ABSTRAK
Antibiotik profilaksis dalam bedah mulut dan maksilofasial bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi pada luka bedah, baik karena tindakan pembedahan atau keadaan umum
pasien. Resiko terjadinya infeksi meningkat pada area dilakukannya tindakan bedah
sehingga perlunya profilaksis treatment agar tidak terkontaminasi dengan area yang kotor.
selain itu, teknik bedah yang baik berpengaruh mengurangi terjadinya infeksi paska
dilakukannya tindakan operasi. Indikasi penggunaan antibiotik ini tergantung dari derajat
terkena infeksinya, berdasarkan derajat terkenanya infeksi.
PENDAHULUAN
Tujuan penggunaan antibiotik profilaksis dalam bedah adalah untuk mencegah
kemungkinan infeksi pada luka bedah, menciptakan area ketahanan terhadap
mikroorganisme melalui konsentrasi serum antibiotik yang dapat menghindari penyebaran
bakteri saat terjadinya kesalahan bedah.
Profilaksis di indikasikan kepada yang memiliki kemungkinan tertinggi terjadinya infeksi.
Penggunaan ini lebih ditekankan kepada lamanya tindakan operasi dan resiko tinggi
terjadinya infeksi. terutama pada pasien yang memiliki riwayat sistemik. Pada tindakan
bedah minor tidak diperlukan profilaksis pada pasien yang sehat.
Dalam pengendalian infeksi yang perlu diperhatikan antara lain area kerja yang bersih, flap
mucoperiesteal menghindari robeknya mukosa, irigasi yang konstan untuk menghindari dari
debris, hemostasis, menghindari luka akibat jarum anastesi.
Data literatur menyimpulkan bahwa pengurangan komplikasi pasca operasi pada operasi
oral dan maksilofasial sebagian besar disebabkan oleh perbaikan teknik bedah, bukan
antibiotik profilaksis. Penggunaan antibiotik profilaksis digunakan dimana terdapat infeksi
atau tanda infeksi tertinggi.
Antibiotik yang dipilih harus efektif melawan bakteri yang biasanya ditemukan di rongga
mulut dan kulit cervicofacial, seperti bakteri Staphylococcus, Streptococcus, enteric dan
anaerobic.
Penggunaan antiseptik pra operasi di rongga mulut (chlorhexidine, yodium) dapat
mengurangi komplikasi yang disebabkan oleh trauma bedah di rongga mulut, terutama pada
pasien dengan penyakit katup jantung, cangkokan tulang (bone graft), imunodepresi, orang
tua atau pasien dengan penyakit buruk.
1. Oral surgery
termasuk tingkat infeksi terendah sehingga tidak memerlukan antibiotik profilaksis.
penggunaan antibiotik akan dikurangi dimana ada infeksi aktif pada pasien dengan
imunodepresi.
2. Traumatology
3. bedah ortognatic dan bedah prepostetik.
kedua tindakan ini dianggap sebagai operasi yang bersih. beberapa literatur mengatakan
penggunaan antibiotik profilaksis tidak membuat prognosis lebih bagus dan juga lebih
mahal.
4. Kelenjar saliva
Pada operasi seperti parotidektomi atau submaxilektomi, telah ditunjukkan dengan jelas
bahwa tidak ada keefektifan penggunaan antibiotik profilaksis.
Ini harus dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi kardiopati endokarditis yang dapat
menjalani prosedur dengan risiko bakteriemia dalam operasi oral dan maksilofasial.
Antiobiotik elektif adalah amoksisilin-klavulanat. Pada pasien alergi, alternatifnya adalah
clindamisin, klaritromisina atau azitromisin.
Risiko tinggi kardiopati endokarditis:
1. Resiko tinggi: prosthesis endovaskular, endokarditis sebelumnya, kardiopati sianosis
kongenital kongenital atau fistula paru sistemik bedah.
2. Risiko sedang: kardiopati kongenital lainnya, valvulopati yang didapat, prolaps katup
mitral dengan regurgitasi, miokardiopati hipertrofik.
3. Resiko rendah: ostium secundum komunikasi interauricular, komunikasi interauricular
atau interventricular yang dioperasi dengan operasi, by pass sebelumnya, prolaps katup
mitral tanpa regurgitasi, alat pacu jantung.
Pasien dengan risiko tinggi dan sedang memerlukan profilaksis setiap kali menjalani
prosedur di daerah oral atau maksilofasial. Pedoman yang digunakan merekomendasikan
penggunaan obat satu jam melalui oral atau tiga puluh menit melalui endovenous sebelum
prosedur.