A. Pengertian Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi
adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan
heterotrof) ke kondisi lingkungan tidak terkendali, baik suhu, cahaya, dan
kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika
tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut
tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk
mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum
ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui
kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik.
Aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi dengan
perubahan lingkungan (Torres, 1989).
Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini
merupakan tahap kritis dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Kondisi
mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan kelembaban 90-100 %.
Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan dengan hal tersebut.Bibit
yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan jaringan
pembuluh yang belum sempurna (Wetherell, 1982).
Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air
dibanding dengan tanaman yang normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut
sangat lemah daya bertahannya. Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman
akan tetap menjadi layu karena kehilangan air yang tidak terbatas (Pospisilova
et al, 1996). Kondisi tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat langsung
ditanam dirumah kaca (Wetherelll, 1982).
Mengacu pada penjelasan tersebut, maka planlet terlebih dahulu harus
ditanam didalam lingkungan yang memadai untuk pertumbuhannya kemudian
secara perlahan dilatih untuk terus dapat beradaptasi dengan lingkungan
sebenarnya di lapang. Lingkungan yang tersebut secara umum dapat diperoleh
1
dengan cara memindahkan planlet kedalam plastik atau boks kecil yang terang
dengan terus menurunkan kelembaban udaranya. Planlet-planlet tersebut
kemudian diaklimatisasi secara bertahap mengurangi kelembaban relatif
lingkungannya, yaitu dengan cara membuka penutup wadah plastik atau boks
secara bertahap pula (Torres, 1989).
Selain itu, tanaman juga memerlukan akar untuk menyerap hara agar
dapat tumbuh dengan baik sehingga dalam tahap aklimatisasi ini diperlukan
suatu media yang dapat mempermudah pertumbuhan akar dan dapat
menyediakan hara yang cukup bagi tanaman (planlet) yang diaklimatisasi
tersebut. Media yang lemah akan memudahkan pertumbuhan akar dan
melancarkan aliran air, mudah mengikat air dan hara, tidak mengandung toksin
atau racun, kandungan unsur haranya tinggi, tahan lapuk dalam waktu yang
cukup lama. Media aklimatisasi bibit kultur jaringan krisan dan kentang di
Indonesia saat ini adalah media arang sekam atau media campuran arang
sekam dan pupuk kandang (Marzuki, 1999).
Metode aklimatisasi dibagi menjadi 2, yaitu metode langsung (direct)
dan metode tidak langsung (indirect).
• Metode langsung:
1. Menyiapkan planlet dalam botol yang akan diaklimatisasi dan
mengeluarkan planlet secara hati-hati dari dalam botol.
2. Membersihkan akar tanaman dari agar-agar yang masih melekat dengan
air.
3. Merendam akar tanaman dalam larutan fungisida dan bakterisida selama 5
menit.
4. Menanam tanaman pada bak media arang sekam yang telah dibasahi.
5. Tutup bak dengan plastik transparan selam 1 - 2 minggu.
6. Setelah 1 -2 minggu plastik dibuka dan tanaman dibiarkan tumbuh dan
berkembang dalam bak aklimatisasi hingga minggu ketiga sampai
keempat.
7. Selanjutnya tanaman dipindahkan ke dalam polibag-polibag kecil sampai
siap untuk di tanam di lapang.
2
• Metode tidak langsung:
1. Menyiapkan planlet dalam botol yang akan diaklimatisasi dan mengeluarkan
planlet secara hati-hati dari dalam botol
2. Memotong tanaman tepat pada bagian bawah nodus ketiga kemudian
merendamnya dalam larutan fungisida dan bakterisida selama 5 menit.
3. Menanam tanaman pada bak media arang sekam yang telah dibasahi.
4. Tutup bak dengan plastik transparan selam 1 - 2 minggu.
5. Aklimatisasi Planlet di Rumah Kaca Aklimatisasi merupakan tahap penting
dalam proses kultur jaringan. Tahap ini sering kali menjadi titik kritis dalam
aplikasi teknik kultur jaringan. Aklimatisasi diperlukan karena tanaman hasil
kultur jaringan umumnya memiliki lapisan lilin tipis dan belum berkembang
dengan baik, sel-sel dalam palisade belum berkembang maksimal, jaringan
pembuluh dari akar ke pucuk kurang berkembang, dan stomata sering kali tidak
berfungsi, yaitu tidak dapat menutup pada saat penguapan tinggi.
B. Tahapan Aklimatisasi
Dikeluarkan plantet dari dalam botol dengan menggunakan pinset
Dibersihkan
Direndam dalam larutan fungisida dan bakterisida
3
C. Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Aklimatisasi
Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi
yaitu sebagai berikut:
1. Keasaman (pH)
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau
kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan
kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di dalam pH berkisar antara 0 (sangat
asam) sampai 14 (sangat basa), sedangkan titik netralnya adalah pada pH=7.
Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan
mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titil optimal antara pH
5,0 dan 6,0. Bila eksplan sudah mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur
dalam media kultur jaringan mempunyai peran yang sangat penting dalam
menstabilkan pH. Penyimpangan pH dalam medium yang mengandung
garam tinggi kemungkinan terjadi lebih kecil, karena kapasitas buffernya
lebih besar. Kapasitas kultur sel untuk penggunaan NH4+ sebagai satu-
satunya sumber N
tergantung pada pengaturan pH dari medium di atas 5.
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan pH meter, atau bila
menginginkan yang lebih praktis dan murah dapat digunakan kertas pH. Bila
ternyata pH medium masih kurang dari normal, maka dapat ditambahkan
KOH 1-2 tetes. Sedangkan apabila pH melampaui batas normal dapat
dinetralkan dengan meneteskan HCL.
2. Kelembaban
Kelembaban relatif (RH) lingkungan biasanya mendekati 100%. RH
sekeliling kultur mempengaruhi pola pengembangan. Jadi, pengaturan RH
pada keadaan tertentu memerlukan suatu bentuk diferensiasi khusus.
3. Cahaya
Intensitas cahaya yang rendah dapat mempertinggi embriogenesis dan
organogenesis. Cahaya ultra violet dapat mendorong pertumbuhan dan
pembentukan tunas dari kalus tembakau pada intensitas yang rendah.
4
Sebaliknya, pada intensitas yang tinggi proses ini akan terhambat.
Pembentukan kalus maksimum sering terjadi di tempat yang lebih gelap.
4. Temperatur
Temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang
optimum umumnya adalah berkisar di antara 200-300C. Sedangkan temperatur
optimum untuk pertumbuhan kalus endosperm adalah sekitar 250C. Faktor
lingkungan, di samping faktor makanan (media tanam) yang cocok, dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi.
5
tanaman. Temperatur yang dibutuhkan 28 + 20 C dengan temperature minimum 15 oC.
Hal ini disebabkan bahwasanya temperature yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi
yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Kelembaban nisbi (RH) yang
diperlukan bekisar 60-85%. Karena kelembaban yang tinggi memiliki fungsi untuk
menghindari penguapan yang terlalu tinggi bagi tanaman. Pada malam hari
kelembaban dijaga agar tidak terlalu tinggi, karena dapat mengakibatkan busuk akar
pada tunas muda. Oleh karena itu perlu untuk diusahakan agar media pada pot jangan
sampai terlalu basah. Sedangkan kelembaban yang terlalu rendah pada siang hari dapat
diatasi dengan memberikan semprotan kabut (mist) di sekitar tempat penanaman
dengan sprayer (Deden, 2003:7).
Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organic umumnya berasal dari
komponen organisme hidup antara lain: daun, batang, bunga, akar, dan kulit tanaman.
Penggunaan media bahan organic sudah menyediakan cara bagi tanaman. Selain itu bahan
organic mempunyai pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga sirkulasi
udara yang dihasilkan cukup banyak dan daya serap air yang tinggi. Untuk meningkatkan
budidaya tersebut diperlukan pemeliharaan yang benar, salah satunya dengan menggunakan
media organic yang dapat memenuhi unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Media organic
yang sering dipakai antara lain, arang kayu, arang sekam, moss, dan cocopeat (Rossa,
2011).
Menurut Pranata (2005), selain moss spaghnum juga terdapat berbagai
macam jenis media tanam anggrek yaitu :
1. Arang.
Arang yang digunakan haruslah arang yang telah mengalami pembakaran
dengan sempurna dan harus berupa pecahan-pecahan kecil. Sifat arang adalah
tidak mengikat air terlalu banyak, karena itu penyiraman harus lebih sering
dilakukan. Arang memiliki banyak keuntungan diantaranya adalah arang tidak
mudah lapuk sehingga penggantian media akan lebih lama dan arang mudah
didapatkan dengan harga yang relatif murah.
Arang kayu harus dipecah menjadi potongan kecil sebelum digunakan. Ukuran
pecahan arang tergantung pada ukuran pot yang akan digunakan untuk menanam. Sifat-
sifat media arang kayu antara lain: (1) tahan lama, (2) kurang mampu mengikat air, (3)
6
mengandung unsur karbon (C), sulfur (S), Fosfor (F), serta abu, (4) media ini sangat
cocok untuk daerah yang mempunyai kelembaban tinggi (Iswara dalam Diah, 2012).
Menurut hasil beberapa penelitian arang kayu mengandung senyawa karbon yang tinggi
yang dapat merangsang pertumbuhan akar pada anggrek bulan.
Arang sekam mempunyai kelebihan sebagai media karena memiliki rongga yang
sangat banyak sehingga drainase dan aerasinya baik. Dengan begitu akar mudah
bergerak diantara butiran arang sekam. Sifat higroskopis yang dimiliki arang sekam
sehingga perlu dijenuhkan sebelum digunakan. Daya tahan arang sekam sekitar 1 tahun,
kemudian akan menjadi partikel kecil. Pembuatannya menggunakan panas yang tinggi
sehingga tidak perlu disterilisasi kembali. Penelitian Pudiyati (2009 dalam Diah, 2012),
arang sekam dapat merangsang pertumbuhan akar, dan daun tanaman anthurium karena
mengandung karbon dan fosfor. Selain itu karena kandungan karbon, sulfur, dam fosfor
berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar, daun, dan pertumbuhan tinggi
tanaman.
2. Pakis.
Pakis yang digunakan adalah pakis yang tua. Ciri pakis tua adalah warnanya
hitam, kering dan lebih ringan. Pakis lebih menyerap air dibandingkan dengan
arang, maka frekuensi penyiraman dapat dikurangi. Kerugian menggunakan
pakis adalah apabila terlalu sering disiram, pakis akan lapuk dan mudah
mengundang cendawan.
3. Batu bata.
Batu bata mudah dijumpai dan harganya relatif murah. Batu bata
yangdipergunakan dapat menggunakan batu bata tanah liat murni ataupun batu
bata campuran. Batu bata sebaiknya digunakan bersama media lain karena
beberapa sifat batu bata mendukung pertumbuhan anggrek,diantaranya adalah
batu bata memiliki berat yang lebih dibandingkan media lain, estetika
penggunaan batu bata sebagai media tunggal kurang, batu bata tidak mengalami
pelapukan yang artinya tidak adanya pelepasan zat hara.
4. Sabut Kelapa.
Sabut kelapa banyak digunakan dalam penanaman bunga anggrek. Sabut kelapa
yang digunakan adalah sabut kelapa tua yang dicirikan dengan warnanya yang
7
telah coklat. Sifat sabut kelapa mudah busuk yang artinya harus lebih sering
mengganti media tersebut. Pemakaian sabut kelapa di daerah yang curah hujan
dan kelembabannya cukup tinggi tidak dianjurkan, karena sifatnya lebih
menyerap air dan dapat menyebabkan kebusukan akar pada tanaman anggrek.
Anggrek pada umumnya lebih menyukai media tumbuh yang berongga karena
memberikan ruang respirasi yang bagus.
Styrofoam merupakan bahan anorganik yang terbuat dari kopolimer. styren yang
dapat dijadikan sebagai alternatif media tanam. Mulanya, styrofoam hanya digunakan
sebagai media aklimatisasi (penyesuaian diri) bagi tanaman sebelum ditanam di lahan.
Proses aklimatisasi tersebut hanya bersifat sementara. Styrofoam yang digunakan
berbentuk kubus jengan ukuran (1 x 1 x 1) cm. Beberapa nursery menggunakan
styrofoam sebagai campuran media tanam untuk meningkatkan porositas media tanam.
Untuk keperluan ini, styrofoam yang digunakan dalam bentuk yang sudah dihancurkan
sehingga menjadi bola-bola kecil, berukuran sebesar biji kedelai. Penambahanstyrofoam
ke dalam media tanam membuat media menjadi ringan. Namun, media tanam sering
dijadikan sarang oleh semut (Pranata, 2005).
Bibit anggrek dari botol yang telah siap diaklimatisasikan dapat digolongkan
menjadi 2 (dua) golongan yang sifat pertumbuhannya sympodial tidak mengenal masa
istirahat (rest period), sedangkan yang bersifat monopodial mengenal masa istirahat,
sehingga trasplantingnya (pindah tanam) harus didasarkan atas kenyataan adanya masa
istirahat itu. Anggrek monopodial saat yang tepat untuk mengeluarkan bibit dari dalam
botol adalah, waktu tanaman memperlihatkan pertumbuhan yang kuat, cepat, dan segar,
misalnya:
- Quarter terete vanda : akar-akarnya agak besar, panjang lebih kurang 5 cm.
- Semi terete vanda : akar-akarnya langsing, panjang lebih kurang 3 cm.
- Vanda sabuk : tidak memperlihatkan banyak akar
Anggrek sympodial, memperlihatkan adanya umbi (bulb), paling tidak umbi kedua,
misalnya:
- Cattleyasp. : memperlihatkan akar-akar yang panjang dan daunnya lebar-
lebar.
- Dendrobiumsp. : akarnya banyak, halus, dan panjang-panjang.
8
F. Contoh Praktikum Aklimatisasi
❖ Anggrek Spesies Dendrobiumsp
• Alat
Alat yang di gunakan dalam praktikum berupa kawat pengait untuk mengambil
plantlet, baskom sebagai wadah, kertas koran untuk wadah kering anginkan, dan
pot untuk menanam planlet
• Bahan
Bahan yang di gunakan dalam praktikum berupa bibit anggrek dalam
botolan, fungisida, arang dan potogan pakis.
• Cara kerja
Tahapan aklimasi planlet anggrek dimulai dari mempersiapkan biji. Botol yang
berisikan bibit diisi dengan air dan di goyang-goyangkan sedikit supaya agarnya
melunak. Kemudian dengan menggunakan pengait bibit di tarik keluar. Selanjutnya
bibit dicuci dari sisa media. Selanjutnya bibit dicemplungkan kedalam baskom
yang berisikan fungisida. Setelah beberapa saat bibit diletakkan diatas koran dan di
kering anginkan.
Tahapan selanjutnya yaitu menanam bibit. Pot diisi dengan arang sampai
duapertiganya. Kemudian sisanya diisi dengan pakis yang sebelumnya telah di
rendam terlebih dahulu kedalam larutan NPK 1:1:1 selama satu hari. bibit ditanam
berjejer rapat dengan akar tertimbun. Pot diberi label.
9
DAFTAR PUSTAKA
Deden, Sukmadjaja dan Mariska, Ika. 2003. Perbanyakan Bibit Jati melalui Kultur
Jaringan ISBN 979-95627-8-3. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Kristina, N., 2008. Multiplikasi tunas, aklimatisasi dan analisis mutu simplisia daun
encok (plumbago zeylanica l.) asal kultur in vitro periode panjang. Bul.
Littro. Vol. XIX No. 2
Pranata, A. S. 2005. Panduan Budi Daya dan Perawatan Anggrek. Agro Media.
Jakarta.
Rossa Yunita, Endang dan Gati Lestarai. 2011. Perbanyakan Tanaman Pulai Pandak
(Rauwolfia serpentina L.) dengan Teknik Kultur Jaringan. Jurnal Natur
Indonesia 14(1): 68-72 ISSN 1410-9379, Keputusan Akreditasi No
65a/DIKTI/Kep./2008
10