ ،‬أ ْخبرنَا اَألو َز ِ‬


‫اع ُّي‪َ ،‬ح َّد َثنَا َح َّ‬ ‫اص ٍم الض َّ‬ ‫ح َّد َثنَا َأبو َع ِ‬
‫ْ‬ ‫ََ‬ ‫َّح ُ ْ ُ َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫ال‪:‬‬ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‪ ،‬قَ َ‬ ‫ش ةَ‪َ ،‬ع ْن َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْم ٍرو‪َّ ،‬‬
‫َأن النَّبِ َّي َ‬ ‫َع ْن َأبِي َك ْب َ‬
‫ِ ِإ ِئ‬ ‫َ ِّ‬
‫ب َعلَ َّي‬ ‫يل َوالَ َح َر َج‪َ ،‬و َم ْن َك َذ َ‬ ‫«بلغُ وا َعنِّي َولَ ْو آيَ ةً‪َ ،‬و َح ِّدثُوا َع ْن بَني ْس َرا َ‬
‫‪40‬‬
‫ُمَت َع ِّم ًدا‪َ ،‬فلْيَتََب َّوْأ َم ْق َع َدهُ ِم َن النَّا ِر»‬

‫‪A. Pengertian Kompetensi Guru‬‬


‫‪Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan,‬‬
‫‪nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.‬‬
‫‪McAshan mengemukakan bahwa kompetensi ―… is a knowledge, skills,‬‬
‫‪and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of‬‬
‫‪his or her being to the exent her or she can satisfactorily perform particular‬‬
‫‪cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini kompetensi‬‬
‫‪diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai‬‬

‫‪38‬‬
‫‪Nasa’i, Juz 1, hal 38, no 40.‬‬
‫‪39‬‬
‫‪Bukhari, Juz 1, hal 25, no 69‬‬
‫‪40‬‬
‫‪Bukhari, Juz 4, hal 170, no 3461.‬‬
‫‪76‬‬
oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat
melakukan perilaku- perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan
sebaik-baiknya.

Kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan.


Padanan kata yang berasal dari bahasa Inggris ini cukup banyak dan yang
lebih relevan dengan pembahasan ini adalah kata proficiency dan ability
yang memiliki arti kurang lebih sama yaitu kemampuan. Hanya, proficiency
lebih sering digunakan untuk menyatakan kemampuan berperingkat tinggi.
[2]

Adapun kompetensi guru menurut Barlow ialah The ability of a


teacher to responsibly perform his or her duties appropriately. Artinya,
kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajiban- kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi
kompetensi guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru
dalam menjalankan profesi keguruannya. Artinya, guru yang piawai dalam
melaksanakan profesinya dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan
professional.

B. Kompetensi Pedagogis Guru


Kompetensi pedagogis merupakan kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.[3]

Menurut Majmudin bahwa yang dimaksud dengan kompetensi


pedagogis adalah kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara
mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik.

RPP tentang Guru merumuskan kemampuan yang harus dimiliki


seorang guru dalam menjalani kompetensi pedagogis meliputi hal-hal
berikut:
1. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
2. Pemahaman terhadap peserta didik
3. Pengembangan kurikulum atau silabus
4. Perancangan pembelajaran
5. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
77
6. Pemanfaatan teknologi pembelajaran
7. Evaluasi hasil belajar
8. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya

C. Hadits-Hadits Terkait Dengan Kompetensi Pedagogis Guru


1. Hadits 1
Dalam hadits yang diriwayatkan at-Turmudzi, Rasulullah SAW
memerintahkan untuk menyampaikan segala apa yang dimiliki walaupun
sedikit. Dan secara tersurat, hadits itu juga menyatakan ancaman bagi
seseorang yang berbuat dusta.

Menceritakan kepada kami Muhammad bin yahya, menceritakan


kepada kami Muhammad bin Yusuf dari Ibnu Tsauban. Dia Abdurrahman
bin Tasbit bin Tsauban dari Hassan bin „Athiyyah dari Abi Kabsyata As-
Saluliy dari „Abdillah bin „Amr berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat, dan beritakanlah tentang Bani
Isra‟il dan janganlah berbuat kesalahan. Dan barang siapa yang
berdusta atas namaku (muhammad) dengan sengaja, maka disediakan
tempat baginya di neraka.

Maksud sampaikanlah ilmu atau pelajaran dari Nabi SAW walaupun


sedikit sesuai dengan kemampuan atau sesuai dengan ilmu yang
diketahuinya. Menyampaikan ilmu wajib dan menyimpannya perbuatan
dosa yang disebutkatim al-ilmi. Ancaman orang yang berdusta dalam
pemberitaan dari Nabi seperti membuata hadits palsu adalah neraka. Tugas
guru adalah penyampai ilmu, penyampai ayat, penyampai hadits, tidak
boleh menyimpannya.[4]

Dari matan hadits di atas, dapat dipahami beberapa pokok bahasan


yang harus diimplementasikan oleh seorang guru (pendidik), diantarnya:
1. Seseorang guru adalah seorang yang menyampaikan ilmu (pengetahuan)
kepada orang lain, walaupun hanya sedikit.
2. Seorang guru harusnya mencegah dirinya dari berbuat kesalahan, karena
guru dipahami sebagai uswatun hasanah(teladan) bagi semua elemen
masyarakat khususnya peserta didiknya.
3. Seorang guru tidak boleh berbuat dusta atas nama Nabi Muhammad.
Dalam kaitannya ini berdusta atas nama Nabi Muhammad bisa diperluas

78
maknanya (dilalatu an nash) dengan berdusta atas nama Allah. Oleh
karena itu konsekuensi logisnya (dilalatu al-isyarat) seseorang harus
berbuat jujur dalam setiap kondisi apapun.

Menurut Athiyah Al-Abrasyi seorang pendidik Islam itu harus


memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik. Adapu sifat-sifat itu ialah[5]:
1. Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena
mencari keridhaan Allah semata.
2. Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat riya‘,
dengki, permusuhan, perselisihan dan sifat tercela lainnya.
3. Ikhlas dalam kepercayaan, keikhlasan dan kejujuran seorang guru di
dalam pekerjaannya merupakan jalan terbaik ke arah suksesnya di
dalam tugas dan sukses murid-muridnya.
4. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap murid, ia sanggup
menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, sabar.
5. Seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya kepada
anak-anaknya sendiri, dan memikirkan keadaan mereka seperto
memikirkan anak-anaknya sendiri.
6. Seorang guru harus mempunyai tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan,
rasa dan pemikiran murid-muridnya agar ia tidak keliru dalam mendidik
muridnya.
7. Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya,
serta memperdalam pengetahuannya, tentang itu sehingga mata
pelajaran itu tidak akan bersifat dangkal.

2. Hadits 2
Sifat guru yang tergambar dalam hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Ad-Daramiy adalah menerangkan untuk takut
kepada Allah, tidak sombong, dzikir, serta memohon ampun kepada Allah.

79
“Menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdullah, menceritakan
kepada kami Zaidah dari Al- A‟masy dari Muslim dari Masruq
berkata: Cukup bagi seseorang yang berilmu untuk takut kepada Allah.
Dan cukup bagi seorang yang bodoh untuk membanggakan ilmunya.
Muslim Berkata, dan Masruq berkata: seseorang yang benar adalah
apabila dia dalam majlis yang kosong didalamnya, maka ia akan
mengingat dosanya dan memohon ampun kepada Allah”.

Hadits diatas memberikan gambaran, bahwa seorang guru harus


mempunyai sifat takut, yang bisa diperluas dengan menggunakan kata
taqwa. Taqwa disini dimaksudkan agar guru senantiasa merasa takut untuk
berbuat yang dilarang, agar anak didiknya tidak meniru apa yang dilakukan
oleh gurunya. Hal semacam ini yang penting untuk diterapkan oleh guru.
Karena tugas seorang guru bukan hanya mengajar atau mentransfer ilmu.
Akan tetapi sangat jauh dari pada itu, seorang guru adalah pendidik
dari semua aspek yang ada pada manusia baik dari sisi kognitif, afektif,
dan psikomotorik.

Selain takut kepada Allah, hadits diatas juga melarang untuk


menyombongkan diri dengan ilmu, dan senantiasa mengingat dosa atau
kesalahannya lalu meminta ampun kepada Allah SWT. Matan hadits diatas
hendaknya dilaksanakan dengan baik dalam menjalankan tugasnya sebagai
pendidik.

3. Hadits 3
Sebagaimana di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas:
Artinya : Dari Anas (Semoga Allah Meridoi kepadanya) ia berkata:
Rosulah SAW telah bersabda: mencari ilmu itu wajib hukumnya kepada
seluruh muslim. Dan mendapatkan ilmu bukan pada ahlinya seperti
mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas.[6]
Dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa apabila seseorang
mendapatkan ilmu bukan dari ahlinya seperti mengalungi babi dengan
permata, mutiara dan emas. Apakah tidak rugi mengalungi babi dengan
permata, mutiara dan emas. Walaupun permata, mutiara dan emas adalah
benda termahal, terindah dan menawan akan tetapi ketika dipakaikan kepada
babi maka permata, mutiara dan emas tersebut tidak akan menjadi daya tarik
kepada orang lain.
Pengertian dari kalimat mendapatkan ilmu bukan pada ahlinya, hal ini
dapat diartikan sebagai mendapatkan ilmu dari seorang guru yang bukan
pada bidangnya. Hal ini menuntut seorang guru agar mengajarkan kepada
80
peserta didik materi pembelajaran yang memang bidangnya.
Sedangkan kalimat permata, mutiara dan emas dapat diartikan
sebagai Ilmu. Permata, mutiara dan emas adalah barang yang sangat indah,
mahal dan menawan. Akan tetapi ketika permata, mutiara dan emas tersebut
dikalungi kepada babi, maka benda tersebut akan menjadi sia-sia dan tidak
berarti. Begitu pula dengan ilmu, Ilmu sangat berharga, bermanfaat dan
berguna. Akan tetapi ketika ilmu itu salah maka akan menjadi sia-sia, bahkan
bisa sampai berbahaya.
Dengan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa mendapatkan
ilmu bukan pada ahlinya seperti mengalungi babi dengan permata, mutiara
dan emas. Hal ini membuktikan bahwa mencari ilmu kepada ahlinya
merupakan sebuah keharusan, agar tidak terjadi hal yang sia-sia dan
berbahaya.
Begitu pula dengan seorang guru, seharusnya seorang guru
mengajarkan apa yang memang ia ahli dalam bidang tersebut agar ia tidak
mengajarkan materi yang salah. Perintah Rosul tersebut seharusnya menjadi
motivasi bagi para guru dalam terus mencari ilmu dan menguasai materi
yang diajarkan agar tidak manjadi hal yang sia-sia dan salah dalam mengajar.
Dengan perintah dari Rosullah tersebut membuktikan bahwa
pemahaman seorang guru terhadap materi yang diajarkan sudah dianjurkan
didalam Konsep Pengajaran Islam.

81
BAB XI
HADIS TENTANG PESERTA DIDIK (SISWA)

‫ َم ْن يُ ِر ِد اللَّهُ بِ ِه َخ ْي ًرا ُي َف ِّق ْههُ ِفي الدِّي ِن َوِإنَّ َما‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ال النَّبِ ُّي‬
َ َ‫َوق‬
ِ
َ ‫ْم بِالت‬
.‫َّعلُّ ِم‬
41
ُ ‫العل‬
Peserta didik adalah ucapan yang bersifat umum untuk orang yang
sedang menuntut ilmu. Peserta didik ada juga yang disebut siswa, murid,
pelajar, anak didik, mahasiswa. dalam bahasa inggris di sebut student,
dalam bahasa arab ada yang disebut thalib, biasanya untuk mahasiswa.
Tilmidz, untuk murid tingkat TK sampai SMA.

Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003, dijelaskan bahwa peserta


didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Abudin nata mengatakan, bahwa peserta didik
diartikan dengan orang yang telah memerlukan pengetahuan atau ilmu,
bimbingan dan pengarahan.

Sehubungan dengan itu, samsul nizar memberikan kriteria peserta


didik kepada lima kriteria:
1. Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasatetapi memiliki dunia
sendiri.
2. Peserta didik memiliki periodesasi perkembangan dan pertmbuhan.
3. Peserta didik adalah makhluk allah yang memiliki perbedaan individu
baik di sebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungandimana ia
berada.
4. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rihani, unsur
jasmani memiliki daya fisik dan unsur rohani memiliki daya akal, hati
nurani dan nafsu.
5. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang
dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
Sementara di pihak lain,

Oemar Hmalik mengemukakan beberapa aspek yang perlu


41
Bukhari, Juz 1, hal 24
82
diketahuiuntuk mengenal peserta didik.
1. Latar belakang masyarakat.
2. Latar belakang keluarga
3. Tingkat inteligensi.Hasil belajar.
4. Kesehatan badan.
5. Hubungan-hubungan antar pribadi.
6. Kebuthan-kebutuhan emosiional.
7. Sifat-sifat kepribadian.
8. Bermacam-macam minat belajar.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah
setiap orang yang meluangkan waktunya untuk belajar kepada seorang
pendidik. Peserta didik adalah orang yang berada dalam fase pertumbuhan
dan perkembangan, baik secara fisik maupun psikis. Dengan demikian ia
tidak bisa disamakan dengan orang dewasa yang berukuran kecil karena
mempunyai spesifikasi tersendiri.

Rasulullah SAW, sangat memberikan perhatian terhadap


pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga ditemukan hadits-hadits yang
membicarakan tentang mencari ilmu pengetahuan. Perhatian yang
demikian tinggi, karena rasulullah juga menyatakan dirinya sebagai
pendidik. Rasulullah lebih mengutamakan majlis orang yang belajar dari
pada majlis ahli ibadah. Diantara hadits yang membicarakan tentang
peserta didik adalah sebagai berikut. Artinya : menceritakan kepada kami
musaddad, berkata menceritakan kepada kami bysr, ia berkata,
menceritakan kepada kami ibn ‗aub, dari ibn sirin, dari abdurrahman ibn
abu bakrah dari ayahnya. Nabi SAW bersabda, “ barang siapa dikehendaki
baik dari allah, maka ia dikaruniai kepahaman agama. Sesungguhnya ilmu
itu hanya diperoleh dengan belajar.(HR. Bukhari).

Artinya : menceritakan kepada kami humaid, ia berkata,


menceritakan kepada kami sufyan, ia berkata, menceritakan kepadaku
isma‘il ibn abu khalid atas selain yang kami ceritakan olehnya al-zuhriy, ia
berkata, ― aku mendengar ibn qais ibn abu hazim, ia berkata, aku
mendengar ‗abdullah ibn mas‘ud berkata, nabi SAW bersabda,‖ tidak
boleh iri hati kecuali dua hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta
oleh allah lalu harta itu di kuasakan penggunaannya dalam kebenaran, dan
seorang laki-laki di beri hikmah oleh allah dimana ia memutuskan
perkara dan mengajar dengannya. (HR. Bukhari).
83
Artinya : menceritakan kepada kami sa‘id ibn abi maryam, ia berkata,
memberitakan kepada kami na‘fi ibn umar, ia berkata, menceritakan
kepadaku ibn abu mulaikah, bahwasanya ‗Aisyah istri Nabi SAW, tidak
pernah mendengar sesuatu yang tidak diketahuinya melainkan ia
mengulangi lagi sehingga ia mengetahuinya benar-benar (HR. Bukhari).

Artinya : menceritakan kepada kami ‗Abdullah ibn yusuf, ia


berkata, menceritakan kepadaku laits, ia berkata, menceritakan kepadaku
sa‘id dari abu suraih, bahwanya ia berkata, kepada amr bin sa‘id, ketika ia
mengirim pasukan ke makkah, ―izinkanlah saya wahai amir untuk
menyampaikan kepadamu suatu pekerjaan yang di sabdakan nabi SAW.
Pada pagi hari pembebasan (mekah). Sabda beliau itu terdengar oleh kedua
telinga saya, dan hati saya memeliharanya, serta dua mata saya melihat
ketika beliau menyabdakannya. Beliau memuja allah dan menyanjungNya,
kemudian beliau bersabda, ―sesungguhnya makkah itu di mulyakan oleh
allah ta‘ala dan manusia tidak memulyakannya, maka tidak halal bagi
seseorang yang beriman kepada allah dan hari akhir menumpahkan darah
di makkah, dan tidak halal menebang pepohonan di sana. Jika seseornag
memandang ada kemurahan (untuk berperang) berdasarkan peperangan
rasulullah SAW. Disana, maka katakanlah [kepadanya], sesungguhnya
allah telah mengizinkan bagi rasulNya, tetapi tidak mengizinkan bagimu,
dan allah hanya mengizinkan bagikusesaat di suatu siang hari, kemudian
kembali kemuliaannya (diharamkannya) pada hari itu seperti haramnya
kemarin.‖ Orang yang hadir hendaklah menyampaikannya kepada yang
tidak hadir (ghaib). (HR. Bukhari).

Artinya : menceritakan kepada kami ali ibn abdullah, ia berkata,


menceritakan kepada kami sufyan, ia berkata, menceritakan kepadaku
umar, ia berkata, memberitakan kepadaku wahabibn munabbih, ia berkata,
aku mendengar abu hurairat berkata, ― tiads eorangpun dari sahabat nabi
SAW yang lebih banyak meriwayatkan hadits yang diterima dari beliau
SAW dari pada saya, melainkan apa yang didapat dari abdullah bin amr,
sebab ia mencatat hadits sedang saya tidak mencatatnya,‖ (HR. Bukhari).
Artinya : menceritakan kepada kami abu nu‘aim fadhlu ibn dukain, ia
berkata, menceritakan kepada kami syaiban dari yahya, dari abi salamat,
dari abu hurairat:.... seorang laki-laki datang dari yaman, dan berkata,
84
―tuliskan untukku ya rasulullah! Rasulullah SAW bersabda, ―tuliskanlah
untuk ayah si fulan.‖ (HR. Bukhari).

Artinya : menceritakan kepada kami musaddad, ia berkata,


menceritakan kepada kami bisyr, ia berkata, menceritakan kepada kami
ibn Aub, dari Ibn sirin, dari abdurrahman ibn abu bakrah dari
ayahnya... rasulullah bersabda, ― siapa yang berusaha mencari ilmu, allah
akan memudahkan baginya jalan menuju syurga.‖ (HR. Bukhari).

Artinya : menceritakan kepada kami ahmad ibn abu bakar al-shiddiq


abu masg‘aub, ia berkata, menceritakan kepada kami muhammad ibn
ibrahim ibn dinar, dari ibn abi dzi‘bu, dari sa‘id al-maqburiy, dari abu
hurairat, ia berkata, aku berkata kepada rasulullah SAW, ― wahai
rasulullah, sesungguhnya aku banyak mendengar hadits dari engkau,
lalu aku lupa?‖ rasulullah SAW bersabda, ― hilangkan perkara yang
burukmu,‖ lalu aku menghilangkannya.... lalu rasulullah SAW bersabda,
― hapalkanlah,‖ lalu aku menhapalkannya,‖ setelah itu aku tidak
melupakan suatu hadits pun setelah itu,‖ (HR. Bukhari).

Artinya : menceritakan kepada kami isma‘il, ia berkata, menceritakan


kepadaku saudaraku, dari ibn abi dazi‘bu, dari sa‘id al-maqburiy, dari abu
hurairat, ia berkata, ―saya hafal dari nabi dua tempat. Adapun salah satu
dari keduanya, maka saya siarkan (hadits itu). Seandainya yang lain saya
siarkan, niscaya terputuslah tenggoro‘an ini‖. (HR. Bukhari).

Artinya : berkata mujahid, ―pemalu dan sombong tidak akan


dapat mempelajari pengetahuan agama.‖aisyat berkata, ―sebaik-baik
kaum wanita adalah kaum wanita anshar, mereka tidak di halang-halangi
rasa malu untuk mempelajari pengetahuan yang mendalam tentang agama.
(HR. Bukhari).

Artinya : menceritakan kepada kami hajjaj, berkata, menceritakan


kepada kami syu‘bat berkata, menceritakan kepadaku ‗Ali ibn mudrik, dari
abi zur‘ah, dari jarir bin abdullah, mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda
kepadanyapada waktu mengerjakan haji wada‘, ―diamkanlah manusia!‖
lalu beliau bersabda, ―sesudahku nanti janganlah kamu menjadi kafir,
dimana sebagian kamu memotong leher sebagian yang lain.‖

85
(HR. Bukhari).

Dari uraian hadits diatas, untuk mewujudkan peserta didikyang


berkualitas berdasarkan tinjauan hadits dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ilmu itu hanya diperoleh dengan
belajar. Artinya, seseorang tidak bisa hanya bercita-cita, akan tetapi
harus di iringi dengan ikhtiar. Orang-orang yang berikhtiar untuk
belajar, kelak akan dikaruniai kepahaman agama yang pada akhirnya
akan menghantarnya menuju kemuliaan dan kebaikan.
2. Peserta didik diperbolehkan iri hati kepada orang lain yang memiliki
ilmu pengetahuan yang luas, sebagai cambuk untuk rakus dalam
menuntut ilmu pengetahuan, sehingga dengan semangat menuntut ilmu
itu, diharapkan akan menyebar ilmu pengetahuan di muka bumi.
3. Peserta didik hendaknya selalu menghafal dan mengulangi pelajarannya,
sehingga betul-betul menguasai materi yang telah disampaikan oleh
pendidik. Hal ini bertujuan agar ia dapat menggunakan ilmu tersebut
kapanpun dibutuhkan, sesuai dengan kondisi yang ada.
4. Peserta didik yang hadir menuntut ilmu tidak boleh kikir, untuk
menyampaikan ilmu kepada orang-orang yang tidak hadir. Hendaknya
dengan hati-hati yang tulus mengajarkan ilmu tersebut kepada orang
yang tidak sempat hadir. Peserta didik hendaknya menuliskan, ilmu
yang disampaikan oleh pendidik, sehingga terjaga. Sekiranya terlupakan
masih bisa dilihat catatannya dan mengulangi kembali pelajaran yang
telah diberikan pendidik meskipun dalam jangka waktu yang lama.
5. Peserta didik hendaknya menyadari bahwa dalam menuntut ilmu
tersebut, ia berada dalam ridho allah SWT, dan mempermudah baginya
jalan menuju syurga.
6. Peserta didik hendaknya berniat untuk mengajarkan ilmu yang
diperolehnya untuk disebarkan dan diajarkan kepada orang lain agar
bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain.
7. Peserta didik tidak boleh malu belajar, karena orang yang malu dan
sombong tidak akan dapat mempelajari ilmu agama. Sebaik-baik pelajar
adalah yang tidak malu bertanya, apabila sesuatu yang belum
dipahaminya selama tidak melanggar etika peserta didik.
8. Peserta didik hendaknya diam dan tenang, tidak ribut pada saat belajar,
86
karena dapat mengurangi ketenangan belajar dan mengganggu
konsentrasi guru pada saat mengajar.

Berkaitan dengan sifat-sifat peserta didik, al-ghazali merumuskan


adab peserta didik dalam menuntut ilmu sebagai berikut:
1. Mengawali langkah dengan menyucikan hati dari prilaku yang buruk
dan sifat-sifat tercela.
2. Mengurangi dari segala keterkaitan dengan kesibukan-kesibukan
duniawi dan menjauhkan dari keluarga dan kota tempat tinggal.
3. Hendaknya ia tidak bersikap angkuh terhadap ilmu dan tidak pula
menonjolkan kekuasaan terhadap guru yang mengajarinya, tetapi
menyerahkan bulat-bulat kendali dirinya kepadanya dan mematuhi
segala nasihatnya.
4. Bagi seorang pemula dalam upaya menuntut ilmu, ialah tidak
memalingkan perhatiannya sendiri untuk mendengar pendapat- pendapat
manusia yang bersimpang siur, baik ilmu yang sedang ia pelajari
termasuk ilmu-ilmu dunia atau ilmu-ilmu umum.
5. Menunjukkan perhatiannya yang sungguh-sungguh kepada tiap- tiap
disiplin ilmu yang terpuji, agar dapat mengetahui tujuan masing-masing.
6. Hendaknya ia tidak melibatkan diri didalam berbagai macam ilmu
pengetahuan secara bersamaam, melainkan melakukan dengan menjaga
urutan posisinya, yakni melalui ilmu yang paling penting.
7. Hendaknya ia tidak melibatkan diri dalam suatu bagian ilmu sebelum
menguasai bagian yang sebelumnya. Sebab, semua ilmu berurutan
secara teratur.
8. Hendaknya ia berusaha mengetahui apa kiranya yang menjadi sesuatu
menjadi semulia-mulia ilmu.

87
BAB XII
HADIS TENTANG PENDIDIKAN KELUARGA

- َ‫ َع ْن َس َّوا ٍر َأبِي َح ْم َزة‬،‫يل‬ ِ ‫ِإ‬ َ ‫َح َّد َثنَا ُمَؤ َّم ُل بْ ُن ِه‬
َّ ‫ش ٍام َي ْعنِي الْيَ ْش ُك ِر‬
ُ ‫ َح َّد َثنَا ْس َماع‬،‫ي‬
‫ َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن‬- ‫الص ْي َرفِ ُّي‬
َّ ‫ َو ُه َو َس َّو ُار بْ ُن َد ُاو َد َأبُو َح ْم َزةَ ال ُْم َزنِ ُّي‬:‫ال َأبُو َد ُاو َد‬ َ َ‫ق‬
ِ ِ ُ ‫ال رس‬ ِ ‫ َعن ج د‬،‫يه‬ ِ ِ‫ َعن َأب‬،‫ب‬
ُ :‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬
‫«م ُروا‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ِّه‬ َ ْ ْ ٍ ‫ُش َع ْي‬
‫ َو ُه ْم َْأبنَ اءُ َع ْش ٍر‬،‫وه ْم َعلَْي َه ا‬ ِِ ِ َّ ِ‫َأواَل َد ُكم ب‬
ُ ُ‫اض ِرب‬ْ ‫ َو‬،‫ين‬ َ ‫الص اَل ة َو ُه ْم َْأبنَ اءُ َس ْب ِع س ن‬ ْ ْ
ِ‫ض‬ َ ‫َو َف ِّرقُوا َب ْيَن ُه ْم ِفي ال َْم‬
42
»‫اج ِع‬
A. Pengertian Keluarga

Keluarga secara etimologi terdiri dari perkataan ―kawula‖ dan warga‖.


Yang berarti kawula adalah adalah abadi dan warga adalah anggota.
Artinya kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih
demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di dalamnya.
Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang ditandai oleh tempat
tinggal bersama, kerjasama, ekonomi, dan reproduksi. Keluarga adalah
sekelompok orang yang dipersatukan oleh pertalian kekeluargaan,
perkawinan, atau adopsi yang disetujui secara sosial, yang umumnya sesuai
dengan peranan-peranan sosial yang telah dirumuskan dengan baik.
Dari definisi-definisi di atas dapa disimpulkan bahwa unsur-unsur
pokok yang terkandung dalam pengertian keluargaadalah:
1. Hubungan keluarga dimulai dengan perkawinan atau dengan penetapan
pertalian kekeluargaan.
2. Hubungan keluarga berada pada batas-batas persetujuan masyarakat.
3. Anggota keluarga dipersatukan oleh pertalian perkawinan, darah, dan
adopsi sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.
4. Anggota keluarga secara bersama pada suatu tempat tinggal
Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur
yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan
jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran
anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak
sangat besar dalam berbagai macam sisi.
42
Abu Dawud, Juz 1, hal 133, no 495.
88
Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan
pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak
tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta
lingkungannya. Kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam
mewujudkan kepribadian anak. Islam menawarkan metode-metode yang
banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta
fikih sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal
mula pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga. Sekaitan dengan
pendidikan, Islam menyuguhkan aturan-aturan di antaranya pada masa pra
kelahiran yang mencakup cara memilih pasangan hidup dan adab
berhubungan seks sampai masa pasca kelahiran yang mencakup pembacaan
azan dan iqamat pada telinga bayi yang baru lahir, tahnik (meletakkan buah
kurma pada langit-langit bayi, mendoakan bayi, memberikan nama yang
bagus buat bayi, aqiqah (menyembelih kambing dan dibagikan kepada fakir
miskin), khitan dan mencukur rambut bayi dan memberikan sedekah
seharga emas atau perak yang ditimbang dengan berat rambut. Pelaksanaan
amalan-amalan ini sangat berpengaruh pada jiwa anak.

B. Keluarga Sebagai Institusi Pengembangan Pendidikan Islam


Menurut Fatah Yasin (2008), munculnya gejala pendidikan dalam
suatu keluarga disebabkan adanya pergaulan antara orang tua sebagai
manusia dewasa dengan anak yang belum dewasa. Dari peristiwa itu
lahirlah pendidikan dalam sebuah wadah yakni keluarga. Kehadiran anak
dalam keluarga merupakan tanggung jawab dan pengabdian orang tua
terhadapnya, yang bersifat kodrati dan berdasarkan moralitas dan cinta
kasih.[5]

89
Proses pendidikan dalam keluarga secara primer tidak dilaksanakan
secara pedagogis (berdasarkan teori pendidikan), melainkan hanya berupa
pergaulan dan hubungan yang disengaja dan langsung maupun tidak
langsung antara orang tua dengan anak.[6]

Selain itu pendidikan keluarga sebagai pendidikan yang tidak


terorganisasi, tetapi pebdidikan yang ―organis‖ berdasarkan
spontanitas, intiusi, pembiasaan dan improvisasi‖. Biarpun
pendidikan keluarga mempunyai tujuan dan persoalan yang didasari,
namun cara berprilakunya hanya menurut keadaan yang timbul.[7]

Keluarga merupak cikal bakal dan akar bagi terbentuknya


masyarakata dan peradaban. Keseimbangan dan kesinambungan proses
pendidikan yang alami dikeluarga menjadi landasan yang fundamental bagi
anak dalam pengembangan kepribadiannya.

C. Fungi Keluarga
Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman,
kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota
keluarga.Secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai :[9]
1. Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya,
2. Sumber Pemenuhan Kebutuhan, Baik Fisik Maupun Psikis,
3. Sumber Kasih Sayang Dan Penerimaan
4. Model Pola Perilaku Yang Tepat Bagi Anak Untuk Belajar Menjadi
Anggota Masyarakat Yang Bak
5. Pemberi Bimbingan Bagi Pengembangan Perilaku Yang Secara Sosial
Dianggap Tepat
6. Pembentuk Anak Dalam Memecahkan Masalah Yang Dihadapinya
Dalam Rangka Menyesuaikan Dirinya Terhadap Kehidupan
7. Pemberi Bimbingan Dalam Belajar Keterampilan Motorik, Verbal Dan
Sosial Yang Dibutuhkan Untuk Penyesuaian Diri
8. Stimulator Bagi Pengembangan Kemampuan Anak Untuk Mencapai
Prestasi, Baik Di Sekolah Maupun Di Masyarakat
9. Pembimbing Dalam Mengembangkan Aspirasi
10. Sumber Persahabatan/Teman Bermain Bagi Anak Sampai Cukup Usia
Untuk Mendapatkan Teman Di Luar Rumah.[10]
D. Peran Orang Tua

90
Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara
lain:
Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya.
Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua
orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi
masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya
dengan baik.[11]
1. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan
menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan
menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang
pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan
hendaknya mereka diberi hak pilih
2. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini
bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan
kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan
alami dan fitri anak-anak.[12]
3. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan
terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan
terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan
berusaha serta berani dalam bersikap.
4. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak).
Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka
selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri dan lain sebagainya.

E. Pengaruh Orang Tua


Hadis tentang pengaruh orang tua
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah Saw. Bersabda: ”Tidak ada
dari seorang anak (Adam) melainkan dilahirkan atas fitrah (islam), maka
kedua orang tuanyalah yang menjadikannya beragama Yahudi atau
beragama Nasrani atau beragama Majusi. Bagaikan seekor binatang yang
melahirkan seekor anak. Bagaimana pendapatmu, apakah didapati
kekurangan? Kemudian Abu Hurairah membaca firman Allah (Q.S. ar-
Rum: 30). (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (agama Allah).
(HR. Muttafaq ‗Alaih).[13]
Hadis diatas menjelaskan tentang status fitrah setiap anak, bahwa
statusnya bersih, suci dan islam baik anak seorang muslim ataupun orang
non muslim. Kemudian orang tuanyalah yang memelihara dan memperkuat
keislamannya atau bahkan mengubah menjadi tidak muslim, seperti Yahudi,
91
Nasrani, dan Majusi. Hadis ini memperkuat bahwa pengaruh orang tua
sangat dominan dalam membentuk kepribadian seorang dibandingkan
dengan factor-faktor pengaruh pendidikan lain. Kedua orang tua mempunyai
tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik anaknya.
Rasulullah Saw. Bersabda :
“Tidak ada dari seorang anak (Adam) melainkan dilahirkan atas fitarah
(islam)”.[14]
Lanjut sabda Nabi Saw:
“Orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani, dan/atau
Majusi”.
Hadis diatas memperkuat makna fitrah islam sebagai dasar awal,
sedang Yahudi, Nasrani dan Majusi adalah dampak pengaruh belakangan
yang ditimbulkan oleh orang tua atau lingkunagn sekitarnya. Orang tua
menjadi pendidik pertama dan utama. Sedang faktor pendidik lain seperti
guru dan lingkungan masyarakat harus diciptakan oleh orang tua sebagai
pendukung yang tidak boleh kontradiktif, sebagai realisasi rasa tanggung
jawab orang tua tersebut.[15]
Kesempurnaan fitrah dalam hadis sudah jelas baik fisik maupun non
fisik. Dari segi fisik sudah ada ketentuan ciptaan dari Allah Swt. Apakah dari
segi jenis kelamin, bentuk fisik, tinggi pendek, dan warna kulit dan dari segi
nonfisik seperti agama islam yang dibawanya sejak lahir. Kesempurnaan
fitrah itu digambarkan Rasul bagaikan seekor binatang yang lahir. Beliau
bersabda:
“Bagaikan seekor binatang yang melahirkan seekor anak dalam keadaan
sempurna tidak ada cacat sedikitpun”.
Ungkapan ini memperkuat makna fitrah anak sejak lahir secara
paripurna, ibarat seekor binatang yang lahir secara utuh tidak ada
kekurangan sedikit pun. Hanya manusia yang tidak bersyukur kepada Allah
yang kemudian mengubah-ubah fitrah itu menjadi cacat dan berkurang,
seperti dipotong kupingnya dan lain-lain.
Fitrah sangat memerlukan bantuan dan bimbingan pendidikan orang
tua, orang dewasa, guru, pendidik dan pengajar dengan sadar bahkan
lingkungan yang mendukung, karena tidak mungkin anak yang baru
dilahirkan mengenal agama dengan sendirinya.

BAB XIII
92
HADIS TENTANG PENDIDIKAN MASYARAKAT

ُ‫َأن َس الِ ًما َأ ْخَب َره‬


َّ ‫اب‬ ٍ ‫ َع ِن ابْ ِن ِش َه‬،‫ َع ْن عُ َق ْي ٍل‬،‫ث‬ ُ ‫ َح َّد َثنَا اللَّْي‬،‫َح َّد َثنَا يَ ْحيَى بْ ُن بُ َك ْي ٍر‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ َ ‫َأن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬
ِ ِ
ُ َ َّ :ُ‫ َأ ْخَب َره‬،‫َأن َع ْب َد اللَّه بْ َن ُع َم َر َرض َي اللَّهُ َع ْن ُه َم ا‬ َّ
‫اج ِة‬ ِ ِ ِ ِ ُ ‫«الم ْس لِ ُم‬ َ َ‫َو َس لَّ َم ق‬
َ ‫ َو َم ْن َك ا َن في َح‬،ُ‫الم ْس ل ِم الَ يَظْل ُم هُ َوالَ يُ ْس ل ُمه‬ ُ ‫َأخ و‬ ُ :‫ال‬
‫ َف َّر َج اللَّهُ َع ْن هُ ُك ْربَ ةً ِم ْن‬،ً‫ َو َم ْن َف َّر َج َع ْن ُم ْس لِ ٍم ُك ْربَ ة‬،‫اجتِ ِه‬ ِ
َ ‫َأخيه َك ا َن اللَّهُ في َح‬
ِ ِ

»‫ َو َم ْن َسَت َر ُم ْسلِ ًما َسَت َرهُ اللَّهُ َي ْو َم القيَ َامة‬،‫القيَ َام ِة‬
43 ِ ِ ِ ‫ات يوِم‬ ِ
ْ َ َ‫ُك ُرب‬

Dalam fungsinya sebagai makhluk sosial( homo socius), manusia dalam


kehidupanya senantiasa berhubungan dan memerlukan bantuan orang lain.
Oleh karena itu, manusia tidak mungkin bisa hidup secara layak tanpa
berinterksi dengan lingkungan masyarakat dimana mereka berada.
Secara sederhana, masyarakat ( lingkungan sosial) dapat diartikan
sebagai sekelompok individu pada suatu komunitas yang terikat oleh satu
kesatuan visi kebudayaan yang mereka sepakati bersama. Setidaknya ada dua
macam bentuk masyarakat dalam komunitas yang terikat oleh satu kesatuan
visi kebudayaan yang mereka sepakati bersama. Setidaknya ada dau macam
bentuk masyarakat dalam komunitas kehidupan manusia. Pertama,
kelompok primer yaitu kelompok dimana manusia mula- mula berinteraksi
dengan orang lain secara langsung, seperti keluarga dan masyarakat secara
umum. Kedua, kelompok sekunder yaitu kelompok yang dibentuk secara
sengaja atas pertimbangan dan kebutuhan tertentu, seperti perkumpulan
profesi, sekolah, partai politik, dan sebagainya. Kesatuan visi ini secara luas
kemudian membentuk hubungan yang komunikatif dan dinamis, sesuai
dengan tuntutan perkembangan zamannya.
Bila penjelasan di atas ditarik dalam dataran pendidikan, eksistensi
masyarakat sangat besar peranan dan pengaruhnya terhadap perkembangan
intelektual dan kepribadian individu peserta didik, Sebab, keberadaan
masyarakat merupakan laboratorium dan sumber makro yang penuh
alternative bagi memperkaya pelaksanaan proses pendidikan. Untuk itu, setiap
anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral terhadap
terlaksananya proses pendidikan. Kesemua unsur yang ada dalam masyarakat
harus senantiasa terpadu, bekerja sama dan sekaligus menjadi alat control bagi
pelaksanaan pendidikan. Hal ini disebabkan adanya hubungan dan
kepentingan yang timbale balik antara masyarakat dan pendidikan. Sebab
lewat pendidikanlah nilai-nilai kekebudayaan suatu komunitas masyarakat
dapat dipertahankan dan dilestarikan. Disisi lain, pendidikan merupakan
43
Bukhari, Juz 3, hal 128, no 2442.
93
sarana yang paling tepat dan efektif untuk menyatukan visi dan tujuan suatu
komunitas masyarakat yang demikian heterogen dan kompleks. Untuk itu,
pendidikan harus mampu mengakumulasikan seluruh potensi dan nilai
kebudayaan masyarakat dan sistem pendidikannya. Dengan konsep dan upaya
kondusif ini, baik masyarakat maupun lembaga pendidikan akan merasa saling
memiliki dan bertanggung jawab atas berhasil atau tidaknya proses
pendidikan, dalam mensosialisasikan nilai-nilai kebudayaan dan kemanusiaan
manusia.
Bila dilihat dari penjelasan diatas, terlihat bahwa untuk menghasilkan
proses belajar mengajar yang kondusif bagi pengembangan potensi peserta
didik secara optimal, serta sesuai dengan nilai-nilai Ilahiah, peranan ketiga
unsur di atas harus senantiasa saling mengisi secara harmonis dan integral.
Jika salah satu diantara unsur tersebut tidak melaksanakan tugas dan
fungsinya, maka mustahil pendidikan yang diinginkan akan berhasil secara
maksimal. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan dan ruang lingkup
antara satu unsur dengan unsur yang lain. Oleh karena itu, perlu adanya
renovasi dan reorientasi kembali konsep pendidikan yang dilaksanakan, agar
mampu melibatkan ketiga unsur tersebut dalam satu kesatuan visi dan misi
pendidikan secara aktif dan dinamis. Dengan kesatuan visi dan misi itulah,
proses pelaksanaan pendidikan dapat mencapai tujuannya secara sempurna,
baik sebagai agent of change,pembentuk pribadi individu muslum yang
paripurna (sebagai „abd maupun sebagaikhlaifah fi al-ardh), serta pencipta
insane masa depan yang siap pakai, terutama dalam menghadapi millinium
ketiga yang semakin kompleks dan menantang.

A. Fungsi lembaga pendidikan masyarakat:

1. Pelengkap (complement)
2. Pengganti (subtitute)
3. Dan Tambahan (supplement) terhadap pendidikan yang diberikan oleh
lingkungan yang lain.
Dalam lingkungan ini akan dikembangkan bermacam-macam
aktifitas yang bersifat pendidikan oleh bermacam-macam instansi maupun
jawatan dan lembaga pendidikan maupun nonpendidikan.
Kegiatan pendidikan yang berfungsi sebagai pelengkap
perkembangan kepribadian indidvidu secara individual maupun kelompok
ialah kegiatan pendidikan yang berorientasi melengkapi kemampuan,
keterampilan, kognitif maupun performa seseorang.Kegiatan ini mencakup
antara lain:
1. Perkembangan rasa sosial dalam berkomunikasi dengan orang lain.
2. Pembinaan sikap dan kerja sama dengan anggota masyarakat
3. Pembinaan keterampilan dan kecakapan khusus yang belum didapatkan di
keluarga dan sekolah.
Lingkungan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, hanya
menyediakan pendidikan bukan pendidikan sekedar tambahan atau
pelengkap, tetapi adalah mengadakan pendidikan yang berfungsi sama
94
dengan lembaga pendidikan formal di sekolah. Hal ini karena keterbatasan
lingkungan sekolah, sehingga tidak mampu melayani setiap anggota dan
lapisan masyarakat. Seperti kurus pengetahuan dasar, kursus PKK, atau
kursus keterampilan.
Lingkungan masyarakat juga mampu menyediakan pendidikan yang
berfungsi sebagai tambahan. Di sekolah-sekolah teknik murid telah
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang penggunaan mesin,
tetapi karena jumlah jam pelajaran yang terbatas, siswa tidak dapat
mengembangkannya. Untuk masalah seperti itu dapat dikembangkan
kursus diluar jam pelajaran yang telah ada.
Kaitan antara antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari
tiga segi, yaitu:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan
(jalur sekolah dan jalur luar sekolah.
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di
masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran
dan fungsi edukatif.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang
dirancang maupun yang dimanfaatkan, perlu pula diingat bahwa
manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berusaha
memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya untuk meningkatkan
dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya dengan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya
dalam bekerja, bergaul dan sebagainya.

B. Hadits-hadits tarbawi tentang lingkungan pendidikan masyarakat

Dilalah ibarat :

Janganlah saling menghasud, janganlah saling mencari kessalahan


janganlah saling membenci, janganlah saling membelakangi, janganlah
salah seorang dari kalian menjual atas dagangan saudaranya, jadilah kalian
hamba-hamba allah yang bersaudara, seorang muslim adalah saudara
muslim yang lain, janganlah dia mendzhaliminya, janganlah dia
merendahkannya, janganlah dia menghinanya, sesungguhnya taqwa itu ada
di sini(seraya nabi memberi isyarat dengan meletakkan tangannya di
dadanya sebanyak tiga kali), telah cukup keburukan seorang muslim yang
menghina saudara muslimnya, setiap muslim diharamkan atas muslim
lainnya, darahnya, hartanya dan harga dirinya. (H.R. Ahmad).

Dilalah isyarat:

Keadaan dalam suatu masyarakat sangat dinamis dan manusia


mempunyai keluwesan sifat dan selalu berubah, sehingga sering sekali
terjadi dinamika sosial yang perlu untuk diperhatikan. Hal ini karena
kesadaran adanya perbedaan perseorangan diantara manusia.

95
Perlunya menjunjung persatuan dan kesatuan antar individu dan
beberapa kelompok serta lapisan sosial. Serta mengusahakan untuk
menghindarkan terjadinya konflik dan ketidak stabilan.
Untuk menciptakan lingkungan pendidikan masyarakat yang baik,
maka perlu adanya karakter yang baik dari setiap individu.
Hal ini diisyaratkan dengan redaksi menghormati individu yang lain
dengan berusaha menjaga hubungan yang baik. Maka haruslah
menghindari hasud (iri, dengki), saling curiga, saling berpaling,
mengganggu hak orang lain.
Sebaliknya seharusnya masyarakat islam punya ciri khas terasendiri
yang harus saling menyayangi, saling menghormati, dan menghargai hak
orang lain. Terutama yang menyangkut hak asasi, yaitu harta, nyawa dan
nama baik.

Dilalah ibarat:

Sesungguhnya Seorang mukmin bagi mukmin lainnya bagaikan bangunan


yang saling menguatkan satu sama lain, dan beliau menyilangkan
(menyatukan) jari-jarinya. (H.R. Al bukhari)

Dilalah isyarat:

Semua unsur dalam masyarakat harus menciptakan situasi yang kondusif


dan saling mendukung dalam menciptakan suasana berpendidikan. Hal itu
dikarenakan negara yang aman adalah jaminan adanya keamanan sosial.
Kepercayaan bahwa masyarakat itu sekumpulan individu dan kelompok
nyang diikat oleh kesatuan tanah air, kebudayaan dan agama
Kepercayaan bahwa manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan, maka
sebagai anggota masyarakat kita harus behu-membahu mewujudkan cita-
cita bersama.

96
Setiap individu dalam m masyarakat harus menmahami hak dan
kewajbannya masing-masing.
Dilalah ibarat:
Wahai rasulullah, kabarkanlah kepadaku tentang sesuatu yang
menetapkan surga bagiku, rasulullah bersabda: ― biasakanlah
perkataan yang baik dan mengucapkan salam. Syu‘aib al arnauth
berkata: isnad hadits ini kuat. Dalam riwayat yang lain, : ― dan
membagikan makanan‖. (H.R. ibnu hibban dan al hakim)
Dilalah isyarat :
Untuk menjaga kekondusifan situasi dalam lingkungan pendidikan
masyarakat, perlu adanya komunikasi yang intensif dan baik.
Perlunya menjaga solidaritas antar sesama anggota masyarakat
Dalam berkomunikasi dibutuhkan konsistensi dan cara yang baik
Pengajaran bagi kita akan sifat yang ramah dan tidak sombong
dengan sesama saudara muslim / non muslim
Menjaga setiap ucapan kita agar tidak menyakiti atau
menyinggung hati saudara kita dan Menjaga segala ucapan kita dari
segala ucapan yang merugikan diri kita dan orang lain.
Dilalah ibarat:
Rasulullah saw bersabda: ― seorang muslim bukanlah orang yang
suka mencela, bukanlah seorang yang suka melaknat, bukanlah
orang yang keji dan bukanlah orang yang perkataannya kotor. (H.R.
al Baihaqi)
Dilalah isyarah:
Kepercayaan bahwa masyarakat islam mempunyai identitas khas
dan ciri-ciri tersendiri. Yaitu perilaku saling menghormati.
Semua anggota masyarakat bertanggung jawab mengantisipasi hal-
hal negatif yang dikhawatirkan terjadi dalam masyarakatnya.
Dilalah ibarat :
orang yang kuat bukanlah orang yang kuat dalam bergulat,
sejatinya orang yang kuat adaah orang yang mampu mengendalikan
hawa nafsunya ketika ia sedang marah. (H.R. malik)
Dilalah isyarat :
Kepercayaan bahwa manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi
oleh faktor warisan dan alam lingkungan. Diantaranya dalam segi
emosionalnya. Antara individu ssaloing menjaga diri agar jangan
sampai mudah terpancing untuk bertindak dalam menghadapi
fenomena dalam masyarakat. Semuanya harus didasari oleh saling

97
pengertian dan toleransi. Kita harus memaafkan, bersikap santun
dan mengendalikan amarah
Ketaqwaan,kesabaran, dank e ikhlasan adalah kekuatan yang sejati
bagi umat muslim bukan melainkan kekuatan fisik.

Dilalah ibarat :
Rasulullah saw mengunjungi kaum Anshar, lalu beliau
mengucapkan salam kepada anak-anak mereka, lalu mengusap
kepala mereka dan mendo‘akan mereka (H.R. an-Nasai)

Dilalah isyarat :
Dalam masyarakat terjadi asimilasi budaya, yaitu pertemuan antara
budaya dalam masyarakat itu sendiri dan budaya dari luar. aka
yang harus dilakukan adalah prinsip yaitu memelihara budaya lama
yang baik dan mengambil budaya baru yang tentunya lebih baik.
Dalam suatu masyarakat ada dua golongan, yaitu golongan dari
masyarakat itu sendiri dan golongan yang sengaja masuk ke dalam
masyarakat itu.
Dalam bermasyarakat, kita harus senantiasa membiasakan untuk
menjalin tali silaturahim, tawadlu‘ atau memperlakukan seseorang
sesuai dengan keadaannya, bersikap lemah lembut, dan
mengucapkan salam. Karena mengucapkan salam kepada sesam
saudara muslim adalah bagian bentuk penghormatan untuknya

Dilalah ibarat :
Rasulullah saw memerintahkan kita dengan tujuh hal, dan melarang
kita dari tujuh hal yang lain, lalu nabi menuturkan menjenguk orang
yang sedang sakit, mengantarkan jenazah, mendo‘akan orang yang
bersin, menjawab salam, menolong orang yang didhalimi,
mendatangi undangan dan membebaskan tanggungan orang yang
bersumpah. (H.R. Al Bukhari)
Dilalah isyarat:
Kepercayaan bahwa segala sesuatu yang menuju kesejahteraan
bersama, keadilan dan kemaslahatan diantara manusia termasuk
diantara tujuan-tujuan syari‘at islam
Dilalah ibarat :
Diriwayatkan dari Abu Sa‘id Al Khudry ra., beliau berkata:
―saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda: ―baramg siapa
diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia

98
merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu, maka dengan
lisannya, dan jika ia tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu
adalah selemah-lemahnya iman. (H.R. Muslim)
Dilalah isyarat:
Kepercayaan bahwa tujuan akhlak dalam islam ialah mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat bagi individu dan kebaikan bagi
masyarakat
Dengan adanya dinamika yang terjadi dalam masyarakat, maka
dibutuhkan kepedulian terhadap berbagai aspek yang ada dalam
masyarakat. Hal itu merupakan tanggung jawab seorang individu
dalam masyarakat di mana dia berada.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai anggota
masyarakat, beberapa pihak harus berupaya secara maksimal sesuai
dengan kemampuannya.
Ciri utama masyarakat islam yang menjunjung tinggi keimanan
adalah amar ma‘ruf nahi munkar.
Dilalah ibarat :
Sayyidah ‗Aisyah berkata: ―saya mendengar Rasulullah
saw. Bersabda: ―perintahkanlah kalian semua dengan kebaikan, dan
cegahlah dari kemungkaran, sebelum do‘a kalian tidak dikabulka.
(H.R. Ibnu Majah).
Dilalah isyarat:
Kepercayaan bahwa masyarakat selalu berubah (dinamis). Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat kita tidak boleh statis dan kaku,
akan tetapi harus fleksibel dan membaur bersama kebaikan dari
perkmbangan zaman.
Kepercayaan bahwa ilmu adalah dasar terbaik bagi kemajuan
masyarakat, sesudah agama. Usaha-usaha yang dilakukan
hendaknya memperhatikan hal-hal yang bersifat aktual, agar sesuai
dengan perkembangan zaman. Sehingga perlu memperhatikan
fenomena di masa sekarang, yang belum tentu demikian di masa
depan.
Kita haru senantiasa memberikan dukungan terhadap segala
perbaikan falam masyarakat, utamanya dalam hal amar ma‘ruf nahi
munkar. Jangan sampai kita acuh tak acuh terhadap segala inisiatif
dan inovasi yang membawa kebaikan.

C. Konsep lingkungan pendidikan islam menurut Hadits tarbawi

99
Dari perluasan dilalah dari hadits-hadits diatas membuktikan
bahwa islam mempunyai keistimewaan dalam dunia pendidikan,
tidak terkecuali dalam perhatiannya terhadap lingkungan pendidikan
masyarakat. Perpaduan antara wahyu dan akal yang diadopsi oleh
islam merupakan keistimewaan yang tak dapat disamai oleh konsep
pendidikan lainnya.

Mungkin dalam beberapa aspek, konsep islam tentang hal ini


ada mempunyai beberapa kemiripan dengan yang ada dalam teori-
teori pendidikan pada umumnya. Akan tetapi sekali lagi
keistimewaan islam adalah ruhul Islam itu sendiri. Yang bermula dari
wahyu dan kemudian diajarkan kepada manusia melalui Nabi
Muhammad saw.

Keistimewaan itu bukanlah hanya sekedar klaim-klaim yang


tak berdasar. Sebaliknya, keistimewaan itu terungkap dalam beberapa
pandangan pemikir islam. Mereka bukan membentuk sesuatu yang
dibuat- buat, akan tetapi dari hasil penggalian inspirasi dari warisan
peradaban islam yang adiluhur.

Konsep lingkungan pendidikan menurut islam tidak jauh dari


pandangan islam sendiri terhadap masyarakat. Diantaranya:

1. Kepercayaan bahwa masyarakat itu sekumpulan individu


dan kelompok yang diikat oleh kesatuan tanah air,
kebudayaan dan agama
Mengakui bahwa masyarakat islam dalam pengertian yang
paling sederhana ialah kumpulan individu dan kelompok yang
diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama. Termasuk
segala jalinan hubungan timbal balik, kepentingan bersama, adat
kebiasaan, pola-pola, teknik-teknik, sistem hidup, undang-
undang, institusi dan segala segi dan fenomena yang dirangkum
oleh masyarakat dalam pengertian luas dan baru.
islam bukan hanya sekedar mengatur hubungan individu
dan kelompok dengan tuhannya saja sebagai „abdullah, hamba
Allah. Akan tetapi lebih luas dari itu, islam sebagai agama dan
akidah adalah satu cara hidup yang sempurna. Meliputi seluruh
sendi kehidupan manusia, yang juga mencakup hubungan
sesama manusia bahkan hunbungannya dengan alam dalam
statusnya sebagai khalifatullah fil ardl.
Memang yang menjadi tujuan utama Islam dan syariat
Islam membentuk manusia yang mulia berlandaskan hukum
yang diringkas dengan menjaga kehormatan dan martabat
manusia, adil dalam segala segi, baik dalam undang-undang,

100
sosial, hubungan antar bangsa, kerja sama, kasih sayang, peri
kemanusiaan,, menjaga kepentingan dan kemaslahatan umum
serta memberantas kejahatan dari muka bumi. Dalam hubungan
ini, dalam membina masyarakat yang baik, Islam pertama-tama
memussatkan perhatiannya kepada pribadi. Membina pribadi
yang saleh untuk masyarakat yang salehpula.

2. Kepercayaan bahwa masyarakat islam mempunyai identitas


khas dan ciri-ciri tersendiri
Masyarakat islam benar-benar menjadi masyarakat yang
ideal yang menjadi contoh bagi manusia di seluruh dunia untuk
menikmati kenahagiaan, kemakmuran dan memenuhi kebutuhan
jasmani dan rohani. Masyarakat yang digariskan hendak dibina
oleh Islam bukanlah masyarakat yang idaman khayali atau
terlalu ideal hingga tidak mungkin dicapai dalam realitas. Akan
tetapi suatu masyarakat yang merangkum idealisme dan
realisme, yaitu masyarakat yang menyeimbangkan tuntutan
duniawi dan ukhrawi. Sebagaimana yang telah dicapai di masa
keemasan peradaban Islam.
Untuk lebih jelasnya, ciri-ciri masyarakat islam sebagai
berikut:
a. Prinsip tauhid yang seperti revolusi yang meleburkan
kemusyrikan. Tauhid berperan memperbaiki kedudukan
masyarakat dari segi agama dan masyarakat.
b. Agama berada dalam proporsi tertinggi.
c. Penilaian tinggi terhadapa akhlak dan tata susila. Segala
prilaku manusia ditundukkan pada prinsip dan metode yang
sesuai dengan perikemanusiaan.
d. Perhatian yang besar terhadap ilmu pengetahuan.
e. Menghormati dan menjaga kehormatan manusia dengan tanpa
membedakan warna, bangsa, agama, harta ataupun keturunan.
Ia menyeimbangkan antara hak pribadi dan masyarakat
f. Keluarga dan kehidupan berkeluarga mendapat perhatian
yang besar. Ia berusaha menguatkan ikatan dan binaan
institusi keluarga
g. Masyarakat islam adalah masyarakat yang dinamis.
h. Dunia kerja mendapat perhatian yang sungguh-sungguh
sebagai sumber hak dan obligasinya.
i. Nilai dan peranan harta diperuntukkan untuk menjaga
kehormatan manusia dan membangun masyarakat.

101
j. Kekuatan dan keteguhan dibimbing oleh
agama, akhlak,ukuran kebenaran, keadilan, kasih sayang
dan perikemanusiaan.
k. Bersifat terbuka, yang dapat menerima pengaruh yang baik
dan ilmu penghetahuan dari masyarakat yang lain dengan
memegang teguh prinsip:
‫المحافظة على القديم الصالح واألخذ بالجديد األصلح‬
l. Masyarakat islam bersifat kemanusiaan.
3. Kepercayaan bahwa dasar pembinaan masyarakat islam
adalah akidah
Islam mendirikan masyarakat atas dasar iman dan manusia
menjadi poros segala prilaku atau perencanaan. Maka
sebenarnya islam menghargai pengaruh iman yang positif baik
untuk individu maupun masyarakat.
4. Kepercayaan bahwa agama itu akidah, ibadah dan
mu’amalah
Sebagai agama, Islam mempersatukan akidah dan syari‘ah,
ilmu dan amal, jasad dan ruh, dunia dan akhirat. Dalam syari‘at
islam terdapat bagian yang tersendiri. Pertama ialah menyusun
rangka usaha atau kerja yang mendekatkan orang-orang islam
dengan tuhan mereka. Kaum muslimin mengagungkan Allah
sebagai bukti keimanan dan ketaatan mereka, inilah yang
dinamakan ibadah. Kedua adalah kumpulan prinsip dan metode
yang mengatur kehidupan manusia. Yang melindungi
kepentingan serta menghindarkan kemudlaratan baik untuk diri
maupun orang lain, yang oleh para fuqha‘ dinamakan
mu‟amalah.
5. Kepercayaan bahwa ilmu adalah dasar terbaik bagi
kemajuan masyarakat, sesudah agama
Ilmu adalah alat terbaik bagi masyarakat untuk mengkaji
masalah yang dihadapinya untuk diselesaikan secara konkrit.
Islam bukan menyangkut hubungan dengan tuhan saja, tetapi
juga sebagai agama peradaban. Pada pendangan seorang muslim
agama dan ilmu punya hubungan yang saling mendukung.
Keduanya bersifat pemahaman dan kognitif. Keduanya juga
berupa prinsip dan amal, sistem dan kehidupan. Jika
demikianlah kenyataanya, maka setiap masyarakat yang baik dan
sehat pastilah mendirikan kehidupannya atas kedua tonggak
penting ini. Keduanya harus diberikan perhatian besar. Inilah

102
yang dilakukan oleh orang Islam pada zaman keemasan Islam.
Orang Islam dahulu faham bahwa ilmu amat penting untuk
memajukan masyarakat, membina peradaban, memantapkan
kebebasan serta untuk mencapai kebutuhan material dan
spiritual.
6. Kepercayaan bahwa masyarakat selalu berubah (dinamis)
Perubahan ini meliputi struktur, lapisan, sistem,
kebudayaan, nilai, akhlak, cara hidup, tradisi, kebiasaan,
undang-undang dan segala hal yang berlaku dalam masyarakat.
Perubahan itu terjadi karena dinamika yang dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Ia tidak terjadi secara kebetulan.
Bahwa perubahan dalam bidang kebendaan dalam hidup lebih
mudah secara relatif dari perubahan aspek moril seperti nilai,
kecenderungan jiwa, lapangan sosial, politik, ekonomi dan
tradisi kemasyarakatan.
7. Kepercayaan pada pentingnya individu dalam masyarakat
Individu merupakan sel atau unit pertama bagi
terbentuknya masyarakat. Maka pribadi yang saleh adalah bekal
terdirinya masyarakat yang saleh.hal itu didukung kepercayaan
bahwa akhlak dalam islam ialah mencapai kebahagiaan dunia
dan akhiratbagi individu dan kebaikan bagi masyarakat.
8. Kepercayaan pada pentingnya keluarga dalam masyarakat
Keluarga merupakan unit pertama dalam masyarakat pada
tahap institusi. Hal itu merupakan jembatan regenerasi bagi masa
mendatang. Keluarga merupakan sistem yang paling khusus dan
tersendiri. Di dalamnya terdapat interaksi dan pengambilan
dasar-dasar bahasa, nilai, ukuran prilaku, kebiasaan,
kecenderungan jiwa, dan sosial dan tunas-tunas kepribadian.
Melihat pentingnya keluarga, maka seharusnya didirikan
atas dasar kebenaran, keadilan, kasih sayang, tolong-menolong
dan saling menghormati.
9. Kepercayaan bahwa segala sesuatu yang menuju
kesejahteraan bersama, keadilan dan kemaslahatan
diantara manusia termasuk diantara tujuan-tujuan syari’at
islam
Segala sesuatu yang diajarkan islam mengarah pada hal
itu. Bahkan dalam ibadah pun, terdapat dua pendapat terkait
tujuannya, sebagian ulama‘ mengatakan bahwa ibadah sekedar
bertujuan mencari pahala, sedangkan menurut jumhur ulama‘,
disamping buntuk mencari pahala, ibadah juga mengandung
hikmah tersendiri yang terkandung didalamnya.
103
Dalam pandangan al Ghazali, memelihara maslahat
manusia termasuk ibadah, bahkan ia termasuk dalam kategori
ibadah yang paling mulia. Sabda Rasulullah s.a.w.:
Makhluk-makhluk ini semuanya adalah ―keluarga‖
Allah, dan yang paling dicintai Allah adalah yang paling
bermanfaat kepada ―keluargaNya.
Untuk mengawal segala sesuatunya agar mengarah menuju
kemaslahatan, maka perlu adanya jaminan keamanan sosial.
Keamanan sosial adalah ketenangan yang menghilangkan
kegelisahan dan ketakutan dari diri manusia baik individu
maupun kelompok, dalam seluruh kehidupan duniawi, bahkan
juga dalam kehidupan akhirat, setelah kehidupan
ini.sebagaimana keamanan sosial secara umum mengharuskan
adanya hal- hal berikut:
a. Keamanan manusia atas penghidupannya dalam kadar yang
dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
b. Keamanan atas dirinya, kebebasannya, dan kehormatannya,
yang telah diberikan oleh penciptanya, Allah SWT, dan
tuntutan bagi kehormatan dan kemuliaan itu, seperti keadilan
dan persamaan
c. Keamanan atas kehidupan privasi jiwa manusia yang
memberikannya kebahagiaan dan ketentraman dalam lingkup
pribadinya, seperti keluarga, keturunan, dan nama baik.
d. Keamanan atas agamanya yang merupakan rambu-rambu
petunjuk jalan dan tujuan manusia dalam hidup ini.
Sebagaimana keamanan sosial mengharuskan untuk
mewujudkan hal-hal primer ini dan yang sejenis dengannya,
manusia juga—yang merupakan pihak yang dituju—dalam
mewujudkan unsur-unsur keamanan sosialnya harus memiliki
―wadah yang menaungi dan menjega unsur-unsur keamanan
sosial itu.
―Wadah itu adalah negara, yang tanpa keberadan dan
keamanannya, tidak ada nilainya pembicaraan tentang macam
keamanan sosial apapun. Bisa disimpulkan bahwa negara yang
aman adalah wadah bagi keamanan sosial dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

104
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Maktabah Syamilah, juz 133
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Maktabah Syamilah, Juz 12, Juz 14
Ahmad Ramli Abdul Majid, Al-Ilmu wal Mu’allimun, Gresik: Sirkah maktabah
al-Haram al-Makii
Al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubro, Maktabah Syamilah, Juz 10
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah
Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, Surabaya: Darul Kitab al-Islami, tt
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Bairut: Darul Fikr, Juz 1
Al-Munawi, Faidh al-Qodir, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 327.
An-Nasa’i, As-Sunan al-Kubro, Juz 10
As-Sufairi, Syarah Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 2
At-Tirmidzi, as-Sunan At-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, Juz 4
Az-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, Semarang: Pustaka Al-‘Alawiyah, tt
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Maktabah Syamilah, Juz 1
Ibnu Rajab al-Hambali, Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, Maktabah Syamilah, Juz 2
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz 4
Zein bin Smith, Al-Manhaj As-Sawi, Tarim Hadramaut: Dar al-Ilmi Wa ad-
Da’wah, 2005

105
RIWAYAT PENULIS

Muhammad Syaiful, S.Pd.I, M.Ag, lahir di Kota Santri Kudus, tepatnya di


Dukuh Sampet, Rt 05/Rw 04 Ds. Kedungsari Kec. Gebog Kab. Kudus pada tanggal 07-07-
1987 dan sekarang menetap di Kota Wali Demak, tepatnya di Desa Jatisono, Rt 03/Rw 01
Kec. Gajah Kab. Demak.
Penulis mengawali pendidikan formal di MI Matholibul Ulum di Desa Kedungsari
Kec. Gebog Kab. Kudus lulus tahun 1999, MTs Matholiul Ulum di Desa Banjaragung Kec.
Bangsri Kab. Jepara lulus tahun 2002, Paket C Darul Falah Kec. Jekulo Kab. Kudus lulus
tahun 2007, S1 STAIN Kudus lulus tahun 2014, S2 UIN Walisongo Semarang lulus tahun
2018.
Disamping pendidikan formal, penulis juga menempuh pendidikan non formal di
Pondok Pesantren Darul Musyawarah di Dukuh Klumosari Desa Banjaragung Bangsri
Jepara, Pondok Pesantren Rubath Nur Tariem Al-Ghanna’ di Kebayoran Baru Jakarta
Selatan (Cabang Rubath Tariem Hadramaut Yaman), Pondok Pesantren Darul Falah di
Jekulo Kudus, Pondok Pesantren Kilatan Al-Anwar di Sarang Rembang, Pondok Pesantren
Kilatan Ma’had Ulum Asy-Syar’iyah (MUS) di Sarang Rembang, Pondok Pesantren
Kilatan Fathul Ulum di Kwagean Krenceng Kepung Kediri, Ngaji Posonan bersama
Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya Pekalongan, mengambil ijazah dari Syeikh
K.H Mu’allim Muhammad Syafi’i Hadzami Jakarta (Sahabat Karib Musnid Dunia Syekh
Yasin Al-Fadani Mekkah), mengambil ijazah dari Syeikh Nuruddin Marbu Al-Banjari Al-
Makki Pengasuh Ma’had Zein Bogor (Murid Syeikh Isma’il Zein Mekkah), mengambil
ijazah dari K.H Muhammad Ihya’ Ulumuddin Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Haromain

106
Pujon Malang (Murid Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Mekkah), mengikuti Ijazah
‘Am dan berbaiat Thoriqoh Syadziliyah di bawah bimbingan Mursyid Prof. Doktor Dokter
Asy-Syekh As-Sayyid Yusri Rusydi Sayyid Jabr Al-Hasani Mesir, mengikuti Ijazah ‘Am
dan berbaiat Thoriqoh Alawiyah di bawah bimbingan Mursyid Al-‘Alim Al-‘Allamah Al-
Musnid Al-Hafidz Al-Habib Umar bin Hafidz Al-Husaini Hadramaut Yaman.
Pengalaman Organisasi penulis, pernah menjadi Ketua UKM Bahasa Arab “Al-Izzah”
STAIN Kudus masa hidmah 2012, Ketua Rayon Tarbiyah PMII Komisariat Sunan Kudus
masa hidmah 2011-2013, Ketua BEM STAIN Kudus masa hidmah 2013, Ketua Rijalul
Ansor Ranting Kedungsari Gebog Kudus masa hidmah 2019-2021, Pengurus LDNU
Ranting Kedungsari Gebog Kudus masa hidmah 2018-2023,Tim Lembaga Bahtsul Masail
MWC NU Gebog Kudus, Pengurus LP. Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah masa hidmah
2018-2023. Aktifitas penulis sekarang menjadi Dosen Tetap di kampus STAI Khozinatul
Ulum Blora.

107

Anda mungkin juga menyukai