PENDAHULUAN
Nyeri pelvis merupakan hal umum yang dirasakan pada banyak wanita dewasa, di
mana hal ini sering mengarahkan pada munculnya disabilitas, gangguan sosial, dan
hilangnya produktivitas ekonomi. Banyak dari mereka yang tidak mencari solusi
dari rasa nyerinya, seringkali membiarkan hidup dalam kesakitan dan rasa nyeri
sejak dewasa muda dan menganggap rasa nyeri tersebut adalah hal yang normal dan
biasa saja. Di Selandia Baru, hanya terdapat 34% sampel komunitas yang terdiri
dari wanita berusia 18 hingga 50 tahun yang melaporkan tidak mengalami rasa
nyeri pelvis, dengan 55,2% melaporkan keluhan dismenorea, 25,4% melaporkan
nyeri pelvis kronik (chronic pelvis pain / CPP) dan 19,7% mengeluh dyspareunia.1
Di Amerika Serikat, sebanyak 14,7% wanita pada kisaran usia yang sama mengeluh
merasakan CPP dengan estimasi biaya rawat jalan sekita 881,5 juta dolar Amerika
per tahunnya, 15% melaporkan absensi kerja, dan 45% mengaku mengalami
penurunan produktivitas.2 Kejadian ini mirip di Inggris, bahwa terdapat 24% wanita
berusia 18 hingga 49 tahun mengeluh adanya CPP3 dan 31 dari 1000 wanita
berkonsultasi dengan dokter umum terkait CPP4, hal ini sudah dibandingkan
terhadap asma (37/1000) dan nyeri punggung belakang (41/1000) dan bahkan lebih
tinggi dari migraine (21/1000).
Nyeri pelvis merupakan gejala yang membuat frustasi baik bagi pasien, namun juga
bagi dokternya. Manifestasi yang muncul bisa bermacam-macam, melibatkan
banyak sistem organ dan derajat keparahannya bisa berfluktuasi sepanjang waktu.
Kurangnya frekuensi dari diagnosis awal yang jelas baik pada nyeri pelvis akut dan
kronik menjadikan banyak wanita sering menjalani berbagai prosedur pemeriksaan
yang berkaitan dengan tingkat mortalitas dan morbiditas. Seringkali terdapat
interval yang panjang antara manifestasi klinis dan diagnosis dengan 25% tersisa
tanpa diagnosis setelah 3 hingga 4 tahun dan lebih dari 30% wanita mengalami
nyeri selama lebih dari 5 tahun.4
Tujuan dari bab di buku ini adalah untuk menyediakan ulasan terkait penyebab
umum dari rasa nyeri serta untuk merinci beberapa penyebab yang kurang dikenal,
tetapi mudah diobati dengan bukti terkini dan alasan yang jelas untuk penyelidikan
dan pengobatan. Karena kerumitan inervasi dari pelvis dan proksimitas anatomis
dari visceral pelvis seringkali terjadi tumpang tindih antara berbagai hal yang sejak
lama sudah diyakini di bidang ginekologi, urologi, atau gastroenterlogi. Oleh
karena itu, beberapa kondisi hanya akan dibahas secara singkat di sini ketika
mereka dipertimbangkan secara lebih rinci dalam bab-bab lain dari buku ini.
Kami membahas tentang nyeri pelvis akut dan kronik secara terpisah, meskipun
terdapat tumpang tindih, presentasi dan penatalaksanaan seringkali berbeda. The
Royal College of Obstetricians and Gynaecologist (RCOG) mendefinisikan CPP
sebagai berikut : “nyeri intermiten atau konstan pada abdomen bagian bawah atau
pelvis setidaknya durasi selama 6 bulan, tidak terjadi secara khusus dengan adanya
menstruasi atau hubungan seksual serta tidak terkait dengan adanya kehamilan.”5
Dengan tambahan, kami juga mempertimbangkan nyeri pelvis pada kehamilan,
dismenorea, dan mittelschmerz, dan keterkaitannya dengan komplikasi dari
konsepsi yang dibantu. Pada akhirnya, kami membahas dyspareunia dan sindrom
nyeri pada vulva yang seringkali muncul bersamaan dengan nyeri pelvis di mana
etiologi dan penatalaksanaannya bisa saja mirip.
Tabel 64.3
Pemeriksaan Investigasi terkait Nyeri Pelvis Akut
hCG melalui serum atau urin
MSU
triple swab (pada vagina, serviks, dan endoservikal kasus Chlamydia)
Swab urethra
FBC, G&S (reaksi silang jika curiga adanya ektopik)
CRP
Pelvis US-TA atau TV, sesuai kelayakan
Radiografi abdomen (+/-) kontras
MRI pelvis
Laparoskopi diagnostik
CRP, C-Reactive protein; FBC, full blood count; G& S, group & save; MSU,
midstream urine; TA, transabdominal; TV, transvaginal; US, ultra sound
Faktor Ginekologi
Pelvic Inflammatory Disease
Pelvic Inflammatory Disease (PID) merupakan penyebab umum dari nyeri pelvis
akut dan tingkat kejadiannya meningkat setiap saat. Pada infeksi genitalia di bagian
atas dan dapat termasuk satu atau lebih keadaan di bawah ini : endometritis,
salpingitis, abses tuba-ovarii, dan peritonitis pelvis. Perawatan yang tepat dan
pelacakan kontak yang efektif adalah penting karena gejala sisa jangka panjang
termasuk CPP, subfertilitas, dan kehamilan ektopik. Sementara infeksi biasanya
naik dari serviks, swab serviks dapat menjadi negatif bahkan ketika organisme
patogenik diisolasi dari tuba fallopi. Rasa sakit dianggap karena peradangan,
kerusakan jaringan, iritasi permukaan peritoneum, dan distorsi anatomi. Nyeri
kuadran kanan atas dan adhesi perihepatik terjadi pada keadaan sindrom Fitz-Hugh-
Curtis, di mana hal ini dapat ditemukan pada 10% hugga 20% wanita dengan PID.7,8
Tampilan klinis dari PID adalah kurangnya sensitivitas dan spesifitas, namun
termasuk nyeri pada abdomen bawah, dyspareunia dalam, discaj abnormal dari
vagina/serviks, eksitasi servikal dan nyeri adneksa, serta demam.9 Bukti infeksi akut
tidak akan selalu terlihat pada laparoskopi diagnostik dan oleh karena itu
penyelidikan ini harus disediakan untuk kasus di mana patologi alternatif perlu
dikecualikan atau jika massa panggul terlihat pada USG (ultrasound / US).10 Bila
terdapat indeks kecurigaan yang tinggi, dianjurkan bahwa pengobatan antibiotik
empiris harus dimulai setelah penyeka diambil tanpa menunggu hasil kultur atau
melakukan penelitian lebih lanjut.10 Sejumlah mikroorganisme terkait PID temasuk
di antaranya Chlamydia trachomatis, N eisseria gonorrhoea, Mycoplasma
genitalium, dan wujud anaerob lainnya.9 Organisme yang paling sering terlibat
bervariasi secara geografis dan karena itu pedoman lokal untuk rejimen pengobatan
antibiotik yang tepat harus selalu dikonsultasikan. Sekarang ada peningkatan
terhadap gonore yang resisten terhadap kuinolon di Amerika Serikat dan, sejak
April 2007, antibiotik fluoroquinolone tidak lagi direkomendasikan untuk
11
pengobatan PID di sana, meskipun ini belum terjadi di Inggris. Perawatan
antibiotik biasanya dilanjutkan selama 14 hari (dengan dosis intravena diubah
menjadi oral sekali apyrexial), dan karena itu kepatuhan pasien bisa menjadi
masalah. Kehadiran alat kontrasepsi intrauterin (IUCD) hanya meningkatkan risiko
pengembangan PID dalam beberapa minggu pertama setelah insersi. Membiarkan
perangkat in situ sementara PID ringan sedang dirawat tampaknya tidak
mempengaruhi hasilnya. Dalam kasus yang parah, bagaimanapun,
direkomendasikan agar IUCD dihapus.10
Ketika ada bukti pasti adanya abses panggul atau penyakit berat, operasi dianjurkan
(laparoskopi atau laparotomi), untuk mengeringkan abses dan membagi adhesi.10
Tergantung pada lokasi, juga mungkin untuk menguras koleksi panggul di bawah
bimbingan AS. Ini telah terbukti efektif dengan komplikasi yang lebih sedikit
daripada operasi.12
Untuk mencegah infeksi ulang, pelacakan kontak dan pengobatan semua pasangan
seksual dari 6 bulan sebelum presentasi direkomendasikan.10 Hal ini mungkin
paling baik dilakukan melalui klinik obat genitourinary lokal (GUM), yang akan
memiliki pengalaman pelacakan kontak dan konseling tentang konsekuensi jangka
infeksi menular seksual. Jika penerimaan tidak diperlukan dan fasilitas yang sesuai
ada, mungkin lebih efektif untuk merujuk wanita ke klinik GUM segera, untuk
dilihat pada hari yang sama, sebelum perawatan dimulai. Hubungan seksual harus
dihindari hungga pasien dan pasangannya telah menjalani terapi secara
keseluruhan.
Patologi Adneksa
Adneksa terdiri dari tuba fallopii dan ovarium, peritoneum di atasnya, dan
pembuluh darah yang menyertainya. Secara umum, masalah adneksa yang
menyebabkan rasa sakit dibahas di sini.
Torsio Adneksa. Berbeda dengan testis, jarang adneksa normal mengalami torsi.
Namun, indung telur dan ujung distal tuba fallopi menggantung bebas dan, jika
diperbesar oleh kista ovarium atau hidrosalping misalnya, mampu memutar dan
menyebabkan iskemia dan dengan demikian nyeri, dengan nekrosis yang terjadi
jika torsi tidak teratasi. Awalnya, rasa sakit itu bisa menjadi sakit tumpul yang
datang dan pergi; Namun, sekali nekrosis terjadi, rasa sakit menjadi konstan dan
berat dan dapat disertai dengan pireksia, mual, leukositosis, dan peningkatan
penanda inflamasi. Secara klinis, massa pelvis tender akan ditemukan pada
pemeriksaan internal dan ini dapat dikonfirmasi dengan AS. Manajemen bersifat
bedah, idealnya dengan laparoskopi yang mendesak. Jika adneksia tampak sehat,
maka torsi dapat dipilin dan kista / hidrosalping ditangani dengan tepat; namun, jika
jaringannya gangren, dianjurkan bahwa seluruh massa diangkat utuh tanpa terlebih
dahulu berusaha untuk menyelesaikan torsi.
Kecelakaan Kista Ovarium Lainnya. Selain mengalami torsi, kista indung telur
(baik fungsional atau patologis) juga dapat menyebabkan nyeri karena pecah atau
dengan pendarahan ke dalam dirinya sendiri. Kista pecah biasanya menyebabkan
nyeri akut diikuti oleh nyeri tumpul umum; Namun, jika cukup cairan / darah
dilepaskan ke panggul untuk mengiritasi diafragma, maka nyeri bahu juga dapat
hadir. Diagnosis biasanya klinis, meskipun, AS dapat menunjukkan cairan di
panggul dan tidak adanya kista ovarium yang tercatat sebelumnya. Kehamilan harus
selalu dikecualikan (biasanya dengan tes kehamilan kemih), tetapi jika rasa sakitnya
hilang dan wanita tersebut hemodinamik stabil, maka manajemen konservatif, perlu
disediakan untuk meredakan gejala. Namun, jika dia tidak stabil atau sejumlah
besar cairan hadir di pelvis, laparoskopi mungkin diperlukan.
Dalam hal ini, jelas penting untuk memastikan diagnosis benar dan bahwa
kehamilan ektopik, misalnya, belum terlewatkan. Perdarahan ke dalam kista dapat
membatasi diri atau memerlukan pembedahan. Sekali lagi keputusan ini harus
didasarkan pada gambaran klinis. Dalam semua kasus ini, jika ada keraguan tentang
sifat kista, maka operasi harus dilakukan sehingga jaringan untuk histologi dapat
diperoleh.
Hematometra/Hematocolpos
Penyebab nyeri akut panggul akut atau akut yang relatif jarang adalah hematometra
atau hematokolpos (secara harafiah darah di uterus atau darah di serviks). Ini dapat
terutama dari anomali kongenital atau sekunder untuk prosedur seperti reseksi
transservikal dari endometrium jika stenosis serviks terjadi. Dengan anomali
kongenital di mana rahim bifida ada dengan satu tanduk akhir buta, adalah mungkin
untuk memiliki aliran menstruasi normal dari satu tanduk dan hematometra secara
bertahap meningkat di yang lain. Diagnosis adalah dengan US atau magnetic
resonance imaging (MRI) dan manajemen adalah pembedahan, yang mungkin
sesederhana dilatasi serviks atau menorehkan himen imperforata. Penemuan
anomali mullerian kongenital harus segera dilakukan penyelidikan menyeluruh
terhadap sistem ginjal dan urogenital karena banyak dari anomali ini hidup
berdampingan.13
Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana implan konsepus berada di luar
rongga uterus. Paling umum, ini berada di dalam tuba fallopi (98,3%) tetapi lebih
jarang bisa berada di rongga perut, di ovarium, atau di leher rahim. Kejadiannya
sekitar 1 dari 100 kehamilan 14; Namun, ini kemungkinan akan meningkat dengan
meningkatnya insiden infeksi panggul dan konsepsi terbantu. Jarang, kehamilan
heterotopik dapat terjadi, yang secara efektif merupakan kehamilan kembar di dua
tempat yang berbeda (misalnya, satu kehamilan intrauterin dan satu kehamilan
ektopik). Kasus-kasus ini dapat dengan mudah dilewatkan dengan jaminan palsu
yang diberikan setelah kehamilan intrauterin terlihat di AS. Dengan meningkatnya
prevalensi teknik konsepsi terbantu, kejadian kehamilan heterotopik meningkat .15
Secara klasik, presentasi adalah dengan periode amenorea diikuti oleh hilangnya
lapisan kecoklatan pada vagina dan kemudian timbulnya nyeri panggul. Namun,
secara realistis, presentasi bervariasi, mulai dari asimtomatik (temuan insidental
pada pemindaian rutin), melalui kombinasi rasa sakit dan / atau perdarahan vagina
tua atau segar, hingga kolaps sekunder akibat hipovolemia. Nyeri awal dianggap
sekunder untuk peregangan peritoneum yang menutupi tuba fallopii yang
distended; Namun, dengan pecahnya tabung, peritonitis terjadi dan pelacakan darah
ke atas ke diafragma dapat menyebabkan nyeri ujung bahu.
Pada pasien yang roboh dengan tes kehamilan positif, diagnosis diasumsikan dan
resusitasi dimulai dengan operasi yang dilakukan segera ketika dia stabil. Pada
ekstrim yang berlawanan, pada wanita hemodinamik stabil dengan gejala minimal,
diagnosis bisa sulit untuk ditegakkan. Pada awal kehamilan, kehamilan intrauterine
mungkin tidak terlihat bahkan dengan transvaginal US (TVUS). Kombinasi tingkat
human chorionic gonadotrophin (hCG) dan US berulang mungkin diperlukan untuk
menentukan lokasi dan viabilitas kehamilan. Jika indeks kecurigaan tinggi hadir
atau wanita itu terisolasi secara sosial, pengamatan ini sebaiknya dilakukan sebagai
pasien rawat inap; Namun, dalam sebagian besar kasus, klinik kehamilan awal
memfasilitasi manajemen rawat jalan yang aman.
Manajemen yang tepat tergantung pada tingkat keparahan presentasi. Dengan
pasien yang tidak stabil, laparotomi mendesak atau laparoskopi harus dilakukan
tergantung pada keterampilan ahli bedah yang tersedia. Dengan pasien yang stabil,
mayoritas kasus harus dapat dikelola secara laparoskopi, mengurangi rasa sakit
pasca operasi, waktu pemulihan, dan tinggal di rumah sakit. Beberapa unit sekarang
mengelola kasus yang sesuai secara medis menggunakan methotrexate; Namun, ini
bukan tanpa risiko dan membutuhkan pengawasan yang cermat dan pasien yang
termotivasi.16
Namun bila kehamilan telah dikelola, risiko kehamilan ektopik di masa depan jauh
lebih tinggi daripada populasi pada latar belakang dan setiap wanita harus diberi
konseling tentang hal ini sebelum keluar dari rumah sakit dan disarankan untuk
mendapatkan pemindaian dini pada kehamilan berikutnya. Tidak boleh dilupakan
bahwa banyak kehamilan yang gugur dan banyak wanita / pasangan menghargai
kesempatan untuk membicarakan hal ini baik pada saat itu atau di kemudian hari.
Keguguran
Keguguran didefinisikan sebagai gagalnya kehamilan sebelum kelangsungan hidup
(saat ini dianggap 24 minggu) dan terjadi pada 10% hingga 20% dari kehamilan
klinis.17 Karena adanya konotasi yang dianggap kurang tepat, istilah aborsi medis
tidak boleh digunakan lagi saat terjadi keguguran spontan. Berbagai jenis
keguguran ditunjukkan pada Tabel 64.4. Perdarahan tidak selalu merupakan fitur
yang ditampilkan. Secara klasik, perdarahan mendahului rasa sakit dalam
keguguran dibandingkan dengan kehamilan ektopik di mana rasa sakit terjadi
pertama. Karena ini tidak dapat diandalkan, semua rasa sakit atau perdarahan pada
awal kehamilan harus dirujuk ke unit kehamilan dini untuk penilaian dan
manajemen lebih lanjut. Penatalaksanaan yang mungkin dilakukan antara lain,
medis (menggunakan prostaglandin analog antiprogesterone) atau pembedahan
(evakuasi retensi produk konsepsi [ERPC]). Jika wanita itu hemodinamik tidak
stabil atau pendarahan sangat berat, maka operasi dianjurkan; jika tidak, pilihan
manajemen harus dibuat oleh wanita itu. Pilihan non-bedah berhubungan dengan
periode perdarahan yang lebih lama, tetapi hindari risiko anestesi umum dan
memungkinkan wanita merasa lebih memegang kendali. Berlawanan dengan
keyakinan sebelumnya, tidak ada peningkatan tingkat infeksi dengan manajemen
hamil.18 Semua wanita yang tidak diimunisasi, Rhesus-negatif yang keguguran
setelah gestasi 12 minggu harus diberikan profilaksis dengan imunoglobulin anti-
D. Sebelum 12 minggu, imunoglobulin anti-D harus diberikan untuk evakuasi
medis atau bedah atau jika perdarahan sangat berat dan berhubungan dengan rasa
sakit.17 Dampak psikologis negatif dari keguguran dini dapat sangat besar, baik
untuk wanita dan keluarganya, dan karena itu konseling dan dukungan harus
ditawarkan. Idealnya, ini harus di tingkat lokal, meskipun kelompok dukungan
nasional juga ada.
Tabel 64.4
Beberapa Tipe Keguguran125
Keguguran Terancam Bisa mengalami perdarahan lanjut
Kehamilan masih viable
Keguguran Tak Terhindarkan Perdarahan
Pembukaan os cervical
Komplit Perdarahan berhenti
Produk konsepsi sudah keluar
Inkomplit Kemungkinan bisa perdarahan lanjut
Masih ada sisa konsepsi di dalam ibu
Tertunda Perdarahan minimal atau tidak sama
sekali
Janin mati, namun seluruh bagian janin
masih di dalam ibu
Kehamilan Anembronik Mungkin terdapat perdarahan
Gestational sac tapi tidak ada fetal pole
Degenerasi Fibroid
Fibrioid pada rahim (leiomyoma) merupakan tumor janak pada uterus di mana
banyak ditemukan sekitr 20% pada wanita usia reproduktif. Biasanya asimptomatik
dan seringnya muncul pada wanita lebih tua dan biasanya wanita keturunan Afrika.
Mereka memiliki reseptor estrogen dan dengan demikian dirangsang untuk tumbuh
selama kehamilan. Karena suplai darah mereka terutama perifer, daerah pusat dapat
menderita iskemia jika pembesaran cepat, menyebabkan rasa sakit. Ini dikenal
sebagai degenerasi merah. Rasa sakit ini umumnya terlokalisasi dengan kelembutan
di atas area fibroid saja (dibandingkan dengan abrupsi plasenta di mana seluruh
uterus lunak dan keras dengan kayu) dan mungkin disertai dengan demam ringan
dan leukositosis. Analgesia opioid sering diperlukan dan masuk mungkin
diperlukan, jika hanya untuk observasi dan pemantauan janin jika ada keraguan
tentang diagnosis.
Kecelakaan Kista Ovarii
Seperti pada keadaan tidak hamil, perdarahan ke dalam atau ruptur atau puntir dari
suatu kista ovarium dapat terjadi selama kehamilan. Secara umum, presentasi dan
manajemen adalah untuk wanita yang tidak hamil; Namun, gejala dapat disamarkan
dan tidak spesifik selama kehamilan. Pecahnya suatu kista dapat timbul dengan rasa
sakit dan syok yang parah, dan pada awal kehamilan, laparoskopi mungkin
diperlukan untuk menyingkirkan kehamilan ektopik. Namun, jika nyeri hilang dan
tidak ada gejala lain yang muncul, disarankan untuk dilakukannya penatalaksanaan
konservatif.
Jika penatalaksaan melalui tindakan pembedahan dibutuhkan pada usia kehamilan
awal, laparotomi dapat dipertimbangkan karena adanya risiko tinggi dan teknik
yang sulit dengan laparoskopi dikarenakan ukuran uterus yang membesar.
Regangan Ligamen
Seiring dengan pembesaran uterus, uterus akan bergerak keluar dari panggul dan
menjadi organ perut. Selama proses ini, ligamen bundar pendukung meregang dan
menyebabkan rasa sakit pada akhir trimester pertama / awal pada 10% hingga 30%
kehamilan. Penatalaksanaan adalah dengan analgesia dan jaminan sederhana;
namun, penting untuk memastikan bahwa penyebab nyeri lainnya tidak
terlewatkan, seperti pecahnya kehamilan heterotopik atau apendisitis akut.
GAMBAR 64.1 MRI dari retroversion rahim yang persisten pada usia kehamilan
20 minggu. Fundus uterus yang mengandung breech (panah melengkung) dapat
dilihat di Pouch of Douglas. Plasenta (*) melekat pada dinding uterus posterior
dengan fibroid intramural besar (panah) superior pada bagian bawah dinding
anterior, dan serviks (panah) tepat di bawah, di atas tingkat simfisis pubis (P). (Dari
Hamoda H, Chamberlain PF, Moore NR, et al. Pengobatan konservatif uterus
kuburan yang dikurung. BJOG 2002; 109: 1074–1075, dengan izin.)
OHSS adalah penyakit sistemik sekunder akibat pelepasan produk vasoaktif dari
hiperstimulasi ovarium. OHSS dapat dibagi menjadi awal, dalam 9 hari dari dosis
hCG ovulasi, atau lambat dan diklasifikasikan menurut tingkat keparahan (Tabel
64.5). Penyakit ringan telah dilaporkan menyulitkan hingga 33% dari siklus
fertilisasi in vitro (IVF), sedangkan bentuk parah dapat terjadi hingga 8%. OHSS
lebih mungkin terjadi pada wanita dengan ovarium polikistik, wanita muda, dan
dalam siklus di mana konsepsi sedang berlangsung, terutama pada kehamilan
kembar.21
Tabel 64.5 Gejala dan Tanda Sindrom Hiperstimulasi Ovarium (diadaptasi dari
Jenkins et al21)
OHSS Ringan Perut kembung
Nyeri perut ringan
Ukuran ovarium biasanya 8 cm
OHSS Sedang Nyeri perut sedang
Mual ± muntah
adanya ascites, bukti dari US
Ukuran ovarium biasanya 8-12 cm
OHSS Berat Asites secara klinis (kadang-kadang
hydrothorax)
Oliguria
Hematokrit 45%
Hipoproteinemia
Ukuran ovarium biasanya 12 cm
OHSS Kritis Asites yang tegang atau hydrothorax
yang besar
Hematokrit >55%
Hitungan sel putih >25000 / mL
Oligo / anuria
Tromboemboli
Sindrom distres pernapasan akut
Presentasi bervariasi tergantung pada tingkat keparahan (lihat Tabel 64.5) tetapi
harus selalu diingat pada wanita dengan perut/nyeri panggul yang baru-baru ini
mengalami konsepsi buatan. Penyakit ringan dan sedang dapat ditangani dengan
rawat jalan, tetapi bentuk yang lebih berat atau kekhawatiran tentang kondisi yang
akan memburuk membutuhkan perawatan. Secara umum, manajemen melibatkan
kontrol dari gejala: analgesia seperti acetaminophen (parasetamol) atau kodein
tetapi menghindari pengunaan NSAID, dan antiemetik yang cocok untuk kehamilan
awal (misalnya, proklorperazin, metoklopramid); melanjutkan pemberian luteal
progesteron support tetapi menghentikan hCG support dan menghindari latihan
berat dan hubungan seksual karena risiko torsi ovarium. Dalam kasus yang berat,
manajemen multidisiplin disarankan untuk menangani masalah keseimbangan
cairan dan risiko tromboemboli (0,7% hingga 10%).22 Paracentesis mungkin
diperlukan, tetapi harus selalu dilakukan di bawah panduan US karena risiko cedera
sangat besar, vaskular indung telur. Yang penting, wanita harus diyakinkan bahwa
kehamilan dapat terus normal meskipun OHSS.21
Infeksi Panggul
Infeksi panggul dapat terjadi setelah penyelidikan patensi tuba dengan
hysterosalpingogram (HSG) atau laparoskopi dan tes pewarna, atau setelah
pengambilan oosit. Sebelum penyelidikan tersebut sedang dilakukan, semua wanita
harus dilakukan swab serviks dan infeksi apa pun harus diobati dengan rejimen
antibiotik yang tepat. Pengambilan Oosit biasanya dilakukan secara transvaginal di
bawah bimbingan US. Tingkat infeksi panggul sekunder untuk prosedur ini
bervariasi antara unit dan seri yang diterbitkan tetapi umumnya rendah, antara 0%
hingga 1% .23 Manajemen awal adalah dengan antibiotik dan US untuk
mengecualikan abses panggul. Memburuknya gejala yang progresif atau kegagalan
untuk memperbaiki harus segera dicari lebih lanjut untuk pengumpulan panggul
dan pertimbangankan kemungkinan terjadinya kerusakan usus, yang mungkin akan
diperlukan laparoskopi atau laparotomi.
DISMENORE
Dismenore didefinisikan sebagai nyeri dengan menstruasi dan nyeri tersebut
terpisah dari CPP. Disminore pada umumnya, diperkiraan prevalensi mulai dari
20% hingga 90%. Keluhan ini memiliki dampak sosial dan ekonomi yang besar dan
merupakan penyebab utama absensi pada wanita muda yang sekolah dan kerja.24
Secara tradisional telah dibagi menjadi dysmenorrhea primer dan sekunder.
Dismenore primer (fungsional) tidak terkait dengan patologi lain, dianggap karena
kelebihan produksi prostaglandin dan leukotrien di miometrium yang menyebabkan
kontraksi uterus yang kuat dan menyakitkan, dan sering terjadi pada remaja.25 Hal
ini sering dianggap sebagai 'normal' bagian dari perkembangan dan diasumsikan
membaik dengan usia atau setelah kehamilan, meskipun ini belum terbukti benar
dalam studi longitudinal. Dismenore sekunder dikaitkan dengan patologi lain
(Tabel 64.6) dan karena itu sering terjadi dengan gejala lain seperti dispareunia dan
menorrhagia. Hal ini secara tradisional dianggap mempengaruhi wanita di usia tiga
puluhan dan lebih tetapi perlu diingat bahwa anak-anak berumur 10 tahun telah
terbukti memiliki endometriosis yang terbukti dengan biopsi, dan anomali uterus
kongenital mungkin terjadi pada sekitar 4% populasi dan meningkat menjadi 10%
pada usia remaja dengan disertai nyeri panggul. Secara klinis, kami menemukan
perbedaan ini menjadi tidak membantu, dan akan mempertimbangkan
dysmenorrhea sebagai gejala yang pantas untuk diobati dan diselidiki dengan tepat,
tidak peduli berapa usia pasien.
TABEL 64.6 Penyebab dari Dismenore
Endometriosis
Adenomiosis
Anomali mullerian
PID
Fibroid
Stenosis servikal
Pembengkakan vena panggul
Perangkat Intrauterine
Penilaian awal harus mencakup riwayat rinci, termasuk faktor risiko untuk
patologi yang terkait dengan dismenore dan gejala lainnya. Pada gadis-gadis muda
yang tidak aktif secara seksual dan tanpa gejala yang terkait, pemeriksaan panggul
tidak diperlukan sebelum memulai pengobatan empiris. Jika ada kekhawatiran
tentang anomali struktural, USG perut dapat digunakan, tetapi tidak dapat
mendiagnosis atau mengecualikan endometriosis.
Terapi Hormonal
Pil kontrasepsi oral kombinasi (COCP) telah digunakan sebagai pengobatan untuk
dismenore selama bertahun-tahun. Bertindak untuk menghambat ovulasi dan
membatasi pertumbuhan endometrium, mengurangi progesteron dan produksi
prostaglandin dan leukotrien berikutnya.25 Sejumlah percobaan telah menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam dismenore dengan penggunaan COCP, baik
formulasi dosis tinggi30 dan lebih rendah.31 Tricycling the COCP (yaitu, mengambil
tiga paket pil back-to-back tanpa penarikan darah di antara paket-paket) juga telah
terbukti mengurangi gejala serta mengurangi frekuensi menstruasi32 dengan
demikian dapat menjadi alternatif yang baik untuk bentuk kontrasepsi jangka
panjang lainnya pada beberapa wanita.
Depot medroxyprogesterone acetate (DMPA), kontrasepsi suntik jangka
panjang, juga dapat dipercaya menghambat ovulasi baik dalam formulasi
intramuskular dan subkutan33 dan amenore yang sering terjadi. Dalam satu
penelitian, 64% remaja melaporkan peningkatan gejala dismenore dengan
DMPA34; Namun, kekhawatiran tentang hilangnya kepadatan mineral tulang
(BMD) membatasi penggunaan jangka panjang pada masa remaja. Bagi wanita juga
membutuhkan kontrasepsi jangka panjang, levonorgestrel releasing intrauterine
system (LNG-IUS) merupakan alternatif yang lain. Mayoritas wanita adalah
amenore dengan sistem di tempat dan, bahkan bagi mereka yang terus berdarah,
menstruasi cenderung lebih ringan dan kurang menyakitkan, meskipun pendarahan
bisa tidak menentu selama 6 bulan pertama. Dalam beberapa kasus, ini mungkin
adalah pilihan yang paling tepat untuk orang dewasa muda nulipara, dalam hal ini
anestesi umum singkat mungkin diperlukan untuk insersi. Untuk gejala berat,
percobaan terapi dari Gonadotrophin Releasing Hormone agonist (GnRH agonist)
(lihat di bawah) juga dapat dipertimbangkan.
Terapi Pembedahan
Pembedahan untuk dismenore hanya boleh dianggap sebagai investigasi untuk
patologi lain jika tidak ada respons terhadap perawatan medis (misalnya,
laparoskopi diagnostik) atau sebagai upaya terakhir. Tinjauan sistematis
menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan
gangguan pembedahan saraf35 (baik laparoscopic uterine nerve ablatio [LUNA]
atau presacral neurectomy [PSN]) pada dismenore, dan pada tingkat komplikasi
yang tinggi.
Intervensi Nonfarmakologi
Sejumlah intervensi lain telah dipelajari untuk meningkatkan dismenore dengan
berbagai keberhasilan. Kedua, high-frequency transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS) dan akupunktur telah menunjukkan manfaat dalam beberapa
penelitian36 seperti terapi panas topikal37; Namun, intervensi psikologis belum
terbukti bermanfaat dalam dismenore murni.38 Seperti biasa, peran pendidikan dan
validasi gejala tidak dapat ditekankan cukup kuat, dan ini terutama berlaku untuk
remaja.
MITTELSCHMERZ
Mittelschmerz (secara harfiah ‘‘middle pain” dalam bahasa Jerman) adalah nyeri
perut sebelah kiri dan bawah yang terjadi pada saat ovulasi. Dapat berlangsung dari
menit hingga 48 jam dan tidak memerlukan perawatan selain analgesik sederhana.
Diperkirakan terjadi pada sekitar 50% wanita di beberapa tempat. Apa yang
menyebabkan rasa sakit tidak diketahui secara pasti, tetapi saran yang mungkin
termasuk spasme tuba, uterus, atau cecal, peningkatan ketegangan di ovarium atau
folikel Graafian, atau iritasi peritoneal karena kebocoran darah atau cairan dari
folikel. Namun, yang terakhir mungkin tidak seperti pada satu penelitian,33 dari 34
wanita mengalami nyeri sebelum ruptur folikel (seperti yang dikonfirmasi dengan
US)39 dan rasa sakit adalah pada sisi yang sama dengan ruptur folik hanya pada
86% wanita.40 Mittelschmerz mungkin menyebabkan sebagian besar kekhawatiran
ketika seorang wanita memulai kembali ovulasi setelah lama pengobatan dengan
inhibitor ovulasi. Karena tidak dapat dijelaskan, dan rasa sakit akut yang muncul
mendadak kemudian dapat menyebabkan dilakukan penyelidikan untuk kondisi
lain seperti radang usus buntu atau kecelakaan kista ovarium. Mirip, tetapi lebih
parah, nyeri dapat terjadi dengan sindrom ovarium dan endometriosis, seperti yang
dibahas di bawah ini.
Sosial
CPP terlihat pada wanita dari semua kelas sosial tanpa variasi dalam prevalensi
tergantung pada status perkawinan atau pekerjaan.41 Namun, dukungan sosial dapat
menjadi faktor penting dalam bagaimana seorang wanita menangani rasa sakit dan
pengasingan sosialnya yang dapat membuat situasi menjadi sangat sulit. Sangat
mudah untuk melihat bagaimana lingkaran setan dibentuk dengan rasa sakit yang
menyebabkan hilangnya peran sosial wanita dan demikian pula dengan harga
dirinya, yang menyebabkan pengasingan dan berkontribusi terhadap rasa sakit lebih
lanjut.
Kekerasan
Meski sering disinggung, hubungan antara kekerasan fisik atau seksual dan CPP
masih belum jelas. Mayoritas penelitian adalah retrospektif dan hanya menargetkan
wanita yang telah mengembangkan gejala. Tampaknya bahwa wanita dalam
perawatan sekunder dengan kondisi nyeri kronis lebih mungkin melaporkan riwayat
kekerasan pada masa kanak-kanak dibandingkan wanita yang bebas nyeri. Ketika
CPP dianggap, pelecehan seksual lebih sering dilaporkan daripada dalam kondisi
nyeri lainnya. Bisa jadi, bagaimanapun, bahwa pelecehan seksual masa kanak-
kanak merupakan faktor predisposisi untuk pengembangan depresi, kecemasan, dan
somatisasi yang kemudian dapat mengarah pada pengembangan CPP.5 Dalam studi
prospektif,42 anak yang telah mengalami kekerasan akan diingat sampai usia dua
puluhan dan tidak akan ditemukan peningkatan gejala yang tidak dapat dijelaskan
secara medis jika dibandingkan dengan populasi yang tidak diketahui telah
mengalami kekesaran. Namun, mereka dengan gejala yang tidak jelas lebih
mungkin melaporkan pelecehan mereka. Dengan demikian, riwayat kekerasan yang
terungkap tidak boleh dianggap sebagai penyebab rasa sakit, tetapi kegagalan untuk
menanggapi perawatan mungkin harus mendorong eksplorasi area ini jika
hubungan terapeutik yang baik sudah ada.
Psikologis
Wanita dengan CPP menunjukkan peningkatan fitur psikologis ‘‘negatif”, seperti
depresi, kecemasan, dan katastrophisation.43 Ini sama dengan kondisi nyeri kronis
lainnya, seperti fibromyalgia dan irritable bowel syndrome (IBS). Namun, tidak
mungkin untuk mengetahui apakah faktor-faktor ini mempengaruhi seorang wanita
untuk mengembangkan CPP, berkontribusi pada pengabadian rasa sakit, atau
merupakan konsekuensi dari bertahun-tahun hidup dengan rasa sakit dan upaya
untuk membenarkan keparahan atau bahkan eksistensinya kepada teman-teman,
keluarga, dan profesional perawatan kesehatan. Apa yang diketahui adalah bahwa
keadaan psikologis dapat mengubah pengalaman rasa sakit, dan ini adalah area
yang harus ditekankan kepada wanita ketika rujukan ke psikolog disarankan.
Memperbaiki pola tidur sendiri dapat meningkatkan suasana hati dan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berfungsi.
Kepribadian
Demikian pula, apakah tipe kepribadian mempengaruhi perkembangan kondisi
nyeri kronis atau hanya mengubah cara mereka ditangani tidak diketahui. Beberapa
ciri kepribadian dapat membuat pemulihan lebih sulit. ‘‘Driven types” misalnya,
tidak dapat memacu diri dan melakukan terlalu banyak pada ‘‘good day’’sehingga
pada hari berikutnya, gejala menjadi lebih buruk lagi. Di sisi lain, mereka yang
mudah menggunakan “sick role” dapat sulit diyakinkan untuk terlibat dalam opsi
terapeutik dan mungkin juga gagal merespons. Wanita dengan gangguan
kepribadian yang didiagnosis harus dikelola bersama dengan psikiater.
Bahkan, penjelasan untuk rasa sakit telah terbukti menjadi salah satu hal yang
paling diinginkan oleh perempuan CPP dari konsultasi mereka (Tabel 64.7).45
Proses menceritakan kisahnya dan pemeriksaan dapat dengan sendirinya menjadi
terapeutik. Begitu siklus nyeri kronis telah terbentuk, tidak mungkin satu penyebab
tunggal untuk rasa sakit akan diidentifikasi, dan dokter harus waspada untuk setiap
faktor yang berkontribusi yang mungkin terungkap.
Riwayat
Riwayat sakit yang terperinci harus diambil termasuk kapan dan bagaimana hal itu
dimulai, hubungannya, seperti usus, kandung kemih, dan gejala psikologis, serta
efek postur dan gerakan. Keadaan sekitar awal rasa sakit dan apakah mereka baru-
baru ini berubah harus dibahas, seperti seharusnya alasan mengapa dia munculnya
baru sekarang. Cyclicity dari gejala atau eksaserbasi dengan hubungan seksual
perlu ditetapkan seperti halnya infertility aspiration saat ini dan masa depannya.
Informasi yang relevan mungkin diperoleh dari riwayat obstetri, dan riwayat
kontrasepsi dan smear juga harus diambil. Harus dipastikan bahwa tidak ada gejala
‘‘red flag”, seperti adanya perdarahan rektal atau penurunan berat badan.
Sementara riwayat kekerasan di masa lalu atau sekarang (verbal, fisik, atau seksual)
mungkin juga ada,tapi mungkin tidak akan tepat untuk membahas hal ini pada
konsultasi pertama. Jika kekerasan terungkap, pengalaman ini harus diterima
sebagaimana dijanjikan, dan penting untuk mengetahui di mana dapat mengakses
bantuan spesialis ditempat itu jika hal ini diperlukan.
Pemeriksaan
Pemeriksaan membutuhkan lebih banyak waktu daripada rutinitas dalam
ginekologi dan, karena ini adalah waktu ketika pasien paling rentan, informasi baru
sering terungkap pada saat ini.46 Keputusan apakah akan memiliki pendamping
yang hadir merupakan satu pribadi yang akan bergantung atas keinginan dokter dan
pasien. Namun, kehadiran orang ketiga dapat mengubah dinamika dan mencegah
informasi tertentu terungkap. Pemeriksaan harus dimulai, seperti biasa, dengan
pengamatan. Ini termasuk bukti adanya perubahan atau kerusakan pada kulit dan
postur, tetapi juga dari sikap pasien terhadap pemeriksaan dan tanggapan dokter
terhadap hal ini. Bukti sensasi yang diubah (hipersensitivitas atau allodynia) harus
dicari sebelum palpasi perut dilakukan. Efek gerakan harus dinilai, yang mungkin
menunjukkan nyeri muskuloskeletal. Sejauh mana pemeriksaan internal dilakukan
akan tergantung pada riwayat. Dengan adanya tanda vaginismus, apa pun selain
pemeriksaan satu jari yang lembut mungkin tidak tepat. Sensasi yang berubah pada
vulva dan perineum harus dicari dan tonus otot dasar panggul dinilai jika mungkin.
Pemeriksaan dubur sebaiknya hanya dilakukan jika ada indikasi yang jelas dalam
riwayat.
Investigasi
Investigasi harus dipandu oleh riwayat, tetapi perhatian harus diambil untuk
menghindari penyelidikan yang berlebihan pada awalnya. Banyak wanita sudah
melihat sejumlah dokter, sering dari banyak spesialisasi, dan memiliki berbagai
penyelidikan yang sering invasif. Salah satu strategi yang sangat berguna adalah
meminta wanita untuk menyimpan buku harian sakit yang menyakitkan selama 1
hingga 2 bulan. Hal ini dapat mengungkapkan informasi tentang waktu terjadinya
rasa sakit dan hubungannya dengan dokter dan kepada pasien.
Terapi Percobaan
Biasanya gejala siklus yang terjadi berasal dari ginekologi, meskipun persepsi nyeri
itu sendiri mungkin bervariasi dengan siklus menstruasi seperti halnya gejala-gejala
dari kedua interstitial cystitis (IC) dan IBS. Dimana gejala siklikal yang dengan
nyata sekali, percobaan terapeutik dari analog GnRH harus dipertimbangkan
sebelum laparoskopi dilakukan.5 Kelompok obat ini, diberikan awalnya sebagai
suntikan subkutan setiap bulan, yang menyebabkan aktivasi reseptor GnRH yang
berkepanjangan yang mengarah ke perburukan awal gejala ('' the initial flare''). Hal
ini diikuti oleh penurunan luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating
hormone (FSH), sehingga kadar estradiol serum ditekan hingga 21 hari dan tetap
pada tingkat yang setara dengan wanita menopause dengan dosis lanjutan. Efek
samping yang umum ditunjukkan pada Tabel 64.8. Keluhan paling umum dari hot
flushes dan gejala emosional seringkali dapat ditoleransi dengan baik jika rasa sakit
hilang. Perhatian terbesar, bagaimanapun, adalah hilangnya BMD yang bisa
mencapai 6% setelah 6 bulan pengobatan.47 Jika percobaan berhasil, maka
pengobatan dapat dilanjutkan dengan penambahan HRT kombinasi dosis rendah,
dan kombinasi ini telah terbukti aman dan efektif hingga 2 tahun.47 Setelah waktu
ini, banyak wanita tidak siap untuk melanjutkan dengan suntikan bulanan
(meskipun tiga persiapan bulanan ada dan dapat efektif pada beberapa wanita) dan
mencari opsi manajemen alternatif. Namun, pada mereka yang ingin melanjutkan
pengobatan, sekarang ada bukti dari penelitian kecil bahwa kombinasi aman untuk
hingga 10 tahun, dengan salah satu dari wanita-wanita ini telah menghentikan
pengobatan untuk hamil dan kemudian memulai kembali pengobatan setelah
melahirkan.
Tabel 64.8 Terapi Hormonal untuk Nyeri yang terkait dengan Endometriosis126
Terapi Efek samping utama
COCP127 (continuous or tricycling) Gangguan tromboembolik, perubahan
profil lipid serum, hipertensi, reaksi
kulit, migrain, perdarahan
intermenstruasi, depresi, gangguan
libido
Danazol128 Deepending of voice, jerawat,
hirsutisme, hipertrofi klitoris, vagina
kering, gangguan hematologi,
perubahan profil serum lipid, gangguan
tromboemboli, depresi, penambahan
berat badan, gangguan libido, kram
otot
Gestrinone129 Sakit kepala, depresi, penambahan
berat badan, perubahan suara, jerawat,
hirsutisme, bercak intermenstrual,
gangguan saluran cerna, kram otot
Progesterons (e.g., Depresi, berat badan, gangguan libido,
medroxyprogesterone acetat)129 jerawat, pendarahan vagina, nyeri
payudara, gangguan tromboembolik,
penyakit kandung empedu,
memburuknya kista ovarium
LNG-IUS130 Pendarahan vagina tidak teratur,
depresi, penambahan berat badan,
libido yang berkurang, nyeri payudara,
keputihan, perforasi uterus, kista
ovarium
GnRH agonists131 Gejala awal flare, memar/nyeri pada
tempat suntikan, depresi, labilitas
emosional, libido yang berkurang,
vagina kering, hot flushes, sakit kepala,
pituitari apoplexy
GnRH antagonists Sama seperti untuk agonis GnRH
kecuali bahwa tidak terjadinya gejala
flare awal
Diagnosis Laparoskopi
Jika tidak ada bantuan yang didapat dari percobaan terapeutik analog GnRH atau
jika ada indikasi lain seperti subfertilitas atau massa pelvis, laparoskopi diagnostik
harus dilakukan. Namun, laparoskopi bukan tanpa risiko dengan cukup besar yang
mengutip sekitar 3% risiko komplikasi ringan dan 0,6-1,8/1000 risiko komplikasi
mayor seperti perforasi usus dan kerusakan vaskular.49 Lebih lanjut, meskipun
awalnya dianggap bahwa laparoskopi negatif akan meyakinkan seorang wanita,
penelitian yang lebih baru telah menunjukkan ini tidak menjadi kasus50 dan dapat
menegaskan kembali keyakinannya bahwa dokter tidak percaya padanya dan
berpikir rasa sakit berasal dari psikologis.
Terapi Empiris
Bahkan jika tidak ada penyebab yang jelas dari rasa sakit yang dapat ditemukan
pada penyelidikan, maka rasa sakit masih harus dirawat secara empiris. Analgesia
atau perawatan hormonal mungkin tepat, tetapi seringkali patut dipertimbangkan
obat-obatan seperti amitriptyline, gabapentin, dan pregabalin sebagai tambahan.
Obat-obat ini efektif dalam nyeri neuropatik dan mungkin memiliki peran dalam
mengurangi hipersensitivitas visceral.51 Krim capsaicin topikal pada kulit perut
(bukan vulva) mungkin berguna untuk hiperalgesia dan allodynia. Perawatan
nonfarmakologis seperti akupunktur, TENS, chiropractic, dan osteopathic
manipulations mungkin bermanfaat, dan teknik manajemen nyeri dan dukungan
kelompok juga dapat sangat bernilai.52
Endometriosis
Endometriosis adalah kondisi yang kompleks, dengan masih banyak hal yang masih
belum diketahui tentang etiologi, patomenkanisme, atau insidensinya. Pada tahun
1927, Sampson menyarankan endometriosis terjadi karena karena menstruasi
retrograde.54 Bagaimanapun juga, proses ini dapat terjadi pada lebih dari 90%
perempuan, oleh karena itu kombinasi menstruasi retrograde dan perubahan kondisi
imun, yang memungkinkan implantasi jaringan endometrium disertai
perkembangan saraf serta suplai darah, saat ini dianggap sebagai etiologi yang
paling mungkin. Untuk membuat diagnosis endometriosis yang pasti, visualisasi
langsung dari Implan jaringan endometrium ektopik harus terjadi,56 sebaiknya
dengan biopsi dan pemeriksaan histologis.
Manajemen Endometriosis.
Seperti dismenore, NSAID klasik telah digunakan untuk mengobati nyeri sekunder
akibat endometriosis. Namun, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa obat obat
ini memiliki efek yang lebih besar daripada placebo.61 Pasien juga perlu
diinformasikan tentang efek penghambatan NSAID pada ovulasi ketika obat
dikonsumsi pada pertengahan siklus. Enzim cyclo-oxygenase 2 (COX-2) terlibat
baik pada munculnya rasa sakit dan peradangan, dan COX-2 inhibitor spesifik telah
menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam studi tentang nyeri terkait
endometriosis.62 Namun, karena kekhawatiran atas keamanan obat-obatan
golongan ini,63 obat-obat tersebut saat ini tidak direkomendasikan.
Selama beberapa tahun terakhir, telah menjadi jelas bahwa deposit endometriosis
akan mengekspresikan aromatase dan dengan demikian akan mensintesis diol,65 hal
ini menjelaskan mengapa beberapa wanita terus memiliki gejala saat dalam keadaan
hipoestrogenik. Uji coba kecil baru-baru ini menggunakan inhibitor aromatase
nonsteroid (AI) dalam kombinasi dengan terapi hormonal telah menunjukkan hasil
yang menjanjikan, terutama karena pasien pasien dalam penelitian tersebut
mengalami refrakter terhadap pengobatan lain.66 AI, seperti anastrazole dan
letrozole, digunakan dalam pengobatan pada pasien pascamenopause dengan
kanker payudara tipe estrogen-sensitive dan diketahui memiliki efek samping yang
ringan, meskipun, seperti dengan analog GnRH, ada kekhawatiran tentang
hilangnya BMD.67
Penemuan baru-baru ini bahwa pada implan jaringan endometriotik pada tikus
terjadi neoinervasi sensorik dan otonom68 mungkin menjelaskan gejala nyeri yang
dialami oleh wanita dengan endometriosis yang sebelumnya dianggap karena
jaringan parut dan peradangan. Ada kemungkinan bahwa komponen neuropatik
untuk rasa nyeri mungkin ada, dan oleh karena itu pada wanita yang hanya
menunjukkan respon parsial terhadap terapi hormonal, penambahan obat seperti
amitriptilin atau gabapentin mungkin bermanfaat.
Seperti yang bisa dilihat dari diskusi tentang tatalaksana medis, tatalaksana
farmakologis hanya bertujuan untuk menekan penyakit dan tidak dapat
mempengaruhi penyembuhan: sekali pengobatan dihentikan, gejala dapat kambuh.
Bedah eksisi bedah lengkap dapat dilakukan dan telah terbukti mengurangi secara
signifikan skor nyeri, meningkatkan fungsi seksual, dan meningkatkan kualitas
hidup. Dalam satu seri, misalnya, 67% wanita melaporkan perbaikan gejala setelah
operasi, 8% merasa gejala mereka tidak berubah, 25% merasa lebih buruk, tetapi
dari semua pasien, hanya 33% yang membutuhkan operasi lebih lanjut selama 5
tahun masa follow up.69 Namun, khususnya pada Deeply Infiltrating Endometriosis
(DIE), terdapat risiko operasi yang signifikan (termasuk perforasi usus,
pembentukan fistula, dan kerusakan ureter), dan oleh karena itu operasi pada kasus
ini harus dilakukan di pusat spesialis oleh tim multidisiplin dengan keahlian yang
diperlukan.56 Bagaimanapun juga, apabila dari laparoskopi diagnostik ternyata
diketahui derajat penyakitnya ringan, maka berdasarkan rekomendasi saat ini,
jaringa tersebut tetap harus dieksisi.56 Baik terapi hormonal pra maupun pasca
operasi sama-sama tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan termasuk pada
skor nyeri70, maka pemberian terapi tersebut tidak direkomendasikan. Namun,
LNG-IUS secara signifikan mengurangi risiko kekambuhan dismenore sedang
sampai berat dalam 1 tahun71 dan karenanya patut dipertimbangkan.
Adenomiosis
Tampaknya ada dua bentuk berbeda dari adenomiosis: difusa, di mana sel-sel
endometrium tersebar luas di seluruh miometrium, dan fokal, di mana akan terlihat
kumpulan sel yang terpisah yang juga dikenal sebagai adenomyoma.74 Eksisi bedah
tidak mungkin dilakukan pada adenomiosis, sehingga pilihan pengobatan terbatas
pada tatalaksana medis atau histerektomi. Sementara beberapa kasus mungkin bisa
ditangani oleh manajemen bedah, hal tersebut mungkin tidak seresponsif dengan
terapi hormonal. Dengan cara yang mirip dengan fibroid, embolisasi jaringan
adenomiotik mungkin dapat dilakukan. Sejauh ini, hal itu belum terbukti berhasil
100%, tetapi hasil awal yang menjanjikan muncul dari penggunaan US untuk
mengikis jaringan abnormal.75
Adhesi
Adhesi umum ditemukan pada wanita dengan ataupun tanpa nyeri panggul. Adhesi
akan terbentuk setelah trauma pada visceral atau peritoneum parietal dan dapat
tebentuk secara sekunder akibat operasi, infeksi, dan endometriosis. Antara 70%
dan 85% diperkirakan terjadi setelah operasi78 dan dengan demikian iatrogenik.
Hubungan antara adhesi dan nyeri masih belum jelas. Penelitian sebelumnya pada
116 wanita dengan CPP yang menjalani laparoskopi dan follow up selama 1 tahun
menunjukkan tidak ada manfaat dilakukan adhesiolisis melalui laparoskopi
diagnostik saja.79 Di sisi lain, uji coba secara acak pada 9-12 bulan follow-up,
menunjukkan tidak ada perbedaan nyeri yang signifikan antara kelompok yang
telah dengan yang belum menjalani adhesiolisis melalui laparotomi. Namun, dalam
analisis subkelompok data ini, para wanita yang adhesi vaskular yang padat, dan
melibatkan usus memang memiliki perbaikan nyeri yang signifikan pasca
adhesiolisis.80 Oleh karena itu, meskipun adhesiolysis tidak dapat
direkomendasikan secara umum sebagai pengobatan untuk CPP, pada wanita yang
memiliki perlengketan yang parah dengan usus, mungkin berhasil.
Ada dua kasus lain yang berbeda di mana adhesi diketahui menyebabkan nyeri:
trapped ovarian syndorme dan ovarian remnant syndrome. Pada trapped ovarian
syndorme, ovarium yang tertaham menjadi terperangkap dalam adhesi yang padat
setelah histerektomi, sedangkan pada ovarian remnant syndrome, bagian kecil
ovarium secara tidak sengaja tertinggal pada saat dilakukannya ooforektomi dan
terperangkap dalam adhesi. Dalam kedua kasus tersebut, nyeri bersifat siklis dan
dapat ditekan dengan analog GnRH. Sangat mungkin melakukan pembedahan
mengangkat ovarium / sisa; Namun, perubahan anatomis pada lokasi pembedahan
akibat adhesi ini menjadi salah satu risiko, dan beberapa wanita mungkin lebih suka
untuk tetap pada kombinasi terapi analog GnRH dan HRT dosis rendah.5
Peradangan kronis dengan jaringan parut dan perubahan struktur pelvis dapat
terlihat pada wanita yang telah mengalami episode PID akut berulang atau mereka
yang sering mengalami infeksi asimtomatik (seperti yang sering terjadi dalam kasus
Chlamydia). USG mungkin menunjukkan gambaran salpingitis kronis, seperti tuba
fallopian membesar dan mobilitas yang buruk,81 dan adhesi yang parah dapat
terlihat melalui laparoskopi. PID kronik dapat dioperasi, terutama jika
menyebabkan perubahan anatomis. Namun, meskipun mungkin meningkatkan
kesuburan seperti yang telah didiskusikan, operasi mungkin tidak memiliki efek apa
pun pada rasa sakit. Peradangan kronis dapat menyebabkan sensitisasi saraf tepi,
dan oleh karena itu uji coba amitriptyline atau gabapentin / pregabalin dapat
diindikasikan, terutama jika terdapat gejala lain yang menunjukkan adanya sindrom
hipersensitivitas viseral memyeluruh. Eksplorasi sikap dan keyakinan wanita
tentang rasa sakitnya mungkin bermanfaat. Rasa bersalah tentang perilaku seksual
sebelumnya atau kekhawatiran tentang kesuburan saat ini atau masa depan mungkin
akan kembali muncul
Kongesti dari pelebaran pembuluh darah vena dapat menyebabkan nyeri panggul
dengan eksaserbasi menstruasi.82 Dalam suatu penelitian, pada wanita dengan CPP
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, vena pelvis yang membesar ditemukan
pada 30% wanita,83 namun hal tersebut juga ditemukan setidaknya 10% dari
populasi umum, terutama pada wanita multipara. Oleh karena itu ada beberapa
keraguan mengenai apakah hal tersebut memang menjadi penyebab nyeri panggul
atau hanya sekadar merupakan temuan insidentil. Satu penelitian menyarankan
pemberian terus menerus medroxyprogesterone acetate dalam kombinasi dengan
terapi psikologis untuk menjadi pengobatan yang diandalkan; Namun, tidak ada
manfaat yang diperoleh setelah penghentian pengobatan.84 Embolisasi vena ovarika
atau histerektomi dan ooforektomi bilateral juga telah dilakukan dan dianjurkan
sebagai tatalaksana.85
IBS adalah gangguan fungsional saluran GI dan dibahas detail dalam Bab 63. Kami
menyebutkannya di sini, bagaimanapun, untuk menekankan fakta bahwa perubahan
siklus dalam tingkat keparahan gejala terlihat. Wanita sehat dan bebas nyeri sering
mengalami perubahan dalam kebiasaan buang air besar saat menstruasi, mungkin
hal ini terjadi sekunder akibat produksi prostaglandin, yang mana semakin banya
pada wanita dengan IBS.86 Telah ditunjukkan bahwa kepekaan rektal terhadap
distensi balon bervariasi terhadap siklus menstruasi pada wanita dengan IBS, tetapi
tidak pada mereka yang tidak mengalami IBS.87 Menariknya, pada wanita yang
IBSmya jelas muncul secara bersiklus bahkan tanpa bukti ginekologi lainnya,
penggunaan pengobatan analog GnRH untuk menekan produksi hormon endogen
telah terbukti berhasil.88
Konstipasi
Konstipasi adalah penyebab umum nyeri panggul dan dapat dengan mudah
dihindari. Mungkin karena pola makan yang buruk, kurang olahraga, atau
berkurangnya asupan cairan; Namun, seringkali konstipasi muncul secara
iatrogenik, sekunder akibat penggunaan opioid. Karena itu penting untuk
menekankan perlunya asupan cairan dan serat makanan, serta meresepkan laksatif
apabila obat analgesik diperlukan
Nyeri yang berasal dari saluran kemih juga sering menjadi nyeri panggul dan oleh
karena itu perlu dipelajari oleh Ginekologis. Sekali lagi, gejalanya mungkin siklik
atau terkait dengan gejala di organ lain. Koeksistensi gejala dan embriologinya ini
telah memunculkan istilah '‘sindrom nyeri urogenital” termasuk sistitis interstitial,
vulvodinia, sindrom uretra, coccyodinia, dan nyeri perineum.89
Sistitis interstisial
Sistitis interstitial ditandai dengan nyeri pelvis dan urin urgensi dan frekuensi yang
mungkin terkait dengan gejala lain, terutama dispareunia yang kadang-kadang
membaik dengan berkemih.90 Seringkali, wanita menceritakan riwayat infeksi
saluran kemih berulang tetapi dengan hasil kultur negatif. Etiologinya tidak
diketahui tetapi cenderung multifaktorial dan mengarah ke peradangan kronis
dinding kandung kemih. Ulkus atau glomerulasi Hunner dapat terlihat pada
sistoskopi, tetapi tidak bersifat patognomonik dan, dalam 10% pasien, temuan
sistoskopi akan normal.89 Pada pasien pasien ini, sindrom kandung kemih yang
menyakitkan mungkin diagnosis yang lebih tepat apabila tidak ada peradangan
kandung kemih. Tatalaksana multidisipliner cenderung berhasil, termasuk
kombinasi modifikasi diet, farmakologi seperti pentosan natrium polysulfate, dan
terapi fisik.
Sindrom uretra
Sindrom uretra juga ditandai oleh urgensi urin, frekuensi, disuria, dan nyeri
suprapubik / nyeri punggung bawah tanpa penyebab yang jelas. Disfungsi dasar
panggul mungkin terlibat karena keberhasilan pengobatan sering dicapai dengan
penggunaan muscle-relaxant atau elektrostimulasi dan biofeedback. Karena
kesamaan manifestasi klinik dengan pasien prostatitis pada pria, infeksi ringan
kronis dari kelenjar paraurethral kemungkinan menjadi penyebabnya. Jika nyeri
tekan hanya timbul pada lateral uretra melalui dinding vagina anterior,
kemungkinan pengobatan antibiotik yang berkepanjangan dapat dibenarkan.91
Disfungsi pada sistem muskuloskeletal dapat menjadi penyebab CPP, atau sekunder
akibat proses patologi di tempat lain. Meskipun hal ini mungkin bukan pemikiran
pertama dalam konsultasi ginekologi, disfungsi muskuloskeletal sangat umum,
dengan satu penelitian retrospektif yang menyebtukan bahwa 75% dari 132 pasien
dengan CPP mengalami masalah muskuloskeletal.92 Oleh karena itu penting bahwa
sistem muskuloskeletal dinilai dengan tepat dan setiap masalah ditangani dengan
benar agar respon yang baik terhadap pengobatan terjadi. Deskripsi rinci
pemeriksaan yang tepat tidak mungkin dijabarkan di sini, tetapi dapat ditemukan di
bab lain.93 Beberapa faktor muskuloskeletal penting yang harus diingat dibahas
secara singkat di bawah ini, dan lebih detail di Bab 34 dan 35.
Fibromialgia
2 dari 18 titik nyeri tekan fibromyalgia berada di otot gluteal di kuadran luar atas.
Sakit pada daerah tersebut dapat dengan mudah disalahartikan dengan nyeri
punggung bawah yang sering digambarkan oleh wanita dengan CPP. Selanjutnya,
fibromyalgia mungkin dapat terjadi secara eksaserbasi siklik94 dan karena itu gejala
sering dikaitkan dengan penyebab ginekologi.
Trigger Points
Trigger Points sering ditemukan di otot dasar perut dan panggul yang menyebabkan
atau memperburuk CPP dan dispareunia. Ini bisa menjadi penyebab rasa sakit
utama atau bisa sekunder,
baik untuk kelainan muskuloskeletal lainnya seperti disfungsi sendi sacroiliac atau
episode berulang dari nyeri viseral seperti yang terjadi pada adenomiosis.
Kehadiran terus menerus dari trigger points bisa menjelaskan respon parsial
terhadap pengobatan patologi yang mendasari dan merupakan indikasi untuk
pemeriksaan ulang pada saat follow up pasien pada kunjungan tindak lanjutnya.
Pada wanita, kelainan dasar panggul bisa terjadi secara sekunder akibat perubahan
postural karena nyeri atau kondisi muskuloskeletal lainny, tanda peralihan viscero-
muskular, atau trauma seperti yang terjadi pada saat proses kelahiran atau prosedur
bedah tertentu. Kelainan dasar panggul unilateral atau bilateral dapat menyebabkan
CPP, dispareunia (dengan vaginismus sekunder), nyeri perineum, dan dyschezia.
Pada wanita dengan dispareunia, apabila diberikan tekanan lembut pada otot dasar
panggul selama hubungan seksual akan meringankan rasa nyeri dan dapat
membantu untuk menghilangkan kekhawatiran tentang organ reproduksinya.
Respon yang bagus untuk pengobatan sering diperoleh dari fisioterapi dan studi
terbaru pada suntikan toksin botulinum ke otot-otot dasar panggul telah
menunjukkan hasil yang menjanjikan.95
Hernia
Obstruksi akut hernia akan menyebabkan nyeri akut; namun, jenis hernia yang
berbeda juga dapat menyebabkan CPP, meskipun mekanisme yang tepat dimana
mereka menyebabkan rasa sakit masih diperdebatkan. Paling umum jenis hernia
termasuk inguinal, femoralis, dan hernia obturator. Modalitas pencitraan seperti CT
Scan atau MRI mungkin berguna dalam menegakkan diagnosis jika pada
pemeriksaan tidak didapatkan temuan apapun. Perbaikan bedah merupakan
tatalaksana yang direkomendasikan, dan ini bisa dilakukan secara terbuka atau
laparokopi, yang mana keduanya memiliki keunggulan dan kekurangan.96
Sendi sacroiliac/SIJ – sacroilliac joint adalah sendi aksial terbesar dalam tubuh.
Sebuah jaringan otot-otot mendukung sendi dan menyebarkan kekuatan otot
regional ke tulang panggul. Ligamen terkait lebih lemah pada wanita untuk
memungkinkan mobilitas dan memfasilitasi proses kelahiran. Persarafan sendi
masih diperdebatkan, tetapi mungkin termasuk serabut L2-S4.97 Sudah diterima
secara luas bahwa disfungsi SIJ menyebabkan nyeri punggung bawah, dan nyeri
panggul tampaknya secara signifikan terjadi pada sejumlah besar pasien. Secara
umum, rasa sakitnya bersifat unilateral (kecuali apabila kedua sendi terpengaruh)
dan apabila lesi di bawah prosesus spinosa L5, kadang-kadang nyeri menjalar
sampai ke kaki.98 Disfungsi SIJ dan nyeri bisa terjadi karena sejumlah alasan,
termasuk kehamilan, trauma, dan lipatan dan pengangkatan berkepanjangan.
Sejumlah terapi yang mungkin tersedia dengan berbagai tingkat kesuksesan. Pilihan
konservatif termasuk fisioterapi dan stabilisasi sendi yang telah terbukti berhasil
dalam beberapa seri.97
Telah disebutkan bahwa dalam banyak kondisi yang menyebabkan nyeri panggul,
sensitisasi sekunder dari sistem saraf perifer atau sentral dapat terjadi, sehingga
akan meningkatkan rasa sakit, memperluas area rujukan, dan melibatkan sistem
organ lainnya99
Terdapat juga situasi di mana kerusakan pada saraf atau akar saraf bisa menjadi
penyebab utama rasa nyeri. Keterlibatan saraf-saraf tertentu akan menentukan
distribusi nyeri dan asosiasi gejala yang muncul; Namun, sejumlah tanda umum
biasanya terkait dengan nyeri neuropati. Secara klasik, rasa sakitnya terasa
menjalar, terbakar, atau menusuk di alam. Awalnya setidaknya, rasa sakitnya dapat
dilokalisir di area yang jelas, meskipun perubahan sekunder dapat mengaburkan ini.
Perubahan kulit trofik juga mungkin ada. Gejala mungkin diperburuk atau
diperingan oleh gerakan yang meregangkan / mengendurkan saraf atau
meningkatkan / menurunkan kompresi oleh struktur sekitarnya. Blokade anestesi
lokal dari saraf tertentu dapat menghilangkan nyeri sepenuhnya; Namun, mungkin
juga rasa sakit itu bisa diperburuk oleh prosedur ini, mungkin karena volume cairan
yang disuntikkan memperburuk kompresi. Karena inervasi pelvis yang kompleks,
terdapat banyak neuropati yang berbeda yang bisa terjadi. Kami akan membahas
secara detail di sini hanya yang paling umum, seperti neuropati pudenda; Kami juga
membahas neuropati sekunder akibat sayatan Pfannenstiel karena prevalensi
prosedur ini dalam kebidanan dan ginekologi.Informasi lebih lanjut tentang
neuropati panggul lainnya dapat ditemukan di tempat lain.100
Neuropati Pudendal
Saraf pudendus muncul dari pleksus sakralis di ventral ramus nervus sakral 2, 3,
dan 4 (S2-S4), dan keluar dari panggul melalui foramen sciatic yang lebih besar
antara piriformis dan otot coccygeus. Kemudian ia akan membelok di sekitar
ligamen sacrocpinous dan melewati kanal Alcock untuk memasuki panggul lagi
melalui foramen sciatic yang lebih rendah sebelum bercabang ke clitoral, perineum
superfisial, perineum profundal, dan cabang rektum posterior cabang (Gbr. 64.2)
.101 Dapat dilihat bahwa ada banyak titik di mana jepitan saraf bisa terjadi dan
banyak situasi di mana saraf tersebut dapar rusak termasuk pada saat operasi dan
melahirkan.102
Nyeri dirasakan dalam distribusi saraf dan diperparah dengan duduk dan diperingan
sampai batas tertentu dengan berdiri atau berbaring di sisi yang sehat. Sensasi
perineum biasanya tetap baik seperti tonus otot, meskipun rasa sakit dapat muncul
kembali selama pemeriksaan dubur. Blok saraf anestesi lokal mungkin berhasil dan
juga dapat membantu diagnosis; namun, anestesi mungkin harus diulang secara
teratur. Sementara operasi dekompresi bisa menjadi pilihan, kerusakan pada saraf
mungkin tidak reversibel.
Insisi Pfannenstiel adalah sayatan perut melintang rendah yang pertama kali
dijelaskan pada 1900.103 Ini biasa digunakan untuk seksio sesaria dan banyak
dilakukan pada prosedur ginekologi jinak tetapi lebih jarang dalam operasi umum.
Secara estetika, sayatan ini lebih disenangi wanita karena berada di bawah garis ‘‘
bikini ’. Prosedur ini juga memiliki kelebihan dibandingkan insisi perut lainnya,
termasuk yang tingkat kejadian hernia insisional yang lebih rendah, lebih sedikit
infeksi luka, pembentukan hematoma lebih sedikit, dan nyeri pasca operasi yang
kurang.104 Namun, saraf ilioinguinal dan iliohypogastric berada di lokasi yang
dangkal dan relatif mudah terluka oleh sayatan Pfannenstiel. Pada literatur, kejadian
kerusakan saraf setelah Insisi Pfannenstiel adalah 3,7% 104; Namun, angka kejadian
sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi karena banyak kasus tidak dilaporkan atau
didiagnosis. Pada dasarnya, rasa nyeri seperti terbakar di dekat sayatan dan
menjalar ke area yang dipersarafi saraf terkait disertai gangguan sensibilitas. Saraf
dapat rusak melalui berbagai cara: trauma saraf langsung dan pembentukan
neuroma, jahitan yang tidak adekuat selama penutupan fasia, dan penyempitan saraf
akibat skar atau penyembuhan luka.105 Tatalaksana yang optimal masihtidak jelas.
Dalam banyak kasus, gejalanya hilang seiring waktu pengobatan. Saraf dapat
diblokir dengan anestesi lokal, yang setidaknya akan mengkonfirmasi diagnosis
bahkan jika rasa sakitnya tidak sepenuhnya hilang . Dalam beberapa kasus operasi
diperlukan; bahkan dalam kasus ini, namun, pemulihan jangka panjangnya baik.105
Eukasi jelas diperlukan, mengenai teknik bedah yang untuk mengurangi insidensi
jepitan saraf dan gejalanya, sehingga diagnosis dan pengobatan terjadi lebih cepat.
Gambar 64.2 Jalur N. Pudendus
DISPAREUNIA
Ikhtisar
Dispareunia didefinisikan sebagai nyeri genital sesaat sebelum, selama, atau setelah
berhubungan seksual. Dispareunia dapat dibagi menjadi primer, selalu terjadi yang
berkaitan dengan hubungan seksual, dan sekunder, dikembangkan setelah periode
aktivitas seksual bebas nyeri. Mungkin lebih bermanfaat, dispareunia juga dapat
dibagi menjadi superfisial, dengan rasa sakit hanya pada tempat masuk, dan deep,
dianggap terkait dengan patologi organik.106 Seperti halnya dengan banyak kondisi
nyeri, subdivisi ini terlalu sederhana dan seringkali secara klinis tidak membantu.
Apa pun pemicu awal untuk suatu episode hubungan seksual yang menyakitkan,
rasa takut akan rasa sakit lebih lanjut dapat membentuk siklus ketegangan otot dan
vaginismus (Gambar 64.3) yang meyakinkan pasien bahwa episode masa depan
dapat menyakitkan, memperkuat rasa takut itu. Lebih jauh lagi, konsekuensi
psikologis dari ketidakmampuan untuk berhubungan seks tanpa rasa sakit baik pada
wanita dan pasangannya tidak boleh diremehkan. Morbiditas psikologis dapat
memperburuk pengalaman. Namun, dispareunia tidak boleh diasumsikan
bersumber dari psikologis hanya karena tidak ada patologi yang terbukti pada
pemeriksaan awal.
KESIMPULAN
Penelitian di banyak bidang selama beberapa tahun terakhir telah menyebabkan
peningkatan pemahaman dari kedua ilmu dasar nyeri viseral dan banyak kondisi
yang menyebabkan nyeri panggul. Namun, waktu untuk mendengarkan dan
menjelajahi cerita wanita serta melakukan pemeriksaan yang cermat harus
diinvestasikan untuk memanfaatkan pengetahuan ini sebaik-baiknya. Penelitian
sosiologis telah mengidentifikasi tema berulang dari ketidakberartian sosial dari
rasa sakit tanpa diagnosis medis dan mendorong kita untuk mempertimbangkan
sakit kronis dalam konteks biopsikososial.124 Langkah yang lebih baru menuju
klinik CPP multidisipliner adalah langkah maju yang positif dalam hal ini dan
mengakui bahwa konsekuensi sekunder dari rasa sakit (apakah mereka
muskuloskeletal, psikologis, gastrointestinal, seksual, dll.) juga harus dikelola
untuk memfasilitasi pemulihan penuh.
Daftar Pustaka
1. Grace VM, Zondervan KT. Chronic pelvic pain in New Zealand: prevalence,
pain severity, diagnoses, and use of the health services. Aust N Z J Public
Health 2004;28(4):369–375.
2. Mathias SD, Kuppermann M, Liberman RF, et al. Chronic pelvic pain:
prevalence, health-related quality of life, and economic correlates. Obstet
Gynecol 1996;87(3):321–327.
3. Zondervan KT, Yudkin PL, Vessey MP, et al. The community prevalence of
chronic pelvic pain in women and associated illness behaviour. Br JGen Pract
2001;51(468):541–547.
4. Zondervan KT, Yudkin PL, Vessey MP, et al. Prevalence and incidence of
chronic pelvic pain in primary care: evidence from a national general practice
database. Br J Obstet Gynaecol 1999;106(11):1149–1155.
5. Kennedy SH, Moore J. The Initial Management of Chronic Pelvic Pain.
London: RCOG; 2005. Guideline No. 41.
6. Crowley P, Calder A, Lamont L, et al. Gynaecological Examinations:
Guidelines for Specialist Practice. London: RCOG; 2002.
7. Curtis AH. A cause of adhesion in the right upper quadrant. JAMA 1930;
94:1221–1222.
8. Fitz-Hugh T Jr. Acute gonococcic peritonitis of the right upper quadrant in
women. JAMA 1934;102:2094–2096.
9. Bevan CD, Johal BJ,Mumtaz G, et al. Clinical, laparoscopic, and
microbiological findings in acute salpingitis: report on a United Kingdom
cohort. Br J Obstet Gynaecol 1995;102:407–414.
10. Ross J, Stewart P. Management of Acute Pelvic Inflammatory Disease.
London: RCOG; 2003. Report No. 32.
11. Rio C, Hall G, Hook EW 3rd, et al. Update to CDC’s sexually transmitted
diseases treatment guidelines, 2006: fluoroquinolones no longer recommended
for treatment of gonococcal infections. MMWR Morb Mortal Wk ly Rep
2007;56(14):332–336.
12. Aboulghar MA, Mansour RT, Serour GI. Ultrasonographically guided
transvaginal aspiration of tuboovarian abscesses and pyosalpinges: an optional
treatment for acute pelvic inflammatory disease. Am JObstet Gynecol 1995;
172:1501–1503.
13. Creighton SM. Common congenital anomalies of the female genital tract. Rev
Gynaecol Prac 2005;5(4):221–226.
14. Bakken IJ, Skjeldestad FE. Time trends in ectopic pregnancies in a Norwegian
county, 1970–2004: a population-based study. Hum Reprod 2006;21(12):
3132–3136.
15. Braude P, Rowell P. Assisted conception. III—problems with assisted
conception. BMJ 2003;327(7420):920–923.
16. Kelly AJ, Sowter MC, Trinder J. The Management of Tubal Pregnancy.
London: RCOG; 2004 Report No. 21.
17. Hinshaw K, Fayyad A, Munjuluri P. The Management of Early Pregnancy
Loss. London: RCOG; 2006. Report No. 25.
18. Jurkovic D. Modern management of miscarriage: is there a place for
nonsurgical treatment? Ultrasound Obstet Gynecol 1998;11:161–163.
19. Hamoda H, Chamberlain PF, Moore NR, et al. Conservative treatment of an
incarcerated gravid uterus. BJOG 2002;109(9):1074–1075.
20. Yohannes P, Schaefer J. Urinary retention during the second trimester of
pregnancy: a rare cause. Urology 2002;59(6):946.
21. Jenkins JM, Drakeley AJ, Mathur RS. The Management of Ovarian
Hyperstimulation Syndrome. London: RCOG; 2006. Report No. 5.
22. Stewart JA, Hamilton PJ, Murdoch AP. Thromboembolic disease associated
with ovarian stimulation and assisted conception techniques. Hum Reprod
1997;12:2167–2173.
23. Ludwig AK, Glawatz M, Griesinger G, et al. Perioperative and postoperative
complications of transvaginal ultrasound-guided oocyte retrieval: prospective
study of 1000 oocyte retrievals. Hum Reprod 2006;21(12):3235–3240.
24. French L. Dysmenorrhea. Am Fam Physician 2005;71(2):285–291.
25. Harel Z. Dysmenorrhea in adolescents and young adults: etiology and
management. J Pediatr Adolesc Gynecol 2006;19(6):363–371.
26. Goldstein DP, deCholnoky C, Leventhal JM, et al. New insights into the old
problem of chronic pelvic pain. J Pediatr Surg 1979;14(6):675–680.
27. Boctor AM, Eickholt M, Pugsley TA. Meclofenamate sodium is an inhibitor of
both the 5-lipoxygenase and cyclooxygenase pathways of the arachidonic acid
cascade in vitro. Prostaglandins Leukot Med 1986;23(2–3):229–238.
28. Marjoribanks J, Proctor ML, Farquhar C. Nonsteroidal anti-inflammatory
drugs for primary dysmenorrhoea. Cochrane Database Syst Rev 2003;4:
CD001751.
29. DuRant RH, Jay MS, Shofitt T. Factors influencing adolescents’ responses to
regimens of naproxen for dysmenorrhoea. Am J Dis Child 1985;139: 489–493.
30. Proctor ML, Roberts H, Farquhar CM. Combined oral contraceptive pill (OCP)
as treatment for primary dysmenorrhoea. Cochrane Database Syst Rev
2001;2:CD002120.
31. Davis ARMD, Westhoff CMD, O’Connell KMD, et al. Oral contraceptives for
dysmenorrhea in adolescent girls: a randomized trial. Obstet Gynecol
2005;106(1):97–104.
32. Sulak PJM, Cressman BEM, Waldrop ER, et al. Extending the duration of
active oral contraceptive pills to manage hormone withdrawal symptoms.
Obstet Gynecol 1997;89(2):179–183.
33. Jain J, Dutton C, Nicosia A, et al. Pharmacokinetics, ovulation suppression and
return to ovulation following a lower dose subcutaneous formulation of Depo-
Provera(R). Contraception 2004;70(1):11–18.
34. Harel Z, Biro FM, Kollar LM. Depo-provera in adolescents: effects of early
second injection or prior oral contraception. J Adolesc Health 1995;16(5): 379–
384.
35. Proctor M, Latthe P, Farquhar C, et al. Surgical interruption of pelvic nerve
pathways for primary and secondary dysmenorrhoea. Cochrane Database Syst
Rev 2005;4:CD001896.
36. Proctor ML, Smith CA, Farquhar CM, et al. Transcutaneous electrical nerve
stimulation and acupuncture for primary dysmenorrhoea. Cochrane Database
Syst Rev 2002;1:CD002123.
37. Akin MD, Weingand KW, Hengehold DA, et al. Continuous low-level topical
heat in the treatment of dysmenorrhea. Obstet Gynecol 2001;97(3):343–349.
38. Proctor ML, Murphy PA, Pattison HM, et al. Behavioural interventions for
primary and secondary dysmenorrhoea. Cochrane Database Syst Rev 2007;
3:CD002248.
39. O’Herlihy C, Robinson HP, de Crespigny LJ. Mittelschmerz is a preovulatory
symptom. Br Med J 1980;280:986.
40. Marinho AO, Sallam HN, Goessens L, et al. Ovulation side and occurrence of
mittelschmerz in spontaneous and induced ovarian cycles. Br Med J (Clin Res
Ed) 1982;284(6316):632
41. Zondervan K, Barlow DH. Epidemiology of chronic pelvic pain. Bailliere’s
Clin Obstet Gynaecol 2000;14(3):403–414.
42. Raphael KG, Widom CS, Lange G. Childhood victimization and pain in
adulthood: a prospective investigation. Pain 2001;92:283–293.
43. Newton-John T. The psychology of pain. In: MacLean A, Stones RW,
Thornton S, eds. Pain in Obstetrics and Gynaecology. London: RCOG Press;
2001; 59–69.
44. Selfe SA, Matthews Z, Stones RW. Factors influencing outcome in
consultations for chronic pelvic pain. J Womens Health 1998;7(8):1041–1048.
45. Price J, Farmer G, Harris J, et al. Attitudes of women with chronic pelvic pain
to the gynaecological consultation: a qualitative study. BJOG 2006;
113(4):446–452.
46. Skrine R, Mountford H, eds. Psychosexual Medicine: An Introduction.
London: Arnold; 2001.
47. Sagsveen M, Farmer JE, Prentice A, et al. Gonadotrophin-releasing hormone
analogues for endometriosis: bone mineral density. Cochrane Database Syst
Rev 2003;4:CD001297.
48. Bedaiwy MA, Casper RF. Treatment with leuprolide acetate and hormonal
add-back for up to 10 years in stage IV endometriosis patients with chronic
pelvic pain. Fertil Steril 2006;86(1):220–222.
49. Chapron C, Querleu D, Bruhat MA, et al. Surgical complications of diagnostic
and operative gynaecological laparoscopy: a series of 29,956 cases. Hum
Reprod 1998;13(4):867–872.
50. Onwude JL, Thornton JG, Morley S, et al. A randomised trial of photographic
reinforcement during postoperatve counselling after diagnostic laparoscopy for
pelvic pain. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 2004;112(1):89–94.
51. Kuiken SD, Tytgat GN, Boeckxstaens GE. Drugs interfering with visceral
sensitivity for the treatment of functional gastrointestinal disorders; the clinical
evidence. Aliment Pharmacol Ther 2005;21(6):633–651.
52. Stones RW, Mountfield J. Interventions for treating chronic pelvic pain in
women. Cochrane Database Syst Rev 2000;4:CD000387.
53. Berkley K. Multiple mechanisms of pelvic pain: lessons from basic research.
In: MacLean A, Stones RW, Thornton S, eds. Pain in Obstetrics and
Gynaecology. London: RCOG Press; 2001;26–39.
53a. Kennedy S, Berggvist A, Chapron C, et al. ESHRE guideline for the
diagnosis and treatment of endometriosis. Hum Reprod 2005;20(10):2698–
2704.
54. Sampson JA. Peritoneal endometriosis due to the menstrual dissemination of
endometrial tissue into the peritoneal cavity. Am J Obstet Gynecol 1927;14:
422–469.
55. Kyama C, Debrock S, Mwenda J, et al. Potential involvement of the immune
system in the development of endometriosis. Reprod Biol Endocrinol 2003;
1(1):123.
56. Kennedy S, Moore J. The Investigation and Management of Endometriosis.
London: RCOG; 2006.
57. Chapron C, Fauconnier A, Dubuisson JB, et al. Deep infiltrating endometriosis:
relation between severity of dysmenorrhoea and extent of disease. Hum Reprod
2003;18(4):760–766.
58. Crosignani P, Olive DL, Bergqvist A, et al. Advances in the management of
endometriosis: an update for clinicians. Hum Reprod Update 2006;12(2): 179–
189.
59. Chapron C, Vercellini P, Barakat H, et al. Management of ovarian
endometriomas. Hum Reprod Update 2002;8(6):591–597.
60. Chapron C, Chopin N, Borghese B, et al. Surgical management of deeply
infiltrating endometriosis: an update. Ann N Y Acad Sci 2004;1034:326–337.
61. Allen C, Hopewell S, Prentice A. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs for
pain in women with endometriosis. Cochrane Database Syst Rev 2005;4:
CD004753.
62. Cobellis L, Razzi S, Simone SD, et al. The treatment with a COX-2 specific
inhibitor is effective in the management of pain related to endometriosis. Eur
J Obstet Gynaecol Reprod Biol 2004;116(1):100–102.
63. Juni P, Nartey L, Reichenbach S, et al. Risk of cardiovascular events and
rofecoxib: cumulative meta-analysis. Lancet 2004;364:2021–2029.
64. Miller JD, Shaw RW, Casper RFJ, et al. Historical prospective cohort study of
the recurrence of pain after discontinuation of treatment with danazol or a
gonadotropin-releasing hormone agonist. Fertil Steril 1998;70(2):293–296.
65. Kitawaki J, Kusuki I, Koshiba H, et al. Detection of aromatase cytochrome P-
450 in endometrial biopsy specimens as a diagnostic test for endometriosis.
Fertil Steril 1999;72:1100–1106.
66. Attar E, Bulun SE. Aromatase inhibitors: the next generation of therapeutics
for endometriosis? Fertil Steril 2006;85(5):1307–1318.
67. Howell A, Cuzick J, Baum M, et al. Results of the ATAC (Arimidex,
Tamoxifen, Alone or in Combination) trial after completion of 5 years’
adjuvant treatment for breast cancer. Lancet 2005;365(9453):60–62.
68. Berkley KJ, Dmitrieva N, Curtis KS, et al. Innervation of ectopic endometrium
in a rat model of endometriosis. Proc Natl Acad Sci USA 2004;101(30): 11094–
11098.
69. Abbott JA, Hawe J, Clayton RD, et al. The effects and effectiveness of
laparoscopic excision of endometriosis: a prospective study with 2–5 year
followup. Hum Reprod 2003;18(9):1922–1927.
70. Yap C, Furness S, Farquhar C. Pre and post operative medical therapy for
endometriosis surgery. Cochrane Database Syst Rev 2004;3:CD003678.
71. Vercellini P, Frontino G, De Giorgi O, et al. Comparison of a
levonorgestrelreleasing intrauterine device versus expectant management after
conservative surgery for symptomatic endometriosis: a pilot study. Fertil Steril
2003;80(2): 305–309.
72. Ferenczy A. Pathophysiology of adenomyosis. Hum Reprod Update 1998;4:
312–322.
73. Dueholm MA, Lundorf EB. Transvaginal ultrasound or MRI for diagnosis of
adenomyosis. Curr Opin Obstet Gynecol 2007;19(6):505–512.
74. Bergeron C, Amant F, Ferenczy A. Pathology and pathophysiology of
adenomyosis. Best Prac Res Clin Obstet Gynaecol 2006;20:511–521.
75. Rabinovici J, Stewart EA. New interventional techniques for adenomyosis.
Best Prac Res Clin Obstet Gynaecol 2006;20(4):617–636.
76. Fedele L, Bianchi S, Frontino G. Hormonal treatments for adenomyosis. Best
Prac Res Clin Obstet Gynaecol 2008;22(2):333–339.
77. Urabe M, Yamamoto T, Kitawaki J, et al. Estrogen biosynthesis in human
uterine adenomyosis. Acta Endocrinol (Copenh) 1989;121(2):259–264.
78. Peters AA, Bakkum EA, Hellebrekers BW. Clinical significance of adhesions
in patients with chronic pelvic pain. In: MacLean A, Stones RW, Thornton S,
eds. Pain in Obstetrics and Gynaecology. London: RCOG Press; 2001; 214–
223.
79. Swank DJ, Swank-Bordewijk SC, Hop WC, et al. Laparoscopic adhesiolysis in
patients with chronic abdominal pain: a blinded randomised controlled multi-
centre trial. Lancet 2003;361:1247–1251.
80. Peters AA, Trimbos-Kemper GC, Admiraal C, et al. A randomized clinical trial
on the benefit of adhesiolysis in patients with intraperitoneal adhesions and
chronic pelvic pain. BJOG 1992;99(1):59–62
81. Timor-Tritsch IE, Lerner JP, Monteagudo A, et al. Transvaginal sonographic
markers of tubal inflammatory disease. Ultrasound Obstet Gynecol 1998;
12(1):56–66.
82. Beard RW, Reginald PW, Wadsworth J. Clinical features of women with
chronic lower abdominal pain and pelvic congestion. Br J Obstet Gynaecol
1988;95:153–161.
83. Gu¨ltaply´ NZ, Kurt A, Y´ pek A, et al. The relation between pelvic varicose
veins, chronic pelvic pain and lower extremity venous insufficiency in women.
Diagn Interv Radiol 2006;12(1):34–38.
84. Farquhar CM, Rogers V, Franks S, et al. A randomized controlled trial of
medroxyprogesterone acetate and psychotherapy for the treatment of pelvic
congestion. BJOG 1989;96(10):1153–1162.
85. Beard RW, Kennedy RG, Gangar KF, et al. Bilateral oophorectomy and
hysterectomy in the treatment of intractable pelvic pain associated with pelvic
congestion. BJOG 1991;98(10):988–992.
86. Whorwell PJ. Abdominal pain. In: MacLean A, Stones RW, Thornton S, eds.
Pain in Obstetrics and Gynaecology. London: RCOG Press; 2001;209–213.
87. Houghton LA, Lea R, Jackson N, et al. The menstrual cycle affects rectal
sensitivity in patients with irritable bowel syndrome but not healthy volunteers.
Gut 2002;50:471–474.
88. Palomba S, Orio F, Manguso F, et al. Leuprolide acetate treatment with and
without coadministration of tibolone in pre-menopausal women with menstrual
cycle-related irritable bowel syndrome. Fertil Steril 2005;83(4): 1012–1020.
89. Wesselmann U, Magora F, Ratner V. Pain of urogenital origin. Pain Clin
Updates 2000;8(5):1–8.
90. Dell JR. Interstitial cystitis/painful bladder syndrome: appropriate diagnosis
and management. J Womens Health 2007;16(8):1181–1187.
91. Gittes RF, Nakamura RM. Female urethral syndrome: a female prostatitis?
West J Med 1996;164:435–438.
92. King PM, Myers CA, Ling FW, et al. Musculoskeletal factors in chronic pelvic
pain. J Psychosom Obstet Gynecol 1991;12:87–98.
93. Prendergast SA, Weiss J. Screening for musculoskeletal causes of pelvic pain.
Clin Obstet Gynecol 2003;46(4):773–782.
94. Macfarlane TV, Blinkhorn A, Worthington HV, et al. Sex hormonal factors
and chronic widespread pain: a population study among women. Rheumatology
(Oxford) 2002;41(4):454–457.
95. Jarvis SK, Abbott JA, Lenart MB, et al. Pilot study of botulinum toxin type A
in the treatment of chronic pelvic pain associated with spasm of the levator ani
muscles. Aust N Z J Obstet Gynaecol 2004;44:46–50.
96. Perry CP, Echeverri JDV. Hernias as a cause of chronic pelvic pain in women.
JSLS 2006;10:212–215.
97. Cohen SP. Sacroiliac joint pain: a comprehensive review of anatomy,
diagnosis, and treatment. Anesth Analg 2005;101(5):1440–1453.
98. Dreyfuss P, Michaelsen M, Pauza K, et al. The value of medical history and
physical examination in diagnosing sacroiliac joint pain. Spine 1996;21(22):
2594–2602.
99. Bajaj P, Bajaj P, Madsen H, et al. Endometriosis is associated with central
sensitization: a psychophysical controlled study. J Pain 2003;4(7):372–380.
100. Perry CP. Peripheral neuropathies and pelvic pain: diagnosis and
management.Clin Obstet Gynecol 2003;46(4):789–796.
101. Moore KL. Clinically Oriented Anatomy. 3rd ed. Baltimore:Williams&
Wilkins;1992.
102. Robert R, Prat-Pradal D, Labat JJ, et al. Pudendal nerve entrapment. Surg
Radiol Anat 1998;20:93–98.
103. Pfannenstiel HJ. U¨ ber die Vortheile des suprasymphysa¨ren Fascien
querschnitts fu¨r die gyna¨kologischen Ko¨liotomien, zugleig ein Beitrag zu
der Indikationsstellung der Operationswege. Gyna¨kologie 1900;97:1735–
1756.
104. Luijendijk RW, Jeekel J, Storm RK, et al. The low transverse Pfannenstiel
incision and the prevalence of incisional hernia and nerve entrapment. Ann
Surg 1997;225(4):365–369.
105. Whiteside JL, Barber MD, Walters MD, et al. Anatomy of ilioinguinal and
iliohypogastric nerves in relation to trocar placement and low transverse
incisions. Am J Obstet Gynecol 2003;189(6):1574–1578.
106. Butcher J. Female sexual problems II: sexual pain and sexual fears. BMJ
1999; 318:110–112.
107. Reamy KJ. Meeting sexual dysfunction again for the first time. J Sex
Marital Ther 2001;27:197–201.
108. Sims MJ. On vaginismus. Trans Obstet Soc London 1861;3:356–367.
109. Schnyder U, Schnyder-Luthi C, Balinari P, et al. Therapy for vaginismus:
in vivo versus in vitro desensitization. Can J Psychiatry 1998;43:941–944.
110. Crowley T, Richardson D, Goldmeier D. Recommendations for the
management of vaginismus: BASHH Special Interest Group for Sexual
Dysfunction. Int J STD AIDS 2006;17:14–18.
111. Meana M, Binik YM, Khalife S, et al. Biopsychosocial profile of women
with dyspareunia. Obstet Gynecol 1997;90:583–589.
112. Stanley E. Vaginismus. BMJ 1981;282:1435–1437.
113. Al-Sughayir MA. Vaginismus treatment. Hypnotherapy versus behaviour
therapy. Neurosciences 2005;10(2):163–167.
114. Ghazizadeh S, Nikzad M. Botulinum toxin in the treatment of refractory
vaginismus. Obstet Gynecol 2004;104:922–925.
115. Nunns D. Vulval pain syndromes. Br J Obstet Gynaecol 2000;107: 1185–
1193.
116. Nunns D, Mandal D. Psychological and psychosexual aspects of vulval
vestibulitis. Genitourin Med 1997;73:541–544.
117. Edwards L, Mason M, Phillips M, et al. Childhood sexual and physical
abuse: incidence in patients with vulvodynia. J Reprod Med 1997;42:135–139
118. Skene AJC. Treatise on the Diseases of Women. New York: Appleton and
Company; 1889.
119. Haefner HK, Collins ME, Davis GD, et al. The vulvodynia guideline. J Low
Genit Tract Dis 2005;9(1):40–51.
120. Pukall CF, Strigo IA, Binik YM, et al. Neural correlates of painful genital
touch in women with vulvar vestibulitis syndrome. Pain 2005;115(1–2): 118–
127.
121. Munday PE. Response to treatment in dysaesthetic vulvodynia. JObstet
Gynaecol 2001;6:610–613.
122. Hartmann EH, Nelson C. The perceived effectiveness of physical therapy
treatment on women complaining of chronic vulvar pain and diagnosed with
either vulvar vestibulitis syndrome or dysesthetic vulvodynia. J Womens
Health 2001;25:13–18.
123. Grace VM. Mind/body dualism in medicine: the case of chronic pelvic pain
without organic pathology: a critical review of the literature. Int J Health Serv
1998;28(1):127–151.
124. Grace VM. Chronic pelvic pain: sociocultural perspectives. In: MacLean A,
Stones RW, Thornton S, eds. Pain in Obstetrics and Gynaecology. London:
RCOG Press; 2001;12–25.
125. Hinshaw K, Fayyad A, Munjuluri P. The Management of Early Pregnancy
Loss. London: RCOG; 2006.
126. British National Formulary. No. 57 London: BMJ Publishing; 2007.
127. Moore J, Kennedy S, Prentice A. Modern combined oral contraceptives for
pain associated with endometriosis. Cochrane Database Syst Rev 2000;2:
CD001019.
128. Selak V, Farquhar C, Prentice A, et al. Danazol for pelvic pain associated
with endometriosis. Cochrane Database Syst Rev 2007;4:CD00068.
129. Prentice A, Deary AJ, Bland E. Progestagens and anti-progestagens for pain
associated with endometriosis. Cochrane Database Syst Rev 2000;2:
CD002122.
130. Lockhat FB, Emembolu JO, Konje JC. The efficacy, side effects and
continuation rates in women with symptomatic endometriosis undergoing
treatment with an intra-uterine administered progestogen (levonorgestrel): a 3-
year follow-up. Hum Reprod 2005;20(3):789–793.
131. Prentice A, Deary AJ, Goldbeck-Wood S, et al. Gonadotrophin-releasing
hormone analogues for pain associated with endometriosis. Cochrane
Database Syst Rev 2000;2:CD000346.