Anda di halaman 1dari 21

JURNAL WALENNAE

ISSN (p): 1411-0751


ISSN (e): 2508-121X

WALENNAE
JURNAL ARKEOLOGI SULAWESI SELATAN DAN TENGGARA
Journal of Archaeological Research of South and Southeast Sulawesi
ISSN : 1411 – 0571
Volume 15, Nomor 2, November 2017

Dewan Redaksi

Pemimpin Redaksi
Fakhri, S.S.

Sidang Redaksi
Dr. Hasanuddin, M. Hum (Arkeologi Megalitik) Yadi Mulyadi, M. A. (Arkeologi Publik)
Balai Arkeologi Sulawesi Selatan Universitas Hasanuddin
M. Irfan Mahmud, M. Si. (Arkeologi Islam) Nur Ichsan Djindar, M. Hum. (Arkeologi Sejarah)
Balai Arkeologi Sulawesi Selatan Universitas Haluoleo
Syahruddin Mansyur, M. Hum. (Arkeologi Kolonial) Makmur, S. Kom. (Arkeologi Arsitektur Islam)
Balai Arkeologi Sulawesi Selatan Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
Drs. Budianto Hakim (Arkeologi Mesolitik) Dra. Bernadeta A.K.W., M. Si. (Etnoarkeologi)
Balai Arkeologi Sulawesi Selatan Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
Muhammad Nur, M. A. (Arkeologi Paleolitik) Unggul Prasetyo Wibowo, Phd. (Geologi)
Universitas Hasanuddin Institut Teknologi Bandung
Drs. Iwan Sumantri, M. A., M. Si. (Arkeologi Sosial)
Universitas Hasanuddin

Mitra Bestari
Prof. Dr. Akin Duli, M. A. (Universitas Hasanuddin, Indonesia)
Prof. (Ris.) M. Th. Naniek Harkantiningsih (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Indonesia)
Dr. Anggraini Priadi, M. A. (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
Dr. David Bulbeck (Australian National University, Australia)
Dr. Muhlis Hadrawi, M. Hum. (Universitas Hasanuddin, Indonesia)
Drs. M. Bashori Imron, M. Si. (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indonesia)

Redaksi Pelaksana
Ratno Sardi M., S.S.
Ade Sahroni, S.T.
Suryatman, S.S.
Hasrianti, S.S.

Alamat Redaksi
Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
Jalan Pajaiyang No. 13 Sudiang Raya, Makassar 90242
Telepon : 0411 – 510490 Fax. : 0411 – 510498
Email : jurnal.walennae@gmail.com
Open Journal System (OJS) : www.walennae.kemdikbud.go.id
Website: www.arkeologi-sulawesi.com

JURNAL WALENNAE, VOLUME 15, NOMOR 2, NOVEMBER 2017 |i


Copyright ©Jurnal Walennae – Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
JURNAL WALENNAE
ISSN (p): 1411-0751
ISSN (e): 2508-121X

PENGANTAR REDAKSI

Segala puji tak terhingga bagi Tuhan semesta alam serta salam dan shalawat bagi Nabi
dan Rasul utusanNya. Sebagai sebuah media publikasi hasil penelitian, Jurnal Walennae
kembali terbit sebagai edisi penutup pada Volume 15 tahun 2017. Pada edisi kali ini, sejumlah
artikel merupakan konstribusi para Peneliti di Balai Arkeologi Sulawesi Selatan dan juga
pemerhati arkeologi dan kebudayaan yang ada di Sulawesi. Artikel pertama dalam edisi ini
disajikan oleh A. Muh. Saiful dan Basran Burhan dengan tema lukisan fauna dan lanskap
budaya. Melalui penelusuran berbagai hasil penelitian di kawasan kars Sulawesi bagian selatan,
dalam artikel ini, penulis berhasil mengklasifikasi jenis fauna dan keletakan situs berlukis di
wilayah tersebut. Hasil identifikasi lukisan fauna, pola sebaran gua dan lingkungan masa lalu
menjelaskan bahwa kawasan gua-gua prasejarah di bagian selatan Sulawesi merupakan lanskap
budaya yang telah diokupasi oleh dua kelompok identitas yang berbeda berdasarkan karakter
lukisannya.
Artikel kedua, disajikan oleh Fakhri dengan tema identifikasi jenis manusia pendukung
kebudayaan gua. Berangkat dari data arkeologi yang bersumber dari hasil ekskavasi di situs
Gua Balang Metti, penulis melakukan analisis dan identifikasi bagian-bagian rangka yang
ditemukan di situs tersebut. Berdasarkan analisis tulang rangka manusia dan temuan yang
kontekstual di Situs Balang Metti berupa artefak batu, artefak tulang dan fragmen tembikar,
diketahui bahwa manusia pendukung situs tersebut adalah jenis manusia mongoloid dengan
kebudayaan penutur bahasa Austronesia pada masa kurang dari 3000 tahun yang lalu.
Artikel berikutnya, adalah dua artikel dengan periodisasi arkeologi sejarah. Pertama,
ditulis oleh Feby Wulandari yang mengangkat tema arkeologi pemukiman di Situs Cenrana.
Melalui analisis pemukiman skala semi-mikro, penelitian ini menggambarkan pengaturan
ruang pemukiman di Situs Cenrana, dengan empat pembagian ruang yaitu: lokasi pemerintahan,
lokasi produksi, lokasi pemukiman, dan lokasi sakral. Analisis kondisi lingkungan di situs ini
memberi petunjuk bahwa keadaan lingkungan, seperti; keadaan geografis, karakteristik lahan,
sumberdaya alam dan aksesibilitas merupakan faktor utama pembagian ruang situs Cenrana.
Kedua, ditulis oleh Makmur yang mengangkat tema transformasi sosial-politik Kerajaan
Nepo. Melalui penelusuran naskah lontara dan hasil observasi di bekas wilayah Kerajaan
Nepo, artikel ini berhasil menggambarkan proses transformasi, sistem tata kelola kerajaan,
transformasi pemukiman dan pertanian pada masa awal Kerajaan Nepo.
Artikel terakhir pada edisi ini ditutup oleh Ansar Rasyid yang mengangkat tema
berbeda dan belum banyak ditulis yaitu arkeologi eksperimental (Experimental Archaeology).
Melalui metode eksperimen (percobaan) pembuatan alat batu dengan teknik penyerpihan,
dalam artikel ini dijelaskan secara rinci proses pembuatan serpih bilah dan bentuk yang
dihasilkan. Hasil eksperimen juga memperlihatkan keahlian manusia membuat alat dan
bagaimana kemampuan mental pendukung budaya alat serpih dalam memikirkan dan
mempersiapkan rangkaian operasional pembuatan alat serpih.
Demikian ulasan singkat keseluruhan artikel pada edisi ini. Semoga dapat menambah
informasi dan pengetahuan pembaca tentang sejarah budaya khususnya di Sulawesi Selatan.
Akhir kata, redaksi senantiasa mengharapkan koreksi dan masukan dari pembaca demi
peningkatan kualitas terbitan selanjutnya.

Dewan Redaksi

ii | JURNAL WALENNAE, VOLUME 15, NOMOR 2, NOVEMBER 2017


Copyright ©Jurnal Walennae – Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
JURNAL WALENNAE
ISSN (p): 1411-0751
ISSN (e): 2508-121X

DAFTAR ISI

Lembar Dewan Redaksi i


Pengantar Redaksi ii
Daftar Isi iii
Lembar Abstrak iv
Abstract Sheet v

A. Muh. Saiful dan Basran Burhan


Lukisan Fauna, Pola Sebaran dan Lanskap Budaya
di Kawasan Kars Sulawesi Bagian Selatan
Animal Painting, Distribution Pattern and Cultural Landscape: In the
Karts Region of Southern Sulawesi 89-100

Fakhri
Identifikasi Rangka Manusia Situs Gua Balang Metti,
Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan
Identification of Human Skeleton of Balang Metto Cave Site,
District of Bone, South Sulawesi 89-100

Feby Wulandari
Aspek Ruang Pemukiman di Sisi Selatan Tepi Aliran Sungai
Cenrana, Kabupaten Bone
Aspect of Settlements Space on the Southern Edge of the River
Flow Cenrana, District of Bone 101-116

Makmur
Transformasi Sosial-Politik Masa Awal Kerajaan Nepo: Kajian
Berdasarkan Sumber Naskah Lontara dan Data Arkeologi
Transformation of the Social-political in Early Nepo:
Study Based on Lontara Script and Archaeological Data 117-126

Ansar Rasyid
Teknik Pembuatan Serpih Bilah dengan Pendekatan Arkeologi Ekperimental
The Techniques of Making Blade-Flake with Experimental
Archaeological Approach 127-144

Indeks Penulis

Indeks

Appendix

JURNAL WALENNAE, VOLUME 15, NOMOR 2, NOVEMBER 2017


|iii Copyright ©Jurnal Walennae – Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
JURNAL WALENNAE
ISSN (p): 1411-0751
ISSN (e): 2508-121X

Lembar abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya


DDC : DDC :
A. Muh. Saiful dan Basran Burhan
Suryatman Fakhri
Lukisan
Artefak Fauna,
Litik diPola SebaranPrasejarah
Kawasan dan Lanskap Budaya
Batu di Kawasan
Ejayya: Teknologi Identifikasi Rangka Manusia Situs Gua Balang Metti, Kabupaten
Kars Sulawesi
Peralatan Selatan
Toalian di Pesisir Selatan Sulawesi Bone, Sulawesi Selatan
Vol. 15 No. 2, 1, November
Juni 2017,2017,Hal. Hal. Vol. 15 No. 2, November 2017, Hal.
Tulisan ini menyajikan
Batu Ejayya adalah salahstudi
satutentang
kawasanlanskap padahunian
prasejarah situs gua-gua
Toalian Gua Balang Metti adalah salah satu situs gua yang ditemukan di
yang memiliki
di pesisir selatangambar dari Kawasan
Sulawesi. masa prasejarah.
ini mulaiGua-gua prasejarah
dihuni pada masa kawasan budaya prasejarah Pattuku, Kabupaten Bone. Situs ini
di bagian selatan
pertengahan Pulau
hingga Sulawesi
akhir merupakan
holosen. Kawasankawasan
tersebutgua dengan
berada di memiliki potensi tinggalan arkeologis yang baik, mengingat
karakter lukisan batuan
wilayah formasi telapakVulkanik,
tangan dimana
dan fauna. Penelitian
ketersediaan ini
sumber ditemukannya satu rangka manusia dalam kondisi sangat rapuh.
difokuskan
bahan Chert pada lukisan
untuk fauna dan
peralatan lanskap
sulit budaya.Permasalahan
ditemukan. Metode yang Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis
digunakan
penelitiannyadiantaranya
adalah mengumpulkan
bagaimana perilaku hasil penelitian
penghunilukisan
Toaliandi manusia yang menjadi pendukung kebudayaan Situs Gua Balang
wilayah
membuatiniperalatan
kemudianlitik mengklasifikasi jenis lukisan
dengan keterbatasan bahanfauna dan
material Metti. Metode yang digunakan adalah ekskavasi dan analisis
keletakan
berkualitassitus
baikberlukis
di sekitartersebut
kawasan dalam peta
situs. dengan
Temuan menggunakan
artefak litik dari tulang rangka manusia dengan mengidentifikasi bagian-bagian
software
ekskavasi GIS. Software
dan survei akaninidianalisis
juga digunakan untukpada
dengan fokus menghitung
kategori rangka untuk penjelasan tentang jenis manusia yang menjadi
jarak situs terdekat
alat serpih dan terjauh
diretus, serpih tidak dengan
diretus,pantai
serpihdiutuh
masa Pleistosen.
dan batu inti penghuni gua Balang Metti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Hasil
pada identifikasi
bahan batuan berdasarkan
Chert lukisan fauna, polaHasil
dan Vulkanik. sebaran gua dan
penelitian rangka manusia situs gua Balang Metti dalah dari jenis manusia
lingkungan
menunjukkanmasa bahwa lalu menjelaskan
kebutuhan bahwa
peralatan kecilkawasan gua-gua
yang cenderung mongoloid dengan kebudayaan penutur bahasa Austronesia pada
prasejarah
tinggi dandirumit
bagianmengharuskan
selatan Sulawesi merupakan
mereka untuklanskap
mencari budaya
dan masa kurang dari 3000 tahun yang lalu. Penelitian ini telah
yang telah diokupasi
menemukan oleh dua sebagai
bahan tersebut kelompokbahanidentitas yang Tahapan
utama. berbeda memberi kontribusi awal dalam upaya mencari dan menelusuri
berdasarkan karakter
teknologi untuk bahan lukisannya.
Chert diawali dengan penyerpihan awal jejak manusia pendukung kebudayaan gua yang sampai saat ini
yang dilakukan
Kata diluar dari
Kunci: Lanskap, kawasan
lukisan fauna,situs. Bahan Vulkanik hanya
lingkungan. belum pernah ditemukan di Sulawesi.
sebagai bahan alternatif untuk peralatan berukuran besar dan tidak Kata K unci: Gua Balang Metti, rangka manusia, kebudayaan
membutuhkan modifikasi tinggi. gua.
Kata Kunci: Toalian, Teknologi, Bahan Material, Perilaku,
Kawasan Batu Ejayya.

DDC : DDC :
Feby Wulandari Makmur
Aspek Ruang Pemukiman di Sisi Selatan Tepi Aliran Sungai Transformasi Sosial-Politik Masa Awal Kerajaan Nepo: Kajian
Cenrana, Kabupaten Bone Berdasarkan Sumber Naskah Lontara dan Data Arkeologi
Vol. 15 No. 2, November 2017, Hal. Vol. 15 No. 2, November 2017, Hal.
Sumber-sumber sejarah menyebut, Situs Cenrana merupakan lokasi Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri jejak Kerajaan Nepo
pemukiman Kerajaan Bone pada masa pemerintahan La Patau Matanna yang berada di Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan, fokus
Tikka. Penelitian arkeologi yang dilakukan sebelumnya, menyebut bahwa kajiannya ialah masa awal Kerajaan Nepo pada saat dipimpin oleh
temuan arkeologi dan daya dukung lingkungan situs ini memberi indikasi
aspek pemanfaatan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Bone. Meski
Arung Pattapulo (empat puluh raja) sampai pemerintahan Arung
menyebut kondisi lingkungan sebagai salah satu indikasi aspek La Bongngo. Metode penelitian yang digunakan ialah pertama,
pemanfaatan situs, namun penelitian tersebut tidak menganalisis dan studi literatur yang sumber dari naskah Lontara Nepo dan Lontara
menjelaskan secara kontekstual kondisi lingkungan dimaksud. Dalam Manuba, hasil pembacaan naskah lontara dijadikan petunjuk awal
kerangka mengisi ruang tersebut, penelitian ini menitikberatkan pada untuk menelusuri topoinim atau tempat-tempat yang disebutkan
analisis kondisi lingkungan tinggalan arkeologis yang berada di sisi selatan dalam naskah Lontara Nepo. Metode yang kedua yaitu observasi
tepi aliran Sungai Cenrana. Analisis yang digunakan meliputi analisis langsung ke lapangan untuk merekam artefak dan fitur serta
pemukiman komunitas dalam skala semi-mikro. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaturan ruang pemukiman di Situs Cenrana
melakukan perekaman data ingatan kolektif masyarakat (tradisi
memanjang dari arah barat ke timur. Sementara, pola sebaran temuannya tutur) berupa wawancara masyarakat yang berkaitan dengan masa-
tidak beraturan dan terdapat empat pembagian ruang, yaitu: lokasi masa awal terbentuknya Kerajaan Nepo hingga masa
pemerintahan, lokasi produksi, lokasi pemukiman, dan lokasi sakral. Faktor pemerintahan Arung La Bongngo, sehingga mendapatkan
utama yang mempengaruhi pembagian ruang tersebut yaitu ekonomi dan gambaran proses transformasi kepemimpinan, sistem tata kelola
keadaan lingkungan yang mendukung, seperti; keadaan geografis, Kerajaan Nepo, transformasi pemukiman dan pertanian pada masa
karakteristik lahan, sumberdaya alam dan aksesibilitas. awal Kerajaan Nepo.
Kata K unci: Pemukiman, Cenrana, keruangan, lingkungan. Kata Kunci: Transformasi, Kerajaan Nepo, Lontara, Artefak dan
Fitur.

DDC :
Ansar Rasyid
Teknik Pembuatan Serpih Bilah dengan Pendekatan Arkeologi Eksperimetal
Vol. 15 No. 2, November 2017, Hal.
Penelitian yang dilakukan bertemakan, teknik pembuatan serpih bilah dengan menggunakan pendekatan arkeologi eksperimental.
Aktivitas eksperimen inilah yang dijadikan acuan untuk menjelaskan kemungkinan cara yang ditempuh manusia dalam hal memproduksi
artefak. Penelitian ini memiliki dua permasalahan meliputi, bagaimana proses pembuatan serpih bilah dengan teknik penyerpihan
langsung dan bentuk apa sajakah yang dihasilkan dari pemilihan dataran pukul secara acak dan di satu bidang datar pada material. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui kemungkinan cara-cara hidup manusia masa lampau dalam hal membuat alat batu serta mengetahui secara
rinci proses pembuatan serpih bilah. Metode yang digunakan meliputi pengumpulan data, pengolahan data dan interpretasi data dengan
menganalisis berdasarkan pada proses pembuatan serpih bilah dan bentuk yang dihasilkan. Hasil eksperimen berupa artefak serpih-bilah,
memperlihatkan keahlian manusia membuat alat serta kemampuan mental memikirkan dan mempersiapkan rangkaian operasionalnya.
Rangkaian operasional dalam eksperimen ini dapat memberi gambaran tentang rangkaian proses pembuatan jenis artefak batu yang
sebenarnya.
Kata Kunci: Eksperimen, duplikat, serpih-bilah, kemampuan mental.

iv | JURNAL WALENNAE, VOLUME 15, NOMOR 2, NOVEMBER 2017


Copyright ©Jurnal Walennae – Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
JURNAL WALENNAE
ISSN (p): 1411-0751
ISSN (e): 2508-121X

This abstracts sheet may be reproduced without permission or charge


DDC : DDC :
Suryatman
A. Muh. Saiful dan Basran Burhan Fakhri
Artefak Painting,
Animal Litik di Distribution
Kawasan Prasejarah
Pattern and Batu
Cultural
Ejayya:
in the
Teknologi
Karts Identification of Human Skeleton of Balang Metti Cave Site,
Peralatan
of Southern Toalian
Sulawesi
di Pesisir Selatan Sulawesi District of Bone, South Sulawesi
Vol. 15 No. 2, 1, November
Juni 2017,2017,Hal. Hal. Vol. 15 No. 2, November 2017, Hal.
Batu paper
This Ejayyapresents
adalah salah
a studysatu
of kawasan prasejarah
the landscape on thehunian
site of Toalian
several Balang Metti cave is one of the prehistoric sites that found in the
di pesisir
caves thatselatan Sulawesi.
have rock art ofKawasan ini mulai
prehistoric times. dihuni pada masa
Some prehistoric Pattuku Prehistoric Culture Area, Bone Regency. This site has a
pertengahan hingga akhir
caves in the southern of the holosen. Kawasan are
Island of Sulawesi, tersebut berada
the cave di
region good potential for archaeological remains, given the discovery of
wilayah
with handformasi
stencilsbatuan Vulkanik,
and painting dimana
animal. Thisketersediaan sumber
research is focused a human skeleton in a very fragile condition. This research was
bahan
on Chertanimal
painting untuk andperalatan
culturalsulit ditemukan.
landscape. Permasalahan
The methods used coducted in order to determine the type of Balang Metti man. The
penelitiannya
include collecting adalah bagaimana
the result of rockperilaku penghuni
art research in this Toalian
region, method used excavation and analysis of human skeletal bones to
membuat
then peralatan
classifying litikofdengan
the type paintingketerbatasan bahan material
animal and determining the identify parts of the order for a description of the type of human
berkualitas
layout of thebaik di sekitar
painting in thekawasan situs.
map using GISTemuan artefak
software. litik dari
This software being dwellers in Balang Metti cave. The results showed that the
ekskavasi
is also used dantosurvei akanboth
measure dianalisis
nearestdengan fokus pada
and farest kategori
site from the human skeleton of the Balang Metti cave site was from mongoloid
alat serpih
coastal diretus,
range serpih tidaktimes.
in Pleistocene diretus,
Theserpih
resultsutuh dan batu inti
of identification with Austronesian-speaking cultures less than 3000 years ago.
pada on
based bahan batuan painting,
the animal Chert dan Vulkanik.
cave pattern Hasil penelitian
distribution, and the This research has give early contribution in searching and
menunjukkan
environment inbahwa kebutuhan
the past, peralatanthat
finally explained kecil
the yang cenderung
prehistoric cave tracking human of cave culture that until now has never been found
tinggi
region indan
the rumit
Southernmengharuskan
part of Sulawesimereka untuk landscape
is a cultural mencari that
dan in Sulawesi.
menemukan
has bahanbytersebut
been occupied sebagai
two different bahan
identity utama.
groups basedTahapan
on the Keyword: Balang Metti Cave, human skeleton, cave culture.
teknologi untuk
characters of the bahan Chert diawali dengan penyerpihan awal
paintings.
yang dilakukan diluar animal
dari kawasan situs. Bahan Vulkanik hanya
Keyword: Landscape, painting, environment.
sebagai bahan alternatif untuk peralatan berukuran besar dan tidak
membutuhkan modifikasi tinggi.
Kata Kunci: Toalian, Teknologi, Bahan Material, Perilaku,
Kawasan Batu Ejayya.

DDC : DDC :
Feby Wulandari Makmur
Aspect of Settlements Space on the Southern Edge of the River Transformation of the Social-Political in Early Nepo Kingdom:
Flow Cenrana, District of Bone Study Based on Lontara Script and Archaeological Data
Vol. 15 No. 2, November 2017, Hal. Vol. 15 No. 2, November 2017, Hal.
Historical sources mention, Cenrana Site is a residential location of the This research is intended to improve the traces of the Nepo
Kingdom of Bone during the reign of La Patau Matanna Tikka. Kingdom located in Barru District of South Sulawesi Province,
Archaeological research conducted earlier, mentioned that archaeological focusing on the early studies of Nepo Kingdom when in lead by
findings and environmental carrying capacity of this site gives an indication
of the utilization aspect as the central government of the Kingdom of Bone.
Arung Pattapulo (forty kings) to the government of La Bongngo.
Although mentioning environmental conditions as one indication of aspects The first research method used, the literature study which is the
of site utilization, but the study does not analyze and explain contextually source of the Nepo lontara manuscript and Manuba Lontara, the
the environmental conditions referred. In the framework of filling the space, result of lontara manuscript reading is used as the initial guidance
this study focuses on the analysis of archaeological environmental to attract toponim or places in the lontara script. The second
conditions located on the southern edge of the Cenrana River flow. The method is direct observation of spaciousness for recording
analysis used included community residence analysis in semi-micro scale. artefacts and features and performs recording of collective
The results showed that the arrangement of residential space on the
Cenrana Site extends from west to east. Meanwhile, the pattern of
memory data of society (speech tradition) concept of society
distribution of the findings is irregular and there are four divisions of space, related to the early days of Nepo Kingdom until the reign of Arung
namely: location of government, production location, residential location, La Bongngo, Nepo Kingdom governance system, transformation
and sacred location. The main factors affecting the division of space are the of settlement and agriculture in the early days of Nepo Kingdom.
economic and environmental conditions that support, such as; geographical Keyword: Transformation, Nepo Kingdom, Lontara, Artifacts and
conditions, land characteristics, natural resources and accessibility.
Features.
Keyword: Settlement, Cenrana, spatial, environment.

DDC :
Ansar Rasyid
The Techniques of Making Blade-Flake with Experimetal Archaeological Approach
Vol. 15 No. 2, November 2017, Hal.
The theme of the research is the technique of making blades using an experimental archaeological approach. This experimental activity
used as a reference to explain the possible ways in which human beings produce artifacts. This research has two problems, how the
process of making blades by direct sampling techniques and what forms are generated from the selection of striking platform at random
and in one flat plane on the material. The purpose of this study is to find out the possibility of the ways of human life of the past in terms
of making stone tools and to know in detail the process of making blades. The methods used include data collection, data processing and
data interpretation by analyzing based on the process of making the blades and the resulting shapes. Experimental results by flake
artefacts, show human skill in making tools and mental ability to think and prepare the operational sequence. The operational sequences
in this experiment can illustrate the sequence of processes of making the actual type of stone artefacts.
Keyword: Experiment, duplication, blades-flake, mental ability.

JURNAL WALENNAE, VOLUME 15, NOMOR 2, NOVEMBER 2017 |v


Copyright ©Jurnal Walennae – Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
TRANSFORMASI SOSIAL-POLITIK MASA AWAL KERAJAAN NEPO:
KAJIAN BERDASARKAN SUMBER NASKAH LONTARA DAN
DATA ARKEOLOGI

Transformation of the Social-Political in Early Nepo Kingdom:


Study Based on Lontara Script and Archaeological Data
Makmur
Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
Jl. Pajjaiyang No. 13 Sudiang Raya Makassar, Indonesia
makmurdpmks@gmail.com

Naskah diterima: 31/08/2017; direvisi: 11/10-30/11/2017; disetujui: 30/11/2017


Publikasi ejurnal: 12/12/2017

Abstract
This research is intended to improve the traces of the Nepo Kingdom located in Barru District of South
Sulawesi Province, focusing on the early studies of Nepo Kingdom when in lead by Arung Pattapulo
(forty kings) to the government of La Bongngo. The first research method used, the literature study
which is the source of the Nepo lontara manuscript and Manuba Lontara, the result of lontara
manuscript reading is used as the initial guidance to attract toponim or places in the lontara script. The
second method is direct observation of spaciousness for recording artefacts and features and performs
recording of collective memory data of society (speech tradition) concept of society related to the early
days of Nepo Kingdom until the reign of Arung La Bongngo, Nepo Kingdom governance system,
transformation of settlement and agriculture in the early days of Nepo Kingdom.
Keywords: Transformation, Nepo Kingdom, Lontara, Artifacts and Features.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri jejak Kerajaan Nepo yang berada di Kabupaten Barru Propinsi
Sulawesi Selatan, fokus kajiannya ialah masa awal Kerajaan Nepo pada saat dipimpin oleh Arung
Pattapulo (empat puluh raja) sampai pemerintahan Arung La Bongngo. Metode penelitian yang
digunakan ialah pertama, studi literatur yang sumber dari naskah Lontara Nepo dan Lontara Manuba,
hasil pembacaan naskah lontara dijadikan petunjuk awal untuk menelusuri topoinim atau tempat-tempat
yang disebutkan dalam naskah Lontara Nepo. Metode yang kedua yaitu observasi langsung ke lapangan
untuk merekam artefak dan fitur serta melakukan perekaman data ingatan kolektif masyarakat (tradisi
tutur) berupa wawancara masyarakat yang berkaitan dengan masa-masa awal terbentuknya Kerajaan
Nepo hingga masa pemerintahan Arung La Bongngo, sehingga mendapatkan gambaran proses
transformasi kepemimpinan, sistem tata kelola Kerajaan Nepo, transformasi pemukiman dan pertanian
pada masa awal Kerajaan Nepo.
Kata Kunci: Transformasi, Kerajaan Nepo, Lontara, Artefak dan Fitur.

PENDAHULUAN masuk ke dalam jaringan perdagangan


Pada akhir milenium pertama dunia, hal itu dapat kita lihat dari temuan
masehi, kerajaan Bugis dan Makassar telah keramik Cina dari abad ke-10 di berbagai
menjalin konektifitas dengan berbagai situs di Sulawesi Selatan (Pelras, 2006: 53-
masyarakat yang berada di luar Pulau 54).
Sulawesi. Hal tersebut didorong oleh Pada masa selanjutnya yaitu abad ke-
intensifikasi perdagangan, perkembangan 14 hingga abad ke-16 terjadi perubahan
dibidang ekonomi, sosial, dan politik di kehidupan sosial, politik, ekonomi di
Pulau Sulawesi. Sehingga masyarakat yang kawasan Sulawesi Selatan. Ditandai dengan
mendiami Pulau Sulawesi Selatan telah pesatnya pertumbuhan penduduk,

Jurnal Walennae, Vol. 15, No. 2, November 2017: Hal. 117-126 | 117
perkembangan teknologi budidaya padi dan diantara mereka. Serta bagaimana para
perluasan wilayah berbagai kerajaan, diikuti Arung Pattapulo dalam menghadapi
dengan pembukaan lahan pertanian secara kontestasi antar kerajaan khususnya dalam
besar-besaran serta banyaknya wilayah regional pesisir barat yang pada saat
pembangunan pemukiman baru. Proses itu dikuasai oleh Kerajaan Suppa’ dan
perubahan tidak selalu berjalan mulus, bagaimana Arung La Bonggo bersama para
banyak diwarnai dengan konflik Arung Pattapulo membangun kerajaan Nepo
kepentingan dan persaingan antar berbagai melalui sumber daya alam yang dimiliki.
kerajaan. Akibat dari perubahan sosial Sehingga pertanyaan penelitian yang ingin
politik lahirlah sistem kerajaan utama dan dijawab ialah bagaimana transformasi
kerajaan bawahan yang didasarkan atas sosial-politik Kerajaan Nepo pada masa
hubungan perjanjian (Zid dkk, 2009: 39). awal?
Pada umumnya kerajaan-kerajaan di Menurut Antoniades, transformasi
Sulawesi Selatan bermula dari keberadaan adalah sebuah proses perubahan bentuk
Tomanurung, berbeda halnya dengan secara berangsur-angsur, sehingga sampai
Kerajaan Nepo di Kabupaten Barru Propinsi pada tahap akhir, perubahan dilakukan
Sulawesi Selatan. Awal terbentuknya dengan cara memberikan respon terhadap
Kerajaan Nepo dimulai dari keberadaan pengaruh perubahan unsur eksternal dan
Arung Pattapulo (empat puluh raja). Para internal (Bukit dkk, 2012:53). Transformasi
Arung mempunyai daerah otonom dalam selalu menyangkut perubahan masyarakat
pelaksanaan pemerintahan dalam konteks dari satu masyarakat yang lebih sederhana
wilayah teritori dan pengelolaan sumber ke masyarakat yang lebih modern (Zaeny,
daya alam. Penelusuran sejarah Kerajaan 2005:156). Perubahan sosial selalu berkaitan
Nepo telah banyak diungkap dalam buku dengan perubahan nilai-nilai sosial, pola
berjudul Kerajaan Nepo ditulis oleh A. perilaku, organisasi, lembaga
Rasyid Asba (2010). Buku tersebut kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat,
mengulas tentang peristiwa masa-masa awal kekuasaan dan kewenangan (Syani, 1995:
eksistensi Kerajaan Nepo dipimpin oleh 83-84).
empat puluh raja (Arung Pattapulo) yang Berdasarkan permasalahan yang
secara bersamaan, baik dalam aspek telah dikemukakan di atas, maka penelitian
kedudukan maupun dalam aspek kekuasaan ini bertujuan untuk memberikan gambaran
yang sama. Dalam buku tersebut juga tentang proses transformasi sosial politik
dibahas tentang raja-raja yang memimpin Kerajaan Nepo, menuju kedamaian dan
Kerajaan Nepo, mulai dari Arung La kesejahteraan di masa kepemimpinan Arung
Bongngo putra dari Datu Suppa’ yang La Bongngo. Agar dapat memberikan
diangkat untuk menjadi pemimpin di gambaran corak kebudayaan masyarakat
Kerajaan Nepo atas dasar permintaan Arung Nepo berdasarkan temuan arkeologis.
Pattapulo, sampai kepemimpinan Arung La
Calo (Asba, 2010: 37). METODE PENELITIAN
Buku tersebut lebih banyak Penelitian tentang Kerajan Nepo
memperbincangkan tentang periodisasi yang ada di Kecamatan Mallusetasi
antara satu raja dengan raja yang lain dalam Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan
memimpin Kerajaan Nepo. Belum melihat dilaksanakan pada tahun 2014. Penelitian ini
bagaimana pilihan-pilihan politik para berupaya melakukan penelusuran terhadap
Arung Pattapulo pada masa awal Kerajaan data arkeologi berkaitan dengan Kerajaan
Nepo. Seperti penguasaan lahan-lahan subur Nepo pada masa awal terbentuknya, guna
untuk menjaga keberlangsungan masyarakat mengetahui proses transformasi Kerajaan
mereka yang sering berujung konflik Nepo. Jenis penelitian ini adalah penelitian

118 | Transformasi Sosial-Politik Masa Awal Kerajaan Nepo……..Makmur


kualitatif yaitu mendeskripsikan atau Arung Latunreng, Arung Langélo, Arung
memberikan gambaran terhadap tempat Masiku, Arung Ngonynyi, Arung
bersejarah baik dalam aspek keletakan, Marowanging, Arung Dusu, Arung
bentuk maupun temuan-temuan berupa Atapang, dan lainnya” (Lontara Nepo Page
198, Terj. Hadrawi, 2014).
artefak dan fitur.
Metode pengumpulan data dengan Dalam proses kepemimpinan oleh
cara studi pustaka baik bersumber dari buku- empat puluh raja sangat sulit untuk
buku yang telah diterbitkan maupun dari mengambil suatu keputusan menyangkut
sumber naskah lontara Nepo dan lontara mereka. Karena kepentingan antara satu raja
Manuba, dari hasil pembacaan naskah dengan raja yang lain berbeda-beda, bahkan
lontara dijadikan petunjuk awal untuk sering berujung perang saudara antara satu
menelusuri toponim atau tempat-tempat kelompok dengan kelompok lain karena
yang disebutkan dalam naskah lontara. perbedaan pandangan atau satu kelompok
Kemudian melakukan observasi langsung ingin menguasai kelompok yang lain. Hal
kelapangan dengan teknik survei permukaan itulah yang kemudian mendorong berbagai
tanah, kegiatan ini dilakukan dengan cara raja bermusyawarah untuk membicarakan
mengamati permukaan tanah dengan jarak fenomena sosial tersebut. Maka munculah
dekat, pengamatan tersebut untuk inisiatif dari beberapa arung untuk mencari
mendapatkan data arkeologi dalam pemimpin untuk mereka, seperti di dalam
konteksnya dan lingkungan sekitarnya naskah lontara Nepo milik Yusuf H.A,
(Simanjuntak dkk, 2008: 22). Serta disebutkan:
“Dua tiga dari Arung Patappulo
melakukan perekaman data ingatan kolektif
kemudian berani mengangkat bicara dengan
masyarakat (tradisi tutur) berupa wawancara berkata: “Ada baiknya apabila kita membuat
masyarakat terkait dengan Kerajaan Nepo. kesepakatan untuk mencari seseorang yang
Analisis yang digunakan yaitu analisis menjadi Arung untuk memimpin kita sesama
morfologi, teknologi dan kontekstual Arung Patappulo. Namun, janganlah Arung
terhadap artefak yang ditemukan baik dari Talabangi statusnya sama saja dengan kita”.
segi keanekaragaman jenis, bentuk serta “Akhirnya pertemuan itu orang
fungsinya. Cerita-cerita dalam naskah Nepo melahirkan kesepakatan bersama,
Lontara Nepo dan Lontara Manuba Arung Patappulo akan berangkat ke Suppa’
khususnya tempat-tempat yang disebutkan untuk berjumpa dengan Datu Suppa’.
Mereka sepakat akan meminta seorang
dilakukan pengecekan lapangan.
turunan bangsawan Suppa’ untuk
mengangkatnya sebagai raja di Népo. Raja
HASIL DAN PEMBAHASAN itu kemudian akan dijadikan sebagai
1. Transformasi Kepemimpinan pemimpin para Arung Patappulo. Meskipun
Berbagai sumber tertulis telah demikian, kekuasaan tetap berada pada diri
banyak memberikan informasi bahwa masa para Arung Patappulo secara bersama-sama.
awal terbentuknya Kerajaan Nepo dipimpin Raja Nepo hanya menjadi pemimpin para
oleh empat puluh raja (Arung Pattapulo). Arung Patappulo” (Lontara Nepo Page 199,
Begitu juga ingatan kolektif masyarakat Terj. Hadrawi, 2014).
setempat juga menceritakan hal yang sama. Setelah mereka bertemu dengan
Seperti dalam naskah lontara Nepo milik Datu Suppa’, mereka meminta keturunan
Yusuf H.A, disebutkan bahwa : dari Datu Suppa’ untuk menjadi raja di Nepo
“Dahulu di Nepo ada empat puluh dan Datu Suppa’ menyetujui permintaan
40 arung, mereka bersama-bersama empat puluh raja Nepo, maka ditunjuklah
mengatur jalannya pemerintahan di Nepo. anaknya yang belum mempunyai jabatan
Mereka yang masih dicatat namanya dalam atau kedudukan yaitu La Bongngo. Meski La
lontara ialah Arung Talabangi, Arung Bongngo adalah orang bodoh dan tidak
Pacciro, Arung Tagulici, Arung Pabiungeng,

Jurnal Walennae, Vol. 15, No. 2, November 2017: Hal. 117-126 | 119
mempunyai harta akan tetapi empat puluh Suppa’, dimana pada masa itu Kerajaan
raja siap menerima konsekuensi tersebut dan Suppa’ merupakan kerajaan terbesar di
akan membuat La Bongngo menjadi pintar pesisir barat Sulawesi Selatan. Kerajaan
dan berharta. Datu Suppa’ pun berucap : Suppa’ juga pada masa itu sudah punya
“Datu Suppa’ La Teddulloppo kontak dagang dengan pihak-pihak luar,
menyambut ucapan Hadat Népo dan sehingga mempermudah bagi Kerajaan
berkata: “Wahai, Népo! Tinggi Nepo untuk memasarkan produk-produk
pengharapanmu pada anak kita, justru itu hasil pertanian mereka. Selain keuntungan
tinggi pula rasa kesyukuranku atas
ekonomi, Kerajaan Nepo terhindar dari
harapanmu pada diri saya. Semoga Tuhan
perang saudara antar empat puluh raja
memberi kalian kepuasan dalam mencari
pemimpin. Kami senang karena hambalah (Arung Pattapulo).
yang mencari tuan. Engkau mengatakan
bahwa engkau menelusuri turunan 2. Transformasi Sistem Kerajaan
bangsawan Tomanurung yang dihormati Nepo
untuk memerintah di Népo. Oleh karena itu, Pada masa kekuasaan empat pulu
saya berucap kepada kalian para pamanku raja (Arung Pattapulo) tidak ada sistem yang
serta para saudaraku di Népo bahwa, orang hirarkis yang mengikat antara para raja
yang dapat menjaga kalian agar tidak hampa (arung). Proses interaksi antara mereka
dan menyelimuti agar tidak kedinginan menggunakan hukum rimba, dimana yang
adalah orang yang diberi petunjuk oleh
paling kuat akan menguasi pihak yang
Dewata Yang Esa serta memiliki empat
lemah. Hal itu juga tercermin dalam
kekuatan sempurna” (Lontara Nepo Page
201, Terj. Hadrawi, 2014). penguasaan lahan-lahan subur, dimana yang
Di situlah awal proses transformasi kuat menempati lahan-lahan subur
dari kepemimpinan kolektif (empat puluh sedangkan yang lemah tersingkir ke tempat-
raja) menjadi kepemimpinan yang tunggal tempat tidak subur. Reposisi antara satu
yang dipimpin oleh Arung La Bongngo. kelompok dengan kelompok lain kerap
Permintaan Arung Pattapulo kepada Datu terjadi. Seperti di dalam naskah lontara
Suppa’ Teddung Lompoe bukan hanya Nepo milik Yusuf H.A disebutkan :
“Negeri Nepo terbagi dalam empat puluh
pertimbangan keturunan raja, tetapi juga
kampung. Mereka bersaudara dan
pertimbangan keamanan dan jalur
bersepupu. Bagi yang kuat, tinggal di tanah
perdagangan. Karena pada masa itu datar atau tanah hamparan pertanian. Tetapi
Kerajaan Suppa’ punya pengaruh besar di kampung yang lemah memilih tempat di
wilayah pesisir barat pulau Sulawesi gunung. Ada pula yang tinggal di tepi aliran
Selatan. sungai, dan ada juga yang tinggal di hutan-
Permintaan Empat puluh raja Nepo hutan” (Lontara Nepo Page 198, Terj.
ke Datu Suppa’, agar keturunannya menjadi Hadrawi, 2014).
raja di Nepo merupakan hubungan simbiosis Pola kehidupan sosial bermasyarakat
mutualisme, dimana dua pelah pihak sama- seperti itu, telah menimbulkan kesenjangan
sama saling menguntungkan. Pihak sosial yang tinggi, dimana kelompok yang
Kerajaan Suppa’ mendapatkan keuntungan kuat menguasai lahan subur dan pada
memperluas wilayah kekuasaan sehingga akhirnya lebih sejahtera, sedangkan
Kerajaan Nepo merupakan Palili Passajinge kelompok lemah hidup di lahan kurang
(kerajaan bagian yang didasarkan oleh subur dan akan termarjinalkan secara sosial
hubungan kekeluargaan), Kerajaan Nepo ekonomi (Jones, 2010:156).
berkewajiban memberikan upeti sebesar 4 Setelah terjadi transformasi
real (Lontara Manuba). Sedangkan kepemimpinan di Kerajaan Nepo, dimana
keuntungan bagi Kerajaan Nepo adalah sudah ada pemimpin tunggal, maka pada
mendapatkan perlindungan oleh Kerajaan saat itu pula akhir dari hukum rimba di

120 | Transformasi Sosial-Politik Masa Awal Kerajaan Nepo……..Makmur


Kerajaan Nepo. Untuk menjalankan roda struktur kerajaan seperti Salewatang,
pemerintahan, Arung La Bongngo juga Pabbicara, Matoa dan Dewan Adat. Bentuk-
membentuk struktur kerajaan untuk bentuk penyatuan beberapa kerajaan sangat
menjalankan pemerintahan, seperti di dalam umum dilakukan di Sulawesi Selatan seperti
naskah lontara Nepo milik Yusuf H.A, konfenderasi Ajatappareng yang
disebutkan: didalamnya tergabung Sidenreng, Rapang,
La Bongngo Membentuk Jabatan/ Dewan Suppa, Sawitto dan Alitta yang diperkirakan
Adat Kerajaan Nepo awal terbentuknya pada abad ke-15
Dibentuk pula satu Sulewatang serta dua (Muheminah dan Makmur, 2015:134).
Pabbicara. Persekutuan kampung atau wanuwa dapat
Sulewatang bertugas sebagai perwakilan raja
kita lihat di daerah Soppeng, enam puluh
dan mendidik para anak arung Népo.
wanuwa yang dipimpin oleh matowa di
Pabbicara adalah pejabat yang bertugas
menyelesaikan masalah-masalah perkara setiap wanua. Mereka berhasil mengangkat
hukum. Matowa adalah orang yang mengatur raja yaitu Tomanurung La Temamala dan
pejabat-pejabat istana kerajaan. posisi enam puluh matowa (Matowa
Sedangkan La Tima, La Tinrang, dan La Ennappulona) sebagai dewan adat
Pettupiyona, adalah orang-orang yang Kerajaan/Kedatuan Soppeng (Makmur dan
menjabat sebagai Dewan Adat Népo dan Hadrawi, 2016:167).
mereka pulalah yang menjaga kemuliaan Perubahan kepemimpinan di Kerajaan Nepo
serta martabat hukum kerajaan Népo (Lontara berakibat adanya pusat kekuasaan yaitu
Nepo Page 202, Terj. Hadrawi, 2014). kerajaan, jejak Kerajaan Nepo terdapat di
Narasi dalam naskah tersebut di atas Desa Nepo Kecamatan Mallusetasi
memperlihatkan bahwa struktur Kerajaan Kabupaten Barru. Menurut masyarakat
Nepo sudah baik, dimana Arung La Bongngo lokal, bahwa bekas istana Kerajaan Nepo
telah dibantu oleh Salewatang, Pabbicara, ada 2 (dua) yaitu:
Matoa dan Dewan Adat dalam menjalankan
pemerintahan. Naskah tersebut juga a. Bekas Istana Kerajaan Nepo
menggambarkan kompleksitas kehidupan di Letak bekas Istana Kerajaan Nepo
Kerajaan Nepo sudah sangat nampak. berada di sisi kiri jalan poros desa, tepatnya
Dimana sudah ada perwakilan raja ketika di depan kompleks pemakaman yang ada di
raja tidak bisa menghadiri sebuah acara dan Desa Nepo dengan posisi astronomi lintang
ada juga orang yang bertugas untuk selatan 04° 11’ 30.7” bujur timur 119° 40’
meningkatkan Sumber Daya Manusia 28.3” dengan ketinggian 27 MDPL.
(SDM) para arung yang ada di Nepo. Tinggalan arkeologi yang ditemukan
Lembaga yudikatif yang bertugas dilokasi ini berupa sebaran fragmen gerabah
menegakkan supremasi hukum, begitu pula dan fragmen keramik. Lokasi istana
sudah ada orang bertugas mengatur pejabat Kerajaan Nepo kini sudah menjadi area
kerajaan. Selain fungsi-fungsi eksekutif juga persawahan masyarakat.
sudah ada fungsi penyeimbang (legislatif) Temuan fragmen keramik
pemerintahan, yang bertugas untuk menjaga didominasi oleh keramik Qing (abad 17-18)
kemuliaan serta martabat hukum Kerajaan yaitu sebanyak 19 buah, kemudian keramik
Nepo. Eropa (abad 18-19) sebanyak 9 buah dan
Perubahan sistem kepemimpinan Keramik yang lebih tua yaitu sawankhalok
sesungguhnya tidak mengubah ciri khas (abad 16) sebanyak 1 buah, begitu pula
Kerajaan Nepo sebagai kerajaan konfederasi ditemukan fregmen gerabah sebanyak 39
yang dibentuk oleh para Arung Pattapulo, buah (Muhaeminah dkk, 2014:57).
karena dalam menjalankan pemerintahan
sepenuhnya dilakukan oleh para Arung
Pattapulo yang diposisikan ke dalam

Jurnal Walennae, Vol. 15, No. 2, November 2017: Hal. 117-126 | 121
b. Bekas Istana Kerajaan Nepo (kini di selatan 04° 10’ 30.4” bujur timur 119° 40’
depan Nepo) 06.1” dengan ketinggian 41 MDPL, lokasi
Menurut informasi masyarakat ini berada di pinggir sungai yang cukup
bahwa istana Kerajaan Nepo pernah besar. Situs Masreppang adalah bekas
dipindahkan ke sebelah barat, sekitar 100 pemukiman Arung Mareppang, lokasi ini
meter dari lokasi istana yang pertama, telah berubah menjadi area persawahan
tepatnya di depan masjid di Desa Nepo, masyarakat, sebaran fragmen gerabah dan
dengan posisi astronomi lintang selatan 04° fragmen keramik cukup padat ditemukan di
11’ 36.8” bujur timur 119° 40’ 28.8” dengan dalam area persawahan. Sampel data yang
ketinggian 28 MDPL. Lokasi ini sekarang diambil adalah fragmen keramik dinasti
sudah menjadi rumah salah satu masyarakat. Ming Bw (abad 16-17) 3 buah, fragmen
Namun jejak-jejak arkeologi masih bisa keramik dinasti Swatow (abad ke 17) 2
ditemukan berupa fragmen keramik Qing buah, fragmen keramik dinasti Qing (abad
(abad 17-18) sebanyak 19 buah, keramik ke 17-18) 8 buah, fragmen keramik dinasti
Ming (abad 16-17) sebanyak 1 buah dan 1 Qing Muda (abad ke 20) 4 buah, fragmen
(satu) buah mata uang Belanda keramik Vietnam (abad 15-16) 2 buah,
(Muhaeminah dkk, 2014:57). fragmen keramik Eropa (abad 18-19) 9
Hasil identifikasi keramik menunjuk buah, dan fragmen gerabah 32 buah
bahwa kronologi di bekas istana Kerajaan (Muhaeminah dkk, 2014:57). Temuan lain
Nepo yang paling tua berasal dari abad ke- berupa struktur pondasi bekas masjid yang
16, meski jumlahnya tidak representatif terbuat dari susunan batu andesit dan sudah
dibandingkan dengan abad selanjutnya. dieratkan dengan semen.
Kemungkinan pada abad ke 16, merupakan
awal kontak para arung di Nepo dengan b. Pemukiman Arung Topporeng
masyarakat luar, sementara keramik periode Situs Topporeng terletak di pinggir
selanjutnya yaitu abad ke 17-18 merupakan jalan Desa Nepo, tepatnya berada di samping
puncak kejayaan Kerajaan Nepo, kemudian SLTP. Secara administrasi Situs Topporeng
pada abad ke 18-19 mengalami penurunan. berada di wilayah Dusun Topporeng Desa
Nepo Kecamatan Mallusetasi dengan posisi
3. Transformasi Pemukiman Arung astronomi lintang selatan 04° 11’ 09.6” bujur
Nepo timur 119° 39’ 24.5” dengan ketinggian 27
Pemukiman para Arung Pattapulo MDPL. Bekas pemukiman Arung
(empat puluh raja) di Nepo kerap kali Topporeng sudah berubah menjadi salah
berpindah, karena kalah dengan arung yang satu rumah yang dimiliki oleh masyarakat
lebih kuat, mereka berpindah ke gunung- setempat. Temuan arkeologis berupa
gunung ada pula berpindah ke lereng-lereng. fragmen keramik dan gerabah cukup padat
Setelah terjadi transformasi kepemimpinan dan tersebar di wilayah tersebut. Berikut ini
dan sistem kerajaan, semua wilayah telah data fragmen keramik dinasti Qing (abad ke
dibagi-bagi dan sifatnya sudah tetap, 17-18) 4 buah, fragmen keramik Stoneware
sehingga setiap arung mempunyai satu (abad 17-18) 1 buah, fragmen keramik
wilayah kekuasaan. Adapun pemukiman- Eropa (abad ke 18-19) 4 buah, dan fragmen
pemukiman arung yang masih bisa gerabah 26 buah (Muhaeminah dkk,
ditemukan hingga saat ini adalah: 2014:57).

a. Pemukiman Arung Mareppang c. Pemukiman Arung Mario Rio


Situs Mareppang berada diwilayah Situs Mario Rio berada dalam
Dusun Mareppang Desa Nepo Kecamatan wilayah administrasi Dusun Mario Rio Desa
Mallusetasi dengan posisi astronomi lintang Nepo Kecamatan Mallusetasi dengan posisi

122 | Transformasi Sosial-Politik Masa Awal Kerajaan Nepo……..Makmur


astronomi lintang selatan 04° 10’ 40.3” bujur arkeologi yang ada dipermukaan tanah
timur 119° 39’ 15.1” dengan ketinggian 28 hanya dua buah fragmen tembikar
MDPL. Bekas pemukiman Arung Mario Rio disebabkan daerah ini sering mengalami
kini tinggal sebidang tanah tanpa ada banjir hingga ketinggian + 1 M (
bangunan, di dalamnya banyak ditumbuhi Muhaeminah dkk, 2014:57).
oleh tanaman pisang dan pohon-pohon Sebaran fragmen keramik dan
besar. Pada area tersebut terdapat dua buah fragmen gerabah dipemukiman para arung
lesung batu yang memiliki jejak pakai yang di Nepo cukup padat. Fragmen keramik yang
cukup halus pada lubang lesung batu. ditemukan cukup beragam mulai dari
Sebaran fragmen keramik dinasti Ming Bw keramik kronologi tertua berasal dari
(abad ke 16) 1 buah, fragmen keramik Vietnam abad 16, keramik Sawankhalok
dinasti Qing (abad 17-18) 17 buah, fragmen abad 16, keramik dinasti Ming abad 16-17,
keramik Swatow (abad 17) 5 buah, fragmen keramik dinasti Qing abad 17-18, keramik
keramik Vietnam (abad 16) 1 buah, fragmen Swatow abad 17, keramik Eropa abad 18-19,
keramik Eropa (abad 18-19) 34 buah, keramik Stoneware Cina abad 18-19.
fragmen keramik Stoneware (abad ke-19) Frekwensi temuan yang paling banyak
Cina 3 buah, dan fragmen gerabah 38 buah ditemukan di pemukiman Arung Mario Rio
(Muhaeminah dkk, 2014:57). sebanyak 61 buah fragmen keramik. Di
pemukiman Arung Mareppang sebanyak 28
d. Pemukiman Arung Cengkenge buah fragmen keramik, selanjutnya
Situs Cengkenge berdekatan dengan pemukiman Topporeng sebanyak 12 buah
sawah Lapetupiona dan Situs Atapang yang fragmen keramik, dan yang paling sedikit di
berada di Desa Batu Putih Kecamatan pemukiman Cengkeng sebanyak 6 buah
Mallusetasi dengan posisi astronomi lintang fragmen keramik. Hal ini menandakan
selatan 04° 12’ 20.0” bujur timur 119° 38’ bahwa pemukiman Arung Mario Rio
30.4” dengan ketinggian 19 MDPL. Bekas merupakan pemukiman yang paling tinggi
Soraja atau rumah Arung Cengkenge berada nilai strategisnya dibandingkan dengan
di bukit-bukit kecil yang disampingnya pemukiman para arung yang lain. Di
terdapat sungai. Area ini dipenuhi oleh pemukiman Arung Mario Rio ditemukan
tumbuhan-tumbuhan liar, akan tetapi masih lesung 2 buah yang jejak pakainya cukup
ada fragmen gerabah dan fragmen keramik halus.
di dalam area tersebut yang dapat Hasil identifikasi keramik
ditemukan. Temuan fragmen keramik menunjukkan bahwa kronologi relatif di
dinasti Qing (abad 17-18) 3 buah, fragmen wilayah pemukiman para arung di Nepo.
keramik Eropa (abad 18-19) 3 buah, dan Fragmen keramik paling tua berasal dari
fragmen gerabah 13 buah (Muhaeminah abad ke-16, meski jumlahnya tidak banyak
dkk, 2014:57). dibandingkan dengan abad selanjutnya.
Sementara keramik periode selanjutnya
e. Pemukiman Arung Lapao yaitu abad ke 17-18, dimana fase ini
Situs Lapao berada di Dusun Lapao merupakan fase perkembangan pemukiman
Desa Manuba Kecamatan Mallusetasi para arung di Nepo. Puncak perkembangan
dengan posisi astronomi lintang selatan 04° pemukiman para arung di Nepo berada pada
12’ 50.3” bujur timur 119° 39’ 04.2” dengan abad ke 18-19, dimana pada saat periode
ketinggian 12 MDPL. Situs ini merupakan yang sama pusat Kerajaan Nepo mengalami
bekas pemukiman Arung Lapao yang kini kemunduran.
hanya tinggal sebidang tanah yang Keberadaan temuan keramik di
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk wilayah pemukiman para arung di Nepo
menanam pohon pisang. Tinggalan berhubungan erat dengan proses perniagaan,

Jurnal Walennae, Vol. 15, No. 2, November 2017: Hal. 117-126 | 123
Kecamatan Mallusetasi dengan posisi
astronomi lintang selatan 04° 10’ 46.3” bujur
timur 119° 38’ 43.7” dengan ketinggian 23
MDPL. Aktifitas keseharian orang-orang
Pakkang telah meresahkan masyarakat
setempat. Banyak melakukan perampokan
terhadap masyarakat yang melintas di daerah
tersebut, akibat ulahnya pihak Kerajaan
Nepo memindahkan orang-orang Pakkang
Gambar 1. Fragmen keramik (kiri) dan gerabah ke daerah Atapang, dan sawah Diapung
(kanan) di bekas Istana Kerajaan Nepo diambil alih oleh pihak Kerajaan Nepo.
(Sumber: Dok. Balai Arkeologi Makassar, Tahun
Setelah orang-orang Pakkang
2014)
bermukim di daerah Atapang, pihak
karena keramik merupakan barang yang Kerajaan Nepo kembali memberikan izin
diperdagangkan pada masa tersebut. untuk membuka area persawahan. Orang-
Sedangkan temuan fragmen gerabah di orang Pakkang berhasil membuka area
identifikasi sebagai kendi dan tempayan. persawahan, yang kemudian diberikan nama
Sementara temuan dua buah lesung batu di sawah Lapetupiona. Area persawahan
pemukiman Arung Mario Rio yang tersebut masih bisa ditemukan, yaitu berada
dipergunakan untuk menumbuk biji-bijian di wilayah administrasi Desa Batu Putih
dari hasil pertanian, hal itu menandakan Kecamatan Mallusetasi dengan posisi
bahwa corak kebudayaan masyarakat Nepo astronomi lintang selatan 04° 12’ 17.2” bujur
merupakan masyarakat agraris. Sementara timur 119° 38’ 31.5” dengan ketinggian 16
temuan struktur pondasi masjid di MDPL. Kebiasaan orang-orang Pakkang
pemukiman Arung Mareppang masih baru melakukan perampokan terhadap
karena sudah memakai bahan semen, ini masyarakat setempat masih dilakukan dan
diperkirakan dibuat pada abad ke 19-20 pihak Kerajaan Nepo kembali memindahkan
karena pada masa tersebut Islam sudah mereka ke wilayah Congko, sedangkan
menyebar luar hingga ke pelosok Sulawesi. sawah yang telah mereka buat diambil alih
oleh pihak Kerajaan Nepo.
4. Corak Kebudayaan Agraris Pada saat orang-orang Pakkang
Masyarakat Nepo bermukim di wilayah Congko, mereka
Pemerintahan Arung La Bongngo di kembali diberikan izin untuk membuka
Kerajaan Nepo, telah merubah total sistem persawahan oleh pihak Kerajaaan Nepo, dan
pertanian, dari pertanian ladang di bukit- sawah tersebut dinamakan sawah Congko.
bukit diubah menjadi pertanian sawah pada Orang-orang Pakkang tidak lama bermukim
dataran rendah. Hal itu bisa terlihat adanya di wilayah Congko karena kebiasaan mereka
sekelompok orang yang diduga berasal dari melakukan perampokan masih dilakukan.
suku Makassar, mereka meminta Akibat perbuatan yang berulang-ulang oleh
perlindungan dan tempat tinggal di Kerajaan Arung La Bongngo memindahkan mereka
Nepo. Sekelompok orang tersebut jauh di atas gunung, dan sawah Congko yang
dinamakan orang Pakkang, oleh Arung La mereka buat kembali diambil alih oleh pihak
Bongngo orang-orang tersebut diberikan Kerajaan Nepo. Toponim sawah Congko
tempat tinggal dan izin untuk membuka area kini masih bisa ditemukan, yaitu berada di
persawahan, sawah tersebut kemudian wilayah administrasi Desa Siddo Kecamatan
dinamakan sawah Diapung. Sawah Diapung Soppeng Riaja dengan posisi astronomi
masih bisa ditemukan, kini berada di lintang selatan 04° 13’ 36.8” bujur timur
wilayah administrasi Kelurahan Mallawa 119° 38’ 26.6” dengan ketinggian 19 MDPL.

124 | Transformasi Sosial-Politik Masa Awal Kerajaan Nepo……..Makmur


Transformasi sosial politik di
Kerajaan Nepo telah melahirkan kedamaian
dan kesejahteraan bagi masyarakat Nepo.
Hal tersebut dapat terlihat dari berbagai
sebaran temuan artefak keramik, gerabah,
lesung batu, struktur pondasi bangunan
masjid dan fitur area persawahan yang
tersebar dan luas. Okupasi awal situs
Kerajaan Nepo diperkirakan dimulai dari
abad ke 16, gambaran itu diperoleh dari
temuan keramik Vietnam (abad ke 16),
Gambar 2. Area persawahan Lapetupiona
(Sumber: Dok. Balai Arkeologi Makassar, Tahun
Sawankhalok (abad ke 16), keramik Ming
2014) (abad ke 16) meski jumlahnya tidak
refresentatif dibandingkan dengan abad
Selain orang-orang Pakkang membuka area selanjutnya. Sementara keramik periode
persawahan, tampaknya masyarakat selanjutnya yaitu keramik dinasti Qing (abad
setempat juga melakukan hal yang sama, ke 17-18), keramik Swatow (abad ke 17-18)
karena pada masa-masa tersebut telah terjadi merupakan puncak kejayaan Kerajaan Nepo,
revolusi pertanian, berupa pembukaan kemudian pada abad ke 18-19 mengalami
lahan-lahan persawahan secara besar- penurunan. Temuan fragmen keramik dan
besaran. Mereka awalnya bercocok tanam di gerabah menandakan instensitas kontak
pegunungan kemudian berpindah ke lereng- masyarakat Nepo dengan masyarakat luar
lereng, dan pada masa kepemipinan Arung cukup intens, hal tersebut dapat terlihat dari
La Bongngo mereka membuka area temuan keramik dan gerabah di wilayah
persawahan besar-besar di daerah yang Kerajaan Nepo. Masyarakat Nepo juga telah
cukup landai dan rendah. Pembukaan area menganut agama Islam, itu ditandai dengan
persawahan yang begitu luas dan menyebar ditemukannya sturktur pondasi bangunan
di berbagai tempat menunjukkan bahwa masjid. Bangunan tersebut diperkirakan
corak kebudayaan agraris masyarakat Nepo dibuat pada abad ke 19-20, akan tetapi
sangat kuat, dan berlanjut hingga saat ini. masyarakat Nepo jauh sebelumnya sudah
menganut Islam karena agama Islam sudah
PENUTUP menyebar luas dari abad ke-16.
Transformasi kepemimpinan di Corak kebudayaan masyarakat Nepo
Kerajaan Nepo tidak merubah hakikat merupakan masyarakat agraris, dimana mata
pembentukan Kerajaan Nepo yang berasal pokok pencaharian masyarakat Nepo
dari persekutuan empat puluh bersumber dari pertanian baik di ladang
kampung/wanuwa. Bentuk persekutuan atau maupun persawahan. Itu terlihat ketika awal
konfederasi sangat umum dilakukan di mereka hidup di gunung memanfaatkan
daerah Bugis pada masa lampau sebagai sumber daya alam disekitar mereka untuk
wujud eksistensi kampung/wanuwa dan bercocok tanam dan bertani. Mentalitas
kerajaan dalam menghadapi gejolak sosial mereka sebagai masyarakat agraris juga
politik internal maupun eksternal, seperti di terlihat ketika terjadi revolusi pertaninan,
Soppeng enam puluh wanuwa bersatu untuk berupa pembukaan lahan besar-besar pada
menjadi Kerajaan Soppeng. Adapula dataran rendah. Masyarakat Nepo bergotong
persekutuan pada level kerajaan, royong membuka area persawahan
membentuk suatu konfederasi kerajaan lebih Lakenynya. Cerminan sebagai masyarakat
besar seperti konfederasi Ajatappareng dan agraris juga terlihat ketika Raja La Bongngo
konfederasi Tellumpoccoe. di berikan sawah Jowa dan empat puluh

Jurnal Walennae, Vol. 15, No. 2, November 2017: Hal. 117-126 | 125
petak sawah Parakka’ sebagai fasilitas memprogramkan kegiatan penelitian
seorang raja. Begitu juga kehadiran Kerajaan Nepo di Kab. Barru. Terima kasih
rombongan orang-orang Pakkang yang kepada ketua tim Dra. Hj. Muheminah dan
membuka area persawahan Diapung, sawah para anggota tim penelitian arkeologi.
Lapetupiyona dan sawah Congko. Corak Terima kasih kepada Drs. Hasanuddin,
kebudayaan agraris juga terlihat dengan M.Hum yang telah memberikan arahan dan
ditemukannya 2 buah lesung batu untuk bimbingan dalam pembuatan artikel ini.
menumbuk biji-bijian, dan temuan lesung Terima kasih kepada Dr. Mukhlis Hadrawi
batu sangat erat kaitannya dengan pertanian. yang telah menerjemahkan naskah-naskah
lontara Nepo dan naskah lontara Manuba.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Karaeng Dg. Manaring
Terima kasih kepada Kepala Balai yang telah melakukan klasifikasi terhadap
Arkeologi Makassar karena telah fragmen keramik dan fragmen gerabah.

DAFTAR PUSTAKA

Asba, A. Rasyid, 2010. Kerajaan Nepo. Yogyakarta: Ombak.


Bukit, Santa, Elya dan Hasan, Himasari dan Wibowo, Sarwo, Arif, 2012. “Aplikasi Metode
N.J. Habraken Pada Studi Transformasi Pemukiman Tradisional.” Lingkungan Binaan
Indonesia 1 (1): 51–62.
Jones, Pip, 2010. Pengantar Teori-Teori Sosial dari Teori Fungsionalisme Hingga Post-
Modernisme. Edited by Alih Bahasa Achmad Fedyani Saifuddin. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indoensia.
Makmur dan Hadrawi, Muhlis, 2016. “Otoritas Wanuwa : Kedudukan Sosial-Politik Wanuwa-
Wanuwa Hingga Terbentuknya Kerajaan Soppeng.” In Lembah Walennae Lingkung
Purba dan Jejak Arkeologi Peradaban Soppeng, 161–66. Yogyakarta: Ombak.
Muhaeminah dan Makmur, 2015. “Masa Awal Hingga Berkembangnya Kerajaan Ajatappareng
(Abad Ke-14 - 18).” Purbawidya 4 (2): 125–35.
Muhaeminah, dkk., 2014. “Laporan Penelitian Tinggalan Arkeologi di Wilayah Kerajaan
Nepo.” Makassar: Balai Arkeologi Makassar.
Pelras, Christian, 2006. Manusia Bugis. Jakarta: Nalar bekerja sama dengan Forum Jakarta-
Paris, EFEO.
Simanjuntak, Truman, dkk., 2008. Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional.
Syani, Abdul, 1995. Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat. Bandung: Pustaka Jaya.
Zaeny, A., 2005. “Transformasi Sosial dan Gerakan Islam di Indonesia.” Pengembangan
Masyarakat Islam 1 (2): 153–65.
Zid, Muhammad dan Sjaf, Sofjan, 2009. “Sejarah Perkembangan Desa Bugis - Makassar
Sulawesi Selatan.” Sejarah Lontar 6 (2): 38–53.

126 | Transformasi Sosial-Politik Masa Awal Kerajaan Nepo……..Makmur


Jurnal Walennae ISSN cetak: 1411-0571
http://walennae.kemdikbud.go.id/index.php/walennae ISSN elektronik: 2580-121X

INDEKS PENULIS JURNAL WALENNAE


Volume 15, Nomor 1, Juni 2017 dan Volume 15, Nomor 2, November 2017

A
A. Muhammad Saiful dan Basran Burhan
Lukisan Fauna, Pola Sebaran Dan Lanskap Budaya Di Kawasan Kars Sulawesi Bagian Selatan
Vol. 15 No. 2, November 2017, Hal. 75-88

Anshar Rasyid
Teknik Pembuatan Serpih Bilah Dengan Pendekatan Arkeologi Eksperimental, Vol. 15 No. 2,
November 2017, Hal. 127-144

B
Budianto Hakim
Interpretasi Awal Temuan Gigi Manusia Di Situs Bala Metti Bone dan Situs Leang Jarie,
Maros, Sulawesi Selatan, Vol. 15 No. 1, Juni 2017, Hal. 19-30

F
Fakhri
Identifikasi Rangka Manusia Situs Gua Balang Metti, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan Vol.
15 No. 2, November 2017, Hal. 89-100

Feby Wulandari
Aspek Ruang Pemukiman Di Sisi Selatan Tepi Aliran Sungai Cenrana, Kabupaten Bone, Vol. 15
No. 2, November 2017, Hal. 101-116

M
Makmur
Transformasi Sosial-Politik Masa Awal Kerajaan Nepo: Kajian Berdasarkan Sumber Naskah
Lontara Dan Data Arkeologi, Vol. 15 No. 2, November 2017, Hal. 117-126

M. Fadhlan S. Intan
Analisis Teknologi Laboratoris Tembikar Dari Situs Gua Bulu, Vol. 15 No. 1, Juni 2017, Hal.
31-42

S
Suryatman
Artefal Litik Di Kawasan Batu Ejayya: Teknologi Peralatan Toalian Di Pesisir Selatan
Sulawesi, Vol. 15 No. 1, Juni 2017, Hal. 1-18

Copyright ©Jurnal Walennae – Balai Arkeologi Sulawesi Selatan


Jurnal Walennae ISSN cetak: 1411-0571
http://walennae.kemdikbud.go.id/index.php/walennae ISSN elektronik: 2580-121X

Syahruddin Mansyur
Periode Kolonial di Pesisir Timur Pulau Seram (Maluku): Kontak Awal Hingga Terbentuknya
Morfologi Kota Bula, Vol. 15 No. 1, Juni 2017, Hal. 59-74

Y
Yohanis Kasmin
Arkeologi Pemukiman Situs Pongka, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Vol. 15 No. 1, Juni
2017, Hal. 43-58

Copyright ©Jurnal Walennae – Balai Arkeologi Sulawesi Selatan


Jurnal Walennae ISSN cetak: 1411-0571
http://walennae.kemdikbud.go.id/index.php/walennae ISSN elektronik: 2580-121X

BIODATA PENULIS

A. Muh. Saiful
Lahir di Watampone, 8 Januari 1985. Lulusan S1 Arkeologi Universitas
Hasanuddin tahun 2009. Bekerja di Balai Arkeologi Sulawesi Selatan dari
tahun 2011 sampai sekarang. Saat ini melanjutkan studi pada program
Pasca Sarjana Jurusan Arkeologi di Universitas Gadjah Mada. Publikasi
terakhir terbit di Jurnal Walennae Volume 14 No 1 Tahun 2016 dengan
Judul “Interaksi Manusia dan Binatang di Situs Liang Batti, Bontocani,
Kabupaten Bone”; bersama dengan beberapa penulis “Fauna Vertebrata
Lembah Walennae dan Unsur Budaya Pleistosen” dalam Lembah
Walennae: Lingkungan Purba dan Jejak Arkeologi Peradaban Soppeng.
Email: ifulk.fullah@yahoo.co.id

Fakhri
Lahir di Ujung Pandang, 5 April 1981. Lulus S1 Arkeologi Universitas
Hasanuddin pada tahun 2005. Mulai bekerja di Balai Arkeologi Sulawesi
Selatan dari tahun 2011 hingga sekarang. Saat ini menduduki jabatan
Peneliti Pertama dengan Bidang Kepakaran Arkeologi Prasejarah. Publikasi
terakhir, diantaranya: “Paleometalurgi Soppeng” dalam Lembah Walennae:
Lingkungan Purba dan Jejak Arkeologi Peradaban Soppeng; “Fauna dan
Strategi Subsistensi Penghuni Situs Pangnganikang 4000 Tahun yang lalu”
dalam Butta Toa: Jejak Arkeologi Budaya Toala, Logam, dan Tradisi
Berlanjut di Bantaeng”.
Email: fakhri.archaeology@yahoo.co.id

Feby Wulandari
Lahir di Ujung Pandang, 25 Februari 1988. Menempuh Pendidikan S1 di
Jurusan Arkeologi pada tahun 2005 dan lulus tahun 2011. Judul Skripsi:
Pemukiman di Sisi Selatan Tepi Aliran Sungai Cenrana.
Email: moorningshine@gmail.com

Copyright ©Jurnal Walennae – Balai Arkeologi Sulawesi Selatan


Jurnal Walennae ISSN cetak: 1411-0571
http://walennae.kemdikbud.go.id/index.php/walennae ISSN elektronik: 2580-121X

Makmur
Lahir di Maros pada Tanggal 29 Mei 1980, menjadi PNS di Balai
Arkeologi Sulawesi Selatan pada Tahun 2009 dan menjadi Peneliti
Pertama dengan Kepakaran Arkeologi Islam pada tahun 2015. Saat ini
menjalani pendidikan Pascasarjana (S2) Antropologi UNHAS. Publikasi
terakhir, diantaranya: “Masa Awal Hingga Berkembangnya Kerajaan
Ajatappareng (Abad 14 – 18)”. Terbit di Jurnal Purbawidya Vol. 4 No. 2,
Desember 2015; “Refleksi Stratifikasi Sosial Masyarakat Bugis Pada
Situs Kompleks Makam Kalokkoe Watu Soppeng”. Terbit di Jurnal
Walennae Vol. 14 No. 1, Juni 2016; “Makna Di Balik Keindahan Ragam
Hias Dan Inskripsi Makam Di Situs Dea Daeng Lita Kabupaten
Bulukumba”. Terbit di Jurnal KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 26 No. 1, Mei 2017.
Email: makmurdpmks@gmail.com

Ansar Rasyid
Lahir di Pinrang pada tanggal 3 juli 1987. Menempuh Pendidikan S1 di
Jurusan Arkeologi Universitas Hasanuddin tahun 2005 dan selesai pada
tahun 2012 dengan Judul Skripsi: Teknik Pembuatan Serpih Bilah
(Arkeologi Eksperimental).
Email: st.keppo@gmail.com

Copyright ©Jurnal Walennae – Balai Arkeologi Sulawesi Selatan


Jurnal Walennae ISSN cetak: 1411-0571
http://walennae.kemdikbud.go.id/index.php/walennae ISSN elektronik: 2580-121X

UCAPAN TERIMA KASIH

Redaksi menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Mitra Bestari:

1. Prof. Dr. Akin Duli, M. A. (Universitas Hasanuddin, Indonesia)


2. Prof. (Ris.) M. Th. Naniek Harkatiningsih (Pusat Arkeologi Nasional, Indonesia)
3. Dr. Anggraini Priadi, M.A. (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
4. Dr. David Bulbeck (Australian National University, Australia)
5. Dr. Muhlis Hadrawi, M.Hum. (Universitas Hasanuddin, Indonesia)
6. Drs. M. Bashori Imron, M.Si. (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indonesia)

Atas telaah dan review yang telah dilakukan demi perbaikan kualitas naskah dalam jurnal
Walennae, Edisi Vol. 15, No. 2, November 2017.

Dewan Redaksi

Copyright ©Jurnal Walennae – Balai Arkeologi Sulawesi Selatan

Anda mungkin juga menyukai