Anda di halaman 1dari 18

Laporan Tetap

Teknik Pengolahan Limbah





Nama : Anggik Pratama (061330400289)
Deka Pitaloka (061330400293)
Eka Anggraini (061330400298)
Irda Agustina (061330400301)
Nurul Agustini (061330400306)
Raden Ayu Wilda Anggraini (061330400309)
Ridho Tri Julian (061330400311)
Kelas : 2KA

Dosen Pembimbing
Ir. Hj. Sofiah, M.T
Politeknik Negeri Sriwijaya
2014

Seeding dan Aklimatisasi

1. Tujuan Percobaan
Melakukan pembenihan dan pengembang biakan mikroorganisme untuk
mengolah limbah cair secara aerobic.

2. Dasar Teori
Salah satu langkah yang penting dalam pengolahan limbah cair adalah
penyiapan atau penyesuaian bakteri agar berkembang sesuai dengan kondisi yang
diinginkan. Bakteri yang berasal dari biakan murni atau lingkungan sekitar sumber
limbah yang akan diolah dikondisikan pada suatu temat dengan diberi umpan yang
konsentrasinya sedikit demi sedikit menyerupai konsentrasi limbah yang akan diolah.
Biasanya ada tahap awal sebagai umpan digunakan bahan-bahan kimia yang mudah
diperoleh dengan komposisi yang jelas.
Untuk bakteri aerob maka perlu ditamabahkan aliran udara yang berasal dari
kompresor, blower atau pompa yang disemburkan (spray aerator).
Sebagai sumber karbon biasa digunkan glukosa, sedang nitrogen dan posfor dapat
digunakan Kalium Nitrat dan Kalium Dihidrofosfat. Pengaturan pH dapat digunakan
kapur atau asam sulfat. Untuk bakteri aerob ditambahkan udara yang cukup agar
proses oksidasinya dapat berjalan dengan sempurna. Jika konsentrasi BOD atau COD
dalam tempat pengembangan telah relative konstan, dengan fluktuasi sekitar 5%,
maka konsentrasi umpan dan volume pembibitan ditambah. Proses ini terus dilakukan
hingga volume pembibitan mencapai sekitar 10% kolam yang pengolahan yang dibuat
dan VSS sekitar 3000 - 4000 mg/l.

Pembibitan (Seeding)
Proses seeding dilakukan untuk mengembangbiakkan mikroorganisme
sehingga didapatkan jumlah biomassa yang mencukupi untuk mengolah air buangan
pabrik minyak kelapa sawit. Bibit mikroorganisme diambil dari lumpur kolam
pengolahan air buangan pabrik minyak kelapa sawit yang ditumbuhkan secara aerob.
Pada tahap seeding ini yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi zat organik
(substrat), dan VSS.
Selama periode waktu detensi tertentu dilakukan pemeriksaan parameter
organik, VSS, TSS, pH, dan temperatur. Terjadinya penambahan biomassa ditandai
dengan warna lumpur yang semakin gelap (coklat kehitaman). Konsentrasi oksigen
terlarut (DO) selalu dijaga di atas 4 mg/l untuk memastikan proses aerob dapat
berlangsung dengan baik. Temperatur juga dijaga pada temperatur kamar, selain itu
pH juga dijaga agar tetap dalam kisaran normal yaitu berkisar antara 7,0-8,5 dengan
cara penambahan larutan asam atau basa.

Aklimatisasi
Proses aklimatisasi dilakukan untuk mendapatkan suatu kultur
mikroorganisme yang stabil dan dapat beradaptasi dengan air buangan pabrik kelapa
sawit yang telah disiapkan. Selama masa aklimatisasi kondisi dalam reaktor dibuat
tetap aerob dengan menjaga konsentrasi, temperatur, dan pH. Proses ini dilakukan
secara batch.
Proses aklimatisasi dapat dianggap selesai jika pH, VSS, temperatur, dan
efisiensi penyisihan senyawa organik telah konstan dengan fluktuasi yang tidak lebih
dari 10%.

Tahap Pembibitan (Seeding) dan Aklimatisasi
Kebutuhan nitrogen dan fosfor secara umum didasarkan pada rasio air
buangan dengan rasio COD:N:P sebesar 100:5:1 (Benefild dan Randall,1980). Pada
proses seeding dan aklimatisasi diperlukan suatu kondisi lingkungan yang mendukung
untuk tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme secara optimal. Jika pH
cenderung asam, dilakukan penambahan basa (NaOH), sebaliknya jika pH cenderung
basa dilakukan penambahan asam (H2SO4). Jika terjadi kekurangan biomassa pada
reaktor (ditentukan dengan pengukuran VSS), maka ditambahkan biomassa dari
reaktor cadangan. Pada masa aklimatisasi parameter yang diukur adalah persentase
penyisihan zat organik (COD), VSS, pH, DO dan temperatur. Pemeriksaan kandungan
organik air buangan dilakukan pada influen dan efluen hasil pengolahan, sehingga
diperoleh persentase penyisihan.
Proses aklimatisasi dilakukan dengan rasio waktu yang sama dengan waktu
running. Proses ini dilakukan sampai didapatkan kandungan organik, pH, dan
temperatur di dalam reaktor cenderung konstan dengan fluktuasi yang tidak lebih dari
10%. Selama masa aklimatisasi, penyisihan zat organik terus meningkat dan akhirnya
relatif stabil. pH berada dalam rentang yang masih dapat ditolerir oleh bakteri yaitu
7,5-8,5.

Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur
jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah pada kondisi lapangan
yang kondisinya tidak terkendali lagi, disamping itu tanaman juga harus mengubah
pola hidupnya dari tanaman heterotrop ke tanama autotrop.
Dalam melakukan aklimatisasi pengelompokan plantlet hasil seleksi. Plantlet
dikelompokan berdasarkan ukurannya untuk memperoleh bibit yang seragam.
Sebelum ditanam plantlet sebaiknya diseleksi dulu berdasarkan kelengkapan organ,
warna, hekeran pertumbuhan, dan ukuran. Plantlet yang baik adalah yang organnya
lengkap, mempunyai pucuk dan akar, warna pucuknya hijau mantap artinya tidak
tembus pandang dan pertumbuhan akar bagus.
Menurut Trubus (2005) ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak sehat
dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada yang
menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun dan akar
seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil telah
mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar serabut 3 4 akar dengan
panjang 1,5 2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru bisa dikatakan
berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan
yang tinggi. Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di
lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan
secara in vitro karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan
oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam botol)
semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit
terkontrol (Herawan, 2006).
Di dalam botol kultur, kelembapan hampir selalu 100%. Aklimatisasi merupakan
tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan
lapangan sangat jauh berbeda. Kondisi di luar botol berkelembapan nisbi jauh lebih
rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada
kondisi di dalam botol.planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena
sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta
suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping itu, tanaman tersebut memperlihhatkan gejala ketidaknormalan, seperti
bersifat sangat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vasikulernya tidak
berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata
sebagaimana mestinya, struktur mesofil berubah, dan aktivitas fotosintesis sangat
rendah. Aklimatisasi dilakukan dengan mengkondisikan planlet dalam media
pengakaran ex vitro. Media yang kita gunakan dalam proses aklimatisasi pada
anggrek adalah pakis dan arang kayu / genting. Selain itu juga kelembapan tempat
aklimatisasi di atur tetap tinggi pada minggu pertama, menurun bertahap pada
mingguminggu berikutnya hingga tumbuh akar baru dari planlet. Cahaya diatur dari
intensitas rendah, meningkat secara bertahap. Sebaiknya suhu tempat aklimatisasi
dijaga agar tidak melebihi 32oC.
Setelah proses aklimatisasi anggrek diperlakukan sebagai berikut:
a. Compotting
Ukuran pot yang digunakan untuk kompot berdiameter sekitar 7 cm pada pot ini diisi
bibit sekitar 30 bibit anggrek atau tergantung ukuran bibitnya. Pertama-tama pot yang
akan digunakan diisi dengan sterofoam sekitar 1/3 bagian, kemudian pakis cacah lalu
bibit anggrek ditata dengan rapi.
b. Seedling (Penanaman ke Single Pot)
Seedling adalah proses memindahkan bibit dari kompot ke pot individu. Seedling
dilakukan pada saat bibit berusia 5 bulan. Apabila tanaman terlambat diseedling dapat
mengakibatkan bibit dalam kompot kompetisi sehingga penyerapan hara terhalang
dan akar beresiko menjadi rusak. Biasanya seedling dilakukan diletakkan di dalam
gelas bekas air mineral. Media yang digunakan untuk setiap anggrek berbeda-beda
tergantung pada kebutuhan airnya. Media untuk Dendrobium adalah sphagnum yang
dibalutkan pada akar tanaman, kemudian tanaman ditanam dalam gelas plastic yang
telah diisi sterofoam dan pakis cacah. Biasanya juga ditanam pada media pakis
batangan yang kemudian diikat menggunakan tali raffia. Ciri-ciri dari bibit yang siap
di seedling yaitu ditandai dengan perakaran yang tumbuh lebih kuat dan daun daun
tampak sudah keluar dari bibir pot.
c. Overpot (Pemindahan Bibit)
Overpot dilakukan ketika tanaman dalam single pot memenuhi syarat untuk
dipindahkan, yaitu ditandai denga banyaknya umbi. Tanamn dipindahkan ke pot yang
lebih besar. Biasanya dilakukan setelah seedling berumur 2-3 bulan. Media yang
digunakan adalah potongan pakis batangan yang disusun secara teratur atau satu per
satu dan diikat denga tali raffia.
d. Repotting
Repotting atau pengepotan ulang adalah pemindahan tanaman tanaman dari pot yang
lama ke pot yang baru. Repotting dilakukan jika anggrek pada pot seedling telah
tumbuh besar dan memenuhi popt plastik. Pengepotan ulang dilakukan dengan alasan
media dalam pot seedling telah lapuk dan hancur sehingga ph menjadi rendah (asam)
dan rentan terhadap serangan penyakit (Parnata, 2005). Selain itu juga untuk
mengantisipasi media yang telah kehabisan unsur hara. Media untuk repotting juga
berbeda untuk setiap jenis anggrek tergantung kebutuhan airnya.

PENGOLAHAN LIMBAH MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF

pencemaran_air
Sebagaimana kita ketahui banyak metode dalam pengolahan limbah salah satunya
metode biologis dengan pemanfaatan lumpur aktif. Proses pengolahan limbah dengan
metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis
untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme
sendiri selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material, juga menjadikan
material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya. Metode pengolahan
lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses pengolahan air limbah yang
memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut.

Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang
pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini diadopsi
seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara biologi. Proses
ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik
menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa
blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang
akan mengendap di tangki penjernihan (Gariel Bitton, 1994).

Anna dan Malte (1994) berpendapat keberhasilan pengolahan limbah secara biologi
dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan bakteri untuk membentuk flok, dengan
demikian akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif adalah
ekosistem yang komplek yang terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan organisme-
organisme lain. Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks
Volume Lumpur (Sludge Volume Index = SVI) dan Stirrd Sludge Volume Index
(SSVI). Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok, yang
diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S). Pada kesempatan lain Anna dan Malte
(1997) menyatakan bahwa proses lumpur aktif dalam pengolahan air limbah
tergantung pada pembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme
(terutama bakteri), partikel inorganik, dan polimer exoselular. Selama pengendapan
flok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada
permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan
pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya
dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok tergantung pada hypobisitas
internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer dalam flok, dan tegangan
permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitas lumpur granular dari reaktor lumpur
anaerobik.

Frank et all (1996) mencoba menggambarkan bahwa dalam sistem pengolah lumpur
aktif baik untuk domestik maupun industri mengandung 1-5% padatan total dan 95-
99% bulk water (liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpur merupakan proses yang
mahal, dilakukan dengan mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan
(dewatering). Pada bagian lain dinyatakan pula bahwa konsentrasi besi yang tinggi
konsentrasi besi yang tinggi, 70-90% dalam bentuk Fe (III), ditemukan dalam lumpur
aktif. akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui penambahan
FeSO4 yang digunakan untuk menghilangkan fosfor. Jumlah besi dalam lumpur aktif
akan berkurang setelah memasuki kondisi anaerobik dan mungkin berasosiasi dengan
adanya aktifitas bakteri heterotrofik. Berkurangnya fosfor dalam lumpur aktif dapat
menyebabkan fosfor terlepas kedalam air. Jika ini terjadi merupakan potensi untuk
terjadinya eutrofikasi pada perairan.

Dewasa ini metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan air limbah yang
paling banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode lumpur
aktif dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis industri
seperti industri pangan, Perhotelan, Rumah tinggal, Sekolah, bahan Pabrik dan lain
sebaginya.

Dengan menerapkan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung
senyawa organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut
dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya.
Diharapkan pemanfaatan sistem daur ulang air limbah akan dapat mengatasi
permasalahan persediaan cadangan air tanah demi kelangsungan kegiatan industri dan
kebutuhan masyarakat akan air.

CARA PENGOLAHAN LIMBAH

Dapat dilihat gambar seperti dibawah ini:
Limbah yang datang dari segala macam aktifitas akan ditampung kedalam bak
penyaring. bak penyaring berfungsi sebagai penyaring kotoran padat dan sampah
yang dapat mengganggu proses peralatan selanjutnya atau peralatan lainnya air yang
telah disaring selanjutnya menuju ke bak equalizing, bak equalizing berfungsi sebagai
penampung dalam proses awal agar kualitas air rata dan teratur.

Air kemudian di pompakan ke flow control box untuk selanjutnya masuk ke bak
aerasi, bak ini dilengkapi dengan air difuser yang berfungsi melarutkan udara kedalam
air sehingga bakteri menjadi aktif.

Di bak ini air limbah akan diproses dengan cara menambahkan atau melarutkan udara
kedalam air dan menambahkan lumpur aktif yg diperoleh dari bak pengendap atau
sedimentation tank. Bak ini berfungsi untuk mengendapkan lumpur yang datang dari
aerasi dengan tujuan mempercepat pengendapan struktur, sehingga dibuat seperti
limas segi empat.

Lumpur yang mengendap akan diangkat oleh airlift melalui udara blower kemudian
lumpur ditampung ke setiap distributor box untuk di distribusikan ke bak aerasi, bak
penampungan lumpur dan bak klorinasi atau clorinasi tank. Setelah air diendapkan
proses selanjutnya biasanya menambahkan bahan kimia yg berfungsi untuk
membunuh kuman, namun bisa juga tidak menggunakan bahan kimia, hal tersebut
dapat diatasi dengan menambahkan bakteri aktif pada saat proses aerasi. Bak
penampung air olahan atau efluent tank adalah bak yang berfungsi sebagai bak
penampung air olahan yang dihasilkan oleh unit pengolahan limbah untuk disalurkan
ke water tank, air yang masuk ke bak ini adalah air yg sudah di proses bebas dari
kuman

Apa Itu Sludge Thickening? Sludge thickening adalah alat yang berfungsi untuk
mengurangi kadar air (liquid) dalam lumpur, sehingga menambah kandungan solid
(padatan) dalam lumpur.

Pabrik pengolahan air limbah pada umumnya menggunakan perangkat penebalan
untuk meningkatkan konsentrasi padatan pada akhir langkah proses tertentu dalam
proses lumpur aktif. Penebalan meningkatkan kandungan padatan lumpur dan
mengurangi volume air gratis sehingga meminimalkan beban unit pada proses hilir
seperti pencernaan dan dewatering.

Proses yang digunakan penebalan mencakup penebalan gravitasi,

flotasi udara terlarut, sabuk penebalan gravitasi dan rotary drum penebalan. Jenis
penebalan dipilih biasanya ditentukan oleh ukuran dari pabril limbah, hambatan fisik
dan proses hilir.

Di pabrik pengolahan air limbah yang kecil, penebalan biasanya terjadi secara
langsung di dalam tangki penyimpanan lumpur. Lumpur yang dikompersi di bagian
bawah tangki hanya oleh gaya gravitasi, sedangkan di atas lapisan lumpur air keruh
terbentuk, yang diambil dari tangki dan kembali ke inllet.

Peralatan mekanis tipe lumpur penebalan menggunakan proses fisik untuk
berkonsentrasi lumpur dengan menghapus bagian air sehingga mengarah ke
peningkatan jumlah presentase padat. Ada beberapa metode yang berbeda untuk
mencapai hal ini dari semua pilihan yang tersedia biasanya



isi lumpur dapat ditingkatkan dengan , 4-5 lipatan tergantug pada seberapa baik
peralatan dioperasikan.

Metode mengandalkan pada prinsip gravitasi dapat diterapkan baik diobati primer dan
bahkan limbah lumpur aktif. Hal ini biasanya dilakukan dalam tangki melingkar
serupa di desain dibandingkan dengan tangki sedimentasi tanaman khas. Aliran
lumpur berasal dari sistem aerasi diarahkan ke pusat dengan baik dan desain
sedemikian rupa sehingga ada cukup waktu penahanan yang cukup untuk
menyelesaikan baik untuk mengambil tempat. Sampah yang

Sampah yang dikumpulkan di bagian bawah tangki diperbolehkan untuk menetap,
menjadi kompak dan kemudian dipompa keluar dari pipa outlet limbah bawah akan
tetap baik digester atau sekunder dewatering. Biasanya ada bendung dan saluran
unutk air diperjelas untuk keluar meluap dan menyapu lengan berputar dengan pisau
akan berbalik kedalam gerakan melingkar untuk menciptakan efek pengadukan
lambat. Hasilnya adalah bahwa dengan melakukan ini, maka akan

dikumpulkan di bagian bawah tangki
memastikan bahwa kekompakan akan terjadi dan mendapatkan lumpur untuk
melakukan perjalanan ke bawah. Kadang-kadang proses dapat ditingkatkan dengan
memperlambat laju umpan sementara desain harus benar merencanakan untuk
memberikan waktu penahanan yang cukup.

Sistem Lumpur Aktif Konvensional

Tangki aerasi

Oksidasi aerobik material organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama masuk
dan tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (Return Activated Sludge =RAS) atau
disingkat LAB membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang mengandung
padatan tersuspensi sekitar 1.500 - 2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik.
Karakteristik dari proses lumpur aktif adalah adanya daur ulang dari biomassa.
Keadaan ini membuat waktu tinggal rata-rata sel (biomassa) menjadi lebih lama
dibanding waktu tinggal hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988). Keadaan tersebut
membuat sejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organik dalam
waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4 - 8 jam.

Tangki Sedimentasi

Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang dihasilkan
selama fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan diawal bahwa sebaghian
dari lumpur dalam tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB kedalam
tangki aerasi dan sisanya dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara makanan dan
mikroorganisme (F/M Ratio).

Parameter

Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985;
Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:

Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif
disebut sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran. MLSS
adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan
mineral, termasuk didalamnya adalah mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara
menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan
pada temperatur 1050C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.

Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS
diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup
dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan
memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600 - 6500C, dan nilainya
mendekati 65-75% dari MLSS.

Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan indikasi beban
organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili nilainya dalam
kilogram BOD per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson,
1986). Adapun formulasinya clip_image005[4]sebagai berikut : F/M = Q x BOD5

MLSS x V

dimana :

Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)

BOD5 = BOD5 (mg/l)

MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)

V = Volume tangki aerasi (Gallon)

Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi
lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi konvensional rasio
F/M adalah 0,2 - 0,5 lb BOD5/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika
digunakan oksigen murni(Hammer, 1986). Rasio F/M yang rendah mencerminkan
bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio
F/M pengolah limbah semakin efisien. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal
hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk
dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan
laju pengenceran (D) (Sterritt dan Lester, 1988).

HRT = 1/D = V/ Q

dimana :

V = Volume tangki aerasi

Q = Laju influent air limbah ke dalam tangki aerasi

D = Laju pengenceran.

Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata
mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu
tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya. Parameter ini
berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dihitung dengan
formula sebagai berikut (Hammer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983) :

Umur Lumpur (Hari) = MLSS x V

SSe x Qe + SSw X Qw

dimana :

MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).

V = Volume tangki aerasi (L)

SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)

SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)

Qe = Laju effluent limbah (m3/hari)

Qw = Laju influent limbah (m3/hari).

Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur aktif.
Pada musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA, 1987a).
Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan
organik, suplay oksigen, dan pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir.
Tangki ini mempunyai dua fungsi: penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk
operasi rutin, orang harus mengukur laju pengendapan lumpur dengan menentukan
indeks volume lumpur (SVI), Voster dan Johnston, 1987.

Penebalan Flotasi

Flotasi penebalan dianggap sebagai proses perbaikan metode dan pada dasarnya
menggunakan prinsip yang sama seperti disebutkan sebelumnya seperti sistem DAF.
Untuk rekap kembali, apa yang dilakukannya adalah bahwa udara tekanan
diperkenalkan ke saluran makanan yang masuk dan kemudian ini dialihkan ke sebuaj
kapal tekanan untuk memaksa udara untuk larut dalam air. Setelah itu, aliran akan
perlahan-lahan dilepas sehingga saat terkena tekanan atmosfir, udara yang terlarut
akan menjadi terdispresi halus gelembung membawa bersama-sama dengan lumput
itu mengambang ke atas. Metode flotasi biasanya diterapkan untuk limbah lumpur
aktif dan efisiensi sistem biasanya memperhitungkan udara terhadap padat dan
kadang-kadang penambahan koagulan atau polimer digunakan untuk membantu
dalam proses pemisahan.

clip_image006[4]clip_image008

Centrifugal Penebalan

Metode ini sering digunakan untuk limbah padat yang berasal dari proses pengolahan
biologis pertumbuhan tersuspensi. Secara umum dapat digunakan bersama-sama
dengan pengental gravitasi untuk lebih berkonsentrasi dan meningkatkan kadar padat.
Seperti disebutkan sebelumnya bukan hanya memainkan peran dan fungsi untuk
mengentalkan lumpur, tetapi membantu dalam proses dewatering juga.
Distribusi Bakteri Heteropik Aerobik Dalam Lumpur Aktif Standard (Hiraishi et al.
(1989).

Genus kelompok

PERSENTASI

DARI TOTAL ISOLAT

Comamonas-Pseudomonas

50

Alkaligenes

5.8

Pseudomonas (Kelompok Florescent)

1.0

Paracoccus

11.5

Unidentified (gram negative rods)

1.9

Aeromomas

1.9

Flavobacterium - Cytophaga

13.5

Bacillus

1.9

Micrococcus

1.9

Coryneform

5.8

Arthrobacter

1.9

Aureobacterium-Microbacterium

1.9

Jumlah total bakteri dalam lumpur aktif standard adalah 108 CFU/mg lumpur.
menunjukkan beberapa genus bakteri yang ditemui dalam standard lumpur aktif.
Sebagian besar bakteri yang diisolasi diidentifikasi sebagai spesies-spesies
Comamonas-Psudomonas.

Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air yang miskin bahan
organik, dapat diisolasi dari kebanyakan pengolahan limbah,

clip_image010



khususnya lumpur aktif (MacRae dan Smit, 1991).

Fungi

Lumpur aktif biasanya tidak mendukung kehidupan fungi walaupun beberapa
fungi berfilamen kadang-kadang ditemukan dalam flok lumpur aktif. Fungi dapat
tumbuh pesat dibawah kondisi pH yang rendah, toksik, dan limbah yang kekurangan
nitrogen. Genus yang dominan ditemukan dalam lumpur aktif adalah Geotrichum,
Penicillium, Cephalosporium, Cladosporium, dan Alternaria. Lumpur ringan (Sludge
Bulking) dapat dihasilkan oleh pertumbuhan yang pesat Geotrichum candidum, yang
dirangsang oleh pH rendah dari limbah yang asam.


Protozoa

Protozoa adalah significant predator dalam lumpur aktif seperti dalam
lingkungan akuatik alam. Pemakanan bakteri oleh protozoa dapat ditentukan dengan
eksperimen pemakanan bakteri yang telah diberi 14C atau 35C atau flouresen.
Pemakanan bakteri tersebut dapat mereduksi toksikan. Contoh, Aspidisca costata
yang memakan bakteri dalam lumpur aktif dapat menurunkan Kadmium. Protozoa
paling sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah Carchesium, Paramecium sp,
Opercularia sp, Chilodenella sp, Vorticella sp, Apidisca sp

Cilliata. Siliata atau bulu getar digunakan untuk pergerakan dan mendorong partikel
makanan kedalam mulut . Siliata dibagi menjadi tiga, yaitu : Siliata bebas (free),
merayap (creeping), dan bertangkai (stalked). Siliata bebas (tidak terikat) memakan
bakteri bebas yang terbang. Genus yang paling penting sering ditemukan dalam
lumpur aktif adalah Chilodonella, Colpidium, Blepharisma, Euplotes, Paramecium,
Lionotus, Trachelophyllum, dan Spirostomum. Siliata merayap memakan bakteri
yang berada dipermukaan flok lumpur aktif. Dua genus penting, yaitu : Aspidisca dan
Euplotes. Cilitas bertangkai menempel tangkainya pada flok. Tangkai mempunyai
myoneme untuk menangkap mangsa. Contoh siliata bertangkai adalah Vorticella,
Carchesium, Opercularia, dan Epistylis.


Rotifers

Rotifers adalah metazoa (organisme bersel banyak) dengan ukuran bervariasi
dari 100 mm - 500 m m. Tubuhnya menancap pada partikel flok dan sering tercabut
dari permukaan flok. Rotifers ditemukan dalam instalasi pengolahan air limbah
termasuk dua orde pertama, Bdelloidea (contoh : Philodina spp., Habrotrocha spp.)
dan Monogononta (contoh : Lecane spp., Notommata spp.). Peranan rotifers dalam
lumpur aktif adalah : (1) menghilangkan bakteri tersuspensi (contoh : bakteri yang
tidak membentuk flok; (2) memberi kontribusi terhadap pembentukan flok melalui
pelet kotoran yang dikelilingi oleh mukus. Kehadiran rotifers dalam tahap akhir
pengolahan limbah sistem lumpur aktif dikarenakan kenyataan bahwa hewan ini
mempunyai siliata yang kuat yang menolong dalam mencari makan dan menurunkan
jumlah bakteri tersuspensi (membuat air lebih jernih) dan aksi siliatanya lebih kuat
dibandingkan protozoa.

3. Alat Yang Digunakan
Gelas Kimia 2 buah
Aerator 1 buah
Cawan Penguap 1 buah
Desikator 1 buah
Erlenmeyer 1 buah
Kertas saring 2 buah
Spatula 1 buah
Batang Pengaduk 1 buah
Neraca Analitik 1 buah
Oven 1 buah
Termometer 1 buah
Kertas pH 1 buah

4. Bahan Yang Digunakan
Glukosa
KNO3
KH2PO4
NaOH
Aquadest
Tanah yang berasal dari selokan rumah tangga

5. Prosedur Kerja
Membuat substrat dengan berat masing-masing :
Glukosa 0,375 gr
KNO3 0,135 gr
KH2PO4 0,027 gr
Melarutkan substrat tersebut dalam 1 liter aquadest.
Menimbang tanah sebanyak 100 gr dan melarutkannya dalam air aquadest
sebanyak 1 liter didalam gelas kimia 2 liter.
Memasukkan substrat kedalam larutan tanah sebanyak 100 ml.
Mengecek pH, DO dan temperature serta TSS dari larutan tanah.
Melakukan aerasi secara terus menerus.
Melakukan pemberian substrat setiap hari dan pengecekan pH, DO, temperature
dan TSS dilakukan sampai dicapai biosolid yang diinginkan.

6. Data Pengamatan
Pengamatan Hari
Kamis Jumat Senin Selasa Rabu
Konduktivitas 6.9 ms 9,4 ms 11,3 ms 11,9 ms 13,2 ms
Suhu 28
0
C 25,7
0
C 26,6
0
C 26,6
0
C 27,1
0
C
Salinitas 0 % 0 % 0 % 0 % 0 %
TDS 4 mg/l 4 mg/l 6 mg/l 6 mg/l 7 mg/l
pH 5 5 6,5 7 7

Penetapan konsentrasi biomassa
Setelah dipanaskan dengan aquadest
Crus + tutup + kertas saring = 40,776 gr
Kertas saring = 0,3387 gr
Setelah dipanaskan dengan sampel
Crus + tutup + kertas saring = 40,7967 gr
Kertas saring = 0,34219 gr
Volume air sampel = 40 ml


7. Perhitungan
=


x 10
6
mg/l
=

x 10
6
mg/l
517,5 mg/l



8. Analisa Percobaan
Pada percobaan seeding dan aklimitasi yaitu pengembang biakaan
mikroorganisme, organisme yang akan dibiakkan kali ini adalah organisme yang
bersiat aerob. Lingkngan diatur agar hanya bakteri aerob saja yang tumbuh dan
membunuh mikroorganisme yang memiliki karakteristik yang berbeda. Hal yang
harus diperhatikan dalam penumbuhan mikroorganisme adalah pH, suhu serta
substratnya
Pada percobaan kali ini bakteri aerob yang ingin dibiakkan adalah bakteri yang
memakan nitrogen. Pertama-tama tanah dilarutkan pada 1 liter air. Masukkan ke
dalam wadah lalu tanah tersebut disaring dan dipindahkan ke dalam baskom, periksa
derajat keasamaan, pastikan agar derajat keasamaannya netral, bila nilai pH terlalu
basa dapat ditambahkan basa begitupun sebaliknya. Tahap selanjutnya adalah
pemberian makan bakteri makanan yang diberikan adalah larutan KNO
3
, KH
2
PO
4
,
dan glukosa. Makanan tersebut sesuai dengan kriteria mikroorganisme yang ingin
dikembangkan biakkan . Setelah diberi makan selanjutnya mengecek suhu,
konduktivitas, salinitas, dan TDS. Pada hariselanjutnya pengecekan dilakukan
sebelum pemberian makan, Dimaksudkan untuk mengetahui perubahan yang terjadi.
Pengecekan yang diutamakan adalah pengecekan TDS karena semakin tinggi TDS
maka semakin banyak mikroba yang berkembang. Lazimnya semakin diberi makan,
TDS akan semakin meningkat. Tahap selanjutnya yaitu menghitung TSS. TSS
berfungsi untuk mengetahui banyaknya mikroorganisme yang hidup. Nilai TSS
merupakan indikator adanya mikroorganismenyang aktif dan memegang peranan
penting dalam biologis. Langkah pertama kentungan TSS adalah kertas saring
dimasukkan ke dalam krusible lalu ditimbang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
berat awal kertas saring + krusible, selanjutnya dipanaskan di dalam oven selama 1
jam pada suhu 110
0
C. Lalu didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam desikator.
Lalu ambil 40 ml sampel air lalu dimasukkan ke dalam krusible dan timbang. Lalu
dipanaskan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 110
0
C dan dinginkan di dalam
desikator dan ditimbang. TSS yang didapat adalah 517,5 mg/l

9. Kesimpulan
Seeding adalah perkembang biakan satu mikroorganisme dengan memanipulasi
tempat tinggalnya, sedangkan aklimitasi adalah pemilihan mikroorganisme yang
akan dikembang biakkan
Hal yang perlu diperhatikan pada saat sesering adalah suhu, ph, dan
makanannya
Makanan yang diberi sesuai dengan karakteristik bakteri
Tujuan dilakukan sesering untuk mendapatkan lumpur aktif (lumpur yang dapat
ditumbuhi mikroorganisme)
Pemberian makanan bersifat kontinu agar pertumbuhan mikroorganisme stabil
TSS yang didapat pada praktikum kali ini adalah 517,5 mg/l

Daftar Pustaka

Tim Lab. Teknik Pengolahan Limbah.2013.Penuntun Praktikum Teknik Pengolahan
Limbah. Politeknik Negeri Sriwijaya : Palembang
http://kc12engineer.blogspot.com/2013/11/seeding-dan-aklimatisasi-aerob.html











Gambar Alat

Neraca Analitik Kaca Arloji Gelas Kimia Pengaduk


Aerator Desikator Baskom

Krusible

Anda mungkin juga menyukai