Oleh:
Iqbal Arpannudin
Jurusan PKnH Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
arpannudin@uny.ac.id
Abstrak
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dapat dijadikan sebagai sebuah model
pengembangan konsep-konsep civics dalam rangka memenuhi life skill warga negara.
Sebagian besar aktifitas di pondok pesantren adalah membangun kehidupan santri insan
kamil yang mempunyai ketangguhan iman dan kemampuan beramal soleh yang membentuk
nilai-nilai perilaku (behavioural values). Pengembangan nilai-nilai perilaku dalam
pembentukan individu insan kamil sejalan dengan pengembangan struktur nilai dasar
spiritual sebagai pengakuan terhadap martabat manusia (human dignity) yang memunculkan
nilai tanggung jawab sosial sebagai bagian dari nilai sosial. Di dalam komunitas pesantren
tanggung jawab sosial didasari oleh nilai spiritual yang terkandung dalam konsep ukhuwah
islamiah.
Kata kunci: pesantren, nilai sosial, ukhuwah islamiyah.
1
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
2
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
3
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
seseorang sebagai kesatuan yang utuh yang keluarga, kelompok, dan manusia secara
menentukan perilaku dan kepribadian keseluruhan”. Hal-hal yang berguna dalam
seseorang (Dzahiri, 1985). Oleh karena itu pengertian amal soleh tersebut ditunjukan
pesantren memegang peranan yang sangat dalam bentuk nilai- nilai perilaku
penting untuk memberikan penguatan (behavioral values).
pilihan-pilihan nilai yang menentukan Amal soleh dalam pembelajaran
perilaku seseorang tersebut. Hal ini Agama Islam menjadi hal yang perlu
sebagaimana pendapat Sztompka bahwa pengkajian bersama pembentukan nilai-
nilai menjadi preference (pilihan) dari nilai perilaku dalam kehidupan asyarakat
perilaku seseorang yang menjadi ukuran Indonesia yang plural. Nilai-nilai yang
kepatutan atau kepantasan. Seseorang akan dimaksud merupakan petunjuk-petunjuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang terinternalisasi di dalam ekspresi
perbuatan tergantung pada sistem nilai perilaku yang ditampilkan seseorang
yang dipegangnya (Rudi & Haikal, 2014: (Mulyana, 2004: 26). Pengembangan nilai-
30). nilai perilaku tersebut dirumuskan dalam
Ketangguhan iman adalah nilai dasar tujuan utama pendidikan seperti yang
spiritual yang harus dimiliki warga negara dikemukakan oleh Mulyana (2004: 106)
di lingkungan pesantren. Nilai dasar ini bahwa tujuan utama pendidikan adalah
diarahkan untuk mampu menjangkau “menghasilkan kepribadian manusia yang
kesadaran supralogis yang membuat matang secara intelektual, emosional, dan
dirinya lebih dari sekedar “manusia” (man spiritual”. Karena itu, komponen esensial
more than man) perwujudan dimensi kepribadian manusia adalah nilai (values)
spiritual ini adalah keimanan, sedangkan dan kebajikan (virtues)”. Konsep nilai
semangat keimanan itu disebut spiritualitas (values) dan kebajikan (virtues) memiliki
(Mulyana, 2004: 108). Tenaga spritual kecenderungan sama dengan konsep
dapat menumbuhkan ketaatan berdasarkan ketangguhan iman dan kemampuan
kewajiban serta menjadi sebuah motivasi beramal soleh terutama dalam
untuk membangkitkan, mempertahankan, pembentukan martabat manusia yang
dan mengontrol minat-minat beramal paripurna atau insan kamil.
soleh. Muhammad Abduh (Dahlan, Martabat manusia (human dignity)
Yaswirman, Raya, & Ritonga, 2000: 94) dianggap sebagai nilai yang tertinggi
mendefinisikan amal soleh sebagai “segala dalam membangun pendidikan yang
perbuatan yang berguna bagi pribadi, efektif. Menurut UNESCO (Mulyana,
4
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
5
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
6
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
Bila dilihat dalam konteks kehidupan lembaga pendidikan yang unik, tidak saja
pesantren, di mana hubungan atau interaksi karena keberadaannya yang sudah lama,
antar kiai, ustadz dan santri terjalin dengan tetapi juga karena kultur, metode dan peny
erat. Hubungan yang terjalin erat itu bisa ajian yang diterapkan oleh lembaga
jadi, merupakan pengembangan dari tradisi pendidikan agama ini yang khas yang
dan nilai-nilai Islam yang ditanamkan oleh mengandung mengandung makna
penyebar Islam dan disandarkan pada kelokalan dalam konteks keindonesiaan.
ajaran Rasullullah SAW. Seperti halnya Karakteristik Islami ditampilkan oleh para
cara memandang kehidupan secara pemangku kepentingan di pesantren
keseluruhan sebagai ibadah, dan (boarding school), sebagaimana yang
keikhlasan atau ketulusan belajar dan diajarkan nabi Muhammad, yaitu Islam
bekerja untuk tujuan bersama-sama. Nilai- yang mengembangkan dan membangun
nilai tersebut dijadikan landasan pijakan intifah, tawassuth, musawah dan tawazun,
dan ruh dalam pengelolaan pesantren serta menjadi agen peradaban nilai-nilai,
dengan tetap berpegang pada moral agama norma dan pesan agama yang penuh
sebagai kunci sukses dalam hidup bersama, harmoni, persatuan dan perdamaian,
yang dalam hal ini adalah perilaku termasuk mempertahankan nilai-nilai dan
keagamaan yang memandang semua ketertiban keharmonisan sosial di
kegiatan sehari-hari sebagai ibadah kepada sekitarnya (Sirajuddin, 2010: 39).
Allah Swt (Rudi & Haikal, 2014). Mastuhu
menyatakan pula bahwa kiai adalah tokoh PEMBAHASAN
kunci yang menentukan corak kehidupan Kurikulum berimbang dan terpadu
pesantren (1994: 58). Namun, tidak yang dikembangkan pada pesantren khalafi
menutup kemungkinan bahwa dua unsur pada dasarnya mengedepankan prinsip
lainnya berpengaruh besar terhadap keseimbangan dalam pengembangan
perkembangan pesantren secara umum kurikulum antara kurikulum pesantren dan
serta kualitas santri secara khusus. kurikulum umum atau yang dikembangkan
Jika disandingkan dengan lembaga oleh kementerian pendidikan. Tujuan
pendidikan Islam di Indonesia, pondok prinsip keseimbangan dalam
pesantren mempunyai ciri-ciri tersendiri, pengembangan kurikulum adalah untuk
dan tradisi keilmuan yang berbeda dengan terjalinnya perpaduan yang lengkap dan
tradisi keilmuan lembaga-lembaga lain. menyeluruh yang satu sama lainnya saling
Dengan demikian pesantren menjadi memberikan sumbangan terhadap
7
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
8
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
9
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
10
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
11
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
12
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
13
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
14
Humanika, Vol. 16, Nomor 1, September 2016
21