Anda di halaman 1dari 14

HADIST MENCARI ILMU, CARA MEMILIH ILMU GURU

dan TEMAN, CARA MENGHORMATI ILMU dan GURU


Diajukan untuk memenuhi tugas kuliah
HADIST TARBAWI
DOSEN PENGAMPU:

Dr. H. M. Fatih. M.Fil.I.

KELOMPOK 1 :
ISLACHIYATUL ASYROFIYAH
NUR HIDAYATI
INNA PUTRI AULIA
FIKI

JURUSAN TARBIYAH
STIT RADEN WIJAYA MOJOKERTO
TAHUN 2019
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’alaa yang telah


melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Beliau Sang Pelita Dunia Nabi kita Muhammad
Shallaahu Alaihi Wa Sallam yang telah menautkan hati seluruh umatnya.
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yakni untuk memenuhi tugas
wajib mata kuliah HADIST TARBAWI yang berjumlah 2 SKS dan
sekaligus sebagai mahasiswa STIT RADEN WIJAYA Mojokerto.
Penyelesaian makalah ini membutuhkan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah. Kami menyadari
bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memenuhi tugas wajib dalam mata kuliah
Hadist tarbawi dengan sempurna dan mendapatkan nilai yang memuaskan.
Selain itu dapat menambah pengetahuan bagi pembaca, serta dapat
dijadikan acuan pembaca dalam pembuatan laporan yang akan datang.

Mojokerto, 24 Februari 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


lmu Pengetahuan adalah bekal yang paling berharga bagi manusia untuk
mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akherat kelak. Dengan ilmu,
manusia dapat mengetahui segala hal, termasuk mengenal kebesaran, kekuasaan
Allah, dan kedudukannya di hadapan Allah serta cara mengabdi kepada-Nya,
sehingga dapat selalu dekat dengan-Nya. Dapat mengetahui rahasia ciptaan-
Nya, sehingga dapat memanfaatkannya untuk kesejahteraan hidup manusia di
dunia dan di akhirat. Mengingat pentingnya ilmu pengetahuan, maka Islam
mewajibkan setiap umatnya tanpa terkecuali untuk menuntut ilmu, mulai dari
masa kecil sampai meninggal dunia di manapun ilmu itu ada. Sebagai balasan
bagi orang-orang yang menuntut ilmu, Allah menempatkan mereka pada posisi
yang tinggi dan mulia.
Hendaknya dalam menuntut ilmu itu didasari untuk mendekatkan diri kepada
Allah dan demi mewujudkan kemaslahatan umat, serta harus dibarengi dengan
keuletan, kemandirian, dan kerja keras. Selain dari itu, agar memperoleh ilmu
yang bermanfaat, sebagai seorang murid harus memiliki rasa hormat (
tawadhu’) kepada guru dan berlaku baik kepadanya.
Ilmu yang manfaat adalah ilmu yang dapat mendorong pemiliknya untuk
mendekatkan diri kepada Allah serta patuh dan tunduk kepada-Nya,
mendatangkan manfaat dan penerang bagi orang lain, sehingga orang lain
dengan kemauannya sendiri mau membuka hati untuk belajar atau meminta
petunjuk/nasehat, serta dengan sukarela mau mengamalkannya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Bagaimana Cara Mencari Ilmu


b. Bagaimana Cara Memilih Ilmu Guru dan Teman
c. Bagaimana Cara menghormati Ilmu dan Guru

1.3 TUJUAN

a. Untuk mengetahui Cara Mencari Ilmu


b. Untuk mengetahui Cara Memilih Ilmu Guru dan Teman
c. Untuk mengetahui Cara menghormati Ilmu dan Guru
d.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadits “Kewajiban Mencari Ilmu”

‫س ِل َم ٍة‬ َ ٌ‫ب ا ْل ِع ْل ِم فَ ِر ْيضَة‬


ْ ‫ع َلى ُك ِ ِّل ُم‬
ْ ‫س ِل ٍم َو ُم‬ ُ َ‫َطل‬
Artinya : ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun
muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)
Ilmu itu sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan ilmu manusia dapat
mengetahui segala hal termasuk mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah,
sehingga dengan begitu manusia dapat selalu dekat dengan Sang Maha Penciptanya.
Karena dengan ilmu itu manusia dapat mengetahui kedudukannya di hadapan Allah
dan bagaimana ia harus berbuat. Disamping itu, dengan ilmu pula manusia dapat
mengetahui rahasia – rahasia ciptaan Allah, sehingga ia dapat melaksanakan fungsi-
fungsi kekhalifahannya di bumi, yakni memanfaatkannya untuk kesejahteraan hidup
manusia di dunia dan di akhirat. Karena itu dalam hadits di atas Rasulullah SAW
mengajarkan kepada kita,” jika manusia ingin mendapatkan kehidupan yang baik di
dunia hendaknya diraih dengan ilmu, jika menginginkan kehidupan yang baik di
akhirat hendaknya dengan ilmu, dan jika menginginkan kedua-duanya juga hanya bisa
diraih dengan ilmu.”
Mengingat pentingnya ilmu itu, hadits di atas menjelaskan bahwa menuntut ilmu
sangat diwajibkan bagi setiap orang Islam tanpa terkecuali, baik laki-laki, perempuan,
tua maupun muda. Menuntut ilmu disini mengandung makna yang sangat luas, yaitu
mencari ilmu pengetahuan melalui proses belajar, baik melalui bimbingan orang lain
(guru) maupun secara mandiri atau otodidak. Belajar secara mandiri dapat dilakukan
dengan membaca, mengamati dan mempelajari suatu ilmu tanpa bantuan orang lain
(guru). Tetapi harus diingat, tidak semua ilmu itu dapat dipelajari secara sendiri. Hal
itu di samping karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki individu itu sendiri
sehingga butuh bantuan orang lain yang lebih ahli, juga dikarenakan adanya ilmu
yang dalam mempelajarinya harus melalui bimbingan guru / mursyid, terutama dalam
belajar membaca Al-qur’an, aqidah dan ubudiyah.
Kewajiban menuntut ilmu bagi setiap umat Islam itu berlaku sepanjang hayat atau
dikenal dengan istilah long life education. Dalam hadits tersebut, Rasulullah
memerintahkan untuk menuntut ilmu sejak masih dalam ayunan / buaian (ibu)
sampai ke liang lahat (meninggal). Sehingga hanya kematianlah yang mampu
menghentikan kewajiban seorang muslim dalam menuntut ilmu. Dengan demikian,
dalam menuntut ilmu tidak ada istilah “sudah tua”. Boleh saja pendidikan formal
lewat bangku sekolah atau kuliah telah selesai, tetapi kegiatan belajar kepada siapapun
dan dimanapun harus tetap dilaksanakan hingga akhir hayat, baik di keluarga,
pengajian di masjid, majlis-majlis taklim, dan lain sebagainya.
Sejalan dengan itu, Islam memang tidak membatasi tempat di mana kita harus
mencari ilmu. Dimanapun keberadaan ilmu, Islam memerintahkan untuk mencarinya,
sekalipun sampai ke negeri Cina sebagaimana ditegaskan dalam hadits di atas, yaitu
“ carilah ilmu meskipun sampai ke negeri Cina”. Hadits tersebut juga mengisaratkan
bahwa menuntut ilmu itu harus mau bersusah payah. Betapa tidak ? Coba renungkan !
Perjalanan dari Tanah Suci ke Cina saat itu dapat berlangsung berminggu-minggu,
bahkan berbulan-bulan, serta banyak rintangan yang harus dilalui seperti badai gurun
pasir, banyaknya penyamun, sulitnya membawa perbekalan, dan belum lagi sulitnya
memenuhi keperluan hidup selama belajar di rantau, karena saat itu belum ada sarana
pengiriman uang lewat wesel atau tansfer lewat Bank maupun barang lewat kiriman
paket seperti sekarang. Tentu perintah Rasulullah SAW tersebut baru dapat terlaksana
bila yang bersangkutan mempunyai kebulatan niat yang kuat, keuletan yang tinggi,
punya sifat kemandirian, dan kerja keras. Sehingga melalui pesan hadits itu seolah-
olah Rasulullah SAW ingin berpesan kepada kita semua bahwa belajar itu harus
didasari oleh niat yang kuat, keuletan, kemandirian, dan kerja keras atau mau bersusah
payah dan tidak manja. Karena itu pula dalam hadits di atas Rasululllah SAW
menyejajarkan kedudukan orang yang menuntut ilmu sama dengan orang yang
sedang jihad fisabilillah.
Selain niat yang kuat, ulet, mandiri, dan kerja keras, hal lain yang tidak boleh
dikesampingkan dalam menuntut ilmu adalah hormat dan berlaku baik kepada guru
sebagaimana yang tersebut dalam sabda Rasulullah SAW di atas. Menurut Imam Az-
Zarnuji dalam Kitab “Ta’limul Muta’allim” salah satu penyebab tidak manfaatnya
ilmu yang dimiliki oleh para generasi sekarang adalah kurang tawadhu’ atau kurang
hormatnya siswa kepada guru. Indikasi tidak bermanfaatnya ilmu itu adalah ilmu yang
dimilikinya itu tidak mampu mendekatkannya kepada Allah dan tidak melahirkan
kepatuhan kepada-Nya, bahkan semakin menjauhkannya dengan Allah, serta tidak
dapat mendatangkan kemanfaatan bagi orang banyak, bahkan sebaliknya acapkali
merugikannya. Akibatnya seperti yang dapat kita lihat di negeri ini, banyak orang
pinter yang pada akhir karirnya tidak selamat akibat olahnya sendiri. Na’udzu billahi
min Dzalika. Sebaliknya seorang yang manfaat ilmunya, ia akan memiliki
kemantapan iman serta patuh dan tawadhu’ kepada Allah. Firman Allah SWT :
Artinya,“Dan agar orang-orang yg telah diberi ilmu meyakini al-Qur’an itulah yang
hak (petunjuk yang benar) dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati
mereka kepada-Nya.” (QS.al-Hajj/22: 54).
Hadits di atas juga menerangkan tentang berbagai keutamaan yang diberikan Allah
SWT kepada orang yang mau menuntut ilmu, diantaranya diampuni dosa-dosanya
oleh Allah SWT karena semua makhluk di dunia ini termasuk semua binatang yang
hidup di lautan memohonkan ampun kepadanya, dimudahkan jalan baginya oleh
Allah SWT jalan menuju surga, serta dinaungi dan dimuliakan oleh malaikat dengan
mau meletakkan sayapnya untuk jalan orang yang menuntut ilmu.
Selain itu Allah juga akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu lebih
tinggi beberapa derajat daripada orang yang tidak berilmu. Dalam sebuah hadits
disebutkan, bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan perumpaan keutamaan
seorang yang alim (berilmu) dengan seorang abid (ahli ibadah) itu diperumpamakan
perbandingannya antara bulan dengan bintang. Perumpamaan Nabi tersebut sangat
masuk akal, sebab seorang yang alim itu memiliki ilmu yang manfaatnya tidak
terbatas hanya bagi dirinya, tetapi juga dapat dirasakan bagi orang lain, baik melalui
pengajaran yang diberikan atau membaca karya tulisnya. Sedangkan ibadahnya abid
manfaatnya terbatas hanya pada dirinya. Disamping itu, ilmu pengaruhnya tetap
abadi dan lestari selama masih ada orang yang memanfaatkannya, meskipun sudah
beberapa ribu tahun. Seperti temuan para ilmuwan Muslim pada zaman dahulu hingga
sekarang masih terus dimanfaatkan orang. Berbeda dengan amal ibadah, seperti
melakukan shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya juga mendapatkan balasan pahala
oleh Allah, akan tetapi semua ini segera berakhir dengan berakhirnya pelaksanaan dan
kegiatan sang pelakunya. Seperti penjelasan hadits Nabi Muhammad yang sudah
sangat populer di kalangan umat Islam, yaitu jika anak Adam meninggal dunia, semua
amalnya terputus kecuali tiga hal: shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak
shaleh yang selalu mendo’akan kedua orang tuanya.
Dalam Al-Qur`an Allah juga berulang-ulang menegaskan akan meninggikan orang-
orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Allah juga mengingatkan kepada manusia untuk berfikir dan
merenungkan, apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui.
B. Cara Memilih Ilmu, Guru, Teman dan Ketekunan
Para pencari ilmu harus memilih ilmu pengetahuan yang paling baik atau paling
cocok dengan dirinya. Pertama-tama yang perlu dipelajari oleh seorang santri adalah
ilmu yang paling baik dan yang diperlukan dalam urusan agama pada saat itu.
Kemudian baru ilmu-ilmu yang diperlukannya pada masa yang akan datang.

Ilmu tauhid harus didahulukan, supaya santri mengetahui sifat-sifat Allah berdasarkan
dalil yang otentik. Karena imannya orang yang taklid tanpa mengetahui dalilnya,
sekalipun sah menurut pendapat kami, tetapi ia berdosa.
Para santri harus mempelajari ilmunya para ulama salaf (baca: ilmu agama). Para
ulama berkata, tetaplah kalian pada ilmunya para nabi, (ilmu agama), dan
tinggalkanlah ilmu-ilmu yang baru. Tinggalkan ilmu debat yang muncul setelah
meninggalnya para ulama. Sebab perdebatan akan menjauhkan seseorang dari ilmu
fiqih, menyia-nyiakan umur, menimbulkan keresahan, dan permusuhan. Dan apabila
umat Muhammad SAW sudah suka berbantah-bantahan di antara mereka, itulah tanda
akan datangnya hari kiamat. Tanda bahwa ilmu fiqih semakin menghilang. Demikian
menurut hadis Nabi.

Adapun cara memilih guru atau kiai carilah yang alim, yang bersifat wara’, dan yang
lebih tua. Sebagaimana Abu Hanifah memilih kiai Hammad bin Abi Sulaiman, karena
beliau (Hammad) mempunyai kriteria atau sifat-sifat tersebut. Maka abu hanifah
mengaji ilmu kepadanya.

Abu Hanifah berkata, “Beliau adalah seorang guru berakhlak mulia, pernyantun, dan
penyabar. Aku bertahan mengaji kepadanya hingga aku seperti sekarang itu.”
Abu Hanifah berkata pula, Aku pernah mendengar seorang ahli hikmah dari negeri
Samarkan berkata, “Ada salah seorang penuntut ilmu bermusyawarah denganku
ketika hendak pergi ke Bukhara untuk menuntut ilmu.”
Demikianlah hendaknya setiap pelajar seharusnya bermusyawarah dengan orang alim
ketika akan pergi menuntut ilmu atau dalam segala urusan. Karena Allah Ta’ala
menyuruh Nabi Muhammad SAW supaya bermusyawarah dalam segala urusan,
padahal tiada seorang pun yang lebih pandai dari Beliau. Dalam segala urusan, beliau
selalu bermusyawarah dengan para sahabat, bahkan dalam urusan rumah tangga pun,
beliau selalu bermusyawarah dengan istrinya. Sayidina Ali ra berkata, “Tak akan
binasa orang yang mau berunding.”
Dikatakan bahwa manusia itu ada tiga macam:

1. Orang yang benar-benar sempurna.


2. Orang yang setengah sempurna.
3. Orang yang tidak sempurna sama sekali.
Adapun orang yang benar-benar sempurna ialah orang yang pendapat-pendapatnya
selalu benar dan mau bermusyawarah. Sedangkan orang yang setengah sempurna
ialah orang yang pendapatnya benar, tapi tidak mau bermusyawarah. Dan orang yang
tidak sempurna sama sekali, ialah orang yang pendapatnya salah dan tidak mau
musyawarah. Imam Ja’far Shidik berkata kepada Sufyan Tsauri, “Musyawarahkan
urusanmu kepada orang yang takut kepada Allah.”
Mencari ilmu adalah perbuatan yang luhur, dan perkara yang sulit, maka
bermusyarawah atau minta nasihat kepada orang alim penting, dan suatu keharusan.

Orang bijak (ahli hikmat dari negeri Samarkan) tersebut berkata, “Jika kamu pergi
mengaji ke negeri Bukhara, maka jangan tergesa-gesa memilih guru, tapi menetaplah
selama dua bulan hingga kamu berpikir untuk memilih guru. karena bila kamu
langsung belajar kepada orang alim, maka kadang-kadang cara mengajarnya kurang
enak menurutmu, kemudian kamu tinggalkan dan pindah kepada orang alim yang
lain, maka belajarmu tidak akan diberkati. Oleh karena itu, selama dua bulan itu
kamu harus berpikir untuk memilih guru, supaya kamu tidak meninggalkan seorang
guru, dan supaya betah bersamanya hingga selesai. Dengan demikian belajar dan
ilmumu diberkati.”
Ketahuilah, bahwa kesabaran dan ketabahan atau ketekunan adalah pokok dari segala
urusan. Tapi jarang sekali orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut, sebagaimana
kata sebuah syair yang artinya, “Setiap orang pasti mempunyai hasrat memperoleh
kedudukan atau martabat yang mulia, namun jarang sekali orang yang mempunyai
sifat sabar, tabah, tekun, dan ulet.”
Ada yang berkata, bahwa keberanian adalah kesabaran mengahadapi kesulitan dan
penderitaan. Oleh karena itu, seorang santri harus berani bertahan dan bersabar dalam
mengaji kepada seorang guru dan dalam membaca sebuah kitab. Tidak
meninggalkannya sebelum tamat atau selesai. Tidak pindah-pindah dari satu guru ke
guru yang lain. Dari satu ilmu ke ilmu yang lain. Padahal ilmu yang dipelajari belum
ia kuasai, juga tidak pindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain, supaya waktunya
tidak terbuang sia-sia.

Seorang santri tidak boleh menuruti keinginan hawa nafsunya. Seperti kata sebuah
syair, “Sungguh hawa nafsu itu rendah nilainya, barangsiapa terkalahkan oleh hawa
nafsunya berarti ia terkalahkan oleh kehinaan.”
Seorang santri harus tabah menghadapi ujian dan cobaan. Sebab ada yang mengatakan
bahwa gudang ilmu itu selalu diliputi degan cobaan dan ujian. Ali bin Abi Thalib ra
berkata, “Ketahuilah, kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan bekal enam
perkara, yaitu: cerdas, semangat, bersabar, memiliki bekal, petunjuk atau bimbingan
guru dan waktu yang lama.”
Seorang santri harus memilih atau berteman dengan orang yang tekun belajar, bersifat
wara’ dan berwatak Istiqamah. Dan orang yang suka memahami ayat-ayat Al-Qur’an
dan hadis-hadis Nabi. Dan ia harus menjauhi teman yang malas, banyak bicara, suka
merusak, dan suka memfitnah.

Seorang penyair berkata, “Jangan bertanya tentang kelakuan seseorang, tapi lihatlah
siapa temannya. Karena orang itu biasanya mengikuti temannya. Kalau temanmu
berbudi buruk, maka menjauhlah segera. Dan bila berlaku baik maka bertemanlah
dengannya, tentu kau akan mendapat petunjuk.”
Ada sebuah syair yang berbunyi:

“Jangan sekali-kali kamu bersahabat dengan pemalas dalam segala tingkah lakunya.
Karena banyak orang yang baik menjadi rusak karena kerusakan temannya. Karena
penularan orang bodoh kepada orang pintar sangat cepat, seperti bara api yang
diletakkan di dalam abu, maka ia akan padam. (Begitu pula orang pintar, kalau ia
bergaul dengan orang bodoh, lama-lama akan menjadi bodoh. Penjelasan syaarih).”
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan itu dalam keadaan
fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menyebabkan ia menjadi yahudi, nasrani,
atau majusi.”
Ada kata-kata hikmah berbahasa Parsi yang artinya, Teman yang jahat itu lebih
berbahaya daripada ular berbisa. Karena teman yang jahat itu akan menjerumuskan
Anda ke dalam neraka Jahim. Oleh karena itu, bertemanlah dengan orang-orang
yang baik, karena ia dapat menyebabkan Anda masuk surga.
Seorang penyair berkata, “Jika kamu belajar ilmu kepada orang yang berilmu, atau
mencari saksi yang akan memberitahu apa-apa yang belum kamu ketahui, maka
ambillah pelajaran dari bumi beserta nama-namanya, dan perhatikan orang yang
akan kamu jadikan sahabat, dengan siapa ia bergaul.”

C. MENGHORMATI ILMU DAN GURU

.‫ وتعظيم األستاذ وتوقيره‬،‫اعلم أن طالب العلم ال ينال العلم وال ينتفع به إال بتعظيم العلم وأهله‬
Penting diketahui, Seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan
tidak pula ilmunya dapat bermanfaat, selain jika mau mengagungkan ilmu itu
sendiri, ahli ilmu, dan menghormati keagungan gurunya.
‫ أال ترى‬،‫الحرمة خير من الطاعة‬:‫ وقيل‬.‫ وما سقط من سقط إال بترك الحرمة‬،‫ ما وصل من وصل إال بالحرمة‬:‫قيل‬
‫ ومن تعظيم العلم تعظيم األستاذ‬.‫ وبترك الحرمة‬،‫ وإنما يكفرباستخفافها‬،‫أن اإلنسان ال يكفر بالمعصية‬
Ada dikatakan : “Dapatnya orang mencapai sesuatu hanya karena
mengagungkan sesuatu itu, dan gagalnya pula karena tidak mau
mengagungkannya. “Tidaklah anda telah tahu, manusia tidak menjadi kafir
karena maksiatnya, tapi jadi kafir lantaran tidak mengagungkan Allah.
.‫ وإن شاء استرق‬،‫ إن شاء باع‬،‫ أنا عبد من علمنى حرفا واحدا‬:‫قال على رضى هللا عنه‬
Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu menghormati pada sang guru. Ali ra
berkata: “Sayalah menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu
huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, di merdekakan ataupun tetap menjadi
hambanya.”
:‫وقد أنشدت فى ذلك‬
‫وأوجـبه حفظا على كل مسلم‬ ‫رأيت أحق الحق حق المعلم‬
‫لتعليم حرف واحد ألف درهم‬ ‫لقد حق أن يهدى إليه كرامة‬
.‫فإن من علمك حرفا واحدا مما تحتاج إليه فى الدين فهو أبوك فى الدين‬
Dalam masalah ini saya kemukakan Syi’irnya:
` Keyakinanku tentang haq guru, hak paling hak adalah itu. Paling wajib di
pelihara, oleh muslim seluruhnya
` Demi memulyakan, hadiah berhak di haturkan. seharga dirham seribu, tuk
mengajar huruf yang Satu
Memang benar, orang yang mengajarmu satu huruf ilmu yang diperlukan
dalam urusan agamamu, adalah bapak dalam kehidupan agamamu.
‫ من أراد أن يكون ابنه عالما ينبغى أن يراعى‬:‫ قال مشايخنا‬:‫وكان أستاذنا الشيخ اإلمام سديد الدين الشيرازى يقول‬
.‫ وإن لم يكن ابنه عالما يكون حفيده عالما‬،‫ ويكرمهم ويطعمهم ويطيعهم شيئا‬،‫الغرباء من الفقهاء‬
Guru kita Syaikhul Imam Sadiduddin Asy-Syairaziy berkata : Guru-guru kami berucap
: “bagi orang yang ingin putranya alim, hendaklah suka memelihara, memulyakan,
mengagungkan, dan menghaturkan hadiah kepada kaum ahli agama yang tengah dalam
pengembaraan ilmiyahnya. Kalau toh ternyata bukan putranya yang alim, maka
cucunyalah nanti.”
‫ وال‬،‫ وال يكثر الكالم عنده‬،‫ وال يبتدئ بالكالم عنده إال بإذنه‬،‫ وال يجلس مكانه‬،‫ومن توقير المعلم أن اليمشى أمامه‬
.‫ وال يدق الباب بل يصبر حتى يخرج األستاذ‬،‫يسأل شيئا عند ماللته ويراعى الوقت‬
Termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya, duduk di
tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macam-
macam darinya, dan menanyakan hal-hal yang membosankannya, cukuplah dengan
sabar menanti diluar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah.
‫ فإنه ال طاعة للمخلوق فى‬،‫ ويمتثل أمره فى غير معصية تعالى‬،‫ ويجتنب سخطه‬،‫ أنه يطلب رضاه‬:‫فالحاصل‬
‫ ومن‬.‫ إن شر الناس من يذهب دينه لدنيا بمعصية الخالق‬:‫معصية الخالق كما قال النبى صلى هللا عليه وسلم‬
‫هلل‬.‫ توقير أوالده ومن يتعلق به‬:‫توقيره‬
Pada pokoknya, adalah melakukan hal-hal yang membuatnya rela, menjauhkan
amarahnya dan menjungjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan
agama, sebab orang tidak boleh taat kepada makhluk dalam melakukan perbuatan
durhak kepada Allah Maha Pencipta. Termasuk arti menghormati guru pula, yaitu
menghormati putera dan semua oarang yang bersangkut paut dengannya.
‫أن واحدا من أكابر األئمة بخارى كان‬: ‫وكان أستاذنا شيخ اإلسالم برهان الدين صاحب الهداية رحمة هللا عليه حكى‬
‫ إن ابن أستاذى يلعب مع الصبيان فى‬:‫ فقال‬,‫ وكان يقوم فى خالل الدرس أحيانا فسألوا عنه‬،‫يجلس مجلس الدرس‬
.‫ فإذا رأيته أقوم له تعظيما ألستاذى‬،‫ ويجيئ أحيانا إلى باب المسجد‬،‫السكة‬
Di sini Guru kita Syaikhul Islam Burhanuiddin Shahibul Hidayah pernah bercerita
bahwa ada seorang imam besar di Bochara, pada suatu ketika sedang asyiknya di
tenmgah majlis belajar ia sering berdiri lalu duduk kembali. Setelah ditanyai kenapa
demikian, lalu jawabnya : ada seorang putra guruku yang sedang main-main dihalaman
rumah dengan teman-temannya, bila saya melihatnya sayapun berdiri demi
menghormati guruku.
:‫والقاضى اإلمام فخر الدين األرسابندى كان رئيس األئمة فى مرو وكان السلطان يحترمه غاية االحترام وكان يقول‬
‫إنما وجدت بهذا المنصب بخدمة األستاذ فإنى كنت أخدم األستاذ القاضى اإلمام أبا زيد الدبوسى وكنت أخدمه وأطبخ‬
.‫طعامه [ثالثين سنة] وال آكل منه شيئا‬
Qodli Imam Fakhruddin Al-Arsyabandiy yang menjabat kepala para imam di marwa
lagi pula sangat di hormati sultan itu berkata : “Saya bisa menduduki derajat ini,
hanyalah berkah saya menghormati guruku. Saya menjadi tukang masak makanan
beliau, yaitu beliau Abi Yazid Ad-Dabbusiy, sedang kami tidak turut memakannya.”
‫وكان الشيخ اإلمام األجل شمس األئمة الحلوانى رحمة هللا عليه قد خرج من بخارى وسكن فى بعض القرى أياما‬
،‫لحادثة وقعت له وقد زاره تالميذه غير الشيخ اإلمام شمس األئمة القاضى بكر بن محمد الزرنجرى رحمه هللا تعالى‬
،‫ الترزق رونق الدرس‬،‫ ترزق العمر‬:‫ قال‬.‫ كنت مشغوال بخدمة الوالدة‬:‫ لماذا لم تزرنى؟ قال‬:‫فقال له حين لقيه‬
‫ فإنه كان يسكن فى أكثر أوقاته فى القرى ولم ينتظم له الدرس‬،‫وكان كذلك‬
Syaikhul Imamil Ajall Syaikhul Aimmah Al-Khulwaniy, karena suatu peristiwa yang
menimpa dirinya, maka berpindah untuk beberapa lama, dari Bochara kesuatu
pedesaan. Semua muridnya berziarah kesana kecuali satu orang saja, yaitu syaikhul
imam Al-qadli Abu Bakar Az-Zarnujiy. Setelah suatu saat bisa bertemu, beliau
bertanya: “kenapa engkau tidak menjengukku? Jawabnya : “Maaf tuan, saya sibuk
merawat ibuku” beliau berkata: “Engkau dianugrahi panjang usia, tetapi tidak mndapat
anugrah buah manis belajar.” Lalu kenyataanya seperti itu, hingga sebagian banyak
waktu Az-Zarnujiy digunakan tinggal di pedesaan yang membuatnya kesulitan belajar.
.‫فمن تأذى منه أستاذه يحرم بركة العلم وال ينتفع بالعلم إال قليال‬
‫ال ينصحـان إذا هـما لم يكرما‬ !‫إن المعلم والطبيب كالهـما‬
‫واقنع بجهلك إن جفوت معلما‬ ‫فاصبر لدائك إن جفوت طبيبه‬
Barang siapa melukai hati sang gurunya, berkah ilmunya tertutup dan hanya sedikit
emamfaatannya.
 Sungguh, dokter dan guru
Tak akan memberi nasehat, bila tak di hormat

 terimalah penyakitmu, bila kau acuh doktermu


dan terimalah bodohmu, bila kau tentang sang guru
‫ وابن‬،‫حكى أن الخليفة هارون راشيد بعث ابنه إلى األصمعى ليعلمه العلم واألدب فرآه يوما يتوضأ ويغسل رجله‬
‫ إنما بعثت إليك لتعلمه وتؤدبه فلماذا لم تأمره بأن يصب‬:‫ فعاتب األصمعى بقوله‬،‫الخليفة يصب الماء على رجله‬
‫ ويغسل باألخرى رجلك؟‬،‫الماء بإحدى يديه‬
Suatu hikayat : Khalifah Harun Ar-Rasyid mengirim putranya kepada Al-Ashma’iy
agar diajar ilmu dan adab. Pada suatu hari, Khalifah melihat Al-Ashma’iy berwudlu
dan membasuh sendiri kakinya, sedang putra khalifah cukup menuang air pada kaki
tersebut. Maka, Khalifahpun menegur dan ujarnya : “Putraku saya kirim kemari agar
engkau ajar dan didik; tapi mengapa tidak kau perintahkan agar satu tangannya
menuang air dan tangan satunya lagi membasuh kakimu?”
‫ وحكىعن الشيخ شمس األئمة‬.‫ فينبغى لطالب العلم أن ال يأخذ الكتاب إال بطهارة‬،‫ تعظيم الكتاب‬:‫ومن تعظيم العلم‬
‫ والشيخ اإلمام‬.‫ فإنى ما أخذت الكاغد إال بطهارة‬،‫إنما نلت هذا العلم بالتعظيم‬: ‫الحلوانى رحمه هللا تعالى أنه قال‬
‫ وتوضأ فى تلك الليلة سبع عشرة مرة ألنه كان ال يكرر‬،‫ وكان يكرر‬،‫شمس األئمة السرخسى كان مبطونا فى ليلة‬
.‫ وهذا ألن العلم نور والوضوء نور فيزداد نور العلم به‬،‫إال بالطهارة‬
Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu memulyakan kitab, karena itu, sebaiknya
pelajar jika mengambil kitabnya itu selalu dalam keadaan suci. Hikayat, bahwa
Syaikhul islam Syamsul Aimmah Al-Khulwaniy pernah berkata : “Hanya saya dapati
ilmu ilmuku ini adalah dengan mengagungkan. Sungguh, saya mengambil kertas
belajarku selalu dalam keadaan suci. Syaikhul Imam Syamsul Aimmah As-sarkhasiy
pada suatu malam mengulang kembali pelajaran-pelajarnnya yang terdahulu, kebetulan
terkena sakit perut. Jadi sering kentut. Untuk itu ia melakukan 17 kali berwudlu dalam
satu malam tersebut, karena mempertahankan supaya belajar dalam keadaan suci.
Demikianlah sebab ilmu itu cahaya, wudlupun cahaya. Dan cahaya ilmu akan semakin
cemerlang bila di barengi cahaya berwudlu.
‫ومن التعظيم الواجب للعالم أن ال يمد الرجل إلى الكتاب ويضع كتاب التفسير فوق سائر الكتب وال يضع شيئا آخر‬
.‫على الكتاب‬
Termasuk memulykan yang harus dilakukan, hendaknya jangan membentangkan kaki
kearah kitab. Kitab tafsir letaknya diatas kitab-kitab lain, dan jangan sampai menaruh
sesuatu diatas kitab.
‫ أن فقيها كان وضع المحبرة على‬:‫وكان أستاذنا الشيخ برهان الدين رحمه هللا تعالى يحكى عن شيخ من المشايخ‬
‫برنيايى‬: ‫ فقال له بالفارسية‬،‫الكتاب‬
Guru kita Burhanuddin pernah membawakan cerita dri seorang ulama yang mengtakan
ada seoranag ahli fikih meletakan botol tinta di atas kitab. Ulama itu sraya berkata :
“Tidak bermanfaat ilmumu.
‫ إن يرد بذلك االستخفاف‬:‫وكان أستاذنا القاضى اإلمام األجل فخر الدين المعروف بقاضى خان رحمه هللا تعالى يقول‬
.‫فال بأس بذلك واألولى أن يحترز عنه‬
Guru kita Qodli Fakhrul Islam yang termasyur dengan Qodli Khan pernah berkata:
“Kalau yang demikian itu tidak dimaksud meremehkan, maka tidak mengapalah.
Namun lebih baiknya disingkiri saja.”
‫ ورأى أبو حنيفة رحمه هللا تعالى‬.‫ أن يجود كتابة الكتاب وال يقرمط ويترك الحاشية إى عند الضرورة‬:‫ومن التعظيم‬
‫ يعنى إذا شخت وضعف نور بصرك‬.‫ إن عشت تندم وإن مت تشتم‬،‫ ال تقرمط خطك‬:‫كتابا يقرمط فى الكتابة فقال‬
،‫ وما انتخبنا ندمنا‬،‫ ما قرمطنا ندمنا‬:‫ حكى أنه قال‬،‫ وحكى عن الشيخ اإلمام مجد الدين الصرخكى‬.‫ندمت على ذلك‬
‫وما لم نقابل ندمنا‬
Termasuk pula arti mengagungkan, hendak menulis kitab sebaik mungkin. Jangan
kabur, jangan pula membuat catatan penyela/penjelas yang membuat tulisan kitab tidak
jelas lagi, kecuali terpaksa harus dibuat begitu. Abu hanifah pernah mengetahui seorang
yang tidak jelas tulisannya, lalu ujarnya: “Jangan kau bikin tulisanmu tidak jelas,
sedang kau kalau ada umur panjang akan hidup menyesal, dan jika mati akan dimaki.”
Maksudnya, jika kau semakin tua dan matamua rabun, akan menyesali perbuatanmua
sendiri itu. Diceritakan dari Syaikhul Imam Majduddin Ash-Shorhakiy pernah berkata:
“Kami menyesal;I tulisan yang tidak jelas, catatan kami yang pilih-pilih dan
pengetahuan yang tidak kami bandingkan dengan kitab lain.”
‫ وهو أيسر على الرفع والوضع‬،‫ فإنه تقطيع أبى حنيفة رحمه هللا تعالى‬،‫وينبغى أن يكون تقطيع الكتاب مربعا‬
‫والمطالعة‬
Sebaiknya format kitab itu persegi empat, sebagaimana format itu pulalah kitab-kitab
Abu Hanifah. Dengan format tersebut, akan lebih memudahkan jika dibawa, diletakkan
dan di muthalaah kembali.
‫ ومن مشايخنا كرهوا‬،‫ فإنه من صنيع الفالسفة ال صنيع السلف‬،‫وينبغى أن ال يكون فى الكتابة شيئ من الحمرة‬
.‫استعمال المركب األحمر‬
Sebaiknya pula jangan ada warna merah didalam kitab, karena hal itu perbuatan kaum
filsafat bukan ulama salaf. Lebih dari itu ada diantara guru-guru kita yang tidak suka
memakai kendaraan yang berwarna merah.
‫ فإنه ينبغى أن يتملق ألستاذه‬.‫والتملق مذموم إال فى طلب العلم‬. ‫ تعظيم الشركاء ومن يتعلم منه‬:‫ومن تعظيم العلم‬
‫وشركائه ليستفيد منهم‬
Termasuk makna mengagungkan ilmu pula, yaitu menghormati teman belajar dan guru
pengajar. Bercumbu rayu itu tidak dibenarkan, selain dalam menuntut ilmu. Malah
sebaliknya di sini bercumbu rayu degnan guru dan teman sebangku pelajarannya.
.‫ وإن سمع مسألة واحدة أو حكمة واحدة ألف مرة‬،‫وينبغى لطالب العلم أن يستمع العلم والحكمة بالتعظيم والحرمة‬
.‫ من لم يكن تعظيمه بعد ألف مرة كتعظيمه فى أول مرة فليس بأهل العلم‬:‫وقيل‬
Hendaknya penuntut ilmu memperhatikan segala ilmu dan hikmah atas dasar selalu
mengagungkan dan menghormati, sekalipun masalah yang itu-itu saja telah ia dengar
seribu kali. Adalah dikatakan : “Barang siapa yang telah mengagungkannya setelah
lebih dari 1000 kali tidak sebagaimana pada pertama kalinya, ia tidak termasuk ahli
ilmu.”
‫ فإن األستاذ قد حصل له التجارب‬،‫ بل يفوض أمره إلى األستاذ‬،‫وينبغى لطالب العلم أن ال يختار نوع العلم بنفسه‬
.‫ فكان أعرف بما ينبغى لكل واحد وما يليق بطبيعته‬،‫فى ذلك‬
Hendaklah sang murid jangan menentukan pilihan sendiri terhadap ilmu yang akan
dipelajari. Hal itu dipersilahkan sang guru untuk menentukannya, karena dialah yang
telah berkali-kali melakukan percobaan serta dia pula yang mengetahui ilmu yang
sebaiknya diajarkan kepada seseorang dan sesuai dengan tabiatnya.
‫ كان طلبة العلم فى الزمان األول‬:‫وكان الشيخ اإلمام األجل األستاذ برهان الحق والدين رحمه هللا تعالى يقول‬
‫ فال‬،‫ واآلن يختارون بأنفسهم‬،‫ وكانوا يصلون إلى مقصودهم ومرادهم‬،‫يفوضون أمرهم فى التعلم إلى اساتذهم‬
.‫يحصل مقصودهم من العلم والفقه‬
Syaikhul Imam Agung Ustadz Burhanul Haq Waddin ra. Berkata: “Para siswa dimasa
dahulu dengan suka rela menyerahkan sepenuhnya urusan-urusan belajar kepada
gurunya, ternyata mereka peroleh sukses apa yang di idamkan; tetapi sekarang pada
menentukan pilihan sendiri, akhirnyapun gagal cita-citanya dan tidak bisa mendapatkan
ilmu dan fihq.”
‫وكان يحكى أن محمد بن إسماعيل البخارى رحمه هللا تعالى كان بدأ بكتابة الصالة على محمد بن الحسن رحمه‬
‫ فطلب علم الحديث‬،‫ لما روى أن ذلك العلم أليق بطبعه‬،‫ إذهب وتعلم علم الحديث‬:‫ فقال له محمد بن الحسن‬،‫هللا‬
‫فصار فيه مقدما على جميع أئمة الحديث‬
Hikayat orang, bahwa Muhammad bin Ismail Al-Bukhariy pada mulanya adalah belajar
shalat kepada Muhammad Ibnul Hasan. Lalu sang guru ini memerintahkan kepadanya
: “Pergilah belajar ilmu hadist! “setelah mengetahui justru ilmu inilah yang lebih sesuai
untuk Bukhariy. Akhirnya pun ia belajar hadist hingga menjadi imam hadist paling
terkemuka.
‫ بل ينبغى أن يكون بينه وبين األستاذ‬،‫وينبغى لطالب العلم أن اليجلس قريبا من األستاذ عند السبق بغير ضرورة‬
.‫قدر القوس فإنه أقرب إلى التعظيم‬
Diwaktu belajar, hendaklah jangan duduk terlalu mendekati gurunya, selain bila
terpaksa. Duduklah sejauh antar busur panah. Karena dengan begitu, akan terlihat
mengagungkan sang guru.
:‫ وقد قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬،‫ فإنها كالب معنوية‬،‫وينبغى لطالب العلم أن يحترز عن األخالق الذميمة‬
.‫ وإنما يتعلم اإلنسان بواسطة ملك‬.‫ال تدخل المالئكة بيتا فيه صورة أو كلب‬
.‫واألخالق الذميمة تعرف فى كتاب األخالق وكتابنا هذا ال يحتمل بيانها‬
:‫ قيل‬. ‫خصوصا عن التكبر‬
‫كالسيل حرب للمكان العالى‬ ‫العلم حرب المتعالى‬
:‫قيل‬
‫فهل جد بال جد بمجدى‬ ‫بجـد ال بجد كل مجد‬
‫وكم حر يقوم مقام عبد‬ ‫فكم من عبد يقوم مقام حر‬
Pelajar selalu memnjaga dirinya daripada akhlak-akhlak yang tercela. Karena akhlak
buruk itu ibarat anjing. Rasulullah saw bersabda: “Malaikat tidak akan masuk rumah
yang di dalamnya terdapat gambar atau anjing”. Padahal orang belajar itu dengan
perantara malaikat. Akhlak yang tercela dapat dikaji dari kitab akhlak. Kitab ini tidak
memuat masalah ituDan terutama yang disingkiri adalah sikap takabur dan sombong.
Syai’ir dikatakan:
 ilmu itu musuh bagi penyombong diri
laksan air bah, musuh dataran tinggi
Disebutkan pula dalam sya'ir :
– Diraih keagungan dengan kesungguhan bukan semata dengan harta tumpukan
bisakah agung didapat? Dengan harta tanpa semangat?

 Banyak sahaya, menduduki tingkat merdeka


Banyak orang merdeka, menduduki tingkat sahaya
KESIMPULAN
lmu Pengetahuan adalah bekal yang paling berharga bagi manusia untuk mencapai
kebahagian hidup di dunia dan di akherat kelak. Dengan ilmu, manusia dapat mengetahui
segala hal, termasuk mengenal kebesaran, kekuasaan Allah, dan kedudukannya di hadapan
Allah serta cara mengabdi kepada-Nya, sehingga dapat selalu dekat dengan-Nya. Dapat
mengetahui rahasia ciptaan-Nya, sehingga dapat memanfaatkannya untuk kesejahteraan
hidup manusia di dunia dan di akhirat. Mengingat pentingnya ilmu pengetahuan, maka Islam
mewajibkan setiap umatnya tanpa terkecuali untuk menuntut ilmu, mulai dari masa kecil
sampai meninggal dunia di manapun ilmu itu ada. Sebagai balasan bagi orang-orang yang
menuntut ilmu, Allah menempatkan mereka pada posisi yang tinggi dan mulia.
Hendaknya dalam menuntut ilmu itu didasari untuk mendekatkan diri kepada Allah dan demi
mewujudkan kemaslahatan umat, serta harus dibarengi dengan keuletan, kemandirian, dan
kerja keras. Selain dari itu, agar memperoleh ilmu yang bermanfaat, sebagai seorang murid
harus memiliki rasa hormat ( tawadhu’) kepada guru dan berlaku baik kepadanya.
Ilmu yang manfaat adalah ilmu yang dapat mendorong pemiliknya untuk mendekatkan diri
kepada Allah serta patuh dan tunduk kepada-Nya, mendatangkan manfaat dan penerang bagi
orang lain, sehingga orang lain dengan kemauannya sendiri mau membuka hati untuk belajar
atau meminta petunjuk/nasehat, serta dengan sukarela mau mengamalkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Ta’limul Mutaalim Bab 4
Kitab Mukhtarul Ahadist
Arbain Nawawi

Anda mungkin juga menyukai