Anda di halaman 1dari 23

Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum

(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air bersih merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, sehingga
ketersediaan air bersih sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Pengaruh
dari ketersediaan air bersih tidak hanya pada kebutuhan rumah tangga, tetapi
berpengaruh pada sektor sosial, ekonomi, maupun fasilitas umum, seiring dengan
tingkat pertumbuhan penduduk (Nelwan, 2013).
Berdasarkan data kependudukan, kecepatan pertambahan jumlah penduduk
Indonesia adalah 2,3 % per tahun, artinya, apabila percepatan pertambahan
penduduk tersebut tidak dikurangi, setiap 30 tahun jumlah penduduk menjadi dua
kali lipat (Siombo, 2012).
Peningkatan pertumbuhan penduduk, berkaitan erat dengan terjadinya
kepadatan penduduk yang mempengaruhi aktifitas, perkembangan dalam segi
ekonomi, sosial, dan pengembangan fasilitas umum, sehingga tingkat kebutuhan
air bersih akan meningkat pula. Namun pada kenyataannya kualitas dan kuantitas
sumber air berbanding terbalik dengan peningkatan pertumbuhan penduduk,
khususnya di daerah perkotaan. Kondisi pelayanan tersedianya air bersih di
daerah perkotaan masih belum memenuhi tingkat kebutuhan air bersih, sehingga
diperlukan upaya manusia dalam pengembangan sistem pendistribusian air bersih
(Nelwan, 2013).
Penanganan akan pemenuhan kebutuhan air bersih dapat dilakukandengan
berbagai cara, disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada. Didaerah
perkotaan, sistem penyediaan air bersih dilakukan dengan sistemperpipaan dan
non perpipaan.Sistem perpipaan dikelola oleh Perusahaan DaerahAir Minum
(PDAM) sementara sistem non perpipaan dikelola oleh masyarakatbaik secara
individu maupun kelompok. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah
Perusahaan yang berbentuk Badan Hukum yang dapatmengurus kepentingannya
sendiri, ke luar dan ke dalam terlepas dari Organisasi Pemerintah Daerah, seperti
PU Kabupaten/ Kotamadya dan lain sebagainya (Henriquez, 1985).

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pembuatan tugas besar ini adalah untuk memberikan
pemahaman lebih lanjut mengenai sistem penyediaan air minum suatu kecamatan
dengan melihat berbagai faktor yang mempengaruhi penyediaan air minum
tersebut.
Sedangkan tujuan dari pembuatan laporan tugas besar ini adalah
merencanakan sistem penyediaan air minum serta memperkirakan kebutuhan air
di suatu kecamatan lengkap beserta dengan jaringan transmisi dan distribusinya
berdasarkan pertumbuhan jumlah penduduk yang diproyeksikan sampai 20 tahun

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 1


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

ke depan dengan memperhatikan kebutuhan akan air minum baik secara kualitas,
kuantitas dan kontinuitas dapat terpenuhi.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dari tugas besar ini adalah:
1. Analisa data-data yang berhubungan dengan jumlah penduduk, kawasan
pemukiman, kawasan industri, wilayah administratif, tata guna lahan,
sumber air baku dan fasilitas perkotaan;
2. Perencanaan dan perhitungan dimensi perencanaan bangunan pengolahan
air minum meliputi pretreatment, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi,
desinfeksi dan pengolahan lumpur;
3. Profil hidrolis unit-unit pengolahan air minum yang akan direncanakan;

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 2


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum


2.2 Pretreatment
Kekeruhan pada air baku berasal dari air permukaan (misalnya sungai)
mempunyai fluktuasi, dimana kekeruhan yang tinggi dapat terjadi pada saat
musim hujan yang berasal dari aliran air yang membawa lumpur. Kekeruhan
dengan konsentrasi 100 mg/l dapat terjadi pada saat musim penghujan, sehingga
diperlukan bangunan pendahuluan yang dapat menurunkan kandungan lumpur
tesebut agar dapat meringankan beban kerja bangunan pengolahan yang lain.
Bangunan pendahuluan ini adalah bangunan prasedimentasi yang berfungsi
sebagai tempat pengendapan partikel diskrit , seperti lempung, pasir dan zat padat
lainnya yang bisa mengendap secara gravitasi (memiliki specific gravity ≥ 1,2 dan
berdiameter ≤0,05 mm). Partikel diskrit adalah partikel yang selama proses
pengendapannya tidak berubah ukuran , bentuk dan beratnya. Dalam
pengoperasiannya, prasedimentasi dapat mengurangi zat padat sebesar 50 % -
70%.
Bangunan prasedimentasi dapat dibagi atas empat zona atau ruang, yaitu:
a. Zona Inlet, sebagai tempat memperhalus transisi aliran dari aliran
influent ke aliran steady uniform di zona pengendapan.
b. Zona Outlet, sebagai tempat memperhalus transisi dari settling zone ke
aliran effluent.
c. Zone Lumpur, sebagai tempat menampung material yang diendapkan
yang berupa lumpur endapan.
d. Zone Pengendapan, sebagai tempat berlangsungnya proses pengendapan
(pemisahan) partikel dari air baku, sehingga harus bebas dari pengaruh
ketiga zone lainnya.

Gambar 2.1 Zona Prasedimentasi

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 3


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

Faktor desain pada bangunan prasedimentasi adalah:


 Waktu detensi (td)
Lama waktu pengendapan disesuaikan dengan kondisi bak
prasedimentasi.
V
Rumus: td = ………………………………………….(2.1)
Q
Dimana: td = waktu detensi (det)
V = volume bak (m3 )

 Overflow Rate
Overflow rate dipengaruhi oleh surface area, semakin besar surface
area, maka kecepatan pengendapan akan semakin cepat dan efisien semakin
baik
Q
Rumus: So  …………………………………….(2.2)
As

Vs
Xr  …………………………………...(2.3)
Q
A
Dimana: So = overflow rate (m/jam)
As = surface area (m3 /jam)
Q = debit (m3 /s)
Xr = efisiensi penyisihan partikel
Vs = kecepatan pengendapan (m/s)

 Efisiensi removal partikel diskrit (Xt)


(dXi.Vxi )
Rumus : Xt  1  Xo  ………………………..(2.4)
Vs

Dimana: Xt = Efisiensi removal


Xo = Fraksi berat yang tersisa
dxi = Fraksi berat
Vxi = Kecepatan pengendapan untuk tiap fraksi (m/s)
Vs = Kecepatan pengendapan (m/s)
 Diameter Partikel
1/ 2
 18 .Vs. 
Rumus : d=   ………………………………(2.5)
 g ( Ss  1) 

Dimana: d = Diameter partikel (m)


Vs = Kecepatan pengendapan (m/dt)
υ = Viskositas kinematik air(m2 /detik)
Ss = Spesific gravity partikel
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 4


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

 Bilangan Reynolds
Perhitungan ini digunakan untuk mengontrol kondisi aliran dalam
bangunan agar laminer.
VH .R
Rumus : NRe = ………………………………..(2.6)

Dimana: NRe = Bilangan Reynolds
VH = Kecepatan aliran horizontal (m/s)
R = Jari-jari hidrolis (m)
υ = Viskositas kinematik air ((m2 /detik)
 Bilangan Froude
Perhitungan ini digunakan untuk mengontrol terjadinya aliran pendek.
2
VH
Rumus : NFR = …………………………………(2.7)
g .R

Dimana: NFR = Bilangan froude


VH = Kecepatan aliran horizontal (m/s)
r = Jari-jari hidrolis ( m)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt)
 Kecepatan Penggerusan
Perhitungan ini digunakan untuk mengontrol agar tidak terjadi
penggerusan lumpur yang telah terkumpul.
0,5
 8k ( Ss  1) g .d 
Rumus : Vs    ………………………….(2.8)
 f 
Dimana: Vs = Kecepatan penggerusan (m/dt)
k = Faktor koreksi porositas (0,02 – 0,12)
Ss = Spesific gravity partikel (2,65)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
f = Faktor friksi hidrolik (0,02)
d = Diameter partikel
 Headloss pada inlet
Rumus : Q = Cd. A. 2.g.hf ..........................................(2.9)

Dimana: Q = Debit inlet (m3/dt)


Cd = Koefisien discharge
A = Luas orifice (m2)
g = Percepatan gravitasi (m/dt2)
hf = Headloss (m)

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 5


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

Maka,
2
 Q 
hf =   .........................................(2.10)
 Cd . A. 2.g 
Kriteria desain untuk unit prasedimentasi dapat dilihat pada Tabel 2.4
berikut.

Tabel 2.1 Kriteria Desain Unit Prasedimentasi


Parameter Nilai
Waktu detensi (jam) 0,5 – 3
Beban permukaan (m/hari) 20 – 80
Tinggi (m) 1,5 – 2,5
P:l 4:3 – 6:1
P:t 5:1 – 10:1
Sumber: Schulz-Okun, 1984

2.3 Koagulasi
Bangunan pengaduk cepat (flash mix) digunakan untuk proses koagulasi
yang merupakan awal untuk pengendapan partikel-partikel koloid yang terdapat
dalam air baku. Partikel koloid sangat halus dan sulit untuk diendapkan tanpa
proses pengolahan lain (plain sedimentation). Adapun karakteristik dari partikel
koloid adalah sebagai berikut :
a. Sangat halus
b. Umumnya bermuatan listrik dimana partikel anorganik memiliki muatan
positif sedangkan partikel organik bermuatan negatif.
c. Koloid dapat digolongkan atas hydrophobic (sukar bereaksi dengan air) dan
hydrophilic (mudah bereaksi dengan air).
Karena sifat partikel yang sangat halus, maka ukuran partikel koloid harus
diperbesar dengan menggabungkan partikel-partikel koloid tersebut melalui
proses koagulasi dan flokulasi sehingga mudah untuk mengendapkannya.
Koagulasi adalah proses pengadukan cepat dengan pembubuhan bahan
kimia/koagulan yang berfungsi untuk mengurangi gaya tolak-menolak antar
partikel koloid kemudian bergabung mmbentuk flok-flok. Pengaduk cepat
digunakan dalam proses koagulasi, karena:
a. Untuk melarutkan koagulan dalam air.
b. Untuk mendistribusikan koagulan secara merata dalam air.
c. Untuk menghasilkan partikel-partikel halus sebagai inti koagulasi
(coagulating agent) sebelum reaksi koagulan selesai.
Proses pengadukan cepat dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Pengadukan mekanis
Adalah membuat aliran turbulen dengan tenaga penggerak motor dimana
bak pengaduk dilengkapi dengan peralatan mekanis, seperti:

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 6


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

a. Paddle dengan putaran 2 – 150 rpm


b. Turbine dengan putaran 10 – 150 rpm
c. Propeller dengan putaran 150 – 1500 rpm

Gambar 2.2 Pengadukan cepat secara Mekanis

2. Pengaduk hidrolis
Pengadukan cepat secara hidrolis dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan
kondisi alirannya, yaitu:
a. Open channel flow
 Hydraulic jump mixer
 Dengan lompatan air menggunakan drop atau tanpa drop pada
saluran sehingga dapat membentuk aliran superkritis.
 Parshall flume
 Sangat efektif untuk pengadukan cepat ketika hydraulic jump
digabung dekat downstream saluran.
 Palmer Bowlus flume
 Merupakan modifikasi dari parshall flume
 Weir
 Sangat efektif digunakan sebagai pengaduk cepat bila kapasitasnya
kecil.

b. Flow in pressure pipe


 Hydraulic energy dissipitor
 Turbulent flow pipe mixer

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 7


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

Gambar 2.3 Pengadukan cepat secara hidrolis

3. Pengadukan pneumatis
Pengadukan pneumatis adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas)
berbentuk gelembung sebagai tenaga pengadukan. Gelembung tersebut
dimasukkan ke dalam air dan akan menimbulkan gerakan pada air (Gambar 2.6).
Injeksi udara bertekanan ke dalam air akan menimbulkan turbulensi, akibat
lepasnya gelembung udara ke permukaan air. Aliran udara yang digunakan untuk
pengadukan cepat harus mempunyai tekanan yang cukup besar sehingga mampu
menekan dan menggerakkan air. Makin besar tekanan udara, kecepatan
gelembung udara yang dihasilkan makin besar dan diperoleh turbulensi yang
makin besar pula.

Gambar 2.4 Pengadukan cepat secara pneumatis

1. Prinsip Proses
a. Destabilisasi Partikel Koloid
Pada umumnya, paartikel koloid adalah penyebab kekeruhan yang
bersifat hydrophobic (bermuatan negatif). Agar terjadi penggabungan
diperlukan destabilisasi yang hanya dapat dicapai dengan penambahan
elektrolit yang bermuatan positif, sehingga diharapkan gaya tolak menolak
antar partikel dapat diperkecil. Selanjutnya diperlukan suatu gaya yang dapat

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 8


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

memperkecil jarak antar partikel, yakni dengan mengadakan tumbukan antar


partikel. Oleh karena itu, dalam proses koagulasi diperlukan turbulensi yang
cukup tinggi untuk meratakan koagulan keseluruh bagian zat cair dan
memungkinkan terbentuknya inti flok.
Proses destabilisasi sangat dipengaruhi oleh derajat hidrasi partikel dan
konsentrasi muatan. Bila konsentrasi muatan koloid kurang besar, maka
proses destabilisasi akan terhambat. Oleh karena itu, untuk memudahkannya
diperlukan tambahan partikel koloid baru yang dapat memperbesar muatan.

b. Pembentukan Mikroflok
Pada proses koagulasi, tahap destabilisasi partikel koloid dan
pembentukan mikroflok terjadi pada penambahan elektrolit positif Al3+ dari
koagulan Al2(SO4)3. Didalam air, koagulan alum akan bereaksi ganda yakni
dissosiasi dan hidrolisa dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
Reaksi dissosiasi : Al2(SO4)3 2 Al 3+ + 3 SO42-
Reaksi hidrolisa : Al2(SO4)3 + 6H2O  2Al(OH)3 + 3H2SO4
Dalam hal ini Al3+ berfungsi sebagai elektrolit positif penetral muatan
negatif partikel pada proses destabilisasi. Al(OH)3 merupakan presipitat
sebagai inti pembentuk mikroflok. Sesuai dengan konsep destabilisasi koloid,
apabila konsentrasi muatan partikel koloid kecil (kekeruhan rendah), maka
penetralan oleh Al3+ sulit terjadi. Untuk itu diperlukan penambahan zat bantu
koagulasi berupa material kekeruhan.
c. Proses koagulasi
Proses mixing atau pengadukan adalah proses dimana dua atau lebih
material dicampur untuk memperoleh derajat keseragaman yang diinginkan.
Proses mixing digunakan untuk menimbulkan kondisi turbulensi yang cukup
besar pada aliran. Pada proses pengadukan cepat memerlukan waktu yang
relatif cukup singkat, karena pada prinsipnya tujuan utam adari mixing adalah
mendispersikan zat-zat kimia. Dengan waktu pengadukan yang singkat, maka
volume pengadukan relatif kecil. Waktu mixing yang pendek dikonversikan
dengan meningkatnya gradien kecepatan (G).

2. Faktor-Faktor Desain
a. Gradien kecepatan (G)
Merupakan perbedaan kecepatan antara dua titik atau volume terkecil
fluida yang tegak lurus perpindahan. Gradien kecepatan berhubungan dengan
waktu pengadukan. Nilai G yang terlalu besar dapat mengganggu titik akhir
pembentukan flok.

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 9


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

1/ 2
 P 
Rumus: G    …………………………………..(2.11)
  V 

Dimana: G = gradien kecepatan (det-1)


P = power pengaduk (N.m/ dt)
μ = viskositas absolut (kg/m.dt)
V = volume bak (m3)
1/ 2
 hf  y 
Rumus lainnya: G    ……….…………………….(2.12)
  T 
Dimana: y = densitas air (kg/𝐦𝟑 )
hf = kehilangan tekanan (m)
T = waktu detensi (td)
b. Waktu kontak (td)
Waktu kontak adalah nilai kontak antara partikel kimia dengan air baku
yang dipengaruhi oleh volume bak dan debit air baku.
volume V
Rumus: td   ……………………………….............(2.13)
debit Q
Jumlah benturan partikel sebanding dengan nilai gradien kecepatan dan
waktu detensi (td).
c. Putaran rotasi pengaduk (n)
𝐏 𝐱 𝐠𝐜
Rumus: 𝐧𝟑 = 𝐃𝐭 𝟓 𝐱 𝛄 𝐱 𝐊𝐭…………………………….........................(2.14)
Dimana: n = putaran rotasi pengaduk (rps)
P = power pengaduk (N.m/dt)
gc = kecepatan gravitasi(m/s2 )
Dt = diameter pengaduk (m)
γ = densitas air (kg/m3 )
Kt = konstanta pengaduk untuk turbulensi
d. Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds adalah bilangan untuk menentukan apakah aliran itu
laminer, turbulen atau transisi.
Dt 2  n  
Rumus: N Re  ……………………………..............….(2.15)

Dimana: Nre = bilangan Reynolds
n = putaran rotasi pengaduk (rps)
dt = diameter pengaduk (m)
γ = densitas air(kg/m3 )
μ = viskositas absolut (kg/m.dt)
Kriteria desain untuk unit koagulasidapat dilihat pada Tabel 2.2

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 10


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

Tabel 2.2 Kriteria Desain Unit Koagulasi


Parameter Nilai
Viskositas kinematis (υ) ( m /dt) 0,8975 x 10-6
2

Kecepatan (m/dt) 0,3 – 6


Konsentrasi koagulan (mg/l) 5 – 50
Gradien Kecepatan/ G (det )-1
200 – 1200
td (det) 30 – 120
Sumber: Schulz-Okun, 1984

2.4 Flokulasi
Bangunan pengaduk lambat merupakaan tempat terjadinya flokulasi yaitu
proses yang bertujuan untuk menggabungkan flok-flok kecil yang titik akhir
pembentukannya terjadi di bak pengaduk cepat agar ukurannya menjadi lebih
besar sehingga cukup besar untuk dapat mengendapkan secara gravitasi.
Pengadukan lambat (agitasi dan stirring) digunakan dalam proses flokulasi,
karena:

a. Memberi kesempatan kepada partikel flok yang sudah terkoagulasi untuk


bergabung membentuk flok yang ukurannya semakin membesar.
b. Memudahkan flokulan untuk mengikat flok-flok kecil.
c. Mencegah pecahnya flok yang sudah terbentuk.

Gambar 2.5 Flokulasi (Slow Mixing)

Proses flokulasi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara:


a. Cara Mekanis
Pengadukan dengan menggunakan alat-alat mekanis, yaitu paddle, turbin
atau impeller yang digerakkan secara mekanis dengan motor. Bentuk dan cara
kerjanya sama dengan alat mekanis yang digunakan pada pengadukan cepat,
hanya saja nilai gradien kecepatnnya jauh lebih kecil.

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 11


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

b. Cara Hidrolis
 Baffle channel flocculator
Flokulator yang berbentuk saluran dan dilengkapi dengan baffle. Ada 2
jenis aliran yaitu aliran horizontal dan vertikal.
 Hydraulic jet action flocculator
Sangat sesuai dengan pengolahan air minum debit kecil.
 Gravel bed flocculator
Menggunakan media kerikil untuk membentuk flok dan sangat sesuai
untuk pengolahan air minum skala kecil.
 Sistem Orifice
Menggunakan pipa-pipa orifice yang dipasang pada dinding-dinding
betondimana pengadukan terjadi (diharapkan) melewati lubang-lubang
orifice tersebut.
Pada pengadukan lambat ini dimana titik akhir flok-flok yang telah terbentuk
karena proses koagulasi, diperbesar sehingga flok tersebut dapat bergabung dan
akan diendapkan dalam bak sedimentasi. Proses ini memanfaatkan ketidakstabilan
dari partikel-partikel koloid sehingga flok-flok tersebut dapat berikatan satu
dengan yang lain. Dua mekanisme yang penting dalam proses flokulasi ini adalah:
a. Perikinesis, dimana pengumpulan dihasilkan dari pengadukan lambat dalam
air dan sangat signifikan untuk partikel lebih kecil dari 1 – 2 mm.
b. Orthokinesis, berhubungan dengan gradien kecepatan (G), dimana dengan G
tertentu diharapkan terjadi pengadukan yang membantu pengumpulan flok
dan tidak menyebabkan flok-flok yang sudah terbentuk pecah.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada flokulator sama dengan yang
berpengaruh pada bangunan flash mix, diantaranya yaitu:
a. Waktu detensi
V
Rumus: td = ……………………………………………………………..(2.16)
Q
Dimana: td= waktu detensi (det)
V= volume bak (m3 )

b. Gradien kecepatan (G)


1/ 2
 P 
Rumus: G    ………………………………............................(2.17)
  V 

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 12


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

Untuk baffle channel,


G  g  h  v  t 
1/ 2
…………………………………………...................(2.18)
Dimana: v = viskositas kinematis(m2 /dt)
t = waktu detensi (detik)
g = percepatan gravitasi(m/s2 )
h = headloss (m)

Untuk pengaduk mekanis dengan paddle


1/ 2
 Cd  A  3 
G  …………………………………………..................(2.19)
 2v  V 
Dimana:
Cd = koefisien drag (tergantung dari bentuk paddle dan arah aliran)
A = luas permukaan paddle(m2 )
v = viskositas kinematis (m2 /dt)
v = kecepatan relatif paddle (m/dt)
V = volume bak flokulasi (m3 )
c. Headloss saluran (Hf)

Hf akibat belokan  k
b 2
……………………………….................(2.20)
2g
Dimana: k = konstanta empiris
vb = kecepatan aliran (m/det)
g = percepatan gravitasi (m/det2)

d. Jumlah sekat/baffle (n) untuk around the end


1/ 3

 2    t   H  L  G  
2

n      ………………................................(2.21)


  1,44  f .  Q  
Dimana: n = jumlah sekat
H = kedalaman air (m)
L = panjang bak (m)
G = gradien kecepatan (det-1)
Q = debit (m3/det)
t = waktu fluktuasi (det)
μ = viskositas dinamis (kg/m.det)
ρ = densitas air (kg/m3)
f = koefisien friksi dari sekat
w = lebar bak (m)

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 13


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

Kriteria desain untuk unit flokulasi dapat dilihat pada Tabel 2.3:

Tabel 2.3 Kriteria Desain Unit Flokulasi


Parameter Nilai
-1
Gradien Kecepatan/ G (det ) 200 – 1200
Small opening 5 % dari jarak antar Baffle
Jarak antar baffle (cm)  45
td (det) 120 – 1200
Sumber: Schulz-Okun, 1984

2.5 Sedimentasi
Bangunan sedimentasi berfungsi mengendapkan partikel-partikel flokulen
yang terbentuk pada proses koagulasi-flokulasi pada bak pengaduk cepat dan
lambat. Bentuk bangunan sedimentasi ada yang rectangular dan circular tank,
dimana pada tiap tangki terdapat 4 zona, yaitu:
a. Zona Inlet
Berfungsi sebagai tempat memperhalus transisi aliran dari aliran influen
ke aliran steady uniform di settling zona.
b. Zona Outlet
Berfungsi sebagai tempat memperhalus transisi dari settling zona ke aliran
effluen.
c. Zona Settling (pengendapan)
Berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses pengendapan partikel
dari air.
d. Zona lumpur
Berfungsi sebagai tempat untuk menampung lumpur hasil dari proses
pengendapan.

Gambar 2.6 Bagian-Bagian dari Bak Sedimentasi

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 14


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

Jenis-jenis bangunan sedimentasi adalah:


a. Konvensional
Menggunakan plate settler, plate settler digunakan untuk meningkatkan
efisiensi pengendapan karena plate memiliki kemiringan tertentu (45o –
60o), sehingga lumpur tidak menumpuk di plate tetapi meluncur ke bawah
dan flok dapat lebih mudah dipisahkan. Efisiensi pengendapan partikel
flokulen dipengaruhi oleh overflow rate, waktu detensi, dan kedalaman
bak pengendap.
b. Tube settler, mempunyai fungsi sama dengan plate settler, hanya saja
modelnya yang berbentuk tube. Ada yang dipasang secara horizontal
maupun vertikal dengan kemiringan tertentu terhadap garis horizontal.
Faktor Desain:
a. Waktu detensi
Untuk bak rectangular, aliran air memiliki kecepatan horizontal (Vo),
pengendapan partikel mempunyai kecepatan pengendapan (Vs). Secara
teoretis, waktu detensi air didalam tangki adalah:
L
t  ..................................................................................................(2.22)
o

Dimana:L = panjang bak (m)


Secara teoritis, waktu pengendapan flok adalah:
h
ts  .................................................................................................(2.23)
s
Dimana: h = kedalaman bak (m)

b. Overflow rate
Overflow rate dipengaruhi oleh surface area. Semakin besar surface area
maka kecepatan pengendapan akan semakin cepat dan efisiensi semakin baik.
Q
Rumus: So  …………………………………….......................(2.24)
As
Dimana:So = overflow rate (m/jam)
Q = debit (m3/det)
As = surface area (m2)

Apabila So = Vs = h/ts, maka semakin besar h akan menurunkan efisiensi.


Sebaliknya semakin besar waktu detensi akan meningkatkan efisiensi
pengendapan.

c. Batch settling test


Batch settling test digunakan untuk mengevaluasi karakteristik
pengendapan suspensi flokulen. Diameter coloumn untuk tes 5 – 8 inch (12,7
– 20,3 cm) dengan tinggi paling tidak sama dengan kedalaman bak
pengendap. Sampel dikeluarkan melalui pori pada interval waktu periodik.

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 15


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

Prosentase penghilangan dihitung untuk masing-masing sampel yang


diketahui konsentrasi suspended solidnya dan konsentrasi sampel. Prosentase
penghilangan diplotkan pada grafik sebagai nilai penghilangan pad grafik
waktu vs kedalaman. Lalu dibuat interpolasi antara titik-titik yang diplot dan
kurva penghilangan, Ra, Rb, dst.
Kriteria desain untuk unit sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5:

Tabel 2.4 Kriteria Desain Unit Sedimentasi


Parameter Nilai
Surface loading (Q/A) 20 – 80
(m/hari)
Tinggi (H) (m) 3–4
Panjang : Lebar (4 : 3) – (6 : 1)
Panjang : tinggi 5 : 1 – 10 : 1
Slope bak (%) 2–6
Waktu pengendapan (td) 2–4
(jam)
Bilangan Reynold (Re) < 2000
Efisiensi penyisihan (%) 80
Kandungan lumpur 0,5 – 2
Bilangan Froude (Fr) ≥ 10-5
Sumber: Schulz-Okun, 1984

Tabel 2.5 Kriteria Desain Unit Inlet dan Outlet


Parameter Nilai
3
Weir loading (m /jam m) ≤ 25
Tinggi tube (h) (m) 1
Lebar tube settler (w) (cm) 5 – 10
Kecepatan di flume dan orifice (m/det) 0,15 – 0,4
Jarak antar v-notch (cm) 15 – 30
Sumber: Schulz-Okun, 1984

2.6 Filtrasi
Bangunan filter berfungsi untuk menyaring flok-flok halus yang masih
terdapat didalam air yang tidak terendapkan pada sedimentsi II dan juga
menyaring bakteri atau mikroorganisme lain yang ada dalam air.

Mekanisme filtrasi yang paling penting antara lain:

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 16


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

1) Mechanical straining
Mechanical straining adalah proses penyaringan partikel suspended matter
yang terlalu besar untuk lolos dari lubang diantara butiran pasir. Proses ini
terjadi pada permukaan filter.
2) Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel tersuspensi yang lebih halus
ukurannya daripada lubang pori pada permukaan butiran.
3) Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses yang paling penting dalam proses filtrasi karena dapat
menghilangkan partikel-partikel koloidal yang berasal dari bahan-bahan
organik maupun non organik yang tidak terendapkan. Proses ini dapat terjadi
karena secara alamiah pasir kwarsa pada pH normal mempunyai muatan
negatif sehingga dapat terjadi karena menarik partikel koloid yang bermuatan
positif (berasal dari anorganik) seperti flok dari besi, mangan, aluminium dan
lain-lain. Bila telah banyak muatan negatif yang tertahan pada butiran filter
maka filter menjadi jenuh dan bermuatan positif sehingga dapat menarik
partikel koloid yang berasal dari bahan organik yang bermuatan negatif.
Apabila jenuh lagi maka muatan kembali menjadi negatif.
4) Aktivitas kimia
Dalam filter ada aktivitas kimia karena bereaksinya beberapa senyawa kimia
dengan oksigen ataupun dengan bikarbonat.
5) Aktivitas biologis
Aktivitas mikroorganisme yang hidup didalam filter yang secara alamiah
hidup didalam air baku dan bila melalui filter dapat berkembang biak dalam
filter. Mikroorganisme ini dapat berkembang biak dalam filter dengan sumber
makanan yang berasal dari bahan organik dan anorganik yang terdapat dalam
air yang akan diolah.
Adapun prinsip dari proses filtrasi ini adalah dengan melewatkan air kedalam
media berpori untuk menyaring flok-flok halus dan belum dapat diendapkan
dalam sedimentasi II untuk memperbaiki kualitas air.
Pada perencanaan ini digunakan dual media (pasir dan antrasit) dengan
konstan rate pada Rapid Sand Filter (RSF). Penggunaan dual media ini
didasarkan pada:
a. Menghindari terjadinya clogging atau penyumbatan yang terlalu cepat
b. Efektivitas lapisan filter mudah dicapai.
c. Headloss dapat diminimalkan.
Pada filter, pencucian dilakukan karena adanya proses penyumbatan
dengan tetap menjaga agar media filter tetap terstrata dengan antrasit kasar (Berat
Jenis kecil) pada bagian atas dan pasir yang lebih halus (Berat Jenis besar)
dibagian bawah. Pencucian media dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
backwashing system atau dengan surface washing system. Terdapat beberapa jenis
filtrasi, yaitu:

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 17


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

 Saringan pasir cepat (rapid sand filter)


Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air minum dan
industri, mudah terjadi clogging, sehingga diperlukan pencucian
dengan menggunakan aliran yang berlawanan dengan arah
penyaringan.

Gambar 2.7 Saringan pasir cepat (rapid sand filter)

Gambar 2.8 Saringan pasir lambat (slow sand filter)

 Pressure Filtration (Penyaringan bertekanan)


Pressure filtration adalah proses penyaringan dengan tekanan pada
pengolahan air minum yang berasal dari air tanah sebelum
didistribusikan.

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 18


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

Gambar 2.9 Pressure Filtration (Penyaringan bertekanan)

 Direct Filtration (Penyaringan langsung)


Direct filtration adalah proses filtrasi untuk air baku yang
kekeruhannya rendah.

Klasifikasi filter berdasarkan media yang digunakan:


a) Media tunggal, mempunyai satu tipe media, biasanya pasir atau antrasit;
b) Media ganda, terdiri dari dua media yaitu pasir dan antrasit;
c) Multi media, terdiri atas beberapa media yaitu pasir, kerikil dan antrasit.
Persamaan umum yang digunakan:
Pusable = 2 (P60 – P10)
Ptoofine = P10 – 0,1 Pusable
Ptoocoarse= Pusable + Ptoofine
P60
Uniform coefficient (UC) = ……………………...........(2.25)
P10
Dimana: P10 = diameter pasir yang 10 % lolos saringan
P60 = diameter pasir yang 60 % lolos saringan
UC = koefisien keseragaman
Kehilangan tekanan pada saat operasi:
1. Kehilangan tekanan pada media pasir dan penyangga (kerikil)
Persamaan rose untuk porositas yang beragam:
1,067 D v α C D . x
hl  . . Σ ……………………………………...............(2.26)
φ g ε4 d
Dimana: hl = headloss (m)
Φ = faktor bentuk
D = tebal media (m)
g = gaya gravitasi (m/det2)
vα = kecepatan filtrasi (m/det)
ε = porositas
CD = koefisien drag
x = berat fraksi

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 19


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

d = diameter geometri (m)


Persamaan untuk mencari nilai CD untuk NRe < 1 adalah:
24
CD  ……………………………………………………….............(2.27)
N Re
24 3
Persamaan CD untuk 1 < NRe< 104 adalah: CD    0,34 …....(2.28)
N Re N Re
Dimana: CD = koefisien drag
NRe = bilangan Reynolds
2. Kehilangan tekanan pada underdrain
Persamaan yang digunakan:
2
1  Q 
H  . g .   ……………………...……………………..........................(2.29)
2  C . A 
Dimana: H = headloss (m)
g = gaya gavitasi (m/det2)
Q = debit pengolahan (m3/det)
C = koefisien orifice ≈ 0,65
A = luas orifice (m2)

3. Kehilangan tekanan pada saat Backwash


Persamaan yang digunakan:
H  pasir Hf   kerikil Hg   underdrain Hu  ……………….........................(2.30)
Hf  L 1 ε ρs  ρ
Hg  0,003 x Lg x v b
v b  v1 . ε 4,5  v1 10 x D60
2
1  v 
Hu  .  b  ……………………………………………….......................(2.31)
2g  α .β 

Dimana: Hf = kehilangan tekanan pada pasir (m)


Hg = kehilangan tekanan pada kerikil (m)
Hu = kehilangan tekanan pada underdrain (m)
L = tebal media (m)
ε = porositas
ρs = density relative (kg/m3 )
ρ = density air (kg/m3 )
Lg = tebal lapisan kerikil (m)
vb = kecepatan backwash pada kerikil (m/menit)
vt = kecepatan backwash pada pasir (m/menit)
g = gaya gravitasi (m/det2)

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 20


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

Kriteria desain untuk kehilangan tekanan pada media pasir dan penyangga
adalah:
1. Saringan Pasir Cepat
a. Effective size = (0,6 – 1) mm;
b. Uniformity coefficient = (1,3 – 1,7) m;
c. Sperity () = 0,73 – 1;
d. Porositas = 0,4 – 0,5;
e. Kecepatan filtrasi = (5 – 10) m/jam;
f. Tebal media pasir = minimum 300 mm;
g. Tebal media kerikil = (10 – 24) inchi;
h. Diameter kerikil = 3/64 inchi;
i. Konstanta kerikil = 10 – 14;
j. Perbandingan ukuran tiap lapisan = 2 : 1;
k. Konstanta Manning = 0,014;
l. Waktu Pencucian = (3 − 15) menit;
m. Kedalaman air baku di atas media filter = (0,2 − 2) m;
n. Panjang bak : Lebar bak = 3 : 1.
2. Saringan Pasir Lambat
a. Kedalaman air baku di atas media filter = (1 – 1,5) m;
b. Effective size(Es) = 0,15 – 0,35;
c. Koefisien keseragaman (Uc) = 1,2 – 1,6;
d. Kecepatan filtrasi = 0,1 – 0,4 m/jam.
3. Kriteria desain untuk kehilangan tekanan pada underdrain:
a. Rasio luas orifice dengan luas area filter = (0,0015 : 1) – (0,005 : 1);
b. Panjang pipa lateral maksimum = 20 ft;
c. Diameter orifice = (0,25 – 0,75) inchi;
d. Jarak orifice dengan manifold = (3 – 12) inchi;
e. Jarak antar orifice (3 – 4) inchi;
f. Underdrain menggunakan manifold dengan pipa lateral pada sisi-sisinya
dan dilengkapi dengan sejumlah orifice;
g. Panjang filter = panjang bak filtrasi = 6 m;
h. Diameter orifice 0,5 inchi (1,27 cm);
i. Jarak antar orifice 6 – 20 cm;
j. Luas media filter 12 m2;
k. Perbandingan luas pipa lateral dengan luas orifice (2 − 4) : 1;
l. Perbandingan luas pipa manifold dengan luas pipa lateral (1,5 − 3) : 1;
m. Panjang pipa manifold = panjang bak

2.7 Desinfeksi
Adapun prinsip atau metode yang digunakan dalam proses desinfeksi adalah
menggunakan klor sebagai desinfektan. Beberapa desinfektan lainnya adalah

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 21


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

klorin dioksida, ozon, ultra violet, bromin, iodine dan pemanasan. Klorin dioksida
25 kali lebih efektif dibanding gas klor, yang mudah meledak pada suhu tinggi.
Tidak menghasilkan Trihalometan dan tidak bereaksi dengan ammonia.
Sedangkan UV lebih mahal disbanding dengan penggunaan klor dan tidak
menyediakan perlindungan residu. Klorinasi merupakan pilihan penting untuk
suatu instalasi pengolahan air minum. Pada pengolahan air untuk kebutuhan
industri, klor bukanlah satu-satunya desinfektan yang dipakai, namun khlor
meupakan desinfektan efektif yang telah dikenal. Hal tersebut didasarkan pada
pertimbangan sebagai berikut:
a. Hanya senyawa klor yang relatif murah dan mudah didapat. Klor juga mudah
ditangani dalam operasinya. Desinfeksi dengan klor merupakan yang paling
sederhana dan tidak membutuhkan operator yang sangat ahli
b. Kemampuan klor dalam membunuh bakteri atau virus (agen desinfektan)
c. Klor menyediakan perlindungan residual, yaitu kemampuan untuk tetap bisa
membunuh organisme patogen detelah air keluar dari instalasi pengolahan
(distribusi)
d. Klor juga berfungsi sebagai oksidan zat-zat oganik dan ion-ion logam (Fe,
Mn) serta dapat mengurangi rasa dan bau serta dapat menghilangkan amoniak
(NH4+). Reaksi klor yang terjadi adalah sebagai berikut :
Ca(OCl)2 + 2 H2O 2 HOCl + Ca(OH)2
HOCl OCl- + H+
(Hipoklorit)
Beberapa kerugian dari penggunaan klor:
a. Klor adalah senyawa kimia yang berbahaya.
b. Bila klor bereaksi dengan zat organik, konsentrasinya berkurang dan tekanan
rendah maka akan terbentuk trihalometan (THM). Trihalometan yang
terkandung bersifat karsinogenik.
c. Serangkaian tes perlu dilakukan untuk mengetahui dosis klor yang efektif dan
aman.
1. Karakteristik Klor
Klor tersedia dalam bentuk dibawah ini dalam pengolahan air minum
adalah:
a. Gas (Cl2) yang korosif dan beracun.
b. Hipoklorit solid berupa NaOCl atau Ca(OCl)2. Lebih aman dibanding gas klor
namun 4 - 5 kali lebih mahal.
c. Hipoklorit terlarut berbentuk cairan berkonsentrasi 5 – 10%. Jarang dipakai
karena mahal dan menyebabkan kondisi bulking.
Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut:
Cl2 + H2O H+ + OCl- + Cl-
Dua asam terbentuk (Hipoklor dan Hidroklor)
NaOCl Na+ + OCl-

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 22


Tugas Besar Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
(PBPAM) Kecamatan Rumbai Pesisir 2019

HOCl H+ + OCl- pKa = 7,53


HOCl>OCl- pada pH < pKa
HOCl<OCl- pada pH > pKa
HOCl = OCl- pada pH = pKa HOCl 80 kali lebih efektif dibanding
OCl- sebagai desinfeksi karena muatan negatif mikroba menolak OCl-.
Kriteria desain desinfektan Ca(OCl)2 dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.6 Kriteria desain Ca(OCl)2


Parameter Nilai
Cl sisa (mg/l) 0,2 – 0,4
Waktu kontak (menit) 10 – 15
Kecepatan (m/dt) 0,3 – 6
Diameter tube plastic
0,6-1,3
(cm)
Sumber: Kawamura, 1991

2. Break Point Chlorination


Dosis klor dihitung dengan adanya Break Point Chlorination (BPC) dan sisa
klor. Jika kurang, maka desinfektan menjadi tidak efisien (gagal) dan bila
kelebihan akan menyebabkan rasa dan bau yang tidak enak dalam air minum.
BPC memberikan indikasi bahwa :
a. Semua zat yang dapat teroksidasi telah teroksidasi tuntas
b. Amoniak hilang sebagai N2
c. Masih ada residu klor aktif tersebut untuk desinfeksi daalam system
distribusi
Sisa klor (residu klor) dalam air diperlukan untuk mencegah terjadinya
infeksi bakteri selama pejalanan air samapai ke konsumen. Biasanya klor
tergantung dari jarak yang ditempuh, pH dan temperatur air. Untuk jarak yang
tidak begitu jauh, sisa klor cukup 0,2 - 0,4 mg/l.
Rumus yang digunakan:
Dosis chlor = BPC + sisa chlor

2.8 Pengolahan Lumpur

SHINTA NURDIYANTI (1507123874) 23

Anda mungkin juga menyukai