Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ILMU KEPERAWATAN DASAR I

ASPEK HUKUM DALAM KEPERAWATAN

Di susun oleh :

1. Arga Putra Wijaya (121.0015)


2. Chieffiana Lailiah (121.0021)
3. Intan Ayu R. (121.0049)
4. Sujiati (121.0101)

STIKES HANG TUAH SURABAYA


TAHUN AJARAN 2012-2013
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun maksud pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar 1. Dengan selesainya makalah
ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing kami, yang
telah memberikan masukan dan sarannya di setiap pertemuan.
Akhirnya penyusun mohon maaf apabila ada suatu kekurangan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Surabaya, 12 Desember 2012

Penyusun

i
DAFTAR PUSTAKA

Kata Pengantar.........................................................................................................i

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 1
1.3 Tujuan............................................................................................................... 1

BAB II Pembahasan

2.1 Informed Consent Dalam Pelayanan Kesehatan dan Pasien Tidak Sadar........ 2

2.2 Etik Euthanasia dan Hak Asasi Manusia.......................................................... 5

2.3 Malpraktik Medik dan Non-Medik................................................................... 8

2.4 Etika Khusus Keperawatan Aborsi................................................................... 16

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan....................................................................................................... 21

Daftar Pustaka......................................................................................................... 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawat profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan konflik yang
mungkin meraka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktik
profesional. Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan
hukum telah berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik.
Keperawatan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu landasan dan lindungan
yang jelas. Para perawat harus tahu berbagai konsep hukum yang berkaitan dengan
praktik keperawatan karena mereka mempunyai akuntabilitas terhadap keputusan dan
tindakan profesional yang mereka lakukan.

1.2 Rumusan Masalah

a. Informed Consent dalam pelayanan kesehatan dan pasien tidak sadar

b. Etik euthanasia dan hak asasi manusia

c. Malpraktik medik dan non medik

d. Etika khusus keperawatan aborsi

1.3 Tujuan

Secara umum terdapat dua alasan terhadap pentingnya para perawat tahu tentang
hukum yang mengatur praktiknya, yaitu:

1. Untuk memberikan kepastian bahwa keputusan dan tindakan perawat yang


dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum.
2. Kedua, untuk melindungi perawat dari liabilitas atau yang bisa disebut utang
yang harus dilunasi atau pelayanan yang harus dilakukan pada masa datang
pada pihak lain.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Informent Consent dalam Pelayanan Kesehatan dan Pasien Tidak Sadar

a. Pengertian Informed Consent

Informed consent secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu informed dan consent.
Informed berarti telah mendapat penjelasan atau informasi; sedangkan consent berarti
memberi persetujuan atau mengizinkan. Dengan demikian informed consent berarti
suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Atau juga juga
dikatakan informed consent adalah pernyataan setuju dari pasien yang diberikan
dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan informasi dari dokter dan sudah
dimengerti olehnya.

Dalam berkas rekam medis pasien di rumah sakit terdapat satu lembaran yaitu
lembar persetujuan tindakan medis. Lembaran ini akan diisi/diberi persetujuan oleh
pasien atau keluarganya apabila telah mendapat penjelasan dari tenaga kesehatan.

Istilah Informed consent dalam Undang-Undang Kesehatan kita tidak ada, yang
tercantum adalah istilah persetujuan, menerima atau menolak tindakan pertolongan
setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut. Informed
consent atau persetujuan Medik adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien sesuai
dengan pasal 1(a) Permenkes RI Nomor 585/MEN.KES/PER/X/1989. Di mana pasal
1(a) menyatakan bahwa persetujuan tindakan medik (informed consent) adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Suatu
persetujuan dianggap sah apabila:

(1) Pasien telah diberi penjelasan/ informasi;

(2) Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk
memberikan keputusan/persetujuan;

(3) Persetujuan harus diberikan secara sukarela.

2
b. Informent Consent untuk Pasien dalam Keadaan Tidak Sadar

Untuk pasien dalam keadaan yang tidak sadar atau pingsan dan tidak didampingi
oleh keluarga terdekat dan secara medis berada dalam keadaan gawat atau darurat
serta memerlukan tindakan medis yang segera karena apabila terlambat
penanganannya dapat mengakibatkan sesuatu yang fatal dalam arti cacat atau
kematian, maka tidak dibutuhkan persetujuan siapapun juga.

Keadaan tidak sadar atau mampu yang dialami pasien dalam hal persetujuan
tindakan medis, berdasar Peraturan Menteri Kesehatan No 585 Tahun 1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medik menyatakan bahwa yang berhak memberikan
persetujuan yaitu :

a. Belum dewasa (di bawah umur 21 tahun atau belum menikah) yang
memberikan persetujuan adalah orang tua atau walinya,

b. Telah dewasa tetapi berada di bawah pengampuan, yang memberikan


persetujuan adalah kurator atau walinya,

c. Menderita gangguan mental dan atau sakit jiwa, yang memberikan persetujuan
adalah orang tua atau walinya atau kuratornya,

d. Belum dewasa (di bawah umur 21 tahun atau belum menikah) dan tidak
mempunyai orang tua atau walinya atau orang tua atau walinya berhalangan yang
memberikan persetujuan adalah keluarga yang ada atau induk semangnya,

e. Untuk pasien dalam keadaan yang tidak sadar atau pingsan dan tidak
didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medis berada dalam keadaan gawat atau
darurat serta memerlukan tindakan medis yang segera, maka tidak dibutuhkan
persetujuan siapapun juga.

Keadaan tidak mampu yang dialami pasien dalam hal persetujuan tindakan medis,
berdasar Undang-undang, adalah :

a. Orang yang belum dewasa, yaitu belum berusia 18 tahun atau belum pernah
menikah.

3
b. Orang dewasa tetapi di bawah pengawasan atau pengampuan dengan alasan
kurang atau tidak sehat ingatannya, pemboros, dan kurang cerdas pikirannya atau
tidak mampu mengurus kepentingannya sendiri

Sedangkan tidak mampu secara medis adalah :

a. Keadaan gawat darurat, dalam dunia kedokteran ada 4 hal sebagai keadaan
darurat

i. Terguncang (Shock)

ii. Pendarahan (hemorrhage)

iii. Patah tulang (fractures)

iv. Kesakitan (pain).

b. Pembiusan (anesthesia)

Pembiusan pada prinsipnya merupakan satu cara untuk mempermudah operasi


dengan mengurangi rasa sakit atau menidurkan pasien hingga operasi dapat
dilaksanakan dengan baik. Pembiusan tersebut bila dikaitkan dengan Pasal 89 KUHP
bahwa membuat orang tidak berdaya (onmacht) pingsan dapt dikategorikan sebagai
tindakan kekerasan, maka untuk menghilangkan unsur pidananya dibutuhkan
persetujuan dari pasien.

c. Operasi tambahan (extended operation)

Dalam pembedahan kadang dijumpai patologi lain, yang dapat sekaligus


dilakukan operasi saat itu juga. Operasi tambahan tersebut seharusnya tetap wajib
meminta izin tersendiri kepada pasiennya. Tetapi karena biasanya pasien dalam
keadaan terbius, maka persetujuannya dimintakan kepada keluarga terdekat. Apabila
tidak ada keluarga dan patologi itu akan membahayakan jiwa pasien bila tidak
diambil tindakan segera, operasi tambahan tersebut dilakukan tanpa persetujuan
pasien maupun keluarganya. Hal tersebut dilakukan atas dasar penyelamatan jiwa
pasien

4
2.2 Etik Euthanasia dan Hak Asasi Manusia

a. Pengertian Euthanasia

Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Eu, yang berarti Indah, bagus,
terhormat atau Gracefully and With Dignity, dan thanatos yang berarti mati, jadi
secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik.

Euthanasia dalam Kamus Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai


“kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama pada kasus penyakit yang
penuh penderitaan dan tak tersembuhkan”. Sedangkan dalam Kamus Kedokteran
Dorland euthanasi mengandung dua pengertian :
1) Suatu kematian yang mudah dan tanpa rasa sakit.
2) Pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang
menderita dan tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan, secara hati hati
dan disengaja.

b. Jenis-jenis Euthanasia
Pada dasarnya euthanasia dibedakan atas dua jenis yaitu :

1. Euthanasia Pasif, yaitu perbuatan penghentian atau mencabut segala tindakan


atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia.

2. Euthanasia Aktif, yaitu perbuatan yang dilakukan secara medik melalui


intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia.

Ditinjau dari permintaan Euthanasia dapat dibedahkan atas dua jenis yaitu:
1. Euthanasia voluntir ( atas permintaan pasien)
2. Euthanasia involentir (tidak atas permintaan pasien, biasanya keluarga
pasien yang memerintahkan)

c. Euthanasia dan Hak Asasi Manusia


Dalam memberikan penilaian kita perlu melihat jenis euthanasia itu sendiri,
karena dari jenisnya kita dapat memberikan marka atau penilaian sejauh mana itu
dinilai sebagai pelanggaran HAM.

5
1. Euthanasia Aktif

a) Euthanasia Aktif Volentir


Jika kita simak pasal 1 UU no 39 Tahun 1999 tentang HAM “Hak Asasi
Manusia itu adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati dan dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi penghormatan, serta perlindungan harkat dan
martabat manusia”. Sedangkan tindakan dokter yang menyuntikkan zat mematikan
ke dalam tubuh pasien yang dia tahu akan mengahiri kehidupan pasien yang
disuntiknya tersebut dengan zat mematikan itu, juga melanggar KODEKI dan
sumpah Hipocrates.

Jadi bisa disimpulkan bahwa faktor penyebab pelanggaran HAM pada jenis
euthanasia ini adalah tindakan yang dilakukan dokter yang memberikan suntikan zat
mematikan kepada pasien yang memintah mengakhiri hidupnya.

b) Euthanasia Aktif non volentir


Dari jenis ini yang menjadi faktor utama pelanggaran hukum dan HAM adalah
karena dokter dan keluarga dekat pasien melakukan tindakan euthanasia secara aktif
tanpa persetujuan dari pasien. Rasa kasihan dan sebagainya tidaklah menjadi suatu
hal yang membenarkan euthanasia.

c) Euthanasia Aktif involuntir


Pada jenis ini sama saja dengan kedua jenis sebalumnya tetapi hanya terletak
dari keadaan bahwa dokter yang secara aktif melakukan tindakan yang dapat
mematikan pada pasien tanpa seizin pasien tersebut karena berada dalam keadaan
Terminally ill. Jika dilihat dari hukum pidana Indonesia, tindakan ini tidak
dibenarkan dan dokter yang melakukan tindakan ini harus siap menerima
hukuman karena melanggar pasal 338 atas penghilangan jiwa orang lain.

2. Euthanasia Pasif
a) Euthanasia Pasif Voluntir
Tindakan dokter yang menghentikan atau mencabut tindakan atau pengobatan
yang diperlukan untuk mempertahankan hidup pasien. Walaupun tindakan ini
dilakukan atas permintaan pasien. Jika dipikirkan dari sisi pasien ada beberapa
aspek yang memungkinkan pasien melakukan itu, misalnya sudah merasa siap
untuk menemui ajalnya atau berpikir berobat tidak akan berguna lagi

6
menyelamatkan hidupnya dan akan menghabiskan biaya saja dan akhirnya tetap
berujung pada kematian. Dalam euthanasia jenis ini tidak ada pelanggaran HAM,
dalam pandangan iman bisa saja euthanasia ini dilakukan dengan catatan bahwa
sang pasien sudah bebar-benar siap secara iman untuk meninggal secara
bermartabat dengan suasana damai di tengah keluarganya.

b. Euthanasia Pasif non Voluntir


Yang menyebabkan timbulnya pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam
tindakan ini adalah adanya tindakan penghentian tindakan penyelamatan atau
perawatan terhadap pasien yang tidak sadarkan diri. Mengapa dikatan demikian
karena tindakan itu tidak seharusnya dilakukan karena sama saja dengan
ketidakpedulian atau penghormatan atas suatu kehidupan yang semestinya dihargai
oleh dokter sampai pada akhirnya orang tersebut benar-benar dalam kematian
biologis.

c. Euthanasia Pasif Involuntir


Penghentian tindakan pengobatan dan pencabutan segala tindakan atau
pengobatan yang perlu untuk mepertahankan hidup manusia dilakukan tidak atas
persetujuan pasien sedangkan pasien masih ingin hidup. Tindakan demikian diatas
sama saja dengan merampas hak hidup pasiendan secara medis ini sangat tidak
dibenarkan, karena tindakan ini sama saja denga mengabaikan hak hidup sipasien
tanpa seijinnya. Hal ini menunjukkan tindakan seorang dokter yang harus
menghormati hidup setiap insani.

Tindakan pembiaran merupakan faktor pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam


jenis pelanggaran ini juga perampasan hidup pasien karena sang pasien masih
ingin hidup tapi di rampas hidupnya karena penghentian tindakan pengobatan.

7
2.3 Malpraktik Medik dan Non-Medik

a. Pengertian Malpraktik
Malpraktik (malapraktik) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal dan praktik
atau praktik. Mal berasal dari kata unani, yang berarti buruk. Praktik (Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Purwadarminta, 1976) atau praktik (Kamus Dewan Bahasa dan
Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, 1991) berarti menajalankan perbuatan
yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan (profesi). Jadi, malpraktik
berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kuatlitasnya, tidak lege artis, tidak tepat.

Malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat


keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati
pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Yang
dimaksud dengan kelalaian disini ialah sikap kurang hati hati yaitu tidak melakukan
apa yang seorang dengan sikap hati hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya
melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati hati tidak akan melakukannya
dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melakukan tindakan
kedokteran di bawah standar pelayanan medik.

Apapun definisi malpraktik medic pada intinya mengandung salah satu unsure
berikut.
1. Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan yang
sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran.
2. Dokter memberikan pelayanan medic di bawah standar (tidak lege artis)
3. Dokter melakukan kelalaian berat atua kurang hati hati, yang dapat mencakup:
a) Tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya dilakukan, atau
b) Melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan

Sedang malpraktik non-medks adalah malpraktik yang terjadi tapi tidak dalam
lingkup medik. Contohnya adalah sebagai berikut :

1) Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)

Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi


perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh dokter atau tenaga
kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechmatige daad)
sehingga menimbulkan kerugian pada pasien.

8
Adapun isi dari tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa :

 Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.


 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melaksanakannya.

 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak


sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.

 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah


memenuhi beberapa syarat seperti :

 Harus ada perbuatan (baik berbuat naupun tidak berbuat)


 Perbuatan tersebut melanggar hukum (baik tertulis maupuntidak tertulis)

 Ada kerugian

 Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan yang melanggar
hukum dengan kerugian yang diderita.

 Adanya kesalahan (schuld)

Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena


kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsure
berikut :

 Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien.


 Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim.

 Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti


ruginya.

 Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar.

Namun adakalanya seorang pasien tidak perlu membuktikan adanya kelalaian


dokter. Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi “res ipsa loquitor” yang artinya fakta
telah berbicara. Misalnya karena kelalaian dokter terdapat kain kasa yang tertinggal
dalam perut sang pasien tersebut akibat tertinggalnya kain kasa tersebut timbul
komplikasi paksa bedah sehingga pasien harus dilakukan operasi kembali. Dalam hal
demikian, dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.

9
2) Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice)

Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat dokter atau
tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atua kurang cermat dalam melakukan
upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.

3) Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional)

Misalnya pada kasus-kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis, euthanasia,


membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat
padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan
surat keterangan dokter yang tidak benar.

4) Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness)

Misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan
standar profesi serta melakukan tindakn tanpa disertai persetujuan tindakan medis.

5) Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence)

Misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan dokter
yang kurang hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya alat operasi yang didalam
rongga tubuh pasien.

6) Malpraktek Administratif (Administrative Malpractice)

Terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap
hukum Administrasi Negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter
tanpa lisensi atau izinnya, manjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa
dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.

10
b. Konsekuensi Hukum Malpraktik

Berikut adalah beberapa contoh yang diambil dari Kitab Undang – Undang
Hukum Pidana ( KUHP ) tentang pasal dan konsekuensi huku malpraktik:

a) Kejahatan Terhadap Pemalsuan Surat


Pasal 267
(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang
ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
(2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke
dalam rumah sakit jiwa atau menahannya disitu , dijatuhkan pidana penjara paling
lama 8 ( delapan ) tahun 6 ( enam) bulan.
(3) Dipidana dengan pidana yang sama, barang siapa yang dengan sengaja
memakai surat keterangan palsu itu seolah – olah isinya sesuai dengan kebenaran

b) Pengguguran Kandungan
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun

Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun enam bulan
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun

Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukankejahatan yang
tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan

11
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

c) Tentang Penganiayaan
Pasal 351
( 1 ) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah
( 2 ) Jika Perbuatan mengakibatkan luka – luka berat yang bersalah dikenakan
pidana penjara paling lama lima tahun.
( 3 ) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun
( 4 ) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan
( 5 ) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana

d) Kealpaan Yang Menyebabkan Mati atau Luka – luka


Pasal 359
Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 360
(1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka –
luka berat, diancam dengan dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun
(2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka – luka
sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu diancam dengan pidana penjara
paling lama Sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda tiga
ratus rupiah.

Pasal 361
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan
suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang
bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan
kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

e) Tentang meninggalkan orang yang perlu ditolong


Pasal 304
Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam
keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan dia wajib member kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda
paling banyak tiga ratus rupiah.

f) Tentang Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa


Pasal 338

12
Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain , diancam karena pembunuhan
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 340

Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain
diancam karena pembunuhan dengan rencana , dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu.

Pasal 344

Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam denan pidana penjara paling lama
dua belas tahun .

Pasal 345

Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya
dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri

Pasal 359

Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana dengan


pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya
satu tahun

g) Mengenai Percobaan

Pasal 53

(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana jika niat untuk itu telah ternyata dari
adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu, buka semata –
mata disebabkan karena kehendaknya sendiri

13
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan dalam hal percobaan dapat
dikurangi sepertiga

(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati dan pidana penjara seumur hidup ,
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun

(4) Pidana tambahan bagi percobaan adalah sama dengan kejahatan

Mengenai mekanisme untutan malpraktik ada beberapa upaya yang dapat ditempuh
dalam hal terjadi kelalaian oleh tenaga kesehatan yakni:

a. Melaporkan kepada MKEK/MKDKI;

b. Melakukan mediasi;

c. Menggugat secara perdata.

Jika ternyata ada kesengajaan dalam tindakan tenaga kesehatan tersebut, maka dapat
dilakukan upaya pelaporan secara pidana.

c. Kedudukan Perawat sebagai saksi ahli.

Saksi ahli adalah seseorang yang dapat menyimpulkan berdasarkan pengalaman


keahliannya tentang fakta atau data suatau kejadian, baik yang ditemukan sendiri
maupun oleh orang lain, serta mampu menyampaikan pendapatnya tersebut (Franklin
C.A, 1988), dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagai saksi ahli harus dapat
menarik kesimpulan, serta menyatakan pendapat sesuai dengan keahliannya.
Berdasarkan pasal 184 KUHAP ayat (1), keterangan ahli yang diberikan oleh saksi
ahli di pengadilan adalah merupakan salah satu alat bukti yang syah. (Rahman Ardan,
2007).

Syarat Perawat Sebagai Saksi Ahli Pengacara melihat beberapa faktor ketika
mereka mempertahankan perawat baik konsultan hukum atau saksi ahli, dengan
syarat :

a. Seorang perawat harus memiliki minimal sarjana ilmu di keperawatan untuk


menarik minat firma hukum atau lembaga kesehatan.

14
b. Perawat yang memiliki pengalaman klinis saat ini di bidang minat atau
perhatian.

c. Sertifikasi Specialty adalah faktor lain yang akan dipertimbangkan ketika


mempertahankan perawat konsultan hukum atau saksi ahli.

d. Reputasi perawat di daerahnya, keahlian merupakan faktor penting juga.

e. Seorang perawat yang memiliki masalah hukum sebelumnya tidak dapat


dijadikan sebagai saksi ahli.

f. Seorang perawat harus dapat menerjemahkan isu-isu kompleks tentang


kesehatan dengan istilah sederhana yang dimengerti oleh pengacara lain, juri, dan
hakim.

Saksi ahli Perawat terlibat dalam kegiatan yang mirip dengan perawat konsultan
hukum. Sebagai contoh, mereka mungkin akan diminta untuk mengatur catatan
medis, menyiapkan garis waktu, penelitian literatur terkait, dan menyelidiki standar
asuhan keperawatan. Namun, juga diharapkan bahwa mereka akan bersedia untuk
bersaksi di deposisi dan sidang harus perlu timbul.

Seperti perawat konsultan hukum, saksi ahli juga bisa disewa oleh organisasi
perawatan kesehatan di posisi pengurangan risiko. Ahli saksi biasanya cukup dibayar
sedikit lebih untuk layanan mereka.

15
2.4 Etika Khusus Keperawatan Aborsi

a. Pengertian Aborsi

Aborsi di definisikan sebagai pengeluaran janin atau produk konsepsi secara


spontan sebelum usia kehamilan 24 minggu. Definisi aborsi menurut WHO adalah
pengeluaran embrio atau janin yang berat badannya 500 g atau kurang, yang setara
dengan usia kehamilan sekitar 22 minggu. Dalam praktik, aborsi lebih sering di
deskirpsikan sebagai keguguran (abortus) untuk menghindari terjadinya distress,
karena beberapa wanita menghubungkan istilah aborsi dengan terminasi kehamilan
yang disengaja.

b. Pembagian Aborsi

a) Aborsi spontan (keguguran yang tidak disengaja)

Keguguran ini terjadi bukan karena kesengajaan, melainkan karena kelalaian atau
kecerobohan selama ibu mengandung seorang anak. Keguguran bisa terjadi antara
lain karena penyakit, luka, gangguan hormonal selama mengandung, atau kecelakaan
lalu lintas. Ini berarti keguguran terjadi sebagai efek samping yang tak terencana.
Hanya aborsi tak disengaja dan tak langsung saja dengan alasan yang tak
terhindarkan yang bisa diterima. Tentu itu semua setelah diadakan peninjuauan secara
menyeluruh. Latar belakang dan penyebab aborsi perlu diteliti secara komprehensif.

b) Aborsi terncana (pengguguran)

Ini termasuk pembunuhan langsung atas manusia yang tak bersalah. Pengguguran
buah kandungan oleh manusia dengan sengaja atau terencana dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu aborsi langsung dan tak langsung.

(1) Aborsi langsung adalah pembunuhan langsung atas buah kandungan dari
dalam rahim ibu. Ini tergolong tindakan kriminal pembunuhan yang melenyapkan
hidup manusia. Mereka yang terlibat dalam aborsi ini dengan sendirinya mendukung
tindak aborsi, yakni tindak kejahatan pembunuhan.

16
(2) Aborsi tak langsung adalah penggugran yang terjadi antara lain karena efek
samping dari pengobatan ibu. Jenis pengguran ini ada dua.

(a) Aborsi terapieutik adalah campur tangan medis-operasi yang dilaksanakan


untuk meniadakan bagian tubuh yang sakit sebagai satu satunya cara untuk
menyelamatkan hidup ibu karena kesalamatan nyawa ibu sungguh terancam.
Tindakan menidakan bagian tubuh tersebut, berakibat pada gugurnya kandungan.
Kasus ini perlu mendapat tinajuan dan penkajian yang mendalam dari sudut medis
dan etis.

(b) Aborsi eugenic adalah aborsi yang dilakukan karena alasan genetis dari
anak yang dikandung dengan tujuan memilih anak yang memiliki genetikan yang
baik. Istilah yang berbau rasis ini sudah tidak digunakan lagi. Aborsi ini akhirnya
terarah pada aborsi terapeutik karena kemungkinan besar janin mengalami cacat
serius akibat ketidak teraturan genetik, gangguan penyakit penyakit tertentu yang tak
terhindarkan, dan ketidakseimbangan sosial dalam keluarga.

c. Contoh Contoh Kasus Aborsi

Berikut adalah beberapa contoh kasus yang kami ambil dari media cetak dan
internet untuk contoh kasus aborsi.

1. Aborsi, Sepasang Kekasih Terancam 7 Tahun Penjara

BALIKPAPAN-Usai melakoni proses reka ulang atau rekonstruksi, dua


tersangka pelaku aborsi Rudi (19) warga Soekarno Hatta Km 14, Balikpapan Utara
dan pacarnya Sri (18) warga Kariangau, dalam waktu dekat proses penahanannya
akan dilimpahkan ke Rumah Tahanan Negara (rutan) kelas II B Balikpapan. Untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasangan kekasih itu akan dikenakan dua
pasal berbeda.

Kapolsek Balikpapan Utara Kompol Putu Rideng SH menerangkan, kedua


tersangka masing-masing akan dijerat Pasal 348 KUHP dengan ancaman hukuman 5
tahun penjara. Sedangkan pelaku pengguguran bayi dikenakan Pasal 341 KUHP
subsider 346 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara bila terbukti bersalah
telah memberi izin pada saat janin itu digugurkan.

17
"Rudi kita jerat pasal 348 KUHP sedangkan Sri kita kenakan pasal 346 KUHP,"
kata Kapolsek. Disinggung terkait sejauh mana perampungan berkas Berita Acara
Pemeriksaan (BAP), akan segera dilimpahkan kepada pihak Kejaksaan Negeri
Balikpapan sebagai proses pengiriman tahap 1. “Persyatan formil di berkas,
meyakinkan jaksa dan hakim nantinya di pengadilan,” terangnya.

Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Suprana Jaya SH kuasa hukum yang


ditunjuk Negara mendampingi para tersangka menegaskan tidak ada upaya hukum
yang dilakukan terkait melakukan upaya hukum yang kontra atau berlawanan dengan
proses hukum karena menyadari bahwa perbuatan Rudi dan Sri termasuk pidana
berat.

Yakni Rudi dijerat pasal 348 ayat 1 KUHP, barangsiapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungannya seorang wanita dengan izin wanita itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.

Sedangkan Sri dijerat pasal 341 KUHP, seorang ibu yang karena takut akan
ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian,
dengan sengaja merampas nyawa anaknya,diancam karena membunuh anak sendiri,
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Juga subsider 346 KUHP, seorang wanita
yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

“Kalau mengajukan penangguhan penahanan rasanya berat, susah dikabulkan.


Karena pasal yang dikenakan padanya ancaman hukumannya cukup tinggi. Kita harus
rasional melihat pasal yang dipasang penyidik ,” kata Suprana. Sehingga, Rudi dan
Sri pun dipastikan merayakan hari bahagia lebaran Idul Fitri dalam tahanan.

Kasus penemuan mayat bayi yang dikubur di kebun milik Wasimo (75) warga
Km 14, Gang Giri Mulyo RT 25 Karang Joang Balikpapan Utara, nyaris buntu
penyelidikannya. Sebab, hingga mayat diautopsi dan dikubur oleh pihak RSKD
Balikpapan, tidak diketahui siapa ibu dan bapak sibayi, juga tak diketahui siapa
pelaku yang mengubur bayi itu.

Berkat kejelian aparat Polsek Balikpapan Utara, akhirnya terungkap ibu dan
bapak bayi, sekaligus pelaku yang menguburkan di bawah pohon lai. Yakni si ibu
bernama Sri (18) cewek yang baru lulus SMA dan si bapak bernama Rudi (20).
Keduanya belum menikah sehingga bayi hasil dari hubungan cinta terlarang.
Ternyata, kunci pembuka misteri ini selembar kain spanduk bertuliskan tournament

18
golf. Spanduk itu, digunakan untuk membungkus mayat bayi ketika dikuburkan.
Selain spanduk, bayi juga dibungkus kain jarik.

Akhirnya, Rabu (18/7) lalu Unit Buser Reskrim Polsek Balikpapan Utara berhasil
menangkap Rudi dan Sri, tepat dua pekan setelah penemuan bayi . Dua pelakunya
diketahui merupakan pasangan belia. Rudi dan Sri, sebelumnya melakukan
perbuatan layaknya suami istri bekali-kali di rumah Sri. Situasi rumah kosong dimana
kedua orangtua Sri tengah bekerja dimanfaatkan keduanya. Keduanya mengaku
terpaksa melakukan aborsi (penguguran, Red) untuk menutupi aib keluarga.(noq)

2. Seorang pelajar SMAN 2 Kota Tegal, Jawa Tengah, nekat melakukan aborsi
atas bayi yang dikandungnya dari hasil hubungan gelap dengan kekasihnya. Untuk
menghilangkan jejak pelaku membuang janin berusia 5 bulan hasil aborsi ke dalam
closet rumahnya.

Namun, perbuatannya tercium oleh pihak keluarganya, Selasa (4/9/2012) siang


dan polisi mengamankan kekasih pelaku yang diduga sebagai bapak dari jabang bayi.
Sementara, pelaku harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Pelaku aborsi berinisial YS, kini masih menjalani perawatan di ruang ibu dan
anak Rumah Sakit Islam Harapan Anda Kota Tegal. Pelaku dilarikan ke rumah sakit
oleh keluarganya karena banyak mengeluarkan darah pasca melakukan aborsi sendiri
dikamar mandi rumahnya.

Pelaku yang keduanya masih berstatus sebagai pelajar kelas 2 ini nekat
melakukan aborsi diduga lantaran malu dan takut dengan keluarganya karena hamil
diluar nikah. Untuk menghilangkan jejak, pelaku bahkan sempat membuang janin
aborsinya ke dalam closet.

Awalnya pelaku mengelak melakukan aborsi setelah di desak pelaku akhirnya


mengakui baru saja menggugurkan bayi hasil hubungan gelap dengan kekasihnya.
Polisi langsung menciduk MA, kekasih pelaku yang merupakan kakak kelas di satu
sekolah.

MA, yang di duga menghamili pelaku menjalani pemeriksaan tertutup di unit


perlindungan perempuan dan anak Polresta Kota TEgal. Polisi masih melakukan
penyelidikan untuk mengetahui apakah ada keterlibatan orang lain yang membantu
pelaku saat melakukan aborsi.

19
“Pelaku dijerat pasal 80 UU Nomor 23 Tahun 2002, karena diduga sengaja
menggugurkan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya. Ia terancam
hukuman pidana penjara sekitar 10 tahun,” ujar Kapolres Tegal Kota AKBP Haryadi
Muktas SIK kepada sejumlah wartawan

Haryadi menyebutkan, kasus aborsi yang dilakukan pelajar SMA sampai saat ini
masih dalam penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pastinya hal
tersebut. adanya informasi dari Polsek maupun Polres yang mendatangi tempat
kejadian perkara (TKP), kemudian disana ditemukan bayi yang masih kecil sekitar 15
sentimeter dari dalam janin Yelicia Saraswati (16) berumur lima bulan yang
digugurkan di toilet rumahnya jalan Citarum Kelurahan Mintaragen Kecamatan Tegal
Timur. “Hingga saat ini kami terus melakukan pendalaman-pendalaman, karena YS
sendiri masih dirawat di RSI Harapan Anda dan belum bisa dimintai
keterangan,”terangnya.

Lebih lanjut diungkapkan, untuk pelaku aborsi MA sekaligus pacar YS yang


diamankan Polres Tegal Kota itu masih dimintai keterangan. Selain MA, ayah dari
YS juga telah diambil keterangan terkait masalah tersebut. Kedua orang pelaku baik
MA maupun YS itu sama-sama masih duduk di bangku SMA di salah satu sekolah
Kota Tegal. “Namun, dari hasil informasi, pengguguran janin yang dilakukan pelaku
kemungkinan mengarah ke obat-obatan. Untuk lebih jelasnya, setelah kami
melakukan pemeriksaan terhadap YS,”paparnya.

Selain memintai keterangan dari pelaku dan kekasihnya, polisi juga mengorek
keterangan dari sejumlah saksi dari pihak keluarga damn teman-teman korban.
sementara itu jasad janin berusia lima bulan hasil aborsi langsung dimakamkan.@boy

20
BAB III Penutup

3. 1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, bisa disimpulkan bahwa di dalam dunia kesehatan atau
medis pun mempunyai dasar hukum yang melindunginya. Apalagi hal hal yang sering
kita dengar seperti aborsi atau malpraktik adalah hal yang harus kita waspadai bahkan
hindari ketika kita bekerja di ruang lingkup kesehatan.

Pada dasarnya, apapun yang akan kita lakukan mempunyai dampak atau
konsekuensinya sendiri sendiri. Maka, sebagai makhluk yang tidak sempurna, perlu
adanya kewaspadaan dan kehati hatian kita sebagai perawat dalam menjalani
profesinya.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Brooker, Chris. 2005. Ensiklopedia Keperawatan. Penerbit: EGC, Jakarta.

2. Asher Tumbo: Staff Pengajar Fakultas Hukum UKI-Paulus Makassar, 2010.


Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia dan Hukum. Adiwidia,
Desember 2010. 4 -7.

3. Lontoh, Diana Devin., 2008. Pelaksanaan Perjanjian Terapeutik dalam


Persetujuan Tindakan Medis pada Kondisi Pasien dalam Keadaan Tidak
Mampu di Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Tesis (untuk Memenuhi
Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat S2). Program Studi Magister
Kenotariatan.

4. Ta’adi. 2010. Hukum keshatan Pengatar Menuju Perawat Profesional.


Penerbit : EGC

5. Jawa Pos, Jum'at, 10 Agustus 2012

6. forum.kompas.com/nasional/197552-gempar-siswi-sman-2-tegal-kepergok-
lakukan-aborsi-di-kamar-mandi.html

22

Anda mungkin juga menyukai