Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

FISILOGI REPRODUKSI HEWAN AIR

“IKAN BAWAL BINTANG”

OLEH

M. IRWAN SAPTA PURNA BINTANG


1810246457

PASCASARJANA ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bawal Bintang (Trachinotus blochii) merupakan ikan yang tergolong baru

dibudidayakan di Indonesia). Bawal bintang juga mempunyai pertumbuhan yang

cepat, tahan penyakit dan mudah dalam pemeliharaannya (Rahardjo et al., 2008).

Permintaan pasar untuk ikan ini terus meningkat, mulai dari tingkat lokal dan

terutama internasional seperti di Singapura, Taiwan dan Hongkong (Ransangan et al.,

2011) dengan harga yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp.60.000,-/kg. Pembenihan

bawal bintang telah berhasil dilakukan yang pertama kali di Indonesia pada tahun

2007 di Balai Budidaya Laut Batam. Kebutuhan benih semakin meningkat seiring

dengan berkembangnya budidaya bawal bintang (Ditjenkan Budidaya, 2008).

Sehingga perlu diupayakan penyediaan benih secara terkontrol dan berkelanjutan.

Ketersediaan induk matang gonad merupakan syarat utama yang harus dilakukan

dalam kegiatan pembenihan secara terkontrol. Ketersediaan induk bawal bintang

yang matang gonad merupakan kendala dalam usaha pembenihan, sehingga perlu

dicari solusi yang tepat dalam menangani permasalahan ini. Teknik manipulasi

hormonal ke dalam tubuh ikan secara injeksi merupakan salah satu cara yang tepat

untuk merangsang pematangan gonad Jenis hormon yang dapat menginduksi

maturase (pematangan) gonad pada ikan adalah Gonadotropin. Hormon hCG dan

PMSG merupakan jenis-jenis produk hormone gonadotropin. Aplikasi hCG untuk

membantu proses reproduksi dengan merangsang steroidogenesis diantaranya sekresi

testosteron dan estradiol. Hormon PMSG banyak mengandung unsur daya kerja

Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan sedikit Luteinizing Hormone (LH) (Basuki,

1990; Techakumphu et al., 1999) sehingga baik digunakan untuk menginduksi proses

vitelogenesis (pematangan gonad) karena proses vitelogenesis sangat dipengaruhi


oleh FSH (Zairin, 2003).

Pematangan gonad ikan patin secara alami dipengaruhi oleh sinyal

lingkungan yang diterima oleh sistem syaraf pusat yang kemudian akan diteruskan ke

kelenjar hipotalamus yang kemudian akan melepaskan gonadotropin releasing

hormone (GnRH) dalam kelenjar hipofisis yang selanjutnya hipofisis ini akan

melepas FSH (follicle stimulating hormone). Meningkatnya konsentrasi FSH (GTH-I)

akan menyebabkan enzim aromatase mensistesis testosterone menjadi estradiol-17β

sehingga merangsang sintesis vitellogenesis di dalam hati. Dalam pembentukan

gonadotropin, terdapat pula senyawa dopamin yang bekerja di otak menghambat

pembentukan gonadotropin tersebut sehingga diperlukan antidopamin yang berfungsi

untuk menghambat kerja dopamin, sehingga menstimulasi sekresi gonadotropin,

meningkatkan respon pemijahan, meningkatkan presentase fertilisasi dan derajat

penetasan telur. Pemberian antidopamin ini juga dapat menstimulasi perilisan FSH

dari pituitary (Rafiuddin 2014).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini yaitu:

a. Membahas kandungan hormon non alami terhadap reproduksi ikan bawal

bintang

b. Memahami proses pengembangan hormon non alami bagi reproduksi ikan

bawal bintang
2. PEMBAHASAN

2.1. Aspek Biologi Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii)

Ikan bawal bintang, diklasifikasikan kedalam Ordo perciformesi, Famili

Characidae, Genus Trachinotus dengan Species Trachinotus blochii. Bentuk tubuh

gepeng dan ramping dengan ekor bercagak. Tubuhnya berwarna putih keperakan

pada bagian lateral dan ventral. Pada bagian dorsal berwarna abu-abu kehijauan.

Mulutnya sub terminal dan bisa berkatup yang dilengkapi dengan gigi beludru halus.

Permukaan tubuh bawal bintang ditutupi sisik kecil bertipe sisir (stenoid) dan

memiliki gurat sisi yang melengkung mengikuti profil punggung. Bentuk bawal

bntang dapat dilihat pada (Gambar 1).

Gambar 1. Trachinotus blochii


2.2 Siklus Reproduksi Pada Ikan Patin Siam
Di alam reproduksi pada ikan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: foto

periode, kualitas air (suhu, oksigen terlarut, pH, kesadahan, dan alkalinitas), air pasang,

hujan, subtrat pemijahan, kecukupan nutrisi, penyakit serta kehadiran ikan lain. Faktor

tersebut merupakan sinyal lingkungan yang akan diterima oleh otak dan disampaikan ke

syaraf pusat yang selanjutnya diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus akan merespon

dengan melepaskan Gonadotropin releasing hormone (GnRH). Aksi GnRH pada kelenjar

hipofisis menyebabkan disekresikannya Follicle Stimulating Hormone (FSH/GtH - I). FSH

bekerja di lapisan teka pada oosit dan secara bersama dengan Luteinzing hormone (LH/

GtH – II) melakukan maturasi oosit sebelum ovulasi (Gambar 2).

Gambar 2. Siklus reproduksi yang terjadi pada ikan (Sudrajat, 2010)


2.3 Oogenesis dan Vitelogenesis pada Teleostei

Oogenesis pada teleost terdiri atas dua fase, yaitu pertumbuhan oosit dan

pematangan oosit. Perkembangan oosit diawali dari germ cell yang terdapat dalam

lamela dan membentuk oogonia. Oogonia yang tersebar dalam ovarium menjalankan

prose pembelahan mitosis dan ditahan pada "diploten" dari profase meiosis pertama

yang biasa disebut oosit primer. Dalam masa pertumbuhannya oosit primer terbagi

menjadi dua fase. Fase Pertama adalah previtelogenesis, ketika ukuran oosit

membesar akibat pertambahan volume sitoplasma (endogenous vitelogenesis), namun

belum terjadi akumulasi kuning telur. Fase kedua adalah vitelogenesis, yaitu proses

deposisi kuning telur atau vitelogenin. Vitelogenin (vg) disintesis dihati dibawah

rangsangan hormon estrogen. Sekresi vitelogenin selanjutnya di didistribusikan


2+
melalui aliran darah dalam bentuk persenyawaan dengan Ca (Yaron dan Silvan

2006). Pada beberapa spesies ikan, rangsangan hormon estrogen (seperti : estradiol -

17β) dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi plasma dari vitelogenin (Sukendi

2008).

Tang dan Affandi (2000) mengemukakan, viteloginin merupakan komponen

utama dari oosit yang sudah tumbuh berupa glikoposfoprotein dan mengandung kira-

kira 20% lemak, terutama posfolipid, trigliserida serta kolesterol (Gambar 3). Fase

vitellogenesis merupakan tahap yang penting karena pada prosesnya akan mendukung

pertumbuhan oosit hingga 90% mendekati ukuran telur. Oleh sebab itu faktor – faktor

seperti kualitas pakan, lingkungan dan aktifitas hormon sangat besar peranannya

dalam menunjang keberhasilan proses tersebut.


Gambar 3. Pengaturan hormon pada saat pertumbuhan sel kuning telur (fase
vitelogenesis)

Oogenesis dimulai dengan berkembangnya oosit sebagai hasil dari

perkembangan karakter – karakter pada sel – sel germinatif. Terdapat 8 fase

perkembangan oosit yang diamati pada betina O. Hepsetus :

1. Fase I. oogonia
Sel – selnya berbentuk oval dan berukuran kecil (7,5 µm – 10 µm). Pada
tahap ini terlihat adanya nucleolus kromatin (cn) dan tahap awal
perinukleolus (ep).

2. Fase II. Oosit nucleolus kromatin


Pada fase ini terdapat sedikit sitoplasma, dan posisi inti sudah mulai
nampak, Oosit sudah berukuran 20 µm – 30 µm.
3. Fase III. Oosit perinukleous.
Pada fase ini ukurannya sudah bertambah menjadi 38 µm – 48 µm dan
sudah mempunyai sitoplasma basofil dan membran sel yang disebut
karioteka.

4. Fase IV. tahap akhir Oosit perinukleolus.


Oosit berukuran 69 µm – 85 µm.
5. Fase V. Versikel kuning telur.
Oosit berukuran 195 µm – 210 µm, bentuk nucleus tidak beraturan dan
posisi nukleoli di zona peripheral, zona radiata atau korion, berada
antara oosit dan sel folikel.

6. Fase VI. Vitelogenesis


Oosit berukuran antara 570 µm – 750 µm dan menunjukan adanya
deposisi ekstra vesikular kuning telur didalam zona radiate. Nukleus
garis tepi yang tidak beraturan dan mengandung beberapa nukleolus
periferial.

7. Fase VII. Oosit vitellogenik


Ukuran sel ovari menjadi (850 µm – 1020 µm) dan mempunyai granula
protein kuning telur (protein vitellus) dan vesikel kortikal (lipid
vitellus).Ukuran vesikel kuning telur bertambah demikian juga dengan
granula kuning telur.

8. Fase VIII. Folikel post – ovulatory.


Setelah matang folikel pecah dan oosit dilepaskan.

Telur sendiri merupakan hasil akhir proses gametogenesis yang terjadi setelah

oosit mengalami pertumbuhan serta kondisinya sangat dipengaruhi oleh cukupnya

konsentrasi hormone gonadotropin serta nutria dalam tubuh ikan. Gambaran

pertumbuhan oosit dalam fase oogenesis dapat dilihat dari Gambar 4.


Gambar 4. Pertumbuhan oosit ikan medaka Oryzias latipes pada berbagai tahap
oogenesis. Singkatan : A = kutub animal, BB = juxtanuclear kompleks,
kuning inti, atau body balbiani, OW = dinding ovarium. PO1 = folikel
postovulatory (kondisi setelah ovulasi), PO2 = folikel postovulatory
(kondisi setelah 24 jam ovulasi, V = kutub vegetal, Y = yolk massa
(massa kuning telur), YV = yolk vesikel (kantung kuning telur)
(Mc Millan 2007).

2.4 Aksi Hormon dan Perkembangan Gonad

Perkembangan gonad pada ikan distimulus oleh hormon gonadotropin yang

dilepaskan oleh kelenjar adenohipofisis. Ada 2 hormon yang dihasilkan oleh kelenjar

adenohipofisis dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan gonad, yaitu : FSH


yang mampu memicu perkembangan folikel, sementara LH yang mematangkannya

pada tahap akhir. Prosesnya adalah, FSH yang terbawa aliran darah dan masuk

kedalam gonad akan menstimulir terbentuknya testosteron, selanjutnya secara

parakrin testosteron akan masuk ke sel granulosa dan oleh enzim aromatase dirubah

menjadi estrtradiol – 17 β. Melaui aliran darah hormon estradiol – 17 β masuk dan

mengaktivasi hati untuk mensintesis vitelogenin (Donaldson et al. 1983). Selanjutnya

vitelogenin yang terbawa oleh aliran darah akan diserap secara selektif dan disimpan

sebagai oosit berwarna kuning didalam gonad. Pada saat vitelogenesis berlangsung,

granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya, sehingga volume oosit

membesar. Perkembangan telur pada tahap penyerapan vitelogenin akan berhenti

ketika oosit telah mencapai ukuran maksimal. Menurut Nagahama et al. (1995),

proses pematangan oosit terjadi karena adanya rangsangan LH pada folikel, yang

menyebabkan terjadinya proses sintesa hormon - hormon steroid pada sel teka yang

selanjutnya menghasilkan 17α - hidroksiprogesteron dan pada sel granulose

menghasilkan 17α , 20β - dihidroksi - 4 - pregnen - 3 - one. Hormon steroid terakhir

inilah yang mempunyai peranan sebagai mediator kematangan oosit lebih lanjut.

Kondisi yang terjadi dengan menurunnya produksi estradiol - 17 β dan aktivitas

aromatase, biasanya diikuti peningkatan testosterone, dan 17 α, 20 β dihidroksi - 4 -

pregnen - 3 - one (17α, 20β - DP) sehingga oosit mengalami GVBD (germinal vesicle

break down) yang berakhir pada ovulasi. Fase pembentukan kuning telur dimulai

sejak terjadinya penumpukan bahan-bahan kuning telur dalam sel telur dan berakhir

setelah telur tidak mengalami perubahan bentuk selama beberapa saat (dorman). Fase

pembentukan telur biasanya diikuti pula peningkatan tahap kematangan gonad dalam
tubuh ikan. Effendie (1997) mengemukakan bahwa umumnya pertambahan bobot

gonad ikan betina pada saat stadium matang gonad dapat mencapai 10% - 25% dari

bobot tubuh, namun secara tepat Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dan layak

tidaknya induk dapat dipijahkan adalah dengan mengamati telur yang diambil

didalam gonad menggunakan kanulator..

2.5 Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin (PMSG)

Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin (PMSG) merupakan hormon yang

berasal dari serum pada plasenta kuda hamil, yang mengandung glikoprotein dan

molekulnya tersusun dari sub unit alfa dan sub unit beta (Maurel et al. 1992).

Komposisi PMSG terdiri dari 75% FSH dan 25% LH dan memiliki aktivitas biologi

serupa FSH dan LH dimana pengaruh FSH nya lebih besar (Hardjopranjoto

1995). Aksi fisiologis PMSG dalam tubuh selain dapat menyebabkan penekanan

produksi LH, juga mempunyai waktu paruh yang panjang sekitar 123 jam

(Menzer dan Schams 1979 dalam Supriatna et al. 1998 ), Menurut Bolamba et al.

(1992), pada konsentrasi tertentu dalam darah, PMSG akan mampu mengaktifasi

proses – proses pada FSH dan LH sehingga dapat merangsang kenaikan produksi

GnRH dan hal ini akan mempengaruhi kelenjar pituitary untuk memproduksi

gonadotropin. Supriatna dkk. (1998 ), bahwa terjadinya kenaikan kadar

gonadotropin dalam darah akan mampu merangsang pertumbuhan sel interestial

ovarium dan pemasakan folikel yang mempengaruhi pertambahan diameter dan

kematangan telur hingga tahap siap untuk di ovulasikan.


2.6 Dopamin dan Antidopamin

Pada ikan, dopamin diproduksi di beberapa daerah otak termasuk nigra

substantia dan tegmental ventral. Sebagai neurotransmitter posisi dopamin banyak

terdapat dalam saraf pusat dan bertindak sebagai aktifator modulasi neuronal yang

mampu mengatur beberapa fungsi fisiologis tubuh seperti pematangan gonad,

dijelaskan lebih lanjut bahwa modulasi akan berlangsung jika terjadi rangsangan

sensorik pada retina atau organ penciuman sehingga hipotalamus mengatur perilaku

seksual dan kelenjar hipofisis akan mengatur pelepasan prolaktin, di luar musim

pemijahan dopamin akan menghambat neurotransmitter saat melakukan instruksi

kepada hipotalamus dalam mensekresi gonadotropin pada proses pematangan gonad.

Vidal dkk., (2004) mengatakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan

dalam pematangan gonad agar kerja fisiologis kelenjar hipotalamus dalam

menghasilkan gonadotropin endogen (Gth) tetap berlangsung tanpa dipengaruhi oleh

rangsangan sensorik, adalah dengan pemberian antidopamin, ditambahkan bahwa

pengaruh antidopamin akan mengakibatkan terjadinya pelepasan Luitenzing Hormone

(LH). Merangsang Gonadotropin endogen (Gth), dosis kombinasi antara GnRHa dan

Antidopamin seperti; metoclopramide, domperidone (DOM) dan pimozide terbukti

efektif dalam menginduksi proses ovulasi berbagai jenis ikan seperti common carp

(Cyprinus carpio) dan catfish (Heteropneustes fossilis).


Gambar 5. Mekanisme kerja Dopamin (DA), yang mampu sebagai pendukung
dan penghambat kerja hipotalamus dalam mensintesa dan
melepaskan hormon – hormon gonadotropin pada proses
pematangan gonad (Vidal dkk., 2004).

2.7 Kombinasi Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin (PMSG) dan


Antidopamin dalam Mempercepat Kematangan Gonad Kembali
(Rematurasi)

Percepatan pematangan gonad kembali atau rematurasi sebenarnya merupakan

rekayasa penyuntikan hormon dengan menggunakan variasi dosis kombinasi yang

berbeda antara PMSG dan Antidopamin sehingga dapat meningkatkan konsentrasi


FSH dan LH serta Antidopamin didalam tubuh ikan, serta mendorong kerja fisiologi

yang berporos pada hipotalamus dan pituitari dalam mendukung pematangan gonad.

Pengaruh penyuntikan PMSG pada dosis tertentu selain akan menaikan kadar

FSH juga memicu vitologenesis yang berlangsung dalam organ gonad dan hati, serta

merangsang pituitari mendorong hipotalamus untuk melepaskan GnRH dan FSH –

RH. Sehingga, akibat sekresi FSH dari pituitari dan penyuntikan PMSG akan

menaikan konsentrasi FSH darah dan memicu dalam mempercepat kematangan

gonad. Sudrajat (2010), mengatakan pengaruh yang ditimbulkan akibat penyuntikan

Antidopamin adalah terhambatnya kerja dopamin serta mengurangi rangsangan

sensorik dari retina dan organ penciuman, sehingga kerja fisiologis kelenjar

hipotalamus dalam menghasilkan hormon gonadotropin tetap berlangsung dan tidak

di pengaruhi oleh instruksi dari hipotalamus (Gambar 6).

Gambar 6. Alur rematurasi gonad pada induk ikan melalui penyuntikan


hormon PMSG dan Antidopamin (Sudrajat 2010)
3. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

a) Percepatan pematangan gonad kembali atau rematurasi sebenarnya merupakan

rekayasa penyuntikan hormon dengan menggunakan variasi dosis kombinasi

yang berbeda antara PMSG dan Antidopamin sehingga dapat meningkatkan

konsentrasi FSH dan LH serta Antidopamin didalam tubuh ikan,

b) Pengaruh penyuntikan PMSG pada dosis tertentu selain akan menaikan kadar

FSH juga memicu vitologenesis yang berlangsung dalam organ gonad dan

hati, serta merangsang pituitari mendorong hipotalamus untuk melepaskan

GnRH dan FSH – RH. Penyuntikan kombinasi menggunakan Antidopamin

jenis pimozide pada pematangan gonad induk terbukti efektif dalam

memperbesar diameter telur dan rasio fertilisasi. Kombinasi dosis penyuntikan

PMSG dan hCG memberikan hasil tercepat dalam pematangan gonad .


DAFTAR PUSTAKA

Food and Agriculture Organization. 2011. Market of fish. Globe blogspot


market of pangasius.
Food and Agriculture Organization. 2013. Cultured aquatic species
information Programme Pangasius hypophthalmus (Sauvage, 1878).
United Nations.
Hardjamulia. A. 1975. Budidaya perikanan. Badan Pendidikan dan
Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian. SUPM Bogor.
Millan Mc DB. 2007. Fish histology female reproductive system. Departemen
of Biology, University of Western Ontario, Canada.
Sudrajat A O. 2010. Diktat kuliah endokrinologi. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, IPB, Bogor.
Sukendi. 2008. Peran biologi reproduksi ikan dalam biotehnologi
pembenihan, Pada pidato pengukuhan guru besar tetap bidang
biologi reproduksi. Jurusan budidaya perairan, Fakultas perikanan
dan Ilmu kelautan, UNRI. Pekanbaru, Riau.
Tang U M. dan R Affandi. 2000. Biologi reproduksi ikan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu. Kelautan. IPB. Bogor. Bogor. 150 hal.
Vidal V, Catherine P, Nadine L B, Claire H, Holland, Miskal S, Philippe
V, Yonathan Z and Sylvie D. 2004. Dopamine inhibits luteinizing
hormone synthesis and release in the juvenile european Eel: A
neuroendocrine lock for the onset of puberty. Journal, Biology of
reproduction 71, 1491–1500 (2004). Center of Marine
Biotechnology,5 University of Maryland Biotechnology Institute,
Baltimore, Maryland 21202. USA.

Zalinge V, Nicolas, Sopha L, Ngor PB, Kong H and Jorgensen V B.2002. Status
of the Mekong Pangasianodon hypophthalmus resources, with special
reference to the stock shared between Cambodia and Vietnam. Technical
paper , No.1, Mekong River Commission, Phnom Penh. 29 pp.

Anda mungkin juga menyukai