MATA KULIAH
Hadis Tarbawi
SURAT KETERANGAN
Nomor: 05/STAI.KUB//BM/I/2022
Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Khozinatul Ulum Blora dengan ini
menerangkan bahwa:
Nama : Muhammad Syaiful, S.Pd.I, M.Ag.
NIDN : 2107078705
NIY : 03.220.D.013.087
Pangkat : Penata Muda Tk. I/IIIb
Jabatan : Dosen STAI Khozinatul Ulum Blora
Benar-benar telah menyusun Buku Modul pada Tahun 2022 dengan Judul Hadis
Tarbawi.
Demikian surat keterangan ini diberikan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar»»1
Daftar Isi »»2
Modul Hadis Tarbawi »»4
Pendahuluan»»4
Kegiatan Belajar 1 »»6
Metodologi dan Ruang Lingkup Hadist Tarbawi dan sisten Pendidikan»»6
Kegiatan Belajar 2»»16
Hadist Kewajiban Belajar dan Hakikat Pendidikan»»16
Kegiatan Belajar 3»»20
Hadist Tujuan Pendidikan Islam»»20
Kegiatan Belajar 4»»26
Hadist Materi Pendidikan Islam»»26
Kegiatan Belajar 5»»33
Hadist Pendidik/Guru»»33
Kegiatan Belajar 6»»38
Hadist Peserta didik/ Siswa»»38
Kegiatan Belajar 7»»46
Hadist Metode Pendidikan»»46
Kegiatan Belajar 8»»52
Hadist Media Pendidikan Islam»»52
Kegiatan Belajar 9»»59
Hadist Lingkungan Pendidikan Islam»»59
Kegiatan Belajar »»10
Hadist Pendekatan Dalam Pendidikan Islam»»64
Kegiatan Belajar 11»»71
Hadist Evaluasi Pendidikan Islam»»71
Kegiatan Belajar 12»»86
Hadist Pendidikan Keluarga»»86
Kegiatan Belajar 13»»92
Hadist Pedidikan Masyarakat»»92
BAB I
HADIS
TENTANG
MENUNTUT
ILMU
BAB I
HADIS TENTANG MENUNTUT ILMU
1. Pengertian Ilmu
Ilmu sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup,
baik di dunia maupun di akhirat. Dengan ilmu, manusia dapat melaksanakan
tugasnya dalam kehidupan ini, baik tugas sebagai khalifah (pengelola bumi)
maupun tugas ubudiyyah (beribadah kepada Allah Swt). Lalu, apa yang
dinamakan dengan ilmu? Apakah sama antara ilmu dengan pengetahuan?
Asy-Syekh Ahmad Ramli Abdul Majid di dalam kitabnya (Al-Ilmu wal
Mu’allimun) menjelaskan makna ilmu, dan makna pengetahuan. Ilmu secara
bahasa bisa dimaknai dengan pengetahuan, perasaan, dan keyakinan. Sedangkan
secara istilah, ilmu adalah sesuatu yang dapat diterima akal (masuk akal/bisa
dilogika). Sedangkan yang dinamakan pengetahuan (ma’rifat) adalah
menemukan sesuatu dengan salah satu panca indera (penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa, dan peraba). Lalu secara istilah, pengetahuan (ma’rifat)
adalah menemukan sesuatu sesuai kenyataannya (empirik).1
Penjelasan hadis
Makna menempuh jalan ada dua, yaitu menempuh jalan secara hakiki
menuju majlis ilmu, sekolah, atau kampus. Dan ada makna menempuh jalan
1
Ahmad Ramli Abdul Majid, Al-Ilmu wal Mu’allimun, Gresik: Sirkah maktabah al-Haram al-Makii,
Hal 7-8.
2
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz 4, hal 2074, no 2699. Ibnu Majah, Sunan Ibnu
Majah, Maktabah Syamilah, Juz 1, hal 81, no 223. At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, Juz
4, hal 325, no 2646. Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Maktabah Syamilah, Juz 14, hal 66, no 8316.
secara maknawi dalam menghasilkan ilmu seperti menghafal, menulis, dan
memahami pelajaran, serta cara-cara lain di dalam menghasilkan sebuah ilmu.3
Sedangkan makna Allah Swt akan memudahkan baginya jalan menuju
surga, ada empat makna sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Rajab al-Hambali:4
Pertama: Dengan menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah Swt akan
memudahkannya masuk surga.
Kedua: Menuntut ilmu dengan ikhlas karena Allah Swt adalah sebab
seseorang mendapatkan hidayah. Hidayah inilah yang mengantarkan
seseorang pada surga.
Ketiga: Menuntut suatu ilmu akan mengantarkan pada ilmu lainnya yang
dengan ilmu tersebut akan mengantarkan pada surga. Sebagaimana
ِ ِ ِ
maqolah sebagian ulama: ْ َم ْن َعم َل بِ َم ا عُل َم َْأو َرثَ هُ اهللُ عل ًْم ا َم ا ل
َم ُي ْعلَ ْم
اد ُه ْم
َ ين ْاهتَ َد ْوا َز ِ َّ
(QS. Maryam: 76). Juga pada firman Allah Swt: َ َوالذ
اه ْم
ُ اه ْم َت ْق َو
ُ َ( ُه ًدى َوآتDan orang-orang yang mau menerima
3
Ibnu Rajab al-Hambali, Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, Maktabah Syamilah, Juz 2, Hal 297.
4
Ibnu Rajab al-Hambali, Jami’ al-‘Ulum....., Hal 297-298.
para malaikat menanggung kebutuhan penuntut ilmu dan membantu untuk
memperoleh tujuannya. Adapun perintah terhadap hewan-hewan untuk
beristigfar kepada para penuntut ilmu itu disebabkan karena hewan-hewan
tersebut diciptakan oleh Allah Swt untuk kemaslahatan manusia dan diambil
manfaatnya, sedangkan para penuntut ilmu adalah orang yang selalu
menjelaskan kehalalan dan keharaman mengkonsumsi hewan-hewan serta
selalu menjaga ekosistem mereka.5
Penjelasan hadis
Hadis ini sudah sangat masyhur (terkenal), tetapi para ulama berbeda
pendapat mengenai status hadis ini. Di dalam kitab Az-Zawaid dijelaskan
bahwa ini hadis dhaif secara sanad karena terdapat perawi yang bernama Hafs
bin Sulaiman.
Imam As-Suyuti berkata bahwa Imam An-Nawawi pernah ditanya
tentang hadis ini, lalu beliau menjawab bahwa ini hadis dhaif secara sanad,
tetapi shahih secara kandungan isinya.
Imam Jamaluddin Al-Mizzi (murid Imam An-Nawawi) berkata bahwa
5
Zein bin Smith, Al-Manhaj As-Sawi, Tarim Hadramaut: Dar al-Ilmi Wa ad-Da’wah, 2005, hal 84-
85.
6
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Maktabah Syamilah, Juz 1, hal 81, no 224.
hadis ini diriwayatkan dari banyak jalur yang sampai pada tingkatan hadis
hasan karena jalur periwayatan hadis ini mencapai lima puluh jalur.
Mengenai isi kandungan, hadis ini memang memerintahkan umat Islam
untuk mencari ilmu. Akan tetapi tidak semua ilmu boleh dipelajari, karena ada
ilmu yang dilarang untuk dipelajari. Secara pembagian hukum, mempelari
ilmu dibagi menjadi lima:
1. Fardlu ‘Ain yaitu ilmu yang dibutuhkan oleh setiap orang demi
terlaksananya perintah Allah Swt.
Contoh: Ketika seseorang sudah baligh maka diwajibkan untuk mendirikan
shalat. Seseorang yang akan melaksanakan shalat, maka sebelumnya dia
harus mengetahui syarat, rukun, dan perkara yang membatalkan shalat.
Untuk mengetahui itu semua maka harus (wajib) dengan mempelajarinya,
maka hukum mempelajari ilmu yang terkait dengan shalat menjadi wajib
juga.
2. Fardlu Kifayah yaitu ilmu Syari’at yang harus dikuasai untuk menegakkan
agama, seperti menghafal Al-Qur’an dan Hadis, memahami Fiqih dan
Ushul Fiqih, Ilmu Nahwu Sharaf, dan lain sebagainya. Termasuk fardlu
kifayah juga adalah ilmu yang dibutuhkan untuk tegaknya perkara-perkara
duniawi seperti ilmu kedokteran, kebidanan, pertanian, jahit-menjahit, dan
sebagainya.
3. Sunah yaitu mempelajari Ilmu-Ilmu Syari’at sampai mendalam.
4. Haram yaitu mempelajari ilmu santet, tenun, dan ilmu hitam lainnya dengan
tujuan untuk menyelakai orang lain.
5. Makruh yaitu Syair-syair atau puisi-puisi yang muncul dari orang-orang
pengangguran sehingga dapat menimbulkan lupa dari mengingat Allah Swt
dan lupa dari mempelajari ilmu-ilmu Syari’at.
6. Mubah yaitu Syair-syair atau puisi-puisi yang tidak makruh, tidak memberi
dampak buruk dan tidak juga memberi dampak baik.7
7
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Bairut: Darul Fikr, Juz 1, Hal 26-35. Ahmad Ramli Abdul Majid, Al-
Ilmu wal Mu’allimun, Gresik: Sirkah maktabah al-Haram al-Makii, Hal 8-12.
BAB II
HADIS TENTANG
MANUSIA DAN
PENDIDIKAN
ISLAM
BAB II
HADIS TENTANG MANUSIA DAN PENDIDIKAN
ISLAM
1. Pengertian Manusia
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah Swt yang paling sempurna
dibandingkan dengan makhluk-makhlukNya yang lain. Kesempurnaan itu
dimiliki oleh manusia, karena Allah memberikan keistimewaan berupa akal
pikiran, yang tidak dimiliki oleh makhluk lainya. Disamping itu Allah juga
melengkapi kesempurnaan manusia dengan memberinya daya hidup, mengetahui,
berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir dan memutuskan.
Ada empat ungkapan kata yang digunakan dalam Al-Quran untuk
menunjukkan pada makna manusia dengan penekanan pengertian yang berbeda,
yaitu :
a. Basyar
Kata Al-Basyar dinyatakan dalam AlQuran sebanyak 36 kali dan tersebar
kedalam 26 surat (al-Baqi, 1988: 153- 154). Secara etimologi al-basyar berarti
kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut.
Pengertian ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi
manusia adalah pada kulitnya, dibanding rambut atau bulunya. Pada aspek ini
terlihat perbedaan umum biologis manusia dengan hewan yang lebih
didominasi bulu atau rambut (Ramayulis & Samsul Nizar, 2011 : 48). Al-
Basyar juga dapat diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-
laki dengan perempuan (Ibn Munzir, 1992 : 306). Secara etimologis dapat
dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat
kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, seks, keamanan,
kebahagiaan, dan lain sebagainya. Penunjukan kata al-basyar ditujukan Allah
kepada seluruh manusia tanpa terkecuali. Demikian pula halnya dengan para
rasulNya yang disebut sebagai manusia biasa, yang diberi wahyu kepada,
sebagaimana Firman Allah SWT :
Artinya: Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak
akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan
bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orangorang kafir (QS. Al-
Baqarah : 24). Secara umum, penggunaan kata alNas memiliki arti peringatan
Allah kepada manusia akan semua tindakannya, seperti : jangan bersifat kikir
dan ingkar nikmat, riya (lihat QS. Al-Nisaa : 37-38), tidak menyembah dan
meminta pertolongan selain pada Allah (lihat QS. Al-Maidah : 44), larangan
berbuat dhalim (lihat QS AlA’raf : 85), mengingatkan manusia akan adanya
ancaman dari kaum Yahudi dan Musyrik, semua amal manusia akan dibalas
kelak di akherat.
d. Bani Adam
Kata bani Adam ditemukan sebanyak 7 kali dan tersebar dalam 3 surat. Secara
etimologi kata bani Adam menunjukkan arti pada keturunan nabi Adam AS.
Dalam ungkapan lain disebutkan dengan kata dzuriyat adam. Sebagaimana
firman Allah :
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap
(memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan (QS.
Al-A’raaf: 31). Dan pada firman Allah :
Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah,
Yaitu Para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat
bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang
yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. apabila dibacakan ayat-
ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, Maka mereka menyungkur
dengan bersujud dan menangis (QS. Maryam : 58).
Menurut al-Thabathaba’i sebagimana dikutip oleh Ramayulis, penggunaan
kata bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini,
setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu : Pertama, anjuran untuk
berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, diantaranya adalah dengan
berpakaian guna menutup auratnya. Kedua, mengingatkan kepada keturunan
Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu syaitan yang mengajak pada
keingkaran. Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam
rangka ibadah dan mentauhidkan Allah. Kesemuanya itu merupakan anjuran
sekaligus peringatan Allah, dalam rangka memuliakan keturunan Adam
dibandinkan makhlukNya yang lain (Ramayulis&Samsul Nizar, 2011: 55).
Kata bani Adam tersebut lebih menekankan pada aspek amaliah manusia,
sekaligus pemberi arah ke mana dan dalam bentuk apa aktifitas itu dilakukan.
Pada dirinya diberikan kebebasan untuk melakukan serangkaian kegiatan
dalam kehidupannya untuk memanfaatkan semua fasilitas yang ada di alam ini
secara maksimal. Allah memberikan garis pembats kepada manusia pada dua
alternatif, yaitu kemuliaan atau kesesatan. Di sini terlihat demikian kasih dan
demokratisnya Allah terhadap manusia. Hukum kausalitas tersebut
memungkinkan Allah untuk meminta pertanggung jawaban pada manusia atas
semua aktivitas yang dilakukannya. Konsep Islam dalam Al-Quran tentang
hakekat manusia berdasarkan ungkapan kata al-basyar, al-insan, al-nas, dan
bani adam atau dzuriyyat adam, sebagaimana disebutkan di atas, memberikan
gambaran keseimbangan antara hak dan kewajiban manusia sebagai individu,
sosil, budaya, dan makhluk Allah SWT. Kondisi demikian menempatkan
manusia secara seimbang antara teosentris dan antroposentris.
Keseimbangan semacam ini, pada gilirannya terefleksi dalam penentuan nilai
baik buruknya sifat/perbuatan manusia dapat dinilai secara syar’i dimana
manusia tidak ikut campur. Misalnya tentang pahala dan dosa, halal dan
haram, surga dan neraka. Perbuatan manusia yang bernilai baik dipuji oleh Al-
Quran, dan yang bernilai buruk dicela olehnya dan hal ini ditegaskan dalam
berbagai ayat. Manusia dibebani kewajiban (taklif), maka manusia dapat
menjadi makhluk yang berbuat baik dan dapat pula menjadi makhluk yang
berbuat buruk. Terungkapnya nilai baik dan buruk yang dimungkinkan
terdapat dalam diri manusia, menujukkan bahwa manusia disamping memiliki
kelebihan dan keistimewaan, juga memiliki kelemahan dan kekurangan.
2. Hadis Tentang Manusia Dan Pendidikan Islam
ٍ ُ ُك ُّل مول:ال النَّبِ ُّي ص لَّى اهلل َعلَي ِه وس لَّم
ود َ َ ق:ال َ َ ق،ُض َي اللَّهُ َع ْن ه ِ َعن َأبِي ُهر ْي ر َة ر
َْ َ ََ ْ ُ َ َ َ َ ْ
يم ِة ُت ْنتَ ُج ِِ َأو يم ِّج،ص رانِِه ِِ ِ ِ
َ َك َمثَ ِل البَ ِه،س انه
َ َُ ْ َ ِّ َ َْأو ُين، فَ ََأب َواهُ ُي َه ِّو َدان ه،يُولَ ُد َعلَى الفط َْرة
ِ
.اء
َ يمةَ َه ْل َت َرى ف َيها َج ْد َع َ البَ ِه
Artinya:
“Dari Abu Hurairah ra berkata: Nabi Saw bersabda: "Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tunyalah yang akan menjadikan
anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak
yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada
cacat padanya?". (H.R Bukhari).8
Penjelasan hadis:
Para pemikir muslim cenderung memaknai kata fitrah berdasarkan Al-
Quran Surat Ar-Rum ayat 30, yakni sebagai potensi manusia untuk beragama.
Allah Swt berfirman:
ِ يل لِ َخل
ْق اللَّ ِه ِ
َ َّاس َعلَْي َه ا اَل َت ْب د
َِّ ِ َّ َ ك لِلدِّي ِن حنِي ًف ا فِطْر
َ ت الله التي فَطَ َر الن َ َ َ فََأقِ ْم َو ْج َه
ِ ك الدِّين الْ َقيِّم و
ِ لك َّن َأ ْك َث َر الن
.َّاس اَل َي ْعلَ ُمو َن َُ ُ َ ِذَال
Artinya:
“Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah
(dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada
perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S Ar-Rum: 30).
8
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz 2, hal 100, no 1385. Ahmad bin Hanbal,
Musnad Ahmad, Maktabah Syamilah, Juz 12, hal 104, no 7180.
Memahami dari ayat tersebut, para ulama memberikan penjelasan bahwa
anak yang baru lahir dihukumi Islam, walaupun seandainya kedua orang tuanya
adalah non muslim. Pendidikan dari kedua orang tuannya saat mengasuhnya lah
yang akan mempengaruhi anak tersebut di kemudian hari. Setelah anak tersebut
baligh, barulah sang anak menentukan agama yang akan dianutnya, itulah pilihan
secara pribadinya sendiri. Dalam ayat lain Allah Swt berfirman:
Ayat ini menjelaskan perjanjian manusia dengan Allah Swt ketika masih
berupa ruh sebelum diwujudkan sebagai manusia secara fisik di alam dunia.
Manusia diambil sumpah yang berupa pengakuan terhadap Ketuhanan Allah Swt.
Ketika manusia menjawab “Balaa” maka manusia tersebut dianggap sudah
beragama Islam karena sudah mengakui Allah Swt sebagai Tuhannya.
Fitrah, selain dimaknai sebagai agama, ada juga yang memaknai bahwa
fitrah merupakan bawaan yang telah diberikan oleh Allah Swt sejak manusia
berada dalam kandungan, dalam istilah Jawa disebut dengan “Gawan Bayi”.
Abdurrahman Saleh Abdullah berpendapat bahwa fitrah sebagai bentuk potensi
yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia saat penciptaan di alam rahim.
Potensi tersebut belum bersifat final tetapi merupakan proses. Abdurrahman
Saleh Abdullah juga mengatakan bahwa anak yang lahir belum tentu muslim
meskipun ia berasal dari keluarga muslim, akan tetapi Allah Swt telah
membekalinya dengan potensi-potensi yang dapat menjadikannya seorang
muslim.
Muhammad bin Asyur sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Quraish Shihab
mendefinisikan fitrah manusia sebagai: “Bentuk dan sistem yang diwujudkan
Allah Swt pada setiap makhluk, sedangkan Fitrah yang berkaitan dengan
manusia adalah apa yang berkaitan dengan kemampuan jasmani dan akalnya”.
Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa Fitrah merupakan potensi yang
diberikan oleh Allah Swt kepada manusia sehingga manusia mampu
melaksanakan amanah yang menjadi kewajiban-kewajibannya kepada Allah Swt.
Potensi manusia dalam Al-Qur’an meliputi pendengaran, penglihatan, dan
hati (akal). Allah Swt berfirman:
Artinya:
“Allah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian dia menjadikan
(kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian dia menjadikan
(kamu) sesudah kuat itu menjadi lemah kembali dan beruban. Dia menciptakan
apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Kuasa”. (Q.S Ar-Rum: 54).
BAB III
HADIS TENTANG PERENCANAAN PENDIDIKAN
ISLAM
“Ali bin Abdullah menceritakan kepada kita, Muhammad bin Abdurrahman Abu
al-Mundzir at-Thufawi, dari Sulaiman al-A’masyi berkata: Mujahid
menceritakan kepadaku, dari Abdullah bin Umar ra berkata : Rasulullah Saw
memegang pundak kedua pundak saya seraya bersabda: Jadilah engkau di dunia
seakan-akan orang asing atau pengembara, Ibnu Umar berkata: Jika kamu
berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari
jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat)
sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu”. (H.R Bukhari).9
Penjelasan hadis:
Hadits diatas memiliki pesan sangat tegas, supaya hidup di dunia ini
bagaikan seorang pengembara atau perantau (musafir). Seorang musafir, sebelum
bepergian pastinya sudah punya beberapa rencana, yaitu: kemanakah tempat yang
akan dituju, jam berapa berangkat, perkiraan waktu sampai di lokasi, berapa lama
disana, apa saja yang harus dibawa, kapan baliknya, dan lain sebagainya.
Semuanya pasti sudah direncakan. Jika ada orang yang bepergian tanpa terencana
dan asal jalan saja, itu bagaikan orang yang kebingungan karena bepergian tanpa
arah dan tujuan. Seperti orang “Minggat” (dalam bahasa Jawa) yaitu orang yang
pergi dari rumah tanpa tujuan, yang penting asal pergi dari rumah karena ada
masalah di rumah.
Lanjutan hadits ini mempertegas untuk tidak mengulur-ulur waktu,
contohnya seperti ketika kita sedang berada di waktu sore, maka jangan
menunggu sampai waktu pagi, dan sebaliknya jika berada di waktu pagi, maka
janganlah menunggu sampai di waktu sore, dan gunakanlah sehat sebelum sakit
dan gunakanlah masa hidup sebelum mati.
Jika kita mau merenung sejenak, sebenarnya banyak waktu kita yang
terbuang dalam kehidupan sehari-hari, jika dikalkulasikan waktu yang tidak
9
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 8, hal 89, no 6416.
digunakan oleh manusia sangat banyak. Kita bisa menghitungnya, jika seseorang
tidur 8 jam perhari, maka dari total usianya jika hidup 60 tahun, maka 20 tahun
hanya untuk tidur, sisanya 40 tahun waktu efektif masih terbagi-bagi dalam
banyak aktivitas, misalnya kerja, belajar, ngobrol, jalan-jalan, makan dan
sebagainya. Lantas bagaimana seandainya waktu-waktu kita habis dengan sia-sia?
Waktu terus bergerak, bergeser dan berputar, jangan sampai manusia hanya
berdiri di satu titik. Bergerak dan bersegeralah berbuat selagi masih ada
kesempatan. Bergerak dan berbuat selagi pagi, selagi kuat, selagi muda jangan
menunggu malam, menunggu sakit atau menunggu meninggal dunia.
Memanfaatkan momentum adalah kata kunci dari sebuah perencanaan.
Manusia harus mampu merencanakan dan mengatur waktu-waktunya untuk
hal-hal yang positif bagi diri sendiri maupun lingkungannya. Perencanaan
terhadap kegiatan-kegiatan yang bermanfaat merupakan bagian dari pendidikan
untuk memanfaatkan keadaan menjadi positif dan produktif.
Rasulullah Saw dalam sabdanya yang lain juga menganjurkan untuk
melakukan perencanaan dalam setiap aktivitas manusia. Perencanaan tersebut
tersingkap dalam makna niat sebagaimana sabda beliau berikut ini:
10
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 8, hal 140, no 6689 dan Muslim, Shahih Muslim, Juz 3, hal
1515, no 1907.
dalam keadaan mampu:
ٍ س ا َق ْب َل َخ ْم ِ ِ ِ َّ ِ ِ ول
َّ َ اهلل
:س ً "ا ْغتَن ْم َخ ْم:ُصلى اهللُ َعلَْيه َو َسل َم ل َر ُج ٍل َو ُه َو يَعظُه ُ ال َر ُسَ َق
َ َ َو ِغن،ك
َ َ َو َف َراغ،اك َق ْب َل َف ْق ِر َك
ك َق ْب َل َ ك َق ْب َل َس َق ِم َ َص َّحتِ و،ك ِ
َ َ ك َق ْب َل َه َرم َ ََش بَاب
." ك َ ِك َق ْب َل َم ْوت َ َ َو َحيَات،كَ ُِشغْل
Artinya:
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: masa mudamu
sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa
kayamu sebelum masa fakirmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa
hidupmu sebelum masa matimu”. (H.R An-Nasa’i).11
Makna dari memanfaatkan lima hal dalam hadis tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Masa mudamu sebelum datang masa tuamu
Usia manusia terbatas, muda, kuat, perkasa dan semangat juga sangat
terbatas dan singkat. Masa ini hendaknya dimanfaatkan dengan sebaik
mungkin, jangan disia-siakan sehingga berakibat masa muda terlewatkan tanpa
hal yang bermakna dan bermanfaat. Kalau hal ini terjadi, maka masa tua akan
menjadi masa yang penuh dengan penyesalan.
Terdapat maqalah yang berbunyi:
Faktor utama yang menjadi titik fokus dalam hadis diatas adalah waktu.
Waktu yang tersedia dan waktu yang dibutuhkan untuk merancang sebuah
program yang dikehendaki dalam suatu pendidikan. Inti dan pesan utama dari
hadits diatas adalah keharusan merencanakan suatu kegiatan. perencanaan berarti
mempersiapkan mengatur waktu sumber daya dan lain sebagainya. Untuk
menyongsong masa depan, perencanaan harus dipersiapkan terutama dalam
sebuah pendidikan.
Banyak penjelasan dalam Al-Qur’an yang memberi perhatian pada
persoalan perencanaan terutama hubungannya dengan pemanfaatan waktu. Salah
satunya, Al-Qur’an menyebut dengan kata ad-Dahr. Sayyidina Ali bin Abi Thalib
ُ َو ْقR( الWaktu itu laksana pedang), jika kita tidak dapat
َ ت َك
pernah berkata: يْفRالس
memanfaatkannya maka kita akan terpotong oleh pedang tersebut. Jika kita tidak
dapat memanfaatkan waktu hingga waktu terlewat begitu saja, maka kita akan
menyesal di kemudian hari.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Ashr:
ِ الص الِح ِ ِ َّ ِ
ات َ َّ آمنُ وا َو َعملُ وا َ ) ِإاَّل الذ2( س ا َن لَفي ُخ ْس ٍر
َ ين ِإ
َ ْ) َّن اِإْل ن1( ص ِر ْ َوال َْع
َّ ِاص ْوا ب
)3( الص ْب ِر َ ْح ِّق َوَت َو َ اص ْوا بِال
َ َوَت َو
Artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran, dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran”. (Q.S Al-Ashr: 1-3).
Surat Al-Ashr ini menerangkan bahwa manusia yang tidak menggunakan
waktu dengan sebaik-baiknya maka termasuk golongan orang yang merugi.
BAB IV
HADIS TENTANG
TUJUAN
PENDIDIKAN
ISLAM
BAB IV
HADIS TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
1. Tujuan Pendidikan Islam
Sebelum menjalankan sebuah aktifitas pendidikan diperlukan adanya niat
atau tujuan yang ingin dicapai, karena segala sesuatu tergantung niatnya.
Rasulullah Saw bersabda:
ٍ ت يحيى بن س ِع ِ َ َ ق،َّاب ِ الوه ٍِ
:ول ُ َي ُق،يد َ َ ْ َ ْ َ ُ َس م ْع:ال َ َح َّد َثنَا َع ْب ُد،َح َّد َثنَا ُقَت ْيبَةُ بْ ُن َسعيد
ُ َس ِم ْع:ول ُ َي ُق،اص اللَّْيثِ َّي
ٍ َّ َأنَّهُ َس ِم َع َع ْل َق َمةَ بْ َن َوق،يم ِ ِإ ِ
ت عُ َم َر َ َأ ْخَب َرني ُم َح َّم ُد بْ ُن ْب َراه
ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِ َ ت رس
َ ول اللَّه ِ ُ ي ُق،ُض ي اللَّهُ َع ْن ه
ُ َ ُ َس م ْع:ول َ
ِ ِ َّ
َ بْ َن ال َخطاب َر
ت ِه ْج َرتُ هُ ِإلَى اللَّ ِهْ َ فَ َم ْن َك ان، َوِإنَّ َم ا اِل ْم ِرٍئ َم ا َن َوى،النيَّ ِة ِّ ِال ب
ُ ِإنَّ َم ا اَأل ْع َم:ول ُ َي ُق
ص ُيب َها َأ ِو ْام َر ٍَأة
ِ ت ِه ْجرتُهُ ِإلَى ُد ْني ا ي ِِ ِ َّ ِإ ِِ
ُ َ َ ْ َ َو َم ْن َك ان، فَ ِه ْج َرتُهُ لَى الله َو َر ُس وله،َو َر ُس وله
.اج َر ِإلَْي ِه
َ فَ ِه ْج َرتُهُ ِإلَى َما َه،َيَت َز َّو ُج َها
Artinya:
“Qutaibah bin Said menceritakan kepada kita, Abdul wahhab menceritakan
kepada kita, beliau berkata: saya mendengar Yahya bin Said berkata:
Muhammad bin Ibrahim mengabarkan kepada saya bahwa beliau mendengar
‘Alqamah bin Waqash al-Laitsi berkata: saya mendengar Umar bin Khattab ra
berkata: saya mendengar Rasulullah Saw berkata: bahwasanya segala amal
perbuatan itu tergantung pada niat dan bahwasanya bagi tiap-tiap orang
tergantung apa yang ia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya menuju
(keridlaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kearah (keridlaan) Allah
dan Rasul-Nya, barangsiapa yang hijrahnya itu karena dunia (harta atau
kemegahan dunia) atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka
hijrahnya itu kearah yang ditujunya”. (H.R Bukhari).12
Syekh Az-Zarnuji di dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim menjelaskan:
،ال اآْل ِخ َر ِةِ النيَّ ِة ِم ْن َأ ْعم
َ
ِ الد ْنيا وي
ِّ ص ْي ُر بِ ُح ْس ِن َ َ َ ُّ ال ِ ص ْور ِة َأ ْعم
َ َ ُ ص ّو ُر ب
ِ َ ََك ْم ِم ْن َعم ٍل َيت
َ
س ْو ِء ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ِص َّو ُر ب
ُ ص ْو َرة َأ ْع َم ال اآْل خ َرة ثُ َّم يَص ْي ُر م ْن َأ ْع َم ال ال ُّد ْنيَا ب
ِ
َ ََو َك ْم م ْن َع َم ٍل َيت
.النيَّ ِة
ِّ
Artinya:
Betapa banyak amal yang berbentuk amal dunia dapat menjadi amal akhirat
sebab niat yang baik. Dan betapa banyak amal yang berbentuk amal akhirat
dapat menjadi amal dunia sebab niat yang buruk”.
12
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 8, hal 140, no 6689 dan Muslim, Shahih
Muslim, Maktabah Syamilah, juz 3, hal 1515, no 1907.
Tujuan adalah hasil yang diinginkan untuk waktu tertentu. Perbedaan
tujuan dengan misi ialah, tujuan memiliki cakupan lebih kecil dan merupakan
bagian dari misi. Jika misi disebut tugas, maka tujuan adalah tugas-tugas kecil
yang merupakan bagian dari misi. Tujuan pendidikan Islam tentu sangat luas
pembahasannya. Oleh karena itu, untuk mengukur tujuan apa saja yang ingin
dicapai, diperlukan rumusan tujuan pendidikan Islam yang jelas agar dapat
menjadi bekal bagi para pendidik untuk dapat mengolah model pembelajaran
yang tepat bagi para peserta didik.
Menurut Umar Muhammad At-Taumi Ash-Shaibani tujuan pendidikan
ialah perubahan yang dituju melalui proses pendidikan, baik dalam tingkah
laku individu pada kehidupan pribadi, kehidupan masyarakat, dan alam sekitar
maupun pada proses pendidikan serta pengajaran itu sendiri. Dari definisi ini
menunjukkan bahwa proses pendidikan akan dikatakan berhasil apabila terjadi
atau adanya perubahan tingkah laku pada setiap diri peserta didik setelah selesai
mengikuti program pendidikan yang diberikan.
Artinya:
“Dari Abu Hurairah ra, beliau ditanya tentang siapa orang yang paling
mulia? Beliau menjawab, “Orang yang paling bertakwa kepada Allah”. (H.R
Bukhari).13
Hadits ini menunjukkan bahwa manusia yang paling mulia adalah yang
paling tinggi tingkat ketakwaannya. Sikap takwa mengalahkan semua indikasi
kemuliaan martabat yang lain. Simbol-simbol kemodernan dan kesejahteraan
yang dimiliki oleh seseorang tidak dapat mengalahkan sikap takwa. Itu berarti
bahwa kendatipun seseorang memiliki gelar yang banyak, ahli menggunakan
teknologi mutakhir dan memiliki kekayaan yang melimpah, tetapi apabila ia
13
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 149, no 3383.
tidak bertakwa kepada Allah Swt, maka ia sesungguhnya belum dapat
dimasukkan ke dalam kategori orang yang paling mulia.
Rasulullah Saw bersabda dalam hadis lain:
ِإ َّن اهللَ اَل َي ْنظُ ُر ِإلَى:ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِ ُ ال رس
َ ول اهلل ُ َ َ َ ق:ال َ َ ق،َع ْن َأبِي ُه َر ْي َر َة
. َولَ ِك ْن َي ْنظُُر ِإلَى ُقلُوبِ ُك ْم َوَأ ْع َمالِ ُك ْم،ص َو ِر ُك ْم َو َْأم َوالِ ُك ْم
ُ
Artinya:
“Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya
Allah tidak memandang wajah dan harta kalian, akan tetapi Allah Swt
memandang hati dan amal kalian”. (H.R Muslim).14
2. Berilmu
Imam Asy-Syafi’i berkata:
14
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 1987, no 2564.
15
As-Sufairi, Syarah Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 2, hal 189.
3. Berakhlak Mulia
Tujuan pendidikan dalam Islam ialah terciptanya manusia yang
berakhlak mulia. Itulah tujuan dasar dan utama pendidikan Islam, adapun
tujuan-tujuan lainnya hanya bersifat sekunder alias bukan pokok. Dengan
akhlak yang mulia sangat memungkinkan seseorang melakukan perubahan
revolusioner tidak hanya pada dirinya sendiri tetapi juga terhadap
lingkungannya. Pembangunan akhlak mulia menjadi barometer pendidikan
Islam, tanpa akhlak sebagai tujuan utama maka pendidikan hanyalah
setumpuk teori dan gagasan yang tidak memiliki implikasi bagi kehidupan
umat manusia. Penguatan akhlak itulah yang disabdakan oleh Baginda Nabi
Muhammad Saw:
ثنا َأبُو،يد بْ ُن اَأْل ْع َرابِ ِّي ِ أنبأ َأب و س ِع،ف اَأْلص بهانِ ُّي ِ
َ ُ َ َ ْ َ وس ُ َُأ ْخَب َرنَ ا َأبُ و ُم َح َّمد بْ ُن ي
ثن ا َع ْب ُد ال َْع ِزي ِز بْ ُن،ص و ٍر ِ ِ ب ْك ٍر مح َّم ُد بن ُعبي ٍد الْم رو ُّر
ُ ثن ا َس عي ُد بْ ُن َم ْن،ي ُّ وذ َ ْ َ َْ ُ ْ َ ُ َ
،ص الِ ٍح ِ
َ َع ْن َأبِي،اع بْ ِن َحك ٍيم ِ َع ِن الْ َق ْع َق، َأ ْخَب َرنِي ُم َح َّم ُد بْ ُن َع ْجاَل َن،ُم َح َّم ٍد
ِإنَّ َم ا:ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِ ُ ال رس
َ ول اهلل ُ َ َ َ ق:ال َ َض َي اهللُ َع ْنهُ ق ِ َعن َأبِي ُهر ْير َة ر
َ َ َ ْ
ُ ْبُِعث
.ت ُأِلتَ ِّم َم َم َكا ِر َم اَأْل ْخاَل ِق
Artinya:
“Abu Muhammad bin Yusuf al-Ashbahani kepadaku, Abu Sa'id bin Al-A’rabi
mengabarkan, Abu bakar Muhammad bin Ubaid Al-Marwarrudzi
menceritakan kepadaku, Said bin Mansyur menceritakan kepadaku, Abdul Aziz
bin Muhammad menceritakan kepadaku, Ahmad bin ‘Ajlan mengabarkan
kepadaku, dari Al-Qo’qo’ bin Hakim dari Abi Shaleh dari Abu Hurairah ra
berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Saya tidak diutus melainkan untuk
menyempurnakan akhlak”. (H.R Al-Baihaqi).16
Hadis tersebut dengan tegas menyatakan bahwa misi utama Rasulullah
Saw adalah memperbaiki akhlak manusia. Rasulullah Saw menghiasi dirinya
dengan akhlaq yang mulia dan menganjurkan agar umatnya senantiasa
menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian
tujuan besar pendidikan dalam Islam ialah mengatur dan mengarahkan tingkah
laku manusia agar menjadi lebih baik, menjadi lebih sempurna pengabdiannya
kepada Allah Swt serta memiliki kemanfaatan yang luas kepada manusia yang
lainnya.
16
Al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubro, Maktabah Syamilah, Juz 10, hal 323, no 20782.
Untuk tujuan secara individu dalam pendidikan Islam, Nabi
Muhammad Saw memberikan pesan agar tidak berniat menuntut ilmu karena
manusia. Beliau Saw bersabda:
17
At-Tirmidzi, as-Sunan At-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, Juz 4, hal 329, no 2654.
18
Az-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, Semarang: Pustaka Al-‘Alawiyah, tt, hal 10.
kemaksiatan yang juga akan merasakan kerugian. Guru yang demikian itu
laksana seorang penjual pedang kepada perampok. Rasulullah Saw bersabda:
barangsiapa yang menolong orang lain melakukan perbuatan maksiat
walaupun hanya dengan sepatah kata maka orang tersebut dianggap ikut
melakukan kemaksiatan bersamanya”.19
Masalah yang menjadi kegagalan dalam dunia pendidikan hari ini adalah
kecenderungan manusia yang melihat pendidikan sebagai tujuan dunia semata,
seperti pekerjaan jabatan pangkat dan lain-lain, yang umumnya berorientasi
pada duniawi, yang berorientasi pada produksi dan konsumsi, sehingga
manusia kehilangan kesejahteraan batin. Meski demikian tak dapat dipungkiri
kalau tujuan pendidikan itu menyangkut tujuan hidup pendidikan
dikembangkan dalam konteks membantu perkembangan manusia dalam
memiliki kecakapan untuk bertahan hidup, melaksanakan tugas kehidupan
yang sering disebut dengan tujuan fungsional dan tujuan praktis yang meliputi
skill keterampilan dan kecakapan.
Para pemikir Islam lebih berorientasi pada aspek ideal tujuan ideal
hakikat batiniah yang bersifat ukhrawi ilahiyah, menurut Imam Al-Ghazali
disebut Insanul Kamil. Taqarrub menurut Sayyid Husein dan Sayyid Ali
Ashraf. Akhlak sempurna menurut Athiyah Al-Abrasyi. Belajar untuk
mendapatkan ridho Allah menurut Azwar Nafsi, yang secara umum bersifat
batiniah dan ukhrawi.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa tujuan pendidikan hendaknya hanya
untuk menjadi orang yang berilmu ikhlas karena Allah Swt. Tidak ada sesuatu
yang lebih layak dan lebih pantas dijadikan tujuan ketika menuntut ilmu
kecuali mencari ridha Allah Swt. Dengan ditujukan semata-mata karena Allah
Swt, maka ilmu yang akan diperoleh dapat bermanfaat.
19
Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, Surabaya: Darul Kitab al-Islami, tt, hal 3.
BAB V
HADIS TENTANG MATERI PENDIDIKAN ISLAM
ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ال :ب ْينَم ا نَ ْحن ِع ْن َد رس ِ ِ َع ْن ُع َم ِر بْ ِن الْ َخطَّ ِ
ول اهلل َ َُ ُ اب قَ َ َ َ
ابَ ،ش ِدي ُد َس َو ِاد َّ
الش ْع ِر ،اَل ات َي ْوٍمِ ،إ ْذ طَلَ َع َعلَْينَ ا َر ُج ٌل َش ِدي ُد َبيَ ِ
اض الثِّيَ ِ ذَ َ
ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه ِ ُي َرى َعلَْي ِه َأَث ُر َّ
س ِإلَى النَّبِ ِّي َ الس َف ِرَ ،واَل َي ْع ِرفُهُ منَّا َ
َأح ٌدَ ،حتَّى َجلَ َ
ض َع َك َّف ْي ِه َعلَى فَ ِخ َذيْ ِهَ ،وقَ َ
ال :يَا ُم َح َّم ُد َأس نَ َد ُر ْكبََت ْي ِه ِإلَى ُر ْكبََت ْي ِهَ ،و َو َ
َو َس لَّ َم ،فَ ْ
اهللَ ،و َماَل ِئ َكتِ ِهَ ،و ُكتُبِ ِهَ ،و ُر ُس لِ ِهَ ،والَْي ْوِم اآْل ِخ ِر،
الَ« :أ ْن ُت ْؤ ِمن بِ ِ
َ
اِإْل يم ِ
ان ،قَ َ َ
ال: ال :فََأ ْخبِرنِي َع ِن اِإْل ْحس ِ
ان ،قَ َ َ ْ ْت ،قَ َ
ص َدق َ َوتُْؤ ِم َن بِالْ َق َد ِر َخ ْي ِر ِه َو َش ِّر ِه» ،قَ َ
الَ :
ال :فَ َأ ْخبِ ْرنِي َع ِن ك َت َراهُ ،فَ ِإ ْن لَ ْم تَ ُك ْن َت َراهُ فَِإ نَّهُ َي َر َ
اك» ،قَ َ «َأ ْن َت ْعبُ َد اهللَ َكَأنَّ َ
Penjelasan Hadis
Setelah membaca hadis di atas dapat di ambil beberapa pelajaran
penting mengenai pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1) Dalam hadis di atas dinyatakan bahwa Jibril datang mengajarkan agama
kepada sahabat Nabi Muhammad Saw. Dalam proses ini, Jibril berfungsi
sebagai guru, Nabi Muhammad Saw sebagai narasumber, dan para sahabat
sebagai peserta didik.
2) Dalam proses pembelajaran, Jibril sebagai guru menggunakan metode
Tanya-jawab. Metode ini efektif untuk menarik minat dan memusatkan
perhatian para peserta didik.
3) Materi pengajaran agama Islam dalam hadis tersebut meliputi aspek-aspek
pokok dalam ajaran agama Islam, yaitu Akidah, Syariah (ibadah), dan
Akhlak (Tasawwuf). Ajaran Islam diajarkan secara integral, tidak secara
parsial.
ِإ َّن اهللَ اَل َي ْنظُ ُر:ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِ ُ ال رس
َ ول اهلل ُ َ َ َ ق:ال َ َ ق،َع ْن َأبِي ُه َر ْي َر َة
. َولَ ِك ْن َي ْنظُُر ِإلَى ُقلُوبِ ُك ْم َوَأ ْع َمالِ ُك ْم،ص َو ِر ُك ْم َو َْأم َوالِ ُك ْم
ُ ِإلَى
Artinya:
“Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya
Allah tidak memandang wajah dan harta kalian, akan tetapi Allah Swt
memandang hati dan amal kalian”. (H.R Muslim).22
Rasullullah Saw menegaskan dalam hadis ini bahwa Allah lebih
menghargai hati yang bersih dan amal sholeh daripada bentuk tubuk yang
cantik, gagah dan harta yang banyak. Keadaan hati seseorang sangat
21
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Maktabah Syamilah, juz 133, hal 495.
22
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 1987, no 2564.
menentukan semua kondisinya yang meliputi perkataan, sikap, dan
perbuatan. Rasulullah Saw memberikan motivasi yang sangat besar kepada
umatnya untuk berusaha membersihkan hati dari segala sifat yang buruk
sekaligus menghiasinya dengan sifat yang baik.
4. Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dan pendidikan total
yang mencoba mencapai tujuan untuk mengembangkan kebugaran jasmani,
mental, sosial, serta emosional bagi masyarakat dengan wahana aktivitas
jasmani. Diantara tujuan pendidikan jasmani adalah menjaga dan memelihara
kesehatan badan termasuk organ-organ pernapasan, peredaran darah dan
pencernaan, meliputi otot-otot dan urat saraf serta melatih kecekatan dan
ketangkasan.
a. Memanah
ُ َس ِم ْع:ول
ت ُ َي ُق، َأنَّهُ َس ِم َع عُ ْقبَ ةَ بْ َن َع ِام ٍر،َع ْن َأبِي َعلِ ٍّي ثُ َم َام ةَ بْ ِن ُش َف ٍّي
ِ "{و:ول ِ ِ ِ َ رس
َأع ُّدوا لَ ُه ْم َم ا َ ُ َي ُق،صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َو ُه َو َعلَى الْم ْنبَ ِر َ ول اهلل َُ
َ َأاَل ِإ َّن الْ ُق َّوة، َأاَل ِإ َّن الْ ُق َّوةَ ال َّر ْم ُي،]60 :اس تَطَ ْعتُ ْم ِم ْن ُق َّو ٍة} [األنف ال ْ
َّ َ َأاَل ِإ َّن الْ ُق َّوة،الر ْم ُي
." الر ْم ُي َّ
Artinya:
Dari Abi Ali Tsumamah bin Syufai, dia mendengar Uqbah bin Amir
berkata, “saya mendengar Rasulullah Saw bersabda ketika beliau sedang
berada atas mimbar, “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa
saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu
adalah memanah, Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah
memanah, Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah
memanah. (HR. Muslim).23
b. Berkuda dan Berenang
Sehubungan dengan olahraga berkuda, terdapat riwayat dari sebagai
berikut:
24
Al-Munawi, Faidh al-Qodir, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 327.
BAB VI
HADIS TENTANG METODE PENDIDIKAN ISLAM
ال
َ َول « ق ُ َي ُق-ول اللَّ ِه صلى اهلل عليه وسلم َ ت َر ُس ُ ال َس ِم ْع َ َك ق ٍ ِح َّد َثنَا َأنَس بْن مال
َُ ُ َ
يك َوالَ ُأبَالِى يَا َ ِك َعلَى َم ا َك ا َن ف َ َت ل ُ ك َما َد َع ْوتَنِى َو َر َج ْوتَنِى غَ َف ْر َ اللَّهُ يَا ابْ َن
َ َّآد َم ِإن
ك َوالَ ُأبَ الِى يَ ا ابْ َن َ َت ل ُ اس َتغْ َف ْرتَنِى غَ َف ْر ِ َّ ك عن ا َن
ْ الس َماء ثُ َّم َ َ َ ُت ذُنُوب ْ َآد َم لَ ْو َبلَغ
َ ابْ َن
ك بِ ُق َرابِ َه اَ ُض َخطَايَا ثُ َّم لَِقيتَنِى الَ تُ ْش ِر ُك بِى َش ْيًئا َألَت ْيت ِ اَألر
ْ اب ِ ك لَ ْو َأَت ْيتَنِى بِ ُقر
َ َ َّآد َم ِإن
َ
.) (رواه الترمذي.» ًَمغْ ِف َرة
Artinya:
Anas bin Malik menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar
Rasulullah Saw bersabda: “Allah berfirman: ”Wahai Bani Adam, sesungguhnya
jika engkau senantiasa berdoa dan berharap kepada–Ku niscaya Aku akan
mengampunimu semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak
Adam kalau seandainya dosamu setinggi langit, kemudian engkau memohon
ampun kepada– Ku, niscaya aku akan memberikan ampunan kepadamu dan Aku
tidak peduli. Wahai anak Adam seandainya engkau menghadap kepada–Ku
dengan membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau berjumpa dengan–Ku
dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu apapun, niscaya Aku akan
mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. At Tirmidzi, dan dia
berkata bahwa hadits ini hasan shahih).25
2. Metode Tanya Jawab
ص لى اهلل علي ه- ول اللَّ ِه ِ ال َب ْينَم ا نَ ْحن ِع ْن َد ر ُس ِ ََّح َّدثَنِى َأبِى عُ َم ر بْ ُن الْ َخط
َ ُ َ َ َاب ق ُ
َّ اب َش ِدي ُد َس َو ِاد
َالش َع ِر ال ِ َات َي ْوٍم ِإ ْذ طَلَ َع َعلَْينَ ا َر ُج ٌل َش ِدي ُد َبي
ِ َاض الثِّي َ َذ-وسلم
ص لى اهلل علي ه- س ِإلَى النَّبِ ِّى ِ َّ ُي َرى َعلَْي ِه َأَث ُر
َ الس َف ِر َوالَ َي ْع ِرفُ هُ منَّا
َ ََأح ٌد َحتَّى َجل
25
At-Tirmidzi, as-Sunan at-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, juz 6, hal 440, no 3540.
40
ال يَا ُم َح َّم ُد َأ ْخبِ ْرنِى َ َض َع َك َّف ْي ِه َعلَى فَ ِخ َذيْ ِه َوق َ َأسنَ َد ُر ْكبََت ْي ِه ِإلَى ُر ْكبََت ْي ِه َو َو
ْ َ ف-وسلم
َ « اِإل ْس الَ ُم َأ ْن تَ ْش َه َد َأ ْن ال-صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّ ِه ُ ال َر ُس َ َف َق.َع ِن اِإل ْسالَِم
َّ الص الَ َة َو ُت ْؤ تِى ِ ِ َّ ُ َأن مح َّم ًدا رس
ض ا َنَ وم َر َم َ ص ُ َالز َك ا َة َوت َ َّ يم َ ول الله َوتُق ُ َ َ ُ َّ ِإلَ هَ ِإالَّ اللَّهُ َو
.ُص ِّدقُه ِ َ َ ق.ْت
َ ُال َف َعج ْبنَا لَهُ يَ ْس َألُهُ َوي َ ص َدق َ ال َ َ ق.ًت ِإلَْي ِه َسبِيال َ استَطَ ْع ْ ت ِإن
ِ َ وتَح َّج الْب ْي
َ ُ َ
ِال « َأ ْن ت ِمن بِاللَّ ِه ومالِئ َكتِ ِه و ُكتبِ ِه ورس لِ ِه والْي وم َ َ ق.ان ِ ال فَ َأ ْخبِرنِى َع ِن اِإل يم َ َق
ْ َ َ َُُ ُ َ َ ََ َ ُ ْؤ َ ْ
ال
َ َ ق.ان ِ ال فََأ ْخبِرنِى َع ِن اِإل ْحس
َ ْ َ َ ق.ْت َ ص َدق َ ال َ َ ق.» اآلخ ِر َوتُْؤ ِم َن بِالْ َق َد ِر َخ ْي ِر ِه َو َش ِّر ِه
ِ
ال فَ َأ ْخبِ ْرنِى َع ِن َ َ ق.» اك َ ك َت َراهُ فَ ِإ ْن لَ ْم تَ ُك ْن َت َراهُ فَِإ نَّهُ َي َر َ َّ« َأ ْن َت ْعبُ َد اللَّهَ َكَأن
.ال فَ َأ ْخبِ ْرنِى َع ْن ََأم َارتِ َه ا َ َ ق.» الس اِئ ِل َّ ول َع ْن َه ا بِ َأ ْعلَ َم ِم َن ُ ال « َم ا ال َْم ْس ُئ َ َ ق.اع ِة
َ السَّ
الش ِاء َيتَطَ َاولُو َن فِى َّ اء َ ْح َف اةَ الْعُ َراةَ ال َْعالَ ةَ ِر َع
ُ اَألم ةُ َر َّبَت َه ا َوَأ ْن َت َرى ال
ِ
َ ال « َأ ْن تَل َد َ َق
.» الس اِئ ُل َّ ال لِى « يَ ا عُ َم ُر َأتَ ْد ِرى َم ِن َ َت َملِيًّا ثُ َّم ق
ُ ْال ثُ َّم انْطَلَ َق َفلَبِث َ َ ق.» ان ِ الْب ْني
َُ
(رواه.» ال « فَِإ نَّهُ ِج ْب ِري ُل َأتَ ا ُك ْم ُي َعلِّ ُم ُك ْم ِدينَ ُك ْم َ َ ق.ْت اللَّهُ َو َر ُس ولُهُ َأ ْعلَ ُم ُ ُقل
.)مسلم
Artinya:
“Dari Umar bin al-Khatthab berkata: pada suatu hari ketika kami berada
di dekat Rasulullah Saw, tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang
sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat padanya tanda-
tanda dalam perjalanan dan tidak seorang pun di antara kami yang
mengenalnya. Sampai ia duduk di dekat Nabi Muhammad Saw. lalu ia
menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua
tangannya di atas paha Nabi, lantas berkata, "Hai Muhammad! Beritahukan
kepada saya tentang Islam! Rasulullah Saw. Bersabda: Islam itu adalah
pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan
menunaikan haji bagi orang yang mampu. Lelaki itu berkata: Engkau benar.
Umar berkata, “kami tercengang melihatnya, ia bertanya dan ia pula yang
membenarkannya”. Selanjutnya laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan kepada
saya tentang iman! Rasulullah Saw. menjawab: Iman itu adalah keyakinan
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat dan
qadar baik dan buruk. Laki-laki itu berkata: Engkau benar. Selanjutnya, ia
berkata lagi: Beritahukan kepada saya tentang ihsan! Rasulullah Saw.
menjawab: Ihsan itu adalah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu
melihatnya. Jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka rasakanlah bahwa Dia
41
melihatmu. Lalu laki-laki tersebut bertanya lagi beritahukanlah aku tentang hari
kiamat! Nabi menjawab: Orang yang ditanya tentang itu tidak lebih mengetahui
dari si penanya sendiri. Orang tersebut bertanya lagi: beritahukanlah kepadaku
tentang tanda-tandanya. Nabi menjawab: Di antaranya jika seorang hamba
sahaya telah melahirkan tuannya (majikannya), dan jika engkau melihat orang
yang tadinya miskin, berbaju compang-camping, sebagai penggembala kambing
sudah menjadi mampu hingga berlomba-lomba dengan kemegahan bangunan.
Kemudian pergilah orang tadi. Aku diam tenang sejenak kemudian nabi bertanya
kepadaku: Wahai Umar tahukah engkau siapakah yang datang tadi? Aku
menjawab Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui. Nabi bersabda: dia itu adalah
malaikat jibril yang datang kepadamu untuk mengajarkan tentang agamamu”.
(H.R. Muslim).26
3. Metode Demontrasi
َوب َع ْن َأبِى قِالَبَ ة ُ ُّال َح َّد َثنَا َأي ِ ال َح َّد َثنَا َع ْب ُد ال َْوه
َ ََّاب ق َ ََح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن ال ُْم َثنَّى ق
، َونَ ْح ُن َش بَبَةٌ ُمَت َق ا ِربُو َن- صلى اهلل عليه وسلم- ك َأَت ْينَا ِإلَى النَّبِ ِّى ٌ ِال َح َّد َثنَا َمالَ َق
- ص لى اهلل علي ه وس لم- ول اللَّ ِه ِ ِ
ُ َو َك ا َن َر ُس، ًين َي ْو ًم ا َولَْيلَ ة َ فََأقَ ْمنَ ا ع ْن َدهُ ع ْش ِر
ْ اش َت َه ْينَا َْأهلَنَ ا َْأو قَ ِد
اش َت ْقنَا َس َألَنَا َع َّم ْن َت َر ْكنَ ا َب ْع َدنَا ْ َفلَ َّما ظَ َّن َأنَّا قَ ِد، يما َرفِي ًق ا ِ
ً َرح
ِ ِال « ار ِجع وا ِإلَى َْأهلِي ُكم فَ َأق
َوذَ َك َر- وه ْم ُ وه ْم َو ُم ُر ُ يموا في ِه ْم َو َعلِّ ُم
ُ ْ ُ ْ َ َفََأ ْخَب ْرنَ اهُ ق
ِ ضر ِ
ُالص الَةَّ ت ِإ
َ َ فَ َذا َح، ُأصلِّى َ صلُّوا َك َما َر َْأيتُ ُمونى َ َو- َأح َفظُ َها ْ ََأح َفظُ َها َْأو ال ْ اء َ ََأ ْشي
.)(رواه البخاري. » َأح ُد ُك ْم َولَْيُؤ َّم ُك ْم َأ ْكَب ُر ُك ْم َ َفل ُْيَؤ ذِّ ْن لَ ُك ْم
Artinya:
Muhammad bin Muşanna menceritakan kepadaku, dia berkata Abdul Wahhâb
menceritakan kepadaku, dia berkata, Ayyub dari Abi Qilabah berkata bahwa Malik
telah menceritakan kepadaku: Kami mendatangi Rasulullah Saw. dan kami pemuda
yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama 20 hari. Rasulullah Saw adalah
seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami
ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakan tentang orang-orang
yang kami tinggalkan, kemudian kami mengabarinya. Beliau bersabda; kembalilah
kepada keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah
mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hafal dan yang saya tidak hafal.
Dan shalatlah sebagaimana kalian melihat aku salat. Apabila telah datang waktu
26
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, juz 1, hal 36, no 8.
42
shalat, maka adzanlah salah satu diantara kalian dan yang usianya paling tua,
majulah sebagai imam. (H.R al-Bukhari).27
4. Metode Eksperimen
اء َر ُج ٌل ِإلَى عُ َم َر بْ ِن َ َج:ال َ َ ق، َع ْن َأبِي ِه،يد بْ ِن َع ْب ِد ال َّر ْح َم ِن بْ ِن َْأب َزى ِ َعن س ِع
َ ْ
اس ٍر لِعُ َم َر بْ ِن ِ ال َع َّمار بن ي
َ ُ ْ ُ َ َف َق،اء َ الم َ ب ِ ُأص ِ ت َفلَم
ْ ُ َأجنَْب ْ ِإنِّي:ال َ َف َق،اب ِ َّال َخط
َو ََّأما َأنَ ا،ص ِّل َ ُت َفلَ ْم ت َ ْ ََأم ا تَ ْذ ُك ُر َأنَّا ُكنَّا فِي َس َف ٍر َأنَ ا َوَأن:اب
َ ْ فَ ََّأما َأن،ت ِ َّال َخط
ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َ َف َق،ت لِلنَّبِ ِّي صلّى اهلل عليه وسلم
َ ال النَّبِ ُّي ُ فَ َذ َك ْر،ت ُ صلَّْي
َ َت فُ َفتَ َم َّع ْك
ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم بِ َك َّف ْي ِهَ ب النَّبِ ُّي َ ض َر
َ َك َه َك َذا» ف َ «ِإنَّ َم ا َك ا َن يَ ْك ِفي:َو َس لَّ َم
.) (رواه البخاري.س َح بِ ِه َما َو ْج َههُ َو َك َّف ْي ِه ِ
َ ثُ َّم َم، َو َن َف َخ في ِه َما،ضَ اَألر
ْ
Artinya:
Diriwayatkan dari Said bin Abdurrahman bin Abza dari ayahnya, ia berkata:
Seorang mendatangi Umar bin Khathtab dan berkata: Aku junub dan tidak
menemukan air. Maka Ammar bin Yasir berkata kepada Umar bin khathtab,
“Apakah anda tidak ingat ketika kita dalam suatu perjalanan (saya dan engkau),
maka engkau tidak shalat, adapun aku berguling-guling di tanah kemudian shalat,
kemudian aku menyebutkan hal itu kepada Nabi Saw. Maka beliau SAW berkata:
Hanya saja cukup bagimu begini, lalu Nabi Saw memukul tanah dengan kedua
telapak tangannya dan meniupnya, kemudian mengusap muka dan kedua
tangannya dengan keduanya (H.R al-Bukhari).28
5. Metode Amtsal/Perumpamaan
27
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 1, hal 129, no 613.
28
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 1, hal 75, no 338.
43
َّ " ََأر َْأيتُ ْم لَ ْو:ول
َأن ُ ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق ِ َ َأنَّهُ س ِمع رس،ََعن َأبِي هري رة
َ ول اللَّه َُ َ َ َ ْ َُ ْ
" ك ُي ْب ِقي ِم ْن َد َرنِ ِه ٍ
َ ِ ذَل:ولُ َم ا َت ُق،س ا ِِ ِ
ً َأح د ُك ْم َيغْتَس ُل في ه ُك َّل َي ْوم َخ ْم
ِ اب
َ ِ ََن َه ًرا بِب
يَ ْم ُح و اللَّهُ بِ ِه،س ِ الص لَو
ِ ات ال َخ ْم ِ َ ِ «فَ َذل:ال َ َ ق، الَ ُي ْب ِقي ِم ْن َد َرنِ ِه َش ْيًئا:قَ الُوا
َ َّ ك مثْ ُل
29
»ال َخطَايَا
Artinya:
Dari Abu Hurairah, dia mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Tahukah kalian,
seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia
mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya
walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun
kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu,
dengannya Allah Swt menghapuskan dosa.” (H.R al-Bukhari dan Muslim)
6. Metode Tikror/Pengulangan
ِ اش َعن َأبِى ح
ص ي ٍن َع ْن َأبِى ِ
َ ْ ٍ َّف َأ ْخَب َرنَ ا َأبُ و بَ ْك ٍر ُه َو ابْ ُن َعي ُ َُح َّدثَنى يَ ْحيَى بْ ُن ي
َ وس
ال لِلنَّبِ ِّى ص لى اهلل علي ه وس لم َّ ص الِ ٍح َع ْن َأبِى ُه َر ْي َر َة رض ى اهلل عن ه
َ ََأن َر ُجالً ق َ
30
.» بْ ض َ َ ق،َّد ِم َر ًارا
َ ال « الَ َت ْغ َ َف َرد.» ب ْ ض َ َ ق.صنِى
َ ال « الَ َت ْغ ِ َأو
ْ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang yang berkata kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ”Berilah aku nasihat.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: ”Janganlah engkau marah.” Diapun mengulanginya beberapa kali,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Janganlah engkau marah.” (HR. Al
Bukhari)
BAB VII
Hadis Tentang Media Pendidikan Islam
29
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 1, hal 112, no 528. Muslim, Shahih Muslim,
Maktabah Syamilah, juz 1, hal 426, no 667.
30
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 8, hal 28, no 6116.
44
Abdullah bin Abdul Wahab telah menceritakan kepadaku, ia berkata: Abdul Aziz
bin Abi Hazim telah menceritakan kepadaku, ia berkata: Bapakku telah
menceritakan kepadaku, ia berkata: saya mendengar Sahl bin Sa’ad dari Nabi Saw
bersabda: “Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam surga seperti
ini.” Beliau berkata sambil mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari
tengahnya.” (H.R al-Bukhari).31
Penjelasan Hadis
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis
B. Macam-macam Media
1. Media Manusia
Rasulullah Saw merupakan panutan kita dalam segala bidang, termasuk
dalam pendidikan atau pembelajaran. Dalam proses pembelajaran dengan para
sahabat, Rasulullah Saw menjadikan pribadinya sebagai media. Melalui ucapan,
sifat, dan perilaku beliau para sahabat dapat memahami ajaran Islam dan
mampu pula mengamalkannya dengan baik. Dalam hal ini Rasulullah Saw
mengajukan pertanyaan kepada sahabat dan ketika diperlukan beliau
menggunakan organ tubuhnya sebagai media. Berdasarkan beberapa hadis yang
31
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz 8, hal 9, no 6005.
45
dijelaskan Rasulullah Saw. Maka media-media manusia dalam pengajaran dapat
dikemukakan sebagai berikut:
ِ َ َ ق،ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِ َ َأن رس
»س؟ ُ «َأتَ ْد ُرو َن َم ا ال ُْم ْفل:ال َ ول اهلل ُ َ َّ ،ََع ْن َأبِي ُه َرْي َرة
س ِم ْن َُّأمتِي يَ ْأتِي ِ َّ َف َق َ ِإ،اع
َ « ن ال ُْم ْفل:ال َ َس فِينَ ا َم ْن اَل ِد ْرَه َم لَ هُ َواَل َمت ِ
ُ ال ُْم ْفل:قَ الُوا
الَ َوَأ َك َل َم،ف َه َذا َ َوقَ َذ، َويَْأتِي قَ ْد َش تَ َم َه َذا، َوَزَك ٍاة،ص يَ ٍام ِ و،ي وم ال ِْقيام ِة بِص اَل ٍة
َ َ َ َ ََْ
،س نَاتِِه ِ ِِ َفيعطَى ه َذا ِمن ح،ض رب ه َذا
َ َو َه َذا م ْن َح،س نَاته َ َ ْ َ ُْ َ َ َ َ َو،ك َد َم َه َذا َ َو َس َف،َه َذا
ثُ َّم،ت َعلَْي ِهْ اه ْم فَطُ ِر َح ِ ِ ِ َ س نَاتُهُ َق ْب َل َأ ْن ُي ْق ْ َفَ ِإ ْن فَنِي
ُ َض ى َم ا َعلَْي ه ُأخ َذ م ْن َخطَاي َ ت َح
.»ِح فِي النَّا ِر َ طُر
Artinya:
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Tahukah kalian
apa yang dimaksud dengan al-muflis (bangkrut) ?” Sahabat menjawab, “Al-
muflis dikalangan kami orang yang tidak memiliki uang dan harta benda.”
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya al-muflis dikalangan umatku adalah
orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, puasa, dan
zakat. Selain itu, ia juga memfitnah, menuduh (berbuat maksiat), memakan
harta orang lain (dengan cara tidak halal), menumpahkan darah, dan memukul
orang lain. Lalu masing-masing kesalahan itu ditebus dengan kebaikan
(pahala)nya. Setelah kebaikan (pahala)nya habis sebelum kesalahannya
terselesaikan, maka dosa orang didzaliminya itu dilemparkan (diberikan)
kepadanya, kemudian ia dilemparkan kedalam neraka”. (HR. Muslim dan At-
Tirmidzi).32
Rasulullah Saw dalam hadis tersebut lihat memfungsikan dirinya sebagai
mediator, Beliau ajukan pertanyaan kepada para sahabatnya. Beliau dengarkan
jawaban mereka, kemudian beliau menjelaskan inti masalah yang sedang
dibicarakan sehingga tidak ada lagi tanda tanya dalam fikiran para sahabat,
melalui beliau peserta didik mendapat informasi. Dengan demikian beliau
adalah media pembelajaran.
Hadis di atas menginformasikan bahwa media yang diterapkan Nabi agar
ajaran Agamanya dapat diterima dengan mudah oleh umatnya, antara lain dapat
dilihat dengan melalui media perbuatan Nabi sendiri, di mana beliau
memberikan contoh langsung yang dikenal dengan istilah uswah hasanah
(contoh teladan yang baik).
32
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 1997, no 2581. At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi,
Maktabah Syamilah, juz 4, hal 191, no 2418.
46
2. Media Hidung, Kedua Telapak Tangan, Kedua Lutut dan Ujung Jari Dari
Kedua Kaki
Dalam mendidik dan mengajar, anggota tubuh pendidik dapat menjadi
media agar perhatian peserta didik terpusat dan dapat memahami pelajaran
dengan mudah. Sehubungan dengan metode ini, terdapat hadis terdapat hadis
antara lain:
ِ ِ َعن َأب،س ِ ِ َ َ ق،َأس ٍد
َع ِن،يه ْ ٍ َع ْن َع ْب د اللَّه بْ ِن طَ ُاو،ب ٌ َح َّد َثنَا ُو َه ْي:ال َ َح َّد َثنَا ُم َعلَّى بْ ُن
ِ :ال النَّبِ ُّي ص لَّى اهلل علَي ِه وس لَّم َ َ ق،ض َي اللَّهُ َع ْن ُه َم ا ِ اس ر
ت َأ ْن ُ «ُأم ْر َ ََ َْ ُ َ َ َ ق:ال َ ٍ َّابْ ِن َعب
،َأش َار بِيَ ِد ِه َعلَى َأنِْف ِه َواليَ َديْ ِن َوال ُّرْكبََت ْي ِن
َ َو،الج ْب َه ِة ِ
َ َأس ُج َد َعلَى َس ْب َعة َأ ْعظُ ٍم َعلَى ْ
َّ اب َو
.»الش َع َر ِ وَأطْر
َ اف ال َق َد َم ْي ِن َوالَ نَ ْك ِف
َ َت الثِّي َ َ
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Mu'alla bin Asad berkata, telah
menceritakan kepada kami Wuhaib dari 'Abdullah bin Thawus dari Bapaknya
dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata, "Nabi saw bersabda: "Aku diperintahkan untuk
melaksanakan sujud dengan tujuh tulang (anggota sujud); kening -beliau lantas
memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung- kedua telapak tangan,
kedua lutut dan ujung jari dari kedua kaki dan tidak boleh menahan rambut
atau pakaian (sehingga menghalangi anggota sujud)." (HR. Bukhari).33
Dalam hadis ini, Rasulullah saw menyebutkan anggota-anggota tubuh
yang harus menyentuh lantai ketika bersujud dalam shalat. Anggota-anggota
tubuh itu adalah kening (jidad), kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung
jari kedua kaki. Ketika menyebutkan kening, beliau menunjuk hidung sebagai
penekan bahwa hidung itu juga harus menyentuh lantai. Dalam hal ini beliau
telah menggunakan media hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan
ujung jari kedua kaki dalam pembelajaran terhadap para sahabatnya.
3. Media Jari
، َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن عَُب ْي ٍد ُه َو الطَّنَافِ ِس ُّي:ال َ َ ق،اس ِط ُّي ِ ح َّد َثنَا مح َّم ُد بن وِزي ٍر الو
َ َ ُْ َ ُ َ
ِ َعن َأبِي ب ْك ِر بْ ِن ُعب ْي ِد،اس بِ ُّي
ِ َاهلل بْ ِن َأن ِ الر
َّ الع ِزي ِز ِ
س َ َ ْ َ َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن َع ْب د:الَ َق
َ َم ْن َع:ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم
ال ِ ُ ال رس ٍ َ َع ْن َأن،ك ٍ ِبْ ِن مال
َ ول اهلل ُ َ َ َ ق:ال َ َس ق َ
.ُأص ُب َع ْي ِه
ْ ِ َوَأ َش َار ب،الجنَّةَ َك َهاَت ْي ِن
َ ْت َأنَا َو ُه َوُ َجا ِرَيَت ْي ِن َد َخل
Artinya:
33
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz 1, hal 162, no 812.
47
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Wazir Al-Wasithi, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid Ath-Thanafisi, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Aziz Ar-Rasibi dari Abu Bakr
bin Ubaidullah bin Anas bin Malik dari Anas ia berkata; Rasulullah Saw
bersabda: "Barangsiapa yang memelihara dua orang anak wanita, maka aku
dan ia akan masuk ke dalam surga seperti kedua (jari) ini." Beliau sambil
memberi isyarat dengan kedua jari telunjuknya”. (HR. At-Tirmidzi).34
4. Media Lidah
5. Media tangan
َع ِن ابْ ِن،َ َع ْن ِع ْك ِرَم ة، َح َّد َثنَا َخالِ ٌد، َح َّد َثنَا َع ْب ُد اَأل ْعلَى،الم َثنَّى
ُ َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن
ت َب ْع َد
ُ َرَم ْي:الَ ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َف َق قَ َ ِئ،ضي اللَّهُ َع ْن ُهما
َ ُس َل النَّبِ ُّي:ال َ
ِ ٍ ََّعب
َ اس َر
.» «الَ َح َر َج:ال َ َ ق،ت َق ْب َل َأ ْن َأنْ َح َر
ُ َحلَ ْق:ال َ َ ق،» «الَ َح َر َج:ال
َ ت َف َق ُ س ْي
َ َما َْأم
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah
menceritakan kepada kami 'Abdul A'laa telah menceritakan kepada kami
34
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, juz 3, hal 383, no 1914.
35
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 185, no 2410.
48
Khalid dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas ra berkata: "Nabi saw ditanya, kata
orang itu: "Aku melempar jumrah setelah sore". Beliau bersabda: "Tidak
dosa". Orang itu berkata, lagi: "Aku mencukur rambut sebelum menyembelih
hewan qurban". Beliau bersabda: "Tidak dosa". (HR. Bukhari).36
Hadis ini menginformasikan bahwa Nabi saw ditanya tentang dua hal
sehubungan dengan pelaksanaan ibadah haji, yaitu tentang menyembelih
hewan sebelum melontar jumrah dan mencukur rambut sebelum menyembelih,
kedua pertanyaan itu secara berurutan dijawab oleh Rasulullah saw dengan
menggunakan isyarat tangan yang berarti ―tidak apa- apa atautidak
salah‖. Di sini beliau menggunakan tangan sebagai media pembelajaran.
6. Media Bukan Manusia
a.) Media Langit dan Bumi
Langit dan Bumi merupakan dua komponen besar di alam ini. Keduanya
dapat disaksikan oleh manusia. Oleh karena itu, keduanya dijadikan media
pembelajaran oleh Rasulullah saw. Rasulullsh saw membangkitkan
semangat jihad para sahabat dengan bangkit, berdiri dan mengajak mereka
untuk ke surga. Untuk menggambarkan surga, beliau menggunakan langit
dan bumi sebagai media. Apa yang beliau gambarkan ini sesuai dengan apa
yang ditegaskan Allah swt dalam al-Qur‘an surah Ali Imran: 133
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali-
imran :11)
36
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz 2, hal 173, no 1723.
49
disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat
gerhana keduanya, maka berdo'alah kepada Allah dan dirikan shalat
hingga (matahari) kembali nampak.” (HR. Bukhari)[9]
Informasi yang terkandung dalam hadis di atas adalah:
a. Telah terjadi gerhana matahari pada saat kematian Ibrahim, putra
Rasulullah saw.
b. Sahabat menduga bahwa gerhana itu terjadi karena kematian Ibrahim.
c. Rasulullah saw menegaskan bahwa gerhana matahari dan bulan
merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.
d. Peristiwa gerhana itu tidak ada hubungannya dengan kematian atau
kelahiran seseorang.
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa Rasulullah saw menegaskan bahwa
peristiwa gerhana matahari dan bulan itu merupakan tanda-tanda kebesaran
Allah, yang dikirimkannya untuk menakut-nakuti manusia. Tepat pada
waktu terjadinya peristiwa gerhana matahari, beliau menjadikannya sebagai
media untuk menanamkan keimanan kepada para sahabat sekaligus
membersihkan akidah mereka dari unsur-unsur khurafat.
c.) Mimbar
50
bersabda: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku berbuat seperti
tadi agar kalian mengikuti dan agar kalian dapat mengambil pelajaran
tentang tata cara shalatku." (HR. Bukhari)[10]
51
BAB VIII
HADIS TENTANG PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Penjelasan Hadis
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis
يب َح َّدثَنَا اص ٍم َح َّدثَنَا ابْن ُج ريْ ٍج ح َح َّدثَنَا حَيْ بْن َحبِ ٍ ح َّدثَنَا ابن بشَّا ٍر ح َّدثَنَا َأبو ع ِ
ىَي ُ ُ َ ُ َ ُْ َ َ َ
َأن َع ْم َرو بْ َن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َأخَب َرىِن َع ْم ُرو بْ ُن َأىِب ُس ْفيَا َن َّ
َر ْو ٌح َع ِن ابْ ِن ُج َريْ ٍج قَ َال ْ
ول اللَّ ِه -صلى اهلل َأن ص ْفوا َن بن ُأميَّةَ بعثَه ِإىَل رس ِ
َأخَبَرهُ َع ْن َكلَ َد َة بْ ِن َحْنبَ ٍل َّ َ َ ْ َ َ َ َ ُ َ ُ ص ْف َوا َن ْ َ
َأعلَى َم َّكةَ يس َ -والنَّىِب ُّ -صلى اهلل عليه وسلم -بِ ْ عليه وسلم -بِلَنَب ٍ و ِج َداي ٍة و َ ِ
ض غَاب َ َ َ َ
َأس لَ َم ِ
ال « ْارج ْع َف ُق ِل َّ ُأس لِّ ْم َف َق َ
الس الَ ُم َعلَْي ُك ْم »َ .وذَ َاك َب ْع َد َم ا ْ ت َومَلْ َ -فَ َد َخ ْل ُ
هِب
َأخَب َرىِن ابْ ُن َ
ص ْف َوا َن َ َذا َأمْج َ َع َع ْن َكلَ َد َة بْ ِن َحْنبَ ٍل َومَلْ ص ْف َوا ُن بْ ُن َُأميَّةَ .قَ َال َع ْم ٌرو َو ْ َ
ص ْف َوا َن َومَلْ َي ُق ْل مَسِ ْعتُهُ ِم ْن ال حَيْ بْن َحبِ ٍ
يب َُأميَّةُ بْ ُن َ ال َأبُو َد ُاو َد قَ َ ىَي ُ َي ُق ْل مَسِ ْعتُهُ ِمْن هُ .قَ َ
ِ ِ
َأخَب َرهُ َّ
َأن َكلَ َد َة بْ َن ص ْف َوا َن ْ ض ا َع ْم ُرو بْ ُن َعْب د اللَّه بْ ِن ََكلَ َد َة بْ ِن َحْنبَ ٍل َوقَ َال حَيْىَي َأيْ ً
َأخَبَرهُ( .رواه أبو داود والرتمذي) احْلَْنبَ ِل ْ
2. Pendekatan Pembiasaan
حدثنا حممد بن عبداهلل بن منري حدثنا أيب حدثنا زكرياء عن الشعيب عن النعمان بن
بشري قال :قال رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم مثل املؤمنني يف توادهم وترامحهم
وتعاطفهم مثل اجلسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر اجلسد بالسهر واحلمى.
(رواه مسلم).
4. Pendekatan Fungsional
ال عُثْ َم ا ُن َ -ح َّد َثنَا َأبُو بَ ْك ٍر َوعُثْ َم ا ُن ْابنَ ا َأىِب َش ْيبَةَ -الْ َم ْعىَن قَاالَ َح َّد َثنَا َأبُو ُم َعا ِويَةَ قَ َ
اَألع َم ِ ِ ى ح وح َّدثَنَا و ِ و َج ِرير َّ ِ
ش َع ْن َأىِب َأس بَا ٌط َع ِن ْ اَألعلَى َح َّدثَنَا ْ اص ُل بْ ُن َعْب د ْ الراز ُّ َ َ َ َ ٌ
ِ ِ ص الِ ٍح َ -وقَ َ
ص ال ٍح مُثَّ َّات َف ُق وا َع ْن َأىِب ُهَر ْي َرةَ َع ِن النَّىِب ِّ ت َع ْن َأىِب َ ال ُح ِّدثْ ُ ال َواص ٌل قَ َ َ
َّس اللَّهُ َعْنهُ َّس َع ْن ُم ْسلِ ٍم ُك ْربَةً ِم ْن ُكَر ِب ُّ
الد ْنيَا َنف َ ال « َم ْن َنف َ صلى اهلل عليه وسلم قَ َ
اآلخ َر ِة الد ْنيا و ِ ُكربَةً ِم ْن ُك ر ِب َي وِم الْ ِقيَ َام ِة و َم ْن يَ َّس ر َعلَى ُم ْع ِس ٍر يَ َّس ر اللَّهُ َعلَْي ِه ىِف
ُّ َ َ َ َ َ َ ْ ْ
ِ
اآلخ َر ِة َواللَّهُ ىِف َع ْو ِن الْ َعْب د َم ا َك ا َن الد ْنيا و ِ ِ
و َم ْن س َتر َعلَى ُمس ل ٍم س َتر اللَّهُ َعلَْي ِه ىِف
ُّ َ َ ْ َ َ َ َ َ
ال َأبُ و َد ُاو َد مَلْ يَ ْذ ُك ْر عُثْ َم ا ُن َع ْن َأىِب ُم َعا ِويَ ةَ « َو َم ْن يَ َّس َر َأخي ِه » .قَ َ الْعب ُد ىِف ع و ِن ِ
َْ َْ
َعلَى ُم ْع ِس ٍر »( .رواه أبو داود)
Pengertian Pendekatan
Ramayulis (2006: )169 mengatakan pendekatan merupakan
terjemahan dari kata ―approach‖ dalam bahasa inggris, diartikan
dengan come near (menghampiri) go to (jalan ke) dan way path dengan
(arti jalan) dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa approach adalah
cara menghampiri atau mendatangi sesuatu. HM. Chabib Thaha,
mendefinisikan pendekatan adalah cara pemerosesan subjek atas objek
untuk mencapai tujuan. Pendekatan juga berarti cara pandang terhadap
sebuah objek persoalan, dimana cara pandang tersebut adalah cara
pandang dalam kontek yang lebih luas.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pendekatan adalah 1).
Proses perbuatan, cara mendekati 2). Usaha dalam rangka aktifitas
53
penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti,
metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah
penelitian. ―Dalam bahasa Ingggris, pendekatan diistilahkan
―approach dalam bahasa Arab disebut dengan madkhaL
1. Pendekatan Pengalaman
Pendekatan pengalaman merupakan pemberian pengalaman
keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai
keagamaan. Dengan ini peserta didik diberi kesempatan untuk
mendapatkan pengalaman keagamaan, baik secara ikdividu maupun
kelompok. Sehubungan dengan ini ditemukan hadist antara lain
sebagai berikut:
Kaladahbin hanbal meriwayatkan bahwa ia diutus oleh
shafwan bin umayyah kepada Rosululloh membawa susu,, anak
kijang, dan ketimun kecil. Sementara itu nabi sedang berada di
ketinggian mekah. Ia berkata,”Aku masuk tanpa mengucapkan salam
terlebih dahulu.” Lalu beliau bersabda, “keluar dulu,lalu ucapkan
salam.”(H.R. Abu Dawud dan At- Tirmidzi).
Dalam hadist ini, Rasululloh tidak memarahi Kaladah lantaran
tidak mengucapkan salam. Akan tetapi beliau mengharapkan kaladah
menjalankanya secara praktis (mengalami sendiri) dan diaplikasikan
setiap masuk rumah sebagai salah stu etika kesopanan. Tidak
diragukan lagi belajar dengan metode seperti ini memberikan nilai
lebih banyak dan kesan yang lebihdalam dari pada sekedar nasihat dan
arahan teoritis yang tidak dibarengi dengan latihan praktis. Dengan
demikian Rosululloh telah menggunakan pendekatan pengalaman
dengan mengajarkan nilai-nilai akhlak kepada para sahabat.
Pendidik islam seharusnya menggunakan metode pendekatan ini
sebagai pelajaran didalam ibadah, guru akan mengalami kesulitan
ketika tidak melakukan pendekatan ini. Peserta didik harus
mengalami sendiri ibadah itu dengan bimbingan gurunya. Belajar dari
pengalaman jauh lebih baik dari pada sekedar berbicara, tidak berbuat
sama sekali. Pengalaman disini adalah pengalaman yang bersifat
mendidik. Memberikan pengalaman yang edukatif yang kemudian
diarahkan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.[3]
Contoh lain didalam pengalaman keagamaan baik individu
54
maupun kelompok, adalah ketika bulan ramadhan tiba, semua kaum
muslimin diwajibkan melaksanakan puasa, dimalamnya ada kegiatan
shalat terawih yang biasanya dilanjutkan dengan ceramah agama yang
disampaikan oleh Da‘i dan peserta didik biasanya tidak ketinggalan
untuk mendengarkan ceramah tersebut. Disinilah peserta didik bisa
diberikan tugas dari guru untuk menyerahkan laporan tertulis yang
sudah ditanda tangani oleh penceramah.
2. Pendekatan Pembiasaan
Pendekatan pembiasaan, yaitu memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari. Setelah terbiasa, peserta didik akan
merasa mudah untuk, mengerjakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Sehubungan dengan ini, terdapat hadist antara lain sebagai berikut.
Dari „Amru bin Syu‟aib dari bapaknya dan kakeknya,
Rosululloh bersabda.”suruhlah anakmu mendirikan shalat ketika
berumur tujuh tahun dan pukulah mereka karena meninggalkanya
ketika ia berumur sepuluh tahun. (pada saat itu), pisahkanlah tempat
tidur mereka,,,” (H.R Abu Dawud)
Hadist ini menginformasikan bahwa (1) orang tua harus
menyuruh anak mendirikan shalat sejak umur tujuh tahun; (2)setelah
berumur sepuluh tahun-dan ternyata meninggalkan shalat maka orang
tua boleh memukulnya; dan (3) pada usia sepuluh tahun juga, tempat
tidur anak harus dipidahkan antara laki-laki dan perempuan.
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-
kebiasaan baru atau perbaikan kebiasan-kebiasaan yang telah ada.
Belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri teladan, dan
pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran,
tujuanya adalah agar siswa memperoleh sikap, kebiasaan, dan
perbuatan baru yang lebih tepat.
Dari segi hukum, anak yang berusia tujuh tahun belum termasuk
mukallaf. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Rosul menyuruh
anak usia tujuh tahun mendirikan shalat dengan maksud
membiasakan mereka agar setelah mukallaf nanti, anak tidak mersasa
keberatan untuk melaksanakannya. Orang tua diperintahkan
55
mendidik anak mendirikan shalat, setelah berusia tujuh tahun, hal itu
untuk mempermudah proses pendidikan.
3. pendekatan emosional
Pendekatan emosional adalah usaha untuk menggugah perasaan
dan emosi peserta didik dalam memahami dan menghayati ajaran
agama agar perasaanya bertambah kuat terhadap Allah sekaligus
dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sesuai
dengan ditemukannya hadist berikut:
Nu‟man bin Basyir meriwayatkan bahwa Rosululloh
bersabda, “Perumpamaan sikap saling mencintai, menyayangi, dan
mengasihi diantara orang yang beriman itu seperti anggota tubuh.
Jika salah satu anggota tubuh mengeluh sakit, maka seluruh anggota
tubuh akan merasakannya sampai tidak menidurkan diri dan selalu
merintih.” (H.R Muslim).
As-Suyuti menjelaskan bahwa yang dimasksud dengan kata
tadaa’aa dalam hadis diatas adalah sebagian anggota memanggil
yang lainya karena sama-sama merasakan sakit. Kata as-sahar
berarti karena rasa sakit seseorang tidak dapat tidur. Kata al-hummaa
berarti merintih karena sakit dan tidak dapat tidur. Menurut Al-Qodhi
Iyadh, penyamaan orang yang beriman dengan satu tubuh merupakan
penyamaan yang tepat karena mendekatkan dan memjelaskan
pengertian. Didalamya terdapat ajaran yang menghargai hak-hak
orang islam dan memotivasi agar saling menolong dan saling
mencintai.[5]
4. Pendekatan Rasional
Pendekatan rasional adalah usaha memberikan peranan kepada
rasio atau akal dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran
agama kemudian mencoba menggali hikmah dan fungsi ajaran agama.
Sehingga seseorang dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang salah.
Sehubungan ini terdapat hadis sebagai berikut.
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rosululloh
bersabda.”sesungguhnya diantara pohon-pohon ada pohon yang
tidak gugur daunya dan itu bagaikan muslim. Katakanlah kepadaku
apa nama pohon tersebut.”semua orang mulai berfikir tentang pohon
56
yang tumbuh dipadang pasir dan saya berfikir bahwa itu adalah
pohon kurma. Namun saya merasa malu (untuk menjawabnya).
Ssementara itu ada yang berkata,” wahai Rosululloh, beritahukan
kepada kami pohon apa itu.” Lalu Rosululloh menjawab,” pohon itu
adalah pohon kurma.” (H.R BUKHARI)
Menurut Ibnu Hajar, penyamaan pohon kurma dengan orang
muslim adalah sama-sama mendapatkan keberkahan. Keberkahan
kurma terdapat pada setiap bagianya, mulai dari muncul buahnya
sampai dikeringkan dan dapat dimakan. Selain itu, setiap bagian
pohon dapat dimanfaatkan. Bijinya dapat digunakan sebagai makanan
ternak, dan tangkai buahnya dapat dijadikan sebagai tali. Begitu pula
dengan berkah seorang muslim hingga lahir sampai akhir hayatnya
bermanfaat bagi diri dan orang lain. Dalam hadist ini, Rosululloh
melontarkan pertanyaan kepada para sahabat supaya cara berfikirnya
terarah, dengan mengajukan pertanyaan mengenai persoalan tertentu
untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan. Ketika
mereka mencoba memberi jawaban atas pertanyaan itu, Rosululloh
kemudian memberikan jawaban yang tepat dan benar sebagai
tambahan wawasan mereka. Muhammad Ustman Najati, mengajukan
pertanyaan, diskusi, dan dialog dapat membantu mengarahkan proses
berfikir dan belajar dengan cepat. Allah memerintahkan kita untuk
meminta petunjuk kepada para ahli dan bertanya kepada mereka
untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Firman Allah :
Artinya : maka tanyakanlah olehmu kepada orang yang berilmu, jika
kamu tiada mengetahui. (QS. Al-An biya(21): 7)[6]
5. Pendekatan Fungsional
Pendekatan fungsional, yaitu penyajian materi ajaran agama islam dengan
penekanan segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari
sesuai tingkat perkembangan mereka. Pembelajaran dan melakukan bimbingan
shalat misalnya, diharapkan berguna bagi kehidupan seseorang, baik dalam
kehidupan individu maupun sosial. Ditemukan hadis sebagai berikut:
Dari Abu hurairah, Nabi bersabda,”barang siapa yang melapangkan seorang
muslim dari suatu kesempitan dunia niscya Allah akan melapangkan dari suatu
kesulitan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan seorang muslim dari satu
57
kesulitan dunia niscaya Allah akan memudahkan didunia dan akhirat. Siapa
yang menutup aib seorang muslim di dunia, niscaya alloh menutup aibnya di
dunia dan akhirat. Allah menolong hambanya selama hamba itu menolong
saudaranya.” (H.R At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Ada empat hal yang diinginkan Rosululloh agar dikerjakan oleh umatnya
terhadap sesama dalam hadis diatas, yaitu (1) melapangkan kesempitan, (2)
memudahkan kesulitan, (3) menutup aib, dan (4) menolong saudara. Untuk
kegiatan tersebut ditegaskan oleh Rosululloh manfaat yang akan didapat oleh
pelaku, baik didunia maupun akhirat. Hal ini dapat membangkitkan semangat
para sahabat untuk saling membantu. Dengan demikian, beliau telah
menggunakan pendekatan fungsional dalam mendidik para sahabatnya.
Pelajaran agama yang diberikan kepada peserta didik bukan saja untuk
memberantas kebodohan dan pengisi kekosongan intelektual, tetapi untuk
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian itulah yang
menjadi tujuan pendidikan agama disekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan.
6. Pendekatan Keteladanan
Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan atau
memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Guru yang senantiasa
baik kepada setiap orang misalnya, secara langsung memberikan keteladanan
kepada peserta didiknya. Keteladan pendidik terhadap peserta didiknya
merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan
pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru akan menjadi tokoh
identifikasi dalam pandangan anak yang akan dijadikan sebagai teladan
dalam mengidentifikasikan diri dalam kehidupanya. Sehubungan dengan ini
telah ditemukan hadist, antara lain sebagai berikut.
Abu Sulaiman Malik bin Al-Huwairits berkata,”kami, beberapa orang
pemuda sebaya mengunjungi Nabi, lalu kami menginap bersama beliau
selama 20 malam. Beliau menduga bahwa kami telah merindukan keluarga
dan menanyakan apa yang kami tinggalkan pada keluarga. Lalu kami
memberitahukannya kepada Nabi. Beliau adalah orang yang halus
perasaanya dan penyayang. Beliau bersabda,” kembalilah kepada keluarga
kalian. Ajarilah mereka, suruhlah mereka, dan shalatlah kalian sebagaimana
kalian melihat saya mendirikan shalat. Apabila waktu shalat telah masuk,
hendaklah salah seorang diantara kalian mengumandangkan azan dan yang
58
lebih tua hendaklah menjadi imam.” (H.R Al-Bukhari).
Dalam hadis diatas, Rosul memberikan keteladan cara memperlakukan
tamu selama berada dirumahnya. Beliau telah menunjukan keramahan,
kelemah lembutan, kasih sayang dan meninggalkan kesan yang mendalam.
Dalam hal ini Rosul tidak menyuruh agar para sahabat meniru. Selain itu,
beliau juga mencontohkan mendirikan shalat, terlihat bahwa beliau
mengutamakan pendekatan keteladanan.
Manusia banyak belajar tentang berbagai kebiasaan dan tingkah laku
melalui proses peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku kedua orang tua
dan saudara-saudaranya. Ia mulai belajar bahasa dari meniru kedua orang
tuanya dan saudara-saudaranya dengan mengucapkan kata-kata secara
berulang kali. Tanpa terbiasa mendengar orang mengucapkan suatu kata,
manusia tidak bisa berbahasa lisan.
59
BAB IX
HADIS TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM
37
Tirmidzi, Juz 4, hal 638, no 2459.
60
nilai menurut filosof pengertiannya adalah idea of worth. Selanjutnya kata
nilai menjadi populer, bahkan menjadi istilah yang ditemukan dalam dunia
ekonomi, kata nilai biasa dipautkan dengan harga. Nilai artinya power in
exchange. Sedangkan menurut pengertian pengertian istilah evaluasi
merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek
dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur
memperoleh kesimpulan.
Menurut Edwin Wand dan Gerald W. Brow dalam bukunya Esseential
of Educational Evaluation, mengemukakan bahwa: Evaluation refer to the
act or process to determining the value of something.”(Penilaian dalam
pendidikan berarti seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan nilai
sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan).
Ada beberapa pendapat lain tentang definisi mengenai evaluasi:
1. Blomm
Evaluasi adalah pengumpulan kegiatan secara sistematis untuk menetapkan
apakah dalam kegiatannya terjadi perubahan dalam diri siswa menetapkan
sejauh mana tingkat perubahan dalam diri pribadi siswa.
2. Stuffle Beam
Evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan
informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.
3. Cronbach
Di dalam bukunya Designing Evaluator of Education and Social Program,
telah memberikan uraian tentang prinsip-prinsip dasar evaluasi antara lain:
menyengsarakannya?".1
Imam Hasan Bashri mengatakan, "Tidak ada waktu yang tersisa yang
menjumpai seorang mukmin melainkan ia harus gunakan untuk muhasabah.
Apa yang akan dikerjakan? Apa yang ingin dia makan dan minum? Adapun
orang jahat maka dirinya terus berlalu tidak pernah menghisab dirinya
sendiri".2
Sedang Imam al-Mawardi menerangkan, "Muhasabah adalah seseorang
mengoreksi diri secara tuntas diwaktu keheningan malam terhadap perbuatan
yang dilakukan pada siang hari. Jika hasilnya terpuji maka dia terus berlalu,
sambil dibarengi keesokannya dengan perbuatan yang serupa sambil
memperbaikinya lagi. Dan bila hasilnya tercela maka dia berusaha untuk
62
mengoreksi dimana letaknya, lalu mencegah untuk tidak mengulanginya lagi
1
Ighatsatul Lahfan 1/152.
2
Ighatsatul Lahfan 1/145.
3
Adabu Dunya wa Diin hal: 360-361
4
Ihya Ulumudin 4/418
Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan keputusan-
63
B. Hadits tentang Evaluasi Pendidikan
Dalam ajaran Islam Evaluasi adalah merupakan pemahaman yang tidak
baru lagi. Artinya Evaluasi merupakan suatu ajaran yang pasti dan harus
dilakukan oleh umat Islam baik individu maupun kelompok seperti yang telah
dijelaskan di atas. Namun kaitannya dengan aplikasi terasa memang sangat
jauh dari harapan sehingga perlu mewacanakan lagi hadits Rasulullah SAW,
sebagai landasan berfikir dan pijakan dalam tindakan.
Begitu banyak hadits Shahih yang mengindikasikan tentang Evaluasi,
akan tetapi penulis mencukupkan pada dua hadits saja untuk dibahas dan di
analisis dari beberapa aspek tinjauan tanpa mengurangi entitas makna dan
maksud hadits tersebut.
Rasulullah SAW, bersabda:
5
Prof. Dr. H. Ramayulis, op.cit., hal. 198-200
65
seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin lagi penggembala domba,
(kemudian) berlomba- lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang
itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah
shallahu`alaihi wa sallam) bertanya,― Tahukah engkau siapa yang bertanya ?
‖. Aku berkata,― Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui ―. Beliau
bersabda,― Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud)
mengajarkan agama kalian ―. (Riwayat Muslim).
Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena
didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Kemudian hadits ini juga mengandung makna yang sangat agung karena
berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu:
Amiinussamaa‟ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh
(kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam ).
Adapun Kandungan hadits diatas secara Implisit Menjelaskan bahwa;
1. Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan
kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan
penguasa.
2. Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang
yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada
seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal
tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat
mengambil manfaat darinya.
3. Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya
untuk berkata, ―Saya tidak tahu―, dan hal tersebut tidak
mengurangi kedudukannya.
4. Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
5. Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap
kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya
sebagaimana seorang tuan memperlakukan hamba-sahayanya.
6. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya
selama tidak dibutuhkan.
7. Di dalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang
mengetahuinya selain Allah ta‘ala.
8. Di dalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam
66
majlis ilmu.6
9. Didalamnya terdapat Konteks Evaluasi diri dalam menjalani Hidup di
Dunia.
67
adalah murid dalam konteks tasawuf.7
Objek evaluasi pendidikan Islam dalam arti yang umumnya adalah
peserta didik, atau dalam arti khusus adalah aspek-aspek tertentu yang
terdapat pada peserta didik. Evaluasi pendidikan Islam dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu evaluasi diri sendiri (self evaluation / instropeksi) dan
evaluasi terhadap orang lain (peserta didik).
Evaluasi terhadap diri sendiri adalah dengan menggalakkan instropeksi
atau penghitungan diri sendiri dengan tujuan meningkatkan kreatifitas dan
produktivitas (amal saleh) pribadi. Apabila dalam proses evaluasi tersebut
ditemukan beberapa keberhasilan, maka keberhasilan itu7 hendaknya
dipertahankan atau ditingkatkan, tetapi apabila ditemukan beberapa
kelemahan dan kegagalan, maka hendaknya hal itu segera diperbaiki dengan
cara meningkatkan ilmu, iman dan amal.
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Remaja
Rosdakarya, 2006 ), hal.
68
Aspek-aspek khusus yang harus menjadi sasaran evaluasi pendidikan
Islam adalah perkembangan peserta didik. Perkembangan peserta didik dapat
dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
1. Dilihat dari sudut tujuan umum pendidikan Islam
Tujuan umum pendidikan Islam adalah adanya taqqarub dan penyerahan
mutlak peserta didik, kepada Allah SWT. Evaluasi di sini meliputi aspek:
a. Perkembangan ibadah ibadah peserta didik
b. Perkembangan pelaksanaan menjadi khalifah Allah di muka bumi
c. Perkembangan keimanan dan ketakwaan kepada-Nya
d. Perkembangan pemenuhan kewajiban hidup, berupa kewajiban yang
bersifat duniawi atau ukhrawi.
2. Dilihat dari sudut fungsi pendidikan Islam
Fungsi pendidikan Islam adalah pengembangan potensi peserta didik dan
transliternalisasi nilai-nilai Islami, serta mempersiapkan segala kebutuhan
masa depan peserta didik; Evaluasi di sini meliputi aspek:
a. Perkembangan pendayagunaan potensi-potensi peserta didik,
b. Perkembangan perolehan, pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Islam,
c. Perkembangan perolehan kelayakan hidup, baik hidup yang bersifat
duniawi maupun ukhrawi.
3. Dilihat dari sudut dimensi-dimensi kebutuhan hidup dalam pendidikan Islam,
Evaluasi di sini meliputi aspek:
a. Perkembangan peserta didik dalam memperoleh dan memenuhi
kebutuhan hidupnya.
b. Perkembangan pendayagunaan dan optimalisasi potensi jasmani,
intelegensi, agar peserta didik ini mampu berkepribadian mulia, baik
terhadap diri sendiri, sesama manusia, alam dan kepada Tuhan.
4. Dilihat dari domain atau ranah yang terdapat pada diri peserta didik.
a. Aspek kognitif berupa pengembangan pengetahuan agama termasuk di
dalamnya fungsi ingatan dan kecerdasan.
69
c. Sebagai laporan bagi orang tua siswa
2. Fungsi Bagi Pendidik (Guru)
a. Untuk menyeleksi siswa, dengan tujuan antara lain :
- Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu
- Untuk menentukan siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya
- Untuk menentukan siswa yang pantas diberikan beasiswa dan lain
sebagainya
- Untuk memilih siswa yang sudah berhak menyelesaikan sekolah
8
Prof. Dr. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., hal. 200-204
70
pendidikan. Umpan balik ini berguna untuk :
1. Ishlah, yaitu perbaikan terhadap semua komponen-komponen pendidikan,
termasuk perbaikan perilaku, wawasan dan kebiasaan- kebiasaan
2. Tazkiyah, yaitu penyucian terhadap semua komponen-komponen
pendidikan. Artinya melihat kembali program-program pendidikan yang
dilakukan, apakah program itu penting atau tidak dalam kehidupan peserta
didik.
3. Tajdid, yaitu memodernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang
tidak relevan baik untuk kepentingan internal maupun eksternal maka
kegiatan itu harus diubah dan dicarikan penggantinya yang lebih baik
9
Drs. H. Tayar Yusuf, Drs. Syaiful Anwar, op.cit., hal. 211-214
4. Al-dakhil, yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua murid berupa
sunah.11
71
8. Akan membuahkan kecintaan kepada Allah Shubhanahu wa ta‟alla
memperdulikannya.12
10
Prof. DR. H. Ramayulis, op. Cit., hal. 204-203
11
Ighatsatul Lahfan 1/147-150.
12
Ighatsatul Lahfan 1/156, karya Ibnu Qoyim. Dan Nadhratun Na'im fii Makarimi
Akhlakir Rasul Karim 8/3317-3324.
D. Jenis-Jenis Evaluasi
Muhasabah itu ada dua macam: Muhasabah sebelum berbuat dan yang
kedua muhasabah seusai melakukan perbuatan.
1.) Adapun jenis yang pertama, yaitu dirinya merenung sejenak manakala
baru timbul keinginan serta kemauan lantas dirinya melihat, apakah
perbuatan yang akan dilakukannya ini sesusai dengan al-Qur'an dan sunah
Rasulallah Shalallah 'alaihi wa sallam atau tidak? Jika sesuai maka terus
kerjakan, bila menyelisihi maka tinggalkan.
2.) Adapun untuk jenis yang kedua, yaitu muhasabah seusai mengerjakan
perbuatan, maka dalam hal ini terbagi menjadi empat macam:
a. Muhasabah pada ketaatan yang banyak kekurangan didalamnya, disaat
pengerjaan kewajiban kepada Allah ta'ala belum sesuai dengan
harapan yang seharusnya dituntut.
b. Muhasabah atas larangan-larangan yang ada. Jika dirinya menjumpai
telah menerjang salah satunya maka segera iringi dengan bertaubat,
istighfar, dan amalan-amalan kebajikan yang bisa menghapusnya.
72
c. Muhasabah atas setiap amalan yang telah ditinggalkan namun
membawa kebaikan jika ia kerjakan
d. Muhasabah pada perkara mubah atau kebiasaan, kenapa ia kerjakan?
Apakah ia kerjakan ingin mengharap ridho Allah Shubhanahu wa
ta‟alla dan kampung akhirat? Sehingga ia beruntung, atau
dia mengerjakannya hanya bertujuan dunia yang ia inginkan? Maka
dirinya telah merugi serta luput dari keuntungan tersebut.
73
Evaluasi Penempatan, Adalah evaluasi yang ditujukan untuk
menempatkan siswa dalam situasi belajar atau program pendidikan yang
sesuai dengan kemampuannya.
E. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Adapun prinsip-prinsip dari Evaluasi Pendidikan itu adalah Meliputi :
1.) Terus menerus / kontinu; artinya evaluasi ini tidak hanya dilakukan setahun
sekali, sekuartal sekali, atau sebulan sekali, melainkan terus menerus, pada
waktu mengajar sambil mengevaluasi sikap dan perhatian murid, pada waktu
pelajaran hampir berakhir. Prinsip kesinambungan (Istimrar ) (al-An‘aam:135)
2.) Menyeluruh / komprehensif; Adanya evaluasi yang meliputi semua aspek
kepribadian manusia, misalnya aspek intelegensi, pemahaman, pensikapan,
ketulusan, kedisiplinan, tanggung jawab dan sebagainya. Dalam al-qur‘an
Totalitas (al-Kamal/Tamm) ; Meliputi Kognitif (QS.al- Anfal:2), Afektif
((QS. Al-‗Ashr : 3). Dan Psikomotorik (al-Mukmin:35)
3.) Objektivitas; Adanya evaluasi yang benar-benar objektif bukan subjektif,
artinya pelaksanaan evaluasi berdasarkan keadaan yang sesungguhnya tidak
dicampuri oleh hal yang bersifat emosional dan irasional. (QS. At-
Taubah:119).
4.) Validitas; Adanya evaluasi yang dilakukan berdasarkan hal-hal yang
seharusnya dievaluasi, yang meliputi seluruh bidang-bidang tertentu yang
diingini dan diselidiki, sehingga tidak hanya mencakup satu bidang saja.
Prinsip Validitas (QS.al-Hujurat:6)
5.) Realibilitas; Evaluasi itu dapat dipercayai, artinya memberikan evaluasi
74
kepada peserta didik sesuai dengan tingkat kesanggupannya dan keadaan
sesungguhnya. (QS.Hamim As-sajadah:53)
6.) Efisiensi; Adanya evaluasi yang dapat menggunakan sarana dan prasarana
yang baik, memanfaatkan waktu sebaik mungkin, mudah dalam proses
administrasi dan interpretasinya sehingga evaluasi ini tidak tepat pada
sasarannya. (QS.al –Asr‘:1-2)
7.) Ta‘abbudiah dan ikhlas; Adanya evaluasi yang dilakukan penuh keutulusan
dan pengabdian kepada Allah SWT.(al-Bayyinah:5)
75
BAB X
)HADIS TENTANG PENDIDIK (GURU
يدَ ،ع ْن ُم َح َّم ِد بْ ِن ال :ح َّد َثنَا يحيى يعنِى ابن س ِع ٍ ِإ ِ
َ َْ َْ ْ َ َ يم قَ َ َ وب بْ ُن ْب َراه َ َأ ْخَب َرنَ ا َي ْع ُق ُ
الَ :أ ْخب رنِي الْ َقع َق اعَُ ،عن َأبِي ِ
ص لَّى ص ال ٍحَ ،ع ْن َأبِي ُه َر ْي َرةََ ،ع ِن النَّبِ ِّي َ َ ْ ْ َع ْجاَل َن قَ َ َ َ
ِ
َأح ُد ُك ْم ِإلَى ب َ الِ« :إنَّ َم ا َأنَ ا لَ ُك ْم مثْ ُل ال َْوالِ ِد َ
ُأعلِّ ُم ُك ْم ِإذَا ذَ َه َ اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم قَ َ
الْ َخاَل ِء ،فَاَل يَ ْسَت ْقبِ ِل ال ِْق ْبلَةَ َواَل يَ ْستَ ْدبِ ْر َهاَ ،واَل يَ ْسَت ْن ِج بِيَ ِمينِ ِه»َ .و َكا َن يَ ُْأم ُر بِثَاَل ثَ ِة
ِ 38 الرو ِ
الر َّمة.
ث َو ِّ َأح َجا ٍرَ ،و َن َهى َع ِن َّ ْ ْ
38
Nasa’i, Juz 1, hal 38, no 40.
39
Bukhari, Juz 1, hal 25, no 69
40
Bukhari, Juz 4, hal 170, no 3461.
76
oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat
melakukan perilaku- perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan
sebaik-baiknya.
78
maknanya (dilalatu an nash) dengan berdusta atas nama Allah. Oleh
karena itu konsekuensi logisnya (dilalatu al-isyarat) seseorang harus
berbuat jujur dalam setiap kondisi apapun.
2. Hadits 2
Sifat guru yang tergambar dalam hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Ad-Daramiy adalah menerangkan untuk takut
kepada Allah, tidak sombong, dzikir, serta memohon ampun kepada Allah.
79
“Menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdullah, menceritakan
kepada kami Zaidah dari Al- A‟masy dari Muslim dari Masruq
berkata: Cukup bagi seseorang yang berilmu untuk takut kepada Allah.
Dan cukup bagi seorang yang bodoh untuk membanggakan ilmunya.
Muslim Berkata, dan Masruq berkata: seseorang yang benar adalah
apabila dia dalam majlis yang kosong didalamnya, maka ia akan
mengingat dosanya dan memohon ampun kepada Allah”.
3. Hadits 3
Sebagaimana di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas:
Artinya : Dari Anas (Semoga Allah Meridoi kepadanya) ia berkata:
Rosulah SAW telah bersabda: mencari ilmu itu wajib hukumnya kepada
seluruh muslim. Dan mendapatkan ilmu bukan pada ahlinya seperti
mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas.[6]
Dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa apabila seseorang
mendapatkan ilmu bukan dari ahlinya seperti mengalungi babi dengan
permata, mutiara dan emas. Apakah tidak rugi mengalungi babi dengan
permata, mutiara dan emas. Walaupun permata, mutiara dan emas adalah
benda termahal, terindah dan menawan akan tetapi ketika dipakaikan kepada
babi maka permata, mutiara dan emas tersebut tidak akan menjadi daya tarik
kepada orang lain.
Pengertian dari kalimat mendapatkan ilmu bukan pada ahlinya, hal ini
dapat diartikan sebagai mendapatkan ilmu dari seorang guru yang bukan
pada bidangnya. Hal ini menuntut seorang guru agar mengajarkan kepada
80
peserta didik materi pembelajaran yang memang bidangnya.
Sedangkan kalimat permata, mutiara dan emas dapat diartikan
sebagai Ilmu. Permata, mutiara dan emas adalah barang yang sangat indah,
mahal dan menawan. Akan tetapi ketika permata, mutiara dan emas tersebut
dikalungi kepada babi, maka benda tersebut akan menjadi sia-sia dan tidak
berarti. Begitu pula dengan ilmu, Ilmu sangat berharga, bermanfaat dan
berguna. Akan tetapi ketika ilmu itu salah maka akan menjadi sia-sia, bahkan
bisa sampai berbahaya.
Dengan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa mendapatkan
ilmu bukan pada ahlinya seperti mengalungi babi dengan permata, mutiara
dan emas. Hal ini membuktikan bahwa mencari ilmu kepada ahlinya
merupakan sebuah keharusan, agar tidak terjadi hal yang sia-sia dan
berbahaya.
Begitu pula dengan seorang guru, seharusnya seorang guru
mengajarkan apa yang memang ia ahli dalam bidang tersebut agar ia tidak
mengajarkan materi yang salah. Perintah Rosul tersebut seharusnya menjadi
motivasi bagi para guru dalam terus mencari ilmu dan menguasai materi
yang diajarkan agar tidak manjadi hal yang sia-sia dan salah dalam mengajar.
Dengan perintah dari Rosullah tersebut membuktikan bahwa
pemahaman seorang guru terhadap materi yang diajarkan sudah dianjurkan
didalam Konsep Pengajaran Islam.
81
BAB XI
HADIS TENTANG PESERTA DIDIK (SISWA)
َم ْن يُ ِر ِد اللَّهُ بِ ِه َخ ْي ًرا ُي َف ِّق ْههُ ِفي الدِّي ِن َوِإنَّ َما:صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم
َ ال النَّبِ ُّي
َ ََوق
ِ
َ ْم بِالت
.َّعلُّ ِم
41
ُ العل
Peserta didik adalah ucapan yang bersifat umum untuk orang yang
sedang menuntut ilmu. Peserta didik ada juga yang disebut siswa, murid,
pelajar, anak didik, mahasiswa. dalam bahasa inggris di sebut student,
dalam bahasa arab ada yang disebut thalib, biasanya untuk mahasiswa.
Tilmidz, untuk murid tingkat TK sampai SMA.
85
(HR. Bukhari).
87
BAB XII
HADIS TENTANG PENDIDIKAN KELUARGA
- َ َع ْن َس َّوا ٍر َأبِي َح ْم َزة،يل ِ ِإ َ َح َّد َثنَا ُمَؤ َّم ُل بْ ُن ِه
َّ ش ٍام َي ْعنِي الْيَ ْش ُك ِر
ُ َح َّد َثنَا ْس َماع،ي
َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن- الص ْي َرفِ ُّي
َّ َو ُه َو َس َّو ُار بْ ُن َد ُاو َد َأبُو َح ْم َزةَ ال ُْم َزنِ ُّي:ال َأبُو َد ُاو َد َ َق
ِ ِ ُ ال رس ِ َعن ج د،يه ِ ِ َعن َأب،ب
ُ :ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم
«م ُروا َ ول اللَّه ُ َ َ َ ق:ال َ َ ق،ِّه َ ْ ْ ٍ ُش َع ْي
َو ُه ْم َْأبنَ اءُ َع ْش ٍر،وه ْم َعلَْي َه ا ِِ ِ َّ َِأواَل َد ُكم ب
ُ ُاض ِربْ َو،ين َ الص اَل ة َو ُه ْم َْأبنَ اءُ َس ْب ِع س ن ْ ْ
ِض َ َو َف ِّرقُوا َب ْيَن ُه ْم ِفي ال َْم
42
»اج ِع
A. Pengertian Keluarga
89
Proses pendidikan dalam keluarga secara primer tidak dilaksanakan
secara pedagogis (berdasarkan teori pendidikan), melainkan hanya berupa
pergaulan dan hubungan yang disengaja dan langsung maupun tidak
langsung antara orang tua dengan anak.[6]
C. Fungi Keluarga
Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman,
kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota
keluarga.Secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai :[9]
1. Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya,
2. Sumber Pemenuhan Kebutuhan, Baik Fisik Maupun Psikis,
3. Sumber Kasih Sayang Dan Penerimaan
4. Model Pola Perilaku Yang Tepat Bagi Anak Untuk Belajar Menjadi
Anggota Masyarakat Yang Bak
5. Pemberi Bimbingan Bagi Pengembangan Perilaku Yang Secara Sosial
Dianggap Tepat
6. Pembentuk Anak Dalam Memecahkan Masalah Yang Dihadapinya
Dalam Rangka Menyesuaikan Dirinya Terhadap Kehidupan
7. Pemberi Bimbingan Dalam Belajar Keterampilan Motorik, Verbal Dan
Sosial Yang Dibutuhkan Untuk Penyesuaian Diri
8. Stimulator Bagi Pengembangan Kemampuan Anak Untuk Mencapai
Prestasi, Baik Di Sekolah Maupun Di Masyarakat
9. Pembimbing Dalam Mengembangkan Aspirasi
10. Sumber Persahabatan/Teman Bermain Bagi Anak Sampai Cukup Usia
Untuk Mendapatkan Teman Di Luar Rumah.[10]
D. Peran Orang Tua
90
Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara
lain:
Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya.
Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua
orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi
masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya
dengan baik.[11]
1. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan
menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan
menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang
pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan
hendaknya mereka diberi hak pilih
2. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini
bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan
kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan
alami dan fitri anak-anak.[12]
3. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan
terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan
terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan
berusaha serta berani dalam bersikap.
4. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak).
Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka
selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri dan lain sebagainya.
BAB XIII
92
HADIS TENTANG PENDIDIKAN MASYARAKAT
» َو َم ْن َسَت َر ُم ْسلِ ًما َسَت َرهُ اللَّهُ َي ْو َم القيَ َامة،القيَ َام ِة
43 ِ ِ ِ ات يوِم ِ
ْ َ َُك ُرب
1. Pelengkap (complement)
2. Pengganti (subtitute)
3. Dan Tambahan (supplement) terhadap pendidikan yang diberikan oleh
lingkungan yang lain.
Dalam lingkungan ini akan dikembangkan bermacam-macam
aktifitas yang bersifat pendidikan oleh bermacam-macam instansi maupun
jawatan dan lembaga pendidikan maupun nonpendidikan.
Kegiatan pendidikan yang berfungsi sebagai pelengkap
perkembangan kepribadian indidvidu secara individual maupun kelompok
ialah kegiatan pendidikan yang berorientasi melengkapi kemampuan,
keterampilan, kognitif maupun performa seseorang.Kegiatan ini mencakup
antara lain:
1. Perkembangan rasa sosial dalam berkomunikasi dengan orang lain.
2. Pembinaan sikap dan kerja sama dengan anggota masyarakat
3. Pembinaan keterampilan dan kecakapan khusus yang belum didapatkan di
keluarga dan sekolah.
Lingkungan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, hanya
menyediakan pendidikan bukan pendidikan sekedar tambahan atau
pelengkap, tetapi adalah mengadakan pendidikan yang berfungsi sama
94
dengan lembaga pendidikan formal di sekolah. Hal ini karena keterbatasan
lingkungan sekolah, sehingga tidak mampu melayani setiap anggota dan
lapisan masyarakat. Seperti kurus pengetahuan dasar, kursus PKK, atau
kursus keterampilan.
Lingkungan masyarakat juga mampu menyediakan pendidikan yang
berfungsi sebagai tambahan. Di sekolah-sekolah teknik murid telah
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang penggunaan mesin,
tetapi karena jumlah jam pelajaran yang terbatas, siswa tidak dapat
mengembangkannya. Untuk masalah seperti itu dapat dikembangkan
kursus diluar jam pelajaran yang telah ada.
Kaitan antara antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari
tiga segi, yaitu:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan
(jalur sekolah dan jalur luar sekolah.
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di
masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran
dan fungsi edukatif.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang
dirancang maupun yang dimanfaatkan, perlu pula diingat bahwa
manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berusaha
memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya untuk meningkatkan
dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya dengan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya
dalam bekerja, bergaul dan sebagainya.
Dilalah ibarat :
Dilalah isyarat:
95
Perlunya menjunjung persatuan dan kesatuan antar individu dan
beberapa kelompok serta lapisan sosial. Serta mengusahakan untuk
menghindarkan terjadinya konflik dan ketidak stabilan.
Untuk menciptakan lingkungan pendidikan masyarakat yang baik,
maka perlu adanya karakter yang baik dari setiap individu.
Hal ini diisyaratkan dengan redaksi menghormati individu yang lain
dengan berusaha menjaga hubungan yang baik. Maka haruslah
menghindari hasud (iri, dengki), saling curiga, saling berpaling,
mengganggu hak orang lain.
Sebaliknya seharusnya masyarakat islam punya ciri khas terasendiri
yang harus saling menyayangi, saling menghormati, dan menghargai hak
orang lain. Terutama yang menyangkut hak asasi, yaitu harta, nyawa dan
nama baik.
Dilalah ibarat:
Dilalah isyarat:
96
Setiap individu dalam m masyarakat harus menmahami hak dan
kewajbannya masing-masing.
Dilalah ibarat:
Wahai rasulullah, kabarkanlah kepadaku tentang sesuatu yang
menetapkan surga bagiku, rasulullah bersabda: ― biasakanlah
perkataan yang baik dan mengucapkan salam. Syu‘aib al arnauth
berkata: isnad hadits ini kuat. Dalam riwayat yang lain, : ― dan
membagikan makanan‖. (H.R. ibnu hibban dan al hakim)
Dilalah isyarat :
Untuk menjaga kekondusifan situasi dalam lingkungan pendidikan
masyarakat, perlu adanya komunikasi yang intensif dan baik.
Perlunya menjaga solidaritas antar sesama anggota masyarakat
Dalam berkomunikasi dibutuhkan konsistensi dan cara yang baik
Pengajaran bagi kita akan sifat yang ramah dan tidak sombong
dengan sesama saudara muslim / non muslim
Menjaga setiap ucapan kita agar tidak menyakiti atau
menyinggung hati saudara kita dan Menjaga segala ucapan kita dari
segala ucapan yang merugikan diri kita dan orang lain.
Dilalah ibarat:
Rasulullah saw bersabda: ― seorang muslim bukanlah orang yang
suka mencela, bukanlah seorang yang suka melaknat, bukanlah
orang yang keji dan bukanlah orang yang perkataannya kotor. (H.R.
al Baihaqi)
Dilalah isyarah:
Kepercayaan bahwa masyarakat islam mempunyai identitas khas
dan ciri-ciri tersendiri. Yaitu perilaku saling menghormati.
Semua anggota masyarakat bertanggung jawab mengantisipasi hal-
hal negatif yang dikhawatirkan terjadi dalam masyarakatnya.
Dilalah ibarat :
orang yang kuat bukanlah orang yang kuat dalam bergulat,
sejatinya orang yang kuat adaah orang yang mampu mengendalikan
hawa nafsunya ketika ia sedang marah. (H.R. malik)
Dilalah isyarat :
Kepercayaan bahwa manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi
oleh faktor warisan dan alam lingkungan. Diantaranya dalam segi
emosionalnya. Antara individu ssaloing menjaga diri agar jangan
sampai mudah terpancing untuk bertindak dalam menghadapi
fenomena dalam masyarakat. Semuanya harus didasari oleh saling
97
pengertian dan toleransi. Kita harus memaafkan, bersikap santun
dan mengendalikan amarah
Ketaqwaan,kesabaran, dank e ikhlasan adalah kekuatan yang sejati
bagi umat muslim bukan melainkan kekuatan fisik.
Dilalah ibarat :
Rasulullah saw mengunjungi kaum Anshar, lalu beliau
mengucapkan salam kepada anak-anak mereka, lalu mengusap
kepala mereka dan mendo‘akan mereka (H.R. an-Nasai)
Dilalah isyarat :
Dalam masyarakat terjadi asimilasi budaya, yaitu pertemuan antara
budaya dalam masyarakat itu sendiri dan budaya dari luar. aka
yang harus dilakukan adalah prinsip yaitu memelihara budaya lama
yang baik dan mengambil budaya baru yang tentunya lebih baik.
Dalam suatu masyarakat ada dua golongan, yaitu golongan dari
masyarakat itu sendiri dan golongan yang sengaja masuk ke dalam
masyarakat itu.
Dalam bermasyarakat, kita harus senantiasa membiasakan untuk
menjalin tali silaturahim, tawadlu‘ atau memperlakukan seseorang
sesuai dengan keadaannya, bersikap lemah lembut, dan
mengucapkan salam. Karena mengucapkan salam kepada sesam
saudara muslim adalah bagian bentuk penghormatan untuknya
Dilalah ibarat :
Rasulullah saw memerintahkan kita dengan tujuh hal, dan melarang
kita dari tujuh hal yang lain, lalu nabi menuturkan menjenguk orang
yang sedang sakit, mengantarkan jenazah, mendo‘akan orang yang
bersin, menjawab salam, menolong orang yang didhalimi,
mendatangi undangan dan membebaskan tanggungan orang yang
bersumpah. (H.R. Al Bukhari)
Dilalah isyarat:
Kepercayaan bahwa segala sesuatu yang menuju kesejahteraan
bersama, keadilan dan kemaslahatan diantara manusia termasuk
diantara tujuan-tujuan syari‘at islam
Dilalah ibarat :
Diriwayatkan dari Abu Sa‘id Al Khudry ra., beliau berkata:
―saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda: ―baramg siapa
diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia
98
merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu, maka dengan
lisannya, dan jika ia tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu
adalah selemah-lemahnya iman. (H.R. Muslim)
Dilalah isyarat:
Kepercayaan bahwa tujuan akhlak dalam islam ialah mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat bagi individu dan kebaikan bagi
masyarakat
Dengan adanya dinamika yang terjadi dalam masyarakat, maka
dibutuhkan kepedulian terhadap berbagai aspek yang ada dalam
masyarakat. Hal itu merupakan tanggung jawab seorang individu
dalam masyarakat di mana dia berada.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai anggota
masyarakat, beberapa pihak harus berupaya secara maksimal sesuai
dengan kemampuannya.
Ciri utama masyarakat islam yang menjunjung tinggi keimanan
adalah amar ma‘ruf nahi munkar.
Dilalah ibarat :
Sayyidah ‗Aisyah berkata: ―saya mendengar Rasulullah
saw. Bersabda: ―perintahkanlah kalian semua dengan kebaikan, dan
cegahlah dari kemungkaran, sebelum do‘a kalian tidak dikabulka.
(H.R. Ibnu Majah).
Dilalah isyarat:
Kepercayaan bahwa masyarakat selalu berubah (dinamis). Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat kita tidak boleh statis dan kaku,
akan tetapi harus fleksibel dan membaur bersama kebaikan dari
perkmbangan zaman.
Kepercayaan bahwa ilmu adalah dasar terbaik bagi kemajuan
masyarakat, sesudah agama. Usaha-usaha yang dilakukan
hendaknya memperhatikan hal-hal yang bersifat aktual, agar sesuai
dengan perkembangan zaman. Sehingga perlu memperhatikan
fenomena di masa sekarang, yang belum tentu demikian di masa
depan.
Kita haru senantiasa memberikan dukungan terhadap segala
perbaikan falam masyarakat, utamanya dalam hal amar ma‘ruf nahi
munkar. Jangan sampai kita acuh tak acuh terhadap segala inisiatif
dan inovasi yang membawa kebaikan.
99
Dari perluasan dilalah dari hadits-hadits diatas membuktikan
bahwa islam mempunyai keistimewaan dalam dunia pendidikan,
tidak terkecuali dalam perhatiannya terhadap lingkungan pendidikan
masyarakat. Perpaduan antara wahyu dan akal yang diadopsi oleh
islam merupakan keistimewaan yang tak dapat disamai oleh konsep
pendidikan lainnya.
100
sosial, hubungan antar bangsa, kerja sama, kasih sayang, peri
kemanusiaan,, menjaga kepentingan dan kemaslahatan umum
serta memberantas kejahatan dari muka bumi. Dalam hubungan
ini, dalam membina masyarakat yang baik, Islam pertama-tama
memussatkan perhatiannya kepada pribadi. Membina pribadi
yang saleh untuk masyarakat yang salehpula.
101
j. Kekuatan dan keteguhan dibimbing oleh
agama, akhlak,ukuran kebenaran, keadilan, kasih sayang
dan perikemanusiaan.
k. Bersifat terbuka, yang dapat menerima pengaruh yang baik
dan ilmu penghetahuan dari masyarakat yang lain dengan
memegang teguh prinsip:
المحافظة على القديم الصالح واألخذ بالجديد األصلح
l. Masyarakat islam bersifat kemanusiaan.
3. Kepercayaan bahwa dasar pembinaan masyarakat islam
adalah akidah
Islam mendirikan masyarakat atas dasar iman dan manusia
menjadi poros segala prilaku atau perencanaan. Maka
sebenarnya islam menghargai pengaruh iman yang positif baik
untuk individu maupun masyarakat.
4. Kepercayaan bahwa agama itu akidah, ibadah dan
mu’amalah
Sebagai agama, Islam mempersatukan akidah dan syari‘ah,
ilmu dan amal, jasad dan ruh, dunia dan akhirat. Dalam syari‘at
islam terdapat bagian yang tersendiri. Pertama ialah menyusun
rangka usaha atau kerja yang mendekatkan orang-orang islam
dengan tuhan mereka. Kaum muslimin mengagungkan Allah
sebagai bukti keimanan dan ketaatan mereka, inilah yang
dinamakan ibadah. Kedua adalah kumpulan prinsip dan metode
yang mengatur kehidupan manusia. Yang melindungi
kepentingan serta menghindarkan kemudlaratan baik untuk diri
maupun orang lain, yang oleh para fuqha‘ dinamakan
mu‟amalah.
5. Kepercayaan bahwa ilmu adalah dasar terbaik bagi
kemajuan masyarakat, sesudah agama
Ilmu adalah alat terbaik bagi masyarakat untuk mengkaji
masalah yang dihadapinya untuk diselesaikan secara konkrit.
Islam bukan menyangkut hubungan dengan tuhan saja, tetapi
juga sebagai agama peradaban. Pada pendangan seorang muslim
agama dan ilmu punya hubungan yang saling mendukung.
Keduanya bersifat pemahaman dan kognitif. Keduanya juga
berupa prinsip dan amal, sistem dan kehidupan. Jika
demikianlah kenyataanya, maka setiap masyarakat yang baik dan
sehat pastilah mendirikan kehidupannya atas kedua tonggak
penting ini. Keduanya harus diberikan perhatian besar. Inilah
102
yang dilakukan oleh orang Islam pada zaman keemasan Islam.
Orang Islam dahulu faham bahwa ilmu amat penting untuk
memajukan masyarakat, membina peradaban, memantapkan
kebebasan serta untuk mencapai kebutuhan material dan
spiritual.
6. Kepercayaan bahwa masyarakat selalu berubah (dinamis)
Perubahan ini meliputi struktur, lapisan, sistem,
kebudayaan, nilai, akhlak, cara hidup, tradisi, kebiasaan,
undang-undang dan segala hal yang berlaku dalam masyarakat.
Perubahan itu terjadi karena dinamika yang dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Ia tidak terjadi secara kebetulan.
Bahwa perubahan dalam bidang kebendaan dalam hidup lebih
mudah secara relatif dari perubahan aspek moril seperti nilai,
kecenderungan jiwa, lapangan sosial, politik, ekonomi dan
tradisi kemasyarakatan.
7. Kepercayaan pada pentingnya individu dalam masyarakat
Individu merupakan sel atau unit pertama bagi
terbentuknya masyarakat. Maka pribadi yang saleh adalah bekal
terdirinya masyarakat yang saleh.hal itu didukung kepercayaan
bahwa akhlak dalam islam ialah mencapai kebahagiaan dunia
dan akhiratbagi individu dan kebaikan bagi masyarakat.
8. Kepercayaan pada pentingnya keluarga dalam masyarakat
Keluarga merupakan unit pertama dalam masyarakat pada
tahap institusi. Hal itu merupakan jembatan regenerasi bagi masa
mendatang. Keluarga merupakan sistem yang paling khusus dan
tersendiri. Di dalamnya terdapat interaksi dan pengambilan
dasar-dasar bahasa, nilai, ukuran prilaku, kebiasaan,
kecenderungan jiwa, dan sosial dan tunas-tunas kepribadian.
Melihat pentingnya keluarga, maka seharusnya didirikan
atas dasar kebenaran, keadilan, kasih sayang, tolong-menolong
dan saling menghormati.
9. Kepercayaan bahwa segala sesuatu yang menuju
kesejahteraan bersama, keadilan dan kemaslahatan
diantara manusia termasuk diantara tujuan-tujuan syari’at
islam
Segala sesuatu yang diajarkan islam mengarah pada hal
itu. Bahkan dalam ibadah pun, terdapat dua pendapat terkait
tujuannya, sebagian ulama‘ mengatakan bahwa ibadah sekedar
bertujuan mencari pahala, sedangkan menurut jumhur ulama‘,
disamping buntuk mencari pahala, ibadah juga mengandung
hikmah tersendiri yang terkandung didalamnya.
103
Dalam pandangan al Ghazali, memelihara maslahat
manusia termasuk ibadah, bahkan ia termasuk dalam kategori
ibadah yang paling mulia. Sabda Rasulullah s.a.w.:
Makhluk-makhluk ini semuanya adalah ―keluarga‖
Allah, dan yang paling dicintai Allah adalah yang paling
bermanfaat kepada ―keluargaNya.
Untuk mengawal segala sesuatunya agar mengarah menuju
kemaslahatan, maka perlu adanya jaminan keamanan sosial.
Keamanan sosial adalah ketenangan yang menghilangkan
kegelisahan dan ketakutan dari diri manusia baik individu
maupun kelompok, dalam seluruh kehidupan duniawi, bahkan
juga dalam kehidupan akhirat, setelah kehidupan
ini.sebagaimana keamanan sosial secara umum mengharuskan
adanya hal- hal berikut:
a. Keamanan manusia atas penghidupannya dalam kadar yang
dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
b. Keamanan atas dirinya, kebebasannya, dan kehormatannya,
yang telah diberikan oleh penciptanya, Allah SWT, dan
tuntutan bagi kehormatan dan kemuliaan itu, seperti keadilan
dan persamaan
c. Keamanan atas kehidupan privasi jiwa manusia yang
memberikannya kebahagiaan dan ketentraman dalam lingkup
pribadinya, seperti keluarga, keturunan, dan nama baik.
d. Keamanan atas agamanya yang merupakan rambu-rambu
petunjuk jalan dan tujuan manusia dalam hidup ini.
Sebagaimana keamanan sosial mengharuskan untuk
mewujudkan hal-hal primer ini dan yang sejenis dengannya,
manusia juga—yang merupakan pihak yang dituju—dalam
mewujudkan unsur-unsur keamanan sosialnya harus memiliki
―wadah yang menaungi dan menjega unsur-unsur keamanan
sosial itu.
―Wadah itu adalah negara, yang tanpa keberadan dan
keamanannya, tidak ada nilainya pembicaraan tentang macam
keamanan sosial apapun. Bisa disimpulkan bahwa negara yang
aman adalah wadah bagi keamanan sosial dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
104
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Maktabah Syamilah, juz 133
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Maktabah Syamilah, Juz 12, Juz 14
Ahmad Ramli Abdul Majid, Al-Ilmu wal Mu’allimun, Gresik: Sirkah maktabah
al-Haram al-Makii
Al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubro, Maktabah Syamilah, Juz 10
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah
Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, Surabaya: Darul Kitab al-Islami, tt
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Bairut: Darul Fikr, Juz 1
Al-Munawi, Faidh al-Qodir, Maktabah Syamilah, juz 4, hal 327.
An-Nasa’i, As-Sunan al-Kubro, Juz 10
As-Sufairi, Syarah Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, juz 2
At-Tirmidzi, as-Sunan At-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, Juz 4
Az-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, Semarang: Pustaka Al-‘Alawiyah, tt
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Maktabah Syamilah, Juz 1
Ibnu Rajab al-Hambali, Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, Maktabah Syamilah, Juz 2
Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz 4
Zein bin Smith, Al-Manhaj As-Sawi, Tarim Hadramaut: Dar al-Ilmi Wa ad-
Da’wah, 2005
105
RIWAYAT PENULIS
106
Pujon Malang (Murid Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Mekkah), mengikuti Ijazah
‘Am dan berbaiat Thoriqoh Syadziliyah di bawah bimbingan Mursyid Prof. Doktor Dokter
Asy-Syekh As-Sayyid Yusri Rusydi Sayyid Jabr Al-Hasani Mesir, mengikuti Ijazah ‘Am
dan berbaiat Thoriqoh Alawiyah di bawah bimbingan Mursyid Al-‘Alim Al-‘Allamah Al-
Musnid Al-Hafidz Al-Habib Umar bin Hafidz Al-Husaini Hadramaut Yaman.
Pengalaman Organisasi penulis, pernah menjadi Ketua UKM Bahasa Arab “Al-Izzah”
STAIN Kudus masa hidmah 2012, Ketua Rayon Tarbiyah PMII Komisariat Sunan Kudus
masa hidmah 2011-2013, Ketua BEM STAIN Kudus masa hidmah 2013, Ketua Rijalul
Ansor Ranting Kedungsari Gebog Kudus masa hidmah 2019-2021, Pengurus LDNU
Ranting Kedungsari Gebog Kudus masa hidmah 2018-2023,Tim Lembaga Bahtsul Masail
MWC NU Gebog Kudus, Pengurus LP. Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah masa hidmah
2018-2023. Aktifitas penulis sekarang menjadi Dosen Tetap di kampus STAI Khozinatul
Ulum Blora.
107