Anda di halaman 1dari 38

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. L DENGAN DIAGNOSA MEDIS


KEJANG DEMAM DI RUANG ANAK D1 RUMAH SAKIT
ANGKATAN LAUT DR. RAMELAN SURABAYA

Oleh:

KELOMPOK 4A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Disusun oleh : Akbar Dwi G. (163.0006)


Inggar Septi F. (163.0029)
Intan Ayu R. (163.0030)
Risca Putri M. (163.0058)
Evodius Lusius S. (163.0007B)

Judul : Seminar Kasus Asuhan Keperawatan pada An. L dengan


Diagnosa Medis Kejang Demam di Ruang Anak D1 Rumah Sakit
Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya

Telah disetujui untuk dilakukan Seminar Kasus di RSAL Dr. Ramelan


Surabaya.

Mengetahui,
PEMBIMBING LAHAN PEMBIMBING AKADEMIK

NANIK IDAWATI, Amd DIYAH ARIN, S.Kep., Ns., M.Kes


NIP. 197802032014102004 NIP. 03003

KEPALA RUANGAN ANAK D1

IDA DJUWITAWATI, S.Kep., Ns.


NIP. 196802209188032001

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Seminar Kasus pada Pasien dengan
Diagnosa RSAL Dr. Ramelan Surabaya di RSAL Dr. Ramelan Surabaya..
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok mendapatkan banyak
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini
perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Laksamana Pertama TNI Dr. I Dewa Gede Nalendra DI, Sp.B.,Sp.BTKV
selaku Kepala Rumiktal Dr. Ramelan Surabaya atas pemberian izin untuk
melakukan penelitian di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
2. Ibu Wiwiek Liestyaningrum, M.Kep. Selaku Ketua Stikes Hang Tuah
Surabaya.
3. Nuh Huda, M.Kep., Ns.,Sp.KMB selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Profesi Ners Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Surabaya yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program
Profesi Ners.
4. Ibu Ida Djuwitasari, S.Kep., Ns selaku kepala ruangan D1 yang telah
meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan arahan dan bimbingan
penyusunan dan penyelesaian seminar ini.
5. Ibu Nanik Idawati, Amd Selaku pembimbing lahan di ruangan D1 yang
telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan arahan dan
bimbingan penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
6. Ibu Diyah Arini, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku pembimbing institusi di
ruangan D1 yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan
arahan dan bimbingan penyusunan dan penyelesaian makalah seminar ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, kritik
dan saran dari pembaca sangat kami perlukan dalam perbaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bisa berguna bagi kami dan pembaca.

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan.......................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi......................................................................................................... iii

BAB 1: Pendahuluan....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 3
1.3 Tujuan........................................................................................................ 3
1.4 Manfaat...................................................................................................... 4
BAB 2: Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Dasar Pertumbuhan dan Perkembangan Anak............................. 5
2.1.1 Definisi................................................................................................... 5
2.1.2 Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan............................................... 5
2.1.3 Pola Pertumbuhan dan Perkembangan....................................................6
2.1.4 Ciri-Ciri Pertubuhan dan perkembangan................................................ 7
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak............... 7
2.1.6 Tahapan Tumbuh Kembang Anak........................................................ 10
2.1.7 Pertumbuhan pada Anak....................................................................... 11
2.1.8 Perkembangan pada Anak.....................................................................14
2.2 Konsep Dasar Kejang Demam..................................................................18
2.2.1 Definisi................................................................................................. 18
2.2.2 Etiologi..................................................................................................18
2.2.3 Patofisiologi...........................................................................................19
2.2.4 Manifestasi Klinis................................................................................. 20
2.2.5 Klasifikasi............................................................................................. 21
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang........................................................................ 22
2.2.7 Komplikasi............................................................................................ 23
2.2.8 Penatalaksanaan.................................................................................... 24
2.2.9 Web Of Caution.................................................................................... 26
2.3 Asuhan Keperawatan Anak Teoritis dengan Masalah Kejang Demam... 23
2.3.1 Pengkajian..............................................................................................27
2.3.2 Diagnosa Keperawatan......................................................................... 31
2.3.3 Intervensi Keperawatan........................................................................ 31
BAB 3: Tinjauan Kasus................................................................................. 32
3.1 Pengkajian................................................................................................ 32
3.2 Prioritas Masalah..................................................................................... 47
3.3 Anlisa Data.............................................................................................. 48
3.4 Rencana Tindakan................................................................................... 51
3.5 Tindakan Keperawatan dan Catatan Perkembangan............................... 57
BAB 4: Penutup............................................................................................. 96
4.1 Simpulan.................................................................................................. 97
4.2 Saran........................................................................................................ 97

Daftar Pustaka................................................................................................ 98

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak-anak yang terjadi
bersamaan dengan demam, Kejang demam adalah gangguan kejang yang lazim
terjadi pada anak, dengan prognosis yang sangat baik, namun dapat juga
menandakan penyakit yang serius yang mendasari seperti sepsis atau
meningitis(Wong, 2008). Kejang Demam adalah kejang pada anak sekitar usia 6
bulan sampai 6 tahun yang terjadi saat demam yang tidak terkait dengan kelainan
intrakranial, gangguan metabolik, atau riwayat kejang tanpa demam (American
Academy of Pediatrics, 2008). Penyebab demam pada pasien kejang demam
biasanya adalah gastroenteritis (38,1%), infeksi saluran nafas atas (20%), dan
infeksi saluran kencing (16,2%) (Aliabad, et al., 2013). Sementara menurut Chung
& Wong (2007), infeksi saluran nafas (79,5%), gastroenteritis (5,5%), roseola
(2,9%), infeksi saluran kencing (1,1%) dan bakteriemia (0,9%) merupakan
penyebab demam pada pasien kejang demam.
Hauser (1994) menyatakan bahwa insiden kejang demam di Amerika dan
Eropa terjadi pada 2-5% anak dan biasanya pada anak yang berumur antara 3
bulan dan 5 tahun, dengan puncak kejadian pada 18 bulan. Di Asia angka
insidensi kejang demam lebih tinggi yakni 8,3% di Jepang (Tsuboi, 1984), 5-10%
di India (Pal, 1999), dan 14% di Guam (Stanhope, 1972). Kejang demam dibagi
menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Dalam sebuah penelitian di Iran, dari 302 anak yang menderita kejang demam
didapatkan 221 kasus (73.2%) kejang demam sederhana, 81 kasus (26.8%) kejang
demam kompleks (Karimzadeh, 2008). Selain itu, dari penelitian lain di Iran juga
didapatkan rasio laki-laki dan perempuan penderita kejang demam yakni 1,2:1
(Aliabad, et al., 2013). Rasio jenis kelamin yang tidak jauh berbeda didapatkan
pula pada penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Lumbantobing pada tahun
1975 yaitu 1,25:1 (Lumbantobing, 2007). Genetik memiliki pengaruh yang kuat
dalam terjadinya kejang demam. Insiden kejang demam pada orang tua penderita
kejang demam berkisar antara 8-22% dan pada saudara kandung antara 9-17%
(Fishman, 2006).

1
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak (Lumbantobing, 2007). Ketika anak mengalami
kejang, kebanyakan orang tua merasa khawatir dan adapula yang mengira anak
mereka akan mati, padahal sebagaian besar dari kejang demam bersifat jinak,
jarang menimbulkan kerusakan otak, dan kematian akibat kejang demam tidak
pernah dilaporkan (Jones & Jacobsen, 2007). Dari sebuah penelitian di Iran
dengan menggunakan kuesioner yang melibatkan 126 ibu pasien kejang demam
didapatkan bahwa sebanyak 49 ibu (39%) mengira anaknya akan meninggal
karena kejang demam. Hal yang menjadi perhatian ibu pada saat anak kejang
demam pertama adalah kesehatan anak di masa depan, berulangnya kejang
demam berulang, terjadinya retardasi mental, paralisis, kecacatan fisik, dan
gangguan belajar.

Kekhawatiran orangtua tersebut dapat berdampak buruk pada aktivitas sehari-


hari ibu (Kolahi & Shahrokh, 2009). Secara teori, anak yang mengalami kejang
demam sederhana dengan pengobatan yang tidak efektif dapat terjadi dampak
sebagai berikut: Penurunan IQ anak, namun dalam pelitian Nelson, et al. (1978)
dan Verity (1985) tidak didapatkan perbedaan kemampuan belajar pada anak
kejang demam dengan pembanding, kecuali jika anak tersebut memiliki
abnormalitas neurologis sebelumnya, Epilepsi. Anak dengan kejang demam
sederhana mempunyai risiko terjadinya epilepsi yang sama jika dibandingkan
dengan populasi umum pada saat usia 7 tahun (American Academy of Pediatrics,
2008). Risiko terjadinya epilepsi meningkat jika terdapat abnormalitas neurologis
sebelumnya, kejang demam kompleks, memiliki riwayat epilepsi dalam keluarga,
dan durasi demam yang singkat untuk menimbulkan kejang (Seinfeld & Pellock,
2013), Berulangnya kejang demam. Adanya riwayat kejang demam dalam
keluarga, usia kurang dari 18 bulan, suhu tubuh kurang dari 400 C saat kejang
pertama, kejang kurang dari 1 jam setelah onset demam dapat meningkatkan
risiko kejang demam berulang (Seinfeld & Pellock, 2013), Kematian. Anak yang
mengalami kejang demam dapat meninggal, oleh karena injury, aspirasi, atau
aritmia (American Academy of Pediatrics, 2008). 4 Di Rumah Sakit PHC
Surabaya, prevalensi kejang demam pada tahun 2011, 2012, 2013 berturut-turut
adalah sebanyak 176 kasus,181 kasus, dan 197 kasus. Hal ini menunjukkan

2
adanya peningkatan jumlah penderita kejang demam dari tahun 2011 sampai
tahun 2013. Kejadian kejang demam merupakan hal sangat mengkhawatirkan bagi
orang tua. Kekhawatiran orang tua dapat bertambah jika anak mengalami kejang
demam berulang. Kemungkinan kejang demam berulang perlu diwaspadai pada
anak yang memiliki usia kurang dari 18 bulan, suhu tubuh kurang dari 40o C,
memiliki riwayat kejang demam dalam keluarga, dan durasi demam kurang dari 1
jam. Dengan mengetahui gambaran deskriptif kejang demam sederhana seperti
usia, jenis kelamin, suhu tubuh, penyebab demam, dan riwayat kejang demam
dalam keluarga, diharapkan dapat diketahui perkiraan kemungkinan terjadinya
kejang demam berulang sehingga orang tua pasien dapat diedukasi untuk
meningkatkan kewaspadaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dasar kejang demam ?

2. Bagaimana konsep dasar kejang demam?

3. Bagaimana konsep dasar kejang demam ?

4. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan kejang demam ?

5. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami mengenai konsep dasar anak dan
asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada anak dengan kejang demam.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pengertian anak dengan kejang demam

2. Agar mahasiswa mampu menyebutkan penyebab, dan tanda gejala anak

dengan kejang demam

3. Agar mahasiswa mampu menyebutkan penatalaksaan anak dengan kejang

demam

3
4. Agar mahasiswa dapat melakukan anamnesa dan identifikasi masalah pada

anak dengan kejang demam

5. Agar mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada kasus anak

dengan kejang demam

6. Agar mhasiswa mampu menyusun rencana keperawatan dan melakukan

tindakan keperawatan yang telah terencana pada kasus anak dengan kejang

demam

7. Agar mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada kasus anak dengan kejang

demam.

1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan umum maupun tujuan khusus maka kasus seminar ini
diharapkan bisa memberikan manfaat baik bagi kepentingan pengembangan
program maupun bagi kepentingan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat-manfaat
dari kasus seminar secara teoritis maupun praktis seperti tersebut dibawah ini :
1.4.1 Teoritis
Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan dan sarana pembelajaran bagi
ilmu pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada anak dengan
kejang demam.
1.4.2 Praktis
1. Bagi pelayanan keperawatan di Rumah Sakit

Hasil studi kasus ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit

agar dapat meningkatkan asuhan keperawatan anak dengan kejang demam.

2. Bagi profesi kesehatan

Sebagai tambahan ilmu dan sarana pembelajaran bagi profesi keperawatan


dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan
pada anak dengan kejang demam.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


2.1.1 Definisi
Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh
bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan
merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui
tumbuh kematangan dan belajar (Wong, 2000 dalam Hidayat, 2008).
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak terjadi mulai dari pertumbuhan dan
perkembangan secara fisik, intelektual, maupun emosional. Pertumbuhan dan
perkembangan secara fisik dapat berupa perubahan ukuran besar kecilnya fungsi
organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh. Pertumbuhan dan
perkembangan kognitif anak dapat dilihat dari kemampuan secara simbolik
maupun abstrak, seperti berbicara, bermain, berhitung, membaca, dan lain-lain
Istilah pertumbuhan dan perkembangan keduanya mengacu pada proses
dinamis. Pertumbuhan dan perkembangan walaupun serinbg digunakan secara
bergantian, keduanya memiliki makna yang berbeda. Pertumbuhan dan
perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan, teratur, dan berurutan yang
dipengaruhi oleh faktor maturasi, lingkungan, dan genetic (kozier, 2011, dalam
Sarayati, 2016).

2.1.2 Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan


1. Proses pertumbuhan dan perkembangan sangat bergantung pada aspek
kematangan susunan saraf pada manusia, di mana semakin sempurna
kematangan saraf maka semakin sempurna pula proses pertumbuhan dan
perkembangan yang terjadi mulai dari proses konsepsi sampai dengan
dewasa
2. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap individu adalah sama, yaitu
mencapai proses kematangan, meskipun dalam proses pencapaian tersebut
tidak memiliki kecepatan yang sama antara individu satu dengan yang lain
3. Proses pertumbuhan dan perkembangan memiliki pola yang khas yang
dapat terjadi mulai dari kepala hingga ke seluruh bagian tubuh atau juga

5
mulai dari kemampuan yang sederhana hingga mencapai kemampuan yang
lebih kompleks sampai mencapai kesempurnaan dari tahap pertumbuhan
dan perkembangan

2.1.3 Pola Pertumbuhan dan Perkembangan


1. Pola pertumbuhan fisik yang terarah
a. Cephalocaudal atau head to tail direction. pola ini dimulai dari kepala
yang ditandai dengan perubahan ukuran kepala yang lebih besar,
kemudian berkembang kemampuan untuk menggerakkan lebih cepat
dengan menggelengkan kepala dan dilanjutkan ke bagian ekstremitas
bawah lengan, tangan, dan kaki
b. Proximodistal atau near for direction. Pola ini dimulai dengan
menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan pusat/sumbu
tengah kemudian menggerakkan anggota gerak lebih jauh atau kea rah
bagian tepi
2. Pola perkembangan dari umum ke khusus
Seperti melambaikan tangan kemudian baru memainkan jarinya atau
menggerakkan lengan atas, bawah telapak tangan sebelum menggerakkan
jari tangan atau menggerakkan badan atau tubuhnya sebelum
mempergunakan kedua tungkainya untuk menyangga, melangkah,
dan/atau mampu berjalan
3. Pola perkembangan berlangsung dalam tahapan perkembangan
a. Masa pralahir, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada alat dan
jaringan tubuh
b. Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di luar
rahim dan hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan
c. Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang
memengaruhinya serta memiliki kemampuan untuk melindungi dan
menghindar dari hal yang mengancam dirinya
d. Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat, sikap,
minat, dan cara penyesuaian dengan lingkungan, dalam hal ini
keluarga dan teman sebaya

6
e. Masa remaja, terjadi perubahan kea rah dewasa sehingga kematangan
ditandai dengan tanda-tanda pubertas
4. Pola perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan
Kematangan yang dicapainya dapat disempurnakan melalui rangsangan
yang tepat agar mengalami pencapaian perkembangan selanjutnya melalui
proses belajar

2.1.4 Ciri-ciri Pertumbuhan dan Perkembangan


1. Ciri-ciri pertumbuhan
a. Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal
bertambahnya ukuran fisik
b. Dalam pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat
terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari
masakonsepsi hingga dewasa
c. Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya ciri-ciri yang
lama yang ada selama masa pertumbuhan
d. Dalam pertumbuhan terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti
proses kematangan
2. Ciri-ciri perkembangan
a. Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti dari
perubahan fungsi
b. Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hukum tetap
c. Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari
kemampuan melakukan hal sederhana menuju sempurna
d. Perkembangan setiap individu memiliki kecepatan pencapaian
perkembangan yang berbeda
e. Perkembangan dapat menentukan pertumbuhan tahap selanjutnya
dimana harus dilewati tahap demi tahap

2.1.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Tumbuh Kembang Anak


Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak, setiap individu akan
mengalami siklus yang berbeda pada kehidupan manusia. Peristiwa tersebut dapat

7
secara cepat maupun lambat tergantung dari individu atau lingkungan. Proses
percepatan dan perlambatan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
1. Faktor Herediter
Merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai
tumbuh kembang anak di samping faktor-faktor lain. Faktor herediter
meliputi bawaan, jenis kelamin, ras, dan suku bangsa. Faktor ini dapat
ditentukan dengan intensitas, kecepatan dalam pertumbuhan sel telur,
tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, usia pubertas, dan
berhentinya pertumbuhan tulang
2. Faktor Lingkungan
a. Lingkungan Prenatal
1) Lingkungan mekanis
Lingkungan mekanis adalah segala hal yang memengaruhi janin
atau posisi janin dalam uterus.
2) Zat kimia atau toksin
Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat-obatan, alkohol, atau
kebiasaan merokok oleh ibu hamil.
3) Hormonal
Mencakup hormon somatotropin, plasenta, tiroid, dan insulin.
b. Lingkungan Postnatal
1) Budaya lingkungan
Budaya lingkungan dalam hal ini adalah budaya di masyarakat
yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Budaya
lingkungan dapat menentukan bagaimana seseorang atau
masyarakat mempersepsikan pola hidup sehat.
2) Status sosial ekonomi
Anak dengan keluarga yang memiliki sosial ekonomi tang tinggi
umumnya pemenuhan kebutuhan gizinya cukupbaik dibandingkan
dengan anak sosial ekonomi rendah
3) Nutrisi
Nutrisi menjadi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang selama
masa pertumbuhan

8
4) Iklim dan cuaca
Saat musim tertentu kebutuhan gizi dapat dengan mudah diperoleh,
namun pada saat musim yang lain justru sebaliknya
5) Olahraga atau latihan fisik
Olahraga atau latihan fisik dapat memacu perkembangan anak
karena dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga suplai oksigen
ke seluruh tubuh dapat teratur serta dapat meningkatkan stimulasi
perkembangan tulang, otot, dan pertumbuhan sel lainnya
6) Posisi anak dalam keluarga
Secara umum, anak pertama atau tunggal memiliki kemampuan
intelektual lebih menonjol dan cepat berkembang karena sering
berinteraksi dengan orang dewasa, namun dalam perkembangan
motoriknya kadang-kadang terlambat karena tidak ada stimulasi
yang biasanya dilakukan saudara kandungnya
7) Status kesehatan
Apabila anak berada dalam kondisi sehat dan sejahtera, maka
percepatan untuk tumbuh kembang menjadi sangat mudah dan
sebaliknya
3. Faktor Hormonal
Faktor hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang anak antara lain :
a. Hormon Somatotropin
Berperan dalam memengaruhi pertumbuhan tinggi badan dengan
menstimulasi terjadinya proliferasi sel kartilago dan sistem skeletal
b. Hormon Glukokortikoid
Mempunyai fungsi menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari
testis dan ovarium, selanjutnya hormone tersebut akan menstimulasi
perkembangan seks, baik pada anak laki-laki maupun perempuan yang
sesuai dengan peran hormonnya

c. Hormon Tiroid
Menstimulasi metabolisme tubuh

9
2.1.6 Tahapan Tumbuh Kembang Anak
1. Masa Prenatal
Pada fase embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi 8
minggu pertama yang dapat terjadi perubahan yang cepat dari ovum
menjadi suatu organisme dan terbentuknya manusia. Pada fase fetus terjadi
sejak usia 9 minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12 sampai
ke-40 terjadi peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang
dan berat badan terutama pertumbuhan serta penambahan jaringan
subkutan dan jaringan otot
2. Masa Postnatal
a. Masa neonatus (0 – 28 hari)
Proses adaptasi dimulai dari aktivitas pernapasan yang disertai
pertukaran gas dengan frekuensi 35 – 50 kali per menit, denyut jantung
antara 120 – 160 kali per menit, menangis, memutar-mutar kepala,
mengisap, dan menelan. Selanjutnya proses pengeluaran tinja dalam
waktu 24 jam yang di dalamnya terdapat meconium dilanjut dengan
defekasi dengan frekuensi sekitar 3 – 5 kali seminggu, namun banyak
juga dijumpai bayi yang mengalamai konstipasi pada bayi dengan
PASI
b. Masa Bayi
Tahap pertama (antara usia 1 – 12 bulan) : pertumbuhan dan
perkembangan pada masa ini dapat berlangsung secara terus-menerus,
khususnya dalam peningkatan susunan saraf. Tahap kedua (usia 1 – 2
tahun) : kecepatan pertumbuhan pada masa ini mulai menurun dan
terdapat percepatan pada perkembangan motorik
c. Masa Prasekolah
Berlangsung stabil dan masih terjadi peningkatan pertumbuhan serta
perkembangan, khususnya pada aktivitas fisik dan kemampuan
kognitif
d. Masa Sekolah
Kemampuan fisik dan kognitif lebih cepat dibandingkan dengan masa
prasekolah

10
e. Masa Remaja
Terjadi perbedaan pada perempuan dan laki-laki. Pada umumnya
wanita 2 tahun lebih cepat untuk masuk ke dalam tahap remaja
pubertas dibandingkan dengan anak laki-laki dan perkembangan ini
ditunjukkan pada perkembangan pubertas

2.1.7 Pertumbuhan pada Anak


1. Berat badan
Untuk usia 0 – 6 bulan pertumbuhan berat badan akan mengalami
penambahan setiap minggu sekitar 140 – 200 gram. Sedangkan pada usia 6
– 12 bulan terjadi penambahan setiap minggu sekitar 25 – 40 gram, serta
penambahan berat badan setiap tahunnya adalah 2 – 3 kg
2. Tinggi badan
Pada usia 0 – 6 bulan bayi akan mengalami penambahan tinggi badan
sekitar 2,5 cm setiap bulannya. Pada usia 6 – 12 bulan akan mengalami
penambahan tinggi badan hanya sekitar 1,25 cm setiap bulannya. Pada
masa bermain selama tahun ke-2 kurang lebih 12 cm, sedangkan tahun ke-
3 rata-rata 4 – 6 cm. Pada masa prasekolah mengalami penambahan
kurnag lebih 6 – 8 cm, dan pada masa sekolah tinggi badan bertambah
rata-rata 5 cm
3. Lingkar kepala
Sekitar 6 bulan pertama yaitu dari 35 – 43 cm, pada usai 1 tahun
mengalami pertumbuhan hanya kurang lebih 46,5 cm. Pada usia 2 tahun
mengalami pertumbuhan kurang lebih 49 cm, bertambah 1 cm sampai
dengan usia tahun ke-3 dan bertambah lagi kurang lebih 5 cm sampai
dengan usia remaja
4. Gigi
Pertumbuhan gigi bagian rahang atas :
a. Gigi insisi sentral pada usia 8 – 12 bulan
b. Gigi insisi lateral pada usia 9 – 13 bulan
c. Molar pertama anak perempuan pada usia 14 – 18 bulan, sedangkan
molar kedua pada usia 25 – 33 bulan

11
Pertumbuhan gigi bagian rahang bawah :
a. Gigi insisi sentral pada usia 6 – 10 bulan
b. Gigi insisi lateral pada usia 10 – 16 bulan
c. Gigi insisi taring pada usia 17 – 23 bulan
d. Molar pertama pada usia 14 – 18 bulan
e. Molar kedua anak perempuan pada usia 24 – 30 bulan, sedangkan anak
laki-laki pada usia 29 – 31 bulan

Penanggalan gigi bagian rahang atas :


a. Gigi insisi pertama pada usia 7 tahun
b. Gigi insisi kedua pada usia 8 tahun
c. Gigi taring pada usia 11 tahun
d. Gigi molar pertama pada usia 9 tahun
e. Gigi molar kedua pada usia 11 tahun

Penanggalan gigi bagian rahang bawah :


a. Gigi insisi pertama pada usia 6 tahun
b. Gigi insisi kedua pada usia 7 tahun
c. Gigi taring pada usia 10 tahun
d. Gigi molar pertama pada usia 9 tahun
e. Gigi molar kedua pada usia 10 tahun
5. Organ penglihatan
Sudah terjadi perkembangan ketajaman penglihatan antara 20/100, adanya
refleks pupil dan kornea, memiliki kemampuan fiksasi pada objek yang
bergerak dalam rentang 45 derajat, dan bila tidak bergerak sejauh 20 – 25
cm. Pada usia 7 – 11 bulan mampu memfiksasi objek yang sangat kecil.
Pada usia 11 – 12 bulan ketajaman penglihatan mendekati 20/20, dapat
mengikuti objek yang dapat bergerak. Pada usia 12 – 14 bulan mampu
mengidentifikasi bentuk geometrik. Pada usia 18 – 24 bulan mampu
berakomodasi dengan baik

12
6. Organ pendengaran
Pada usia 2 – 3 bulan mampu memalingkan kepala ke samping bila bunyi
dibuat setinggi telinga. Pada usia 3 – 4 bulan anak memiliki kemampuan
dalam melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala ke arah bunyi. Pada
usia 4 – 6 bulan melokalisasi bunyi makin kuat dan mulai mampu
membuat bunyi tiruan. Pada usia 6 – 8 bulan mampu berespons pada nama
sendiri. Pada usia 10 – 12 bulan mampu mengenal beberapa kata dan
artinya. Pada usia 18 bulan mulai dapat membedakan bunyi. Pada usia 36
bulan mampu membedakan bunyi yang halus dalam bicara. Pada usia 8
bulan mulai membedakan bunyi yang serupa dan mampu mendengarkan
yang lebih halus
7. Organ seksual
Pertumbuhan organ seksual laki-laki antara lain terjadinya pertumbuhan
yang cepat pada penis pada usia 12 – 15 tahun, testis pada usia 11 – 15
tahun, kemudian rambut pubis pada usia 12 – 15 tahun
a. Tahap I (prapubertas) : pada dasarnya sama dengan masa anak-anak,
tidak terdapat rambut pubis
b. Tahap II (pubertas) : masa pubertas
c. Tahap III : terjadi pembesaran penis awal terutama dalam panjang,
testis dan skrotum terus membesar, serta rambut lebih lebat, kasar,
keriting, dan merata pada seluruh pubis
d. Tahap IV : terjadi peningkatanukuran penis dengan pertumbuhan
diameter, glans lebih besar dan lebih lebar, serta skrotum lebih gelap

Perkembangan organ seksual perempuan antara lain terjadinya


pertumbuhan payudara antara usia 10 – 15 tahun dan rambut pubis antara
usia 11 – 14 tahun
a. Tahap I : tumbuhnya puting susu dengan area kecil, penojolan di
sekitar papilla, dan terjadinya pembesaran diameter areola
b. Tahap II : pembesaran lanjut dari payudara dan areola tanpe pemisahan
konturnya
c. Tahap III : terjadi proyeksi areola dan papila

13
d. Tahap IV : tahap konfigurasi dewasa proyeksi papilla yang hanya
disebabkan oleh resesi areola ke dalam kontur umum

2.1.8 Perkembangan pada Anak


1. Perkembangan motorik halus
a. Masa Neonatus (0 – 28 hari)
Dimulai adanya kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila kita
memberikan respons terhadap gerakan jari atau tangan
b. Masa Bayi (28 hari – 1 tahun)
1) Usia 1 – 4 bulan
Dapat melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti
objek dari sisi ke sisi, mencoba memegang dan memasukkan benda
ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas, memerhatikan
tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta
menahan benda di tangan walau hanya sebentar
2) Usia 4 – 8 bulan
Mulai mengamati benda, menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
untuk memegang, mengeksplorasi benda yang sedang dipegang,
mengambil objek dengan tangan tertangkup, mampu menahan
kedua benda di kedua tangan secara simultan, menggunakan bahu
dan tangan sebagai satu kesatuan, serta memindahkan objek dari
satu tangan ke tangan yang lain
3) Usia 8 – 12 bulan
Bila diberi kubus mampu memindahkan, mengambil, memegang
dengan telunjuk dan ibu jari, membenturkannya, serta meletakkan
benda atau kubus ke tempatnya
c. Masa Anak (1 – 2 tahun)
Adanya kemampuan dalam mencoba menyusun atau membuat menara
pada kubus
d. Masa Prasekolah
Memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua
atau tiga bagian, memilih garis yang lebih panjang dan menggambar

14
orang, melepas objek dengan jari lurus, mampu menjepit benda,
melambaikan tangan, menggunakan tangannya untuk bermain,
menempatkan onjek ke dalam wadah, makan sendiri, minum dari
cangkir dengan bantuan, menggunakan sendok dengan bantuan, makan
dengan jari, serta membuat coretan di atas kertas
2. Perkembangan motorik kasar
a. Masa Neonatus (0 – 28 hari)
Diawali dengan tanda gerakan seimbang pada tubuh dan mulai
mengangkat kepala
b. Masa Bayi (28 hari – 1 tahun)
1) Usia 1 – 4 bulan
Kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk
sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak,
jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri,
kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring
telentang, berguling dari telentang ke miring, posisi lengan dan
tungkai kurang fleksi, dan berusaha untuk merangkak
2) Usia 4 – 8 bulan
Dapat dilihat pada perubahan dalam aktivitas, seperti posisi
telungkup pada alas dan sudah mulai mengangkatkepala dengan
melakukan gerakan menekan kedua tangannya
3) Usia 8 – 12 bulan
Diawali dengan duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan,
bangkit lalu berdiri, berdiri 2 detik, dan berdiri sendiri
c. Masa Anak (1 – 2 tahun)
Anak sudah mampu melangkah dan berjalan dengan tegak. Sekitar usia
18 bulan anak mampu memiliki tangga dengan cara satu tangan
dipegang. Pada akhir tahun ke-2 sudah mampu berlari-lari kecil,
menendang bola, dan mulai mencoba melompat

15
d. Masa Prasekolah
Diawali dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama 1 –
5 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan tumit ke jari kaki,
menjelajah, membuat posisi merangkak, dan berjalan dengan bantuan
3. Perkembangan bahasa
a. Masa Neonatus (0 – 28 hari)
Adanya kemampuan bersuara (menangis) dan bereaksi terhadap suara
atau bel
b. Masa Bayi (28 hari – 1 tahun)
1) Usia 1 – 4 bulan
Adanya kemampuan bersuara dan tersenyum, mengucapkan huruf
hidup, berceloteh, mengucapkan kata “ooh/ahh”, tertawa dan
berteriak, mengoceh spontan, serta bereaksi dengan mengoceh
2) Usia 4 – 8 bulan
Menirukan bunyi atau kata-kata, menoleh kea rah sumber bunyi,
tertawa, menjerit, menggunakan vokalisasi semakin banyak, serta
menggunakan yang terdiri atas dua suku kata dan dapat membuat
dua bunyi vokal yang bersamaan seperti “ba-ba”
3) Usia 8 – 12 bulan
Mampu mengucapkan kata “papa” dan “mama” yang belum
spesifik, mengoceh hingga mengatakannya secara spesifik, serta
dapat mengucapkan 1 – 2 kata
c. Masa Anak (1 – 2 tahun)
Dicapainya kemampuan bahasa pada anak yang mulai ditandai dengan
anak mampu memiliki sepuluh perbendaharaan kata, tingginya
kemampuan meniru, mengenal dan responsif terhadap orang lain,
mampu menunjukkan dua gambar, mampu mengombinasikan kata-
kata, serta mulai mampu menunjukkan lambaian anggota badan
d. Masa Prasekolah
Adanya kemampuan menyebutkan hingga empat gambar, satu hingga
dua warna, kegunaan benda, menghitung, mengartikan dua kata,
mengerti empat kata depan, mengerti beberapa kata sifat dan jenis kata

16
lainnya, menggunakan bunyi untuk mengidentifikasi objek, orang dan
aktifitas menirukan berbagai bunyi kata, memahami arti larangan, serta
merespons panggilan orang dan anggota keluarga dekat
4. Perkembangan perilaku/adaptasi sosial
a. Masa Neonatus (0 – 28 hari)
Adanya tanda-tanda tersenyum dan mulai menatap muka untuk
mengenali seseorang
b. Masa Bayi (28 hari – 1 tahun)
1) Usia 1 – 4 bulan
Diawali dengan kemampuan mengamati tangannya, terenyum
spontan dan membalas senyum bila diajak tersenyum, mengenal
ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan kontak,
tersenyum pada wajah manusia, waktu tidur dalam sehari lebih
sedikit daripada waktu terjaga, membentuk siklus tidur bangun,
menangis bila terjadi sesuatu yang aneh, membedakan wajah-
wajah yang dikenal dan tidak dikenal, senang menatap wajah-
wajah yang dikenalnya, serta terdiam bila ada orang asing
2) Usia 4 – 8 bulan
Anak merasa takut dan terganggu dengan keberadaan orang asing,
mulai bermain dengan mainan, mudah frustasi, serta memukul-
mukul lengan dan kaki jika sedang kesal
3) Usia 8 – 12 bulan
Dimulai dengan kemampuan bertepuk tangan, menyatakan
keinginan, sudah mulai minum dengan cangkir, menirukan
kegiatan orang, bermain bola atau lainnya dengan orang lain
c. Masa Anak (1 – 2 tahun)
Adanya kemampuan membantu kegiatan di rumah, menyuapi boneka,
mulai menggosok gigi, serta mencoba mengenakan baju sendiri
d. Masa Prasekolah
Adanya kemampuan bermain dengan permainan sederhana, menangis
jika dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh,

17
menunjukkan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, serta
mengenali anggota keluarga

2.2 Konsep Dasar Kejang Demam


2.2.1 Definisi
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak-anak yang terjadi
bersamaan dengan demam, Kejang demam adalah gangguan kejang yang lazim
terjadi pada anak, dengan prognosis yang sangat baik, namun dapat juga
menandakan penyakit yang serius yang mendasari seperti sepsis atau meningitis
(Wong, 2008: 1260).
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Staf pengajar ilmu kesehatan anak, 2007:847). Kejang demam
adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh suhu rektal di
atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009).
2.2.2 Etiologi

Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak,
tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor
pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan
terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu
yang lama. (Dona L.Wong, 2008). Penyebab kejang mencakup faktor-faktor
perinatal, malformasi otak kogenital, faktor genetik, penyakit infeksi (ensefalitis,
meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme, trauma, neuplasma toksin,
sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang disebut ideopatik bila
tidak dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L. Betz dan A.sowden, 2002).
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis.
(Riyadi dan sujono, 2009).

Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:


1. Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis,
otitis media, gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili,
varisela,demam berdarah, dan lain-lain.

18
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
4. Perubahan cairan dan elektrolit.

Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:

1. Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus.


Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap.
2. Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan
perinatal tinggi
3. Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi,
tapi kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.

2.2.3 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa dan melalui suatu proses oksidasi. Dalam proses
oksidasi tersebut diperlukan oksigen yang disediakan melalui perantaraan paru -
paru. Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular.
Suatu sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu
membran yang terdiri dari membran permukaan dalam dan membran permukaan
luar. Membran permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan
luar bersifat ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan
mudah dilalui ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium ( Na
kecuali oleh ion Klorida (Cl konsentrasi Na+-). Akibatnya konsentrasi K++ ) dan
elektrolit lainnya, dalam neuron tinggi dan rendah, sedangkan di luar neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar neuron, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini di
perlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel.
Keseimbangan potensial membran tadi dapat berubah karena adanya
perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang datang
mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya,

19
dan perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%.
Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkul
asi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan
suhu tubuh pada seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium
melalui membran tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya lepas muatan
listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel lain yang ada didekatnya dengan perantaraan
neurotransmitter sehingga terjadilah kejang

2.2.4 Manifestasi Klinis


1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut
ini:
1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
b. parsial kompleks
1) Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsialsimpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )

20
a. Kejang absens
1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik
3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan
konsentrasi penuh
b. Kejang mioklonik
1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan
kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum
pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung
kurang dari 1 menit
2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
1) Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

2.2.5 Klasifikasi
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan
dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu : kejang parsial
sederhana dan kejang parsial kompleks.

21
1. Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai
berikut;
a. Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi
tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama
b. Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi
pupil.
c. Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, parestesia.
d. Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2. Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;
mengecap0ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang
berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa
otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan
kejang demam adalah meliputi:
1.      Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan

22
lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200
mq/dl)
b. BUN :  Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit           :           K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
6. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus
untuk transiluminasi kepala

2.2.7 Komplikasi
Seperti pasien lain yang kejang, akibatnya dapat terjadi perlukaan
misalnya lidah tergigit atau gesekan dengan gigi, akibat terkena benda tajan dan
keras disekitar anak, serta dapat juga terjatuh. Selain bahaya akibat kejang, resiko
komplikasi dapat terjadi akibat pemberian obat antikonvulsan yang dapat
menyebabkan apneu. Begitupula jika pemberian secara intravena terlalu cepat
dapat menyebabkan depresi pusat pernafasan. Apabila pengobatan kejang demam
tidak dilakukan secara benar dapat terjadi retardasi mental akibat kerusakan otak
yang parah dan dapat berkembang menjadi epilepsi (Ngastiyah, 2005: 173).

23
2.2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Kejang Demam di Rumah Sakit
1. Pengobatan Fase Akut.
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang, pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas
agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran,
tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang
tinggi diturunkan dengan kompres apabila suhu > 39°C : air hangat ; suhu
> 38°C air biasa dan pemberian antipiretik : paracetamol 10
mg/kgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10 mg/kgBB/dosis PO, keduanya
diberikan sehari 3-4 kali. Obat yang paling cepat menghentikan kejang
adalah diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Dosis
diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB dengan kecepatan 1-2 mg/mnt
dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam
habis, hentikan penyuntikan. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit, dapat digunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB < 10
kg) atau 10 mg (BB > 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang
selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan
dosis awal 10-20mg/kbBB secara intravena perlahan-lahan
1mg/kgBB/menit. Setelah pemebrian fenitoin, harus dilakukan pembilasan
dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan
iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, dilanjutkan dengan
fenobarbital. Dosis awal untuk bayi 1 bln -1 thn 50 mg dan umur 1 thn ke
atas 75 mg secara intramuskular. Empat jam kemudian berikan
fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama dengan dosis
8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya
dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum
membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik diberikan
peroral. Dosis total tidak melebihi 200 mg/hari karena apabila lebih dpaat
menyebabkan hipotensi, penurunan kesadaran dan depresi pernafasan.
Apabila kejang berhanti dengan fenitoin, lanjtan fenitoin dengan dosis 4-8
mg/kgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.

24
2. Mencari dan Mengobati PenyebaB
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis
media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit
tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih
intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan
faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dll.
3. Pengobatan Profilaksis
a. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepam secara oral dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kgB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam.
Diazepam dapat juga diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak
5 mg (BB < 10 kg) dan 10 mg (BB > 10 kg) setiap pasien
menunjukkan suhu lebih dari 38,50C. Efek samping diazepam adalah
ataksia, mengantuk dan hipotonia. Profilaksis terus-menerus dengan
antikonvulsan setiap hari berguna untuk mencegah berulangnya
kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak namun
tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari.
b. Profilaksis terus-menerus dengan phenobarbital 4-5 mg/kgBB/ hari
dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam valproat
dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis
diberikan terus-menerus selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
c. Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria
yaitu: Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12
bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode, sebelum kejang
demam yang pertama, sudah ada kelainan neurologi (misalnya
serebral palsi), kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau
diikuti kelainan neurologis sementara dan menetap, ada riwayat
kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung, bila kejang
demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multiple dalam satu episode demam. Bila hanya memenuhi 1
kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka pan jang, maka
berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan

25
diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.

2.2.9 Web Of Caution

Gangguan elektron (NA, K,


Cl)

Susunan saraf pusat


terganggu
Hambatan pada pusat
pernafasan

Spasme Bronkus

Produksi ATP Hipoksia Produksi asam


laktat

Kebutuhan Glukosa

Pencernaan Pernafasan Susunan saraf


-Mual muntah, dispnea -Dispnea -Distosia, Disfagia,
-Sekresi epilepsi kronik,
gangguan
kesadaran,
peningkatan TIK

Nutrisi kurang Bersihan jalan


dari kebutuhan nafas Inefektif
tubuh
Resiko Injuri
Gangguan Ketidakefektifan
keseimbangan Pola nafas
cairan dan Gangguan Rasa
elektrolit nyaman Nyeri

26
2.3 Asuhan Keperawatan Anak Teoritis dengan Masalah Kejang Demam
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien dengan DHF yaitu :
a. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien pernah sakit yang sama sebelumnya
b. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan pasien sejak kapan kejang, Apakah muntah, diare, truma

kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal,

kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

c. Riwayat penyakit Dahulu


Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah

penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat

kejang terjadi untuk pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala,

radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.

d. Riwayat Kehamilan dan persalinan


Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami

infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan

per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu

selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan

atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi

dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare,

muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.

e. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan

serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada

umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah

panas yang dapat menimbulkan kejang.

27
f. Riwayat perkembangan
1) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi
dengan lingkungannya.
2) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
3) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
4) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi
bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial,
yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun
besar menutup atau belum ?.
2) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
3) Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik
ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?
4) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?

28
5) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya ?
7) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang
tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
8) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat ?

9) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ?
Adakah pembesaran vena jugulans ?
10) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
11) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
12) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
13) Kulit

29
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
14) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
15) Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,


tanda-tanda infeksi ?

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kekakuan otot pernafasan
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas

2.3.3 Intervensi Keperawatan

N Dx Tujuan dan kriteria Rencana


o hasil
1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitor suhu tubuh sesering
berhubung asuhan keperawatan mungkin
an dengan selama 2x24 jam 2. Monitor warna kulit
proses diharapkan tidak 3. Monitor tekanan darah, nadi
infeksi terjadi hipertermi atau dan RR
peningkatan suhu 4. Monitor penurunan tingkat
tubuh dengan kriteria kesadaran
hasil: 5. Tingkatkan sirkulasi udara
a. Suhu tubuh dalam dengan membatasi pengunjung
rentan normal 6. Berikan cairan dan elektrolit
(36,5-37oC) sesuai kebutuhan
b. Nadi dalam rentan 7. Menganjurkan menggunakan
normal pakaian yang tipis dan
80-120x/menit menyerap keringat
c. RR dalam rentan 8. Berikan edukasi pada keluarga
normal tentang kompres hangat
18-24x/menit dilanjutkan dengan kompres
d. Tidak ada dingin saat anak demam
perubahan warna 9. Kolaborasi dengan dokter
kulit dan tidak ada dalam pemberian obat penurun
pusing. panas

30
2. Pola nafas Setelah diberikan 1. Monitor frekuensi nafas
tidak asuhan keperawatan 2. Auskultasi suara nafas
efektif selama 2x24 jam 3. Atur posisi pasien untuk
berhubung diharapkan pola nafas mengoptimalkan ventilasi
an dengan kembali efektif 4. Monitor warna kulit
kekakuan dengan kriteria hasil: 5. Monitor tekanan darah dan
otot a. RR dalam batas nadi
pernafasan normal 6. Berikan Edukasi keluarga
18-24x/menit tentang hal yang dapat memicu
b. Menunjukkan jalan serangan kejang
nafas yang paten 7. Kolaborasi dengan dokter
c. Tidak ada sianosis dalam pemasangan
d. Tanda-tanda vital bronkodilator atau pemberian
dalam rentan oksigen.
normal
3. Resiko Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang
tinggi tindakan keperawatan aman untuk pasien
cedra selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan
berhubung diharapkan masalah keamanan pasien
an dengan tidak menjadi aktual 3. Menghindarkan
spasme dengan kriteria hasil: lingkungan yang
otot a. Tidak terjadi berbahaya
ekstermita kejang 4. Memasang side rail tempat
s b. Tidak terjadi tidur
cedra 5. Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan
yang cukup
8. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
10. Edukasi tentang penyakit
kepada keluarga.

31
BAB 4
PENUTUP

Setelah penyusun melakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan


keperawatan pada pasien An. L dengan diagnosa medis kejang demam di Ruang
anak D1 RSAL Dr. Ramelan Surabaya, maka penyusun dapat menarik beberapa
kesimpulan dan saran yang dapat bermanfaat dalam meningkatkan mutu asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Kejang Demam di Ruang anak
D1 RSAL Dr. Ramelan Surabaya.
4.1 Simpulan
Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan pada
pasien anak dengan diagnosa medis Kejang Demam di Ruang anak D1 RSAL Dr.
Ramelan Surabaya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Setelah melakukan pengkajian, menganalisa data, serta memprioritaskan
masalah penulis dapat menyusun diagnosa medis Kejang Demam di Ruang
anak D1 RSAL Dr. Ramelan Surabaya yaitu Peningkatan suhu tubuh atau
hipertermia, resiko tinggi kejang berulang, resiko cidera, resiko infeksi,
defisit pengetahuan dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh.
2. Rencana tindakan keperawatan yang terdapat di tinjauan pustaka tidak
semuanya tercantum ditinjauan kasus tetapi disesuaikan dengan diagnosis dan
etiologi dari masalah keperawatan tersebut.
3. Keberhasilan proses keperawatan pada An. L dapat tercapai sepenuhnya,
apabila asuhan keperawatan dilakukan secara intensif dan berkesinambungan
guna mengetahui setiap perubahan serta perkembangan kesehatan An. L.

4.2 Saran
Bertolak dari kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Rumah sakit, untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
terutama dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan
diagnosa medis Kejang Demam di Ruang anak D1 RSAL Dr. Ramelan
Surabaya.

96
2. Bagi perawat, agar meningkatkan pemahaman terhadap konsep manusia
secara komperhensif dengan harapan perawat mempunyai respon yang tinggi
terhadap keluhan pasien sehingga intervensi yang diberikan dapat membantu
menyelesaikan masalah.
3. Bagi mahasiswa-mahasiswa Progam Pendidikan Profesi Ners STIKES Hang
Tuah Surabaya, kiranya lebih meningkatkan kompetensi dan wawasan
tentang perkembangan teori-teori terbaru dalam dunia kesehatan.

97
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Juall. 1999. Diagnosa keperawatan. Alih bahasa Monica Ester.
2000. Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa Monica
Ester. 1999. Jakarta: EGC
Hidayat, Alimul. 2008. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Ed.2 Jakarta: Media
Aesculapius
Carpenito, Linda Juall. 1999. Diagnosa keperawatan. Alih bahasa Monica Ester.
2000. Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa Monica
Ester. 1999. Jakarta: EGC
Hidayat, Alimul. 2008. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Ed.2 Jakarta: Media
Aesculapius
Ngastiyah.2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Buku Kuliah 2 Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI
Wong, Donna L. 2001. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa:Egi
Komara. 2008. Jakarta: EGC
Ngastiyah.2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Buku Kuliah 2 Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI
Wong, Donna L. 2001. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa:Egi
Komara. 2008. Jakarta: EGC

98

Anda mungkin juga menyukai